Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah KMB I Sistem Kardiovaskuler dalam
Keperawatan yang berjudul “Cor Pulmonal dan ALO” dengan tepat waktu tanpa halangan suatu
apapun. Diharapkan makalah ini dapat memberikan wawasan dan informasi kepada pembaca
tentang Asuhan keperawatan mengenai penyaki Cor Pulmonal Dan Alo.
Bagaimana pun kami telah berusaha membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun
tidak ada kesempurnaan dalam karya manusia. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk
lebih menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini akan menjadi ilmu yang bermanfaat.

Kediri, 12 September 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... 1

DAFTAR ISI........................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 3


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Teori Cor Pulmonal ….……….….................................................. 5
2.2 Tinjauan Asuhan keperawatan ....................................................................... 11
2.3Tinjauan Teori ALO…....................…......................................................... 18
2.4 Tinjauan Asuhan Keperawatan ALO ............................................................. 28

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 38
3.2 Saran............................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 39

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Cor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dariventrikel
kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari system pernapasan.Hipertensi
pulmonal merupakan factor penghubung tersering antara disfungsi paru-paru dan jantung
dalam cor pulmonal. Meskipun cor pulmonal seringkali berlangsung kronis denganprogress
yang lambat, onset akut cor pulmonal dapat memburuk dengan komplikasi yangdapat
mengancam jiwa.Cor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7 % dari seluruh kasus
penyakit jantung dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) karenabronchitis kronis dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus cor
pulmonale.Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat
adanyaemboli paru massif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari
corpulmonale akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa. Terdapat sekitar 50.000
angkakematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar
setengahnyaterjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan.Secara global,
insidensi cor pulmonale bervariasi antar tiap negara, tergantung padaprevalensi merokok,
polusi udara, dan factor resiko lain untuk penyakit paru-paru yangbervariasi
Edema paru akut merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi di dalam paru-paru,
biasanya diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang tidak memompa secara adekuat.
Edema paru akut terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru
yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui
saluran limfatik.
Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru disebut edema paru
akut. Edema paru akut merupakan komplikasi yang biasa dari penyakit jantung dan
kebanyakan kasus dari kondisi ini dihubungkan dengan kegagalan jantung. Edema paru akut
dapat menjadi kondisi kronik atau dapat berkembang dengan tiba-tiba dan dengan cepat
menjadi ancaman hidup. Tipe yang mengancam hidup dari edema paru terjadi ketika
sejumlah besar cairan tiba-tiba berpindah dari pembuluh darah paru ke dalam paru,

3
dikarenakan masalah paru, serangan jantung, trauma, atau bahan kimia toksik. Ini dapat juga
menjadi tanda awal dari penyakit jantung koroner.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Asuhan Keperawatan Cor Pulmonal?
2. Apa Asuhan Keperawatan ALO?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Cor Puolmonal
2. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan ALO
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu
kesehatan terutama pada Asuhan Keperawatan Cor Pulmonal dan Alo
2. Bagi pembaca makalah ini berfungsi untuk memberi informasi dalam bidang kesehatan
terutama dalam halAsuhan Keperawatan Cor Pulmonal dan Alodalam Keperawatan
supaya pembaca mengerti hal-hal yang berkaitan dengan konsep – konsep tersebut
dalam keperawatan.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Teori Kor Pulmonal
2.1.1 DEFINISI

Menurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran


dari jantung kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit
yang mempengaruhi struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya.
Kor pulmonal ( CP) suatu keaadan dimana ventrikel kanan jantung membesar
( dengan atau tanpa gagal jantung sebelah kanan ) sebagai akibat penyakit yang
mengenai struktur atau fungsi paru dan pembuluh darahnya. (Wahid & Suprapto, 2013)
Cor pumonal merupakan keadaan hipertrofi ventrikel kanan akibat suatu penyakit 
yang mengenai fungsi atau struktur jaringan paru, tidak termasuk didalamnya kelainan
jantumg kanan akibat kegagalan dari fungsi ventrikel kiri atau akibat penyakit jantung
bawaan (Muttaqin, 2012, hal. 227)

Korpumonal adalah kondisi dimana ventrikel kanan jantung membesar (dengan


atau tapa gagal jantung sebelah kanan) sebagai akibat penyakit yang mengenai struktur
atau fungsi paru dan pembuluh darahnya. (Suprapto, 2013, hal. 116)

Cor pulmonal (CP) adalah suatu keadaan dimana terdapat hipertrofi dan atau
dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi pulmonal yang disebabkam
oleh penyakit intrinsik dari parenkhim paru, dinding thorak maupun vaskuler paru.
Karena itu untuk mendiagnosa CP maka harus disingkirkan adanya stenosis mitral,
kelainan jantung bawaan atau gagal jantung kiri yang juga dapat menyebabkan dilatasi
dan hipertrofi ventrikel kanan. CP dapat bersifat akut akibatnya adanya emboli
paruyang pasif, dapat juga bersifat kronis. (Somantri, 2012, hal. 103)

5
2.1.2 ETIOLOGI
Penyebab yang paling sering adalah PPOM, dimana terjadi perubahan struktur
jalan nafas dan sekresi yang tertahan mengurangi ventilasi alveoler. Penyebab lainnya
adalah kondisi yang membatasi atau mengganggufungsi fentilasi yang mengarah pada
hipoksia atau asidosis (deformitas sangkar iga dan obesitas masif) atau kondisi yang
mengurangi jaring-jaring vaskular paru (hipertensi arteri pulmonal idiopatik primerdan
embolus paru). Kelainan tertentu dalam sistem persarafan, otot pernapasan, dinding dada,
dan percabangan arteri pulmonal juga dapat menyebabkan terjadinya kor
pulmonal (Muttaqin, 2012, hal. 227)

2.1.3 KLASIFIKASI
Secara umum cor pulmonale dibagi menjadi dua bentuk:

1. Cor Pulmonale Akut


Yaitu dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekompensasi

2. Cor Pulmonale Kronik


Merupakan jenis cor pulmonale yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai
hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau adanya
kelainan pada toraks, yang akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga
terjadi hipertropi ventrikel kanan.  (Somantri, 2012:131)

2.1.4 PATOFISIOLOGI
Sirkulasi pada orang normal merupakan suatu sistem yang bersifat high flow-low
presure, yaitu suatu sistem dengan aliran besar tapi tekanan darah, memepunyai resistensi
yang rendah dan cadangan yang besar, sehingga mampu menampung bertambahnya
aliran darah yang banyak tanpa meningkatkan tekanan arteri paru, atau hanya menigkat
sedikit saja pada waktu melakukan aktivitas. Hal ini disebabkan karena adanya dilatasi
sseluruh pembuluh darah paru dan diikut sertakannya pembuluh darah yang tidak
diperfusi pada waktu istirahat. Pembuluh darah paru mempunyai dinding tipis, eliptikal,
dan elastik sehingga dapat menampung kenaikan 200-300% dari curah jantung tanpa
mengalami kenaikan tekanan arteri pulmonalis.
6
Hipertensi pulmonal:
Hipertensi pulmonal pada klien dengan penyakit paru terutama timbul sebagai
akibat hipoksia karena penurunan fungsi paru atau pengurangan jaringan pembuluh darah
paru. Hipertensi pulmonal akan timbul jika penguranagan jaringan pembuluh darah paru
lebih dari 50%. Peumonektomi satu paru tidak akan disertai kenaikan tekanan arteri
pulmonalis. Adanya kombinasi beberapa faktor lain pengurangan vaskularisasi paru,
hipoksia, asidosisi, dan polisitemia akan menyababkan tekanan arteri pulmonalis
meningkat dan terjadi hipertrofi diventikel kanan.

Pengurangan jaringan pembuluh darah paru akan menurunkan kemampuan


pembuluh darah untuk menurunkan resistensi selama melakukan aktifitas sedangkan pada
waktu aktifitas, terjadi peningkatan aliran darah, sehingga tekanan artei paru akan
meningakat. Hipoksemia merupakan vasokontriksi arteri pulmonalis terpenting.

Vasokontriksi terjadi akibat efek langsung hipoksemia pada otot polos arteri
pulmonalis atau tidak langsung melalui penglepasan zat vasokatif seperti histamin dari
sel mast. Asidosis akibat hiperkapnea atua sebab lain juga merupakan vasokonstriktor
arteri pulmonalis yang sinergistik dengan hipoksia. Polisitemia karena hipoksia menahun
menyebabkan kenaikan viskositas yang kemudian mengakibatkan hipertensi pulmonal.

Hemodinamik paru:

Dua faktor yang memengaruhi tekanan arteri pulmonalis, yaitu curah jantung dan
risetensi atau diameter pembuluh darah paru. Sebelum timbul kor pulmonal, curah
jantung normal pada waktu istirahat dan meningkat secara secara normal saat
berolahraga. Pada waktu terjadi kor pulmonal, tekanan pengisian tinggi untuk
meningkatkan curah jantung ke batas normal. Tekanan arteri paru meningkat tergantung
dari curah jantung vasokontriksi pembuluh darah akibat hipoksemia. Pada saat timbul
gagal jantung kanan, tekanan akhir diastolik meningkat dan curah jantung normal pada
waktu istirahat, tapi ketika melakukan aktivitas fisik, curah jantung tidak mampu naik
seperti keadaan normal. Hipoksia menyebabkan penurunan fungsi jantung. Adanya

7
hipertensi pulmonal dan penurunan fungsi jantung akibat hipoksia akan menyebabkan
kegagalan jantung kanan. (Muttaqin, 2012, hal. 228)

2.1.5 PATHWAY

Gangguan paru-paru restriktif


Gangguan paru-paru obstruksi
Gangguan paru-paru primer

Perubahan fungsional paru-paru


Perubahan anatomi pembuluh
darah paru-paru
Hiposekmia dan Hiperkapnia

Polisitmeia Asidosis

Pengurangan jaringan vaskular


paru-paru Vasokontriksi arteri pulmonal

Peningkatan resistensi vascular


paru-paru

Hipertensi pulmonal

Hipertensi ventrikel kanan

Cor pulmonal

8
2.1.6 MANIFESTASI KLINIS
Informasi yang didapati bisa berbeda-beda antara satu penderita yang satu dengan yang
lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan korpulmonal (KP).
(Susetyo,2013,hal 105 )

a) KP akibat Emboli paru : sesak tiba-tiba pada istirahat, kadang – kadang di dapatkan
batuk-batuk dan hemoptisis
b) KP dengan PPOM : sesak nafas yang disertai batuk produktif (banyak sputum )
c) KP dengan hipertens pulmonal primer: sesak nafas dan sering pingsan jika
beraktifitas
d) KP dengan kelain jantung kiri : sesak nafas, ortopnea, paroxymal nocturnal dysnea.
e) KP dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.
f) Gejala predominan korpulmonal yang terkompensasi yang berkaitan dengan penyakit
parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi,
kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung
kanan, gejala –gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas
dapat juga muncul.
g) Tanda-tanda korpumonal misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel
kanan menonjol, atau gallop, pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati
membesar dan nyeri tekan, dan edema dependem.
h) Gejala – gejala tambahan ialah: sianosis, kuarang tangap/bingung, mata menonjol.

2.1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a.       Pemeriksaan radiologi
Perluasan hilus dapat dinilai dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan
pertama arteri pulmonalis utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal
torak. Perbandingan > 0,36 menunjukkan hipertensi pulmonal.
b.      Ekokardiografi
Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun perubahan
volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas

9
ventrikel kanan dalam yang menggambarkan adanya pembesaran ventrikel kiri.
Septum interventrikel dapat bergeser ke kiri.
c.       Magnetic resonance imaging (MRI)
Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas,
dan fraksi ejeksi.
d.      Biopsi paru
Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler
paru seperti penyakit vaskuler kolagen, arthritis rheumatoid, dan Wegener
granulomatosis.(Profitlinch L,0peni,2009)

2.1.8 PENATALAKSANAAN MEDIS


Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah untuk meningkatkan ventilasi pasien dan
mengobati penyakit yang melatarbelakangi beserta manilestasi dari gagal jantungnya.
Penatalaksanaan medis secara umum:
1.      Pada pasien dengan penyakit asal COPD: pemberian 02 sangat dianjurkan untuk
memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri puhnonal serta tahanan
vaskuler pulmonal.
2.      Higienis bronkhial: diberikan obat golongan bronkodilator.
3.      Jika terdapat gejala gagal jantung: perbaiki kondisi hipoksemia dan hiperkapnia.
4.      Bed rest, diet rendah sodium, pemberian diuretik.
5.      Digitalis: bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut
jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.
Selain hal tersebut di atas, dianjurkan pula perawatan yang dilakukan di rumah
(home care) karena penatalaksanaan dari penyakit ini berhubungan dengan pengobatan
terhadap penyakit yang menyebabkannya, dan biasanya dalam jangka waktu yang lama.
Pasien dengan COPD dianjurkan untuk menghindari alergen yang dapat mengiritasi jalan
napas.(Muttaqin, 2012, hal. 227)

10
2.2 Tinjauan Asuahan Keperawatan Kor Pulmonal
2.2.1 Pengkajian
a. Anamnesa,meliputi:
1) IdentitasPasien

a) Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak.
Untuk orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada
lansia karena sering didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar
polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang
menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan
dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru. Untuk kasus
anak- anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas
atas seperti hipertrofi tonsil danadenoid.
b) Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah
para pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok
yangtinggi.
c) Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor
pulmonal adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi
rumah yang kurang memenuhi persyaratan runmah yang sehat.
Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan semakin
memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya
korpulmonal.
2) Riwayat Sakit danKesehatan
a) Keluhanutama:Pasiendengankorpulmonalseringmengeluhsesak,

nyeri dada
b) Riwayat penyakit saat ini : Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan
diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang
tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkankeluhan-keluhantersebut.Penyebabkelemahanfisik
setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya

11
disertai sesak nafas.
1. Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot
rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan
pergerakan.
2. Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari- hari.
3. Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa
lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat
istirahat ataupun saat beraktifitas

c) Riwayat penyakit dahulu : Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki


riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis
rrparu, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah kliendengan
riwayat
hipertensi pulmonal.
3) Pemeriksaan fisik : Review Of System(ROS)
a) B1(BREATH)

 Pola napas : irama tidakteratur

 Jenis: Dispnoe

 Suara napas:wheezing

 Sesak napas (+)


b) B2(BLOOD)
 Irama jantung : ireguler s1/ s2 tunggal(-)

 Nyeri dada(+)

 Bunyi jantung:murmur

 CRT : tidakterkaji

 Akral : dingin basah


c) B3(BRAIN)

12
 Penglihatan(mata)

 Pupil : tidak terkaji

 Selera/ konjungtiva : tidakterkaji

 Gangguan pendengaran/ telinga: tidakterkaji

 Penciuman (hidung) : tidakterkaji

 Pusing

 Gangguan kesadaran
d) B4(BLADDER)
 Urin:

o Jumlah : kurang dari 1-2 cc/ kg BB/jam

o Warna : kuningpekat

o Bau :khas

 Oliguria

e) B5(BOWEL)

 Nafsu makan :menurun

 Mulut dan tenggorokan : tidakterkaji

 Abdomen :asites

 Peristaltic : tidak terkaji


f) B6(BONE)
 Kemampuan pergerakan sendi: terbatas

 Kekuatan otot :lemah

 Turgor :jelek

 Oedema

13
4) Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara


mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.

2.2.2 Diagnosakeperawatan

1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan. hipoksemia secara


reversible/ menetap, refraktori dan kebokoran interstisial pulmonal/ alveolar
pada status cedera kapilerparu.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan. sempitnya lapang respirasi dan
penekanantoraks.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan.
penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas,
sehingga metabolism berlangsung lebihcepat).
4) Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan. kelemahan fisik dankeletihan.

5) Perubahan pola eliminasi urin berhubungan denganoliguria.

2.2.3 PerencanaanKeperawatan

Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan. Hipoksemia secara


reversible/menetap, refraktori dan kebokoran interstisial pulmonal/ alveolar pada
status cederakapiler paru.
 Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan
tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh dapatdipertahankan.

Kriteriahasil :

o Klien tidak mengalami sesaknapas.

o Tanda-tanda vital dalam batasnormal

o Tidak ada tanda-tandasianosis.

o PaO2 dan PaCO2 dalam batasnormal

14
o Saturasi O2 dalam rentangnormal

2.2.4 Intervensi dan Rasional:

No. Intervensi Rasional


Mandiri
1 Pantau frekuensi, kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat
pernapasan.Catat penggunaan distress pernapasan dan/ atau
otot aksesori, nafas bibir, kronisnya proses penyakit.
tidakmampuan bicara/ berbin-
cang.
2 Tinggikan kepala tempat tidur, Pengiriman oksigen dapat
bantu pasien untuk memilih diperbaiki dengan posisi duduk
posisi yang mudah untuk tinggi dan latihan nafas untuk
bernapas. Dorong nafas menurunkan kolaps jalan nafas,
perlahan atau nafas bibir sesuai dispnea dan kerja nafas.
kebutuhan atau toleransi
individu.
3 Awasi secara rutin kulit dan Sianosis mungkin perifer (terlihat
warna membrane mukosa. pada kuku) atau sentral (terlihat
sekitar bibir/ atau daun telinga).
Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindi-kasikan beratnya
hipoksemia.
4 Dorong mengeluarkan sputum; Kental, tebal, dan banyaknya
penghisapan bila diindikasikan. sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada
jalan nafas kecil. Penghisapan
dibutuhkan bila batuktidak
efektif.
5 Auskultasi bunyi nafas, catat Bunyi nafas mugkin redup karena
area penurunan aliran udara aliran udara atau area konsolidasi.
dan/ atau bunyi tambahan. Adanya mengi mengindikasikan

15
secret. Krekel basah menyebar
menunjukkan cairan pada
intertisial/ dekompensasi jantung.
6 Palpasi fremitus. Penurunan getaran fibrasi diduga
ada pengumpulan cairan atau
udara terjebak.
7 Awasi tingkat kesadaran/ Gelisah dan ansietas adalah
status mental. Selidiki adanya manifestasi umum pada hypoxia,
perubahan. GDA memburuk disertai bingung/
somnolen menunjukkandisfungsi
sersbral yang berhubungandengan
hipoksemia.
8 Evaluasi tingkat toleransi Selama distress pernapasan berat/
aktifitas. Berikan lingkungan akut/ refraktori pasien secara total
yang tenang dan kalem. Batasi tak mampu melakukan aktifitas
aktifitas pasien atau dorong sehari-hari karena hipoksemia dan
untuk tidur/ istirahat dikursi dispnea. Istirahat diselingi aktifitas
selama fase akut. Mungkinkan perawatan masih penting dari
pasien melakukan aktifitas program pengobatan. Namun,
secara bertahap dan tingkatkan program latihan ditujukan untuk
sesuai toleransi individu. meningkatkan ketahanan dan
kekuatan tanpa menye-babkan
dispnea berat, dandapat
meningkatkan rasa sehat.
9 Awasi tanda vital dan irama Tachycardia, disritmia, dan
jantung perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
1 Awasi/gambarkan seri GDA PaCO2 biasanya meningkat
dan nadi oksimetri. (bronchitis, enfisema) dan pao2
secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat

16
lebih kecil atau lebihbesar.
Catatan: PaCO2 “normal” atau
meningkat menandakan kegagalan
perna-pasan yang akandatang
selama asmatik.
2 Berikan oksigen tambahan Dapat memperbaiki/ mencegah
yang sesuai dengan indikasi memburuknya hypoxia. Catatan:
hasil GDA dan toleransipasien. emfisema kronis, mengatur
pernapasan pasien ditentukan oleh
kadar CO2 dan mungkin
dieluarkan dengan peningkatan
PaO2berlebihan.
3 Berikan penekanan SSP (misal: Digunakan untuk mengontrol
ansietas, sedative, atau ansietas/ gelisah yang mening-
narkotik) dengan hati-hati. katkan konsumsi oksigen/
kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karenadapat
terjadi gagal nafas.
4 Bantu instubasi, berikan/ Terjadinya/ kegagalan nafas yang
pertahankan ventilasi akan datang memerlukan penye-
mekanik,dan pindahkanUPI lamatan hidup.
sesuai instruksi pasien.

2.3 Tujuan teori ALO


2.3.1 Definisi
Acute Lung Oedema (ALO) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang Terjadi Secara
Mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2009).

17
Acute Lung Oedema (ALO) Adalah Terjadinya Penumpukan Cairan Secara Masif Di
Rongga Alveoli Yang Menyebabkan Pasien Berada Dalam Kedaruratan Respirasi Dan
Ancaman Gagal Napas. (Irman Sumant ri, 2010)

Acute Lung Oedema (ALO) Adalah Terkumpulnya Cairan Ekstravaskuler Yang


Patologis Di Dalam Paru. (Soeparman;767).

2.3.2 Etiologi
Menurut Suhaemi, emi mimin, 2012. Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:

1) Edema paru kardiogenik


Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem
kardiovaskuler.

1.  Penyakit pada arteri koronaria

Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah
pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang
disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan
tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.

2. Kardiomiopati

Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa


ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan
oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan
efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati
menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu
mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah
lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu
mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal
inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).

3. Gangguan katup jantung

18
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau
tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan
darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.

4. Hipertensi

Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot


ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

2) Edema paru non kardiogenik


Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi paru itu
sendiri. Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

a. Infeksi pada paru


b. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
c. Paparan toxic
d. Reaksi alergi
e. Acute respiratory distress syndrome (ards)
f. Neurogenik

2.3.3 Patofisiologis
Menurut Doenges, marlyn e, 2012 ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan
tekanan atau volume yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan
diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmhg.
Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan
akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di
alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial
mengalami ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium
kiri >25 mmhg.

Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan


dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru sehingga
menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan

19
mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty.
Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan
fungsinya.

2.3.4 Pathway

Gagal jantung
kanan/kongesti

20
Aliran balik darah paru terhambat

Peningkatan tekanan intra kapiler pulmonal

Peningkatan tekanan intra kapiler > tek. interstisial

Timbunan pada alveoli

Oedem paru

Distensi intra pulmonal

Pecahnya pembuluh darah paru

Intoleransi Bersihan jalan


aktivitas napas tidak efektif

Gangguan pertukaran gas

2.3.5 Manifestasi klinik


Menurut buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Jakarta, 2009 ALO dapat
dibagi menurut stadiumnya (3 stadium) :

1. Stadium 1

21
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan mengganggu
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi co. Keluhan pada
stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan aktivitas.

2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan
cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil,
terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek
bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat
dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan secara
berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas
yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume
paru yang lain turun dengan nyata.

2.3.6 Klasifikasi

Menurut buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Jakarta, 2009, edema
paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan  non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh
karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan
oleh adanya Payah Jantung  Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat 
terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Kronik

1. Cardiogenic pulmonary edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa
tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.

22
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal
jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang
dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan
dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal
dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan
membesar.

2. Non-cardiogenic pulmonary edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:

1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)


Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari
respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor
yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah. kondisi yang
berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka
paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau
radiasi pada paru-paru.
2. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang
telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
3) High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan
yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
4) Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure
yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan
di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

23
5) Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru
mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru
(pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini
dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh
(unilateral pulmonary edema).
6) Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
7) Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary
edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah
berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau
transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus,
atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Buku doenges, marlyne.,dkk 2012. Pemeriksaan penunjang terdiri dari :
1) Pemeriksaan Fisik
a.  Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
b. Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh
lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang
akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
c. Takikardia dengan S3 gallop.
d. Murmur bila ada kelainan katup.
2) Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi
ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
3)  Laboratorium
a. Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.

24
b. Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
c. Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,
enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
d. Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-
tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan
sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi
oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada yang khas dengan
pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada
kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah
dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-
bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli
sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan
informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya
4) Gambaran Radiologi yang ditemukan :
a. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
b. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
c. Kranialisasi vaskuler
d. Hilus suram (batas tidak jelas)
e. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)
5) Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung
Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
6)   Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang
mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type
natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein
(hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari

25
kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per
liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi
menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang
dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
7) Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)  adalah tabung yang panjang dan tipis
(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan
dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam
kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan
secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut
pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih
tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge
pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause
of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data
dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).
2.3.8 Penatalaksanaan.
Menurut
a. Posisi ½ duduk.
b. Oksigen (90 – 100%) sampai 12 liter/menit bila perlu dengan masker NRBM.
c. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
d. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
e. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 –
10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
f. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis
dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik

26
85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
g. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
h. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan
tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1
ml/kgBB/jam.
i. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
j. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
k. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
l. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel / corda tendinae.

2.4 Tinjauan Asuhan Keperawatan ALO


2.4.1 Pengkajian
1) Pengkajian Primer:
Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.

27
3) Kepatenan jalan nafas.
Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale
(GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan
kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap
orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang
menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma :
keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan
rangsang apapun.
Exposure

28
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan
(nyeri) dengan pengkajian PQRST.
2) Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya
penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit
terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan menjadi
penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan
kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
3) Pemeriksaan fisik
a. Sistem Integumen

Subyektif         : -

Obyektif          : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi


sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

b. Sistem Pulmonal

Subyektif         : sesak nafas, dada tertekan

Obyektif         : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk


(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot
bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat,
Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru,

c. Sistem Cardiovaskuler

29
Subyektif         : sakit dada

Obyektif          : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas


darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan

d. Sistem Neurosensori

Subyektif         : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif          : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

e. Sistem Musculoskeletal

Subyektif         : lemah, cepat lelah

Obyektif          : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan


penggunaan otot aksesoris pernafasan

f. Sistem genitourinaria

Subyektif         : -

Obyektif          : produksi urine menurun,

g. Sistem digestif

Subyektif         : mual, kadang muntah

Obyektif          : konsistensi feses normal/diare

h. Pemeriksaan Penunjang  :
1) Hb                                : menurun/normal
2) Analisa Gas Darah      : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3) Elektrolit                     : Natrium/kalsium menurun/normal

30
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat
bantu nafas
b) Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder
terhadap pemasangan selang endotrakeal
d) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung
e) Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
terhadapprosedur medis
f) Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap 
pemasangan alat  bantu nafas
g) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder terhadap
pemasangan alat bantu nafas
h) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotrakea.

2.4.3 Intervensi

N Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional


o
1 Ketidakefektifan Pola nafas kembali efektif setelah 1. Berikan HE 1.Informasi yang
pola nafas  dilakukan tindakan keperawatan pada pasien adekuat dapat

31
berhubungan selama 3 × 24 jam, dengan kriteria tentang membawa pasien
dengan keadaan hasil: penyakitnya lebih kooperatif
tubuh yang lemah dalam
1.Tidak terjadi hipoksia atau
memberikan
hipoksemia
terapi
2. Atur posisi
2.Tidak sesak semi fowler
2.Jalan nafas
yang longgar dan
3.RR normal (16-20 × / menit)
3. Observasi
tidak ada
tanda dan
4.Tidak terdapat kontraksi otot sumbatan proses
gejala
bantu nafas respirasi dapat
sianosis
berjalan dengan
5.Tidak terdapat sianosis
lancar.

3.Sianosis
4. Berikan merupakan salah
terapi satu tanda
oksigenasi manifestasi
ketidakadekuatan
suply O2 pada
jaringan tubuh
5. Observasi
perifer .
tanda-tanda
vital
4.Pemberian
oksigen secara
adequat dapat
mensuplai dan
memberikan
6. Observasi cadangan
timbulnya oksigen, sehingga
gagal nafas mencegah
terjadinya

32
hipoksia.

7. .Kolaborasi 5.Dyspneu,
dengan tim sianosis
medis dalam merupakan tanda
memberikan terjadinya
pengobatan gangguan nafas
disertai dengan
kerja jantung
yang menurun
timbul takikardia
dan capilary refill
time yang
memanjang/lama.

6.Ketidakmampu
an tubuh dalam
proses respirasi
diperlukan
intervensi yang
kritis dengan
menggunakan
alat bantu
pernafasan
(mekanical
ventilation).

7.Pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu

33
dalam proses
terapi
keperawatan

 
2 Gangguan Fungsi pertukaran gas dapat 1. Berikan HE 1.Informasi yang
pertukaran Gas maksimal setelah dilakukan pada pasien adekuat dapat
berhubungan tindakan keperawatan selama 3 × tentang membawa pasien
dengan distensi 24 jam dengan kriteria hasil: penyakitnya lebih kooperatif
kapiler pulmonar dalam
8.Tidak terjadi sianosis
memberikan
terapi
9.Tidak sesak 2. Atur posisi
pasien semi
2.Jalan nafas
1. RR normal (16-20 × /
fowler
yang longgar dan
menit)
tidak ada
2. BGA normal:
sumbatan proses
1. partial pressure of
3. Bantu pasien respirasi dapat
oxygen (PaO2): 75-
untuk berjalan dengan
100 mm Hg
melakukan lancer
2. partial pressure of
reposisi
carbon dioxide
3.Posisi yang
secara sering
(PaCO2): 35-45
berbeda
mm Hg
menurunkan
3. oxygen content
resiko perlukaan
(O2CT): 15-23% 4. Berikan
akibat imobilisasi
4. oxygen saturation terapi
(SaO2): 94-100% oksigenasi 4.Pemberian
5. bicarbonate oksigen secara
(HCO3): 22-26 adequat dapat
mEq/liter mensuplai dan
5. Observasi
memberikan

34
6. pH: 7.35-7.45
tanda – tanda cadangan
  vital oksigen, sehingga
mencegah
terjadinya
hipoksia
6. Kolaborasi
dengan tim
5.Dyspneu,
medis dalam
sianosis
memberikan
merupakan tanda
pengobatan
terjadinya
gangguan nafas
disertai dengan
kerja jantung
yang menurun
timbul takikardia
dan capilary refill
time yang
memanjang/lama.

6.Pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan
3 Resiko tinggi Infeksi tidak terjadi setelah 1.Berikan HE pada 1.Informasi yang
infeksi dilakukan tindakan keperawatan pasien tentang adekuat dapat
berhubungan selama 3 × 24 jam, dengan kriteria kondisi yang membawa pasien
dengan area hasil: dialaminya lebih kooperatif
invasi dalam
7.Pasien mampu mengurangi 2.Observasi tanda-

35
mikroorganisme memberikan
kontak dengan area pemasangan tanda vital.
sekunder terapi
selang endotrakeal
terhadap
 
2.Meningkatnya
pemasangan
8.Suhu normal (36,5oC)
suhu tubuh dpat
selang  
dijadikan sebagai
endotrakeal
3.Observasi daerah indicator
pemasangan selang terjadinya infeksi
endotrakheal
3.Kebersihan area
  pemasangan
selang menjadi
4.Lakukan tehnik
factor resiko
perawatan secara
masuknya
aseptik
mikroorganisme

 
4.Meminimalkan
organisme yang
5.Kolaborasi dengan
kontak dengan
tim medis dalam
pasien dapat
memberikan
menurunkan
pengobatan
resiko terjadinya
infeksi

5.Pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

36
37
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran


dari jantung kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit
yang mempengaruhi struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya.
Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi atau dilatasi
dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan
oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, didinding toraks maupun vaskuler paru. Cor
Pulmonal dapat bersifat akut akibat adanya emboli paru yang pasif, dan dapat juga
bersifat kronis. (Yogiarto,M dan Baktiyasa,B: 2003).
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang Terjadi
Secara Mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2006).

Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Terjadinya Penumpukan Cairan Secara Masif
Di Rongga Alveoli Yang Menyebabkan Pasien Berada Dalam Kedaruratan Respirasi Dan
Ancaman Gagal Napas.

3.2 Saran

Kami sebagai penulis dapat berharap kepada para pembaca, setelah membaca makalah
ini. Para pembaca apalagi para mahasiswa keperawatan dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari - hari. Sehingga dapat mengetahui tentang bagaimana Asuhan
Keperawatan mengenai penyakit Cor pulmonal dan Alo

38
DAFTAR PUSTAKA

Somantri,irman.2009.Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada Pada Pasien


Dengan Gangguan Sistem Pernafasan .Jakarta.Salemba Medika

Doenges, Marilyn E dan Marry Frances Moorhouse. (2011). Pedoman Untuk perencana dan
Dokumentasi Perawatan Klien edisi 2. Jakarta

Elmeltz, Suz Unec C. Dan Brenda G. (2010). Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner dan
Sudart Volume 2 edisi 8; Jakarta

39

Anda mungkin juga menyukai