Fisika Dasar
Untuk Program Studi Teknik Sipil
2009
Daftar Isi
2.6 Tugas-Tugas/Laporan 26
3.6 Tugas-Tugas/Laporan 34
1.1 Tujuan
Sesudah mengerjakan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menggunakan beberapa alat dasar.
2. Menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran tunggal.
3. Menentukan ketidakpastian pada pengukuran berulang.
4. Menentukan ketidakpastian besaran yang merupakan fungsi besaran lain.
5. Menggunakan pengertian angka penting.
1.2 Pustaka
1. B. Darmawan Djonoputro, 1984, Teori Ketidakpastian
2. Mike Pentz, Milo Shoot, 1989, Handling Experimental Data
skala dengan jarak terkecil itu disebut nilai skala terkecil (nst) alat ukur yang bersangkutan. Nst ini
merupakan salah satu sumber ketidakpastian.
Nonius
Nonius adalah skala tambahan yang membagi skala utama menjadi nilai/kuantitas lebih kecil.
Nonius dapat juga dikatakan sebagai alat bantu suatu alat ukur sehingga alat ukur tersebut memiliki
kemampuan lebih besar (lebih teliti). Nonius membuat seolah-olah jarak antara dua garis skala
terdekat menjadi skala-skala yang lebih kecil. Contoh alat ukur dengan nonius antara lain jangka
sorong dan spektrometer. Sedangkan alat ukur tanpa nonius antara lain penggaris, busur derajat
dan termometer. Alat bantu ini membuat alat ukur berkemampuan lebih besar, karena jarak antara
dua garis skala terdekat seolah-olah menjadi lebih kecil, sehingga dapat menghasilkan satu angka
desimal lebih banyak daripada pengukuran tanpa nonius.
Ketidakpastian bersistem
• kalibrasi skala yang tidak tepat;
• gesekan yang terjadi antar bagian alat yang bergerak;
• kelelahan pegas;
• titik nol skala yang bergeser.
Ketidakpastian acak
• tegangan listrik yang digunakan tidak pernah tetap nilainya melainkan selalu berfluktuasi;
• kebisingan (noise) selalu ada pada semua alat elektronik;
• gerak Brown partikel udara (mengganggu penunjukan jarum angka yang peka).
X = {x ± ∆x}[x] (1.1)
dengan
X = besaran fisis yang diukur
x = nilai hasil pengukuran
∆x = ketidakpastian pengukuran
[x] = satuan dari besaran X
Pelaporan ini mengandung arti: Jika besaran fisika memiliki nilai benar sebesar X0 maka nilai
benar X0 tidak kita ketahui, sehingga tidak dapat dilaporkan sebagai nilai benar, namun nilai itu
diperkirakan berada dalam jangkauan (x − ∆x) hingga (x + ∆x).
1.3 Dasar Teori 9
∑ xi
X= (1.2)
n
• Karena X bukanlah nilai benar, maka padanya terdapat suatu ketidakpastian. Ketidakpastian
pada nilai rata-rata ini adalah yang disebut deviasi standar nilai rata-rata sampel yang diberikan
oleh:
s
n ∑ xi2 − (∑ xi )2
∆x = SX = (1.3)
n(n − 1)
Ketidakpastian suatu besaran yang merupakan fungsi dari besaran besaran lain
Jarang sekali besaran yang hendak kita ketahui, dapat diukur secara langsung. Lebih sering kita
dapati bahwa besaran tersebut merupakan fungsi dari besaran lain dan besaran-besaran inilah yang
kita ukur. Sebagai contoh: tidak dikenal alat yang dapat mengukur rapat massa padatan dengan
langsung. Namun melalui definisi ρ = m/V , m dan V dapat diukur oleh alat, harga ρ dapat diketahui
dari perhitungan. Tetapi pada m dan V melekatlah ketidakpastian tertentu, maka tidak mungkin ρ
diketahui tanpa ketidakpastian.
Secara umum persoalan seperti pada contoh di atas dirumuskan sebagai berikut: Bila z = z(x, y)
dan diketahui x = (x0 ± ∆x) dan y = (y0 ± ∆y), maka bagaimanakah z = (z0 ± ∆z)? Untuk menjawab
pertanyaan di atas, kita bedakan tiga kasus berikut:
• x dan y masing-masing adalah pengukuran tunggal
∂z ∂z
∆z =
|∆x| + |∆y|, (1.4)
∂ x x0 ,y0 ∂ y x0 ,y0
melakukan pengukuran dengan mistar, arah pandangan harus tegak lurus dengan dengan skala pada
mistar dan benda yang diukur. Jika tidak tegak lurus maka akan menyebabkan kesalahan dalam
pengukurannya, bisa lebih besar atau lebih kecil dari ukuran aslinya.
Jangka sorong adalah suatu alat ukur panjang yang memiliki bentuk seperti gambar di atas. Ada
3 fungsi pengukuran panjang yang dimiliki jangka sorong, yaitu:
• Pengukuran panjang bagian luar benda
• Pengukuran panjang bagian rongga dalam benda
• Pengukuran ke dalam rongga benda
Skala bagian atas disebut skala utama. Perhatikan bahwa antara angka 12 dan 13 dibagi menjadi
10 skala kecil dengan jarak yang sama. Bagian yang terkecil menyatakan kedudukan 12,1; 12,2;
12,3; ...; 13,0. Sekarang perhatikan skala pada bagian bawah gambar yang disebut skala nonius.
Dalam gambar, skala nonius terdiri dari 10 bagian dan skala terkecil nonius jaraknya lebih kecil dari
skala terkecil skala utama. Dan kalau diperhatikan lebih lanjut terdapat 2 kedudukan skala nonius
dan skala utama yang berimpit, yaitu: angka 12 pada skala utama dengan angka 0 pada skala nonius
dan angka 12,9 pada skala utama dengan 10 pada skala nonius. Pengukuran yang menghasilkan
kedudukan seperti ini menyatakan kedudukan x = 12,00.
Selanjutnya marilah kita lihat hasil pengukuran lain dengan menggunakan alat ukur tersebut di
atas, seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut:
Skala 0 pada nonius tidak berimpit dengan salah satu skala pada skala utama, tetapi terletak
antara 12,1 dan 12,2. Kita yakin bahwa harga X yang diukur lebih besar dari 12,1 tetapi lebih kecil
dari 12,2. Lalu berapakah harga X menurut hasil pembacaan tersebut? Cobalah perhatikan dengan
lebih teliti lagi, ternyata ada satu garis skala nonius berimpit dengan salah satu garis pada skala
utama yaitu skala ke 4 dari skala nonius. Hasil pengukuran seperti ini memberikan harga x = 12,14.
14 Chapter 1. Ketidakpastian Pada Pengukuran
Benda yang diukur panjangnya dijepit di antara bagian A dan B. Untuk menggerakkan bagian B,
anda harus memutar sekrup C.
Cara menggunakannya:
1. Dengan memutar sekrup C, benda anda diletakkan antara A dan B sehingga tepat terjepit
tetapi tidak perlu keras-keras.
2. Skala alat ukur pada bagian batang utama S dengan skala putar N pada bagian yang bergerak
apabila sekrup C diputar. Satu skala utama ditempuh oleh bagian yang bergerak sebanyak satu
putaran penuh.
3. Pembacaan skala pengukuran dengan melihat batas tepi skala putar. Sedangkan pembacaan
skala putar ditunjukkan oleh poros skala utama.
No Alat nst
tanpa nonius dengan nonius
1
2
3
4
5
6
Tabel 1.1
No Benda x ∆x
1 Pelat logam panjang (p)
lebar (l)
tebal (t)
massa (m)
2 Bola logam diameter (p)
massa (m)
Tabel 1.2
d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7 d8 d9 d10
Tabel 1.3
t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8 t9 t10
Tabel 1.4
D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10
h =..................
Tabel 1.5
Catatan : Perhitungan SX̄ menjadi mudah dan rapi, jika digunakan daftar berikut:
n
∑
1.6 Tugas-Tugas/Laporan
1. Kerjakan tugas yang diberikan Asisten selama praktikum berlangsung di laboratorium.
2. Kerjakan Laporan sesuai dengan format yang diberikan secara mandiri dan kumpulkan tepat
waktu sesuai jadwal yang ditentukan.
2. Ketidakpastian Pada Hasil Eksperimen
2.1 Tujuan
Sesudah mengerjakan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menentukan ktp pada hasil eksperimen: secara grafis dan dengan metoda kuadrat terkecil.
2. Menentukan tetapan pegas k.
3. Menentukan percepatan gravitasi g dengan percobaan bandul sederhana.
2.2 Pustaka
1. Baird, 1962, Experimentation: An Introduction to measurement theory and experiment design.
2. Beers, 1967, Introduction to the theory of error.
3. Darmawan Djonoputro, 1984, Teori Ketidakpastian.
4. Mike Pentz, Milo Shott, 1989, Handling experimental data.
Dalam modul ini dibahas dua cara lain menganalisis data hasil pengukuran berulang, yaitu:
1. Cara grafis
2. Metoda Kuadrat Terkecil (MKT)
Cara Grafis
Pada cara ini kertas milimeter kita gunakan sebagai alat analisis. Perlu diingat bahwa dengan
demikian kertas itu memiliki ketelitian tertentu, yakni nilai yang kita berikan pada jarak antara dua
garis terdekat. Sehingga ∆xkertas = 0,5 mm. Tetapi berapakah nilai ketidakpastian dari besaran yang
akan kita plot? Ini bergantung pada nilai yang kita berikan pada 1 cm sumbu-x (atau sumbu-y).
Sebagai contoh apabila kita akan membuat plot dari temperatur dengan skala 1 cm sumbu-x diberi
nilai 10◦ C, maka ∆x = 0,5 mm ◦ ◦
1 cm × 10 C = 0,5 C. Namun jika skala 1 cm sumbu-x diberi nilai 1 C,
◦
0,5 mm
maka ∆x = 1 cm × 1◦ C = 0,05◦ C. Dalam cara ini tidak boleh dilupakan bahwa ketidakpastian yang
ada pada pengukuran HARUS DAPAT TERGAMBAR.
∆xpengukuran ≥ nstgrafik
Cara grafik yang akan dijelaskan di bawah ini, meski kasar/sederhana, tetapi merupakan alternatif
yang baik dalam analisis hasil pengukuran berulang. Namun sebelum suatu persamaan fungsi y = y(x)
dapat dianalisis, persamaan tersebut harus diubah menjadi berbentuk linier. Karena hanya fungsi
linierlah yang dengan mudah dan cukup teliti dapat digambar.
Contoh:
Nilai induktansi L suatu induktor hendak diukur menggunakan peristiwa resonansi dengan
menentukan frekuensi resonansi f0 untuk berbagai nilai C.
• Langkah 1: Pelurusan persamaan
r
1 1 1
f0 = → f02 = 2
2π LC 4π LC
Bila f02 = y dan C1 = x, diperoleh y = mx, dengan m = 4π12 L . Jika sudut kemiringan garis adalah
α maka m = tan α, sehingga L = 4π 2 1tan α dan ∆L ditentukan dari ∆α.
• Langkah 2: Setelah kita berhasil meluruskan persamaan, kita adakan pengukuran terhadap xi
dan yi (dalam contoh ini xi dan yi masing-masing adalah C1i dan f0,i 2 ). Misalkan diperoleh n
pasangan beserta ktp-nya berupa 12 nst. Sampel ini ditabelkan sebagai berikut
Percobaan ke- xi ± ∆x yi ± ∆y
1
2
• Langkah ke-3: Seluruh titik sejumlah n digambarkan pada kertas milimeter beserta ktp-nya.
Mestinya titik-titik itu terletak pada garis lurus, namun pada umumnya tidaklah demikian
halnya: banyak garis lurus yang dapat kita tarik melalui kawasan titik-titik tsb. Salah satu cara
menentukan garis terbaik adalah dengan menggunakan titik sentroida. Adapun titik sentroida
sampel ditentukan dengan menghitung koordinat xs dan ys .
∑ xi
xs =
n
2.3 Dasar Teori 19
∑ yi
ys =
n
Setelah mendapatkan xs dan ys kerjakan langkah berikut
– xs dan ys dibubuhkan pada plot.
– Hubungkan ke-n titik satu dengan yang lain hingga diperoleh garis patah-patah.
– Dengan mistar plastik yang transparan, carilah garis melalui titik sentroida sedemikian
rupa, sehingga luas diarsir yang terdapat di atasnya sama dengan luas di bawahnya.
Contoh dari pengerjaan dapat dilihat pada gambar di bawah.
Demikian pula
c1 = A1 → δ c1 = |c1 − ct |; c2 = A2 → δ c2 = |c2 − ct |;
δ c1 + δ c2
∆ct = (2.5)
2
Demikian diperoleh mt ± ∆m dan ct ± ∆c. Dari kedua hasil ini besaran yang dicari dapat
dihitung beserta ktp-nya. Cara grafik ini, meski sederhana namun cukup memadai sebagai alat
analisis data.
y = mt x + ct
2.3 Dasar Teori 21
∑ xi2 ∑ yi − ∑ xi ∑ xi yi
ct = (2.7)
n ∑ xi2 − (∑ xi )2
Sedangkan ktp-nya:
s
n
∆m = sy dan (2.8)
n ∑ xi2 − (∑ xi )2
s
∑ xi2
∆c = sy (2.9)
n ∑ xi2 − (∑ xi )2
dengan
!
2 2
1 ∑ xi2 (∑ yi ) − 2 ∑ xi ∑ (xi yi ) ∑ yi + n (∑ xi yi )
s2y = ∑ y2i −
n−2 n ∑ xi2 − (∑ xi )2
Catatan:
• Terdapat banyak kalkulator elektronik yang dapat menghasilkan mt dan ct secara langsung,
berkat program yang ada di dalamnya.
• Apabila hendak dihitung dengan kalkulator “biasa”, data perhitungan sebaiknya dituangkan
dalam tabel berikut, demi kemudahan menghitung.
Percobaan Perhitungan
i x y x2 y2 xy
1
2
n
∑ xi ∑ yi ∑ xi2 ∑ y2i ∑ xi yi
Perhatikan sistem pegas di atas. x = 0, dimana pegas tidak diberi simpangan, adalah titik
kesetimbangan. Apabila pegas diberi simpangan ±x oleh gaya luar F1 , didalam pegas timbul gaya
reaksi F yang mengimbangi F1 . F ini disebut gaya pegas. Secara eksperimen diperoleh besar gaya
F sebanding dengan simpangan x, tepatnya:
F = −kx (2.10)
Persamaan (2.10) dikenal sebagai hukum Hooke : “gaya pegas berbanding lurus dengan simpangan
yang diberikan, namun berlawanan arah dengan simpangan itu, dan karena itu disebut gaya pemulih
(restoring force)”
Dengan hukum ke-2 Newton, persamaan (2.10) dapat diubah bentuknya menjadi suatu persamaan
diferensial :
d2x
m = −kx (2.11)
dt 2
Bila dilepas dari kedudukan simpangan +x (atau −x), m akan bergerak bolak-balik antara titik
+x dan −x. Karena tidak mengalami gesekan, gerak ini akan dipertahankan sepanjang masa, dan
dikenal sebagai gerak harmonik sederhana, sedangkan m beserta pegasnya disebut osilator harmonik
sederhana.
Persamaan (2.11) adalah persamaan diferensial yang menggambarkan suatu gerak harmonik
sederhana (ghs). Solusi dari persamaan tersebut adalah
Kecepatan v = dx
dt = Aω cos(ωt + φ0 )
2
Percepatan a = ddt 2x = −Aω 2 sin(ωt + φ0 )
bila persamaan di atas disubstitusi
q ke dalam persamaan (2.12) diperoleh:
k
−mω 2 x = −kx atau ω = m (terbukti)
q
ω 1 k
Karena f = 2π , maka frekuensi getaran osilator: f = 2π m dan karena T = 1/ f , maka periode
getaran osilator:
r
m
T = 2π (2.13)
k
pakan gerak harmonik sederhana, karena memenuhi persamaan yang sebentuk dengan persamaan
(2.11). Misalkan pada suatu saat m sedang naik, maka m mengalami gaya pemulih F = mg sin θ
yang berlawanan arah dengan gerak m. Dari hukum ke-2 Newton :
d2θ d2θ g
−gθ = L atau =− θ (2.15)
dt 2 dt 2 L
disimpulkan bahwa gerak ayun bandul matematis merupakan gerak harmonik sederhana. Maka
mengikuti solusi osilator harmonikqdi atas, diperoleh :
g
kecepatan sudut bandul: ω = L
q
1 g
frekuensi ayun: f = 2π L
24 Chapter 2. Ketidakpastian Pada Hasil Eksperimen
periode bandul:
s
L
T = 2π (2.16)
g
m 1 2 3 n
10T (s)
T (s)
Tabel 2.1
• Tentukan k ± ∆k dengan jumlah angka penting tepat dengan metode Sentroida (Persamaan
(2.4) dan (2.5)) dan MKT (Persamaan (2.6)-(2.9)).
Panjang bandul L 1 2 3 n
10T s
Ts
Tabel 2.2
• Tentukan g ± ∆g dengan jumlah angka penting tepat dengan metode Sentroida (Persamaan
(2.4) dan (2.5)) dan MKT (Persamaan (2.6)-(2.9)).
• Bandingkan hasil anda dengan nilai g setempat (9,52 m/s2 )!
Sebelum meninggalkan ruangan kerja :
- kembalikan semua peralatan kepada petugas laboratorium/asisten;
- serahkan data TABEL 2.1 dan TABEL 2.2 kepada asisten
26 Chapter 2. Ketidakpastian Pada Hasil Eksperimen
2.6 Tugas-Tugas/Laporan
1. Kerjakan tugas yang diberikan Asisten selama praktikum berlangsung di laboratorium.
2. Kerjakan Laporan sesuai dengan format yang diberikan secara mandiri dan kumpulkan tepat
waktu sesuai jadwal yang ditentukan.
3. Gerak Harmonik Sederhana
3.1 Tujuan
Sesudah mengerjakan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
• Mengenal ciri-ciri gerak harmonik sederhana
• Menentukan g setempat dengan bandul fisis
3.2 Pustaka
1. Sutrisno, Seri Fisika Dasar, Mekanika, Penerbit ITB.
2. Sears, F.W. Zemansky & H.D. Young, 1987, University Physics, Addison-Wesley
3. Halliday, D. & R. Resnick, 1985, Fisika, Erlangga.
4. Giancoli, D. C., 1991, Physics-Principles and Applications, 3rd edition, Prentice-Hall
F = −kx (3.1)
28 Chapter 3. Gerak Harmonik Sederhana
Gambar 3.1
Persamaan di atas dikenal sebagai hukum Hooke yakni gaya pegas berbanding lurus dengan sim-
pangan yang diberikan, namun berlawanan arah dengan simpangan itu, dan karena itu disebut gaya
pemulih (“restoring force”). Dengan hukum ke-2 Newton persamaan (3.1) dapat diubah bentuknya
menjadi suatu
d2x
m = −kx (3.2)
dt 2
Bila pegas dilepas dari kedudukan simpangan +x (atau −x), m akan bergerak bolak-balik antara
titik +x dan −x. Karena tidak mengalami gesekan, gerak ini akan dipertahankan sepanjang waktu.
Gerak ini dikenal sebagai gerak harmonik sederhana, sedangkan m beserta pegasnya disebut osilator
harmonik sederhana. Persamaan (3.2) adalah persamaan diferensial yang menggambarkan suatu
gerak harmonik sederhana (ghs). Fungsi x(t) apakah memenuhi persamaan (3.2)? Ternyata fungsi
x(t) = A sin(ωt + φ0 ) (3.3)
dengan
– x(t) adalah simpangan sesaat,
– ω adalahfrekuensi sudut ghs,
– A adalah simpangan maksimum atau amplitudo dari ghs,
– φ = ωt + φ0 adalah (sudut) fase ghs,
– φ0 adalah sudut fase awalnya. q
Fungsi 3.3 benar merupakan osilasi dari persamaan diferensial (3.2) bila ω = mk .
Bukti:
Simpangan x = A sin(ωt + φ0 )
Kecepatan v = dx
dt = ωA cos(ωt + φ0 )
2
Percepatan a = ddt 2x = −ω 2 A sin(ωt + φ0 ) = −ωx(t)
2
q bila percepatan disubstitusi ke dalam persamaan (3.2) diperoleh −mω = −kx sehingga ω =
k
m.
ω
Karena f = 2π , maka frekuensi getaran osilator
r
1 k
f= . (3.4)
2π m
3.3 Dasar Teori 29
Sedangkan
r
1 m
T = = 2π . (3.5)
f k
Gambar 3.2
−mg sin θ = ma
−g sin θ = a (3.6)
d 2 S d 2 Lθ d2θ
a= = = L (3.7)
dt 2 dt 2 dt 2
Bila persamaan di atas disubstitusi ke persamaan (3.6), diperoleh
d2θ
−gθ = L (3.8)
dt 2
atau
d2θ g
2
=− θ (3.9)
dt L
30 Chapter 3. Gerak Harmonik Sederhana
Persamaan diferensial (3.9) adalah sebentuk dengan persamaan (3.2), hingga dapat disimpulkan
bahwa gerak ayun bandul matematis merupakan gerak harmonik sederhana. Maka mengikuti solusi
osilator harmonik diatas, diperoleh :
r
g
frekuensi (sudut bandul): ω = (3.10)
L
r
1 g
frekuensi (ayun): f = (3.11)
2π L
s
L
perioda bandul: T = 2π (3.12)
g
Perhatikan bahwa ω, f , dan T pada bandul TIDAK bergantung pada m.
Gambar 3.3
Bandul fisis adalah setiap benda pejal yang diayunkan dengan sudut kecil seperti pada Gambar
3.3. Apabila CM adalah titik pusat massa benda dan O adalah titik pusat ayunan, sedangkan jarak
CM dengan O sebesar L, maka pada benda bekerja momen gaya (torsi) terhadap titik O sebesar :
τA = −mgLθ (3.13)
Persamaan diferensial (3.15) ini sebentuk dengan persamaan (3.2), hingga dapat disimpulkan gerak
ayun bandul fisis juga merupakan gerak harmonik sederhana. Maka mengikuti solusi dari persamaan
(3.5), perioda bandul fisis T adalah
s
IO
T = 2π . (3.16)
mgL
Momen enersia IO dapat dihubungkan dengan momen inersia terhadap pusat massa ICM dengan
menggunakan persamaan
IO = ICM + mL2 . (3.17)
Sehingga perioda dapat ditulis sebagai
s
ICM + mL2
T = 2π . (3.18)
mgL
Jika kita ukur perioda yang berbeda (T1 dan T2 ) pada panjang yang berbeda (L1 dan L2 ), kita dari
persamaan (3.18) kita dapatkan
L22 − L12
g = 4π 2 . (3.19)
T22 L2 − T12 L1
Dengan mengukur T1 , T2 , L1 , dan L2 , percepatan gravitasi setempat g dapat diketahui.
Tabel 3.1
Jika bandul digantung pada titik Oi maka Li dalam rumus (3.19) adalah
Pengukuran
(a) Tentukan mb dan m p . Ukur xA dengan tepat.
(b) Pasang beban m p pada suatu tempat B (tanya asisten) dan ukurlah xB . Tentukan xB menggu-
nakan rumus (3.20).
(c) Gantungkan bandul pada suatu tempat O1 (tanya asisten) dan ukur xO1 . Hitunglah L1 dari
rumus (3.21)
(d) Buat ayunan dengan sudut ayun θ kecil-kecil saja (θ < 10◦ ) .
(e) Tunggu hingga ayunan tampak teratur (bandul tidak meliuk-meliuk). Ukur waktu 10 ayunan;
catat dalam tabel. Ulangi ukuran ini sekali lagi, dan dari kedua hasil ini tentukan hT1 i, yakni
nilai rata-rata perioda bandul. Perhatian : Pengukuran perioda ini harus dilakukan dengan
seteliti mungkin, karena sangat berpengaruh pada hasil yang akan diperoleh.
(f) Pindahkan bandul (HATI-HATI) ke titik gantung lain O2 , dan tentukan L2 danhT2 i seperti
diatas.
(g) Pindahkan bandul sekali lagi ketitik O3 dan tentukan L3 dan hT3 i.
Perhitungan
(a) Turunkan rumus (3.18), (3.19) dan (3.20).
(b) Isilah Tabel 3.2.
(c) Hitung ketiga nilai percepatan gravitasi setempat : g1−2 , g1−3 , dan g2−3 menurut rumus (3.19).
(d) Tentukan g ± ∆g; pakailah aturan-aturam teori ketidakpastian yang didapat pada Modul 1.
(e) Sebagai rujukan, ukurlah g setempat dengan menggunakan bandul matematis menurut rumus
g = 4π 2 L2 /T 2 .
34 Chapter 3. Gerak Harmonik Sederhana
(f) Adakah kesesuaian antara hasil (d) dan (e)? Beri komentar sebaik-baiknya.
Tabel 3.2
3.6 Tugas-Tugas/Laporan
1. Kerjakan tugas yang diberikan Asisten selama praktikum berlangsung di laboratorium.
2. Kerjakan Laporan sesuai dengan format yang diberikan secara mandiri dan kumpulkan tepat
waktu sesuai jadwal yang ditentukan.
4. Gerak Jatuh Bebas
4.1 Tujuan
Sesudah mengerjakan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami dengan jelas peristiwa gerak jatuh bebas dan asumsi apa saja yang ditetapkan
dalam peristiwa tersebut.
2. Mengukur percepatan gravitasi (g) setempat.
4.2 Pustaka
1. Sears, F.W. Zemansky & H.D. Young, 1987, University Physics, Addison-Wesley
2. Sutrisno, Seri Fisika Dasar, Mekanika, Penerbit ITB.
3. Halliday, D. & R. Resnick, 1985, Fisika, Erlangga.
4. Giancoli, D. C., 2005, Physics-Principles and Applicationns, 6td edition, Prentice-Hall
5. Petunjuk percobaan Pudak Scientific
– h(t) = jarak yang ditempuh benda, setelah t detik benda dilepaskan (m)
– t = lamanya benda bergerak setelah dilepaskan (s)
– g = percepatan gravitasi yang bekerja pada benda (m/s2 )
Pada percobaan yang akan dilakukan, ada tiga titik yang akan menjadi pusat pengamatan selama
percobaan. Yang pertama titik dimana magnet pemegang bola logam, yang kedua titik gerbang
cahaya 1 dan yang terakhir titik gerbang cahaya 3. Perhatikan gambar 4.1.
Gambar 4.1
Ketika bola logam dilepaskan dan mencapai gerbang cahaya 1 dan gerbang cahaya 2, persamaan
jarak tempuhnya dapat ditulis
1 2
h1 = gt (4.3)
2 1
1 2
h2 = gt (4.4)
2 2
Dimana
– h1 = jarak antara magnet pemegang bola logam dengan gerbang cahaya 1
– h2 = jarak antara magnet pemegang bola logam dengan gerbang cahaya 2
– t1 = waktu yang diperlukan bola untuk mencapai gerbang cahaya 1
– t2 = waktu yang diperlukan bola untuk mencapai gerbang cahaya 2
(kedua waktu di atas selalu diukur dari posisi magnet pemegang bola logam/ dari tempat awal bola
dilepaskan).
Dengan menggabungkan persamaan (4.3) dan (4.4) dapat diperoleh percepatan yang bekerja
pada bola logam selama jatuh bebas,
2(h2 − h1 )
g= (4.5)
(t22 − t12 )
4.4 Deskripsi Alat, dan Rangkaian Percobaan 37
Selanjutnya nilai percepatan jatuh bebas yang diperoleh pada persamaan (4.5) dapat Anda bandingkan
dengan percepatan gravitasi setempat dari referensi.
Besi cor berbentuk-A yang dilengkapi lubang dan baut untuk mengencangkan kedudukan
batang statif. Dasar statif A ini mempunyai ukuran 185 x 185 x 185 mm.
(b) Batang statif
Terbuat dari stainless steel, dengan ukuran diameter 10 mm, panjang batang: 100 cm, dan
ujung batang digerus: 1 x 45o .
(c) Magnet pemegang bola logam
Gerbang cahaya merupakan LED infra merah dengan detektor transistor. Memiliki resolusi
sampai 100 milisekon.
(e) Bola logam
Bola logam terbuat steel pejal dengan diameter 19 mm. Lapisan pada bola memberikan kontak
listrik yang baik. Permukaan bola harus dijaga tetap bersih agar dapat berfungsi dengan baik.
(f) Timer counter, AT-01
Timer counter digunakan untuk berbagai pengukuran, seperti pengukuran waktu, selang waktu,
mencacah, pengukuran percepatan, dan pengukuran percepatan gravitasi.
(g) Bosshead, universal
Digunakan untuk berbagai keperluan di laboratorium, seperti menjepit batang dengan diameter
3-13 mm.
(h) Rol meter
4.4 Deskripsi Alat, dan Rangkaian Percobaan 39
Dimensi: 3 m x 16 mm.
(i) Kabel penghubung
Digunakan untuk menghubungkan sumber tegangan dengan magnet pemegang bola logam.
Panjang 1,5 m.
(j) Plumb bob
Digunakan untuk mengatur kelurusan posisi gerbang cahaya dan magnet pemegang serta
mengatur trayektori jatuhnya bola logam.
5. Hidupkan Timer Counter AT-01. Tekan tombol pemilih fungsi pada timer counter beberapa
kali sedemikian rupa sehingga timer berada pada fungsi Gravity Acceleration. Pada keadaan
tersebut lampu LED pada fungsi tersebut dan pada fungsi E.MAGNET menunjukkan bahwa
sumber tegangan untuk magnet pemegang bola juga dalam keadaan hidup (ON).
6. Atur kelurusan magnet pemegangan bola, dan kedua gerbang cahaya sedemikian rupa sehingga
trayektori bola logam dari magnet pemegang bola menghalangi berkas cahaya pada masing-
masing gerbang cahaya. Untuk memudahkan mengatur kelurusan, gunakan plumb bob.
Tabel 4.1
TION satu kali sedemikian rupa sehingga fungsi E.MAGNET kembali aktif (ON). Ulangi
langkah percobaan 1 s/d 5 untuk beberapa ketinggian yang berbeda dengan menekan tombol
E.MAGNET.
Sebelum meninggalkan ruangan kerja:
- kembalikan semua peralatan kepada petugas laboratorium/asisten;
- serahkan data TABEL 4.1 kepada asisten;
4.6 Tugas-Tugas/Laporan
1. Kerjakan tugas yang diberikan Asisten selama praktikum berlangsung di laboratorium.
2. Kerjakan Laporan sesuai dengan format yang diberikan secara mandiri dan kumpulkan tepat
waktu sesuai jadwal yang ditentukan.
5. Koefesien Kekentalan Cairan
5.1 Tujuan
• Memahami hakekat kekentalan fluida.
• Menentukan koefisien kekentalan cairan dengan hokum Stokes.
5.2 Pustaka
1. Sutrisno, Seri Fisika Dasar, Mekanika, Penerbit ITB.
2. Sears, F.W. Zemansky & H.D. Young, 1987, University Physics, Addison-Wesley
3. Giancoli, D. C., 1991, Physics-Principles and Applications, 3rd edition, Prentice-Hall
Gambar 5.1
dengan lempengan atas (kecepatan v) sedangkan lapisan bawah tetap diam lapisan yang diam ini
memperlambat gerak dari lapisan cairan di atasnya. Lapisan kedua ini selanjutnya menghambat
gerak lapisan ketiga di atasnya dan begitu seterusnya. Tampak bahwa kecepatan lapisan cairan (dari
bawah ke atas) berubah dari 0 sampai v terhadap jarak ke atas disebut gradient kecepatan v/L. Lihat
gambar. Aliran cairan secara berlapis ini disebut aliran laminer.
Secara eksperimen ditemukan bahwa untuk sesuatu cairan tertentu: gaya F yang diperlukan
untuk menggerakkan keping atas dengan kecepatan v berbanding lurus dengan v dan luas keping A,
tetapi berbanding terbalik dengan jarak antar kedua keping L. selain itu ditemukan bahwa F juga
bergantung pada jenis (tepatnya kekentalan) cairan. Ini dinyatakan dengan koefisien kekentalan (atau
viskositas) η. Maka diperoleh:
v FL
F = ηA atau η= . (5.1)
L vA
Catatan: gradien kecepatan yang menunjukan perubahan v terhadap L di sini dianggap seragam,
maka v/L. Dalam hal yang lebih umum perubahan v tidaklah seragam, maka gradient v = dv/dL,
dan rumus (5.1) menjadi:
dv F
F = ηA atau η= dv
. (5.2)
dL A dL
F = −6πηrv (5.3)
dengan η adalah koefisien kekentalan fluida, r adalah jari-jari bola dan v adalah kecepatan bola
di dalam fluida. Ungkapan di atas dikenal sebagai hukum Stokes dan pemakaiannya memerlukan
beberapa syarat, yaitu:
(a) ukuran ruang fluida jauh lebih besar daripada jari-jari bola.
(b) kecepatan v tidak terlalu besar, hingga aliran tetap laminar.
Jika sebuah bola padat (jari-jari r, rapat massa ρ) dilepaskan tanpa kecepatan awal di dalam cairan
kental (rapat massa ρ0 < ρ) bola mula-mula mengalami percepatan karena itu kecepatan bola akan
5.3 Dasar Teori 45
bertambah besar. Bertambah besarnya kecepatan bola menyebabkan gaya Stokes yang bekerja
padanya bertambah pula. Suatu saat akan terjadi keseimbangan antara gaya-gaya yang bekerja
pada bola. Keseimbangan gaya ini akan menyebabkan bola seterusnya bergerak lurus beraturan,
yaitu bergerak dengan kecepatan tetap. Kecepatan tetap ini disebut kecepatan akhir atau kecepatan
terminal bola. Dapatlah diturunkan bahwa:
2r2 g(ρ − ρ0 )
vterm = . (5.4)
9η
jika d adalah jarak yang ditempuh bola setelah mencapai kecepatan terminal dalam waktu T , maka
persamaan (5.4) dapat ditulis:
d 2r2 g(ρ − ρ0 )
= . (5.5)
T 9η
Dari ungkapan (5.8) tampak bahwa kecepatan bola akan sama dengan vterm bila t = ∞. Dalam
suatu percobaan tidaklah mungkin kita mencapai vterm . Tetapi bila kita menganggap sudah cukup
bila v bola telah mencapai misalnya 99,5% dari vterm . Dengan demikian kita membuat kesalahan
0,5% pada vterm . Ini cukup kecil jika dibandingkan dengan kesalahan-kesalahan yang melekat
pada pengukuran lain dalam percobaan. Dengan ungkapan (5.8) dapat digunakan untuk menjawab
pertanuaan mengapa pengukuran waktu tempuh atau kecepatan baru dimulai pada jarak kurang lebih
5 cm di bawah cairan. Dengan mengukur waktu t5 yang diperlukan bola untuk menempuh jarak
±5 cm itu dan kemudian memasukkannya dalam ungkapan (5.8), kita mendapat informasi apakah
kecepatan bola telah memenuhi syarat, yakni sudah betul-betul mendekati vterm .
46 Chapter 5. Koefesien Kekentalan Cairan
0,995 vterm
t5
Gambar 5.2
(c) Ukur nilai T bola besar untuk tiga nilai d yang berbeda dengan setiap kali menggeser ke-
dudukan karet bawah ke atas.
(d) Plotkan keempat nilai T dan d pada diagram T -d.
(e) Dari kemiringan grafik yang Anda peroleh dan data ρ0 , ρ dan g seperti pada pengukuran
sebelumnya, dapat ditentukan nilai η gliserin pada suhu kamar.
Jarak efektif untuk mencapai vterm
Di bagian ini kita akan menyelidiki apakah jarak 5 cm dihitung dari permukaan gliserin ke karet
gelang pertama, cukup agar bola mencapai vterm -nya.
(a) Ukur waktu tempuh t ketiga bola untuk menempuh jarak 5 cm: dari pelepasan (tanpa kecepatan
awal) pada permukaan gliserin sampai posisi karet gelang pertama. Lakukan ini 2 kali untuk
masing-masing bola dan tentukan nilai rata-ratanya t1 , t2 , t3 .
(b) Masukan nilai t1 dan r1 ke dalam ungkapan (5.8) dan hitunglah vv(t)
term
untuk ketiga bola. Apakah
hasil yang Anda peroleh membenarkan jarak 5 cm sudah cukup efektif? Coba beri penjelasan
yang baik.
5.5.2 Perhitungan
(a) Grafikkan data yang didapat pada subbab 5.5.1 pada diagram 1/T terhadap r dan dari grafik
yang diperoleh, tentukan η gliserin pada suhu percobaan. Buat estimasi ktp-nya.
(b) Grafikkan data yang didapat pada subbab 5.5.1 pada diagram T terhadap d dan dari grafik
yang diperoleh, tentukan η gliserin pada suhu percobaan. Estimasi ktp-nya. Apa komentar
Anda tentang kedua hasil di atas?
(c) Hitung vv(t)
term
dan beri komentar atas hasil yang Anda peroleh.
Sebelum meninggalkan ruangan kerja :
- kembalikan semua peralatan kepada petugas laboratorium/asisten;
- kemaskan meja praktikum Anda untuk sesi berikutnya.
- serahkan data yang didapat pada 5.5.1 kepada asisten;
5.6 Tugas-Tugas/Laporan
1. Kerjakan tugas yang diberikan Asisten selama praktikum berlangsung di laboratorium.
2. Kerjakan Laporan sesuai dengan format yang diberikan secara mandiri dan kumpulkan tepat
waktu sesuai jadwal yang ditentukan.