HINGGA
Disusun oleh:
Dr. Eng. Ahmad Fauzan Zakki, ST. MT
BUKU AJAR
Disusun oleh:
Dr. Eng. Ahmad Fauzan Zakki, ST. MT
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar viii
Daftar Tabel x
ANALISIS PEMBELAJARAN 1
ii
POKOK BAHASAN II. METODE KEKAKUAN 16
(STIFFNESS / DISPLACEMENT METHOD)
2.1. PENDAHULUAN 16
A. Diskripsi Singkat 16
B. Relevansi 16
C. Kompetensi 16
C.1. Standar Kompetensi 16
C.2. Kompetensi Dasar 16
2.2. SUB POKOK BAHASAN I. KOEFISIEN YANG 17
MEMPENGARUHI KEKAKUAN DAN DEFLEKSI
A. Uraian Materi dan Contoh 17
B. Latihan 20
C. Rangkuman 21
D. Tes Formatif 21
E. Umpan Balik 21
F. Tindak Lanjut 22
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 22
2.3. SUB POKOK BAHASAN II. MATRIKS KEKAKUAN 23
UNTUK PEGAS ELASTIS
A. Uraian Materi dan Contoh 23
A.1. Penurunan Persamaan Matriks Kekakuan Pegas 23
A.2. Perakitan matriks kekakuan 25
(Spring Stiffness Matrix Assemblage)
A.3. Sifat-sifat matriks kekakuan (Stiffness Matrix Properties) 26
A.4. Perakitan matriks kekakuan dengan Superposisi 26
A.5. Metode Pencarian Solusi 27
A.6. Matriks Tegangan ( Stress Matrix) 29
B. Latihan 29
C. Rangkuman 29
D. Tes Formatif 30
E. Umpan Balik 31
F. Tindak Lanjut 31
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 31
DAFTAR PUSTAKA 32
SENARAI 32
iii
B. Latihan 36
C. Rangkuman 37
D. Tes Formatif 37
E. Umpan Balik 37
F. Tindak Lanjut 38
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 38
3.3. SUB POKOK BAHASAN II. HIGHLY REDUNDANT TRUSS 39
DAN SELF STRAINED STRUCTURE
A. Uraian Materi dan Contoh 39
A.1. Highly redundant truss 39
A.2. Self strained structure 40
B. Latihan 43
C. Rangkuman 44
D. Tes Formatif 44
E. Umpan Balik 44
F. Tindak Lanjut 45
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 45
DAFTAR PUSTAKA 46
SENARAI 46
iv
POKOK BAHASAN V. STRONG DAN WEAK FORM UNTUK 62
PROBLEM SATU DIMENSI PADA METODE ELEMEN HINGGA
5.1. PENDAHULUAN 62
A. Diskripsi Singkat 62
B. Relevansi 62
C. Kompetensi 62
C.1. Standar Kompetensi 62
C.2. Kompetensi Dasar 62
5.2. SUB POKOK BAHASAN I. STRONG FORM DAN 63
WEAK FORM PADA PROBLEM SATU DIMENSI
A. Uraian Materi dan Contoh 63
A.1. Strong Form pada problem satu dimensi 63
A.2. Weak Form pada problem satu dimensi 65
A.3. Kontinuitas dan tingkat kemulusan (degree of smoothness) 69
A.4. Ekivalensi antara strong form dan weak form 70
B. Latihan 73
C. Rangkuman 73
D. Tes Formatif 74
E. Umpan Balik 75
F. Tindak Lanjut 76
G. Kunci Jawaban Tes Formatif
DAFTAR PUSTAKA 79
SENARAI 79
v
POKOK BAHASAN VII. APPROKSIMASI TRIAL SOLUTION, 88
WEIGHT FUNCTION, DAN GAUSS QUADRATURE
UNTUK PROBLEM 1D
7.1. PENDAHULUAN 88
A. Diskripsi Singkat 88
B. Relevansi 88
C. Kompetensi 88
C.1. Standar Kompetensi 88
C.2. Kompetensi Dasar 89
7.2. SUB POKOK BAHASAN I. PENGERTIAN PENENTUAN 89
TRIAL SOLUTION, WEIGHT FUNCTION
DAN GAUSS QUADRATURE
A. Uraian Materi dan Contoh 89
A.1. Elemen linear dua simpul 89
A.2. Elemen satu dimensi kuadrat (quadratic one dimensional element) 92
A.3. Penentuan fungsi bentuk dalam problem satu dimensi 94
A.4. Aproksimasi fungsi bobot (weight function) 96
A.5. Aproksimasi global dan kontinuitas 96
A.6. Gauss Quadrature 96
B. Latihan 101
C. Rangkuman 101
D. Tes Formatif 102
E. Umpan Balik 102
F. Tindak Lanjut 103
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 103
DAFTAR PUSTAKA 104
SENARAI 104
vi
F. Tindak Lanjut
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 116
8.3. SUB POKOK BAHASAN II. KONVERGENSI METODE 121
ELEMEN HINGGA
A. Uraian Materi dan Contoh 121
A.1. Konvergensi metode elemen hingga 121
A.2. Konvergensi Eksperimen Numerik 124
A.3. Konvergensi Analisis 128
B. Latihan 131
C. Rangkuman 131
D. Tes Formatif 132
E. Umpan Balik 132
F. Tindak Lanjut 133
G. Kunci Jawaban Tes Formatif 133
DAFTAR PUSTAKA 133
SENARAI 134
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
Gambar 8.7. Norm error energi pada mesh FE linier dan kuadratik 126
Gambar 8.8. Aproksimasi solusi eksak dari fungsi interpolasi 130
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Smoothness of Function 70
Tabel 7.1. Posisi titik-titik gauss dan konstanta bobotnya 104
x
ANALISIS PEMBELAJARAN
MATA KULIAH : METODE ELEMEN HINGGA (3 sks)
Mahasiswa mampu
Mahasiswa Mampu memformulasikan
menjelaskan (C2)
(C2) trial function, weight function
metode variasional dan
dan gaus quadrature pada problem 1D
teorema energi
potensial minimum
1
TINJAUAN MATA KULIAH
Pada mata kuliah Metode Elemen Hingga ini akan dibahas tentang metode analiss
numerik berbasis elemen hingga untuk menyelesaikan problem struktur,
khususnya untuk menunjang analisis struktur di bidang perkapalan. Metode
elemen hingga dimulai dengan pengenalan formulasi analisis struktur dengan
menggunakan metode displasemen (displacement/stiffness method). Pengenalan
terhadap elemen spring dan truss serta solusi problem analisis struktur dengan
menggunakan matriks dan metode partisi juga dijelaskan dalam buku ajar ini.
Pembahasan dilakukan lebih dalam dengan menjelaskan tentang penurunan
formulasi weak form dari strong form yang digunakan untuk formulasi problem-
problem analisis struktur. Penggunaan fungsi bobot (weight function), penentuan
trial solution, formulasi shape function merupakan dasar-dasar prosedur analisis
elemen hingga. Pada buku ajar ini sebagai bagian akhir dijelaskan tentang gauss
quadrature, formulasi elemen hingga pada problem satu dimensi dan konvergensi
dari proses komputasi numerik dari metode elemen hingga. Buku ajar ini juga
dilengkapi dengan contoh perhitungan secara garis besar, sehingga mahasiswa
dapat mencoba dan mempelajari prosedur dan algoritma komputasi dari tahapan-
tahapan analisis elemen hingga.
2
problem-problem struktur dengan menggunakan pendekatan metode elemen
hingga.
3
Tujuan instruksional khusus lebih lanjut dapat dilihat pada SAP da GBPP masing-
masing pertemuan.
C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
jurusan teknik perkapalan mampu menjelaskan formulasi persamaan elemen
hingga, prosedur perhitungan dan algoritma numerik pada metode elemen hingga,
serta perhitungan konvergensi metode elemen hingga, sehingga sangat bermanfaat
bagi dasar-dasar perhitungan analisis struktur kapal dengan menggunakan metode
elemen hingga.
C.3. Indikator
Indikator yang dapat ditentukan, setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa
dapat :
4
a. Menjabarkan prosedur perhitungan analisis struktur dengan menggunakan
metode kekakuan/displasemen.
b. Mampu menjelaskan penggunaan elemen-elemen struktur pada analisis
struktur.
c. Mampu menje;asakan formulasi persamaan elemen hingga dengan
menggunakan weak form.
d. Mampu menjelaskan konvergensi hasil perhitungan dengan menggunakan
metode lemen hingga.
5
POKOK BAHASAN I.
ANALISIS STRUKTUR DAN PERMASALAHAN
REKAYASA STRUKTUR
1.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Analisis struktur adalah teknik atau prosedur untuk mengevaluasi integritas
struktur teknik berdasarkan kemampuannya dalam menahan beban. Analisis ini
diperlukan untuk mengkaji permasalahan-permasalahan yang terjadi pada struktur,
agar dapat diketahui tingkat kelayakan dan keselamatannya.
B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan analisis struktur dan permasalahan-permasalahan
yang terjadi dalam struktur teknik, khususnya dalam bidang teknik perkapalan.
C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan definisi analisis
struktur dan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada struktur teknik,
khususnya di bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat
kualitas lulusan teknik perkapalan.
6
1.2. SUB POKOK BAHASAN I. PENGERTIAN ANALISIS
STRUKTUR
7
Pembuatan struktur ideal yang akan digunakan untuk mengestimasi
perilaku struktur riil merupakan salah satu permasalahan utama bagi structure
analyst. Pengalaman, penilaian ahli dan pengetahuan tentang teori analisis
struktur adalah faktor utama untuk menyelesaikan problem di atas. Penggunaan
metode elemen hingga untuk analisis struktur dapat memperbaiki akurasi estimasi
karena metode ini mampu mengakomodasi struktur ideal yang lebih detil
dibanding prosedur analisis klasik.
Dua metode pendekatan yaitu: force method dan stiffness method telah
digunakan dalam metode elemen hingga, dan sering diajarkan dalam kuliah-kuliah
analisis struktur. Simplifikasi dengan menggunakan struktur ideal, melibatkan
elemen-elemen struktur ideal yang memiliki karakteristik serupa dengan
kararakteristik komponen struktur riil. Elemen-elemen struktur tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Spring (pegas)
2. Truss (batang tarik tekan)
3. Beam (balok)
4. Cable (kabel)
5. Frame (gading)
6. Plate (pelat)
7. Solid (elemen 3D)
Metode elemen hingga juga telah dikembangkan untuk menyelesaiakan
permasalahan material inelastis, permasalahan non linear seperti pada kasus-kasus
large deflection dan stability analysis, begitu juga untuk kasus material komposit.
8
diinterpretasikan bahwa tanpa disertai data luas penampang dan modulus
elastistisitas anggota struktur, internal member forces dapat ditentukan.
Pada struktur tipe redundant truss, persamaan kesetimbangan tidak cukup
untuk mendapatkan internal member forces, persamaan lain diperlukan untuk
membantu menyelesaikan problem pada struktur tipe ini. Persamaan ini didapat
dengan mempertimbangkan deformasi geometri struktur. Kontinuitas dan
kompatibilitas deformasi menghasilkan persamaan baru. Hubungan antara force
dengan displacement adalah yang mendiskripsikan konsistensi deformasi dari
struktur. Hubungan ini yang digunakan untuk mendapatkan persamaan
kompatibilitas. Hubungan ini lebih banyak dikenal dengan Hukum Hooke.
Struktur redundant truss, yang sering ditemui pada struktur riil,
memberikan kesulitan lebih bila dibandingkan pada kasus determinate structure.
Tingkat kompleksitas problem, pada redundant truss, memerlukan data luas
penampang dan modulus elastisitas sebelum dilakukan perhitungan.
Ketidaktepatan hasil analisis akibat kesalahan dalam pemilihan faktor ini dapat
diperbaiki oleh pemilihan baru dan mengulang analisis. Mayoritas desain struktur
teknik dikaji dengan mengikuti persyaratan kondisi yang meliputi:
1. Kesetimbangan gaya
2. Kompatibilitas deformasi
3. Hukum Hooke, hubungan gaya dan deformasi
Prinsip-prinsip ini digunakan dalam force method dan stiffness method
9
Dua persamaan diatas ini tidak cukup untuk mendapatkan tiga tegangan yang
belum diketahui (unknown stresses). Oleh karena itu persamaan kompatibilitas
diperlukan yaitu sebagai berikut:
𝜕 2 𝜀𝑥 𝜕 2 𝜀𝑦 𝜕2 𝛾𝑥𝑦
+ = ........................................[1.2]
𝜕𝑦 2 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥𝜕𝑦
Pada struktur elastis linear hubungan antara tegangan dan regangan dinyatakan
dalam hukum hooke yaitu sebagai berikut:
1 1 1
𝜀𝑧 = 𝐸 (𝜎𝑧 − 𝜈𝜎𝑦 ), 𝜀𝑦 = 𝐸 (𝜎𝑦 − 𝜈𝜎𝑧 ), 𝛾𝑧𝑦 = 𝐺 𝜏𝑥𝑦 .............................[1.3]
𝜕2 𝑣 𝜕2 𝑣 1+𝜈 𝜕2 𝑣 𝜕2 𝑢
+ 𝜕𝑦 2 = (𝜕𝑥 2 − 𝜕𝑥 𝜕𝑦) ..........…………..…..[1.5]
𝜕𝑥 2 2
Prosedur penyelesaian dengan tahapan seperti ini biasa dikenal sebagai metode
displacement / kekakuan (Stiffness method atau Displacement Method)
10
Pada Force Method, tegangan didapat lebih dahulu, kemudian untuk
mendapatkan displacement , persamaan [1.4] diintegralkan. Pada Displacement
Method, yang mana displacement didapat terlebih dahulu, untuk mendapatkan
tegangan dilakukan teknik differensial yang melibatkan persamaan [1.3] dan [1.4].
F = gaya eksternal
k = Konstanta pegas
k
x = displacement akibat gaya eksternal
x
F
Gambar 1.1. Sistem massa dan pegas
Hubungan antara ketiga variabel diatas dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut:
Yang mana,
X = Matrik gaya eksternal
k = Matriks Kekakuan
u = Matriks Displacement
Yang mana simbol F diganti dengan simbol X, dan simbol x diganti dengan
simbol u.
11
1-Node
2-Node
n-Node
1-Node
2-Node
n-Node
B. LATIHAN
1. Jelaskan pengertian analisis struktur!
2. Sebutkan elemen-elemen struktur pada analisis struktur!
12
3. Sebutkan dua metode yang digunakan pada analisis struktur!
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Struktur adalah sebuah sistem dari komponen-komponen yang terhubung
digunakan untuk menahan beban.
2. Simplifikasi dengan menggunakan struktur ideal, melibatkan elemen-
elemen struktur ideal yang memiliki karakteristik serupa dengan
kararakteristik komponen struktur riil
3. Elemen-elemen struktur ideal adalah sebagai berikut:
1. Spring (pegas)
2. Truss (batang tarik tekan)
3. Beam (balok)
4. Cable (kabel)
5. Frame (gading)
6. Plate (pelat)
7. Solid (elemen 3D)
4. Prinsip-prinsip dalam analisis struktur adalah sebagai berikut:
1. Kesetimbangan gaya
2. Kompatibilitas deformasi
3. Hukum Hooke, hubungan gaya dan deformasi
5. Pada Force Method, tegangan didapat lebih dahulu, kemudian untuk
mendapatkan displacement, tegangan tersebut diintegralkan. Pada
Displacement Method, displacement didapat terlebih dahulu, untuk
mendapatkan tegangan, displacement tersebut kemudian didifferentialkan.
D. Tes Formatif
1. Jelaskan mengapa proses idealisasi dilakukan dalam analisis struktur!
2. Sebut dan jelaskan prinsip-prinsip analisis struktur dalam menyelesaikan
problem!.
13
3. Jelaskan perbedaan dalam penyelesaian problem statis tertentu dan statis tak
tentu
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
14
3. Pada problem statis tertentu analisis struktur dapat diselesaikan hanya dengan
menggunakan prinsip pertama yanitu keteimbangan gaya-gaya. Pada problem
statis tak tentu diperlukan persamaan kompatibilitas yang didapat dari hukum
hooke, serta memerlukan data luas penampang dan modulus elastisitas untuk
mendapatkan internal force yang dicari.
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat
SENARAI
Redundant Truss adalah struktur yang terdiri dari balok-balok tarik tekan (Truss)
yang berulang-ulang sehingga membentuk karakteristik statis tak tentu.
Spring adalah elemen struktur satu dimensi (hanya tarik dan tekan) dimana
definisi kekakuan dinyatakan dalam bentuk konstanta.
15
POKOK BAHASAN II
METODE KEKAKUAN (STIFFNESS / DISPLACEMENT
METHOD)
2.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Dasar-dasar tentang metode kekakuan akan dijelaskan dalam pokok bahasan ini.
Penggunaan elemen pegas (spring) untuk mengilustrasikan prinsip-prinsip dasar
analisis struktur akan digunakan. Penentuan matriks kekakuan untuk tiap-tiap
individu eleman, serta teknik merakit matriks kekakuan individu menjadi matriks
kekakuan struktur total juga akan dijelaskan pada pokok bahasan ini. .
B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan metode displasemen yang digunakan dalam
metode elemen hingga , khususnya dalam bidang teknik perkapalan.
C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan dasar-dasar teori
tentang metode displasemen yang digunakan dalam analisis struktur, khususnya di
bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat kualitas lulusan
teknik perkapalan.
16
c. Mahasiswa diharapkan mampu merakit matrix kekakuan individu menjadi
matriks kekakuan total struktur.
F2,δ2
F 1 ,δ 1
2
3 F3,δ3
1
4
Fn,δn n 5
i F4,δ4
F5,δ5
Fi,δi
17
dari koefsien ini, Kita asumsikan sebuah stuktur elastisditumpu agar tidak
bergerak dan dibebani oleh gaya-gaya yaitu : F1, F2, F3,........., Fn dan gaya
tersebut bekerja pada simpul (node) 1, 2, 3, ......., n. Respon yang muncul adalah
terjadi displasemen pada tiap-tiap simpul yaitu: δ1, δ2, δ3, .............., δn. Lihat gambar
2.1.
Bila dianggap ada sebuah displasemen i, δi, pada node i, maka besarnya
displasemen ini dipengaruhi/disebabkan oleh seperangkat gaya-gaya yang bekerja.
Pada struktur linier statis, kontribusi tiap-tiap gaya yang bekerja terhadap
displasemen i, δi, dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
………….[2.1]
Berdasarkan definisi yang ada, ci1 adalah defleksi yang terjadi pada node i
disebabkan oleh unit beban pada node 1 (F1= 1). Bila beban pada node 1, F1
adalah sebuah kesatuan , maka kontribusi beban F1 kepada displasemen i, δi,
dinyatakan dengan ci1 F1. Tiap-tiap gaya yang bekerja memberikan kontribusi
terhadap displasemen i, δi dengan cara yang sama. Koefisien-koefisien ci1, ci2,
ci3,......., cin, berfungsi untuk menspesifikasikan besarnya kontribusi tiap-tiap unit
beban kepada displasemen i, δi. Koefisien ini kemudian disebut sebagai deflection
influence coefficients.
………………………………[2.2]
Bila persamaan [2.1] diaplikasikan untuk node 1, 2, 3, ....., n. Maka total
sejumlah n persamaan akan didapatkan. Bila ditulis dalam persamaan matriks
dapat dilihat seperti persamaan [2.2]. Bila ditulis dalam bentuk matriks compact
menjadi :
18
{δ} = [C] {F} atau δ = C F ....................................................[2.3]
F = C-1 δ ......................................................................................[2.4]
Yang mana C-1 adalah inverse matriks C. Persamaan [2.4] dapat dilihat sama
dengan persamaan [1.7], sehingga persamaan ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
C-1 = K..........................................................................................[2.5]
K adalah matriks kekakuan (stiffness matrix) yang merupakan inverse dari matrix
of deflection influence coefficients. Bila persamaan [2.5] diekspansi dalam bentuk
matriks besar dapat dilihat dibawah ini:
…………………….………..[2.6]
19
Bila diasumsikan struktur diberi beban, dan didapat konfigurasi
displasemen δ1 =1, δ2 = δ3 = δ4 =......= δn = 0, maka dari persamaan [2.6],
didapatkan :
Persamaan [2.7] terdiri dari semua yang tercantum pada kolom satu dari
matriks K. Lebih jauh lagi dapat dijelaskan bahwa elemen-elemen ini adalah gaya-
gaya yang bekerja pada simpul yang menyebabkan terjadinya displasemen yang
dimaksud (δ1 =1, yang lain =0). Dengan cara yang sama, kolom ke-2 pada matrix
K adalah representasi dari gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap simpul yang
menyebabkan terjadinya displasemen pada node ke-2 (δ2 = 1), dan displasemen
lain = 0. Makna dan gambaran yang jelas tentang stiffness influence coefficients,
dapat dilihat melalui penjelasan di atas.
Pada analisis struktur untuk mendapat matriks C, terlebih dahulu di
tentukan besarnya nilai dari matriks K. Kemudian besaran matriks C didapatkan
melalui perhitungan inverse dari matriks K. Selain dari itu penerapan reciprocal
theorem dari teori struktur, menyatakan bahwa pada sebuah struktur linier statik:
Gaya Fi yang bekerja pada sebuah displasemen akibat gaya Fj, sama dengan Gaya
Fj yang bekerja pada displasemen akibat gaya Fi. Pernyataan ini dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Fi (cij Fj) = Fj (cji Fi) atau cij = cji .....................[2.8]
Reciprocal theorem juga berlaku untuk matriks K, sehingga didapatkan
persamaan sebagai berikut:
kij = kji .............................................................[2.9]
B. LATIHAN
1. Jelaskan pentingnya koefisien dalam sebuah analisis struktur!
2. Jelaskan hubungan antara gaya beban dengan displasemen!
3. Jelaskan bedanya matrix of deflection influence coefficients dengan matrix of
stiffness influence coefficients!
20
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Kompleksitas geometri struktur, maupun kompleksitas perakitan dari banyak
komponen pada sebuah struktur mengakibatkan teknik differential menjadi
problem yang terlalu kompleks.
2. Formulasi matematis dalam memecahkan problem struktur dibentuk dalam
persamaan aljabar daripada persamaan differensial
3. Matriks K adalah matriks kekakuan (stiffness matrix) yang merupakan inverse
dari matrix of deflection influence coefficients.
4. Pada analisis struktur untuk mendapat matriks C, terlebih dahulu di tentukan
besarnya nilai dari matriks K. Kemudian besaran matriks C didapatkan
melalui perhitungan inverse dari matriks K.
5. Berdasarkan reciprocal theorem dari teori struktur, pada sebuah struktur linier
statik: Gaya Fi yang bekerja pada sebuah displasemen akibat gaya Fj, sama
dengan Gaya Fj yang bekerja pada displasemen akibat gaya Fi
6. Reciprocal theorem juga berlaku untuk matriks K
D. Tes Formatif
1. Jelaskan hubungan antara displasemen dengan gaya beban dengan formulasi
matematis!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan matriks K!
3. Jelaskan hubungan antara gaya beban, kekakuan dan displasemen dalam
formulasi matematis!
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
21
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
22
2.3. SUB POKOK BAHASAN II. MATRIKS KEKAKUAN
UNTUK PEGAS ELASTIS
X1 k k12 u1
{ } = [ 11 ] { } ..........................................[2.10]
X2 k 21 k 22 u2
23
Kasus 1, u1 = u1 dan u2 = 0
Gaya reaksi
Gaya aksi
Kasus 2, u1 = 0 dan u2 = u2
Gaya
reaksi Gaya aksi
24
A.2. Perakitan matriks kekakuan (Spring Stiffness Matrix Assemblage)
Kasus 1, u1 = u1 dan u2 = u3 =0
Gaya
reaksi
Kasus 2, u2 = u2 dan u1 = u3 =0
Gaya
Gaya
reaksi
reaksi
Kasus 3, u3 = u3 dan u1 = u2 =0
Gaya
reaksi
25
2. Persamaan equilibrium: ∑ F = 𝑋2 + 𝑋3 = 0
𝑋2 = −𝑋3 = −𝑘𝑏 . 𝑈3 , 𝑋1 = 0
Persamaan menjadi:
𝑋1 = 𝑘𝑎 . 𝑈1 − 𝑘𝑎 . 𝑈2
𝑋2 = −𝑘𝑎 . 𝑈1 + (𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 ). 𝑈2 − 𝑘𝑏 . 𝑈3 ,
𝑋3 = −𝑘𝑏 . 𝑈2 + 𝑘𝑏 . 𝑈3
26
u1 u2 u1 u2
𝑘 −𝑘𝑎 𝑘 −𝑘𝑏
𝐾𝑎 = [ 𝑎 ] 𝐾𝑏 = [ 𝑏 ]
−𝑘𝑎 𝑘𝑎 −𝑘𝑏 𝑘𝑏
u1 u2 u3 u1 u2 u3
𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0 0 0 0
𝐾𝑎 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 0] 𝐾𝑏 = [0 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ]
0 0 0 0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏
u1 u2 u3
𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0 u1
𝐾𝑎 = 𝐾𝑎 + 𝐾𝑏 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ] u2
0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏 u3
A.5. Metode Pencarian Solusi
Gaya
reaksi
27
𝐗 α = 𝐊 αα . 𝒖𝛼 + 𝐊 αβ . 𝒖𝛽
𝐗 β = 𝐊 βα . 𝒖𝛼 + 𝐊 ββ . 𝒖𝛽
3. Persamaan matriks diatas dapat diselesaikan karena 𝒖𝛽 = 0 :
𝐗 α = 𝐊 αα . 𝒖𝛼 , maka 𝒖𝛼 = 𝐊 αα −1 . 𝐗 α
𝐗 β = 𝐊 βα . 𝒖𝛼 , maka 𝐗 β = 𝐊 βα . 𝐊 αα −1 . 𝐗 α
4. Persamaan 𝐗 α = 𝐊 αα . 𝒖𝛼 , dan persamaan 𝒖𝛼 = 𝐊 αα −1 . 𝐗 α adalah:
𝑋1 𝑘 −𝑘𝑎 𝑢1
𝐗 α = 𝐊 αα . 𝒖𝛼 : { }=[ 𝑎 ] {𝑢 }
𝑋2 −𝑘𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 2
𝑢1 𝑘 −𝑘𝑎 −1 𝑋1
𝒖𝛼 = 𝐊 αα −1
. 𝐗α: {𝑢 } = [ 𝑎 ] { }
2 −𝑘 𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 𝑋2
5. Perhitungan matrik invers 𝐊 αα −1 adalah sebagai berikut:
𝑘𝑎 −𝑘𝑎 −1 1 d −b
[ ] = det 𝐊 [ ]
−𝑘𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 αα −c a
1 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 𝑘𝑎
=𝑘 [ ]
𝑎 .(𝑘𝑎 +𝑘𝑏 )−𝑘𝑎 .𝑘𝑎 𝑘𝑎 𝑘𝑎
1 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 𝑘𝑎
=𝑘 [ ]
𝑎 .𝑘𝑏 𝑘𝑎 𝑘𝑎
1 1 1
+𝑘
𝑘𝑎 𝑏 𝑘𝑏
=[ 1 1]
𝑘𝑏 𝑘𝑏
𝑋
{𝑋3 } = [−1 −1] { 1 }
𝑋2
{𝑋3 } = −𝑋1 − 𝑋2
28
A.6. Matriks Tegangan ( Stress Matrix)
Stress matrix didefinisikan sebagai matriks yang menunjukkan besarnya
internal force atau tegangan-tegangan yang dialami struktur akibat adanya nodal
displacement (pergeseran simpul). Besarnya matriks tegangan dapat dinyatakan
oleh persamaan sebagai berikut:
𝑢𝑖
S𝑖𝑗 = [−𝑘𝛼 𝑘𝛼 ] {𝑢 }
𝑗
Pada problem di atas, maka besarnya tegangan pada sistem spring meliputi
sebagai berikut:
𝑢
1. Spring 1-2: S12 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 ] {𝑢1 }
2
S12 = 𝑘𝑎 [𝑢2 − 𝑢1 ]
−𝑋1
S12 = 𝑘𝑎 = −𝑋1
𝑘𝑎
𝑢
2. Spring 2-3: S23 = [−𝑘𝑏 𝑘𝑏 ] {𝑢2 }
3
S23 = 𝑘𝑏 [𝑢3 − 𝑢2 ]
[𝑋1 +𝑋2 ]
S23 = 𝑘𝑏 [0 − ] = −𝑋1 − 𝑋2
𝑘𝑏
B. LATIHAN
1. Sebutkan bentuk persamaan matriks hubungan antara gaya luar, kekakuan
pegas dan displacement node!
2. Jelaskan metode superposisi dalam merakit matriks kekakuan!
3. Sebutkan ciri-ciri matriks kekakuan!
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Bentuk persamaan matematis hubungan antara gaya luar, kekakuan pegas dan
displacement node dapat dinyatakan sebagai berikut:
X1 k −k 𝑈1
{ }=[ ]{ }
X2 −k k 𝑈2
29
2. Matriks kekakuan pada struktur secara keseluruhan dapat dibentuk melalui
proses perakitan matriks kekakuan tiap-tiap anggota konsruksi. Proses
perakitan menggunakan metode superposisi sebagai berikut:
𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0 0 0 0
𝐾𝑎 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 0] 𝐾𝑏 = [0 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ]
0 0 0 0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏
u1 u2 u3
𝑘𝑎 −𝑘𝑎 0 u1
𝐾𝑎 = 𝐾𝑎 + 𝐾𝑏 = [−𝑘𝑎 𝑘𝑎 + 𝑘𝑏 −𝑘𝑏 ] u2
0 −𝑘𝑏 𝑘𝑏 u3
D. Tes Formatif
1. Selesaikan problem sistem spring dibawah ini!
a. Tentukan besarnya besarnya displacement node!
b. Tentukan besarnya reaction force!
c. Tentukan besarnya tegangan tiap anggota struktur!
k1 X 2 , u2 k2
2 3
1 X2
X1
k3
30
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
31
5. Besarnya reaction force dapat ditentukan sebagai berikut:
X1 −k1 X2
{ }=[ ]
X3 −k 2 k1 +k2
6. Matriks tegangan dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
𝑢𝑖
S𝑖𝑗 = [−𝑘𝛼 𝑘𝛼 ] {𝑢 }
𝑗
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat
SENARAI
Boundary Condition adalah kondisi batas dari sistem struktur yang diperlukan
untuk menyelesaikan persamaan matriks.
Load Condition adalah besarnya kondisi pembebanan pada tiap-tiap simpul
elemen struktur.
Displacement Node adalah besarnya pergeseran simpul akibat adanya beban gaya
dari luar yang diberikan pada sistem.
Reaction Force adalah besarnya gaya reaksi pada tiap-tiap simpul yang ditumpu
pada boundary condition sebagai respon dari beban gaya luar.
32
POKOK BAHASAN III
TRUSS / BATANG TARIK TEKAN
3.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Dasar-dasar tentang penggunaan elemen batang tarik tekan (truss) dalam analisis
elemen hingga. Penentuan matriks kekakuan batang terik tekan untuk tiap-tiap
individu elemen, serta teknik merakit matriks kekakuan batang tarik tekan
menjadi matriks kekakuan struktur total akan dijelaskan pada pokok bahasan ini. .
B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan penggunaan elemen batang tarik tekan pada
metode elemen hingga , khususnya dalam bidang teknik perkapalan.
C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan dasar-dasar teori
tentang penggunaan elemen batang tarik tekan (truss) dalam analisis struktur,
khususnya di bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat
kualitas lulusan teknik perkapalan.
33
3.2. SUB POKOK BAHASAN I. PERSAMAAN MATRIKS
TRUSS DAN MATRIKS TRANSFORMASI
34
Gambar 3.2. Sistem koordinat lokal dengan mempertimbangkan displasemen
sumbu Y
35
Untuk mendapatkan matriks kekakuan pada sistem koordinat global maka
ditentukan dengan menggunakan hubungan sebagai berikut:
̅=𝐊
𝐗 ̅𝐮 ̅ = 𝐓 𝐗 dan 𝐮
̅ ,diketahui: 𝐗 ̅ = 𝐓 𝐮, maka:
̅ 𝐓𝐮
𝐓𝐗 = 𝐊
̅ 𝐓𝐮
𝐗 = 𝐓 −𝟏 𝐊
maka bila dilihat hubungan 𝐗 = 𝐊 𝐮 pada sistem koordinat global, dapat
disimpulkan bahwa hubungan matriks kekakuan global (𝐊) dengan matriks
̅ ) adalah sebagai berikut:
kekakuan lokal (𝐊
̅𝐓
𝐊 = 𝐓 −𝟏 𝐊
λ −μ 0 0 1 0 −1 0 λ μ 0 0
μ λ 0 0 AE 0] [−μ λ 0 0
𝐊=[ ] L [ 0 0 0 ]
0 0 λ −μ −1 0 1 0 0 0 λ μ
0 0 μ λ 0 0 0 0 0 0 −μ λ
λ2 λμ −λ2 −λμ
AE λμ μ2 −λμ −μ2
𝐊= L ....................................................[3.7]
−λ2 −λμ λ2 λμ
[−λμ −μ2 λμ μ2 ]
Persamaan matriks untuk hubungan antara gaya dan displacement node pada
sumbu global adalah sebagai berikut:
X1 λ2 λμ −λ2 −λμ 𝑢1
Y AE λμ μ2 −λμ −μ2 𝑣1
{ 1} = L {𝑢 } ...............................[3.8]
X2 −λ2 −λμ λ2 λμ 2
Y2 [−λμ −μ2 𝑣
λμ μ2 ] 2
Persamaan untuk matriks tegangan pada elemen truss dalam sistem koordinat
global adalah sebagai berikut:
𝐴𝐸 𝑢𝑗 − 𝑢𝑖
𝑆𝑖𝑗 = ( 𝐿 ) [𝜆 𝜇]𝑖𝑗 { 𝑣 − 𝑣 }
𝑖𝑗 𝑗 𝑖
B. LATIHAN
1. Sebutkan bentuk matriks transformasi untuk elemen truss!
2. Sebutkan matriks kekakuan elemen truss pada sistem koordinat global!
3. Sebutkan matriks tegangan pada elemen truss!
36
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Persamaan matriks yang menyatakan hubungan antara gaya dan displacement
node pada elemen truss sama dengan persamaan matriks elemen pegas
AE
dengan kekakuan 𝑘 = .
L
D. Tes Formatif
1. Tentukan matriks kekakuan pada sistem truss dibawah ini!
y
A. Matriks kekakuan elemen 1 (1-2) 3
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
37
Kurang dari 69 : kurang
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
Elem.
Node θ(deg.) λ μ λ2 μ2 λμ
No.
① 1-2 0 1 0 1 0 0
② 1-3 90 0 1 0 1 0
1 1 1 1 1
③ 2-3 135 − −
√2 √2 √2 √2 √2
38
Matriks kekakuan struktur total:
𝑢1 𝑣1 𝑢2 𝑣2 𝑢3 𝑣3
1 0 −1 0 0 0
0 1 0 0 0 −1
1 1 1 1
−1 0 1 + 2√2 − 2√2 − 2√2 2√2
AE 1 1 1 1
Ktotal = L
0 0 − 2√2 − 2√2
2√2 2√2
1 1 1 1
0 0 − −
2√2 2√2 2√2 2√2
1 1 1 1
[ 0 −1 2√2
− 2√2 − 2√2 1 + 2√2]
39
𝐮β = 0, Boundary Condition.
Ditanyakan: 𝐮α =Displacement pada node 1
𝐗 β =Gaya Reaksi tiap-tiap tumpuan.
Jawaban:
𝐗 𝛂 = 𝐊 𝛂𝛂 . 𝐮𝛂 , maka : 𝐮𝛂 = 𝐊 𝛂𝛂 −𝟏 . 𝐗 𝛂
𝒌𝟏𝟏 𝒌𝟏𝟐
𝐊 𝛂𝛂 = [ ],
𝒌𝟐𝟏 𝒌𝟐𝟐
𝐴𝐸 𝐴𝐸
𝒌𝟏𝟏 = ∑5𝑖=0 (𝐿 ) 𝜆𝑖 2 ,disubstitusikan nilai pada tabel, maka: 𝒌𝟏𝟏 = 4.20
𝑖+1 𝑙
𝐴𝐸 𝐴𝐸
𝒌𝟏𝟐 = 𝒌𝟐𝟏 = ∑5𝑖=0 (𝐿 ) 𝜆𝑖 𝜇𝑖 , maka: 𝒌𝟏𝟐 = 𝒌𝟐𝟏 = 1.62
𝑖+1 𝑙
𝐴𝐸 𝐴𝐸
𝒌𝟐𝟐 = ∑5𝑖=0 (𝐿 ) 𝜇𝑖 2 , maka: 𝒌𝟐𝟐 = 1.05
𝑖+1 𝑙
40
3 3
2’
1 2
1
[a] [b]
Gambar 3.4. Ketidakakuratan pada struktur: [a] statis tertentu, [b] statis tak tentu.
Sebuah contoh problem self strained structure dapat dilihat pada gambar
3.5. Diketahui anggota struktur yang menghubungkan simpul 1-2 telah terjadi
kesalahan dimensi yaitu berupa kelebihan panjang sebesar ∆𝐿 . Berapakah
besarnya tegangan (internal forces) yang muncul? Berapakah besarnya
displacement pada node 1?
Diketahui:
4
N o d e : 2,3,4
Kekakuan semua elemen (1-3)Truss: AE/L - P in jo int
3 L
Elemen 1 (node 1-2) kelebihan panjang ∆𝐿.
1
Ditanyakan:
L 45° 45° L
2 1
Tegangan pada tiap elemen?
3 2
41
mengalami beban tegangan awal sebesar gaya reaksi (- P1-2)
𝐴𝐸
Beban equivalent pada tiap elemen: P1-2= ∆𝐿, P1-3=0, P1-4=0
𝐿
(1) 𝐴𝐸 (1) (1)
Tegangan awal pada tiap elemen: S1−2 = -P1-2=− ∆𝐿 , S1−3= 0, S1−4= 0.
𝐿
𝑋1 AE 1 0 𝑢1 𝑢1 L 1 0 𝑋
{ }= L [ ] {𝑣 } → {𝑣 } = AE [0 1 ] { 1 }
𝑌1 0 2 1 1 2
𝑌1
L L AE ∆𝐿
𝑢1 = 𝑋1 = AE . (− ∆𝐿) = −
AE √2L √2
L 1 L 1 AE ∆𝐿
𝑣1 = 𝑌1 = AE . 2 . ( ∆𝐿) = 2√2
AE 2 √2L
(2)
5. Penentuan besarnya tegangan akibat gaya yang bekerja (Sij )
𝐴𝐸 𝑢𝑗 − 𝑢𝑖
𝑆𝑖𝑗 = ( 𝐿 ) [𝜆 𝜇]𝑖𝑗 { 𝑣 − 𝑣 }
𝑖𝑗 𝑗 𝑖
(2) 𝐴𝐸 1 1 𝑢2 − 𝑢1 3 ∆𝐿
S1−2 = ( 𝐿 ) [√2 − √2 ] {𝑣 − 𝑣 } = 𝐴𝐸
1−2 2 1 4 𝐿
1−2
(2) 𝐴𝐸 1 1 𝑢3 − 𝑢1 1 ∆𝐿
S1−3 = ( ) [− − ] { 𝑣 − 𝑣 } = − 𝐴𝐸
𝐿 1−3 √2 √2 1−3 3 1 4 𝐿
(2) 𝐴𝐸 𝑢4 − 𝑢1 √2 ∆𝐿
S1−4 = ( ) [0 1]1−4 { 𝑣 − 𝑣 } = − 𝐴𝐸
𝐿 1−4 4 1 4 𝐿
42
6. Penentuan besarnya tegangan akhir (𝑆𝑖𝑗 ):
(1) (2)
𝑆𝑖𝑗 = 𝑆𝑖𝑗 + 𝑆𝑖𝑗
(1) (2) 𝐴𝐸 3 ∆𝐿 1 𝐴𝐸
𝑆1−2 = 𝑆1−2 + 𝑆1−2 = − ∆𝐿 + 4 𝐴𝐸 = −4 ∆𝐿
𝐿 𝐿 𝐿
(1) (2) 1 ∆𝐿 1 𝐴𝐸
𝑆1−3 = 𝑆1−3 + 𝑆1−3 = 0 + − 4 𝐴𝐸 = −4 ∆𝐿
𝐿 𝐿
(1) (2) √2 ∆𝐿 √2 ∆𝐿
𝑆1−4 = 𝑆1−4 + 𝑆1−4 = 0 − 𝐴𝐸 𝐿 =− 𝐴𝐸 𝐿
4 4
√2 ∆𝐿
𝑆1−4 = − 𝐴𝐸
4 𝐿
1
1 𝐴𝐸 1 𝐴𝐸
𝑆1−3 = − ∆𝐿 𝑆1−2 = − ∆𝐿
4 𝐿 4 𝐿
3 2
2 2
1 𝐴𝐸 1 𝐴𝐸 √2 ∆𝐿
𝑅 = √(− ∆𝐿) + (− ∆𝐿) = 𝐴𝐸
4 𝐿 4 𝐿 4 𝐿
B. LATIHAN
1. Sistem struktur Truss pada gambar dibawah ini telah dipanaskan pada member
1-2sebesar ∆𝑇𝑎 ° 𝐹, member 1-3 sebesar ∆𝑇𝑏 ° 𝐹. Semua member memiliki besar
AE sama, maka:
a. Tentukanbesarnya tegangan internal!
b. Tentukan besarnya displacement node!
3L
2 3
4L
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
43
1. Pada kasus struktur highly redundant truss , penyelesaian persamaan gaya
dan displasemen dapat disederhanakan hanya menjadi sebuah matriks
kekakuan berukuran 2x2.
2. Pada kasus self strained structure perhitungan tegangan akhir (𝑆𝑖𝑗 )
merupakan superposisi dari dua kondisi, yang meliputi:
(1)
a. Tegangan awal ( 𝑆𝑖𝑗 ) yaitu tegangan yang didapat dari asumsi awal
perhitungan dimana beban yang diberikan adalah asumsi besar gaya yang
didapat dari panjang lebih (∆𝐿) akibat ketidakakuratan dimensi atau beban
temperatur.
D. Tes Formatif
1. Tentukan besarnya nilai matriks 𝐊 𝛂𝛂 , pada sistem highly redundant truss!
2. Jelaskan mengapa kasus self strained structure, hanya terjadi pada
indeterminate structure!
3. Sebutkan penyebab terjadinya kondisi self strained pada sistem struktur truss!
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
44
Kurang dari 69 : kurang
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
𝐴𝐸
𝒌𝟏𝟐 = 𝒌𝟐𝟏 = ∑𝑛𝑖=0 (𝐿 ) 𝜆𝑖 𝜇𝑖
𝑖+1
𝐴𝐸
𝒌𝟐𝟐 = ∑𝑛𝑖=0 (𝐿 ) 𝜇𝑖 2
𝑖+1
3 3
Pergeseran simpul
4
tertahan, sehingga
Pergeseran simpul 2’
timbul tegangan
internal
2
1 2
1
45
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat
SENARAI
Highly Redundant Truss adalah sistem struktur yang terdiri dari elemen truss
dengan penguat/penyangga konstruksi pada lokasi yang sama, dan
dilakukan dengan cara yang berulang-ulang.
Self Strained Structure adalah Sistem struktur yang mengalami tegangan akibat
pembebanan oleh regangan anggota struktur, sebagai akibat
ketidakakuratan dimensi struktur (panjang elemen) atau pemuaian dimensi
akibat beban termal.
46
POKOK BAHASAN IV
UNIFORM RECTILINEAR BEAM
4.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Dasar-dasar tentang penggunaan elemen balok lurus uniform (beam) dalam
analisis elemen hingga. Penentuan matriks balok lurus uniform untuk tiap-tiap
individu elemen, serta teknik merakit matriks kekakuan balok lurus uniform
menjadi matriks kekakuan struktur total akan dijelaskan pada pokok bahasan ini.
B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan penggunaan elemen balok lurus uniform pada
metode elemen hingga , khususnya dalam bidang teknik perkapalan.
C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan dasar-dasar teori
tentang penggunaan elemen balok lurus uniform dalam analisis struktur,
khususnya di bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat
kualitas lulusan teknik perkapalan.
47
4.2. SUB POKOK BAHASAN I. MATRIKS KEKAKUAN
ELEMEN BEAM DAN MATRIKS TEGANGAN BEAM
48
Penyelesaian persamaan matriks diatas maka didapatkan persamaan sebagai
berikut:
12 6
𝑌 3 − 𝐿2 𝑣1 𝑣1
{ 1 } = 𝐸𝐼 [ 𝐿 6 4 ] {𝜃 } → 𝐊 𝟏𝟏 {𝜃 } ………........[4.2]
𝑀1 − 2 1 1
𝐿 𝐿
Untuk mendapatkan hubungan antara beban pada simpul 2 (Y2 dan M2) dengan
displasemen pada simpul 1 ( 𝑣1 dan 𝜃1 ), digunakan hubungan persamaan
equilibrium sebagai berikut:
∑ 𝐹𝑦 = 𝑌1 + 𝑌2 = 0 𝑌2 −1 0 𝑌 𝑌
→ { }=[ ] { 1} = 𝐀{ 1 }
𝑀2 −L −1 𝑀1 𝑀1
∑ 𝑀2 = 𝑌1 𝐿 + 𝑀1 + 𝑀2 = 0 ……....[4.3]
Bila persamaan [4.2] disubstitusi pada persamaan persamaan [4.3], maka:
𝑌2 𝑣1
{ } = 𝐀 𝐊𝟏𝟏 {𝜃 }
𝑀2 1
12 6
𝑌 −1 0 3 − 𝑣1
𝐿2
{ 2}=[ ] [ 𝐿6 ] {𝜃1 }
𝑀2 −L −1 − 2 4
𝐿 𝐿
12 6
𝑌 − 3 𝑣1 𝑣1
𝐿2
{ 2 } = [ 𝐿6 2 ] {𝜃1 } = 𝐊𝟐𝟏 {𝜃 } …………….……..[4.4]
𝑀2 − 1
𝐿2 𝐿
Kasus 2: v1=𝜃1 =0
Pada kasus ini persamaan diturunkan dengan menggunakan teori balok seperti
pada persamaan [4.1], Namun hal yang berbeda adalah tanda + dan – untuk tiap-
tiap hubungan. Untuk +Y2 menyebabkan +v2 dan −𝜃2, dan +M2 menyebabkan −𝑣2
dan +𝜃2, sehingga persamaan [4.1] berubah menjadi:
𝑌2 𝐿3 𝑀2 𝐿2
Bila, +𝑌2 → +𝑣2 , −𝜃2 maka: 𝑣2 = −
3 𝐸𝐼 2 𝐸𝐼
𝑌2 𝐿2 𝑀2 𝐿
+𝑀2 → −𝑣2 , +𝜃2 𝜃2 = −
2 𝐸𝐼
+
𝐸𝐼
...……………….…………[4.5]
49
Dengan cara yang sama pada saat mendapatkan persamaan [4.2], maka didapat:
12 6
𝑌 3 𝐿2 𝑣2 𝑣2
{ 2 } = 𝐸𝐼 [𝐿6 4 ] {𝜃2 } → 𝐊 𝟐𝟐 {𝜃 } …….………......[4.6]
𝑀2 2
𝐿2 𝐿
Bila ditulis secara lengkap maka didapat matriks kekakuan elemen balok sebagai
berikut:
12 6 12 6
− − −
𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2
6 4 6 2
−
𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿
𝐊 = 𝐸𝐼 12 6 12 6 ………………...…[4.10]
−
𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2
6 2 6 4
[ − 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿 ]
Persamaan matriks yang menyatakan hubungan gaya dan displacement node yaitu:
12 6 12 6
3 − 2 − 3 −
𝐿 𝐿 𝐿 𝐿2
𝑌1 6 4 6 2 𝑣1
𝑀1 − 2 2 𝜃
𝐿 𝐿 𝐿 𝐿
{ 𝑌 } = 𝐸𝐼 12 6 12 6 {𝑣1 } atau,
2 2
−
𝑀2 𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2 𝜃2
6 2 6 4
[ − 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿 ]
50
𝑌1
𝑀1 12 −6 −12 −6 𝑣1
𝐿 𝐸𝐼 −6
= 𝐿3 [ −12 4 6 2 ] {𝜃1 𝐿} ………....[4.11]
𝑌2 6 12 6 𝑣2
𝑀2 −6 2 6 4 𝜃2 𝐿
{𝐿}
A.2. Matriks kekakuan elemen balok pada sistem koordinat global
Penggunaan matriks kekakuan balok pada sistem koordinat global dilakukan
tranformasi dengan menggunakan matriks transformasi seperti halnya pada
elemen truss. Bentuk persamaan matriks kekakuan lokal adalah sebagai berikut:
𝑢1 𝑣1 𝜃1 𝑢2 𝑣2 𝜃2
0 0 0 0 0 0
12 6 12 6
0 − 0 − 𝐿3 − 𝐿2
𝐿3 𝐿2
6 4 6 2
0 − 𝐿2 0
̅ = 𝐸𝐼 𝐿 𝐿2 𝐿
𝐊 ………..[4.12]
0 0 0 0 0 0
12 6 12 6
0 − 𝐿3 − 2 0 3
𝐿 𝐿 𝐿2
6 2 6 4
[0 −
𝐿2 𝐿
0 𝐿2 𝐿 ]
̅𝐓
Matriks kekakuan untuk sistem koordinat global: 𝐊 = 𝐓 −𝟏 𝐊
12 2
μ
𝐿3
12 12 2
− 𝐿3 λμ λ SYM
𝐿3
6 6 4
μ − λ
𝐿2 𝐿2 𝐿
𝐊 = 𝐸𝐼 12 12 6 12 2 .......[4.14]
− 𝐿3 μ2 3 λμ − 𝐿2 λ μ
𝐿 𝐿3
12 12 6 12 12 2
λμ − 𝐿 3 λ2 λ − 𝐿3 λμ λ
𝐿3 𝐿2 𝐿3
6 6 2 6 6 4
[ μ − λ μ − λ
𝐿2 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿2 𝐿]
51
A.3. Matriks tegangan elemen balok
Persamaan matriks tegangan pada elemen balok adalah sebagai berikut:
12 6 12 6
𝑣𝑖
𝑉 3 − − − 𝜃𝑖
𝐿2 𝐿3 𝐿2
{ } = 𝐸𝐼 [12 𝐿 6 6 4 12 6 6 2] {𝑣𝑗 } ....[4.15]
𝑀 3𝑥 − 2 − 2 𝑥+ − 𝐿3 𝑥 + 𝐿2 − 2𝑥+
𝐿 𝐿 𝐿 𝐿 𝐿 𝐿 𝜃𝑗
1 EIa 1 2 EIb 2 3
La Lb
Perakitan matriks kekakuan balok juga menggunakan metode superposisi. Adapun
contoh perakitan matriks kekakuan balok pada problem gambar 4.2 adalah
sebagai berikut:
Matriks kekakuan elemen 1:
𝑣1 𝜃1 𝑣2 𝜃2 𝑣3 𝜃3
12 6 12 6
−𝐿 −𝐿 −𝐿 0 0
𝐿𝑎 3 𝑎
2
𝑎
3
𝑎
2
6 4 6 2
−𝐿 2 0 0
𝑎 𝐿𝑎 𝐿𝑎 2 𝐿𝑎
12 6 12 6
𝑲𝒂 = 𝐸𝐼𝑎 − 𝐿𝑎3 𝐿𝑎 2 𝐿𝑎 3 𝐿𝑎 2
0 0 ………………….…..[4.16]
6 2 6 4
−𝐿 2 0 0
𝑎 𝐿𝑎 𝐿𝑎 2 𝐿𝑎
0 0 0 0 0 0
[ 0 0 0 0 0 0]
Matriks kekakuan elemen 2:
𝑣1 𝜃1 𝑣2 𝜃2 𝑣3 𝜃3
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
12 6 12 6
0 0 3 −𝐿 2 −𝐿 3 −𝐿 2
𝐿𝑏 𝑏 𝑏 𝑏
6 4 6 2
𝑲𝒃 = 𝐸𝐼𝑏 0 0 −𝐿 2 𝐿𝑏 𝐿𝑏 2 𝐿𝑏
…………….…..[4.17]
𝑏
12 6 12 2
0 0 −𝐿 3
𝑏 𝐿𝑏 2 𝐿𝑏 3 𝐿𝑏
6 2 6 4
[ 0 0 − ]
𝐿𝑏 2 𝐿𝑏 𝐿𝑏 2 𝐿𝑏
52
Total matriks kekakuan dari sistem konstruksi balok 𝐼𝑎 = 𝐼𝑏 = 𝐼 adalah:
12 6 12 6
−𝐿 −𝐿 −𝐿 0 0
𝐿𝑎 3 𝑎
2
𝑎
3
𝑎
2
6 4 6 2
−𝐿 2 0 0
𝑎 𝐿𝑎 𝐿𝑎 2 𝐿𝑎
12 6 12 12 6 6 12 6
−𝐿 3 +𝐿 −𝐿 −𝐿 −𝐿
𝑎 𝐿𝑎 2 𝐿𝑎 3 𝑏
3
𝐿𝑎 2 𝑏
2
𝑏
3
𝑏
2
𝑲𝑻𝒐𝒕 = 𝐸𝐼 6 2 6 6 4 4 6 2 ….[4.18]
−𝐿 2 2 −𝐿 2 +𝐿 2
𝑎 𝐿𝑎 𝐿𝑎 𝑏 𝐿𝑎 𝑏 𝐿𝑏 𝐿𝑏
12 6 12 2
0 0 −
𝐿𝑏 3 𝐿𝑏 2 𝐿𝑏 3 𝐿𝑏
6 2 6 4
[ 0 0 −𝐿 2 ]
𝑏 𝐿𝑏 𝐿𝑏 2 𝐿𝑏
Dimana:
∫ 𝜀𝑥 𝑑𝑥 = Displacement
∬ 𝜎𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧 = Force
53
Gambar 4.2. Balok Bending
Berdasarkan hukum hooke dan gambar 4.2. didapatkan hubungan sebagai berikut:
𝑑𝑣
𝜎𝑥 = 𝐸 . 𝜀𝑥 , −𝑢 = 𝑑𝑥,
𝑑𝑢 𝑑 𝑑𝑣 𝑑2 𝑣
𝜀𝑥 = 𝑑𝑥 = −𝑦 𝑑𝑥 (𝑑𝑥) = −𝑦 𝑑𝑥 2 ............................................[4.22]
sebagai berikut:
𝑣(𝑥) = 𝑎0 + 𝑎1 𝑥 + 𝑎2 𝑥 2 + 𝑎3 𝑥 3 .............................................[4.24]
Pada boundary condition maka didapatkan persamaan sebagai berikut:
𝑣1 = 𝑣(𝑥 = 0) = 𝑎0 ; 𝑣2 = 𝑣(𝑥 = 𝐿) = 𝑎0 + 𝑎1 𝐿 + 𝑎2 𝐿2 + 𝑎3 𝐿3 ;
𝑑𝑣 𝑑𝑣
𝜃1 = 𝑑𝑥 (𝑥 = 0) = 𝑎1; 𝜃2 = 𝑑𝑥 (𝑥 = 𝐿) = 𝑎1 + 2 𝑎2 𝐿 + 3𝑎3 𝐿2 ..........[4.25]
54
Berdasarkan empat persamaan diatas persamaan [4.25] dapat ditentukan besarnya
konstanta pada fungsi displacement sebagai berikut:
3 1
𝑎0 = 𝑣1 ; 𝑎2 = 𝐿2 (𝑣2 − 𝑣1 ) − 𝐿 (2𝜃1 + 𝜃2 );
2 1
𝑎1 = 𝜃1 ; 𝑎3 = 𝐿3 (𝑣1 − 𝑣2 ) + 𝐿2 (𝜃1 + 𝜃2 ) ....................[4.26]
𝑑2 𝑣
Dengan menurunkan 𝑣(𝑥) dapat ditulis persamaan kurvatur 𝑑𝑥 2 , sebagai berikut:
𝑑2 𝑣
= 2𝑎2 + 6𝑎3 𝑥
𝑑𝑥 2
Melalui persamaan [4.26] dan persamaan [4.24], maka persamaan strain energy
dapat ditulis sebagai berikut:
2
𝐸𝐼 𝐿 𝑑2 𝑣
𝑈= ∫𝑥=0 (𝑑𝑥 2 ) 𝑑𝑥
2
𝐸𝐼 𝐿
𝑈= 2
∫𝑥=0(2𝑎2 + 6𝑎3 𝑥)2 𝑑𝑥
𝐸𝐼
𝑈= (4𝑎2 2 𝐿 + 12 𝑎2 𝑎3 𝐿2 + 12𝑎3 2 𝐿3 ) ..........................[4.27]
2
𝐸𝐼 𝜕 𝜕𝑎2 𝜕𝑎3 𝜕𝑎 𝜕𝑎
𝑘11 = [8𝐿𝑎2 + 12 𝐿2 (𝑎2 + 𝑎3 𝜕𝑣2 ) + 24𝐿3 𝑎3 𝜕𝑣3 ]
2 𝜕𝑣1 𝜕𝑣1 𝜕𝑣1 1 1
𝜕2 𝑈 𝐸𝐼 𝜕 12𝐸𝐼
𝑘13 = 𝜕𝑣 = (12𝑎3 ) = −
1 𝜕𝑣2 2 𝜕𝑣2 𝐿3
𝜕2 𝑈 𝐸𝐼 𝜕 6𝐸𝐼
𝑘14 = 𝜕𝑣 = (12𝑎3 ) =
1 𝜕𝜃2 2 𝜕𝑣2 𝐿2
55
12 6 12 6
−
𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2
6 4 6 2
−
𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿
𝐊 = 𝐸𝐼 12 6 12 6 ……………………………[4.28]
− 3 − 2 3 − 2
𝐿 𝐿 𝐿 𝐿
6 2 6 4
[ − ]
𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿
Tampak bahwa hasil dari strain energy dan castigliano persamaan [4.28] dengan
persamaan [4.10], terdapat perbedaan tanda, Hal ini dapat dijelaskan karena tanda
positif untuk matriks kekakuan dengan metode strain energy dan castigliano
adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3. Arah positif untuk gaya-gaya simpul (nodal force) dari matriks
kekakuan balok dari strain energi dan teorema castigliano
B. LATIHAN
1. Tentukan persamaan matriks gaya dan displacement pada elemen balok
dalam sistem koordinat global!
2. Sebutkan matriks transformasi untuk elemen balok!
3. Sebutkan matriks tegangan pada elemen balok!
4. Apakah yang dimaksud dengan Trial Function!
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan energi regangan (strain energy)!
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teorema castigliano!
12𝐸𝐼
7. Buktikan bahwa 𝑘11 = dengan menggunakan strain energy dan teorema
𝐿3
castigliano!
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
56
1. Persamaan matriks yang menyatakan hubungan antara gaya dan displacement
node pada elemen balok adalah sebagai berikut:
12 6 12 6
− − −
𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2
𝑌1 6 4 6 2 𝑣1
𝑀1 − 2 2 𝜃1
𝐿 𝐿 𝐿 𝐿
{ } = 𝐸𝐼 12 6 12 6 {𝑣 } atau
𝑌2 − 2
𝑀2 𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2 𝜃2
6 2 6 4
[ − 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿 ]
𝑌1
𝑀1 12 −6 −12 −6 𝑣1
𝐿 𝐸𝐼 −6
= 𝐿3 [ −12 4 6 2 ] {𝜃1 𝐿}
𝑌2 6 12 6 𝑣2
𝑀2 −6 2 6 4 𝜃 2𝐿
{𝐿}
2. Hubungan matriks kekakuan truss pada sistem koordinat global dan lokal
̅ 𝐓, Matriks kekakuan dalam sistem
dinyatakan dalam persamaan 𝐊 = 𝐓 −𝟏 𝐊
koordinat global adalah sebagai berikut: λ = cos θ dan μ = sin θ
12 2
μ
𝐿3
12 12 2
− 𝐿3 λμ λ SYM
𝐿3
6 6 4
μ − λ
𝐿2 𝐿2 𝐿
𝐊 = 𝐸𝐼 12 12 6 12 2
− 𝐿3 μ2 3 λμ − 𝐿2 λ μ
𝐿 𝐿3
12 12 6 12 12 2
λμ − 𝐿 3 λ2 λ − 𝐿3 λμ λ
𝐿3 𝐿2 𝐿3
6 6 2 6 6 4
[ μ − λ μ − λ
𝐿2 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿2 𝐿]
57
D. Tes Formatif
1. Selesaikan problem sistem balok dibawah ini!
y
P
M I I
1 2 3
X
k
L L
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
58
c. Data desain: 𝐿𝑎 = 𝐿𝑏 = 𝐿, 𝐼𝑎 = 𝐼𝑏 = 𝐼
Matriks kekakuan 𝑲𝟏𝟐 adalah:
𝑣1 𝜃1 𝑣2 𝜃2 𝑣3 𝜃3
12 6 12 6
− 𝐿2 − 𝐿3 − 𝐿2 0 0
𝐿3
6 4 6 2
− 𝐿2 0 0 𝑣1 𝑣4
𝐿 𝐿2 𝐿
12 6 12 6 𝑘 −𝑘
𝑲𝟏𝟐 = 𝐸𝐼 − 𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿2
0 0 ; 𝑲𝑠𝑝𝑟𝑖𝑛𝑔 =[ ]
6 2 6 4
−𝑘 𝑘
− 𝐿2 0 0
𝐿 𝐿2 𝐿
0 0 0 0 0 0
[ 0 0 0 0 0 0]
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
12 6 12 6
0 0 − 𝐿2 − 𝐿3 − 𝐿2
𝐿3
6 4 6 2
𝑲𝟐𝟑 = 𝐸𝐼 0 0 − 𝐿2 𝐿 𝐿2 𝐿
12 6 12 2
0 0 − 𝐿3 𝐿2 𝐿3 𝐿
6 2 6 4
[ 0 0 − 𝐿2 ]
𝐿 𝐿2 𝐿
12 𝑘 6 6
+ 𝐸𝐼 − 𝐿2 − 𝐿2
𝐿3
6 4 2
𝑲𝒕𝒐𝒕 = 𝐸𝐼 − 𝐿2 𝐿 𝐿
6 2 4 4
[ − 𝐿2 𝐿 𝐿
+ 𝐿]
6 2 𝑣1 8 𝐿 6 2 𝑣1
{𝑀2 = 0} = [− 2 ] { } + 𝐿 {𝜃2 } → 𝜃2 = − 8 [− 𝐿2 ] { }
𝐿 𝐿 𝜃 1 𝐿 𝜃 1
59
Substitusi nilai 𝜃2 pada persamaan sebelumnya maka didapat:
12 𝑘 6 6
−𝑃 3
+ − 𝐿2 𝑣1 − 2 𝐿 6 2 𝑣1
{ } = 𝐸𝐼 [𝐿 6𝐸𝐼 4 ] {𝜃 } + [ 2𝐿 ] − 8 [− 𝐿2 ] {𝜃 }
𝑀 − 1 𝐿 1
𝐿2 𝐿 𝐿
15 𝑘 9
−𝑃 3
+ − 2𝐿2 𝑣1
{ } = 𝐸𝐼 [2𝐿 9 𝐸𝐼 7 ] {𝜃 }
𝑀 − 1
2𝐿2 2𝐿
7 9
𝑣1 1 2𝐿2 −𝑃
{𝜃 } = 15 𝑘 7 9 9
[ 2𝐿
9 15 𝑘]{ 𝑀 }
1 𝐸𝐼[[( 3 + ) . ]−[− .− 2 ]] + 𝐸𝐼
2𝐿 𝐸𝐼 2𝐿 2𝐿2 2𝐿
2𝐿2 2𝐿3
Jadi:
7 9
𝑣1 2𝐿4 2𝐿2 −𝑃
{𝜃 } = 12𝐸𝐼+7𝑘𝐿3 [ 2𝐿
9 15 𝑘]{ }
1 + 𝐸𝐼 𝑀
2𝐿2 2𝐿3
𝐿 6 2 𝑣1
𝜃2 = − 8 [− 𝐿2 ]
𝐿 𝜃
{ }
1
Gaya-gaya reaksi dapat ditentukan dengan dua metode, yang pertama adalah
kembali ke persamaan kekakuan total struktur seperti pada Bab II A.5, dan yang
kedua adalah matriks kekakuan tiap individu kemudian dihitung equivalent nodal
forces. Pada penyelesaian metode kedua maka didapatkan persamaan kekakuan
elemen 2-3, sebagai berikut:
12 6 12 6
𝑌3 𝑒 = − 𝐿3 𝑣2 + 𝐿2 𝜃2 + 𝐿3 𝑣3 + 𝐿2 𝜃3
6 2 6 4
𝑀3 𝑒 = − 𝐿2 𝑣2 + 𝐿 𝜃2 + 𝐿2 𝑣3 + 𝐿 𝜃3
60
9
𝑣1 𝐿3
7 −𝑃
𝐿
{𝜃 } = 12𝐸𝐼 [ 9 15] { 0 }
1
𝐿 𝐿2
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat
SENARAI
Trial Function adalah sebuah fungsi matematis yang digunakan sebagai penduga
solusi pada problem persamaan diferensial.
61
POKOK BAHASAN V.
STRONG DAN WEAK FORM UNTUK PROBLEM SATU
DIMENSI PADA METODE ELEMEN HINGGA
5.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Strong form dan weak form adalah bentuk persamaan matematis yang digunakan
untuk mendeskripsikan perilaku struktur. Pada penyelesaian dengan menggunakan
analisis numerik, strong form yang didapat dalam memformulasikan sistem
konstruksi harus dirubah dalam bentuk weak form agar dapat diselesaikan dengan
menggunakan metode elemen hingga
B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan strong form dan weak form dalam
memformulasikan problem sistem struktur pada metode elemen hingga,
khususnya dalam bidang teknik perkapalan.
C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan penggunaan strong
form dan weak form dalam problem 1 dimensi pada metode elemen hingga,
khususnya di bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat
kualitas lulusan teknik perkapalan.
62
b. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prosedur merubah formulasi
strong form menjadi weak form pada metode elemen hingga.
c. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan ekuivalensi antara strong form
dengan weak form pada metode elemen hingga.
63
Bila dikatahui ∆𝑥 → 0, maka didapatkan persamaan sebagai berikut:
.....................................................[5.1]
.....................................[5.2]
untuk ∆𝑥 → 0 .................[5.3]
Dengan substitusi persamaan [5.2] dan [5.3], juga hukum hooke dengan modulus
elastisitas E(x)=E, maka didapat persamaan
.........................................[5.4]
Persamaan [5.4] adalah persamaan diferensial orde dua. Pada persamaan tersebut
dependent variable adalah u(x), yaitu sebuah fungsi yang tak diketahui (unknown
function), dan x adalah variabel bebas. Untuk menyelesaikan persamaan
diferensial tersebut diperlukan kondisi batas pada tiap-tiap ujung tumpuan.
Persamaan kondisi batas tersebut adalah sebagai berikut:
.........................................[5.5]
Traction 𝑡̅ memiliki satuan yang sama dengan tegangan, tanda positif traction
adalah positif bila bekerja pada sumbu x positif, tanpa melihat pada sisi dimana
tempat bekerja. Bila tegangan bernilai positif, maka dapat diartikan sebagai
tegangan tarik sedangkan negatif adalah tegangan tekan, namun pada sisi negatif
(negative face) sebuah tegangan positif didefinisikan oleh traction negatif (−𝑡̅).
64
Persamaan differensial [5.4] dan persamaan boundary condition [5.5] adalah
strong form dari problem batang tarik tekan. Maka dapat disimpulkan strong form
untuk batang tarik tekan adalah:
.........................................[5.6]
Perlu dicatat bahwa pada persamaan [5.6], variabel 𝑡,̅ 𝑢̅ dan 𝑏 adalah variabel
yang diketahui (given variable), sedangkan variable yang tidak diketahui
(unknown variable) adalah displacement u(x).
Pada problem batang tarik tekan bentuk weak form dikembangkan dari bentuk
strong form persamaan [5.6], dengan cara mengkalikan persamaan [5.6] dengan
fungsi bobot (arbitrary function/weight function) dan mengintegrasikan dalam
domain dari sistem. Pada persamaan [5.6] domainnya terletak pada interval [0,l].
Pada daerah boundary condition yaitu tepat pada area penampang di lokasi x=0,
tidak diperlukan integral karena hanya berupa satu titik lokasi namun hanya
dikalikan dengan luas penampang A. Persamaan yang dihasilkan adalah:
.........................................[5.7]
65
Fungsi w(x) disebut sebagai weight function (fungsi bobot); ∀𝑤 menyatakan
bahwa w(x) adalah fungsi arbitrary dari semua fungsi w(x). Ke-arbitrari-an dari
fungsi bobot adalah sesutu yang krusial, karena bila tidak arbitrari maka weak
form akan tidak equivalent dengan strong form. Fungsi bobot adalah enforcer,
apapun dikalikan dengan fungsi bobot maka tetap dikembalikan pada nilai
ekuivalennya.
Pada boundary condition tidak dilakukan pemaksaan (enforce) oleh fungsi bobot
pada displacement, karena akan lebih mudah untuk membentuk sebuah fungsi
trial atau kandidat solusi yang memenuhi persyaratan kondisi batas, sehingga
diambil batasan kondisi yaitu sebagai berikut:
w(l) = 0 ……………...…………………..[5.8]
pemecahan dari weak form didapat dari seperangkat admissible solution u(x) yang
memenuhi kondisi batas yang ditentukan. Solusi-solusi ini selanjutnya disebut
dengan trial function atau kandidat solusi.
.....................................................[5.9]
66
Untuk mendapatkan weak form dengan derivatif orde satu maka kitalihat aturan
derivatif sebagai berikut:
Formula [5.10] dikenal sebagai integration by parts. Metode integral ini sangat
berguna untuk menghubungkan strong form ke weak form. Penerapan integration
𝑑𝑢
by parts dengan nilai 𝑓 = 𝐴𝐸 (𝑑𝑥 ), maka persamaan [5.10] dapat ditulis menjadi
.......................................[5.11]
Dengan menggunakan persamaan [5.11], maka persamaan [5.9] menjadi :
...........................[5.12]
Berdasarkan kondisi batas pada persamaan [5.8] maka nilai variabel pertama sama
dengan nol. Hal ini menjelaskan bahwa lebih mudah membentuk fungsi bobot
yang dihapus (bernilai nol) pada batasan displacement yang ditentukan, daripada
dikalikan dengan fungsi bobot dan integrasi. Pada persamaan [5.7b] (𝑤𝐴𝜎 +
𝑤𝐴𝑡̅)𝑥=0 = 0, sehingga persamaan di atas dapat ditulis menjadi:
...........................[5.13]
67
Langkah-langkah yang telah kita lakukan dalam transfer strong form ke weak
form adalah sebagai berikut:
1. Governing equation dan traction boundary dikalikan dengan fungsi arbitrari
2. Fungsi arbitrari berupa fungsi bobot yang smooth
3. Integrasi persamaan dalam domain yang ditentukan
4. Melakukan tranformasi persamaan derivatif orde 2 menjadi persamaan
derivatif orde satu
Melalui empat tahapan tersebut dapat disimpulkan bentuk persamaan weak form,
dimana solusi persamaan tersebut adalah sebuah trial function yang memenuhi
semua kondisi batas untuk sebuah fungsi w(x) yang smooth dan w(l)=0. Solusi
didapat sebagai berikut:
.......................[5.14]
Trial solution pada persamaan [5.14] juga meupakan solusi persamaan [5.6].
Penting untuk diingat bahwa trial solution (u(x)) harus memenuhi kondisi batas
persamaan [5.6c]. Pemenuhan displasemen kondisi batas oleh sebuah trial
function adalah hal yang esensial. Kondisi batas ini biasa disebut sebagai essential
boundary conditions. Pada beberapa kasus traction kondisi batas muncul secara
alamiah dalam persamaan weak form, sehingga trial function tidak perlu diatur
agar memenuhi kondisi batas. Kondisi batas seperti ini disebut sebagai natural
boundary conditions. Persyaratan kemulusan (smoothness) pada trial solution juga
harus dipertimbangkan. Trial solution yang smooth dan memenuhi kondisi batas
esensial disebut admissible. Fungsi bobot (weight function) yang smooth dan
dapat dihilangkan (bernilai nol) pada batasan essensial juga disebut sebagai
admissible. Pada penggunaan weak form untuk menyelesaikan problem, trial
solution dan weight function harus admissible.
68
A.3. Kontinuitas dan tingkat kemulusan (degree of smoothness)
Meskipun weak form dan strong telah dibahas, namun spesifikasi tingkat
kemulusan (smoothness) dari fungsi arbitrari, fungsi bobot dan trial solution akan
dijelaskan pada sub pokok bahasan ini. Sebuah fungsi disebut fungsi Cn, bila
derivatifnya yaitu orde j untuk 0 ≤ 𝑗 ≤ n adalah sebuah fungsi yang kontinu pada
domain keseluruhan. Fokus tentang studi kontinuitas diutamakan pada fungsi C0,
C-1 dan C1. Contoh-contoh ilustrasi dapat dilihat pada gambar 5.2. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 5.2, fungsi C0 adalah fungsi piece wise yang dapat
didifferensialkan dan kontinu (piecewise continously differentiable), turunan
pertamanya adalah sebuah fungsi yang kontinu kecuali pada titik perpindahan.
Turunan pertama fungsi C0 adalah fungsi C-1, misalnya bila displacement adalah
fungsi C0, maka regangan (strain) adalah turunan pertamanya yaitu fungsi C-1.
69
Tabel 5.1. Smoothness of Function
...............[5.15]
Keberhasilan dari pembuktian ini terletak pada arbitrariness dari w(x). Hal ini
adalah semua yang kita butuhkan dalam pembuktian ekivalensi strong form dan
weak form. Pilihan fungsi w(x) adalah fungsi yang sudah kita lihat pada
pembuktian sebelumnya yaitu:
.......................................[5.16]
Dimana 𝜓(𝑥) adalah sebuah fungsi yang smooth, yaitu 𝜓(𝑥) > 0 pada interval 0
< x < l dan 𝜓(𝑥) = 0, pada daerah batas (boundary condition). Bentuk persamaan
yang memenuhi persyaratan untuk sebuah fungsi 𝜓(𝑥), adalah 𝜓(𝑥) = 𝑥(𝑙 − 𝑥).
Fungsi 𝜓(𝑥) yang dibuat menunjukkan bahwa w(l) =0, sehingga persyaratan
essensial boundary condition pada kondisi batas yang ditentukan dapat terpenuhi,
70
yaitu w = 0. Dengan memsubstitusikan persamaan [5.16] ke persamaan [5.15],
didapatkan persamaan sebagai berikut:
.......................................[5.17]
Pada daerah boundary dapat dihilangkan karena telah kita buat fungsi bobot yaitu
w(0) = 0. Pada persamaan intergal [5.17], fungsi 𝜓(𝑥) > 0 pada interval 0 < x < l
dan integrand-nya juga fungsi kuadrat, sehingga persamaan [5.17] selalu bernilai
positif. Untuk memenuhi persamaan [5.17] maka nilai integrand haruslah nol,
sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut:
...........................[5.18]
Dimana, persamaan [5.18] adalah persamaan diferensial strong form [5.6a].
Mengikuti kondisi persamaan [5.18] maka persamaan [5.15] menjadi:
.......................................[5.19]
Persamaan [5.19] ini adalah natural (prescribed traction) boundary condition,
atau persamaan [5.6b] pada bentuk strong form.
Persamaan yang terakhir pada strong form yaitu kondisi batas displacement [5.6c],
harus dipenuhi oleh semua fungsi trial yang dibuat. Persyaratan ini juga sama-
sama disyaratkan pada persamaan weak form [5.14], yaitu u(l) = 𝑢̅. Oleh karena
itu, hal ini dapat disimpulkan bahwa trial solution yang memenuhi weak form juga
memenuhi strong form.
Cara lain untuk membuktikan ekuivalensi strong form dan weak form
Pertama kita ambil asumsi yaitu:
dan
Variabel r(x) disebut sebagai fungsi residual; dimana r(x) adalah error dalam
persamaan [5.6a] dan r0 adalah error pada traction kondisi batas [5.7b]. Bila
r(x)=0 (no error) persamaan equilibrium [5.6a] dapat terpenuhi, dan bila r0=0
traction kondisi batas [5.6b] juga dapat terpenuhi.
71
Persamaan [5.14] dapat ditulis aebagai berikut:
..........................[5.20]
Kita akan buktikan bahwa r(x) = 0 dengan menggunakan teknik
kontradiksi.dengan teknik kontradiksi untuk membuktikan bahwa r(x) = 0, maka
asumsi yang diambil justru sebaliknya yaitu r(a) ≠ 0, dimana a adalah sembarang
titik pada interval 0 < a < l. Selanjutnya diambil asumsi bahwa r(x) adalah fungsi
yang smooth, sehingga dapat dipastikan bahwa titik-titik yang berdekatan dengan
x=a tidak sama dengan nol, seperti pada gambar 5.3a. Kita juga dapat menentukan
dengan bebas bentuk fungsi w(x) karena ini adalah arbitrary smooth function,
Oleh karena itu kita tentukan fungsi w(x) seperti pada gambar 5.3b. Selanjutnya
persamaan [5.20] menjadi persamaan sebagai berikut:
...........................[5.21]
Berdasarkan pernyataan [5.21] nampak bahwa bila r(a) ≠ 0, maka ketentuan pada
persamaan [5.20] akan dilanggar (tidak memenuhi persyaratan persamaan [5.20],
sehingga dengan kontradiksi yang dibuat dapat ditunjukkan bahwa r(a) harus
bernilai nol. Untuk itu kita akan ulang bila dengan mengambil nilai r(x)=0 , maka
pada interval 0 < x < l persamaan [5.20] akan terpenuhi.
Gambar 5.3. Ilustrasi grafik : (a) residual fuction, (b) choice weight function (c)
Produk residual dan weight function pada Fungsi C0 dan C-1
72
Bila kita ambil asumsi w(0)= 1; bagian integral dihilangkan karena r(x)=0 pada
interval 0 < x < l; serta mengikuti persamaan [5.20] r0=0, maka traction kondisi
batas terpenuhi.
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, dapat dikatakan bahwa prosedur perkalian
fungsi residual dengan fungsi bobot haruslah sama dengan nol (dapat dihilangkan),
karena fungsi bobot berfungsi sebagai fungsi arbitrari, sehingga mampu
mengkondisikan (enforce) persamaan residual agar dapat dihilangkan dalam
menyelesaikan problem persamaan. Pembuktian ekuivalensi strong form dan
weak form menunjukkan bahwa weak form mampu menyelesaikan problem pada
semua tingkatan smooth sebuah fungsi. Pada pembuktian pertama (persamaan
[5.6]-[5.14]), kita memilih fungsi bobot arbitrari yang spesial (Special arbitrary
weight function) yang harus dismoothkan (agar dapat dilihat bagaimana prosedur
pembuktian berjalan), sedangkan pada pembuktian yang kedua kita menggunakan
arbitrariness dan smoothness secara langsung (teknik kontradiksi). Fungsi bobot
pada gambar 5.3b tidak harus sangat smooth, tetapi harus memiliki smooth yang
dibutuhkan untuk proses pembuktian ini.
B. LATIHAN
1. Kembangkan persamaan weak form dari persamaan strong form dibawah ini
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Formulasi matematis dari problem struktur dapat ditulis dalam bentuk strong
form (persamaan differensial) dan weak form (persamaan integral)
2. Penyelesaian persamaan strong form mebutuhkan persyaratan kontinuitas
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan persamaan weak form, sehingga
73
lebih disarankan untuk merubahnya terlebih dahulu kedalam bentuk weak
form
3. Prosedur transformasi bentuk strong form menjadi bentuk weak form adalah
sebagai berikut:
a. Governing equation dan traction boundary dikalikan dengan fungsi
arbitrari
b. Fungsi arbitrari berupa fungsi bobot yang smooth
c. Integrasi persamaan dalam domain yang ditentukan
d. Melakukan tranformasi persamaan derivatif orde 2 menjadi persamaan
derivatif orde satu
4. Bentuk strong form dan weak form adalah ekuivalen, sehingga solusi
persamaan bentuk weak form juga merupakan solusi bagi persamaan bentuk
strong form.
D. Tes Formatif
1. Kembangkan bentuk weak form dari persamaan strong form sebagai berikut!
2. Tentukan solusi dari weak form pada soal latihan dengan menggunakan trial
solution dan weight functions sebagai berikut !
a.
b.
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
74
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
………………………………..[5.22]
………………[5.23]
75
Karena w(3)=0, maka persamaan pertama pada sisi kanan dapat dihilangkan
(nol). Selanjutnya substitusi persamaan [5.23] ke [5.22], sehingga didapatkan
persamaan sebagai berikut:
………………………...[5.24]
Substitusi persamaan [5.22b] ke [5.24] didapatkan:
………………………...[5.25]
Persamaan [5.25] adalah weak form, untuk mencari smooth function u(x)
dengan u(3) = 1, dimana persamaan [5.25] berlaku untuk semua fungsi w(x)
dengan w(3)=0.
Untuk membuktikan bahwa weak form berhubungan dengan strong form,
maka kita gunakan integration by parts dan didapat persamaan sebagai berikut:
………………[5.26]
Kemudian kita substitusi persamaan [5.26] ke [5.25]:
………………[5.27]
Karena fungsi bobot = 0 untuk essential boundary w(3) = 0, maka
………………[5.28]
Dengan alasan yang sama pada persamaan [5.16] maka:
Nilai integran selalu positif dalam interval [1,3], sehingga agar integrand
bernilai nol maka didaptkan persamaan sebagai berikut:
76
Fungsi w(x) adalah smooth dan bernilai nol pada x=3 dan tetapi bernilai satu
pada x=1. Berdasarkan kondisi 𝜓(3) = 0 dan 𝜓(1) = 0 , maka persamaan
integral bernilai nol, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut:
2. Solusi persamaan weak form pada soal latihan dengan menggunakan trial
function dan weight function dibawah ini :
………………[5.29]
Karena β1 tidak sama dengan nol, maka yang berada didalam kurung harus
20
berniali nol, sehingga didapatkan nilai α1 = = 2 × 10−4 . Bila
E
77
disubstitusikan ke trial solution di atas, maka didapatkan trial solution linier
du
yaitu: 𝑢𝑙𝑖𝑛 = 10−4 (1 + 2𝑥), σlin = E dx = 105 × 2. 10−4 = 20.
Karena β1dan β2 tidak sama dengan nol, maka untuk memenuhi persamaan di
atas didapat dua persamaan linier sebagai berikut:
Solusi weak form dalam bentuk grafik dapat dibandingkan antara trial solution
linier dan kuadrat dengan exact solution.
Gambar 5.4. Perbandingan hasil estimasi linier dan kuadrat dibandingkan dengan
exact solution (a) displacement (b) tegangan
78
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat
SENARAI
Traction adalah sebuah stress vector, resultan dari dari tensor tegangan (shear
stress dan normal stress), yang menggambarkan besarnya gaya tiap satuan
luasan yang bekerja pada permukaan sebuah objek.
79
POKOK BAHASAN VI.
TEOREMA ENERGI POTENSIAL MINIMUM
DAN METODE VARIASIONAL
6.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Teorema energi potensial minimum adalah sebuah teori yang menggunakan
prinsip-prinsip energi potensial dan usaha yang diterima oleh konstruksi untuk
memprediksi respon struktur (tegangan dan displacement). Teorema ini
digunakan pada pendekatan alternatif yang dikenal sebagai metode variasional
untuk menyelesaikan problem-problem teknik dengan menggunakan metode
elemen hingga.
B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menjelaskan metode variasional dengan menggunakan teorema
energi potensial minimum pada metode elemen hingga, khususnya dalam bidang
teknik perkapalan.
C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan metode variasional
dengan menggunakan teorema energi potensial minimum pada metode elemen
hingga, khususnya dalam bidang teknik perkapalan, khususnya di bidang teknik
perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat kualitas lulusan teknik
perkapalan.
80
1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prinsip-prinsip metode
variasional pada problem elastisitas dalam metode elemen hingga.
2. Mahasiswa diharapkan mampu menyebutkan persamaan formulasi teorema
energi potensial minimum.
3. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan governing equation pada
formulasi metode variasional.
.....[6.1]
W adalah energi potensial sistem, dalam problem elastisitas. Indeks “int” dan “ext”
menjelaskan energi potensial internal dan energi potensial eksternal. Minimizer
dari W(u(x)) yang dinyatakan dalam bentuk weak form, adalah solusi yang dicari.
Salah satu hal yang harus dimengerti dalam mempelajari prinsip variational
adalah makna dari W(u(x)). W(u(x)) adalah fungsi dari sebuah fungsi. Fungsi dari
sebuah fungsi disebut dengan fungsional. Kita akan mempelajari variasi W(u(x))
81
bila fungsi u(x) dirubah (divariasikan). Perubahan infinitesimal dalam sebuah
fungsi disebut variation of the function dan dinotasikan oleh 𝛿𝑢𝑥 ≡ 𝜁𝑤(𝑥) ,
dimana w(x) adalah fungsi arbitrari dan ζ adalah bilangan positif yang sangat kecil
0 < ζ ≪1.
Perubahan dalam fungsional disebut variation in the functional yang dinotasikan
oleh 𝛿𝑊, didefinisikan sebagai berikut:
.................[6.2]
Persamaan ini analog dengan definisi differensial, namun pada persamaan ini
harus mempertimbangkan perubahan pada independen variabel dari fungsi peubah
(u(x)). Sebuah differential memberikan perubahan fungsi terhadap perubahan
independen variabel. Sedangkan variation of functional memberikan perubahan
fungsional terhadap perubahan dalam fungsi.
Berdasarkan pernyataan energi potensial minimum pada pada persamaan [6.1]
(persamaan teorema energi potensial minimum), tampak bahwa 𝑢(𝑥) +
𝜁𝑤(𝑥)harus masig berada dalam U. Untuk memenuhi kondisi ini, maka w(x)
harus smooth dan hilang pada essensial boundary, sehingga:
𝑤(𝑥) ∈ 𝑈0 .......................................................[6.3]
Bila kita evaluasi variation dari energi internal 𝛿𝑊𝑖𝑛𝑡 , dengan menggunakan
definisi variation of functional pada persamaan [5.1] maka didapat :
................[6.4]
Term pertama dan keempat saling menghilangkan. Term ketiga dapat diabaikan
karena ζ bilangan yang sangat kecil, sehingga didapatkan:
.............................[6.5]
Variation dari kerja eksternal (external work) dengan menggunakan definisi
variation, dan term kedua persamaan [6.1] dibagi menjadi dua bagian yaitu body
force dan traction (agar lebih jelas), maka persamaan variation of functional dari
kerja eksternal dapat ditulis sebagai berikut:
82
...........................[6.6]
...........................[6.7]
Pada titik minimum dari W(u(x)), variation of functional harus hilang (bernilai
nol), seperti halnya differensial, derivatif sebuah fungsi sama dengan nol pada
titik minimum sebuah fungsi. Hal ini menyatakan bahwa 𝛿𝑊 = 0, yaitu:
0 = 𝛿𝑊 = 𝛿𝑊𝑖𝑛𝑡 − 𝛿𝑊𝑒𝑥𝑡 .........................................[6.8]
Subsitusi persamaan [5.5]-[5.7] ke persamaan[5.8] , kemudian dibagi dengan ζ,
untuk u(x)U, didapat persamaan:
.................[6.9]
Persamaan [6.9] sama persis dengan weak form persamaan [5.14] yang
dikembangkan pada pokok bahasan sebelumnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa
weak form menyiratkan bentuk strong form, sehingga peminim (minimizer)
fungsional energi potensial memberikan persamaan strong form. Tepatnya, kita
telah menunjukkan bahwa sebuah titik energi stationer memberikan strong form.
Titik stasioner yang dimaksud adalah minimizer.
Kebanyakan di buku-buku tentang prinsip variational, perubahan dalam fungsi u(x)
dinotasikan oleh 𝛿𝑢(𝑥), selain notasi 𝜁𝑤(𝑥). Sehingga persamaan [6.9] menjadi:
..............[6.10]
Ini dapat disederhanakan dengan menggunakan persamaan strain-displacement
dan hukum stress-strain, sehingga term pertama dalam integrand pertama
persamaan [6.10] menjadi:
....................[6.11]
Persamaan di atas ini disebut principle of virtual work: displasemen admissible
pada variation kerja internal sama dengan variation kerja eksternal ( 𝛿𝑊𝑖𝑛𝑡 =
83
𝛿𝑊𝑒𝑥𝑡 ), untuk semua ∀𝛿𝑢 ∈ 𝑈0 , memenuhi equilibrium dan natural boundary
condition.Persamaan [6.11] identik dengan persamaan weak form [5.14].
Sifat yang menarik dari prinsip energi potensial adalah hubungannya dengan
energi sistem. Persamaan [6.1] substitusikan persamaan strain –displacement dan
persamaan hooke maka didapat:
...........................[6.12]
Bila kita kaji grafik linear, pada gambar 6.1, kita dapat melihat bahwa energi per
satuan volume adalah wint = (1/2) E2. Sehingga, Wint, integral densitas energi
terhadap volume adalah total energi internal dari sistem.
Gambar 6.1. Definisi density energi internal atau density energi strain wint
Energi ini disebut juga sebagai energi regangan (strain energy), dimana energi
disimpan oleh struktur ketika terdeformasi. Energi ini akan dikembalikan bila
struktur tidak dibebani. Term kedua adalah energi eksternal. Energi eksternal
adalah produk dari gaya (b or 𝑡̅ ) dan dispalcement (u); Kita dapat menulis
persamaan [6.1] menjadi :
W=Wint−Wext ...................................................[6.13]
Berdasarkan variational principle δW=0, Hal ini memperjelas arti fisik dari prinsip
minimum energi potensial, bahwa: solusi adalah minimizer (stationary point)
energi potensial W, diantara semua fungsi displacement yang admissible. Prinsip
variational tidak dapat dibentuk dengan aturan sederhana seperti halnya kita
membuat weak form, namun beberapa weak form dapat dikonversi menjadi
pronsip variational.
84
Yang menarik dari teorema energi potensial adalah dapat digunakan berbagai
macam sistem elastis,sehingga bila energi potensial ini untuk sistem lain, kita
dapat dengan cepat menurunkan persamaan elemen hingga untuk sistem itu.
Prinsip variational juga bermanfaat untuk studi akurasi dan konvergensi metode
elemen hingga. Kelemahan pendekatan variational adalah banyak sistem yang
belum siap menggunakan sistem ini.
B. LATIHAN
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Teorema Energi Potensial Minimum!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan variation of functional!
3. Jelaskan manfaat lain dari variational method dalam metode elemen hingga!
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Metode variasional adalah metode alternatif dalam analisis elemen hingga
dengan menggunakan teorema energi potensial minimum.
2. Persamaan metode variasional identik dengan persamaan weak form pada
formulasi problem elastis.
3. Berdasarkan variational principle δW=0, Hal ini memperjelas arti fisik dari
prinsip minimum energi potensial, bahwa: solusi adalah minimizer (stationary
point) energi potensial W, diantara semua fungsi displacement yang
admissible
4. Teorema energi potensial dapat digunakan berbagai macam sistem elastis
5. Prinsip variational juga bermanfaat untuk studi akurasi dan konvergensi
metode elemen hingga
D. Tes Formatif
1. Sebutkan persamaan metode variasional untuk problem elastis!
2. Sebutkan persamaan principle of virtual work!
3. Sebutkan manfaat metode variasional dalam analisis elemn hingga!
85
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
86
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat
SENARAI
Admissible adalah Trial solution yang smooth dan memenuhi kondisi batas
esensial
87
POKOK BAHASAN VII.
APPROKSIMASI TRIAL SOLUTION, WEIGHT FUNCTION,
DAN GAUSS QUADRATURE UNTUK PROBLEM 1D
7.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Pada metode elemen hingga salah satu tahapan yang penting adalah
menentukan/memperkirakan (approximation) bentuk trial solution, weight
function dan integrasi elemen dengan menggunakan gauss quadrature. Fungsi-
fungsi ini dipilih sehingga perhitungan dengan menggunakan metode elemen
hingga menjadi konvergen dan akurat.
B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam menentukan/memperkirakan (approximation) bentuk trial
solution, weight function dan integrasi elemen dengan menggunakan gauss
quadrature pada metode elemen hingga, khususnya dalam bidang teknik
perkapalan.
C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu menjelaskan
menentukan/memperkirakan (approximation) bentuk trial solution, weight
function dan integrasi elemen dengan menggunakan gauss quadrature pada
metode elemen hingga, khususnya dalam bidang teknik perkapalan, khususnya di
bidang teknik perkapalan, sehingga dapat meningkatkan tingkat kualitas lulusan
teknik perkapalan.
88
C.2. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti materi approksimasi trial solution, weight function, dan gauss
quadrature untuk problem 1D:
1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan penentuan bentuk fungsi trial
solution pada metode elemen hingga untuk problem 1D.
2. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan penentuan bentuk fungsi bobot
(weight function) pada metode elemen hingga untuk problem 1D.
3. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan perhitungan integral dengan
menggunakan metode gauss quadrature pada metode elemen hingga untuk
problem 1D.
......................................[7.1]
Bila kita pilih dua simpul pada ujung-ujung elemen, kita mempunyai jumlah nodal
value yang sama dengan parameter pada persamaan [7.1], sehingga kita dapat
mengekspresikan parameter nodal value secara terpisah. Bila diekspresikan dalam
bentuk matriks maka didapatkan sebagai berikut:
89
.........................................[7.2]
Selanjutnya kita ekspresikan koefisien 𝛼0𝑒 dan 𝛼1𝑒 dalam bentuk nilai pendekatan
pada node 1 dan 2, sebagai berikut:
.................[7.3]
Dimana de adalah nodal matrik untuk elemen e, yang didefinisikan seperti yang
ditunjukkan di atas. Dalam bentuk matriks, inverse dari persamaan [7.3] diberikan
sebagai berikut:
.........................................[7.4]
Substitusi persamaan [7.4] ke persamaan [7.2] didapatkan:
............................[7.5]
90
Dimana le adalah panjang element e. Kemudian dengan menggunakan [7.5] kita
dapatkan:
.........[7.6]
Pernyataan di atas, 𝑁1𝑒 (𝑥1𝑒 ) dan 𝑁2𝑒 (𝑥2𝑒 ) adalah elemen shape function pada node
1 dan 2. Fungsi bentuk ini ditunjukkan pada gambar 7.3. Catatan, bahwa fungsi
ini bernilai tidak nol dalam elemen e. Dapat dilihat bahwa shape function adalah
linear dalam elemen tersebut. Sebagai tambahan, shape function mempunyai sifat
sebagai berikut:
.............................[7.8]
Persamaan [7.7] dikenal sebagai sifat kronecker delta dan dihubungkan dengan
sifat dasar dari shae function yang disebut sifat interpolasi. Interpolan adalah
fungsi yang melewati titik data dengan tepat. Bila nilai simpul (nodal value)
dianggap sebagai data, maka shape function adalah interpolan dari data simpul
(nodal data). Faktanya, shape function digunakan sebagai interpolan untuk fitting
suatu data. Untuk menunjukkan sifat interpolasi, kita tulis [7.5] dalam bentuk
shape function dan nilai simpul (nodal value):
Dimana nen adalah jumlah simpul elemen; dalam kasus ini nen=2. Kita akan
tunjukkan bahwa:
𝜃 𝑒 (𝑥𝑗𝑒 ) = ∑2𝐼=1 𝑁𝐼𝑒 (𝑥𝑗𝑒 )𝜃𝐼𝑒 = ∑2𝐼=1 𝛿𝐼𝐽 𝜃𝐼𝑒 = 𝜃𝐽𝑒
Dimana kita telah menggunakan persmaan [7.7] dan langkah terakhir kita ikuti
definisi kronecker delta [7.8]. sehingga pendekatan finite element tepat sama
91
dengan nilai simpul pada simpul-simpul elemen. Hal ini dapat dijelaskan dari
koefisien 𝛼𝑖𝑒 dievaluasi dengan menggunakan persyaratan tersebut.
Dalam bentuk weak form yang dikembangkan pada pokok bahasan sebelumnya.
Kita perlu mengevaluasi derivatif dari trial solution dan weght function. Untuk
elemen dua simpul ini, kita dapat menderivasikan ekspresi derivatif sebagai
berikut:
.............................[7.9]
Dimana,
...........................[7.10]
Langkah terakhir pada [7.10] mengikuti bentuk persamaan derivatif [7.6]
Sebagaimana telah disebutkan, dalam tiap-tiap elemen, kita telah menggunakan
deret polinomial komplit (complete polynomial expansion), sehingga telah
memenuhi persyaratan completeness. Kita juga telah mengekspresikan fungsi
untuk nodal value, sehingga mudah untuk membentuk fungsi C0 secara global.
...............[7.11]
Beltuk elemen ini dapat dilihat pada gambar 7.2. Kita membutuhkan tiga node,
agar dapat dilakukan penentuan besaran konstanta (𝛼0𝑒 , 𝛼1𝑒 , 𝛼2𝑒 ) pada nodal values
trial solution: 𝜃 𝑒 (𝑥1𝑒 ) = 𝜃1𝑒 , 𝜃 𝑒 (𝑥2𝑒 ) = 𝜃2𝑒 , 𝜃 𝑒 (𝑥3𝑒 ) = 𝜃3𝑒 . Dua simpul diletakan
pada ujung-ujung elemen sehingga kontinuitas global dapat didefinisikan. Simpul
ketiga dapat diletakkan bebas, namun lebih baik diletakkan secara simetri tepat
92
pada titik tengah element. Secara umum, elemen-elemen ini akan lebih baik bila
titik ketiga terletak pada pusat elemen.
............[7.12]
Seperti yang ditunjukkan di atas, kita dapat menulis persamaan [7.12] dalam
bentuk de=Me e. Kombinasi [7.11] dan [7.12] menjadi:
...........................[7.13]
Dimana nen=3. Fungsi bentuk didapatkan sebagai berikut:
..............[7.14]
Dapat ditunjukkan dengan mudah bahwa fungsi-fungsi bentuk ini, memenuhi sifat
kronecker delta. Fungsi-fungsi bentuk ditunjukkan pada gambar 7.3. Seperti yang
dilihat, karena sifat kronecker delta, tiap-tiap fungsi bentuk bernilai non zero
(tidak nol) hanya pada satu simpul dan pada simpul itu nilainya adalah satu
kesatuan fungsi. Pada elemen tersebut, fungsi bentuk adalah kuadratik, fungsi
bentuk simpul tengah, dapat dikenal sebagai bentuk parabola.
93
A.3. Penentuan fungsi bentuk dalam problem satu dimensi
Fungsi-fungsi bentuk dalam problem satu dimensi yang telah kita
kembangkan disebut dengan lagrange interpolants. Teori lagrange interpolant
sangat berguna untuk membuat interpolan dari berbagai macam orde, khususnya
pada fungsi dengan orde yang lebih tinggi seperti kuadrat atau kubik. Beberapa
elemen orde tinggi dapat memberikan keakuratan yang lebih baik dibanding
dengan elemen linier.
Lagrange interpolan dapat dikembangkan secara langsung dengan
prosedur sederhana dengan mengambil keuntungan sifat kronecker delta dari
fungsi bentuk. Berdasarkan sifat kronecker delta, fungsi bentuk I harus hilang
(sama dengan nol) pada semua node selain node I dan menjadi satu kesatuan node
I. Untuk melihat bagaimana kita menggunakan sifat ini untuk menentukan fungsi
bentuk, maka kita gunakan contoh fungsi bentuk kuadratik untuk elemen
bersimpul tiga.
Langkah pertama kita buat fungsi 𝑁1𝑒 (𝑥). Sebagai fungsi 𝑁1𝑒 (𝑥) adalah
fungsi kuadratik maka kita buat bentuk manjadi dua fungsi monomial linier dalam
x. Bentuk umum fuangsi kuadratik yang dinyatakan dalam dua fungsi monomial
linier adalah sebagai berikut:
Dimana a, b, dan c adalah konstanta yang dipilih untuk memenuhi sifat kronecker
delta. Kita ingin 𝑁1𝑒 (𝑥)bernilai nol pada 𝑥2𝑒 dan 𝑥3𝑒 , sehingga didapatkan nilai
𝑎 = 𝑥2𝑒 dan 𝑏 = 𝑥3𝑒 . Sehingga persamaan menjadi
Sekarang telah kita dapat fungsi yang bernilai nol pada node 2 dan 3. Tinggal kita
tentukan besaran konstanta c, agar bernilai satu pada node 1, yaitu memenuhi
persamaan 𝑁1𝑒 (𝑥1𝑒 ) = 1. Kondisi ini dapat dipenuhi bila nilai konstanta c sebagai
denominator sama dengan nilai numerator pada saat 𝑥 = 𝑥1𝑒 , sehingga didapatkan
sebagai berikut:
94
Kita nyatakan ini kedalam notasi kroneceker delta menjadi 𝑁1 (𝑥𝑗𝑒 ) = 𝛿1𝑗 . Dua
fungsi bentuk yang llain dengan cara yang samadidapatkan sebagai berikut:
Hasil dari fungsi bentuk di atas sama dengan persamaan [7.14], bila kita notasikan
1 1 𝑒
𝑙 𝑒 = 𝑥3𝑒 − 𝑥1𝑒 , sehingga − 2 𝑙 𝑒 = (𝑥1𝑒 − 𝑥2𝑒 ) = (𝑥2𝑒 − 𝑥3𝑒 ), dan 𝑙 = (𝑥2𝑒 − 𝑥1𝑒 ) =
2
Gambar 7.4. Cubic shape function pada elemen satu dimensi empat simpul, hanya
satu simpul yang bernilai tidak nol dan ini adalah satu kesatuan.
95
A.4. Aproksimasi fungsi bobot (weight function)
Tidak diharuskan bahwa fungsi bobot diduga/diaproksimasi dengan
menggunakan interpolan yang sama dengan aproksimasi trial solution, namun
untuk kebanyakan problem sangatlah menguntungkan bila kita menggunakan
aproksimasi yang sama untuk weight function dan trial solution, dan ini adalah
cara yang paling banyak dipakai. Metode pendekatan ini biasa disebut sebagai
Galerkin FEM. Metode ini yang digunakan dalam bahan ajar ini. Weight function
ini dan derivatifnya dinyatakan sebagai berikut:
...........................[7.15]
.......................................[7.16]
Pada persamaan [7.15] aproksimasi global pada trial solution dan weight function
dapat diekspresikan menjadi:
...........................[7.17]
96
Dimana nnp adalah jumlah simpul dalam mesh. Persamaan [7.15] dan [7.17]
adalah fungsi identik, hal ini bisa dilihat dengan mensubstitusi persamaa [7.16] ke
dalam [7.17].
Aproksimasi global sangatlah berguna untuk studi kontinuitas dan
kovergensi solusi finite element. Matriks shape function global N(x) dan shape
function elemen Ne(x) adalah matriks baris. Untuk merubah shape function jadi
matriks kolom, maka digunakan operasi transpose pada persamaan [7.16]. yaitu:
...........................[7.18]
Persamaan [7.18] menunjukkan bahwa shape function global dapat diperoleh
dengan menggabungkan matriks seperti yang dilakukan pada merakit matrik
kekakuan pada pokok bahasan truss.
Gambar 7.5. Jumlah simpul global dan lokal pada mesh elemen hingga
Untuk menjelaskan karakteristik global shape function, kita menggunakan mesh
dua elemen seperti pada gambar 7.5. Disini simpul-simpul global diberi angka
berurutan, dinyatakan pada superscript dan subscript menggambarkan angka node
lokal. Dari contoh gambar 7.5. matriks Le ditulis menjadi:
...........................[7.19]
97
Jumlah shape function global sama dengan jumlah simpul. Shape function global,
sebagaimana yang diperoleh di atas, ditunjukkan dalam gambar 7.5. Perlu dicatat
bahwa shape function global dan shape function elemen adalah sama dan identik
bila dikaji dalam domain elemen (lokal). Dapat dilihat bahwa shape function
global juga memenuhi sifat kronecker delta. Salah satu ciri khas dari shape
function global yaitu fungsi ini adalah fungsi kontinu C0. Sebagaimana dapat
dilihat pada persamaan [7.17], trial solution dan weight function dari finite
element adalah kombinasi linier dari shape function. Bila global shape function
adalah fungsi C0, maka setiap kombinasi linier pasti fungsi C0, sehingga
kontinuitas 𝜃 ℎ dan 𝑤 ℎ dapat dijamin.
Gambar 7.6. Shape function linier global dan lokal (elementer)untuk mesh dua
elemen
98
Meskipun ada banyak teknik integrasi numerik, Gauss Quadrature adalah tenik
yang paling efisien untuk fungsi polinomial atau mendekati polinomial. Dalam
FEM, integral biasanya melibatkan fungsi polinomial, sehingga Gauss Quadrature
adalah pilihan yang tepat.
Anggap integral adalah sebagai berikut:
...........................[7.20]
Formula gauss quadrature selalu digunakan pada parent domain [-1,1]. Oleh
karena itu, kita akan memetakan domain satu dimensi dari parent domain [-1,1] ke
fsikal domain [a,b] dengan menggunakan linear mapping yang ditunjukkan pada
gambar 7.7, sehingga didapatkan pada 𝑥 = 𝑎, 𝜉 = −1 dan 𝑥 = 𝑏, 𝜉 = 1 ,
persamaan yang menyatakan hubungan x dan :
...........................[7.21]
Gambar 7.7. Mapping domain satu dimensi dari parent domain [-1,1] ke fisikal
domain [a,b]
...........................[7.22]
Dimana J adalah Jacobian yang diberikan sebesar J=(b-a)/2. Kita dapat
menuliskan integral [7.20] menjadi:
99
Dalam kerangka prosedur integrasi gauss, kita aproksimasi integral yaitu:
...........................[7.23]
Dimana Wi adalah bobot dan i adalah titik-titik dimana integran dievaluasi.
Ide dasar gauss quadrature adalah untuk memilih bobot dan titik-tik
integrasi, sehingga polinomial tertinggi yang ada dapat diintegrasi secara tepat.
Untuk memperoleh formula ini, fungsi f() diaproksimasi oleh sebuah polinomial
sebagai berikut:
...............[7.24]
Kemudian kita mengekspresikan nilai koefisien i dalam fungsi f() pada titik
integrasi, sebagai berikut:
...............[7.25]
Berdasarkan persamaan [7.25] dan [7.23], integral 𝐼̂, dapat ditulis sebagai berikut:
……………………….[7.26]
Gauss quadrature memberikan bobot dan titik-titik integrasi yang mendekati
integral eksak sebuah polinomial dengan orde yang diberikan. Untuk menentukan
nilai bobot dan titik-titik integrasi yang tepat, kita mengintegrasikan fungsi
polinomial f(), sebagai berikut:
...............[7.27]
100
Bobot dan titik-titik quadrature teleh ditentukan, kemudian didapatkan hasil
bahwa 𝐼̂ pada persamaan [7.27] sama dengan 𝐼̂ persamaan [7.26], sehingga
formula quadrature memberikan integral eksak untuk sebuah polinomial dengan
orde yang diberikan. Ini menghasilkan hubungan sebagai berikut:
..........................[7.28]
Persamaan [7.28] adalah sebuah sistem persamaan aljabar nonlinier, untuk
matriks M dan W yang tidak diketahui (Unknown Matrix).
Perlu dicatat, jika ngp adalah jumlah dari titik-titk gauss, sebuah polinomial
orde p dapat diintegrasikan secara eksak bila:
B. LATIHAN
1. Jelaskan penentuan trial solution dengan fungsi linier!
2. Jelaskan penentuan fungsi bobot (weight function) pada fungsi linier!
3. Jelaskan penentuan gauss quadrature pada trial function dan weight function
fungsi linier!
C. Rangkuman
101
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Trial solution digunakan untuk memprediksi hasil analisis FEM, harus
memenuhi persyaratan kontinuitas dan completeness agar tercapai
konvergensi dalam proses perhitungan numerik.
2. Penentuan trial solution dapat digunakan fungsi polinomial. Dimuali dari
polinomial orde 1 (fungsi linier) maupun fungsi polinomial orde tinggi.
3. Penentuan fungsi bobot pada formulasi weak form, biasanya digunakan
fungsi yang sama dengan fungsi yang digunakan pada trial solution, ini biasa
disebut dengan Galerkin FEM.
6. Pengintegrasian pada weak form, dapat diselesaikan secara numerik dengan
menggunakan metode gauss quadrature
7. Jumlah titik integrasi yang diperlukan untuk mengintegralkan sebuah fungsi
polinomial orde p secara eksak, adalah:
D. Tes Formatif
1. Evaluasi integral dibawah ini dengan gauss quadrature!
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
102
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
Diketahui ngp=2 (two point integration), integral diatas dapat dievaluasi secara
ekseak. Kita menggunakan persamaan (7.28) untuk menghitung (W1, 1) dan (W2,
2), sebagai berikut:
Untuk memperoleh solusi dari empat persamaan aljabar non linier dari empat
unknown variabel, kita mencatat bahwa dengan bentuk simetri, maka W1= W2 dan
1=-2. Persamaan pertama kemudian dapat digunakan untuk memperoleh fungsi
bobot dan persamaan ketiga dalam titik integrasi.
Selanjutnya, kita menggunakan persamaan (7.22) dengan a=2 dan b=5
untuk mengekspresikan x dan f dalam bentuk
.
103
Dalam kasus ini, sebuah gauss quadrature adalah eksak, kita dapat mengecek hasil
dengan melakukan integrasi analitik. Yang menghasilkan :
Titik-titk gauss quadrature dan bobot (Wi, i) dapat dihitung untuk setiap jumlah
titik integrasi. Hasil dari perhitungan ini di tabulasi pada tabel 7.1. dalam
program FEM, angka-angka ini dapat diprogram sehingga persamaan [7.28] tidak
harus diselesaikan dengan mengulang perhitungan lagi.
Tabel 7.1. Posisi titik-titik gauss dan konstanta bobotnya
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat
SENARAI
Kontinuitas adalah Trial dan fungsi bobot adalah cukup smooth, sehingga
persamaan integral dapat diselesaikan
104
Completeness adalah istilah matematika yang menunjukkan kemampuan
serangkaian fungsi untuk mengaproksimasi sebuah fungsi smooth,
dengan akurasi yang dapat diterima.
105
POKOK BAHASAN VIII.
FORMULASI ELEMEN HINGGA UNTUK PROBLEM SATU
DIMENSI
8.1. PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Pada metode elemen hingga salah satu tahapan yang penting adalah
memformulasikan problem-problem mekanika dalam sebuah persamaan yang
akan diselesaikan. Tahapan-tahapan perhitungan dan prosedur komputasi melalui
pengembangan persamaan dikrit dan prosedur diskritisasi (discretization),
penyelesaian problem Two point boundary value dan konvergensi FEM, diberikan
agar prinsip-prinsip metode elelem hingga dapat dipahami dengan baik dan benar.
B. Relevansi
Materi dalam bab ini memberikan keahlian bagi seorang sarjana teknik
perkapalan dalam memformulasikan problem-problem mekanika satu dimensi
dengan menggunakan metode elemen hingga, khususnya dalam bidang teknik
perkapalan.
C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
Pokok bahasan ini memberikan kontribusi kompetensi kepada mahasiswa lulusan
program studi teknik perkapalan agar mampu memformulasikan problem-problem
mekanika satu dimensi dengan menggunakan metode elemen hingga, khususnya
dalam bidang teknik perkapalan, khususnya di bidang teknik perkapalan, sehingga
dapat meningkatkan tingkat kualitas lulusan teknik perkapalan.
106
2. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan persamaan diskrit untuk
boundary condition arbitrari.
3. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan problem two point boundary
value pada metode elemen hingga untuk problem 1D.
4. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konvergensi pada metode
elemen hingga untuk problem 1D.
107
analisis tegangan kita menyebutnya dengan persamaan kekakuan (stiffness
equation). Prosedur analisis elemen hingga terdiri dari empat tahapan yaitu:
1. Preprocessing, dimana mesh dibuat.
2. Formulasi persamaan elemen hingga diskrit.
3. Pemecahan persamaan diskrit
4. Postprocessing, dimana solusi ditampilkan dan berbagai variabel yang
berhubungan dengan pemecahan solusi dihitung.
Pada pokok bahasan ini problem sederhana yang diangkat dapat dilihat pada
gambar 8.1., sebagai berikut:
Gambar 8.1. [a] mesh dua elemen. [b] fungsi bentuk global. [c] contoh trial
solution yang memenuhi essential boundary condition
.....[8.1]
Pada persamaan di atas, kita menggunakan ekspresi transpose pada fungsi bobot.
Karena fungsi bobot w(x) adalah skalar, maka transpose tidak berpengaruh
terhadap nilai, namun penting untuk menjaga konsistensi ketika kita mensubstitusi
matriks yang mengekspresikan w(x) dan derivatifnya.
Dengan langkah yang sama pada test formatif no.2 pada pokok bahasan 5
Kita tentukan fungsi bobot dan trial solution dan didapatkan:
.........................................[8.2]
.........................................[8.3]
108
Dimana, N(x) adalah matriks shape function, sehingga didapatkan weight function
dan trial solution untuk problem tiga simpul sebagai berikut:
.....[8.7]
Superscript “e” pada fungsi bobot dan fungsi trial mengindikasikan bagian dari
elemen individu lokal. Pada tiap-tiap elemen e, fungsi bobot dan trial solution
dapat ditulis sebagai berikut:
.................[8.8]
109
(localization) dari aproksimasi global pada elemen-elemen. Pada elemen e, N
global dan shape function elemen Ne adalah identik. Kita akan menulis
aproksimasi elemen hingga pada tingkat elemen dengan menggunakan persamaan
[8.8]. Essential boundary condition akan ditemui pada tingkatan global dan ini
secara implisit menyatakan bahwa de dan wediberikan dalam nilai simpul global
oleh [8.6]. Substitusi persamaan [8.8] ke dalam [8.7] didapatkan:
........... .....[8.9]
Pada persamaan [8.9] kita telah mendefinisikan dua matriks penting dalam FEM:
1. Matriks kekakuan elemen (element stiffness matrix)
...............[8.10]
...............[8.11]
Dimana Γ𝑡𝑒 adalah bagian dari batas elemen pada natural boundary dan 𝐟Ω𝑒 dan
𝐟Γ𝑒 dalam [88.11] adalah matrix elemen eksternal body force dan boundary force.
Matriks elemen memiliki peranan penting dalam analisis sistem diskrit. Matriks
ini adalah dasar (building block) dari persamaan global. Substitusi [8.10] dan
[8.11] kedalam [8.9] dengan menggunakan [8.6] didapatkan:
...........................[8.12]
Turunan dari persamaan [8.12] menyatakan bahwa w bukan fungsi x dan sebuah
mtriks global, sehingga bisa dikeluarkan dari integral. Matrik Le bukan fungsi x,
tetapi ada ketergantungan elemen, sehingga bisa keluar dari integral, tetapi tetap
110
berada pada sigma dari penjumlahan seluruh elemen. Dari persamaan di atas dapat
dikenali matriks kekakuan sistem yaitu:
...........................[8.13]
Matriks sistem untuk persamaan differensial dirakit dengan operasi yang sama
untuk sistem diskrit, matriks ini ekivalen dengan matriks kekakuan perakitan
langsung. Term kedua dari persamaan [8.12] adalah matriks ekternal force:
...........................[8.14]
...............[8.18]
111
...............[8.19]
Persamaan [8.19] adalah sebuah sistem tiga persamaan dengan yang tidak
diketahui (unknown value), u2, u3 dan r1. Pencarian solusi dengan menggunakan
metode partisi (pokok bahasan 2) dan metode penalti. Dengan menggunakan
metode partisi didapatkan:
...............[8.20]
Lihat gambar 8.2, elemen dapat berukuran apa saja, dan semakin kecil ukuran
elemen yang digunakan akan meningkatkan akurasi perhitungan. Simpul-simpul
pada essential boundary condition diberi angka, kemudian digunakan metode
partisi.
112
...............[8.21]
Dimana e adalah domain elemen. Integrasi pada e adalah ekivalen terhadap
integrasi pada interval [𝑥1𝑒 , 𝑥𝑛𝑒𝑒𝑛 ].
Kita akan gunakan aproksimasi global untuk fungsi bobot dan trial
solution [8.2] dan [8.3]. Sesuai dengan arbitrary boundary condition, kita akan
mempartisi matriks solusi global dan matriks fungsi bobot sebagai berikut:
Subscript “E” menyatakan nodal value pada essential boundary. Subscript “F”
menyatakan semua nilai simpul : arbitrari untuk fungsi bobot dan unknown untuk
trial solution.Hasilnya fungsi bobot dan trial solution menjadi admissible.
Substitusi persamaan [8.8] ke [8.21] didapatkan:
...............[8.22]
Perlu dicatat pada persamaan [8.22] wF adalah arbitrari dan wE adalah nol.
Substitusi [8.10] dan [8.11] dalam [8.22] dan menggunakan [8.6], we=Le w dan
de=Le d, didapatkan:
...............[8.23]
...........................[8.25]
Diketahui wE=0 dan wF= arbitrari, dengan mengikuti scalar product teorema,
maka rF=0. Persamaan [8.16] dapat ditulis dalam bentu partisi yaitu:
113
Dimana KE, KF dan KEF dipartisi kongruen dengan partisi d dan f. Sehingga
persamaan di atas dapat ditulis menjadi:
...............[8.26]
Dengan menggunakan pendekatan seperti materi A1 di atas, dapat diselesaikan
untuk dF dengan menggunakan baris kedua di atas, yaitu:
.......................................[8.27]
Setelah dF diketahui, unknown reaction dapat dihitung dengan menggunakan baris
pertama persamaan [8.26]:
.......................................[8.28]
Untuk tujuan post processing, displasemen dan tegangan dihiung untuk tiap
elemen dengan menggunakan persamaan [8.8] dan stress-strain law:
B. LATIHAN
1. Sebutkan persamaan matematis matriks kekakuan dalam formulasi FEM satu
dimensi!
2. Sebutkan persamaan matematis matriks ekternal force dalam formulasi FEM
satu dimensi!
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Formulasi metode elemen hingga memerlukan memerlukan beberapa item
yang harus disiapkan yaitu:
a. Bentuk persamaan weak form yang ekivalen dengan bentuk strong form,
yang akan kita pecahkan.
114
b. Fungsi trial dan fungsi bobot yang akan kita gunakan dalam weak form
2. Pada formulasi metode elemen hingga didapatkan persamaan matriks
kekakuan elemen sebagai berikut:
D. Tes Formatif
1. Tentukan formulasi matriks elemen untuk elemen dua simpul!
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
115
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
Dari soal di atas ditentukan shape function elemen dua simpul dan turunannya
sebagai berikut:
116
Evaluasi external nodal body force, dari term pertama persamaan [8.11]:
Karena distribusi body force adalah linier, maka dapat diekspresikan linear shape
function yaitu:
Dapat dilihat bahwa jumlah total gaya-gaya yang bekerja pada elemen adalah
le(b1+ b2)/2, dimana ini adalah integral body force pada domain elemen, (total
force). Seperti yang diharapkan bahwa b1= b2, separuh gaya bekerja pada simpul 1
dan separuh lainnya pada simpul 2.
117
Matriks B-nya didapatkan sebagai berikut:
...............[8.29]
Dimana,
118
Matriks kekakuan adalah simetri dan jumlah setiap baris atau kolom sama dengan
nol. Pada rigid body motion nodal forces haruslah nol.
Matriks Body Force
Matriks body force simpul diperoleh dengan menambahkan kontribusi dari beban
terdistribusi b (term pertama pada persamaan [8.30]) dan gaya terpusat P (term
kedua persamaan [8.30]).
...............[8.30]
Term kedua persamaan [8.30] terdiri dari shape function yag dievaluasi pada titik,
dimana gaya terpusat bekerja dan nilai gaya positif bila bekerja arah sumbu positif
x. Bila gaya terpusat bekerja pada bagian tengah elemen linier, nilai shape
function pada bagian tengah adalah separuhnya, karena separuh lainnya
diaplikasikan pada tiap-tiap simpul.
Pada kasus ini persamaan [8.30] menjadi:
Sehingga,
119
Catat bahwa matriks boundary force dihilangkan, kecuali untuk gaya reaksi pada
simpul 1. Sehingga persamaan [8.26] menjadi:
Dimana kita telah mempartisi persamaan dan persamaan sistem telah direduksi
menjadi:
Postprocessing
Setelah displasement simpul telah dihitung, displacement field dapat diperoleh
dari persamaan [8.3]. Penulisan persamaan ini untuk elemen tiga simpul
didapatkan, sebagai berikut:
120
Estimasi kualitas solusi
Untuk memverifikasi kualitas tegangan hasil perhitungan, dalam problem statis
tertentu (statically determinate) ini, stress field eksak dapat dihitung dari axial
𝑝(𝑥)
force p(x) dibagi dengan luas penampang balok, 𝜎 ex = . Gambar 8.4.
2𝑥
membandingkan solusi stress field elemen hingga dengan stress field eksak.
Dapat dilihat bahwa stress field elemen hingga tidak dapat menunjukkan
lompatan (jump) yang terjadi pada lokasi titik gaya bekerja.
121
Pertanyaan mendasarnya adalah: bagaimana kita dapat
mengkuantifikasikan error uh(x) (solusi elemen hingga) bila solusi eksak
diketahui? Seperti yang kita ketahui, perbandingan solusi FE dengan solusi eksak
di lokasi titik tunggal tidak akan membantu, karena bila titik tersebut adalah
simpul (node), solusi FE pada problem satu dimensi selalu memberikan nilai
eksak, atau tidak ada error. Jawaban atas pertanyaan diatas adalah norms of
functions. Sebuah norm of function adalah ukuran dari besarnya (size) sebuah
fungsi, seperti halnya dengan panjang sebuah vektor yang merupakan ukuran
besarnya (size) vektor. Panjang sebuah vektor 𝑎⃗, biasa disebut norm dari sebuah
vektor dan dinotasikan dengan ‖𝑎⃗‖, ini dinyatakan sebagai berikut:
...........................[8.31]
Dimana n adalah jumlah komponen vektor. Ini adalah formula standar untuk
panjang sebuah vektor; sebagai contohnya, dalam dua dimensi, n=2 yaitu x dan y
adalah komponen vektor yang diberikan adalah ax = a1 dan ay = a2. Kemudian
persamaan [8.31] memberikan ‖𝑎‖ = √𝑎𝑥2 + 𝑎𝑦2 , dimana formula untuk panjang
vektor dalam dua dimensi.
Norm of function didefinisikan oleh:
...............[8.32]
Dimana [x1, x2] adalah interval dari fungsi yang didefinisikan. Norm diatas
disebut dengan Lebesque (L2) norm
Kesamaan antara norm vektor dan norm fungsi dapat dilihat bila kita
normalisasi persamaan [8.31], yaitu membagi persamaan dengan jumlah
komponen, sehingga didapatkan:
...........................[8.33]
Bila kita anggap a(xi)=ai, x=1/n, dan anggap n, maka menjadi:
122
Sehingga norm of a function seperti panjang vektor dengan n-komponen, dan n
adalah tak terhingga. Seperti panjang yang selalu bernilai positif, maka panjang
vektor menunjukkan besarnya vektor, dan norm of function menunjukkan
besarnya fungsi tersebut.
Dengan menggunakan definisi norm of function, kita dapat
mendefinisikan error dari solusi elemen hingga sebagai berikut:
...............[8.34]
Dimana uex(x) adalah solusi eksak dan uh(x) adalah solusi elemen hingga,
sehingga titik acuan error adalah uex(x)- uh(x). Bila kita anggap norm adalah jarak
antara dua fungsi, maka persamaan di atas adalah jarak antara solusi eksak dengan
solusi dispalcement FE. Error tiap-tiap titik pada interval memberikan kontribusi
error pada besarnya ukuran, karena integrand adalah kuadrat dari error tiap-tiap
titik. Hasil perhitungan di atas dapat disebut sebagai akar kuadrat error (RMS dari
error). Sehingga persamaan di atas memberikan ukuran error yang tidak
dipengaruhi oleh absennya beberapa titik. Dalam membandingkan error pada
solusi yang berbeda, lebih disukai dengan cara melakukan normalisasi error
dengan norm solusi eksak. Error ternormalisasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
...............[8.35]
123
Namun lebih sering digunakan pendekatan dengan menghitung error energi. Error
energi didefinisikan sebagai berikut:
...............[8.36]
Bandingkan di atas dengan Wint dalam principle of minimum potential energy.
Kita dapat melihat bahwa persamaan di atas adalah akar kuadrat dari energi dari
error pada regangan, ini adalah error dalam energi. Selanjutnya, regangan adalah
derivatif dari displacement field, Ini menunjukkan bahwa error energy serupa
dengan error pada derivatif displacement field. Sekali lagi, lebih disukai bila
dinyatakan dengan error energi yang ternormalisasi, yaitu sebagai berikut:
...............[8.37]
Bila solusi eksak diketahui, norm dari error displasemen dan error energi dapat
dihitung dengan mudah. Integral dihitung dengan membagi domain menjadi
elemen-elemen, dan menggunakan Gauss quadrature pada tiap elemen. Formula
gauss quadrature orde tinggi biasanya diperlukan, karena solusi eksak pada
umumnya bukanlah sebuah polinomial, maka efisiensi gauss quadrature untuk
polinomial hilang.
124
Gambar 8.5. Balok dikenai beban tekan.
Solusi eksak dari problem di atas dapat diperoleh dalam closed form yaitu:
Gambar 8.6. L2 norm error untuk mesh FE linier (kiri) dan kuadratik (kanan)
Gambar 8.6. menunjukkan log dari norm error dalam sebuah fungsi dari
log elemen berukuran h. Dapat dilihat dari hasil ini, log error bervarasi secara
linier terhadap ukuran elemen dan slope (kemiringan fungsi) tergantung dari orde
elemen dan error berada dalam fungsi atau derivatifnya. Bila kita notasikan slope
dengan , maka error dalam fungsi (norm L2) adalah:
...........................[8.38]
Dimana C adalah konstanta arbitrari, yang memotong sumbu y dari kurva. Slope
adalah laju konvergensi dari elemen. Mengambil nilai pangkat dari kedua sisi
maka didapatkan:
...........................[8.39]
125
Untuk elemen dua simpul linier = 2, sedangkan untuk elemen kuadratik (tiga
simpul) = 3. Dapat dilihat bahwa error untuk elemen dua simpul adalah
kuadratik. Sedangkan untuk elemen tiga simpul adalah orde tiga. Konstanta C
tergantung dari problem dan mesh, dan ini tidak bukanlah sesuatu yang sangat
penting. Konsep yang krusial yang dapat diambil dari persamaan ini adalah
bagaimana error menurun akibat perubahan ukuran elemen. Dapat dilihat dari
persamaan [8.39] , bila ukuran elemen dibagi dua, maka error akan turun dengan
faktor 4 untuk elemen linier. Formula yang diberikan di atas telah digeneralisasi
dalam litaratur matematika. Essensi dari generalisasi ini adalah bila sebuah FE
terdiri dari polinomial dengan orde p, maka error L2 dari norm displasemen
bervariasi tergantung dari
.......................................[8.40]
Seperi yang dilihat di atas bahwa formula tersebut sesuai dengan hasil error untuk
elemen linier dan kuadratik (p = 1 linier, p = 2 kuadratik). Dapat dilihat pada
gambar 8.7, slope plot konvergensi untuk derivatif (error energi) memiliki satu
orde lebih rendah. Sehingga error energi untuk sebuah elemen untuk orde p adalah
sebagai berikut:
.......................................[8.41]
Tampak akurasi derivatif satu orde lebih rendah dari akurasi fungsi.
Gambar 8.7. Norm error energi pada mesh FE linier dan kuadratik
Implikasi dari hasil ini adalah banyak. Paling penting adalah bila ukuran
elemen dibagi dua, error dari derivatif (error energi) menurun sebesar faktor 2
untuk elemen linier dan sebesar faktor 4 untuk elemen kuadratik. Satu pelajaran
126
penting pada subpokok bahasan ini : elemen kuadratik memberikan keakurasian
yang lebih baik. Elemen kuadratik lebih disukai, karena keunggulannya dalam
akurasi pada biaya yang relatif rendah (analisis relatif sederhana)
Kesederhanaan persamaan sistem linier mengurangi daya tarik
penggunaan elemen lagrange orde tinggi. Pilihan terbaik antara akurasi dan
kompleksitas interpolan lagrange adalah elemen kuadratik. Laju konvergensi
elemen orde tinggi diberikan dari solusi yang cukup smooth. Derivatif p+1 dari
solusi eksak semestinya berhingga. Bila solusi tidak smooth misalnya pada u =
x1/2, estimasi pada persamaan [8.39] menjadi tidak valid. Gui dan Babuska (1986)
menunjukkan bahwa:
.......................................[8.42]
Dimana,
.......................................[8.43]
Agar persamaan [8.42] dan [8.43] valid, tiga persayaratan harus dipenuhi: (1).
Solusi eksak harus berada dalam H1(integrability), sehingga parameter
smoothness pada persamaan [8.43] > 1/2; (2). Solusi FE setidaknya kontinu
C0dengan derivatif integrable kuadrat; dan (3). Trial solution harus complete
sampai orde p dengan p 1 (completeness).
Fakta menunjukkan bahwa solusi FE hanyalah estimasi adalah hal yang
penting untuk selalu diingat. Hal yang krusial bagi pengguna program FE untuk
menilai kualitas solusi. Satu cara dapat dilakukan dengan refining mesh
(memperkecil ukuran elemen) dan melihat perubahan solusi akibat dari
refinement tersebut. Bila terjadi perubahan yang besar, maka original mesh tidak
layak dan mesh baru yang diusulkan mungkin juga belum layak, sampai
refinement tidak merubah hasil secara signifikan. Saat ini software FE
memasukkan error indicator untuk memberikan estimasi error solusi FE. Error
indocator ini membuat estimasi error solusi FE pada sebuah elemen dengan basis
elemen. Beberapa error incator sangat berguna untuk mengukur akurasi solusi.
127
A.3. Konvergensi Analisis
Kita akan mendiskusikan konvergensi ke arah diskusi yang formal.
Aproksimasi karakter cabang-cabang solusi elemen hingga dari penggantian ruang
semua fuangsi-fungsi dalam domain U dan U0 menjadi sub-ruang dimensi
berhingga yaitu domain Uh U dan U0h U0.yang didefinisikan sebagai berikut:
...............[8.44]
Makna persamaan diatas adalah Uh dan U0h adalah seperangkat fungsi-fungsi
yang diinterpolasi dengan shape function C0 dan memenuhi essential boundary
condition pada atau dihilangkan pada essential boundary.
Ada jumlah fungsi yang tak terhingga dalam domain U dan U0, ruang-
ruang ini adalah dimensi tak berhingga. Ketika kita merepresentasikan fungsi
bobot dengan shape function, maka ruang fungsi bobot tersebut U0h menjadi
berdimensi hingga/finite (sama dengan jumlah simpul/node tidak termasuk simpul
pada essential boundary). Dengan cara yang sama, ruang domain Uh, dimana ini
adalah ruang kita mencari solusi elemen hingga juga menjadi dimensi berhingga.
Meskipun weak form secara eksak adalah ekivalen dengan strong form untuk
ruang domain yang tak berhingga U dan U0. Pada FEM persamaan yang
digunakan adalah sebuah aproksimasi yang hanya ekivalen pada ruang berdimensi
hingga yaitu Uh U dan U0h U0. Oleh karena itu, persamaan-persamaan yang
muncul dari weak form, persamaan keseimbangan, dan natural boundary
condition hanya dipenuhi secara aproksimasi. Pada bahasan ini, kita akan
mendapatkan perbedaan/selisih antara weak form yang diselesaikan secara eksak
dengan yang diselesaikan dengan solusi elemen hingga.untuk problem
elastisitaspersamaan yang diberikan adalah sebagai berikut:
Tentukan u(x) U dan uh(x) Uh dari
...............[8.45]
128
Untuk menganalisis seberapa dekat antara uh(x)dengan u(x), kita mulai dengan
menunjukkan bahwa uh(x) meminimumkan norm dari error energi tersebut,
‖e‖en = ‖u − uh ‖ , sehingga didapatkan:
en
...........................[8.46]
Untuk membuktikan persamaan [8.46], kita ekspansikan persamaan sisi kanan
(RHS) menjadi:
Pengurangan dua buah weak form pada [8.45] dan pemilihan w = wh U0hpada
[8.45a] menghasilkan pernyataan sebagai berikut:
Sebagaimana ‖𝑤 h ‖en > 0 untuk setiap wh 0, kita dapatkan bahwa ‖e‖en adalah
minimum. Dari [8.45] kita peroleh estimasi kuantitatif untuk norm error
energi ‖e‖en dengan mengestimasi ‖𝑢 − 𝑢̃‖en , dimana 𝑢̃ ∈ 𝑈 ℎ adalah sebuah
fungsi bantu terpilih dan didefinisikan dalam sub-ruang yang sama, sebagai solusi
FE. Kita notasikan error dari fungsi bantu dalam elemen i dengan e̅i = 𝑢 − 𝑢̃
untuk (i – 1)h x ih, dimana h = l/n yaitu panjang dari elemen yang terbagi
sejumlah n (n equal-size elemen)
Kita pilih fungsi bantu 𝑢̃ ∈ 𝑈 ℎ adalah sebuah fungsi interpolasi linier yang
sama dengan solusi eksak pada simpul-simpul FE, 𝑢̃(𝑥𝑗 ) = 𝑢(𝑥𝑗 ), seperti yang
ditunjukkan pada gambar 8.8. Catat bahwa untuk problem satu dimensi (1D)
̃
𝑑𝑢
fungsi interpolasi berhimpitan dengan solusi FE. Derivatif fungsi interpolasi 𝑑𝑥
129
Dimana xj= (i - 1)h dan xj+1 = ih. Berdasarkan teorema nilai rata-rata (mean value
theorem), ada sebuah titik c dalam interval xj c xj+1, maka
...........................[8.47]
𝑑𝑢
Sekarang kita mengekspansikan derivatif solusi eksak 𝑑𝑥 (𝑥), menggunakan deret
...........................[8.48]
Dimana, c ζ x.
...............[8.49]
Norm error energi dalam fungsi interpolasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
...[8.50]
Dimana A(x)E(x) K. Penotasian nh = l dan Penentuan besarnya norm error
energi dari solusi FE adalah kurang dari atau sama dengan norm error energi
fungsi interpolasi, maka kita dapatkan:
130
...............[8.51]
Estimasi error dari elemen orde tinggi dapat diperoleh dengan cara yang sama
seperti untuk elemen linier, hanya saja menggunakan deret taylor orde tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa norm error energi untuk FE orde p mengikuti persamaan
[8.41]. Hal ini juga menyatakan bahwa derivatif p+1 dari solusi eksak mengikuti
𝑑𝑝+1 𝑢
persamaan [8.41], |𝑑𝑥 𝑝+1 (ζ)| ≤ α . Dalam persamaan [8.41], C adalah tidak
tergantung (independent) h.
B. LATIHAN
1. Jelaskan prosedur penentuan error pada FEM!
2. Jelaskan penggunaan norm of a function untuk penentuan error solusi FEM!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lebesque Norm!
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Energy Norm!
C. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Error dalam solusi FE, dapat didefinisikan sebagai jarak antara solusi eksak
dan solusi displacement FE, sebagai berikut:
2. Error dalam FE juga dapat dinyatakan dalam bentuk error energi yaitu
sebagai berikut:
131
Bila dinyatakan dalam bentuk ternormalisasi adalah sebagai berikut:
D. Tes Formatif
1. Sebutkan persamaan yang menyatakan error pada problem balok yang
dikenai beban tekan dibawah ini!
E. Umpan Balik
Cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian gunakan
rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi
kegiatan belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = -------------------------------------- x 100 %
Jumlah soal
dimana :
90 – 100 % : baik sekali
80 – 89 % : baik
70 – 79 % : sedang
Kurang dari 69 : kurang
132
F. Tindak Lanjut
Jika saudara mencapai penguasaan 80 % ke atas saudara dapat meneruskan
kegiatan belajar bagus. Jika nilai anda dibawah 80 % maka anda harus mengulang
terutama pada materi yang belum anda kuasai.
Kemudian didapatkan hubungan antara log norm error dengan log ukuran h, yaitu:
Error dari derivatif fungsi, atau lebih dikenal sebagai error energi didapatkan
sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA :
1. Harold, C. M, (1966), Introduction to Matrix Method of Structural Analysis,
McGraw-Hill. Inc, Kogakusha, Jepang.
2. Liu, G. R dan Quek, S. S, (2003), The finite element method: a practical
course, Butterworth-Heinemann, Elsevier science, Inggris.
133
3. Reddy, J. N. (1993), An introduction to finite element method, McGraw-Hill.
Inc, Amerika Serikat
SENARAI
Norm adalah sebuah fungsi yang menyatakan panjang positif atau besarnya
sebuah vektor dalam ruang vektor.
134
BIOGRAFI PENULIS
135