Edisi 2015-2016
-Robby-
-Stephanus Ardyanto-
Catatan:
Buku ini adalah ringkasan dari pustaka utama, semua gambar dan materi
mengacu pada pustaka utama tersebut.
Daftar Isi 1
Prakata 3
2 Determinan 29
2.1 Determinan dengan Ekspansi Kofaktor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
2.2 Determinan dengan Operasi Baris dan Kolom Elementer . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
2.3 Sifat Determinan dan Aturan Cramer . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35
6.2 Diagonalisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 96
6.3 Diagonalisasi Ortogonal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99
2 124
Prakata
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kebaikan-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer ini.
Buku ini berisi rangkuman materi yang diajarkan berdasarkan mata kuliah MA2121 - Aljabar Linier
Elementer. Buku ini berisi 7 bab yang merujuk pada pustaka utama "Elementary Linear Algebra 11th Edition"
karangan Howard Anton dan Chris Rorres. Buku ini berisi teorema-teorema penting, contoh soal, berikut
soal-soal latihan dalam tiap subbabnya. Adapun rujukan semua gambar dalam buku ini berdasarkan
pustaka utama yang digunakan penyusun.
Penyusun tentu tidak dapat mengerjakan buku ini atas kerjanya sendiri. Penyusun ingin mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Hanni Garminia Y. dan Ibu Dellavitha selaku dosen penyusun pada saat penyusun
mengambil kuliah ini. Penyusun juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Nancy De Menzelthe
selaku editor dari buku ini serta Feliana Eka Dewi yang telah membuat cover buku ini.
Penyusun menyadari bahwa buku ini belum sempurna. Sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca mengenai materi, cara penyajian, dan soal latihan guna memperbaiki buku ini.
Penyusun
3 124
Bab 1
Dalam bab ini, kita akan melihat dan mempelajari suatu komponen penting dalam bidang aljabar linier, yaitu
sistem persamaan linier dan matriks. Di SMA kita sudah mengenal bahwa matriks dapat merepresentasikan
sistem persamaan linier, sedangkan sistem persamaan linier banyak sekali dikembangkan dalam berbagai
bidang. Saat ini, kita akan mempelajari representasi sistem persamaan linier dalam matriks serta melakukan
beberapa operasi dasar matriks untuk mendapatkan solusi dari sistem persamaan linier yang kita miliki.
ax + by = c a, b 6= 0 (1.1)
ax + by + cz = d a, b, c 6= 0 (1.2)
Kedua persamaan tersebut adalah representasi geometri dari persamaan linier berturut-turut di R2 dan
R3 . Kita perumum definisi kita mengenai persamaan linier dalam definisi berikut:
a1 x 1 + a2 x 2 + · · · + an x n = b a1 , a2 , · · · , an 6= 0
Perhatikan bahwa jika b = 0 maka persamaan disebut sebagai persamaan linier homogen.
Kita sebut sebagai sistem persamaan linier. Perumumannya dapat dilihat di definisi berikut:
4 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Perhatikan bahwa jika b1 , b2 , · · · , bm = 0 maka sistem disebut sistem persamaan linier homogen.
Dalam sistem persamaan linier, kita dapat menentukan nilai dari variabel x1 , x2 , · · · , xn (mengacu pada
definisi 2), yang kita sebut sebagai solusi sistem persamaan linier. Metode pencarian solusi SPL sudah kita
pelajari di SMA. Sebagai contoh, sistem persamaan linier (1.3) mempunyai solusi x = 1 dan y = −2, atau
dapat ditulis sebagai pasangan terurut (1, −2).
Selanjutnya, kita lihat jenis-jenis solusi dari SPL. Tidak semua SPL mempunyai solusi (kita akan lihat
bagaimana cara mengidentifikasi solusi SPL nantinya). Misal diberikan SPL:
(
a1 x + b 1 y = c 1
(1.4)
a2 x + b 2 y = c 2
Maka kita dapatkan tiga kemungkinan bila kita gambarkan kedua persamaan garis tersebut pada bidang
Cartesius:
1. Kedua garis sejajar dan berbeda, yang berarti SPL tidak mempunyai solusi.
2. Kedua garis berpotongan di satu titik, yang berarti SPL mempunyai solusi tunggal.
3. Kedua garis sejajar dan berhimpit, yang berarti SPL mempunyai tak hingga banyak solusi.
Secara umum, kita katakan SPL konsisten apabila SPL memiliki solusi minimal satu. SPL yang tidak memiliki
solusi disebut SPL inkonsisten. Ketiga kemungkinan persamaan garis tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1.
Kita dapat melakukan hal yang sama untuk SPL 3 variabel, sehingga didapat beberapa kemungkinan
yang dapat dilihat pada gambar 1.2.
5 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Hal ini diperbolehkan karena kita hanya menganalogikan baris-baris pada matriks diperbesar dengan
persamaan linier yang kita miliki sebelumnya. Target kita melakukan OBE di sini agar mendapatkan bentuk
seperti berikut:
1 0 a
0 1 b
Dengan kata lain, menemukan nilai x = a dan y = b, yang tak lain merupakan solusi dari SPL yang kita
cari. Untuk lebih jelasnya, kita lihat contoh soal berikut.
Contoh Soal 1. Tentukan solusi SPL:
x + y + 2z = 9
2x + 4y − 3z = 1
3x + 6y − 5z = 0
6 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
1. Jika ada baris tak nol, maka bilangan pertama tak nol pada baris tersebut haruslah bernilai 1(kita
sebut sebagai leading 1/ 1 utama).
2. Jika ada baris nol, maka posisikan semua baris tersebut pada baris paling bawah.
3. Jika terdapat 2 baris tak nol berurutan, maka leading 1 pada baris yang lebih bawah terletak lebih
kanan daripada leading 1 pada baris di atasnya.
4. Setiap kolom yang mengandung leading 1 memiliki elemen yang bernilai nol kecuali pada leading 1.
Matriks yang hanya memenuhi sifat 1 hingga 3, kita sebut sebagai matriks eselon baris. sebagai contoh:
1 1 2
0 1 5
0 0 1
Langkah 2: Tukar baris (jika diperlukan) agar elemen paling atas dari kolom tersebut tak nol.
2 4 −10 6 12 28
0 0 −2 0 7 12 *baris 1 ditukar dengan baris 2
2 4 −5 6 −5 −1
8 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Langkah 3: Jika elemen paling atas dari kolom tersebut adalah a, kalikan baris dimana a berada dengan
1
a
(jika a = 1, lanjutkan ke langkah 4).
1 2 −5 3 6 14
0 0 −2 0 7 12 1
*baris 1 dikali dengan
2
2 4 −5 6 −5 −1
Langkah 4: Lakukan OBE sedemikian sehingga elemen lain di kolom tersebut bernilai 0 (jika sudah
bernilai 0, lanjutkan ke langkah 5).
1 2 −5 3 6 14
0 0 −2 0 7 12 *baris 3 dijumlahkan dengan -2 kali baris 1
0 0 5 0 −17 −29
Langkah 5: Pertahankan baris paling atas dan ulangi lagi langkah 1 (anggap baris tadi tidak ada).
1 2 −5 3 6 14
0 0 −2 0 7 12 *kolom tak nol paling kiri
0 0 5 0 −17 −29
1 2 −5 3 6 14
0 0 1 0 − 7 1
2
−6 *baris 2 dikali dengan -
2
0 0 5 0 −17 −29
1 2 −5 3 6 14
0 0 1 0 − 7 −6 *baris 3 dijumlahkan dengan -5 kali baris 2
2
0 0 0 0 − 12 1
1 2 −5 3 6 14
0 0 1 0 − 7 −6 *kolom tak nol paling kiri
2
0 0 0 0 12 1
1 2 −5 3 6 14
0 0 1 0 − 7 −6 *baris 3 dikali dengan 2
2
0 0 0 0 1 2
Kita peroleh matriks eselon baris. Untuk memperoleh matriks eselon baris tereduksi, cukup tambahkan
proses:
Langkah 6: Dimulai dari baris tak nol paling bawah dan bergerak ke atas, lakukan OBE sedemikian
sehingga setiap elemen di atas leading 1 bernilai 0.
1 2 −5 3 6 14
0 0 1 0 0 1 7
*baris 2 dijumlahkan kali baris 3
2
0 0 0 0 1 2
1 2 −5 3 0 2
0 0 1 0 0 1 *baris 1 dijumlahkan -6 kali baris 3
0 0 0 0 1 2
1 2 0 3 0 7
0 0 1 0 0 1 *baris 1 dijumlahkan 5 kali baris 2
0 0 0 0 1 2
diperoleh matriks eselon baris tereduksi.
9 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
dengan koefisien pada setiap persamaan adalah tak nol secara serentak.
Perhatikan bahwa SPL tersebut akan selalu memiliki setidaknya 1 solusi, yaitu xi = 0 untuk setiap
i = 1, 2, · · · , n (selanjutnya, kita sebut solusi seperti ini sebagai solusi trivial dan jika ada solusi lain, maka
kita sebut solusi nontrivial). Jadi bisa disimpulkan bahwa hanya ada 2 kemungkinan solusi, yaitu solusi
tunggal atau tak hingga banyak solusi.
Selanjutnya, muncul suatu pertanyaan baru, yaitu kapankah SPL homogen memiliki tak hingga banyak
solusi? Pertanyaan ini dapat dijawab melalui teorema berikut.
Teorema 1
Jika sistem persamaan linier homogen memiliki n variabel dan matriks eselon baris tereduksinya
memiliki r baris tak nol, maka sistem persamaan linier tersebut memiliki n − r variabel bebas(variabel
yang perlu diparameterkan).
Bukti. Misalkan terdapat sistem persamaan linier homogen dengan ciri-ciri pada teorema di atas.
karena setiap baris tak nol memiliki leading 1 yang berkorespondensi dengan variabel utama (variabel
yang posisi koefisiennya sama dengan leading 1), sistem persamaan linier homogen yang berkorespondensi
dengan matriks eselon baris tereduksi memiliki r buah variabel utama dan n − r variabel bebas, berikut ini
sistem persamaannya:
xk1 + Σ() = 0
xk
+ Σ() = 0
2
. .. ..
.
x + Σ() = 0 kr
dengan Σ() menyatakan penjumlahan yang memuat variabel bebas, jika ada.
Selanjutnya, kita peroleh:
Akibat 1
Sistem persamaan linier homogen memiliki tak hingga banyak solusi (ada solusi nontrivial) jika dan
hanya jika banyak variabel lebih banyak daripada banyak persamaan.
2. Tentukan nilai a agar SPL berikut mempunyai solusi tunggal, solusi banyak, atau tidak punya solusi.
x + 2y − 3z
=4
3x − y + 5z =2
2
4x + y + (a − 14)z = a + 2
1.3 Matriks
Dalam sehari-hari, kita seringkali menggunakan tabel untuk merapikan data. Tabel yang berisikan data
bilangan di setiap elemennya dapat kita sebut sebagai matriks. Dalam subbab ini kita akan melihat definisi
dari matriks serta operasi dan hubungannya dengan SPL yang sudah kita pelajari sebelumnya.
Definisi 1 Matriks
Matriks adalah susunan bilangan dalam bentuk persegi panjang. Bilangan dalam susunan tersebut
diebut entri atau elemen dari matriks.
Selanjutnya, kita akan bahas mengenai orde matriks. Orde matriks menyatakan baris dan kolom matriks
tersebut. Sebagai contoh, orde matriks tersebut dari kiri ke kanan berturut-turut adalah 3 × 2, 1 × 4, 3 × 1,
1 × 1.
Perhatikan bahwa matriks berukuran 1 × n disebut vektor baris (atau matriks baris) dan matriks
berukuran m × 1 disebut vektor kolom (atau vektor kolom) (dengan m dan n suatu konstanta).
Selanjutnya kita akan melihat bentuk umum sebuah matriks. Entri di baris i dan di kolom j dalam
matriks A dinotasikan sebagai aij atau (A)ij . Sehingga matriks A berukuran m × n dapat dituliskan sebagai
berikut:
a11 a12 · · · a1n
a21 a22 · · · a2n
A = ..
.. . . ..
. . . .
am1 am2 · · · amn
Bila m = n maka A disebut sebagai matriks persegi. Entri aii dengan i = 1, 2, · · · , n disebut sebagai
diagonal utama pada matriks A.
11 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Tentukan A + B dan A − B.
Solusi.
2−4 1+3 0+5 3+1 −2 4 5 4
A + B = −1 + 2 0 + 2 2 + 0 4 − 1 = 1 2 2 3
4 + 3 −2 + 2 7 − 4 0 + 5 7 0 3 5
2+4 1−3 0−5 3−1 6 −2 −5 2
A − B = −1 − 2 0 − 2 2 − 0 4 + 1 = −3 −2 2 5
4 − 3 −2 − 2 7 + 4 0 − 5 1 −4 11 −5
1.3.2.3 Perkalian Skalar Matriks
12 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Tentukan AB.
Solusi. Perhatikan bahwa matriks A berorde 2 × 3 dan B berorde 3 × 4, maka matriks AB akan berorde
2 × 4. Untuk menentukan setiap entri matriks AB, sebagai contoh, entri baris 2 kolom 3, perhatikan baris 2
pada matriks A dan kolom 3 pada matriks B, lalu kalikan setiap entri dan jumlahkan, menghasilkan
(AB)23 = 2 · 4 + 6 · 3 + 0 × 5 = 26
1.3.2.5 Kombinasi Linier
13 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Konsep tentang kombinasi linier ini akan dipelajari lebih lanjut di bab berikutnya mengenai bebas linier
suatu vektor. Untuk melihat perkalian matriks dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier, misalkan A
matriks berorde m × n dan ~x vektor kolom berorde n × 1 dengan entri sebagai berikut:
a11 a12 · · · a1n x1
a21 a22 · · · a2n x2
A = .. ~x = ..
.. .. ..
. . . . .
am1 am2 · · · amn xn
Maka
a11 x1 + a12 x2 + · · · + a1n xn a11 a12 a1n
a21 x1 + a22 x2 + · · · + a2n xn a21 a22 a2n
A~x = = x1 .. + x2 .. + · · · + xn ..
..
. . . .
am1 x1 + am2 x2 + · · · + amn xn am1 am2 amn
Hal tersebut menjadi bukti untuk teorema berikut.
Teorema 1
Jika A adalah matriks berorde m × n dan ~x adalah vektor kolom berukuran n × 1 maka perkalian A~x
dapat dibentuk menjadi kombinasi linier dari vektor kolom matriks A dan koefisien dari setiap entri
vektor ~x.
14 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Tentukan tr(A).
Solusi. tr(A) = −1 + 5 + 7 + 0 = 11
Hasil perkalian matriks tersebut dapat kita selesaikan lebih mudah dengan metode invers matriks, yang
akan kita pelajari di subbab selanjutnya.
2. Jika A dan B adalah matriks persegi berukuran n × n, tunjukkan bahwa tr(A + B) =tr(A)+tr(B).
3. Diberikan matriks:
3 −2 0 1 w 0
5
0 2 −2 x 0
=
3 1 4 7 y 0
−2 5 1 6 z 0
a) Tentukan SPL yang terbentuk dari matriks yang diberikan.
b) Buatlah matriks diperbesar dari SPL yang diberikan.
c) Tentukan solusi dari SPL yang diberikan dengan OBE.
15 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
6. a(B + C) = aB + aC
7. (a + b)C = aC + bC
8. (ab)C = a(bC)
1. 0 + A = A + 0 = A
2. A + (−A) = (−A) + A = 0
3. 0A = 0
16 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Bukti. Penulis hanya akan membuktikan teorema bagian ke-3. Karena teorema bagian ke-1 berlaku,
maka jika kita pilih A = 0 maka 0 + 0 = 0. Akibatnya,
0A = (0 + 0)A
0A = 0A + 0A
⇔0A + (−0A) = (0A + 0A) + (−0A)
⇔0 = 0A + (0A + (−0A))
⇔0 = 0A + 0 = 0A
Berikut ini disajikan kembali sifat-sifat aljabar pada operasi atas bilangan real yang tidak berlaku secara
umum pada matriks.
Kita tahu bahwa pada himpunan bilangan real ada hukum pembatalan, yaitu
ab = ac dengan a 6= 0, maka berlaku b = c
tetapi pada himpunan matriks, misalkan
0 1 1 1 2 5
A= B= C=
0 2 3 4 3 4
Teorema 3
Jika R adalah matriks eselon tereduksi dari Anxn , maka salah satu dari hal ini berlaku, yaitu R memiliki
baris nol atau R merupakan matriks identitas In .
Bukti. Misalkan R = [r]ij adalah matriks eselon tereduksi dari suatu matriks A, dengan i dan j dimulai
dari 1 hingga n. tanpa mengurangi keumuman, cukup ditinjau baris terakhir dari matriks R dan asumsikan
baris lainnya tak nol. Jika baris terakhir merupakan baris nol, selesai. Misalkan baris terakhir bukan baris
nol, karena R merupakan matriks eselon tereduksi, maka setiap baris memiliki leading 1 dan kita tahu
17 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
bahwa posisi leading 1 semakin menjorok ke kanan seiring baris semakin kebawah. karena R merupakan
matriks persegi, haruslah leading 1 pada setiap baris berada pada diagonal utama. Jadi R = I.
Setelah kita definisikan matriks identitas, sekarang kita membahas suatu yang sangat berkaitan dengan
identitas, yaitu invers. Pada bilangan real, untuk setiap bilangan real a ada a−1 memenuhi a · a−1 =
a−1 · a = 1. Sayangnya, tidak semua matriks memiliki invers (akan dibahas pada bab berikutnya).
Selanjutnya akan diberikan teorema-teorema mengenai sifat invers dari suatu matriks.
Bukti. Misalkan A suatu matriks persegi dan B adalah invers dari A dan andaikan C juga merupakan
invers dari A. Sesuai dengan definisi invers
AB = I = AC
kalikan kedua ruas dengan B, maka akan diperoleh B = C yang adalah kontradiksi. Jadi invers suatu
matriks tunggal.
Teorema 5
suatu matriks persegi
a b
A=
c d
memiliki invers jika dan hanya jika ad − bc 6= 0 dan inversnya adalah
−1 1 d −b
A =
ad − bc −c a
Teorema 6
Jika A dan B matriks persegi seukuran yang invertibel, maka AB juga invertibel dan inversnya adalah
B −1 A−1 .
Bukti. Kita akan membuktikan bahwa (AB)(A−1 B −1 ) = (A−1 B −1 )(BA) = I. Karena A dan B
invertibel dan B 6= C, maka
A(BB −1 )A−1 = (AB)(B −1 A−1 ) = I
dan
B −1 (A−1 A)B = (B −1 A−1 )(AB) = I
Jadi terbukti bahwa B −1 A−1 adalah invers dari AB.
Salah satu yang tak kalah penting juga adalah eksponen dari suatu matriks. Kita definisikan bahwa jika
A matriks persegi, maka berlaku
18 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
A0 = I dan An = AA · · · A (n faktor)
untuk n bilangan bulat non negatif, dan jika A invertibel maka
A−n = (A−1 )n = A−1 A−1 · · · A−1 (n faktor)
Pembaca dapat juga membuktikan bahwa Ar As = Ar+s dan (Ar )s = Ar·s .
Akhir dari subbab ini ditutup oleh sifat-sifat aljabar dari transpose suatu matriks dan juga kombinasinya
dengan invers.
1. (AT )T = A
2. (A + B)T = AT + B T
3. (kA)T = kAT
4. (AB)T = B T AT
Bukti dari poin 1 hingga 3 dapat dengan mudah dibuktikan karena transpose hanya menukar baris dan
kolom. Untuk poin 4, dapat dibuktikan dengan manipulasi
maka berlaku
(AT )−1 = (A−1 )T
Kita dapat mengembalikan bentuk matriks B menjadi matriks A dengan serangkaian OBE berikut:
b. OBE matriks 4 × 4 yang menyatakan penukaran baris dua dan baris empat.
c. OBE matriks 3 × 3 yang menyatakan penjumlahan baris pertama dengan 3 baris tiga.
Solusi.
1 0 1 0 0 0 1 0 3
a.
0 −3 0 0 0 1 c. 0 1 0
b.
0
0 1 0 0 0 1
0 1 0 0
20 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Contoh Soal 2. Nyatakan matriks E sebagai matriks elementer dengan OBE penambahan 3 kali
baris pertama ke baris tiga. Setelah itu gunakan matriks tersebut untuk melakukan OBE matriks A:
1 0 2 3
A = 2 −1 3 6
1 4 4 0
1 0 0
Solusi. Matriks elementer E yang dimaksud adalah E = 0 1 0 Sehingga matriks A yang dikenai OBE
3 0 1
yang diberikan adalah:
1 0 2 3
EA = 2 −1 3 6
4 4 10 9
Teorema 2
Semua matriks elementer adalah invertibel dan invers matriks elementer juga merupakan matriks
elementer.
Bukti. Jika E matriks elementer, maka E didapat dengan melakukan satu kali OBE pada matriks I.
Misalkan E0 matriks elementer yang menyatakan invers OBE. Dengan mengetahui fakta bahwa invers OBE
dapat "membatalkan" OBE yang sudah dilakukan, maka didapat:
E0 E = I dan EE0 = I
Sehingga, matriks elementer E0 adalah invers dari E.
Teorema selanjutnya yang akan kita lihat adalah pernyataan bernilai ekuivalen.
21 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Solusi.
3. Tunjukkan bahwa:
0 a 0 0 0
b 0 c 0 0
0
A= d 0 e 0
0 0 f 0 g
0 0 0 h 0
tidak invertibel untuk semua nilai dari entri yang diberikan.
Teorema 1
Jika A matriks persegi berukuran n × n yang invertibel, maka untuk setiap matriks kolom ~b berukuran
n × 1, sistem persamaan linier A~x = ~b memiliki tepat satu buah solusi, yaitu ~x = A−1~b.
Bukti. Perhatikan bahwa A(A−1~b) = ~b, maka jelas ~x = A−1~b adalah solusi. Andaikan ada solusi
lain yang memenuhi sistem persamaan, yaitu ~x0 . Akibatnya, A~x0 = ~b sehingga ~x0 = A−1~b yang adalah
kontradiksi. jadi solusinya adalah tunggal.
Salah satu keunggulan dengan menggunakan matriks untuk menyelesaikan masalah sistem persamaan
linier adalah kita dapat menyelesaikan berbagai sistem sekaligus dengan matriks koefisiennya sama, tetapi
berbeda pada konstantanya. Secara matematis, misalkan terdapat berbagai sistem persamaan sebagai
berikut:
A~x = ~b1 , A~x = ~b2 , A~x = ~b3 , · · · A~x = ~bk
Jika A invertibel, maka solusi dari sistem-sistem di atas, yaitu
Solusi. (verifikasi.) Solusi dari kedua sistem dapat dicari dengan terlebih dahulu membentuk matriks
diperbesar
1 2 3 4 1
3 5 3 5 6
1 0 8 9 −6
Lalu kita lakukan OBE sedemikian sehingga akan diperoleh matriks eselon tereduksi
1 0 0 1 2
0 1 0 0 1
0 0 1 1 −1
Jadi, diperoleh solusi untuk Sistem persamaan pertama adalah x1 = 1, x2 = 0, dan x3 = 1, dan solusi untuk
sistem persamaan kedua adalah x1 = 2, x2 = 1, dan x3 = −1.
Teorema 2
Jika A suatu matriks persegi berukuran n × n, maka A invertibel jika dan hanya jika sistem persamaan
A~x = ~b konsisten untuk setiap matriks kolom ~b berukuran n × 1.
Bukti. (=⇒) Misalkan A invertibel, maka telah kita buktikan bahwa A~x = ~b memiliki solusi. Akibatnya,
jelas sistem persamaan A~x = ~b konsisten.
(⇐=) Misalkan sistem persamaan A~x = ~b konsisten, berarti sistem tersebut memiliki solusi untuk setiap
matriks kolom ~b berukuran n × 1. Akibatnya, sistem persamaan
1 0 0 0
0 1 0 0
A~x = 0 , A~x = 0 , A~x = 1 , . . . , A~x = 0
.. .. .. ..
. . . .
0 0 0 1
memiliki solusi, sebutlah ~x1 , ~x2 , . . ., ~xn . Bentuk suatu matriks B yang berisi vektor-vektor kolom ~xi ,
i = 1, 2, . . . , n, perhatikan bahwa hasil kali AB merupakan matriks identitas I, karena:
1 0 0 ··· 0
0 1 0 · · · 0
0 0 1 · · · 0
AB = [A~x1 |A~x2 | . . . |A~xn ] = =I
.. .. .. . . ..
. . . . .
0 0 0 ··· 1
Jadi C = A−1 .
Akhir subbab ini ditutup oleh suatu masalah fundamental mengenai kekonsistenan suatu sistem per-
samaan, yaitu:
Misalkan A suatu matriks berukuran m × n. Tentukan semua matriks kolom ~b berukuran m × 1 sehingga
sistem persamaan A~x = ~b konsisten
24 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Jika A invertibel maka dengan mudah masalah tersebut diatasi. Kita memperoleh masalah jika A tidak
invertibel, berikut ini diberikan sebuah contoh untuk mencari ~b:
Contoh Soal 2. Berikan syarat pada b1, b2, dan b3 pada sistem persamaan
x1 + x2 +2x3 = b1
x1 + x 3 = b2
2x1 + x2 +3x3 = b3
2. Diberikan matriks:
2 1 2 x1
A = 2 2 −2 dan ~x = x2
3 1 1 x3
a) Tunjukkan bahwa persamaan A~x = ~x dapat ditulis sebagai (A − I)~x = 0 dan selesaikan
persamaan tersebut untuk ~x.
b) Selesaikan A~x = 4~x.
3. Diberikan persamaan A~x = ~b sebagai SPL yang konsisten dengan ~x1 adalah solusinya. Tunjukkan
bahwa semua solusi SPL tersebut dapat dituliskan sebagai ~x = ~x1 + ~x0 di mana ~x0 adalah solusi dari
SPL homogen A~x = ~0.
1. Semua matriks diagonal adalah invertibel dan invers dari matriks D adalah:
1/d1 0 ··· 0
−1
0 1/d2 · · · 0
D = ..
.. . . ..
. . . .
0 0 · · · 1/dn
Teorema 1.1 dapat dibuktikan dengan menggunakan persamaan DD−1 = I dan teorema 1.2 dapat
dibuktikan dengan induksi matematika.
Perkalian matriks diagonal pun ternyata menjadi mudah. Untuk mengalikan matriks A dengan matriks D
di sebelah kiri (bentuk perkalian DA), kalikan baris pertama matriks A dengan entri pertama di matriks
diagonal D, baris kedua matriks A dengan entri kedua matriks diagonal D, dan seterusnya. Sedangkan
untuk mengalikan matriks A dengan matriks D di sebelah kanan (bentuk perkalian AD), kalikan kolom
pertama matriks A dengan entri pertama di matriks diagonal D, kolom kedua matriks A dengan entri
kedua matriks diagonal D, dan seterusnya. Sebagai contoh:
d1 0 0 a11 a12 a13 a14 d1 a11 d1 a12 d1 a13 d1 a14
0 d2 0 a21 a22 a23 a24 = d2 a21 d2 a22 d2 a23 d2 a24
0 0 d3 a31 a32 a33 a34 d3 a31 d3 a32 d3 a33 d3 a34
a11 a12 a13 d1 a11 d2 a12 d3 a13
a21 a22 a23 d1 0 0
0 d2 0 = d1 a21 d2 a22 d3 a23
a31 a32 a33 d1 a31 d2 a32 d3 a33
0 0 d3
a41 a42 a43 d1 a41 d2 a42 d3 a43
26 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
1. Matriks persegi A = [aij ] disebut matriks segitiga atas jika dan hanya jika aij = 0 untuk i > j.
2. Matriks persegi A = [aij ] disebut matriks segitiga bawah jika dan hanya jika aij = 0 untuk i < j.
Selanjutnya kita akan lihat beberapa sifat khusus dari matriks segitiga.
1. Transpose dari matriks segitiga atas adalah matriks segitiga bawah, begitu pula sebaliknya.
2. Perkalian dari matriks segitiga atas dengan matriks sebarang adalah matriks segitiga atas, begitu
pula dengan matriks segitiga bawah.
3. Matriks segitiga invertibel jika dan hanya jika entri diagonal utamanya tidak nol.
4. Invers dari matriks segitiga atas berbentuk matriks seggitiga bawah, begitu pula sebailknya.
1. AT simetris.
2. A + B dan A − B simetris.
3. kA simetris.
27 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Bagaimana dengan perkalian matriks? Kita lihat kembali sifat dari transpose matriks berikut:
(AB)T = B T AT
Dengan kata lain, perkalian matriks akan simetris jika dan hanya jika AB = BA. Perhatikan bahwa
syarat ini membuat B T AT = BA.
Hasil perkalian matriks simetris ini berlaku untuk sebarang matriks A berukuran m × n. Perhatikan
bahwa:
(AAT )T = (AT )T AT = AAT dan (AT A)T = AT (AT )T = AT A
sehingga AAT dan AT A akan selalu simetris untuk matriks A ukuran apapun.
Sifat terakhir yang akan kita lihat adalah invers matriks simetris.
28 124
Bab 2
Determinan
Dalam bab ini, kita akan melihat suatu operasi matriks yang mempunyai banyak manfaat untuk menye-
lesaikan SPL dan banyak operasi lain, yaitu determinan. Determinan dapat dianalogikan sebagai fungsi
dengan masukkan matriks dan keluaran skalar. Dalam bab ini juga kita akan melihat metode lain untuk
menyelesaikan SPL, yaitu Metode Cramer.
Perhatikan bahwa tanda dalam kofaktor dapat disusun menjadi sebuah "papan catur" berikut:
+ − + − + ···
− + − + − · · ·
+ − + − + · · ·
− + − + − · · ·
+ − + − + · · ·
.. .. .. .. .. . .
. . . . . .
29 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Teorema 1
Jika A matriks n × n, maka ekspansi kofaktor dengan memilih baris atau kolom A manapun akan
menghasilkan nilai yang sama.
30 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Teorema 1 dan definisi 2 mengatakan bahwa pemilihan baris dan kolom untuk menghitung determinan
menghasilkan nilai yang sama. Maka dari itu, kita dapat memilih baris yang tepat untuk mempermudah
perhitungan. Untuk lebih jelasnya, lihat contoh soal berikut.
Contoh Soal 2. Tentukan determinan dari matriks
1 0 0 −1
3 1 2 2
A= 1 0 −2 1
2 0 0 1
Solusi. Perhatikan bahwa pemilihan ekspansi kofaktor melalui kolom ke-2 akan mempermudah perhitungan
kita (karena entri pada kolom ke-2 mengandung paling banyak nol).
1 0 −1
det(A) = 1 · 1 −2 1
2 0 1
1 −1
det(A) = 1 · −2 · = −2(1 + 2) = −6
2 1
Selanjutnya, kita akan lihat teorema yang mempermudah kita dalam menghitung determinan matriks
segitiga.
Teorema tersebut dapat dibuktikan dengan menggunakan induksi matematika dan definisi ekspansi
kofaktor.
2. Tunjukkan bahwa
1 tr(A) 1
det(A) = 2
2 tr(A ) tr(A)
untuk semua matriks A berukuran 2 × 2.
31 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Bukti dari teorema tersebut adalah dengan menghitung determinan matriks A melalui baris atau kolom
nol tersebut.
Teorema selanjutnya terkait determinan dari transpose matriks.
Bukti teorema tersebut didapat melalui teorema 1 subbab 2.1. Perhitungan determinan dari matriks A
melalui ekspansi kofaktor suatu baris ke-i atau kolom ke-j sama saja dengan perhitungan determinan
matriks AT melalui ekspansi kofaktor baris ke-j atau kolom ke-i.
Teorema selanjutnya adalah mengenai hubungan determinan dengan operasi baris (dan kolom) elementer.
• Jika matriks B diperoleh ketika suatu kolom atau baris matriks A dikalikan dengan konstanta k
tak nol, maka det(B) = k det(A).
• Jika matriks B diperoleh ketikan dua baris atau dua kolom matriks A ditukar, maka det(B) =
− det(A).
• Jika matriks B diperoleh ketika kelipatan satu baris atau satu kolom dari matriks A ditambahkan
ke baris atau kolom yang lain, maka det(B) = det(A).
Perhatikan bahwa perhitungan determinan tidak terbatas melalui operasi baris elementer saja, namun
berlaku pula untuk operasi kolom elementer karena ekspansi kofaktor yang bernilai sama ketika kita
mengambil baris maupun kolom. Ilustrasi teorema 3 untuk matriks 3 × 3 disajikan melalui tabel berikut.
Relasi Operasi
ka11 ka12 ka13 a11 a12 a13
a21 a22 a23 = k a21 a22 a23 Matriks B adalah matriks A
a31 a32 a33 a31 a32 a33 yang baris pertamanya dika-
likan konstanta k tak nol.
a21 a22 a23 a11 a12 a13
a11 a12 a13 = − a21 a22 a23 Matriks B adalah matriks A
a31 a32 a33 a31 a32 a33 yang baris keduanya ditukar
dengan baris pertamanya.
a11 + ka21 a12 + ka22 a13 + ka23 a11 a12 a13
a21 a22 a23 = a21 a22 a23 Matriks B adalah matriks A
a31 a32 a33 a31 a32 a33 yang baris pertamanya ditam-
bahkan k kali baris keduanya.
32 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Berkaitan dengan OBE, kita akan melihat determinan dari matriks elementer dalam teorema berikut.
• Jika E didapat melalui mengalikan baris In dengan konstanta k tak nol, maka det(E) = k.
• Jika E didapat melalui penambahan keliapat baris In ke baris lainnya, maka det(E) = 1.
Teorema tersebut dapat terbukti melalui teorema 3 dan menggunakan fakta bahwa det(In ) = 1 (melalui
teorema 2 subbab 2.1).
Teorema terakhir terkait determinan OBE dan OKE (Operasi Kolom Elementer) adalah baris atau kolom
yang proporsional. Suatu matriks memiliki baris yang proporsional jika matriks tersebut memiliki seti-
daknya 2 baris yang saling berkelipatan. Definisi tersebut sepadan untuk kolom yang proporsional. Berikut
contohnya. Matriks A menyatakan matriks dengan baris proporsional dan matriks B menyatakan matriks
dengan kolom yang proporsional.
1 −2 7
−1 4
A= B = −4 8 5
−2 8
2 −4 3
Bukti dari teorema tersebut adalah dengan melakukan OBE dan OKE sehingga didapat baris atau kolom
nol. Melalui teorema 1, kita dapatkan bahwa determinannya pasti nol.
7 3 1 −5
Solusi. Determinan matriks A dapat dihitung dengan mudah apabila kita lakukan OKE terlebih dahulu.
Dengan menambahkan -3 kali kolom pertama ke kolom keempat maka didapat determinannya sama.
1 0 0 0
2 7 0 0
det(A) = = −546
0 6 3 0
7 3 1 −26
Kita juga dapat melakukan metode OBE, OKE, dan ekspansi kofaktor untuk mempermudah perhitungan
determinan matriks.
33 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Solusi.
3 5 −2 6
1 2 −1 1
det(A) = kondisi awal
2 4 1 5
3 7 5 3
0 −1 1 3
1 2 −1 1
= OBE penjumlahan baris 1, 3, dan 4 dengan kelipatan baris 2
0 0 3 3
0 1 8 0
−1 1 3
=− 0 3 3 ekspansi kofaktor melalui kolom pertama
1 8 0
−1 1 3
=− 0 3 3 OBE penjumlahan baris 1 ke baris 3
0 9 3
3 3
= −(−1) ekspansi kofaktor melalui kolom pertama
9 3
= −18
3. Periksa kebenaran pernyataan berikut: jika A matriks n × n dan matriks B didapat dengan menjum-
lahkan setiap baris pada matriks A dengan nomor baris tersebut, maka
n(n + 1)
det(B) = det(A)
2
34 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Bukti dari teorema tersebut adalah dengan melakukan OBE kelipatan satu baris sebesar k sebanyak n
kali (karena ada n baris pada matriks).
Bagaimana dengan penjumlahan matriks? Apakah determinan dari penjumlahan matriks dapat dihitung
melalui penjumlahan determinan masing-masing matriks? Teorema berikut menjawab pertanyaan tersebut.
Lemma tersebut dapat diperumum untuk perkalian dua buah matriks persegi.
35 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Bukti teorema 3 dapat terlihat melalui informasi bahwa matriks yang invertibel adalah matriks yang
tidak mempunyai baris nol dan matriks yang mempunyai baris nol determinannya nol.
Selanjutnya kita lihat teorema yang menyatakan determinan dari invers matriks.
Bukti dapat terlihat jelas melalui persamaan AA−1 = I. Ambil determinan kedua ruas sehingga didapat:
1
det(AA−1 ) = det(I) ⇔ det(A) det(A−1 ) = 1 ⇔ det(A−1 ) =
det(A)
Selanjutnya kita lihat metode lain untuk mencari invers matriks. Kita definisikan terlebih dahulu barang
yang akan kita perlukan untuk mencari invers matriks, yaitu adjoint.
disebut matriks kofaktor A. Transpose dari matriks tersebut kita sebut sebagai adjoint matriks A,
dinotasikan adj(A).
Definisi tersebut dapat kita gunakan untuk memperumum metode pencarian invers matriks n × n.
Solusi. Pertama-tama, ktia tentukan terlebih dahulu kofaktor tiap entri. Setelah dibentuk matriks kofak-
tornya, didapat matriks adjoint sebagai berikut (verifikasi):
12 4 12
adj(A) = 6 2 −10
−16 16 16
Selanjutnya, kita cari determinan matriks A. Didapat det(A) = 64 (verifikasi) sehingga invers matriks A
adalah:
12 4 12
1
A−1 = 6 2 −10
64
−16 16 16
di mana Aj menyatakan matriks A yang kolom ke-j nya digantikan oleh vektor
b1
b2
~b =
..
.
bn
Jadi
det(A1 ) −10 det(A2 ) 18 det(A3 ) 38
x1 = = x2 = = x3 = =
det(A) 11 det(A) 11 det(A) 11
Terakhir, kita akan tambahkan pernyataan bernilai ekuivalen yang sudah kita miliki dengan apa yang
sudah kita pelajari di bab ini.
(a) A invertibel.
(f) SPL A~x = ~b mempunyai solusi tunggal untuk setiap matriks ~b berukuran n × 1.
(g) det(A) 6= 0.
38 124
Bab 3
Dalam Fisika kita sudah mempelajari bahwa ada dua jenis besaran, yaitu skalar dan vektor. Besaran skalar
lebih menekankan kepada jawaban "seberapa besar" sedangkan besaran vektor lebih menekankan kepada
jawaban "seberapa besar dan ke arah mana". Besaran vektor memiliki komponen besar dan arah. Dalam
bab ini, kita akan melihat berbagai sifat-sifat vektor serta operasi yang dapat dilakukan dari vektor.
Operasi-operasi dasar yang akan kita lihat adalah kesamaan dan operasi aljabar.
v1 = w 1 , v2 = w2 , ··· , v n = wn
dinotasikan ~v = w.
~
~ = (v1 + w1 , v2 + w2 , · · · , vn + wn )
~v + w
k~v = (kv1 , kv2 , · · · , kvn )
−~v = (−v1 , −v2 , · · · , −vn )
~ − ~v = w
w ~ + (−~v ) = (w1 − v1 , w2 − v2 , · · · , wn − vn )
39 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Sifat-sifat tersebut dapat mempermudah kita dalam perhitungan vektor tanpa harus menjabarkan perhi-
tungan tiap-tiap komponennya. Teorema 1 dapat dengan mudah dibuktikan menggunakan definisi 1 dan
2.
3. Tunjukkan bahwa tidak ada skalar c1 , c2 , dan c3 yang memenuhi kombinasi linier berikut.
40 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
3. Mengalikan vektor dengan suatu skalar akan menyebabkan panjangnya dikalikan dengan nilai mutlak
skalar tersebut.
(a) k~v k ≥ 0
Selanjutnya kita lihat bentuk vektor yang mempunyai panjang sebesar 1 yang disebut vektor satuan.
Guna dari vektor satuan ini adalah hanya untuk menunjukkan arah vektor saja. Cara membentuk dari
vektor satuan kita sebut sebagai normalisasi vektor. Misalkan kita ingin membuat vektor satuan dari ~v ,
sebut vektor satuannya sebagai ~u, maka kita cukup membagi vektor ~v dengan panjangnya.
~v
~u =
k~v k
1
Definisi tersebut didapat melalui teorema 1 poin (c) dengan memilih k = k~v k
.
41 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Terkadang vektor ~v = (a, b, c) di R3 dapat dituliskan sebagai ~v = aî + bĵ + ck̂. Komponen-komponen
î, ĵ, dan k̂ dikenal sebagai vektor standar di R3 . Di bab selanjutnya kita akan melihat bahwa komponen-
komponen tersebut dapat membentuk ruang R3 . Penulisan ~v = aî + bĵ + ck̂ tak lain merupakan kombinasi
linier dari vektor-vektor komponen di R3 . Untuk Rn , kita notasikan vektor-vektor komponennya sebagai
eˆ1 , eˆ2 , · · · , eˆn dengan
1 0 0
0 1 0
eˆ1 = .. eˆ2 = .. ··· eˆn = ..
. . .
0 0 1
3.2.2 Hasil Kali Titik dan Jarak
Dalam subbab ini kita akan melihat cara menghitung jarak dan sudut dari dua buah vektor, serta mempelajari
operasi baru yang disebut hasil kali titik.
Pertama-tama, perhatikan kembali rumus pada saat kita ingin mencari jarak dari dua titik di R2 , sebutlah
titik P (x1 , y1 ) dan Q(x2 , y2 ) maka rumus jaraknya adalah sebagai berikut:
−→ p
d = P Q = (x2 − x1 )2 + (y2 − y1 )2
Definisi 2 Jarak di Rn
Jika U (u1 , u2 , · · · , un ) dan V (v1 , v2 , · · · , vn ) titik di Rn , maka jarak dari kedua titik tersebut adalah
−−→ p
d(U, V ) = U V = k~u − ~v k = (u1 − v1 )2 + (u2 − v2 )2 + · · · + (un − vn )2
Hal kedua yang ingin kita cari tahu adalah mengenai sudut apit kedua vektor. Kita definisikan terlebih
dahulu sebuah operasi penting dalam vektor, yaitu hasil kali titik.
Untuk salah satu vektor dari ~u atau ~v (atau keduanya) adalah vektor nol, maka ~u · ~v = 0.
~u · ~v
cos θ = (3.1)
k~uk k~v k
42 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Selanjutnya, kita akan melihat perhitungan hasil kali titik dari sisi komponen
yang dimiliki dari kedua vektor yang bersangkutan. Perhatikan gambar 3.1.
Misalkan ~u = (u1 , u2 , u3 ) dan ~v = (v1 , v2 , v3 ) vektor tak nol. Dengan menggu-
nakan aturan Cosinus, kita dapatkan:
−→ 2
P Q = k~uk2 + k~v k2 − 2 k~uk k~v k cos θ (3.2)
−→
Karena P Q = ~v − ~u maka persamaan (3.2) dapat ditulis menjadi:
1
k~uk k~v k cos θ = (k~uk2 + k~v k2 − k~v − ~uk2 ) (3.3)
2 Gambar 3.1: Ilustrasi Hasil
atau Kali Titik
1
~u · ~v = (k~uk2 + k~v k2 − k~v − ~uk2 ) (3.4)
2
Kita ketahui bahwa
k~uk2 = u21 + u22 + u23 k~v k2 = v12 + v22 + v32
Maka setelah disederhanakan, persamaan (3.4) akan menjadi
~u · ~v = u1 v1 + u2 v2 + u3 v3 (3.5)
Hal yang sama dapat kita lakukan di Rn .
~u · ~v = u1 v1 + u2 v2 + · · · + un vn
43 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Bukti dari teorema 2 poin (a)-(d) mengacu pada definsi hasil kali titik, sedangkan poin (e)-(i) dapat
dibuktikan dengan menggunakan poin (a)-(d).
Teorema selanjutnya yang akan kita bahas mengacu pada persamaan (3.1).
Perhatikan bahwa −1 ≤ cos θ ≤ 1 sehingga
~u · ~v |~u · ~v |
−1 ≤ ≤1⇔ ≤1
k~uk k~v k k~uk k~v k
Teorema berikut adalah mengenai beberapa bentuk geometri di Rn , yaitu segitiga dan jajargenjang.
2. Misal r~0 = (x0 , y0 ) adalah sebuah vektor di R2 . Tentukan himpunan semua vektor ~r yang memenuhi
k~r − r~0 k ≤ 1.
44 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
3.3 Ortogonalitas
3.3.1 Vektor Ortogonal
Kembali ke persamaan (3.1), kita definsikan sebuah istilah ketika θ = π2 .
Definisi 1 Ortogonal
Dua buah vektor tak nol ~u dan ~v di Rn dikatakan ortogonal (atau tegak lurus) jika ~u · ~v = 0. Vektor nol
akan tegak lurus dengan semua vektor di Rn .
ax + by + c = 0
45 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
ax + by + cz + d = 0
bentuk ~u = w~1 + w~2 , di mana w~1 adalah kelipatan skalar dari ~a dan w~2 ortogonal dengan ~a.
Bukti. Karena vektor w~1 kelipatan skalar dari ~a maka dapat kita tuliskan
w~1 = k~a (3.9)
Karena w~2 ortogonal dengan ~a maka hasil kali titiknya akan bernilai nol. sehingga k memenuhi persamaan
berikut
~u · ~a
k= (3.12)
k~ak2
Sebagai nilai k yang tunggal.
Nama lain dari vektor w~1 dan w~2 berturut-turut adalah proyeksi ortogonal terhadap ~a (dinotasikan
proj~a~u) dan vektor komponen ~u yang otrogonal dengan ~a (dinotasikan ~u − proj~a~u) yang memenuhi
~u · ~a ~u · ~a
proj~a~u = ~a ~u − proj~a~u = ~u − ~a
k~ak2 k~ak2
46 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Contoh Soal 2. Tentukan proyeksi vektor ~u = (2, −1, 3) terhadap ~a = (4, −1, 2).
Solusi.
|ax0 + by0 + c|
D= √
a2 + b 2
Bukti. Bukti akan diberikan untuk teorema poin (b). Diberikan bidang dengan persamaan ax + by +
cz +d = 0 sehingga ~n = (a, b, c). Misalkan Q(x1 , y1 , z1 ) sebuah titik pada bidang tersebut. Jarak dari bidang
~ 0 terhadap ~n (verifikasi).
ke titik P0 (x0 , y0 , z0 ) tak lain adalah panjang dari proyeksi ortogonal vektor QP
−−→
−−→ |QP0 · ~n|
D = proj~n QP0 = (3.13)
k~nk
Dengan
−−→
QP0 = (x0 − x1 , y0 − y1 , z0 − z1 )
−−→
QP0 · ~n = a(x0 − x1 ) + b(y0 − y1 ) + c(z0 − z1 )
√
k~nk = a2 + b2 + c2
dan x1 , y1 , dan z1 memenuhi persamaan
maka
−−→
QP0 · ~n = ax0 + by0 + cz0 − d
47 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
~u × ~v = (u2 v3 − u3 v2 , u3 v1 − u1 v3 , u1 v2 − u2 v1 )
48 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Perhatikan bahwa hasil dari perkalian silang berupa vektor. Vektor tersebut akan tegak lurus dengan
kedua vektor lainnya. Sebagai contoh ~u × ~v akan tegak lurus dengan ~u dan ~v .
Contoh Soal 1. Tentukan ~u × ~v di mana ~u = (1, 2, −2) dan ~v = (3, 0, 1).
Solusi.
î ĵ k̂
~u × ~v = 1 2 −2 = (2, −7, −6)
3 0 1
Beberapa sifat terkait hasil kali silang adalah sebagai berikut:
• ~u · (~u × ~v ) = 0
• ~v · (~u × ~v ) = 0
• ~u × (~v × w)
~ = (~u · w)
~ × ~v − (~u · ~v ) × w
~
• (~u × ~v ) × w
~ = (~u · w)
~ × ~v − (~v · w)
~ × ~u
• ~u × ~v = −(~v × ~u)
• ~u × (~v + w)
~ = (~u × ~v ) + (~u × w)
~
• (~u + ~v ) × w
~ = (~u × w)
~ + (~v × w)
~
• ~u × ~0 = ~0 × ~u = ~0
• ~u × ~u = ~0
Semua bukti dari kedua teorema tersebut didasarkan pada definisi hasil kali silang.
Selanjutnya kita akan bentuk persamaan lain dari hasil kali silang. Perhatikan kembali identitas Lagrange:
k~u × ~v k2 = k~uk2 k~v k2 − (~u · ~v )2
Dengan menggunakan definisi hasil kali titik, perhatikan bahwa:
k~u × ~v k2 = k~uk2 k~v k2 − k~uk2 k~v k2 cos2 θ
= k~uk2 k~v k2 (1 − cos2 θ)
= k~uk2 k~v k2 sin2 θ
Karena untuk 0 ≤ θ ≤ π kita dapatkan sin θ ≥ 0, maka kita dapat tuliskan:
k~u × ~v k = k~uk k~v k sin θ
49 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Contoh Soal 2. Tentukan luas segitiga yang terbentuk dari titik P1(2, 2, 0), P2 (−1, 0, 2), dan
P3 (0, 4, 3).
Solusi. Pada gambar 3.5 terlihat bahwa luas segitiga akan selalu setengah dari luas jajargenjang yang
−−→
terbentuk. Pertama-tama kita tentukan vektor-vektornya terlebih dahulu. Didapat P1 P2 = (−3, −2, 2) dan
−−→
P1 P3 = (−2, 2, 3). Sehingga didapat:
−−→ −−→
P1 P2 × P1 P3 = (−10, 5, −10)
2. Hitung luas segitiga dengan titik sudutnya A(1, 0, 1), B(0, 2, 3), dan C(2, 1, 0). Lalu gunakan hasil
tersebut untuk menghitung jarak titik C ke sisi AB.
50 124
Bab 4
Sebelumnya, kita mengenal vektor sebagai segmen suatu garis yang selanjutnya kita perumum dalam
sistem koordinat persegi panjang sebagai pasangan 2 atau 3 bilangan real. Hal ini bisa terus diperumum
sebagai pasangan n buah bilangan real yang meskipun diluar kemampuan imajinasi kita. Pada bab kali
ini, kita lagi-lagi akan memperumum konsep vektor dengan memanfaatkan beberapa aksioma, sehingga
himpunan suatu objek dapat kita katakan sebagai vektor juga.
2. ~u + ~v = ~v + ~u
3. ~u + (~v + w)
~ = (~u + ~v ) + w
~
6. Jika k suatu skalar dan vektor ~u anggota V , maka k~u anggota V (tertutup terhadap operasi
perkalian dengan skalar).
9. k(m~u) = (km)~u
10. 1~u = ~u
51 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Contoh Soal 1. Misalkan V = Rn dan definisikan operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar
yang biasa kita kenal. Tunjukkan bahwa V merupakan ruang vektor.
Solusi. Ambil sebarang ~u, ~v anggota V , kenakan operasi sehingga diperoleh:
Karena dalam himpunan bilangan real yang dilengkapi operasi penjumlahan dan perkalian berlaku a + b =
b + a, maka
(u1 + v1 , u2 + v2 , · · · , un + vn ) = (v1 + u1 , v2 + u2 , · · · , vn + un )
= (v1 , v2 , · · · , vn ) + (u1 , u2 , · · · , un )
= ~v + ~u
Jadi V memenuhi aksioma 2, sisanya dapat diuji kebenarannya dengan cara yang serupa. kita simpulkan V
adalah ruang vektor.
Ada tak hingga banyak ruang vektor yang dapat dibentuk dan ada juga yang bukan. Dapat diuji
bahwa himpunan V = {0} juga merupakan ruang vektor, yang biasa kita sebut dengan ruang vektor nol,
himpunan matriks berukuran m × n dengan operasi yang biasa didefinisikan pada matriks, fungsi bernilai
real, dan masih banyak lagi.
Membuktikan suatu himpunan bukan merupakan ruang vektor lebih mudah, karena kita cukup mencari
setidaknya satu buah aksioma yang tidak atau gagal dipenuhi, berikut ini diberikan contohnya.
Contoh Soal 2. Misalkan V = R2 dan definisikan operasi penjumlahan dan perkalian dengan
skalar, sebagai berikut: Jika ~u = (u1 , u2 ) dan ~v = (v1 , v2 ), maka definisikan
~u + ~v = (u1 + v1 , u2 + v2 )
1~u = (1 · u1 , 0) = (u1 , 0) 6= ~u
Teorema 1
Misalkan V suatu ruang vektor dan ~u vektor dalam V serta k suatu skalar, maka:
1. 0~u = ~0
2. k~0 = ~0
3. (−1)~u = −~u
52 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
= 0~u
Gunakan aksioma 5 sehingga diperoleh:
k(u1 , u2 ) = (k 2 u1 , k 2 u2 )
3. Didefinisikan V ruang vektor yang berisi pasangan terurut bilangan real dalam bentuk (x, y) dengan
x ≥ 0 dan dilengkapi dengan operasi standar dalam R2 . Apakah V suatu ruang vektor? Jelaskan
jawaban Anda.
4.2 Subruang
4.2.1 Definisi Subruang
Ketika kita membentuk suatu ruang vektor, hal sederhana yang mungkin terpikir oleh kita adalah apakah
jika kita ambil subhimpunan dari ruang vektor tersebut, subhimpunan tersebut juga ruang vektor? akan
kita lihat bahwa tidak semua subhimpunan merupakan ruang vektor juga. Mari kita lihat terlebih dahulu
definisi berikut:
Definisi 1 Subruang
Suatu subhimpunan W dari ruang vektor V disebut subruang dari V jika W merupakan ruang vektor
dibawah operasi yang sama dengan V .
53 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Perhatikan bahwa jika W adalah himpunan kosong, maka W tidak mengandung vektor nol, jadi tanpa
mengurangi keumuman kita hanya meninjau subhimpunan tak kosong.
Tentu akan sulit menguji subhimpunan yang mana saja yang merupakan ruang vektor, karena ada 10
aksioma yang perlu kita uji kebenarannya. Disini kita bisa melihat bahwa ada beberapa aksioma yang
tak perlu kita uji, karena sebagai subhimpunan, W membawa beberapa sifat dari V . sebagai contoh, sifat
~u + ~v = ~v + ~u pada W tidak perlu diuji karena sifat tersebut berlaku untuk setiap anggota V . Teorema
berikut menjawab apa saja syarat yang perlu kita uji:
Teorema 1
Misalkan V ruang vektor dan W subhimpunan tak kosong dari V , W merupakan subruang dari V jika
dan hanya jika pernyataan berikut dipenuhi:
Bukti. (⇒) Jika W subruang dari V , maka setiap aksioma ruang vektor dipenuhi oleh W , termasuk
poin 1 dan 2.
(⇐) Misalkan poin 1 dan 2 dipenuhi. Perhatikan bahwa aksioma 2, 3, 7, 8, 9, dan 10 pasti dipenuhi oleh W ,
karena W merupakan subhimpunan dari V . Akan dibuktikan aksioma 4 dan 5 dipenuhi. Misalkan ~u anggota
W , maka menurut poin 2, kita cukup memilih k = 0 dan k = −1 sehingga 0~u = ~0 dan (−1)~u = −~u ada
dalam W . Jadi, aksioma 4 dan 5 dipenuhi.
Cara membuktikan suatu himpunan merupakan subruang atau bukan serupa dengan membuktikan suatu
himpunan adalah ruang vektor atau bukan, tetapi jangan lupa membuktikan himpunan tersebut adalah
subhimpunan dari ruang vektor dan tak kosong. Dapat diuji bahwa berikut ini beberapa contoh subruang:
himpunan W = {0} subhimpunan dari ruang vektor V , maka W merupakan subruang dibawah operasi
yang sama dengan V , garis yang melewati titik asal merupakan subruang dari R2 atau R3 , dan masih
banyak lagi.
Teorema 2
Jika W1 , W2 , · · · , Wr merupakan subruang dari ruang vektor V , maka irisan dari subruang tersebut
merupakan subruang dari V juga.
Bukti. Misalkan W merupakan irisan dari subruang W1, W2, · · · , Wr . Pertama, irisannya tak kosong
karena setidaknya ada vektor nol. Kedua, irisannya jelas merupakan subhimpunan dari V . Selanjutnya,
ambil sebarang vektor ~u dan ~v pada W , maka ~u dan ~v juga ada pada subruang Wi , i = 1, 2, · · · , r karena W
merupakan irisannya. Akibatnya, vektor ~u + ~v juga ada pada setiap subruang sehingga ~u + ~v ada pada W .
Jadi, W tertutup terhadap operasi penjumlahan. Kasus W tertutup terhadap operasi perkalian serupa.
Berikutnya kita akan membahas cara membuat subruang terkecil dari ruang vektor V yang memuat
vektor yang kita inginkan. tetapi sebelumnya akan kita berikan definisi kombinasi linier yang lebih umum:
54 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Teorema 3
Jika S = {w ~ 2, · · · , w
~ 1, w ~ r } adalah subhimpunan tak kosong dari ruang vektor V , maka:
1. himpunan seluruh kemungkinan kombinasi linier dari S, sebutlah W , merupakan subruang dari
V.
2. himpunan W di atas merupakan subruang terkecil dari V yang memuat seluruh vektor di S.
Bukti. Misalkan W merupakan himpunan semua kemungkinan kombinasi linier dari vektor-vektor di
S, akan dibuktikan S tertutup terhadap operasi penjumlahan dan perkalian skalar yang biasa kita kenal.
Misalkan
~u = c1 w ~ 2 + · · · + cr w
~ 1 + c2 w ~ r dan ~v = k1 w ~ 2 + · · · + kr w
~ 1 + k2 w ~r
dua vektor dalam S, jumlahkan kedua vektor sehingga
~u + ~v = (c1 + k1 )w ~ 2 + · · · + (cr + kr )w
~ 1 + (c2 + k2 )w ~r
yang juga masih merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor dalam S. Jadi, W tertutup terhadap operasi
penjumlahan. Dengan cara serupa kita bisa buktikan W tertutup terhadap operasi perkalian dengan skalar.
Kita simpulkan bahwa W subruang dari V .
Untuk membuktikan bahwa W adalah himpunan terkecil, misalkan W 0 subruang lain dari V yang
memuat vektor-vektor dalam S. Karena W 0 tertutup terhadap operasi penjumlahan dan perkalian dengan
skalar, maka W 0 mengandung seluruh kombinasi linier dari vektor-vektor dalam S, sehingga W 0 memuat
W.
Sekarang mari kita berikan notasi yang cukup penting terkait teorema di atas:
Vektor-vektor ini membangun Rn karena untuk setiap vektor ~u = (u1 , u2 , · · · , un ) anggota Rn , ~u dapat
ditulis menjadi
~u = u1 ê1 + u2 ê2 + · · · + un ên
yang adalah kombinasi linier dari ê1 , ê2 , · · · , ên . Untuk kasus di R3 , maka
Contoh lain yang tak kalah menarik adalah mengenai polinomial. Kita tahu bahwa himpunan yang berisi
polinom yang disertai dengan operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar merupakan ruang vektor
(Pn ). Perhatikan bahwa himpunan P = {1, x, x2 , · · · , xn } juga membanngun Pn .
Sekarang kita mulai membahas 2 masalah penting mengenai kombinasi linier dan span, yaitu menentukan
apakah suatu vektor merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor di Rn dalam suatu himpunan dan
menentukan apakah vektor-vektor di Rn dalam suatu himpunan membangun Rn .
Contoh Soal 1. Misalkan ~u = (1, 2, −1) dan ~v = (6, 4, 2) vektor di R3. Tunjukkan bahwa w~ =
~ 0 = (4, −1, 8) bukan kombinasi linier dari vektor ~u dan ~v .
(9, 2, 7) adalah kombinasi linier dan w
Solusi. Untuk membuktikan suatu vektor merupakan kombinasi linier atau bukan, definisikan k1 dan k2
sebagai koefisien dari kombinasi linier sehingga
ingat kembali bahwa pada poin (e) dan (g) pada teorema 7 di subbab 2.3 dikatakan bahwa SPL A~x = ~b
konsisten jika det(A) 6= 0. Perhatikan bahwa matriks koefisien dari persamaan (1) adalah
1 1 2
1 0 1
2 1 3
yang memiliki determinan 0. Jadi solusi tak konsisten dan tak ada k1 , k2 , dan k3 yang memenuhi. Kita
simpulkan bahwa vektor ~v1 , ~v2 , dan ~v3 tidak membangun R3 .
Teorema 4
Himpunan solusi dari SPL homogen A~x = ~0 dengan n variabel membentuk subruang dari Rn .
Bukti. Misalkan W merupakan himpunan solusi dari sistem di atas. Jelas W tak kosong karena ada
setidaknya vektor nol yang memenuhi SPL dan juga W merupakan subhimpunan dari Rn . Sekarang akan
dibuktikan W tertutup terhadap operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar. Ambil sebarang ~x1 dan
~x2 dalam W . Karena vektor tersebut merupakan solusi dari SPL, maka kedua vektor memenuhi A~x1 = ~0
dan A~x2 = ~0.
Perhatikan bahwa
A(~x1 + ~x2 ) = A~x1 + A~x2 = ~0 + ~0 = ~0
56 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
dan
A(kx1 ) = k(Ax1 ) = k~0 = ~0
menurut sifat aljabar dari matriks. Jadi W tertutup terhadap operasi penjumlahan dan perkalian dengan
skalar. Kita simpulkan W adalah subruang (Kita sebut sebagai ruang solusi).
Contoh Soal 3. Misalkan terdapat SPL homogen
1 −2 3 x 0
2 −4 6 y = 0
3 −6 9 z 0
Teorema 5
Jika S = {v1 , v2 , · · · , vr } dan S 0 = {w1 , w2 , · · · , wr } adalah himpunan tak kosong vektor dalam ruang
vektor V , maka
span{v1 , v2 , · · · , vr } = span{w1 , w2 , · · · , wr }
jika dan hanya jika setiap vektor dalam S adalah kombinasi linier dari vektor dalam S 0 , dan begitu pula
sebaliknya.
Bukti. (⇒) Misalkan span{v1, v2, · · · , vr } = span{w1, w2, · · · , wr } dipenuhi, ini berarti
span{v1 , v2 , · · · , vr } ⊆ span{w1 , w2 , · · · , wr } (4.1)
dan
sehingga menurut (4.1), setiap vektor ~u anggota span{v1 , v2 , · · · , vr } dapat ditulis sebagai kombinasi linier
dari S 0 . Dengan kata lain, vektor dalam S dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor dalam S 0 , begitu
pula menurut (4.2), vektor dalam S 0 dapat ditulis menjadi kombinasi linier vektor-vektor dalam S.
(⇐)Misalkan benar bahwa setiap vektor dalam S dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor
dalam S 0 , begitu pula sebaliknya. ini berarti
Misalkan ~u suatu vektor yang dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor dalam S, maka
Berarti
span{v1 , v2 , · · · , vr } ⊆ span{w1 , w2 , · · · , wr }
Dengan cara serupa dapat dibuktikan bahwa
span{w1 , w2 , · · · , wr } ⊆ span{v1 , v2 , · · · , vr }
2. Tentukan kombinasi linier dari −9 − 7x − 15x2 dari p~1 = 2 + x + 4x2 , p~2 = 1 − x + 3x2 , dan
p~3 = 3 + 2x + 5x2 .
Tentukan solusi bagi SPL tersebut. Jelaskan pula interpretasi geometri dari ruang solusi yang
terbentuk.
k1 = 0, k2 = 0, · · · , kr = 0
Kita sebut solusi ini solusi trivial. Jika solusi trivial merupakan satu-satunya solusi, maka kita sebut S
sebagai himpunan yang bebas linier. Jika terdapat solusi lain, maka kita sebut S sebagai himpunan
yang bergantung linier.
Sebagai contoh, misalkan î = (1, 0, 0), ĵ = (0, 1, 0), dan k̂ = (0, 0, 1) vektor unit dari ruang vektor R3 .
Untuk membuktikan kebebasan linier dari ketiga vektor unit, kita perlu melihat nilai dari k1 , k2 , dan k3
dalam persamaan
k1 î + k2 ĵ + k3 k̂ = ~0
Dengan menggunakan aksioma ruang vektor, kita peroleh
(k1 , k2 , k3 ) = (0, 0, 0)
58 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
dan k1 = k2 = k3 = 0 merupakan solusi tunggal dari persamaan. Jadi, ketiga vektor unit tersebut saling
bebas linier.
Contoh Soal 1. Tentukan apakah vektor
~v1 = (1, −2, 3) ~v2 = (5, 6, −1) ~v3 = (3, 2, 1)
saling bebas linier atau tidak di R3 .
Solusi. Tinjau persamaan:
k1~v1 + k2~v2 + k3~v3 = ~0
dengan k1 , k2 , k3 skalar. Dengan menggunakan aksioma ruang vektor, kita peroleh:
(k1 , −2k1 , 3k1 ) + (5k2 , 6k2 , −k2 ) + (3k3 , 2k3 , k3 ) = (0, 0, 0)
⇔ (k1 + 5k2 + 3k3 , −2k1 + 6k2 + 2k3 , 3k1 − k2 + k3 ) = (0, 0, 0)
sistem persamaan linier dari menyamakan setiap komponen adalah:
k1 + 5k2 + 3k3 = 0
−2k1 + 6k2 + 2k3 = 0
3k1 − k2 + k3 = 0
dapat diuji bahwa solusi yang diperoleh adalah k1 = − 12 t, k2 = − 12 t, dan k3 = t. Jadi, solusi trivial bukan
solusi satu-satunya sehingga ketiga vektor saling bergantung linier.
Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan membentuk suatu matriks yang memuat vektor kolom
~v1 , ~v2 , ~v3 , yaitu:
1 5 3
−2 6 2
3 −1 1
Dapat dilihat dari poin (b) dan (g) dari teorema 7 di 2.3, karena matriks di atas memiliki determinan 0,
maka sistem persamaan yang tadi telah diperoleh memiliki solusi nontrivial, sehingga ketiga vektor saling
bergantung linier.
2 n
Dapat diuji juga bahwa {1, x, x , · · · , x } merupakan himpunan yang bebas linier dalam ruang vektor
Pn .
Contoh Soal 2. Tentukan apakah polinomial
p~1 = 1 − x, p~2 = 5 + 3x + −2x2 , p~3 = 1 + 3x − x2
saling bebas linier atau tidak dalam P2 .
Solusi. Seperti biasa kita akan meninjau persamaan
k1 p~1 + k2 p~2 + k3 p~3 = ~0
Gunakan aksioma pada ruang vektor sehingga akan diperoleh
(k1 + 5k2 + k3 ) + (−k1 + 3k2 + 3k3 )x + (−2k2 − k3 )x2 = 0 + 0x + 0x2
dengan menyamakan setiap komponen, diperoleh sistem persamaan
k1 + 5k2 + k3 = 0
−k1 + 3k2 + 3k3 = 0
− 2k2 − k3 = 0
dapat diuji bahwa sistem persamaan diatas memiliki solusi nontrivial, sehingga ketiga polinomial saling
bergantung linier.
Sekarang akan diberikan teorema mengenai hubungan antar vektor terkait sifat bebas linier atau bergan-
tung linier:
59 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Teorema 1
Suatu himpunan S dengan setidaknya dua anggota merupakan:
(a) bergantung linier jika dan hanya jika setidaknya satu buah vektor di S dapat ditulis sebagai
kombinasi linier vektor lainnya di S.
(b) bebas linier jika dan hanya jika tidak ada vektor di S yang dapat ditulis sebagai kombinasi linier
dari vektor lainnya di S.
Jadi ~v1 dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor lain di S. Secara umum, misalkan ki tak nol,
i = 1, 2, · · · , r, akan diperoleh ~vi dapat ditulis sebagai kombinasi linier vektor lainnya di S.
(⇐) Misalkan setidaknya satu vektor di S dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor lainnya di S.
Tanpa mengurangi keumuman, misalkan vektor tersebut ~v1 , sehingga
yaitu dengan memilih k1 = 1, k2 = −c2 , k3 = −c3 , · · · , kr = −cr yang tak secara bersamaan bernilai nol.
dapat diuji juga ini berlaku untuk setiap vektor lain di S, jadi S bergantung linier.
Dengan mudah kita bisa melihat bahwa pada contoh soal 1, ~v2 = −~v1 + 2~v3 . Jadi vektor-vektor tersebut
saling bergantung linier.
Sekarang akan diberikan teorema yang menjelaskan ciri-ciri penting untuk mempermudah kita mengenali
sifat kebebasan linier dari suatu himpunan:
Teorema 2
(a) Setiap himpunan terbatas yang mengandung ~0 pasti bergantung linier.
(b) Himpunan yang memiliki anggota tepat satu buah vektor bersifat bebas linier jika dan hanya jika
vektor bukan nol.
(c) Himpunan yang memiliki anggota tepat dua buah vektor bersifat bebas linier jika dan hanya jika
vektor yang satu bukan kelipatan vektor lainnya.
60 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Bukti. Untuk poin (a), misalkan S = ~v1 , ~v2 , · · · , ~vr , ~0 himpunan yang berisi vektor. Himpunan ini
bergantung linier karena
0~v1 + 0~v2 + · · · + 1(~0) = ~0
sehingga ~0 dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor di S dengan koefisien yang tak nol secara
bersama-sama.
Poin (b) merupakan kasus khusus dari (a) dan poin (c) merupakan kasus khusus dari sifat bergantung
linier.
Teorema 3
Misalkan S = {~v1 , ~v2 , · · · , ~vr } himpunan vektor di Rn . Jika r > n, maka S bergantung linier.
Bukti. Misalkan
~v1 = (v11 , v12 , · · · , v1n )
~v2 = (v21 , v22 , · · · , v2n )
..
.
~vr = (vr1 , vr2 , · · · , vrn )
dan perhatikan persamaan
k1~v1 + k2~v2 + · · · + kr~vr = ~0
Dengan mengubah persamaan di atas menjadi komponennya, lalu menyamakan setiap komponen di ruas
kiri dan kanan, maka diperoleh sistem
v11 k1 + v12 k2 + · · · + vr1 kr = 0
61 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
3. Misalkan X = {(1, x1 , 1, 2), (1, x2 , 1, 1), (−2, x3 , −2, 0)} ⊆ R4 . Tentukan suatu syarat bagi
x1 , x2 , x3 ∈ R sehingga X bebas linier.
Definisi 1 Basis
Jika V suatu ruang vektor dan S = {~v1 , ~v2 , · · · , ~vr } adalah himpunan berhingga vektor di V , maka S
dikatakan basis bagi V jika 2 kondisi berikut dipenuhi:
1. S bebas linier.
2. S membangun (span) V .
Jika kita memandang basis dalam menjelaskan sistem koordinat, maka poin 1 menjamin bahwa vektor-
vektor dalam basis tidak terkait satu dengan yang lain dan poin 2 menjamin ada sejumlah vektor dalam
basis yang cukup untuk membentuk seluruh vektor di V .
Sebagai contoh, sebelumnya telah kita bahas bahwa vektor satuan di Rn
membangun vektor di Rn dan juga saling bebas linier. Oleh sebab itu vektor-vektor tersebut membentuk
basis (biasa kita sebut basis standar) bagi Rn .
Begitu pula, himpunan {1, x, x2 , · · · , xn } merupakan basis bagi Pn .
Contoh Soal 1. Tunjukkan bahwa vektor ~v1 = (1, 2, 1), ~v2 = (2, 9, 0), dan ~v3 = (3, 3, 4) membentuk
basis bagi R3 .
62 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Solusi. Kita perlu membuktikan bahwa ketiga vektor itu saling bebas linier dan membangun R3 .
Perhatikan bahwa kita harus membuktikan persamaan
k1~v1 + k2~v2 + k3~v3 = ~0
hanya memiliki solusi trivial dan untuk setiap vektor ~b yang kita ambil di R3 , kita harus buktikan ~b dapat
ditulis menjadi
k1~v1 + k2~v2 + k3~v3 = ~b = (b1 , b2 , b3 )
Jadi kita memperoleh dua buah sistem persamaan linier:
k1 + 2k2 + 3k3 = 0
k1 + 2k2 + 3k3 = b1
2k1 + 9k2 + 3k3 = 0 dan 2k1 + 9k2 + 3k3 = b2
k1 + 4k3 = 0 k1 + 4k3 = b3
Karena matriks koefisien yang berkorespondensi dengan kedua SPL sama, yaitu
1 2 3
2 9 3
1 0 4
dan determinan matriks tersebut tak nol, maka menurut teorema 7 poin (b), (e), dan (g), ketiga vektor
tersebut membentuk basis bagi R3 .
Contoh Soal 2. Tunjukkan bahwa matriks
1 0 0 1 0 0 0 0
M1 = , M2 = , M3 = , M4 =
0 0 0 0 1 0 0 1
membentuk basis bagi ruang vektor matriks berukuran 2 × 2, M22 .
Solusi. Untuk membuktikan kebebasan liniernya, perlu dibuktikan persamaan
c1 M1 + c2 M2 + c3 M3 + c4 M4 = ~0
hanya memiliki solusi trivial, dengan ~0 adalah matriks nol berukuran 2×2. Selanjutnya, untuk membuktikan
bahwa matriks-matriks tersebut membangun M22 , perlu ditunjukkan untuk setiap matriks 2 × 2.
a b
B=
c d
dapat ditulis menjadi
c1 M1 + c2 M2 + c3 M3 + c4 M4 = B
Akibatnya, kita peroleh 2 persamaan
1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
c1 + c2 + c3 + c4 =
0 0 0 0 1 0 0 1 0 0
dan
1 0 0 1 0 0 0 0 a b
c1 + c2 + c3 + c4 =
0 0 0 0 1 0 0 1 c d
sehingga diperoleh
c1 c2 0 0 c1 c2 a b
= dan =
c3 c4 0 0 c3 c4 c d
Jelas persamaan 1 dan 2 hanya dipenuhi oleh c1 = c2 = c3 = c4 = 0 dan c1 = a, c2 = b, c3 = c, c4 = d,
sehingga matriks-matriks tersebut saling bebas linier dan membangun M22 . Jadi, matriks-matriks tersebut
membentuk basis (biasa kita sebut basis standar) bagi M22 . Hal ini bisa perumum untuk Mmn .
Tidak semua ruang vektor memiliki basis, seperti halnya ruang vektor nol yang merupakan himpunan
yang bergantung linier, sehingga tidak punya basis. Contoh ruang vektor tak nol yang tidak memiliki basis
adalah P∞ , karena tidak memiliki himpunan berhingga vektor yang cukup untuk membangun P∞ .
63 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Teorema 1
Jika S = {~v1 , ~v2 , · · · , ~vn } adalah basis bagi ruang vektor V , maka setiap vektor ~v dalam V dapat ditulis
sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor di S secara tunggal.
Bukti. Karena S basis bagi V , maka S membangun V . Jadi jelas, untuk setiap vektor dalam V , vektor
tersebut dapat ditulis sebagai kombinasi linier vektor-vektor di S. Untuk membuktikan bahwa bentuk ini
tunggal, andaikan vektor ~v anggota V dapat ditulis dengan 2 bentuk kombinasi linier
dan
~v = k1~v1 + k2~v2 + · · · + kn~vn
Kurangkan kedua persamaan ini sehingga diperoleh
~0 = (c1 − k1 )~v1 + (c2 − k2 )~v2 + · · · + (cn − kn )~vn
karena S adalah basis bagi V , maka S bebas linier. Jadi persamaan di atas hanya dipenuhi oleh
c1 − k1 = 0, c2 − k2 = 0, ··· , c n − kn = 0
atau dengan kata lain, ci = ki , i = 1, 2, · · · , n yang adalah kontradiksi dengan pengandaian awal bahwa
~v dapat ditulis dengan dua bentuk kombinasi linier yang berbeda. Jadi, ~v dapat ditulis sebagai kombinasi
linier dari vektor-vektor di S secara tunggal.
Berikut ini definisi yang mengaitkan basis dengan sistem koordinat:
Definisi 2 Koordinat
Jika S = {~v1 , ~v2 , · · · , ~vn } basis bagi ruang vektor V dan
adalah kombinasi linier vektor ~v terhadap basis S, maka koefisien dari kombinasi di atas kita sebut seba-
gai koordinat dari ~v relatif terhadap basis S. vektor (c1 , c2 , · · · , cn ) anggota Rn yang berkorespondensi
dengan koordinat tersebut dinamakan vektor koordinat dari ~v relatif terhadap S dan kita tulis sebagai
(~v )S = (c1 , c2 , · · · , cn )
Vektor koordinat di atas dapat ditulis juga menjadi matriks koordinat yaitu
c1
c2
[~v ]S = ..
.
cn
Kita tahu bahwa dua himpunan dengan anggota yang sama tetap dikatakan sama meskipun berbeda
urutan. Tetapi jika kita perhatikan, mengubah urutan vektor dalam basis S akan merubah vektor koordinat
64 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
yang diperoleh. Jadi, untuk menghindari kebingungan, himpunan S kita sepakati harus terurut (kita sebut
S basis terurut).
Perhatikan bahwa (~v )S vektor di Rn , sehingga jika diberikan S basis bagi ruang vektor V , Teorema 1
menjamin bahwa ada korespondensi satu-satu antara vektor di V dengan vektor di Rn .
Sebagai contoh, misalkan V = Rn dan S merupakan basis standar bagi V . Akibatnya, (~v )S = ~v , karena
dengan mudah kita bisa lihat bahwa untuk setiap vektor ~u = (u1 , u2 , · · · , un ) di Rn , berlaku
p~(x) = c0 · 1 + c1 · x + c2 · x2 + · · · + cn · xn
Tentukan vektor koordinat dari ~v = (5, −1, 9) relatif terhadap basis S = ~v1 , ~v2 , ~v3 .
Solusi. Akan dicari nilai c1 , c2 , c3 yang memenuhi
4.5 Dimensi
4.5.1 Banyaknya Vektor Dalam Basis
Sebelumnya telah kita lihat bahwa terdapat n buah vektor dalam basis bagi Rn , 3 buah vektor dalam
basis bagi R3 , 2 buah vektor dalam basis bagi R2 , dan R3 . Muncul suatu kecurigaan bagi kita bahwa ada
hubungan antara jumlah vektor dalam basis dengan dimensi dari ruang vektor, yang sekarang akan kita
bahas lebih dalam.
Sebelum memulai, penting untuk mengetahui definisi berikut:
Teorema 1
Misalkan V ruang vektor berdimensi terbatas dengan basis {~v1 , ~v2 , · · · , ~vn }.
1. Jika suatu himpunan dengan anggota lebih dari n buah vektor di V , maka himpunan tersebut
bergantung linier.
2. Jika suatu himpunan dengan anggota lebih sedikit dari n buah vektor di V , maka himpunan
tersebut tidak membangun V .
Bukti. (1) Misalkan S 0 = {~u1, ~u2, · · · , ~um} himpunan m buah vektor di V , dengan m > n. Karena S
basis, maka vektor ~ui , i = 1, 2, · · · , m dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor di S, yaitu
Perhatikan bahwa SPL ini memiliki m variabel dan n persamaan, sehingga akibat 1 di 1.2 menjamin ada
solusi nontrivial bagi k1 , k2 , · · · , km . Akibatnya, persamaan
dipenuhi oleh koefisien yang tidak semuanya nol. Kita simpulkan bahwa S 0 bergantung linier.
66 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
(2) Pembuktian dapat dilakukan dengan menggunakan kontradiksi bahwa suatu himpunan tak nol S 0
yang memuat m buah vektor di V , dengan m < n membangun V . Pembuktian selanjutnya serupa dengan
poin 1.
Akibat 1
Setiap basis bagi suatu ruang vektor berdimensi terbatas memiliki jumlah vektor yang sama.
Definisi 2 Dimensi
Dimensi dari suatu ruang vektor berdimensi terbatas V (dinotasikan dim(V )) didefinisikan sebagai
jumlah vektor dalam basis bagi V . Ruang vektor nol kita definisikan memiliki dimensi dim(V ) = 0.
Dapat dibuktikan bahwa setiap ruang vektor berdimensi terbatas, memiliki basis.
Sebagai contoh sederhana, kita bisa lihat dari contoh-contoh sebelumnya bahwa
dim(Rn ) = n
dim(Pn ) = n + 1
dim(Mmn ) = mn
Perhatikan bahwa jika S = {~v1 , ~v2 , · · · , ~vr } subhimpunan bebas linier dari suatu ruang vektor V , maka
S pasti basis bagi span(S), sehingga dim(span(S)) = r.
Contoh Soal 1. Tentukan basis dan dimensi dari ruang solusi SPL homogen:
2x1 + 2x2 − x3 +x5 =0
−x − x + 2x − 3x
1 2 3 4 +x5 =0
x1 + x2 − 2x3 −x5 =0
x3 + x4 +x5 =0
Solusi. Dapat diuji bahwa solusi dari SPL homogen pada soal adalah
x1 = s − t x2 = s x3 = −t x4 = 0 x5 = t
Akibatnya, vektor v1 = (1, 1, 0, 0, 0) dan v2 = (−1, 0, −1, 0, 1) membangun ruang solusi serta salah satu
vektor bukan merupakan kelipatan vektor satunya, sehingga vektor-vektor tersebut saling bebas linier. Jadi,
kedua vektor membentuk basis bagi ruang solusi dan berdimensi 2.
Sekarang kita akan membahas beberapa teorema dasar yang membantu kita:
Teorema 2
Misalkan S himpunan tak kosong dari vektor-vektor di ruang vektor V ,
1. Jika S himpunan yang bebas linier, dan jika ~u adalah vektor di V yang diluar span(S), maka
himpunan S ∪ {~u} juga bersifat bebas linier.
67 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
2. Jika ~v vektor di S yang dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor lain di S, maka himpunan
S − {~v } membangun ruang yang sama dengan S, atau dengan kata lain
Bukti. (1) Misalkan S = {v1, v2, · · · , vr } himpunan bebas linier di V , dan ~u adalah vektor di V
diluar
0
span(S). Untuk membuktikan himpunan S = S ∪ {~u} bebas linier, kita harus tunjukkan bahwa persamaan
hanya dipenuhi oleh k1 = k2 = · · · = kr+1 = 0. Tetapi jelas kr+1 harus bernilai nol, karena jika tidak, maka
~u dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor di S. Jadi, S 0 bebas linier.
Berikut ini diberikan teorema yang mempermudah kita membuktikan suatu basis bagi ruang vektor
berdimensi n, asalkan kita dapat membuktikan salah satu dari sifat membangun atau kebebasan linier.
Teorema 3
Misalkan V ruang vektor berdimensi n, dan S subhimpunan dari V dengan n buah vektor. S suatu
basis bagi V jika dan hanya jika S membangun V atau S bebas linier.
Bukti. (kasus 1) Misalkan S memiliki n buah vektor dan membangun V . Maka kita perlu membuktikan
kebebasan linier dari S, agar S adalah basis bagi V . Jika hal ini tidak terjadi, maka ada vektor ~v di S yang
dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor lainnya di S. Dengan membuang vektor ~v , menurut poin
2 dari teorema 2, sisa vektor di S masih membangun V . Tetapi hal ini tidak mungkin karena menurut poin
2 teorema 1, tidak ada himpunan dengan anggota kurang dari n buah vektor yang dapat membangun ruang
vektor berdimensi n. Jadi, S bebas linier.
(kasus 2) Misalkan S memiliki n buah vektor dan bebas linier. Maka kita perlu membuktikan S mem-
bangun V , agar S adalah basis bagi V . Jika hal ini tidak terjadi, maka ada vektor ~u di V yang tidak ada di
span(S). Jika kita gabungkan himpunan S dan himpunan {~u}, maka menurut poin 1 teorema 2, himpunan
baru ini masih bebas linier. Tetapi hal ini tidak mungkin, karena poin 1 teorema 1 menjamin tidak ada
himpunan dengan anggota lebih dari n buah vektor di ruang vektor berdimensi n yang bebas linier. Jadi, S
membangun V .
Contoh Soal 2.Tunjukkan bahwa vektor ~v1 = (−3, 7) dan ~v2 = (5, 5) membentuk basis bagi R . 2
Solusi. Karena ~v1 bukan kelipatan ~v2 , maka kedua vektor saling bebas linier di R2 . Jadi menurut teorema 3,
kedua vektor membentuk basis bagi R2 .
Teorema 4
Misalkan S himpunan terbatas dari vektor-vektor di ruang vektor berdimensi terbatas, V ,
1. Jika S membangun V tetapi bukan basis bagi V , maka S dapat direduksi menjadi basis dengan
membuang vektor yang tepat.
2. Jika S adalah himpunan bebas linier yang belum menjadi basis bagi V , maka S dapat dikem-
bangkan menjadi basis dengan menambahkan vektor yang tepat.
Bukti. (1) Jika S memenuhi sifat pada poin 1, maka S bergantung linier. Berarti ada beberapa vektor
yang dapat ditulis menjadi kombinasi linier dari vektor yang lain di S. Menurut poin 2 teorema 2, kita bisa
68 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
membuang ~v dari S menjadi himpunan baru S 0 , tetapi masih membangun V . Jika S 0 bebas linier, maka S 0
basis bagi V . Jika tidak, kita bisa lakukan proses yang sama sehingga diperoleh himpunan yang bebas linier
dan basis bagi V .
(2) Misalkan dim(V ) = n. Jika S himpunan bebas linier tetapi bukan basis bagi V , maka S tidak
membangun V , berarti ada vektor ~v di V yang tidak ada di span (S). Dengan cara serupa seperti pada poin
1, maka teorema ini terbukti.
Kita tutup subbab ini dengan teorema:
Teorema 5
Jika W adalah subruang dari suatu ruang vektor berdimensi terbatas, V , maka:
1. W berdimensi terbatas.
2. dim(W ) ≤ dim(V ).
Bukti. Poin 1 dan 2 akan dibuktikan bersama-sama. Jika W = {~0}, maka selesai dan dim(W ) = 0 ≤ m.
Jika tidak, misalkan ~u 6= ~0 di W . Maka {~u} yang bebas linier, dapat dikembangkan menjadi suatu basis
terbatas S bagi W menurut poin 2 teorema 4, sehingga W berdimensi terbatas. Selanjutnya, jika S =
{~v1 , ~v2 , · · · , ~vm } basis dari V juga, maka dim(V ) = dim(W ) = m. Jika tidak, maka S dapat dikembangkan
menjadi basis menurut poin 2 teorema 4 sehingga kita bisa simpulkan bahwa dim(W ) < dim(V ). Jadi,
dim(W ) ≤ dim(V ).
(3) Misalkan dim(W ) = dim(V ) dan S = {~v1 , ~v2 , · · · , ~vm } basis bagi W . Jika S bukan basis bagi V maka
menurut poin 2 teorema 4 kita dapat mengembangkan S sehingga menjadi basis bagi V yang mengakibatkan
kontradiksi karena dim(V ) > dim(W ). Jadi, haruslah S basis bagi V dan dim(V ) = dim(W ).
69 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Untuk memperoleh koordinat vektor bagi basis lama dari ~v , subtitusikan (4.3) ke (4.4) sehingga diperoleh:
Contoh Soal 1. Misalkan terdapat basis S = {~u1, ~u2} dan S 0 = {~u01, ~u02} bagi R2, di mana
u1 = (1, 0) u2 = (0, 1) u01 = (1, 1) u02 = (2, 1)
Contoh Soal 2. 0
Misalkan S dan S adalah basis yang sama pada contoh soal 1. Tentukan [~v ]S
sehingga
−3
[~v ]S 0 =
5
Solusi. Dengan mudah kita peroleh
1 2 −3 7
[~v ]S = PS 0 →S [~v ]S 0 = =
1 1 5 2
Perhatikan bahwa matriks PS→S 0 ’memetakan’ vektor koordinat dari basis S ke basis S 0 dan matriks
PS 0 →S melakukan sebaliknya, sehingga dugaan kita adalah
(PS→S 0 )(PS 0 →S ) = I
Teorema 1
Jika P matriks transisi dari basis S 0 ke basis S bagi ruang vektor bedimensi terbatas V , maka P
invertibel dan P −1 matriks transisi dari basis S ke basis S 0 .
Sekarang penting untuk membahas bagaimana cara mencari matriks transisi untuk Rn agar lebih efektif.
Berikut ini diberikan prosedur untuk mencari PS→S 0 :
1. Bentuk matriks S 0 |S .
2. Gunakan OBE untuk mereduksi matriks pada langkah 1 menjadi bentuk baris eselon tereduksi.
71 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
3. Hasil matriksnya adalah I|PS→S 0 .
4. Sisi kanan dari matriks pada langkah 3 ini yang merupakan matriks PS→S 0 .
Perhatikan bahwa pada contoh soal 1 bagian (a), S 0 adalah basis lama dan S adalah basis baru, maka bentuk
matriks
1 0 1 2
0 1 1 1
Karena bentuk matriks ini sudah memenuhi langkah 3, maka
1 2
PS 0 →S =
1 1
lakukan OBE pada matriks ini sehingga diperoleh bentuk eselon tereduksi
1 0 −1 2
0 1 1 −1
Maka
−1 2
PS→S 0 =
1 −1
4.6.3 Soal Latihan
1. Diberikan basis B = {u~1 , u~2 , u~3 } dan B 0 = {u~01 , u~02 , u~03 } sebagai berikut
2 2 1
u~1 = 1 u~2 = −1 u~3 = 2
1 1 1
3 1 −1
u~01 = 1 u~02 = 1 u~03 = 0
−5 −3 2
a) Tentukan matriks transisi dari B ke B 0 .
b) Tentukan koordinat vektor w ~ = (−5, 8, −5)t . Lalu tentukan
~ terhadap basis B jika diketahui w
[w]
~ B0
2. Misalkan C dan B = {−1 + x + x2 , 1 + x2 , 1 + x + x2 } adalah basis terurut bagi P2 . Tentukan p~ ∈ P2
jika diketahui [~p]B = (3, 0, 4)t . Tentukan pula C jika diketahui [~p]c = (1, 1, 2)t .
72 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
anggota Rm yang terbentuk dari kolom-kolom di matriks A disebut vektor kolom dari A.
Sekarang diberikan definisi ruang vektor baru terkait vektor baris dan vektor kolom pada definisi 1:
Selanjutnya, kita akan fokus kepada dua permasalahan yaitu apakah relasi antara solusi SPL A~x = ~b dan
ruang baris, ruang kolom, dan ruang nol dari koefisien matriks A dan apakah relasi antara ruang baris,
ruang kolom, dan ruang nol dari suatu matriks?
Teorema 1
SPL A~x = ~b konsisten jika dan hanya jika ~b anggota ruang kolom dari A.
Bukti. Misalkan
a11 a12 · · · a1n x1
a21 a22 · · · a2n
x2
A = .. dan ~
x =
.. ... .
.. .
..
. .
am1 am2 · · · amn xn
Hasil kali A dengan ~x bisa ditulis sebagai
dengan ci , i = 1, 2, · · · , n, adalah vektor kolom dari A. Jadi, A~x = ~b dengan m persamaan dan n variabel
dapat ditulis menjadi
~b = x1~c1 + x2~c2 + · · · + xn~cn
yang berarti A~x = ~b konsisten jika dan hanya jika ~b dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor
kolom dari A. Jadi, ~b juga terdapat dalam ruang kolom dari A.
~
Solusi umum dari suatu SPL konsisten A~x = b dan diperoleh dengan menambahkan suatu solusi spesifik
dari SPL tersebut pada solusi umum dari SPL A~x = ~0 (Bukti tidak diberikan). Perhatikan bahwa ruang nol
dari A sama dengan ruang solusi dari A~x = ~0, sehingga kita bisa merubah teoerema tadi dalam bentuk
vektor:
Teorema 2
Jika ~x0 suatu solusi bagi SPL konsisten A~x = ~b dan S = {~v1 , ~v2 · · · , ~vk } basis bagi ruang nol dari A,
maka setiap solusi dari A~x = ~b dapat ditulis sebagai
dan sebaliknya, untuk setiap nilai koefisien yang kita pilih, kita akan peroleh solusi bagi A~x = ~b.
4.7.2 Basis bagi Ruang Baris, Ruang Solusi, dan Ruang Nol
Ketika membahas ruang vektor, maka kita wajar bertanya mengenai bagaimana basisnya. Sebelum itu, kita
perlu melihat dampak OBE pada ruang baris, ruang kolom, dan ruang nol.
Teorema 3
OBE tidak mengubah ruang nol dari matriks.
Bukti. Misalkan suatu SPL konsisten A~x = ~0 dan B matriks A yang dikenai OBE. Berarti ada matriks
elementer E sehingga B = EA. Jika ~x0 anggota dari ruang nol dari A, maka
A~x0 = ~0
(EA)~x0 = ~0
Jadi, ~x0 juga anggota ruang nol dari A. Kita simpulkan OBE tidak merubah ruang nol dari matriks.
Teorema 4
OBE tidak mengubah ruang baris bagi suatu matriks.
dengan B diperoleh dari menjumlahkan baris kedua dengan (−2) kali baris 1. Perhatikan bahwa vektor
kolom
1
2
berada di ruang kolom yang berbeda dengan vektor
1
0
Solusi. Ruang nol dari matriks A adalah ruang solusi bagi A~x = ~0. Bisa diuji bahwa solusinya adalah
span{~v1 , ~v2 , ~v3 } dengan
−3 −4 −2
1 0 0
0 −2
~v2 = ~v3 = 0
~v1 =
0 1 0
0 0 1
0 0 0
Jadi basis bagi ruang solusi atau ruang nol dari matriks A adalah v1 , v2 , dan v3 .
Teorema 5
Jika R adalah matriks eselon baris, maka vektor baris dengan 1 utama (vektor baris tak nol) membentuk
basis bagi ruang baris dari R, dan vektor kolom dengan 1 utama membentuk basis bagi ruang kolom
dari R.
75 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Bukti. Untuk kasus vektor baris, cukup dibuktikan bahwa vektor baris dari R saling bebas linier,
karena jelas vektor baris dari R membangun baris R menurut definisi 1. Kita buktikan untuk matriks R
dengan 3 buah 1 utama, kasus yang lebih umum menggunakan analogi.
Misalkan
0 1 ∗ ∗ ∗ ∗
0 0 0 1 ∗ ∗
R= 0 0 0 0 1 ∗
0 0 0 0 0 0
dengan * berarti suatu bilangan. Misalkan R1 , R2 , dan R3 baris tak nol dari R. Perhatikan bahwa
t1 R1 + t2 R2 + t3 R3 = ~0
0 0 0 0 0
Solusi. Karena OBE tidak mengubah ruang baris bagi A, maka basis bagi ruang baris dari A dan basis bagi
76 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
ruang baris dari matriks eselon baris dari A adalah sama. Matriks eselon barisnya adalah
1 −3 4 −2 5 4
0 0 1 3 −2 −6
0 0 0 0 1 5
0 0 0 0 0 0
Menurut teorema 5, basis bagi ruang baris dari A adalah
~r1 = 1 −3 4 −2 5 4
~r2 = 0 0 1 3 −2 −6
~r3 = 0 0 0 0 1 5
Sekarang kita berikan teorema yang membantu kita mencari basis bagi ruang kolom dari suatu matriks:
Teorema 6
Jika A dan B adalah matriks yang ekivalen baris, maka:
1. himpunan vektor kolom dari A bebas linier jika dan hanya jika vektor kolom dari B yang
berkorespondensi juga bebas linier.
2. himpunan vektor kolom dari A adalah basis bagi ruang kolom dari A jika dan hanya jika vektor
kolom dari B yang berkorespondensi juga basis bagi ruang kolom dari B.
Bukti. Misalkan A = [aij ]m×n dan w~ 1, w~ 2, · · · , wk vektor kolom dari A yang bergantung linier. Berarti
ada skalar c1 , c2 , · · · , ck yang semuanya tak nol secara bersama-sama, sehingga
c1 w
~ 1 + c2 w ~ k = ~0
~ 2 + · · · + ck w (4.5)
Jika kita kenai OBE pada A, maka vektor kolom ini akan berubah menjadi vektor kolom baru w ~ 10 , w
~ 20 , · · · , w
~ k0 .
Misalkan OBE itu adalah menukar ke 1 dengan baris ke 2 (kasus umum serupa), perhatikan bahwa
a21 a22 a2n
a11 a12 a1n
0 0 0 a a a
c1 w ~ 2 + · · · + ck w
~ 1 + c2 w ~ k = c1 31 + c2 32 + · · · + ck 3n
.. .. ..
. . .
am1 am2 amn
yang jelas sama dengan ~0 karena serupa dengan menguraikan komponen vektor kolom di (1), hanya saja
berbeda urutan. Karena koefisiennya sama dengan (4.5), kita peroleh bawhwa vektor-vektor kolom dari B
juga bergantung linier. Untuk OBE yang lain dijadikan sebagai latihan. Akibatnya, Jika B adalah matriks
eselon baris dari A, dan k buah vektor kolomnya bergantung linier, maka sisanya merupakan vektor kolom
yang bebas linier (mengandung 1 utama) dan kita tahu bahwa OBE bisa dibalik, dengan kata lain OBE
mempertahankan sifat kebebasan linier. Poin 2 tidak dibuktikan.
Contoh Soal 4. Tentukan basis bagi ruang kolom dari matriks di contoh soal 3.
Solusi. Telah kita lihat bahwa matriks eselon baris dari A adalah
1 −3 4 −2 5 4
0 0 1 3 −2 −6
0 0 0 0 1 5
0 0 0 0 0 0
77 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Perhatikan bahwa vektor dalam basis bagi ruang kolom dari matriks diatas adalah
1 4 5
~c01 =
0 0 1 ~c03 = −2
0 ~
c 2 = 0 1
0 0 0
−1 −4 −5
Sekarang kita akan fokus menyelesaikan masalah menentukan basis dengan menggunakan matriks.
Contoh Soal 5. Tentukan basis bagi subruang dari R5 yang dibangun oleh vektor
~v1 = (1, −2, 0, 0, 3), ~v2 = (2, −5, −3, −2, 6)
yang membentuk basis bagi ruang baris dan bagi subruang dari R5 yang dibangun oleh vektor ~v1 , ~v2 , ~v3 , ~v4 .
2 6 18 8 6
78 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Vektor kolom yang membentuk basis bagi ruang kolom dari matriks ini adalah vektor kolom ke 1, 2, dan 4
sehingga vektor kolom yang membentuk basis bagi ruang kolom dari A adalah
1 2 2
−2 −5 6
0 ~c2 = −3 ~c4 = 18
~c1 =
0 −2 8
3 6 6
Kenakan transpose vektor-vektor ini sehingga diperoleh vektor-vektor baris dari A yang membentuk basis
bagi ruang baris dari A,
~r1 = 1 −2 0 0 3
~r2 = 2 −5 −3 −2 6
~r4 = 2 6 18 8 6
Contoh Soal 7. Tentukan subhimpunan dari vektor-vektor
~v1 = (1, −2, 0, 3), ~v2 = (2, −5, −3, 6)
~v3 = (0, 1, 3, 0), ~v4 = (2, −1, 4, −7), ~v5 = (5, −8, 1, 2)
yang membentuk basis bagi ruang yang dibangun oleh vektor-vektor ini dan tuliskan vektor yang tidak
termasuk dalam basis sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor dalam basis.
Solusi. Bentuk matriks dengan vektor-vektor di soal sebagai vektor kolomnya, yaitu
1 2 0 2 5
−2 −5 1 −1 −8
0 −3 3 4 1
3 6 0 −7 2
Karena 1 utama terletak di kolom ke 1, 2, dan 4, maka vektor-vektor yang membentuk basis bagi ruang
kolom dari matriks awal adalah vektor kolom ke 1,2, dan 4.
Selanjutnya, kita tahu bahwa sifat bergantung linier pada OBE dipertahankan, sehingga agar lebih mudah
menentukan koefisien kombinasi linier dari vektor ~v3 dan ~v5 , kita mencari koefisien kombinasi linier dari
vektor kolom ke 3 dan 5 di matriks eselon barisnya. Misalkan vektor kolom dari matriks eselon baris
tereduksinya adalah w~ 1, w
~ 2, w
~ 3w
~ 4, w
~ 5 , maka
w
~ 3 = 2w
~1 + w
~2
w
~5 = w
~1 + w
~2 + w
~4
Kita sebut ini persamaan dependensi. Akibatnya kita peroleh
~v3 = 2~v1 + ~v2
~v5 = ~v1 + ~v2 + ~v4
2 3 5 7 8
2. Tentukan semua matriks berukuran 2 × 2 yang ruang nol nya berbentuk garis 3x − 5y = 0.
Teorema 1
Ruang kolom dan ruang baris memiliki dimensi yang sama.
Bukti. Misalkan R adalah matriks eselon baris dari matriks A. Menurut teorema 4 dan 6 poin 2 di
4.7.1 kita peroleh bahwa dimensi dari ruang baris dari A sama dengan dimensi dari ruang baris dari R,
begitupula dengan ruang kolom. Perhatikan bahwa dimensi dari ruang baris dari R adalah jumlah vektor
baris tak nol di R dan menurut teorema 5 di 4.7.1 dimensi dari ruang kolom dari R adalah jumlah vektor
kolom yang mengandung 1 utama. Karena kedua jumlah ini bernilai sama, maka kita simpulkan bahwa
dimensi dari ruang baris dan ruang kolom dari suatu matriks adalah sama.
Sekarang kita akan berikan nama bagi dimensi ini:
80 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Karena matriks ini memiliki dua buah 1 utama, maka rank(A) = 2. Untuk menentukan nulitas dari A, kita
perlu mencari dimensi dari ruang solusi dari A~x = ~0. Dengan memanfaatkan matriks eselon diatas, kita
peroleh SPL yang berkorespondensi,
(
x1 − 4x3 − 28x4 − 37x5 + 13x6 = 0
x2 − 2x3 − 12x4 − 16x5 + 5x6 = 0
Karena terdapat empat buah vektor yang membangun ruang solusi, maka null(A) = 4.
Contoh Soal 2. Tentukan nilai maksimum yang mungkin untuk rank dari suatu matriks A beruku-
ran m × n.
Solusi. Karena vektor baris dari A anggota Rn dan vektor kolomnya anggota Rm , maka ruang baris dari A
maksimal berdimensi n dan ruang kolomnya maksimal berdimensi m. Karena rank dari A adalah dimensi
bagi ruang baris dan ruang kolom, maka haruslah rank dari A maksimal berdimensi antara m atau n, atau
rank(A) ≤ min(m, n), dengan min(m, n) menyatakan nilai minimum antara m dan n.
Teorema 2
Jika A matriks dengan n kolom, maka rank(A)+null(A) = n.
Bukti. Karena A memiliki n kolom, maka SPL A~x = ~0 memiliki n variabel. Akibatnya, jumlah dari
banyaknya variabel utama dan banyaknya variabel bebas adalah n. Tetapi banyaknya variabel utama sama
dengan banyaknya 1 utama atau rank(A), sedangkan banyaknya variabel bebas sama dengan banyaknya
parameter untuk solusi umum dari SPL homogen atau null(A). Jadi rank(A)+null(A) = n.
Bukti dari teorema diatas sekaligus membuktikan teorema berikut:
81 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Teorema 3
Jika A matriks berukuran m × n, maka
1. rank(A) = banyaknya variabel utama pada solusi umum dari A~x = ~0.
(a) A invertibel.
(g) det(A) 6= 0
Teorema 5
Jika A~x = ~b SPL yang konsisten dengan m persamaan dan n variabel dan A memiliki rank r, maka
solusi umum dari SPL memiliki n − r parameter.
Bukti. Dengan memanfaatkan teorema 2, maka banyaknya parameter atau nulitas dari A adalah
n−rank(A) = n − r.
Teorema 6
Misalkan A matriks berukuran m × n,
1. Jika m > n, maka SPL A~x = ~b tak konsisten untuk setidaknya satu vektor ~b di Rn .
82 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
2. Jika m < n, maka untuk setiap vektor ~b di Rm , SPL A~x = ~b tak konsisten atau memiliki tak
hingga banyak solusi.
Bukti. (1) Jika m > n, maka vektor kolom dari A tak membangun Rm karena jumlah vektornya lebih
sedikit dari m. Akibatnya, ada setidaknya satu vektor ~b di Rm yang bukan anggota ruang kolom dari A,
sehingga A~x = ~b tak konsisten menurut teorema 1 di 4.7.1.
(2) Jika m < n, maka untuk setiap vektor ~b di Rn terdapat dua kemungkinan yaitu A~x = ~b konsisten atau
tidak. Jika tidak, selesai. Jika konsisten, maka menurut teorema 5, solusi umum memiliki n − r parameter,
dengan r lebih kecil dari m menurut contoh soal 2. Jadi, ada setidaknya satu parameter sehingga ada tak
hingga banyak solusi.
Sebagai contoh, sistem persamaan
x1 − 2x2 = b1
x 1 − x 2 = b 2
x 1 + x 2 = b3
x1 + 2x2 = b4
x + 3x = b
1 2 5
memiliki matriks koefisien dengan kasus m > n, sehingga tidak mungkin SPL konsisten untuk setiap
nilai bi , i = 1, 2, 3, 4, 5. Untuk menentukan nilai bi yang bagaimana agar SPL konsisten adalah dengan
melakukan OBE. Akan kita peroleh
1 0 2b2 − b1
0 1
b2 − b1
0 0 b3 − 3b2 + 2b1
0 0 b4 − 4b2 + 3b1
0 0 b5 − 5b2 + 4b1
Jadi, agar SPL konsisten haruslah b3 = 3t − 2s, b4 = 4t − 3s, dan b5 = 5t − 4s dengan b1 = s dan b2 = t
dan s dan t skalar.
3. Berikan contoh matriks berukuran 3 × 4 bagi semua rank dan nulitas yang mungkin. Berikan
alasannya.
83 124
Bab 5
Dalam pembahasan kita sebelumnya mengenai ruang vektor Euclid kita membahas mengenai hasil kali titik
(dot product). Pada bab ini, kita akan memperumum bentuk hasil kali titik menjadi hasil kali dalam untuk
semua ruang vektor. Tentu saja kita juga akan memperumum semua bentuk sifat-sifat yang dibawa oleh
hasil kali dalam seperti sudut dan ortogonalitas. Terakhir, kita akan melihat kegunaan dari hasil kali dalam
untuk membuat vektor yang saling ortogonal melalui Proses Gram-Schmidt.
(d) (Aksioma positivitas) h~v , ~v i ≥ 0 dan h~v , ~v i = 0 jika dan hanya jika ~v = ~0.
Ruang vektor yang dilengkapi dengan hasil kali dalam disebut juga ruang hasil kali dalam.
Contoh Soal 1. Buktikan bahwa h~u, ~vi = 3u1v1 + 2u2v2 merupakan suatu hasil kali dalam untuk
semua vektor di R2 .
Solusi.
Aksioma 1:
84 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Aksioma 2:
h~u + ~v , wi
~ = 3(u1 + v1 )w1 + 2(u2 + v2 )w2
= 3(u1 w1 + v1 w1 ) + 2(u2 w2 + v2 w2 )
= (3u1 w1 + 2u2 w2 ) + (3v1 w1 + 2v2 w2 )
= h~u, wi
~ + h~v , wi
~
Aksioma 3:
Aksioma 4:
Sifat-sifat aljabar dari hasil kali dalam merupakan perumuman dari hasil kali titik.
(b) h~u, ~v + wi
~ = h~u, ~v i + h~u, wi
~
(c) h~u, ~v − wi
~ = h~u, ~v i − h~u, wi
~
(d) h~u − ~v , wi
~ = h~u, wi
~ − h~v , wi
~
Sifat-sifat yang dibawa oleh norm dan jarak vektor pada hasil kali titik pun masih sama untuk hasil kali
dalam.
85 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
h~u, ~v i = k1 u1 v1 + k2 u2 v2 + · · · + kn un vn
didapat bahwa semua titik ujung vektor yang memenuhi akan membentuk lingkaran berjari-jari 1 jika
ditempatkan pada titik pangkal di koordinat Cartesius. Kita definisikan lingkaran berikut terlebih dahulu.
k~uk = 1
Bagaimana untuk hasil kali Euclid berbobot? Kita lihat contoh soal berikut.
Contoh Soal 2. Diberikan hasil kali dalam h~u, ~vi = 19 u1v1 + 41 u2v2. Tentukan bentuk lingkaran
satuan jika diberikan hasil kali dalam tersebut.
Solusi. Ambil sebarang vektor ~u = (x, y) maka
86 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
h~u, ~v i = u1 v1 + u2 v2 + u3 v3 + u4 v4
yang tak lain merupakan hasil kali titik di R4 . Anda bisa membuktikan kembali bahwa hal tersebut
merupakan hasil kali dalam.
Contoh Soal 4. Misalkan f = f (x), ~g = g(x), dan h = h(x) adalah suatu fungsi yang kontinu di
~ ~
C[a, b], tunjukkan bahwa
D E Z b
~
f , ~g = f (x)g(x) dx
a
merupakan suatu hasil kali dalam.
Solusi.
Aksioma 1:
D E Z b
f~, ~g = f (x)g(x) dx
a
Z b
= g(x)f (x) dx
Da E
= ~g , f~
Aksioma 2:
D E Z b
~ ~
f + ~g , h = (f (x) + g(x))h(x) dx
a
Z b Z b
= f (x)h(x) dx + g(x)h(x) dx
Da E D E a
= f~, ~h + ~g , ~h
Aksioma 3:
D E Z b
k f~, ~g = kf (x)g(x) dx
a
Z b
=k f (x)g(x) dx
a
D E
= k f~, ~g
Aksioma 4:
D E Z b
~ ~
f, f = f 2 (x) dx
a
87 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
karena f 2 (x) ≥ 0 untuk semua nilai x di interval [a, b] maka nilai panjang f~ ≥ 0. Karena f (x)
fungsi yang kontinu di [a, b] maka persamaan panjang tersebut akan sama dengan nol jika dan
hanya jika f~ = ~0 (verifikasi).
2. Jika diketahui k~uk = 3, k~v k = 2, dan h~u, ~v i = 5, maka tentukan nilai dari
Bukti. Kita coba bagi kasus terlebih dahulu. Untuk ~u = ~0 maka ketaksamaan menjadi sama karena
h~u, ~v i dan k~uk sama-sama bernilai nol.
Untuk ~u 6= 0 kita misalkan terlebih dahulu
dan misalkan juga t sebagai suatu bilangan real. Dengan menggunakan aksioma positivitas pada definisi
hasil kali dalam maka didapat
Ketaksamaan yang didapat menunjukkan bahwa persamaan kuadrat at2 + bt + c memenuhi salah satu di
antara kondisi berikut: persamaan kuadrat tidak mempunyai akar real atau persamaan kuadrat mempunyai
88 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
akar real berulang. Sehingga diskriminan dari persamaan kuadrat tersebut memenuhi b2 − 4ac ≤ 0. Dengan
kata lain
Dengan berlakunya ketaksamaan Cauchy-Schwarz, kita dapat menunjukkan bahwa:
h~u, ~v i
−1 < <1
k~uk k~v k
Sehingga, kita mendapatkan informasi bahwa terdapat θ dengan 0 ≤ θ ≤ π sehingga
h~u, ~v i
cos θ =
k~uk k~v k
Masih sama seperti pada bab sebelumnya, jika sudut yang terbentuk adalah θ = π2 , maka kita sebut kedua
vektor tersebut ortogonal.
Definisi 1 Ortogonal
Dua vektor ~u dan ~v dikatakan ortogonal jika h~u, ~v i = 0
(b) W ∩ W ⊥ = {~0}
(c) (W ⊥ )⊥ = W
Kembali ke ilustrasi kita yang pertama. Kita dapatkan semua vektor yang tegak lurus dengan ~v = (v1 , v2 )
(misal ~u = (u1 , u2 )) akan memenuhi
u1 v1 + u2 v2 = 0
89 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
keterangan: hasil kali dalam yang digunakan adalah hasil kali titik
Hal tersebut dapat diperumum untuk dimensi yang lebih tinggi, seperti pada contoh soal berikut.
Contoh Soal 1. Misalkan W subruang dari R6 yang dibangun dari vektor berikut
w~1 = (1, 3, −2, 0, 2, 0) w~2 = (2, 6, −5, −2, 4, −3)
Perhatikan bahwa prosedur untuk mencari ortogonal komplemen sama saja dengan prosedur mencari basis
ruang nol dari subruang yang diberikan. Maka didapat vektor pembangun ortogonal komplemen W adalah
sebagai berikut (verifikasi).
dan misalkan f~n = cos nx dengan n = 0, 1, 2, · · · . Tunjukkan bahwa jika k 6= l, maka f~k dan f~l akan
saling ortogonal.
3. Misal V adalah suatu ruang hasil kali dalam. Tunjukkan bahwa jika w ~ ortogonal dengan masing-
masing dari vektor u~1 , u~2 , · · · , u~n maka vektor tersebut juga akan ortogonal dengan masing-masing
dari vektor span{u~1 , u~2 , · · · , u~n }.
Dengan menggunakan hasil kali titik, kita dapat mengecek bahwa himpunan {v~1 , v~2 , v~3 } membentuk
himpunan ortonormal karena v~1 · v~2 = 0, v~2 · v~3 = 0, dan v~3 · v~1 = 0.
Selanjutnya dalam membentuk himpunan ortonormal dari kasus sebelumnya, kita cukup melakukan nor-
malisasi pada tiap vektor. Kita juga dapat mengecek kembali bahwa normalisasi vektor tidak mempengaruhi
keortogonalan tiap-tiap vektor.
Kita lakukan pengamatan kecil. Di R2 , misalkan vektor ~u dan ~v ortogonal, maka vektor ~u dan ~v bebas
linier karena vektor ~u bukan kelipatan dari ~v . Begitu pula di R~ 3 , misal vektor ~u, ~v , dan w
~ saling ortogonal,
maka ketiga vektor tersebut bebas linier karena ketiga vektor tersebut tidak berada dalam satu bidang. Kita
perumum fenomena tersebut dalam sebuah teorema.
Bukti dari teorema tersebut adalah dengan menggunakan definisi dari bebas linier dan menggunakan
fakta bahwa pasangan vektor (manapun) dalam himpunan S menghasilkan hasil kali dalam bernilai nol.
Dalam ruang hasil kali dalam, basis yang berisikan vektor ortonormal disebut dengan basis ortonormal,
sedangan basis yang berisikan vektor ortogonal disebut dengan basis ortogonal. Salah satu contoh basis
ortonormal yang sudah familiar adalah basis Rn dengan hasil kali titik.
Teorema 2
Semua ruang hasil kali dalam berdimensi hingga mempunyai basis ortonormal.
Bukti dari teorema 2 ini yang menjadi pokok bahasan dalam subbab ini. Sebuah algoritma yang digunakan
untuk membentuk basis ortonormal dari suatu ruang hasil kali dalam ini dinamakan Proses Gram Schmidt.
Untuk mengubah basis {u~1 , u~2 , · · · , u~r } menjadi basis ortogonal, gunakan langkah-langkah berikut.
Langkah 1. Misal u~1 = v~1
hu~2 , v~1 i
Langkah 2. v~2 = u~2 − v~1
kv~1 k2
hu~3 , v~1 i hu~3 , v~2 i
Langkah 3. v~3 = u~3 − 2 v ~1 − v~2
kv~1 k kv~2 k2
91 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Untuk membentuk basis ortonormal, normalisasi tiap vektor v~1 , v~2 , · · · , v~r .
Langkah-langkah tersebut diilustrasikan oleh gambar berikut
Untuk membuat basis yang ortogonal, maka kita perlu "membuang" komponen-komponen yang membuat
suatu vektor menjadi tidak ortogonal, yaitu dengan memproyeksikan vektor satu dengan yang lainnya.
Maka dari itu, terdapat bentuk umum dari proyeksi vektor pada langkah dalam Proses Gram-Schmidt.
Contoh Soal 1. Diberikan ruang hasil kali dalam R3 dilengkapi dengan hasil kali titik. Gunakan
Proses Gram-Schmidt untuk membentuk basis ortogonal dari vektor
Langkah 1.
v~1 = u~1 = (1, 1, 1)
Langkah 2.
hu~2 , v~1 i
v~2 = u~2 − v~1
kv~1 k2
2
= (0, 1, 1) − (1, 1, 1)
3
2 1 1
= − , ,
3 3 3
Langkah 3.
92 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Gunakan Proses Gram-Schmidt untuk membentuk u~1 = (1, 1, 1), u~2 = (1, 1, 0), dan u~3 = (1, 0, 0)
menjadi basis ortonormal.
2. Diketahui P2 adalah ruang suku banyak atas R yang dilengkapi dengan hasil kali dalam hp(x), q(x)i =
2a0 b0 + a1 b1 + a2 b2 untuk setiap p(x) = a0 + a1 x + a2 x2 dan q(x) = b0 + b1 x + b2 x2 . Gunakan Proses
Gram-Schmidt untuk mendapatkan suatu basis ortogonal pada {−1 + x + x2 , 1 + x2 , 1 + x + x2 }.
93 124
Bab 6
Dalam bab ini kita akan melihat sebuah istilah baru yang disebut nilai eigen atau disebut juga nilai
karakteristik. Istilah tersebut dapat digunakan untuk berbagai macam hal, salah satunya merupakan
diagonalisasi, yang membantu kita untuk menghitung perpangkatan matriks.
Dalam interpretasi geometrinya, perkalian vektor ~x dengan matriks A tidak mengubah arah dari vektor
tersebut, namun hanya mengubah panjang atau besar dari vektor ~x saja (kecuali jika λ bernilai negatif,
vektor ~x menjadi berbalik arah).
Selanjutnya kita akan lihat bagaimana cara mencari nilai eigen dan vektor eigen dari matriks yang
diberikan. Dari persamaan pada definisi 1, kita bisa dapatkan A~x = λI~x. Pindah ruas ke satu sisi
menghasilkan
(λI − A)~x = ~0 atau (A − λI)~x = ~0
Persamaan tersebut tak lain merupakan SPL homogen dengan matriks koefisien A − λI (atau λI − A). Agar
SPL menghasilkan solusi tak nol (baca: solusi tidak trivial), maka determinan dari matriks koefisiennya
dibuat nol. Hal ini yang mendasari teorema berikut.
p(λ) = λn + c1 λn−1 + · · · + cn
Contoh soal 1 menunjukkan perhitungan nilai eigen dengan matriks segitiga bawah.
Dari penjabaran mengenai nilai eigen, kita ringkas dalam pernyataan bernilai ekuivalen berikut.
(λI − A)~x = ~0
Hal tersebut sama saja dengan mencari solusi SPL tak nol. Karena solusinya tak trivial, maka vektor eigen
yang memenuhi untuk satu nilai eigen jelas banyak. Maka dari itu, kita cari basis pembentuk himpunan
semua solusi yang memenuhi, yang ktia sebut sebagai basis ruang eigen. Ruang eigen sendiri dapat
dianalogikan sebagai ruang nol dalam matriks λI − A atau semua himpunan vektor yang memenuhi
A~x = λ~x.
Contoh Soal 2. Diberikan matriks
−1 3
A=
2 0
95 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Tentukan semua pasang eigen (nilai eigen dan vektor eigen yang bersangkutan) dari matriks A.
Solusi. Pertama-tama kita cari nilai eigen dari matriks A.
−1 − λ 3
=0
2 −λ
⇔(−1 − λ)(−λ) − 6 = 0
⇔(λ − 2)(λ + 3) = 0
Didapat nilai λ yang memenuhi adalah λ = 2 dan λ = −3. Maka terdapat dua ruang eigen untuk A,
masing-masing satu untuk setiap nilai eigen. Vektor eigen A berkorespondensi dengan nilai eigen A jika
dan hanya jika (λI − A)~x = ~0 (atau (A − λI)~x = ~0).
λ + 1 −3 x1 0
=
−2 λ x2 0
2. Diberikan polinom karakteristik untuk matriks A adalah p(λ) = (λ − 1)(λ − 3)2 (λ − 4)3 . Apakah A
invertibel? Berapa banyak ruang eigen matriks A? Jelaskan jawaban Anda.
3. Tentukan matriks A berukuran 3 × 3 yang mempunyai nilai eigen 1, −1, dan 0 serta vektor eigen
(1, −1, 1), (1, 1, 0), dan (1, −1, 0).
96 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
6.2 Diagonalisasi
6.2.1 Similaritas
Permasalahan kita dalam subbab ini menyangkut perkalian matriks P −1 AP dan kegunaannya. Hal ini
yang kita sebut dengan istilah similaritas.
Definisi 1 Similaritas
Jika A dan B matriks persegi, maka B disebut serupa dengan A jika ada matriks invertibel P sehingga
memenuhi B = P −1 AP .
Namun relatif cukup sulit untuk menentukan matriks P yang dimaksud. Sehingga, kita dapat menentukan
similaritas kedua matriks melalui ciri-cirinya seperti yang disajikan pada tabel.
Sifat Deskripsi
Determinan A dan P −1 AP mempunyai determinan yang sama.
Invertibilitas A invertibel jika dan hanya jika P −1 AP invertibel.
Rank A dan P −1 AP mempunyai rank yang sama.
Nulitas A dan P −1 AP mempunyai nulitas yang sama.
Polinom Karakteristik A dan P −1 AP mempunyai polinom karakteristik yang sama.
Nilai Eigen A dan P −1 AP mempunyai nilai eigen yang sama.
Dimensi Ruang Eigen Jika λ adalah nilai eigen dari A (dan P −1 AP ) maka ruang eigen dari
A terhadap λ dan ruang eigen dari P −1 AP terhadap λ mempunyai
dimensi yang sama.
6.2.2 Diagonalisasi
Agar mempermudah operasi-operasi yang dilakukan oleh sebuah matriks persegi, kita dapat memanfaatkan
sifat similaritas dengan mengubah sebuah matriks persegi menjadi matriks diagonal. Telah kita ketahui
sebelumnya bahwa sifat-sifat pada matriks diagonal mempermudah kita dalam perhitungan berbagai
operasi matriks. Proses ini yang kita namakan diagonalisasi.
Definisi 2 Diagonalisasi
Matriks persegi A dapat didiagonalkan apabila matriks A serupa dengan matriks diagonal D; jika ada
matriks invertibel P sehingga D = P −1 AP . Dalam kasus ini matriks P disebut mendiagonalkan matriks
A.
Selanjutnya kita lihat beberapa teorema terkait dengan diagonalisasi sebuah matriks.
Teorema 1
Matriks A berukuran n × n dapat didiagonalkan jika dan hanya jika A mempunyai vektor eigen yang
saling bebas.
Teorema 1 mengatakan bahwa matriks yang dapat didiagonalkan adalah matriks yang mempunyai n
buah vektor eigen yang saling bebas. Teorema selanjutnya menjelaskan kepada kita tentang prosedur
diagonalisasi.
97 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Teorema 2
(a) Jika λ1 , λ2 , · · · , λn adalah nilai-nilai eigen yang berbeda dari matriks A dan jika v~1 , v~2 , · · · , v~n
adalah vektor eigennya, maka {v~1 , v~2 , · · · , v~n } bebas linier.
Ada beberapa istilah yang harus kita ketahui sebelum mempelajari bagaimana caranya mendiagonalkan
suatu matriks persegi. Jika λ0 adalah nilai eigen untuk matriks A berukuran n × n, maka dimensi dari
ruang eigen terhadap λ0 disebut multiplisitas geometri untuk λ0 . Sedangkan banyaknya λ − λ0 muncul
sebagai faktor di polinom karakteristik disebut multiplisitas aljabar.
Teorema selanjutnya adalah mengenai hubungan multiplisitas dengan diagonalisasi.
(a) untuk setiap nilai eigen matriks A, multiplisitas geometri akan lebih kecil sama dengan multiplisitas
aljabarnya.
(b) A dapat didiagonalkan jika dan hanya jika multiplisitas geometri untuk setiap nilai eigennya sama
dengan multiplisitas aljabarnya.
A−1 = AT
sehingga memenuhi
AAT = AT A = I
(c) Perkalian dari dua atau lebih matriks ortogonal adalah matriks ortogonal.
Teorema selanjutnya adalah hubungan antara matriks ortogonal dengan ruang hasil kali dalam.
(a) A ortogonal.
(b) Vektor baris dari A membentuk himpunan ortonormal di Rn menurut hasil kali dalam Euclid.
(c) Vektor kolom dari A membentuk himpunan ortonormal di Rn menurut hasil kali dalam Euclid.
100 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
(c) A simetris.
Terlihat bahwa matriks yang dapat didiagonalkan secara ortogonal hanyalah matriks simetris. Kita akan
melihat lebih dalam mengenai nilai eigen dan vektor eigen bagi matriks simetris dari teorema berikut.
Teorema 4
Jika A metriks simetris dengan semua entrinya bilangan real, maka:
(b) Vektor eigen dari ruang eigen yang berbeda akan ortogonal.
Dari teorema 4, maka kita dapat buat prosedur untuk mendiagonalkan sebuah matriks simetris A
berukuran n × n.
Langkah 2. Gunakan Proses Gram-Schmidt pada setiap basis untuk memperoleh basis ortonormal dari
setiap ruang eigen.
Langkah 3. Susun matriks P yang terdiri dari vektor-vektor basis yang didapat pada langkah 2, serta
matriks D yang berisi nilai-nilai eigen yang berkorespondensi dari tiap-tiap kolom matriks P .
3. Tunjukkan jika A matriks ortogonal yang simetris, maka nilai eigen yang mungkin hanya −1 dan 1
saja.
101 124
Bab 7
Transformasi Linier
Sekarang kita akan membahas fungsi yang memetakan vektor ~x di Rn sebagai variabel bebas ke vektor w ~
m
di R sebagai variabel terikat. Kita akan fokus dengan fungsi yang kita sebut sebagai transformasi matriks,
yang merupakan materi fundamental di aljabar linier.
Definisi 1 Transformasi
Jika V dan W adalah ruang vektor, dan f fungsi dengan domain V dan kodomain W , maka kita sebut
f sebagai transformasi dari V ke W atau f memetakan V ke W , yang kita notasikan
f :V →W
w1 = f1 (x1 , x2 , · · · , xn )
w2 = f2 (x1 , x2 , · · · , xn )
..
.
wm = fm (x1 , x2 , · · · , xn )
Persamaan di atas bisa dibentuk menjadi suatu transformasi T dari Rn ke Rm , dengan T : V → W dan
T (x1 , x2 , · · · , xn ) = (w1 , w2 , · · · , wm )
102 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
1. TA (~0) = ~0
Bukti. Keempat sifat tersebut mudah dibuktikan karena sifat di atas memanfaatkan sifat matriks yaitu
A~0 = ~0 A(k~u) = k(A~u) A(~u + ~v ) = A~u + A~v A(~u − ~v ) = A~u − A~v
Akibat teorema di atas, matriks transformasi memetakan kombinasi linier dari vektor di Rn ke kombinasi
linier dari vektor di Rm yang berkorespondensi, atau
TA (k1~u1 + k2~u2 + · · · + kr ~ur ) = k1 TA (~u1 ) + k2 TA (~u2 ) + · · · + kr TA (~ur )
103 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Teorema 2
Jika TA : Rn → Rm dan TB : Rn → Rm adalah transformasi matriks, dan TA (~x) = TB (~x) untuk setiap
vektor ~x di Rn , maka A = B.
Perhatikan bahwa ~x dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor dalam basis standar bagi Rn , yaitu
ê1 , ê2 , · · · , ên . Akibatnya cukup meninjau vektor-vektor tersebut. Tetapi ini jelas benar, karena
Aêi = Bêi
berarti kolom ke i dari A haruslah sama dengan kolom ke i dari B, untuk i = 1, 2, · · · , n. Jadi, haruslah
A = B.
Jika matriks standar dari suatu transformasi T0 adalah matriks nol 0 berukuran m × n, maka kita sebut
T0 sebagai Transformasi nol dan jika matriks standar dari suatu transformasi TI adalah matriks identitas
In , maka kita sebut TI sebagai operator identitas.
Sekarang akan diberikan metoda untuk mencari matriks standar.
Misalkan ê1 , ê2 , · · · , ên vektor dalam basis standar bagi Rn dan TA suatu transformasi dari Rn ke Rm
dengan TA (êi ) = Aêi , i = 1, 2, · · · , n untuk suatu matriks A berukuran m × n. Tetapi hasil kali Aêi
menghasilkan kolom ke i dari A sehingga kita peroleh bentuk dari A adalah
A = TA (ê1 ) TA (ê2 ) · · · TA (ên )
104 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Untuk kasus suatu vektor di R2 diproyeksikan pada suatu garis yang membentuk sudut θ terhadap sumbu
x, kita bisa cari matriks standarnya dengan terlebih dahulu memproyeksikan vektor dalam basis standar
105 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
bagi R2 , yaitu
1 0
î = dan ĵ =
0 1
pada garis tersebut. Misalkan vektor satuan yang membangun garis ini adalah ~a = (cos θ, sin θ), maka
î · ~a cos2 θ
proj~a î = ~a =
||~a||2 sin θ cos θ
ĵ · ~a sin θ cos θ
proj~a ĵ = ~a =
||~a||2 sin2 θ
Jadi kita peroleh matriks standarnya, sebutlah Pθ adalah
sin2 θ
cos2 θ cos2 θ sin θ cos θ
Pθ = T (î) T (ĵ) = =
sin θ cos θ sin2 θ cos θ sin θ cos θ sin2 θ
Dengan memanfaatkan identitas trigonometri sin 2θ = 2 sin θ cos θ, maka
sin2 θ cos2 θ 21 sin 2θ
cos2 θ
Pθ = = 1
sin θ cos θ sin2 θ cos θ 2
sin 2θ sin2 θ
7.1.3.3 Operator Rotasi
106 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
dan
" # " #
a0
1 0 a
= (7.4)
b0 0 −1 b
S0 S0
serta
" # −1 " #
a 1 0 cos θ − sin θ a
= (7.5)
b 0 −1 sin θ cos θ b
S0 S
Komposisi ini bisa dikembangkan untuk tiga atau lebih komposisi. Dapat diuji bahwa sifat tak komutatif
pada fungsi bernilai real yang tak selalu berlaku pun dialami oleh transformasi matriks.
Sekarang kita akan melihat hubungan antara sifat invertibel dari matriks A dengan transformasi matriks
TA .
Pendefinisian satu-satu pada transformasi ini sama dengan definisi satu-satu di fungsi bernilai real.
Sekarang akan diberikan teorema terkait sifat invertibel suatu matriks dengan sifat pemetaaan satu-satu:
1. A invertibel.
3. TA satu-satu.
Bukti. (1 → 2) Asumsikan A invertibel. Menurut poin (a) dan (e) dari teorema 4 di 4.8.1, SPL A~x = ~b
konsisten untuk setiap vektor kolom ~b di Rn . Akibatnya, selalu ada ~x untuk suatu ~b sebarang di Rn atau
dengan kata lain, range dari TA adalah Rn . (2 → 3) Asumsikan poin 2 benar. Menurut poin (e) dan (f)
teorema 4 di 4.8.1, A~x = ~b memiliki solusi unik untuk setiap vektor ~b di TA . Jadi, TA satu-satu.
(3 → 1) Asumsikan poin 3 benar. Maka untuk setiap vektor ~b yang dipilih di TA ada solusi unik ~x di Rn .
Akibatnya, jika
x1
x2
~x = ..
.
xn
108 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
...
x = b0
n n
dengan b0i adalah elemen dari ~b yang telah dikenai serangkaian OBE. Berarti matriks yang berkorespondensi
dengan SPL diatas adalah
1 0 ··· 0 x1 b01
0 1 · · · 0 x2 b0
2
.. .. . . .. .. = ..
. . . . . .
0 0 · · · 1 xn b0n
Kita simpulkan bahwa matriks A yang dikenai OBE haruslah memiliki bentuk eselon baris tereduksinya In .
Jadi, A invertibel.
Dari teorema di atas, kita bisa mendefinisikan operator pada Rn yang kita sebut invers dari TA atau
invers operator yang ditulis
TA−1 : Rn → Rn
dan kita peroleh sifat
TA (TA−1 (~x)) = AA−1~x = I~x = ~x
TA−1 (TA (~x)) = A−1 A~x = I~x = ~x
Akibatnya, TA−1 = (TA )−1 .
7.1.4.2 Sifat Kelinieran
Sekarang kita akan melihat sifat seperti apa sehingga suatu transformasi T : Rn → Rm dikatakan
transformasi matriks secara umum.
Teorema 4
T : Rn → Rm adalah transformasi matriks jika dan hanya jika sifat berikut ini berlaku untuk setiap
vektor ~u dan ~v di Rn dan k suatu skalar:
2. T (k~u) = kT (~u)
Bukti. (⇒) Jika T transformasi matriks, maka sifat 1 dan 2 jelas menurut poin 2 dan 3 pada teorema 1
di 7.1.2.
(⇐) Asumsikan poin 1 dan 2 dipenuhi. Kita harus buktikan bahwa ada matriks A berukuran m × n sehingga
T (~x) = A~x untuk setiap vektor ~x di Rn .
Perhatikan bahwa
109 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
dan misalkan
x1
x2
~x = ..
.
xn
Pandang:
T (~x) = T (x1 ê1 + x2 ê2 + · · · + xn ên )
= x1 T (ê1 ) + x2 T (ê2 ) + · · · + xn T (ên )
= A~x
menurut teorema 1 di 1.3.1.
Kedua sifat tersebut disebut sifat kelinieran dan transformasi yang memenuhi kedua sifat tersebut adalah
transformasi linier.
Sebagai penutup, kita berikan teorema berikut:
(a) A invertibel.
(g) det(A) 6= 0
(m) TA satu-satu.
110 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
dan
T (k~u) = kT (~u)
untuk setiap vektor ~u dan ~v di Rn dan k skalar.
Sekarang diberikan definisi untuk kasus yang lebih umum:
2. T (k~u) = kT (~u)
Teorema 1
Jika T : V → W adalah transformasi linier, maka:
1. T (~0) = ~0
Selanjutnya,
T (~u − ~v ) = T (~u + (−1~v )) = T (~u) + (−1)T (~v ) = T (~u) − T (~v )
Kita sebut transformasi linier T : V → W dengan V dan W ruang vektor dan T (~u) = ~0 untuk setiap
vektor ~u di V , sebagai transformasi nol dan I : V → V dengan V ruang vektor dan I(~v ) = ~v untuk setiap
vektor ~v di V , sebagai operator identitas pada V . (Bukti transformasi nol dan operator identitas bersifat
linier dijadikan sebagai latihan).
111 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Sebelumnya juga kita telah melihat bahwa ada matriks A pada transformasi matriks TA : Rn → Rm
dengan
A = T (ê1 ) T (ê2 ) · · · T (ên )
dan S = {ê1 , ê2 , · · · , ên } adalah basis standar bagi Rn . Akibatnya, untuk setiap vektor ~v = (c1 , c2 , · · · , cn )
di Rn , maka
T (~u) = c1 T (ê1 ) + c2 T (ê2 ) + · · · + cn T (ên )
Dengan kata lain, dalam transformasi matriks, bayangan dari vektor di domain dapat ditulis sebagai
kombinasi linier dari bayangan dari vektor dalam basis standar. Berikut ini diberikan teorema yang lebih
umum:
Teorema 2
Misalkan T : V → W adalah transformasi linier dengan V berdimensi terbatas. Jika S =
{v1 , v2 , · · · , vn } adalah basis bagi V , maka bayangan dari vektor ~v di V dapat ditulis sebagai
Bukti. Teorema dapat dengan mudah dibuktikan karena ~v dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari
vektor-vektor di S atau
~v = c1~v1 + c2~v2 + · · · + cn~vn
lalu memetakannya pada T dan gunakan sifat kelinieran.
Contoh Soal 1. Misalkan S = {(1, 1, 1), (1, 1, 0), (1, 0, 0)} basis bagi R dan T : R → R transfor-
3 3 2
112 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Sebagai contoh, jika TA : Rn → Rm adalah multiplikasi oleh matriks A yang berukuran m × n, maka
ker(TA ) adalah ruang nol dari A dan Im(T ) adalah ruang kolom dari A.
Sekarang akan dibahas mengenai sifat dari peta dan inti:
Bukti. (1) menurut poin 1 pada teorema 1, vektor nol ada dalam ker(T ), jadi ker(T ) tak kosong. Misalkan
~v1 dan ~v2 vektor di ker(T ) dan k skalar, maka perhatikan bahwa
T (~v1 + ~v2 ) = T (~v1 ) + T (~v2 ) = ~0 + ~0 = ~0
Jadi, ker(T ) tertutup terhadap operasi penjumlahan. Selanjutnya,
T (k~v1 ) = kT (~v1 ) = k~0 = ~0
Jadi, ker(T ) tertutup terhadap operasi perkalian dengan skalar. Kita simpulkan bahwa ker(T ) merupakan
subruang dari V .
(2) Menurut poin 1 pada teorema 1, vektor nol ada dalam Im(T ), jadi Im(T ) tak kosong. Misalkan w
~ 1 dan w
~2
vektor di Im(T ) dan k skalar, maka perhatikan bahwa kita perlu menunjukkan bahwa ada vektor a dan b di
V memenuhi
T (~a) = w ~ 2 dan T (~b) = k w
~1 + w ~1
Tetapi ada vektor ~u1 dan ~u2 di V dengan
T (~v1 ) = w
~ 1 dan T (~v2 ) = w
~2
Pilih ~a = ~v1 + ~v2 dan ~b = k~v1 , sehingga Im(T ) merupakan subruang dari W .
Sekarang akan kita berikan definisi yang lebih umum dari rank dan nulitas:
Teorema 4
Jika T : V → W adalah transformasi linier dari ruang vektor V berdimensi n ke suatu ruang vektor W ,
maka
rank(T ) + null(T ) = n
113 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Bukti. Misalkan 1 ≤ dim(ker(T )) = r < n dan v1 , v2 , · · · , vr basis bagi inti dari T . Jelas
{v1 , v2 , · · · , vr } bebas linier, sehingga menurut poin 2 teorema 4 di 4.5.1, ada n − r vektor vr+1 , vr+2 , · · · , vn
yang jika ditambahkan pada himpunan tersebut menngakibatkan himpunan yang baru merupakan
basis bagi V , yaitu {v1 , v2 , · · · , vn }. Akibatnya, kita cukup buktikan bahwa vektor di himpunan
S = {T (~vr+1 ), T (~vr+2 ), · · · , T (~vn )} membentuk basis bagi peta dari T .
Pertama, kita harus buktikan S membangun peta dari T . Jika ~b vektor di Im(T ), maka ~b = T (~v ) untuk suatu
vektor ~v di V . Karena {v1 , v2 , · · · , vn } basis bagi V , maka
dengan kata lain, {T (~v1 ), T (~v2 ), · · · , T (~vn )} membangun peta dari T. Selanjutnya, karena r = 0, maka
T (~x) = ~0 hanya dipenuhi oleh ~x = ~0 anggota V , dan
~0 = k1~v1 + k2~v2 + · · · + kn~vn
rank(TA ) + null(TA ) = n
114 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
• Jika T : V → W adalah transformasi linier dari suatu ruang vektor V ke suatu ruang vektor W ,
maka T dikatakan satu-satu jika T memetakan vektor-vektor yang berbeda di V ke vektor-vektor
yang berbeda di W .
• Jika T : V → W adalah transformasi linier dari suatu ruang vektor V ke suatu ruang vektor W ,
maka T dikatakan pada jika setiap vektor di W merupakan bayangan dari setidaknya satu vektor
di V .
Teorema 1
Jika T : V → W adalah transformasi linier, maka T satu-satu jika dan hanya jika ker(T ) = {~0}.
Bukti. (⇒) Karena T linier, kita tahu bahwa T (~0) = ~0 menurut poin 1 teorema 1 di 7.2.1. Karena T
satu-satu, maka tidak ada vektor lain di V yang dipetakan ke ~0. Jadi, ker(T ) = {~0}.
(⇐) Misalkan ker(T ) = {~0}. Jika ~u dan ~v vektor berbeda, maka ~u − ~v 6= ~0 dan T (~u − ~v ) 6= ~0. Karena T
linier, maka
T (~u) − T (~v ) = T (~u − ~v ) 6= ~0
Jadi, T memetakan vektor-vektor berbeda di V ke vektor-vektor yang berbeda juga di W . Kita simpulkan T
satu-satu.
(a) T satu-satu.
Bukti. Kita tahu poin (a) dan (b) ekuivalen menurut teorema 1. Jadi cukup dibuktikan poin (b) dan (c)
ekuivalen.
(⇒) Misalkan ker(T ) = {~0} dan dimensi dari V adalah n. Maka menurut teorema 4 di 7.2.2, dimensi dari
Im(T )= n − dim(ker(T )) = n − 0 = n. Dengan kata lain, Im(T ) = V .
(⇐) Cara pembuktian serupa dengan pembuktian sebelumnya, hanya saja proses pengerjaannya terbalik.
Jadi pernyataan (b) dan (c) ekuivalen.
4 4
Dapat diuji bahwa transformasi linier T1 : P3 → R dan T2 : M22 → R yang didefinisikan dengan
dan !
a b
T2 = (a, b, c, d)
c d
bersifat satu-satu dan pada.
Dengan menggunakan kontradiksi, kita dapat buktikan bahwa jika T : V → W transformasi linier dan
V dan W berdimensi terbatas, maka:
7.3.2 Isomorfisma
Definisi 2 Isomorfisma
Jika transformasi linier T : V → W satu-satu dan pada, maka T dikatakan isomorf dan ruang vektor V
dan W dikatakan ismorfik.
Kita bisa lihat pada contoh sebelumnya, P3 isomorfik dengan R4 dan M22 isomorfik dengan R4 . Berikut ini
diberikan teorema yang membantu kita mengenali ruang vektor yang isomorfik dengan Rn :
Teorema 3
Setiap ruang vektor atas bilangan real yang berdimensi n isomorfik dengan Rn .
Bukti. Misalkan V ruang vektor atas bilangan real yang berdimensi n. Kita perlu mencari transformasi
linier T : V → Rn yang satu-satu dan pada. Misalkan {v1 , v2 , · · · , vn } basis bagi V dan
kombinasi linier vektor ~u oleh vektor dalam basis bagi V serta definisikan T : V → Rn dengan
T (~u) = (k1 , k2 , · · · , kn )
116 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Untuk membuktikan T linier, ambil sebarang vektor ~u dan ~v di V dan c suatu skalar, serta
Pandang:
T (c~u) = T (ck1~v1 + ck2~v2 + · · · + ckn~vn )
= (ck1 , ck2 , · · · , ckn )
= c(k1 , k2 , · · · , kn ) = cT (~u)
dan
T (~u + ~v ) = T ((k1 + p1 )~v1 + (k2 + p2 )~v2 + · · · + (kn + pn )~vn )
= (k1 + p1 , k2 + p2 , · · · , kn + pn )
= (k1 , k2 , · · · , kn ) + (p1 , p2 , · · · , pn ) = T (~u) + T (~v )
Jadi, T linier. Selanjutnya, untuk vektor ~u dan ~v yang berbeda di V , ki 6= pi untuk setidaknya satu i,
sehingga
T (~u) = (k1 , k2 , · · · , kn ) 6= (p1 , p2 , · · · , pn ) = T (~v )
Jadi, T satu-satu. Terakhir, untuk sebarang vektor w
~ di V dengan
~ = (k1 , k2 , · · · , kn )
w
dengan ~x ada di V .
Teorema 4
Jika T1 : V → V dan T2 : V → W adalah transformasi linier (T2 ◦ T1 ) : U → W juga transformasi
linier.
dan
(T2 ◦ T1 )(c~u) = T2 (T1 (c~u))
= T2 (cT1 (~u))
= cT2 (T1 (~u))
= c(T2 ◦ T1 )(~u)
Jadi, T2 ◦ T1 linier.
Untuk komposisi tiga tranformasi linier serupa.
Teorema 5
Jika T1 : U → V dan T2 : V → W adalah transformasi linier yang satu-satu, maka
1. T2 ◦ T1 satu-satu
Bukti. (1) Karena T1 satu-satu, maka untuk setiap vektor berbeda ~u dan ~v, T1(~u) dan T1(~v) berbeda.
Karena T2 juga berbeda, maka T2 (T1 (~u)) dan T2 (T1 (~v )) juga berbeda. Jadi, T2 ◦ T1 satu-satu.
(2) Misalkan ~u = (T2 ◦ T1 )−1 (w)
~ dengan w ~ di Im(T2 ◦ T1 ). Akibatnya, (T2 ◦ T1 )(~u) = T2 (T1 (~u)) = w.
~
−1
Selanjutnya, karena T2 ◦ T1 satu-satu, maka jika kita petakan kedua ruas oleh T2 lalu petakan lagi oleh
T1−1 , sehingga diperoleh
~u = T1−1 (T2−1 (w))
~ = (T1−1 ◦ T2−1 )(w)~
Dengan kata lain,
(T2 ◦ T1 )−1 (w)
~ = (T1−1 ◦ T2−1 )(w)
~
Teorema ini juga dapat dikembangkan untuk lebih banyak transformasi linier.
Misalkan S = {~u1 , ~u2 , · · · , ~un } dan S 0 = {~v1 , ~v2 , · · · , ~vm }. Kita peroleh
Akibatnya, jika
a11 a12 · · · a1n
a21 a22 · · · a2n
A = ..
.. .. ..
. . . .
am1 am2 · · · amn
maka A[~ui ]S menghasilkan vektor kolom ke i dari A, yang berarti bahwa
A = [T (~u1 )]S 0 | [T (~u2 )]S 0 | · · · | [T (~un )]S 0
Kita sebut matriks ini sebagai matriks dari T relatif terhadap basis S dan S 0 dan dinotasikan [T ]SS 0 . Jadi,
[T ]SS 0 = [T (~u1 )]S 0 | [T (~u2 )]S 0 | · · · | [T (~un )]S 0
Perhatikan jika TA : Rn → Rm multiplikasi oleh A dengan S dan S 0 basis standar bagi domain dan
kodomain, maka
[T ]SS 0 = A
119 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
S = {1, x} S 0 = {1, x, x2 }
dan [T ]S [~x]S = [T (~x)]S . Jika T operator linier pada Rn yang dimultiplikasi oleh matriks A dengan S basis
standar bagi Rn , maka [T ]S = A.
Untuk kasus T merupakan operator identitas dan S basis bagi ruang vektor V berdimensi n, akan diperoleh
[T ]S = In .
Teorema 1
Jika T1 : U → V dan T2 : V → W transformasi linier dengan S, S”, dan S 0 berturut-turut merupakan
basis bagi U , V , dan W , maka
[T2 ◦ T1 ]SS 0 = [T2 ]S”S 0 [T1 ]SS”
Bukti. Misalkan U berdimensi n dan S = {~u1, ~u2, · · · , ~un}. Ambil sebarang vektor ~u di U , maka
[T2 ]S”S 0 [T1 ]S”S [~u]S = [T2 ]S”S 0 [T1 (~u)]S” = [T2 (T1 (~u))]S 0 = [(T2 ◦ T1 )(~u)]S 0 · · · (1)
Dengan mensubtitusikan (1) pada persamaan diatas dan memanfaatkan sifat perkalian matriks dengan
vektor kolom, maka akan diperoleh bentuk yang kita inginkan.
Teorema di atas dapat juga dikembangkan untuk komposisi tiga transformasi linier.
Contoh Soal 2. Misalkan T1 : P1 → P2 dan T2 : P2 → P2 transformasi linier dengan
T1 (p(x)) = xp(x) dan T2 (p(x)) = p(3x − 5)
120 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
dengan (T2 ◦ T1 )(1) = 3x − 5 dan (T2 ◦ T1 )(x) = (3x − 5)2 = 9x2 − 30x + 25. Diperoleh
−5 25
[(T2 ◦ T1 )(1)]S 0 = 3 dan [(T2 ◦ T1 )(x)]S 0 = −30
0 9
Jadi,
−5 25
[T2 ◦ T1 ]SS 0 = 3 −30
0 9
Teorema 2
Jika T : V → V operator linier dan S basis bagi V , maka T satu-satu jika dan hanya jika [T ]S invertibel.
Bukti. (⇒) Misalkan V berdimensi n dan S basis bagi V . Karena T satu-satu, maka menurut teorema
2 di 7.3.1 T pada. Akibatnya, T isomorf dan ada invers transformasi T −1 . Selanjutnya, menurut teorema 1,
[T −1 ]S [T ]S = [T −1 ◦ T ]S = [IV ]S = In
7.5 Similaritas
Sekarang kita berfokus pada operator linier T : V → V dengan V suatu ruang vektor. Karena matriks
untuk operator T bergantung pada basis yang dipilih bagi V , maka tujuan kita adalah mencari basis yang
mengakibatkan matriks yang berkorespondensi menjadi sesederhana mungkin.
dan
PS 0 →S = [~u1 ]S 0 | [~u2 ]S 0 | · · · | [~un ]S 0
dengan matriks PS→S 0 dan PS 0 →S saling invers. Ingat juga jika ~v vektor sebarang di V , maka
PS 0 →S [~v ]S 0 = [~v ]S
Sekarang diberikan teorema mengenai matriks transisi dengan sudut pandang yang berbeda:
Teorema 1
Jika S dan S 0 basis bagi suatu ruang vektor V berdimensi terbatas dan I : V → V operator identitas
pada V , maka
PS→S 0 = [I]SS 0 dan PS 0 →S = [I]S 0 S
Bukti. Misalkan S = {~u1 , ~u2 , · · · , ~un } dan S 0 = {~u01 , ~u02 , · · · , ~u0n } basis bagi V . Karena I(~v ) = ~v
untuk setiap vektor ~v di V , maka
[I]SS 0 = [I(~u1 )]S 0 | [I(~u2 )]S 0 | · · · | [I(~un )]S 0
= PS→S 0
Bukti serupa untuk [I]S 0 S = PS 0 →S .
Sekarang kita akan membahas kaitan antara matriks [T ]S dengan [T ]S 0 pada operator linier T : V → V
dengan V ruang vektor berdimensi terbatas dan basis S dan S 0 .
122 124
Robby | Stephanus Ardyanto Catatan Kuliah Aljabar Linier Elementer Edisi 2015-2016
Teorema 2
Misalkan T : V → V operator linier pada ruang vektor berdimensi terbatas V , dengan S dan S 0 basis
bagi V , maka
[T ]S 0 = PS→S 0 [T ]S PS 0 →S
Teorema 3
Matriks A dan B dikatakan serupa jika dan hanya jika kedua matriks tersebut berkorespondensi dengan
operator linier yang sama. Selanjutnya, jika B = P −1 AP , maka P merupakan matriks transisi dari
basis yang relatif terhadap B ke basis yang relatif terhadap A.
berkorespondensi dengan operator linier yang sama, yaitu T : R2 → R2 , dengan S = {ê1 , ê2 } basis standar
yang terkait matriks A dan S 0 = {~u01 , ~u02 } basis terkait matriks B, dengan
0 1 0 1
~u1 = dan ~u2 =
1 2
Contoh Soal 2. Tentukan nilai eigen dan basis bagi ruang eigen dari operator linier T : P2 → P2
dengan definisi
T (a + bx + cx2 ) = −2c + (a + 2b + c)x + (a + 3c)x2
Solusi. Dapat diuji bahwa matriks untuk T terkait basis standar S = {1, x, x2 } adalah
0 0 −2
[T ]S = 1 2 1
1 0 3
Menurut contoh soal 1 di 6.2.2 nilai eigen dari [T ]S adalah λ = 1 dan λ = 2 dan ruang eigen dari [T ]S
terkait lambda = 2 memiliki basis {~u1 , ~u2 }, dengan
−1 0
~u1 = 0 dan ~u2 = 1
1 0
Maka ruang eigen dari T terkait λ = 2 memiliki basis {~p1 , p~2 } dan ruang eigen dari T terkait λ = 1
memiliki basis {~p3 }. Perhatikan bahwa T (~p1 ) = 2~p1 , T (~p2 ) = 2~p2 , dan T (~p3 ) = p~3 .
124 124
Daftar Pustaka
Anton, Howard, Chris Rorres. 2014. Elementary Linear Algebra Applications Version, 11th edition. Wiley.
Nicholson, Keith. Linear Algebra with Applications 7th edition. Mc-Graw Hill.
125 124