Anda di halaman 1dari 9

A.

Analisis Cakupan Ibu Nifas Mendapat Kapsul Vitamin A


1. Latar Belakang
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015 tentang
Standar Kapsul Vitamin A bagi Bayi, anak Balita, dan Ibu Nifas, kapsul
vitamin A merupakan kapsul lunak dengan ujung (nipple) yang dapat
digunting, tidak transparan (opaque), dan mudah untuk dikonsumsi, termasuk
dapat masuk ke dalam mulut balita. Kapsul vitamin A diberikan kepada bayi,
anak balita, dan ibu nifas. Kapsul vitamin A bagi bayi usia 6–11 bulan
berwarna biru dan mengandung retinol (palmitat/asetat) 100.000 IU,
sedangkan kapsul vitamin A untuk anak balita usia 12-59 bulan dan ibu nifas
berwarna merah dan mengandung retinol (palmitat/asetat) 200.000 IU.
Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dilakukan sebanyak 2 kali yaitu satu
kapsul segera setelah saat persalinan dan satu kapsul lagi pada 24 jam setelah pemberian
kapsul pertama. Ibu nifas membutuhkan vitamin A karena pada saat proses melahirkan
telah kehilangan sejumlah darah sehingga berisiko mengalami kekurangan vitamin A.
Pemberian vitamin A dapat membantu menurunkan angka kematian pada ibu dan bayi,
mengurangi penyakit infeksi paska persalinan, mempercepat proses pemulihan dan
mencegah anemia.
Gambar 1. Persentase Ibu Nifas yang mendapat Kapsul Vitamin A saat
melahirkan anak terakhir yang lahir pada periode lima tahun terakhir menurut Provinsi

Sumber : Riskesdas, 2010.


Gambar 1 menyajikan persentase ibu nifas yang mendapat vitamin A saat
melahirkan anak terakhir menurut provinsi dan Gambar 1 menurut karakteristik. Terdapat
52,2 persen ibu yang melahirkan anak terakhir mendapat vitamin A dengan persentase
tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah (65,8%) sedangkan Sumatera Utara menunjukkan
persentase yang paling rendah (33,2%). Sedangkan masih terdapat 40,6% ibu nifas yang
tidak mendapatkan vitamin A saat melahirkan anak terakhir dengan persentase tertinggi
oleh provinsi Kalimantan Tengah (62,5%). Dari sini dapat diketahui bahwa cakupan ibu
nifas yang mendapat vitamin A sudah lebih dari setengah atau 50% namun belum optimal
atau menyeulruh.
Gambar 2. Persentase Ibu Nifas yang mendapat Kapsul Vitamin A saat melahirkan anak
terakhir yang lahir pada periode lima tahun terakhir menurut Karakteristik

Sumber : Riskesdas, 2010.


Cakupan Ibu nifas yang mendapatkan kapsul teertinggi adalah pada kelompok
usia 20-34 tahun (52,8%) dibanding kelompok lainnya. Semakin banyak urutan anak
semakin kecil persentase Ibu nifas yang mendapat vitamin A. Semakin tinggi pendidikan
dan status ekonomi, semakin besar ibu nifas yang mendapat vitamin A.
B. Cakupan Rumah Tangga mengonsumsi Garam Beriodium
1. Latar belakang
Zat iodium berfungsi untuk membantu tubuh memproduksi
hormon tiroid. Hormone tiroid berfungsi mengatur keberlangsungan
proses metabolisme tubuh dan fungsi organ lainnya. Umumnya asupan
makanan sumber iodium di masyarakat masih rendah, sehingga untuk
mencegah defisiensi iodium, WHO menganjurkan fortifikasi pada garam
yang digunakan untuk bumbu masakan di rumah tangga.
2. Definisi Operasional
 Garam konsumsi beriodium adalah produk bahan makanan yang
komponen utamanya Natrium Klorida (NaCl) dengan penambahan
Kalium Iodat(KIO3).
 Alat Tes Cepat Garam Beriodium (larutan uji garam beriodium)
adalah larutan yang digunakan untuk menguji kandungan Iodium
dalam garam secara kualitatif yang dapat membedakan
ada/tidaknya Iodium dalam garam melalui perubahan warna
menjadi ungu.
 Rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah seluruh
anggota rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium.
 Persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium
adalah jumlah rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium
terhadap jumlah seluruh rumah tangga yang diperiksa dikali 100%.
Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) yang mulai terjadi sebelum kelahiran
dapat membahayakan kesehatan mental anak dan bahkan mengancam kelangsungan
hidupnya. Kekurangan iodium yang serium selama kehamilan dapat menyebabkan lahir
mati, abortus spontan dan kelainan congenital seperti kretin. Namun yang lebih sering
terjadi adalah GAKI yang kurang terlihat yaitu penurunan kapasitas intelektual.
Pemantauan GAKI dilakukan melalui Ekskresi Iodium dalam Urine (EIU) sebagai
refleksi asupan iodium antara lain dari konsumsi garam beriodium di rumah tangga.
Proporsi rumah tangga dengan konsumsi garam beriodium adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Cakupan Rumah Tangga dengan Konsumsi GaramBeriodium Menurut

Provinsi Tahun 2013

Sumber : Riskesdas, 2013.


Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kementerian Kesehatan
Target proporsi rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium tahun 2013 adalah
sebesar 85% sedangkan pada tahun 2014 ditargetkan sebesar 90%. Secara nasional, target 2013
belum tercapai namun demikian 26 provinsi yang telah mencapai 85% dengan 21 provinsi
diantaranya 90% dan 7 provinsi dibawah 85%, menurut data rutin yang dikumpulkan. Sedangkan
menurut hasil riskesdas 2013 , terdapat 18 provinsi yang telah mencapai 85% dengan 14 provinsi
telah mencapai 90% dan 15 provinsi dibawah 85%.
Gambar 4. Proporsi Rumah Tangga mengonsumsi Garam Iodium menurut Provinsi
Tahun 2013

Sumber : Riskesdas, 2013.


Berdasarkan gambar 4 proporsi rumah tangga yang mengonsumsi garam iodium
menurut provinsi yaitu sebesar 77,1% sudah dalam kategori cukup dengan 4 provinsi (Aceh,
Bali, NTT dan NTB) kurang dari 60% dan 29 provinsi lainnya telah melebihi 60%.

Gambar 5. Kecenderungan Rumah Tangga mengonsumsi Garam Iodium Cukup menurut


Provinsi Tahun 2013.

Sumber : Riskesdas, 2013.


Menurut gambar 5 kecenderungan rumah tangga yang mengonsumsi garam
iodium cukup menurut provinsi pada tahun 2007-2013 yaitu adanya peningkatan. Namun masih
terdapat beberapa provinsi yaitu Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Utara dan Jambi
yang malah mengalami penurunan cakupan rumah tangga yang mengonsumsi garam iodium
cukup. Besaran persentase kenaikan konsumsi garam iodium cukup yaitu 14,8%, yaitu pada
tahun 2007 sebesar 62,3% dan pada tahun 2013 sebesar 77,1%.

Gambar 6. Kecenderungan Rumah Tangga mengonsumsi Garam Iodium Cukup menurut Tempat
Tinggal Tahun 2007-2013.

Sumber : Riskesdas, 2013.


Menurut gambar 6 persentase kecenderungan rumah tangga yang mengonsumsi garam
iodium cukup berdasar tempat tinggal yaitu pada tahun 2007 di daerah perkotaan sebesar 70,4%,
di pedesaan sebesar 56,3%, dan rata-rata kota dan desa sebesar 62,3%. Sedangkan pada tahun
2013 terdapat peningkatan dalam cakupan konsumsi garam iodium cukup berdasar tempat
tinggal, yakni di daerah perkotaan sebesar 82%, di pedesaan 72,3% serta rata-rata daerah kota
dan desa sebesar 77,1%. Dari data tersebut diketahui bahwa cakupan kecenderungan rumah
tangga yang mengonsumsi garam iodium cukup berdasar tempat tinggal, lebih optimal atau lebih
besar di daerah perkotaan.

Daftar Pustaka :
Kemenkes RI. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2015. Infodatin : Situasi dan Analisis Gizi. Pusat Data dan Informasi,
Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2019. PMK Nomor 14 Tahun 2019 : Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai