Anda di halaman 1dari 147

METODE ELEMEN

HINGGA

MATAKULIAH METODE ELEMEN HINGGA


PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN
FAKULTAS TEKNIK

Disusun oleh:
Dr. Eng. Ahmad Fauzan Zakki, ST. MT
BUKU AJAR

Mata Kuliah : METODE ELEMEN HINGGA


Program Studi : TEKNIK PERKAPALAN
Fakultas : TEKNIK

Disusun oleh:
Dr. Eng. Ahmad Fauzan Zakki, ST. MT

LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PENJAMINAN MUTU


PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT penyusun panjatkan atas


terselesaikannya penyusunan buku ajar Metode Elemen Hingga ini. Penyusunan
buku ajar ini mengacu pada penyempurnaan kurikulum Perguruan Tinggi dengan
pendekatan berbasis kompetensi, luas dan mendasar, yang dipersyaratkan Dirjen
Pendidikan Tinggi sesuai dengan Satuan Acara Pengajaran (SAP) dan Garis-garis
Besar Program Pengajaran (GBPP).

Pengimplementasian konsep pembelajaran tersebut pada kurikulum Perguruan


Tinggi diharapkan dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Untuk dapat
melaksanakan hal tersebut, selain kebutuhan sumber daya manusia yang handal
baik dosen maupun tenaga pengajar lainnya, dibutuhkan sarana prasarana yang
memadai, serta sarana penunjang lainnya seperti ketersediaan buku ajar yang
diperlukan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten.

Pengembangan pembelajaran berbasis kompetensi, perlu didukung dengan buku


ajar yang memungkinkan setiap mahasiswa dapat belajar secara individual dan
mandiri dalam menyelesaikan suatu unit kompetensi secara utuh yang tertuang
dalam kurikulum terbaru yang dilengkapi berbagai inovasi dan modifikasi. Buku
ajar ini diharapkan akan dapat membantu dosen dalam pelaksanaan pembelajaran
berbasis kompetensi secara utuh.

Semarang, Juni 2014

Pengajar Metode Elemen Hingga


Dr. Eng. Ahmad Fauzan Zakki, ST.MT.

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar viii
Daftar Tabel x

ANALISIS PEMBELAJARAN 1

TINJAUAN MATA KULIAH 2


A. Diskripsi Mata Kuliah 2
B. Relevansi Mata Kuliah 2
B.1. Tujuan Instruksional Umum Mata Kuliah 3
B.2. Tujuan Instruksional Khusus 3
C. Kompetensi 4
C.1 Standar Kompetensi 4
C.2 Kompetensi Dasar 4
C.3 Indikator 4
D. Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar 5

POKOK BAHASAN I. ANALISIS STRUKTUR 6


DAN PERMASALAHAN REKAYASA STRUKTUR
1.1. PENDAHULUAN 6
A. Diskripsi Singkat 6
B. Relevansi 6
C. Kompetensi 6
C.1. Standar Kompetensi 6
C.2. Kompetensi Dasar 6
1.2. SUB POKOK BAHASAN I. PENGERTIAN 7
ANALISIS STRUKTUR
A. Uraian Materi dan Contoh 7
A.1. Pendahuluan 7
A.2. Permasalahan-permasalahan struktur teknik 7
A.3. Prinsip-prinsip analisis struktur 8
A.4. Elastisitas dan metode analisis struktur 9
A.5. Notasi matriks untuk analisis struktur 11
B. Latihan 12
C. Rangkuman 13
D. Tes Formatif 13
E. Umpan Balik 14
F. Tindak Lanjut 14
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 14
DAFTAR PUSTAKA 15
SENARAI 15

ii
POKOK BAHASAN II. METODE KEKAKUAN 16
(STIFFNESS / DISPLACEMENT METHOD)
2.1. PENDAHULUAN 16
A. Diskripsi Singkat 16
B. Relevansi 16
C. Kompetensi 16
C.1. Standar Kompetensi 16
C.2. Kompetensi Dasar 16
2.2. SUB POKOK BAHASAN I. KOEFISIEN YANG 17
MEMPENGARUHI KEKAKUAN DAN DEFLEKSI
A. Uraian Materi dan Contoh 17
B. Latihan 20
C. Rangkuman 21
D. Tes Formatif 21
E. Umpan Balik 21
F. Tindak Lanjut 22
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 22
2.3. SUB POKOK BAHASAN II. MATRIKS KEKAKUAN 23
UNTUK PEGAS ELASTIS
A. Uraian Materi dan Contoh 23
A.1. Penurunan Persamaan Matriks Kekakuan Pegas 23
A.2. Perakitan matriks kekakuan 25
(Spring Stiffness Matrix Assemblage)
A.3. Sifat-sifat matriks kekakuan (Stiffness Matrix Properties) 26
A.4. Perakitan matriks kekakuan dengan Superposisi 26
A.5. Metode Pencarian Solusi 27
A.6. Matriks Tegangan ( Stress Matrix) 29
B. Latihan 29
C. Rangkuman 29
D. Tes Formatif 30
E. Umpan Balik 31
F. Tindak Lanjut 31
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 31
DAFTAR PUSTAKA 32
SENARAI 32

POKOK BAHASAN III. TRUSS / BATANG TARIK TEKAN 33


3.1. PENDAHULUAN 33
A. Diskripsi Singkat 33
B. Relevansi 33
C. Kompetensi 33
C.1. Standar Kompetensi 33
C.2. Kompetensi Dasar 33
3.2. SUB POKOK BAHASAN I. PERSAMAAN MATRIKS TRUSS 34
DAN MATRIKS TRANSFORMASI
A. Uraian Materi dan Contoh 34

iii
B. Latihan 36
C. Rangkuman 37
D. Tes Formatif 37
E. Umpan Balik 37
F. Tindak Lanjut 38
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 38
3.3. SUB POKOK BAHASAN II. HIGHLY REDUNDANT TRUSS 39
DAN SELF STRAINED STRUCTURE
A. Uraian Materi dan Contoh 39
A.1. Highly redundant truss 39
A.2. Self strained structure 40
B. Latihan 43
C. Rangkuman 44
D. Tes Formatif 44
E. Umpan Balik 44
F. Tindak Lanjut 45
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 45
DAFTAR PUSTAKA 46
SENARAI 46

POKOK BAHASAN IV. UNIFORM RECTILINEAR BEAM 47


4.1. PENDAHULUAN 47
A. Diskripsi Singkat 47
B. Relevansi 47
C. Kompetensi 47
C.1. Standar Kompetensi 47
C.2. Kompetensi Dasar 47
4.2. SUB POKOK BAHASAN I. MATRIKS KEKAKUAN 48
ELEMEN BEAM DAN MATRIKS TEGANGAN BEAM
A. Uraian Materi dan Contoh 48
A.1. Matriks kekakuan pada elemen balok 48
A.2. Matriks kekakuan elemen balok 51
pada sistem koordinat global
A.3. Matriks tegangan elemen balok 52
A.4. Matriks kekakuan balok menggunakan Teori Castigliano 53
B. Latihan 56
C. Rangkuman 56
D. Tes Formatif 58
E. Umpan Balik 58
F. Tindak Lanjut 58
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 58
DAFTAR PUSTAKA 61
SENARAI 61

iv
POKOK BAHASAN V. STRONG DAN WEAK FORM UNTUK 62
PROBLEM SATU DIMENSI PADA METODE ELEMEN HINGGA
5.1. PENDAHULUAN 62
A. Diskripsi Singkat 62
B. Relevansi 62
C. Kompetensi 62
C.1. Standar Kompetensi 62
C.2. Kompetensi Dasar 62
5.2. SUB POKOK BAHASAN I. STRONG FORM DAN 63
WEAK FORM PADA PROBLEM SATU DIMENSI
A. Uraian Materi dan Contoh 63
A.1. Strong Form pada problem satu dimensi 63
A.2. Weak Form pada problem satu dimensi 65
A.3. Kontinuitas dan tingkat kemulusan (degree of smoothness) 69
A.4. Ekivalensi antara strong form dan weak form 70
B. Latihan 73
C. Rangkuman 73
D. Tes Formatif 74
E. Umpan Balik 75
F. Tindak Lanjut 76
G. Kunci Jawaban Tes Formatif
DAFTAR PUSTAKA 79
SENARAI 79

POKOK BAHASAN VI. TEOREMA ENERGI POTENSIAL 80


MINIMUM DAN METODE VARIASIONAL
6.1. PENDAHULUAN 80
A. Diskripsi Singkat 80
B. Relevansi 80
C. Kompetensi 80
C.1. Standar Kompetensi 80
C.2. Kompetensi Dasar 80
6.2. SUB POKOK BAHASAN I. PENGERTIAN METODE 81
VARIASIONAL PADA PROBLEM ELASTISITAS
A. Uraian Materi dan Contoh 81
B. Latihan 85
C. Rangkuman 85
D. Tes Formatif 85
E. Umpan Balik 86
F. Tindak Lanjut 86
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 86
DAFTAR PUSTAKA 87
SENARAI 87

v
POKOK BAHASAN VII. APPROKSIMASI TRIAL SOLUTION, 88
WEIGHT FUNCTION, DAN GAUSS QUADRATURE
UNTUK PROBLEM 1D
7.1. PENDAHULUAN 88
A. Diskripsi Singkat 88
B. Relevansi 88
C. Kompetensi 88
C.1. Standar Kompetensi 88
C.2. Kompetensi Dasar 89
7.2. SUB POKOK BAHASAN I. PENGERTIAN PENENTUAN 89
TRIAL SOLUTION, WEIGHT FUNCTION
DAN GAUSS QUADRATURE
A. Uraian Materi dan Contoh 89
A.1. Elemen linear dua simpul 89
A.2. Elemen satu dimensi kuadrat (quadratic one dimensional element) 92
A.3. Penentuan fungsi bentuk dalam problem satu dimensi 94
A.4. Aproksimasi fungsi bobot (weight function) 96
A.5. Aproksimasi global dan kontinuitas 96
A.6. Gauss Quadrature 96
B. Latihan 101
C. Rangkuman 101
D. Tes Formatif 102
E. Umpan Balik 102
F. Tindak Lanjut 103
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 103
DAFTAR PUSTAKA 104
SENARAI 104

POKOK BAHASAN VIII. FORMULASI ELEMEN HINGGA 1065


UNTUK PROBLEM SATU DIMENSI
8.1. PENDAHULUAN 106
A. Diskripsi Singkat 106
B. Relevansi 106
C. Kompetensi 106
C.1. Standar Kompetensi 106
C.2. Kompetensi Dasar 106
8.2. SUB POKOK BAHASAN I. FORMULASI ELEMEN HINGGA 107
UNTUK PROBLEM SATU DIMENSI
A. Uraian Materi dan Contoh 107
A.1. Pengembangan persamaan diskrit: kasus sederhana 107
A.2. Pengembangan persamaan diskrit untuk 112
Arbitrary Boundary Conditions
B. Latihan 114
C. Rangkuman 114
D. Tes Formatif 115
E. Umpan Balik 116

vi
F. Tindak Lanjut
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 116
8.3. SUB POKOK BAHASAN II. KONVERGENSI METODE 121
ELEMEN HINGGA
A. Uraian Materi dan Contoh 121
A.1. Konvergensi metode elemen hingga 121
A.2. Konvergensi Eksperimen Numerik 124
A.3. Konvergensi Analisis 128
B. Latihan 131
C. Rangkuman 131
D. Tes Formatif 132
E. Umpan Balik 132
F. Tindak Lanjut 133
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 133
DAFTAR PUSTAKA 133
SENARAI 134

BIOGRAFI PENULIS 135

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Sistem massa dan pegas 11


Gambar 1.2. Notasi matrix gaya eksternal 12
Gambar 1.3. Notasi matrix displacement 12
Gambar 1.4. Notasi matrix kekakuan 12
Gambar 2.1. Ilustrasi gaya dan displasemen pada sebuah objek 17
Gambar 2.2. Pegas Elastis 23
Gambar 3.1. Elemen Truss 34
Gambar 3.2. Sistem koordinat lokal dengan mempertimbangkan 35
displasemen sumbu Y
Gambar 3.3. Hubungan sistem koordinat lokal dan global 35
Gambar 3.4. Ketidakakuratan pada struktur: [a] statis tertentu, 41
[b] statis tak tentu.
Gambar 4.1. Elemen Balok Rectilinier Uniform 48
Gambar 4.2. Balok Bending 54
Gambar 4.3. Arah positif untuk gaya-gaya simpul (nodal force) 56
dari matriks kekakuan balok dari strain energi
dan teorema castigliano
Gambar 5.1. Problem analysis tegangan satu dimensi 63
Gambar 5.2. Fungsi C-1, C0, dan C1. 69
Gambar 5.3. Ilustrasi grafik : (a) residual fuction, (b) choice weight function 72
(c) Produk residual dan weight function pada Fungsi C0 dan C-1
Gambar 5.4. Perbandingan hasil estimasi linier dan kuadrat dibandingkan 78
dengan exact solution (a) displacement (b) tegangan
Gambar 6.1. Definisi density energi internal atau density energi strain wint 84
Gambar 7.1. Shape function elemen dua simpul 90
Gambar 7.2. Elemen balok tiga simpul (orde dua) 93
Gambar 7.3. Fungsi bentuk kuadrat untuk elemen bersimpul tiga 93
Gambar 7.4. Cubic shape function pada elemen satu dimensi empat simpul, 95
hanya satu simpul yang bernilai tidak nol dan ini adalah
satu kesatuan.
Gambar 7.5. Jumlah simpul global dan lokal pada mesh elemen hingga 97
Gambar 7.6. Shape function linier global dan lokal (elementer) 98
untuk mesh dua elemen
Gambar 7.7. Mapping domain satu dimensi dari parent domain [-1,1] 99
ke fisikal domain [a,b]
Gambar 8.1. [a] mesh dua elemen. [b] fungsi bentuk global. 108
[c] contoh trial solution yang memenuhi essential
boundary condition
Gambar 8.2. Mesh elemen hingga dalam satu dimensi 112
Gambar 8.3. Mesh elemen hingga 118
Gambar 8.4. Perbandingan tegangan elemen hingga (garis padat) 121
dan tegangan eksak (garis putus-putus)
Gambar 8.5. Balok dikenai beban tekan. 125
Gambar 8.6. L2 norm error untuk mesh FE linier (kiri) dan kuadratik (kanan) 125

viii
Gambar 8.7. Norm error energi pada mesh FE linier dan kuadratik 126
Gambar 8.8. Aproksimasi solusi eksak dari fungsi interpolasi 130

ix
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Smoothness of Function 70
Tabel 7.1. Posisi titik-titik gauss dan konstanta bobotnya 104

x
ANALISIS PEMBELAJARAN
MATA KULIAH : METODE ELEMEN HINGGA (3 sks)

Mahasiswa Mampu Memperhitungkan (C2) Besarnya tegangan dan


SK : displacement yang terjadi akibat pembebanan pada struktur teknik dengan
menggunakan prinsip-prinsip metode elemen hingga

Mahasiswa mampu
Mahasiswa Mampu memformulasikan
menjelaskan (C2)
(C2) trial function, weight function
metode variasional dan
dan gaus quadrature pada problem 1D
teorema energi
potensial minimum

Mahasiswa Mampu Mahasiswa Mampu Mahasiswa Mampu


menjelaskan (C2) strong menggunakan (C2) menggunakan (C2) elemen
form dan weak form elemen balok rectilinear batang tarik tekan (truss)
pada problem satu uniform pada analisa pada analisa struktur
dimensi pada metode struktur
elemen hingga

Mahasiswa Mampu menjelaskan


(C2) langkah-langkah dasar metode
kekakuan / displacement

Mahasiswa Mampu menjelaskan


(C2) permasalahan-permasalan
yang terjadi pada struktur teknik

GARIS ENTRY BEHAVIOR

Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu menjelaskan


menjelaskan Mekanika Teknik I Mekanika Teknik II

1
TINJAUAN MATA KULIAH
Pada mata kuliah Metode Elemen Hingga ini akan dibahas tentang metode analiss
numerik berbasis elemen hingga untuk menyelesaikan problem struktur,
khususnya untuk menunjang analisis struktur di bidang perkapalan. Metode
elemen hingga dimulai dengan pengenalan formulasi analisis struktur dengan
menggunakan metode displasemen (displacement/stiffness method). Pengenalan
terhadap elemen spring dan truss serta solusi problem analisis struktur dengan
menggunakan matriks dan metode partisi juga dijelaskan dalam buku ajar ini.
Pembahasan dilakukan lebih dalam dengan menjelaskan tentang penurunan
formulasi weak form dari strong form yang digunakan untuk formulasi problem-
problem analisis struktur. Penggunaan fungsi bobot (weight function), penentuan
trial solution, formulasi shape function merupakan dasar-dasar prosedur analisis
elemen hingga. Pada buku ajar ini sebagai bagian akhir dijelaskan tentang gauss
quadrature, formulasi elemen hingga pada problem satu dimensi dan konvergensi
dari proses komputasi numerik dari metode elemen hingga. Buku ajar ini juga
dilengkapi dengan contoh perhitungan secara garis besar, sehingga mahasiswa
dapat mencoba dan mempelajari prosedur dan algoritma komputasi dari tahapan-
tahapan analisis elemen hingga.

A. Diskripsi Mata Kuliah


Mata kuliah ini merupakan pengantar untuk prosedur analisis dengan
menggunakan metode elemen hingga. Pengenalan dasar-dasar analisis struktur,
pengenalan matriks kekakuan, macam-macam elemen yang digunakan pada
analisis elemen hingga seperti spring, truss dan beam dijelasakan sebagai
pengenalan awal. Pembahsan tentang formulasi dengan menggunakan weak form,
pembuatan formulasi strong form, penentuan fungsi bobot, shape function, trial
solution, gauss quadrature dan konvergensi metode elemen hingga dijelasakan
pada mata kuliah ini.
Mata kuliah ini berusaha sejauh mungkin untuk memberikan dasar dan
fundamental pengertian tentang prinsip-prinsip dan prosedur penyelesaian

2
problem-problem struktur dengan menggunakan pendekatan metode elemen
hingga.

B. Relevansi Mata Kuliah


Industri Perkapalan adalah sebuah industri berat yang menghasilkan produk-
produk teknik khususnya sebuah kapal. Pada tahapan desain struktur kapal,
sangatlah diperlukan kemampuan untuk menganalisis kekuatan dan respon
struktur kapal terhadap pembebanan yang ada pada saat kapal beroperasi.
Metode elemen hingga sebagai salah-satu metode analisis numerik yang sangat
banyak dipakai saat ini untuk menyelesaikan problem-problem elastisitas,
khususnya respon struktur yang berupa tegangan dan displacement. Dasar
pengetahuan tentang analisis elemen hingga sangatlah penting dimiliki oleh
lulusan Teknik Perkapalan, agar lulusan mampu menganalisis dan menjelaskan
besarnya respon struktur kapal akibat beban-beban yang diterima pada saat kapal
beroperasi dengan menggunakan metode elemen hingga

B.1. Tujuan Instruksional Umum Mata Kuliah


Tujuan Instruksional Umum untuk mata kuliah Metode Elemen Hingga pada
Jurusan Teknik Perkapalan adalah :
” Mahasiswa Mampu Memperhitungkan (C2) Besarnya tegangan dan
displacement yang terjadi akibat pembebanan pada struktur teknik dengan
menggunakan prinsip-prinsip metode elemen hingga”

B.2. Tujuan Instruksional Khusus


Tujuan Instruksional Khusus untuk mata kuliah Mesin Bantu Kapal pada Jurusan
Teknik Perkapalan adalah :
”Mahasiswa dapat menjelaskan metode displasemen/kekakuan, elemen truss,
elemen spring, elemen beam, weakfrom, strong form, weight function, shape
function, trial solution, gauss quadrature, formulasi persamaan elemen hingga,
dan konvergensi perhitungan elemen hingga”

3
Tujuan instruksional khusus lebih lanjut dapat dilihat pada SAP da GBPP masing-
masing pertemuan.

C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
jurusan teknik perkapalan mampu menjelaskan formulasi persamaan elemen
hingga, prosedur perhitungan dan algoritma numerik pada metode elemen hingga,
serta perhitungan konvergensi metode elemen hingga, sehingga sangat bermanfaat
bagi dasar-dasar perhitungan analisis struktur kapal dengan menggunakan metode
elemen hingga.

C.2. Kompetensi Dasar


Setelah mengikuti materi metode elemen hingga :
a. Mahasiswa Mampu menjelaskan (C2) permasalahan-permasalan yang
terjadi pada struktur teknik
b. Mahasiswa Mampu menjelaskan (C2) langkah-langkah dasar metode
kekakuan / displacement
c. Mahasiswa Mampu menggunakan (C2) elemen batang tarik tekan (truss)
pada analisa struktur
d. Mahasiswa Mampu menggunakan (C2) elemen balok rectilinear uniform
pada analisa struktur
e. Mahasiswa Mampu menjelaskan (C2) strong form dan weak form pada
problem satu dimensi pada metode elemen hingga
f. Mahasiswa mampu menjelaskan (C2) metode variasional dan teorema
energi potensial minimum

C.3. Indikator
Indikator yang dapat ditentukan, setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa
dapat :

4
a. Menjabarkan prosedur perhitungan analisis struktur dengan menggunakan
metode kekakuan/displasemen.
b. Mampu menjelaskan penggunaan elemen-elemen struktur pada analisis
struktur.
c. Mampu menje;asakan formulasi persamaan elemen hingga dengan
menggunakan weak form.
d. Mampu menjelaskan konvergensi hasil perhitungan dengan menggunakan
metode lemen hingga.

D. Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar


Pada penggunaan buku ajar ini mahasiswa diharapkan memperhatikan tujuan
instruksional khusus, sehingga mahasiswa benar-benar mengetahui sasaran dari
tiap-tiap bab yang akan dibahas sehingga tidak terjadi penyimpangan.
Kebutuhan akan media dalam tiap-tiap bab pada buku ajar harus tersedia,
sehingga proses perkuliahan terselenggara dengan baik dan sesuai dengan target
yang diinginkan mahasiswa dan dosen pengampu.

5
POKOK BAHASAN I.
ANALISIS STRUKTUR DAN PERMASALAHAN
REKAYASA STRUKTUR

1.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Analisis struktur adalah teknik atau prosedur untuk mengevaluasi integritas
struktur teknik berdasarkan kemampuannya dalam menahan beban. Analisis ini
diperlukan untuk mengkaji permasalahan-permasalahan yang terjadi pada struktur,
agar dapat diketahui tingkat kelayakan dan keselamatannya.

B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan analisis struktur dan permasalahan-permasalahan
yang terjadi dalam struktur teknik, khususnya dalam bidang teknik perkapalan.

C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan definisi analisis
struktur dan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada struktur teknik,
khususnya di bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat
kualitas lulusan teknik perkapalan.

C.2. Kompetensi Dasar


Setelah mengikuti materi pengantar metode elemen hingga :
g. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan definisi analisis struktur.
h. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan permasalahan-permasalahan
fisik dalam rekayasa teknik.
i. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan definisi beban, tipe-tipe beban,
dan prinsip-prinsip dasar analisis struktur.

6
1.2. SUB POKOK BAHASAN I. PENGERTIAN ANALISIS
STRUKTUR

A. Uraian Materi dan Contoh


A.1. Pendahuluan
Struktur adalah sebuah sistem dari komponen-komponen yang terhubung
digunakan untuk menahan beban. Beberapa contoh struktur adalah bangunan,
jembatan, bejana tekan,kapal dan sebagainya. Struktur ini didesain sesuai fungsi
yang direncanakan dan biasanya digunakan oleh publik. Oleh karena itu
keselamatan, estetika dan batasan-batasan lingkungan haruslah menjadi bahan
pertimbangan bagi seorang insinyur.
Proses desain sebuah struktur melibatkan kreatifitas, aspek teknis dan
pengetahuan dasar tentang sifat-sifat material serta hukum-hukum mekanik.
Desain struktur yang telah dibuat haruslah dianalisis untuk memastikan bahwa
desain tersebut telah memenuhi persyaratan kekuatan dan kekakuannya. Idealisasi
juga harus dibuat untuk menganalisis sebuah struktur, hal ini dilakukan pada saat
mendefinisikan koneksi dan tumpuan antar anggota struktur. Pendefinisian
pembebanan juga dilakukan berdasarkan peraturan ataupun disesuaikan dengan
data beban yang ada. Dengan menggunakan analisis struktur besarnya respon
sruktur yang berupa tegangan dan displacement dapat ditentukan.

A.2. Permasalahan-permasalahan struktur teknik


Permasalahan struktur didalam desain teknik secara alamiah merupakan
sebuah problem yang kompleks. Simplifikasi sering kali dilakukan untuk
menyelesaikan problem-problem ini. Struktur riil biasanya terdiri dari komponen-
komponen yang terhubung secara kompleks. Geometri komponen dan struktur
secara keseluruhan juga seringkali berbentuk sembarang dan tidak beraturan,
akibatnya struktur riil digantikan dengan struktur ideal (penyerderhanaan struktur)
berupa model yang sesuai untuk keperluan analisis matematik.

7
Pembuatan struktur ideal yang akan digunakan untuk mengestimasi
perilaku struktur riil merupakan salah satu permasalahan utama bagi structure
analyst. Pengalaman, penilaian ahli dan pengetahuan tentang teori analisis
struktur adalah faktor utama untuk menyelesaikan problem di atas. Penggunaan
metode elemen hingga untuk analisis struktur dapat memperbaiki akurasi estimasi
karena metode ini mampu mengakomodasi struktur ideal yang lebih detil
dibanding prosedur analisis klasik.
Dua metode pendekatan yaitu: force method dan stiffness method telah
digunakan dalam metode elemen hingga, dan sering diajarkan dalam kuliah-kuliah
analisis struktur. Simplifikasi dengan menggunakan struktur ideal, melibatkan
elemen-elemen struktur ideal yang memiliki karakteristik serupa dengan
kararakteristik komponen struktur riil. Elemen-elemen struktur tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Spring (pegas)
2. Truss (batang tarik tekan)
3. Beam (balok)
4. Cable (kabel)
5. Frame (gading)
6. Plate (pelat)
7. Solid (elemen 3D)
Metode elemen hingga juga telah dikembangkan untuk menyelesaiakan
permasalahan material inelastis, permasalahan non linear seperti pada kasus-kasus
large deflection dan stability analysis, begitu juga untuk kasus material komposit.

A.3. Prinsip-prinsip analisis struktur


Problem struktur paling sederhana adalah statis tertentu (determinate
static). Problem ini dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan persamaan
kesetimbangan (equilibrium equation). Hal yang essensial pada statis tertentu
adalah internal member forces (gaya internal yang bekerja pada anggota struktur)
dapat ditentukan tanpa menghitung deformasi struktur. Hal ini dapat

8
diinterpretasikan bahwa tanpa disertai data luas penampang dan modulus
elastistisitas anggota struktur, internal member forces dapat ditentukan.
Pada struktur tipe redundant truss, persamaan kesetimbangan tidak cukup
untuk mendapatkan internal member forces, persamaan lain diperlukan untuk
membantu menyelesaikan problem pada struktur tipe ini. Persamaan ini didapat
dengan mempertimbangkan deformasi geometri struktur. Kontinuitas dan
kompatibilitas deformasi menghasilkan persamaan baru. Hubungan antara force
dengan displacement adalah yang mendiskripsikan konsistensi deformasi dari
struktur. Hubungan ini yang digunakan untuk mendapatkan persamaan
kompatibilitas. Hubungan ini lebih banyak dikenal dengan Hukum Hooke.
Struktur redundant truss, yang sering ditemui pada struktur riil,
memberikan kesulitan lebih bila dibandingkan pada kasus determinate structure.
Tingkat kompleksitas problem, pada redundant truss, memerlukan data luas
penampang dan modulus elastisitas sebelum dilakukan perhitungan.
Ketidaktepatan hasil analisis akibat kesalahan dalam pemilihan faktor ini dapat
diperbaiki oleh pemilihan baru dan mengulang analisis. Mayoritas desain struktur
teknik dikaji dengan mengikuti persyaratan kondisi yang meliputi:
1. Kesetimbangan gaya
2. Kompatibilitas deformasi
3. Hukum Hooke, hubungan gaya dan deformasi
Prinsip-prinsip ini digunakan dalam force method dan stiffness method

A.4. Elastisitas dan Metode Analisis Struktur


Keberadaan dua variable yang tidak diketahui dalam problem analisis
struktur yaitu stress (tegangan) dan displcement (pergeseran) bisa didapatkan
melalui dari persamaan elastisitas, untuk permasalahan dua dimensi, persamaan
elastis yang menyatakan hubungan antara gaya-gaya dan tegangan adalah sebagai
berikut:
𝜕𝜎𝑥 𝜕𝜏𝑦𝑥
+ =0
𝜕𝑥 𝜕𝑦
𝜕𝜏𝑥𝑦 𝜕𝜎𝑦
𝜕𝑥
+ 𝜕𝑦
=0 ...............................................[1.1]

9
Dua persamaan diatas ini tidak cukup untuk mendapatkan tiga tegangan yang
belum diketahui (unknown stresses). Oleh karena itu persamaan kompatibilitas
diperlukan yaitu sebagai berikut:
𝜕 2 𝜀𝑥 𝜕 2 𝜀𝑦 𝜕2 𝛾𝑥𝑦
+ = ........................................[1.2]
𝜕𝑦 2 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥𝜕𝑦

Pada struktur elastis linear hubungan antara tegangan dan regangan dinyatakan
dalam hukum hooke yaitu sebagai berikut:
1 1 1
𝜀𝑧 = 𝐸 (𝜎𝑧 − 𝜈𝜎𝑦 ), 𝜀𝑦 = 𝐸 (𝜎𝑦 − 𝜈𝜎𝑧 ), 𝛾𝑧𝑦 = 𝐺 𝜏𝑥𝑦 .............................[1.3]

Persamaan [1.3] disubstitusikan kedalam persamaan [1.2], sehingga persamaan


[1.2] dapat ditulis dalam bentuk fungsi tegangan. Fungsi ini beserta persamaan
[1.1] kemudian digunakan untuk mendapatkan tegangan yang tidak diketahui.
Prosedur solusi ini biasanya disebut dengan force method.
Pada prosedur yang lain, persamaan [1.1] dinyatakan dalam bentuk
displacement u dan v. Persamaan elastisitas yang digunakan untuk mengkonversi
persamaan [1.1] dalam bentuk persamaan displacement adalah sebagai berikut:
𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑣 𝜕𝑢
𝜀𝑧 = 𝜕𝑥 , 𝜀𝑧 = 𝜕𝑦, 𝛾𝑧𝑦 = 𝜕𝑥 + 𝜕𝑦 ..................................…..[1.4]

Persamaan [1.4] bersama dengan persamaan [1.3], disubstitusikan ke persamaan


[1.1]. maka persamaan yang didapat adalah persamaan yag menyatakan hubungan
antar displacement , yaitu sebagai berikut
𝜕2 𝑢 𝜕2 𝑢 1+𝜈 𝜕2 𝑢 𝜕2 𝑣
+ 𝜕𝑦 2 = (𝜕𝑦 2 − 𝜕𝑥 𝜕𝑦)
𝜕𝑥 2 2

𝜕2 𝑣 𝜕2 𝑣 1+𝜈 𝜕2 𝑣 𝜕2 𝑢
+ 𝜕𝑦 2 = (𝜕𝑥 2 − 𝜕𝑥 𝜕𝑦) ..........…………..…..[1.5]
𝜕𝑥 2 2

Persamaan [1.5] ini kemudian diselesaikan sehingga didapat displacement u dan v.


Untuk mendapatkan tiga tegangan yang belum diketahui, digunakan persamaan
[1.4] dan persamaan [1.3]. Hubungan antara regangan dan tegangan pada
persamaan [1.3] dapat dinyatakan pada persamaan sebagai berikut :
𝐸 𝐸
𝜎𝑧 = 1−𝜈2 (𝜀𝑧 + 𝜈 𝜀𝑦 ), 𝜎𝑦 = 1−𝜈2 (𝜈 𝜀𝑧 + 𝜀𝑦 ), 𝜏𝑧𝑦 = 𝐺 𝛾𝑧𝑦 ........……[1.6]

Prosedur penyelesaian dengan tahapan seperti ini biasa dikenal sebagai metode
displacement / kekakuan (Stiffness method atau Displacement Method)

10
Pada Force Method, tegangan didapat lebih dahulu, kemudian untuk
mendapatkan displacement , persamaan [1.4] diintegralkan. Pada Displacement
Method, yang mana displacement didapat terlebih dahulu, untuk mendapatkan
tegangan dilakukan teknik differensial yang melibatkan persamaan [1.3] dan [1.4].

A.5. Notasi Matrix untuk Analisis Struktur


Notasi matrix yang digunakan untuk analisis struktur bersifat sederhana
dan mudah untuk dikuasai. Pada dasarnya notasi ini adalah untuk
menyederhanakan penulisan dalam penyelesaian persamaan aljabar yang
kompleks. Formulasi matrix ini digunakan pada persamaan force method dan
stiffness method
Ilustrasi sistem massa dan pegas digunakan untuk mendeskripsikan notasi
matrix, lihat gambar 1.1.

F = gaya eksternal
k = Konstanta pegas
k
x = displacement akibat gaya eksternal
x

F
Gambar 1.1. Sistem massa dan pegas
Hubungan antara ketiga variabel diatas dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut:

F = k. x atau X=k.u .............................................[1.7]

Yang mana,
X = Matrik gaya eksternal
k = Matriks Kekakuan
u = Matriks Displacement
Yang mana simbol F diganti dengan simbol X, dan simbol x diganti dengan
simbol u.

11
1-Node

2-Node

n-Node

Gambar 1.2. Notasi matrix gaya eksternal

1-Node

2-Node

n-Node

Gambar 1.3. Notasi matrix displacement

Gambar 1.4. Notasi matrix kekakuan

B. LATIHAN
1. Jelaskan pengertian analisis struktur!
2. Sebutkan elemen-elemen struktur pada analisis struktur!

12
3. Sebutkan dua metode yang digunakan pada analisis struktur!

C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Struktur adalah sebuah sistem dari komponen-komponen yang terhubung
digunakan untuk menahan beban.
2. Simplifikasi dengan menggunakan struktur ideal, melibatkan elemen-
elemen struktur ideal yang memiliki karakteristik serupa dengan
kararakteristik komponen struktur riil
3. Elemen-elemen struktur ideal adalah sebagai berikut:
1. Spring (pegas)
2. Truss (batang tarik tekan)
3. Beam (balok)
4. Cable (kabel)
5. Frame (gading)
6. Plate (pelat)
7. Solid (elemen 3D)
4. Prinsip-prinsip dalam analisis struktur adalah sebagai berikut:
1. Kesetimbangan gaya
2. Kompatibilitas deformasi
3. Hukum Hooke, hubungan gaya dan deformasi
5. Pada Force Method, tegangan didapat lebih dahulu, kemudian untuk
mendapatkan displacement, tegangan tersebut diintegralkan. Pada
Displacement Method, displacement didapat terlebih dahulu, untuk
mendapatkan tegangan, displacement tersebut kemudian didifferentialkan.

D. Tes Formatif
1. Jelaskan mengapa proses idealisasi dilakukan dalam analisis struktur!
2. Sebut dan jelaskan prinsip-prinsip analisis struktur dalam menyelesaikan
problem!.

13
3. Jelaskan perbedaan dalam penyelesaian problem statis tertentu dan statis tak
tentu

E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang

F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Idealisasi dilakukan dalam analisis struktur disebabkan oleh sebagai berikut:
 Kompleksitas komponen-komponen pembentuk struktur riil
 Kompleksitas bentuk geometri struktur riil
 Kompleksitas sifat-sifat mekanik dari bahan struktur riil
2. Prinsip-prinsip dalam analisis struktur adalah sebagai berikut:
 Kesetimbangan gaya
 Kompatibilitas deformasi
 Hukum Hooke, hubungan gaya dan deformasi

14
3. Pada problem statis tertentu analisis struktur dapat diselesaikan hanya dengan
menggunakan prinsip pertama yanitu keteimbangan gaya-gaya. Pada problem
statis tak tentu diperlukan persamaan kompatibilitas yang didapat dari hukum
hooke, serta memerlukan data luas penampang dan modulus elastisitas untuk
mendapatkan internal force yang dicari.

DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat

SENARAI
Redundant Truss adalah struktur yang terdiri dari balok-balok tarik tekan (Truss)
yang berulang-ulang sehingga membentuk karakteristik statis tak tentu.
Spring adalah elemen struktur satu dimensi (hanya tarik dan tekan) dimana
definisi kekakuan dinyatakan dalam bentuk konstanta.

15
POKOK BAHASAN II
METODE KEKAKUAN (STIFFNESS / DISPLACEMENT
METHOD)

2.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Dasar-dasar tentang metode kekakuan akan dijelaskan dalam pokok bahasan ini.
Penggunaan elemen pegas (spring) untuk mengilustrasikan prinsip-prinsip dasar
analisis struktur akan digunakan. Penentuan matriks kekakuan untuk tiap-tiap
individu eleman, serta teknik merakit matriks kekakuan individu menjadi matriks
kekakuan struktur total juga akan dijelaskan pada pokok bahasan ini. .

B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan metode displasemen yang digunakan dalam
metode elemen hingga , khususnya dalam bidang teknik perkapalan.

C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan dasar-dasar teori
tentang metode displasemen yang digunakan dalam analisis struktur, khususnya di
bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat kualitas lulusan
teknik perkapalan.

C.2. Kompetensi Dasar


Setelah mengikuti materi metode displasemen :
a. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dasar-dasar analisis struktur
dengan metode displasemen
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan matrix kekakuan individu untuk
elemen pegas.

16
c. Mahasiswa diharapkan mampu merakit matrix kekakuan individu menjadi
matriks kekakuan total struktur.

2.2. SUB POKOK BAHASAN I. KOEFISIEN YANG


MEMPENGARUHI KEKAKUAN DAN DEFLEKSI

A. Uraian Materi dan Contoh


Koefisien-koefisien adalah hal yang penting dan biasa dilibatkan dalam
sebuah analisis struktur . Kompleksitas geometri struktur, maupun kompleksitas
perakitan dari banyak komponen pada sebuah struktur mengakibatkan teknik
differential menjadi problem yang terlalu kompleks. Oleh karena itu formulasi
matematis dalam memecahkan problem struktur dibentuk dalam persamaan
aljabar daripada persamaan differensial. Penggunaan koefisien-koefisien ini,
khususnya yang menyatakan hubungan antara gaya dan displasemen, sangatlah
diperlukan dalam formulasi persamaan aljabar.

F2,δ2

F 1 ,δ 1
2
3 F3,δ3
1
4
Fn,δn n 5
i F4,δ4

F5,δ5
Fi,δi

Gambar 2.1. Ilustrasi gaya dan displasemen pada sebuah objek


Koefisien kekakuan (stiffness coefficients) telah dijelaskan pada pokok
bahasan I, A1.4 Koefisien ini adalah koefisien yang menentukan karakteristik
kekakuan dari elemen struktur. Koefisien kekakuan tiap-tiap individu akan
menjadi elemen, kij dalam sebuah matriks kekakuan K. Untuk menjelaskan makna

17
dari koefsien ini, Kita asumsikan sebuah stuktur elastisditumpu agar tidak
bergerak dan dibebani oleh gaya-gaya yaitu : F1, F2, F3,........., Fn dan gaya
tersebut bekerja pada simpul (node) 1, 2, 3, ......., n. Respon yang muncul adalah
terjadi displasemen pada tiap-tiap simpul yaitu: δ1, δ2, δ3, .............., δn. Lihat gambar
2.1.
Bila dianggap ada sebuah displasemen i, δi, pada node i, maka besarnya
displasemen ini dipengaruhi/disebabkan oleh seperangkat gaya-gaya yang bekerja.
Pada struktur linier statis, kontribusi tiap-tiap gaya yang bekerja terhadap
displasemen i, δi, dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

………….[2.1]

Berdasarkan definisi yang ada, ci1 adalah defleksi yang terjadi pada node i
disebabkan oleh unit beban pada node 1 (F1= 1). Bila beban pada node 1, F1
adalah sebuah kesatuan , maka kontribusi beban F1 kepada displasemen i, δi,
dinyatakan dengan ci1 F1. Tiap-tiap gaya yang bekerja memberikan kontribusi
terhadap displasemen i, δi dengan cara yang sama. Koefisien-koefisien ci1, ci2,
ci3,......., cin, berfungsi untuk menspesifikasikan besarnya kontribusi tiap-tiap unit
beban kepada displasemen i, δi. Koefisien ini kemudian disebut sebagai deflection
influence coefficients.

………………………………[2.2]
Bila persamaan [2.1] diaplikasikan untuk node 1, 2, 3, ....., n. Maka total
sejumlah n persamaan akan didapatkan. Bila ditulis dalam persamaan matriks
dapat dilihat seperti persamaan [2.2]. Bila ditulis dalam bentuk matriks compact
menjadi :

18
{δ} = [C] {F} atau δ = C F ....................................................[2.3]

Matriks C dikenal sebagai matrix of deflection influence coefficients,


namun lebih populer disebut sebagai overall structure flexibility matrix. Bila nilai
matrix C diketahui, displasemen tiap simpul, terhadap tiap set beban-beban pada
simpul, dapat ditentukan melalui persamaan [2.2]. lebih jauh lagi bila matriks C
diketahui, perhitungan matriks dapat digunakan untuk menentukan karakteristik
getaran struktur. Berdasarkan hal ini, penentuan besarnya matriks C diketahui
sangatlah penting dalam analisis struktur.
Operasi matriks digunakan untuk menyelesaikan persamaan aljabar pada
persamaan [2.2]. Gaya-gaya beban yang bekerja dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut:

F = C-1 δ ......................................................................................[2.4]

Yang mana C-1 adalah inverse matriks C. Persamaan [2.4] dapat dilihat sama
dengan persamaan [1.7], sehingga persamaan ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

C-1 = K..........................................................................................[2.5]

K adalah matriks kekakuan (stiffness matrix) yang merupakan inverse dari matrix
of deflection influence coefficients. Bila persamaan [2.5] diekspansi dalam bentuk
matriks besar dapat dilihat dibawah ini:

…………………….………..[2.6]

19
Bila diasumsikan struktur diberi beban, dan didapat konfigurasi
displasemen δ1 =1, δ2 = δ3 = δ4 =......= δn = 0, maka dari persamaan [2.6],
didapatkan :

F1 = k11 F2 = k21 Fn = kn1 ................................................[2.7]

Persamaan [2.7] terdiri dari semua yang tercantum pada kolom satu dari
matriks K. Lebih jauh lagi dapat dijelaskan bahwa elemen-elemen ini adalah gaya-
gaya yang bekerja pada simpul yang menyebabkan terjadinya displasemen yang
dimaksud (δ1 =1, yang lain =0). Dengan cara yang sama, kolom ke-2 pada matrix
K adalah representasi dari gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap simpul yang
menyebabkan terjadinya displasemen pada node ke-2 (δ2 = 1), dan displasemen
lain = 0. Makna dan gambaran yang jelas tentang stiffness influence coefficients,
dapat dilihat melalui penjelasan di atas.
Pada analisis struktur untuk mendapat matriks C, terlebih dahulu di
tentukan besarnya nilai dari matriks K. Kemudian besaran matriks C didapatkan
melalui perhitungan inverse dari matriks K. Selain dari itu penerapan reciprocal
theorem dari teori struktur, menyatakan bahwa pada sebuah struktur linier statik:
Gaya Fi yang bekerja pada sebuah displasemen akibat gaya Fj, sama dengan Gaya
Fj yang bekerja pada displasemen akibat gaya Fi. Pernyataan ini dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Fi (cij Fj) = Fj (cji Fi) atau cij = cji .....................[2.8]
Reciprocal theorem juga berlaku untuk matriks K, sehingga didapatkan
persamaan sebagai berikut:
kij = kji .............................................................[2.9]

B. LATIHAN
1. Jelaskan pentingnya koefisien dalam sebuah analisis struktur!
2. Jelaskan hubungan antara gaya beban dengan displasemen!
3. Jelaskan bedanya matrix of deflection influence coefficients dengan matrix of
stiffness influence coefficients!

20
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Kompleksitas geometri struktur, maupun kompleksitas perakitan dari banyak
komponen pada sebuah struktur mengakibatkan teknik differential menjadi
problem yang terlalu kompleks.
2. Formulasi matematis dalam memecahkan problem struktur dibentuk dalam
persamaan aljabar daripada persamaan differensial
3. Matriks K adalah matriks kekakuan (stiffness matrix) yang merupakan inverse
dari matrix of deflection influence coefficients.
4. Pada analisis struktur untuk mendapat matriks C, terlebih dahulu di tentukan
besarnya nilai dari matriks K. Kemudian besaran matriks C didapatkan
melalui perhitungan inverse dari matriks K.
5. Berdasarkan reciprocal theorem dari teori struktur, pada sebuah struktur linier
statik: Gaya Fi yang bekerja pada sebuah displasemen akibat gaya Fj, sama
dengan Gaya Fj yang bekerja pada displasemen akibat gaya Fi
6. Reciprocal theorem juga berlaku untuk matriks K

D. Tes Formatif
1. Jelaskan hubungan antara displasemen dengan gaya beban dengan formulasi
matematis!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan matriks K!
3. Jelaskan hubungan antara gaya beban, kekakuan dan displasemen dalam
formulasi matematis!

E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

21
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang

F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Hubungan antara displasemen dan gaya beban, dapat dinyatakan oleh
persamaan aljabar dengan menggunakan koefisien yang disebuy sebagai
deflection influence coefficient. Persamaan matematis yang menyatakan
hubungan tersebut adalah sebagai berikut:

Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan matriks, adalah sebagai berikut:

2. Matriks K adalah matriks kekakuan (stiffness matrix) yang merupakan inverse


dari matrix of deflection influence coefficients
3. Hubungan antara gaya beban, kekakuan dan displasemen dapat dinyatakan
melalui persamaan sebagai berikut:

22
2.3. SUB POKOK BAHASAN II. MATRIKS KEKAKUAN
UNTUK PEGAS ELASTIS

A. Uraian Materi dan Contoh


A.1. Penurunan Persamaan Matriks Kekakuan Pegas
Pada gambar 2.2. ditunjukkan sebuah pegas elastis. Gaya-gaya yang
bekerja pada node 1 dan 2 dinyatakan dalam simbul X, sedangkan displacement
pada tiap node dinytakan dalam simbol u.

Gambar 2.2. Pegas Elastis


Berdasarkan persamaan 2.6. bentuk persamaan pegas dapat dinyatakan
dalam persamaan matriks sebagai berikut:

X1 k k12 u1
{ } = [ 11 ] { } ..........................................[2.10]
X2 k 21 k 22 u2

Berdasarkan persamaan di atas untuk sebuah sistem pegas tunggal


memiliki dua komponen nodal displacement dan matriks kekakuan dengan ordo
2x2. Permasalahannya adalah untuk mendapatkan nilai pada elemen matriks kij.
Dalam hal ini, dilakukan kajian terhadap kondisi tiap perilaku.untuk menentukan
besarnya kij.

23
Kasus 1, u1 = u1 dan u2 = 0

Gaya reaksi

Gaya aksi

1. Hukum Hooke: X1= k. U1


2. Persamaan equilibrium: ∑ F = 𝑋1 + 𝑋2 = 0
𝑋2 = −𝑋1 = −𝑘. 𝑈1

Kasus 2, u1 = 0 dan u2 = u2

Gaya
reaksi Gaya aksi

1. Hukum Hooke: X2= k. U2


2. Persamaan equilibrium: ∑ F = 𝑋1 + 𝑋2 = 0
𝑋1 = −𝑋2 = −𝑘. 𝑈2
Berdasarkan kasus 1 dan 2 maka didapat persamaan sebagai berikut: 𝑋1 =
𝑘. 𝑈1 − 𝑘. 𝑈2
𝑋2 = −𝑘. 𝑈1 + 𝑘. 𝑈2
Bila dinyatakan dalam bentuk matriks maka didapat sebagai berikut:
X1 k −k 𝑈1
{ }=[ ]{ }
X2 −k k 𝑈2
Maka, Matriks K disebut sebagai matriks kekuakan elemen spring
k −k 1 −1
K =[ ]= k[ ]
−k k −1 1

24
A.2. Perakitan matriks kekakuan (Spring Stiffness Matrix Assemblage)

Kasus 1, u1 = u1 dan u2 = u3 =0
Gaya
reaksi

1. Hukum Hooke: X1= ka. U1


2. Persamaan equilibrium: ∑ F = 𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 = 0
𝑋2 = −𝑋1 = −𝑘𝑎 . 𝑈1 , 𝑋3 = 0

Kasus 2, u2 = u2 dan u1 = u3 =0
Gaya
Gaya
reaksi
reaksi

1. Hukum Hooke: 𝑋2 = (𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 ). 𝑈2


2. Persamaan equilibrium: ∑ F = 𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 = 0
𝑋2 = −𝑋1 − 𝑋3 = −𝑘𝑎 . 𝑈1 , 𝑋3 = 0
3. Continuity of Displacement (Compatibility Equation):
−𝑋1 = 𝑘𝑎 . 𝑈2 /−𝑋3 = 𝑘𝑏 . 𝑈2

Kasus 3, u3 = u3 dan u1 = u2 =0
Gaya
reaksi

1. Hukum Hooke: X3= kb U3

25
2. Persamaan equilibrium: ∑ F = 𝑋2 + 𝑋3 = 0
𝑋2 = −𝑋3 = −𝑘𝑏 . 𝑈3 , 𝑋1 = 0

Kasus 4, u1 = u1, u2 = u2, dan u3 = u3

Persamaan menjadi:
𝑋1 = 𝑘𝑎 . 𝑈1 − 𝑘𝑎 . 𝑈2
𝑋2 = −𝑘𝑎 . 𝑈1 + (𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 ). 𝑈2 − 𝑘𝑏 . 𝑈3 ,
𝑋3 = −𝑘𝑏 . 𝑈2 + 𝑘𝑏 . 𝑈3

Dalam bentuk matriks 3 persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut:


𝑋1 𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0 𝑈1
𝑋 −𝑘
{ 2} = [ 𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ] {𝑈2 }
𝑋3 0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏 𝑈3

A.3. Sifat-sifat matriks kekakuan (Stiffness Matrix Properties)


𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0
𝐾 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ]
0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏
1. Matriks kekakuan bila matriks simetri, maka singular (det K =0)
2. Diagonal dari matriks selalu bernilai positif
3. Jumlah tiap-tiap kolom selalu bernilai nol, Equilibrium Conditions

A.4. Perakitan matriks kekakuan dengan Superposisi


Seperti yang kita ketahui bahwa tiap-tiap elemen memiliki matriks kekakuan
sendiri, maka bila sebuah sistem teridi dari beberpa elemen maka matriks
kekakuan dari sistem secara keseluruhan adalah matriks gabungan yang didapat
dari tiap-tiap matriks elemen tunggal. Prosedur perakitan matriks dengan
menggunakan metode superposisi adalah sebagai berikut:

26
u1 u2 u1 u2
𝑘 −𝑘𝑎 𝑘 −𝑘𝑏
𝐾𝑎 = [ 𝑎 ] 𝐾𝑏 = [ 𝑏 ]
−𝑘𝑎 𝑘𝑎 −𝑘𝑏 𝑘𝑏

u1 u2 u3 u1 u2 u3
𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0 0 0 0
𝐾𝑎 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 0] 𝐾𝑏 = [0 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ]
0 0 0 0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏

u1 u2 u3
𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0 u1
𝐾𝑎 = 𝐾𝑎 + 𝐾𝑏 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ] u2
0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏 u3
A.5. Metode Pencarian Solusi
Gaya
reaksi

Variabel yang diketahui:


1. Displacement : u3=0,
2. Gaya yang bekerja pada node: X1, X2
3. Kekakuan pegas : 𝑘𝑎 , 𝑘𝑏
Variabel yang dicari/tidak diketahui:
1. Displacement yang dicari: u1, u2.
2. Gaya Reaksi yang dicari: X3
Persamaan matriks kekakuan yang didapat adalah:
𝑋1 𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0 𝑢1
𝑋 −𝑘
{ 2} = [ 𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ] { 𝑢2 }
𝑋3 0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏 𝑢3 = 0
1. Pemberian partisi pada persamaan matriks
𝑘𝑎 −𝑘 𝑢
𝐗 𝛂 𝑋1 𝐊 𝛂𝛂 𝑎 𝐊0𝛂𝛃 𝐮1𝛂
𝑢
{𝑋2 } = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ] { 2 }
𝐗 𝛃 𝑋3 0 𝐊 𝛃𝛂−𝑘𝑏 𝐊𝑘𝛃𝛃
𝑏
𝑢3𝐮=𝛃 0
2. Persamaan matriks diatas dapat dinyatakan oleh persamaan sebagai berikut:
𝐗α 𝐊 αα 𝐊 αβ 𝒖𝛼
{𝐗 } = [ ]{ }
β 𝐊 βα 𝐊 ββ 𝒖𝛽

27
𝐗 α = 𝐊 αα . 𝒖𝛼 + 𝐊 αβ . 𝒖𝛽
𝐗 β = 𝐊 βα . 𝒖𝛼 + 𝐊 ββ . 𝒖𝛽
3. Persamaan matriks diatas dapat diselesaikan karena 𝒖𝛽 = 0 :
𝐗 α = 𝐊 αα . 𝒖𝛼 , maka 𝒖𝛼 = 𝐊 αα −1 . 𝐗 α
𝐗 β = 𝐊 βα . 𝒖𝛼 , maka 𝐗 β = 𝐊 βα . 𝐊 αα −1 . 𝐗 α
4. Persamaan 𝐗 α = 𝐊 αα . 𝒖𝛼 , dan persamaan 𝒖𝛼 = 𝐊 αα −1 . 𝐗 α adalah:
𝑋1 𝑘 −𝑘𝑎 𝑢1
𝐗 α = 𝐊 αα . 𝒖𝛼 : { }=[ 𝑎 ] {𝑢 }
𝑋2 −𝑘𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 2

𝑢1 𝑘 −𝑘𝑎 −1 𝑋1
𝒖𝛼 = 𝐊 αα −1
. 𝐗α: {𝑢 } = [ 𝑎 ] { }
2 −𝑘 𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 𝑋2
5. Perhitungan matrik invers 𝐊 αα −1 adalah sebagai berikut:
𝑘𝑎 −𝑘𝑎 −1 1 d −b
[ ] = det 𝐊 [ ]
−𝑘𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 αα −c a
1 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 𝑘𝑎
=𝑘 [ ]
𝑎 .(𝑘𝑎 +𝑘𝑏 )−𝑘𝑎 .𝑘𝑎 𝑘𝑎 𝑘𝑎
1 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 𝑘𝑎
=𝑘 [ ]
𝑎 .𝑘𝑏 𝑘𝑎 𝑘𝑎
1 1 1
+𝑘
𝑘𝑎 𝑏 𝑘𝑏
=[ 1 1]
𝑘𝑏 𝑘𝑏

5. Persamaan 𝒖𝛼 = 𝐊 αα −1 . 𝐗 α dapat diselesaikan sebagai berikut:


1 1 1
𝑢1 +𝑘
𝑘 𝑘𝑏 𝑋1
{𝑢 } = [ 𝑎 1 𝑏 1 ] {𝑋 }
2 2
𝑘𝑏 𝑘𝑏

6. Persamaan 𝐗 β = 𝐊 βα . 𝐊 αα −1 . 𝐗 α dapat diselesaikan sebagai berikut:


1 1 1
+𝑘
𝑘𝑎 𝑏 𝑘𝑏 𝑋1
{𝑋3 } = [0 −𝑘𝑏 ] [ 1 1 ] {𝑋 }
2
𝑘𝑏 𝑘𝑏

𝑋
{𝑋3 } = [−1 −1] { 1 }
𝑋2
{𝑋3 } = −𝑋1 − 𝑋2

28
A.6. Matriks Tegangan ( Stress Matrix)
Stress matrix didefinisikan sebagai matriks yang menunjukkan besarnya
internal force atau tegangan-tegangan yang dialami struktur akibat adanya nodal
displacement (pergeseran simpul). Besarnya matriks tegangan dapat dinyatakan
oleh persamaan sebagai berikut:
𝑢𝑖
S𝑖𝑗 = [−𝑘𝛼 𝑘𝛼 ] {𝑢 }
𝑗

Pada problem di atas, maka besarnya tegangan pada sistem spring meliputi
sebagai berikut:
𝑢
1. Spring 1-2: S12 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 ] {𝑢1 }
2

S12 = 𝑘𝑎 [𝑢2 − 𝑢1 ]
−𝑋1
S12 = 𝑘𝑎 = −𝑋1
𝑘𝑎
𝑢
2. Spring 2-3: S23 = [−𝑘𝑏 𝑘𝑏 ] {𝑢2 }
3

S23 = 𝑘𝑏 [𝑢3 − 𝑢2 ]
[𝑋1 +𝑋2 ]
S23 = 𝑘𝑏 [0 − ] = −𝑋1 − 𝑋2
𝑘𝑏

B. LATIHAN
1. Sebutkan bentuk persamaan matriks hubungan antara gaya luar, kekakuan
pegas dan displacement node!
2. Jelaskan metode superposisi dalam merakit matriks kekakuan!
3. Sebutkan ciri-ciri matriks kekakuan!

C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Bentuk persamaan matematis hubungan antara gaya luar, kekakuan pegas dan
displacement node dapat dinyatakan sebagai berikut:
X1 k −k 𝑈1
{ }=[ ]{ }
X2 −k k 𝑈2

29
2. Matriks kekakuan pada struktur secara keseluruhan dapat dibentuk melalui
proses perakitan matriks kekakuan tiap-tiap anggota konsruksi. Proses
perakitan menggunakan metode superposisi sebagai berikut:
𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0 0 0 0
𝐾𝑎 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 0] 𝐾𝑏 = [0 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ]
0 0 0 0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏

u1 u2 u3
𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0 u1
𝐾𝑎 = 𝐾𝑎 + 𝐾𝑏 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ] u2
0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏 u3

3. Sifat-sifat matriks kekakuan, yaitu sebagai berikut:


a. Matriks kekakuan bila matriks simetri, maka singular (det K =0)
b. Diagonal dari matriks selalu bernilai positif
c. Jumlah tiap-tiap kolom selalu bernilai nol, Equilibrium Conditions

4. Solusi persamaan matriks dapat digunakan metode partitioning, melalui


metode partitioning unknown displacement dan unknown reaction force dapat
diketahui

D. Tes Formatif
1. Selesaikan problem sistem spring dibawah ini!
a. Tentukan besarnya besarnya displacement node!
b. Tentukan besarnya reaction force!
c. Tentukan besarnya tegangan tiap anggota struktur!

k1 X 2 , u2 k2

2 3
1 X2
X1

k3

30
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang

F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Matriks kekakuan yang didapat dari perakitan adalah sebagai berikut:
k1 + k 3 −k1 −k 3
K = [ −k1 k1 + k 2 −k 2 ]
−k 3 −k 2 k2 + k3
2. Persamaan matriks yang didapat adalah sebagai berikut:
X1 k 1 + k 3 −k1 −k 3 u1
[X2 ]=[ −k1 k1 + k 2 −k 2 ] [u2 ]
X3 −k 3 −k 2 k 2 + k 3 u3
3. Memasukkan boundary condition dan load condition pada persamaan matriks:
X1 k 1 + k 3 −k1 −k 3 0
{X2 }=[ −k1 k1 + k 2 −k 2 ] {u2 }
X3 −k 3 −k 2 k2 + k3 0
4. Dengan Menggunakan metode partitioning didapat unknown displacement:
[u2 ] = [k1 + k 2 ]−1 [X2 ]

31
5. Besarnya reaction force dapat ditentukan sebagai berikut:
X1 −k1 X2
{ }=[ ]
X3 −k 2 k1 +k2
6. Matriks tegangan dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
𝑢𝑖
S𝑖𝑗 = [−𝑘𝛼 𝑘𝛼 ] {𝑢 }
𝑗

a. Tegangan pada elemen 1 (S12):


0 k1 X2
S12 = [−𝑘1 𝑘1 ] { }, S12 = 𝑘1 𝑢2 =
𝑢2 k1 +k2

b. Tegangan pada elemen 2 (S23 ):


𝑢 k X
S23 = [−𝑘2 𝑘2 ] { 2 }, S23 = −𝑘2 𝑢2 = − k 2+k2
0 1 2

c. Tegangan pada elemen 3 (S13):


0
S23 = [−𝑘3 𝑘3 ] { }, S23 = 0
0

DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat

SENARAI
Boundary Condition adalah kondisi batas dari sistem struktur yang diperlukan
untuk menyelesaikan persamaan matriks.
Load Condition adalah besarnya kondisi pembebanan pada tiap-tiap simpul
elemen struktur.
Displacement Node adalah besarnya pergeseran simpul akibat adanya beban gaya
dari luar yang diberikan pada sistem.
Reaction Force adalah besarnya gaya reaksi pada tiap-tiap simpul yang ditumpu
pada boundary condition sebagai respon dari beban gaya luar.

32
POKOK BAHASAN III
TRUSS / BATANG TARIK TEKAN

3.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Dasar-dasar tentang penggunaan elemen batang tarik tekan (truss) dalam analisis
elemen hingga. Penentuan matriks kekakuan batang terik tekan untuk tiap-tiap
individu elemen, serta teknik merakit matriks kekakuan batang tarik tekan
menjadi matriks kekakuan struktur total akan dijelaskan pada pokok bahasan ini. .

B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan penggunaan elemen batang tarik tekan pada
metode elemen hingga , khususnya dalam bidang teknik perkapalan.

C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan dasar-dasar teori
tentang penggunaan elemen batang tarik tekan (truss) dalam analisis struktur,
khususnya di bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat
kualitas lulusan teknik perkapalan.

C.2. Kompetensi Dasar


Setelah mengikuti materi Truss / Batang Tarik Tekan :
a. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dasar-dasar analisis elemen
hingga dengan menggunakan elemen batang tarik tekan (truss)
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan matrix kekakuan individu untuk
elemen batang tarik tekan (truss).
c. Mahasiswa diharapkan mampu merakit matrix kekakuan individu menjadi
matriks kekakuan total struktur pada elemen batang tarik tekan (truss).

33
3.2. SUB POKOK BAHASAN I. PERSAMAAN MATRIKS
TRUSS DAN MATRIKS TRANSFORMASI

A. Uraian Materi dan Contoh


Elemen truss hanya mampu menyanggah tipe pembebanan tunggal yang disebut
uniform axial force. Asumsi yang digunakan pada elemen ini adalah luas
penampang dan modulus elastisitas elemen selalu sama dan konstan. Berdasarkan
hubungan antara gaya dan displasemen maka dapat dirumuskan persamaan
sebagai berikut:
X1 L
u1 =
AE

Gambar 3.1. Elemen Truss


Berdasarkan persamaan matriks sistem pegas, maka dapat diturunkan persamaan
matriks sistem elemen batang tarik tekan sebagai berikut:
X1 k−k 𝑢1 𝐴𝐸
{ }=[ ] { }, karena k = 𝐿 maka:
X2 −k k 𝑢2
X 𝐴𝐸 1 −1 𝑢1
{ 1} = 𝐿 [ ] { } .............................................[3.1]
X2 −1 1 𝑢2
Persamaan 3.1. adalah sebuah persamaan yang menyatakan hubungan gaya dan
displacement node pada sebuah sistem koordinat lokal. Selanjutnya penggunaan
notasi bar akan digunakan pada persamaan koordinat lokal sedangkan notasi tanpa
bar adalah sistem koordinat global. Persamaan 3.1. dengan notasi baru akan
menjadi sebagai berikut:
̅̅̅
X1 𝐴𝐸 1 −1 ̅̅̅𝑢
{ }= 𝐿 [ ] { 1 } ...........................................[3.2]
̅̅̅
X2 −1 1 ̅̅̅
𝑢 2

Pada sistem koordinat lokal bila mempertimbangkan displasemen arah Y telah


dideskripsikan pada gambar 3.2. Hubungan antara sistem koordinat lokal dan
koordinat global dapat dilihat pada gambar 3.3.

34
Gambar 3.2. Sistem koordinat lokal dengan mempertimbangkan displasemen
sumbu Y

Gambar 3.3. Hubungan sistem koordinat lokal dan global


Berdasarkan gambar 3.3. maka didapat persamaan yang menyatakan hubungan
antara sistem koordinat lokal dan global sebagai berikut:
̅1 = X1 Cos θ + Y1 Sin θ
X ̅ 2 = X2 Cos θ + Y2 Sin θ
X
̅1 = −X1 Sin θ + Y1 Cos θ
Y ̅2 = −X2 Sin θ + Y2 Cos θ ........[3.3]
Y
Bila: Cos θ = λ dan Sin θ = μ, maka persamaan di atas menjadi sebagai berikut:
̅
X1 = X1 λ + Y1 μ ̅
X2 = X2 λ + Y2 μ
̅1 = −X1 μ + Y1 λ
Y ̅2 = −X2 μ + Y2 λ .................................[3.4]
Y
Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan matriks maka :
̅
X1 λ μ 0 0 X1
̅
Y1 −μ λ 0 0 Y1
=[ ] [ ] ...........................................................[3.5]
̅
X2 0 0 λ μ X2
̅
[ Y2 ] 0 0 −μ λ Y2
̅
𝐗 = 𝐓 𝐗 ..............................................................[3.6]
Hubungan gaya dengan sistem koordinat lokal dan global juga berlaku untuk
displacement node tapi tidak untuk matriks kekakuan: 𝐮
̅ =𝐓𝐮

35
Untuk mendapatkan matriks kekakuan pada sistem koordinat global maka
ditentukan dengan menggunakan hubungan sebagai berikut:
̅=𝐊
𝐗 ̅𝐮 ̅ = 𝐓 𝐗 dan 𝐮
̅ ,diketahui: 𝐗 ̅ = 𝐓 𝐮, maka:
̅ 𝐓𝐮
𝐓𝐗 = 𝐊
̅ 𝐓𝐮
𝐗 = 𝐓 −𝟏 𝐊
maka bila dilihat hubungan 𝐗 = 𝐊 𝐮 pada sistem koordinat global, dapat
disimpulkan bahwa hubungan matriks kekakuan global (𝐊) dengan matriks
̅ ) adalah sebagai berikut:
kekakuan lokal (𝐊
̅𝐓
𝐊 = 𝐓 −𝟏 𝐊
λ −μ 0 0 1 0 −1 0 λ μ 0 0
μ λ 0 0 AE 0] [−μ λ 0 0
𝐊=[ ] L [ 0 0 0 ]
0 0 λ −μ −1 0 1 0 0 0 λ μ
0 0 μ λ 0 0 0 0 0 0 −μ λ
λ2 λμ −λ2 −λμ
AE λμ μ2 −λμ −μ2
𝐊= L ....................................................[3.7]
−λ2 −λμ λ2 λμ
[−λμ −μ2 λμ μ2 ]
Persamaan matriks untuk hubungan antara gaya dan displacement node pada
sumbu global adalah sebagai berikut:
X1 λ2 λμ −λ2 −λμ 𝑢1
Y AE λμ μ2 −λμ −μ2 𝑣1
{ 1} = L {𝑢 } ...............................[3.8]
X2 −λ2 −λμ λ2 λμ 2
Y2 [−λμ −μ2 𝑣
λμ μ2 ] 2
Persamaan untuk matriks tegangan pada elemen truss dalam sistem koordinat
global adalah sebagai berikut:
𝐴𝐸 𝑢𝑗 − 𝑢𝑖
𝑆𝑖𝑗 = ( 𝐿 ) [𝜆 𝜇]𝑖𝑗 { 𝑣 − 𝑣 }
𝑖𝑗 𝑗 𝑖

B. LATIHAN
1. Sebutkan bentuk matriks transformasi untuk elemen truss!
2. Sebutkan matriks kekakuan elemen truss pada sistem koordinat global!
3. Sebutkan matriks tegangan pada elemen truss!

36
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Persamaan matriks yang menyatakan hubungan antara gaya dan displacement
node pada elemen truss sama dengan persamaan matriks elemen pegas
AE
dengan kekakuan 𝑘 = .
L

2. Perumusan hubungan antara gaya dan displacement node dalam sistem


koordinat global memerlukan matriks transformasi (T)
3. Perkalian matriks gaya dan matriks displacement node dengan menggunakan
matriks transformasi menghasilkan matriks dalam sistem koordinat global.
4. Hubungan matriks kekakuan truss pada sistem koordinat global dan lokal
̅𝐓
dinyatakan dalam persamaan 𝐊 = 𝐓 −𝟏 𝐊
5. Matriks tegangan elemen truss dinyatakan dalam sistem koordinat global

D. Tes Formatif
1. Tentukan matriks kekakuan pada sistem truss dibawah ini!
y
A. Matriks kekakuan elemen 1 (1-2) 3

B. Matriks kekakuan elemen 2 (1-3)


3
L 2
C. Matriks kekakuan elemen 3 (2-3)
D. Matriks kekakuan total elemen 1 45
x
1 2
L

E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang

37
Kurang dari 69 : kurang

F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Penentuan besarnya matriks kekakuan tiap-tiap elemen diperlukan tabulasi
konstanta yang diperlukan: λ = cos θ dan μ = sin θ

Elem.
Node θ(deg.) λ μ λ2 μ2 λμ
No.
① 1-2 0 1 0 1 0 0
② 1-3 90 0 1 0 1 0
1 1 1 1 1
③ 2-3 135 − −
√2 √2 √2 √2 √2

Matriks kekakuan elemen 1 (1-2) dan elemen 2 (1-3):


𝑢1 𝑣1 𝑢2 𝑣2 𝑢1 𝑣1 𝑢3 𝑣3
1 0 −1 0 0 0 0 0
K12 = L [ 0 0 0 0] 0 1 0 −1]
AE AE
K13 = [
−1 0 1 0 L 0 0 0 0
0 0 0 0 0 −1 0 1

Matriks kekakuan elemen 3 (2-3):


𝑢2 𝑣2 𝑢3 𝑣3
1 1 1 1
−2 −2
2 2
1 1 1 1
AE
−2 −2
2 2
K23 = 1 1 1 1
√2L
−2 −2
2 2
1 1 1 1
[ −2 −2
2 2]

38
Matriks kekakuan struktur total:
𝑢1 𝑣1 𝑢2 𝑣2 𝑢3 𝑣3
1 0 −1 0 0 0
0 1 0 0 0 −1
1 1 1 1
−1 0 1 + 2√2 − 2√2 − 2√2 2√2
AE 1 1 1 1
Ktotal = L
0 0 − 2√2 − 2√2
2√2 2√2
1 1 1 1
0 0 − −
2√2 2√2 2√2 2√2
1 1 1 1
[ 0 −1 2√2
− 2√2 − 2√2 1 + 2√2]

3.3. SUB POKOK BAHASAN II. HIGHLY REDUNDANT


TRUSS DAN SELF STRAINED STRUCTURE
A. Uraian Materi dan Contoh
A.1. Highly redundant truss
Mem. Node Length of Mem.
𝜃𝑖 ° (𝑖 = 0~5)
No. No. 𝐿𝑖+1 = 𝑙 𝑐𝑜𝑠 𝜃𝑖

① 1-2 θ0 ° = tan−1 (0/10) 𝐿1 = 𝑙 𝑐𝑜𝑠 𝜃0

② 1-3 θ1 ° = tan−1 (2/10) 𝐿2 = 𝑙 𝑐𝑜𝑠 𝜃1

③ 1-4 θ2 ° = tan−1 (4/10) 𝐿3 = 𝑙 𝑐𝑜𝑠 𝜃2

④ 1-5 θ3 ° = tan−1 (6/10) 𝐿4 = 𝑙 𝑐𝑜𝑠 𝜃3

⑤ 1-6 θ4 ° = tan−1 (8/10) 𝐿5 = 𝑙 𝑐𝑜𝑠 𝜃4

⑥ 1-7 θ5 ° = tan−1 (10/10) 𝐿6 = 𝑙 𝑐𝑜𝑠 𝜃5

X = K .u , uT = {u1 v1, u2 v2, …., u7v7}


XT = {X1 Y1, X2 Y2, …., X7Y7}
X1 k11 k12 𝑢1
𝐗𝛂 Y 𝐊 𝛂𝛂 𝐊 𝛂𝛃 𝑣1 𝐮𝛂
1 k 21 k 22
X2 𝑢2
Y2 = 𝑣2
𝐗𝛃 ⋮ 𝐊 𝛃𝛂 𝐊 𝛃𝛃 ⋮ 𝐮
X7 𝑢7 𝛃
{ Y7 } [ ] {𝑣7 }
Diketahui: 𝐗 α = Gaya luar yang diberikan {X1, Y1}

39
𝐮β = 0, Boundary Condition.
Ditanyakan: 𝐮α =Displacement pada node 1
𝐗 β =Gaya Reaksi tiap-tiap tumpuan.
Jawaban:
𝐗 𝛂 = 𝐊 𝛂𝛂 . 𝐮𝛂 , maka : 𝐮𝛂 = 𝐊 𝛂𝛂 −𝟏 . 𝐗 𝛂
𝒌𝟏𝟏 𝒌𝟏𝟐
𝐊 𝛂𝛂 = [ ],
𝒌𝟐𝟏 𝒌𝟐𝟐
𝐴𝐸 𝐴𝐸
𝒌𝟏𝟏 = ∑5𝑖=0 (𝐿 ) 𝜆𝑖 2 ,disubstitusikan nilai pada tabel, maka: 𝒌𝟏𝟏 = 4.20
𝑖+1 𝑙

𝐴𝐸 𝐴𝐸
𝒌𝟏𝟐 = 𝒌𝟐𝟏 = ∑5𝑖=0 (𝐿 ) 𝜆𝑖 𝜇𝑖 , maka: 𝒌𝟏𝟐 = 𝒌𝟐𝟏 = 1.62
𝑖+1 𝑙
𝐴𝐸 𝐴𝐸
𝒌𝟐𝟐 = ∑5𝑖=0 (𝐿 ) 𝜇𝑖 2 , maka: 𝒌𝟐𝟐 = 1.05
𝑖+1 𝑙

𝐴𝐸 4.20 1.62 𝑙 1 1.05 −1.62


𝐊 𝛂𝛂 = [ ], maka : 𝐊 𝛂𝛂 = 𝐴𝐸 [ ],
𝑙 1.62 1.05 4.20 1.05−1.62 1.62 −1.62 4.20

Persamaan matriks 𝐮𝛂 = 𝐊 𝛂𝛂 −𝟏 . 𝐗 𝛂 , menjadi sebagai berikut:


𝑢1 𝑙 1 1.05 −1.62 −𝑋1
{𝑣 } = [ ]{ }
1 𝐴𝐸 1.79 −1.62 4.20 𝑌1

A.2. Self strained structure


Struktur elastis dapat mengalami tegangan meskipun tidak dikenai beban
dari luar. Kondisi ini muncul disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah
ketidakakuratan dimensi anggota konstruksi yang kemudian dipaksakan untuk
dirakit dengan anggota struktur yang lain. Faktor penyebab lainnya adalah
pemuaian sebagian anggota struktur akibat panas yang tidak merata. Gambar 3.4
menunjukkan bahwa pada struktur statis tak tentu (Indeterminate Structure) bila
terjadi kesalahan dimensi dapat menyebabkan terjadinya tegangan, namun pada
struktur statis tertentu, ketidakakuratan dimensi menyebabkan pergeseran posisi
dari lokasi yang direncanakan. Gambar 3.4.[a], terjadi pergeseran posisi dari
simpul 2 ke simpul 2’ dan tidak terjadi tegangan. Pada gambar 3.4.[b] bila salah
satu anggota tidak akurat maka tidak terjadi pergeseran namun terjadi tegangan.

40
3 3

2’

1 2
1
[a] [b]
Gambar 3.4. Ketidakakuratan pada struktur: [a] statis tertentu, [b] statis tak tentu.
Sebuah contoh problem self strained structure dapat dilihat pada gambar
3.5. Diketahui anggota struktur yang menghubungkan simpul 1-2 telah terjadi
kesalahan dimensi yaitu berupa kelebihan panjang sebesar ∆𝐿 . Berapakah
besarnya tegangan (internal forces) yang muncul? Berapakah besarnya
displacement pada node 1?
Diketahui:
4
N o d e : 2,3,4
Kekakuan semua elemen (1-3)Truss: AE/L - P in jo int
3 L
Elemen 1 (node 1-2) kelebihan panjang ∆𝐿.
1
Ditanyakan:
L 45° 45° L
2 1
Tegangan pada tiap elemen?
3 2

Pergeseran simpul 1 akibat perpanjangan?


Jawaban:
1. Penentuan tabel konstanta matriks kekakuan
Nom. Node
θ° λ μ λ2 μ2 λμ Rem
No No
1 1
① 1-2 315 − 1/2 1/2 -1/2
√2 √2
1 1
② 1-3 225 − − 1/2 1/2 1/2
√2 √2
③ 1-4 90 0 1 0 1 0
y

2. Kelebihan panjang ∆𝐿 pada elemen 1 diasumsikan S1-(1)2

seolah-olah elemen 1 menerima beban P1-2, dan


Y1
1 x
mengalami deformasi sebesar ∆𝐿. Ketika dirakit, elemen 1
X1
45°

41
mengalami beban tegangan awal sebesar gaya reaksi (- P1-2)
𝐴𝐸
Beban equivalent pada tiap elemen: P1-2= ∆𝐿, P1-3=0, P1-4=0
𝐿
(1) 𝐴𝐸 (1) (1)
Tegangan awal pada tiap elemen: S1−2 = -P1-2=− ∆𝐿 , S1−3= 0, S1−4= 0.
𝐿

3. Beban akibat panjang berlebih kemudian di aplikasikan pada tiap-tiap elemen


y
dinyakan dalam gaya X1 dan Y1.
Gaya yang bekerja pada sistem: S1-( 2)2
AE AE
X1 = − ∆𝐿, Y1 = ∆𝐿.
√2L √2L
x
4. Persamaan matriks sistem struktur menjadi:
𝑋1 𝑘11 𝑘12 𝑢1
𝑌1 𝑘21 𝑘22 𝑣1
𝑋2 𝑢2
𝑌2 𝑣2
= 𝑢3
𝑋3
𝑌3 𝑣3
𝑋4 𝑢4
{ 𝑌4 } [ ] { 𝑣4 }
1 1 1 1
𝑋 AE
+ + 0 − 2 + 2 + 0 𝑢1
{ 1} = L [ 21 21 ]{ }
𝑌1 − 2 + 2 + 0 2 + 2 + 0 𝑣1
1 1

𝑋1 AE 1 0 𝑢1 𝑢1 L 1 0 𝑋
{ }= L [ ] {𝑣 } → {𝑣 } = AE [0 1 ] { 1 }
𝑌1 0 2 1 1 2
𝑌1
L L AE ∆𝐿
𝑢1 = 𝑋1 = AE . (− ∆𝐿) = −
AE √2L √2
L 1 L 1 AE ∆𝐿
𝑣1 = 𝑌1 = AE . 2 . ( ∆𝐿) = 2√2
AE 2 √2L
(2)
5. Penentuan besarnya tegangan akibat gaya yang bekerja (Sij )
𝐴𝐸 𝑢𝑗 − 𝑢𝑖
𝑆𝑖𝑗 = ( 𝐿 ) [𝜆 𝜇]𝑖𝑗 { 𝑣 − 𝑣 }
𝑖𝑗 𝑗 𝑖

(2) 𝐴𝐸 1 1 𝑢2 − 𝑢1 3 ∆𝐿
S1−2 = ( 𝐿 ) [√2 − √2 ] {𝑣 − 𝑣 } = 𝐴𝐸
1−2 2 1 4 𝐿
1−2

(2) 𝐴𝐸 1 1 𝑢3 − 𝑢1 1 ∆𝐿
S1−3 = ( ) [− − ] { 𝑣 − 𝑣 } = − 𝐴𝐸
𝐿 1−3 √2 √2 1−3 3 1 4 𝐿

(2) 𝐴𝐸 𝑢4 − 𝑢1 √2 ∆𝐿
S1−4 = ( ) [0 1]1−4 { 𝑣 − 𝑣 } = − 𝐴𝐸
𝐿 1−4 4 1 4 𝐿

42
6. Penentuan besarnya tegangan akhir (𝑆𝑖𝑗 ):
(1) (2)
𝑆𝑖𝑗 = 𝑆𝑖𝑗 + 𝑆𝑖𝑗
(1) (2) 𝐴𝐸 3 ∆𝐿 1 𝐴𝐸
𝑆1−2 = 𝑆1−2 + 𝑆1−2 = − ∆𝐿 + 4 𝐴𝐸 = −4 ∆𝐿
𝐿 𝐿 𝐿
(1) (2) 1 ∆𝐿 1 𝐴𝐸
𝑆1−3 = 𝑆1−3 + 𝑆1−3 = 0 + − 4 𝐴𝐸 = −4 ∆𝐿
𝐿 𝐿

(1) (2) √2 ∆𝐿 √2 ∆𝐿
𝑆1−4 = 𝑆1−4 + 𝑆1−4 = 0 − 𝐴𝐸 𝐿 =− 𝐴𝐸 𝐿
4 4

√2 ∆𝐿
𝑆1−4 = − 𝐴𝐸
4 𝐿
1
1 𝐴𝐸 1 𝐴𝐸
𝑆1−3 = − ∆𝐿 𝑆1−2 = − ∆𝐿
4 𝐿 4 𝐿
3 2

2 2
1 𝐴𝐸 1 𝐴𝐸 √2 ∆𝐿
𝑅 = √(− ∆𝐿) + (− ∆𝐿) = 𝐴𝐸
4 𝐿 4 𝐿 4 𝐿

B. LATIHAN
1. Sistem struktur Truss pada gambar dibawah ini telah dipanaskan pada member
1-2sebesar ∆𝑇𝑎 ° 𝐹, member 1-3 sebesar ∆𝑇𝑏 ° 𝐹. Semua member memiliki besar
AE sama, maka:
a. Tentukanbesarnya tegangan internal!
b. Tentukan besarnya displacement node!
3L

2 3

4L

C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:

43
1. Pada kasus struktur highly redundant truss , penyelesaian persamaan gaya
dan displasemen dapat disederhanakan hanya menjadi sebuah matriks
kekakuan berukuran 2x2.
2. Pada kasus self strained structure perhitungan tegangan akhir (𝑆𝑖𝑗 )
merupakan superposisi dari dua kondisi, yang meliputi:
(1)
a. Tegangan awal ( 𝑆𝑖𝑗 ) yaitu tegangan yang didapat dari asumsi awal

dimana tegangan yang terjadi merupakan respon dari ketidak akuratan


namun displacement node = 0
(2)
b. Tegangan hasil perhitungan (𝑆𝑖𝑗 ) yaitu tegangan yang didapat dari

perhitungan dimana beban yang diberikan adalah asumsi besar gaya yang
didapat dari panjang lebih (∆𝐿) akibat ketidakakuratan dimensi atau beban
temperatur.

D. Tes Formatif
1. Tentukan besarnya nilai matriks 𝐊 𝛂𝛂 , pada sistem highly redundant truss!
2. Jelaskan mengapa kasus self strained structure, hanya terjadi pada
indeterminate structure!
3. Sebutkan penyebab terjadinya kondisi self strained pada sistem struktur truss!

E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang

44
Kurang dari 69 : kurang

F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Pada kasus highly redundant truss besarnya 𝐊 𝛂𝛂 ,biasanya dalam bentuk
matriks 2x2. Adapun nilai dari matriks 𝐊 𝛂𝛂 , adalah sebagai berikut:
𝒌𝟏𝟏 𝒌𝟏𝟐
𝐊 𝛂𝛂 = [ ]
𝒌𝟐𝟏 𝒌𝟐𝟐
𝐴𝐸
𝒌𝟏𝟏 = ∑𝑛𝑖=0 (𝐿 ) 𝜆𝑖 2
𝑖+1

𝐴𝐸
𝒌𝟏𝟐 = 𝒌𝟐𝟏 = ∑𝑛𝑖=0 (𝐿 ) 𝜆𝑖 𝜇𝑖
𝑖+1

𝐴𝐸
𝒌𝟐𝟐 = ∑𝑛𝑖=0 (𝐿 ) 𝜇𝑖 2
𝑖+1

2. Kasus self strained structure hanya terjadi pada indeterminate structure


(struktur statis tak tentu), karena bila terjadi pada sebuah determinate
structure maka respon yang diberikan adalah pergeseran posisi simpul. Untuk
lebih jelas dapat dilihat gambar dibawah ini:

3 3

Pergeseran simpul
4
tertahan, sehingga
Pergeseran simpul 2’
timbul tegangan
internal
2

1 2
1

3. Penyebab terjadinya self strained structure adalah ketidak akuratan dimensi


anggota struktur. Kelebihan ataupun kekurangan dimensi panjang maka
mengakibatkan struktur mengalami tegangan internal. Penambahan dan
pengurangan panjang juga dapat diakibatkan oleh beban temperatur.
Pemuaian dan penyusutan juga dapat menyebabkan timbulnya tegangan.

45
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat

SENARAI
Highly Redundant Truss adalah sistem struktur yang terdiri dari elemen truss
dengan penguat/penyangga konstruksi pada lokasi yang sama, dan
dilakukan dengan cara yang berulang-ulang.
Self Strained Structure adalah Sistem struktur yang mengalami tegangan akibat
pembebanan oleh regangan anggota struktur, sebagai akibat
ketidakakuratan dimensi struktur (panjang elemen) atau pemuaian dimensi
akibat beban termal.

46
POKOK BAHASAN IV
UNIFORM RECTILINEAR BEAM

4.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Dasar-dasar tentang penggunaan elemen balok lurus uniform (beam) dalam
analisis elemen hingga. Penentuan matriks balok lurus uniform untuk tiap-tiap
individu elemen, serta teknik merakit matriks kekakuan balok lurus uniform
menjadi matriks kekakuan struktur total akan dijelaskan pada pokok bahasan ini.

B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan penggunaan elemen balok lurus uniform pada
metode elemen hingga , khususnya dalam bidang teknik perkapalan.

C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan dasar-dasar teori
tentang penggunaan elemen balok lurus uniform dalam analisis struktur,
khususnya di bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat
kualitas lulusan teknik perkapalan.

C.2. Kompetensi Dasar


Setelah mengikuti materi unifrom rectilinear beam:
a. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dasar-dasar analisis elemen
hingga dengan menggunakan elemen balok lurus uniform (beam).
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan matrix kekakuan individu untuk
elemen balok lurus uniform (beam).
c. Mahasiswa diharapkan mampu merakit matrix kekakuan individu menjadi
matriks kekakuan total struktur pada elemen balok lurus uniform (beam).

47
4.2. SUB POKOK BAHASAN I. MATRIKS KEKAKUAN
ELEMEN BEAM DAN MATRIKS TEGANGAN BEAM

A. Uraian Materi dan Contoh


A.1. Matriks kekakuan pada elemen balok
Elemen balok (beam) adalah elemen struktur yang memiliki respon terhadap
beban lateral berupa gaya dan momen bending. Matriks kekakuan elemen balok
diturunkan dari ekspresi formula teori balok. Beban luar yang bekerja pada
strukur ini adalah Gaya vertikal (Y) dan momen (M), sedangkan respon
displacement node meliputi displacement vertikal (v) dan sudut (𝜃). Bentuk dari
elemen balok ditunjukkan pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Elemen Balok Rectilinier Uniform


Untuk mendapatkan matriks kekakuan dari sebuah balok dengan nilai E (Modulus
elastistas), I (momen inertia balok) dan L (panjang tak ditumpu balok) maka
persamaan gaya yang dislacement digunakan dan dikaji untuk tiap-tiap kasus
dimana nilai displacement sudah diketahui (boundary condition). Langkah –
langkah tersebut meliputi:
Kasus 1: v2=𝜃2 =0

Berdasarkan teori balok didapatkan sebagai berikut:


𝑌1 𝐿3 𝑀1 𝐿2 𝐿3 𝐿2
𝑣1 = + 𝑣1
3 𝐸𝐼 2 𝐸𝐼 1 𝑌1
→ {𝜃 } = 𝐸𝐼 [𝐿32 2
] { }
𝑌1 𝐿2 𝑀1 𝐿 1 𝐿 𝑀1
𝜃1 =
2 𝐸𝐼
+
𝐸𝐼 2 EI
………………………[4.1]

48
Penyelesaian persamaan matriks diatas maka didapatkan persamaan sebagai
berikut:
12 6
𝑌 3 − 𝐿2 𝑣1 𝑣1
{ 1 } = 𝐸𝐼 [ 𝐿 6 4 ] {𝜃 } → 𝐊 𝟏𝟏 {𝜃 } ………........[4.2]
𝑀1 − 2 1 1
𝐿 𝐿

Untuk mendapatkan hubungan antara beban pada simpul 2 (Y2 dan M2) dengan
displasemen pada simpul 1 ( 𝑣1 dan 𝜃1 ), digunakan hubungan persamaan
equilibrium sebagai berikut:
∑ 𝐹𝑦 = 𝑌1 + 𝑌2 = 0 𝑌2 −1 0 𝑌 𝑌
→ { }=[ ] { 1} = 𝐀{ 1 }
𝑀2 −L −1 𝑀1 𝑀1
∑ 𝑀2 = 𝑌1 𝐿 + 𝑀1 + 𝑀2 = 0 ……....[4.3]
Bila persamaan [4.2] disubstitusi pada persamaan persamaan [4.3], maka:
𝑌2 𝑣1
{ } = 𝐀 𝐊𝟏𝟏 {𝜃 }
𝑀2 1

12 6
𝑌 −1 0 3 − 𝑣1
𝐿2
{ 2}=[ ] [ 𝐿6 ] {𝜃1 }
𝑀2 −L −1 − 2 4
𝐿 𝐿

12 6
𝑌 − 3 𝑣1 𝑣1
𝐿2
{ 2 } = [ 𝐿6 2 ] {𝜃1 } = 𝐊𝟐𝟏 {𝜃 } …………….……..[4.4]
𝑀2 − 1
𝐿2 𝐿

Kasus 2: v1=𝜃1 =0

Pada kasus ini persamaan diturunkan dengan menggunakan teori balok seperti
pada persamaan [4.1], Namun hal yang berbeda adalah tanda + dan – untuk tiap-
tiap hubungan. Untuk +Y2 menyebabkan +v2 dan −𝜃2, dan +M2 menyebabkan −𝑣2
dan +𝜃2, sehingga persamaan [4.1] berubah menjadi:
𝑌2 𝐿3 𝑀2 𝐿2
Bila, +𝑌2 → +𝑣2 , −𝜃2 maka: 𝑣2 = −
3 𝐸𝐼 2 𝐸𝐼

𝑌2 𝐿2 𝑀2 𝐿
+𝑀2 → −𝑣2 , +𝜃2 𝜃2 = −
2 𝐸𝐼
+
𝐸𝐼
...……………….…………[4.5]

49
Dengan cara yang sama pada saat mendapatkan persamaan [4.2], maka didapat:
12 6
𝑌 3 𝐿2 𝑣2 𝑣2
{ 2 } = 𝐸𝐼 [𝐿6 4 ] {𝜃2 } → 𝐊 𝟐𝟐 {𝜃 } …….………......[4.6]
𝑀2 2
𝐿2 𝐿

Dengan persamaan equilibrium pada persamaan [4.3], hubungan antara beban


pada simpul 2 (Y1 dan M1) dengan displasemen pada simpul 1 (𝑣2 dan 𝜃2 ), adalah
sebagai berikut:
𝑌 −1 0 𝑌 𝑌
{ 1}=[ ] { 2 } = 𝐁 { 2 } ………………………....[4.7]
𝑀1 L −1 𝑀2 𝑀2

Substitusi persamaan [4.6] ke dalam persamaan [4.7], maka:


12 6
𝑌 −1 0 3
𝐿2 𝑣2 𝑣2
{ 1}=[ ] 𝐸𝐼 [ 𝐿6 ]{ } = 𝐁 𝐊𝟐𝟐 {
𝑀1 L −1 4 𝜃2 𝜃2 }
𝐿2 𝐿
12 6
− 3 −
𝑌 𝐿2 𝑣2 𝑣2
{ 1 } = 𝐸𝐼 [ 6𝐿
𝑀1 2
]{ }
𝜃2 = 𝐊𝟏𝟐 {
𝜃2 } .......……………[4.8]
𝐿2 𝐿

Bila dilihat hasilnya, matrik 𝐊 𝟏𝟐 adalah matriks transpose dari 𝐊 𝟐𝟏 . Hasil


persamaan [4.2], [4.4], [4.6] dan [4.8] maka dapat disusunpersamaan matriks:
𝑌1 𝑣1
𝑀1 𝐊 𝐊𝟏𝟐 𝜃1
{ 𝑌 } = [𝐊𝟏𝟏 ] {𝑣 } ……………………………[4.9]
2 𝟐𝟏 𝐊𝟏𝟐 2
𝑀2 𝜃2

Bila ditulis secara lengkap maka didapat matriks kekakuan elemen balok sebagai
berikut:
12 6 12 6
− − −
𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2
6 4 6 2

𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿
𝐊 = 𝐸𝐼 12 6 12 6 ………………...…[4.10]

𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2
6 2 6 4
[ − 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿 ]
Persamaan matriks yang menyatakan hubungan gaya dan displacement node yaitu:
12 6 12 6
3 − 2 − 3 −
𝐿 𝐿 𝐿 𝐿2
𝑌1 6 4 6 2 𝑣1
𝑀1 − 2 2 𝜃
𝐿 𝐿 𝐿 𝐿
{ 𝑌 } = 𝐸𝐼 12 6 12 6 {𝑣1 } atau,
2 2

𝑀2 𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2 𝜃2
6 2 6 4
[ − 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿 ]

50
𝑌1
𝑀1 12 −6 −12 −6 𝑣1
𝐿 𝐸𝐼 −6
= 𝐿3 [ −12 4 6 2 ] {𝜃1 𝐿} ………....[4.11]
𝑌2 6 12 6 𝑣2
𝑀2 −6 2 6 4 𝜃2 𝐿
{𝐿}
A.2. Matriks kekakuan elemen balok pada sistem koordinat global
Penggunaan matriks kekakuan balok pada sistem koordinat global dilakukan
tranformasi dengan menggunakan matriks transformasi seperti halnya pada
elemen truss. Bentuk persamaan matriks kekakuan lokal adalah sebagai berikut:

𝑢1 𝑣1 𝜃1 𝑢2 𝑣2 𝜃2
0 0 0 0 0 0
12 6 12 6
0 − 0 − 𝐿3 − 𝐿2
𝐿3 𝐿2
6 4 6 2
0 − 𝐿2 0
̅ = 𝐸𝐼 𝐿 𝐿2 𝐿
𝐊 ………..[4.12]
0 0 0 0 0 0
12 6 12 6
0 − 𝐿3 − 2 0 3
𝐿 𝐿 𝐿2
6 2 6 4
[0 −
𝐿2 𝐿
0 𝐿2 𝐿 ]

Matriks Transformasi yang digunakan adalah sebagai berikut:


λ μ 0 0 0 0
−μ λ 0 0 0 0
𝐓= 0 0 1 0 0 0 ……………………....[4.13]
0 0 0 λ μ 0
0 0 0 −μ λ 0
[0 0 0 0 0 1]

̅𝐓
Matriks kekakuan untuk sistem koordinat global: 𝐊 = 𝐓 −𝟏 𝐊
12 2
μ
𝐿3
12 12 2
− 𝐿3 λμ λ SYM
𝐿3
6 6 4
μ − λ
𝐿2 𝐿2 𝐿
𝐊 = 𝐸𝐼 12 12 6 12 2 .......[4.14]
− 𝐿3 μ2 3 λμ − 𝐿2 λ μ
𝐿 𝐿3
12 12 6 12 12 2
λμ − 𝐿 3 λ2 λ − 𝐿3 λμ λ
𝐿3 𝐿2 𝐿3
6 6 2 6 6 4
[ μ − λ μ − λ
𝐿2 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿2 𝐿]

51
A.3. Matriks tegangan elemen balok
Persamaan matriks tegangan pada elemen balok adalah sebagai berikut:
12 6 12 6
𝑣𝑖
𝑉 3 − − − 𝜃𝑖
𝐿2 𝐿3 𝐿2
{ } = 𝐸𝐼 [12 𝐿 6 6 4 12 6 6 2] {𝑣𝑗 } ....[4.15]
𝑀 3𝑥 − 2 − 2 𝑥+ − 𝐿3 𝑥 + 𝐿2 − 2𝑥+
𝐿 𝐿 𝐿 𝐿 𝐿 𝐿 𝜃𝑗

A.4. Perakitan matriks kekakuan balok

1 EIa 1 2 EIb 2 3

La Lb
Perakitan matriks kekakuan balok juga menggunakan metode superposisi. Adapun
contoh perakitan matriks kekakuan balok pada problem gambar 4.2 adalah
sebagai berikut:
Matriks kekakuan elemen 1:

𝑣1 𝜃1 𝑣2 𝜃2 𝑣3 𝜃3
12 6 12 6
−𝐿 −𝐿 −𝐿 0 0
𝐿𝑎 3 𝑎
2
𝑎
3
𝑎
2

6 4 6 2
−𝐿 2 0 0
𝑎 𝐿𝑎 𝐿𝑎 2 𝐿𝑎
12 6 12 6
𝑲𝒂 = 𝐸𝐼𝑎 − 𝐿𝑎3 𝐿𝑎 2 𝐿𝑎 3 𝐿𝑎 2
0 0 ………………….…..[4.16]
6 2 6 4
−𝐿 2 0 0
𝑎 𝐿𝑎 𝐿𝑎 2 𝐿𝑎
0 0 0 0 0 0
[ 0 0 0 0 0 0]
Matriks kekakuan elemen 2:

𝑣1 𝜃1 𝑣2 𝜃2 𝑣3 𝜃3
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
12 6 12 6
0 0 3 −𝐿 2 −𝐿 3 −𝐿 2
𝐿𝑏 𝑏 𝑏 𝑏
6 4 6 2
𝑲𝒃 = 𝐸𝐼𝑏 0 0 −𝐿 2 𝐿𝑏 𝐿𝑏 2 𝐿𝑏
…………….…..[4.17]
𝑏
12 6 12 2
0 0 −𝐿 3
𝑏 𝐿𝑏 2 𝐿𝑏 3 𝐿𝑏
6 2 6 4
[ 0 0 − ]
𝐿𝑏 2 𝐿𝑏 𝐿𝑏 2 𝐿𝑏

52
Total matriks kekakuan dari sistem konstruksi balok 𝐼𝑎 = 𝐼𝑏 = 𝐼 adalah:
12 6 12 6
−𝐿 −𝐿 −𝐿 0 0
𝐿𝑎 3 𝑎
2
𝑎
3
𝑎
2

6 4 6 2
−𝐿 2 0 0
𝑎 𝐿𝑎 𝐿𝑎 2 𝐿𝑎
12 6 12 12 6 6 12 6
−𝐿 3 +𝐿 −𝐿 −𝐿 −𝐿
𝑎 𝐿𝑎 2 𝐿𝑎 3 𝑏
3
𝐿𝑎 2 𝑏
2
𝑏
3
𝑏
2
𝑲𝑻𝒐𝒕 = 𝐸𝐼 6 2 6 6 4 4 6 2 ….[4.18]
−𝐿 2 2 −𝐿 2 +𝐿 2
𝑎 𝐿𝑎 𝐿𝑎 𝑏 𝐿𝑎 𝑏 𝐿𝑏 𝐿𝑏
12 6 12 2
0 0 −
𝐿𝑏 3 𝐿𝑏 2 𝐿𝑏 3 𝐿𝑏
6 2 6 4
[ 0 0 −𝐿 2 ]
𝑏 𝐿𝑏 𝐿𝑏 2 𝐿𝑏

A.5. Matriks kekakuan balok menggunakan Teori Castigliano


Persamaan matriks kekakuan bisa didapat dari penurunan dengan
menggunakan Teori I Castigliano dan energi regangan (Strain Energy). Pada
sebuah balok persamaan kekakuan adalah sebagai berikut:
𝐗 = 𝐊 .𝐮
Energi regangan dapat ditulis persamaan sebagai berikut:
𝟏
𝐔 = 𝟐 𝐗 ′ 𝐮 ................................................................................[4.19]

Substitusi persamaan kekakuan pada persamaan [4.19], maka:


𝟏 𝟏
𝐔 = 𝟐 (𝐊 . 𝐮)′ 𝐮 = 𝐮′ 𝐊 ′ 𝐮 → 𝐊 ′ = 𝐊 (Matrix Simetri),
𝟐
𝟏
𝐔= 𝐮′ 𝐊 𝐮
𝟐

Berdasarkan teori pertama castigliano, besarnya matriks kekakuan adalah turunan


kedua terhadap displacement dari strain energy,yaitu:
𝜕2 𝑈
𝑘𝑖𝑗 = 𝜕𝑢 𝜕𝑢 ............................................................................[4.20]
𝑖 𝑗

Pernyataan strain energy dalam bentuk displacement node diperlukan untuk


menyelesaikan problem balok. Persamaan strain energy dapat dinyatakan sebagai
berikut:
1
𝑈 = 2 ∭ 𝜀𝑥 𝜎𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧 .........................................................[4.21]

Dimana:
∫ 𝜀𝑥 𝑑𝑥 = Displacement
∬ 𝜎𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧 = Force

53
Gambar 4.2. Balok Bending
Berdasarkan hukum hooke dan gambar 4.2. didapatkan hubungan sebagai berikut:
𝑑𝑣
𝜎𝑥 = 𝐸 . 𝜀𝑥 , −𝑢 = 𝑑𝑥,
𝑑𝑢 𝑑 𝑑𝑣 𝑑2 𝑣
𝜀𝑥 = 𝑑𝑥 = −𝑦 𝑑𝑥 (𝑑𝑥) = −𝑦 𝑑𝑥 2 ............................................[4.22]

Substitusi persamaan [4.22] pada persamaan [4.21] didapat:


1
𝑈 = 2 ∭ 𝜀𝑥 2 𝐸 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧
2
𝐸 𝑑2 𝑣
𝑈 = 2 ∭ (−𝑦 𝑑𝑥 2 ) 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧
2
𝐸 𝐿 𝑑2 𝑣
𝑈= 2
∫𝑥=0[∬ −𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑧] (𝑑𝑥 2 ) 𝑑𝑥
2
𝐸𝐼 𝐿 𝑑2 𝑣
𝑈= ∫𝑥=0 (𝑑𝑥 2 ) 𝑑𝑥 ...........................................................[4.23]
2

Melalui persamaan [4.23], maka diperlukan fungsi displacement (𝑣(𝑥)) untuk


menyelesaikan persamaan tersebut. Trial function yang digunakan sebagai fungsi
displacement ditentukan dalam bentuk fungsi pangkat tiga. Hal ini dilakukan agar
sesuai dengan perilaku balok yaitu turunan ketiga dari displacement (shear force)
𝑑3 𝑣
tidak sama dengan nol; (𝑑𝑥 3 ) ≠ 0 . Fungsi displacement pangkat tiga adalah

sebagai berikut:
𝑣(𝑥) = 𝑎0 + 𝑎1 𝑥 + 𝑎2 𝑥 2 + 𝑎3 𝑥 3 .............................................[4.24]
Pada boundary condition maka didapatkan persamaan sebagai berikut:
𝑣1 = 𝑣(𝑥 = 0) = 𝑎0 ; 𝑣2 = 𝑣(𝑥 = 𝐿) = 𝑎0 + 𝑎1 𝐿 + 𝑎2 𝐿2 + 𝑎3 𝐿3 ;
𝑑𝑣 𝑑𝑣
𝜃1 = 𝑑𝑥 (𝑥 = 0) = 𝑎1; 𝜃2 = 𝑑𝑥 (𝑥 = 𝐿) = 𝑎1 + 2 𝑎2 𝐿 + 3𝑎3 𝐿2 ..........[4.25]

54
Berdasarkan empat persamaan diatas persamaan [4.25] dapat ditentukan besarnya
konstanta pada fungsi displacement sebagai berikut:
3 1
𝑎0 = 𝑣1 ; 𝑎2 = 𝐿2 (𝑣2 − 𝑣1 ) − 𝐿 (2𝜃1 + 𝜃2 );
2 1
𝑎1 = 𝜃1 ; 𝑎3 = 𝐿3 (𝑣1 − 𝑣2 ) + 𝐿2 (𝜃1 + 𝜃2 ) ....................[4.26]
𝑑2 𝑣
Dengan menurunkan 𝑣(𝑥) dapat ditulis persamaan kurvatur 𝑑𝑥 2 , sebagai berikut:
𝑑2 𝑣
= 2𝑎2 + 6𝑎3 𝑥
𝑑𝑥 2

Melalui persamaan [4.26] dan persamaan [4.24], maka persamaan strain energy
dapat ditulis sebagai berikut:
2
𝐸𝐼 𝐿 𝑑2 𝑣
𝑈= ∫𝑥=0 (𝑑𝑥 2 ) 𝑑𝑥
2
𝐸𝐼 𝐿
𝑈= 2
∫𝑥=0(2𝑎2 + 6𝑎3 𝑥)2 𝑑𝑥
𝐸𝐼
𝑈= (4𝑎2 2 𝐿 + 12 𝑎2 𝑎3 𝐿2 + 12𝑎3 2 𝐿3 ) ..........................[4.27]
2

Teorema Castigliano menunjukkan bahwa:


𝜕2 𝑈
𝑘11 = 𝜕𝑣 2
1

𝐸𝐼 𝜕 𝜕𝑎2 𝜕𝑎3 𝜕𝑎 𝜕𝑎
𝑘11 = [8𝐿𝑎2 + 12 𝐿2 (𝑎2 + 𝑎3 𝜕𝑣2 ) + 24𝐿3 𝑎3 𝜕𝑣3 ]
2 𝜕𝑣1 𝜕𝑣1 𝜕𝑣1 1 1

Dari persamaan [4.26], maka:


𝜕𝑎2 3 𝜕𝑎3 2
= − 𝐿2; =
𝜕𝑣1 𝜕𝑣1 𝐿3

Besarnya matriks kekakuan didapat sebagai berikut:


12𝐸𝐼
𝑘11 = ,
𝐿3

Dengan cara yang sama maka didapat:


𝜕2 𝑈 𝐸𝐼 𝜕 6𝐸𝐼
𝑘12 = 𝜕𝑣 = (12𝑎3 ) =
1 𝜕𝜃1 2 𝜕𝜃1 𝐿2

𝜕2 𝑈 𝐸𝐼 𝜕 12𝐸𝐼
𝑘13 = 𝜕𝑣 = (12𝑎3 ) = −
1 𝜕𝑣2 2 𝜕𝑣2 𝐿3

𝜕2 𝑈 𝐸𝐼 𝜕 6𝐸𝐼
𝑘14 = 𝜕𝑣 = (12𝑎3 ) =
1 𝜕𝜃2 2 𝜕𝑣2 𝐿2

Bila semua konstanta kekakuan dihitung maka didapatkan matriks kekakuan


elemen balok dari strain energy dan teorema castigliano, maka didapatkan
persamaan kekakuan sebagai berikut:

55
12 6 12 6

𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2
6 4 6 2

𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿
𝐊 = 𝐸𝐼 12 6 12 6 ……………………………[4.28]
− 3 − 2 3 − 2
𝐿 𝐿 𝐿 𝐿
6 2 6 4
[ − ]
𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿

Tampak bahwa hasil dari strain energy dan castigliano persamaan [4.28] dengan
persamaan [4.10], terdapat perbedaan tanda, Hal ini dapat dijelaskan karena tanda
positif untuk matriks kekakuan dengan metode strain energy dan castigliano
adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3. Arah positif untuk gaya-gaya simpul (nodal force) dari matriks
kekakuan balok dari strain energi dan teorema castigliano

B. LATIHAN
1. Tentukan persamaan matriks gaya dan displacement pada elemen balok
dalam sistem koordinat global!
2. Sebutkan matriks transformasi untuk elemen balok!
3. Sebutkan matriks tegangan pada elemen balok!
4. Apakah yang dimaksud dengan Trial Function!
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan energi regangan (strain energy)!
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teorema castigliano!
12𝐸𝐼
7. Buktikan bahwa 𝑘11 = dengan menggunakan strain energy dan teorema
𝐿3

castigliano!

C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:

56
1. Persamaan matriks yang menyatakan hubungan antara gaya dan displacement
node pada elemen balok adalah sebagai berikut:
12 6 12 6
− − −
𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2
𝑌1 6 4 6 2 𝑣1
𝑀1 − 2 2 𝜃1
𝐿 𝐿 𝐿 𝐿
{ } = 𝐸𝐼 12 6 12 6 {𝑣 } atau
𝑌2 − 2
𝑀2 𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2 𝜃2
6 2 6 4
[ − 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿 ]
𝑌1
𝑀1 12 −6 −12 −6 𝑣1
𝐿 𝐸𝐼 −6
= 𝐿3 [ −12 4 6 2 ] {𝜃1 𝐿}
𝑌2 6 12 6 𝑣2
𝑀2 −6 2 6 4 𝜃 2𝐿
{𝐿}
2. Hubungan matriks kekakuan truss pada sistem koordinat global dan lokal
̅ 𝐓, Matriks kekakuan dalam sistem
dinyatakan dalam persamaan 𝐊 = 𝐓 −𝟏 𝐊
koordinat global adalah sebagai berikut: λ = cos θ dan μ = sin θ
12 2
μ
𝐿3
12 12 2
− 𝐿3 λμ λ SYM
𝐿3
6 6 4
μ − λ
𝐿2 𝐿2 𝐿
𝐊 = 𝐸𝐼 12 12 6 12 2
− 𝐿3 μ2 3 λμ − 𝐿2 λ μ
𝐿 𝐿3
12 12 6 12 12 2
λμ − 𝐿 3 λ2 λ − 𝐿3 λμ λ
𝐿3 𝐿2 𝐿3
6 6 2 6 6 4
[ μ − λ μ − λ
𝐿2 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿2 𝐿]

3. Matriks tegangan elemen balok adalah sebagai berikut:


12 6 12
𝑣𝑖6
𝑉 3 − − − 𝜃
𝐿2 𝐿3 𝐿2 𝑖
{ } = 𝐸𝐼 [12 𝐿 6 6 4 12 6 6 2] {𝑣𝑗 }
𝑀 3𝑥 − − 𝑥+ − 𝐿3 𝑥 + 𝐿2 − 2𝑥+
𝐿 𝐿2 𝐿2 𝐿 𝐿 𝐿 𝜃𝑗

4. Matriks kekakuan balok juga dapat diturunkan dengan menggunakan strain


energy dan teorema castigliano:
𝜕2 𝑈
𝑘𝑖𝑗 = 𝜕𝑢 𝜕𝑢
𝑖 𝑗

57
D. Tes Formatif
1. Selesaikan problem sistem balok dibawah ini!
y
P
M I I
1 2 3
X

k
L L

E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang

F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Berdasarkan gambar soal didapatkan data sebagai berikut:
Diketahui:
a. Boundary condition : 𝑣2 = 𝑣3 = 𝜃3 = 0
b. Load conditions: 𝑌1 = −𝑃, 𝑀1 = 𝑀

58
c. Data desain: 𝐿𝑎 = 𝐿𝑏 = 𝐿, 𝐼𝑎 = 𝐼𝑏 = 𝐼
Matriks kekakuan 𝑲𝟏𝟐 adalah:

𝑣1 𝜃1 𝑣2 𝜃2 𝑣3 𝜃3
12 6 12 6
− 𝐿2 − 𝐿3 − 𝐿2 0 0
𝐿3
6 4 6 2
− 𝐿2 0 0 𝑣1 𝑣4
𝐿 𝐿2 𝐿
12 6 12 6 𝑘 −𝑘
𝑲𝟏𝟐 = 𝐸𝐼 − 𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2
0 0 ; 𝑲𝑠𝑝𝑟𝑖𝑛𝑔 =[ ]
6 2 6 4
−𝑘 𝑘
− 𝐿2 0 0
𝐿 𝐿2 𝐿
0 0 0 0 0 0
[ 0 0 0 0 0 0]
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
12 6 12 6
0 0 − 𝐿2 − 𝐿3 − 𝐿2
𝐿3
6 4 6 2
𝑲𝟐𝟑 = 𝐸𝐼 0 0 − 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿
12 6 12 2
0 0 − 𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿
6 2 6 4
[ 0 0 − 𝐿2 ]
𝐿 𝐿2 𝐿
12 𝑘 6 6
+ 𝐸𝐼 − 𝐿2 − 𝐿2
𝐿3
6 4 2
𝑲𝒕𝒐𝒕 = 𝐸𝐼 − 𝐿2 𝐿 𝐿
6 2 4 4
[ − 𝐿2 𝐿 𝐿
+ 𝐿]

Persamaan matriks gaya, kekakuan dan displacement menajdi sebagai berikut:


12 𝑘 6 6
+ 𝐸𝐼 − 𝐿2 − 𝐿2
𝑌1 = −𝑃 𝐿3 𝑣1
6 4 2
{ 𝑀1 = 𝑀 } = 𝐸𝐼 − 𝐿2 𝐿 𝐿
{𝜃1 }
𝑀2 = 0 6 2 4 4 𝜃2
[ − 𝐿2 𝐿 𝐿
+ 𝐿]

Dengan menggunakan metode partisi maka didapatkan


12 𝑘 6 6
−𝑃 3 +
− 𝐿2 𝑣1 − 2
{ } = 𝐸𝐼 [𝐿 6𝐸𝐼 4 ] {𝜃 } + [ 2𝐿 ] {𝜃2 }
𝑀 − 1
𝐿2 𝐿 𝐿

6 2 𝑣1 8 𝐿 6 2 𝑣1
{𝑀2 = 0} = [− 2 ] { } + 𝐿 {𝜃2 } → 𝜃2 = − 8 [− 𝐿2 ] { }
𝐿 𝐿 𝜃 1 𝐿 𝜃 1

59
Substitusi nilai 𝜃2 pada persamaan sebelumnya maka didapat:
12 𝑘 6 6
−𝑃 3
+ − 𝐿2 𝑣1 − 2 𝐿 6 2 𝑣1
{ } = 𝐸𝐼 [𝐿 6𝐸𝐼 4 ] {𝜃 } + [ 2𝐿 ] − 8 [− 𝐿2 ] {𝜃 }
𝑀 − 1 𝐿 1
𝐿2 𝐿 𝐿

15 𝑘 9
−𝑃 3
+ − 2𝐿2 𝑣1
{ } = 𝐸𝐼 [2𝐿 9 𝐸𝐼 7 ] {𝜃 }
𝑀 − 1
2𝐿2 2𝐿

Maka didapat displacement sebagai berikut:


−1
15 𝑘 9
3 +
𝑣1 1 − 2𝐿2 −𝑃
{𝜃 } = 𝐸𝐼 [2𝐿 9 𝐸𝐼 7 ] { }
1 − 𝑀
2𝐿2 2𝐿

7 9
𝑣1 1 2𝐿2 −𝑃
{𝜃 } = 15 𝑘 7 9 9
[ 2𝐿
9 15 𝑘]{ 𝑀 }
1 𝐸𝐼[[( 3 + ) . ]−[− .− 2 ]] + 𝐸𝐼
2𝐿 𝐸𝐼 2𝐿 2𝐿2 2𝐿
2𝐿2 2𝐿3

Jadi:
7 9
𝑣1 2𝐿4 2𝐿2 −𝑃
{𝜃 } = 12𝐸𝐼+7𝑘𝐿3 [ 2𝐿
9 15 𝑘]{ }
1 + 𝐸𝐼 𝑀
2𝐿2 2𝐿3

𝐿 6 2 𝑣1
𝜃2 = − 8 [− 𝐿2 ]
𝐿 𝜃
{ }
1

Gaya-gaya reaksi dapat ditentukan dengan dua metode, yang pertama adalah
kembali ke persamaan kekakuan total struktur seperti pada Bab II A.5, dan yang
kedua adalah matriks kekakuan tiap individu kemudian dihitung equivalent nodal
forces. Pada penyelesaian metode kedua maka didapatkan persamaan kekakuan
elemen 2-3, sebagai berikut:
12 6 12 6
𝑌3 𝑒 = − 𝐿3 𝑣2 + 𝐿2 𝜃2 + 𝐿3 𝑣3 + 𝐿2 𝜃3
6 2 6 4
𝑀3 𝑒 = − 𝐿2 𝑣2 + 𝐿 𝜃2 + 𝐿2 𝑣3 + 𝐿 𝜃3

Pada persamaan di atas berdasarkan kondisi batas 𝑣2 = 𝑣3 = 𝜃3 = 0, maka dapat


ditentukan dengan cara melakukan substitusi 𝜃2 pada persamaan diatas.
Untuk melakukan pengecekan kita menyederhanakan dengan memberikan asumsi
k=0 dan M=0. Sehingga dapat ditentukan persamaan 𝑣1 , 𝜃1 sebagai berikut:

60
9
𝑣1 𝐿3
7 −𝑃
𝐿
{𝜃 } = 12𝐸𝐼 [ 9 15] { 0 }
1
𝐿 𝐿2

7PL3 3PL2 PL2


𝑣1 = − 12EI , 𝜃1 = − , dan 𝜃2 = − 4EI
4EI

Bila disubstitusikan pada persamaan equivalent nodal force, maka didapatkan


besarnya tegangan sebesar:
3𝑃 𝑃𝐿
𝑌3 𝑒 = − dan 𝑀3 𝑒 = −
2 2

DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat

SENARAI
Trial Function adalah sebuah fungsi matematis yang digunakan sebagai penduga
solusi pada problem persamaan diferensial.

61
POKOK BAHASAN V.
STRONG DAN WEAK FORM UNTUK PROBLEM SATU
DIMENSI PADA METODE ELEMEN HINGGA

5.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Strong form dan weak form adalah bentuk persamaan matematis yang digunakan
untuk mendeskripsikan perilaku struktur. Pada penyelesaian dengan menggunakan
analisis numerik, strong form yang didapat dalam memformulasikan sistem
konstruksi harus dirubah dalam bentuk weak form agar dapat diselesaikan dengan
menggunakan metode elemen hingga

B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan strong form dan weak form dalam
memformulasikan problem sistem struktur pada metode elemen hingga,
khususnya dalam bidang teknik perkapalan.

C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan penggunaan strong
form dan weak form dalam problem 1 dimensi pada metode elemen hingga,
khususnya di bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat
kualitas lulusan teknik perkapalan.

C.2. Kompetensi Dasar


Setelah mengikuti materi strong dan weak form untuk problem satu dimensi pada
metode elemen hingga:
a. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan formulasi strong form pada
balok elastik dibebani gaya aksial.

62
b. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prosedur merubah formulasi
strong form menjadi weak form pada metode elemen hingga.
c. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan ekuivalensi antara strong form
dengan weak form pada metode elemen hingga.

5.2. SUB POKOK BAHASAN I. STRONG FORM DAN WEAK


FORM PADA PROBLEM SATU DIMENSI

A. Uraian Materi dan Contoh


A.1. Strong Form pada problem satu dimensi
Respon statik sebuah batang tarik tekan dengan memiliki penampang variabel
dapat diformulasikan tiap-tiap hubungannya sesuai dengan gambar 5.1.

Gambar 5.1. Problem analysis tegangan satu dimensi


Pada batang tarik tekan tersebut maka setiap hubungan matematis selalu
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Selalu berada dalam kesetimbangan (Hukum Newton I)
2. Selalu sesuai dengan Hukum hooke,
3. Harus memenuhi persamaan regangan dan displacement
Berdasarkan Hukum Newton I, maka didapatkan persamaan gaya sebagai berikut:

Dengan membagi persamaan dia atas dengan ∆𝑥, maka didapatkan

63
Bila dikatahui ∆𝑥 → 0, maka didapatkan persamaan sebagai berikut:

.....................................................[5.1]

Persamaan equilibrium di atas dinyatakan dalam internal force (p). Besarnya


tegangan didefinisikan sebagai gaya dibagi dengan luas penampang, maka:

.....................................[5.2]

Berdasarkan persamaan strain displacement didapatkan:

untuk ∆𝑥 → 0 .................[5.3]
Dengan substitusi persamaan [5.2] dan [5.3], juga hukum hooke dengan modulus
elastisitas E(x)=E, maka didapat persamaan

.........................................[5.4]

Persamaan [5.4] adalah persamaan diferensial orde dua. Pada persamaan tersebut
dependent variable adalah u(x), yaitu sebuah fungsi yang tak diketahui (unknown
function), dan x adalah variabel bebas. Untuk menyelesaikan persamaan
diferensial tersebut diperlukan kondisi batas pada tiap-tiap ujung tumpuan.
Persamaan kondisi batas tersebut adalah sebagai berikut:

.........................................[5.5]

Traction 𝑡̅ memiliki satuan yang sama dengan tegangan, tanda positif traction
adalah positif bila bekerja pada sumbu x positif, tanpa melihat pada sisi dimana
tempat bekerja. Bila tegangan bernilai positif, maka dapat diartikan sebagai
tegangan tarik sedangkan negatif adalah tegangan tekan, namun pada sisi negatif
(negative face) sebuah tegangan positif didefinisikan oleh traction negatif (−𝑡̅).

64
Persamaan differensial [5.4] dan persamaan boundary condition [5.5] adalah
strong form dari problem batang tarik tekan. Maka dapat disimpulkan strong form
untuk batang tarik tekan adalah:

.........................................[5.6]

Perlu dicatat bahwa pada persamaan [5.6], variabel 𝑡,̅ 𝑢̅ dan 𝑏 adalah variabel
yang diketahui (given variable), sedangkan variable yang tidak diketahui
(unknown variable) adalah displacement u(x).

A.2. Weak Form pada problem satu dimensi


Persamaan elemen hingga dikembangkan dengan menggunakan persamaan yang
dinyatakan dalam bentuk persamaan integral yang biasa disebut weak form.
Persamaan weak form yang digunakan, haruslah ekuivalen dengan persamaan
strong form yang didapat dari governing equation dan boundary condition. Nama
khusus dari weak form adalah analisis tegangan dengan menggunakan prinsip
virtual work.

Pada problem batang tarik tekan bentuk weak form dikembangkan dari bentuk
strong form persamaan [5.6], dengan cara mengkalikan persamaan [5.6] dengan
fungsi bobot (arbitrary function/weight function) dan mengintegrasikan dalam
domain dari sistem. Pada persamaan [5.6] domainnya terletak pada interval [0,l].
Pada daerah boundary condition yaitu tepat pada area penampang di lokasi x=0,
tidak diperlukan integral karena hanya berupa satu titik lokasi namun hanya
dikalikan dengan luas penampang A. Persamaan yang dihasilkan adalah:

.........................................[5.7]

65
Fungsi w(x) disebut sebagai weight function (fungsi bobot); ∀𝑤 menyatakan
bahwa w(x) adalah fungsi arbitrary dari semua fungsi w(x). Ke-arbitrari-an dari
fungsi bobot adalah sesutu yang krusial, karena bila tidak arbitrari maka weak
form akan tidak equivalent dengan strong form. Fungsi bobot adalah enforcer,
apapun dikalikan dengan fungsi bobot maka tetap dikembalikan pada nilai
ekuivalennya.

Pada boundary condition tidak dilakukan pemaksaan (enforce) oleh fungsi bobot
pada displacement, karena akan lebih mudah untuk membentuk sebuah fungsi
trial atau kandidat solusi yang memenuhi persyaratan kondisi batas, sehingga
diambil batasan kondisi yaitu sebagai berikut:
w(l) = 0 ……………...…………………..[5.8]
pemecahan dari weak form didapat dari seperangkat admissible solution u(x) yang
memenuhi kondisi batas yang ditentukan. Solusi-solusi ini selanjutnya disebut
dengan trial function atau kandidat solusi.

Persamaan [5.7] dapat digunakan untuk mengembangkan metode elemen hingga,


tetapi karena terdapat ekspresi derivatif orde dua pada u(x), maka solusi trial yang
sangat mulus (very smooth) akan diperlukan, sehingga akan menjadi rumit bila
lebih dari satu dimensi. Alasan lainnya adalah pada persamaan [5.7] matriks
kekakuan yang dihasilkan tidak simetri, karena integral pertama tidak simetri pada
w(x) dan u(x). Berdasarkan dua alasan tersebut maka dilakukan transformasi pada
persamaan [5.7] ke dalam persamaan hanya terdiri dari derivatif orde satu.
Derivatif orde satu akan memebentuk matriks kekakuan yang simetri, tidak harus
terlalu mulus (less smooth solution) dan akan lebih menyederhanakan pada
traction di boundary condition.
Agar lebih nyaman, persamaan [5.7] ditulis dalam bentuk ekuivalen, yaitu:

.....................................................[5.9]

66
Untuk mendapatkan weak form dengan derivatif orde satu maka kitalihat aturan
derivatif sebagai berikut:

Mengintegrasikan pada domain [0,l], maka didapatkan:

Dari dasar teorema kalkulus didapatkan:


...........................[5.10]

Formula [5.10] dikenal sebagai integration by parts. Metode integral ini sangat
berguna untuk menghubungkan strong form ke weak form. Penerapan integration
𝑑𝑢
by parts dengan nilai 𝑓 = 𝐴𝐸 (𝑑𝑥 ), maka persamaan [5.10] dapat ditulis menjadi

persamaan sebagai berikut:

.......................................[5.11]
Dengan menggunakan persamaan [5.11], maka persamaan [5.9] menjadi :

...........................[5.12]

Kita mencatat bahwa hukum stress-strain dan persamaan strain –displacement,


maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:

Berdasarkan kondisi batas pada persamaan [5.8] maka nilai variabel pertama sama
dengan nol. Hal ini menjelaskan bahwa lebih mudah membentuk fungsi bobot
yang dihapus (bernilai nol) pada batasan displacement yang ditentukan, daripada
dikalikan dengan fungsi bobot dan integrasi. Pada persamaan [5.7b] (𝑤𝐴𝜎 +
𝑤𝐴𝑡̅)𝑥=0 = 0, sehingga persamaan di atas dapat ditulis menjadi:

...........................[5.13]

67
Langkah-langkah yang telah kita lakukan dalam transfer strong form ke weak
form adalah sebagai berikut:
1. Governing equation dan traction boundary dikalikan dengan fungsi arbitrari
2. Fungsi arbitrari berupa fungsi bobot yang smooth
3. Integrasi persamaan dalam domain yang ditentukan
4. Melakukan tranformasi persamaan derivatif orde 2 menjadi persamaan
derivatif orde satu
Melalui empat tahapan tersebut dapat disimpulkan bentuk persamaan weak form,
dimana solusi persamaan tersebut adalah sebuah trial function yang memenuhi
semua kondisi batas untuk sebuah fungsi w(x) yang smooth dan w(l)=0. Solusi
didapat sebagai berikut:

.......................[5.14]

Trial solution pada persamaan [5.14] juga meupakan solusi persamaan [5.6].
Penting untuk diingat bahwa trial solution (u(x)) harus memenuhi kondisi batas
persamaan [5.6c]. Pemenuhan displasemen kondisi batas oleh sebuah trial
function adalah hal yang esensial. Kondisi batas ini biasa disebut sebagai essential
boundary conditions. Pada beberapa kasus traction kondisi batas muncul secara
alamiah dalam persamaan weak form, sehingga trial function tidak perlu diatur
agar memenuhi kondisi batas. Kondisi batas seperti ini disebut sebagai natural
boundary conditions. Persyaratan kemulusan (smoothness) pada trial solution juga
harus dipertimbangkan. Trial solution yang smooth dan memenuhi kondisi batas
esensial disebut admissible. Fungsi bobot (weight function) yang smooth dan
dapat dihilangkan (bernilai nol) pada batasan essensial juga disebut sebagai
admissible. Pada penggunaan weak form untuk menyelesaikan problem, trial
solution dan weight function harus admissible.

68
A.3. Kontinuitas dan tingkat kemulusan (degree of smoothness)
Meskipun weak form dan strong telah dibahas, namun spesifikasi tingkat
kemulusan (smoothness) dari fungsi arbitrari, fungsi bobot dan trial solution akan
dijelaskan pada sub pokok bahasan ini. Sebuah fungsi disebut fungsi Cn, bila
derivatifnya yaitu orde j untuk 0 ≤ 𝑗 ≤ n adalah sebuah fungsi yang kontinu pada
domain keseluruhan. Fokus tentang studi kontinuitas diutamakan pada fungsi C0,
C-1 dan C1. Contoh-contoh ilustrasi dapat dilihat pada gambar 5.2. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 5.2, fungsi C0 adalah fungsi piece wise yang dapat
didifferensialkan dan kontinu (piecewise continously differentiable), turunan
pertamanya adalah sebuah fungsi yang kontinu kecuali pada titik perpindahan.
Turunan pertama fungsi C0 adalah fungsi C-1, misalnya bila displacement adalah
fungsi C0, maka regangan (strain) adalah turunan pertamanya yaitu fungsi C-1.

Gambar 5.2. Fungsi C-1, C0, dan C1.


Tingkat kemulusan (degree of smoothness) pada fungsi C-1, C0, dan C1 dapat
diingat dengan melihat gambar 5.2. Pada fungsi C-1 fungsi memiliki bentuk
lompatan (jump) seperti anak tangga, sedangkan pada fungsi C0 tidak memiliki
lompatan, tapi memiliki patahan (kink) pada kurva kontinu-nya. Setiap ada
peningkatan orde fungsi, maka kontinuitas fungsi akan meningkat dan lebih
terlihat smooth. Pada fungsi yang miliki lompatan seperti anak tangga, maka
fungai ini memiliki diskontinuitas yang tinggi (strong discontinuity), sedangkan
fungsi yang memiliki patahan adalah fungsi weak discontinuity. Pada pekerjaan
CAD minimal memerlukan kontinuitas fungsi C1. Pada finite element, kontinuitas
orde nol (fungsi C0) biasa digunakan. Tabel 5.1 menjelaskan smoothness dari
kurva, semakin tinggi orde maka semakin kontinu dan smooth.

69
Tabel 5.1. Smoothness of Function

A.4. Ekivalensi antara strong form dan weak form


Pembuktian bahwa weak form berkaitan dengan strong form, dapat diperoleh
dengan membalik langkah prosedur ketika kita mendapatkan weak form dari
strong form. Selain menggunakan integration by parts untuk mengeliminasi
derivatif orde dua dari u(x), formula diputar balik menjadi sebuah integral dengan
derivatif lebih tinggi dan persyaratan batas. Berdasarkan hal tersebut persamaan
[5.14] dikembalikan menjadi persamaan [5.11].

Mensubstitusi persamaan di atas pada persamaan [5.14],dan meletakkan bagian


integral pada sisi kiri dan bagian boundary pada sisi kanan maka:

...............[5.15]

Keberhasilan dari pembuktian ini terletak pada arbitrariness dari w(x). Hal ini
adalah semua yang kita butuhkan dalam pembuktian ekivalensi strong form dan
weak form. Pilihan fungsi w(x) adalah fungsi yang sudah kita lihat pada
pembuktian sebelumnya yaitu:

.......................................[5.16]
Dimana 𝜓(𝑥) adalah sebuah fungsi yang smooth, yaitu 𝜓(𝑥) > 0 pada interval 0
< x < l dan 𝜓(𝑥) = 0, pada daerah batas (boundary condition). Bentuk persamaan
yang memenuhi persyaratan untuk sebuah fungsi 𝜓(𝑥), adalah 𝜓(𝑥) = 𝑥(𝑙 − 𝑥).
Fungsi 𝜓(𝑥) yang dibuat menunjukkan bahwa w(l) =0, sehingga persyaratan
essensial boundary condition pada kondisi batas yang ditentukan dapat terpenuhi,

70
yaitu w = 0. Dengan memsubstitusikan persamaan [5.16] ke persamaan [5.15],
didapatkan persamaan sebagai berikut:

.......................................[5.17]
Pada daerah boundary dapat dihilangkan karena telah kita buat fungsi bobot yaitu
w(0) = 0. Pada persamaan intergal [5.17], fungsi 𝜓(𝑥) > 0 pada interval 0 < x < l
dan integrand-nya juga fungsi kuadrat, sehingga persamaan [5.17] selalu bernilai
positif. Untuk memenuhi persamaan [5.17] maka nilai integrand haruslah nol,
sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut:

...........................[5.18]
Dimana, persamaan [5.18] adalah persamaan diferensial strong form [5.6a].
Mengikuti kondisi persamaan [5.18] maka persamaan [5.15] menjadi:
.......................................[5.19]
Persamaan [5.19] ini adalah natural (prescribed traction) boundary condition,
atau persamaan [5.6b] pada bentuk strong form.
Persamaan yang terakhir pada strong form yaitu kondisi batas displacement [5.6c],
harus dipenuhi oleh semua fungsi trial yang dibuat. Persyaratan ini juga sama-
sama disyaratkan pada persamaan weak form [5.14], yaitu u(l) = 𝑢̅. Oleh karena
itu, hal ini dapat disimpulkan bahwa trial solution yang memenuhi weak form juga
memenuhi strong form.

Cara lain untuk membuktikan ekuivalensi strong form dan weak form
Pertama kita ambil asumsi yaitu:

dan

Variabel r(x) disebut sebagai fungsi residual; dimana r(x) adalah error dalam
persamaan [5.6a] dan r0 adalah error pada traction kondisi batas [5.7b]. Bila
r(x)=0 (no error) persamaan equilibrium [5.6a] dapat terpenuhi, dan bila r0=0
traction kondisi batas [5.6b] juga dapat terpenuhi.

71
Persamaan [5.14] dapat ditulis aebagai berikut:

..........................[5.20]
Kita akan buktikan bahwa r(x) = 0 dengan menggunakan teknik
kontradiksi.dengan teknik kontradiksi untuk membuktikan bahwa r(x) = 0, maka
asumsi yang diambil justru sebaliknya yaitu r(a) ≠ 0, dimana a adalah sembarang
titik pada interval 0 < a < l. Selanjutnya diambil asumsi bahwa r(x) adalah fungsi
yang smooth, sehingga dapat dipastikan bahwa titik-titik yang berdekatan dengan
x=a tidak sama dengan nol, seperti pada gambar 5.3a. Kita juga dapat menentukan
dengan bebas bentuk fungsi w(x) karena ini adalah arbitrary smooth function,
Oleh karena itu kita tentukan fungsi w(x) seperti pada gambar 5.3b. Selanjutnya
persamaan [5.20] menjadi persamaan sebagai berikut:

...........................[5.21]
Berdasarkan pernyataan [5.21] nampak bahwa bila r(a) ≠ 0, maka ketentuan pada
persamaan [5.20] akan dilanggar (tidak memenuhi persyaratan persamaan [5.20],
sehingga dengan kontradiksi yang dibuat dapat ditunjukkan bahwa r(a) harus
bernilai nol. Untuk itu kita akan ulang bila dengan mengambil nilai r(x)=0 , maka
pada interval 0 < x < l persamaan [5.20] akan terpenuhi.

Gambar 5.3. Ilustrasi grafik : (a) residual fuction, (b) choice weight function (c)
Produk residual dan weight function pada Fungsi C0 dan C-1

72
Bila kita ambil asumsi w(0)= 1; bagian integral dihilangkan karena r(x)=0 pada
interval 0 < x < l; serta mengikuti persamaan [5.20] r0=0, maka traction kondisi
batas terpenuhi.

Dari apa yang telah dijelaskan di atas, dapat dikatakan bahwa prosedur perkalian
fungsi residual dengan fungsi bobot haruslah sama dengan nol (dapat dihilangkan),
karena fungsi bobot berfungsi sebagai fungsi arbitrari, sehingga mampu
mengkondisikan (enforce) persamaan residual agar dapat dihilangkan dalam
menyelesaikan problem persamaan. Pembuktian ekuivalensi strong form dan
weak form menunjukkan bahwa weak form mampu menyelesaikan problem pada
semua tingkatan smooth sebuah fungsi. Pada pembuktian pertama (persamaan
[5.6]-[5.14]), kita memilih fungsi bobot arbitrari yang spesial (Special arbitrary
weight function) yang harus dismoothkan (agar dapat dilihat bagaimana prosedur
pembuktian berjalan), sedangkan pada pembuktian yang kedua kita menggunakan
arbitrariness dan smoothness secara langsung (teknik kontradiksi). Fungsi bobot
pada gambar 5.3b tidak harus sangat smooth, tetapi harus memiliki smooth yang
dibutuhkan untuk proses pembuktian ini.

B. LATIHAN
1. Kembangkan persamaan weak form dari persamaan strong form dibawah ini

C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Formulasi matematis dari problem struktur dapat ditulis dalam bentuk strong
form (persamaan differensial) dan weak form (persamaan integral)
2. Penyelesaian persamaan strong form mebutuhkan persyaratan kontinuitas
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan persamaan weak form, sehingga

73
lebih disarankan untuk merubahnya terlebih dahulu kedalam bentuk weak
form
3. Prosedur transformasi bentuk strong form menjadi bentuk weak form adalah
sebagai berikut:
a. Governing equation dan traction boundary dikalikan dengan fungsi
arbitrari
b. Fungsi arbitrari berupa fungsi bobot yang smooth
c. Integrasi persamaan dalam domain yang ditentukan
d. Melakukan tranformasi persamaan derivatif orde 2 menjadi persamaan
derivatif orde satu
4. Bentuk strong form dan weak form adalah ekuivalen, sehingga solusi
persamaan bentuk weak form juga merupakan solusi bagi persamaan bentuk
strong form.

D. Tes Formatif
1. Kembangkan bentuk weak form dari persamaan strong form sebagai berikut!

2. Tentukan solusi dari weak form pada soal latihan dengan menggunakan trial
solution dan weight functions sebagai berikut !
a.

b.

E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

74
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang

F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Penentuan fungsi bobot dan trial solution diambil berdasarkan dari kondisi
batas. Titik batas x =1 adalah natural boundary dimana derivatif telah
ditentukan, sedangkan boundary x=3 adalah essential boundary sebagai solusi
yang telah ditentukan. Oleh karena itu kita definisikan w(3)=0 dan trial solution
yang memenuhi essensial boundary adalah u(3)=1.
Langkah selanjutnya adalah mengkalikan governing equation dengan weight
function dan di integralkan sepanjang domain interval 0 < x < 3; kita juga
mengkalikan natural boundary condition dengan fungsi bobot. Didapatkan
persamaan:

………………………………..[5.22]

Untuk menghilangkan derivatif orde dua menjadi persamaan derivatif orde


satu digunakan teknik integration by parts, persamaan [5.22a] menjadi:

………………[5.23]

75
Karena w(3)=0, maka persamaan pertama pada sisi kanan dapat dihilangkan
(nol). Selanjutnya substitusi persamaan [5.23] ke [5.22], sehingga didapatkan
persamaan sebagai berikut:

………………………...[5.24]
Substitusi persamaan [5.22b] ke [5.24] didapatkan:

………………………...[5.25]
Persamaan [5.25] adalah weak form, untuk mencari smooth function u(x)
dengan u(3) = 1, dimana persamaan [5.25] berlaku untuk semua fungsi w(x)
dengan w(3)=0.
Untuk membuktikan bahwa weak form berhubungan dengan strong form,
maka kita gunakan integration by parts dan didapat persamaan sebagai berikut:

………………[5.26]
Kemudian kita substitusi persamaan [5.26] ke [5.25]:

………………[5.27]
Karena fungsi bobot = 0 untuk essential boundary w(3) = 0, maka

………………[5.28]
Dengan alasan yang sama pada persamaan [5.16] maka:

Maka persamaan [5.28], menjadi:

Nilai integran selalu positif dalam interval [1,3], sehingga agar integrand
bernilai nol maka didaptkan persamaan sebagai berikut:

Persamaan di atas adalah bentuk strong form.

76
Fungsi w(x) adalah smooth dan bernilai nol pada x=3 dan tetapi bernilai satu
pada x=1. Berdasarkan kondisi 𝜓(3) = 0 dan 𝜓(1) = 0 , maka persamaan
integral bernilai nol, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut:

Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa natural boundary condition dapat


dipenuhi. Pada persamaan integral juga menunjukkan bahwa essensial
boundary condition dapat dipenuhi oleh semua trial solution. Dapat
disimpulkan bahwa solusi weak form juga merupakan solusi strong form

2. Solusi persamaan weak form pada soal latihan dengan menggunakan trial
function dan weight function dibawah ini :

Asumsi bahwa A adalah konstan dan E = 105, berdasarkan karakteristik


admissable maka fungsi bobot harus nol pada x=0, sehingga nilai 𝛽0 = 0. Pada
trial solution yang harus admissible, maka harus memenuhi boundary condition
u(0) = 10-4, sehingga didapat nilai α0 = 10−4. Bila disubstitusikan didapatkan
persamaan sebagai berikut:

………………[5.29]

Bila disubstitusikan pada bentuk weak form didapatkan

Bila persamaan integral di atas diselesaikan maka didapat persamaan:

Karena β1 tidak sama dengan nol, maka yang berada didalam kurung harus
20
berniali nol, sehingga didapatkan nilai α1 = = 2 × 10−4 . Bila
E

77
disubstitusikan ke trial solution di atas, maka didapatkan trial solution linier
du
yaitu: 𝑢𝑙𝑖𝑛 = 10−4 (1 + 2𝑥), σlin = E dx = 105 × 2. 10−4 = 20.

Untuk trial solution dengan fungsi kuadrat yaitu:

Berdasarkan essensial boundary condition maka α0 = 10−4 dan 𝛽0 = 0, dan


disubstitusikan pada persamaan weak form maka didapat:

Dengan menyelesaikan persamaan integral didapatkan:

Karena β1dan β2 tidak sama dengan nol, maka untuk memenuhi persamaan di
atas didapat dua persamaan linier sebagai berikut:

Solusi weak form dalam bentuk grafik dapat dibandingkan antara trial solution
linier dan kuadrat dengan exact solution.

Gambar 5.4. Perbandingan hasil estimasi linier dan kuadrat dibandingkan dengan
exact solution (a) displacement (b) tegangan

78
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat

SENARAI
Traction adalah sebuah stress vector, resultan dari dari tensor tegangan (shear
stress dan normal stress), yang menggambarkan besarnya gaya tiap satuan
luasan yang bekerja pada permukaan sebuah objek.

79
POKOK BAHASAN VI.
TEOREMA ENERGI POTENSIAL MINIMUM
DAN METODE VARIASIONAL

6.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Teorema energi potensial minimum adalah sebuah teori yang menggunakan
prinsip-prinsip energi potensial dan usaha yang diterima oleh konstruksi untuk
memprediksi respon struktur (tegangan dan displacement). Teorema ini
digunakan pada pendekatan alternatif yang dikenal sebagai metode variasional
untuk menyelesaikan problem-problem teknik dengan menggunakan metode
elemen hingga.

B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan metode variasional dengan menggunakan teorema
energi potensial minimum pada metode elemen hingga, khususnya dalam bidang
teknik perkapalan.

C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan metode variasional
dengan menggunakan teorema energi potensial minimum pada metode elemen
hingga, khususnya dalam bidang teknik perkapalan, khususnya di bidang teknik
perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat kualitas lulusan teknik
perkapalan.

C.2. Kompetensi Dasar


Setelah mengikuti materi teorema energi potensial minimum dan metode
variasional:

80
1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prinsip-prinsip metode
variasional pada problem elastisitas dalam metode elemen hingga.
2. Mahasiswa diharapkan mampu menyebutkan persamaan formulasi teorema
energi potensial minimum.
3. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan governing equation pada
formulasi metode variasional.

6.2. SUB POKOK BAHASAN I. METODE VARIASIONAL


PADA PROBLEM ELASTISITAS

A. Uraian Materi dan Contoh


Pendekatan alternatif untuk mengembangkan persamaan elemen hingga biasanya
menggunakan metode variasional. Teori yang digunakan menggunakan prinsip-
prinsip kalkulus variasional dan nampak sangat rumit bagi mahasiswa. Kita akan
membahas problem yang sederhana yaitu analisis tegangan pada satu dimensi.
Prinsip-prinsip variasional dapat dikembangkan dalam bentuk weak form, prinsip-
prinsip variasional yang dikembangkan dalam bentuk weak form disebut sebagai
teori energi potensial minimum yang dinyatakan sebagai berikut:

Teorema energi potensial minimum


Solusi strong form adalah peminimum (minimizer ) dari:

.....[6.1]

W adalah energi potensial sistem, dalam problem elastisitas. Indeks “int” dan “ext”
menjelaskan energi potensial internal dan energi potensial eksternal. Minimizer
dari W(u(x)) yang dinyatakan dalam bentuk weak form, adalah solusi yang dicari.
Salah satu hal yang harus dimengerti dalam mempelajari prinsip variational
adalah makna dari W(u(x)). W(u(x)) adalah fungsi dari sebuah fungsi. Fungsi dari
sebuah fungsi disebut dengan fungsional. Kita akan mempelajari variasi W(u(x))

81
bila fungsi u(x) dirubah (divariasikan). Perubahan infinitesimal dalam sebuah
fungsi disebut variation of the function dan dinotasikan oleh 𝛿𝑢𝑥 ≡ 𝜁𝑤(𝑥) ,
dimana w(x) adalah fungsi arbitrari dan ζ adalah bilangan positif yang sangat kecil
0 < ζ ≪1.
Perubahan dalam fungsional disebut variation in the functional yang dinotasikan
oleh 𝛿𝑊, didefinisikan sebagai berikut:
.................[6.2]
Persamaan ini analog dengan definisi differensial, namun pada persamaan ini
harus mempertimbangkan perubahan pada independen variabel dari fungsi peubah
(u(x)). Sebuah differential memberikan perubahan fungsi terhadap perubahan
independen variabel. Sedangkan variation of functional memberikan perubahan
fungsional terhadap perubahan dalam fungsi.
Berdasarkan pernyataan energi potensial minimum pada pada persamaan [6.1]
(persamaan teorema energi potensial minimum), tampak bahwa 𝑢(𝑥) +
𝜁𝑤(𝑥)harus masig berada dalam U. Untuk memenuhi kondisi ini, maka w(x)
harus smooth dan hilang pada essensial boundary, sehingga:
𝑤(𝑥) ∈ 𝑈0 .......................................................[6.3]
Bila kita evaluasi variation dari energi internal 𝛿𝑊𝑖𝑛𝑡 , dengan menggunakan
definisi variation of functional pada persamaan [5.1] maka didapat :

................[6.4]

Term pertama dan keempat saling menghilangkan. Term ketiga dapat diabaikan
karena ζ bilangan yang sangat kecil, sehingga didapatkan:

.............................[6.5]
Variation dari kerja eksternal (external work) dengan menggunakan definisi
variation, dan term kedua persamaan [6.1] dibagi menjadi dua bagian yaitu body
force dan traction (agar lebih jelas), maka persamaan variation of functional dari
kerja eksternal dapat ditulis sebagai berikut:

82
...........................[6.6]
...........................[6.7]

Pada titik minimum dari W(u(x)), variation of functional harus hilang (bernilai
nol), seperti halnya differensial, derivatif sebuah fungsi sama dengan nol pada
titik minimum sebuah fungsi. Hal ini menyatakan bahwa 𝛿𝑊 = 0, yaitu:
0 = 𝛿𝑊 = 𝛿𝑊𝑖𝑛𝑡 − 𝛿𝑊𝑒𝑥𝑡 .........................................[6.8]
Subsitusi persamaan [5.5]-[5.7] ke persamaan[5.8] , kemudian dibagi dengan ζ,
untuk u(x)U, didapat persamaan:
.................[6.9]

Persamaan [6.9] sama persis dengan weak form persamaan [5.14] yang
dikembangkan pada pokok bahasan sebelumnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa
weak form menyiratkan bentuk strong form, sehingga peminim (minimizer)
fungsional energi potensial memberikan persamaan strong form. Tepatnya, kita
telah menunjukkan bahwa sebuah titik energi stationer memberikan strong form.
Titik stasioner yang dimaksud adalah minimizer.
Kebanyakan di buku-buku tentang prinsip variational, perubahan dalam fungsi u(x)
dinotasikan oleh 𝛿𝑢(𝑥), selain notasi 𝜁𝑤(𝑥). Sehingga persamaan [6.9] menjadi:

..............[6.10]
Ini dapat disederhanakan dengan menggunakan persamaan strain-displacement
dan hukum stress-strain, sehingga term pertama dalam integrand pertama
persamaan [6.10] menjadi:

....................[6.11]
Persamaan di atas ini disebut principle of virtual work: displasemen admissible
pada variation kerja internal sama dengan variation kerja eksternal ( 𝛿𝑊𝑖𝑛𝑡 =

83
𝛿𝑊𝑒𝑥𝑡 ), untuk semua ∀𝛿𝑢 ∈ 𝑈0 , memenuhi equilibrium dan natural boundary
condition.Persamaan [6.11] identik dengan persamaan weak form [5.14].
Sifat yang menarik dari prinsip energi potensial adalah hubungannya dengan
energi sistem. Persamaan [6.1] substitusikan persamaan strain –displacement dan
persamaan hooke maka didapat:

...........................[6.12]
Bila kita kaji grafik linear, pada gambar 6.1, kita dapat melihat bahwa energi per
satuan volume adalah wint = (1/2) E2. Sehingga, Wint, integral densitas energi
terhadap volume adalah total energi internal dari sistem.

Gambar 6.1. Definisi density energi internal atau density energi strain wint
Energi ini disebut juga sebagai energi regangan (strain energy), dimana energi
disimpan oleh struktur ketika terdeformasi. Energi ini akan dikembalikan bila
struktur tidak dibebani. Term kedua adalah energi eksternal. Energi eksternal
adalah produk dari gaya (b or 𝑡̅ ) dan dispalcement (u); Kita dapat menulis
persamaan [6.1] menjadi :
W=Wint−Wext ...................................................[6.13]
Berdasarkan variational principle δW=0, Hal ini memperjelas arti fisik dari prinsip
minimum energi potensial, bahwa: solusi adalah minimizer (stationary point)
energi potensial W, diantara semua fungsi displacement yang admissible. Prinsip
variational tidak dapat dibentuk dengan aturan sederhana seperti halnya kita
membuat weak form, namun beberapa weak form dapat dikonversi menjadi
pronsip variational.

84
Yang menarik dari teorema energi potensial adalah dapat digunakan berbagai
macam sistem elastis,sehingga bila energi potensial ini untuk sistem lain, kita
dapat dengan cepat menurunkan persamaan elemen hingga untuk sistem itu.
Prinsip variational juga bermanfaat untuk studi akurasi dan konvergensi metode
elemen hingga. Kelemahan pendekatan variational adalah banyak sistem yang
belum siap menggunakan sistem ini.

B. LATIHAN
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Teorema Energi Potensial Minimum!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan variation of functional!
3. Jelaskan manfaat lain dari variational method dalam metode elemen hingga!

C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Metode variasional adalah metode alternatif dalam analisis elemen hingga
dengan menggunakan teorema energi potensial minimum.
2. Persamaan metode variasional identik dengan persamaan weak form pada
formulasi problem elastis.
3. Berdasarkan variational principle δW=0, Hal ini memperjelas arti fisik dari
prinsip minimum energi potensial, bahwa: solusi adalah minimizer (stationary
point) energi potensial W, diantara semua fungsi displacement yang
admissible
4. Teorema energi potensial dapat digunakan berbagai macam sistem elastis
5. Prinsip variational juga bermanfaat untuk studi akurasi dan konvergensi
metode elemen hingga

D. Tes Formatif
1. Sebutkan persamaan metode variasional untuk problem elastis!
2. Sebutkan persamaan principle of virtual work!
3. Sebutkan manfaat metode variasional dalam analisis elemn hingga!

85
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang

F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Teorema energi potensial minimum
Solusi strong form adalah peminimum (minimizer ) dari:

2. Persamaan principle of virtual work adalah sebagai berikut:

3. Prinsip variational juga bermanfaat untuk studi akurasi dan konvergensi


metode elemen hingga

86
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat

SENARAI
Admissible adalah Trial solution yang smooth dan memenuhi kondisi batas
esensial

87
POKOK BAHASAN VII.
APPROKSIMASI TRIAL SOLUTION, WEIGHT FUNCTION,
DAN GAUSS QUADRATURE UNTUK PROBLEM 1D

7.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Pada metode elemen hingga salah satu tahapan yang penting adalah
menentukan/memperkirakan (approximation) bentuk trial solution, weight
function dan integrasi elemen dengan menggunakan gauss quadrature. Fungsi-
fungsi ini dipilih sehingga perhitungan dengan menggunakan metode elemen
hingga menjadi konvergen dan akurat.

B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menentukan/memperkirakan (approximation) bentuk trial
solution, weight function dan integrasi elemen dengan menggunakan gauss
quadrature pada metode elemen hingga, khususnya dalam bidang teknik
perkapalan.

C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan
menentukan/memperkirakan (approximation) bentuk trial solution, weight
function dan integrasi elemen dengan menggunakan gauss quadrature pada
metode elemen hingga, khususnya dalam bidang teknik perkapalan, khususnya di
bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat kualitas lulusan
teknik perkapalan.

88
C.2. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti materi approksimasi trial solution, weight function, dan gauss
quadrature untuk problem 1D:
1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan penentuan bentuk fungsi trial
solution pada metode elemen hingga untuk problem 1D.
2. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan penentuan bentuk fungsi bobot
(weight function) pada metode elemen hingga untuk problem 1D.
3. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan perhitungan integral dengan
menggunakan metode gauss quadrature pada metode elemen hingga untuk
problem 1D.

7.2. SUB POKOK BAHASAN I. PENENTUAN TRIAL


SOLUTION, WEIGHT FUNCTION DAN GAUSS
QUADRATURE

A. Uraian Materi dan Contoh


A.1. Elemen linear dua simpul
Perimbangkan sebuah elemen satu dimensi yang paling sederhana, yaitu
elemen yang terdiri dari dua simpul. Nodal value dari fungsi dinotasikan oleh
𝜃 𝑒 (𝑥1𝑒 ) ≡ 𝜃1𝑒 dan 𝜃 𝑒 (𝑥2𝑒 ) ≡ 𝜃2𝑒 . Kita akan mengembangkan prosedur untuk
membuat sebuah fungsi yang lengkap (complete) dan kontinu C0 untuk elemen ini.
Sebegaiman kita jelaskan pada bab sebelumnya, untuk mendapatkan kontinuitas,
kita akan menggambarkan elemen ke dalam nilai simpul (nodal values). Untuk
mendapatkan kondisi completeness, kita pilih setidaknya polinomial linier yaitu:

......................................[7.1]
Bila kita pilih dua simpul pada ujung-ujung elemen, kita mempunyai jumlah nodal
value yang sama dengan parameter pada persamaan [7.1], sehingga kita dapat
mengekspresikan parameter nodal value secara terpisah. Bila diekspresikan dalam
bentuk matriks maka didapatkan sebagai berikut:

89
.........................................[7.2]

Selanjutnya kita ekspresikan koefisien 𝛼0𝑒 dan 𝛼1𝑒 dalam bentuk nilai pendekatan
pada node 1 dan 2, sebagai berikut:

.................[7.3]

Dimana de adalah nodal matrik untuk elemen e, yang didefinisikan seperti yang
ditunjukkan di atas. Dalam bentuk matriks, inverse dari persamaan [7.3] diberikan
sebagai berikut:
.........................................[7.4]
Substitusi persamaan [7.4] ke persamaan [7.2] didapatkan:
............................[7.5]

Matrix baris disebut dengan element shape


function matrix. Terdiri dari elemen shape function yang berhubungan dengan
elemen e. Kita akan lihat bahwa shape function akan memainkan peranan penting
dalam metode elemen hingga. Shape function dari berbagai macam order dan
dimensi memungkinkan FEM menyelesaikan berbgai macam tipe problem dengan
tingkat akurasi bervariasi. Selanjutnya kita akan mengembangkan ekspresi
matriks shape function elemen Ne dengan mengevaluasi matriks dalam persamaan
[7.5]. Dari ekspresi Me pada [7.3], maka didapatkan:

Gambar 7.1. Shape function elemen dua simpul

90
Dimana le adalah panjang element e. Kemudian dengan menggunakan [7.5] kita
dapatkan:
.........[7.6]
Pernyataan di atas, 𝑁1𝑒 (𝑥1𝑒 ) dan 𝑁2𝑒 (𝑥2𝑒 ) adalah elemen shape function pada node
1 dan 2. Fungsi bentuk ini ditunjukkan pada gambar 7.3. Catatan, bahwa fungsi
ini bernilai tidak nol dalam elemen e. Dapat dilihat bahwa shape function adalah
linear dalam elemen tersebut. Sebagai tambahan, shape function mempunyai sifat
sebagai berikut:

Persamaan di atas dapat ditulis menjadi notasi sebagai berikut:


.............................[7.7]
Dimana δij disebut sebagai Kronecker delta yang didefinisikan sama dengan
matriks satuan yang diberikan oleh :

.............................[7.8]
Persamaan [7.7] dikenal sebagai sifat kronecker delta dan dihubungkan dengan
sifat dasar dari shae function yang disebut sifat interpolasi. Interpolan adalah
fungsi yang melewati titik data dengan tepat. Bila nilai simpul (nodal value)
dianggap sebagai data, maka shape function adalah interpolan dari data simpul
(nodal data). Faktanya, shape function digunakan sebagai interpolan untuk fitting
suatu data. Untuk menunjukkan sifat interpolasi, kita tulis [7.5] dalam bentuk
shape function dan nilai simpul (nodal value):

Dimana nen adalah jumlah simpul elemen; dalam kasus ini nen=2. Kita akan
tunjukkan bahwa:
𝜃 𝑒 (𝑥𝑗𝑒 ) = ∑2𝐼=1 𝑁𝐼𝑒 (𝑥𝑗𝑒 )𝜃𝐼𝑒 = ∑2𝐼=1 𝛿𝐼𝐽 𝜃𝐼𝑒 = 𝜃𝐽𝑒

Dimana kita telah menggunakan persmaan [7.7] dan langkah terakhir kita ikuti
definisi kronecker delta [7.8]. sehingga pendekatan finite element tepat sama

91
dengan nilai simpul pada simpul-simpul elemen. Hal ini dapat dijelaskan dari
koefisien 𝛼𝑖𝑒 dievaluasi dengan menggunakan persyaratan tersebut.
Dalam bentuk weak form yang dikembangkan pada pokok bahasan sebelumnya.
Kita perlu mengevaluasi derivatif dari trial solution dan weght function. Untuk
elemen dua simpul ini, kita dapat menderivasikan ekspresi derivatif sebagai
berikut:

Dalam bentuk matriks, ini dapat ditulis menjadi:

.............................[7.9]
Dimana,
...........................[7.10]
Langkah terakhir pada [7.10] mengikuti bentuk persamaan derivatif [7.6]
Sebagaimana telah disebutkan, dalam tiap-tiap elemen, kita telah menggunakan
deret polinomial komplit (complete polynomial expansion), sehingga telah
memenuhi persyaratan completeness. Kita juga telah mengekspresikan fungsi
untuk nodal value, sehingga mudah untuk membentuk fungsi C0 secara global.

A.2. Elemen satu dimensi kuadrat (quadratic one dimensional element)


Untuk mengembangkan elemen kuadrat, kita mulai dengan aproksimasi
polinomial orde dua komplit (second order polynomial approximation), sebagai
berikut:

...............[7.11]

Beltuk elemen ini dapat dilihat pada gambar 7.2. Kita membutuhkan tiga node,
agar dapat dilakukan penentuan besaran konstanta (𝛼0𝑒 , 𝛼1𝑒 , 𝛼2𝑒 ) pada nodal values
trial solution: 𝜃 𝑒 (𝑥1𝑒 ) = 𝜃1𝑒 , 𝜃 𝑒 (𝑥2𝑒 ) = 𝜃2𝑒 , 𝜃 𝑒 (𝑥3𝑒 ) = 𝜃3𝑒 . Dua simpul diletakan
pada ujung-ujung elemen sehingga kontinuitas global dapat didefinisikan. Simpul
ketiga dapat diletakkan bebas, namun lebih baik diletakkan secara simetri tepat

92
pada titik tengah element. Secara umum, elemen-elemen ini akan lebih baik bila
titik ketiga terletak pada pusat elemen.

Gambar 7.2. Elemen balok tiga simpul (orde dua)

Gambar 7.3. Fungsi bentuk kuadrat untuk elemen bersimpul tiga


Untuk mendapatkan fungsi bentuk, pertama kita ekspresikan (𝛼0𝑒 , 𝛼1𝑒 , 𝛼2𝑒 ) dalam
fungsi nodal value (𝜃1𝑒 , 𝜃2𝑒 , 𝜃3𝑒 ):

............[7.12]
Seperti yang ditunjukkan di atas, kita dapat menulis persamaan [7.12] dalam
bentuk de=Me e. Kombinasi [7.11] dan [7.12] menjadi:

...........................[7.13]
Dimana nen=3. Fungsi bentuk didapatkan sebagai berikut:

..............[7.14]
Dapat ditunjukkan dengan mudah bahwa fungsi-fungsi bentuk ini, memenuhi sifat
kronecker delta. Fungsi-fungsi bentuk ditunjukkan pada gambar 7.3. Seperti yang
dilihat, karena sifat kronecker delta, tiap-tiap fungsi bentuk bernilai non zero
(tidak nol) hanya pada satu simpul dan pada simpul itu nilainya adalah satu
kesatuan fungsi. Pada elemen tersebut, fungsi bentuk adalah kuadratik, fungsi
bentuk simpul tengah, dapat dikenal sebagai bentuk parabola.

93
A.3. Penentuan fungsi bentuk dalam problem satu dimensi
Fungsi-fungsi bentuk dalam problem satu dimensi yang telah kita
kembangkan disebut dengan lagrange interpolants. Teori lagrange interpolant
sangat berguna untuk membuat interpolan dari berbagai macam orde, khususnya
pada fungsi dengan orde yang lebih tinggi seperti kuadrat atau kubik. Beberapa
elemen orde tinggi dapat memberikan keakuratan yang lebih baik dibanding
dengan elemen linier.
Lagrange interpolan dapat dikembangkan secara langsung dengan
prosedur sederhana dengan mengambil keuntungan sifat kronecker delta dari
fungsi bentuk. Berdasarkan sifat kronecker delta, fungsi bentuk I harus hilang
(sama dengan nol) pada semua node selain node I dan menjadi satu kesatuan node
I. Untuk melihat bagaimana kita menggunakan sifat ini untuk menentukan fungsi
bentuk, maka kita gunakan contoh fungsi bentuk kuadratik untuk elemen
bersimpul tiga.
Langkah pertama kita buat fungsi 𝑁1𝑒 (𝑥). Sebagai fungsi 𝑁1𝑒 (𝑥) adalah
fungsi kuadratik maka kita buat bentuk manjadi dua fungsi monomial linier dalam
x. Bentuk umum fuangsi kuadratik yang dinyatakan dalam dua fungsi monomial
linier adalah sebagai berikut:

Dimana a, b, dan c adalah konstanta yang dipilih untuk memenuhi sifat kronecker
delta. Kita ingin 𝑁1𝑒 (𝑥)bernilai nol pada 𝑥2𝑒 dan 𝑥3𝑒 , sehingga didapatkan nilai
𝑎 = 𝑥2𝑒 dan 𝑏 = 𝑥3𝑒 . Sehingga persamaan menjadi

Sekarang telah kita dapat fungsi yang bernilai nol pada node 2 dan 3. Tinggal kita
tentukan besaran konstanta c, agar bernilai satu pada node 1, yaitu memenuhi
persamaan 𝑁1𝑒 (𝑥1𝑒 ) = 1. Kondisi ini dapat dipenuhi bila nilai konstanta c sebagai
denominator sama dengan nilai numerator pada saat 𝑥 = 𝑥1𝑒 , sehingga didapatkan
sebagai berikut:

94
Kita nyatakan ini kedalam notasi kroneceker delta menjadi 𝑁1 (𝑥𝑗𝑒 ) = 𝛿1𝑗 . Dua
fungsi bentuk yang llain dengan cara yang samadidapatkan sebagai berikut:

Hasil dari fungsi bentuk di atas sama dengan persamaan [7.14], bila kita notasikan
1 1 𝑒
𝑙 𝑒 = 𝑥3𝑒 − 𝑥1𝑒 , sehingga − 2 𝑙 𝑒 = (𝑥1𝑒 − 𝑥2𝑒 ) = (𝑥2𝑒 − 𝑥3𝑒 ), dan 𝑙 = (𝑥2𝑒 − 𝑥1𝑒 ) =
2

(𝑥3𝑒 − 𝑥2𝑒 ), dan seterusnya.


Prosedur pembuatan fungsi bentuk ini juga dapat digunakan pada fungsi
bentuk yang memiliki orde tiga atau cubic shape function. Pada elemen dengan
cubic shape function, memiliki 4 node. Sebagaimana diperlukan empat konstanta
yang digunakan pada fungsi pangkat tiga. Fungsi bentuk orde tiga tersebut adalah
sebagai berikut

Shape function ini dapat dilihat pada gambar 7.4.

Gambar 7.4. Cubic shape function pada elemen satu dimensi empat simpul, hanya
satu simpul yang bernilai tidak nol dan ini adalah satu kesatuan.

95
A.4. Aproksimasi fungsi bobot (weight function)
Tidak diharuskan bahwa fungsi bobot diduga/diaproksimasi dengan
menggunakan interpolan yang sama dengan aproksimasi trial solution, namun
untuk kebanyakan problem sangatlah menguntungkan bila kita menggunakan
aproksimasi yang sama untuk weight function dan trial solution, dan ini adalah
cara yang paling banyak dipakai. Metode pendekatan ini biasa disebut sebagai
Galerkin FEM. Metode ini yang digunakan dalam bahan ajar ini. Weight function
ini dan derivatifnya dinyatakan sebagai berikut:

A.5. Aproksimasi global dan kontinuitas


Pada pokok bahasan sebelumnya kita telah mengaproksimasi trial solution
dan weight function untuk tiap-tiap lokal elemen secara terpisah. Aproksimasi
global trial solution dan weight function yang kemudian kita notasikan sebagai
𝜃 ℎ dan 𝑤 ℎ , didapatkan dengan menggabungkan kontribusi dari individu elemen
lokal. Untuk sebuah mesh yang terdiri dari nel elemen, dinyatakan:

...........................[7.15]

Dimana kita menggunakan de = Le d, Le adalah gather matriks (matriks


penggabung). Global shape function didefinisikan sebagai berikut:

.......................................[7.16]
Pada persamaan [7.15] aproksimasi global pada trial solution dan weight function
dapat diekspresikan menjadi:

...........................[7.17]

96
Dimana nnp adalah jumlah simpul dalam mesh. Persamaan [7.15] dan [7.17]
adalah fungsi identik, hal ini bisa dilihat dengan mensubstitusi persamaa [7.16] ke
dalam [7.17].
Aproksimasi global sangatlah berguna untuk studi kontinuitas dan
kovergensi solusi finite element. Matriks shape function global N(x) dan shape
function elemen Ne(x) adalah matriks baris. Untuk merubah shape function jadi
matriks kolom, maka digunakan operasi transpose pada persamaan [7.16]. yaitu:

...........................[7.18]
Persamaan [7.18] menunjukkan bahwa shape function global dapat diperoleh
dengan menggabungkan matriks seperti yang dilakukan pada merakit matrik
kekakuan pada pokok bahasan truss.

Gambar 7.5. Jumlah simpul global dan lokal pada mesh elemen hingga
Untuk menjelaskan karakteristik global shape function, kita menggunakan mesh
dua elemen seperti pada gambar 7.5. Disini simpul-simpul global diberi angka
berurutan, dinyatakan pada superscript dan subscript menggambarkan angka node
lokal. Dari contoh gambar 7.5. matriks Le ditulis menjadi:

Dari [7.16] kita peroleh:

...........................[7.19]

97
Jumlah shape function global sama dengan jumlah simpul. Shape function global,
sebagaimana yang diperoleh di atas, ditunjukkan dalam gambar 7.5. Perlu dicatat
bahwa shape function global dan shape function elemen adalah sama dan identik
bila dikaji dalam domain elemen (lokal). Dapat dilihat bahwa shape function
global juga memenuhi sifat kronecker delta. Salah satu ciri khas dari shape
function global yaitu fungsi ini adalah fungsi kontinu C0. Sebagaimana dapat
dilihat pada persamaan [7.17], trial solution dan weight function dari finite
element adalah kombinasi linier dari shape function. Bila global shape function
adalah fungsi C0, maka setiap kombinasi linier pasti fungsi C0, sehingga
kontinuitas 𝜃 ℎ dan 𝑤 ℎ dapat dijamin.

Gambar 7.6. Shape function linier global dan lokal (elementer)untuk mesh dua
elemen

Selanjutnya, sebagaimana shape function adalah polinomial, integral yang


dihasilkan dalam weak form adalah berhingga, sehingga persyaratan integrability
dari trial solution dan weight function juga terpenuhi. Secara matematis, kita
katakan bahwa shape function adalah H1, dimana NI ∈ H1.

A.6. Gauss Quadrature


Secara umum, weak form yang ada pada pokok bahasan 5 tidak dapat
dintegrasikan dalam closed form. Oleh karena itu, digunakan integrasi numerik.

98
Meskipun ada banyak teknik integrasi numerik, Gauss Quadrature adalah tenik
yang paling efisien untuk fungsi polinomial atau mendekati polinomial. Dalam
FEM, integral biasanya melibatkan fungsi polinomial, sehingga Gauss Quadrature
adalah pilihan yang tepat.
Anggap integral adalah sebagai berikut:

...........................[7.20]
Formula gauss quadrature selalu digunakan pada parent domain [-1,1]. Oleh
karena itu, kita akan memetakan domain satu dimensi dari parent domain [-1,1] ke
fsikal domain [a,b] dengan menggunakan linear mapping yang ditunjukkan pada
gambar 7.7, sehingga didapatkan pada 𝑥 = 𝑎, 𝜉 = −1 dan 𝑥 = 𝑏, 𝜉 = 1 ,
persamaan yang menyatakan hubungan x dan :

...........................[7.21]

Gambar 7.7. Mapping domain satu dimensi dari parent domain [-1,1] ke fisikal
domain [a,b]

Pemetaan di atas dapat ditulis langsung dalam linear shape function:

Dari persamaan [7.21] didapatkan :

...........................[7.22]
Dimana J adalah Jacobian yang diberikan sebesar J=(b-a)/2. Kita dapat
menuliskan integral [7.20] menjadi:

99
Dalam kerangka prosedur integrasi gauss, kita aproksimasi integral yaitu:

...........................[7.23]
Dimana Wi adalah bobot dan i adalah titik-titik dimana integran dievaluasi.
Ide dasar gauss quadrature adalah untuk memilih bobot dan titik-tik
integrasi, sehingga polinomial tertinggi yang ada dapat diintegrasi secara tepat.
Untuk memperoleh formula ini, fungsi f() diaproksimasi oleh sebuah polinomial
sebagai berikut:

...............[7.24]
Kemudian kita mengekspresikan nilai koefisien i dalam fungsi f() pada titik
integrasi, sebagai berikut:

...............[7.25]

Berdasarkan persamaan [7.25] dan [7.23], integral 𝐼̂, dapat ditulis sebagai berikut:
……………………….[7.26]
Gauss quadrature memberikan bobot dan titik-titik integrasi yang mendekati
integral eksak sebuah polinomial dengan orde yang diberikan. Untuk menentukan
nilai bobot dan titik-titik integrasi yang tepat, kita mengintegrasikan fungsi
polinomial f(), sebagai berikut:

...............[7.27]

100
Bobot dan titik-titik quadrature teleh ditentukan, kemudian didapatkan hasil
bahwa 𝐼̂ pada persamaan [7.27] sama dengan 𝐼̂ persamaan [7.26], sehingga
formula quadrature memberikan integral eksak untuk sebuah polinomial dengan
orde yang diberikan. Ini menghasilkan hubungan sebagai berikut:

..........................[7.28]
Persamaan [7.28] adalah sebuah sistem persamaan aljabar nonlinier, untuk
matriks M dan W yang tidak diketahui (Unknown Matrix).
Perlu dicatat, jika ngp adalah jumlah dari titik-titk gauss, sebuah polinomial
orde p dapat diintegrasikan secara eksak bila:

Alasannya adalah sebuah polinomial orde p didefinisikan oleh parameter sejumlah


p+1. Sebagaimana bobot dan titik-titik integrasi dapat disesuaikan (adjustable),
maka titik-titik ngp dalam skema integrasi gauss memiliki parameter 2ngp yang
dapat disesuaikan untuk mengintegrasikan fungsi polinomial orde p secara eksak.
Sehingga formula gauss dengan titik ngp mengintegrasikan sebuah fungsi
polinomial orde (2ngp - 1) secara eksak. Berdasarkan hal ini, jumlah titik integrasi
yang diperlukan untuk mengintegralkan sebuah fungsi polinomial orde p secara
eksak, adalah:

Sebagai contoh: untuk mengintegrasikan sebuah polinomial kuadratik (p=2), kita


memerlukan paling sedikitnya sejumlah titik integrasi dua buah (ngp=2).

B. LATIHAN
1. Jelaskan penentuan trial solution dengan fungsi linier!
2. Jelaskan penentuan fungsi bobot (weight function) pada fungsi linier!
3. Jelaskan penentuan gauss quadrature pada trial function dan weight function
fungsi linier!

C. Rangkuman

101
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Trial solution digunakan untuk memprediksi hasil analisis FEM, harus
memenuhi persyaratan kontinuitas dan completeness agar tercapai
konvergensi dalam proses perhitungan numerik.
2. Penentuan trial solution dapat digunakan fungsi polinomial. Dimuali dari
polinomial orde 1 (fungsi linier) maupun fungsi polinomial orde tinggi.
3. Penentuan fungsi bobot pada formulasi weak form, biasanya digunakan
fungsi yang sama dengan fungsi yang digunakan pada trial solution, ini biasa
disebut dengan Galerkin FEM.
6. Pengintegrasian pada weak form, dapat diselesaikan secara numerik dengan
menggunakan metode gauss quadrature
7. Jumlah titik integrasi yang diperlukan untuk mengintegralkan sebuah fungsi
polinomial orde p secara eksak, adalah:

D. Tes Formatif
1. Evaluasi integral dibawah ini dengan gauss quadrature!

E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik

102
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang

F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Evaluasi integral dibawah ini dengan dua titk gauss quadrature

Diketahui ngp=2 (two point integration), integral diatas dapat dievaluasi secara
ekseak. Kita menggunakan persamaan (7.28) untuk menghitung (W1, 1) dan (W2,
2), sebagai berikut:

Untuk memperoleh solusi dari empat persamaan aljabar non linier dari empat
unknown variabel, kita mencatat bahwa dengan bentuk simetri, maka W1= W2 dan
1=-2. Persamaan pertama kemudian dapat digunakan untuk memperoleh fungsi
bobot dan persamaan ketiga dalam titik integrasi.
Selanjutnya, kita menggunakan persamaan (7.22) dengan a=2 dan b=5
untuk mengekspresikan x dan f dalam bentuk 
.

Menggunakan persamaan [7.23] integral menjadi

103
Dalam kasus ini, sebuah gauss quadrature adalah eksak, kita dapat mengecek hasil
dengan melakukan integrasi analitik. Yang menghasilkan :

Titik-titk gauss quadrature dan bobot (Wi, i) dapat dihitung untuk setiap jumlah
titik integrasi. Hasil dari perhitungan ini di tabulasi pada tabel 7.1. dalam
program FEM, angka-angka ini dapat diprogram sehingga persamaan [7.28] tidak
harus diselesaikan dengan mengulang perhitungan lagi.
Tabel 7.1. Posisi titik-titik gauss dan konstanta bobotnya

DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat

SENARAI
Kontinuitas adalah Trial dan fungsi bobot adalah cukup smooth, sehingga
persamaan integral dapat diselesaikan

104
Completeness adalah istilah matematika yang menunjukkan kemampuan
serangkaian fungsi untuk mengaproksimasi sebuah fungsi smooth,
dengan akurasi yang dapat diterima.

105
POKOK BAHASAN VIII.
FORMULASI ELEMEN HINGGA UNTUK PROBLEM SATU
DIMENSI

8.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Pada metode elemen hingga salah satu tahapan yang penting adalah
memformulasikan problem-problem mekanika dalam sebuah persamaan yang
akan diselesaikan. Tahapan-tahapan perhitungan dan prosedur komputasi melalui
pengembangan persamaan dikrit dan prosedur diskritisasi (discretization),
penyelesaian problem Two point boundary value dan konvergensi FEM, diberikan
agar prinsip-prinsip metode elelem hingga dapat dipahami dengan baik dan benar.

B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam memformulasikan problem-problem mekanika satu dimensi
dengan menggunakan metode elemen hingga, khususnya dalam bidang teknik
perkapalan.

C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu memformulasikan problem-problem
mekanika satu dimensi dengan menggunakan metode elemen hingga, khususnya
dalam bidang teknik perkapalan, khususnya di bidang teknik perkapalan, sehingga
dapat meningkatkan tingkat kualitas lulusan teknik perkapalan.

C.2. Kompetensi Dasar


Setelah mengikuti materi formulasi elemen hingga untuk problem satu dimensi:
1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengembangan persamaan
diskrit .

106
2. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan persamaan diskrit untuk
boundary condition arbitrari.
3. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan problem two point boundary
value pada metode elemen hingga untuk problem 1D.
4. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konvergensi pada metode
elemen hingga untuk problem 1D.

8.2. SUB POKOK BAHASAN I. FORMULASI ELEMEN


HINGGA UNTUK PROBLEM SATU DIMENSI

A. Uraian Materi dan Contoh


A.1. Pengembangan persamaan diskrit: kasus sederhana.
Kita telah mempersiapkan segala kebutuhan untuk memformulasikan
problem ke dalam persamaan elemen hingga, yaitu:
1. Bentuk weak form yang ekivalen dengan bentuk strong form, yang akan kita
pecahkan.
2. Fungsi trial dan fungsi bobot yang akan kita gunakan dalam weak form,
sehingga kita siap mengembangkan persamaan elemen hingga seperti yang
telah dideskripsikan pada pokok bahasan 5, yaitu persamaan analisis tegangan.
Sebagai langkah terakhir adalah discretization, seperti yang telah kita ketahui,
pada pokok bahasan ini akan diperoleh persamaan diskrit dengan jumlah
berhingga, dari bentuk weak form.
Prosedur yang sama dengan prosedur pada pokok bahasan 5, yaitu pertama
kita membuat admissible fungsi bobot dan trial solution sebagai parameter
arbitrari. Namun, dalam metode elemen hingga, parameter-parameter tersebut
adalah nilai simpul (nodal value) dari fungsi yang ditentukan. Dari kearbitrarian
(arbitrariness) nodal value fungsi bobot, kita kemudian akan memformulasikan
persamaan elemen hingga yang berupa persamaan aljabar linier. Kita sering
menyebut langkah ini dengan persamaan diskrit dari persamaan sistem. Dalam

107
analisis tegangan kita menyebutnya dengan persamaan kekakuan (stiffness
equation). Prosedur analisis elemen hingga terdiri dari empat tahapan yaitu:
1. Preprocessing, dimana mesh dibuat.
2. Formulasi persamaan elemen hingga diskrit.
3. Pemecahan persamaan diskrit
4. Postprocessing, dimana solusi ditampilkan dan berbagai variabel yang
berhubungan dengan pemecahan solusi dihitung.
Pada pokok bahasan ini problem sederhana yang diangkat dapat dilihat pada
gambar 8.1., sebagai berikut:

Gambar 8.1. [a] mesh dua elemen. [b] fungsi bentuk global. [c] contoh trial
solution yang memenuhi essential boundary condition

Bentuk weak form problem di atas adalah:


Tentukan fungsi u(x) dalam trial solution yang smooth yang memenuhi essential
boundary condition 𝑢(𝑙) = 𝑢̅1 , yaitu:

.....[8.1]
Pada persamaan di atas, kita menggunakan ekspresi transpose pada fungsi bobot.
Karena fungsi bobot w(x) adalah skalar, maka transpose tidak berpengaruh
terhadap nilai, namun penting untuk menjaga konsistensi ketika kita mensubstitusi
matriks yang mengekspresikan w(x) dan derivatifnya.
Dengan langkah yang sama pada test formatif no.2 pada pokok bahasan 5
Kita tentukan fungsi bobot dan trial solution dan didapatkan:
.........................................[8.2]
.........................................[8.3]

108
Dimana, N(x) adalah matriks shape function, sehingga didapatkan weight function
dan trial solution untuk problem tiga simpul sebagai berikut:

Trial solution harus memenuhi essential boundary condition hingga:


.............................[8.4]
Displacement simpul yang lain akan ditentukan oleh solusi dari weak form. Pada
essential boundary condition, fungsi bobot juga harus dihilangkan (nol), sehingga:
.............................[8.5]
Nodal value yang lain adalah arbitrari (sembarang), sebagaimana fungsi bobot
adalah arbitrari. Elemen yang ada dan matriks global dihubungkan dengan matriks
pengumpul (gather matrix), sehingga didapatkan:
.............................[8.6]
Le adalah matriks pengumpul. Matriks pengumpul menyatakan hubungan antara
simpul lokal dan global.
Karena fungsi elemen hingga dan derivatifnya memiliki lompatan (jump) dan
patahan (kink), integrasi yang efisien dari weak form pada domain [0,l] dilakukan
dengan menjumlahkan integral untuk tiap-tiap elemen individu pada domain
[𝑥1𝑒 , 𝑥2𝑒 ], sehingga integral pada domain keseluruhan merupakan jumlah total dari
integral pada domain elementer, yang dinyatakan sebagai berikut:

.....[8.7]
Superscript “e” pada fungsi bobot dan fungsi trial mengindikasikan bagian dari
elemen individu lokal. Pada tiap-tiap elemen e, fungsi bobot dan trial solution
dapat ditulis sebagai berikut:

.................[8.8]

Dimana de dan we diberikan dalam mendeskripsikan nilai simpul global (global


nodal value) dari [8.6]. Persamaan [8.8] adalah sama dengan [8.2] dan [8.3], dan
fungsi-fungsi ini adalah admissible. Fungsi ini adalah sebuah pelokalan

109
(localization) dari aproksimasi global pada elemen-elemen. Pada elemen e, N
global dan shape function elemen Ne adalah identik. Kita akan menulis
aproksimasi elemen hingga pada tingkat elemen dengan menggunakan persamaan
[8.8]. Essential boundary condition akan ditemui pada tingkatan global dan ini
secara implisit menyatakan bahwa de dan wediberikan dalam nilai simpul global
oleh [8.6]. Substitusi persamaan [8.8] ke dalam [8.7] didapatkan:

........... .....[8.9]
Pada persamaan [8.9] kita telah mendefinisikan dua matriks penting dalam FEM:
1. Matriks kekakuan elemen (element stiffness matrix)

...............[8.10]

2. Matriks gaya eksternal elemen (element external force matrix)

...............[8.11]

Dimana Γ𝑡𝑒 adalah bagian dari batas elemen pada natural boundary dan 𝐟Ω𝑒 dan
𝐟Γ𝑒 dalam [88.11] adalah matrix elemen eksternal body force dan boundary force.
Matriks elemen memiliki peranan penting dalam analisis sistem diskrit. Matriks
ini adalah dasar (building block) dari persamaan global. Substitusi [8.10] dan
[8.11] kedalam [8.9] dengan menggunakan [8.6] didapatkan:

...........................[8.12]
Turunan dari persamaan [8.12] menyatakan bahwa w bukan fungsi x dan sebuah
mtriks global, sehingga bisa dikeluarkan dari integral. Matrik Le bukan fungsi x,
tetapi ada ketergantungan elemen, sehingga bisa keluar dari integral, tetapi tetap

110
berada pada sigma dari penjumlahan seluruh elemen. Dari persamaan di atas dapat
dikenali matriks kekakuan sistem yaitu:

...........................[8.13]
Matriks sistem untuk persamaan differensial dirakit dengan operasi yang sama
untuk sistem diskrit, matriks ini ekivalen dengan matriks kekakuan perakitan
langsung. Term kedua dari persamaan [8.12] adalah matriks ekternal force:

...........................[8.14]

Substitusi persamaan [8.13] dan [8.14] ke dalam persamaan [8.12] didapatkan:


...............[8.15]
Dimana kita telah mengindikasikan arbitrariness untuk nodal value, w, yang
muncul dari abitrariness fungsi bobot pada pernyataan weak form [8.1] dan
batasan pada w, [8.5], anggap bahwa:
.......................................[8.16]
Dimana r adalah residual, maka persamaan [8.15] menjadi:
...........................[8.17]
Bila kita menulis persamaan [8.15] untuk model spesifik dalam gambar 8.1., maka:

Dimana term pertama dihilangkan karena w1=0.karena nilai w2 dan w2 arbitrari


(tidak sama dengan nol), maka nilai r2 = r3=0, tetapi kita masih tidak tahu nilai r1.
Adanya unbalanced force pada node 1, maka ini adalah reaction force. Bila kita
tulis persamaannya, kita peroleh sebagai berikut:

...............[8.18]

Dengan mengatur ulang persamaan [8.18], didapatkan:

111
...............[8.19]

Persamaan [8.19] adalah sebuah sistem tiga persamaan dengan yang tidak
diketahui (unknown value), u2, u3 dan r1. Pencarian solusi dengan menggunakan
metode partisi (pokok bahasan 2) dan metode penalti. Dengan menggunakan
metode partisi didapatkan:

Dilanjutkan dengan perhitungan unknown reaction pada node 1, didapatkan:

A.2. Pengembangan persamaan diskrit untuk Arbitrary Boundary


Conditions
Kita akan membahas tentang pengembangan persamaan elemen hingga
untuk weak form dengan arbitrary boundary condition, yaitu:
Tentukan u(x) U dari:

...............[8.20]
Lihat gambar 8.2, elemen dapat berukuran apa saja, dan semakin kecil ukuran
elemen yang digunakan akan meningkatkan akurasi perhitungan. Simpul-simpul
pada essential boundary condition diberi angka, kemudian digunakan metode
partisi.

Gambar 8.2. Mesh elemen hingga dalam satu dimensi


Setelah ditentukan mesh elemen hingga dan fungsi aproksimasi yang smooth pada
tiap-tiap individu elemen, maka kita ekspresikan integral terhadap  pada
persamaan [8.20], sebagai penjumlahan integral pada domain elemen, yaitu:

112
...............[8.21]
Dimana e adalah domain elemen. Integrasi pada e adalah ekivalen terhadap
integrasi pada interval [𝑥1𝑒 , 𝑥𝑛𝑒𝑒𝑛 ].
Kita akan gunakan aproksimasi global untuk fungsi bobot dan trial
solution [8.2] dan [8.3]. Sesuai dengan arbitrary boundary condition, kita akan
mempartisi matriks solusi global dan matriks fungsi bobot sebagai berikut:

Subscript “E” menyatakan nodal value pada essential boundary. Subscript “F”
menyatakan semua nilai simpul : arbitrari untuk fungsi bobot dan unknown untuk
trial solution.Hasilnya fungsi bobot dan trial solution menjadi admissible.
Substitusi persamaan [8.8] ke [8.21] didapatkan:

...............[8.22]
Perlu dicatat pada persamaan [8.22] wF adalah arbitrari dan wE adalah nol.
Substitusi [8.10] dan [8.11] dalam [8.22] dan menggunakan [8.6], we=Le w dan
de=Le d, didapatkan:

...............[8.23]

Sistem di atas dapat ditulis menjadi :


...........................[8.24]
Dimana r=Kd-f, seperti pada [8.16]
Partitioning pada r dalam persamaan [8.24] kongruen dengan w, didapatkan:

...........................[8.25]
Diketahui wE=0 dan wF= arbitrari, dengan mengikuti scalar product teorema,
maka rF=0. Persamaan [8.16] dapat ditulis dalam bentu partisi yaitu:

113
Dimana KE, KF dan KEF dipartisi kongruen dengan partisi d dan f. Sehingga
persamaan di atas dapat ditulis menjadi:

...............[8.26]
Dengan menggunakan pendekatan seperti materi A1 di atas, dapat diselesaikan
untuk dF dengan menggunakan baris kedua di atas, yaitu:
.......................................[8.27]
Setelah dF diketahui, unknown reaction dapat dihitung dengan menggunakan baris
pertama persamaan [8.26]:
.......................................[8.28]
Untuk tujuan post processing, displasemen dan tegangan dihiung untuk tiap
elemen dengan menggunakan persamaan [8.8] dan stress-strain law:

Nilai simpul elemen diperoleh dari operator pengumpul Le menggunakan de= Le d.


Pentingnya postprocessing adalah penggambaran visual dari hasil-hasil
perhitungan ini.

B. LATIHAN
1. Sebutkan persamaan matematis matriks kekakuan dalam formulasi FEM satu
dimensi!
2. Sebutkan persamaan matematis matriks ekternal force dalam formulasi FEM
satu dimensi!

C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Formulasi metode elemen hingga memerlukan memerlukan beberapa item
yang harus disiapkan yaitu:
a. Bentuk persamaan weak form yang ekivalen dengan bentuk strong form,
yang akan kita pecahkan.

114
b. Fungsi trial dan fungsi bobot yang akan kita gunakan dalam weak form
2. Pada formulasi metode elemen hingga didapatkan persamaan matriks
kekakuan elemen sebagai berikut:

3. Persamaan matriks gaya eksternal elemen, sebagai berikut:

D. Tes Formatif
1. Tentukan formulasi matriks elemen untuk elemen dua simpul!

2. Tentukan unknown displacement dan tegangan dengan finite elemen (nel=2,


nel=1), mesh terdiri dari elemen tiga simpul tunggal (nen=3, nel=1), seperti
pada gambar dibawah ini:

E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

115
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang

F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Tentukan formulasi matriks elemen untuk elemen dua simpul!

Dari soal di atas ditentukan shape function elemen dua simpul dan turunannya
sebagai berikut:

Sehingga didapatkan matriks kekakuan elemen yaitu:

116
Evaluasi external nodal body force, dari term pertama persamaan [8.11]:

Karena distribusi body force adalah linier, maka dapat diekspresikan linear shape
function yaitu:

Sehingga matriks body force elemen diberikan sebagai berikut:

Dapat dilihat bahwa jumlah total gaya-gaya yang bekerja pada elemen adalah
le(b1+ b2)/2, dimana ini adalah integral body force pada domain elemen, (total
force). Seperti yang diharapkan bahwa b1= b2, separuh gaya bekerja pada simpul 1
dan separuh lainnya pada simpul 2.

2. Tentukan unknown displacement dan tegangan dengan finite elemen (nel=2,


nel=1), mesh terdiri dari elemen tiga simpul tunggal (nen=3, nel=1), seperti pada
gambar dibawah ini:

Shape function untuk elemen kuadratik tiga simpul, didapatkan:

117
Matriks B-nya didapatkan sebagai berikut:

Matriks kekakuannya didapatkan sebagai berikut:

Gambar 8.3. Mesh elemen hingga


Dapat dilihat bahwa integran adalah orde 3 (p=3). Sehingga jumlah titik
quadrature yang disyaratkan dalam integrasi adalah 2ngp-1  3, maka ngp  2.
Jacobian dalam gauss quadrature adalah:

Menulis x dalam bentuk  dan transformasi parent domain, didapatkan:

...............[8.29]
Dimana,

Menggunakan persamaan [8.29], K11 didapatkan:

Matriks kekakuan diberikan yaitu:

118
Matriks kekakuan adalah simetri dan jumlah setiap baris atau kolom sama dengan
nol. Pada rigid body motion nodal forces haruslah nol.
 Matriks Body Force
Matriks body force simpul diperoleh dengan menambahkan kontribusi dari beban
terdistribusi b (term pertama pada persamaan [8.30]) dan gaya terpusat P (term
kedua persamaan [8.30]).

...............[8.30]

Term kedua persamaan [8.30] terdiri dari shape function yag dievaluasi pada titik,
dimana gaya terpusat bekerja dan nilai gaya positif bila bekerja arah sumbu positif
x. Bila gaya terpusat bekerja pada bagian tengah elemen linier, nilai shape
function pada bagian tengah adalah separuhnya, karena separuh lainnya
diaplikasikan pada tiap-tiap simpul.
Pada kasus ini persamaan [8.30] menjadi:

Gauss quadrature dua poin diperlukan karena fungsi kuadratik, yaitu:

Sehingga,

119
Catat bahwa matriks boundary force dihilangkan, kecuali untuk gaya reaksi pada
simpul 1. Sehingga persamaan [8.26] menjadi:

Hasilnya adalah persamaan sistem global sebagai berikut:

Dimana kita telah mempartisi persamaan dan persamaan sistem telah direduksi
menjadi:

Penyelesaian persamaan diatas adalah:

 Postprocessing
Setelah displasement simpul telah dihitung, displacement field dapat diperoleh
dari persamaan [8.3]. Penulisan persamaan ini untuk elemen tiga simpul
didapatkan, sebagai berikut:

Stress field diberikan oleh :

120
 Estimasi kualitas solusi
Untuk memverifikasi kualitas tegangan hasil perhitungan, dalam problem statis
tertentu (statically determinate) ini, stress field eksak dapat dihitung dari axial
𝑝(𝑥)
force p(x) dibagi dengan luas penampang balok, 𝜎 ex = . Gambar 8.4.
2𝑥

membandingkan solusi stress field elemen hingga dengan stress field eksak.
Dapat dilihat bahwa stress field elemen hingga tidak dapat menunjukkan
lompatan (jump) yang terjadi pada lokasi titik gaya bekerja.

Gambar 8.4. Perbandingan tegangan elemen hingga (garis padat)


dan tegangan eksak (garis putus-putus)

8.3. SUB POKOK BAHASAN II. KONVERGENSI METODE


ELEMEN HINGGA

A. Uraian Materi dan Contoh


A.1. Konvergensi metode elemen hingga
Pengkajian kualitas solusi metode elemen hingga untuk berbagai macam
tipe elemen tidak hanya dilakukan dengan membandingkan secara visual antara
solusi elemen hingga dengan solusi eksak. Pada sub pokok bahasan ini, kita akan
membahas tentang metode kuantifikasi error dalam solusi elemen hingga. Untuk
ini diperlukan solusi eksak, tetapi bagaimana mendapatkan solusi eksak tidak
dibahas dalam sub pokok bahasan ini.

121
Pertanyaan mendasarnya adalah: bagaimana kita dapat
mengkuantifikasikan error uh(x) (solusi elemen hingga) bila solusi eksak
diketahui? Seperti yang kita ketahui, perbandingan solusi FE dengan solusi eksak
di lokasi titik tunggal tidak akan membantu, karena bila titik tersebut adalah
simpul (node), solusi FE pada problem satu dimensi selalu memberikan nilai
eksak, atau tidak ada error. Jawaban atas pertanyaan diatas adalah norms of
functions. Sebuah norm of function adalah ukuran dari besarnya (size) sebuah
fungsi, seperti halnya dengan panjang sebuah vektor yang merupakan ukuran
besarnya (size) vektor. Panjang sebuah vektor 𝑎⃗, biasa disebut norm dari sebuah
vektor dan dinotasikan dengan ‖𝑎⃗‖, ini dinyatakan sebagai berikut:

...........................[8.31]
Dimana n adalah jumlah komponen vektor. Ini adalah formula standar untuk
panjang sebuah vektor; sebagai contohnya, dalam dua dimensi, n=2 yaitu x dan y
adalah komponen vektor yang diberikan adalah ax = a1 dan ay = a2. Kemudian
persamaan [8.31] memberikan ‖𝑎‖ = √𝑎𝑥2 + 𝑎𝑦2 , dimana formula untuk panjang
vektor dalam dua dimensi.
Norm of function didefinisikan oleh:

...............[8.32]
Dimana [x1, x2] adalah interval dari fungsi yang didefinisikan. Norm diatas
disebut dengan Lebesque (L2) norm
Kesamaan antara norm vektor dan norm fungsi dapat dilihat bila kita
normalisasi persamaan [8.31], yaitu membagi persamaan dengan jumlah
komponen, sehingga didapatkan:

...........................[8.33]
Bila kita anggap a(xi)=ai, x=1/n, dan anggap n, maka menjadi:

122
Sehingga norm of a function seperti panjang vektor dengan n-komponen, dan n
adalah tak terhingga. Seperti panjang yang selalu bernilai positif, maka panjang
vektor menunjukkan besarnya vektor, dan norm of function menunjukkan
besarnya fungsi tersebut.
Dengan menggunakan definisi norm of function, kita dapat
mendefinisikan error dari solusi elemen hingga sebagai berikut:

...............[8.34]

Dimana uex(x) adalah solusi eksak dan uh(x) adalah solusi elemen hingga,
sehingga titik acuan error adalah uex(x)- uh(x). Bila kita anggap norm adalah jarak
antara dua fungsi, maka persamaan di atas adalah jarak antara solusi eksak dengan
solusi dispalcement FE. Error tiap-tiap titik pada interval memberikan kontribusi
error pada besarnya ukuran, karena integrand adalah kuadrat dari error tiap-tiap
titik. Hasil perhitungan di atas dapat disebut sebagai akar kuadrat error (RMS dari
error). Sehingga persamaan di atas memberikan ukuran error yang tidak
dipengaruhi oleh absennya beberapa titik. Dalam membandingkan error pada
solusi yang berbeda, lebih disukai dengan cara melakukan normalisasi error
dengan norm solusi eksak. Error ternormalisasi dapat dinyatakan sebagai berikut:

...............[8.35]

Error ternormalisasi dapat diinterpretasikan dengan mudah.; bila error


ternormalisasi eL2 untuk sebuah order adalah 0,02, maka rata-rata error
displacement dari orde tersebut adalah 2%.
Meskipun error L2 pada displacement sangat berguna, tetapi kita lebih
tertarik dengan error dari derivatif fungsi. Sebagai contoh, pada analisis tegangan,
error dalam tegangan proporsional dengan error regangan. Error regangan dapat
dihitung dengan formula yang sama [8.34] dengan fungsi diganti oleh derivatifnya.

123
Namun lebih sering digunakan pendekatan dengan menghitung error energi. Error
energi didefinisikan sebagai berikut:

...............[8.36]
Bandingkan di atas dengan Wint dalam principle of minimum potential energy.
Kita dapat melihat bahwa persamaan di atas adalah akar kuadrat dari energi dari
error pada regangan, ini adalah error dalam energi. Selanjutnya, regangan adalah
derivatif dari displacement field, Ini menunjukkan bahwa error energy serupa
dengan error pada derivatif displacement field. Sekali lagi, lebih disukai bila
dinyatakan dengan error energi yang ternormalisasi, yaitu sebagai berikut:

...............[8.37]

Bila solusi eksak diketahui, norm dari error displasemen dan error energi dapat
dihitung dengan mudah. Integral dihitung dengan membagi domain menjadi
elemen-elemen, dan menggunakan Gauss quadrature pada tiap elemen. Formula
gauss quadrature orde tinggi biasanya diperlukan, karena solusi eksak pada
umumnya bukanlah sebuah polinomial, maka efisiensi gauss quadrature untuk
polinomial hilang.

A.2. Konvergensi Eksperimen Numerik


Sebuah balok panjang 2l, luas penampang A dan modulus young E. Balok
dijepit pada x = 0, dikenai body force linier cx dana applied traction 𝑡̅ = −𝑐𝑙 2 /𝐴
pada x = 2l seperti pada gambar 8.5. Strong formnya adalah:

124
Gambar 8.5. Balok dikenai beban tekan.
Solusi eksak dari problem di atas dapat diperoleh dalam closed form yaitu:

Problem di atas dapat dipecahkan dengan menggunakan FEM. Kita pelajari


konvergensi FEM dengan mesh linier dan kuadratik. Parameter material
ditentukan yaitu: E=104 N m-2, A= 1 m2, c = 1 N m-2 dan l = 1 m.

Gambar 8.6. L2 norm error untuk mesh FE linier (kiri) dan kuadratik (kanan)

Gambar 8.6. menunjukkan log dari norm error dalam sebuah fungsi dari
log elemen berukuran h. Dapat dilihat dari hasil ini, log error bervarasi secara
linier terhadap ukuran elemen dan slope (kemiringan fungsi) tergantung dari orde
elemen dan error berada dalam fungsi atau derivatifnya. Bila kita notasikan slope
dengan , maka error dalam fungsi (norm L2) adalah:
...........................[8.38]
Dimana C adalah konstanta arbitrari, yang memotong sumbu y dari kurva. Slope
 adalah laju konvergensi dari elemen. Mengambil nilai pangkat dari kedua sisi
maka didapatkan:
...........................[8.39]

125
Untuk elemen dua simpul linier  = 2, sedangkan untuk elemen kuadratik (tiga
simpul)  = 3. Dapat dilihat bahwa error untuk elemen dua simpul adalah
kuadratik. Sedangkan untuk elemen tiga simpul adalah orde tiga. Konstanta C
tergantung dari problem dan mesh, dan ini tidak bukanlah sesuatu yang sangat
penting. Konsep yang krusial yang dapat diambil dari persamaan ini adalah
bagaimana error menurun akibat perubahan ukuran elemen. Dapat dilihat dari
persamaan [8.39] , bila ukuran elemen dibagi dua, maka error akan turun dengan
faktor 4 untuk elemen linier. Formula yang diberikan di atas telah digeneralisasi
dalam litaratur matematika. Essensi dari generalisasi ini adalah bila sebuah FE
terdiri dari polinomial dengan orde p, maka error L2 dari norm displasemen
bervariasi tergantung dari
.......................................[8.40]
Seperi yang dilihat di atas bahwa formula tersebut sesuai dengan hasil error untuk
elemen linier dan kuadratik (p = 1 linier, p = 2 kuadratik). Dapat dilihat pada
gambar 8.7, slope plot konvergensi untuk derivatif (error energi) memiliki satu
orde lebih rendah. Sehingga error energi untuk sebuah elemen untuk orde p adalah
sebagai berikut:
.......................................[8.41]
Tampak akurasi derivatif satu orde lebih rendah dari akurasi fungsi.

Gambar 8.7. Norm error energi pada mesh FE linier dan kuadratik
Implikasi dari hasil ini adalah banyak. Paling penting adalah bila ukuran
elemen dibagi dua, error dari derivatif (error energi) menurun sebesar faktor 2
untuk elemen linier dan sebesar faktor 4 untuk elemen kuadratik. Satu pelajaran

126
penting pada subpokok bahasan ini : elemen kuadratik memberikan keakurasian
yang lebih baik. Elemen kuadratik lebih disukai, karena keunggulannya dalam
akurasi pada biaya yang relatif rendah (analisis relatif sederhana)
Kesederhanaan persamaan sistem linier mengurangi daya tarik
penggunaan elemen lagrange orde tinggi. Pilihan terbaik antara akurasi dan
kompleksitas interpolan lagrange adalah elemen kuadratik. Laju konvergensi
elemen orde tinggi diberikan dari solusi yang cukup smooth. Derivatif p+1 dari
solusi eksak semestinya berhingga. Bila solusi tidak smooth misalnya pada u =
x1/2, estimasi pada persamaan [8.39] menjadi tidak valid. Gui dan Babuska (1986)
menunjukkan bahwa:
.......................................[8.42]
Dimana,
.......................................[8.43]
Agar persamaan [8.42] dan [8.43] valid, tiga persayaratan harus dipenuhi: (1).
Solusi eksak harus berada dalam H1(integrability), sehingga parameter
smoothness pada persamaan [8.43]  > 1/2; (2). Solusi FE setidaknya kontinu
C0dengan derivatif integrable kuadrat; dan (3). Trial solution harus complete
sampai orde p dengan p  1 (completeness).
Fakta menunjukkan bahwa solusi FE hanyalah estimasi adalah hal yang
penting untuk selalu diingat. Hal yang krusial bagi pengguna program FE untuk
menilai kualitas solusi. Satu cara dapat dilakukan dengan refining mesh
(memperkecil ukuran elemen) dan melihat perubahan solusi akibat dari
refinement tersebut. Bila terjadi perubahan yang besar, maka original mesh tidak
layak dan mesh baru yang diusulkan mungkin juga belum layak, sampai
refinement tidak merubah hasil secara signifikan. Saat ini software FE
memasukkan error indicator untuk memberikan estimasi error solusi FE. Error
indocator ini membuat estimasi error solusi FE pada sebuah elemen dengan basis
elemen. Beberapa error incator sangat berguna untuk mengukur akurasi solusi.

127
A.3. Konvergensi Analisis
Kita akan mendiskusikan konvergensi ke arah diskusi yang formal.
Aproksimasi karakter cabang-cabang solusi elemen hingga dari penggantian ruang
semua fuangsi-fungsi dalam domain U dan U0 menjadi sub-ruang dimensi
berhingga yaitu domain Uh  U dan U0h  U0.yang didefinisikan sebagai berikut:

...............[8.44]
Makna persamaan diatas adalah Uh dan U0h adalah seperangkat fungsi-fungsi
yang diinterpolasi dengan shape function C0 dan memenuhi essential boundary
condition pada  atau dihilangkan pada essential boundary.
Ada jumlah fungsi yang tak terhingga dalam domain U dan U0, ruang-
ruang ini adalah dimensi tak berhingga. Ketika kita merepresentasikan fungsi
bobot dengan shape function, maka ruang fungsi bobot tersebut U0h menjadi
berdimensi hingga/finite (sama dengan jumlah simpul/node tidak termasuk simpul
pada essential boundary). Dengan cara yang sama, ruang domain Uh, dimana ini
adalah ruang kita mencari solusi elemen hingga juga menjadi dimensi berhingga.
Meskipun weak form secara eksak adalah ekivalen dengan strong form untuk
ruang domain yang tak berhingga U dan U0. Pada FEM persamaan yang
digunakan adalah sebuah aproksimasi yang hanya ekivalen pada ruang berdimensi
hingga yaitu Uh  U dan U0h  U0. Oleh karena itu, persamaan-persamaan yang
muncul dari weak form, persamaan keseimbangan, dan natural boundary
condition hanya dipenuhi secara aproksimasi. Pada bahasan ini, kita akan
mendapatkan perbedaan/selisih antara weak form yang diselesaikan secara eksak
dengan yang diselesaikan dengan solusi elemen hingga.untuk problem
elastisitaspersamaan yang diberikan adalah sebagai berikut:
Tentukan u(x)  U dan uh(x)  Uh dari

...............[8.45]

128
Untuk menganalisis seberapa dekat antara uh(x)dengan u(x), kita mulai dengan
menunjukkan bahwa uh(x) meminimumkan norm dari error energi tersebut,
‖e‖en = ‖u − uh ‖ , sehingga didapatkan:
en

...........................[8.46]
Untuk membuktikan persamaan [8.46], kita ekspansikan persamaan sisi kanan
(RHS) menjadi:

Perlu dicatat bahwa dengan uh dan u* memenuhi essential boundary condition,


maka hal ini menunjukkan bahwa (uh – u*)  wh U0h serta dapat dinyatakan
bahwa:

Pengurangan dua buah weak form pada [8.45] dan pemilihan w = wh  U0hpada
[8.45a] menghasilkan pernyataan sebagai berikut:

Sebagaimana ‖𝑤 h ‖en > 0 untuk setiap wh  0, kita dapatkan bahwa ‖e‖en adalah

minimum. Dari [8.45] kita peroleh estimasi kuantitatif untuk norm error
energi ‖e‖en dengan mengestimasi ‖𝑢 − 𝑢̃‖en , dimana 𝑢̃ ∈ 𝑈 ℎ adalah sebuah
fungsi bantu terpilih dan didefinisikan dalam sub-ruang yang sama, sebagai solusi
FE. Kita notasikan error dari fungsi bantu dalam elemen i dengan e̅i = 𝑢 − 𝑢̃
untuk (i – 1)h  x  ih, dimana h = l/n yaitu panjang dari elemen yang terbagi
sejumlah n (n equal-size elemen)
Kita pilih fungsi bantu 𝑢̃ ∈ 𝑈 ℎ adalah sebuah fungsi interpolasi linier yang
sama dengan solusi eksak pada simpul-simpul FE, 𝑢̃(𝑥𝑗 ) = 𝑢(𝑥𝑗 ), seperti yang
ditunjukkan pada gambar 8.8. Catat bahwa untuk problem satu dimensi (1D)
̃
𝑑𝑢
fungsi interpolasi berhimpitan dengan solusi FE. Derivatif fungsi interpolasi 𝑑𝑥

dalam elemen i, dinyatakan sebagai berikut:

129
Dimana xj= (i - 1)h dan xj+1 = ih. Berdasarkan teorema nilai rata-rata (mean value
theorem), ada sebuah titik c dalam interval xj  c  xj+1, maka

...........................[8.47]
𝑑𝑢
Sekarang kita mengekspansikan derivatif solusi eksak 𝑑𝑥 (𝑥), menggunakan deret

taylor disekitar titik c untuk memenuhi persamaan [8.47], yaitu:

...........................[8.48]
Dimana, c  ζ  x.

Gambar 8.8. Aproksimasi solusi eksak dari fungsi interpolasi


du
Pengurangan [8.47] dari [8.48] dan pengasumsian bahwa |dx (ζ)| ≤ α, didapatkan:

...............[8.49]
Norm error energi dalam fungsi interpolasi dapat dinyatakan sebagai berikut:

...[8.50]
Dimana A(x)E(x)  K. Penotasian nh = l dan Penentuan besarnya norm error
energi dari solusi FE adalah kurang dari atau sama dengan norm error energi
fungsi interpolasi, maka kita dapatkan:

130
...............[8.51]
Estimasi error dari elemen orde tinggi dapat diperoleh dengan cara yang sama
seperti untuk elemen linier, hanya saja menggunakan deret taylor orde tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa norm error energi untuk FE orde p mengikuti persamaan
[8.41]. Hal ini juga menyatakan bahwa derivatif p+1 dari solusi eksak mengikuti
𝑑𝑝+1 𝑢
persamaan [8.41], |𝑑𝑥 𝑝+1 (ζ)| ≤ α . Dalam persamaan [8.41], C adalah tidak

tergantung (independent) h.

B. LATIHAN
1. Jelaskan prosedur penentuan error pada FEM!
2. Jelaskan penggunaan norm of a function untuk penentuan error solusi FEM!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lebesque Norm!
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Energy Norm!

C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Error dalam solusi FE, dapat didefinisikan sebagai jarak antara solusi eksak
dan solusi displacement FE, sebagai berikut:

Dan dalam bentuk di normalisasi, yaitu sebagai berikut:

2. Error dalam FE juga dapat dinyatakan dalam bentuk error energi yaitu
sebagai berikut:

131
Bila dinyatakan dalam bentuk ternormalisasi adalah sebagai berikut:

D. Tes Formatif
1. Sebutkan persamaan yang menyatakan error pada problem balok yang
dikenai beban tekan dibawah ini!

E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal

dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang

132
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.

G. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Pada kasus ini diambil nilai E=104 N m-2, A= 1 m2, c = 1 N m-2 dan l = 1 m.
Berdasarkan persamaan fungsi didapatkan grafik sebagai berikut:

Kemudian didapatkan hubungan antara log norm error dengan log ukuran h, yaitu:

Sehingga didapatkan error solusi FE dari Lebesque norm, yaitu:

Atau dapat dinyatakan sebagai berikut:

Error dari derivatif fungsi, atau lebih dikenal sebagai error energi didapatkan
sebagai berikut:

DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.

133
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat

SENARAI
Norm adalah sebuah fungsi yang menyatakan panjang positif atau besarnya
sebuah vektor dalam ruang vektor.

134
BIOGRAFI PENULIS

Ahmad Fauzan Zakki, lahir pada 22 Januari 1975 di Surabaya, Jawa


Timur. Berhasil menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Teknik
Perkapalan – ITS, pada tahun 1998. Kemudian melanjutkan studi S2
program beasiswa Karya Siswa yang didanai oleh proyek DUE-LIKE
pada Program Pasca Sarjana Teknik Produksi dan Material Kelautan –
ITS, Surabaya, tahun 1999. Selepas pendidikan S2, kemudian menjadi staf dosen di
Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro.
Pada tahun 2009, Ahmad Fauzan Zakki melanjutkan studi S3 melalui program
beasiswa luar negeri dari DIKTI di Department of Naval Architecture and Marine
Systems Engineering, Pukyong National University, South Korea.
Ketika menempuh program doktor, Ahmad Fauzan Zakki bergabung di
Laboratory of Ship Strength and Vibration sebagai peneliti. Keterlibatan dalam berbagai
penelitian dan proyek-proyek industri yang berkaitan dengan Finite Element Analysis
telah banyak dilakukan, antara lain: “The Assessment of Acceleration Response of 35
Occupants Freefall lifeboat in Hyundai Lifeboat”, “Global Vibration Analysis of
1000DWT Ocean Research Vessel, with KOMAC”, “Measurement of Local Vibration
77.000 DWT Bulk Carrier in Daesun Shipyard”, “Strength Analysis of Submarine
Pressure Hull Midget 150 in VOGO Engineering” dan beberapa aktivitas lain.
Ahmad Fauzan Zakki juga sempat menjadi dosen pengajar selama dua tahun
bersama dengan Prof. Bae Dong Myung pada Undergraduate Program, Department of
Naval Architecture and Marine Systems Engineering, Pukyong National University untuk
mata kuliah Mechanic of Materials I, Mechanic of Materials II, Design of Ship Structure
dan Computational Ship Structure Mechanics.
Ahmad Fauzan Zakki berhasil meraih gelar Doctor of Engineering pada tahun
2012, dan kembali aktif mengajar di Program Studi Teknik Perkapalan, Universitas
Diponegoro, khususnya untuk bidang keahlian desain dan struktur kapal. Saat ini dia
menjabat sebagai Ketua Laboratorium Hidrodinamika Teknik Perkapalan Universitas
Diponegoro.

135

Anda mungkin juga menyukai