Penulis:
Yuli Rohyami, M.Sc.
Penerbit:
KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)
pengetahuan dasar bagi analis kimia
Rohyami, Yuli
Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia /
Yuli Rohyami. --Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia, 2017.
x + 192 hlm. ; 16 x 23 cm
ISBN 978-602-450-152-5
e-ISBN 978-602-450-151-8
Penerbit:
Buku ajar ini disusun sebagai bahan ajar dalam matakuliah Kimia Dasar pada
program pendidikan vokasi khususnya bagi analis kimia dan penerapannya dalam
bidang pangan dan pertanian, analisis industri, dan analisis lingkungan. Secara
khusus buku ini dipersembahkan bagi mahasiswa di bidang analis kimia untuk
memberikan pengayaan tentang dasar-dasar kimia yang akan digunakan dalam
penerapan dan aplikasi pengujian kimia. Buku ini menyajikan materi tentang peranan
analis kimia dalam kehidupan, materi, transformasi materi, sistem konversi satuan,
pengenalan atom dan sistem periodik unsur, stoikhiometri kimia, larutan, asam basa,
kesetimbangan kimia, kinetika kimia, termokimia dan reaksi reduksi oksidasi.
Buku ini ditulis dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh
mahasiswa. Setiap bahasan disertai contoh soal dan latihan sebagai sarana
pendalaman materi untuk mengarahkan pada pencapaian kompetensi dalam
setiap topik bahasan. Penyajian materi dipilihkan sesuai kebutuhan kepraktisan
untuk memahami dasar-dasar ilmu kimia yang berguna dalam membekali konsep
teoritis untuk menguasai berbagai prosedur pengujian kimia terutama dalam
penguasaan konsep dasar dan aspek matematik. Buku ini dapat menjadi alternatif
bagi mahasiswa dan para pembaca untuk menemukan jawaban singkat dalam
menemukan permasalahan dalam memahami ilmu kimia dan penerapanya.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari karya yang sempurna. Inspirasi
para pembaca untuk perbaikan karya ini akan sangat memberikan kontribusi pada
kesempurnaan isi dan memperkaya manfaat untuk semakin memberi kontribusi
pada kemajuan ilmu pengetahuan. Selamat membaca, semoga buku ini menjadi
pilihan yang tepat bagi para pembaca semua.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB I Pengantar Kimia Dasar 1
1.1 Peranan Analis Kimia dalam Kehidupan 1
1.2 Kompetensi Dasar Analis Kimia 2
BAB II Materi dan Perubahan Materi 5
2.1 Pendahuluan 5
2.2 Sifat Materi 6
2.3 Wujud Materi 8
2.4 Zat dan Campuran 10
2.5 Metode Pemisahan campuran 12
2.6 Sistem Satuan 17
Bab III Perkembangan Teori Atom dan Struktur Dasar Atom 25
3.1 Pendahuluan 25
3.2 Perkembangan Teori Atom Dalton 26
3.3 Perkembangan Teori Atom Thomson 27
3.4 Perkembangan Teori Atom Rutherford 28
3.5 Perkembangan teori atom Bohr 29
3.6 Perkembangan Teori Atom Mekanika Gelombang 30
3.7 Struktur Dasar Atom 31
3.8 Isotop 34
3.9 Bobot Atom 35
Bab IV Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan
Sistem Periodik Unsur 41
4.1 Pendahuluan 41
4.2 Bilangan Kuantum 42
4.3 Konfigurasi elektron 46
4.4 Sistem Periodik Unsur 49
Bab V Ikatan Kimia 57
5.1 Pendahuluan 57
5.2 Peranan elektron dalam ikatan kimia 57
5.3 Ikatan Ion 59
5.4 Ikatan Kovalen 60
5.5 Ikatan kovalen koordinasi 61
v
5.6 Teori tolakan pasangan elektron valensi (valence shell electron
repulsion, VSEPR) 63
5.7 Teori Orbital Molekul 64
5.8 Ikatan Hidrogen 70
5.9 Gaya van der Waals 70
5.10 Ikatan Logam 72
Bab VI Stoikiometri Kimia 77
6.1 Hukum Dasar Kimia 77
6.2 Hukum Penyatuan Volume dan Hukum Avogadro 79
6.3 Massa atom relatif (Ar) dan bobot atom (BA) 79
6.4 Massa molekul relatif (Mr) dan bobot molekul (BM) 81
6.5 Konsep mol 85
6.6 Rumus kimia 88
6.7 Bilangan Oksidasi 90
Bab VII Larutan 103
7.1 Larutan 103
7.2 Entalpi Pelarutan 105
7.3 Gaya Intermolekul 107
7.4 Kesetimbangan Kelarutan 107
7.5 Satuan Konsentrasi Larutan 109
7.6 Cara Membuat Larutan 119
7.7 Larutan Elektrolit 121
7.8 Sifat Koligatif Larutan 123
7.9 Koloid 128
Bab VIII Asam Basa 133
8.1 Asam Basa Arrhenius 133
8.2 Asam Basa Bronsted-Lowry 134
8.3 Asam Basa Lewis 134
8.4 Kesetimbangan Asam Basa 135
8.5 Derajat Keasaman (pH) 136
8.6 Reaksi netralisasi 144
8.7 Indikator Asam Basa 145
Bab IX Termokimia 149
9.1 Persamaan Termokimia 149
9.2 Entalpi 151
9.3 Entalpi Disosiasi Ikatan (∆Hdis) 153
vi
Bab X Kesetimbangan Kimia 157
10.1 Kesetimbangan Reaksi Kimia 157
10.2 Faktor yang mempengaruhi kesetimbangan 158
10.3 Konstanta Kesetimbangan 159
Bab XI Kinetika Kimia 165
11.1 Kinetika Kimia 165
11.2 Reaksi Orde Nol 167
11.3 Reaksi Orde Pertama 169
11.4 Reaksi Orde Kedua 172
11.5 Reaksi Orde ketiga 174
11.6 Waktu Paruh 176
Bab XII Reaksi Reduksi Oksidasi 179
12.1 Reaksi Reduksi Oksidasi 179
12.2 Menyetarakan Reaksi Redoks 180
12.3 Potensial Sel 181
12.4 Sel Elektrokimia 183
12.5 Kerja listrik dan Perubahan Energi Bebas (ΔG) 185
12.6 Hubungan Eosel dan Konstanta Kesetimbangan 186
12.7 Esel sebagai Fungsi Konsentrasi 186
Referensi 189
Glosari 191
Index 195
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sistem metrik dalam beberapa satuan 17
Tabel 2.2. Konversi besaran massa dalam beberapa sistem metrik 18
Tabel 2.3. Konversi volume dalam beberapa sistem metrik 18
Tabel 3.1. Data muatan dan massa partikel dasar atom 34
Tabel 3.2. Lambang atom dan jumlah partikel dasar penyusun atom 35
Tabel 3.3. Contoh isotop 36
Tabel 4.1. Besarnya bilangan kuantum azimuth dari bilangan kuantum utama 43
Tabel 4.2. Bentuk orbital dari bilangan kuantum azimuth 43
Tabel 4.3. Bilangan kuantum dan bentuk orbital 44
Tabel 4.4. Contoh penulisan konfigurasi elektron 48
Tabel 4.5. Elektron valensi atom golongan utama dan golongan transisi 50
Tabel 4.6. Penentuan golongan dan perioda 52
Tabel 5.1. Contoh Lambang Lewis 58
Tabel 5.2. Muatan Atom Hidrogen, Karbon dan Nitrogen pada Asam Sianida 62
Tabel 5.3. Bilangan Koordinasi dan Struktur Molekul 63
Tabel 6.1. Rumus Empiris dan Rumus Molekul Suatu Senyawa 88
Tabel 7.1. Beberapa contoh larutan elektrolit 122
Tabel 7.2. Jenis-jenis koloid 129
Tabel 9.1. Entalpi pembentukan standar, ∆Hfo dalam kJ.mol-1 152
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Perubahan materi 8
Gambar 2.2. Transformasi fase materi 9
Gambar 2.3 Perubahan fase materi 10
Gambar 2.4. Klarifikasi Materi berdasarkan Komposisi Kimia 12
Gambar 3.1. Model atom Thomson 28
Gambar 3.2. Model atom Rutherford 29
Gambar 3.3. Model Atom Bohr 30
Gambar 3.4. Model Atom Teori Mekanika Gelombang 31
Gambar 3.5. Eksperimen Crookes 19
Gambar 4.1. Bentuk orbital a. orbital 1s b. orbital 2s 44
Gambar 4.2. Bentuk orbital p 45
Gambar 4.3. Bentuk orbital d 45
Gambar 4.4. Diagram pengisian konfigurasi elektron 46
Gambar 4.5. Sistem periodik unsur 50
Gambar 5.1. Orbital molekul 66
Gambar 5.2 Bentuk orbital molekul 67
Gambar 5.3 Peristiwa perpindahan elektron 68
Gambar 5.4 Ikatan hidrogen pada asam fluorida dan air 70
Gambar 6.1. Cara penentuan mol suatu zat 95
Gambar 7.1. Terjadi penambahan jarak antar molekul-molekul 106
Gambar 7.2. Proses terjadinya pencampuran 106
Gambar 7.3. Proses pembentukan larutan jenuh 108
Gambar 7.4. Proses pembentukan larutan lewat jenuh 109
Gambar 12.1. Sel Elektrokimia 184
ix
Bab I
Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran
2.1 Pendahuluan
Segala sesuatu yang nyata dan ada adalah suatu materi yang telah diciptakan.
Dalam hukum kekekalan materi disebutkan bahwa materi tidak dapat diciptakan
dan tidak dapat dimusnahkan. Materi menjadi bentuk dari suatu makhluk yang telah
diciptakan. Manusia tidak dapat menciptakan materi yang ada di alam semesta.
Dalam kehidupan nyata, manusia hanya dapat mengubah dari satu bentuk materi
menjadi bentuk lain dari suatu materi. Manusia juga tidak dapat memusnahkan
materi sehingga hanya dapat mengurai suatu materi ke bentuk lain yang lebih
sederhana.
Materi dipandang sebagai sebuah objek yang memiliki wujud tertentu. Materi
dapat berupa benda padat, seperti benda-benda yang ada di sekitar kita. Kristal gula,
garam dapur, kanfer, kapur, arang, monosodium glutamat, detergen, kaporit, soda,
batu akik, kuarsa, granit, keramik, batu bara, silika, emas, perak, dan berlian termasuk
materi yang berwujud padatan. Benda tersebut dapat dilihat dan memiliki bentuk
yang karakteristik yang unik. Sifat benda dapat digunakan untuk membedakan materi
satu dengan benda lain. Materi juga dapat berupa cairan seperti air, minyak, sirup,
madu, susu, minuman, alkohol, asam cuka, dan formalin. Benda cair akan memiliki
bentuk yang menyesuaikan dengan bentuk wadahnya. Apabila dipindahkan dari
tempat yang satu ke tempat yang lain, cairan akan mengikuti bentuk wadah yang
ditempatinya tanpa merubah ukuran benda.
Apakah materi juga selalu memiliki wujud yang tampak? Tentu tidak semua
materi dapat dilihat secara kasat mata. Udara sepertinya kosong tidak berisi suatu
Kapan materi itu telah ada di dunia ini? Materi telah ada sejak materi diciptakan.
Jika ada materi tentu saja ada yang Maha Menciptakan materi. Keindahan benda dan
materi yang ada di dunia menunjukkan bahwa Yang Maha Pencipta memiliki karya
cipta yang memiliki keindahan yang tak tertandingi. Semua materi yang telah ada
mengikuti hukum kekekalan materi. Materi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
a. b.
Gambar 2.1. Perubahan materi a. Peristiwa lilin terbakar termasuk perubahan kimia sedangkan lilin
yang meleleh adalah perubahan fisika b. Peristiwa besi berkarat termasuk perubahan kimia
Secara fisik materi memiliki bentuk wujud yang sangat tergantung pada keadaan
materi itu sendiri. Berdasarkan wujudnya, materi diklasifikasikan menjadi tiga wujud
yaitu padat, cair, dan gas sehingga materi dapat dilihat, disentuh, dipegang, dicium,
dan dapat dirasakan adanya. Materi dapat mengalami perubahan wujud dari bentuk
satu ke bentuk yang lain melalui transformasi fase. Transformasi fase dari satu fase
ke fase lain merupakan proses perubahan fisika sehingga tidak mengubah susunan
kimia dan komposisi materi.
1. Zat (substance)
Zat adalah senyawa murni baik yang terdiri dari satu jenis unsur atau tersusun
dari beberapa unsur.
a. Unsur
Zat yang sudah tidak dapat lagi diuraikan menjadi zat yang lebih sederhana
disebut unsur. Emas, perak, nikel, aluminium, arsen, tembaga, karbon, fosfor,
belerang, oksigen, nitrogen, argon, kalium, kalsium, dan helium termasuk
dalam kelompok unsur.
b. Senyawa
Apabila zat tersebut terdiri dari beberapa unsur maka dinamakan senyawa.
Misalnya natrium klorida, gula, urea, protein, lemak, alkohol, asam asetat,
natrium bikarbonat, monosodium glutamat, monosodium siklamat, dan
natrium benzoat.
Penggabungan dua atau lebih unsur menjadi suatu senyawa atau peruraian
senyawa menjadi dua atau lebih unsur merupakan perubahan kimiawi. Misalnya
unsur belerang dapat bereaksi dengan unsur oksigen menghasilkan senyawa
gas belerang dioksida. Unsur logam natrium dapat bereaksi dengan senyawa
air menghasilkan unsur natrium hidroksida. Senyawa etanol jika dibakar
akan menghasilkan senyawa gas karbon dioksida dan senyawa air. Senyawa
tembaga(II) klorida dapat diuraikan menjadi unsur tembaga dan gas klorin.
2. Campuran (mixture)
Materi seringkali dijumpai tidak dalam keadaan murni atau bercampur dengan
unsur atau senyawa lain. Campuran suatu materi dapat tersusun dari dua atau lebih
zat yang memiliki komposisi tertentu. Campuran zat yang mempunyai komposisi
atau susunan yang seragam. Campuran zat mempunyai sifat yang sama dalam
suatu sistem, akan tetapi pada sistem yang berbeda memiliki sifat yang berbeda.
Berdasarkan susunan dan komposisinya, campuran dikelompokkan dalam dua jenis,
yaitu campuran homogen dan campuran heterogen.
Zat dalam campuran dapat dipisahkan dengan berbagai cara baik secara kimia
maupun secara fisika. Metode pemisahan dalam analisis kimia sangat bermanfaat,
terutama pada tahap persiapan contoh uji dan pemurnian hasil. Umumnya suatu
analit yang terkandung dalam contoh mempunyai komposisi yang sangat beragam.
Sebelum dilakukan analisis, analit harus dipisahkan dari campurannya dalam contoh.
2. Flokulasi
Pemisahan komponen didasarkan pada pembentukan gumpalan dengan
menambahkan suatu koagulan pada campuran yang akan dipisahkan. Pemisahan
ini digunakan untuk pemisahan suatu sistem yang mengandung partikel koloid
sehingga partikel-partikel tersebut dapat diendapkan.
3. Sentrifugasi
Pemisahan komponen didasarkan pada pemberian tenaga mekanik dengan
gaya pusingan (sentrifugasi) sehingga komponen yang berupa koloid dan partikel
padatan lain akan mengendap dari sistem campuran.
4. Filtrasi
Pemisahan komponen campuran didasarkan pada perbedaan ukuran
komponen yang akan dipisahkan yang dapat melewati suatu filter. Filter yang
digunakan tergantung pada ukuran dan jenis komponen yang akan dipisahkan.
Filtrasi biasanya digunakan untuk pemisahan komponen dalam campuran dalam
suatu sistem yang mengandung partikel padatan yang akan terpisah setelah
dilewatkan pada suatu filter.
1. Absorpsi
Pemisahan yang didasarkan pada sifat absorpsi komponen yang akan
dipisahkan. Pemisahan dilakukan melalui proses absorpsi dengan suatu absorben.
Proses absorpsi terjadi dari interaksi secara kimiawi antara absorbat (zat yang
diabsorpsi). Absorbat akan membentuk interaksi atau ikatan kimiawi dengan
absorben. Komponen yang akan dipisahkan akan berinteraksi sehingga akan
terpisah dari sistem campuran.
2. Adsorpsi
Pemisahan yang didasarkan pada sifat adsorpsi komponen yang akan dipisahkan
dengan menggunakan suatu adsorben. Berbeda dengan absorpsi, adsorbsi
terjadi dari interaksi secara fisika sehingga antara adsorben dengan adsorbat tidak
mengalami interaksi secara kimiawi. Adanya material berpori dari suatu adsorben
sehingga komponen yang akan dipisahkan dapat terperangkap dalam pori.
3. Kromatografi
Pemisahan yang didasarkan pada distribusi suatu komponen dalam fase diam
dan fase gerak. Komponen yang memiliki interaksi yang kuat dengan fase diam
akan tertahan lebih lama dalam fase diam. Apabila interaksinya lebih lemah maka
komponen-komponen dalam campuran akan lebih mudah terbawa oleh fase gerak
sehingga dapat terpisah terlebih dahulu.
Pemisahan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung fase diam
dan fase gerak yang digunakan. Fase diam dapat berupa padatan dan fase gerak
4. Rekristalisasi
Pemisahan yang didasarkan pada perbedaan titik lebur komponen yang
dipisahkan. Pemisahan yang digunakan untuk memurnikan suatu kristal atau padatan
dengan melarutkan kembali dalam pelarut yang sesuai kemudian didinginkan
dalam temperatur tertentu sehingga akan terjadi proses pertumbuhan kristal murni.
Adanya komponen pengotor yang berada pada kisi kristal dapat dipisahkan. Kristal
yang terjadi dipisahkan dengan filtrasi.
5. Distilasi
Pemisahan secara distilasi dilakukan dengan menggunakan perbedaan titik
didih dari komponen yang terdapat pada campuran. Bahan yang akan dipisahkan
dimasukkan ke dalam seperangkat alat distilasi kemudian dipanaskan dengan
tekanan tertentu sehingga akan mencapai titik didih dari suatu komponen yang akan
dipisahkan. Komponen yang akan dipisahkan akan membentuk kesetimbangan
dengan fase uapnya sehingga akan mengembun di kondensor dan dapat dipisahkan
sebagai destilat.
6. Evaporasi
Proses pemisahan yang dilakukan dengan menguapkan komponen pelarut
pada titik didihnya. Evaporasi dapat dilakukan dengan penguapan langsung
dan dapat pula dengan menggunakan penggurangan tekanan sehingga tidak
menimbulkan kerusakan pada bahan yang akan dipisahkan.
Data hasil pengujian kimia secara kuantitatif dinyatakan dalam data hasil
pengukuran yang dinyatakan dalam berbagai satuan. Pengukuran secara kuantitatif
dalam analisis dasar volumetri dan gravimetri melibatkan pengukuran massa dan
volume. Pengukuran massa dan volume dinyatakan dalam satuan gram dan mililiter.
Dalam perhitungan kimia, satuan massa dapat dikonversi dalam satuan kg, mg, atau
μg. Begitupula dengan satuan volume dalam milliliter dikonversi menjadi L dan
μL. Tabel 2.1. digunakan untuk mengkonversi beberapa besaran pokok dan besaran
turunan. Kita dapat mengkonversi beberapa besaran seperti massa dan volume
dalam beberapa sistem ukuran. Beberapa contoh satuan dalam sistem metrik dapat
disajikan pada Tabel 2.2. dan Tabel 2.3.
Capaian Pembelajaran
3.1 Pendahuluan
Mempelajari kimia berarti akan membayangkan seperti apa bentuk atom dari
suatu unsur. Materi yang ada di sekitar kita tentu dapat dilihat secara nyata dan
dapat dirasakan keberadaannya. Zat dapat dibedakan secara fisika melalui wujud
dan sifat fisik yang dimiliki oleh materi. Apa yang terdapat dalam suatu zat menjadi
sulit dibayangkan jika kita membayangkan zat tersebut tersusun oleh partikel yang
sangat kecil yang diberi istilah sebagai atom.
Apa yang kita bayangkan tentang sebuah atom? Atom tidak dapat dilihat secara
kasat mata. Adanya atom menjadi nyata adanya dari wujud materi yang tersusun
dari atom-atom suatu unsur atau atom-atom yang membentuk kombinasi atom dan
bersenyawa. Adanya atom harus kita yakini adanya. Cobalah amati semua materi
atau benda yang ada di sekitar kita. Materi atau benda tersebut menjadi ada karena
atom. Bayangkan saja berapa banyak atom yang terdapat dalam setiap benda yang
kita lihat?
Tidak jauh berbeda dari benda atau materi lainnya. Diri kita juga terlahir dari
susunan atom yang bersenyawa membentuk sel kehidupan yang berkembang.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia tidak lepas dari pertumbuhan sel yang
melibatkan ribuan bahkan jutaan proses kimiawi yang terjadi di dalam tubuh
manusia. Pernahkah kita membayangkan berapa juta atom yang terdapat dalam
tubuh kita?
Kita dapat membayangkan atom dengan bentuk yang sederhana. Atom dapat
dibayangkan sebagai sebuah bola dengan ukuran yang sangat kecil. Atom menjadi
2. Proton
Selain elektron, partikel dasar atom yang akan kita pelajari adalah proton.
Dalam perkembangan teori atom telah disebutkan bahwa dalam inti atom memiliki
partikel yang bermuatan positif. Tahun 1886, E. Golsten menemukan sebuah
pendaran (fluoresensi) pada permukaan tabung sinar katoda yang diberi lubang.
Tabung tersebut berisi gas hidrogen yang bertekanan rendah. Setelah dialiri listrik,
terbentuk dua macam sinar, yakni sinar katoda yang disebut sebagai elektron
dan sinar yang bergerak menuju ke lubang dan menabrak ujung lain dari tabung
tersebut. Setelah diberi medan listrik dan medan magnet, dalam tabung tersebut
menunjukkan adanya muatan positif yang disebut dengan proton.
Seperti halnya elektron, setiap unsur memiliki jumlah proton yang berbeda.
Saat tabung tersebut mengandung gas yang berbeda, maka akan menghasilkan
proton yang berbeda pula. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa suatu atom
memiliki proton dengan massa dan muatan tertentu. Proton memiliki massa yang
jauh lebih besar dari pada massa elektron, yakni 1,67 x 10-24 g atau hampir dua kali
massa elektron. Mengapa demikian? Proton merupakan partikel di dalam inti atom
yang menjadi pusat massa atom. Sinar positif yang memiliki massa paling ringan
adalah sinar yang berasal dari gas hidrogen. Gas tersebut memiliki muatan yang
sama besar dengan muatan elektronnya.
3. Neutron
Selain proton, juga terdapat partikel dasar di dalam inti atom yang disebut
dengan neutron. Neutron bersama dengan proton merupakan partikel penyusun
inti atom, seperti yang diungkapkan teori atom Rutherford. Neutron memiliki massa
Atom diberi penomoran sesuai dengan jumlah proton dan elektron yang
dimiliki oleh suatu unsur. Nomor atom suatu unsur menunjukkan banyaknya proton
yang dimiliki oleh suatu atom. Besarnya proton suatu atom sama dengan jumlah
elektronnya. Nomor massa atau massa atom mewakili jumlah dari proton dan
neutron. Seperti halnya telah dikemukan dalam pembahasan sebelumnya bahwa,
inti atom merupakan pusat massa atom.
3.9 Isotop
Thomson (1912) menemukan sebuah fakta baru dalam penemuan atom. Hasil
eksperimen Thomson mengungkapkan sebuah realita bahwa pada percobaan sinar
katoda yang berisi gas neon, ternyata hanya 91% saja yang mempunyai massa
normal. Atom dari suatu unsur yang sama dapat memiliki massa yang berbeda-beda,
sehingga mulailah dikenal dengan adanya isotop atom. Atom-atom dari suatu unsur
yang sama tetapi memiliki massa yang berbeda disebut dengan isotop. Perbedaan
ini disebabkan oleh adanya perbedaan sifat radioaktifitas. Isotop tidak mengubah
sifat kimia dari unsur tersebut. Thomson menemukan adanya isotop tidak hanya
pada unsur radioaktif.
Adanya isotop dilihat dari perbedaan jumlah neutron di dalam sebuah atom,
misalnya atom karbon yang memiliki bentuk isotop 12C, 13C, dan sedikit 14C. Jumlah
proton dalam isotop suatu atom sama, tetapi jumlah neutronnya berbeda. Atom
karbon dengan nomor atom yang sama mempunyai nomor massa yang berbeda.
Jumlah proton pada karbon adalah enam, tetapi jumlah neutronnya bisa enam,
tujuh atau delapan.
Contoh lain adalah unsur neon yang memiliki bentuk isotop 20Ne, 21Ne, dan
22
Ne. Unsur neon memiliki nomor atom 10, artinya jumlah proton semua unsur neon
Misalnya bobot atom karbon yang dihitung dari isotop yang mempunyai kelimpahan
terbesar.
Capaian Pembelajaran
4.1 Pendahuluan
Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan Sistem Periodik Unsur 39
4.2 Bilangan Kuantum
Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan Sistem Periodik Unsur 41
Gambar 4.3. Bentuk orbital d
Orbital atom hanya diisi elektron yang tersusun dalam konfigurasi elektron.
Penyebaran elektron dalam orbital atom ditentukan dengan prinsip aufbau. Elektron-
elektron dalam atom diisi menurut tingkatan energi dari yang paling rendah.
Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan Sistem Periodik Unsur 43
Gambar 4.4. Diagram pengisian konfigurasi elektron
1. Prinsip Aufbau
Pengisian konfigurasi elektron setiap atom ditentukan berdasarkan jumlah
elektron yang dimiliki oleh atom tersebut. Banyaknya elektron pada atom netral sama
dengan nomor atomnya. Apabila atom tersebut memiliki muatan, maka banyaknya
elektron dihitung dari besarnya elektron setelah atom tersebut melepaskan atau
menangkap elektron. Untuk kation, jumlah elektron yang dilepaskan berasal dari
kulit yang paling luar, sehingga besarnya muatan akan sama dengan banyaknya
elektron yang dilepaskan. Elektron yang dimiliki adalah selisih jumlah elektron atom
netral dengan muatannya. Sebaliknya, jumlah elektron anion akan memiliki elektron
dari atom netralnya ditambah dengan muatannya atau dari jumlah elektron yang
diterima.
Pengisian orbital diawali dari pengisian pada orbital dengan tingkat energi
lebih rendah ke yang lebih tinggi. Konfigurasi elektron ditata berdasarkan urutan
tingkat energinya. Apabila ada dua atau lebih orbital berada pada tingkat energi
yang sama mengalami penurunan tingkat energi, maka kita tidak diperkenankan
memasangkan elektron sebelum subtingkat energi tertentu terisi penuh.
2. Larangan Pauli
Setiap elektron mempunyai 4 bilangan kuantum utama yang nilainya beragam.
Bilangan ini berguna untuk membedakan satu elektron dengan yang lain serta
membedakan tingkat energinya, seperti pada orbital s, px, py, pz, dxy, … karena
Tanda arah panah ke atas dan ke bawah menunjukkan kuantum spin -1/2 atau
+1/2. Spin dibedakan dengan menggunakan sifat elektron yang bermuatan negatif
yang dapat memberikan medan magnet. Arah kutub berputar menurut jarum jam
diberi tanda panah ke atas, sehingga untuk menyusun elektron harus sama dengan
menyusun dua magnet yang saling berlawanan arah. Kutub yang sama akan
memberikan gaya tolak-menolak, sedang arah yang berlawanan memberikan gaya
tarik-menarik. Elektron yang mempunyai spin sama energinya lebih besar. Pada tahun
1925 Pauli mengemukakan prinsip larangan Pauli, yang menyatakan bahwa tidak
boleh dalam satu atom terdapat dua elektron yang keempat bilangan kuantumnya
sama. Dengan demikian penyusunan elektron dilakukan dengan spin yang berbeda
pada setiap orbital. Penataan dilakukan pada spin yang searah terlebih dahulu.
3. Aturan Hund
Pengisian elektron pada orbital p (3 buah), d (5 buah) dan f (7 buah) menimbulkan
masalah jika mengandung dua elektron atau lebih. Jika ada elektron menyendiri,
menggunakan aturan Hund.
1). Pengisian orbital yang mempunyai energi sama (p, d, dan f ) harus
sedemikianrupa sehingga elektron sebanyak mungkin tidak berpasangan
atau menyendiri
2). Jika dua elektron atau lebih tidak berpasangan maka energi terendah
adalah bila semua spinnya sejajar atau searah.
Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan Sistem Periodik Unsur 45
Tabel 4.5. Elektron valensi atom golongan utama dan golongan transisi
Kemiripan sifat meliputi dalam sistem periodik unsur meliputi jari-jari atom,
jari-jari ion (kation dan anion), energi ionisasi pertama dan afinitas elektron.
1. Jari-jari atom
Jari-jari atom dalam unsur golongan utama memiliki kekhasan sifat. Dalam
tabel sistem periodik unsur, susunan unsur dari atas ke bawah dalam satu golongan
menunjukkan jari-jari atom semakin besar. Jari-jari atom semakin kecil dari kiri ke
kanan dalam satu perioda. Inti atom memiliki proton yang lebih banyak sehingga
muatan positif yang besar semakin menarik elektron lebih kuat dan ukuran atom
menjadi lebih kecil.
2. Jari-jari ion
Jari-jari kation menjadi lebih kecil dibandingkan dengan atom netralnya. Setiap
unsur akan mencapai keadaan yang stabil dengan memenuhi konfigurasi elektron
gas mulia. Atom akan memiliki kecenderungan untuk melepaskan atau menangkap
elektron untuk memenuhi konfigurasi elektron sehingga akan terisi penuh. Atom
akan melepaskan elektron sehingga atom akan membentuk kation yang bermuatan
positif. Elektron yang dilepaskan dari suatu atom adalah elektron yang berada pada
kulit terluar. Kation akan mengikat elektron yang tersisa lebih kuat ke inti atom
sehingga ukuran kation menjadi lebih kecil.
Atom juga dapat menangkap elektron untuk memenuhi konfigurasi elektron
yang penuh sehingga atom menjadi bermuatan negatif yang disebut dengan anion.
Jari-jari anion lebih besar daripada atom netralnya. Adanya elektron yang diterima
akan meningkatkan gaya tolak antara elektron. Adanya penambahan elektron, kulit
atom menjadi lebih besar ukurannya. Inti atom menjadi lebih sulit menarik elektron
3. Energi ionisasi
Dalam sistem periodik unsur juga memiliki kekhasan sifat energi ionisasi. Energi
ionisasi pertama dalam satu golongan, energi ionisasi dari atas ke bawah akan
semakin menurun, sedangkan dalam satu perioda dari kiri ke kanan akan semakin
meningkat. Energi ionisasi pertama merupakan energi yang dibutuhkan untuk
melepaskan satu elektron dari atom netral dalam fasa gas. Energi ionisasi pertama
menunjukkan kemampuan suatu atom membentuk suatu kation. Semakin kecil
energi ionisasi, maka semakin mudah suatu atom membentuk kation. Unsur logam
memiliki energi ionisasi pertama yang lebih rendah dibandingkan dengan unsur non
logam. Unsur logam memiliki kecenderungan yang lebih mudah untuk membentuk
kation dibandingkan dengan unsur non logam.
Tabel 4.6. Penentuan golongan dan perioda
Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan Sistem Periodik Unsur 49
Bab V
Ikatan Kimia
Capaian Pembelajaran
5.1 Pendahuluan
Atom-atom yang ada di alam dapat ditemui dalam barbagai kombinasi dengan
atom yang sama maupun dengan atom yang berbeda menghasilkan suatu senyawa
kimia. Pembentukan suatu senyawa kimia dapat terjadi dengan adanya gaya tarik-
menarik diantara atom penyusunnya. Adanya gaya tarik-menarik ini dinamakan
ikatan kimia.
Suatu atom memiliki kecenderungan mencapai keadaan stabil. Energi yang
dimiliki atom setelah berikatan lebih rendah dibandingkan degan energi yang
dimiliki atom. Sehingga untuk mencapai kondisi yang stabil, atom mempunyai
kecenderungan untuk mencapai konfigurasi yang sama dengan gas mulia.
Kecenderungan inilah yang paling umum terjadi pada banyak senyawa dengan
melalui pembentukan ikatan kovalen maupun ikatan ionik. Dengan demikian
elektron memberikan kontribusi pada pembentukan ikatan kimia.
Suatu atom dengan elektron yang dimilikinya yang tersusun dalam konfigurasi
elektron mempunyai afinitas dan sifat kelektronegatifan yang khas dalam satu
golongan dan dalam satu perioda. Sifat inilah yang akan menentukan jenis ikatan
kimia. Selain itu ada ikatan kimia yang lain seperti ikatan hidrogen, ikatan logam, dan
gaya van der Waals.
Keunikan konfigurasi elektron yang dimiliki oleh gas mulia menjadi daya
tarik tersendiri bagi para ilmuwan. Ilmuwan Amerika, Lewis dan Langmuir, seorang
berkebangsaan Jerman di tahun 1916 menemukan beberapa teori yang menjelaskan
Ikatan Kimia 53
tentang proses pembentukan ikatan kimia. Atom-atom yang berikatan mempunyai
perubahan konfigurasi elektron yang menyerupai gas mulia. Gagasan ini kemudian
dikembangkan dalam teori Lewis, sebagai berikut :
1. Elektron yang terdapat pada lintasan paling luar yang menentukan peranan
penting dalam proses pembentukan ikatan kimia yang disebut dengan elektron
valensi.
2. Ikatan kimia dapat terjadi dengan melalui perpindahan satu atau lebih elektron
dari suatu atom ke atom yang lain yang menyebabkan terbentuknya atom
bermuatan positif dan atom bermuatan negatif. Ikatan yang terjadi disebut
dengan ikatan ionik.
3. Ikatan kimia juga dapat terjadi dengan pemakaian bersama pasangan elektron
diantara atom-atom yang berikatan, Ikatan yang terjadi disebut ikatan kovalen.
4. Baik perpindahan ataupun pemakaian bersama elektron dalam suatu ikatan
kimia terjadi sedemikian rupa sehingga setiap atom mencapai konfigurasi
elektron yang mantap yang menyerupai konfigurasi elektron dari gas mulia
dengan 8 elektron pada kulit terluarnya yang disebut dengan suatu oktet.
Lewis menggambarkan lambang atom yang terdiri dari lambang unsur suatu
atom yang dikelilingi oleh beberapa titik yang melambangkan elektron pada
kulit terluar. Lambang Lewis menunjukkan besarnya kontribusi elektron pada
pembentukan ikatan kimia. Kombinasi lambang Lewis suatu atom dengan atom
yang lain disebut struktur Lewis
Tabel 5.1. Contoh Lambang Lewis
Golongan IA IIA IIIA IVA VA VIA VIIA VIIIA
Unsur Litium, Berilium, Boron, Karbon, Nitrogen, Aksigen, Fluor, Neon,
3
Li 4
Be 5
B 6
C 7
N 8
O 10
Ne
9
F
Konfigurasi 1s 2s
2 1
1s 2s
2 2
1s2
1s2
1s2
1s2
1s2 1s2
elektron
2s2 2p1 2s2 2p2 2s2 2p3 2s2 2p4 2s2 2p5 2s2 2p6
Lambang
Lewis
Cl
17
1s2 2s2 2p6 3s2 3p5 → Cl -1 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
17
Ikatan Kimia 55
5.4 Ikatan kovalen
Ikatan kovalen terjadi dari pemakaian bersama satu atau lebih pasangan elektron
untuk mencapai konfigurasi elektron gas mulia. Misalnya pada pembentukan ikatan
H2, Cl2, dan HCl.
H
1
1s1 → →
17
Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5 → →
H dan Cl → →
Orde ikatan
Ikatan kovalen mempunyai panjang ikatan dan energi ikatan tertentu. Panjang
ikatan merupakan jarak antara kedua inti atom yang berikatan. Energi ikatan adalah
energi yang dibutuhkan untuk melepaskan atom-atom yang berikatan membentuk
partikel atau radikal bebas. Besarnya panjang dan energi ikatan ditentukan oleh
jenis atom dan jumlah elektron yang digunakan untuk berikatan yang besarnya
ditentukan oleh orde ikatan. Orde ikatan menyatakan jumlah ikatan kovalen pada
suatu molekul. Semakin besar orde ikatan, semakin besar kerapatan dan energinya,
tetapi panjang ikatannya semakin pendek.
Ikatan Kimia 57
5.6 Teori tolakan pasangan elektron valensi (valence shell electron repulsion,
VSEPR)
Pasangan elektron pada ikatan kimia atau pasangan elektron yang tidak
digunakan bersama-sama saling tolak-menolak. Pasangan elektron cenderung
berjauhan satu sama lain. Menurut asas eksklusi Pauli, pasangan elektron
menempati suatu orbital, elektron yang lain tidak dapat berdekatan. Jadi teori ini
untuk menjelaskan arah pasangan elektron terhadap inti atom.
Misalnya pada SO2. Atom S sebagai atom pusat mempunyai sepasang elektron
bebas, sepasang elektron membentuk ikatan tunggal dengan atom O dan dua
pasang elektron berikatan ganda dengan atom O yang lain. Bilangan koordinasi
(BK) ditentukan dari jumlah substituen yang terikat pada atom. Karena atom O
yang terikat pada S sebanyak dua, maka bilangan koordinasinya adalah dua. Jumlah
pasangan elektron bebas (PB) adalah satu.
Menurut teori VSPER, bilangan koordinasi (BK) dan pasangan elektron bebas
(PB) dapat digunakan untuk menentukan struktur molekul suatu senyawa.
2. Urutan daya tolakan pasangan elektron adalah PB-PB > PB-PT > PT-PT
PB : pasangan elektron bebas PT : Pasangan elektron yang terikat
Ikatan Kimia 59
3. Jika mempunyai pasangan elektron bebas, sudut ikatanya lebih kecil dari yang
diramalkan.
5. Gaya tolak-menolak atom atau yang kurang elektronegatif lebih besar daripada
yang lebih elektronegatif.
Teori yang dikembangkan oleh Hund dan Milikan berdasarkan asumsi bahwa
semua orbital dua atom yang saling bergabung membentuk orbital baru yang
disebut dengan orbital molekul sehingga semua elektron kedua atom tersebut
menjadi milik bersama. Orbital molekul merupakan daerah untuk mendapatkan
kebolehjadian menemukan elektron di sekitar inti atom. Secara matematis, orbital
tersebut ditentukan dengan metode LCAO (linear combination of atomic orbital).
Setelah diketahui tingkat energinya, dapat ditentukan konfigurasi electron molekul
sesuai dengan prinsip aufbau.
Pada teori ikatan valensi, yang dijelaskan adalah orbital atom pusat setelah
mengalami hibridisasi. Sedangkan teori ini menjelaskan orbital molekul setelah
atom berikatan secara LCAO menghasilkan dua orbital baru yang disebut sebagai
orbital molekul ikatan (orbital bonding) dan orbital molekul anti ikatan (orbital anti
bonding). Orbital molekul ikatan adalah orbital yang ada di antara dua inti yang
60 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia
menyebabkan kedua atom akan berikatan. Orbital yang ada di belakang dua inti dan
saling berjauhan dinamakan orbital anti ikatan. Tingkat energi orbital ikatan lebih
rendah daripada orbital molekul anti ikatan, sehingga elektron akan mengisi orbital
ikatan terlebih dahulu. Orbital molekul ikatan dilambangkan σ untuk ikatan sigma
dan π untuk ikatan phi. Orbital anti ikatan dilambangkan σ* untuk ikatan sigma dan
π* untuk ikatan phi.
Orbital molekul ditentukan dengan beberapa kaidah, diantaranya :
1. Orbital molekul yang dihasilkan sama dengan banyaknya orbital atom yang
saling berikatan
2. Dua orbital molekul dapat terbentuk apabila kedua orbital atom saling
berikatan. Pengisian elektron pada orbital molekul dimulai dari orbital yang
memiliki tingkat energi lebih rendah dilanjutkan dengan pengisian pada
orbital atom asalnya. Apabila orbital molekul ikatan terisi penuh, elektron akan
mengisi orbital molekul anti ikatan. Tingkat energi orbital anti ikatan lebih
tinggi dibandingkan dengan orbital ikatan.
4. Pengisian elektron akan mengikuti prinsip eksklusi Pauli. Orbital molekul hanya
dapat diisi dengan 2 elektron.
5. Penataan elektron pada orbital molekul yang energinya setara dilakukan satu
demi satu hingga semua orbital terisi sebelum dilakukan penataan elektron
secara berpasangan.
Ikatan Kimia 61
energi σ*p lebih tinggi daripada π*p. Jika ikatan σ berasal dari orbital px kedua atom,
maka ikatan π terbentuk dari orbital py dan pz. Sehingga tingkat energi orbital
molekul dua atom yang sama dapat dituliskan :
σ1s < σ*1s < σ2s < σ*2s < σ2px < π2py = π2pz < π*2py = π*2pz < σ*2px
Orde ikatan
Molekul ini terbentuk dari dua elektron pada orbital 1s2 2s1 membentuk
orbital molekul σ1s2 σ*1s2 σ2s2. Ikatan yang terjadi adalah ikatan kovalen tunggal,
dengan orde ikatan 1.
Ikatan Kimia 63
Gambar 5.3. Peristiwa perpindahan elektron dari orbital σ1s ke orbital σ*1s
2. Kemagnetan
Kemagnetan ditentukan berdasarkan konfigurasi elektron orbitalnya. Jika
mempunyai elektron tidak berpasangan, molekulnya bersifat paramagnetik
(bersifat magnet). Jika berpasangan tidak mempunyai sifat magent
(diamagnetik)
Molekul Polar
Kepolaran suatu molekul disebabkan adanya kutub positif dan kutub negatif.
Kepolaran suatu molekul ditentukan berdasarkan keelektronegatifan suatu
atom yang menimbulkan daya tarik inti atom terhadap pasangan elektron yang
dipakai untuk berikatan. Pasangan pasangan elektron akan mendekati atom lebih
elektronegatif yang menyebabkan satu atom agak posistif dan yang lain agak negatif.
Kepolaran suatu molekul digunakan untuk menentukan spektrumnya.
Kepolaran dipengaruhi oleh sudut-sudut ikatan. Kepolaran menimbulkan daya tarik
kutub berlawanan antara satu molekul dengan molekul yang lain atau ikatan antar
molekul. Ikatan atar molekul mempengaruhi titik beku dan titik didih suatu molekul.
Keelektronegatifan
µ = δ.l
Kepolaran molekul
Ikatan hidrogen terjadi dengan adanya daya tarik listrik antara atom hidrogen
dengan atom yang memiliki kelektronegatifan tinggi. padahal kedua atom tersebut
berikatan kovalen dengan atom yang lain. Ikatan ini termasuk ikatan antar molekul
dan sangat lemah (≤ 20 kJ/mol) tetapi mempengaruhi titik didih dan titik lebur.
Mendidih atau melebur pada prinsipnya adalah sebuah proses pemutusan ikatan
antara partikel, sehingga dengan terbentuknnya ikatan hidrogen, juga harus diiktuti
dengan pemutusan ikatannya.
Suatu molekul dapat mempunyai gaya tarik antar molekul yang disebut dengan
gaya van der Waals. Gaya ini dapat terjadi antara partikel yang sama maupun berbeda
dan sifatnya sangat lemah dibandingkan dengan ikatan ionik dan kovalen. Gaya tarik
antar molekul berasal dari sifat kepolaran partikel, baik kepolaran permanen (dari
Cl Cl … Cl Cl
Berdasarkan kepolaran partikel, gaya van der Waals dapat terjadi dari :
1. Antaraksi ion-dipol
Gaya van der Waals yang terjadi dengan adanya gaya antaraksi ion-dipol
terjadi pada suatu ion dan suatu molekul yang memiliki sifat polar
H+(aq) + H2O(l) → H3O+(aq)
2. Antaraksi dipol-dipol
Gaya van der Waals yang terjadi antara kutub positif dan kutub negatif.
Apabila terjadi pada dipol yang memiliki muatan yang berlawanan akan gaya
tarik-menarik dan jika memiliki dipol yang sama akan menimbulkan gaya tolak-
menolak.
3. Antaraksi ion-dipol
Gaya van der Waals ini terjadi pada molekul netral. Molekul tersebut dapat
terinduksi dari partikel bermuatan yang berada didekatnya sehingga dapat
menghasilkan dipol. Induksi ion lebih besar dibandingkan dipol dan akan
terjadi antaraksi antara ion dengan dipol.
I-(aq) + I2(aq) → I3-(aq)
Ikatan Kimia 67
5. Antaraksi dipol terinduksi – dipol terinduksi
Antaraksi yang terjadi pada molekul yang terinduksi oleh pergerakan
elektron dari molekul yang lain membentuk dipol terinduksi. Dipol terinduksi
akan menginduksi molekul yang lain sehingga terjadi antaraksi dipol terinduksi
dan dipol terinduksi yang bersifat sesaat. Antaraksi ini juga disebut dengan
gaya London.
Ikatan logam terbentuk pada logam yang berikatan ke segala arah membentuk
molekul yang besar. Satu atom dapat mengikat beberapa logam yang ada di
sekitarnya. Ikatan tersebut lebih kuat sehingga logam berwujud padat dan
keras. Ikatan logam terbentuk dari sifat logam yang mempunyai kecenderungan
melepaskan elektron valensinya, baik satu, dua, tiga, atau empat sesuai dengan
aturan oktet tetapi tidak ada yang menerimanya. Mekanisme pembentukan ikatan
logam baru dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan teori elektron
bebas, teori ikatan valensi, dan teori orbital molekul.
Stoikiometri Kimia
Capaian Pembelajaran
Stoikiometri Kimia 73
E=m c2
E : energi (joule, J)
m : massa (gram, g)
c : kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
Energi yang timbul pada suatu reaksi kimia menyebabkan hilangnya sejumlah
massa. Energi yang diserap oleh suatu reaksi kimia akan disertai dengan terbentuknya
sejumlah materi.
Apabila suatu zat bereaksi, maka massa zat yang bereaksi akan selalu tetap.
Suatu molekul selalu terdiri atas atom-atom yang sama dengan perbandingan massa
yang tetap, misalnya pada air. Apabila 100 g oksigen bereaksi dengan 12,5 g gas
hidrogen akan menghasilkan 112,5 g air. Apabila dibuat perbandingan sederhana,
maka perbandingan oksigen, hidrogen dan air adalah 8:1:9. Sebaliknya, jika molekul
air terurai akan memiliki perbandingan yang sama. Jika 81 gram air terurai maka
akan menghasilkan 72 gram oksigen dan 9 gram air, sehingga perbandingannya
akan sama, yaitu 9:8:1.
Volume gas-gas yang terlibat dalam suatu reaksi kimia pada tekanan dan
temperatur yang sama berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana
Hukum Avogadro
Gas yang berada pada temperatur dan tekanan yang sama, maka semua gas
mempunyai volume dan jumlah molekul yang sama.
Menurut Dhalton, massa atom merupakan sifat utama unsur yang menjadi
pembeda unsur satu dengan yang lain. Ukuran atom yang sangat kecil, mempunyai
massa yang sangat kecil pula, dan tidak dapat dinyatakan dalam satuan g atau kg,
sehingga harus ditentukan massa standar. Perbandingan massa satu atom dengan
Stoikiometri Kimia 75
massa atom standar disebut massa atom relatif (Ar). Pada awalnya, massa atom
standar menggunakan massa atom hidrogen sebagai atom paling ringan kemudian
diganti dengan atom oksigen karena hampir dapat bersenyawa dengan banyak
atom lain. Massa atom relatif dituliskan sebagai berikut :
Pada tahun 1960, massa atom standar tidak lagi menggunakan atom H dan O,
karena senyawa tersebut di alam ditemukan dalam keadaan yang tidak stabil dan
mempunyai beberapa isotop. Massa atom standar yang digunakan adalah atom
karbon-12 (C-12) yang memiliki massa 12 sma (satuan massa atom). Jika dinyatakan
dalam gram, 1 sma setara dengan 1,66 x 10-24 gram.
Bobot atom dihitung dari massa atom dari unsur X yang didasarkan pada pusat
massa suatu atom. Jika massa atom relatif tidak memiliki satuan, maka bobot atom
memiliki satuan g/mol.
1. Rapat uap
Mr = 2 RH
2. Difusi
Molekul gas selalu bergerak (berdifusi) dalam suatu ruang dengan kecepatan
tertentu tergantung massanya. Menurut Graham, hubungan kecepatan difusi dua
molekul dengan massanya secara matematis dapat dituliskan :
Stoikiometri Kimia 77
3. Regnault
Ditentukan dengan memasukkan zat ke dalam bejana yang diketahui volumenya
kemudian ditentukan tekanan dan temperaturnya sehingga Mr ditentukan dengan
persamaan gas ideal
pV = n RT
Jika , maka :
atau
Jika air murni pada tekanan 1 atm titik didihnya 100oC, jika ditambahkan
sejumlah tertentu senyawa maka titik didihnya akan mengalami kenaikan. Semakin
banyak massa senyawa yang ditambahkan, makin besar kenaikan titik didihnya (ΔTb).
Hubungan kenaikan titik didih dengan Mr dapat dituliskan sebagai berikut :
w : massa senyawa
Δtb : kenaikan titik didih
wp : massa pelarut
kb : tetapan kenaikan titik didih
Jika x1 + x2 = 1 maka x1 = 1 - x2
Atau
p1o − p1
p1o
= x2
Stoikiometri Kimia 79
π : volume molar
p1o : tekanan uap pelarut murni
x1 : fraksi mol pelarut
x2 : fraksi mol zat terlarut
C : molaritas larutan
BM= ∑ BA
Stoikiometri Kimia 81
H2O2 bereaksi = 2 x mol O2 = 2 x 0,32895 mol = 0,6579 mol
H2O2 sisa = 1 mol - 0,6579 mol = 0,3421 mol
Massa H2O2 sisa = 0,3421 mol x 48 g.mol
-1
= 16,4208 gram
1. Analisis kualitatif untuk menentukan jenis unsur yang terdapat dalam suatu
molekul
2. Analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah atau prosentase unsur dalam
suatu molekul
Suatu unsur dapat berikatan dengan unsur yang lain membentuk senyawa
dengan valensi tertentu. Valensi akan menentukan jumlah ikatannya.
2. Reaksi dekomposisi
Berkebalikan dengan reaksi sintesis, reaksi dekomposisi berlangsung untuk
menguraikan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhanya atau menjdi unsur-
unsurnya. Reaksi kimia berlangsung melalui proses pelepasan ikatan kimia dari
molekul yang kompleks menghasilkan satu atau lebih jenis produk atau zat.
2H2O(g) → 2H2(g) + O2(g)
2NH3 (g) → N2(g) + 3H2(g)
3. Reaksi penggantian
Reaksi penggantian berlangsung pada unsur yang kurang aktif digantikan oleh
unsur yang lebih aktif yang ada di dalam senyawa. Reaksi ini menghasilkan satu jenis
penggantian unsur dari senyawa reaktan sehingga dinamakan reaksi penggantian
tunggal.
Zn(s) + 2HCl(aq) → ZnCl2(aq) + H2(g)
Fe(s) + H2SO4(aq) → FeSO4(aq) + H2(g)
Reaksi penggantian dapat berlangsung pada kation dan anion dari dua zat yang
berbeda. Reaksi penggantian dapat menyebabkan peralihan kedudukan pasangan
anion dan kation membentuk senyawa yang berbeda.
NaCl(aq) + AgNO3(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
K2Cr2O7(aq) + 2AgNO3(aq) → Ag2Cr2O7 (s) + 2KNO3(aq)
Stoikiometri Kimia 89
Reaksi Stoikhiometri
Suatu reaksi kimia dapat terjadi antara dua senyawa atau unsur menghasilkan
senyawa yang berbeda dengan perbandingan mol tertentu. Apabila zat-zat yang
saling bereaksi (reaktan) habis bereaksi untuk menghasilkan suatu produk, maka
reaksinya disebut sebagai reaksi stoikhiometri. Akan tetapi apabila reaktan tidak
habis bereaksi, maka reaksinya dinamakan reakti terbatas atau non stoikhiometri.
Jumlah mol reaktan atau produk dapat ditentukan sesuai dengan wujudnya.
Suatu reaksi dapat terjadi dalam keadaan padat, cair, dan gas atau dalam bentuk
larutan. Jika zat tersebut berwujud padat, maka jumlah mol ditentukan dari
massanya. Jika cair ditentukan berdasarkan volume dan massa jenisnya. Sedangkan
jika dalam keadaan gas ditentukan berdasarkan volume, suhu, dan tekanan. Jumlah
mol larutan ditentukan sesuai dengan volume dan konsentrasinya.
Suatu reaksi kimia terjadi pada reaktan yang mempunyai wujud yang sama dan
menghasilkan wujud yang sama pula. Misalnya gas dengan gas menghasilkan gas,
cair dengan cair menghasilkan zat cair juga, padat dengan padat menghasilkan zat
padat pula. Beberapa reaksi juga terjadi dalam sistem larutan menghasilkan larutan
pula. Reaksi yang demikian ini dinamakan reaksi homogen.
Contoh 6.6
Stoikiometri Kimia 91
Reaksi kimia juga terjadi pada wujud yang berbeda yang dinamakan dengan
reaksi heterogen.
Contoh :
CaCO3(aq) → CaO(s) + CO2(g)
Na2S(s) + 2HCl(aq) → NaCl(aq) + H2S(g)
KCl(aq) + AgNO3(aq) → AgCl(s) + KNO3(aq)
Zn(s) + 2HCl(aq) → ZnCl2(aq) + H2(g)
Larutan
Capaian Pembelajaran
7.1 Larutan
Larutan 99
Suatu zat terlarut dapat bercampur dengan homogen dengan mengikuti prinsip
like dissolve like. Zat terlarut yang bersifat polar bercampur dengan homogen dalam
pelarut bersifat polar, sebaliknya zat terlarut yang bersifat non polar hanya dapat
larut dalam pelarut yang bersifat non polar.
Apabila suatu zat terlarut dicampurkan dengan suatu pelarut, maka tidak
serta merta zat terlarut tersebut dapat langsung bercampur secara homogen. Zat
terlarut membutuhkan proses untuk bercampur dengan suatu pelarut, seperti
pada pembuatan larutan NaCl. Apabila kristal NaCl dimasukkan ke dalam air maka
perlu waktu agar semua kristal dapat terlarut dengan sempurna. Pencampuran zat
terlarut dalam suatu pelarut membutuhkan energi, sehingga pencampuran dapat
berlangsung dengan cepat melalui proses pengadukan dan atau pemanasan.
Proses pelarutan dapat pula diiringi dengan proses pelepasan energi, sebagai
contoh pada pembuatan larutan H2SO4. Saat H2SO4 pekat dimasukkan ke dalam
air, maka suhu campuran akan bertambah, sehingga proses pembuatan larutan
direkomendasikan untuk memasukkan air terlebih dahulu sebelum menuangkan
H2SO4. Proses pelarutan membutuhkan energi tertentu, suatu zat dapat menyerap
panas yang ada di sekelilingnya sehingga campuran menjadi dingin. Sebaliknya,
ada suatu zat yang saat dilarutkan diiringi dengan proses pelepasan panas sehingga
campuran akan terasa panas. Proses pencampuran dapat berlangsung melalui
proses penyerapan dan pelepasan energi melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Tahap pertama, pada saat suatu zat terlarut dimasukkan ke dalam suatu pelarut,
molekul-molekul zat terlarut dan molekul-molekul pelarut akan mengalami
gaya tarik-menarik dan gaya tolak-menolak. Proses pencampuran dapat
berlangsung saat gaya-gaya intermolekul kohesi dapat terlampaui sehingga
terjadi proses penyerapan energi. Peristiwa ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan entalpi sistem campuran dan dinamakan proses endotermis
pertama.
Larutan 101
Gambar 7.1 Terjadi penambahan jarak antar molekul-molekul
Setiap zat memiliki gaya tarik intermolekul yang berbeda. Proses pencampuran
akan diiringi dengan terjadinya pelepasan energi dan penurunan entalpi. Penurunan
entalpi dipengaruhi oleh setiap tahap pada pembentukan kesetimbangan
pencampuran. Proses pencampuran dapat berlangsung secara endotermis, artinya
selama proses pencapaian kesetimbangan pencampuran terjadi penyerapan
panas sehingga larutan akan menjadi lebih dingin. Perubahan entalphi secara
Apabila suatu pelarut dan zat terlarut berada dalam sistem saling
bercampur, maka disamping terjadi gaya intermolekul diantara pelarut dan zat
terlarut itu sendiri akan terbentuk gaya antar molekul zat terlarut dengan pelarut.
Apabila gaya intermolekul pelarut, gaya intermolekul zat terlarut dan gaya antar
molekul pelarut dengan zat terlarut hampir sama maka akan terjadi kesetimbangan
pencampuran yang homogen. Molekul zat terlarut akan bercampur dengan
molekul pelarut membentuk larutan ideal. Larutan ini terbentuk memiliki sifat
yang mirip dengan sifat komponen murninya. Apabila kedua zat ini dicampurkan
maka selama proses pencampuran larutan berlangsung, volume total larutan
merupakan jumlah dari volume pelarut dan volume zat terlarut. Pada saat
proses pencampuran berlangsung, tidak terjadi perubahan entalphi sehingga
(∆Hpelarutan = 0).
Suatu larutan tidak selalu membentuk campuran ideal. Molekul zat telarut
akan membentuk gaya antar molekul dengan molekul pelarut. Proses pelarutan
berlangsung secara eksotermis (∆Hpelarutan < 0). Selama terjadi proses pencampuran,
besarnya energi yang dilepaskan melebihi energi yang dibutuhkan dalam proses
pemisahan antar molekul pelarut dan antar molekul zat terlarut. Sebaliknya, apabila
gaya antar molekul pelarut dengan zat terlarut lebih kecil dari pada gaya intermolekul
pelarut dan gaya intermolekul zat terlarut maka proses pencampuran berlangsung
endotermis (∆Hpelarutan > 0). Kesetimbangan pencampuran tidak dapat terjadi apabila
gaya intermolekul jauh lebih besar daripada gaya antar molekul pelarut dengan zat
terlarut, sehingga kedua zat tidak dapat bercampur.
Suatu zat terlarut dapat bercampur dengan suatu pelarut dengan kuantitas
tertentu. Apabila suatu zat telarut dilarutkan dalam suatu pelarut diiringi dengan
Larutan 103
penambahan zat terlarut secara terus-menerus maka pada jumlah tertentu zat terlarut
tersebut tidak dapat larut. Zat terlarut yang membentuk sistem kesetimbangan
larutan, dengan penambahan kuantitas zat maka akan terjadi proses pengendapan.
Pengendapan terjadi dengan adanya pemisahan komponen zat terlarut dari sistem
larutan. Apabila kecepatan proses pengendapan sama dengan kecepatan proses
pelarutan zat terlarut dalam molekul pelarut maka akan terjadi kesetimbangan
dinamis. Pada saat itulah terbentuk larutan jenuh. Banyaknya zat terlarut yang
dapat terlarut dalam sistem menyatakan sebagai kelarutan. Jadi kelarutan suatu
zat menyatakan konsentrasi zat terlarut dalam suatu pelarut pada saat terjadi
kesetimbangan proses pelarutan dengan proses pengendapan.
Larutan 105
4. Normalitas (N)
Normalitas merupakan satuan konsentrasi yang banyak digunakan dalam
penerapan metode analisis volumetri. Normalitas suatu larutan digunakan sebagai
satuan konsentrasi yang menunjukkan besarnya gram ekuivalen zat terlarut dalam
1 liter larutan. Satuan konsentrasi ini lebih banyak digunakan pada hampir semua
pengujian yang dilakuan dengan cara titrasi. Besarnya grak ekuivale larutan standar
dipergunakan dalam memperhitungkan kandungan analit dalam stuatu contoh uji.
Normalitas suatu larutan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
grek
N=
v
N : normalitas (grek/L, N)
grek : gram ekuivalen suatu zat (grek)
V : volume larutan (L)
Besarnya gram ekuivalen (grek) suatu zat terlarut dapat ditentukan berdasarkan
jenis dan valensi zat terlarut tersebut. Gram ekuivalen menunjukkan banyaknya
ekuivalen dari setiap mol suatu zat. Gram ekuivalen dihitung dari massa suatu zat
dibagi bobot ekuivalen.
m
grek =
BE
BM
BE =
n
Larutan 109
2S2O32-(aq) → S4O62-(aq) + 2e
2 mol S2O32- ~ 2 mol elektron ~ 2 grek
valensi S2O32- ~ 1 grek/mol
Setiap 1 mol ion MnO4- setara menangkap 5 mol elektron, sehingga valensi
KMnO4 adalah 5 grek/mol.
Reaksi reduksi kalium dikromat dapat dituliskan sebagai :
Cr2O72-(aq) + 14H+(aq) + 6e → 2Cr3+(aq) + 7H2O(l)
1 mol Cr2O72- ~ 6 mol elektron ~ 6 grek
valensi Cr2O72- ~ 6 grek/mol
Jika bobot ekuivalen dapat diketahui dari bobot molekul dan valensinya, maka
normalitas larutan didapatkan dari :
m
N=
BM
.V
n
Larutan 111
mg m
=
L v
m : massa zat terlarut (mg)
V : volume larutan (L)
m zat terlarut
ppm =
m laru tan
Satuan konsentrasi mg/L dapat dikonversi menjadi ppm. Larutan yang memiliki
konsentrasi yang sangat rendah, perbandingan massa zat terlarut dalam satuan
miligram dalam setiap liter larutan. Adanya zat terlarut yang sangat sedikit dianggap
tidak mengubah massa jenis pelarut, sehingga massa jenis larutan dapat dianggap
sama dengan massa jenis pelarut. Jika larutan dibuat dalam medium air, maka
massa jenis larutan dapat dianggap sama dengan massa jenis air. Sebagai contoh,
larutan standar krom dengan konsentrasi 10 mg/L. Artinya, dalam 1 liter larutan
mengandung 10 mg krom. Larutan tersebut setara dengan 10 ppm.
mg 10 mg
10 =
L 1L
Jika massa jenis larutan dianggap sama dengan massa jenis pelarut, maka
apabila larutan tersebut dalam fasa air dengan massa jenis 1 kg/L.
mg 10 mg 10 mg
=
10 = = 10 ppm
L kg 1 x 10 6
g
1L x1
L
Larutan 113
Misalnya jumlah mol total = 1 mol, sehingga massa etanol dan massa air adalah :
Jadi fraksi massa etanol dan air adalah 0,3898 dan 0,6102
Larutan 115
Apabila terdapat 1 L H2SO4 pekat dengan massa jenis (ρ) = 1,84 kg/L, maka
massa H2SO4 pekat dapat dihitung dari massa jenis dikalikan dengan volumenya.
mH2SO4 pekat =
Volume H2SO4 pekat yang harus diambil untuk membuat 100 mL larutan H2SO4
0,1 M adalah
V1M1= V2M2
100 mL . 0,1 M = V2 18,39 M
V2 = 0,54 mL
Jadi, untuk membuat 100 mL larutan H2SO4 0,1 M dibutuhkan 0,54 mL H2SO4
pekat 98 % b/b (ρ = 1,84 kg/L).
Suatu zat dapat memiliki kemampuan untuk menghantarkan arus listrik, baik
sebagai zat itu sendiri atau dalam bentuk larutan. Zat padat atau zat cair yang
berada dalam fase larutan memiliki sifat sebagai larutan elektrolit sehingga dapat
menghantarkan arus listrik. Kemampuan zat untuk menghantarkan arus listrik
suatu larutan lebih besar dibandingkan dalam bentuk zat itu sendiri. Berdasarkan
kemampuannya dalam menghantarkan arus listrik, larutan dikelompokkan menjadi
larutan non elektrolit, elektrolit lemah dan elektrolit kuat. Sifat ini dapat dipelajari
dengan bola lampu yang diberi sumber arus listrik AC. Apabila kedua rangkaian
listrik dicelupkan dalam larutan, lampu akan menyala pada larutan elektrolit dan
akan menyala redup pada larutan elektrolit lemah. Larutan non elektrolit sama sekali
Larutan 117
Na2SO4(aq) → 2Na+(aq) + SO42-(aq)
1 mol Na2SO4 ∼ 2 mol Na+
Jadi molaritas ion Na+ pada larutan yang mengandung 50 mL larutan NaCl 0,5
M dan 100 mL larutan Na2SO4 0,1 M adalah 0,3 M
Larutan memiliki sifat yang dinamakan dengan sifat koligatif larutan. Sifat
koligatif larutan dimiliki dengan adanya penambahan zat terlarut dalam suatu
pelarut. Adanya zat terlarut dapat memberikan pengaruh pada tekanan uap pelarut
murni dan tekanan osmosis. Jika suatu pelrut memiliki titik didih tertentu, maka
adanya zat terlarut dapat meningkatkan titik didihnya. Begitupula dengan titik beku
suatu pelarut, dengan ditambahkannya zat terlarut titik bekunya akan mengalami
penurunan dibandingkan dengan titik beku pelarut murni. Sifat ini hanya ditentukan
oleh jumlah zat terlarut yang ditambahkan, tidak tergantung pada jenis zat
terlarutnya.
1. Penurunan tekanan uap
Apabila ada suatu pelarut dibiarkan dalam wadah terbuka maka pelarut
tersebut akan mengalami penguapan secara alamiah, sekalipun tanpa dilakukan
proses pemanasan. Setiap zat akan memiliki tekanan uap yang mempengaruhi
Larutan 119
Contoh Soal 7.8
Suatu campuran yang akan digunakan dalam pemisahan contoh uji dari bahan
alam terdiri dari benzena dan toluena. Campuran benzena dan toluena membentuk
larutan ideal. Jika pada suhu 25oC tekanan uap total di atas larutan dengan jumlah
molekul benzena sama dengan jumlah molekul toluena. Diketahui, tekanan uap
benzena dan toluena masing-masing adalah 95,1 dan 28,4 mmHg, tentukan tekanan
uap parsial dan tekanan uap totalnya!
Diketahui : Xbenzena = xtoluena = 0,5
Ditanya : p benzena, p toluena, dan p total
Jawab :
pbenzena = Xbenzena pbenzenao
= 0,5 x 95,1 mm Hg = 47,6 mm Hg
ptoluena = Xtoluena ptoluenao
= 0,5 x 28,4 mm Hg = 14,2 mm Hg
Ptotal = pbenzena + ptoluena
= 47,6 mm Hg + 14,2 mm Hg = 61,8 mm Hg
Sebanyak contoh gula dilarutkan dalam 100 g air sehingga titik bekunya
mengalami penurunan 0,450oC. berapakah molalitas larutan tersebut, jika diketahui
konstanta penurunan titik beku air 186oC kg/mol.
Larutan 121
Diketahui : ∆ Tb = 0,450oC
Kb air = 186oC kg/mol
Ditanya :m
Jawab : ∆ Tb = Kb m sehingga
∆ Td = Kd m
Suatu larutan mengandung 5,844 g NaCl dalam 100 g air. Jika diketahui
konstanta titik didih air 0,52oC kg/mol dan titik didih air 100oC, berapakah titik didih
larutan tersebut?
Diketahui : m p = 100 g = 0,1 kg
m NaCl = 5,844 g
Kd = 0,52oC kg/mol
Ditanya : ∆ Td
Jawab :
∆ Td = Kd m
Molalitas larutan NaCl
4. Tekanan Osmosis
Apabila ada suatu wadah memiliki sekat yang terbuat dari bahan semipermiabel
diisi larutan dan pelarut, maka molekul-molekul pelarut yang melewati dinding
semipermiabel mengalir ke arah larutan. Adanya aliran pelarut murni melalui dinding
semipermiabel menuju larutan dinamakan osmosis. Terjadinya osmosis membuat
permukaan larutan meningkat. Proses ini dapat dihentikan dengan memberikan
tekanan untuk menghentikan aliran pelarut. Tekanan yang diberikan dinamakan
tekanan osmosis.
Tekanan osmosis tergantung pada banyaknya zat terlarut, tidak tergantung
pada jenis zat terlarut dalam sistem larutan. Tekanan osmosis berbanding dengan
molaritas larutan. Hubungan antara kuantitas zat terlarut dalam berpengaruh pada
besarnya tekanan osmosis, yang dirumuskan dalam persamaan van’t Hoff.
π : tekanan osmosis
n : jumlah mol zat terlarut
V : volume larutan
M : molaritas larutan
R : konstanta gas ideal
T : temperatur mutlak
atau
π = MRT
Larutan 123
Ditanya : π
Jawab :
π = MRT
π = 0,001 mol/L. 0,0821 L.atm/mol K . 298 K
π = 0,0245 atm
Jadi besarnya tekanan osmosis adalah 0,0245 atm
7.9 Koloid
Apabila ada suatu zat bercampur dengan zat lain membentuk komposisi
campuran heterogen, dalam sistem yang berbeda ada suatu sistem campuran zat
yang dapat bercampur dengan homogen. Diantara kedua sistem tersebut ada sistem
campuran yang memiliki komposisi yang tidak dapat dikatakan saling bercampur,
tetapi keduanya juga tidak dapat dikatakan memiliki susunan yang homogen.
Diantara campuran zat tersebut ada yang sistem yang memiliki karakteristik berada
diantara sifat campuran dan larutan yang dinamakan koloid.
Koloid terdiri atas zat terdispersi dalam suatu medium pendispersi. Jumlah
partikel koloid lebih sedikit dibandingkan dengan larutan akan tetapi massa dan
ukuran fisiknya lebih besar. Partikel koloid memiliki massa yang besar dengan
bentuk yang ditentukan oleh zat terdispersi dan medium pendispersi. Secara
alamiah, materi dapat terbentuk sebagai koloid, namun demikian koloid juga dapat
dibentuk dengan cara dispersi dan kondensasi. Zat terlarut didispersikan melalui
proses pemecahan partikel yang besar secara mekanis. Pembuatan koloid secara
kondensasi dilakukan melalui proses agregasi atau pengelompokan.
1. Sifat Koloid
Koloid memiliki sifat dapat menghamburkan sinar ke segala arah yang
dinamakan dengan efek Tyndall. Apabila koloid diberi cahaya maka sinar yang
datang akan dihamburkan. Apabila berjalan melintasi jalan raya yang berkabut, saat
lampu menyala maka akan tampak hamburan sinar yang berasal dari kabut. Sifat ini
juga tampak saat sinar matahari menembus ruangan yang berdebu melalui celah
jendela atau ventilasi. Sifat ini juga tampak, saat ada suspensi seperti yogurt, susu,
sediaan obat, jus, dan santan ditempatkan dalam bejana kaca kemudian diberi sinar,
maka akan menunjukkan hamburan sinar.
2. Macam Koloid
Berdasarkan faktor elektrostatis, koloid dikelompokkan menjadi dua jenis, ada
yang dinamakan koloid liofobik (takut pelarut) dan ada koloid yang bersifat liofilik
(suka pelarut). Koloid liofobik tidak dapat larut dalam pelarut, sebaliknya koloid
liofobik dapat larut dalam pelarut. Menurut fasa zat terdispersi dan fasa medium
pendispersi, koloid dapat dikategorikan dalam beberapa jenis.
Latihan 7.1
Larutan 125
Bab VIII
Asam Basa
Capaian Pembelajaran
Senyawa yang bersifat basa apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion OH-.
Apabila terdisosiasi sempurna maka semua ion OH- akan terion.
Jika terdisosiasi sebagian maka akan tidak semua ion OH- akan terion.
Ion NH4+ merupakan asam yang mendonorkan proton dari ion H+ pada
NH2-. Ion NH4+ kehilangan proton sehingga menghasilkan NH3. Ion NH2- berperan
sebagai basa yang menerima proton sehingga membentuk senyawa NH3. Jika suatu
basa mendapatkan proton maka disebut basa konjugat, dan jika senyawa asam
kehilangan proton disebut asam konjugat.
Lewis mendefinisikan asam dan basa dari tinjauan yang berbeda. Suatu
senyawa dapat terbentuk melalui pembentukan ikatan kimia. Secara umum ikatan
kimia terbentuk dengan mengikuti kaidah oktet sehingga seluruh orbital dapat
terisi elektron secara penuh. Ikatan kimia memungkinkan orbital terisi penuh dan
terbentuk pasangan elektron yang berikatan. Disamping itu juga memungkinkan
tersedia pasangan elektron bebas dan memungkinkan adanya orbital kosong. Lewis
mendefinisikan basa sebagai senyawa yang dapat mendonorkan pasangan elektron
kepada orbital kosong. Senyawa ini biasanya tersusun dari molekul yang memiliki
atom yang mempunyai keelektronegatifan yang besar sehingga kaya akan elektron.
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat menerima pasangan elektron. Sebagai
contoh, senyawa BF3 akan berperan sebagai asam yang akan menerima pasngan
elektron dari NH3 yang memiliki pasangan elektron bebas pada atom N yang bersifat
basa.
Kw = [H3O+][OH-]
Konsentrasi ion hidronium dan hidroksida pada suhu 25oC adalah 1,0 .10-7 M
[H3O+] = 1,0 .10-7 M
[OH-] = 1,0 .10-7 M
maka
Kw = [H3O+][OH-]
= (1,0 .10-7) (1,0 .10-7)
= 1,0 .10-14
Nilai konstanta swaionisasi air pada suhu 25oC adalah 1,0 .10-14. Besarnya
konstanta swaionisasi tergantung pada suhu. Konstanta swaionisasi air pada suhu
60oC dan 100oC berturut-turut besarnya 9,6.10-14 M dan 5,5.10-14 M.
Asam dan basa dalam air akan mengalami ionisasi. Reaksi ionisasi dipengaruhi
oleh derajat ionisasi. Asam dan basa kuat akan terionisasi secara sempurna, sebaliknya
asam dan basa lemah akan terionisasi sebagian.
Karena [A-]g lebih tinggi dari [A-]a maka [A-] dapat diasumsikan sama dengan
[A-]g yang nilainya sama dengan molaritas garam (Mg)
Jika molaritas asam lemah dan garamnya diketahui, maka konsentrasi ion H3O+
adalah
Suatu larutan buffer yang terbuat dari basa lemah dan garamnya akan
membentuk suatu kesetimbangan sebagai berikut:
BOH(aq) B+(aq) + OH-(aq)
BA(aq) + H2O(l) B+(aq) + OH-(aq)
Jika derajat disosiasinya rendah, maka besarnya [B+] keseluruhan dari reaksi di
atas adalah
[B+] = [B+]b + [B+]g
[B+]b : molaritas ion logam dari basa lemah
[B ]g
+
: molaritas ion logam dari garam basa lemah
Jika molaritas [B+]g jauh lebih tinggi dari [B+]b maka [B+]b dapat diabaikan dan [B+]
dianggap sama dengan [B+]g
Besarnya pH buffer dari basa lemah dan garamnya ditentukan dengan persamaan
Mb
pH = pK w − pK b + log
Mg
Apabila senyawa asam dan basa direaksikan, maka akan menghasilkan suatu
garam. Reaksi tersebut dinamakan reaksi penggaraman atau reaksi netralisasi.
H3O+(aq) + OH-(aq) 2H2O(l)
Reaksi netralisasi dapat terjadi antara asam kuat dengan basa kuat, asam lemah
dengan basa kuat dan basa lemah dengan asam kuat. Apabila yang bereaksi adalah
asam kuat dengan basa kuat, maka pada akhir reaksi akan menghasilkan garam yang
netral. Apabila seluruh reaktan habis bereaksi, maka garam yang terbentuk memiliki
pH sama dengan 7. Sebagai contoh, reaksi antara natrium hidroksida dengan asam
sulfat. Natrium hidroksida sebagai basa kuat dan asam sulfat sebagai asam kuat,
sehingga garam natrium sulfat yang dihasilkan bersifat netral.
2NaOH(aq) + H2SO4(aq) Na2SO4(aq) + 2H2O(l)
Namun apabila yang bereaksi adalah asam kuat dan basa lemah, maka garam
yang dihasilkan akan memiliki pH kurang dari 7. Misalnya pada reaksi antara asam
klorida dengan amonium hidroksida. Amonia sebagai basa lemah dan asam klorida
sebagai asam kuat, maka pada akhir reaksi pH larutan akan kurang dari 7.
Reaksi ini dalam pengujian kimia dipergunakan dalam prinsip pengujian secara
volumetri. Prinsip pengujian secara volumetri didasarkan pada titrasi netralisasi
dengan melibatkan asam atau basa sebagai larutan standar. Untuk memastikan
berlangsungnya reaksi netralisasi dapat ditandai dengan penambahan suatu
Senyawa asam dan basa dapat dikenali dengan menggunakan suatu indikator.
Indikator asam basa digunakan untuk mengenali asam dan basa, sehingga indikator
ini dinamakan indikator asam basa. Secara luas, indikator asam basa dipergunakan
dalam pengujian secara titrasi netralisasi. Indikator ini mampu memberikan
perubahan warna dalam berbagai pH sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
berlangsungnya reaksi netralisasi. Pada suasana asam, indikator memberikan warna
yang berbeda dengan pada saat dalam suasana basa. Sebagai contoh, fenolflatein
dalam suasana asam tidak berwarna, sementara jika dalam suasana basa memberikan
warna merah muda. Indikator metil jingga, dalam suasana asam berwarna kuning,
namun pada suasana basa akan berwarna jingga.
Indikator sendiri merupakan senyawa asam lemah, sehingga dapat mengalami
disosiasi dalam kesetimbangan sebagai berikut :
warna 1 warna 2
ln−
pH pK a + log
=
[Hln]
Termokimia
Capaian Pembelajaran
a. Mahasiswa dapat merumuskan persamaan termokimia
b. Mahasiswa dapat menentukan entalpi perubahan kimia dan fisika
Termokimia 145
Perubahan entalpi dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur suatu sistem.
Perubahan entalpi ditentukan oleh besarnya entalpi sebelum dan sesudah reaksi.
Apabila diukur dalam keadaan standar atau pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm, maka
nilai entalpi dinyatakan sebagai perubahan entalpi standar (∆Ho). Dalam persamaan
termokimia berlaku Hukum Hess yang menyatakan bahwa perubahan entalpi suatu
reaksi selalu sama, baik reaksi secara langsung atau tidak langsung. Sebagai contoh
reaksi pembentukan SO3 dari unsur-unsurnya akan memiliki perubahan entalpi
yang sama dengan reaksi pembentukan SO3 melalui pembentukan SO2 dari unsur-
unsurnya.
S(s) + O2(g) → SO2(g) ∆Hro = - 296,83 kJ
Apabila reaksi kimia terjadi proses pemutusan ikatan suatu senyawa kompleks
menjadi bentuk yang paling sederhana maka akan terjadi disosiasi menjadi unsur
yang paling sederhana. Besarnya perubahan enatalpi dinyatakan sebagai entalpi
disosiasi ikatan yang menunjukkan besarnya perubahan entalpi untuk memutuskan
1 mol senyawa menjadi unsur yang paling sederhana. Besarnya perubahan entalpi
dihitung dari selisih entalpi unsur-unsur yang dihasilkan dengan entalpi senyawanya.
Apabila perubahan entalpi diukur pada suhu suhu 25oC dan tekanan 1 atm, maka
disebut perubahan entalpi disosiasi standar (∆Hodis). Jika reaksi disosiasi senyawa
AB menghasilkan unsur A dan B, maka besarnya perubahan entalpi disosiasi dapat
dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:
AB(g) → A(g) + B(g)
Termokimia 149
Bab X
Kesetimbangan Kimia
Capaian Pembelajaran
1. Konsentrasi
Apabila dalam konsentrasi reaktan dalam sistem kesetimbangan kimia
dinaikkan maka dapat meningkatkan reaksi sehingga laju reaksi pembentukan
produk. Peningkatan konsentrasi reaktan menyebabkan kesetimbangan kimia
bergeser ke arah produk. Sebaliknya, apabila konsentrasi spesies dari produk
2. Tekanan
Dalam sistem kesetimbangan gas, apabila tekanan sistem dinaikkan maka
reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah zat yang memiliki jumlah mol
paling kecil. Sebaiknya jika tekanan diturunkan, maka kesetimbangan akan
bergeser ke arah zat yang memiliki jumlah mol paling besar.
3. Suhu
Reaksi kimia dapat berlangsung dengan menyerap atau melepaskan kalor.
Adanya perubahan suhu memungkinkan terjadinya pergeseran kesetimbangan
kimia. Apabila suhu diturunkan, sistem kesetimbangan kimia akan melepaskan
energi yang menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah reaksi yang
berlangsung secara eksotermis. Sebaliknya, apabila suhu dinaikkan, maka
kesetimbangan bergeser ke arah reaksi endotermis.
4. Volume
Apabila volume sistem kesetimbangan dalam fase gas dinaikkan maka
kesetimbangan akan bergeser ke arah yang jumlah partikelnya lebih banyak.
Adanya kenaikan volume menyebabkan tekanan dalam sistem kesetimbangan
mengalami penurunan. Sebaiknya, apabila volume sistem kesetimbangan dalam
diturunkan maka tekanan akan meningkat sehingga reaksi kesetimbangan
akan bergeser ke arah zat yang memiliki jumlah mol yang kecil.
Kinetika Kimia
Capaian Pembelajaran
Apabila ada dua zat direaksikan, maka seiring dengan berjalannya waktu maka
kedua zat tersebut akan bereaksi menghasilkan suatu produk, sehingga komposisi
keduanya akan berkurang. Berkurangnya jumlah reaktan tergantung pada cepat
dan lambatnya reaksi kimia. Reaksi yang memiliki kecepatan reaksi yang cepat maka
jumlah reaktan akan berkurang dengan cepat, sebaliknya apabila reaksi berlangsung
dengan laju reaksi yang lambat maka reaktan akan berkurang secara perlahan.
Demikian pula produk yang dihasilkan, apabila reaksi berlangsung dengan cepat
maka produk akan terbentuk dengan cepat, begitu pula sebaliknya.
Kecepatan reaksi sangat tergantung pada sifat dasar pereaksi, temperatur,
konsentrasi pereaksi dan adanya katalisator. Suatu zat memiliki sifat dan reaktivitas
yang berbeda. Gas hidrogen akan mudah terbakar apabila bertemu dengan gas
oksigen di udara dengan menimbulkan letupan api. Gas hidrogen dapat pula
bereaksi dengan gas fluor dengan diiringi ledakan dengan spontan meskipun
dalam temperatur kamar. Logam natrium bereaksi dengan air disertai ledakan
pada temperatur ruangan, tetapi bereaksi cukup lambat dalam metil alkohol. Besi
dapat berkarat dengan mudah di atmosfer, berbeda dengan nikel yang tidak mudah
berkarat. Reaktivitas suatu zat sangat tergantung pada besarnya energi bebas dan
energi pengaktifan.
Temperatur memberikan pengaruh terhadap kecepatan suatu reaksi kimia.
Kenaikan temperatur dapat meningkatkan intensitas dan persentase tumbukan
pada molekul-molekul dalam campuran reaksi. Adanya kenaikan temperatur
dapat meningkatkan energi yang dibutuhkan pada berlangsungnya reaksi kimia.
Kecepatan reaksi dapat ditingkatkan dengan penambahan katalisator. Katalisator
Dari persamaan di atas, maka laju reaksinya dapat dinyatakan dalam persamaan
sebagai berikut:
v : kecepatan reaksi
a, b, p,q : koefisien stoikiometri
m,n : orde reaksi terhadap A dan B
k : konstanta laju reaksi
Berdasarkan persamaan laju reaksi, secara umum kecepatan reaksi dipengaruhi
oleh konsentrasi reaktan. Untuk menyatakan menentukan kecepatan reaksi dan
jumlah komposisi reaktan serta produk yang dihasilkan digunakan penurunan
persamaan laju reaksi sesuai dengan orde reaksinya.
∫ d [A ] = ∫
1
0 − k 10 t
Ada satu jenis reaksi yang hanya berlangsung pada satu jenis reaktan saja.
Reaksi tersebut memiliki kecepatan reaksi yang sangat tergantung konsentasi
reaktan. Apabila senyawa A bereaksi menghasilkan senyawa B, maka reaksi kimianya
dapat dituliskan sebagai:
A → B
Persamaan laju reaksi untuk reaksi orde pertama dapat dituliskan sebagai
berikut:
d [A ]
v=
− k [A ]
=
dt
∫ [A ]
0
= k ∫
0
dt
[A ]1
ln = − kt
[A ]0
atau
ln [A]1 – ln [A]0 = – kt
Apabila akan mencari konsentrasi reaktan pada waktu tertentu, maka dapat
menggunakan persamaan
ln [A]1 = ln [A]0 – kt
1 1
= + kt
[ ]1 [ ]0
A A
Apabila akan menghitung nilai konstanta laju reaksi maka dapat dituliskan sebagai
1 1 1
=k −
[A ] [ A ]1 t
0
1 d [A ]
Apabila persamaan disederhanakan persamaan − a dt = k[A] [B] diseder-
1 d [A ]
hanakan menjadi − kdt , maka apabila dituliskan dalam persamaan integral
=
a [A] [B]
1 d [A ]
1 1
− ∫
0
∫ =
a [A] [B] 0
kdt
1 [B] [A]
− ln 0 1 = kt
b[A]0 − a[B]0 [A]0 [B]1
1 [B] [A] 1
k= ln 0 1
[A]0 − [B]0 [A]0 [B]1 [ t ]
1 1
2
− =
kt
2[R] 2[R] 20
1 1 1
=k −
2t 2[R]
2
2[R] 20
jika diintegrasikan dan diketahui pada t = 0 , [R1] = [R1]o dan [R2] = [R2]o maka
dapat diperoleh
1 1 1 1 [R1 ][R2 ]0
− 2
+ ln =
− kt
[R2 ]0 − [R1 ]0 [R1 ] 2
[R1 ] 0 [R2 ]0 − [R1 ]0 [R1 ]0 − [R2 ]
1 1 1 1 1 [R1 ][R 2 ]0
k =
− − + ln
t [R 2 ]0 − [R1 ]0 [R1 ] [R1 ] 0 2
[R 2 ]0 − [R1 ]0 [R1 ]0 − [R 2 ]
Capaian Pembelajaran
Suatu zat dapat mengalami reaksi kimi dengan melibatkan perubahan bilangan
oksidasi. Unsur logam dapat melepaskan elektron membentuk ion yang bermuatan
positif. Perubahan tersebut mengubah bilangan oksidasi unsur logam, seperti
unsur tembaga akan melepaskan 2 buah elektron membentuk ion logam tembaga
dengan valensi +2. Sebaliknya ion logam dapat menerima elektron sehingga akan
kembali menjadi unsurnya, misalnya ion logam besi dengan valensi +3 menerima
tiga elektron sehingga akan menjadi unsur besi. Perubahan bilangan oksidasi dapat
berlangsung secara spontan atau tidak spontan, sangat tergantung pada potensial
selnya. Perubahan bilangan oksidasi dapat berlangsung juga pada suatu senyawa.
Unsur mangan dalam kalium permanganat yang memiliki bilangan oksidasi +5
dalam suasana asam kuat akan mengalami perubahan menjadi ion mangan
yang memiliki valensi +2. Sebaliknya, dlam suasana basa ion permanganat akan
mengendap sebagai mangan oksida yang memiliki bilangan oksidasi 0. Reaksi kimia
yang melibatkan terjadinya perubahan bilangan oksidasi atau valensi dinamakan
reaksi reduksi dan oksidasi (redoks).
Reaksi oksidasi terjadi dengan melibatkan adanya kenaikan bilangan oksidasi.
Reaksi oksidasi berlangsung diiringi dengan proses pelepasan elektron. Reaksi
pembakaran termasuk jenis reaksi oksidasi. Reaksi ini berlangsung dengan melibatkan
penambahan oksigen dari gas oksigen. Sebagai contoh reaksi pembakaran senyawa
Salah satu metode yang paling sederhana dalam menyetarakan reaksi redoks
adalah dengan menggunakan metode elektron ion atau metode setengah reaksi.
Misalnya reaksi antara asam oksalat dan kalium permanganat.
1. Tentukan zat yang mengalami penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi
½ oksidasi C2O42-(aq) → CO2(g)
2. Setarakan banyaknya zat yang terlibat dalam reaksi. Jika terdapat oksigen di
sebelah kiri maka di sebelah kanan ditambah air. Apabila sebelah kana ada
hidrogen, maka tambahkan ion hidrogen atau hidroksida di sebelah kiri.
½ oksidasi C2O42-(aq) → 2CO2(g)
Potensial listrik yang diberikan pada proses transfer elektron dinyatakan sebagai
potensial sel. Voltase dihitung dari harga potensial reduksi standar yang diukur dari
elektroda hidrogen standar. Besarnya potensial reduksi diukur pada temperatur
298 K dan tekanan 1 atm, sehingga yang dinyatakan sebagai nilai potensial reduksi
standar (Eo). Apabila dinyatakan pada temperatur dan tekanan normal dinyatakan
sebagai E. Setiap spesies mempunyai harga tertentu yang merupakan bilangan bulat
yang besarnya dinyatakan sebagai potensial setengah reduksi. Untuk menyatakan
besarnya oksidasi, maka menggunakan reaksi berkebalikan sehingga nilai potensial
oksidasinya berkebalikan dengan harga potensial reduksinya.
Jadi besarnya potensial sel reaski Cu(s) + 2Ag+(aq) → Cu2+(aq) + 2Ag(s) adalah + 0,463 volt
Elektron yang dilepaskan anoda ditangkap olah katoda sehingga ion Ag+(aq)
mengalami reduksi dan mengendap di katoda. Elektroda Cu mengalami oksidasi
sehingga konsentrasi Cu2+(aq) meningkat. Hubungan listrik dapat terjadi dengan
adanya kawat logam yang menghubungkan kedua elektroda yang dapat diukur
dengan suatu potensiometer yang menyatakan perbendaan potensial. Aliran
listrik yang berbentuk migrasi ion dihubungkan dengan suatu larutan yang disebut
dengan jembatan garam. Oleh karena itu, dapat dituliskan sebagai diagram sel :
anoda jembatan garam katoda
Cu(s) │ Cu2+(aq) ║ Ag+(aq) │Ag(s)
setengah sel setengah sel
Besarnya energi listrik dari hubungan antara perbendaan potensial dan muatan
listrik dalam sel elektrokimia dinyatakan sebagai :
Diketahui :
Zn2+(aq) + 2e → Zn(s) Eosel -0,763 V
Ditanya : Eosel
Jawab :
½ oksidasi : Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e Eosel + 0,763 V
½ reduksi : Sn2+(aq) + 2e → Sn(s) Eosel - 0,136 V
Reaksi reduksi dan oksidasi dapat berlangsung secara spontan dan tidak
spontan. Spontanitas reaksi kimia tergantung pada besarnya perubahan energi
bebas (ΔG). Apabila perubahan energi bebasnya bernilai negatif, maka reaksi akan
berlangsung secara spontan. Sebaliknya apabila perubahan energi bebas bernilai
positif maka reaksi berlangsung tidak spontan, sehingga reaksi dapat berlangsung
apabila diberi energi. Reaksi yang berlangsung spontan dapat menghasilkan arus
listrik sedangkan reaksi tidak spontan memerlukan energi. Proses spontan mampu
melakukan kerja yang bersarnya :
ΔG = wmaks
Apabila reaksi berlangsung dalam sel volta, maka kerja listrik yang dapat
dihasilkan sebesar :
Weleks = n F Esel
Dengan demikian, jika Esel positif maka reaksi dapat berlangsung spontan, dan
jika Esel negatif reaksinya tidak spontan.
2,303RT
Esel = logK
nF
Bentuk sederhana dari persamaan di atas adalah
0,0592
Esel = logK
n
0 2, 303 RT
E=
sel E sel − log K
nF