Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian IPTEKS
Ilmu dalam bahasa Arab `ilm berarti memahami, mengerti atau mengetahui. `Ilm
menurut bahasa berarti kejelasan, karena itu segala kata yang terbentuk dari akar katanya
mempunyai ciri kejelasan. Misalnya: `alam (bendera), `ulmat (bibir sumbing), a`lam
(gunung-gunung), `alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas
tentang segala sesuatu.
Ilmu atau sains memiliki arti lebih spesifik yaitu usaha mencari pendekatan rasional
dan pengumpulan fakta-fakta empiris, dengan melalui pendekatan keilmuan akan didapatkan
sejumlah pengetahuan atau juga dapat dikatakan ilmu adalah sebagai pengetahuan yang
ilmiah.
Menurut Jan Hendrik Rapar menjelaskan bahwa pengetahuan ilmiah (scientific knowledge)
adalah pengetahuan yang diperoleh lewat penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih
menjamin kepastian kebenaran yang dicapai Pengetahuan yang demikian dikenal juga dengan
sebutan science.
Teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar untuk memecahkan masalah guna
mencapai suatu tujuan tertentu, atau dapat dikatakan juga teknologi adalah ilmu tentang
penerapan ilmu pengetahuan untuk memenuhi suatu tujuan.
Teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari
segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan
dan teknologi adalah suatu cara menerapkan kemampuan teknik yang berlandaskan ilmu
pengetahuan dan berdasarkan proses teknis tertentu untuk memanfaatkan alam bagi
kesejahteraan dan terpenuhinya suatu tujuan.
B. Paradigma Pendidikan Muhammadiyah
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola
berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan.
Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan
umat. Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan KH. Ahmad
Dahlan ini meliputi :
a. Tujuan Pendidikan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan
dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan
yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah
model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan
individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model
Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali.
Akibat dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang
menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai
ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan
yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu
umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal
tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan
mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
b. Materi pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum
atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
- Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang
baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
- Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu
yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara
keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
- Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan
keinginan hidup bermasyarakat.
c. Model Mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahmad dahlan tidak menggunakan
pendekatan yang tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya
dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.
- Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogal,
madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda.
- Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah
Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.
- Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter
karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah
Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.
C. Pandangan Islam Tentang IPTEKS
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia kini telah dikuasai peradaban Barat,
kesejahteraan dan kemakmuran material yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern
tersebut membuat banyak orang mengagumi kemudian meniru-niru dalam gaya hidup tanpa
diseleksi terlebih dulu terhadap segala dampak negatif dimasa mendatang atau  krisis
multidimensional yang diakibatkannya. Islam tidak menghambat kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi juga tidak anti terhadap barang-barang produk teknologi baik dimasa lampau,
sekarang maupun yang akan datang.
Dalam pandangan Islam, menurut hukum asalnya segala sesuatu itu mubah termasuk
segala apa yang disajikan berbagai peradaban, semua tidak ada yang haram kecuali jika
terdapat nash atau dalil yang tegas dan pasti, karena  Islam bukan agama yang sempit.
Adapun peradaban modern yang begitu luas memasyarakatkan produk-produk teknologi
canggih seperti televisi vidio alat-alat komunikasi dan barang-barang mewah lainnya serta
menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap orang tua, muda atau anak-anak yang tentunya
alat-alat itu tidak bertanggung jawab atas apa yang diakibatkannya, tetapi menjadi tanggung
jawab manusia yang menggunakan dan mengopersionalkannya. Produk iptek ada
yang bermanfaat manakala manusia menggunakan dengan baik dan tepat dan dapat pula
mendatangkan dosa dan malapetaka manakala digunakannya untuk mengumbar hawa nafsu
dan kesenangan semata.
Islam tidak menghambat kemajuan Iptek, tidak anti produk teknologi, tidak akan
bertentangan dengan teori-teori pemikiran modern yang teratur dan lurus, asalkan dengan
analisa-analisa yang teliti, obyekitf  dan tidak bertentangan dengan dasar al-Qur`an.

D.   Potensi Manusia (Jasmani dan Rohani) dalam Pengembangan IPTEKS


Potensi Yang Dimiliki Manusia
Dalam berbagai literature, khususnya dibidang filsafat dan antropologi dijumpai
berbagai pandangan para ahli tentang hakekat manusia. Sastraprateja, misalnya mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia itu sendiri adalah suatu
sejarah, suatu peristiwa yang semata-mata datum. Hakikat manusia hanya dilihat dalam
perjalanan sejarahnya, dalam sejarah perjalanan bangsa manusia. Saatraprateja lebih lanjut
mengatakan, bahwa apa yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengamatan manusia
adalah suatu rangkaian anthtropoligical constans, yaitu dorongan-dorongan dan orientasi
yang dimiliki manusia.
Lebih lanjut, Sastraprateja menambahkan ada sekurang-kurangnya 6 anthtropoligical
constans yang dapat di tarik dari pengalaman umat manusia, yaitu:
1. Relasi manusia dengan kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis
2. Keterlibatan dengan sesama
3. Keterkaitan dengan srtuktur sosial dan institional
4. Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat,hubungan timbal
balik antara teori dan praktis.
5. Kesadaran religious dan para religious
6. Merupakan satu sintesis dan masing-masing saling mempengaruhi.
Keenam masalah tersebut tampak merupakan rangkaian kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan
oleh manusia, yang secara umum dapat dikatakan bahwa dalam beresksistensinya manusia
tidak bisa melepaskan dari ketergantungannya pada orang lain.
Dr. Alexis Carrel (seorang  peletak dasar-dasar humaniora di Barat ) mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari
dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya  yang demikian tinggi terhadap dunia yang
ada luar dirinya. Pendapat ini menunjukkan tentang betapa sulitnya memahami manusia
secara tuntas dan menyeluruh. Sehingga setiap kali seseorang selesai memahami dari satu
aspek tentang manusia, maka muncul pula aspek yang lainnya.
Manusia memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan social maupun perubahan alamiah. Manusia
menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan berbagai makhluk yang berbudaya. Manusia
tidak liar, baik secara social maupun alamiah.

Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya dan
tidak mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu menyembah-Nya dengan
tulus dan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi, anak tersebut membutuhkan perawatan,
bimbingan dan pengembangan segenap potensinya kepada tujuan yang benar. Ia harus
dikembangkan segala potensinya kearah yang positif melalui suatu upaya yang disebut
sebagai al-Tarbiyah, al-Ta’dib, al-Ta’lim atau yang kita kenal dengan “pendidikan”.
Karena pendidikan yang mengarahkan ke arah perkembangan yang optimal maka pendidikan
dalam mengembangkannya harus memperhatikan aspek-aspek kepentingan yang antara lain :
1. Aspek Pedagogis
Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo Educondum’
yaitu makhluk yang harus didik. Inilah yang membedakannya dengan makhluk yang lain.
Jadi disini pendidikan berfungsi memanusiakan manusia tanpa pendidikan sama sekali,
manusia tidak dapat menjadi manusia yang sebenarnya.
2. Aspek Psikologis
Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut ‘Psychophyisk Netral’
yaitu makhluk yang memiliki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan rohaniah.
Didalam kemandirian itu manusia mempunyai potensi dasar yang merupakan benih yang
dapat tumbuh dan berkembang.
3. Aspek Sosiologis Dan Kultural
Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berwatak dan
berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
4. Aspek Filosofis
Aspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo Sapiens’ yaitu makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan.
Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik.
Sehingga dengan potensi tersebut mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan
pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa keterampilan yang dapat
berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.
Fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan. Oleh karena
itu pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk seorang yang berkepribadian
muslim. Potensi dasar tersebut atau lebih dikenal dengan istilah fitrah harus terpelihara dan
berkembang dengan baik. Sebab tugas pendidikan adalah menjadikan potensi dasar itu lebih
berdaya guna, berfungsi secara wajar dan manusiawi.
Dalam pandangan lain, Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada
manusia lain dengan harapan mereka, ini berkat pendidikan (pengajaran) itu kelak menjadi
manusia yang shaleh, yang berbuat sebagai mana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi
apa yang tidak patut dilakukannya.
Hubungan Fitrah Dengan Pendidikan
Sebelum kita melihat hubungan fitrah dengan pendidikan maka dilihat dulu dari segi
pengertian.
A. Fitrah adalah : kemampuan dasar yang ada pada diri seseorang yang harus
dikembangkan secara optimal.
B. Pendidikan adalah : usaha sadar orang dewasa untuk mengembangkan kemampuan
hidup secara optimal, baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta
memiliki nilai-nilai religius dan sosial sebagai pengarah hidupnya.
Dapat disimpulkan bahwa hubungan fitrah dengan pendidikan adalah potensi yang ada
atau kemampuan jasmani dan rohaniah yang dapat dikembangkan tersebut. Pendidikan
merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai dimana tiitk optimal kemampuan-
kemampuan tersebut untuk mencapainya.  Keutuhan terhadap pendidikan bukan sekedar
untuk mengembangkan aspek-aspek individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga
mengarahkan perkembangan kemampuan dasar tersebut kepada pola hidup yang ukhawi.
Oleh karena itu diperlukan atau keharusan pendidikan.
Potensi fitrah yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagi “fitrah
tauhid” aqidah iman kepada Allah dan atas dasar kesucian yang tidak ternoda.  Menurut H.M.
Arifin, fitrah adalah suatu kemampuan dasar manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya,
yang di dalamnya terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling
berkaitan dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia.
Seiring dengan lajutnya pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, peranan pendidikan akan menjadi semakin penting. Karena di samping kemajuan
ilmu pengetahuan yang menuntut sumber daya manusia yang berkualitas (khalifah Allah
dibumi). Juga pendidikan berperan sebagai pengarah dari lajunya perkembangan pengetahuan
itu sendiri, sehingga hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak akan
merusak nilai manusia itu sendiri.
Al-Quran sebagai tumpuan dasar hidup dan kehidupan manusia dan sekaligus sumber
ajaran Islam memuat begitu banyak segi kehidupan. Begitu banyak yang tercakup dalam
ayat-ayatnya, baik yang tersirat maupun yang tersurat, dari perihidup kemanusiaan sampai
menerobos keberbagai bidang ilmu pengetahuan.
Salah satu yang terpenting dalam ajaran Islam adalah pendidikan, yang merupakan faktor
fundamental dalam kehidupan manusia, telah menjadi salah satu bidang yang tercakup dalam
kandungan ayat-ayat suci al-Quran dan bahkan menjadi topik yang utama. Sebab Rasulullah
sendiri diutus oleh Allah untuk mengajarkan dan mendidik manusia untuk dapat mengenal
Allah dan Rasulnya.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi
atau fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan agar
mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai khalifah di muka bumi dan juga untuk beribadah
kepada Allah SWT. Manusia dengan berbagai potensi tersebut membutuhkan suatu proses
pendidikan, sehingga apa yang akan  diembannya dapat terwujud. Pendidikan islam bertujuan
untuk mewujudkan manusia yang berkrebadian muslim baik secara lahir maupun batin,
mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk mencari keriddhaan Allah SWT.
Pendidikan Islam harus menggunakan al-Quran sebagai sumber utama dalam merumuskan
berbagai teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus
berlandaskan ayat-ayat al-Quran yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad
disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.
Dengan demikian, hakikat cita-cita Pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-
manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang. Fitrah
adalah potensi diri manusia untuk lebih baik. Itulah sebabnya potensi untuk menjadi lebih
baik pada diri kita senantiasa dodorong dan dibangkitkan. Banyak sekali orang selalu optimis,
sehingga berbagai masalah dan rintangan mampu dihadapi dengan gembira yang akhirnya
mampu membuat orang-orang disekitarnya termotivasi untuk meningkatkan kualitas hidup.
Fitrah erat kaitannya dengan citra manusia yang merupakan gambaran tentang diri manusia
yang berhubungan dengan kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas tersebut merupakan
sunnah Allah yang ada pada manusia sejak ia dilahirkan.
Kondisi citra  manusia secara potensial tidak dapat dirubah, sebab jika berubah maka
eksistensi manusia menjadi hilang, namun secara actual citra tersebut dapat berubah sesuai
dengan kehendak dan pilihan manusia itu sendiri. Sebelum kita mengetahui fitrah dan potensi
manusia dalam pendidikan Islam. Kita lihat dulu pengetian dari Pendidikan Islam itu sendiri
apa?. Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-touny al-Syaebani, diartikan
sebagai ”usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan
kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan”. Dan
dari hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, Pendidikan Islam
yaitu: sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam
dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya
semua ajaran Islam”.
Adapun Pendidikan Islam menurut Dr. Muhammad Fadil Al-Djamaly, Pendidikan Islam
adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat
derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampua ajarannya
(pengaruh dari luar). Dan Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya yang
dilakukan seorang dewasa kepada anak didiknya untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih
baik dan memiliki kepribadian muslim yang mengimplemantasikan syari’at Islam dalam
kehidupan sehari, serta hidup bahagia didunia dan akhirat.
Dari beberapa defenisi tersebut, Pendidikan Islam, yakni pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan didalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat
dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing kearah pengenalan
dan pengakuan tempat tuhan yang tepat didalam tatanan wujud dan kepribadian.

Dilihat dari penjelasan diatas, maka diperlukan pendidikan islam yang harus didasarkan pada
konsep dasar manusia yang berhubungan dengan kualitas-kulitas atau potensi manusia,
potensi yang memerlukan proses pembinaan yang mengacu ke arah yang realisasi dan
pengembangan individu yang berwawasan kepada Islam. Dalam hal ini dengan berpandu
kepada Al-quran dan Hadist sebagai sumbernya, sehingga akhir dari tujuan pendidikan Islam
dapat terwujud dan menciptakan insane Kamil bahagia di dunia dan akhirat. Ada pun tujuan
yang tertinggi dapat dirumuskan dalam istilah “insane kamil” (manusia paripurna). Dalam
tujuan pendidikan islam tujuan tertinggi atau terakhir ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan
hidup manusia, dan peranannya sebagai mahkluk ciptaan Allah.
Dengan demikian indikator dari insane kamil tersebut adalah: menjadi hamba Allah,
mengantarkan subjek didik menjadi khalifah Allah fi al-Ardh,yang mampu memakmurkan
bumi dan melestarikannya dan lebih jauh lagi, mewujudkan rahmat bagi alam sekitarnya,
sesuai dengan tujuan penciptaannya, dan sebagai konsekuensi setelah menerima Islam
sebagai pedoman hidup, dan untuk memperoleh kesejahteraan kebahagiaan hidup didunia
sampai akhira, baik individu maupun masyarakat.
Allah SWT menciptakan manusia didunia kecuali bertugas pokok untuk menyembah Khalik-
Nya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar
mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin. Manusia diciptakan Allah selain
menjadi Hamba-Nya, juga menjadi penguasa (khalifah) di atas bumi. Selaku hamba dan
“khalifah”, manusia telah diberi kelengkapan kemampuan jasmaniah(fisiologis) dan rohaniah
(mental psikologis) yang dapat dikembangkan. Begitu kompleks fitrah manusia, sehingga
manusia pantas menerima amanah Tuhan untuk menjadi khalifah dan hamba-Nya. Manusia
diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik dan ditumbuhkan seoptimal mungkin,
sehingga menjadi alat yang berdaya guna dalam ikhtiar kemanusiaannya untuk melaksanakan
tugas pokok kehidupannya didunia. baik diantara makhluk Allah yang lain.

Struktur manusia terdiri dari unsure jasmaniah dan rohaniah atau unsur psiologis. Untuk
mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan rohaniah tersebut,
pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai dimana titik optimal
kemampuan tersebut dapat dicapai. Namun, proses pengembangan kemampuan manusia
melalui pendidikan tidaklah menjamin akan terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk
menjadi baik menjadi baik menurut kehendak-Nya, mengingat Allah sendiri telah
menggariskan bahwa di dalam diri manusia terdapat kecenderungan dua arah, yaitu arah
perbuatan fasik (menyimpang dari peraturan) dan ke arah ketakwaan (menaati
peraturan/perintah). Seperti firman Allah dalam surat As Syams 7-10. Dalam firman Allah
tersebut menjelaskan bahwa, manusia di beri kemungkinan untuk mendidik diri dan orang
lain menjadi sosok pribadi yang beruntung sesuai kehendak Allah melalui berbagai
metode ikhtairiah-Nya. Di sini tercermin bahwa manusia memiliki kemamuan bebas (free
will) untuk menentukan dirinya melalui upayanya sendiri. Ia tak akan mendapatkan  sesuatu
kecuali menurut usahnya.
Dapat dilihat dalam firman Allah yakni dalam surat An Najm, 39 dan 40. Disini menjelaskan
konsepsi Islam tentang hubungan Tuhan dan Manusia sebagai makhluk-Nya yang
mengandung nilai kasih sayang bersifat pendagogis (mendidik), yaitu tanpa ikhtiar, manusia
tidak akan memperoleh kasih sayamg Tuhan atau keberuntungan atau keberhasilan. Dengan
kata lain, rahmat dan hidayah serta taufik-Nya tidak akan diperoleh manusia tanpa melalui
ikhtiar yang benar dan sungguh di jalan Allah. Bilamana tujuan pendidikan Islam diarahkan
kepada pembentukan manusia yang seutuhnya, berarti proses kependidikan yang harus
dikelola oleh para pendidik harus berjalan di atas pola dasar  manusia dari fitrah yang telah
dibentuk Allah dalam setiap pribadi manusia.
Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yang kompleks, karena di dalamnya terdapat
aspek-aspek kemampuan dasar yang dapat dikembangkan secara dialektis-interaksional
(saling mengacu dan mempengaruhi) untuk terbentuknya kepribadian yang serba utuh dan
sempurna melalui arahan kependidikan. Salah satu  aspek potensial dari apa yang disebut 
“fitrah” adalah kemampuan berfikir manusia dimana rasio atau intelegensia (kecerdasan)
menjadi pusat perkembangannya. Para pendidik muslim sejak dahulu menganggap bahwa
kemampuan berpikir inilah yang menjadi kriterium (pembeda) yang esensial antara manusia
dan mahkluk-makhluk lainnya. Disamping itu, kemampuan ini memiliki kapabilitas untuk
berkembang seoptimal mungkin yang banyak bergantung pada daya guna proses
kependidikan.
Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki
kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas yang menurut pandangan Islam
dinamakan “Fitrah”. Kata fitrah diambil dari kata fathara yang berarti mencipta. Sementara
pakar menambahkan, fitrah adalah mencipta sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh
sebelumnya. Kata fitrah berasal dari kata (fi’il) fathara yang berarti “menjadikan” secara
etimologi fitrah berarti kejadian asli,agama, ciptaan, sifat semula jadi, potensi dasar, dan
kesucian. Menurut ibn al-Qayyim dan ibn al-Katsir, karena fatir artinya menciptakan, maka
fitrah artinya keadaan yang dihasilkan dari penciptaannya itu.
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas, fitrah adalah awal mula penciptaan
manusia. Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh al-Qur’an dalam konteksnya
selain dengan manusia. Dalam kamus susunan Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai
agama, ciptaan, perangai, kejadian asli. Dalam kamus Munjid kata fitrah diartikan dengan
agama, sunnah, kejadian, tabiat. Menurut Syahminan Zain (1986 : 5), bahwa fitrah adalah
potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia, yang dibawanya
sejak lahir.
Pengertian secara etimologi tersebut masih bersifat umum, untuk mengkhususkan arti fitrah,
hendaklah perhatikan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Rum  30:
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan
kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah
itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya”
Adapun sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah :
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah yang
menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R. Muslim)
Bila di interpretasikan lebih lanjut dari istilah “Fitrah” sebagaimana tersebut dalam ayat al-
Qur’an dan Hadist, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1.    Fitrah yang disebutkan dalam ayat tersebut mengandung implikasi pendidikan.Oleh karena


itu, kata fitrah mengandung makna “kejadian” yang didalamnya berisi potensi dasar
beragama yang benar dan lurus yaitu islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapa
pun. Karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik
isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia.
2.    Fitrah berarti agama, kejadian. Maksudnya adalah agama Islam ini bersesuaian dengan
kejadian manusia. Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan agama (beribadah). Hal in
dikuatkan oleh firman Allah dalam surat adz-Dzariyat(51):56[9][6]
3.    Fitrah Allah berarti ciptaan Allah, Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama,
yaitu agama Tauhid; maka hal itu tidak wajar kalau manusia tidak beragama tauhid. Mereka
tidak beragama tauhid itu hanya lantaran pengaruh lingkungan. Tegasnya manusia menurut
fitrah beragama tauhid.
4.    Fitrah berarti ciptaan, kodrat jiwa, budi nurani. Maksudnya bahwa rasa keagamaan, rasa
pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa itu adalah serasi dengan budi nurani manusia.
Adapun manusia yang bertuhankan kepada yang lain-lain adalah menyalahi kodrat
kejiwaannya sendiri.
5.    Fitrah berarti ikhlas. Maksudnya manusia lahir dengan berbagai sifat, salah satunya adalah
kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Berkaitan dengan makna ini ada
hadist yaitu: “ Tiga perkara yang menjadikannya selamat adalah ikhlas, berupa fitrah Allah,
di mana manusia diciptakan darinya, sholat berupa agama, dan taat berupa benteng
penjagaan” (HR. abu Hamid dari Muadz)
6.    Fitrah berarti potensi dasar manusia. Maksudnya potensi dasar manusia ini sebagai alat untuk
mengabdi dan ma’rifatullah.Para filosof yang beraliran empirisme memandang aktivitas
fitrah sebagai tolok ukur pemaknaannya.
Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, Fitrah itu dapat dilihat dari dua segi yakni; segi naluri
sifat pembawaan manusia atau sifat-sifat Tuhan yang menjadi potensi manusia sejak lahir,
dan segi wahyu Tuhan yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya. Jadi potensi manusia dan
agama wahyu itu merupakan satu hal yang nampak dalam dua sisi, ibarat mata uang logam
yang mempunai dua sisi yang sama.Mata uang itulah kita ibaratkan fitrah. Kemampuan
menerima sifat-sifat Tuhan dan mengembangkan sifat-sifat tersebut adalah merupakan
potensi dasar manusia yang terbawa sejak lahir.
Ada pun macam-macam fitrah (potensi) dapat kita lihat sbb:
1.    Potensi Fisik (Psychomotoric).
Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk berbagai
kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
2.    Potensi Mental Intelektual (IQ).
Merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya : untuk merencanakan sesuatu
untuk menghitung, dan menganalisis, serta memahami sesuatu tersebut.
3.    Potensi Mental Spritual Question (SP).
Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang
berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan akhlak manusia.

4.    Potensi Sosial Emosional.


Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya mengendalikan amarah,
serta bertanggung jawab terhadap sesuatu.
Kemampuan dasar untuk beragama secara umum, tidak hanya terbatas dalam agama Islam.
Dengan kemampuan ini manusia dapat dididik menjadi beragama Yahudi, Nasrani, ataupun
Majusi, namun tidak dapat dididik menjadi atheis (anti Tuhan). Pendapat ini diikuti oleh
banyak ulama Islam yang berfaham ahli Mu’tazilah antara lain Ibnu Sina dan Ibnu Khaldun.
Aspek-aspek psikologis dalam fitrah adalah merupakan komponen dasar yang bersifat
dinamis, responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.

Aspek-aspek tersebut adalah:


1.    Bakat, suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan
akademis dan keahlian dalam bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada kemampuan
Kognisi (daya cipta), Konasi (Kehendak) dan Emosi (rasa) yang disebut dalam psikologi
filosifis dengan tiga kekuatan rohaniah manusia.
2.     Insting atau gharizah adalah suatu kemampuan berbuat atau bertingkah laku dengan tanpa
melalui proses belajar. Kemampuan insting ini merupakan pembawaan sejak lahir. Dalam
psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu
dengan tanpa belajar.
3.    Nafsu dan dorongan-dorongan. Dalam tasawuf dikenal nafsu-nafsu lawwamah yang
mendorong kearah perbuatan mencela dan merendahkan orang lain. Nafsu ammarah yang
mendorong kea rah perbuatan merusak, membunuh atau memusuhi orang lain. Nafsu berahi
(eros) yang mendorong ke arah perbuatan seksual untuk memuaskan tuntutan akan pemuasan
hidup berkelamin. Nafsu mutmainnah yang mendorong ke arah ketaatan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Menurut al-Ghazali, nafsu manusia terdiri dari nafsu malakiah yang cenderung ke
arah perbuatan mulia sebagai halnya para malaikat, dan nafsu bahimiah yang mendorong ke
arah perbuatan rendah sebagaimana binatang.
4.    Karakter adalah merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir. Karakter ini
berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang. Karakter terbentuk oleh
kekuatan dari dalam diri manusia, bukan terbentuk dari pengaruh luar
5.    Hereditas atau keturunan adalah merupakan factor kemampuan dasar yang mengandung ciri-
ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan oleh orang tua baik dalam garis yang terdekat
maupun yang telah jauh.
6.    Intuisi adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan. Intuisi
menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya ke arah perbuatan dalam situasi
khusus diluar kesadaran akal pikiran, namun mengandung makna yang bersifat konstruktif
bagi kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan Tuhan kepada orang yang bersih jiwanya.

Implikasi Fitrah Manusia Terhadap Pendidikan


Alat-alat potensial dan berbagai potensial dasar atau fitrah manusia tersebut harus
ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang
hayatnya. Manusia diberikan kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan alat-alat potensial
dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut. Namun demikian, dalam pertumbuhan
dan perkembangannya tidak dapat lepas dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya
hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda
maupun masyarakat manusia sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung pada
kemauan manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut dengan taqdir (Keharusan universal)
Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah manusia itu
juga dipengaruh oleh faktor-faktor hereditas, lingkngan alam, lingkungan sosial, sejarah.
Dalam ilmu-ilmu pendidikan ada 5 macam faktor-faktor yang menentukan keberhasilan
pelaksanaan pendidikan, yaitu tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan
lingkungan. Karena itulah maka minat, bakat, kemampuan (skill), sikap manusia yang
diwujudkan dalam kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya
tersebut bermacam-macam.
Fitrah berisi daya-daya yang wujud dan perkembangannya tergantung pada usaha manusia
sendiri. Oleh karena itu fitrah harus dikembalikan dalam bentuk-bentuk keahlian, laksana
emas atau minyak bumi yang terpendam di perut bumi, tidak ada gunanya kalau tidak digali
dan diolah untuk manusia. Di sinilah letak tugas utama pendidikan. Sedangkan pendidikan
sangat dipengaruhi oleh factor pembawaan dan lingkungan (nativisme dan empirisme).
Namun ada perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum. Pendidikan Islam
berangkat dari filsafat pendidikan theocentric, sedangkan pendidikan umum berangkat dari
filsafat anthropocentric.
Theocentric memandang bahwa semua yang ada diciptakan oleh Tuhan, berjalan menurut
hukum-Nya. Filsafat ini memandang bahwa manusia dilahirkan sesuai dengan fitrah-Nya dan
perkembangan selanjutnya tergantung pada lingkungan dan pendidikan yang diperoleh.
Sedang seorang guru hanya bersifat membantu, serta memberikan penjelasan-penjelasan
sesuai dengan tahap perkembangan pemikiran serta peserta didik sendirilah yang harus
belajar.
Sedangkan filsafat anthropocentric lebih mendasarkan ajaran pada hasil pemikiran manusia
dan berorientasi pada kemampuan manusia dalam hidup keduniawian. Dalam pendidikan
Islam hidayah Allah menjadi sumber spiritual yang menjadi penentu keberhasilan akhir dari
proses ikhtiyariah manusia dalam pendidikan.
Fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut dengan:
1)      Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis
2)      Manusia ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai,
“Physically and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral memang
belum selesai, “morally is unfinished”. Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk
yang reaktif, melainkan responsif, sehingga ia menjadi makhluk
yang responsible (bertanggung jawab). Oleh karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah
pendidikan yang memberikan stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.
3)      Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris. Dengan bantuan kajian psikologik,
implikasi fitrah manusia dalam pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa jasa pendidikan
dapat diharapkan sejauh menyangkut development dan becoming sesuai dengan citra
manusia menurut pandangan islam.
4)      Konsep fitrah dan aliran konvergensi. Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat dengan
konsep fitrah walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatannya:
a.    Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan,
meskipun semua itu merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan,
b.    Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia
sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.
Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku
sehingga tidak bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk
melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya,
lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak berarti
kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi
dengan berbagai sumber daya manusia yang potensia.
Walaupun berfikir dan bernalar diakui sebagai salah satu kemampuan dasar manusia, namun
kemampuan untuk menemukan jalan kebenaran tidaklah mutlak tanpa petunjuk Ilahi, pikiran
dan penalaran dalam perkembangannya memerlukan pengarahan dan latihan yang bersifat
kependidikan yang sekaligus mengembangkan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya dalam pola
keseimbangan dan keserasian yang ideal.

Oleh karena itu pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada pengajaran. Dimana
orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan pada
pendidikan dimana sasarannya adalah pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat maka
pendidikan Islam pada hakekatnya adalah menghendaki kesempurnaan kehidupan yang
tuntas sesuai dengan firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an. Pendidikan Islam tidak hanya
menekankan pada pengajaran. Dimana orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran,
tetapi lebih menekankan pada pendidikan dimana sasarannya adalah pembentukan
kepribadian yang utuh dan bulat maka pendidikan Islam pada hakekatnya adalah
menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan firman Allah dalam kitab
suci Al-Qur’an

Dengan demikian proses pendidikan Islam demi mencapai tujuan yang total, menyeluruh dan
meliputi segenap aspek kemampuan manusia diperlukan landasan falsafah pendidikan yang
menjangkau pengembangan potensi kemanusiannya, falsafah pendidikan yang demikian itu
bercorak menyeluruh dimana iman melandasarinya. Sehingga proses pendidikan yang
berwatak keagamaan mampu mengarahkan kepada pembentukan manusia yang mukmin, atau
dengan filsafat pendidikan Islam bisa memikirkan perkembangannya secara mendasar,
sistematik, dan rasional yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits agar berkembang secara
optimal dan bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat.
E.   Rambu-rambu Pengembangan IPTEKS dalam Al-Qur’an
Bagi ilmuwan al-Qur`an adalah inspirator, maknanya bahwa dalam al-Qur’an banyak
terkandung teks-teks (ayat-ayat) yang mendorong manusia untuk melihat, memandang,
berfikir, serta mencermati fenomena-fenomena alam semesta ciptaan Tuhan yang menarik
untuk diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Al-Qur’an menantang manusia untuk
menggunakan akal fikirannya seoptimal mungkin.
Al-Qur`an memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui
maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun disebutkan
berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan nazhar. Nazhar
adalah mempraktekkan metode, mengadakan observasi dan penelitian ilmiah terhadap segala
macam peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga terhadap lingkungan keadaan masyarakat
dan historisitas bangsa-bangsa zaman dahulu.  Sebagaimana firman Allah dalam QS. Yunus
ayat 101 yang artinya:    “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan
menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”

     َ‫ض فَا ْنظُرُوا َك ْيفَ َكانَ عَاقِبَةُ ْال ُم َك ِّذبِ ْين‬
ِ ْ‫ت ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم ُسن ٌَن فَ ِس ْيرُوا فِي ْاألَر‬
ْ َ‫قَ ْد خَ ل‬

Artinya:     “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali Imran: 137)

ِ ‫َوفِي أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَفَالَ تُب‬


  َ‫ْصرُوْ ن‬

Artinya:”Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”. (QS.
Az-Zariyat: 21).

Dalam al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang memberikan motivasi agar manusia menggunakan
akal fikiran untuk membaca dan mengamati fenomena-fenomena alam semesta. Teks-teks al-
Qur’an yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai berikut:

a.        Al-Qur`an Sebagai Produk Wujud Iptek Allah


Al-Qur`an menuntun manusia pada jalur-jalur riset yang akan ditempuh sehingga manusia
memperoleh hasil yang benar. Al-Qur`an juga sebagai hudan memberi kecerahan pada akal
manusia, kebenaran hasil riset dapat diukur dari kesesuaian rumus baku, dan antara akal
dengan naql.
Al-Qur`an merupakan rumus baku, alam semesta dengan segala perubahannya sebagai
persoalan yang layak dan perlu dijawab, maka al-Qur`an sebagai kamus alam semesta. Solusi
tentang teka-teki alam semesta akan terselesaikan dengan benar jika digunakan formula yang
tepat yaitu al-Qur`an. Dengan demikian ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat Qur’aniyah akan
berjalan secara pararel dan seimbang. Ilmu pengetahuan seperti ini jika menjelma menjadi
teknologi maka akan menjadikan teknologi berbasiskan Qur’an atau teknologi yang Qur’anik.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang pengembangan iptek, seperti wahyu
pertama QS. Al-`Alaq 1-5 menyuruh manusia untuk membaca, menulis, melakukan
penelitian dengan dilandasi iman dan akhlak yang mulia. Sedangkan perintah untuk
melakukan penelitian secara jelas terdapat dalam QS. Al-Ghasiyah, ayat 17-20:

ِ ْ‫ َوإِلَى ْاألَر‬ )19( ‫ت‬
‫ض‬ ْ َ‫ص|ب‬ ِ |َ‫) َوإِلَى ْال ِجب‬18( ‫ت‬
ِ ُ‫|ال َك ْي||فَ ن‬ ْ ‫الس| َما ِء َك ْي||فَ ُرفِ َع‬ ْ َ‫أَفَالَ يَ ْنظُرُوْ نَ إِلَى ْا ِإلبِ| ِل َك ْي||فَ ُخلِق‬
َّ ‫ َوإِلَى‬ )17( ‫ت‬
)20( ‫ت‬ ْ ‫ُط َح‬
ِ ‫َك ْيفَ س‬
Artinya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan
langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-Ghasiyah: 17-20)

Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di lingkungan umat Islam suatu kegiatan
observasional yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat
kontemplatif seperti yang berkembang di Yunani, melainkan memiliki ciri empiris sehingga
tersusunlah dasar-dasar sains.

      َ‫ َو ِم ْن ُك ِّّ•|ِل َش ْي ٍء خَ لَ ْقنَا زَ وْ َج ْي ِن لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ ن‬  

Artinya: ”Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah”. (QS. Az Zariyat: 49)

َ‫ت ْاألَرْ ضُ َو ِم ْن أَ ْنفُ ِس ِه ْم َو ِم َّما الَ يَ ْعلَ ُموْ ن‬


ُ ِ‫ق ْاألَ ْز َوا َج ُكلَّهَا ِم َّما تُ ْنب‬
َ َ‫ُس ْب َحانَ الَّ ِذي خَ ل‬
Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari
apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui”. (QS. Yasin: 36)
Dari ayat di atas dinyatakan bahwa Allah SWT menciptakan makhluk secara berpasang-
pasangan, seperti ada siang dan malam, positif dan negatif, wanita dan pria, elektron dan
positron. Terjadinya pasangan elektron dan positron di dalam fisika inti dikenal pembentukan
ion (ion air production) di mana radiasi gelombang elektron magnetik memiliki tenaga di atas
1.02 Mev. Ayat ini dapat diartikan sebagai perintah untuk melakukan penelitian. Karena
dengan melakukan penelitian hal-hal yang tadinya belum terungkap menjadi terungkap. 

b.      Al-Quran Sebagai Prediktor


Beberapa ayat Al Quran menyatakan ramalannya kejadian pada masa yang akan datang baik
masa yang jauh maupun masa yang dekat, yang sebagian merupakan mata rantai sebab akibat
(kausalitas). Oleh sebab itu jika sebab ini merupakan data-data yang dapat dirunut oleh
manusia secara komprehensip, maka akibat yang ditimbulkan kelak akan dapat diketahui
sebelum terjadi dengan intensitas keyakinan yang cukup tinggi.

Berikut ini contoh ayat-ayat tersebut:

ِ َّ‫ت أَ ْي ِدي الن‬


‫اس‬ ْ َ‫ظَهَ َر ْالفَ َسا َد فِي ْالبَ ِّّ•|ِر َو ْالبَحْ ِر بِ َما َك َسب‬
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusia...” (QS. Ar Rum: 41)

‫) ثُ َّم يَأْتِي ِم ْن بَ ْع ِد ذلِكَ َس ْب ٌع ِشدَا ٌد يَأْ ُك ْلنَ َم||ا‬47( َ‫ص ْدتُ ْم فَ َذرُوْ هُ فِي ُس ْنبُلِ ِه ِإالَّ قَلِ ْيالً ِم َّما تَأْ ُكلُوْ ن‬
َ ‫قَا َل ت َْز َر ُعوْ نَ َس ْب َع ِسنِ ْينَ دَأَبَا فَ َما َح‬
)48( َ‫صنُوْ ن‬ ِ ْ‫قَ َّد ْمتُ ْم لَه َُّن إِالَّ قَلِ ْيالً ِم َّما تُح‬  
Artinya:    "Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana
biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk
kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari
(bibit gandum) yang kamu simpan. (QS. Yusuf: 47-48)

‫) إِ َّن الَّ ِذ ْينَ آَ َمنُ||وا َو َع ِملُ||وا‬6( ‫ك هُ ْم َش|رُّ ْالبَ ِريَّ ِة‬َ |ِ‫|ار َجهَنَّ َم خَالِ| ِد ْينَ فِ ْيهَ||ا أُولَئ‬
ِ |َ‫ب َو ْال ُم ْش| ِر ِك ْينَ فِي ن‬
ِ ‫إِ َّن الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوا ِم ْن أَ ْه| ِل ْال ِكتَ||ا‬
ُ‫ض| َي هللا‬ ِ ‫ات َع ْد ٍن تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَ||ا ْاألَ ْنهَ||ا ُر خَالِ| ِد ْينَ فِ ْيهَ||ا أَبَ|دًا َر‬ َ ِ‫ت أُولَئ‬
ُ َّ‫) َج َزا ُؤهُ ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َجن‬7( ‫ك هُ ْم َخ ْي ُر ْالبَ ِريَّ ِة‬ ِ ‫الصَّالِ َحا‬
َ ِ‫ َع ْنهُ ْم َو َرضُوا َع ْنهُ َذل‬                                                   
)8( ُ‫ك لِ َم ْن َخ ِش َي َربَّه‬
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang
musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah
seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah
syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu
adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (Qs. Bayinah: 6-8)

c.     Al-Qur`an Sebagai Sumber Motivasi


Al Quran mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk melakukan penjelajahan
angkasa luar dan di bumi, perhatikan firman Allah berikut ini:
ٍ َ‫ض فَا ْنفُ ُذوا الَ تَ ْنفُ ُذون إِالَّ بِس ُْلط‬
 ‫ان‬ ِ ْ‫ت َو ْاألَر‬ ِ َ‫س إِ ِن ا ْستَطَ ْعتُ ْم أَ ْن تَ ْنفُ ُذوا ِم ْن أَ ْقط‬
َ ‫ار ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬ ِ ‫َم ْع َش َر ْال ِجنِّ َو ْا ِإل ْن‬
Artinya: Hai sekumpulan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan
(sulthon). (QS. Ar Rahman: 33)

Kemudian tentang penjelajahan di bumi, perhatikan firman berikut ini:

ٍ ْ‫ض َك ْم أَ ْنبَ ْتنَا فِ ْيهَا ِم ْن ُكلِّ زَ و‬


‫ج َك ِري ٍْم‬ ِ ْ‫أَ َولَ ْم يَ َروْ ا إِلَى ْاألَر‬
Artinya:     Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (QS. As Syu’ara: 7) 
Islam tidak melarang untuk memikirkan masalah teknologi modern atau ilmu pengetahuan
yang sifatnya menuju modernisasi pemikiran manusia genius, profesional, dan konstruktif
serta aspiratif terhadap permaslahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. 

d.       Al-Quran dan Simplikasi (Penyederhanaan)


Alam semesta ini membentuk struktur yang sangat teratur, dan bergerak dengan teratur.
Keteraturan gerak alam semesta ini lebih memudahkan manusia untuk menyederhanakan
fenomena-fenomena yang terkait ke dalam bahasa ilmu pengetahuan (matematika, fisika,
kimia biologi dan lain-lain). Sehingga manusia dapat menjadi operator yang mampu
mewakili peristiwa yang terjadi di alam semesta. Untuk meraih teknologi tinggi tidak perlu
merasa tidak mampu, dengan semangat tinggi dan tidak menganggap bahwa high tech
merupakan sesuatu yang mustahil untuk dicapai, maka high tech akan dapat diraih. 
Perhatikan firman Allah berikut ini:

ُ‫ت ْاألَرْ ض‬ َّ ‫ض ِم َّما يَأْ ُك| ُل النَّاسُ َو ْاألَ ْن َع|ا ُم َح|ت‬


ِ ‫ى إِ َذا أَخَ| َذ‬ ِ ْ‫|ات ْاألَر‬ ُ َ‫اختَلَ|طَ بِ| ِه نَب‬ ْ َ‫الس| َما ِء ف‬َّ َ‫إِنَّ َما َمثَ ُل ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َك َم||ا ٍء أَ ْن َز ْلنَ|اهُ ِمن‬
ِ ‫ص ْيدًا َكأ َ ْن لَّ ْم تَ ْغنَ بِ||اْألَ ْم‬
ِّ َ‫س َك| َذلِكَ نُف‬
‫ص| ُل‬ ِ ‫َت َوظَ َّن أَ ْهلُهَا أَ ْنهُ ْم قَا ِدرُوْ نَ َعلَ ْيهَا أَتَاهَا أَ ْم ُرنَا لَ ْيالً أَوْ نَهَارًا فَ َج َع ْلنَاهَا َح‬ ْ ‫ُز ْخ ُرفَهَا َوا َزيَّن‬
ِ ‫ْاآلَيَا‬
َ‫ت لِقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬
Artinya:     Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan)
yang kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya) karena air itu tanam-
tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila
bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya dan pemilik-
permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab
kami di waktu malam atau siang, lalu kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-
tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami
menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (kami) kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus: 24) 

e.  Al-Quran Sumber Etika Pengembangan Iptek


Pada teknologi harus terkandung muatan etika yang selalu menyertai hasil teknologi pada
saat akan diterapkan. Sungguh pun hebat hasil teknologi namun jika diniatkan untuk
membuat kerusakan sesama manusia, menghancurkan lingkungan sangat dilarang di dalam
Islam. Jadi teknologi bukan sesuatu yang bebas nilai, demikian pula penyalahgunaan
teknologi merupakan perbuatan zalim yang tidak disukai Allah SWT. Perhatikan FirmanNya:

َ‫ض إِ َّن هللاَ ال‬ ِ ْ‫|غ ْالفَ َس|ا َد فِي ْاألَر‬


ِ |‫ك ِمنَ ال ُّد ْنيَا َوأَحْ ِس ْن َك َما أَحْ َسنَ هللاُ إِلَ ْي||كَ َوالَ تَ ْب‬ َ ‫ك هللاُ ال َّدا َر ْاآلَ ِخ َرةَ َوالَ تَ ْن‬
ِ َ‫س ن‬
َ َ‫ص ْيب‬ َ ‫َوا ْبت َِغ فِ ْي َما آَتَا‬
َ‫ي ُِحبُّ ْال ُم ْف ِس ِد ْين‬    

Artinya:     Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash: 77)
Demikian pula sains dan teknologi modern (Barat) tidak ada yang netral atau bebas nilai.
Tetapi prioritas, penekanan, metode dan prosesnya, serta pandangan terhadap dunia
merefleksikan kepentingan masyarakat dan kebudayaan Barat. Dalam kerangka ini sains
Barat semata-mata digunakan untuk mengejar keuntungan dan sejumlah produksi, untuk
pengembangan militer dan perlengkapan-perlengkapan perang, serta untuk mendominasi ras
manusia terhadap ras manusia lainnya, sebagaimana untuk mendominasi alam. Dalam sistem
Barat sains itu sendiri merupakan nilai tertinggi, sehingga segala-galanya harus dikorbankan
demi sains dan teknologi. 
Dalam kaitan ini munculnya disiplin baru seperti sosiobiologi, eugenics (ilmu untuk
meningkatkan kualitas-kualitas spesies manusia) dan rekayasa genetika, tidak mendorong
timbulnya persaudaraan dan tanggungjawab tapi memberi kesan bagi kaum ilmuwan bahwa
merekalah penguasa jagad raya ini.  

Kemudian dalam bidang biologi, perkembangan teknologi yang pesat diawali dengan
penemuan DNA oleh Watson dan Crick pada Tahun 1953. Sejak saat itu berbagai macam
teknologi yang melibatkan perekayasaan sifat genetic makhluk hidup mulai bermunculan.
Beberapa diantaranya sangat menakjubkan dan memungkinkan manusia berperan sebagai
tuhan.  Sementara sanat Islam berbeda, ilmu yang dicari semata-mata hanya untuk mencari
karunia Allah, bukan untuk merusak sehingga menimbulkan bencana.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut pengertian Barat, ilmu adalah murni ciptaan manusia, tanpa adanya campur
tangan Allah. Sedangkan menurut al-Qur’an, ilmu adalah rangkaian keterangan teratur dari
Allah (Q.S. Al-Rahman : 1-13).
Orang Barat menganggap bahwa teknologi merupakan objek yang terlahir atas kebudayaan
perilaku manusia. Menurut al-Qur’an, teknologi tercipta karena adanya kesadaran untuk
menciptakannya, bukan sebagai ambisi tiap individu.
Sebelum Islam datang, Dr Muhammad Luthfi, ketua Kajian Timur Tengah Universitas
Indonesia, mengatakan bahwa Eropa berada dalam abad kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu
yang maju, bahkan lebih percaya tahyul. Para ilmuwan Barat terinspirasi oleh kemajuan
IPTEK  yang dibangun kaum muslimin.
Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak
saling mengganggu.  Pengembangan iptek dan pengembangan kehidupan beragama
diusahakan agar tidak saling tabrak pagar masing-masing. Pengembangan agama diharapkan
tidak menghambat pengembangan iptek sedang pengembangan iptek diharapkan tidak
mengganggu pengembangan kehidupan beragama.  Konflik yang timbul antara keduanya
diselesaikan dengan kebijaksanaan.
Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
dampak positif dan negatif. Dari sisi positifnya, kemajuan iptek membuat orang tidak lagi
hanya berwawasan lokal. Dalam usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh
dunia guna menemukan solusi.  Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi
membatasi diri pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya,
propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi kemungkinan
tempat ia bekerja atau mencari ilmu. Dampak negatifnya adalah adanya globalisasi cara
berfikir, yang dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada nilai-nilai tradisional
bangsanya. Kemudahan memperoleh informasi akan membuat ia dapat mempelajari nilai-
nilai yang ada pada masyarakat dan bangsa lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi,
budaya, maupun politik.

B. Saran
Pengembangan IPTEK yang lepas dari keimanan tak akan bernilai ibadah dan tak
akan menghasilkan manfaat bagi manusia dan lingkungan. Sebaliknya, pengembangan
IPTEK yang didasari etika Islam akan memberikan orientasi dan arah yang jelas, serta
mampu mengoptimalkan manfaat IPTEK dan meminimalisir dampak negatif IPTEK bagi
manusia dan alam. Orang yang melandaskan ilmunya dengan keimanan, pengembangan dan
pemanfaatan IPTEK tidaklah ditujukan sebagai tuntutan hidup semata, tetapi juga merupakan
refleksi dari ibadah kepada Allah. Ia menjadi sarana peningkatan rasa syukur dan ketakwaan
kepada Allah. Oleh karena itu, kita harus sebisa mungkin menyeimbangkan antara iptek dan
agama.

Anda mungkin juga menyukai