Anda di halaman 1dari 116

PENGETAHUAN DASAR BAGI ANALIS KIMIA

Penulis:
Yuli Rohyami, M.Sc.

Penerbit:
KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)
pengetahuan dasar bagi analis kimia
Rohyami, Yuli
Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia /
Yuli Rohyami. --Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia, 2017.
x + 192 hlm. ; 16 x 23 cm

ISBN 978-602-450-152-5
e-ISBN 978-602-450-151-8

Penulis : Yuli Rohyami, M.Sc.


Layout : Rahmat Wahana
Cover : Nur Atiqoh

©2017 Yuli Rohyami


Hak cipta dilindungi Undang-undang.

Dilarang memperbanyak atau memindahkan


seluruh atau sebagian isi buku ini dalam
bentuk apapun, baik secara elektronik
maupun mekanik termasuk memfotokopi, Cetakan I
tanpa izin dari Penulis Maret 2017 M / Rajab 1438 H

Penerbit:

Kampus Terpadu UII


Jl. Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta 55584
Tel. (0274) 898 444 Ext. 2301; Fax. (0274) 898 444 psw 2901
http://library.uii.ac.id; e-mail: perpustakaan@uii.ac.id
Kata Pengantar

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala Puji hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla yang telah melimpahkan segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis mendapatkan kemudahan selama proses
penulisan buku ini, melalui inspirasi yang terdapat dalam ayat-ayat qauniyah dan
ayat-ayat kauniyah. Shalawat dan salam semoga senantiasa penulis sanjungkan
kepada baginda Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, tabi’in dan para pengikut
beliau hingga akhir zaman. Aamiin.

Buku ajar ini disusun sebagai bahan ajar dalam matakuliah Kimia Dasar pada
program pendidikan vokasi khususnya bagi analis kimia dan penerapannya dalam
bidang pangan dan pertanian, analisis industri, dan analisis lingkungan. Secara
khusus buku ini dipersembahkan bagi mahasiswa di bidang analis kimia untuk
memberikan pengayaan tentang dasar-dasar kimia yang akan digunakan dalam
penerapan dan aplikasi pengujian kimia. Buku ini menyajikan materi tentang peranan
analis kimia dalam kehidupan, materi, transformasi materi, sistem konversi satuan,
pengenalan atom dan sistem periodik unsur, stoikhiometri kimia, larutan, asam basa,
kesetimbangan kimia, kinetika kimia, termokimia dan reaksi reduksi oksidasi.

Buku ini ditulis dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh
mahasiswa. Setiap bahasan disertai contoh soal dan latihan sebagai sarana
pendalaman materi untuk mengarahkan pada pencapaian kompetensi dalam
setiap topik bahasan. Penyajian materi dipilihkan sesuai kebutuhan kepraktisan
untuk memahami dasar-dasar ilmu kimia yang berguna dalam membekali konsep
teoritis untuk menguasai berbagai prosedur pengujian kimia terutama dalam
penguasaan konsep dasar dan aspek matematik. Buku ini dapat menjadi alternatif
bagi mahasiswa dan para pembaca untuk menemukan jawaban singkat dalam
menemukan permasalahan dalam memahami ilmu kimia dan penerapanya.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari karya yang sempurna. Inspirasi
para pembaca untuk perbaikan karya ini akan sangat memberikan kontribusi pada
kesempurnaan isi dan memperkaya manfaat untuk semakin memberi kontribusi
pada kemajuan ilmu pengetahuan. Selamat membaca, semoga buku ini menjadi
pilihan yang tepat bagi para pembaca semua.

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Yogyakarta, 3 Maret 2017

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB I Pengantar Kimia Dasar 1
1.1 Peranan Analis Kimia dalam Kehidupan 1
1.2 Kompetensi Dasar Analis Kimia 2
BAB II Materi dan Perubahan Materi 5
2.1 Pendahuluan 5
2.2 Sifat Materi 6
2.3 Wujud Materi 8
2.4 Zat dan Campuran 10
2.5 Metode Pemisahan campuran 12
2.6 Sistem Satuan 17
Bab III Perkembangan Teori Atom dan Struktur Dasar Atom 25
3.1 Pendahuluan 25
3.2 Perkembangan Teori Atom Dalton 26
3.3 Perkembangan Teori Atom Thomson 27
3.4 Perkembangan Teori Atom Rutherford 28
3.5 Perkembangan teori atom Bohr 29
3.6 Perkembangan Teori Atom Mekanika Gelombang 30
3.7 Struktur Dasar Atom 31
3.8 Isotop 34
3.9 Bobot Atom 35
Bab IV Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan
Sistem Periodik Unsur 41
4.1 Pendahuluan 41
4.2 Bilangan Kuantum 42
4.3 Konfigurasi elektron 46
4.4 Sistem Periodik Unsur 49
Bab V Ikatan Kimia 57
5.1 Pendahuluan 57
5.2 Peranan elektron dalam ikatan kimia 57
5.3 Ikatan Ion 59
5.4 Ikatan Kovalen 60
5.5 Ikatan kovalen koordinasi 61

v
5.6 Teori tolakan pasangan elektron valensi (valence shell electron
repulsion, VSEPR) 63
5.7 Teori Orbital Molekul 64
5.8 Ikatan Hidrogen 70
5.9 Gaya van der Waals 70
5.10 Ikatan Logam 72
Bab VI Stoikiometri Kimia 77
6.1 Hukum Dasar Kimia 77
6.2 Hukum Penyatuan Volume dan Hukum Avogadro 79
6.3 Massa atom relatif (Ar) dan bobot atom (BA) 79
6.4 Massa molekul relatif (Mr) dan bobot molekul (BM) 81
6.5 Konsep mol 85
6.6 Rumus kimia 88
6.7 Bilangan Oksidasi 90
Bab VII Larutan 103
7.1 Larutan 103
7.2 Entalpi Pelarutan 105
7.3 Gaya Intermolekul 107
7.4 Kesetimbangan Kelarutan 107
7.5 Satuan Konsentrasi Larutan 109
7.6 Cara Membuat Larutan 119
7.7 Larutan Elektrolit 121
7.8 Sifat Koligatif Larutan 123
7.9 Koloid 128
Bab VIII Asam Basa 133
8.1 Asam Basa Arrhenius 133
8.2 Asam Basa Bronsted-Lowry 134
8.3 Asam Basa Lewis 134
8.4 Kesetimbangan Asam Basa 135
8.5 Derajat Keasaman (pH) 136
8.6 Reaksi netralisasi 144
8.7 Indikator Asam Basa 145
Bab IX Termokimia 149
9.1 Persamaan Termokimia 149
9.2 Entalpi 151
9.3 Entalpi Disosiasi Ikatan (∆Hdis) 153

vi
Bab X Kesetimbangan Kimia 157
10.1 Kesetimbangan Reaksi Kimia 157
10.2 Faktor yang mempengaruhi kesetimbangan 158
10.3 Konstanta Kesetimbangan 159
Bab XI Kinetika Kimia 165
11.1 Kinetika Kimia 165
11.2 Reaksi Orde Nol 167
11.3 Reaksi Orde Pertama 169
11.4 Reaksi Orde Kedua 172
11.5 Reaksi Orde ketiga 174
11.6 Waktu Paruh 176
Bab XII Reaksi Reduksi Oksidasi 179
12.1 Reaksi Reduksi Oksidasi 179
12.2 Menyetarakan Reaksi Redoks 180
12.3 Potensial Sel 181
12.4 Sel Elektrokimia 183
12.5 Kerja listrik dan Perubahan Energi Bebas (ΔG) 185
12.6 Hubungan Eosel dan Konstanta Kesetimbangan 186
12.7 Esel sebagai Fungsi Konsentrasi 186
Referensi 189
Glosari 191
Index 195

vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sistem metrik dalam beberapa satuan 17
Tabel 2.2. Konversi besaran massa dalam beberapa sistem metrik 18
Tabel 2.3. Konversi volume dalam beberapa sistem metrik 18
Tabel 3.1. Data muatan dan massa partikel dasar atom 34
Tabel 3.2. Lambang atom dan jumlah partikel dasar penyusun atom 35
Tabel 3.3. Contoh isotop 36
Tabel 4.1. Besarnya bilangan kuantum azimuth dari bilangan kuantum utama 43
Tabel 4.2. Bentuk orbital dari bilangan kuantum azimuth 43
Tabel 4.3. Bilangan kuantum dan bentuk orbital 44
Tabel 4.4. Contoh penulisan konfigurasi elektron 48
Tabel 4.5. Elektron valensi atom golongan utama dan golongan transisi 50
Tabel 4.6. Penentuan golongan dan perioda 52
Tabel 5.1. Contoh Lambang Lewis 58
Tabel 5.2. Muatan Atom Hidrogen, Karbon dan Nitrogen pada Asam Sianida 62
Tabel 5.3. Bilangan Koordinasi dan Struktur Molekul 63
Tabel 6.1. Rumus Empiris dan Rumus Molekul Suatu Senyawa 88
Tabel 7.1. Beberapa contoh larutan elektrolit 122
Tabel 7.2. Jenis-jenis koloid 129
Tabel 9.1. Entalpi pembentukan standar, ∆Hfo dalam kJ.mol-1 152

viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Perubahan materi 8
Gambar 2.2. Transformasi fase materi 9
Gambar 2.3 Perubahan fase materi 10
Gambar 2.4. Klarifikasi Materi berdasarkan Komposisi Kimia 12
Gambar 3.1. Model atom Thomson 28
Gambar 3.2. Model atom Rutherford 29
Gambar 3.3. Model Atom Bohr 30
Gambar 3.4. Model Atom Teori Mekanika Gelombang 31
Gambar 3.5. Eksperimen Crookes 19
Gambar 4.1. Bentuk orbital a. orbital 1s b. orbital 2s 44
Gambar 4.2. Bentuk orbital p 45
Gambar 4.3. Bentuk orbital d 45
Gambar 4.4. Diagram pengisian konfigurasi elektron 46
Gambar 4.5. Sistem periodik unsur 50
Gambar 5.1. Orbital molekul 66
Gambar 5.2 Bentuk orbital molekul 67
Gambar 5.3 Peristiwa perpindahan elektron 68
Gambar 5.4 Ikatan hidrogen pada asam fluorida dan air 70
Gambar 6.1. Cara penentuan mol suatu zat 95
Gambar 7.1. Terjadi penambahan jarak antar molekul-molekul 106
Gambar 7.2. Proses terjadinya pencampuran 106
Gambar 7.3. Proses pembentukan larutan jenuh 108
Gambar 7.4. Proses pembentukan larutan lewat jenuh 109
Gambar 12.1. Sel Elektrokimia 184

ix
Bab I

Pengantar Kimia Dasar

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat memahami peranan analis kimia dalam kehidupan


b. Mahasiswa dapat memahami kebutuhan standardisasi kompetensi analis kimia

1.1 Peranan Analis Kimia dalam Kehidupan

Analis kimia memiliki peranan besar dalam membangun kemajuan bangsa.


Perkembangan era globalisasi dan pasar bebas mendorong adanya standardisasi
mutu produk dan barang yang akan keluar dan masuk ke suatu negara. Suatu produk
dan barang harus melalui proses pengawasan dan inspeksi yang ketat sehingga
tidak membawa dampak kerugian bagi para pelaku bisnis, produsen dan konsumen.
Indonesia telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk beberapa
produk seperti minyak sawit, virgin coconut oil, gula, beras, olahan pangan, air
minum dalam kemasan, pupuk, logam, sampai mainan anak. Standardisasi produk
kemudian dilakukan melalui Lembaga Sertifikasi Produk untuk memastikan bahwa
produk tersebut telah memenuhi standar SNI, baik yang sifatnya wajib ataupun
volunteri. Standardisasi produk melalui proses pengujian dan inspeksi yang ketat
melalui proses uji laboratorium terstandar, menggunakan metode uji yang telah
divalidasi dan tentu saja harus dilakukan oleh analis kimia yang kompeten.
Keahlian di bidang analis kimia sangat dibutuhkan untuk mengungkap
berbagai kasus pengungkapan barang bukti dalam berbagai kasus kriminalitas.
Pembuktian dugaan penyalahgunaan dan peredaran narkotika, minuman keras
oplosan, pembunuhan, jamu oplosan, kosmetika berbahaya, pemalsuan dokumen,
dan keamanan pangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian tentu harus didasarkan
hasil uji laboratorium. Berbagai isu keamanan pangan seperti penggunaan
borak, formalin, rhodamin B, beras plastik, penggunaan produk dari daging babi
dan turunannya juga cukup menyedot perhatian masyarakat. Hal ini memberi
indikasi bahwa pengawasan terhadap peredaran produk pangan harus diawasi
dengan ketat. Inspeksi terhadap produk pangan menjadi suatu tahapan dalam
memberikan jaminan akan kualitas dan keamanan pangan. Nyawa manusia dapat

Pengantar Dasar Kimia 1


menjadi taruhannya, sehingga peranan kimia analisis menjadi sangat penting. Hasil
pengujian kimia di laboratorium akan menentukan standar keamanan pangan.

1.2 Kompetensi Dasar Analis Kimia


Salah satu kompetensi wajib bagi seorang analis kimia adalah kompeten
dalam analisis paket dasar yang meliputi analisis volumetri dan gravimetri. Analisis
tersebut merupakan metode analisis konvensional yang tidak dapat ditinggalkan
dalam pekerjaan pengujian kimia, meskipun metode analisis instrumental
berkembang dengan sangat pesat. Kompetensi dapat dibangun dengan penguatan
pengetahuan dasar tentang kimia sehingga aspek teoritis dapat dipahami sehingga
aspek ketelitian dan kecermatan dalam pengujian kimia dapat diperhatikan.
Pengujian secara volumetri dan gravimetri didasari pada reaksi kimia dan
konsep stoikhiometri untuk mengkuantifikasikan hasil pengujian. Tinjauan umum
dasar-dasar kimia dibutuhkan dalam menguasai pengujian kimia. Seorang analis
kimia harus paham klasifikasi dan perubahan materi secara fisika dan kimia.
Pengetahuan ini penting sekali untuk mendiskripsikan contoh, mempersiapkan
contoh dan larutan kerja yang memiliki fasa dan karakteristik tertentu.
Pengujian secara volumetri didasarkan pada pengukuran volume larutan
standar yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan analit dengan cara titrasi. Larutan
standar akan bereaksi dengan analit yang telah diukur massa atau volumenya
sehingga pada saat terjadi kesetaraan ekuivalen dapat ditentukan banyaknya analit
yang terdapat dalam contoh. Larutan standar harus memiliki konsentrasi yang pasti
sehingga dari pengukuran volume titrasi dapat ditentukan besarnya gram ekuivalen
larutan standar sehingga gram ekuivalen analit dapat dihitung. Reaksi yang terjadi
antara analit dengan larutan standar menjadi dasar dalam perhitungan tersebut.
Jenis reaksi juga menentukan jenis titrasi yang digunakan, misalnya reaksinya asam
basa, maka titrasinya disebut titrasi asam basa. Jika reaksinya pengendapan atau
pembentukan senyawa kompleks maka disebut titrasi pengendapan dan titrasi
pembentukan kompleks.
Begitupula pada pengujian secara gravimetri yang didasarkan pada
penimbangan massa contoh dan endapan. Proses pembentukan endapan secara
stoikhiometri didasarkan pada reaksi-reaksi kimia yang secara stoikhiometri dapat
tercapai dengan sempurna dengan tingkat kemurnian endapan yang tinggi. Proses
pembentukan endapan, pemurnian, pemisahan dan pengabuan endapan menjadi

2 Pengetahuan Dasar Bagi Analis Kimia


tahapan penting dalam pengujian. Hasil akhir akan dibandingkan dengan massa
contoh dan faktor gravimetri yang merupakan rasio molar antara analit dengan
endapan.
Dasar-dasar ikatan kimia, hukum dasar kimia, konsep mol, larutan,
kesetimbangan kimia, laju reaksi, asam-basa dan reaksi redoks menjadi dasar-dasar
dalam mempelajari analisis kimia. Elemen kompetensi dalam prosedur pengujian
kimia secara umum meliputi persiapan contoh, persiapan larutan kerja, pembuatan
dan standarisasi larutan, pengujian dan analisis data, serta menjaga lingkungan dan
catatan laboratorium sangat membutuhkan pengetahuan yang memadai.
Membuat larutan kerja, larutan standar dan standarisasi larutan membutuhkan
pengetahuan dasar stoikhiometri kimia sehingga analis kimia dapat menghitung
banyaknya zat yang akan ditimbang atau banyaknya zat yang akan diambil
sebelum dibuat larutan. Analis kimia juga membutuhkan pengetahuan dasar
dalam mempertimbangkan pemilihan larutan standar, prosedur penyiapan dan
standarisasi larutan standar yang menjadi vareabel kritis dalam pekerjaan pengujian
kimia. Termasuk bagaimana cara penyimpanan bahan, pelabelan dan ketrampilan
dalam memantau stok bahan kimia.
Mengolah dan menampilkan data hasil pengujian juga menjadi elemen
kompetensi penting bagi analis kimia. Penguatan kompetensi kunci yang akan
dicapai membutuhkan aspek pengetahuan yang cukup. Selain itu seorang analis
kimia juga membutuhkan bekal pengetahuan dalam menjaga keamanan dan
lingkungan kerja. Bekerja di laboratorium memiliki resiko terjadinya kecelakaan kerja
sehingga pemahaman kesehatan dan keselamatan kerja kimia sangat dibutuhkan.
Contoh sederhana, dalam pekerjaan di laboratorium memungkinkan terjadinya
tumpahan dan percikan bahan kimia yang membutuhkan penanganan yang tepat.
Buku ini akan menguraikan dasar-dasar kimia bagi analis kimia yang sangat
dibutuhkan dalam menunjang pengetahuan dasar sebelum mendalami berbagai
pengujian kimia. Dalam buku ini akan dibahas tentang sifat dan perubahan materi,
ikatan kimia, stoikhiometri kimia, larutan, kesetimbangan kimia, kinetika kimia,
termokimia, teori asam-basa dan reaksi redoks. Buku ini akan menguraikan aspek
praktis dalam teori dasar kimia yang dapat diterapkan dalam pengujian secara
gravimetri dan volumetri. Konseptual materi yang dibahas akan menjadi dasar
bagian ilmu kimia lain seperti kimia fisika, kimia anorganik dan kimia organik.

Pengantar Dasar Kimia 3


Bab II

Materi dan Perubahan Materi

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat menjelaskan sifat-sifat materi


b. Mahasiswa dapat mengenali perubahan materi
c. Mahasiswa dapat membedakan zat murni, larutan dan campuran
d. Mahasiswa dapat membandingkan berbagai metode pemisahan campuran
e. Mahasiswa dapat menghitung konversi satuan dalam pengukuran kimia

2.1 Pendahuluan

Segala sesuatu yang nyata dan ada adalah suatu materi yang telah diciptakan.
Dalam hukum kekekalan materi disebutkan bahwa materi tidak dapat diciptakan
dan tidak dapat dimusnahkan. Materi menjadi bentuk dari suatu makhluk yang telah
diciptakan. Manusia tidak dapat menciptakan materi yang ada di alam semesta.
Dalam kehidupan nyata, manusia hanya dapat mengubah dari satu bentuk materi
menjadi bentuk lain dari suatu materi. Manusia juga tidak dapat memusnahkan
materi sehingga hanya dapat mengurai suatu materi ke bentuk lain yang lebih
sederhana.
Materi dipandang sebagai sebuah objek yang memiliki wujud tertentu. Materi
dapat berupa benda padat, seperti benda-benda yang ada di sekitar kita. Kristal gula,
garam dapur, kanfer, kapur, arang, monosodium glutamat, detergen, kaporit, soda,
batu akik, kuarsa, granit, keramik, batu bara, silika, emas, perak, dan berlian termasuk
materi yang berwujud padatan. Benda tersebut dapat dilihat dan memiliki bentuk
yang karakteristik yang unik. Sifat benda dapat digunakan untuk membedakan materi
satu dengan benda lain. Materi juga dapat berupa cairan seperti air, minyak, sirup,
madu, susu, minuman, alkohol, asam cuka, dan formalin. Benda cair akan memiliki
bentuk yang menyesuaikan dengan bentuk wadahnya. Apabila dipindahkan dari
tempat yang satu ke tempat yang lain, cairan akan mengikuti bentuk wadah yang
ditempatinya tanpa merubah ukuran benda.
Apakah materi juga selalu memiliki wujud yang tampak? Tentu tidak semua
materi dapat dilihat secara kasat mata. Udara sepertinya kosong tidak berisi suatu

Materi dan Perubahan Materi 5


benda sehingga kita dapat melihat sejauh mata memandang. Kenyataannya, udara
mengandung molekul-molekul gas yang mengisi seluruh ruang atmosfer. Seorang
analis kimia dapat membedakan suatu contoh yang berbentuk padat, cair maupun
contoh yang berwujud gas. Pengambilan contoh gas seperti pekerjaan yang tidak
tampak. Maka harus kita yakini bahwa yang tidak tampakpun dapat terukur dan
nyata adanya.
Materi akan membutuhkan ruang sesuai dengan wujudnya. Ruang yang
dibutuhkan oleh benda padat akan mengikuti bentuk benda tersebut. Benda padat
tidak akan berubah bentuk meskipun di tempatkan dalam wadah yang berbeda.
Berbeda dengan cairan, bentuk cairan akan mengikuti bentuk wadahnya. Gas juga
memiliki keunikan sehingga gas akan mengisi seluruh ruangan yang ada sehingga
dapat dikatakan bahwa volume gas sama dengan volume wadah yang ditempatinya.
Suatu materi dapat terukur meskipun wujudnya tidak tampak oleh mata.
Meskipun tidak terlihat wujudnya, suatu materi memiliki massa yang dapat terukur.
Massa suatu materi menyatakan besarnya kelembaman inertia yang dimiliki oleh
suatu materi. Besarnya massa suatu materi cenderung tetap dalam keadaan diam
atau bergerak.
Pengukuran kuantitatif menjadi sangat penting bagi analis kimia. Secara
kuantitatif adanya materi dapat dinyatakan dan diukur. Bagaimanakah cara
menyatakan suatu besaran materi dan bagaimanakah mengubah besaran dalam
beberapa konversi satuan? Dalam bahasan ini akan dijelaskan beberapa besaran
pengukuran yang digunakan di laboratorium dan cara mengkonversi sistem satuan.
Pembahasan dalam bagian ini akan meliputi sifat materi, klasifikasi materi,
perubahan materi, zat dan campuran, metode pemisahan campuran dan sistem
satuan dalam pengukuran kimia. Bahasan ini berguna bagi seorang analis kimia
dalam mendeskripsikan suatu materi, baik suatu unsur, senyawa atau campuran
dalam berbagai fase serta menyatakan nilai kuantitatif dari suatu materi.

2.2 Sifat Materi

Kapan materi itu telah ada di dunia ini? Materi telah ada sejak materi diciptakan.
Jika ada materi tentu saja ada yang Maha Menciptakan materi. Keindahan benda dan
materi yang ada di dunia menunjukkan bahwa Yang Maha Pencipta memiliki karya
cipta yang memiliki keindahan yang tak tertandingi. Semua materi yang telah ada
mengikuti hukum kekekalan materi. Materi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat

6 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


dimusnahkan sehingga hanya dapat diubah menjadi bentuk satu ke bentuk yang
lain. Perubahan materi sangat ditentukan oleh sifat materi tersebut, baik perubahan
fisika, kimia, maupun biologi.
Adanya suatu materi dapat diamati dari sifat fisik. Materi paling mudah dikenali
dari wujudnya. Sifat fisika materi dapat dilihat dari fasenya, misalnya padatan,
cairan atau gas. Suatu materi juga dikenal dari warna, kilap, kekerasan, berat jenis,
kekentalan, suhu, elastisitas, atau kelarutannya. Suatu materi dapat mengalami
perubahan secara fisika. Apabila sejumlah air dituangkan ke dalam sebuah cawan
kemudian dimasukkan ke dalam lemari pendingin dengan temperatur di bawah 0oC,
maka secara perlahan akan terbentuk kristal air. Air akan membentuk kesetimbangan
antara fase cair dengan fase padatan sehingga air akan membeku membentuk
es. Begitupula apabila es di keluarkan dari lemari pendingin dan dibiarkan dalam
ruangan terbuka, maka lama kelamaan es akan mulai mencair.
Sebaliknya, apabila air dituang dalam sebuah cawan kemudian dipanaskan.
Perhatikanlah apa yang akan terjadi. Selama proses pemanasan akan terlihat adanya
uap air yang keluar dari permukaan air. Air membentuk kesetimbangan antara fase
cair dengan fase uapnya sehingga jika dipanaskan terus-menerus maka air akan
mencapai titik didihnya.
Sifat fisika materi akan sangat penting dipelajari dalam pekerjaan pengujian
kimia. Adanya transfer massa dalam pekerjaan analisis kimia dapat digunakan
untuk menghindari terjadinya kehilangan massa sampel akibat kesalahan dalam
memberikan perlakuan atau prosedur penanganan sampel. Pemilihan prosedur
penanganan contoh dapat mencegah kehilangan massa akibat pemanasan atau
penanganan contoh yang tidak tepat. Kasus sederhana yang mungkin terjadi seperti
dalam penanganan sampel cairan, maka harus dipilih wadah dan penyimpanan yang
sesuai sehingga tidak terjadi kontaminasi dan perubahan secara fisika dan kimia.
Contoh yang dibiarkan terbuka akan mengalami perubahan dan memungkinkan
terjadinya kontaminasi atau terjadi perubahan karakteristik contoh. Pengujian kimia
sangat memungkinkan untuk mengubah wujud contoh.
Suatu materi juga dapat mengalami perubahan secara fisika dan perubahan
secara kimia. Perubahan fisika dapat terjadi dari perubahan wujud materi dari padatan
menjadi cairan atau gas. Perubahan fisika tidak mengubah komposisi kimiawi dari
suatu materi. Berbeda dengan perubahan kimia dapat menyebabkan terjadinya

Materi dan Perubahan Materi 7


perubahan yang secara fisika dapat diamati dari warna, wujud, bau, dan lain-lain.
Contoh perubahan kimia antara lain adalah fermentasi buah menjadi minuman
beralkohol, pembuatan tape, lemak menjadi sabun, besi berkarat, fotosintesis pada
tumbuhan, dan pembakaran bahan bakar minyak. Perubahan kimia yang dialami
suatu materi ditentukan oleh sifat kimianya. Perubahan kimia dapat terjadi dengan
adanya reaksi oksidasi-reduksi, pembakaran, hidrolisis, kalsinasi, hidrogenasi-
dehidrogenasi, polimerisasi, reaksi adisi, reaksi subtitusi, pembentukan kompleks,
dan lain-lain.

a. b.

Gambar 2.1. Perubahan materi a. Peristiwa lilin terbakar termasuk perubahan kimia sedangkan lilin
yang meleleh adalah perubahan fisika b. Peristiwa besi berkarat termasuk perubahan kimia

2.3 Wujud Materi

Secara fisik materi memiliki bentuk wujud yang sangat tergantung pada keadaan
materi itu sendiri. Berdasarkan wujudnya, materi diklasifikasikan menjadi tiga wujud
yaitu padat, cair, dan gas sehingga materi dapat dilihat, disentuh, dipegang, dicium,
dan dapat dirasakan adanya. Materi dapat mengalami perubahan wujud dari bentuk
satu ke bentuk yang lain melalui transformasi fase. Transformasi fase dari satu fase
ke fase lain merupakan proses perubahan fisika sehingga tidak mengubah susunan
kimia dan komposisi materi.

8 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Berdasarkan tatanan komposisinya, materi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
zat dan campuran.

1. Zat (substance)
Zat adalah senyawa murni baik yang terdiri dari satu jenis unsur atau tersusun
dari beberapa unsur.
a. Unsur
Zat yang sudah tidak dapat lagi diuraikan menjadi zat yang lebih sederhana
disebut unsur. Emas, perak, nikel, aluminium, arsen, tembaga, karbon, fosfor,
belerang, oksigen, nitrogen, argon, kalium, kalsium, dan helium termasuk
dalam kelompok unsur.
b. Senyawa
Apabila zat tersebut terdiri dari beberapa unsur maka dinamakan senyawa.
Misalnya natrium klorida, gula, urea, protein, lemak, alkohol, asam asetat,
natrium bikarbonat, monosodium glutamat, monosodium siklamat, dan
natrium benzoat.
Penggabungan dua atau lebih unsur menjadi suatu senyawa atau peruraian
senyawa menjadi dua atau lebih unsur merupakan perubahan kimiawi. Misalnya
unsur belerang dapat bereaksi dengan unsur oksigen menghasilkan senyawa
gas belerang dioksida. Unsur logam natrium dapat bereaksi dengan senyawa
air menghasilkan unsur natrium hidroksida. Senyawa etanol jika dibakar
akan menghasilkan senyawa gas karbon dioksida dan senyawa air. Senyawa
tembaga(II) klorida dapat diuraikan menjadi unsur tembaga dan gas klorin.

2. Campuran (mixture)
Materi seringkali dijumpai tidak dalam keadaan murni atau bercampur dengan
unsur atau senyawa lain. Campuran suatu materi dapat tersusun dari dua atau lebih
zat yang memiliki komposisi tertentu. Campuran zat yang mempunyai komposisi
atau susunan yang seragam. Campuran zat mempunyai sifat yang sama dalam
suatu sistem, akan tetapi pada sistem yang berbeda memiliki sifat yang berbeda.
Berdasarkan susunan dan komposisinya, campuran dikelompokkan dalam dua jenis,
yaitu campuran homogen dan campuran heterogen.

Materi dan Perubahan Materi 11


Apabila suatu zat terlarut dicampurkan dengan suatu pelarut sehingga semua
zat tersebut akan bercampur secara sempurna membentuk campuran homogen
yang disebut sebagai larutan. Larutan merupakan suatu sistem yang terdiri dari zat
terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Jumlah zat terlarut dalam sistem larutan lebih
kecil dari pada pelarutnya. Zat terlarut yang dicampurkan dapat berupa padatan,
cairan atau gas dapat dilarutkan dalam pelarut cair atau gas. Misalnya kristal gula
dilarutkan dalam air, maka akan terbentuk larutan gula. Asam cuka dilarutan dalam
air akan menjadi larutan asam cuka. Gas oksigen dilarutkan dalam air akan menjadi
larutan oksigen.
Campuran heterogen akan terpisah secara ruang atau dapat memisahkan diri
secara fisik karena memiliki sifat fisik yang berbeda. Contoh batuan, tanah, lempung
biasanya akan mengandung campuran dari mineral-mineral logam dalam bentuk
garam dan oksidanya. Campuran juga dapat dibuat dengan mencampurkan zat
yang tidak saling bercampur. Misalnya gula dicampur dengan kopi, minyak dicampur
dengan air, pasir dengan air dan belerang dicampur dengan silika secara fisika akan
terpisah.

Gambar 2.4. Klasifikasi materi berdasarkan komposisi kimianya

2.5 Metode Pemisahan campuran

Zat dalam campuran dapat dipisahkan dengan berbagai cara baik secara kimia
maupun secara fisika. Metode pemisahan dalam analisis kimia sangat bermanfaat,
terutama pada tahap persiapan contoh uji dan pemurnian hasil. Umumnya suatu
analit yang terkandung dalam contoh mempunyai komposisi yang sangat beragam.
Sebelum dilakukan analisis, analit harus dipisahkan dari campurannya dalam contoh.

12 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Pemilihan metode pemisahan tergantung pada tujuan analisis, jenis komponen yang
akan dipisahkan, sifat komponen yang akan dipisahkan, keberagaman komponen
dalam campuran, ketersediaan alat dan bahan, efisiensi, dan beberapa pertimbangan
teknis lainnya.
Ada beberapa metode pemisahan, untuk pemisahan suatu campuran heterogen
maka komponen dalam campuran tersebut dapat dipisahkan dengan :
1. Sedimentasi
Metode pemisahan komponen didasarkan pada proses sedimentasi komponen
yang terdapat pada sistem campuran. Campuran dipisahkan melalui proses
pengendapan komponen yang akan dipisahkan atau komponen pengotor yang tidak
dikehendaki. Pemisahan dengan cara sedimentasi dilakukan dengan secara fisika
maupun kimia. Pengendapan secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan
bahan pengendap, seperti aluminium sulfat, fero sulfat, feri sulfat, feri klorida, tawas
dan bahan lain. Setelah terjadi pengendapan maka pemisahan selanjutnya dapat
dilakukan.

2. Flokulasi
Pemisahan komponen didasarkan pada pembentukan gumpalan dengan
menambahkan suatu koagulan pada campuran yang akan dipisahkan. Pemisahan
ini digunakan untuk pemisahan suatu sistem yang mengandung partikel koloid
sehingga partikel-partikel tersebut dapat diendapkan.

3. Sentrifugasi
Pemisahan komponen didasarkan pada pemberian tenaga mekanik dengan
gaya pusingan (sentrifugasi) sehingga komponen yang berupa koloid dan partikel
padatan lain akan mengendap dari sistem campuran.
4. Filtrasi
Pemisahan komponen campuran didasarkan pada perbedaan ukuran
komponen yang akan dipisahkan yang dapat melewati suatu filter. Filter yang
digunakan tergantung pada ukuran dan jenis komponen yang akan dipisahkan.
Filtrasi biasanya digunakan untuk pemisahan komponen dalam campuran dalam
suatu sistem yang mengandung partikel padatan yang akan terpisah setelah
dilewatkan pada suatu filter.

Materi dan Perubahan Materi 13


5. Dekantasi
Pemisahan suatu komponen campuran dari suatu sistem campuran yang
mengandung padatan dan cairan, dapat dilakukan secara dekantasi. Dekantasi
merupakan cara pemisahan pendahuluan yang dilakukan sebelum dilakukan
pemisahan lain. Pemisahan endapan atau sedimen yang dalam sistem campuran
dapat ditingkatkan efektifitasnya dengan cara dekantasi, sehingga pemisahan dapat
berlangsung dengan cepat dan efisien. Cara ini sangat sederhana dapat dilakukan
dengan menuang atau mengendaptuangkan supernatant yang terdapat dalam
sistem campuran.
Pemisahan zat dari suatu campuran homogen dapat dipisahkan melalui
beberapa cara, seperti absorbsi, adsorpsi, kromatografi, distilasi, ekstraksi,
rekristalisasi, sublimasi.

1. Absorpsi
Pemisahan yang didasarkan pada sifat absorpsi komponen yang akan
dipisahkan. Pemisahan dilakukan melalui proses absorpsi dengan suatu absorben.
Proses absorpsi terjadi dari interaksi secara kimiawi antara absorbat (zat yang
diabsorpsi). Absorbat akan membentuk interaksi atau ikatan kimiawi dengan
absorben. Komponen yang akan dipisahkan akan berinteraksi sehingga akan
terpisah dari sistem campuran.

2. Adsorpsi
Pemisahan yang didasarkan pada sifat adsorpsi komponen yang akan dipisahkan
dengan menggunakan suatu adsorben. Berbeda dengan absorpsi, adsorbsi
terjadi dari interaksi secara fisika sehingga antara adsorben dengan adsorbat tidak
mengalami interaksi secara kimiawi. Adanya material berpori dari suatu adsorben
sehingga komponen yang akan dipisahkan dapat terperangkap dalam pori.

3. Kromatografi
Pemisahan yang didasarkan pada distribusi suatu komponen dalam fase diam
dan fase gerak. Komponen yang memiliki interaksi yang kuat dengan fase diam
akan tertahan lebih lama dalam fase diam. Apabila interaksinya lebih lemah maka
komponen-komponen dalam campuran akan lebih mudah terbawa oleh fase gerak
sehingga dapat terpisah terlebih dahulu.
Pemisahan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung fase diam
dan fase gerak yang digunakan. Fase diam dapat berupa padatan dan fase gerak

14 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


yang digunakan adalah suatu gas atau cairan. Pemisahan sederhana, misalnya
pemisahan tinta atau zat warna dengan kromatografi kertas. Kertas digunakan
sebagai fase diam dan fase geraknya menggunakan suatu pelarut.
Pemisahan senyawa antioksidan atau senyawa obat dengan kromatografi
lapis tipis, menggunakan fase diam dari plat yang dilapisi silika dan alumina. Fase
gerak menggunakan suatu pelarut. Sama halnya dengan pemisahan dengan
kromatografi kolom, menggunakan suatu kolom yang berisi absorben dengan fase
gerak suatu pelarut. Pemisahan dengan kromatografi kolom dan kromatografi lapis
tipis digunakan juga sebagai pemisahan untuk preparasi untuk pengujian dengan
kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi dan pengujian lain.

4. Rekristalisasi
Pemisahan yang didasarkan pada perbedaan titik lebur komponen yang
dipisahkan. Pemisahan yang digunakan untuk memurnikan suatu kristal atau padatan
dengan melarutkan kembali dalam pelarut yang sesuai kemudian didinginkan
dalam temperatur tertentu sehingga akan terjadi proses pertumbuhan kristal murni.
Adanya komponen pengotor yang berada pada kisi kristal dapat dipisahkan. Kristal
yang terjadi dipisahkan dengan filtrasi.

5. Distilasi
Pemisahan secara distilasi dilakukan dengan menggunakan perbedaan titik
didih dari komponen yang terdapat pada campuran. Bahan yang akan dipisahkan
dimasukkan ke dalam seperangkat alat distilasi kemudian dipanaskan dengan
tekanan tertentu sehingga akan mencapai titik didih dari suatu komponen yang akan
dipisahkan. Komponen yang akan dipisahkan akan membentuk kesetimbangan
dengan fase uapnya sehingga akan mengembun di kondensor dan dapat dipisahkan
sebagai destilat.

6. Evaporasi
Proses pemisahan yang dilakukan dengan menguapkan komponen pelarut
pada titik didihnya. Evaporasi dapat dilakukan dengan penguapan langsung
dan dapat pula dengan menggunakan penggurangan tekanan sehingga tidak
menimbulkan kerusakan pada bahan yang akan dipisahkan.

Materi dan Perubahan Materi 15


7. Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pemisahan didasarkan pada
distribusi komponen yang akan dipisahkan dalam suatu pelarut. Senyawa yang
bersifat polar dapat dengan mudah dipisahkan dengan pelarut yang bersifat polar.
Senyawa yang bersifat semi polar akan mudah dipisahkan dengan senyawa semi
polar dan senyawa non polar akan terpisah dengan pelarut dengan senyawa non
polar.
Ektraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan metode
leaching (pengurasan), ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut), ekstraksi padat cair
(ekstraksi soxhlet) dan ekstraksi fasa padat (solid phased extraction).
1). Leaching (pengurasan)
Pengurasan dilakukan dengan cara mengambil komponen yang akan
dipisahkan dengan cara menambahkan sejumlah pelarut dalam campuran.
Komponen yang akan dipisahkan akan terbawa oleh pelarut. Pemisahan ini
secara sederhana dilakukan pada pemisahan santan dari kelapa dengan pelarut
air dan pemisahan zat warna alami dari daun pandan dengan pelarut air.

2). Ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut)


Ekstraksi cair-cair dilakukan dengan cara menambahkan campuran dengan
pelarut yang tidak saling bercampur satu sama lain. Pemisahan didasarkan
pada distribusi komponen yang akan dipisahkan dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur. Pelarut yang ditambahkan harus mampu melarutkan lebih
banyak komponen tersebut sehingga dapat dipisahkan dengan sempurna.
Pertimbangan utama dalam pemilihan pelarut didasarkan pada sifat polaritas
pelarut. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair adalah pelarut
organik yang memiliki kepolaran yang rendah sehingga tidak dapat larut dalam
air. Pemilihan pelarut juga mempertimbangkan harga, ketersediaan, dan cara
pemisahan lebih lanjut untuk mendapatkan efisiensi pemisahan yang lebih
besar. Pemisahan ini dapat digunakan untuk pemisahan I2 dalam air, pemisahan
lemak, pemisahan logam, dan pemisahan surfaktan.

3). Ekstraksi padat-cair (ekstraksi soxhlet)


Ekstraksi padat-cair dalam skala laboratorium menggunakan seperangkat
alat soxhlet sehingga pemisahan ini dinamakan ekstraksi soxhlet. Pemisahan
ini digunakan untuk pemisahan komponen dalam campuran padatan dengan

16 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


menggunakan suatu pelarut. Pelarut ditempatkan dalam sebuah labu alas bulat
dan dipanaskan sampai mencapai titik didihnya. Uap pelarut akan mengembun
di pendingin kemudian menetes di soxhlet dan melarutkan komponen yang
akan dipisahkan. Pemisahan akan berlangsung secara berulang-ulang sehingga
komponen yang akan dipisahkan dapat diekstrak dengan optimal.
4). Ekstraksi fasa padat
Ekstraksi fasa padat digunakan untuk pemisahan komponen dalam
campuran dengan melewatkan campuran dalam kolom yang berisi adsorben
sehingga komponen yang akan dipisahkan akan terserap dalam fasa padatan.
Komponen lain dalam campuran akan melewati kolom. Komponen yang
diserap dipisahkan dengan melewatkan suatu pelarut yang dapat melepaskan
komponen tersebut sehingga dapat terpisah.

2.6 Sistem Satuan

Data hasil pengujian kimia secara kuantitatif dinyatakan dalam data hasil
pengukuran yang dinyatakan dalam berbagai satuan. Pengukuran secara kuantitatif
dalam analisis dasar volumetri dan gravimetri melibatkan pengukuran massa dan
volume. Pengukuran massa dan volume dinyatakan dalam satuan gram dan mililiter.
Dalam perhitungan kimia, satuan massa dapat dikonversi dalam satuan kg, mg, atau
μg. Begitupula dengan satuan volume dalam milliliter dikonversi menjadi L dan
μL. Tabel 2.1. digunakan untuk mengkonversi beberapa besaran pokok dan besaran
turunan. Kita dapat mengkonversi beberapa besaran seperti massa dan volume
dalam beberapa sistem ukuran. Beberapa contoh satuan dalam sistem metrik dapat
disajikan pada Tabel 2.2. dan Tabel 2.3.

Tabel 2.1. Sistem metrik dalam beberapa satuan

Materi dan Perubahan Materi 17


Bab III

Perkembangan Teori Atom dan Struktur Dasar Atom

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat menjelaskan perkembangan teori atom


b. Mahasiswa dapat mengenali struktur atom
c. Mahasiswa dapat menuliskan lambang atom, isotope dan bobot atom
d. Mahasiswa dapat membandingkan berbagai metode pemisahan campuran
e. Mahasiswa dapat menghitung konversi satuan dalam pengukuran kimia

3.1 Pendahuluan
Mempelajari kimia berarti akan membayangkan seperti apa bentuk atom dari
suatu unsur. Materi yang ada di sekitar kita tentu dapat dilihat secara nyata dan
dapat dirasakan keberadaannya. Zat dapat dibedakan secara fisika melalui wujud
dan sifat fisik yang dimiliki oleh materi. Apa yang terdapat dalam suatu zat menjadi
sulit dibayangkan jika kita membayangkan zat tersebut tersusun oleh partikel yang
sangat kecil yang diberi istilah sebagai atom.
Apa yang kita bayangkan tentang sebuah atom? Atom tidak dapat dilihat secara
kasat mata. Adanya atom menjadi nyata adanya dari wujud materi yang tersusun
dari atom-atom suatu unsur atau atom-atom yang membentuk kombinasi atom dan
bersenyawa. Adanya atom harus kita yakini adanya. Cobalah amati semua materi
atau benda yang ada di sekitar kita. Materi atau benda tersebut menjadi ada karena
atom. Bayangkan saja berapa banyak atom yang terdapat dalam setiap benda yang
kita lihat?
Tidak jauh berbeda dari benda atau materi lainnya. Diri kita juga terlahir dari
susunan atom yang bersenyawa membentuk sel kehidupan yang berkembang.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia tidak lepas dari pertumbuhan sel yang
melibatkan ribuan bahkan jutaan proses kimiawi yang terjadi di dalam tubuh
manusia. Pernahkah kita membayangkan berapa juta atom yang terdapat dalam
tubuh kita?
Kita dapat membayangkan atom dengan bentuk yang sederhana. Atom dapat
dibayangkan sebagai sebuah bola dengan ukuran yang sangat kecil. Atom menjadi

Perkembangan Teori Atom dan Struktur Dasar Atom 25


bagian terkecil dari suatu materi. Atom merupakan partikel kecil yang sudah tidak
dapat diuraikan lagi. Kata atom sendiri berasal dari bahasa Yunani Kuno, dari kata a
dan tomos yang berarti tidak dipotong.
Siapakah yang pertama kali mencetuskan teori atom? Teori atom pertama kali
diungkapkan melalui pernyataan Democritos sekitar tahun 400 Sebelum Masehi.
Democritos mengungkapkan bahwa semua materi dapat diuraikan menjadi zarah
atau partikel terkecil yang sudah tidak dapat dibagi lagi. Partikel tersebut bergerakan
dan membentuk kombinasi yang mantap. Sifat partikel dipengaruhi oleh ukuran,
bentuk, dan susunan partikel. Teori yang diungkapkan oleh Democritos tidak
berkembang. Teori tersebut hanya merupakan hasil pemikiran yang tidak didukung
oleh eksperimen.

3.2 Perkembangan Teori Atom Dalton


Perkembangan teori atom baru mulai berkembang di akhir abad ke-18,
ilmuwan yang bernama John Dalton (1807) mencetuskan teori atom modern untuk
yang pertama kalinya, sehingga Dalton dinobatkan sebagai bapak atom. Teori
atom ini muncul dengan melibatkan sifat kimiawi dan data-data kuantitatif. Teori
ini merupakan hasil dua eksperimen yang didukung dua hukum alam, yakni hukum
kekekalan massa dan hukum perbandingan tetap. Hukum kekekalan massa yang
ditemukan oleh Lavoisier menyatakan bahwa massa suatu zat keseluruhan setelah
reaksi kimia berlangsung sama dengan massa sebelum terjadi reaksi. Lavoisier
pada tahun 1774 melakukan serangkaian eksperimen dengan memanaskan timah
dengan gas oksigen dalam suatu wadah tertutup. Hasil eksperimen membuktikan
bahwa massa zat sebelum bereaksi dengan setelah terjadi reaksi tidak mengalami
perubahan. Hasil eksperimen ini juga membuktikan bahwa materi tidak dapat
diciptakan serta tidak dapat dimusnahkan. Materi dapat diubah dari bentuk satu
menjadi bentuk lain dengan kombinasi tertentu sesuai dengan hukum perbandingan
tetap.
Pada mulanya Proust mereaksikan besi dengan belerang. Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa senyawa besi belerang yang terbentuk memiliki
perbandingan yang sama meskipun dibuat dengan komposisi yang berbeda. Proust
mengungkapkan hukum perbandingan tetap menyatakan bahwa suatu senyawa
kimia dari mana saja asalnya dan dengan bagaimana cara pembentukannya selalu
mempunyai susunan dan perbandingan unsur yang sama.

26 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Dalton mengacu kedua teori tersebut untuk mengungkapkan teori bahwa
suatu unsur tersusun dari partikel yang tidak dapat diuraikan lagi yang disebut
dengan atom. Sebagaimana materi, atom tidak bisa diciptakan dan juga tidak
bisa dimusnahkan. Atom-atom dari suatu unsur tertentu adalah sama sehingga
untuk unsur yang sama memiliki atom yang sama pula. Atom dapat bergabung
membentuk kombinasi dengan atom lain dan dapat dipecah menjadi atom-atom
yang terpisah tanpa merubah atom itu sendiri. Atom-atom yang bergabung dalam
suatu senyawa membentuk ikatan kimia dengan perbandingan numerik tertentu
yang dikenal dengan hukum perbandingan tetap.
Dalam teori atom Dalton, semua gas masih diasumsikan sebagai gas
monoatomik, misalnya gas oksigen disimbulkan sebagai atom oksigen (O). Dalton
juga masih mengasumsikan senyawa biner seperti air dengan simbul HO. Massa
atom suatu unsur masih ditentukan berdasarkan perkiraan saja. Meskipun teori
atom Dalton belum sempurna, teori atom Dalton memberikan kontribusi yang besar
terhadap perkembangan ilmu kimia. Selain mengungkapkan teori tentang atom,
Dalton juga menjelaskan dua hukum dasar kimia yaitu Hukum penyatuan volume
dan Hukum Avogadro.

3.3 Perkembangan Teori Atom Thomson


Perkembangan teori atom selanjutnya yaitu teori atom Thomson yang dikenal
dengan pemodelan atom roti kismis. Thomson melakukan serangkaian percobaan
dengan sinar katoda dipancarkan dalam tabung hampa. Tabung tersebut dilewati
arus listrik sehingga sinar dapat berjalan dalam garis lurus. Apabila sinar terbentur
gelas atau benda tertentu akan menyebabkan terjadinya fluoresensi. Sinar ini dapat
dibelokkan oleh listrik dan magnet, sifatnya tergantung pada elektrodanya.
Hasil percobaan Thomson menjelaskan bahwa perbandingan muatan listrik
(e) dengan massa (e/m) setara dengan 2.108 C/g. Thomson mengungkapkan bahwa
partikel pada sinar katoda bermuatan negatif. Partikel tersebut merupakan partikel
dasar yang selalu terdapat pada setiap atom yang disebut dengan stone atau
elektron. Atom juga memiliki awan muatan positif dengan jumlah sama dengan
jumlah elektron yang terpusat pada inti atom dan mampu menetralkan atom.
Menurut Thomson, atom diibaratkan sebagai sebuah bola kecil bermuatan
positif dan dipermukaannya tersebar elektron yang mempunyai muatan negatif.
Model atom ini dikenal dengan model roti kismis. Meskipun sudah menjelaskan

Perkembangan Teori Atom dan Struktur Dasar Atom 27


adanya proton dan elektron, tetapi teori ini belum mampu menjelaskan kedudukan
elektron yang berada dipermukaan atom karena gaya tarik muatan positifnya. Teori
ini juga belum mampu menjelaskan mengapa elektron dapat lepas ketika diberi
energi.

Gambar 3.1. Model atom Thomson

3.4 Perkembangan Teori Atom Rutherford


Teori ini berkembang untuk menjawab kelemahan teori atom Thomson. Ernest
Rutherford melakukan serangkaian ekperimen dengan melewatkan sinar alfa dalam
tabung berisi gas. Hasil eksperimen tersebut membuktikan bahwa sinar bergerak
lurus tanpa dipengaruhi oleh gas. Molekul gas diduga tidak bermuatan dan tidak
mengubah sinar alfa yang bermuatan positif. Padahal Rutherford berhipotesis bahwa
partikel alfa dalam padatan akan berubah arah karena dalam atom terdapat muatan
positif. Hipotesis ini baru terbukti pada tahun 1909 oleh Geiger dan Marsden.
Sinar alfa ditembakkan pada lempeng platina setebal 10-6 m. Sinar
yang dihasilkan ditangkap dengan layar yang terbuat dari ZnS yang dapat
berfluoresensibila terkena sinar alfa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sinar
alfa yang ditembakkan sebagian besar diteruskan, sebagian yang lain dibelokkan,
dan hanya sedikit yang dipantulkan. Gejala ini dijelaskan oleh Rutherford, bahwa
partikel alfa yang diteruskan disebabkan oleh banyaknya ruang hampa. Adanya
pusat atom yang bermuatan positif menyebabkan sinar dibelokkan jika mendekati
inti karena gaya tolak-menolak. Jika menabrak inti sinar ini akan dipantulkan.
Penjelasan ini kemudian dirumuskan dalam teori atom Rutherford. Rutherford
mengungkapkan bahwa atom memiliki inti yang bermuatan positif. Muatan positif
tersebut menjadi pusat massa suatu atom. Besarnya muatan pada inti atom berbeda
untuk atom yang berbeda, kira-kira setengah dari numerik massa atom. Inti atom

28 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


dikelilingi elektron yang jumlahnya sama dengan satuan muatan inti sehingga atom
bersifat netral yang berada di ruang hampa.

Gambar 3.2. Model Atom Rutherford

Atom memiliki elektron yang berputar terus-menerus mengelilingi inti atom.


Adanya perputaran elektron menyebabkan adanya gaya yang mengarah ke pusat
lingkaran dan berimpit dengan jari-jari dan gaya sentripetal yang mengarah ke
keluar. Besarnya gaya sentripetal yang besarnya setara dengan gaya Coulomb.
Adanya kedua gaya tersebut selalu sama sehingga atom tetap stabil.
Dalam teori, Rutherford belum mampu menjelaskan stabilitas elektron. Adanya
kehilangan energi dalam bentuk cahaya berasal dari partikel yang bermuatan.
Elektron yang telah kehilangan energi dapat mengakibatkan gerakannya menjadi
lebih lambat sehingga dapat ditarik oleh inti. Teori ini juga belum dapat menjelaskan
kedudukan elektron yang terdapat dalam ruang hampa.

3.5 Perkembangan teori atom Bohr


Perkembangan selanjutnya, Bohr menjawab kelemahan teori atom yang
diungkapkan oleh Rutherford. Bohr dengan mempelajari spektrum atom hidrogen
yang mempunyai garis-garis tertentu. Setiap garis mempunyai tingkat energi
elektron tertentu. Bohr menyempurnakan teori yang dikemukakan oleh Rutherford.
Atom memiliki inti yang bermuatan positif. Inti atom dikelilingi oleh elektron-elektron
yang selalu bergerak. Kedudukan elektron berada pada lintasan dengan tingkatan
energi tertentu. Elektron tersebut tidak dapat menyerap atau memancarkan energi.
Apabila elektron tersebut mengalami perpindahan maka akan terjadi perubahan
energi. Besarnya perubahan energi merupakan selisih antara energi pada lintasan
tertinggi dikurangi dengan energi pada lintasan terendah.

Perkembangan Teori Atom dan Struktur Dasar Atom 29


Gambar 3.3. Model Atom Bohr

3.6 Perkembangan Teori Atom Mekanika Gelombang


Teori berkembang semakin pesat. Dalam perkembangan selanjutnya
dikembangkan teori dengan mempelajari sifat khusus partikel seperti foton, elektron,
dan neutron dengan menggunakan teori kuantum. Teori kuantum menjelaskan atom
dengan prinsip dualisme, yaitu gelombang dan partikel. Berbeda dengan teori atom
Bohr, dalam teori atom ini elektron bergerak mengelilingi inti bukan dalam garis
lintasan elektron. Elektron bergerak dalam bentuk gelombang. Perbedaan kedua
gerakan ini menghasilkan prinsip ketidaktentuan. Posisi dan momentum elektron
tidak dapat ditentukan dengan teori Bohr tetapi dapat dijelaskan orbital.
Orbital merupakan daerah yang mempunyai kebolehjadian terbesar untuk
mendapatkan elektron. Elektron yang terdapat dalam orbital tersusun dalam
konfigurasi elektron. Konfigurasi elektron suatu atom akan mempengaruhi sifat atom.
Ukuran suatu atom dapat diukur berdasarkan jari-jari atom yang nilainya tergantung
pada konfigurasi elektronnya. Energi ionisasi dan afinitas elektron dari suatu atom
tergantung pada konfigurasi elektron yang masing-masing memiliki tingkatan
energi tertentu. Konfigurasi elektron dapat digunakan untuk menentukan sifat
keelektronegatifan suatu atom. Tatanan elektron akan menentukan kecenderungan
suatu atom untuk melepaskan atau menangkap elektron sehingga diperoleh
keadaan yang paling stabil. Konfigurasi elektron dapat pula dipergunakan untuk
menentukan besarnya valensi suatu atom. Valensi suatu atom akan menentukan
peranan suatu atom dalam pembentukan ikatan kimia dan jenis ikatan yang terjadi
pada suatu molekul.

30 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Gambar 3.4. Model Atom Teori Mekanika Gelombang

3.7 Struktur Dasar Atom


Apakah atom merupakan partikel paling kecil dari suatu materi yang sudah
tidak dapat diuraikan lagi? Pembahasan tentang perkembangan teori atom telah
dijelaskan bahwa suatu atom terdiri dari partikel dasar penyusun atom. Atom
memiliki inti atom yang berada di pusat atom. Dalam inti atom terdapat partikel
bermuatan positif yang disebut dengan proton dan partikel yang tidak bermuatan
yang disebut neutron. Inti atom dikelilingi oleh elektron-elektron yang berada pada
orbital atom. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa atom memiliki partikel
dasar penyusun atom yang terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron yang
bermuatan negatif. Inti atom yang terdiri dari neutron serta proton yang bermuatan
positif dan menjadi pusat massa suatu atom.
Partikel dasar atom tidak dapat dilihat secara kasat mata. Namun adanya
partikel tersebut dapat dipelajari dengan gejala yang dapat ditimbulkan apabila
suatu atom diberi medan listrik, medan magnet dan diberi cahaya dengan energi
tertentu. Setiap unsur memiliki atom dengan jumlah partikel dasar yang jumlahnya
sudah tertentu. Unsur yang sama akan memiliki jumlah proton, neutron dan
elektron yang sama. Sebaliknya, unsur yang berbeda akan memiliki jumlah partikel
penyusun atom yang berbeda pula. Banyaknya proton, neutron dan elektron dari
suatu atom mempengaruhi sifat atom. Namun demikian, beberapa atom yang sama
dapat memiliki jumlah partikel dasar yang berbeda sehingga meskipun atomnya
sama tetapi sifatnya berbeda.

Perkembangan Teori Atom dan Struktur Dasar Atom 31


1. Elektron
Partikel dasar atom yang akan kita pelajari pertama kali adalah elektron.
Elektron merupakan partikel dasar atom yang bermuatan negatif yang berada pada
orbital atom. Kita tentu tidak dapat mengamati dan melihat langsung seperti apakah
elektron yang terdapat dalam orbital atom. Namun, adanya elektron dalam suatu
atom akan memberikan sifat-sifat suatu atom. Seperti halnya atom, elektron juga
memiliki sifat sebagai materi dan sebagai gelombang. Elektron dalam suatu atom
menempati orbital sesuai dengan tingkat energinya. Elektron yang berada pada
orbital paling luar akan menentukan sifat dan reaktivitas suatu atom. Banyaknya
elektron terluar tersebut dinamakan sebagai elektron valensi.
Siapakah yang pertama kali memperkenalkan elektron? Adanya elektron
dibuktikan dari eksperimen yang telah dilakukan oleh J. Plucker (1858). Plucker
menggunakan dua buah kawat diberi potensial listrik. Kedua kawat tersebut
kemudian saling didekatkan. Apa yang terjadi? Saat dua buah kawat yang diberi
potensial listrik saling didekatkan terjadi bunga api atau loncatan busur listrik. Saat
kedua ujung kawat tersebut dimasukkan ke dalam tabung kaca yang dihamparkan
kuat-kuat, sinar katoda antara kedua ujung kawat menjadi lebih lembut dengan
memancarkan sinar hijau kekuningan.

Gambar 3.5. Eksperimen Crookes

Eksperimen tersebut juga dilakukan oleh Crookes (1875) untuk membuktikan


adanya sinar katoda. Secara normal sinar katoda bergerak sejalan dengan garis
lurus, kecuali jika dikenai gaya. Sinar katoda dapat dibelokkan oleh medan listrik dan
medan magnet sehingga menjadi bukti bahwa sinar katoda muatan negatif. Berkas
juga ditarik lempeng bermuatan positif. Sinar tersebut dapat memutar baling-baling

32 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


yang terletak di antara kedua elektroda. Sinar katoda tersebut kemudian diberi
nama elektron. Nama tersebut diperkenalkan oleh George Johnstone Stoney (1894).
Adanya elektron berhasil diidentifikasi oleh J.J. Thomson (1897). Sinar katoda
memiliki energi dan bersifat sebagai materi, sehingga elektron memiliki dualism
sifat sebagai gelombang dan sebagai materi. Sinar katoda terdiri dari partikel yang
memiliki massa yang pasti. Thomson mendapatkan suatu angka banding antara
muatan terhadap massa (e/m) dari pembelokan serempak sinar katoda oleh medan
listrik dan medan magnet yang setara dengan 1,6022 x 1019C. R.A. Milikan (1908)
mengukur muatan partikelnya sebesar 1,6022 x 10-19 C, sehingga massa elektron
dapat dihitung.

2. Proton
Selain elektron, partikel dasar atom yang akan kita pelajari adalah proton.
Dalam perkembangan teori atom telah disebutkan bahwa dalam inti atom memiliki
partikel yang bermuatan positif. Tahun 1886, E. Golsten menemukan sebuah
pendaran (fluoresensi) pada permukaan tabung sinar katoda yang diberi lubang.
Tabung tersebut berisi gas hidrogen yang bertekanan rendah. Setelah dialiri listrik,
terbentuk dua macam sinar, yakni sinar katoda yang disebut sebagai elektron
dan sinar yang bergerak menuju ke lubang dan menabrak ujung lain dari tabung
tersebut. Setelah diberi medan listrik dan medan magnet, dalam tabung tersebut
menunjukkan adanya muatan positif yang disebut dengan proton.
Seperti halnya elektron, setiap unsur memiliki jumlah proton yang berbeda.
Saat tabung tersebut mengandung gas yang berbeda, maka akan menghasilkan
proton yang berbeda pula. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa suatu atom
memiliki proton dengan massa dan muatan tertentu. Proton memiliki massa yang
jauh lebih besar dari pada massa elektron, yakni 1,67 x 10-24 g atau hampir dua kali
massa elektron. Mengapa demikian? Proton merupakan partikel di dalam inti atom
yang menjadi pusat massa atom. Sinar positif yang memiliki massa paling ringan
adalah sinar yang berasal dari gas hidrogen. Gas tersebut memiliki muatan yang
sama besar dengan muatan elektronnya.

3. Neutron
Selain proton, juga terdapat partikel dasar di dalam inti atom yang disebut
dengan neutron. Neutron bersama dengan proton merupakan partikel penyusun
inti atom, seperti yang diungkapkan teori atom Rutherford. Neutron memiliki massa

Perkembangan Teori Atom dan Struktur Dasar Atom 33


1,6750 x 10-24 g. Jumlah proton dan neutron di dalam suatu inti atom menentukan
besarnya nomor massa dari suatu atom. Banyaknya neutron dalam inti atom juga
menentukan isotop suatu unsur. Berbeda dengan proton dan elektron, neutron
tidak memiliki muatan.
Tabel 3.1. Data muatan dan massa partikel dasar atom

3.8 Lambang Atom


Atom dari suatu unsur mempunyai suatu lambang atom. Setiap satu jenis
unsur memiliki atom dan lambang atom yang sama. Lambang atom digunakan
untuk memberikan kemudahan dalam menuliskan atom. Para ahli kimia sepakat
menuliskan lambang atom yang diambil dari satu atau lebih huruf dari namanya.
Jumlah proton dan elektron merupakan nomor atom suatu unsur yang dilambangkan
dengan huruf Z. Sedangkan nomor massa yang menyatakan banyaknya proton dan
neutron dilambangkan dengan huruf A.

Atom diberi penomoran sesuai dengan jumlah proton dan elektron yang
dimiliki oleh suatu unsur. Nomor atom suatu unsur menunjukkan banyaknya proton
yang dimiliki oleh suatu atom. Besarnya proton suatu atom sama dengan jumlah
elektronnya. Nomor massa atau massa atom mewakili jumlah dari proton dan
neutron. Seperti halnya telah dikemukan dalam pembahasan sebelumnya bahwa,
inti atom merupakan pusat massa atom.

34 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Tabel 3.2. Lambang atom dan jumlah partikel dasar penyusun atom
Jumlah Jumlah Jumlah
Atom Lambang
elektron proton neutron
Hidrogen 1
H1 1 1 0
Karbon 6
C12 6 6 6
Nitrogen 7
N14 7 7 7
Oksigen 8
O16 8 8 8
Natrium 11
Na23 11 11 12
Belerang 16
S32 16 16 16
Kalium 19
K39 19 19 20
Besi 26
Fe56 26 26 30
Arsen 33
As75 33 33 42
Zirkonium 40
Zr91 40 40 51
Iodium 53
I127 53 53 74

3.9 Isotop
Thomson (1912) menemukan sebuah fakta baru dalam penemuan atom. Hasil
eksperimen Thomson mengungkapkan sebuah realita bahwa pada percobaan sinar
katoda yang berisi gas neon, ternyata hanya 91% saja yang mempunyai massa
normal. Atom dari suatu unsur yang sama dapat memiliki massa yang berbeda-beda,
sehingga mulailah dikenal dengan adanya isotop atom. Atom-atom dari suatu unsur
yang sama tetapi memiliki massa yang berbeda disebut dengan isotop. Perbedaan
ini disebabkan oleh adanya perbedaan sifat radioaktifitas. Isotop tidak mengubah
sifat kimia dari unsur tersebut. Thomson menemukan adanya isotop tidak hanya
pada unsur radioaktif.
Adanya isotop dilihat dari perbedaan jumlah neutron di dalam sebuah atom,
misalnya atom karbon yang memiliki bentuk isotop 12C, 13C, dan sedikit 14C. Jumlah
proton dalam isotop suatu atom sama, tetapi jumlah neutronnya berbeda. Atom
karbon dengan nomor atom yang sama mempunyai nomor massa yang berbeda.
Jumlah proton pada karbon adalah enam, tetapi jumlah neutronnya bisa enam,
tujuh atau delapan.
Contoh lain adalah unsur neon yang memiliki bentuk isotop 20Ne, 21Ne, dan
22
Ne. Unsur neon memiliki nomor atom 10, artinya jumlah proton semua unsur neon

Perkembangan Teori Atom dan Struktur Dasar Atom 35


sebanyak 10. Jumlah neutron neon berbeda-beda, 20Ne memiliki jumlah neutron 10,
21
Ne memiliki neutron 11 dan 22Ne memiliki neutron 12. Adanya perbedaan ini tidak
akan mengubah reaksi kimia dari karbon.
Tabel 3.3. Contoh isotop
Unsur Proton Neutron Nomor Massa
Karbon-12 6 6 12
Karbon-13 6 7 13
Karbon-14 6 8 14
Neon-20 10 10 20
Neon-21 10 11 21
Neon-22 10 12 22

3.10 Bobot Atom


Darimanakah bobot atom dapat diketahui? Bobot atom ditentukan dengan
menggunakan suatu bobot atom standar. Awalnya pada fisikawan menggunakan
atom oksigen sebagai atom standar. Oksigen 8O16 memiliki bobot atom 16,00000 u
digunakan sebagai standar bobot atom. Rupanya, para ahli kimia menyatakan bahwa
bobot atom dari rata-rata dari isotop oksigen memiliki bilangan yang tidak sesuai.
Berdasarkan standar internasional, bobot atom kemudian ditentukan dari
nuklida 6C12. Karbon memiliki bobot sebesar 12,00000 u. Satu u sendiri menyatakan
satu satuan massa dari suatu atom yang nilainya setara dengan 1/12 massa atom
karbon. Bobot atom suatu unsur merupakan rata-rata isotop-isotop unsur yang ada
di alam.

Misalnya bobot atom karbon yang dihitung dari isotop yang mempunyai kelimpahan
terbesar.

36 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


BAB IV

Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan


Sistem Periodik Unsur

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat menentukan bilangan kuantum suatu atom


b. Mahasiswa dapat mengenali bentuk-bentuk orbital
c. Mahasiswa dapat menyusun konfigurasi elektron
d. Mahasiswa dapat mengenali sistem periodik unsur

4.1 Pendahuluan

Perkembangan teori atom modern memperkenalkan konsep mekanika


gelombang. Atom mempunyai dualisme sifat sebagai partikel dan gelombang. Atom
bersifat sebagai materi sehingga memenuhi sifatnya sebagai materi dan memiliki
massa tertentu. Adanya atom sangat nyata dan telah dibahas bagaimana struktur
dasar suatu atom. Elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom dalam bentuk
gelombang. Adanya gerakan elektron ini menghasilkan prinsip ketidaktentuan.
Posisi elektron tidak berada dalam garis lintasan, tetapi berada dalam orbital.
Dualisme sifat atom ini kemudian dinyatakan dalam persamaan Schrodinger dengan
simbol ψ.
Persamaan Schrodinger dapat diterapkan pada atom hidrogen dengan satu
elektron. Apabila persamaan tersebut diterapkan pada atom yang memiliki elektron
banyak, akan menghasilkan persamaan yang sangat rumit. Persamaan Schrodinger
digunakan untuk meramalkan kedudukan elektron. Elektron dalam suatu atom
yang memiliki massa tertentu selalu bergerak di sekitar inti sehingga memiliki
energi kinetik dan energi potensial. Posisi elektron berada dalam koordinat sumbu
(x,y,z) jika diubah dalam koordinat polar akan berada pada koordinat (r,θ,φ). Fungsi
radial tersebut kemudian digunakan untuk menyatakan bilangan kuantum utama,
kuantum azimuth, dan kuantum magnetik. Dalam bagian ini juga akan dipelajari
beberapa bentuk orbital, konfigurasi elektron dan sistem periodik unsur.

Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan Sistem Periodik Unsur 39
4.2 Bilangan Kuantum

1. Bilangan kuantum utama (n)


Apa yang kita ketahui tentang bilangan kuantum utama? Kita dapat mengingat
kembali bahwa dalam teori atom Bohr disebutkan bahwa elektron mempunyai
tingkat energi tertentu. Elektron memiliki tingkat energi sesuai dengan lintasan
orbital atom. Besarnya energi merupakan bilangan bulat yang dinyatakan sebagai
n. Setiap atom memiliki orbital dan masing-masing lintasan atau kulit atom memiliki
tingkat energi tertentu.
Tentu kita tidak lagi membayangkan bahwa kedudukan elektron berada pada
lintasan kulit yang berupa garis. Dalam teori atom mekanika gelombang, kedudukan
elektron berada pada orbital atom. Bilangan kuantum utama menggambarkan
tingkat energi orbital yang besarnya sebagai bilangan bulat.
n = 1,2,3, …
Besarnya n melambangkan ukuran orbital, semakin besar nilai n semakin besar
orbitalnya.
Kita juga dapat menghubungkan bilangan kuantum utama ini dengan teori
atom Bohr. Jika dikaitkan dengan teori Bohr, n melambangkan kulit elektron.
n=1 kulit K
n=2 kulit L
n=1 kulit M
dan seterusnya

2. Bilangan kuantum azimuth (l)


Berbeda dengan bilangan kuantum utama, bilangan kuantum azimuth (l)
dinyatakan dalam bilangan cacah.
l = 0,1,2,3, …
l : bilangan kuantum azimuth
Apa hubungan antara bilangan kuantum utama dengan bilangan kuantum
azimuth. Besarnya bilangan kuantum azimuth dapat dihitung dari :
l = n-1
Banyaknya bilangan kuantum azimuth, l di setiap kulit sebanyak n buah.

40 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Tabel 4.1. Besarnya bilangan kuantum azimuth dari bilangan kuantum utama
Bilangan kuantum utama (n) Bilangan kuantum azimuth (l)
n=1 l=0
n=2 l=0 l=1
n=3 l=0 l=1 l=2
n=4 l=0 l=1 l=2 l=3

Bilangan kuantum azimuth menunjukkan bentuk orbital. Apabila besarnya l =


0 maka menunjukkan bahwa atom tersebut memiliki orbital s (sharp). Jika l = 1, l =
2, dan l = 3 maka masing-masing memiliki orbital p (principle), orbital d (diffuse) dan
orbital f (fundamental).
Tabel 4.2. Bentuk orbital dari bilangan kuantum azimuth
Bilangan kuantum azimuth (l) Bentuk orbital
l=0 orbital s (sharp)
l=1 orbital p (principle)
l=2 orbital d (diffuse)
l=3 orbital f (fundamental)

orbital s, p, d, dan f menunjukkan sub kulit


K : s
L : s p
M: s p d
N : s p d f

3. Bilangan kuantum magnetik (ml)


Bilangan kuantum magnetik dinyatakan dalam bilangan bulat. Bilangan
kuantum magnetik (ml) memiliki nilai …, -3, -2, -1, 0, +1, +2, +3, ….. Besarnya bilangan
kuantum magnetik memiliki keterkaitan dengan bilangan kuantum azimuth.
Banyaknya bilangan kuantum magnetik ml setiap l adalah (2l + 1) buah.

Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan Sistem Periodik Unsur 41
Gambar 4.3. Bentuk orbital d

4. Bilangan kuantum spin


Elektron berada dalam orbital bergerak di sekitar inti dan berputar mengelilingi
inti atom. Perputaran elektron dapat mengikuti arah perputaran atau berlawanan
dengan arah jarum jam. Bilangan kuantum spin menyatakan arah putaran yang
nilainya - 1/2 dan + ½. Tingkat energinya sama hanya dibedakan arahnya saja.
Bilangan kuantum spin menunjukkan dalam satu orbital maksimum dapat diisi oleh
dua elektron yang dihitung dari 2n2. Banyaknya elektron tiap subkulit adalah :
Orbital s : 2 buah
Orbital p : 6 buah
Orbital d : 10 buah
Orbital f : 14 buah

4.3 Konfigurasi elektron

Orbital atom hanya diisi elektron yang tersusun dalam konfigurasi elektron.
Penyebaran elektron dalam orbital atom ditentukan dengan prinsip aufbau. Elektron-
elektron dalam atom diisi menurut tingkatan energi dari yang paling rendah.

Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan Sistem Periodik Unsur 43
Gambar 4.4. Diagram pengisian konfigurasi elektron

1. Prinsip Aufbau
Pengisian konfigurasi elektron setiap atom ditentukan berdasarkan jumlah
elektron yang dimiliki oleh atom tersebut. Banyaknya elektron pada atom netral sama
dengan nomor atomnya. Apabila atom tersebut memiliki muatan, maka banyaknya
elektron dihitung dari besarnya elektron setelah atom tersebut melepaskan atau
menangkap elektron. Untuk kation, jumlah elektron yang dilepaskan berasal dari
kulit yang paling luar, sehingga besarnya muatan akan sama dengan banyaknya
elektron yang dilepaskan. Elektron yang dimiliki adalah selisih jumlah elektron atom
netral dengan muatannya. Sebaliknya, jumlah elektron anion akan memiliki elektron
dari atom netralnya ditambah dengan muatannya atau dari jumlah elektron yang
diterima.
Pengisian orbital diawali dari pengisian pada orbital dengan tingkat energi
lebih rendah ke yang lebih tinggi. Konfigurasi elektron ditata berdasarkan urutan
tingkat energinya. Apabila ada dua atau lebih orbital berada pada tingkat energi
yang sama mengalami penurunan tingkat energi, maka kita tidak diperkenankan
memasangkan elektron sebelum subtingkat energi tertentu terisi penuh.
2. Larangan Pauli
Setiap elektron mempunyai 4 bilangan kuantum utama yang nilainya beragam.
Bilangan ini berguna untuk membedakan satu elektron dengan yang lain serta
membedakan tingkat energinya, seperti pada orbital s, px, py, pz, dxy, … karena

44 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


masing-masing dapat diisi 2 elektron.

Orbital s maksimal terisi 2 elektron ↑↓


Orbital p maksimal terisi 6 elektron ↑↓ ↑↓ ↑↓
Orbital d maksimal terisi 10 elektron ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
Orbital f maksimal terisi 14 elektron ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓

Kemungkinan kedua elektron itu adalah


↑↑ ↑↓
spin sama atau spin berbeda

Tanda arah panah ke atas dan ke bawah menunjukkan kuantum spin -1/2 atau
+1/2. Spin dibedakan dengan menggunakan sifat elektron yang bermuatan negatif
yang dapat memberikan medan magnet. Arah kutub berputar menurut jarum jam
diberi tanda panah ke atas, sehingga untuk menyusun elektron harus sama dengan
menyusun dua magnet yang saling berlawanan arah. Kutub yang sama akan
memberikan gaya tolak-menolak, sedang arah yang berlawanan memberikan gaya
tarik-menarik. Elektron yang mempunyai spin sama energinya lebih besar. Pada tahun
1925 Pauli mengemukakan prinsip larangan Pauli, yang menyatakan bahwa tidak
boleh dalam satu atom terdapat dua elektron yang keempat bilangan kuantumnya
sama. Dengan demikian penyusunan elektron dilakukan dengan spin yang berbeda
pada setiap orbital. Penataan dilakukan pada spin yang searah terlebih dahulu.

3. Aturan Hund
Pengisian elektron pada orbital p (3 buah), d (5 buah) dan f (7 buah) menimbulkan
masalah jika mengandung dua elektron atau lebih. Jika ada elektron menyendiri,
menggunakan aturan Hund.
1). Pengisian orbital yang mempunyai energi sama (p, d, dan f ) harus
sedemikianrupa sehingga elektron sebanyak mungkin tidak berpasangan
atau menyendiri

2). Jika dua elektron atau lebih tidak berpasangan maka energi terendah
adalah bila semua spinnya sejajar atau searah.

Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan Sistem Periodik Unsur 45
Tabel 4.5. Elektron valensi atom golongan utama dan golongan transisi

Elektron valensi Golongan Elektron valensi Golongan


ns 1
IA (n-1)d ns
10 1
IB
ns 2
IIA (n-1)d ns
10 2
IIB
ns np
2 1
IIIA (n-1)d ns
1 2
IIIB
ns np
2 2
IVA (n-1)d ns
2 2
IVB
ns np
2 3
VA (n-1)d ns
3 2
VB
ns np
2 4
VIA (n-1)d ns
5 1
VIB
ns np
2 5
VIIA (n-1)d ns
5 2
VIIB
ns2 np6 VIIIA (n-1)d6-8 ns2 VIIIB

Kemiripan sifat meliputi dalam sistem periodik unsur meliputi jari-jari atom,
jari-jari ion (kation dan anion), energi ionisasi pertama dan afinitas elektron.
1. Jari-jari atom
Jari-jari atom dalam unsur golongan utama memiliki kekhasan sifat. Dalam
tabel sistem periodik unsur, susunan unsur dari atas ke bawah dalam satu golongan
menunjukkan jari-jari atom semakin besar. Jari-jari atom semakin kecil dari kiri ke
kanan dalam satu perioda. Inti atom memiliki proton yang lebih banyak sehingga
muatan positif yang besar semakin menarik elektron lebih kuat dan ukuran atom
menjadi lebih kecil.

2. Jari-jari ion
Jari-jari kation menjadi lebih kecil dibandingkan dengan atom netralnya. Setiap
unsur akan mencapai keadaan yang stabil dengan memenuhi konfigurasi elektron
gas mulia. Atom akan memiliki kecenderungan untuk melepaskan atau menangkap
elektron untuk memenuhi konfigurasi elektron sehingga akan terisi penuh. Atom
akan melepaskan elektron sehingga atom akan membentuk kation yang bermuatan
positif. Elektron yang dilepaskan dari suatu atom adalah elektron yang berada pada
kulit terluar. Kation akan mengikat elektron yang tersisa lebih kuat ke inti atom
sehingga ukuran kation menjadi lebih kecil.
Atom juga dapat menangkap elektron untuk memenuhi konfigurasi elektron
yang penuh sehingga atom menjadi bermuatan negatif yang disebut dengan anion.
Jari-jari anion lebih besar daripada atom netralnya. Adanya elektron yang diterima
akan meningkatkan gaya tolak antara elektron. Adanya penambahan elektron, kulit
atom menjadi lebih besar ukurannya. Inti atom menjadi lebih sulit menarik elektron

48 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


sehingga jari-jari anion menjadi lebih besar daripada jari-jari atom netralnya.

3. Energi ionisasi
Dalam sistem periodik unsur juga memiliki kekhasan sifat energi ionisasi. Energi
ionisasi pertama dalam satu golongan, energi ionisasi dari atas ke bawah akan
semakin menurun, sedangkan dalam satu perioda dari kiri ke kanan akan semakin
meningkat. Energi ionisasi pertama merupakan energi yang dibutuhkan untuk
melepaskan satu elektron dari atom netral dalam fasa gas. Energi ionisasi pertama
menunjukkan kemampuan suatu atom membentuk suatu kation. Semakin kecil
energi ionisasi, maka semakin mudah suatu atom membentuk kation. Unsur logam
memiliki energi ionisasi pertama yang lebih rendah dibandingkan dengan unsur non
logam. Unsur logam memiliki kecenderungan yang lebih mudah untuk membentuk
kation dibandingkan dengan unsur non logam.
Tabel 4.6. Penentuan golongan dan perioda

Nomor atom Konfigurasi electron Golongan Perioda


11 1s 2s 2p 3s
2 2 6 1
IA 3
20 1s 2s 2p 3s 3p 4s
2 2 6 2 6 2
IIA 4
13 1s 2s 2p 3s 3p
2 2 6 2 1
IIIA 3
32 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p
2 2 6 2 6 2 10 2
IVA 4
15 1s 2s 2p 3s 3p
2 2 6 2 3
VA 3
34 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10 4p4 VIA 4
17 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5 VIIA 3
36 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p
2 2 6 2 6 2 10 6
VIIIA 4
21 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d
2 2 6 2 6 2 1
IIIB 4
22 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d
2 2 6 2 6 2 2
IVB 4
23 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d
2 2 6 2 6 2 3
VB 4
24 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d
2 2 6 2 6 2 4
VIB 4
25 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d
2 2 6 2 6 2 5
VIIB 4
26 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d6 VIIIB 4
29 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10 IB 4
30 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d
2 2 6 2 6 2 10
IIB 4

Bilangan Kuantum, Bentuk Orbital, Konfigurasi Elektron dan Sistem Periodik Unsur 49
Bab V

Ikatan Kimia

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat menjelaskan peranan elektron dalam pembentukan ikatan


kimia
b. Mahasiswa dapat menunjukkan bentuk-bentuk ikatan kimia

5.1 Pendahuluan

Atom-atom yang ada di alam dapat ditemui dalam barbagai kombinasi dengan
atom yang sama maupun dengan atom yang berbeda menghasilkan suatu senyawa
kimia. Pembentukan suatu senyawa kimia dapat terjadi dengan adanya gaya tarik-
menarik diantara atom penyusunnya. Adanya gaya tarik-menarik ini dinamakan
ikatan kimia.
Suatu atom memiliki kecenderungan mencapai keadaan stabil. Energi yang
dimiliki atom setelah berikatan lebih rendah dibandingkan degan energi yang
dimiliki atom. Sehingga untuk mencapai kondisi yang stabil, atom mempunyai
kecenderungan untuk mencapai konfigurasi yang sama dengan gas mulia.
Kecenderungan inilah yang paling umum terjadi pada banyak senyawa dengan
melalui pembentukan ikatan kovalen maupun ikatan ionik. Dengan demikian
elektron memberikan kontribusi pada pembentukan ikatan kimia.
Suatu atom dengan elektron yang dimilikinya yang tersusun dalam konfigurasi
elektron mempunyai afinitas dan sifat kelektronegatifan yang khas dalam satu
golongan dan dalam satu perioda. Sifat inilah yang akan menentukan jenis ikatan
kimia. Selain itu ada ikatan kimia yang lain seperti ikatan hidrogen, ikatan logam, dan
gaya van der Waals.

5.2 Peranan elektron dalam ikatan kimia

Keunikan konfigurasi elektron yang dimiliki oleh gas mulia menjadi daya
tarik tersendiri bagi para ilmuwan. Ilmuwan Amerika, Lewis dan Langmuir, seorang
berkebangsaan Jerman di tahun 1916 menemukan beberapa teori yang menjelaskan

Ikatan Kimia 53
tentang proses pembentukan ikatan kimia. Atom-atom yang berikatan mempunyai
perubahan konfigurasi elektron yang menyerupai gas mulia. Gagasan ini kemudian
dikembangkan dalam teori Lewis, sebagai berikut :
1. Elektron yang terdapat pada lintasan paling luar yang menentukan peranan
penting dalam proses pembentukan ikatan kimia yang disebut dengan elektron
valensi.
2. Ikatan kimia dapat terjadi dengan melalui perpindahan satu atau lebih elektron
dari suatu atom ke atom yang lain yang menyebabkan terbentuknya atom
bermuatan positif dan atom bermuatan negatif. Ikatan yang terjadi disebut
dengan ikatan ionik.
3. Ikatan kimia juga dapat terjadi dengan pemakaian bersama pasangan elektron
diantara atom-atom yang berikatan, Ikatan yang terjadi disebut ikatan kovalen.
4. Baik perpindahan ataupun pemakaian bersama elektron dalam suatu ikatan
kimia terjadi sedemikian rupa sehingga setiap atom mencapai konfigurasi
elektron yang mantap yang menyerupai konfigurasi elektron dari gas mulia
dengan 8 elektron pada kulit terluarnya yang disebut dengan suatu oktet.

Lewis menggambarkan lambang atom yang terdiri dari lambang unsur suatu
atom yang dikelilingi oleh beberapa titik yang melambangkan elektron pada
kulit terluar. Lambang Lewis menunjukkan besarnya kontribusi elektron pada
pembentukan ikatan kimia. Kombinasi lambang Lewis suatu atom dengan atom
yang lain disebut struktur Lewis
Tabel 5.1. Contoh Lambang Lewis
Golongan IA IIA IIIA IVA VA VIA VIIA VIIIA
Unsur Litium, Berilium, Boron, Karbon, Nitrogen, Aksigen, Fluor, Neon,
3
Li 4
Be 5
B 6
C 7
N 8
O 10
Ne
9
F
Konfigurasi 1s 2s
2 1
1s 2s
2 2
1s2
1s2
1s2
1s2
1s2 1s2
elektron
2s2 2p1 2s2 2p2 2s2 2p3 2s2 2p4 2s2 2p5 2s2 2p6
Lambang
Lewis

5.3 Ikatan Ion


Ikatan ionik merupakan ikatan kimia yang terjadi dengan adanya perpindahan
satu atau lebih elektron dari satu atom ke atom yang lain yang menyebabkan

54 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


terbentuknya atom bermuatan positif dan atom bermuatan negatif. Atom yang
mempunyai muatan yang berlawanan akan terjadi tarik-menarik, sehingga terjadi
serah terima elektron diantara atom yang berikatan. Misalnya pembentukan ikatan
Na+ dan Cl-.
Na → Na+ + e
( Cl2 + 2e → 2Cl- ) ½
Na + Cl → Na+ + Cl-
Terbentuknya ikatan ionik juga dapat digambarkan dengan struktur Lewis,
meskipun secara teoritis hanya digunakan untuk menjelaskan terbentuknya ikatan
kovalen.

Na 1s2 2s2 2p6 3s1


11
→ 11
Na+ 1s2 2s2 2p6

Cl
17
1s2 2s2 2p6 3s2 3p5 → Cl -1 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
17

Lambang Lewis Struktur Lewis

Ciri-ciri ikatan ionik, diantaranya adalah :


1. Serah terima elektron terjadi pada atom logam dan bukan logam
2. Senyawa yang dihasilkan mempunyai titik lebur dan titik didih yang tinggi, larut
dalam pelarut polar, dapat menghantarkan listrik, serta kristalnya lebih keras.
Faktor yang mempengaruhi terbentuknya ikatan ionik :
1. Kalor pembentukan (ΔH), energi yang menyertai pembentukan 1 mol senyawa
dari unsur-unsurnya.
2. Kalor sublimasi (S), energi yang menyertai perubahan 1 mol padatan menjadi
gas
3. Energi ionisasi (I), energi yang menyertai pengionan 1 mol unsur dalam keadaan
gas
4. Kalor disosiasi (D), energi yang menyertai penguraian 1 mol molekul menjadi
atom-atomnya dalam keadaan gas
5. Afinitas elektron (A), energi yang menyertai masuknya satu elektron ke dalam
suatu atom yang dibebaskan dalam keadaan gas

Ikatan Kimia 55
5.4 Ikatan kovalen

Ikatan kovalen terjadi dari pemakaian bersama satu atau lebih pasangan elektron
untuk mencapai konfigurasi elektron gas mulia. Misalnya pada pembentukan ikatan
H2, Cl2, dan HCl.

H
1
1s1 → →

17
Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5 → →

H dan Cl → →

Berdasarkan jumlah pasangan elektron, ada tiga bentuk ikatan kovalen


tunggal, ganda, dan ganda tiga.
1). Ikatan kovalen tunggal

2). Ikatan kovalen ganda

3). Ikatan kovalen ganda tiga

Penyimpangan kaidah oktet

Struktur Lewis biasanya mencapai konfigurasi elektron gas mulia dengan


jumlah elektron terluar sebanyak delapan (oktet). Pada beberapa ikatan kovalen
mengalami penyimpangan.

1. Oktet tidak sempurna


Ikatan ini terjadi pada senyawa yang memiliki valensi tidak genap 8. Contoh
penyimpangan ini terjadi pada Be dalam BeCl2 dan BeCl3

56 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


2. Oktet diperluas
Penyimpangan ini terjadi pada senyawa yang memiliki elektron valensi lebih dari
8. Contoh bentuk oktet diperluas ditemukan pada fosfor dalam fosfor pentaklorida
dan belerang dalam belerang heksafluorida.

3. Elektron tidak berpasangan


Dalam suatu senyawa memungkinkan ditemukan elektron yang tidak
berpasangan, misalnya senyawa dengan elektron valensi ganjil seperti gas NO2

5.5 Ikatan kovalen koordinasi

Pada beberapa ikatan kovalen terbentuk dengan adanya pemakaian


bersama pasangan elektron yang hanya berasal dari salah satu atom, atau sering
disebut dengan ikatan kovalen koordinasi. Misalnya, NH4+ dan H3O+

Orde ikatan

Ikatan kovalen mempunyai panjang ikatan dan energi ikatan tertentu. Panjang
ikatan merupakan jarak antara kedua inti atom yang berikatan. Energi ikatan adalah
energi yang dibutuhkan untuk melepaskan atom-atom yang berikatan membentuk
partikel atau radikal bebas. Besarnya panjang dan energi ikatan ditentukan oleh
jenis atom dan jumlah elektron yang digunakan untuk berikatan yang besarnya
ditentukan oleh orde ikatan. Orde ikatan menyatakan jumlah ikatan kovalen pada
suatu molekul. Semakin besar orde ikatan, semakin besar kerapatan dan energinya,
tetapi panjang ikatannya semakin pendek.

Ikatan Kimia 57
5.6 Teori tolakan pasangan elektron valensi (valence shell electron repulsion,
VSEPR)

Pasangan elektron pada ikatan kimia atau pasangan elektron yang tidak
digunakan bersama-sama saling tolak-menolak. Pasangan elektron cenderung
berjauhan satu sama lain. Menurut asas eksklusi Pauli, pasangan elektron
menempati suatu orbital, elektron yang lain tidak dapat berdekatan. Jadi teori ini
untuk menjelaskan arah pasangan elektron terhadap inti atom.

Misalnya pada SO2. Atom S sebagai atom pusat mempunyai sepasang elektron
bebas, sepasang elektron membentuk ikatan tunggal dengan atom O dan dua
pasang elektron berikatan ganda dengan atom O yang lain. Bilangan koordinasi
(BK) ditentukan dari jumlah substituen yang terikat pada atom. Karena atom O
yang terikat pada S sebanyak dua, maka bilangan koordinasinya adalah dua. Jumlah
pasangan elektron bebas (PB) adalah satu.
Menurut teori VSPER, bilangan koordinasi (BK) dan pasangan elektron bebas
(PB) dapat digunakan untuk menentukan struktur molekul suatu senyawa.

1. Pasangan elektron cenderung meminimumkan gaya tolakan sesamanya. Atom


pusat yang tidak memiliki pasangan elektron bebas mempunyai bentuk ideal,
sesuai dengan bilangan koordinasinya

Tabel 5.3. Bilangan koordinasi dan struktur molekul


BK 2 3 4 5 6
Struktur Linear segitiga Tetrahedron T r i g o n a l oktahedron
bipiramid

2. Urutan daya tolakan pasangan elektron adalah PB-PB > PB-PT > PT-PT
PB : pasangan elektron bebas PT : Pasangan elektron yang terikat

Ikatan Kimia 59
3. Jika mempunyai pasangan elektron bebas, sudut ikatanya lebih kecil dari yang
diramalkan.

4. Besarnya tolak-menolak pasangan elektron yang berikatan rangkap 3 > ikatan


rangkap 2 > ikatan tunggal.

5. Gaya tolak-menolak atom atau yang kurang elektronegatif lebih besar daripada
yang lebih elektronegatif.

Bagaimanakah cara meramalkan struktur molekul? Ada beberapa langkah


dalam menentukan gambaran struktur dari suatu molekul :

1. Menentukan rumus Lewis

2. Menentukan bilangan koordinasi dan pasangan elektron bebas atom pusat

3. Menentukan tipe senyawa sesuai dengan kelompok pasangan

Meskipun teori ini telah berhasil meramalkan struktur molekul senyawa


kovalen sederhana yang mempunyai atom pusat. Sudut ikatan dalam CH4 = 109,5o
; NH3 = 107,5o, dan H2O = 104,5o disebabkan oleh distorsi pasangan elektron bebas,
tetapi pada teori ini tidak dapat menjelaskan molekul yang lebih rumit dan memiliki
bilangan koordinasi lebih dari 6.

5.7 Teori Orbital Molekul

Teori yang dikembangkan oleh Hund dan Milikan berdasarkan asumsi bahwa
semua orbital dua atom yang saling bergabung membentuk orbital baru yang
disebut dengan orbital molekul sehingga semua elektron kedua atom tersebut
menjadi milik bersama. Orbital molekul merupakan daerah untuk mendapatkan
kebolehjadian menemukan elektron di sekitar inti atom. Secara matematis, orbital
tersebut ditentukan dengan metode LCAO (linear combination of atomic orbital).
Setelah diketahui tingkat energinya, dapat ditentukan konfigurasi electron molekul
sesuai dengan prinsip aufbau.
Pada teori ikatan valensi, yang dijelaskan adalah orbital atom pusat setelah
mengalami hibridisasi. Sedangkan teori ini menjelaskan orbital molekul setelah
atom berikatan secara LCAO menghasilkan dua orbital baru yang disebut sebagai
orbital molekul ikatan (orbital bonding) dan orbital molekul anti ikatan (orbital anti
bonding). Orbital molekul ikatan adalah orbital yang ada di antara dua inti yang
60 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia
menyebabkan kedua atom akan berikatan. Orbital yang ada di belakang dua inti dan
saling berjauhan dinamakan orbital anti ikatan. Tingkat energi orbital ikatan lebih
rendah daripada orbital molekul anti ikatan, sehingga elektron akan mengisi orbital
ikatan terlebih dahulu. Orbital molekul ikatan dilambangkan σ untuk ikatan sigma
dan π untuk ikatan phi. Orbital anti ikatan dilambangkan σ* untuk ikatan sigma dan
π* untuk ikatan phi.
Orbital molekul ditentukan dengan beberapa kaidah, diantaranya :

1. Orbital molekul yang dihasilkan sama dengan banyaknya orbital atom yang
saling berikatan

2. Dua orbital molekul dapat terbentuk apabila kedua orbital atom saling
berikatan. Pengisian elektron pada orbital molekul dimulai dari orbital yang
memiliki tingkat energi lebih rendah dilanjutkan dengan pengisian pada
orbital atom asalnya. Apabila orbital molekul ikatan terisi penuh, elektron akan
mengisi orbital molekul anti ikatan. Tingkat energi orbital anti ikatan lebih
tinggi dibandingkan dengan orbital ikatan.

3. Umumnya elektron akan membentuk orbital molekul yang tingkat energinya


lebih rendah.

4. Pengisian elektron akan mengikuti prinsip eksklusi Pauli. Orbital molekul hanya
dapat diisi dengan 2 elektron.

5. Penataan elektron pada orbital molekul yang energinya setara dilakukan satu
demi satu hingga semua orbital terisi sebelum dilakukan penataan elektron
secara berpasangan.

6. Pembentukan ikatan memerlukan elektron dalam orbital molekul ikatan yang


melebihi jumlah elektron dalam yang terdapat pada orbital anti ikatan.

Konfigurasi elektron dalam orbital molekul

Elektron disusun berdasarkan tingkat energi orbitalnya. Energi orbital molekul


ikatan lebih rendah dibandingkan energi atom dalam keadaan bebas, sedangkan
orbital molekul anti ikatan energinya lebih tinggi. Jika digambarkan, orbital molekul
ikatan turun ke bawah dan orbital molekul anti ikatan naik ke atas.
Pada ikatan rangkap, ikatan σ lebih kuat daripada ikatan π, karena tumpang
tindih orbitalnya lebih besar. Energi σp lebih rendah daripada πp dan sebaliknya

Ikatan Kimia 61
energi σ*p lebih tinggi daripada π*p. Jika ikatan σ berasal dari orbital px kedua atom,
maka ikatan π terbentuk dari orbital py dan pz. Sehingga tingkat energi orbital
molekul dua atom yang sama dapat dituliskan :
σ1s < σ*1s < σ2s < σ*2s < σ2px < π2py = π2pz < π*2py = π*2pz < σ*2px

orbital atom orbital atom


Gambar 5.1. Orbital molekul

Orde ikatan

Adanya elektron pada orbital ikatan menyebabkan terjadinya tarik-menarik


dan terbentuk ikatan diantara dua atom, sedangkan pada orbital anti ikatan
menyebabkan terjadinya tolak-menolak. Jika jumlah elektron pada orbital ikatan
dan anti ikatan sama, maka kedua atom tidak dapat berikatan. Ikatan hanya dapat
terjadi jika jumlah elektron pada orbital ikatan lebih banyak daripada elektron pada
orbital anti ikatan. Perbendaan jumlah elektron tersebut dinyatakan dalam orde
ikatan.
Pembentukan molekul H2, He2, dan Li2
H2 : σ1s2
Molekul ini terbentuk dari dua elektron pada orbital 1s1 membentuk
orbital molekul σ1s2. ikatan yang terjadi adalah ikatan kovalen tunggal, dengan
orde ikatan 1.

He2 : σ1s2 σ*1s2

62 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Orbital atom He 1s2 membentuk orbital molekul σ1s2 dan σ*1s2. Jumlah
elektron pada orbital ikatan dan anti ikatannya masing-masing sama dengan
2, sehingga orde ikatannyanya nol. Berdasarkan kaidah teori orbital molekul,
senyawa He2 tidak dapat terbentuk.

Li2 : σ1s2 σ*1s2 σ2s2

Molekul ini terbentuk dari dua elektron pada orbital 1s2 2s1 membentuk
orbital molekul σ1s2 σ*1s2 σ2s2. Ikatan yang terjadi adalah ikatan kovalen tunggal,
dengan orde ikatan 1.

Gambar 5.2. Bentuk orbital molekul H2, He2 dan Li2

Sifat molekul kovalen

1. Sifat absorpsi terhadap sinar


Suatu molekul dapat menyerap sinar pada panjang gelombang tertentu
disertai perpindahan elektron dari satu orbital ke orbital yang lain. Jika elektron
tersebut kembali ke tingkat energi yang lebih rendah, maka akan memancarkan
sinar dengan panjang gelombang tertentu. Misalnya satu elektron di orbital σ1s
pada molekul H2 dapat pindah ke orbital σ*1s.

Ikatan Kimia 63
Gambar 5.3. Peristiwa perpindahan elektron dari orbital σ1s ke orbital σ*1s

2. Kemagnetan
Kemagnetan ditentukan berdasarkan konfigurasi elektron orbitalnya. Jika
mempunyai elektron tidak berpasangan, molekulnya bersifat paramagnetik
(bersifat magnet). Jika berpasangan tidak mempunyai sifat magent
(diamagnetik)

Molekul Polar

Kepolaran suatu molekul disebabkan adanya kutub positif dan kutub negatif.
Kepolaran suatu molekul ditentukan berdasarkan keelektronegatifan suatu
atom yang menimbulkan daya tarik inti atom terhadap pasangan elektron yang
dipakai untuk berikatan. Pasangan pasangan elektron akan mendekati atom lebih
elektronegatif yang menyebabkan satu atom agak posistif dan yang lain agak negatif.
Kepolaran suatu molekul digunakan untuk menentukan spektrumnya.
Kepolaran dipengaruhi oleh sudut-sudut ikatan. Kepolaran menimbulkan daya tarik
kutub berlawanan antara satu molekul dengan molekul yang lain atau ikatan antar
molekul. Ikatan atar molekul mempengaruhi titik beku dan titik didih suatu molekul.

Keelektronegatifan

Kelektronegatifan adalah kemampuan relatif suatu atom untuk mendapatkan


pasangan elektron yang dipakai bersama dalam ikatan kovalen. Gaya tarik suatu
atom tergantung pada muatan inti dan jarak elektron. Pasangan elektron yang
dipakai bersama ditarik oleh kedua inti, jika sama pasangan elektron akan berada di
tengah kedua atomnya, jika berbeda lebih cenderung ke atom yang lebih kuat daya
tariknya. Kelektronegatifan dapat ditentukan berdasarkan energi ikatan.

64 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Molekul yang mempunyai kutub positif dan kutub negatif disebut molekul polar
atau dwikutub. Besarnya muatan listrik ditentukan oleh momen dipol (µ).

µ = δ.l

µ : momen dipol (debye)


δ : muatan masing-masing atom (s e s)
l : jarak kedua inti (Ǻ).

Kepolaran molekul

Kepolaran suatu molekul ditentukan oleh kepolaran ikatannya. Pada molekul


poliatom ditentukan oleh kepolaran ikatan dan sudut-sudutnya. Misalnya H2O
dengan sudut ikatan 104,5o bersifat polar, sedangkan CO2 dengan sudut 180o bersifat
non polar.

5.8 Ikatan Hidrogen

Ikatan hidrogen terjadi dengan adanya daya tarik listrik antara atom hidrogen
dengan atom yang memiliki kelektronegatifan tinggi. padahal kedua atom tersebut
berikatan kovalen dengan atom yang lain. Ikatan ini termasuk ikatan antar molekul
dan sangat lemah (≤ 20 kJ/mol) tetapi mempengaruhi titik didih dan titik lebur.
Mendidih atau melebur pada prinsipnya adalah sebuah proses pemutusan ikatan
antara partikel, sehingga dengan terbentuknnya ikatan hidrogen, juga harus diiktuti
dengan pemutusan ikatannya.

Gambar 5.4. Ikatan hidrogen pada asam fluorida dan air

5.9 Gaya van der Waals

Suatu molekul dapat mempunyai gaya tarik antar molekul yang disebut dengan
gaya van der Waals. Gaya ini dapat terjadi antara partikel yang sama maupun berbeda
dan sifatnya sangat lemah dibandingkan dengan ikatan ionik dan kovalen. Gaya tarik
antar molekul berasal dari sifat kepolaran partikel, baik kepolaran permanen (dari

66 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


kepolaran ikatan dalam molekul) maupun tidak permanen yang disebabkan adanya
induksi partikel bermuatan. Makin kecil kepolarannya, makin kecil pula gaya van der
Waals.
Contoh :

Cl  Cl … Cl  Cl

Berdasarkan kepolaran partikel, gaya van der Waals dapat terjadi dari :
1. Antaraksi ion-dipol
Gaya van der Waals yang terjadi dengan adanya gaya antaraksi ion-dipol
terjadi pada suatu ion dan suatu molekul yang memiliki sifat polar
H+(aq) + H2O(l) → H3O+(aq)

Ag+(aq) + 2 NH3(g) → Ag(NH3)2+(aq)

Al3+(aq) + 6 H2O(l) → Al(H2O)63+(aq)

2. Antaraksi dipol-dipol
Gaya van der Waals yang terjadi antara kutub positif dan kutub negatif.
Apabila terjadi pada dipol yang memiliki muatan yang berlawanan akan gaya
tarik-menarik dan jika memiliki dipol yang sama akan menimbulkan gaya tolak-
menolak.

3. Antaraksi ion-dipol
Gaya van der Waals ini terjadi pada molekul netral. Molekul tersebut dapat
terinduksi dari partikel bermuatan yang berada didekatnya sehingga dapat
menghasilkan dipol. Induksi ion lebih besar dibandingkan dipol dan akan
terjadi antaraksi antara ion dengan dipol.
I-(aq) + I2(aq) → I3-(aq)

Hg2+(aq) + Hg(l) → Hg22+(aq)

4. Antaraksi dipol-dipol terinduksi


Antaraksi yang terjadi pada molekul netral yang terinduksi oleh molekul
dipol. Antaraksi yang terjadi cukup lemah dan berjalan sangat lambat.
nH2O(l) + CH4(g) → CH4(H2O)n(l)

nH2O (l) + Kr(g) → Kr(H2O)n(l)

Ikatan Kimia 67
5. Antaraksi dipol terinduksi – dipol terinduksi
Antaraksi yang terjadi pada molekul yang terinduksi oleh pergerakan
elektron dari molekul yang lain membentuk dipol terinduksi. Dipol terinduksi
akan menginduksi molekul yang lain sehingga terjadi antaraksi dipol terinduksi
dan dipol terinduksi yang bersifat sesaat. Antaraksi ini juga disebut dengan
gaya London.

5.10 Ikatan Logam

Ikatan logam terbentuk pada logam yang berikatan ke segala arah membentuk
molekul yang besar. Satu atom dapat mengikat beberapa logam yang ada di
sekitarnya. Ikatan tersebut lebih kuat sehingga logam berwujud padat dan
keras. Ikatan logam terbentuk dari sifat logam yang mempunyai kecenderungan
melepaskan elektron valensinya, baik satu, dua, tiga, atau empat sesuai dengan
aturan oktet tetapi tidak ada yang menerimanya. Mekanisme pembentukan ikatan
logam baru dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan teori elektron
bebas, teori ikatan valensi, dan teori orbital molekul.

1. Teori elektron bebas


Elektron valensi yang dilepaskan atom logam menyebabkan terbentuknya
muatan positif yang dikelilingi banyak elektron.

2. Teori ikatan valensi


Padatan logam mempunyai bilangan koordinasi yang relatif besar, satu atom
berikatan dengan banyak atom tetangganya. Elektron valensi membentuk
ikatan dengan elektron valensi atom didekatnya. Ikatan yang terjadi hanya
sesaat dan akan pindah ke atom tetangganya.

3. Teori orbital molekul


Logam merupakan molekul raksasa sehingga hanya mempunyai orbital
molekul. Semua elektron berada pada orbital molekul dan terikat kuat satu
sama lain. Elektron tersebut dapat tereksitasi keluar jika diberi energi potensial
yang menyebabkan logam dapat menghantarkan arus listrik.

68 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Bab VI

Stoikiometri Kimia

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat menjelaskan hukum dasar kimia


b. Mahasiswa dapat menggunakan hukum dasar kimia
c. Mahasiswa dapat mengenali reaksi kimia

6.1 Hukum Dasar Kimia

Hukum Kekekalan massa

Pada tahun 1774, Lavoiser dalam serangkaian eksperimen yang dilakukan


melalui memanaskan timah dan mereaksikannya dengan oksigen. Reaksi
berlangsung dalam bejana tertutup. Saat reaksi telah berlangsung, bejana tersebut
ditimbang dengan teliti. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa seluruh isi bejana
tidak mengalami perubahan massa. Hasil eksperimen ini menjadi sejarah perumusan
hukum kekekalan massa :

Hukum kekekalan materi

Pada abad ke-18 dikembangkan beberapa eksperimen untuk menemukan


metode pengukuran volume dan massa gas, cairan, dan padatan pada suatu reaktan
dan hasil reaksi kimia sehingga dapat dirumuskan hukum fundamental yang
menguraikan sifat kimia yakni hukum kekekalan materi :

Hukum ini kemudian dikembangkan oleh Albert Einstein untuk mempelajari


perubahan materi pada reaksi endotemis dan reaksi eksotermis. Massa suatu materi
akan setara dengan energi.

Stoikiometri Kimia 73
E=m c2

E : energi (joule, J)
m : massa (gram, g)
c : kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)

Energi yang timbul pada suatu reaksi kimia menyebabkan hilangnya sejumlah
massa. Energi yang diserap oleh suatu reaksi kimia akan disertai dengan terbentuknya
sejumlah materi.

Hukum perbandingan tetap (Proust)

Apabila suatu zat bereaksi, maka massa zat yang bereaksi akan selalu tetap.
Suatu molekul selalu terdiri atas atom-atom yang sama dengan perbandingan massa
yang tetap, misalnya pada air. Apabila 100 g oksigen bereaksi dengan 12,5 g gas
hidrogen akan menghasilkan 112,5 g air. Apabila dibuat perbandingan sederhana,
maka perbandingan oksigen, hidrogen dan air adalah 8:1:9. Sebaliknya, jika molekul
air terurai akan memiliki perbandingan yang sama. Jika 81 gram air terurai maka
akan menghasilkan 72 gram oksigen dan 9 gram air, sehingga perbandingannya
akan sama, yaitu 9:8:1.

oksigen + hidrogen → air


100 g 12,5 g 112,5 g
8 1 9
air → oksigen + hidrogen
81 g 72 g 9g
9 8 1

Penyimpangan hukum perbandingan tetap

1. Reaksi non stoikhiometri


Terjadi pada unsur yang jika direaksikan dengan unsur yang lain akan
mengalami 2 reaksi dan menghasilkan 2 senyawa yang berbeda. Misalnya tembaga
yang jika direaksikan dengan oksigen akan menghasilkan tembaga oksigen I dan

74 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


tembaga oksigen II dengan perbandingan massa yang berbeda.
2. Isotop
Perbedaan massa suatu isotop memberikan perbandingan massa suatu reaksi
berbeda

Hukum perbandingan berganda (John Dhalton)

Perbandingan massa unsur berikatan dengan atom lain membentuk suatu


senyawa satu dengan senyawa yang lain akan membentuk perbandingan bilangan
bulat dan sederhana.

6.2 Hukum Penyatuan Volume dan Hukum Avogadro

Hukum penyatuan volume (Gay Lussac)

Volume gas-gas yang terlibat dalam suatu reaksi kimia pada tekanan dan
temperatur yang sama berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana

hidrogen + nitrogen → amoniak


1L 3L 2L
nitrogen oksigen nitrogen monoksida
1L 1L 2L
nitrogen oksigen nitrogen dioksida
1L 2L 2L
nitrogen oksigen nitrogen trioksida
2L 3L 2L

Hukum Avogadro

Gas yang berada pada temperatur dan tekanan yang sama, maka semua gas
mempunyai volume dan jumlah molekul yang sama.

6.3 Massa atom relatif (Ar) dan bobot atom (BA)

Menurut Dhalton, massa atom merupakan sifat utama unsur yang menjadi
pembeda unsur satu dengan yang lain. Ukuran atom yang sangat kecil, mempunyai
massa yang sangat kecil pula, dan tidak dapat dinyatakan dalam satuan g atau kg,
sehingga harus ditentukan massa standar. Perbandingan massa satu atom dengan

Stoikiometri Kimia 75
massa atom standar disebut massa atom relatif (Ar). Pada awalnya, massa atom
standar menggunakan massa atom hidrogen sebagai atom paling ringan kemudian
diganti dengan atom oksigen karena hampir dapat bersenyawa dengan banyak
atom lain. Massa atom relatif dituliskan sebagai berikut :

Pada tahun 1960, massa atom standar tidak lagi menggunakan atom H dan O,
karena senyawa tersebut di alam ditemukan dalam keadaan yang tidak stabil dan
mempunyai beberapa isotop. Massa atom standar yang digunakan adalah atom
karbon-12 (C-12) yang memiliki massa 12 sma (satuan massa atom). Jika dinyatakan
dalam gram, 1 sma setara dengan 1,66 x 10-24 gram.

Bobot atom dihitung dari massa atom dari unsur X yang didasarkan pada pusat
massa suatu atom. Jika massa atom relatif tidak memiliki satuan, maka bobot atom
memiliki satuan g/mol.

Penentuan massa atom relatif

1. Hukum Dulong dan Petit


Cara ini berlaku untuk unsur yang berat dengan menggunakan hubungan
antara kalor jenis. Kalor jenis merupakan kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu 1 gram zat sebesar 1 oC. Atom yang berat mempunyai kalor jenis yang lebih kecil,
makin berat atomnya, makin besar energi yang diperlukan untuk menggerakkannya.

Kalor jenis x massa ≈ 6

76 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


2. Analisis Canizzaro
Didasarkan pada rapat uap gas menggunakan hipotesis Avogadro yang
menyatakan perbandingan massa 2 macam gas yang mempunyai volume, tekanan,
dan suhu yang sama merupakan perbandingan massa molekulnya. Jika massa n
molekul A : massa n molekul B = a : b, maka dapat dirumuskan persamaan :

Massa gas hidrogen = 2, massa realatif gas :


Mr = 2 RH
Mr : massa molekul relatif gas
RH : rapat uap gas

6.4 Massa molekul relatif (Mr) dan bobot molekul (BM)

Massa molekul relatif merupakan perbandingan massa molekul dengan massa


atom standar.
Penentuan massa molekul relatif (Mr)

1. Rapat uap
Mr = 2 RH

2. Difusi
Molekul gas selalu bergerak (berdifusi) dalam suatu ruang dengan kecepatan
tertentu tergantung massanya. Menurut Graham, hubungan kecepatan difusi dua
molekul dengan massanya secara matematis dapat dituliskan :

R1 , R2 : kecepatan gas 1 dan gas 2


Mr1 , Mr2 : massa molekul relatif gas 1 dan gas 2

Stoikiometri Kimia 77
3. Regnault
Ditentukan dengan memasukkan zat ke dalam bejana yang diketahui volumenya
kemudian ditentukan tekanan dan temperaturnya sehingga Mr ditentukan dengan
persamaan gas ideal
pV = n RT
Jika , maka :

atau

m : massa gas (g)


R : tetapan gas ideal (0,0821 L atm /mol K)
T : suhu (K)
p : tekanan (atm)
V : volume (L)

4. Sifat koligatif larutan

Kenaikan titik didih (ΔTb )

Jika air murni pada tekanan 1 atm titik didihnya 100oC, jika ditambahkan
sejumlah tertentu senyawa maka titik didihnya akan mengalami kenaikan. Semakin
banyak massa senyawa yang ditambahkan, makin besar kenaikan titik didihnya (ΔTb).
Hubungan kenaikan titik didih dengan Mr dapat dituliskan sebagai berikut :

w : massa senyawa
Δtb : kenaikan titik didih
wp : massa pelarut
kb : tetapan kenaikan titik didih

78 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Penurunan titik beku (ΔTf )

Penambahan suatu senyawa dapat menyebabkan terjadinya penurunan titik


beku

Δtf : penurunan titik beku


kf : tetapan penurunan titik beku

Penurunan tekanan uap (Δp)

Tekanan uap pelarut akan mengalami penurunan jika ditambahkan suatu


senyawa
p1=p1o x1

Jika x1 + x2 = 1 maka x1 = 1 - x2

p1 : tekanan uap larutan


p1o : tekanan uap pelarut murni
x1 : fraksi mol zat terlarut
x2 : fraksi mol pelarut

p1=p1o (1- x1)

Atau

p1o − p1
p1o
= x2

Stoikiometri Kimia 79
π : volume molar
p1o : tekanan uap pelarut murni
x1 : fraksi mol pelarut
x2 : fraksi mol zat terlarut
C : molaritas larutan

Mr senyawa yang diketahui rumus molekulnya


Mr=∑ Ar

Bobot molekul ditentukan dari total bobot atom penyusun senyawa.

BM= ∑ BA

6.5 Konsep mol

Konsep mol digunakan untuk berbagai keperluan dalam perhitungan kimia,


salah satunya untuk mempelajari suatu reaksi kimia. Misalnya reaksi yang terjadi
antara N2 dan H2 serta reaksi antara Na dan H2O.
N2 + 3H2 → 2 NH3
1 molekul 3 molekul 2 molekul

Satu molekul N2 bereaksi dengan 3 molekul H2 membentuk 2 molekul NH3 atau


n molekul N2 bereaksi dengan 3 n molekul H2 membentuk 2 n molekul NH3.
2Na + 2H2O → 2NaOH + H2
2 atom 2 molekul 2 molekul 1 molekul

Dua atom Na bereaksi 2 molekul H2O membentuk 2 molekul NaOH dan 1


molekul H2 atau n atom Na bereaksi 2 n molekul H2O membentuk 2 n molekul NaOH
dan n molekul H2
Kedua reaksi tersebut menunjukkan bahwa reaksi kimia merupakan
reaksi antara partikel pereaksi menghasilkan partikel produk yang mempunyai
perbandingan tertentu dan tetap. Perhitungan reaksi kimia harus didasarkan pada
perbandingan jumlah partikel. Padahal untuk menghitung partikel suatu atom
atau molekul yang sangat kecil sulit dilakukan, sehingga dapat dilakukan dengan
melakukan penimbangan. Hubungan massa suatu zat dengan banyaknya partikel
yang dinyatakan dalam mol. Satu mol suatu unsur merupakan gram bobot atom
dan 1 mol suatu senyawa merupakan gram bobot molekul.

Stoikiometri Kimia 81
H2O2 bereaksi = 2 x mol O2 = 2 x 0,32895 mol = 0,6579 mol
H2O2 sisa = 1 mol - 0,6579 mol = 0,3421 mol
Massa H2O2 sisa = 0,3421 mol x 48 g.mol
-1
= 16,4208 gram

Jadi massa H2O2 sisa sebanyak 16,4208 gram

6.6 Rumus kimia

Rumus Empiris (RE)


Rumus empiris menyatakan perbandingan atom unsur dalam suatu senyawa
Senyawa Atom penyusun Perbandingan atom RE
Butana C, H 2:5 (C2H5)n
Glukosa C, H, O 1:2:1 (CH2O)n
Natrium klorida Na, Cl 1:1 (NaCl)n

Rumus molekul (RM)


Rumus molekul menyatakan jumlah atom yang terdapat dalam 1 molekul

Tabel 6.1. Rumus empiris dan rumus molekul suatu senyawa


Atom Perbandingan
Senyawa RE n RM
penyusun atom
Butana C, H 2:5 (C2H5)n 4 C4H10
Glukosa C, H, O 1:2:1 (CH2O)n 6 C6H12O6
Natrium klorida Na, Cl 1:1 (NaCl)n 1 NaCl

Penentuan rumus molekul di laboratorium

1. Analisis kualitatif untuk menentukan jenis unsur yang terdapat dalam suatu
molekul
2. Analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah atau prosentase unsur dalam
suatu molekul

84 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Rumus empiris =
C : H : O

Jadi RE senyawa tersebut adalah (CH2O)n


RM = (CH2O)n
Mr = (12,0100 + 2.1,0100 + 15,9994)n = 180
30,0294 n = 180
n = 5,9941 ≈ 6
RM = (CH2O)6 = C6H12O6
Jadi RM senyawa tersebut adalah C6H12O6

6.7 Bilangan Oksidasi

Suatu unsur dapat berikatan dengan unsur yang lain membentuk senyawa
dengan valensi tertentu. Valensi akan menentukan jumlah ikatannya.

Pada senyawa CH4 valensi C = 4 dan H = 1. Senyawa H2SO4, H mempunyai


valensi = 1, O = 2, dan S = 6.
Selain dengan dengan menggambarkan rumus struktur senyawa, valensi suatu
unsur dapat ditentukan dengan bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi suatu unsur
menyatakan banyaknya muatan suatu atom dalam senyawa jika semua elektron
yang dipakai bersama menjadi milik atom yang lebih elektronegatif. Besarnya
bilangan oksidasi ditentukan dengan beberapa ketentuan sebagai berikut :
1. Semua unsur bebas mempunyai bilangan oksidasi = nol
H2, Fe, S8, P4, He, Ar, N2

86 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


dikendalikan oleh manusia untuk melakukan sintesis suatu material yang berguna
dalam kehidupan manusia. Reaksi kimia juga dimanfaatkan dalam melakukan
pengujian kimia menggunakan metode gravimetri, analisis volumetri, kolorimetri,
dan spektrofotometri UV-Vis. Secara umum, reaksi kimia dapat dikelompokkan
menjadi beberapa tipe, diantaranya adalah :
1. Reaksi sintesis
Reaksi sintesis berlangsung pada pembentukan suatu senyawa dari senyawa
atau unsur paling sederhana. Reaksi ini terjadi penggabungan dua atau lebih
zat sederhana menghasilkan senyawa yang lebih kompleks. Misalnya reaksi
pembentukan air dari gas hidrogen dan oksigen
2H2(g) + O2(g) → 2H2O(g)
N2(g) + 3H2(g) → 2NH3 (g)

2. Reaksi dekomposisi
Berkebalikan dengan reaksi sintesis, reaksi dekomposisi berlangsung untuk
menguraikan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhanya atau menjdi unsur-
unsurnya. Reaksi kimia berlangsung melalui proses pelepasan ikatan kimia dari
molekul yang kompleks menghasilkan satu atau lebih jenis produk atau zat.
2H2O(g) → 2H2(g) + O2(g)
2NH3 (g) → N2(g) + 3H2(g)

3. Reaksi penggantian
Reaksi penggantian berlangsung pada unsur yang kurang aktif digantikan oleh
unsur yang lebih aktif yang ada di dalam senyawa. Reaksi ini menghasilkan satu jenis
penggantian unsur dari senyawa reaktan sehingga dinamakan reaksi penggantian
tunggal.
Zn(s) + 2HCl(aq) → ZnCl2(aq) + H2(g)
Fe(s) + H2SO4(aq) → FeSO4(aq) + H2(g)

Reaksi penggantian dapat berlangsung pada kation dan anion dari dua zat yang
berbeda. Reaksi penggantian dapat menyebabkan peralihan kedudukan pasangan
anion dan kation membentuk senyawa yang berbeda.
NaCl(aq) + AgNO3(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
K2Cr2O7(aq) + 2AgNO3(aq) → Ag2Cr2O7 (s) + 2KNO3(aq)

88 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


4. Reaksi pembakaran
Reaksi pembakaran biasanya berlangsung pada senyawa hidrokarbon dengan
melibatkan adanya oksigen. Selama reaksi pembakaran berlangsung sempurna,
senyawa hidrokarbon dibakar dengan oksigen untuk membentuk karbon dioksida
dan air. Apabila reaksi berlangsung tidak sempurna maka akan menghasilkan karbon
monoksida. Reaksi pembakaran senyawa organik yang mengandung nitrogen dan
belerang dapat menghasilkan gas nitrogen dioksida dan belerang dioksida.
C10H8(l) + 12O2(g) → 10CO2(g) + 4H2O(g)

5. Reaksi asam basa


Reaksi asam basa disebut juga dengan reaksi netralisasi dengan melibatkan
reaksi antara senyawa yang bersifat asam dengan senyawa yang bersifat basa
menghasilkan suatu garam. Ion H3O+ dalam asam bereaksi dengan ion OH- dari suatu
basa, menyebabkan pembentukan air.
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(aq)

6. Reaksi reduksi oksidasi


Reaksi reduksi oksidasi berlangsung dengan melibatkan perubahan bilangan
oksidasi dan proses transfer elektron sehingga setiap reaktan akan mengalami
perubahan tingkat oksidasi.
I2(aq) + 2Na2S2O3(aq) → 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)

7. Reaksi pembentukan kompleks


Reaksi pembentukan kompleks berlangsung apabila suatu zat yang memiliki
atom yang berperan sebagai pendonor pasangan elektron bertemu dengan suatu zat
yang memiliki atom yang memiliki orbital kosong yang berperan sebagai akseptor
elektron. Misalnya ion kalsium bereaksi dengan EDTA, ion besi bereaksi dengan ion
tiosianat, ion nikel dengan dimetil glioksin.
Berdasarkan perubahan bilangan oksidasi unsurnya, reaksi dikelompokkan
menjadi 2 yaitu reaksi metatesis dan reaksi redoks. Reaksi metatesis adalah reaksi
yang tidak menyebabkan terjadinya perubahan bilangan oksidasi hanya terjadi
pertukaran pasangan ion.
NaCl(aq) + AgNO3(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
H2SO4(aq) +BaCl2(aq) → BaSO4(s) + 2 HCl(aq)

Stoikiometri Kimia 89
Reaksi Stoikhiometri

Suatu reaksi kimia dapat terjadi antara dua senyawa atau unsur menghasilkan
senyawa yang berbeda dengan perbandingan mol tertentu. Apabila zat-zat yang
saling bereaksi (reaktan) habis bereaksi untuk menghasilkan suatu produk, maka
reaksinya disebut sebagai reaksi stoikhiometri. Akan tetapi apabila reaktan tidak
habis bereaksi, maka reaksinya dinamakan reakti terbatas atau non stoikhiometri.
Jumlah mol reaktan atau produk dapat ditentukan sesuai dengan wujudnya.
Suatu reaksi dapat terjadi dalam keadaan padat, cair, dan gas atau dalam bentuk
larutan. Jika zat tersebut berwujud padat, maka jumlah mol ditentukan dari
massanya. Jika cair ditentukan berdasarkan volume dan massa jenisnya. Sedangkan
jika dalam keadaan gas ditentukan berdasarkan volume, suhu, dan tekanan. Jumlah
mol larutan ditentukan sesuai dengan volume dan konsentrasinya.

Gambar 6.1 Cara penentuan mol suatu zat

Suatu reaksi kimia terjadi pada reaktan yang mempunyai wujud yang sama dan
menghasilkan wujud yang sama pula. Misalnya gas dengan gas menghasilkan gas,
cair dengan cair menghasilkan zat cair juga, padat dengan padat menghasilkan zat
padat pula. Beberapa reaksi juga terjadi dalam sistem larutan menghasilkan larutan
pula. Reaksi yang demikian ini dinamakan reaksi homogen.

Contoh 6.6

N2(g) + 3H2(g) → 2NH3(g)


Zn(s) + S(s) → ZnS(s)
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(aq)

Stoikiometri Kimia 91
Reaksi kimia juga terjadi pada wujud yang berbeda yang dinamakan dengan
reaksi heterogen.
Contoh :
CaCO3(aq) → CaO(s) + CO2(g)
Na2S(s) + 2HCl(aq) → NaCl(aq) + H2S(g)
KCl(aq) + AgNO3(aq) → AgCl(s) + KNO3(aq)
Zn(s) + 2HCl(aq) → ZnCl2(aq) + H2(g)

Reaksi Non Stoikiometri


Jika n mol zat A bereaksi dengan 2n mol zat B menghasilkan zat C dan D. Apabila
zat B berlebih sehingga tidak habis bereaksi, maka secara sederhana persamaannya
dapat dituliskan sebagai berikut :
A + 2B → 3C + D
Mula-mula n m - - mol
Bereaksi n 2n 3n n mol
Sisa - m – 2n mol

Contoh Soal 6.8

Sebanyak 5,5850 g besi bereaksi dengan 4,1014 g belerang menghasilkan


besi sulfida. Tentukan perbandingan mol dan massa besi sulfida yang dihasilkan.
Tunjukkan pula bahwa reaksi tersebut reaksi non stoikhiometri.
Diketahui : m Fe = 5,5850 g
m S = 4,0075 g
Ditanya : perbandingan mol
m FeS
m reaktan sisa
Jawab :

92 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Bab VII

Larutan

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat merumuskan proses pelarutan dan kesetimbangan


kelarutan
b. Mahasiswa dapat menghitung konsentrasi suatu larutan
c. Mahasiswa dapat menjelaskan sifat larutan elektrolit
d. Mahasiswa dapat menjelaskan sifat koligatif larutan
e. Mahasiswa dapat menjelaskan jenis koloid

7.1 Larutan

Seorang analis kimia harus memiliki kompetensi dalam membuat larutan


dan pereaksi. Sebelum membuat larutan, analis kimia harus dapat menghitung
kebutuhan larutan dan pereaksi, konsentrasi larutan, menentukan banyaknya zat
yang diperlukan dalam membuat larutan serta pemilihan jenis bahan sesuai dengan
tingkat kemurnian bahan kimia. Secara kuantitatif, kebutuhan larutan harus dapat
dipastikan kesesuaian konsentrasi. Dalam pengujian kimia, larutan dapat berfungsi
sebagai pereaksi, pengatur keasaman, dan sebagai standar dalam pengujian kimia
sesuai dengan metode analisis.
Beberapa larutan digunakan sebagai pereaksi, misalnya larutan barium
klorida digunakan sebagai pengendap ion sulfat dan larutan asam oksalat sebagai
pengendap ion kalsium dalam pengujian secara gravimetri. Kebutuhan pereaksi
dapat memberikan perubahan warna yang spesifik pada pengujian secara kolorimetri
dan spektrofotometri, seperti pada pengujian besi dengan pereaksi kalium tiosianat
dan fenantrolin. Pereaksi ini dapat digunakan untuk membedakan ion besi(II) dan
besi(III). Contoh lain beberapa pereaksi yang digunakan dalam pengujian kimia
seperti 4-piridin asam karboksilat pirazolon untuk pengujian sianida, difenil karbazid
dalam pengujian krom(VI), zirkon alizarin dalam pengujian fluorida, asam sulfanilat
dalam pengujian nitrit, amonium molibdat dalam pengujian fosfat, kalium dikromat
dalam pengujian senyawa karbon organik, dan kurkumin dalam pengujian boron.

Larutan 99
Suatu zat terlarut dapat bercampur dengan homogen dengan mengikuti prinsip
like dissolve like. Zat terlarut yang bersifat polar bercampur dengan homogen dalam
pelarut bersifat polar, sebaliknya zat terlarut yang bersifat non polar hanya dapat
larut dalam pelarut yang bersifat non polar.

7.2 Entalpi Pelarutan

Apabila suatu zat terlarut dicampurkan dengan suatu pelarut, maka tidak
serta merta zat terlarut tersebut dapat langsung bercampur secara homogen. Zat
terlarut membutuhkan proses untuk bercampur dengan suatu pelarut, seperti
pada pembuatan larutan NaCl. Apabila kristal NaCl dimasukkan ke dalam air maka
perlu waktu agar semua kristal dapat terlarut dengan sempurna. Pencampuran zat
terlarut dalam suatu pelarut membutuhkan energi, sehingga pencampuran dapat
berlangsung dengan cepat melalui proses pengadukan dan atau pemanasan.
Proses pelarutan dapat pula diiringi dengan proses pelepasan energi, sebagai
contoh pada pembuatan larutan H2SO4. Saat H2SO4 pekat dimasukkan ke dalam
air, maka suhu campuran akan bertambah, sehingga proses pembuatan larutan
direkomendasikan untuk memasukkan air terlebih dahulu sebelum menuangkan
H2SO4. Proses pelarutan membutuhkan energi tertentu, suatu zat dapat menyerap
panas yang ada di sekelilingnya sehingga campuran menjadi dingin. Sebaliknya,
ada suatu zat yang saat dilarutkan diiringi dengan proses pelepasan panas sehingga
campuran akan terasa panas. Proses pencampuran dapat berlangsung melalui
proses penyerapan dan pelepasan energi melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Tahap pertama, pada saat suatu zat terlarut dimasukkan ke dalam suatu pelarut,
molekul-molekul zat terlarut dan molekul-molekul pelarut akan mengalami
gaya tarik-menarik dan gaya tolak-menolak. Proses pencampuran dapat
berlangsung saat gaya-gaya intermolekul kohesi dapat terlampaui sehingga
terjadi proses penyerapan energi. Peristiwa ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan entalpi sistem campuran dan dinamakan proses endotermis
pertama.

Larutan 101
Gambar 7.1 Terjadi penambahan jarak antar molekul-molekul

2. Tahap selanjutnya adalah proses endotermis kedua. Saat mendekati


terbentuknya kesetimbangan proses pelarutan, molekul-molekul zat terlarut
akan mengalami proses pemisahan.
3. Tahap terakhir saat terjadi kesetimbangan proses pelarutan. Zat terlarut akan
bercampur membentuk campuran yang homogen dengan pelarut, sehingga
sudah tidak tampak lagi manakah pelarut dan zat terlarut.

Gambar 7.2 Proses terjadinya pencampuran

Setiap zat memiliki gaya tarik intermolekul yang berbeda. Proses pencampuran
akan diiringi dengan terjadinya pelepasan energi dan penurunan entalpi. Penurunan
entalpi dipengaruhi oleh setiap tahap pada pembentukan kesetimbangan
pencampuran. Proses pencampuran dapat berlangsung secara endotermis, artinya
selama proses pencapaian kesetimbangan pencampuran terjadi penyerapan
panas sehingga larutan akan menjadi lebih dingin. Perubahan entalphi secara

102 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


keseluruhan mempunyai nilai posistif. Kesetimbangan pencampuran dapat dicapai
secara eksotermis yang diiringi dengan proses pelepasan panas sehingga entalphi
pencampurannya bernilai negatif. Perubahan entalphi pencampuran dapat
dituliskan dalam persamaan :

∆Hpelarutan = Hlarutan – Hzat terlarut

7.3 Gaya Intermolekul

Apabila suatu pelarut dan zat terlarut berada dalam sistem saling
bercampur, maka disamping terjadi gaya intermolekul diantara pelarut dan zat
terlarut itu sendiri akan terbentuk gaya antar molekul zat terlarut dengan pelarut.
Apabila gaya intermolekul pelarut, gaya intermolekul zat terlarut dan gaya antar
molekul pelarut dengan zat terlarut hampir sama maka akan terjadi kesetimbangan
pencampuran yang homogen. Molekul zat terlarut akan bercampur dengan
molekul pelarut membentuk larutan ideal. Larutan ini terbentuk memiliki sifat
yang mirip dengan sifat komponen murninya. Apabila kedua zat ini dicampurkan
maka selama proses pencampuran larutan berlangsung, volume total larutan
merupakan jumlah dari volume pelarut dan volume zat terlarut. Pada saat
proses pencampuran berlangsung, tidak terjadi perubahan entalphi sehingga
(∆Hpelarutan = 0).
Suatu larutan tidak selalu membentuk campuran ideal. Molekul zat telarut
akan membentuk gaya antar molekul dengan molekul pelarut. Proses pelarutan
berlangsung secara eksotermis (∆Hpelarutan < 0). Selama terjadi proses pencampuran,
besarnya energi yang dilepaskan melebihi energi yang dibutuhkan dalam proses
pemisahan antar molekul pelarut dan antar molekul zat terlarut. Sebaliknya, apabila
gaya antar molekul pelarut dengan zat terlarut lebih kecil dari pada gaya intermolekul
pelarut dan gaya intermolekul zat terlarut maka proses pencampuran berlangsung
endotermis (∆Hpelarutan > 0). Kesetimbangan pencampuran tidak dapat terjadi apabila
gaya intermolekul jauh lebih besar daripada gaya antar molekul pelarut dengan zat
terlarut, sehingga kedua zat tidak dapat bercampur.

7.4 Kesetimbangan Kelarutan

Suatu zat terlarut dapat bercampur dengan suatu pelarut dengan kuantitas
tertentu. Apabila suatu zat telarut dilarutkan dalam suatu pelarut diiringi dengan

Larutan 103
penambahan zat terlarut secara terus-menerus maka pada jumlah tertentu zat terlarut
tersebut tidak dapat larut. Zat terlarut yang membentuk sistem kesetimbangan
larutan, dengan penambahan kuantitas zat maka akan terjadi proses pengendapan.
Pengendapan terjadi dengan adanya pemisahan komponen zat terlarut dari sistem
larutan. Apabila kecepatan proses pengendapan sama dengan kecepatan proses
pelarutan zat terlarut dalam molekul pelarut maka akan terjadi kesetimbangan
dinamis. Pada saat itulah terbentuk larutan jenuh. Banyaknya zat terlarut yang
dapat terlarut dalam sistem menyatakan sebagai kelarutan. Jadi kelarutan suatu
zat menyatakan konsentrasi zat terlarut dalam suatu pelarut pada saat terjadi
kesetimbangan proses pelarutan dengan proses pengendapan.

Gambar 7.3 Proses pembentukan larutan jenuh

Besarnya kelarutan dipengaruhi oleh temperatur. Proses pelarutan yang


berlangsung melalui proses pemanasan atau menggunakan pelarut yang memiliki
temperatur yang lebih tinggi dapat meningkatkan kelarutan zat terlarut. Apabila
dalam sistem larutan telah mencapai kesetimbangan dan terjadi pembentukan
larutan jenuh dipanaskan, maka kelarutan akan semakin meningkat. Seagaian zat
terlarut yang mengendap akan larut sampai terbentuk kesetimbangan kelarutan
dan pengendapan. Adanya peningkatan kelarutan menghasilkan sistem larutan
yang disebut larutan lewat jenuh (supersaturated).

104 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Gambar 7.4 Proses pembentukan larutan lewat jenuh

7.5 Satuan Konsentrasi Larutan

Pengujian kimia secara kuantitatif memerlukan larutan, baik sebagai larutan


standr atau larutan pereaksi yang dipersiapkan dengan kuantitas tertentu. Pengujian
kimia secara volumetri, membutuhkan larutan yang dijadikan sebagai larutan
standar pada penetapkan konsentrasi analit. Larutan standar biasanya dibuat dengan
molaritas dan normalitas. Molaritas (M) dan normalitas (N) suatu larutan menjadi
satuan konsentrasi yang dijadikan sebagai nilai yang akan diperhitungkan dalam
menyatakan hasil pengujian. Termasuk dalam pengujian dengan instrumentasi
kimia yang canggih sekalipun, seperti spektrofotometri UV-Vis, spektroskopi serapan
atom, dan kromatografi cair, sistem satuan tetap harus diperhitungkan. Secara
kuantitatif, instrumentasi tidak dapat mendeteksi besarnya analit dalam sampel
tanpa ada pembanding. Data pengukuran akan selalu dibandingkan dengan standar,
baik standar tunggal atau dengan metode kurva kalibrasi larutan standar. Metode
ini biasanya digunakan pada pengujian konsentrasi analit yang rendah, sehingga
larutan standar yang digunakan biasanya dinyatakan dalam satuan mg/L, ppm, ppb.
Termasuk bagaimana menyajikan hasil pengujian kimia, akan dinyatakan berbagai
satuan konsentrasi sesuai dengan standar yang diacu yang dapat dihitung sebagai
besaran massa massa, mol, fraksi massa, fraksi mol, persen, mg/L, dan ppm.

Larutan 105
4. Normalitas (N)
Normalitas merupakan satuan konsentrasi yang banyak digunakan dalam
penerapan metode analisis volumetri. Normalitas suatu larutan digunakan sebagai
satuan konsentrasi yang menunjukkan besarnya gram ekuivalen zat terlarut dalam
1 liter larutan. Satuan konsentrasi ini lebih banyak digunakan pada hampir semua
pengujian yang dilakuan dengan cara titrasi. Besarnya grak ekuivale larutan standar
dipergunakan dalam memperhitungkan kandungan analit dalam stuatu contoh uji.
Normalitas suatu larutan dapat dihitung dengan persamaan berikut:

grek
N=
v
N : normalitas (grek/L, N)
grek : gram ekuivalen suatu zat (grek)
V : volume larutan (L)
Besarnya gram ekuivalen (grek) suatu zat terlarut dapat ditentukan berdasarkan
jenis dan valensi zat terlarut tersebut. Gram ekuivalen menunjukkan banyaknya
ekuivalen dari setiap mol suatu zat. Gram ekuivalen dihitung dari massa suatu zat
dibagi bobot ekuivalen.

m
grek =
BE

m : massa zat (g)


BE : bobot ekuivalen ( g/grek)
Bobot ekuivalen diperoleh dari bobot molekul dibagi dengan valensinya.

BM
BE =
n

BM : bobot molekul (g/mol)


n : valensi (grek/mol)

Bagaimanakah cara menentukan valensi suatu senyawa? Apabila larutan yang


akan dibuat bersifat asam atau basa, maka besarnya valensi dapat dihitung dari
banyaknya ion H3O+ atau OH-. Asam atau basa dalam pelarut air akan terdisosiasi
menjadi ion H3O+ atau OH-, sehingga banyaknya ion digunakan untuk menentukan

Larutan 109
2S2O32-(aq) → S4O62-(aq) + 2e
2 mol S2O32- ~ 2 mol elektron ~ 2 grek
valensi S2O32- ~ 1 grek/mol

Larutan oksidator yang banyak digunakan dalam pengujian kimia secara


volumetri adalah larutan kalium permanganat dan kalium dikromat. Kalium
permanganat merupakan garam dari ion kalium (K+) dan ion permanganat (MnO4-).
Demikian pula kalium dikromat, terdiri dari ion kalium dan ion dikromat. Spesies
yang berperan dalam reaksi reduksi adalah ion permanganat dan ion dikromat.
Reaksi reduksi kalium permanganat dalam suasana asam dapat dituliskan dalam
reaksi berikut :
MnO4-(aq) + 8H+(aq) + 5e → Mn2+(aq) + 4H2O(l)
1 mol MnO4- ~ 5 mol elektron ~ 5 grek
valensi MnO4- ~ 5 grek/mol

Setiap 1 mol ion MnO4- setara menangkap 5 mol elektron, sehingga valensi
KMnO4 adalah 5 grek/mol.
Reaksi reduksi kalium dikromat dapat dituliskan sebagai :
Cr2O72-(aq) + 14H+(aq) + 6e → 2Cr3+(aq) + 7H2O(l)
1 mol Cr2O72- ~ 6 mol elektron ~ 6 grek
valensi Cr2O72- ~ 6 grek/mol

Setiap 1 mol ion dikromat menerima 6 elektron sehingga valensinya 6 grek/


mol.
Bagaimana cara menentukan normalitas suatu larutan? Jika massa zat terlarut
dan volume larutan telah diketahui, maka normalitas larutan dihitung dengan
persamaan berikut:
m
N=
BE . V

Jika bobot ekuivalen dapat diketahui dari bobot molekul dan valensinya, maka
normalitas larutan didapatkan dari :
m
N=
BM
.V
n

Larutan 111
mg m
=
L v
m : massa zat terlarut (mg)
V : volume larutan (L)
m zat terlarut
ppm =
m laru tan

Satuan konsentrasi mg/L dapat dikonversi menjadi ppm. Larutan yang memiliki
konsentrasi yang sangat rendah, perbandingan massa zat terlarut dalam satuan
miligram dalam setiap liter larutan. Adanya zat terlarut yang sangat sedikit dianggap
tidak mengubah massa jenis pelarut, sehingga massa jenis larutan dapat dianggap
sama dengan massa jenis pelarut. Jika larutan dibuat dalam medium air, maka
massa jenis larutan dapat dianggap sama dengan massa jenis air. Sebagai contoh,
larutan standar krom dengan konsentrasi 10 mg/L. Artinya, dalam 1 liter larutan
mengandung 10 mg krom. Larutan tersebut setara dengan 10 ppm.

mg 10 mg
10 =
L 1L

Jika massa jenis larutan dianggap sama dengan massa jenis pelarut, maka
apabila larutan tersebut dalam fasa air dengan massa jenis 1 kg/L.

mg 10 mg 10 mg
=
10 = = 10 ppm
L kg 1 x 10 6
g
1L x1
L

6. Fraksi mol dan fraksi massa


Fraksi mol atau fraksi massa merupakan satuan konsentrasi yang banyak
digunakan untuk menyatakan perbandingan suatu mol atau massa dalam sistem
campuran. Fraksi mol menunjukkan banyaknya perbandingan mol zat terhadap mol
total penyusun larutan. Begitupula fraksi massa menunjukkan perbandingan massa
suatu zat terhadap massa total zat yang terdapat dalam sistem campuran. Apabila
suatu larutan mengandung zat A dan zat B, maka fraksi massa dan fraksi molnya
dapat ditentukan.

Larutan 113
Misalnya jumlah mol total = 1 mol, sehingga massa etanol dan massa air adalah :

massa etanol = 0,2 mol . 46,01 g/mol = 9,202 g


massa air = 0,8 mol . 18,01 g/mol= 14,408 g
Fraksi massa etanol :

Fraksi massa air :

Jadi fraksi massa etanol dan air adalah 0,3898 dan 0,6102

7.6 Cara Membuat Larutan

Larutan adalah kebutuhan dasar dalam pengujian kimia, baik untuk


mempersiapkan larutan standar atau larutan pereaksi. Dalam melaksanakan
pengujian dasar kimia, seorang analis kimia dituntut untuk mampu membuat larutan
dan pereaksi termasuk menstandardisasi larutan. Larutan yang akan dibuat, secara
kuantitatif harus dapat dihitung dengan pasti kebutuhan volume total larutan yang
akan dibuat, kesesuaian konsentrasi larutan dan jumlah bahan yang akan diukur
atau ditimbang. Kebutuhan zat terlarut dan pelarut harus diperhitungkan dengan
pasti sehingga larutan yang akan dibuat sesuai dengan kebutuhan. Perhitungan
kebutuhan jumlah zat dalam pembuatan larutan, dalam aplikasi pengujian kimia
menjadi aspek penting terutama pada penyiapan larutan standar. Kesesuaian jumlah
yang diperhitungkan dan teknik pembuatan larutan yang tepat akan meminimalkan
kesalahan dalam menyatakan hasil uji.
Pembuatan larutan yang membutuhkan ketelitian yang tinggi dilakukan dalam
alat gelas volumetrik, menggunakan labu ukur. Bahan cair pekat yang akan diencerkan
diambil dengan menggunakan pipet ukur atau pipet volume. Penyiapan wadah harus
diperhatikan kesesuian ukuran, kebersihan dan harus dipastikan bebas kontaminan.
Pemindahan larutan atau bahan pekat harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghidari tumpahan bahan kimia. Bahan cair yang akan dipindahkan ke dalam
labu ukur dipindahkan dengan mengalirkan melalui dinding labu ukur dilanjutkan

Larutan 115
Apabila terdapat 1 L H2SO4 pekat dengan massa jenis (ρ) = 1,84 kg/L, maka
massa H2SO4 pekat dapat dihitung dari massa jenis dikalikan dengan volumenya.

mH2SO4 pekat = 1,84 kg/L x 1 L


= 1,84 kg = 1840 g

Informasi dari kemasan, H2SO4 pekat memiliki kemurnian 98 % b/b, sehingga


massa H2SO4 pekat hanya 98% dari massa semula

mH2SO4 pekat =

Molaritas H2SO4 pekat (M1) adalah

Volume H2SO4 pekat yang harus diambil untuk membuat 100 mL larutan H2SO4
0,1 M adalah
V1M1= V2M2
100 mL . 0,1 M = V2 18,39 M
V2 = 0,54 mL
Jadi, untuk membuat 100 mL larutan H2SO4 0,1 M dibutuhkan 0,54 mL H2SO4
pekat 98 % b/b (ρ = 1,84 kg/L).

7.7 Larutan Elektrolit

Suatu zat dapat memiliki kemampuan untuk menghantarkan arus listrik, baik
sebagai zat itu sendiri atau dalam bentuk larutan. Zat padat atau zat cair yang
berada dalam fase larutan memiliki sifat sebagai larutan elektrolit sehingga dapat
menghantarkan arus listrik. Kemampuan zat untuk menghantarkan arus listrik
suatu larutan lebih besar dibandingkan dalam bentuk zat itu sendiri. Berdasarkan
kemampuannya dalam menghantarkan arus listrik, larutan dikelompokkan menjadi
larutan non elektrolit, elektrolit lemah dan elektrolit kuat. Sifat ini dapat dipelajari
dengan bola lampu yang diberi sumber arus listrik AC. Apabila kedua rangkaian
listrik dicelupkan dalam larutan, lampu akan menyala pada larutan elektrolit dan
akan menyala redup pada larutan elektrolit lemah. Larutan non elektrolit sama sekali

Larutan 117
Na2SO4(aq) → 2Na+(aq) + SO42-(aq)
1 mol Na2SO4 ∼ 2 mol Na+

Mol ion Na+ dalam Na2SO4 = 2 x M Na2SO4 x V Na2SO4


= 2 x 0,1 M x 100 mL
= 20 mmol

NaCl(aq) → Na+(aq) + Cl-(aq)


1 mol NaCl ∼ 2 mol Na+

Mol ion Na+ dalam NaCl = M NaCl x V NaCl


= 0,5 M x 50 mL
= 25 mmol

Jadi molaritas ion Na+ pada larutan yang mengandung 50 mL larutan NaCl 0,5
M dan 100 mL larutan Na2SO4 0,1 M adalah 0,3 M

7.8 Sifat Koligatif Larutan

Larutan memiliki sifat yang dinamakan dengan sifat koligatif larutan. Sifat
koligatif larutan dimiliki dengan adanya penambahan zat terlarut dalam suatu
pelarut. Adanya zat terlarut dapat memberikan pengaruh pada tekanan uap pelarut
murni dan tekanan osmosis. Jika suatu pelrut memiliki titik didih tertentu, maka
adanya zat terlarut dapat meningkatkan titik didihnya. Begitupula dengan titik beku
suatu pelarut, dengan ditambahkannya zat terlarut titik bekunya akan mengalami
penurunan dibandingkan dengan titik beku pelarut murni. Sifat ini hanya ditentukan
oleh jumlah zat terlarut yang ditambahkan, tidak tergantung pada jenis zat
terlarutnya.
1. Penurunan tekanan uap
Apabila ada suatu pelarut dibiarkan dalam wadah terbuka maka pelarut
tersebut akan mengalami penguapan secara alamiah, sekalipun tanpa dilakukan
proses pemanasan. Setiap zat akan memiliki tekanan uap yang mempengaruhi

Larutan 119
Contoh Soal 7.8

Suatu campuran yang akan digunakan dalam pemisahan contoh uji dari bahan
alam terdiri dari benzena dan toluena. Campuran benzena dan toluena membentuk
larutan ideal. Jika pada suhu 25oC tekanan uap total di atas larutan dengan jumlah
molekul benzena sama dengan jumlah molekul toluena. Diketahui, tekanan uap
benzena dan toluena masing-masing adalah 95,1 dan 28,4 mmHg, tentukan tekanan
uap parsial dan tekanan uap totalnya!
Diketahui : Xbenzena = xtoluena = 0,5
Ditanya : p benzena, p toluena, dan p total
Jawab :
pbenzena = Xbenzena pbenzenao
= 0,5 x 95,1 mm Hg = 47,6 mm Hg
ptoluena = Xtoluena ptoluenao
= 0,5 x 28,4 mm Hg = 14,2 mm Hg
Ptotal = pbenzena + ptoluena
= 47,6 mm Hg + 14,2 mm Hg = 61,8 mm Hg

2. Penurunan titik beku


Apabila suatu zat terlarut ditambahkan dalam suatu pelarut, maka dapat
menyebabkan terjadinya penurunan titik beku. Penurunan titik beku larutan akan
dipengaruhi oleh banyaknya zat terlarut yang ditambahkan. Titik beku larutan akan
mengalami penurunan yang sebanding dengan fraksi mol zat terlarut. Untuk larutan
yang sangat encer, penurunan titik beku sebanding dengan molalitas larutan,
sehingga dapat dituliskan dalam persamaan:
∆T_b= K_b m

Kb : konstanta penurunan titik beku larutan (tetapan krioskopik)


m : molalitas larutan

Contoh Soal 7.9

Sebanyak contoh gula dilarutkan dalam 100 g air sehingga titik bekunya
mengalami penurunan 0,450oC. berapakah molalitas larutan tersebut, jika diketahui
konstanta penurunan titik beku air 186oC kg/mol.

Larutan 121
Diketahui : ∆ Tb = 0,450oC
Kb air = 186oC kg/mol
Ditanya :m
Jawab : ∆ Tb = Kb m sehingga

Jadi molalitas larutan gula tersebut adalah 0,0024 mol/kg

3. Kenaikan titik didih


Titik didih suatu larutan akan lebih tinggi dari titik didih pelarutnya. Adanya zat
terlarut dalam suatu pelarut dapat menyebabkan peningkatan titik didih. Peningkatan
titik didih berbanding dengan fraksi mol zat terlarut dan akan berbanding dengan
molaritasnya pada larutan yang sangat encer. Kenaikan titik didih larutan larutan
dapat dinyatakan dalam persamaan :

∆ Td = Kd m

Kd : tetapan kenaikan titik didih (tetapan ebulioskopik)


m : molalitas

Contoh Soal 7.10

Suatu larutan mengandung 5,844 g NaCl dalam 100 g air. Jika diketahui
konstanta titik didih air 0,52oC kg/mol dan titik didih air 100oC, berapakah titik didih
larutan tersebut?
Diketahui : m p = 100 g = 0,1 kg
m NaCl = 5,844 g
Kd = 0,52oC kg/mol
Ditanya : ∆ Td
Jawab :
∆ Td = Kd m
Molalitas larutan NaCl

122 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Kenaikan titik didih larutan
∆ Td = 0,52oC kg/mol.1 mol/kg = 0,52oC
Titik didih larutan = 100oC + 0,52oC = 100,52oC
Jadi titik didih larutan tersebut adalah 100,52oC

4. Tekanan Osmosis
Apabila ada suatu wadah memiliki sekat yang terbuat dari bahan semipermiabel
diisi larutan dan pelarut, maka molekul-molekul pelarut yang melewati dinding
semipermiabel mengalir ke arah larutan. Adanya aliran pelarut murni melalui dinding
semipermiabel menuju larutan dinamakan osmosis. Terjadinya osmosis membuat
permukaan larutan meningkat. Proses ini dapat dihentikan dengan memberikan
tekanan untuk menghentikan aliran pelarut. Tekanan yang diberikan dinamakan
tekanan osmosis.
Tekanan osmosis tergantung pada banyaknya zat terlarut, tidak tergantung
pada jenis zat terlarut dalam sistem larutan. Tekanan osmosis berbanding dengan
molaritas larutan. Hubungan antara kuantitas zat terlarut dalam berpengaruh pada
besarnya tekanan osmosis, yang dirumuskan dalam persamaan van’t Hoff.
π : tekanan osmosis
n : jumlah mol zat terlarut
V : volume larutan
M : molaritas larutan
R : konstanta gas ideal
T : temperatur mutlak

Contoh Soal 7.11

atau

π = MRT

Larutan sukrosa 0,001 M ditempatkan pada bejana yang memiliki dinding


semipermiabel. Berapakah besarnya tekanan osmosis apabila suhu larutan 25oC
Diketahui : M = 0,001 M
T = 25 + 273 = 298 K

Larutan 123
Ditanya : π
Jawab :
π = MRT
π = 0,001 mol/L. 0,0821 L.atm/mol K . 298 K
π = 0,0245 atm
Jadi besarnya tekanan osmosis adalah 0,0245 atm

7.9 Koloid

Apabila ada suatu zat bercampur dengan zat lain membentuk komposisi
campuran heterogen, dalam sistem yang berbeda ada suatu sistem campuran zat
yang dapat bercampur dengan homogen. Diantara kedua sistem tersebut ada sistem
campuran yang memiliki komposisi yang tidak dapat dikatakan saling bercampur,
tetapi keduanya juga tidak dapat dikatakan memiliki susunan yang homogen.
Diantara campuran zat tersebut ada yang sistem yang memiliki karakteristik berada
diantara sifat campuran dan larutan yang dinamakan koloid.
Koloid terdiri atas zat terdispersi dalam suatu medium pendispersi. Jumlah
partikel koloid lebih sedikit dibandingkan dengan larutan akan tetapi massa dan
ukuran fisiknya lebih besar. Partikel koloid memiliki massa yang besar dengan
bentuk yang ditentukan oleh zat terdispersi dan medium pendispersi. Secara
alamiah, materi dapat terbentuk sebagai koloid, namun demikian koloid juga dapat
dibentuk dengan cara dispersi dan kondensasi. Zat terlarut didispersikan melalui
proses pemecahan partikel yang besar secara mekanis. Pembuatan koloid secara
kondensasi dilakukan melalui proses agregasi atau pengelompokan.

1. Sifat Koloid
Koloid memiliki sifat dapat menghamburkan sinar ke segala arah yang
dinamakan dengan efek Tyndall. Apabila koloid diberi cahaya maka sinar yang
datang akan dihamburkan. Apabila berjalan melintasi jalan raya yang berkabut, saat
lampu menyala maka akan tampak hamburan sinar yang berasal dari kabut. Sifat ini
juga tampak saat sinar matahari menembus ruangan yang berdebu melalui celah
jendela atau ventilasi. Sifat ini juga tampak, saat ada suspensi seperti yogurt, susu,
sediaan obat, jus, dan santan ditempatkan dalam bejana kaca kemudian diberi sinar,
maka akan menunjukkan hamburan sinar.

124 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Sifat kedua koloid adalah memiliki tegangan permukaan. Sifat ini dimiliki oleh
koloid karena adanya perbandingan permukaan dengan volumenya berbeda karena
ada gaya yang berbeda. Selain itu, koloid juga memiliki sifat dapat bermuatan listrik.
Permukaan koloid dapat menyerap ion sehingga sistema koloid dapat bermuatan
listrik. Adanya ion dalam sistem koloid menyebabkan koloid memiliki sifat adsorpsi.

2. Macam Koloid
Berdasarkan faktor elektrostatis, koloid dikelompokkan menjadi dua jenis, ada
yang dinamakan koloid liofobik (takut pelarut) dan ada koloid yang bersifat liofilik
(suka pelarut). Koloid liofobik tidak dapat larut dalam pelarut, sebaliknya koloid
liofobik dapat larut dalam pelarut. Menurut fasa zat terdispersi dan fasa medium
pendispersi, koloid dapat dikategorikan dalam beberapa jenis.

Tabel 7.2 Jenis-jenis koloid


Fasa Media
Jenis Contoh
terdispersi terdispersi
Padatan Cairan Sol Sol tanah liat, emas koloid
Cairan Cairan Emulsi Minyak dalam air, susu,
mayones
Gas Cairan Busa Larutan sabun, detergen, krim
kocok
Padatan Gas Aerosol Asap, udara berdebu
Cairan Gas Aerosol Kabut
Padatan Padatan Sol padat Batu murah, mutiara, intan
hitam
Cairan Padatan Emulsi padat Batu mata kucing, mutiara
Gas Padatan Busa padat Batu apung, lava, abu vulkanik

Latihan 7.1

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan jelas dan tepat

1. Pengujian vitamin C dalam contoh dilakukan dengan menggunakan metode


titrasi reduksi dan oksidasi dengan larutan standar iodin. Larutan tersebut
tidak dapat larut dengan baik dalam air dan mudah menguap sehingga
harus ditambahkan kalium iodida saat pembuatan larutan. Kalium iodida

Larutan 125
Bab VIII

Asam Basa

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa konsep dan kesetimbangan


asam basa
b. Mahasiswa dapat menentukan pH larutan
c. Mahasiswa dapat mengenal larutan bufer dan indikator

8.1 Asam Basa Arrhenius

Arhenius mendefinisikan asam dan basa secara sederhana. Senyawa dikatakan


asam apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion H+. Keasaman senyawa
ditentukan oleh besarnya ion H+ yang dihasilkan. Apabila senyawa tersebut terdisosiasi
secara sempurna maka banyaknya ion H+ akan semakin banyak, sebaliknya senyawa
yang terdisosiasi sebagian maka banyaknya ion H+ lebih sedikit.
Senyawa yang terdisosiasi sempurna :

HCl(aq) → H+(aq) + Cl-(aq)


H2SO4(aq) → 2H+(aq) + SO42-(aq)

Senyawa yang terdisosiasi sebagaian :

CH3COOH(aq) ⇌ H+(aq) + CH3COO-(aq)

Senyawa yang bersifat basa apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion OH-.
Apabila terdisosiasi sempurna maka semua ion OH- akan terion.

NaOH(aq) → Na+(aq) + OH-(aq)


Ca(OH)2(aq) → 2Ca2+(aq) + 2OH-(aq)

Jika terdisosiasi sebagian maka akan tidak semua ion OH- akan terion.

NH4OH(aq) ⇌ NH4+(aq) + OH-(aq)

Asam Basa 129


8.2 Asam Basa Bronsted-Lowry

Arrhenius hanya memberikan batasan bahwa pelarut yang dilakukan dalam


medium air. Kenyataannya, suatu senyawa tidak selalu dilarutkan dalam pelarut air
atau berada dalam medium air. Bronsted-Lowry memberikan batasan asam dan basa
yang lebih luas. Tidak semua zat yang bersifat asam memiliki ion H+ dan tidak semua
zat yang bersifat basa memiliki ion OH-. Dalam teori ini, asam didefinisikan sebagai
zat yang dapat berperan sebagai donor proton dan basa berperan sebagai penerima
proton.
NH4+ + NH2- → NH3 + NH3

Ion NH4+ merupakan asam yang mendonorkan proton dari ion H+ pada
NH2-. Ion NH4+ kehilangan proton sehingga menghasilkan NH3. Ion NH2- berperan
sebagai basa yang menerima proton sehingga membentuk senyawa NH3. Jika suatu
basa mendapatkan proton maka disebut basa konjugat, dan jika senyawa asam
kehilangan proton disebut asam konjugat.

8.3 Asam Basa Lewis

Lewis mendefinisikan asam dan basa dari tinjauan yang berbeda. Suatu
senyawa dapat terbentuk melalui pembentukan ikatan kimia. Secara umum ikatan
kimia terbentuk dengan mengikuti kaidah oktet sehingga seluruh orbital dapat
terisi elektron secara penuh. Ikatan kimia memungkinkan orbital terisi penuh dan
terbentuk pasangan elektron yang berikatan. Disamping itu juga memungkinkan
tersedia pasangan elektron bebas dan memungkinkan adanya orbital kosong. Lewis
mendefinisikan basa sebagai senyawa yang dapat mendonorkan pasangan elektron
kepada orbital kosong. Senyawa ini biasanya tersusun dari molekul yang memiliki
atom yang mempunyai keelektronegatifan yang besar sehingga kaya akan elektron.
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat menerima pasangan elektron. Sebagai
contoh, senyawa BF3 akan berperan sebagai asam yang akan menerima pasngan
elektron dari NH3 yang memiliki pasangan elektron bebas pada atom N yang bersifat
basa.

BF3 + :NH3 → F3B:NH3

130 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


8.4 Kesetimbangan Asam Basa

Molekul air dapat membentuk kesetimbangan autoionisasi. Menurut Arrhenius,


kesetimbangan ini dinamakan swaionisasi. Air akan membentuk kesetimbangan
dengan molekul air yang lain sehingga akan menghasilkan ion H+ dan OH-.
H2O(aq) ⇌ H+(aq) + OH-(aq)

Adanya kesetimbangan swaionisasi melibatkan terjadinya pelepasan ion H+


yang berperan sebagai proton. Menurut Bronsted dan Lowry, dalam kesetimbangan
autoionisasi, air dapat bersifat sebagai asam dan basa. Air dapat melepaskan proton
sehingga memiliki sifat asam. Proton diberikan kepada molekul air menghasilkan ion
hidronium (H3O)+. Air yang berperan sebagai penerima proton bersifat sebagai basa.

H2O(aq) ⇌ H+(aq) H3O+(aq)

Secara keseluruhan reaksi kesetimbangan autoionisasi dapat ditulis dalam


persamaan reaksi
2H2O(aq) ⇌ H3O+(aq) + OH-(aq)

Konstanta kesetimbangan swaionisasi air dapat dinyatakan dalam persamaan


berikut:

[H3O]+ : konsentrasi ion hidronium


[OH]- : konsentrasi ion OH-
[H2O] : konsentrasi air

Apabila konsentrasi zat dituliskan sebagai konsentrasi efektif, maka konstanta


kesetimbangan autoionisasi air dapat ditulis dalam persamaan berikut:

αH3O+ : aktivitas ion hidronium


αOH- : aktivitas ion OH-
αH2O : aktivitas air

Asam Basa 131


Jika nilai aktivitas air = 1, maka

Konsentrasi ion sangat kecil sehingga dapat dinyatakan sebagai konsentrasi


molarnya. Persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai :

Kw = [H3O+][OH-]

Konsentrasi ion hidronium dan hidroksida pada suhu 25oC adalah 1,0 .10-7 M
[H3O+] = 1,0 .10-7 M
[OH-] = 1,0 .10-7 M
maka
Kw = [H3O+][OH-]
= (1,0 .10-7) (1,0 .10-7)
= 1,0 .10-14

Nilai konstanta swaionisasi air pada suhu 25oC adalah 1,0 .10-14. Besarnya
konstanta swaionisasi tergantung pada suhu. Konstanta swaionisasi air pada suhu
60oC dan 100oC berturut-turut besarnya 9,6.10-14 M dan 5,5.10-14 M.
Asam dan basa dalam air akan mengalami ionisasi. Reaksi ionisasi dipengaruhi
oleh derajat ionisasi. Asam dan basa kuat akan terionisasi secara sempurna, sebaliknya
asam dan basa lemah akan terionisasi sebagian.

HCl(aq) + H2O(l) → H3O+(aq) + Cl-(aq)

HNO3(aq) + H2O(l) → H3O+(aq) + NO3-(aq)

8.5 Derajat Keasaman (pH)

1. Derajat keasaman asam kuat dan basa kuat


Kekuatan keasaman dinyatakan dalam nilai pH. Besarnya pH suatu senyawa
dihitung berdasarkan besarnya konsentrasi ion H3O+ atau OH- . Besarnya pH suatu
asam dinyatakan dalam persamaan :
pH = - log [H3O+]

132 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


[A-]a : konsentrasi sisa asam dari asam lemah
[A ]g
-
: konsentrasi sisa asam dari garam asam lemah

Karena [A-]g lebih tinggi dari [A-]a maka [A-] dapat diasumsikan sama dengan
[A-]g yang nilainya sama dengan molaritas garam (Mg)

Jika molaritas asam lemah dan garamnya diketahui, maka konsentrasi ion H3O+
adalah

Besarnya pH larutan bufer dari asam lemah dan garamnya adalah


pH = pKa - log

Derajat keasaman buffer dari basa lemah dan garamnya

Suatu larutan buffer yang terbuat dari basa lemah dan garamnya akan
membentuk suatu kesetimbangan sebagai berikut:
BOH(aq) B+(aq) + OH-(aq)
BA(aq) + H2O(l) B+(aq) + OH-(aq)
Jika derajat disosiasinya rendah, maka besarnya [B+] keseluruhan dari reaksi di
atas adalah
[B+] = [B+]b + [B+]g
[B+]b : molaritas ion logam dari basa lemah
[B ]g
+
: molaritas ion logam dari garam basa lemah

Jika molaritas [B+]g jauh lebih tinggi dari [B+]b maka [B+]b dapat diabaikan dan [B+]
dianggap sama dengan [B+]g

Konstanta ionisasi basa lemah dapat dinyatakan dalam persamaan:



[B+ ][OH− ] Mg [OH ]
=Kb =
[BOH] Mb
− Mb
[OH ] = K b
Mg

Asam Basa 139


Mb
= pK b − log
pOH
Mg

Besarnya pH buffer dari basa lemah dan garamnya ditentukan dengan persamaan
Mb
pH = pK w − pK b + log
Mg

8.6 Reaksi netralisasi

Apabila senyawa asam dan basa direaksikan, maka akan menghasilkan suatu
garam. Reaksi tersebut dinamakan reaksi penggaraman atau reaksi netralisasi.
H3O+(aq) + OH-(aq) 2H2O(l)

Reaksi netralisasi dapat terjadi antara asam kuat dengan basa kuat, asam lemah
dengan basa kuat dan basa lemah dengan asam kuat. Apabila yang bereaksi adalah
asam kuat dengan basa kuat, maka pada akhir reaksi akan menghasilkan garam yang
netral. Apabila seluruh reaktan habis bereaksi, maka garam yang terbentuk memiliki
pH sama dengan 7. Sebagai contoh, reaksi antara natrium hidroksida dengan asam
sulfat. Natrium hidroksida sebagai basa kuat dan asam sulfat sebagai asam kuat,
sehingga garam natrium sulfat yang dihasilkan bersifat netral.
2NaOH(aq) + H2SO4(aq) Na2SO4(aq) + 2H2O(l)

Namun apabila yang bereaksi adalah asam kuat dan basa lemah, maka garam
yang dihasilkan akan memiliki pH kurang dari 7. Misalnya pada reaksi antara asam
klorida dengan amonium hidroksida. Amonia sebagai basa lemah dan asam klorida
sebagai asam kuat, maka pada akhir reaksi pH larutan akan kurang dari 7.

NH4OH(aq) + HCl(aq) NH4Cl(aq) + H2O(l)


Sebaliknya, jika yang bereaksi adalah asam lemah dan basa kuat, maka garam
yang dihasilkan akan memiliki pH lebih dari 7. Sebagai contoh, reaksi antara natrium
hidroksida dan asam asetat.
NaOH(aq) + CH3COOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O(l)

Reaksi ini dalam pengujian kimia dipergunakan dalam prinsip pengujian secara
volumetri. Prinsip pengujian secara volumetri didasarkan pada titrasi netralisasi
dengan melibatkan asam atau basa sebagai larutan standar. Untuk memastikan
berlangsungnya reaksi netralisasi dapat ditandai dengan penambahan suatu

140 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


indikator asam basa. Larutan ini akan memberikan perubahan warna pada kondisi
pH yang berbeda sehingga dapat digunakan untuk menentukan reaksi dapat
dihentikan.

8.7 Indikator Asam Basa

Senyawa asam dan basa dapat dikenali dengan menggunakan suatu indikator.
Indikator asam basa digunakan untuk mengenali asam dan basa, sehingga indikator
ini dinamakan indikator asam basa. Secara luas, indikator asam basa dipergunakan
dalam pengujian secara titrasi netralisasi. Indikator ini mampu memberikan
perubahan warna dalam berbagai pH sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
berlangsungnya reaksi netralisasi. Pada suasana asam, indikator memberikan warna
yang berbeda dengan pada saat dalam suasana basa. Sebagai contoh, fenolflatein
dalam suasana asam tidak berwarna, sementara jika dalam suasana basa memberikan
warna merah muda. Indikator metil jingga, dalam suasana asam berwarna kuning,
namun pada suasana basa akan berwarna jingga.
Indikator sendiri merupakan senyawa asam lemah, sehingga dapat mengalami
disosiasi dalam kesetimbangan sebagai berikut :

HIn +H2O ⇌ H3O++ In-

warna 1 warna 2

Perubahan warna yang terjadi sangat dipengaruhi oleh pergeseran


kesetimbangan kimia. Apabila konsentrasi ion H3O+ lebih kecil maka kesetimbangan
akan bergeser ke kiri, artinya indikator akan memiliki warna pertama. Sebaliknya
jika konsentrasi ion H3O+ semakin besar, maka kesetimbangan akan bergeser ke
kanan sehingga akan memberikan perubahan warna kedua. Perubahan warna
indikator sangat dipengaruhi oleh konsentrasi ion H3O+, sehingga besarnya pH dari
kesetimbangan indikator dapat dituliskan dalam persamaan berikut:

ln− 
pH pK a + log  
=
[Hln]

Asam Basa 141


Bab IX

Termokimia

Capaian Pembelajaran
a. Mahasiswa dapat merumuskan persamaan termokimia
b. Mahasiswa dapat menentukan entalpi perubahan kimia dan fisika

9.1 Persamaan Termokimia

Persamaan termokimia menyatakan persamaan reaksi bila diketahui perubahan


kalornya pada suatu kondisi tertentu yang dinyatakan sebagai perubahan entalpi
(∆H).
∆H = ΣHproduk – ΣHpereaksi

Kalor reaksi dapat ditentukan dengan menggunakan suatu kalorimateri.


Pengukuran dilakukan dengan mengukur perbedaan temperatur sebelum dan
sesudah reaksi berlangsung. Besarnya kalor reaksi dihitung dengan persamaan:
Ereaksi = Eair + Ekalorimeter

Ereaksi = {m x cair x (T2-T1)}+ {ckalorimeter x (T2-T1)}

Perubahan materi selalu melibatkan energi yang menyertainya. Adanya


perubahan wujud suatu materi melibatkan proses pelepasan dan penyerapan energi
sehingga suatu benda dapat mengalami perubahan fase setelah kesetimbangan
diantara kedua fase itu tercapai. Jika akuades dimasukkan ke dalam sebuah gelas
beaker dan dipanaskan maka molekul air akan membentuk kesetimbangan dengan
fase uapnya. Air dapat mendidih dan menguap saat dipanaskan. Dapatkah suatu zat
menguap tanpa melalui proses pemanasan?
Demikian halnya dengan reaksi kimia secara umum. Reaksi kimia merupakan
proses penggabungan atau pelepasan ikatan suatu senyawa menjadi unsur atau
senyawa yang sederhana maupun menghasilkan produk senyawa yang lebih
kompleks. Reaksi kimia dapat berlangsung dengan membutuhkan energi atau
melepaskan energi. Apabila reaksi kimia dapat terjadi jika diberi energi, maka
jalannya reaksi membutuhkan energi sehingg perubahan entalpinya bernilai positif
(∆H = +). Reaksi yang demikian disebut reaksi endotermis. Sebaliknya, jika reaksi

Termokimia 145
Perubahan entalpi dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur suatu sistem.
Perubahan entalpi ditentukan oleh besarnya entalpi sebelum dan sesudah reaksi.
Apabila diukur dalam keadaan standar atau pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm, maka
nilai entalpi dinyatakan sebagai perubahan entalpi standar (∆Ho). Dalam persamaan
termokimia berlaku Hukum Hess yang menyatakan bahwa perubahan entalpi suatu
reaksi selalu sama, baik reaksi secara langsung atau tidak langsung. Sebagai contoh
reaksi pembentukan SO3 dari unsur-unsurnya akan memiliki perubahan entalpi
yang sama dengan reaksi pembentukan SO3 melalui pembentukan SO2 dari unsur-
unsurnya.
S(s) + O2(g) → SO2(g) ∆Hro = - 296,83 kJ

SO2(g) + ½O2(g) → SO3(g) ∆Hro = - 98,9 kJ

S(s) + 1½ O2(g) → SO3(g) ∆Hro = - 395,73 kJ

Perubahan Entalpi Pembentukan (∆Hf )


Perubahan entalpi reaksi pembentukan suatu senyawa dinyatakan sebagai
∆Hformation atau disingkat sebagai (∆Hf). Entalpi pembentukan standar menyatakan
perubahan entalpi pembentukan setiap mol senyawa dari unsur-unsur penyusunnya
yang diukur pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm yang dituliskan sebagai (∆Hfo).
Perubahan entalpi pembentukan standar sama dengan besarnya perubahan entalpi
pembentukan yang dihitung dari selisih total perubahan entalpi produk dan entalpi
reaktan.
∆Hro = ∆Hfo

∆H = ΣHfo produk – ΣHfo pereaksi

Tabel 9.1 entalpi pembentukan standar, ∆Hfo dalam kJ.mol-1


Zat ∆Hfo Zat ∆Hfo Zat ∆Hfo
CH4(g) -74,81 HBr(g) -36,4 NO(g) +90,25
C2H4(g) +226,7 HCl(g) -92,31 NO2(g) +33,2
C2H6 (g) -84,68 H2O(l) -285,83 O3(g) +143
CO(g) -110,5 H2O(g) -241,82 SO2(g) -296,83
CO2(g) -393,52 NH3(g) -46,11 SO3(g) -395,7

148 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


9.3 Entalpi Disosiasi Ikatan (∆Hdis)

Apabila reaksi kimia terjadi proses pemutusan ikatan suatu senyawa kompleks
menjadi bentuk yang paling sederhana maka akan terjadi disosiasi menjadi unsur
yang paling sederhana. Besarnya perubahan enatalpi dinyatakan sebagai entalpi
disosiasi ikatan yang menunjukkan besarnya perubahan entalpi untuk memutuskan
1 mol senyawa menjadi unsur yang paling sederhana. Besarnya perubahan entalpi
dihitung dari selisih entalpi unsur-unsur yang dihasilkan dengan entalpi senyawanya.
Apabila perubahan entalpi diukur pada suhu suhu 25oC dan tekanan 1 atm, maka
disebut perubahan entalpi disosiasi standar (∆Hodis). Jika reaksi disosiasi senyawa
AB menghasilkan unsur A dan B, maka besarnya perubahan entalpi disosiasi dapat
dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:
AB(g) → A(g) + B(g)

∆Hodis A-B = ∆Hof A(g) + ∆Hof B(g) - ∆Hof A-B(g)

Untuk molekul poliatomik, besarnya perubahan entalpi disosiasi ikatan


rata-rata dinyatakan sebagai ∆Hodis avg. Perubahan entalpi dihitung dari entalpi
rata-rata setiap ikatan yang diperlukan untuk mendisosiasikan 1 mol molekul
menjadi unsur yang lebih sederhana.

Contoh Soal 9.3


Hitung besarnya perubahan entalpi pembentukan propana apabila diketahui
besarnya entalpi pembakaran propana -2.220,1 kJ/mol, entalpi pembakaran karbon
393,5 kJ/mol dan entalpi pembakaran hidrogen adalah -285,8 kJ/mol.
Diketahui : C3H8(g) + 5O2(g) → 3CO2(g) + 4H2O(l) ∆H = -2.220,1 kJ/mol
C(s) + O2(g) → CO2(g) ∆H = -393,5 kJ/mol

H2(g) + ½O2(g) → H2O(l) ∆H = -285,8 kJ/mol
Ditanya : 3C(s) + 4H2(g) → C3H8(g) ∆H =... kJ/mol?
Jawab :
3C(s) + 3O2(g) → 3CO2(g) ∆H = 3 (-393,5 kJ/mol)
4H2(g) + 2O2(g) → 4H2O(l) ∆H = 4 (-285,8 kJ/mol)
3 CO2(g) + 4H2O(l) → C3H8(g) + 5O2(g) ∆H = +2.220,1 kJ/mol
3C(s) + 4H2(g) → C3H8(g) ∆H = -103,6 kJ/mol
Besarnya entalpi reaksi pembentukan propana dari unsur-unsurnya adalah -103,6
kJ.mol-1

Termokimia 149
Bab X

Kesetimbangan Kimia

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat menjelaskan terjadinya kesetimbangan kimia


b. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesetimbangan kimia
c. Mahasiswa dapat menentukan tetapan kesetimbangan kimia dan konsentrasi
spesies pada saat setimbang

10.1 Kesetimbangan Reaksi Kimia

Reaksi kimia akan membentuk kesetimbangan saat reaksi pembentukan


produk dari reaktan yang terjadi memiliki kecepatan atau laju reaksi yang sama
dengan reaksi peruraian produk menjadi reaktan. Reaksi setimbang hanya berlaku
pada sistem yang bersifat reversibel.

Kesetimbangan kimia terbentuk tanpa menunjukkan adanya perbedaan


secaraa visual manakah yang sebagai produk dan manakah yang reaktan.
Ketimbangan berlangsung secara terus-menerus dengan laju pembentukan
produk yang sama dengan laju peruraian produk menjadi reaktan. Apabila reaksi
berlangsung dengan dua arah yang berlawanan dengan kecepatan yang sama maka
akan terbentuk kesetimbangan dinamis. Saat terjadi kesetimbangan dinamis, spesies
yang berada pada sistem kesetimbangan tidak mengalami perubahan makroskopis.
Kesetimbangan dinamis terjadi pada sistem tertutup pada temperatur dan tekanan
yang konstan. Reaksi akan berlangsung terus-menerus dengan jenis komponen
yang tetap.

Kesetimbangan Kimia 153


Berdasarkan fase yang terdapat pada sistem kesetimbangan, reaksi
kesetimbangan diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu kesetimbangan homogen dan
kesetimbangan heterogen. Apabila reaksi kesetimbangan berlangsung dalam satu
fase maka disebut sebagai reaksi kesetimbangan homogen, sebaliknya jika fasenya
berbeda dinamakan kesetimbangan heterogen. Sebagai contoh, kesetimbangan
pada gas hidrogen, nitrogen dan amoniak. Reaksi kesetimbangan berlangsung
dalam fase gas untuk semua spesies yang ada pada reaksi.

N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g)

Sama halnya dengan kesetimbangan ion besi(II) dengan ion tiosianat


berlangsung pada fase larutan.

Fe2+(aq) + SCN-(aq) Fe(SCN)2+(aq)

Berbeda dengan dua contoh reaksi kesetimbangan di atas, reaksi kesetimbangan


heterogen berlangsung dalam dua fase, padat dan gas.

CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)

10.2 Faktor yang mempengaruhi kesetimbangan

Suatu reaksi kesetimbangan dinamis dipengaruhi oleh suatu keadaan tertentu


yang dapat memberikan sebuah aksi yang akan mengganggu kesetimbangan
tersebut berdasarkan prinsip Le Chatelier yang menyatakan bahwa jika suatu sistem
kesetimbangan diberikan suatu aksi, maka sistem tersebut akan mengalami reaksi
sehingga pengaruh aksi tersebut menjadi sekecil-kecilnya dan reaksi kesetimbangan
dapat dipertahankan.
Reaksi yang ditimbulkan dari aksi tersebut akan menimbulkan pergeseran
kesetimbangan yang arahnya tergantung pada aksi yang diberikan. Kesetimbangan
dipengaruhi oleh konsentrasi, tekanan, volume dan suhu.

1. Konsentrasi
Apabila dalam konsentrasi reaktan dalam sistem kesetimbangan kimia
dinaikkan maka dapat meningkatkan reaksi sehingga laju reaksi pembentukan
produk. Peningkatan konsentrasi reaktan menyebabkan kesetimbangan kimia
bergeser ke arah produk. Sebaliknya, apabila konsentrasi spesies dari produk

154 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


yang dihasilkan meningkat maka produk yang dihasilkan akan mengalami
perubahan menjadi reaktan kembali. Artinya, kesetimbangan kimia akan
bergeser ke arah reaktan.

2. Tekanan
Dalam sistem kesetimbangan gas, apabila tekanan sistem dinaikkan maka
reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah zat yang memiliki jumlah mol
paling kecil. Sebaiknya jika tekanan diturunkan, maka kesetimbangan akan
bergeser ke arah zat yang memiliki jumlah mol paling besar.

3. Suhu
Reaksi kimia dapat berlangsung dengan menyerap atau melepaskan kalor.
Adanya perubahan suhu memungkinkan terjadinya pergeseran kesetimbangan
kimia. Apabila suhu diturunkan, sistem kesetimbangan kimia akan melepaskan
energi yang menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah reaksi yang
berlangsung secara eksotermis. Sebaliknya, apabila suhu dinaikkan, maka
kesetimbangan bergeser ke arah reaksi endotermis.

4. Volume
Apabila volume sistem kesetimbangan dalam fase gas dinaikkan maka
kesetimbangan akan bergeser ke arah yang jumlah partikelnya lebih banyak.
Adanya kenaikan volume menyebabkan tekanan dalam sistem kesetimbangan
mengalami penurunan. Sebaiknya, apabila volume sistem kesetimbangan dalam
diturunkan maka tekanan akan meningkat sehingga reaksi kesetimbangan
akan bergeser ke arah zat yang memiliki jumlah mol yang kecil.

10.3 Konstanta Kesetimbangan

Konstanta kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai konstanta


kesetimbangan untuk konsentrasi (Kc) dan konstanta kesetimbangan untuk tekanan
parsial (Kp).

1). Konstanta kesetimbangan konsentrasi (Kc)


Secara umum kesetimbangan kimia berlangsung dalam fase larutan. Banyaknya
zat yang mengalami reaksi dan zat yang dihasilkan dapat dinyatakan dalam satuan

Kesetimbangan Kimia 155


Bab XI

Kinetika Kimia

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat merumuskan persamaan kinetika


b. Mahasiswa dapat menentukan orde reaksi, konstanta laju reaksi dan waktu paruh

11.1 Kinetika Kimia

Apabila ada dua zat direaksikan, maka seiring dengan berjalannya waktu maka
kedua zat tersebut akan bereaksi menghasilkan suatu produk, sehingga komposisi
keduanya akan berkurang. Berkurangnya jumlah reaktan tergantung pada cepat
dan lambatnya reaksi kimia. Reaksi yang memiliki kecepatan reaksi yang cepat maka
jumlah reaktan akan berkurang dengan cepat, sebaliknya apabila reaksi berlangsung
dengan laju reaksi yang lambat maka reaktan akan berkurang secara perlahan.
Demikian pula produk yang dihasilkan, apabila reaksi berlangsung dengan cepat
maka produk akan terbentuk dengan cepat, begitu pula sebaliknya.
Kecepatan reaksi sangat tergantung pada sifat dasar pereaksi, temperatur,
konsentrasi pereaksi dan adanya katalisator. Suatu zat memiliki sifat dan reaktivitas
yang berbeda. Gas hidrogen akan mudah terbakar apabila bertemu dengan gas
oksigen di udara dengan menimbulkan letupan api. Gas hidrogen dapat pula
bereaksi dengan gas fluor dengan diiringi ledakan dengan spontan meskipun
dalam temperatur kamar. Logam natrium bereaksi dengan air disertai ledakan
pada temperatur ruangan, tetapi bereaksi cukup lambat dalam metil alkohol. Besi
dapat berkarat dengan mudah di atmosfer, berbeda dengan nikel yang tidak mudah
berkarat. Reaktivitas suatu zat sangat tergantung pada besarnya energi bebas dan
energi pengaktifan.
Temperatur memberikan pengaruh terhadap kecepatan suatu reaksi kimia.
Kenaikan temperatur dapat meningkatkan intensitas dan persentase tumbukan
pada molekul-molekul dalam campuran reaksi. Adanya kenaikan temperatur
dapat meningkatkan energi yang dibutuhkan pada berlangsungnya reaksi kimia.
Kecepatan reaksi dapat ditingkatkan dengan penambahan katalisator. Katalisator

Kinetika Kimia 161


akan bereaksi dengan reaktan menghasilkan zat antara dan pada akhir reaksi dapat
diperoleh kembali. Kehadiran katalisator dapat menurunkan energi pengaktifan
sehingga dapat memotong jalannya reaksi.
Kecepatan reaksi dapat berguna dalam menentukan metode pengujian kimia.
Suatu zat dapat dianalisis dengan metode volumetri apabila zat tersebut dapat
bereaksi cepat dengan larutan standar. Reaksi yang berlangsung cepat seperti reaksi
antara asam klorida dengan natrium hidroksida, iodin dengan kalium tiosulfat,
natrium klorida dengan perak nitrat, amonium tiosianat dengan perak nitrat, dan
logam dengan natrium etilen diamin tetra asetat. Laju berkurangnya konsentrasi
reaktan dapat diamati pada kalium permanganat yang berwarna ungu direaksikan
dengan asam oksalat maka warna larutan kalium permanganat dengan cepat
akan berkurang intensitasnya hingga hilang warnanya. Artinya, jumlah kalium
permanganat akan cepat berkurang setelah direaksikan dengan asam oksalat.
Berkurangnya jumlah kalium permanganat akan sejalan dengan bertambahnya
produk yang dihasilkan.
Kecepatan reaksi bermanfaat dalam menentukan waktu yang dibutuhkan
untuk bereaksi secara sempurna suatu zat, misalnya dalam proses mempersiapkan
contoh uji, pembentukan senyawa kompleks dan pembentukan endapan. Pengujian
logam umumnya harus melalui tahapan destruksi dengan asam kuat, maka
diperlukan waktu yang cukup untuk memastikan bahwa semua logam telah terlarut
dan bereaksi dengan sempurna. Pembentukan senyawa kompleks besi dengan
kalium tiosianat harus diketahui kapan senyawa tersebut dapat terbentuk dengan
stabil dan kapan senyawa tersebut akan terurai kembali.
Secara kuantitatif, jumlah reaktan dan produk dalam campuran reaksi dapat
diramalkan menggunakan persamaan laju reaksi. Apabila sejumlah a mol senyawa
A bereaksi dengan b mol senyawa B dan seterusnya menghasilkan p mol senyawa P
dan q mol senyawa Q dan seterusnya, maka dapat dituliskan sebagai :
aA + bB → pP + qQ

Dari persamaan di atas, maka laju reaksinya dapat dinyatakan dalam persamaan
sebagai berikut:

162 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


1 d [A ] 1 d [B] 1 d [P ] 1 d [Q]
V=
− =
− =
− =

a dt b dt p dt q dt

v : kecepatan reaksi
a, b, p,q : koefisien stoikiometri
m,n : orde reaksi terhadap A dan B
k : konstanta laju reaksi
Berdasarkan persamaan laju reaksi, secara umum kecepatan reaksi dipengaruhi
oleh konsentrasi reaktan. Untuk menyatakan menentukan kecepatan reaksi dan
jumlah komposisi reaktan serta produk yang dihasilkan digunakan penurunan
persamaan laju reaksi sesuai dengan orde reaksinya.

11.2 Reaksi Orde Nol

Reaksi kimia yang berlangsung secara enzimatis atau fotokimiawi akan


mengikuti reaksi orde ke nol. Kecepatan reaksinya tidak dipengaruhi oleh konsentrasi
reaktan dan produknya. Apabila senyawa A mengalami reaksi secara enzimatik
menghasilkan senyawa B, maka secara sederhana dapat dituliskan dalam persamaan
reaksi berikut:
A → B

Persamaan laju reaksinya dapat dituliskan dalam persamaan reaksi berikut:


d [A ]
V=
− =
k
dt

Apabila konsentrasi reaktan sebelum bereaksi pada t0 adalah [A]0 dan


konsentrasi pada t1 adalah [A]1, maka hasil integrasi persamaan di atas adalah

∫ d [A ] = ∫
1
0 − k 10 t

[A]1 – [A]o = – k (t1 – t0)

Apabila akan menghitung banyaknya konsentrasi reaktan setelah terjadi reaksi,


dapat dihitung dengan persamaan
[A]1 = [A]o – k (t1 – t0)

Sebelum reaksi berlangsung, waktu mula-mula t0 = 0. Dengan demikian waktu


yang dibutuhkan untuk bereaksi adalah selisih waktu saat reaksi telah berlangsung

Kinetika Kimia 163


Berdasarkan hasil perhitungan, konsentrasi glukosa yang tersisa pada reaksi
fermentasi yang telah berlangsung selama 36 jam adalah 2 mol/L.

11.3 Reksi Orde Pertama

Ada satu jenis reaksi yang hanya berlangsung pada satu jenis reaktan saja.
Reaksi tersebut memiliki kecepatan reaksi yang sangat tergantung konsentasi
reaktan. Apabila senyawa A bereaksi menghasilkan senyawa B, maka reaksi kimianya
dapat dituliskan sebagai:
A → B

Persamaan laju reaksi untuk reaksi orde pertama dapat dituliskan sebagai
berikut:
d [A ]
v=
− k [A ]
=
dt

Jika diintegrasikan dan diketahui pada t = 0 , [A] = [A]o


1
d [A ] 1

∫ [A ]
0
= k ∫
0
dt

[A ]1
ln = − kt
[A ]0
atau
ln [A]1 – ln [A]0 = – kt
Apabila akan mencari konsentrasi reaktan pada waktu tertentu, maka dapat
menggunakan persamaan
ln [A]1 = ln [A]0 – kt

Jika dinyatakan dalam bentuk eksponensial, konsentrasi senyawa A setelah


berlangsungnya reaksi pada waktu tertentu dapat dituliskan dalam persamaan
[A]1 = [A]0 e-kt
Apabila akan menghitung konstanta laju reaksi, maka
1 [A ]1
k = ln
t [A ]0

Kinetika Kimia 165


Reaksi pada satu jenis reaktan
Reaksi kimia yang terjadi pada satu jenis reaktan akan memiliki laju reaksi yang
berbanding langsung dengan kuadrat konsentrasi reaktan. Misalnya senyawa A
bereaksi menghasilkan senyawa B dengan reaksi sebagai berikut :
A → B

Kecepatan reaksinya dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:


d[A]
v=
− =
k[A]2
dt

Integrasi persamaan di atas pada keadaan mula-mula sebelum terjadi reaksi


hingga waktu tertentu dapat dinyatakan pada persamaan
1 1
d[A]
∫0 [A]2 = − ∫0 k dt
Hasil integrasinya dapat digunakan untuk menghitung besarnya konsentrasi
reaktan pada waktu setelah reaksi kimia berlangsung pada setiap konsentrasi
tertentu.
1  1 
− −  = − kt
[A ]1
 [A ] 
 0 

1 1
= + kt
[ ]1 [ ]0
A A

Apabila akan menghitung nilai konstanta laju reaksi maka dapat dituliskan sebagai

 1 1  1
=k  − 
 [A ] [ A ]1  t
 0

Reaksi pada dua jenis reaktan


Apabila terdapat dua jenis reaktan yang berbeda, misalnya pada reaksi a mol
zat A bereaksi dan b mol zat B, menghasilkan c mol zat C, dengan persamaan reaksi
sebagai berikut :
aA + bB → cC

Apabila koefisien reaksi a ≠ koefisien reaksi b dan konsentrasi zat A ≠ konsentrasi


B maka persamaan laju reaksinya dapat dituliskan :

168 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


1 d [ A ] 1 d [B]
v =
− = = k[A] [B]
a dt b dt

1 d [A ]
Apabila persamaan disederhanakan persamaan − a dt = k[A] [B] diseder-
1 d [A ]
hanakan menjadi − kdt , maka apabila dituliskan dalam persamaan integral
=
a [A] [B]

1 d [A ]
1 1
− ∫
0
∫ =
a [A] [B] 0
kdt

Hasil integrasinya adalah

1 [B] [A]
− ln 0 1 = kt
b[A]0 − a[B]0 [A]0 [B]1

Apabila koefisien reaksi a dan b nilainya sama dengan 1, maka persamaan di


atas akan menjadi
1 [B] [A]
− ln 0 1 = kt
[A]0 − [B]0 [A]0 [B]1

Nilai konstanta laju reaksi dapat dihitung menggunakan persamaan

 1 [B] [A]  1
k=  ln 0 1 
 [A]0 − [B]0 [A]0 [B]1  [ t ]

11.5 Reaksi Orde ketiga

Reaksi pada satu jenis reaktan


Apabila reaksi berlangsung pada satu jenis reaktan saja, maka besarnya laju
reaksi akan berbanding langsung dengan pangkat tiga konsentrasi dari suatu
reaktan.
3R → Produk

Persamaan laju reaksinya dapat dinyatakan dalam persamaan


d[R]
v=
− k[R]3
=
dt

Apabila persamaan di atas diintegrasikan, maka dapat dinyatakan dalam persamaan

Kinetika Kimia 169


1 1
d[R]

0
[R]3
= ∫ k dt
0

Hasil integrasinya adalah

1 1
2
− =
kt
2[R] 2[R] 20

Nilai konstanta laju reaksinya dapat dinyatakan dalam persamaan

1  1 1 
=k  − 
2t  2[R]
2
2[R] 20 

Reaksi pada dua jenis reaktan


Apabila reaksi berlangsung pada dua jenis reaktan, maka laju reaksi sebanding
dengan kuadrat konsentrasi dari reaktan dan pangkat satu dari reaktan yang lain.
R1 + R2 → Produk

Persamaan laju reaksinya dapat dinyatakan dalam persamaan


d[R 1 ] d[R 2 ]
v=
− =
− =
k[R 1 ]2[R 2 ]
dt dt

jika diintegrasikan dan diketahui pada t = 0 , [R1] = [R1]o dan [R2] = [R2]o maka
dapat diperoleh
1  1 1  1 [R1 ][R2 ]0
 − 2 
+ ln =
− kt
[R2 ]0 − [R1 ]0  [R1 ] 2
[R1 ] 0  [R2 ]0 − [R1 ]0 [R1 ]0 − [R2 ]

Nilai kontanta laju reaksinya dapat dihitung dengan persamaan

1  1  1 1  1 [R1 ][R 2 ]0 
k =
−   −  + ln 
t  [R 2 ]0 − [R1 ]0  [R1 ] [R1 ] 0  2
[R 2 ]0 − [R1 ]0 [R1 ]0 − [R 2 ] 

Reaksi pada tiga jenis reaktan


Apabila reaksi berlangsung pada tiga jenis reaktan, maka laju reaksi sebanding
dengan hasil kali dari ketiga reaktan, seperti pada reaksi
R1 + R2 + R3 → Produk

170 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Bab I2

Reaksi Reduksi Oksidasi

Capaian Pembelajaran

a. Mahasiswa dapat merumuskan reaksi reduksi dan oksidasi


b. Mahasiswa dapat menyetarakan reaksi redoks
c. Mahasiswa dapat menentukan potensial sel
d. Mahasiswa dapat menjelaskan sel elektrokimia
e. Mahasiswa dapat menentukan kerja listrik dan perubahan energi bebas
f. Mahasiswa dapat merumuskan hubungan Eosel dan K
g. Mahasiswa dapat merumuskan hubungan Esel dan konsentrasi

12.1 Reaksi Reduksi dan Oksidasi

Suatu zat dapat mengalami reaksi kimi dengan melibatkan perubahan bilangan
oksidasi. Unsur logam dapat melepaskan elektron membentuk ion yang bermuatan
positif. Perubahan tersebut mengubah bilangan oksidasi unsur logam, seperti
unsur tembaga akan melepaskan 2 buah elektron membentuk ion logam tembaga
dengan valensi +2. Sebaliknya ion logam dapat menerima elektron sehingga akan
kembali menjadi unsurnya, misalnya ion logam besi dengan valensi +3 menerima
tiga elektron sehingga akan menjadi unsur besi. Perubahan bilangan oksidasi dapat
berlangsung secara spontan atau tidak spontan, sangat tergantung pada potensial
selnya. Perubahan bilangan oksidasi dapat berlangsung juga pada suatu senyawa.
Unsur mangan dalam kalium permanganat yang memiliki bilangan oksidasi +5
dalam suasana asam kuat akan mengalami perubahan menjadi ion mangan
yang memiliki valensi +2. Sebaliknya, dlam suasana basa ion permanganat akan
mengendap sebagai mangan oksida yang memiliki bilangan oksidasi 0. Reaksi kimia
yang melibatkan terjadinya perubahan bilangan oksidasi atau valensi dinamakan
reaksi reduksi dan oksidasi (redoks).
Reaksi oksidasi terjadi dengan melibatkan adanya kenaikan bilangan oksidasi.
Reaksi oksidasi berlangsung diiringi dengan proses pelepasan elektron. Reaksi
pembakaran termasuk jenis reaksi oksidasi. Reaksi ini berlangsung dengan melibatkan
penambahan oksigen dari gas oksigen. Sebagai contoh reaksi pembakaran senyawa

Reaksi Reduksi Oksidasi 173


organik, apabila reaksi pembakaran berlangsung sempurna maka akan dihasilkan
gas karbon dioksida dan air, tetapi jika pembakarannya tidak sempurna akan
dilepaskan gas karbon monooksida.
Cu(s) → Cu2+(aq) + 2e

4Fe(s) + 3O2(g) → 2Fe2O3(s)

2C2H6(g) + 7O2(g) → 4CO2(g) + 6H2O(g)

Sebaliknya, reaksi reduksi terjadi dengan adanya penurunan bilangan oksidasi.


Reaksi reduksi berlangsung dengan adanya penambahan elektron.
Ag+(aq) + e → Ag(s)

MnO4-(aq) + 8H+(aq) + 5e → Mn2+(aq) + 4H2O(l)

Reaksi reduksi oksidasi berlangsung secara serentak, terjadi kenaikan bilangan


oksidasi pada salah satu reaktan dan reaktan yang lain akan mengalami penurunan
bilangan oksidasi. Banyaknya elektron yang dilepaskan sama dengan banyaknya
elektron yang diterima. Zat yang mengalami reaksi oksidasi dinamakan reduktor
dengan mereduksi zat lain, sedangkan zat yang mengalami penurunan bilangan
oksidasi dinamakan oksidator karena mampu mengoksidasi zat yang lain.

12.2 Menyetarakan Reaksi Redoks

Salah satu metode yang paling sederhana dalam menyetarakan reaksi redoks
adalah dengan menggunakan metode elektron ion atau metode setengah reaksi.
Misalnya reaksi antara asam oksalat dan kalium permanganat.
1. Tentukan zat yang mengalami penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi
½ oksidasi C2O42-(aq) → CO2(g)

½ reduksi MnO4-(aq) → Mn2+(aq)

2. Setarakan banyaknya zat yang terlibat dalam reaksi. Jika terdapat oksigen di
sebelah kiri maka di sebelah kanan ditambah air. Apabila sebelah kana ada
hidrogen, maka tambahkan ion hidrogen atau hidroksida di sebelah kiri.
½ oksidasi C2O42-(aq) → 2CO2(g)

½ reduksi MnO4-(aq) + 8 H+(aq) → Mn2+(aq) + 4 H2O(l)

174 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


3. Setarakan muatan dan seimbangkan muatan dengan penambahan elektron
½ oksidasi C2O42-(aq) → 2CO2(g) + 2e

½ reduksi MnO4-(aq) + 8 H+(aq) + 5e → Mn2+(aq) + 4H2O(l)

1. Setarakan banyaknya elektron yang terlibat dalam reaksi


½ oksidasi C2O42-(aq) → 2CO2(g) + 2e

½ reduksi MnO4-(aq) + 8 H+(aq) + 5e → Mn2+(aq) + 4H2O(l)

2. Jumlahkan dan sederhanakan reaksi ½ oksidasi dan ½ reduksi


½ oksidasi (C2O42-(aq) → 2CO2(g) + 2e) x5

½ reduksi (MnO4-(aq) + 8 H+(aq) + 5e → Mn2+(aq) + 4 H2O(l)) x2


+
C2O42-(aq) + 2MnO4-(aq) + 16H+(aq) → 2Mn2+(aq)+10CO2(g)+8H2O(l))

4. Teliti kembali persamaan reaksi yang telah dituliskan

12.3 Potensial Sel

Potensial listrik yang diberikan pada proses transfer elektron dinyatakan sebagai
potensial sel. Voltase dihitung dari harga potensial reduksi standar yang diukur dari
elektroda hidrogen standar. Besarnya potensial reduksi diukur pada temperatur
298 K dan tekanan 1 atm, sehingga yang dinyatakan sebagai nilai potensial reduksi
standar (Eo). Apabila dinyatakan pada temperatur dan tekanan normal dinyatakan
sebagai E. Setiap spesies mempunyai harga tertentu yang merupakan bilangan bulat
yang besarnya dinyatakan sebagai potensial setengah reduksi. Untuk menyatakan
besarnya oksidasi, maka menggunakan reaksi berkebalikan sehingga nilai potensial
oksidasinya berkebalikan dengan harga potensial reduksinya.

Reaksi Reduksi Oksidasi 175


Ditanya : Eosel
Jawab :
½ oksidasi : Cu(s) → Cu2+(aq) + 2e Eo - 0,337 V

½ reduksi : (Ag+(aq) + e → Ag(s) )x2 Eo + 0,80 V


Cu(s) + 2Ag (aq) → Cu (aq) + 2Ag(s)
+ 2+
Eo + 0,463V

Jadi besarnya potensial sel reaski Cu(s) + 2Ag+(aq) → Cu2+(aq) + 2Ag(s) adalah + 0,463 volt

12.4 Sel Elektrokimia

Apabila suatu elektroda logam M dicelupkan ke dalam sebuah larutan yang


mengandung ion Mn+ maka akan terjadi kesetimbangan reaksi reduksi dan oksidasi.
Oksidasi : M → Mn+ + ne
Reduksi : Mn+ + ne → M

1. Ion logam Mn+ akan menabrak elektrode tanpa disertai perubahan


2. Ion logam akan menabrak elektrode dengan menangkap elektron sehingga
akan mengalami reduksi menjadi logam M
3. Elektrode akan kehilangan elektron dan mengalami reaksi oksidasi menjadi ion
logam Mn+
Kesetimbang reduksi dan oksidasi akan mengakibatkan terjadinya energi listrik.
Sistem reduksi dan oksidasi yang berlangsung dinamakan sel elektrokimia.

Reaksi Reduksi Oksidasi 177


Gambar 12.1 Contoh sel elektrokimia

Pada sel elektrokimia di atas menunjukkan bahwa pada anoda berlangsung


reaksi oksidasi dan pada katoda berlangsung reaksi reduksi secara serempak

Oksidasi : Cu(s) → Cu2+(aq) + 2e


Reduksi : (Ag+(aq) + e → Ag(s)) x 2

Cu(s) + 2Ag+(aq) → Cu2+(aq) + 2Ag(s)

Elektron yang dilepaskan anoda ditangkap olah katoda sehingga ion Ag+(aq)
mengalami reduksi dan mengendap di katoda. Elektroda Cu mengalami oksidasi
sehingga konsentrasi Cu2+(aq) meningkat. Hubungan listrik dapat terjadi dengan
adanya kawat logam yang menghubungkan kedua elektroda yang dapat diukur
dengan suatu potensiometer yang menyatakan perbendaan potensial. Aliran
listrik yang berbentuk migrasi ion dihubungkan dengan suatu larutan yang disebut
dengan jembatan garam. Oleh karena itu, dapat dituliskan sebagai diagram sel :
anoda jembatan garam katoda
Cu(s) │ Cu2+(aq) ║ Ag+(aq) │Ag(s)
setengah sel setengah sel
Besarnya energi listrik dari hubungan antara perbendaan potensial dan muatan
listrik dalam sel elektrokimia dinyatakan sebagai :

joule = volt x coulomb

178 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia


Contoh soal

Hitung besarnya potensial sel standar dari sel elektrokimia


Zn(s)│Zn2+(aq) ║ Sn2+(aq) │Sn(s)

Diketahui :
Zn2+(aq) + 2e → Zn(s) Eosel -0,763 V

Sn2+(aq) + 2e → Sn(s) Eosel -0,136 V

Ditanya : Eosel
Jawab :
½ oksidasi : Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e Eosel + 0,763 V
½ reduksi : Sn2+(aq) + 2e → Sn(s) Eosel - 0,136 V

Zn(s) + Sn2+(aq) → Zn2+(aq) + Sn(s) Eosel + 0,627 V

Jadi potensial sel pada sel elektrokimia


Zn(s)│Zn2+(aq) ║ Sn2+(aq) │Sn(s) adalah + 0,627 volt

12.5 Kerja listrik dan Perubahan Energi Bebas (ΔG)

Reaksi reduksi dan oksidasi dapat berlangsung secara spontan dan tidak
spontan. Spontanitas reaksi kimia tergantung pada besarnya perubahan energi
bebas (ΔG). Apabila perubahan energi bebasnya bernilai negatif, maka reaksi akan
berlangsung secara spontan. Sebaliknya apabila perubahan energi bebas bernilai
positif maka reaksi berlangsung tidak spontan, sehingga reaksi dapat berlangsung
apabila diberi energi. Reaksi yang berlangsung spontan dapat menghasilkan arus
listrik sedangkan reaksi tidak spontan memerlukan energi. Proses spontan mampu
melakukan kerja yang bersarnya :
ΔG = wmaks

Apabila reaksi berlangsung dalam sel volta, maka kerja listrik yang dapat
dihasilkan sebesar :
Weleks = n F Esel

F : bilangan Faraday (96.500 C.mol.e-1)


n : jumlah mol elektron per mol reaksi

Reaksi Reduksi Oksidasi 179


ΔĜ = - n F Esel
ΔĜo = - n F Eosel

Dengan demikian, jika Esel positif maka reaksi dapat berlangsung spontan, dan
jika Esel negatif reaksinya tidak spontan.

12.6 Hubungan Eosel dan Konstanta Kesetimbangan

Hubungan Eosel dengan konstanta kesetimbangan (K) dapat dinyatakan dalam


persamaan :
ΔĜo = - 2,303 RT log K
Besarnya perubahan energi bebas pada keadaan standar dapat dinyatakan
sebagai
ΔĜo = n F Eosel
Hubungan kedua persamaan di atas dapat dituliskan menjadi
n F Eosel = - 2,303 RT log K
Besarnya potensial sel dapat dihitung dengan persamaan

2,303RT
Esel = logK
nF
Bentuk sederhana dari persamaan di atas adalah
0,0592
Esel = logK
n

12.7 Esel sebagai Fungsi Konsentrasi

Apabila dalam sel galvani terjadi reaksi kesetimbangan


aA + bB cC + dD

maka fungsi konsentrasi dapat dinyatakan dalam persamaan


ΔĜ = ΔĜo = - 2,303 RT log Q
- n F Esel = n F Eosel + 2,303 RT log Q
Jika Q reaksi sama dengan K, maka

0 2, 303 RT
E=
sel E sel − log K
nF

180 Pengetahuan Dasar bagi Analis Kimia

Anda mungkin juga menyukai