Anda di halaman 1dari 57

Dr.

Dwi Indrawati, MS
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS ARSITEKTUR LANSKAP DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

Mata Kuliah : Pengelolaan Limbah B3 Semester: Jenis Mata Kuliah : Kode: Bobot:
VI Wajib ATR6314 3 sks

MK Prasyarat : Kimia TL, LabLing I & II,


Pengelolaan Sampah, Satuan Dosen:
Operasi, PSDA 1. Dr. Ir. Dwi Indrawati, MS
**) Satuan Proses 2. Ir. Asih Wijayanti, M.Si

Capaian Pembelajaran Lulusan

CPL 3.7 : Mampu menerapkan prinsip dan konsep manajemen limbah B3 untuk menganalisis masalah teknik lingkungan.

Capaian Pembelajaran Mata Kuliah

Mampu menerapkan prinsip dan konsep pengelolaan Limbah B3 mulai dari sumber hingga ke Tempat Penimbunan
CPMK-1 :
Akhir untuk proteksi masyarakat dari lingkungan hidup yang berbahaya (hazardous environment);
Kriteria
Waktu Pengalaman
Kemampuan Akhir yang Metode Penilaian Bobot
Sesi Ke Bahan Kajian Belajar Belajar
diharapkan Pembelajaran dan Nilai
(menit) Mahasiswa
Indikator

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


Mampu menerapkan prinsip Konsep, prinsip, dan hirarki
1
dan konsep sistem Pengelolaan Limbah B3; 150 5%
pengelolaan Limbah B3
Gambaran Umum
mulai dari sumber hingga
Pengelolaan Limbah B3 dan
ke Tempat Penimbunan Peraturan yang terkait
2 Akhir untuk proteksi (Indonesia dan Internasional) Kuliah tatap
masyarakat dari lingkungan 150
muka
hidup yang berbahaya 15%
(hazardous environment)

Sumber, Klasifikasi dan


3
Karakteristik Limbah B3; 150
Proses Identifikasi Limbah B3
Dinamika B3 di dalam UTS, Tugas
4 lingkungan; Dampak B3
150
terhadap kesehatan manusia;
10%

Sub sistem-sub sistem Kuliah tatap


5 150
pengelolaan limbah B3 muka,
6 Teknik Operasional Problem Base
150
Pengelolaan Limbah B3: Learning
Pewadahan, Labeling, (PBL)
Metode dan kriteria: 20%
7
Penyimpanan Sementara, 150
Pengumpulan dan
Pengangkutan Limbah B3
8
Kriteria
Waktu Pengalaman
Kemampuan Akhir yang Metode Penilaian Bobot
Sesi Ke Bahan Kajian Belajar Belajar
diharapkan Pembelajaran dan Nilai
(menit) Mahasiswa
Indikator

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


8

9 Mampu menerapkan prinsip Metode dan teknik pengolahan 150


dan konsep sistem Limbah B3: Fisik, Kimia, Kuliah tatap
10 pengelolaan Limbah B3 Biologi, dan Termal muka 150 30%
mulai dari sumber hingga ke
11 150
Tempat Penimbunan Akhir
Landfill Limbah B3
12 untuk proteksi masyarakat 150
dari lingkungan hidup yang
berbahaya (hazardous Kuliah tatap
environment) muka 10%
13 150 UAS, Tugas

Penanganan Limbah RS
Problem Base
14 Learning 150
(PBL) 10%

Penanganan Limbah Kuliah tatap


15 Radioaktif 150
muka
16 UJIAN AKHIR SEMESTER
REFERENSI: 1. Bapedal. 1995. Penanganan Limbah B3.
2. Cheremisinoff, Paul N; Wu, Yeun C. 1994. Hazardous Waste
Management Handbook: Technology, Perception and Reality.
Prentice Hall, New Jersey
3. Collins. 1990. Radioaktif Waste. John Wiley
4. Damanhuri,E. 1995. Pengelolaan Limbah B3. Institut Teknologi
Bandung.
5. Dawson,G.W and B.W Mercer. 1986. Hazardous Waste
Management. A Wiley-Interscience Publication
6. Ditjen PPM & PLP, Ditjen Pelayanan Medik. Departemen
Kesehatan RI. 1986. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di
Indonesia.
7. Freeman 1990. Hazardous Waste Minimization. McGraw Hill.
8. LaGrega, M.D, P.L Buckingham, J.C Evans. 1994. Hazardous
Waste Management. McGraw-Hill Inc, Singapore
9. Martin, Edward J. 1987. Hazardous Waste Management
Engineering. Van Nostrand Reinhold.
Bobot Penilaian

Komponen Rentang Nilai % Bobot

Terstruktur: tugas,
0-100 30
kuis, makalah, dll

Ujian Tengah
0-100 35
Semester (UTS)

Ujian Akhir Semester


0-100 35
(UAS)
Bahan untuk
pemeliharaan
alat
Kemasan
bekas

Sisa keg/
hasil samping

Bahan baku Proses


Limbah
Bahan kimia
kadaluarsa
B3
Non-B3 (Bahan berbahaya dan
beracun)
Adalah setiap limbah yang mengandung B3, yang karena:

Sifatnya
Konsentrasinya
Jumlahnya (kuantitas)

Langsung Tidak langsung

dapat mencemari, merusak,


membahayakan: lingkungan hidup,
kesehatan dan kelangsungan
hidup manusia/ makhluk hidup lain
 Mudah meledak (eksplosif) (misal : bahan peledak)
pengamatan secara
 Mudah terbakar ( misal: bahan bakar, solven) langsung, yang
 Bersifat reaktif (misal: bahan-bahan oksidator) dapat
 Menyebabkan infeksi : (limbah bakteri/rumah sakit) seketika maupun
 Bersifat korosif (asam kuat) menunggu
beberapa
 Bersifat irritatif (basa kuat)
waktu

 Berbahaya/harmful (misal logam berat)


 Beracun (HCN, Cr(VI)) uji toksikologi
 Karsinogenik, Mutagenik dan Teratogenik uji sifat akut
(merkuri, turunan benzena) uji sifat kronis
 Bahan Radioaktif (Uranium, plutonium,dll)
Padat
Cair
Gas

Sludge, protein,
asam, basa, zat warna,
Endapan kimia,
solven organik, ion logam,
SO2, NO2 ,H2S, NH3, adsorben
anion, zat organik
Debu C, Pb atau Hg Bahan kimia
kadaluarsa
Kendaraan bermotor Domestik
Industri

Pertambangan Rumah sakit Laboratorium


Tanah
Udara
Air

→ Adalah tindakan kriminal !


Limbah harus dikelola dengan benar !
Kegiatan
pembangunan 

penggunaan B3 
(termasuk di sektor industri)

dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan


manusia, makhluk hidup lainnya dan lingkungan
hidup (spt. pencem.udara, pencemaran tanah,
pencemaran air) bila tidak dikelola dengan baik.
Daftar Peraturan di Bidang Lingkungan Hidup
Tentang Pengelolaan B3 dan Limbah B3
1. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
2. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun
3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun
4. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 01/Bapedal/09/1995 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3
5. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 02/Bapedal/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3
6. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/Bapedal/09/1995 tentang Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah B3
7. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 04/Bapedal/09/1995 tentang Tata Cara
Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan,
dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3
8. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 05/Bapedal/09/1995 tentang Simbol dan Label
Limbah B3
9. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 255/Bapedal/08/1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
10. Surat Edaran Kepala Bapedal Nomor 08/SE/02/1997 tentang Penyerahan Minyak
Pelumas Bekas.
11. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 02/BAPEDAL/01/1988 tentang Tata Laksana
Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah
12. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/BAPEDAL/01/1988 tentang Program Kemitraan
dalam Pengelolaan Limbah B3
13. Keputusan MENLH Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara
Biologis
14. Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pengumpulan dan
Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Pelabuhan
15. Peraturan MENLH Nomor 02 Tahun 2008 tentang Jenis Pemanfaatan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
16. Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian
Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun
17. Peraturan MENLH Nomor 05 Tahun 2009 tentang Pengolahan Limbah di
Pelabuhan
18. Peraturan MENLH Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
19. Peraturan MENLH Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan
Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta
Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun oleh Pemerintah Daerah
20. Peraturan MENLH Nomor 33 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemulihan Lahan
Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
21. Peraturan MENLH Nomor 02 Tahun 2010 tentang Penggunaan Sistem
Elektronik Registrasi Bahan Berbahaya dan Beracun dalam Kerangka
Indonesia Nation Single Window di Kementerian Lingkungan Hidup
22. PP No.101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:
a) Penetapan Limbah B3;
b) Pengurangan Limbah B3;
c) Penyimpanan Limbah B3;
d) Pengumpulan Limbah B3;
e) Pengangkutan Limbah B3;
f) Pemanfaatan Limbah B3;
g) Pengolahan Limbah B3;
h) Penimbunan Limbah B3;
i) Dumping (Pembuangan) Limbah B3;
j) Pengecualian Limbah B3;
k) Perpindahan lintas batas Limbah B3;
l) Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup dan Pemulihan Fungsi
Lingkungan Hidup;
m) Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah B3;
n) Pembinaan;
o) Pengawasan;
p) Pembiayaan; dan
q) Sanksi administratif.
Pokok-Pokok Perubahan PP 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah B3 Pengganti PP 18/1999 Juncto PP 85/1999

PP 101 tahun 2014 merupakan pengganti PP yang lama tentang Pengelolaan Limbah
B3 yaitu PP 18/1999 Juncto PP 85/1999. Secara umum PP 101 tahun 2014 lebih detail
dan lebih lengkap dibanding PP sebelumnya sbb :
1. Sanksi Lebih Berat dan Peraturannya Lebih Ketat
2. Bertambahnya Jenis Limbah Yang Dikategorikan Limbah B3
Hal ini bisa dilihat di Lampiran PP 101 tahun 2014 banyak menambahkan jenis
limbah menjadi kategori limbah B3 yang baru.
3. Pengelolaan Limbah B3 harus dilakukan secara terpadu karena dapat
menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup lainnya dan
lingkungan hidup.
4. Perusahaan penghasil Limbah B3 wajib bertanggungjawab sejak Limbah B3
dihasilkan sampai dimusnahkan (from cradle to grave) dengan melakukan
pengelolaan secara internal dengan benar dan memastikan pihak ke 3 pengelola
Limbah B3 memenuhi regulasi dan kompeten.
5. Dalam tuntutan hukum, Limbah B3 tergolong dalam tuntutan yang
bersifat formal. Artinya, seseorang atau perusahaan dapat dikenakan
tuntutan perdata dan pidana lingkungan karena cara mengelola Limbah
B3 yang tidak sesuai dengan peraturan, tanpa perlu dibuktikan bahwa
perbuatannya tersebut telah mencemari lingkungan.
6. Pengetahuan tentang cara pengelolaan Limbah B3 yang memenuhi
persyaratan wajib diketahui oleh pihak-pihak yang terkait dengan
Limbah B3 dan pihak ke 3 yang bekerjasama dengan perusahaan.
7. Di Bagian Ketentuan Umum PP 101 tahun 2014 menambahkan point-
point di bawah ini yang dalam PP sebelumnya tidak disebutkan seperti
Ekspor Limbah B3, Notifikasi Ekspor Limbah b3, Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup (PPLH) dan PPLHD.
• Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
• Prosedur Pelindian Karakteristik Beracun (Toxicity Characteristic Leaching
Procedure) yang selanjutnya disingkat TCLP adalah prosedur laboratorium
untuk memprediksi potensi pelindian B3 dari suatu Limbah.
• Uji Toksikologi Lethal Dose-50 yang selanjutnya disebut Uji Toksikologi LD50
adalah uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara Limbah B3
dengan kematian hewan uji yang menghasilkan 50% (lima puluh persen)
respon kematian pada populasi hewan uji.
• Ekspor Limbah B3 adalah kegiatan mengeluarkan Limbah B3 dari daerah
pabean Negara Kesatuan Republik Indonesia.
• Notifikasi Ekspor Limbah B3 adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari
otoritas negara eksportir kepada otoritas negara penerima sebelum
dilaksanakan perpindahan lintas batas Limbah B3.
• Dumping (Pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan,
dan/atau memasukkan Limbah dan/atau bahan dalam jumlah,
konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke
media lingkungan hidup tertentu.
• Kerusakan Lingkungan Hidup adalah perubahan langsung dan/atau
tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan
hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
• Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
• Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup adalah cara atau proses untuk mengatasi Pencemaran
Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.
• Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup adalah serangkaian kegiatan
penanganan lahan terkontaminasi yang meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan untuk memulihkan fungsi
lingkungan hidup yang disebabkan oleh Pencemaran Lingkungan Hidup
dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.
• Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat PPLH
adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang, kewajiban, dan
tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan
hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat
PPLHD adalah Pegawai Negeri Sipil di daerah yang diberi tugas,
wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan
pengawasan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
8. Bagian Perpindahan Lintas Batas Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun

Di PP 101 tahun 2014 lebih dirinci. Dalam Pasal 196 di PP 101 tahun 2014
di sebutkan:
Ayat (1) Dalam hal Limbah B3 akan dimasukkan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk tujuan transit, Penghasil
Limbah B3 atau Pengangkut Limbah B3 melalui negara eksportir
Limbah B3 harus mengajukan permohonan notifikasi kepada
Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri.
Ayat (2) Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diajukan dalam waktu paling singkat 60 (enam puluh) hari
sebelum transit dilakukan.
Ayat (3) Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilengkapi dengan keterangan paling sedikit mengenai:
1. identitas eksportir Limbah B3;
2. negara eksportir Limbah B3;
3. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah
Limbah B3 yang akan transit;
4. alat angkut Limbah B3 yang akan digunakan;
5. negara tujuan transit;
6. tanggal rencana pengangkutan, pelabuhan atau terminal tujuan
transit, waktu tinggal di setiap transit, dan pelabuhan atau terminal
masuk dan keluar;
7. dokumen mengenai asuransi;
8. dokumen mengenai pengemasan Limbah B3;
9. dokumen mengenai tata cara penanganan Limbah B3 yang akan
diangkut; dan
10.dokumen yang berisi pernyataan dari Penghasil Limbah B3 dan
eksportir Limbah B3 mengenai keabsahan dokumen yang
disampaikan.
9. Ruang Lingkup PP 101 tahun 2014 diperluas dari PP sebelumnya
karena juga mengatur tentang:
1) Dumping (Pembuangan) Limbah B3;
2) Pengecualian Limbah B3;
3) Perpindahan lintas batas Limbah B3;
4) Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup dan Pemulihan Fungsi Lingkungan
Hidup;
5) Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah B3;
6) Pembinaan;
7) Pengawasan;
8) Pembiayaan;
9) Sanksi administratif.
Adapun derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor,
yaitu :
• Faktor Lingkungan
• Faktor Perilaku
• Faktor Pelayanan Kesehatan
• Faktor Bawaan (Keturunan)

Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan merupakan faktor


yang paling besar pengaruhnya dibandingkan dengan ketiga faktor
yang lain.

Pada umumnya, bila manusia dan lingkungannya berada dalam


keadaan seimbang, maka keduanya berada dalam keadaan sehat.
Jika keseimbangan ini tergangggu atau mungkin tidak dapat tercapai,
maka dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan.
Kegiatan industri disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan,
ternyata juga menghasilkan limbah sebagai pencemar lingkungan (perairan,
tanah, dan udara).

Limbah cair, yang masuk ke perairan akan mengotori air yang digunakan
untuk berbagai keperluan serta mengganggu kehidupan biota air.

Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber air tanah.

Limbah gas yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung senyawa


kimia berupa SOx, NOx, CO, dan gas-gas lain yang tidak diinginkan. Adanya
SO2 dan NOx di udara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang
dapat menimbulkan kerugian, karena merusak bangunan, ekosistem
perairan, lahan pertanian dan hutan.

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah
limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kima pada umumnya
mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat
akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan
manusia.
Pertemuan Extraordinary Meeting of the Conference of the Parties (Ex
CoPs) to the Basel, Rotterdam dan Stockholm Conventions di Bali, 22-24
Februari 2010 mensinergikan 3 Konvensi Internasional (Konvensi Basel,
Rotterdam, dan Stockholm) yang menangani penanganan limbah dan
bahan kimia beracun dan berbahaya.

Tujuan sinergi, selain meningkatkan kerjasama antar negara anggota,


juga untuk mengefektifkan konvensi dari aspek administrasi, teknologi
informasi, legal services, public awareness and outreach serta penyebaran
sumber daya.

Menteri Negara Lingkungan Hidup RI saat itu Gusti Muhammad


Hatta sebagai Presiden COP Konvensi Basel
Konferensi luar biasa tingkat dunia negara pihak dari Konvensi Basel,
Rotterdam, dan Stockholm (ExCOP) di Nusa Dua Bali menghasilkan 6 (enam)
butir kesepakatan untuk efisiensi dan efektifitas pelaksanaan ketiga konvensi
tersebut.
Enam butir kesepakatan tersebut:
1. aktivitas kerja sama (joint activities),
2. fungsi kerja sama manajerial (joint managerial functions),
3. layanan bersama (joint services),
4. sinkronikasi dana,
5. audit bersama, dan
6. tinjauan bersama.
Keenam hal ini akan menjadi acuan dalam pengelolaan konvensi kimia dan
limbah ke depan
Tatanan baru dalam sinergi konvensi di bidang kimia dan limbah ini diharapkan
mampu mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan
bahan kimia dan limbah.

Hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap pengelolaan lingkungan di


Indonesia yang tentunya demi terlindunginya kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup akibat dampak bahan kimia dan limbah berbahaya.
Konvensi Minamata.

Setelah proses negosiasi selama 3 tahun, konvensi tersebut baru berhasil


disepakati setelah pertemuan kelima intergovernmental negotiating committee
(INC) di Jenewa, yang diselenggarakan tanggal 12-19 Januari 2013. Konvensi
ini bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari
bahaya merkuri.

Konvensi ini akan ditandatangani dalam konferensi diplomatik di Minamata


dan Kumamoto, Jepang, tanggal 10 Oktober 2013. Minamata merupakan
daerah yang pernah mengalami keracunan methylmercury yang parah pada
akhir 1950-an hingga merusak kesehatan lebih daripada 2500 penduduk
setempat dan menyebabkan kematian ratusan di antaranya. Tragedi
Minamata membuka mata dunia mengenai bahaya merkuri untuk kesehatan
dan lingkungan hidup.
Merkuri, yang memiliki simbol kimia Hg, merupakan unsur kimia
alamiah. Kegiatan manusia menambah jumlah merkuri di udara, air
dan tanah. Merkuri dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh hewan
air. Keracunan merkuri dapat terjadi akibat kontak kulit, makanan,
minuman dan pernapasan. Dampaknya pada kesehatan termasuk
gangguan sistem pencernaan dan sistem syaraf; paparan dalam
jumlah besar dan berulang dapat menyebabkan kerusakan
kesehatan yang bersifat fatal.

Merkuri atau raksa masih banyak digunakan oleh para penambang


emas kecil di Sumatera dan Kalimantan. Merkuri yang diselundupkan
dari luar negeri tersebut digunakan untuk memisahkan emas dari
bahan-bahan lainnya namun merusak kesehatan komunitas
penambang emas. Emisi merkuri juga dapat dihasilkan dari kegiatan
industri yang menggunakan bahan bakar batubara misalnya di industri
pembangkit. Asia Timur dan Tenggara merupakan penyumbang 40%
emisi merkuri ke udara (Kemen LH, 2013)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DEFINISI LIMBAH B3 (PP No.101 Tahun 2014)
Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3
adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat,
konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lain.

Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.

Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang


mengandung zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lain.
.
Prinsip Pengelolaan Limbah B3
Tujuan dari penerapan prinsip adalah agar upaya pengelolaan limbah B3
dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga dampak yang
ditimbulkannya dapat dicegah atau dikurangi.

Prinsip-prinsip pengelolaan limbah B3:


1.“POLLUTION PREVENTION PRINCIPLE
(Upaya meminimasi timbulan limbah B3)
Dengan prinsip ini, pengelolaan limbah B3 tidak hanya berpikir untuk
memusnahkan limbah B3 yang sudah dihasilkan oleh penghasil limbah B3,
tetapi melakukan upaya-upaya pada saat limbah B3 tersebut belum timbul.

Upaya-upaya penerapan prinsip ini adalah:


a.Reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan.
b.Subsitusi bahan, yaitu mengganti penggunaan bahan yang memiliki
potensi menimbulkan limbah B3 dalam jumlah besar dan bersifat sangat
toksik dengan bahan yang memiliki potensi menimbulkan limbah B3 lebih
rendah dan kurang toksik dan bahkan tidak toksik
c. Pengaturan operasi kegiatan, yaitu mengatur jalannya proses
produksi secara sistematis dan terencana dengan
mempertimbangkan pemilihan proses produksi yang dapat
mengurangi timbulnya pencemaran.
d. Penerapan teknologi bersih

2. “POLLUTERS PAY PRINCIPLE”


(Pencemar harus membayar semua biaya yang diakibatkannya)

Dalam prinsip ini diatur siapa saja yang membuang limbah B3 ke


lingkungan tanpa pengolahan, baik disengaja ataupun tidak sengaja
harus membayar biaya pemulihan kerusakan lingkungan yang
disebabkan limbah B3 yang dibuangnya. Seseorang harus
membayar lebih banyak jika kerusakan lingkungan yang
disebabkannya lebih besar dan lebih luas penyebarannya.

Prinsip ini diterapkan untuk mendorong pelaku pengelolaan limbah


B3 melakukan upaya maksimal mengolah limbah B3 sebelum
dilepas ke lingkungan.
3. “CRADLE TO GRAVE PRINCIPLE”
(Pengawasan mulai dari dihasilkan sampai dibuang/ditimbunnya
limbah B3)
Konsep ini seperti yang terlihat dalam Gambar berikut:
4. Pengolahan dan penimbunan limbah B3 diusahakan dilakukan
sedekat mungkin dengan sumbernya

Prinsip ini bertujuan untuk menghindari dampak negatif yang


tidak diinginkan, karena semakin jauh limbah B3 dipindahkan dan
atau diangkut, maka peluang untuk terjadinya dampak negatif
yang tidak diinginkan semakin besar, seperti kemungkinan limbah
B3 tersebut tumpah dan atau terjadinya kecelakaan dalam
pengangkutan, mengingat sifat dan karakteristik limbah B3.

5. “NON DESCRIMINATORY PRINCIPLE” (Semua limbah B3


harus diberlakukan sama di dalam pengolahan dan
penanganannya)

Semua limbah yang masuk ke dalam kategori limbah B3 memiliki


potensi racun dan atau bahaya bagi manusia dan lingkungan, oleh
karena itu semua limbah harus diperlakukan sama dalam
pengolahan dan penanganannya sehingga akan mengurangi
kemungkinan dampak negatif yang diakibatkan dari limbah B3.
6. “SUSTAINABLE DEVELOPMENT” (Pembangunan berkelanjutan)
Dalam upaya melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan limbah B3
khususnya prinsip pengendalian limbah B3 dengan upaya
minimisasi limbah B3 dilakukan kegiatan pengurangan bahan baku
dalam proses pemanfaatan dan pembuatan produk. Secara tidak
langsung kegiatan pengurangan limbah B3 juga berakibat kepada
penghematan penggunaan sumber daya alam. Sehingga kegiatan
dapat menjamin berlangsungnya pembangunan yang berkelanjutan.

7. Prinsip Kehati-hatian Awal


Dalam pengelolaan limbah B3 harus dilakukan secara hati-hati
mengingat proses-proses alam merupakan hal yang tidak bisa
diperkirakan terlebih dahulu. Kehati-hatian ini dilakukan
sebelum dampak negatif dari pengelolaan limbah B3 tersebut
timbul.
Pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh setiap pelaku
pengelolaan harus melakukan upaya dengan mengambil resiko
yang paling kecil.
8. Asas Pendayagunaan dan Pemanfaatan Limbah B3
Asas pendayagunaan dan pemanfaatan limbah B3 adalah
upaya untuk mengurangi beban pengelolaan limbah B3
melalui kegiatan mengurangi, memanfaatkan kembali, dan
mendaur ulang sampah (3R).

9. Asas Transparansi, Akuntabilitas, Efisiensi dan Efektivitas


Proses pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan
limbah B3 dilakukan secara terbuka dan melibatkan publik.
Untuk menjamin partisipasi publik yang paling efektif maka perlu
diberikan dan dilindungi hak dan akses publik atas informasi
pengelolaan limbah B3.
Kegiatan pengelolaan limbah B3 meliputi:
Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh
penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah
dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara;
Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari
penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum
diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun
limbah B3;
Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3
dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau
dari pengolah ke pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah
dan/atau ke penimbun limbah B3;
Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali
(recovery) dan/atau penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang
(recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk
yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan
manusia;
Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan
komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat
bahaya dan/atau sifat racun;
Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3
pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Hirarki pengelolaan limbah B3
Hirarki sistem pengelolaan limbah B3 terdiri dari beberapa elemen,
antara lain:

Preventif/Pencegahan adalah metode yang paling disarankan untuk


mengurangi jumlah limbah B3, misalnya produsen menghilangkan B3
dari produknya sehingga lebih ramah lingkungan.

Dampak positif dari upaya pencegahan ini adalah berkurang jumlah


limbah yang memiliki potensi racun dan potensi bahaya. Reduksi atau
pengurangan limbah B3 di sumber (source reduction). yaitu proses
meminimalkan timbulan limbah B3 di sumber.
3R/Daur ulang (recycling), termasuk di dalamnya kegiatan
pemanfaatan kembali bahan-bahan yang akan didaur-ulang.
Kegiatan daur ulang diupayakan untuk menghasilkan produk
samping yang bermanfaat terutama untuk industri yang
menghasilkan limbah B3 itu sendiri. Bila tidak dapat
digunakan di lingkungan sendiri, maka produk samping
tersebut diupayakan untuk dapat dimanfaatkan oleh industri
lain.
Waste treatment, adalah proses pengolahan limbah B3
menggunakan teknologi pengolahan limbah yang aman untuk
mengurangi toksisitas, mobilitas atau mengurangi volume
limbah B3. Sasaran utama pengolahan limbah B3 adalah
mengurangi sifat toksik dan sifat lainnya yang berbahaya pada
manusia dan lingkungan.

Landfilling, adalah proses pembuangan akhir pada sebuah


lahan urug (landfill) dengan menggunakan metode rekayasa
yang baik dan aman. Landfill hanya menerima limbah B3 yang
tidak dapat dimanfaatkan kembali.
JENIS LIMBAH B3
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah B3, maka jenis limbah B3
menurut sumbernya dibagi dalam:

a) Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;


b) Limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3
yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan
dibuang, dan bekas kemasan B3; dan
c) Limbah B3 dari sumber spesifik, meliputi:
• Limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan
• Limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3 yang
pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya, tetapi
berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan
korosi (inhibitor korosi), pelarutan kerak, pengemasan, dan lain-
lain.
2. Limbah B3 dari sumber spesifik adalah limbah B3 sisa proses
suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat
ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.
3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas
kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi
spesifikasi, karena tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan
atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka suatu produk
menjadi limbah B3 yang memerlukan pengelolaan seperti limbah
B3 lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk sisa kemasan
limbah B3 dan bahan-bahan kimia yang kadaluarsa
“Limbah B3 dari sumber spesifik khusus” adalah Limbah B3
yang memiliki efek tunda (delayed effect), berdampak tidak
langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup, memiliki
karakteristik beracun tidak akut, dan dihasilkan dalam
jumlah yang besar per satuan waktu.
Untuk mencegah terjadinya dampak yang dapat merusak
lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup
lainnya → perlu pengelolaan Limbah B3 secara terpadu,
sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengelolaan Limbah B3 :

adalah kegiatan yang meliputi pengurangan,


penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
101 Tahun 2014)
TUGAS KELOMPOK

Anda mungkin juga menyukai