2014
ii
PRAKATA
Buku Fisika Kuantum ini dibuat sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, dimana dalam
penguraian materi diberikan secara bertingkat, yaitu mulai dari yang mudah sampai yang sulit
dengan menggunakan bahasa sederhan, lebih mudah dimengerti dan dipahami.
Buku ini terdiri atas sebelas bab. Pada bab pertama membahas mengenai Lahirnya
Fisika Kuantum I, kemudian dilanjutkan pada bab berikutnya tentang Cahaya sebagai
Partikel, Gelombang Materi dan asas Ketidakpastian Heisenberg, Metodologi Fisika
Kuantum, Sistem dengan Potensial Sederhana, Penerapan Metode Schrodinger pada Sistem
Atom Hidrogen (Model Dasar), Penerapan Metode Schrodinger pada Sistem Atom Hidrogen
(Pengembangan Konsep), Penerapan Metode Schrodinger pada Sistem Atom Hidrogen
(dengan Spin Elektron), penerapan Metode Schrodinger pada Sistem Atom hidrogen (dengan
Kaitan Spin-Lintas Edar), Operator Mekanika Kuantum, dan ditutup pada bab terakhir
mengenai Perturbasi.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menerima saran dan kritik dari semua pihak.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan buku ini. Semoga buku ini bisa bermanfaat untuk semua pihak terutama para
mahasiswa yang membutuhkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ vii
iv
BAB VI PENERAPAN METODE SCHRODINGER PADA SISTEM ATOM
HIDROGEN (1) (MODEL DASAR)................................................................. 118
6.1 Sistem Fisik Atom dan Representasinya Secara Matematika ....................... 118
6.2 Struktur Persamaan Gelombang Schroedinger untuk Sistem Atom Hidrogen 120
6.3 Pemecahan Persamaan Anguler ( ) ....................................................... 123
6.4 Pemecahan Persamaan Radial ...................................................................... 126
v
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 207
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 6.2 Persamaan Radial Untuk Sistem Atom Hidrogen .................................. 128
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
energi kinetik elektron (eV). Terjadi maksimum pada
= 500 dengan energi kinetik 54 Ev.
Kanan: Intensitas hamburan sebagai fungsi dari sudut
hamburan pada energi kinetik 54eV. ....................................................... 62
Gambar 3.3 Hamburan Bragg ........................................................................................ 63
Gambar 3.4 Sifat harmonik (selaras) sederhana............................................................. 65
Gambar 3.5 Pengukuran posisi sebuah electron ............................................................ 74
Gambar 3.6 Percobaan Einstein yang seolah-olah bertentangan
dengan Relasi Heisenberg) ........................................................................ 76
Gambar 5.1 Potensial Tangga untuk E< Vo ................................................................ 102
Gambar 5.2 Fungsi Gelombang ................................................................................... 103
Gambar 5.3 Potensial Tangga Persegi ......................................................................... 104
Gambar 5.4 Fungsi Gelombang .................................................................................... 105
Gambar 5.5 Sumur Potensial......................................................................................... 105
Gambar 5.6 Sumur Potensial Persegi Tak Terhingga ................................................ 106
Gambar 5.7 Fungsi-Fungsi Eigen .............................................................................. 107
Gambar 5.8 Sumur Potensial Persegi Terhingga ...................................................... 108
Gambar 5.9 Syarat Kontinu ....................................................................................... 109
Gambar 5.10 Keadaan Energi ...................................................................................... 110
Gambar 5.11 Sumur Potensial Persegi dengan Dinding ............................................. 111
Gambar 5.12 Grafik Persamaan Schrödinger di daerah x > a ..................................... 112
Gambar 5.13 Bentuk Fungsi-Fungsi Keadaan .............................................................. 112
Gambar 5.14 Osilator Harmonis Sederhana ................................................................. 113
Gambar 5.15 Fungsi-Fungsi Keadaan .......................................................................... 116
ix
BAB I
LAHIRNYA FISIKA KUANTUM
Dalam buku ini anda akan mempelajari tentang awal mula lahirnya Fisika
Kuantum, konsep fisika klasik, radiasi benda hitam, batasan teori fisika klasik, dan
prinsip korespondensi.
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
1.1 Pendahuluan
Pada akhir abad ke 19, semakin jelas bahwa Fisika (konsep-konsep Fisika)
memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini disebabkan beberapa hasil eksperimen
dan gejala-gejala Fisika yang tidak bisa dijelaskan dengan konsep-konsep Fisika yang
telah ada pada saat itu (Fisika klasik). Lahirnya teori kuantum yang disarankan oleh
Planck karena teori klasik gagal menjelaskan distribusi energi dalam spektrum yang
dipancarkan oleh benda hitam. Teori yang dikemukakan oleh Rayleigh dan Jeans tampak
seluruhnya tidak sesuai dengan hasil eksperimen. Dalam mengatasi kesulitan tersebut,
Planck pertama kali menyadari kemungkinan adanya pelanggaran atau kesalahan dari
hukum equipartisi energi yang merupakan dasar dari teori klasik. Hukum ekuipartisi
menganggap bahwa energi total rata-rata mempunyai harga yang sama untuk semua
gelombang tegak dalam rongga dan tidak bergantung pada frekuensinya.
Di dalam suatu pertemuan ahli Fisika Jerman pada tanggal 14 Desember 1900,
Max Planck mengemukakan karya ilmiahnya yang berjudul “On the Theory of the
⃗ 1.1
⃗
⃗⃗
⃗⃗
⃗⃗ ⃗
⃗⃗
Dan
⃗⃗
dengan c adalah kelajuan cahaya, ρ adalah rapat muatan ruang, ε adalah permitivitas
ruang hampa, dan ⃗ adalah rapat arus. Untuk ruang bebas, persamaan di atas menjadi
⃗⃗ 1.2
⃗⃗ ⃗⃗
⃗⃗ ⃗⃗
⃗⃗ ⃗⃗
⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗)
* ⃗⃗ ( + 1.3
Dan
⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗)
* ⃗⃗ ( + 1.4
dengan ω adalah frekuensi sudut gelombang, dan k adalah vektor gelombang pada arah
rambat gelombang, yang besarnya adalah . Dalam Fisika klasik, fenomena alam
dapat dispektrumkan dengan Mekanika Newton yang menguasai partikel, dan
elektromagnetika yang menguasai medan elektromagnetik atau radiasi. Kedua
komponen Fisika klasik tersebut dapat dipandang sebagai terpisah satu dengan yang
lain, tetapi terkait melalui persamaan Lorentz
⃗ 1.5
( ⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ )
yang menyatakan gaya yang dialami oleh partikel bermuatan listrik q bergerak dengan
kecepatan ⃗ dalam medan elektromagnet ⃗⃗ ⃗⃗
Spektrum radiasi yang dipancarkan oleh sebuah benda hampir tidak bergantung
pada materi penyusun benda itu, akan tetapi sangat ditentukan oleh suhunya. Pada
temperatur biasa, kebanyakan benda terlihat bukan karena benda itu memancarkan
cahaya, akan tetapi pemantulan cahaya ke mata kita. Jika tidak ada cahaya yang
mengenainya, benda-benda itu tidak akan terlihat. Pada suhu yang lebih tinggi, benda-
benda akan memancarkan cahayanya sendiri dan akan terlihat meskipun di dalam
ruangan yang gelap. Pada umumnya, benda-benda pada suhu beberapa ratus Kelvin
belum dapat terlihat karena spektrumnya masih berada pada daerah inframerah. Jadi,
benda yang telihat memancarkan cahayanya sendiri adalah benda yang sangat panas.
Makin tinggi suhu benda, makin tinggi frekuansi radiasi yang dipancarkannya. Hal ini
dapat dilihat dari warna pancaran benda itu. Adanya hubungan antara suhu sebuah benda
dengan frekuensi pancarannya dimanfaatkan dalam primeter optik. Dengan alat ini, suhu
benda dapat diketahui dengan mengamati warnanya atau frekuensi radiasi yang
dipancarkannya.
1500
Putih
1300
Kuning Muda
1100
Kuning
Jingga
900
Merah Jingga
Merah
700
Merah Tua
Gambar 1.1 Warna benda yang cukup panas sehingga memancarkan cahaya,
maka warnanya akan bergantung pada temperatur
Penelitian tentang radiasi termal dimulai pada tahun 1859 oleh Kirchhoff yang
memperlihatkan bahwa untuk panjang gelombang (λ) tertentu, perbandingan antara daya
pancar sebuah benda (E) dengan daya serap benda itu (A) adalah sama untuk semua
benda. Daya pancaran sebuah benda (E) didefinisikan sebagai banyaknya energi yang
dipancarkan pada panjang gelombang λ persatuan luas. Sedangkan daya serap benda (A)
didefenisikan sebagai bagian dari radiasi yang datang yang dapat diserap. Selanjutnya
didapatkan bahwa untuk semua benda hitam, yaitu benda yang menyerap semua radiasi
yang jatuh padanya (e = 1), fungsi (λ, T) merupakan fungsi yang berlaku umum.
Jadi dapat dikatakan bahwa setiap energi radiasi yang jatuh pada lubang, seluruhnya
akan diserap sehingga bila ada radiasi yang datang dari lubang tersebut dapat dianggap
sebagai radiasi benda hitam. Untuk itu, kita dapat memanaskan rongga tersebut pada
temperatur T sehingga dari rongga itu akan keluar energi radiasi.
Gambar 1.3. Distribusi spektral radiasi benda hitam pada temperatur yang
berbeda
Gambar 1.3 juga menunjukkan bahwa pada setiap temperatur tertentu selalu
terdapat komponen spektrum yang radiasi paling besar. Semakin tinggi temperatur
benda, semakin tinggi pula frekuensi komponen spektrum yang radiasinya paling besar.
Jika frekuensi komponen spektrum dengan radiasi terbesar itu dilambangkan vmaks, maka
dari grafik tersebut didapatkan hubungan bahwa vmaks~T, atau
vmaks = α T, (1.6)
Dengan α suatu tetapan yang nilainya sebesar 5,87×10 10 K-1s-1. Rumusan tersebut
-3
merupakan bentuk lain dari rumusan maksT=2,898×10 m.K, yang pertama kali
ditemukan secara empiris oleh Wien . Oleh karena itu, sebagai penghormatan atas
karyanya, ungkapan diatas disebut Hukum Wien. Hukum ini juga sering disebut sebagai
Hukum Pergeseran Wien. Kata “pergeseran” mengacu pada kenyataan bahwa jika
temperatur berubah (naik/turun) maka nilai vmaks akan bergeser (naik/turun).
Perlu ditegaskan bahwa indeks “maks” pada vmaks digunakan untuk menandai
bahwa komponen spektrum yang frekuensinya vmaks tersebut memiliki radiasi paling
besar, bukan untuk menyatakan nilai maksimum bagi v itu sendiri. Hal ini nampak jelas
ditunjukkan oleh Gambar 1.3, bahwa pada sebarang temperatur, v dapat bernilai
sebarang: dari 0 sampai ∞. Penjelasan serupa berlaku untuk maks. Untuk menghindari
kesalahan tafsir, ada baiknya jika vmaks kita baca sebagai frekuensi utama dan maks kita
baca sebagai panjang gelombang utama.
Energi termal yang dipancarkan per satuan waktu oleh tiap satuan luas
permukaan benda-hitam yang bertemperatur T, dilambangkan Rt, ditemukan secara
empiris oleh Stefan dan dirumuskan sebagai berikut:
RT = T4 (1.7)
1.8
Cacah ragam gelombang tegak (di dalam rongga) yang memiliki frekuensi dari v
sampai v+dv, dilambangkan N(v)dv adalah
1.9
dengan V menyatakan volume rongga. Untuk setiap ragam gelombang, terdapat tak
berhingga banyak gelombang yang seragam, dengan energi yang mungkin berbeda-beda
bergantung pada amplitudo medannya.
1.10
〈 〉
1.11
Jelaslah bahwa hasil ini tidak cocok dengan data eksperimen. Data eksperimen
menunjukkan bahwa untuk frekuensi sangat tinggi ρT (v) bernilai nol; sementara itu
menurut teori Rayleigh dan Jeans, ρT(v) bernilai tak hingga besar. Perhatikan Gambar 1.4
sebagai berikut
Gambar 1.4. Kecocokan teori Rayleigh-Jeans dengan data eksperimen hanya pada
panjang gelombang tinggi atau frekuensi rendah
1.12
〈 〉
( )
dengan h tetapan Planck yang nilainya sebesar 6,63x10 -34 J.s. Substitusi Persamaan
(1.12) dan (1.9) ke dalam (1.10) menghasilkan
1.13
( )
Berdasrkan teori Maxwell, energi tiap ragam gelombang tegak dalam rongga
dapat bernilai sebarang, mulai dari nol sampai tak berhingga bergantung pada
amplitudonya. Energi rata-rata tiap ragam dihitung berdasarkan statistika Boltzmann
yang menyatakan bahwa sejumlah besar (ansambel statistik) entitas fisis sejenis yang
terbedakan dan berada pada kesetimbangan termal pada temperatur T, fraksi entitas fisis
yang memiliki energi sebanding dengan faktor Boltzmann exp(- / ). Statistika ini
sepenuhnya dapat digunakan mengingat bahwa sekumpulan gelombang tegak dalam
rongga tersebut memenuhi syarat berlakunya statistika itu. Ingat bahwa semua
gelombang tegak tersebut adalah sejenis dan terbedakan, dan juga berada dalam
kesetimbangan termal antara satu dengan lainnya.
Berdasarkan statistika Boltzmann dan mengingat bahwa energi tiap ragam bernilai
sebarang (bergantung pada amplitudonya), maka energi tiap rata-rata sebesar
∫ ∫
〈 〉 1.14
∫ ∫
∫
〈 〉 1.15
∫
Begitulah proses perhitungan energi rata-rata tiap ragam menurut teori Rayleigh dan
Jeans.
Persamaan (1.10) memberi petunjuk bahwa kunci utama untuk mendapat teori
radiasi benda-hitam yang benar adalah ketepatan dalam merumuskan energi rata-rata tiap
ragam. Berdasarkan persamaan itu, dan kenyataan bahwa teori Rayleigh-Jeans cocok
untuk frekuensi rendah, maka energi rata-rata tiap ragam harus bergantung pada
frekuensi. Tegasnya: pada frekuensi tinggi bernilai nol dan frekuensi rendah bernilai kB
T. Pemikiran seperti inilah yang mengantarkan Planck berhasil merumuskan teori yang
benar. Berikut diuraikan secara singkat bagaimana Planck merumuskan teorinya.
Karena langkah yang ditempuh Rayleigh dan Jeans sudah konsisten dengan teori-
teori yang ada saat itu, maka Planck mencoba mengajukan hipotesis yang benar-benar
baru pada saat itu. Planck mengajukan hipotesi bahwa energi tiap ragam tidaklah berupa
sebarang nilai dari nol sampai tak berhingga, melainkan harus merupakan salah satu
dari sederetan nilai diskret yang terpisah secara seragam dengan interval . Jadi
energi tiap ragam haruslah salah satu dari nol, …n dengan n = 1,2,3,….
karena energi tiap ragam tidak bersifat kontinu maka perhitungan energi rata-rata melalui
proses integrasi seperti pada persamaan (1.14) tidak lagi dapat digunakan. Sebagai
gantinya harus digunakan cara penjumlahan biasa, tentu saja harus meliputi seluruh
energi yang mungkin dimiliki setiap ragam, yaitu:
∑ ∑ ∑ 1.18
〈 〉
∑ ∑ ∑
1.19
∑
〈 〉
∑
-nα
∑ = 1 + e-α + e -2α + e-3α + e-4α +...
Diperoleh hubungan
–nα 1.20
∑ =
∑ ( ) 1.21
1.23
〈 〉
Begitulah cara Planck merumuskan energi rata-rata tiap ragam gelombang tegak dalam
rongga yang bertemperatur T.
Apakah rumusan tadi telah memenuhi harapan Planck, yaitu: pada frekuensi
rendah bernilai KBT dan pada frekuensi tinggi bernilai nol? Pertanyaan itu dapat dijawab
dengan mengamati nilai limit pada v dan pada v . Kedua nilai limit
tersebut dapat dihitung dengan kaidah L’Hospital sebagai berikut.
〈 〉
Dan
〈 〉
Jelaslah bahwa rumusan nilai energi rata-rata tiap ragam gelombang tadi telah memenuhi
harapan Planck, yaitu: pada frekuensi rendah bernilai KBT dan pada frekuensi tinggi
bernilai nol.
1.24
Persamaan itu menunjukkan bahwa pada temperatur T tertentu, rapat energi radiasi
menuju nol jika frekuensinya menuju tak hingga. Ini sesuai dengan data eksperimen.
Pencocokan dengan seluruh data eksperimen dilakukan dengan memilih nilai h. Hasil
terbaik dari nilai tersebut adalah
Jika dinyatakan dalam λ melalui hubungan c=λv, teori planck, persamaan (1.19),
tadi menjadi
λ 1.26
λ λ
λ
Contoh Soal
Jawab
( )( ) [( ) ]
2. Cahaya matahari tiba dipermukaan bumi dengan laju sekitar 1,4 kW/m 2ketika
matahari berada di atas kepala. Jari-jari rata-rata orbit bumi adalah 1,5 x 1011 m
dan jari-jari matahari adalah 7,0 x 108 m. Dari angka-angka tersebut, carilah
temperatur permukaan matahari dengan anggapan bahwa matahari memancarkan
cahaya seperti benda hitam sempurna.
Jawab
Kita mulai dengan mencari daya total P yang dipancarkan matahari. Luas bola yang
berjari-jari R yang sama dengan jari-jari orbit bumi adalah 4πR2. Karena radiasi
matahari jatuh bumi (berbentuk bola) dengan laju P/A 1,4 kW/m 2, maka
( )
Kemudian, kita cari laju radiasi matahari R. Jika r adalah jari-jari matahari, maka
luas permukaannya adalah 4πr2 dan
( ) ( )
Pertanyaan yang timbul adalah apakah dalam fisika kuantum juga terdapat suatu
tetapan yang dapat dijadikan kriterium yang merupakan batasan antara fisika klasik
dengan fisika kuantum? Jawabnya, tetapan itu benar ada. Tetapan itu tidak lain dari
tetapan Planck h yang mempunyai harga
h = 6,626 x 10-34 J s
ini berarti bahwa jika suatu masalah fisika yang berkenaan dengan variabel dinamis
dengan dimensi yang sesuai dengan dimensi tetapan Planck harga numeriknya dapat
dibandingkan dengan harga numerik tetapan Planck maka penyelesaiannya dapat
dilakukan dengan menggunakan fisika klasik.
Telah dilihat bahwa model Bohr memungkinkan kita untuk menghitung panjang
gelombang berbagai transisi dalam atom hidrogen yang kesesuaiannya dengan panjang
gelombang yang diamati dalam berbagai spektrum pancar dan serap sangatlah
mengesankan. Namun, untuk memperoleh kesesuaian ini, Bohr “terpaksa” harus
mengajukan dua postulat yang merupakan suatu loncatan yang radikal dari fisika klasik.
Terutama postulat yang mengatakan bahwa sebuah elektron dalam model atom Bohr,
yang mengalami percepatan sewaktu beredar dalam garis edar lingkaran, tidak
meradiasikan energi elektromagnet (kecuali ia berpindah ke garis edar lainnya). Ini
Mari kita lihat bagaimana azas ini dapat diterapkan pada atom Bohr. Menurut
fisika klasik, sebuah partikel bermuatan listrik yang bergerak sepanjang sebuah lingkaran
meradiasikan gelombang elektromagnet dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi
gerak melingkarnya. Untuk gerak edar elektron dalam atom, periode gerak melingkar
2K
adalah jarak tempuh satu gerak edar, 2 r, dibagi dengan laju edar v , dengan
m
K adalah energi kinetik. Jadi, dengan menggunakan pernyataan (1.31) bagi energi
kinetik, periode T diberikan oleh
2 r r 2m 8 o r
T (1.47)
2K / m e
1 e
(1.48)
T 16 3 0 m r 3
m e4 1
n (1.49)
32 2 2
o
2
n3
Sebuah elektron “klasik” yang bergerak dalam orbit lingkaran berjari-jari rn akan
meradiasikan gelombang elektromagnet dengan frekuensi n ini.
Jika diperbesar jari-jari atom Bohr menjadi sangat besar mulai dari objek
berukuran kuantum (10-10 m) hingga ke ukuran laboratorium (10-3 m), dapatlah kita
harapkan bahwa atomnya berperilaku secara klasik. Karena jari-jari bertambah dengan
pertambahan n seperti n2, kita harapkan bahwa untuk n pada rentang 103 – 104, atomnya
berperilaku secara klasik. Karena itu, marilah kita hitung frekuensi radiasi yang
dipancarkan oleh atom yang demikian apabila elektron meloncat turun dari orbit n ke n –
1. Menurut Persamaan (1.41), frekuensinya adalah
m e4 1 1
64 n 1
3 2
o
2
n12
3
m e4 2n 1
(1.50)
64 3 o2 3 n 2 n 12
Jika n besar sekali, kita dapat mendekati n – 1 dengan n dan 2n – 1 dengan 2n,
yang memberikan
m e4 2n
64 n 4
3 2
o
3
m e4 1
(1.51)
64 n 3
3 2
o
3
Ini identik dengan Persamaan (1.49) bagi frekuensi klasik. Elektron “klasik” berspiral
secara mulus menuju inti atom, sambil meradiasi dengan frekuensi yang diberikan oleh
Persamaan (1.49), sedangkan elektron “kuantum” meloncat dari orbit n ke (n – 1) dan
Latihan
Dalam buku ini anda akan mempelajari tentang Efek Fotolistrik, Efek Compton,
foton sebagai partikel, spektroskopi atom hidrogen, dan atom hidrogen model Bohr.
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
2.1 Pendahuluan
Kuantitas energi yang pertama kali dicanangkan oleh Max Planck pada tahun
1900 baru mendapat pengakuan secara umum ketika Einstein menjelaskan efek
fotolistrik dengan baik lima tahun kemudian. Efek fotolistrik pertama kali merupakan
suatu gejala yang pertama kali dilakukan oleh Hertz ketika dia melakukan percobaan-
percobaan mengenai gelombang elektromagnetik. Pada saat itu elektron belum
ditemukan. Setelah elektron ditemukan oleh Thomson, penelitian efek fotolistrik
semakin giat dilakukan dan mencapai puncaknya setelah Einstein dapat menjelaskannya.
Sebelumnya, teori klasik gagal menjawab pertanyaan: mengapa pada frekuensi yang
berada di luar frekuensi ambang, tidak ada elektron ke luar dari logam walaupun
intensitas cahaya yang digunakan cukup besar.
Menurut Einstein, cahaya terdiri dari zarah atau kuanta cahaya yang disebut
foton. Foton-foton ini bersifat sebagai partikel, memiliki momentum, energinya
bergantung pada frekuensinya. Dengan teori kuantum cahaya ini, gambaran tentang
hakekat cahaya semakin rumit. Sangat mudah membayangkan bahwa elektron adalah
sebuah partikel, oleh karena massanya dapat dihitung dengan sebuah akselerator dapat
dipercepat. Melalui suatu prosedur dapat dihitung energi kinetiknya. Tetapi rasanya sulit
Salah satu isyarat yang penting dalam teori kuantum adalah penemuan spektrum
garis. Biasanya, cahaya yang dipancarkan oleh materi didistribusikan secara nalar dalam
suatu daerah spektrum tetapi terdiri dari serangkaian panjang gelombang yang diskrit.
Pada tahun 1887 (sepuluh tahun sebelum ditemukannya elektron), Heinrich Hertz
melakukan percobaan tentang gelombang-gelombang elektromagnetik untuk
mempelajari teori Maxwell tentang gelombang itu. Hertz ingin mengetahui apakah
lompatan lucutan listrik dapat terjadi antara dua sistem yang dapat beresonansi. Pertama
dia menimbulkan gelombang elektromagnetik dengan lucutan pada sistem pertama.
Ternyata pada sistem kedua yang beresonansi dengan sistem pertama juga terjadi lucutan
listrik pada kutubnya dengan mudah apabila cahaya dari lucutan pada sistem pertama
mengenai kutub-kutub pada sistem kedua. Tetapi apabila cahaya dari sistem pertama
ditutup maka untuk terjadinya lucutan resonansi, sistem kedua harus dibuat lebih dekat
pada sistem pertama. Hertz sebenarnya tidak tertarik dengan peristiwa ini tetapi justru
menarik perhatian pada ilmuwan lainnya.
P. Lenard salah seorang dari peneliti pada tahun 1900 berhasil membelokkan
berkas partikel yang keluar dari sebuah permukaan dengan menggunakan sebuah medan
Gambar 2.1 Skema diagram dari peralatan yang digunakan olehP.Lenard untuk
menunjukkan efek fotolistrik dan untuk menunjukkan bahwa partike lyang
dipancarkan dalam proses adalah elektron. Cahaya dari sumber L membentur
katoda C. Fotoelektron akan terpancar keluar melalui lubang dianoda A dan
dicatat oleh elektrometer yang terhubung ke α. sebuah medan magnet, ditandai
dengan potongan tiang melingkar, bisa membelokkan fotoelektron ke
elektrometer kedua yang terhubung ke β yang memungkinkan pengukuran
perbandingan e/m (Sumber, P. Lenard, Annalender Physik dalam Tipler &
Llwellyn, 2008)
Jika cahaya dijatuhkan pada sebuah permukaan logam (katoda C) maka elektron-
elektron akan terpancar keluar. Jika beberapa dari elektron tersebut tertangkap oleh
anoda A maka akan ada arus pada rangkaian luar. Banyaknya elektron yang tertangkap
di A dapat diperbanyak atau dikurangi dengan membuat beda potensial antara C dan A
positif atau negatif.
Misalnya beda potensial antara katoda dan anoda adalah V. Gambar 2.2
memperlihatkan diagram antara arus dan beda potensial V untuk dua macam intensitas
cahaya yang dijatuhkan pada katoda. Jika V positif, elektron akan tertarik ke anoda. Pada
harga V yang cukup besar, semua pancaran elektron mencapai anoda dan arus mencapai
harga maksimum.
VS
K Cs Cu
v
VoK VoCs VoCu
Grafik tersebut juga menunjukkan bahwa logam yang berbeda memiliki frekuensi
ambang Vo yang berbeda pula. Untuk memperoleh foto elektron dari masing-masing
logam harus digunakan cahaya yang frekuensinya lebih besar daripada frekuensi ambang
untuk logam tersebut. Pada sebagian besar logam, frekuensi ambang ini terletak pada
daerah ultraviolet.
Seperti telah disebutkan, energi kinetik foto elektron tercepat sama dengan eVs.
Oleh sebab itu, besarnya energi kinetik foto elektron tercepat dapat diketahui dari nilai
potensial penghenti Vs. Grafik ketidakbergantungan potensial penghenti terhadap
intensitas cahaya disajikan pada gambar 2.4 sebagai berikut
I3
I2
I1
Gambar 2.4 menunjukkan bahwa untuk semua intensitasi I yang digunakan, kuat
arus fotoelektrik berkurang dan bertambahnya potensial penghalang. Pada potensial
penghalang tertentu yang besarnya kurang dari Vs, kuat arus fotoelektrik bergantung
pada intensitas, semakin besar intensitas semakin besar pula kuat arus yang dihasilkan.
Jika potensial penghalang yang terpasang sama dengan potensial penghenti Vs, ketiga
intensitas terebut semuanya tidak menghasilakan arus fotoelektrik. Besarnya potensial
penghenti untuk ketiga nilai I tersebut ternyata sama.
Gejala tersebut dapat ditafsirkan sebagai berikut. Pada saat potensial penghalang
sangat rendah, hampir semua foto elektron yang dilepaskan plat mampu mencapai plat A
sehingga arus fotoelektrik yang dihasilkan cukup kuat. Semakin besar potensial
penghalang semakin sedikit cacah foto elektron yang mampu mencapai plat A. Hanya
Tidak ada waktu tunda antara penyinaran sampai terjadinya arus fotoelektrik
Gambar 2.5. Grafik kuat arus fotoelektrik terhadap waktu, dihitung sejak saat
penyinaran pertama
Gambar 2.6. Grafik kuat arus fotoelektrik terhadap intensitas cahaya untuk
cahaya dengan frekuensi tertentu. Potensial penghalang dipasang
nol
Gambar 2.6 menunjukkan bahwa hubungan antara kuat arus fotoelektrik dengan
intensitas cahaya untuk frekuensi tertentu. Grafik tersebut menunjukkan bahwa kuat arus
fotoelektrik berbanding lurus terhadap intensitas cahaya. Kuat arus fotoelektrik
sebanding dengan cacah foto elektron yang dilepaskan persatuan waktu, maka hubungan
tersebut juga menggambarkan hubungan antara cacah foto elektron terhadap intensitas
cahaya. Jadi, untuk frekuensi cahaya tertentu, cacah foto elektron yang dilepaskan logam
berbanding lurus dengan intensitas cahaya.
Pada kasus ini, penjelasan teoritis dipandang dari teori kalsik dan teori kuantum.
(i) Bertitik tolak pada pandangan tentang hakekat gelombang cahaya yang malar,
energi yang diterima oleh permukaan sebanding dengan intensitas cahaya, luas
permukaan logam yang disinari dan lamanya penyinaran. Ini berarti bahwa apabila
intensitas cahay kecil, diperlukan waktu yang lebih lama agar energi yang diserap
elektron cukup besar untuk melepaskan dirinya dari permukaan logam.
Berdasarkan perhitungan klasik, bila intensitas cahaya sebesar 10 -10 W/m2 dalam
(ii) Menurut teori klasik, makin tinggi intensitas cahaya makin banyak pula energi
yang diserap oleh elektron pada permukaan logam. Oleh karena itu, diharapkan
arus elektron semakin tinggi sesuai kenaikan intensitas. Dalam batasan-batasan
tertentu anggapan ini sesuai dengan hasil eksperimen. Tetapi jika frekuensi cahaya
lebih kecil dari frekuensi ambang, vo tidak ada arus elektron, berapapun besarnya
intensitas cahaya
(iii) Seperti halnya dengan butir (i) di atas, besarnya energi yang diterima elektron
secara klasik ditentukan oleh intensitas cahaya dan bukan oleh frekuensinya. Sebab
itu adanya potensial henti yang berbeda untuk setiap logam, benar-benar di luar
dugaan teori klasik.
(iv) Adanya energi kinetik maksimum baagi foto elektron untuk setiap frekuensi, sama
sekali tidak dapat dijelaskan oleh teori klasik. Hal ini disebabkan karena menurut
teori klasik, energi elektron seharusnya tidak bergantung pada frekuensi.
(i) Menurut teori kuantum, energi sebuah foton hanya ditentukan oleh frekuensinya.
Dapat tidaknya sebuah elektron terpental keluar dari permukaan logam tidak
ditentukan oleh intensitas cahaya. Bentuk elektron tertumbuk dan energi foton
cukup untuk mengatasi energi ikat elektron, begitu foton menyerahkan energinya.
Energi yang diterima elektron bukan ekumulasi dari energi berbagai foton.
2.3
Persamaan 2.3 mempunyai arti sebagai berikut. Bagian kiri dari persamaan tersebut
menyatakan energi yang dibawa oleh sebuah foton yang frekuensinya v yang diberikan
kepada sebuah elektron terikat pada saat tumbukan. Bagian kanan menyatakan
banyaknya energi yang diterima oleh elektron ketika tumbukan. Energi ini merupakan
electron yang digunakan untuk:
Energi yang digunakan untuk melepaskan diri dari ikatan ini biasanya dinyatakan dengan
disebut fungsi kerja sebesar:
2.4
0
2.6
atau 0 (1/2 m )maks =
Persamaan (2.6) ini disebut persamaan Einstein untuk efekfotolistrik Energi kinetik.
(iii) Adanya energi kinetik maksimum fotoelektron yang terdefinisi dengan baik untuk
tiap frekuensi dapat dimengerti oleh karena frekuensi menentukan besarnya energi
foton.
Pada persamaan 2.6, untuk Vo = 0, maka pada frekuensi ambang, vo dan panjang
gelombang ambang λo dapat dituliskan
2.7
=12.400 eV.Å
Contoh 2.1
Frekuensi ambang potassium 5,376 x 1014 Hz. Berapa besar fungsi kerja potassium itu?
Berapa besar potensial henti bila cahaya yang digunakan 400 nm?
Dengan menggunakan data pada contoh 3.2, hitunglah banyaknya foton yang jatuh
pada permukann potassium persekon tiap 1 m2.
Energi tiap foton E = hf = hc/λ = 1240 eV –nm/400nm = 3,1 eV atau sama dengan 3,1
eV x 1,6 x 10-19 eV/J = 4,96 x 10-19 J.
Oleh karena itu intensitas cahaya 10-5 W/m2 = 10-5 J/s .m2, maka banyaknya foton
persekon tiap 1 m2 adalah : N= (10-5 J/s.m2)/ 4,96 x 10-9 J/foton = 2,016 x 1016 foton/ s-
m 2.
Sesungguhnya efek fotolistrik tidak hanya terjadi pada permukaan logam yang
dijatuhi foton, akan tertapi dapat juga pada permukaan bukan logam. Peristiwa ini dapat
terjadi apabila sebuah foton menumbuk sebuah elektron terikat. Sebagai contoh, sebuah
foton membebaskan sebuah elektron dari sebuah atom tunggal. Peristiwa ini merupakan
interaksi yang sangat penting antara radiasi elektromagnetik gelombang pendek dengan
atom. Apabila sebuah foton frekuensi tinggi seperti sinar X atau sinar gamma mengenai
sebuah atom, maka sebuah elektron dengan energi ikat E b dapat dibebaskan dengan
syarat: h f > Eb . oleh karena energi kinetik fotoelektron biasanya harus ditulis dalam
bentuk relativistik yakni E-Eo, maka bentuk umum dari persamaan (2.5) adalah:
h v = (E – EO) + Eb 2.8
Contoh 2.3
Sebuah foton dengan frekuensi 7,5 1017 Hz berinteraksi dengan sebuah elektron yang
terikat dalam atom hidrogen dengan energi ikat 13,6 eV. Jika dalam peristiwa nteraksi
ini terjadi efek fotolistrik sedemikian sehingga elektron yang terlepas bergerak searah
dengan foton yang dating, hitunglah energi (dalam eV) dan momentum (dalam eV/c)
masing-masing untuk elektron dan proton.
Energi foton hv )
= 3105 eV
Momentum foton
Jika momentum proton PP, maka dengan hukum kekekalan momentum dapat ditulis:
ini berarti bahwa sesudah terjadi efek fotolistrik proton bergerak kearah yang berlawanan
denagan arah foton.
Cara lain radiasi berinteraksi dengan atom adalah melalui efek Compton, di mana
radiasi dihamburkan oleh elektron hampir bebas yang terikat lemah pada atomnya.
Sebagian energi radiasi diberikan kepada elektron, sehingga terlepas dari atom; energi
radiasi yang tersisa diradiasikan kembali sebagai radiasi elektromagnet. Menurut
gambaran gelombang, energi radiasi yang dipancarkan itu lebih kecil daripada energi
radiasi yang datang (selisihnya berubah menjadi energi kinetik elektron), namun panjang
gelombang keduanya tetap sama. Kelak akan kita lihat bahwa konsep foton meramalkan
hal yang berbeda bagi radiasi yang dihamburkan.
Foton datang
E, p
Ee, pe
Elektron hambur
hc
E h 2.9
E
p 2.10
c
Eawal Eakhir
E me c 2 E ' Ee 2.11a
p x awal p x akhir
p
y awal p y akhir
Kita mempunyai tiga persamaan dengan empat besaran tidak diketahui, ( , , Ee,
E „; pe dan p „ saling bergantungan) yang tidak dapat dipecahkan untuk memperoleh
jawaban tunggal, tetapi kita dapat menghilangkan (eliminasikan) dua dari keempat
besaran ini dengan memecahkan persamaannya secara serentak. Jika kita memilih untuk
mengukur energi dan arah foton hambur, maka kita menghilangkan Ee dan . Sudut
dihilangkan dengan menggabungkan persamaan – persamaan momentum:
1 1
'
1
1 cos 2.14
E E me c 2
'
h
1 cos 2.15
me c
‟
adalah panjang gelombang foton datang dan panjang gelombang hambur. Besaran
h/mec dikenal sebagai panjang gelombang Compton dari elektron yang memiliki nilai
0,002426 nm; namun perlu diingat bahwa ini bukanlah suatu panjang gelombang dalam
arti sebenarnya, melainkan semata – semata suatu perubahan panjang gelombang.
Persamaan (2.14) dan (2.15) memberikan perubahan dalam energi atau panjang
gelombang foton, sebagai fungsi dari sudut hamburan . Karena besaran di ruas kanan
tidak pernah negatif, maka E’ selalu lebih kecil daripada E – foton hambur memiliki
energi yang lebih kecil daripada foton datang, selisih E–E’ adalah energi kinetik yang
diberikan kepada elektron, (Ee – mec2). Begitu pula, ‟ selalu lebih kecil daripada foton
hambur memiliki panjang gelombang yang lebih panjang daripada milik foton datang,
perubahan panjang ini merentang dari 0 pada = 00 hingga dua kali panjang gelombang
Compton pada = 1800. Tentu saja deskripsi foton dalam energi dan panjang gelombang
adalah setara, dan pilihan mengenai mana yang digunakan hanyalah masalah kemudahan
belaka.
Peragaan eksperimen pertama dari jenis hamburan ini dilakukan oleh Arthur
Holly Compton pada tahun 1923. Pada percobaan ini seberkas sinar–X dijatuhkan pada
suatu sasaran hamburan, yang oleh Compton dipilih unsur karbon. Meskipun tidak ada
sasaran hamburan yang mengandung elektron yang benar-benar bebas, elektron terluar
atau elektron valensi dalam kebanyakan materi terikat sangat lemah pada atomnya
Contoh 2.4
Penyelesaian :
'
h
1 cos
me c
0,2400 nm 0,00243 nm 1 cos 60 0
0,2412 nm
h c 1240 eV nm
E' 5141 eV
' 0.2412 nm
Ee E E ' me c 2 K e me c 2
Ke E E '
hc
Energi E dari foton awal adalah : 5167 eV , jadi
(d) Dengan memecahkan Persamaan (2.11b) dan (2.11c) untuk pe cos dan pe sin
seperti yang kita lakukan untuk menurunkan Persamaan (1.12), maka dengan
membagi keduanya (bukannya menjumlahkan dan mengalikan), diperoleh
p ' sin
tan
p p ' cos
tan
E ' sin
5141 eV sin 60 0
E E ' cos 5167 eV 5141 eV cos 60 0
= 1,715
= 59,70.
Dalam pelajaran tentang gejala gelombang kita ketahui bahwa untuk suatu
gelombang elektromagnetik yang merambat pada suatu arah tertentu berlaku hubungan:
P = E/c 2.16
Untuk memperlihatkan hal ini, kita misalkan foton menjalar kearah sumbu X
positif di dalam suatu kerangka acuan. Dengan menganggap foton sebagi partikel maka
energi yang dibawa oleh foton tersebut adalah E = ħ v dan momentumnya adalah P yang
belum diketahui. Kita misalkan pula bahwa pada suatu kerangka yang lain berlaku hal
yang serupa dan kerangka yang kedua ini bergerak dengan kecepatan v terhadap
kerangka yang pertama kearah sumbu X positif. Seorang pengamat pada kerangka kedua
akan melihat sebuah foton yang frekuensinya v‟ membawa energi E‟ = ħ v‟ dengan
momentum p‟. Oleh karena c > v, maka foton pada kerangka kedua akan menjalar kearah
sumbu X‟ positif.
Dari mekanika dasar diketahui bahwa hubungan antar v dan v‟ dapat di tulis
sebagai berikut.
v‟ = v [ (c – v) / (c +v) ]½ 2.17
Hubungan kedua ialah hukum transformasi relativitas untuk energi dan momentum
sebuah partikel yang diberikan oleh:
2.18
[ ( ) ]
2.19
[ ( ) ]
Hasil akhir ini memperlihatkan bahwa sebuah foton cahaya dengan frekuensi v selalu
membawa momentum sebesar ћ v/c.
Pernyataan berikutnya yang perlu dijawab ialah apabila foton itu benar memiliki
sifat partikel, berapa besar massa diamnya. Untuk menjawab pernyataan tersebut, kita
tinjau persamaan yang menyatakan hubungan antara massa diam, energi, dan momentum
di dalam fisika dasar. Persamaan tersebut adalah :
Dengan mf sebagai massa diam foton. Jika P dalam (2.23) diganti dengan (2.22) maka di
dapat mf = 0, jadi foton tidak memiliki massa diam.
Hasil akhir ini tentu saja tampaknya aneh. Jika foton memiliki sifat partikel,
seharusnya ia memiliki massa daim. Namun demikian, jika kita mengingat bahwa tidak
ada suatu kerangka inersia yang dapat dipilih yang memungkinkan foton itu berada
dalam keadaan diam, maka keanehan itu segera akan dihilangkan. Bukankah pancaran
elektromagnetik senantiasa merambat dengan kecepatan c dalam setiap kerangka inersia?
Karena itu, “ sebuah foton berada dalam keadaan diam” merupakan suata konsep yang
tidak mengandung arti. Foton tidak mempunyai massa, namun tetap memiliki sifat
sebagai partikel.
W = Φ/c + Φ‟ / c = 2 /c 2.25
P = 2 Φ/c 2.26
Sekarang mari kita tinjau situasi di atas dari sudut pandang teori kuantum.
Misalkan ada N foton persatuan waktu melalui satu satuan luas menuju cermin. Tiap
foton membawa energi E = ћv dan momentum p = ћv/c. Sesudah bertumbukan dengan
cermin, atau momentum tiap foton menjadi sebaliknya, sehingga momentum sebesar 2p
diberikan kepada cermin oleh masing-masing foton.
P = 2N ћv/ c 2.27
Oleh karena tiap foton bergerak dengan kecepatan c maka rapat energi dapat ditulis:
W = 2N ћ w/c 2.29
Dari persamaan (2.27), (2.28), dan (2.29), dapat diturunkan persamaan (2.24), dan (2.26).
Ini menunjukan bahwa sifat partikel foton konsisten dengan teori elektromagnetika
klasik.
Dari segi pandang teori kuantum, sebelum bertumbukan dengan cermin, sebuah
foton memiliki energi dan momentum P = E/c, dan sesudah tumbukan energinya menjadi
E‟ dan momentumnya p‟ = E/c. Berdasarkan prinsip kekekalan momentum dan prinsip
kekekalan tenaga, dapat di tulis sebagai berikut :
Oleh karena massa cermin dianggap cukup besar maka suku kedua dari ruas kanan
persamaan 2.24 dapat dihilangkan sehingga persamaan tersebut menjadi:
Dalam persamaan ini, v/c sangat kecil sehingga (2.35) dapat disederhanakan menjadi:
Sekarang yang menjadi masalah apakah hasil ini dapat juga diperoleh melalui prinsip
elektromagnetika klasik?
yang sesuai dengan persamaan (2.36). Sekali lagi terlihat bahwa hasil yang diperoleh
dari penjabaran menurut teori kuantum sesuai dengan penjabaran melalui teori
elektromagnetika klasik.
( )
( )
Dengan rumusan empiris ini, Lyman menemukan deret ultraviolet untuk m=1, n= 2, 3, ...
Untuk sederhananya, kita tinjau atom hidrogen yang terdiri dari satu elektron
yang mengedari sebuah inti atom dengan bermuatan positif satuan, seperti pada Gambar
2.9 berikut.
-e
v
F
+ Ze
r
Jari-jari orbit lingkarannya adalah r, dan elektron (bermassa m) bergerak dengan laju
v2
singgung tetap v. Gaya tarik Coulomb berperan memberikan percepatan sentripetal : ,
r
jadi
1 q1 q2 1 e2 m v2
F 2.37
4 o r2 4 o r 2 r
Dengan mengutak-atik persamaan di atas, dapat diperoleh energi kinetik elektron
(dengan anggapan inti atom diam),
1 e2
V 2.39
4 0 r
e2 1 1 e2
E K V
8 0 r 4 0 r
1 e2
E 2.40
8 0 r
Sejauh ini kita telah mengabaikan salah satu kesulitan utama yang berhubungan
dengan model ini. Fisika klasik meramalkan bahwa sebuah muatan listrik yang
mengalami percepatan, seperti elektron yang mengorbit dalam model ini, harus
meradiasikan energi elektromagnetik secara kontinu. Ketika energi ini dipancarkan,
energi totalnya menurun, dan elektron akan berspiral menuju inti atom sehingga inti
atom akhirnya runtuh. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr mengusulkan gagasan
keadaan “mantap stasioner” yaitu keadaan gerak tertentu dalam mana elektron tidak
meradiasi-kan energi elektromagnet. Dari sini Bohr menyimpulkan bahwa dalam
keadaan ini momentum sudut orbital elektron bernilai kelipatan bulat dari ħ.
mvr n 2.41
4 o 2 2
rn n ao n 2 2.43
m e2
4 o 2
ao 0,0529 nm 2.44
m e2
Hasil penting ini ternyata berbeda sekali dari yang kita perkirakan menurut fisika
klasik. Sebuah satelit dapat ditempatkan dalam orbit Bumi pada sebarang jari-jari orbit
dengan mendorongnya ke ketinggian memadai dan kemudian memberikannya laju
singgung yang tepat. Sedangkan bagi orbit elektron, hal ini tidak berlaku karena hanya
jari-jari orbit tertentu saja yang diperkenalkan oleh model Bohr. Jari-jari orbit elektron
hanya dapat bernilai ao, 4ao, 9ao, 16ao, dan seterusnya, tidak pernah bernilai 3ao atau 5,3
ao.
m e4 1
En 2.45
32
2 2
o
2
n2
Jelas n pada energi E mencirikan tingkat energi. Dengan menghitung semua nilai
tetapannya, diperoleh
13,6 eV
En 2.46
n2
n=2 E = - 3,4 eV
n=1 E = - 13,6
eV
Gambar 2.10. Tingkat-tingkat energi atom
Hidrogen
Semua tingkat energi ini ditunjukkan secara skematis pada Gambar 2.10. Jadi
energi elektron terkuantisasikan artinya, hanya nilai-nilai energi tertentu yang
diperkenankan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.10.
Apabila elektron dan inti atom terpisah jauh sekali, yaitu untuk n = , maka kita
peroleh E = 0. Jadi kita dapat memulai dengan elektron dan inti atom yang berjarak pisah
takhingga dan kemudian elektronnya kita dekatkan ke inti hingga ia berada pada garis
edar dalam suatu keadaan tertentu n. Karena keadaan ini memiliki energi yang lebih
kecil daripada energi awal E = 0, maka kita “peroleh” tambahan jumlah energi sebesar
En. Sebaliknya, jika memiliki sebuah elektron dalam keadaan n, maka elektronnya dapat
kita bebaskan dari “intinya” dengan memasok energi sebesar En. Energi ini dikenal
sebagai energi ikat keadaan n. jika energi yang kita pasok pada elektron itu melebihi En,
maka kelebihan energi ini akan muncul sebagai energi kinetik elektron yang kini bebas.
3,4 eV 13,6 eV
10,2 eV
keadaan eksitasi kedua memiliki energi eksitasi 12,1 eV, dan seterusnya.
Pembahasan tentang barbagai spektrum pancar dan serap atom hidrogen, dan
model Bohr di atas tidaklah lengkap tanpa pemahaman mengenai terjadinya semua
spektrum ini. Bohr mempustulatkan bahwa meskipun elektron tidak memancarkan
radiasi elektromagnet ketika beredar pada suatu tingkat tertentu, ia dapat berpindah dari
satu tingkat ke tingkat yang lain yang lebih rendah
Pada tingkat yang lebih rendah, energi yang dimiliki elektron lebih rendah
daripada di tingkat sebelumnya. Beda energi ini muncul sebagai sebuah kuantum radiasi
berenergi h yang sama besar dengan beda energi antara kedua tingkat tersebut. Artinya,
jika elektron melompat dari n = n1 ke n = n2, seperti pada Gambar 2.11 berikut,
n = n1
h
n = n2
atau
m e4 1 1
2 2 2.48
64 n2
3 2
o
3
n1
c 64 3 o2 3 c n12 n22
2
2
m e4 n1 n2
1 n12 n22
2
2
2.49
R n1 n2
Tetapan R, yang dikenal sebagai tetapan Rydberg, bernilai 1,0973731 x 10 – 7 m -1.
Contoh 2.6
Penyelesaian :
1 32 2 2
2 656,1 nm
2
1,0973731 10 7 3 2
dan
1 42 22
2 486,0 nm
1,0973731 10 7 4 2
2
Hasil dari kedua contoh di atas dekat sekali dengan kedua panjang gelombang
terpanjang deret Balmer. Jika kita menghitung panjang gelombang untuk berbagai
transisi dari n1 ke n2 = 2, diperoleh
n12
364,5 nm
n1
2
4
n2
lim it
2.50
n n0
2 2
dengan limit adalah panjang gelombang deret batas yang sesuai, dengan n mengambil
nilai bulat mulai dari n0 + 1 (untuk deret Balmer, n0 = 2). Deret lainnya sekarang dikenal
sebagai deret Lyman (n0 = 1), Paschen (n0 = 3), Bracket (n0 = 4), dan Pfund (n0 = 5).
Dengan demikian, setiap model atom hidrogen yang berhasil haruslah dapat
menerangkan keteraturan aritmetik yang menarik ini dalam berbagai spektrum
pancarnya. Jadi kita melihat bahwa semua transisi yang dicirikan sebagai deret Balmer
adalah yang dari semua tingkat lebih tinggi ke tingkat n = 2. Pencirian serupa dapat pula
dilakukan bagi deret transisi lainnya.
Rumus Bohr juga menerangkan azas gabung Ritz. Marilah kita tinjau transisi dari
suatu keadaan n3 ke keadaan n2, yang kemudian disusul dengan transisi dari n2 ke n1.
Dengan menggunanakan Persamaan sebelumnya bagi kasus ini, diperoleh
1 1
n3 n 2 c R 2
2
n3 n2
1 1
n 2 n1 c R 2
2
n2 n1
1 1 1 1
n3 n 2 n 2 n1 c R 2
2 2 2
n3 n2 n2 n1
1 1
c R 2 2
n3 n1
Tetapi ini tidak lain daripada frekuensi sebuah foton yang dipancarkan dalam transisi
langsung dari n3 ke n1, jadi
n3 n 2 n 2 n1 n3 n1
Dengan demikian, model Bohr taat azas kepada azas gabung Ritz (karena
frekuensi sebuah foton yang dipancarkan berhubungan dengan energinya melalui
hubungan E = h, maka penjumlahan frekuensi di atas sama dengan penjumlahan energi.
Dengan demikian, kita dapat menyatakan kembali azas gabung Ritz dalam ungkapan
energi. Energi sebuah foton yang dipancarkan dalam transisi dari suatu tingkat ke tingkat
lain dengan melewati satu atau beberapa tingkat antara adalah sama dengan jumlah
energi transisi bertahap dari masing-masing tingkat berurutan).
Dengan meninjau ulang penurunan teori Bohr, kita dapatkan bahwa muatan inti
atom hanya muncul pada satu tempat yaitu dalam pernyataan bagi gaya elektrostatik
antara inti atom dan elektron, Persamaan (1.30). Jika muatan inti atom adalah Ze, gaya
Coulomb yang bekerja pada elektron adalah
1 Z e2
F 2.51
4 o r2
Jadi, faktor e 2 semula, kini diganti dengan Ze 2. Dengan melakukan penyisipan ini pada
hasil akhir, diperoleh bahwa jari-jari edar yang diperkenankan adalah:
4 o 2 2 ao n 2
rn n 2.52
Z m e2 Z
Jadi garis edar pada atom dengan nilai Z yang lebih tinggi, letaknya lebih dekat ke inti
atom, dan memiliki energi yang lebih besar (negatif); yang berarti bahwa elektronnya
terikat lebih kuat pada inti atomnya.
Contoh 2.7
Hitunglah kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer ion berilium terionisasi
tiga kali (Z = 4).
Penyelesaian :
Karena semua radiasi deret Balmer berakhir pada tingkat n = 2, kedua panjang
gelombang terpanjang tersebut adalah radiasi yang berkaitan dengan transisi n = 3 n =
2, dan n = 4 n = 2. Energi dan panjang gelombang radiasi yang bersangkutan adalah
2 1 1
E3 E 2 13,6 eV 4 30,2 eV
9 4
h c 1240 eV . nm
41,0 nm
E 30,2 eV
2 1 1
E 4 E 2 13,6 eV 4 40,8 eV
16 4
h c 1240 eV . nm
30,4 nm
E 40,8 eV
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
3.1 Pendahuluan
Keseluruhan entitas fisis di alam semesta ini dapat dikelompokkan dalam dua
golongan besar, yaitu partikel dan gelombang. Kedua golongan entitas itu dapat dikenal
secara mudah berdasarkan kehadirannya: partikel bersifat terlokalisir sedangkan
gelombang bersifat menyebar. Perbedaan kedua golongan entitas itu juga dapat dikenali
dari gejala interferensi. Sebagaimana diketahui, gejala interferensi hanya dapat
ditunjukkan oleh gelombang. Jadi, jika suatu entitas dapat menunjukkan gejala
interferensi maka dapat dipastikan bahwa entitas tersebut tergolong gelombang.
Sebaliknya, jika satu entitas tidak dapat menunjukkan gejala interferensi maka entitas
tersebut tergolong partikel.
Jika benar bahwa alam tidak terbagi atas partikel dan gelombang yang menjadi
pertanyaan berikutnya adalah apakah partikel itu sebenarnya hanyalah salah satu sifat
yang sedang ditonjolkan oleh suatu entitas pada saat tertentu saja, artinya pada saat yang
lain sebanarnya ia juga menunjukkan sifat gelombang (tetapi kita dapat mengenalinya)?
Untuk foton, pertanyaan ini telah kita temukan jawabannya; yaitu ya. Bagaimana dengan
partikel lainya?
Pada tahun 1924, Louis de Broglie, seorang filsof Perancis, mengajukan hipotesis
bahwa sifat ganda yang dimiliki cahaya (gelombang elektromagnet pada umumnya) juga
dimiliki oleh partikel material. Artinya partikel material jug adapt menunjukkan sifat
gelombang sebagaimana ditunjukkan oleh foton. Menurut de Broglie, terhadap setiap
partikel yang berenergi E dan bergerak dengan momentum linear p terdapat gelombang
berurutan menyatakan momentum linear dan energi partikel yang diasosiasikan dengan
gelombang de Broglie. Dengan demikian, hipotesis de Broglie dapat diungkapkan
dengan pernyataan lain. Pada partikel yang bermomentum linear diasosisasikan suatu
gelombang yang panjang gelombangnya sebesar ⁄ .
3.1
Dan 3.2
k=vector gelombang.
Efek difraksi hanya dapat diamati jika peralatan yang digunakan memiliki ukuran
karakteristik (aperatur) seorde atau kurang dari panjang gelombang. Sebagai contoh bagi
aperture adalah luas lensa, lebar celah, dan tetapan kisi sebagaimana telah dikenal dalam
optika.
Jika dan berurutan menyatakan ukuran aperatur dan panjang gelombang, maka
efek difraksi hanya dapat diamati jika. Jikasangat kecil ( maka efek difraksi tidak
dapat diamati. Dalam optika,jika maka kita berada pada wilayah optika fisik. Sebaliknya
jika kita berada pada wilayah optika geometri. Sebagaimana kita ketahui dalam optika
geometri cahaya cukup digambarkan sebagai sinar yang arahnya sama dengan arah
rambat cahaya. Dalam hal ini kita tidak perlu mengetahui secara persis apa demikian,
dalam optiak geometri sebenarnya kita telah mengindentikkan cahaya sebagai partikel:
arah sinar identik dengan trayektori partikel. Jika sinar menjumpai bidang pantul maka
akan dipantulakan pada arah tertentu persis seperti trayektori bola tenis yang dipantulkan
lantai.
Marilah kita hitung berapa orde panjang gelombang de Broglie untuk beberapa
partikel tertentu. Sebelumnya perlu kita ingat bahwa untuk menghasilkan panjang
gelombang yang cukup besar maka momentum linear partikel yang bersangkutan
haruslah kecil. Jadi, baik massa maupun kecepatannya harus cukup kecil.
Hitung gelombang de Broglie bagi partikel debu (diameter 1 ) yang bergerak dengan
kecepatan 1 mm/s. (Nilai ini masih kurang dari kecepatan gerak ulat). Andaikan massa
debu
Analisis
Panjang gelombang sependek ini tentu saja masih sangat kecil dibandingkan dengan
ukuran aperture yang tersedia saat ini. Dengan demikian tidaklah mungkin untuk
mendeteksi gelombang yang diasosiasikan dengan gerakan partikel debu tersebut.
Perlu dicatat bahwa, meskipun partikel hanya sebesar debu dan bergerak dengan
sangat lambat, ternyata gelombang de Broglie-nya masih terlalu kecil untuk dapat
dideteksi. Untuk partikel makroskopis lainnya, tentu saja panjang gelombangnya akan
lebih kecil lagi. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa aspek gelombang pada
gerak partikel makroskopis sangat sulit dideteksi, bahkan cenderung tidak mungkin
dideteksi. Dengan kata lain, partikel makroskopis tidak akan menunjukkan sifat
gelombang.
Contoh 3.2
Berapa gelombang de Broglie bagi suatu neutron termal, misalnya pada temperatur
300k?
Analisis:
Neutron termal adalah neutron yang energi kinetiknya setara dengan energi termalnya.
Pada temperature T, energi termal neutron sebesar 3/2 dengan tetapan
Boltzan = 1,38 J/K. Karena energi kinetik neutron termal sama dengan energi
termalnya, maka momentum linearnya dapat dihitung dari hubungan /2m=3/2
Ternyata panjang gelombangnya seorde dengan ukuran aperture terkecil teoritik, yaitu
jarak antar bidang atom dalam Kristal. Dengan demikian, neutron termal tersebut
memiliki kemungkinan untuk menunjukkan sifat gelombangnya.
Contoh 3.3
Hitunglah gelombang de Broglie untuk elektron yang memiliki energi kinetik 100 eV.
Massa elektron 9,1 kg.
Analisis
Ternyata panjang gelombangnya lebih dari ukuran apertur terkecil teoretik, yaitu jarak
antar bidang atom kristal. Dengan demikian, elektron yang berenergi 100 eV tersebut
sangat mungkin untuk dapat menunjukkan sifatnya sebagai gelombang.
Elektron dari sebuah filamen panas dipercepat melalui sebuah beda potensial V
dan dipancarkan oleh sebuah senapan elektron S dengan energi kinetik eV. Berkas
elektron ini jatuh tegak lurus pada permukaan kristal tunggal di C. Elektron ini oleh
kristal dihamburkan dan detektor D diatur untuk membaca intensitas hamburan pada
sudut untuk beberapa harga potensial V. Untuk suatu harga potensial tertentu V dapat
juga diamati intensitas hamburan untuk berbagai macam sudut hamburan. Hasil
pengamatan Davisson dan Gremer menunjukkan bahwa pada sudut hamburan = 500
dengan V = 54 volt terdapat intensitas maksimum (Gambar 3.2).
Gambar 3.2. Kiri: Intensitas hamburan sebagai fungsi dari energi kinetik elektron(eV).
Terjadi maksimum pada = 500 dengan energi kinetik 54 Ev.
Menurut Bragg, untuk terjadinya interferensi harus dipenuhi syarat (Gambar 3.3):
3.3
Adanya kesesuaian antara hasil yang diperoleh dari eksperimen dan hasil yang diperoleh
menurut perhitungan de Broglie menunjukkan kebenaran hipotesis de Broglie. Namun
demikian tampak bahwa hasil yang diperoleh melalui eksperimen sedikit lebih rendah
dari perhitungan teoritis. Ini disebabkan karena didalam eksperimen, pembiasan yang
terjadi pada gelombang elektron didalam Kristal diabaikan.
Contoh 3.4
Dalam percobaan Helium, disebabkan atom dengan kecepatan 1,635 x 105 cm/s
diarahkan kepermukaan sebuah Kristal helium fluoride sehingga terjadi difraksi.
Berdasarkan perhitungan eksperimen diperoleh λ= 0,6 x 10-8 cm. Seberapa jauh Kristal
ini sesuai dengan hipotesis de Broglie?
Bila kita memberikan lambang kecepatan gelombang de Broglie itu w, kita boleh
menetapkan rumus untuk menentukan harga w
3.4
w=vλ
3.7
3.8
Karena kecepatan partikel v harus lebih kecil dari kecepatan cahaya c, maka kecepatan
gelombang de Broglie w selalu lebih besar dari c! Supaya kita bisa mengerti hasil yang
tidak terduga ini, kita harus membedakan antara kecepatan fase dan kecepatan kelompok
(group) (kecepatan fase kadang-kadang disebut kecepatan gelombang).
Sejauh ini kita baru membicarakan bentuk gelombang yang layak digunakan
untuk mendeskripsikan gerak suatu partikel material. Kita belum membicarakan apa
yang bergelombang pada gelombang materi tersebut. Untuk menjawab pertanyaan ini,
marilah kita kembali pada pendeskripsian gelombang dan partikel pada radiasi (cahaya).
〈 〉 | | (3.9)
Pada deskripsi partikel (foton) rata rata rapat energi didefenisikan sebagai hasil
kali energi foton (ħ w) dengan cacah rata rata foton tiap satuan volume ( N/V ). Jika rata
rata rapat energi foton ini dilambangkan < wf> maka,
Kita harus menggunakan kata rata rata karena proses pancaran foton dari sumbernya
merupakan proses statistik (acak) sehingga tidak ada cara untuk memastikan berapa
cacah foton yang berada dalam suatu volume pada suatu saat. Dengan demikian, N/V
Pada persamaan (3.10) tersebut dapat diartikan sebagai rapat peluang mendapatkan foton
disuatu titik pada saat tertentu jika kedua rumusan rapat energi diatas disemakan,
diperoleh hubungan
(w ) = e E.E* = ħ (3.11)
Jadi |E (r,t)|2 = E.E sebanding dengan N/V. Dengan kata lain, jika E (r,t)
merupakan gelombang yang diasosiasikan dengan foton maka | E (r,t) |2, yaitu kuadrat
modulus fungsi gelombang bagi foton, menyatakan peluang mendapatkan foton dalam
suatu unsur volume disekitar titik r pada saat. Dengan demikian, melalui telaah rapat
Ψ (r, t) adalah suatu fungsi yang kuadrat modulusnya, │Ψ (r, t)│2, sebanding
dengan rapat peluang ( per satuan volume) untuk mendapatkan partikel di titik r
pada saat t
Menyatakan besarnya peluang pada saat t partikel berada di dalam unsur volume d2r≡dx
dy dz disekitar titik r.
∫ 3.13
Persamaan (3.13) membawa konsekuensi bahwa integral │Ψ (r, t)│2 ke seluruh ruang
harus berhingga. Dengan kata lain, Ψ (r, t) harus merupakan fungsi yang kuadrat
modulusnya dapat diintegralkan dalam arti :
∫ | | ) 3.14
Fungsi-fungsi seperti itu dikatakan bersifat square integrable (SI). Jika N=1, dikatakan
fungsi gelombang tersebut ternormalkan (ternormalisasi).
Uraian tersebut menambah satu lagi sifat yang harus dipenuhi oleh gelombang
materi yang bersifat SI.
ξ(x, t) = | . (3.15)
ξ(x, t) dx = | | . (3.16)
∫ ∫ (3.17)
Contoh 3.5
Analisis
(a) { √
(b) Berdasarkan jawaban (a), ξ (x) paling besar di x =1/4 a dan x = ¾ . Jadi partikel
paling mungkin di x = ¼ a dan di x =3/4 a.
(c) Peluang partikel berada di x 0 adalah nol, sebab menurut hasil (a), untuk x a
maka .
(d) Peluang partikel berada di x a adalah nol, sebab menurut hasil (a), untuk x a
maka .
(e) Fungsi gelombang tersebut telah ternomalkan, sebab;
∫ ∫ ∫
=∫ ∫ ∫
= ∫ ( ) =1
Dengan demikian, untuk menghitung peluang ini kita gunakan persamaan (3. 17)
tanpa perlu membagi dengan integral ke seluruh ruang. Berdasarkan
persamaan (3. 17), peluang partikel berada dalam interval [0,a] adalah
∫ ∫
∫ ∫
∫ ∫
∫ ( )
Kembali ke sifat SI bagi fungsi gelombang. Menurut teori integral Fourier, sebarang
fungsi SI, misalnya f(x), selalu dapat dinyatakan dalam bentuk integral
ikx
f(x) = ∫ dk, (3.19)
√
-ikx
g(k) = ∫ dk (3.20)
√
Berdasarkan teori diatas, maka fungsi gelombang pada t tertentu, misalnya t=0,
yaitu ψ(x,0), juga dapat disajikan dalam ruangan momentum. Jika penyajian dalam
ruangan momentum dilambangkan ̃ (p,0) maka kedua fungsi tersebut harus memenuhi
hubungan:
̃ = ∫ dx. (3.22)
√
Kedua persamaan tadi diperoleh dengan analogi persamaan (3.19) dan (3.20) serta
menggunakan rumusan de Broglie p= ħ k.
Selaras dengan penafsiran Born untuk ψ(x,t), maka penafsiran Born untuk ̃
dirumuskan sebagai berikut.
̃ =|̃ |2 ̃ ̃ . (3.23)
̃ dp =| ̃ |2 ̃ ̃ (3.24)
∫ ̃ dp = ∫ ̃* ̃ (3.25)
sebesar 1, jadi
∫ ̃ = ̃* ̃ =1 (3.26)
Rumusan (3.23) sampai (3.26) didasarkan atas asumsi bahwa fungsi gelombang
̃ ternormalkan. Jika ̃ belum ternormalkan, maka persamaan tersebut harus
dibagi dengan ∫ ̃ .
∫ ̃* ̃ =∫ .
Tinjau sebuah paket gelombang Ψ (x, t) yang bersesuaian dengan sebuah elektron
Ψ2 (x, t) menyatakan kebolehjadian untuk mendapatkan elektron tersebut di X. Oleh
karena itu, posisi yang paling mungkin bagi elektron itu adalah harga x dimana Ψ 2 (x, t)
maksimum.
Untuk suatu waktu tertentu t, paket gelombang dapat dinyatakan dengan integral Fourier
∫ 3.27
Bagian rill ini merupakan superposisi linear dari gelombang-gelombang yang panjang
gelombangnya λ = 2π / k, oleh karena untuk sesuatu harga k, cos (x + 2π) = cos x
-λ (k-ko)
Misalkan g(k) = e 3.28
demikian maka
√ 3.29
| | 3.30
Apabila λ sangat kecil, maka fungsi ini akan memperlihatkan adanya sebuah puncak
yang sangat tajam pada x = 0, dengan lebar ∆X = 2√2 λ, sebab apabila x = +- √2λ,
fungsinya turun sampai 1/e dari harga maksimum. Bila fungsi g(k) dikuadratkan maka
diperoleh sebuah fungsi dengan puncak pada k = ko dengan lebar ∆k = 2/√2λ. Perkalian
antara kedua lebar ini menghasilkan :
√
√ 3.31
Bilangan tetapan 4 pada persamaan 3.31 sebanarnya tidak penting, yang jelas bahwa
∆X.∆K tidak bergantung pada λ. Persamaan ini dapat dinyatakan sebagai
∆X.∆K ≥ 1 3.32
dimana x. k adalah lebar dari dua distribusi. Bilangan 1 tetap berarti sebuahangka
yang sebenarnya bergantung pada fungsi yang ditinjau akan tetapi tidak boleh lebih kecil
x. k ħ ≥ ħ
Hubungan (3.33) tidak lain adalah prinsip Ketidakpastian Heisenberg. Hubungan ini
menjelaskan bahwa apabila kita mencoba menetapkan posisi sebuah karet gelombang
dalam ruang x dengan kecepatan yang tinggi, kita tidak mungkin menetapkan
momentumnya dengan tepat, begitu pula sebliknya. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa percobaan sehubungan dengan prinsip keetidakpastian Heisenberg.
Sebuah elektron dalam sebuah berkas bergerak kearah x positif dengan momentum P x
untuk melihat posisi elektron, digunakan berkas cahaya kearah x negatif. Foton
menumbuk elektron sehingga foton tersebut terhambur masuk kedalam lensa mikroskop.
Daya pisah mikroskop diberikan oleh:
dimana λ menyatakan panjang gelombang foton. Menurut teori kuantum, foton yang
bertumbukan dengan elektron akan dihamburkan. Momentumnya berubah, oleh karena
sebagian diberikan kepada elektron sedemikian sehingga hukum kekekalan momentum
tidak dilanggar. Akan tetapi sudut masuk foton tidak diketahui sehingga ketidakpastian
momentum elektron adalah:
Persamaan (3.36) memenuhi relasi Heisenberg (3.33). Jika kita mencoba mengukur
momentum foton dan tentunya juga elektron demgan teliti, yakni dengan jalan
mengamati arah masuk foton, frekuensi yang di gunakan sebaiknya kecil. Tetapi apabila
cahaya yang digunakan frekuensinya kecil atau panjang gelombangnya panjang, kita
akan mengalami kesulitan dalam menentukan lokasi elektron. Pada persamaan (3.34)
terlihat bahwa makin panjang λ, x makin besar. Supaya x kecil, λ harus pendek,
dengan kata lain foton yang digunakan energinya harus cukup besar. akan tetapi apabila
energi foton besar, impulsnya juga besar, sehingga efek Chompton banyak berpengaruh.
(ρ ρ/m) ( x m/ρ) ≥ ħ
(ρ ρ/m) = v m v = E
( x m/ρ) = x/v = t
Menurut Einstein, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa energi dan waktu
tidak dapat diukur secara sangat teliti dalam tepat waktu yang bersamaan. Bohr
(i) Dalam melakukan penimbangan, seseorang harus membaca penunjuk skala yang
semestinya memiliki ketelitian x. Hal ini akan menimbulkan ketidakpastian
dalam momentum ρ ≥ ħ x.
(ii) Dalam mengukur perubahan massa m, penimbangan memerlukan waktu T.
Waktu yang digunakan cukup lama sehingga impuls yang berkenaan dengan
perubahan massa tersebut, yakni gT m di mana g menyatakan percepatan
gravitasi, lebih besar dari ρ, jadi :
g T ∆m ħ/∆x 3.38
(iii) Berdasarkan prinsip ekivalensi perubahan dalam posisi vertikal ∆x didalam nedan
grativasi menyebabkan terjadinya perubahan dalam waktu, yang diberikan oleh
persamaan :
∆m ∆T/T ħ
Catatan :
∆x ∆p ≥ ½ ħ
Ini berdasarkan kepada asumsi bahwa ∆x dan ∆p merupakan standar deviasi dari
pengurangan x dan p. Dari teori gelombang diketahui bahwa jika σx adalah standar
deviasi pengukuran dan jarak dan σk adalah standar deviasi pengukuran bilangan
σx ∆x dan σk ∆k maka :
∆x.∆k = ½
Contoh 3.5
Kecepatan sebuah peluru yang massanya 60 gram dan kecepatan sebuah elektron yang
massanya 9,1 x kg diukur dan memeberikan hasil yang sama, yakni 350 m/s
dengan suatu ketidakpastian 0,01 %. Berapa besar ketelitian yang dapat diperoleh
dalam penentuan posisi masing-masing apabila pengukuran posisi tersebut dilakukan
secara simultan dengan pengukuran kecepatan yang dimaksud.
= 3,185 x kg m/s
∆p = 3,185 x kg m/s
= 0,33 x m = 0,33 cm
= 0,5 x m
Salah satu asas yang dihasilkan fisika kuantum adalah asas ketakpastian
Heisenberg. Asas ini menyatakan bahwa pengukuran serempak terhadap posisi dan
momentum linear tidak mungkin dapat dilakukan dengan ketelitian mutlak. Ketelitian
terbaik yang mungkin dicapai adalah = ħ/2 dengan berurutan
menyatakan ketakpastian posisi dan ketakpastian momentum linear. Asas ketakpastian
ini biasanya dinyatakan dengan ungkapan .
Pada bagian ini kita akan menelaah munculnya asas tersebut berdasarkan prinsip
penafsiran Bohr tentang fungsi gelombang sebagaimana telah kita bicarakan
sebelumnya. Melalui cara ini kita juga dapat menguji kecocokan (kesesuaian) antara
penafsiran Born dan Asas Ketakpastian Heisenberg.
Dari fungsi rapat peluang posisi, (x), dapat dihitung nilai harap posisi,
dilambangkan <x>, dan variani posisi, dilambangkan , sebagai berikut.
=∫ 3.43
, 3.44
dengan
∫ 3.45
√ , 3.46
√ 3.47
dengan
∫ ̃ 3.48
dan
∫ ̃ 3.49
Contoh 3.6
Dapatkah nilai bagi partikel yang memiliki momentum linear konstan sebesar
Analisis
Partikel tersebut merupakan contoh ideal bagi partikel bebas. Secara klasik, dimana pun
dan kapan pun berada, momentum linearnya selalu sama. Fungsi gelombang yang
cocok untuk menyajikan keadaan partikel tersebut adalah fungsi gelombang bidang
∫
〈 〉
∫
∫
〈 〉
∫
̃ ⁄ ⁄ ⁄
∫ ∫
√ √
Karena fungsi gelombang ̃ (p) berupa “fungsi” delta Dirac maka ̃ juga merupakan
“fungsi” delta Dirac. Akibatnya, berdasarkan sifat delta Dirac, diperoleh <p> = p0dan
<p2> = p0. Dengan demikian diperoleh nilai .
Hasil perhitungan tadi menunjukan bahwa jika momentum partikel dapat ditemukan
secara pasti (ditunjukkan dengan ) maka ketidakpastian posisi partikel menjadi
tak berhongga besar.
Contoh 3.7
Dapatkan nilai bagi osilator harmonis yang memiliki energi sebesar ½ hω.
Analisis
∫
dan
∫
∫ ⁄ ⁄
∫
√ √
⁄
∫ ⁄
̃ ⁄
∫
√
⁄ ⁄
∫
√
⁄
∫ √
̃ | | ⁄( )
⁄
∫ | |
| | ⁄
∫
dan
√ = √
Jika prosedur pada contoh 3.6 tadi diterapkan pada sebarang fungsi Gaussan
maka akan didapatkan nilai , berapa pun nilai tetapan a. Dengan demikian
Contoh 3.8
Analisis
∫
∫
Dan
∫ ( )
∫
√ √
̃ ∫ ∫ ( )
√
integral
∫ √
̃ ∫
̃ ( √ )
√ = √
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
Tinjaulah getaran sebuah kawat halus yang diregang sepanjang sumbu-x dengan
kedua ujungnya dibuat tetap. Misalkan simpangan pada sembarang posisi dan waktu
adalah ψ(x,t ).
Misalkan
( ) ( )
( )
maka:
( )
Akhirnya:
( )
Suatu fungsi gelombang partikel dengan energi tetap berkaitan dengan frekuensi tetap.
Untuk itu ψ(x,t) memenuhi
Mengingat
Dengan
Dalam bahasa matematik, E adalah harga eigen dari operator H dengan fungsi eigen
ψ(x). Persamaan (*) disebut persamaan harga eigen.
Ini disebut persamaan Schrödinger yang bergantung waktu bagi sebuah partikel .
( )
( )
⃑
⃑ ⃑
⃑
Pada suku pertama hanya merupakan fungsi terhadap r, dan pada suku kanan hanya
merupakan fungsi terhadap t. Persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai:
a)
Ψ ⃑
b) ⃑ Ψ ⃑ ⃑
( )
* ⃑ + ⃑ ⃑
⃑ ⃑ **
( )
⃑ ⃑
Untuk kelajuan yang kecil daripada kelajuan cahaya, energi total partikel ialah
jumlah dari energi kinetik p2/2m dan energi potensial V, dengan pada umumnya
merupakan fungsi terhadap kedudukan x dan waktu:
Sehingga: **
Dan ***
( )
∫ ∫| |
Suatu fungsi gelombang partikel harus memiliki kelakuan yang baik, yakni:
3. Secara umum harga rata-rata suatu besaran fisis pada fungsi keadaannya
memenuhi persamaan
∫ ̂
∫
∫ ̂
Andaikan:
∫ ̂ ∑ ∫ ̂
∑ ∫ ∑
Karena harga rata-rata suatu besaran fisis adalah ril maka berlaku
∫ ̂ ∫ ̂
̂ ( )
̂
̂ ( )( )
Secara umum jika Aav adalah harga rata-rata operator ̂ besaran fisis dengan
fungsi gelombang ψ (x,t) maka:
∫ ̂
̂
∫( ̂ ̂ )
Mengingat:
Dan
̂ ̂ ̂̂ ̂̂ [ ̂̂ ̂ ̂] [ ̂ ̂]
Maka
̂
∫ ( [ ̂ ̂ ])
Jadi,
̂
∫
Dengan
̂ ̂
[ ̂ ̂]
̂
Operator turunan dari
̂
Turunan dari A
̂ ̂
̂
Jika operator ̂ selain komut dengan ̂, juga tak bergantung waktu:
Besaran fisis seperti itu disebut tetapan gerak dari partikel (kekal dalam pengertian
klasik).
( )
( )
2. Tinjau suatu persegi tak hingga. Fungsi partikel gelombang partikel yang
terperangkap pada sumur yang memiliki lebar 2a dapat dinyatakan sebagai:
[ ( ) ( ) ( )]
( )
Atau
Latihan
1. Diketahui bahwa:
Buktikan bahwa:
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
5.1 Pendahuluan
2 2
i
t 2 m x2
atau
2 2
E
2 m x2
Perluasan bentuk energi partikel bebas ke dalam ruang tiga dimensi diberikan oleh
E
p2
2m 2m
1
p x2 p y2 p x2
2 2 2 2 2 2
i
t 2 m x2 2m y2 2m z2
2 2 2 2
2
2m x y2 z2
2 2
2m
2
k2
x 2
di mana
2m E
k2
2
Persamaan di atas adalah bentuk persamaan yang telah lazim dikenal ; dengan k2 selalu
positif, maka pemecahannya adalah
2 k 2
E
2m
Karena pemecahan kita tidak memberi batasan pada k, maka energi partikel
diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah fisika kuantum, kita katakan bahwa
energinya tidak terkuantisasi). Perhatikan bahwa Persamaan di atas tidak lain adalah
energi kinetik sebuah partikel dengan momentum p k , atau, setara dengan ini, p =
h/ ; ini tidak lain daripada apa yang kita perkirakan, karena kita telah membentuk
Jika energi total elektron, E< Vo, secara klasik elektron akan terpantul sepenuhnya.
gelombang pantul
gelombang datang
V0
0 x
Karena E < Vo, maka solusi bagi fungsi ψ2(x) merupakan fungsi eksponensial menurun
seperti:
Syarat kontinu:
x=0 x=0
A + B =C
ik(A – B) = -KC
0 x
| | | | | |
Jadi, meskipun mengalami potensial penghalang yang lebih besar dari energinya,
elektron masih mempunyai peluang berada di x > 0.
| |
V0
E
0 a x
Dalam daerah 0 < x < a, karena E < V o: fungsi gelombang sebagai solusi persamaan
Schrodinger adalah
| | | |
| | | |
| | | |
merupakan koefisien pantulan di x = 0 dan adalah koefisien transmisi di x
| | | |
V(r)
Elektron terperangkap dalam daerah –a < x < a, dan sama sekali tak dapat ke luar
daerah itu. Dengan perkata lain peluang elektron berada di x>a dan di x <-a sama dengan
nol. Oleh sebab itu, jikaψ( x ) adalah fungsi gelombangnya, maka
Karena V = 0 dalam daerah –a < x < a, maka persamaan Schrödinger bagi elektron
tersebut adalah:
( )
√
( )
√
| |
| |
| |
( )
Jika energi E < Vo secara klasik elektron tak dapat ke luar daerah itu. Tetapi secara
kuantum, karena potensial itu terhingga elektron masih berpeluang berada diluar daerah
–a < x < a. Syarat batas hanyalah:
V0
E<V0
-a 0 a x
dimana:
Jika energi elektron E < Vo maka ψ(x) merupakan fungsi exponensial yang menurun dan
menuju nol di ⎟x⎟= . Jadi, untuk ⎟x⎟≥ a:
n=0
n=1
n=2
n=3
ka
Terlihat, jumlah tingkat energi sangat bergantung pada harga Voa2; misalnya
untuk Voa2 ≤ (πħ2/4 me) hanya ada satu, dan Voa2 ≤ (π ħ2/2 me) ada dua tingkat energi.
Jelas bahwa meskipun potensial yang dialami elektron itu terhingga, namun
karena E < Vo, energinya tetap diskrit. Keadaan energi yang diskrit itu merupakan ciri
dari partikel yang terikat dalam sumur potensial. Karena potensial itu berhingga, fungsi-
fungsi eigen mempunyai ekor berbentuk eksponensial menurun di luar sumur. Artinya,
elektron masih mempunyai peluang berada di luar sumur. Hal ini tidak mungkin secara
klasik.
a
0 x
E<0
-V0
Solusinya:
Dan
Ka
n=1
n=2
ka
Di mana kn dan Kn diperoleh berdasarkan titik-titik potong dalam gambar. Jadi, energi
elektron diskrit, karena elektron terperangkap dalam sumur potensial.
Untuk Voa2< πħ2/4 me tidak ada titik potong, untuk πħ2/4 me< Voa2< πħ2/2 me hanya ada
satu titik potong, n=1, dan seterusnya.
Dalam mekanika klasik, osilator harmonis sederhana adalah benda yang bergerak
osilasi dengan simpangan kecil dalam pengaruh gaya konservatif:
⃗ ⃗
m adalah massa, dan ω adalah 2πx frekuensi; gerak osilasi berbentuk sinusoida dengan
amplitudo A adalah:
Dengan gaya konservatif tersebut, energi potensial yang dimiliki benda adalah:
∫⃗ ⃗
Energi total sebagai jumlah energi potensial (V) dan energi kinetik (K) diperlihatkan
dalam:
-A 0 A x
( )
Lakukan penyederhanaan: √
Dari
( )
Untuk lebih jelasnya, fungsi-fungsi keadaan diperlihatkan dalam gambar di bawah ini.
Fungsi keadaan
Z
Gambar 5.15 Fungsi-Fungsi Keadaan
√ √
√ √
∫ √ ∫
∫ ∫
( ) ( )
̂ ̂
Misalkan:
̂̂
̂ ( ) ̂ ( ) ̂ ̂ ̂̂
√ √
Karena ̂̂ ( )
Selanjutnya,
̂ ( ) √ ̂ ( ) √
√ √
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
1. suatu elektron dengan muatan listrik e dan massa m, mengelilingi suatu inti
yang bermuatan positif + Ze, karena pengaruh gaya Coulomb, potensial
2. Massa inti atom hidrogen M, dianggap sangat benar terdapat massa elektron m,
sehingga titik pusat massa berimpit dengan posisi inti.
Fungsi potensi
m0
M
y
Operator Hamiltonnya :
* ( ) ( ) +
̂ * ( ) ( ) +
* ( ) ( )
* ( ) ( ) +
( ) * ( ) +
1. Persamaan radial
( )
( ) * +
2. Persamaan Anguler
( )
Dengan
( )
( )
Masing-masing ruas itu harus sama dengan suatu tetapan yang sementara ini dinamakan
v permisahan variabel dan akan menghasilkan dua perangkat persamaan.
2. Persamaan untuk
( ) ( )
TINJAUN ULANG
̂ ⃗ ⃗
( ) ( )
2. Persamaan anguler ( )
3. Persamaan angguler
( ) ( )
Ketiga perangkat persamaan itu tidak independen ,tetapi terkait satu dengan lain
melalui tetapan dan v
Persamaan anguler ( )
Persamaan anguler
( ) ( )
Bentuk ini dikenal dari fisika mtematika ,dengan solusi yang berbentuk : polinon
legendre
| |
| |
| |
Fungsi pembangkit:
| | | |
∑
| | | |
| | | |
1.
√
[ ]
* + * +
( )
M Fungsi anguler
0 0
√
0 √
1
0 √
2 √
0 √
√
3
∫ ∫
1. Ada solusi dapat dipergunakan ditetapkan suatu tetapan baru n ang bernilai:
Dengan sedagkan:
( )
3. Harga energi:
Rumus energi:
Rumus energi termaksud, sebagaimana juga rumus tingkat energi menurut Bohr,
dapat menerapkan dengan jelas harga-harga panjang gelombang yang dipancarkan oleh
atom-atom hidrogen. Oleh karena itu untuk kesesuaian antara pengamatan dan
N
( )
1 0
( )
0 ( )
√
2
( )
1 √
0 ( )
√
( )
3 1 √
( )
√
0 ( )
( )
√
4
( )
√
( )
√
Perlu diperhatikan beberapa hal dibawah ini dalam menggunakan tabel
dalam basis yang berbeda mungkin tidak sama karena harga n yang berlainan
2.
∫ ∫ ∫
Dengan
1. Persamaan Radial:
( ) [ ]
2. Persamaan Anguler
3. Persamaan Anguler
( ) * +
4. Persamaan radial memberikan solusi untuk R(r) yang berguna dalam penelaahan
atom hidrogen apabila dipenuhi pula suatu persyaratan, yaitu adanya suatu
bilangan n yang dapat berharga
( ) ( )
persamaan radial juga memberikan harga energi E dari sistem hidrogen, harga
energi ini ditandai oleh bilangan tetap n:
| |
Ketiga bilangan bulat itu dinamakan bilangan kuantum, yang secara khusus
dibrikan nama sebagai berikut:
bilangan kuantum utama
bilangan kuantum lintas edar, atau bilangan kuantum orbital, atau bilangan
kuantum azimuth
Seperti telah dinyatakan maka setiap keadaan kuantum sistem atom hidrogen
ditandai oleh perangkat bilangan kuantum . Ternyata bahwa untuk atom
hidrogen energi total hanya bergantung dari bilangan kuantum utama n.
Ini berarti bahwa keadaan kuantum yang berbeda, tetapi yang memiliki bilangan
kuantum utama yang sama, memiliki energi total yang sama. Umpamanya, 4
keadaan kuantum yang dinyatakan dengan: (2,0,0), (2,1,1), (2,1,0), (2,1,-1).
Semuanya memiliki energi yang sama besar, yaitu:
Ini dinamakan degenerasi energi, ialah satu harga energi yang memiliki beberapa
eigen function yang berbeda, contoh di atas dapat dipresentasikan
dengan salah satu dari 4 eigen function;
Contoh Soal
1. Buktikan harga rata-rata 1/r untuk elektron 1s dalam atom hidrogen adalah 1/a0.
Jawab.
Fungsi gelombang elektron 1s dari tabel adalah:
√
Karena kita dapatkan harga ekspektasi 1/r ialah:
( ) ∫ ( )| | ∫ ∫ ∫
∫ ∫ ∫
( )
Latihan
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
1. Operator Hamilton
̂ * ( ) ( ) +
Fungsi-Eigen untuk ̂
Eigen Value
( )
Ternyata bahwa ̂ di atas dapat diberi makna yang lebih luas. Perluasan makna
tersebut ternyata memberikan landasan bertolak yang lebih konseptual.
2. Operator Momentum
Sebelum melangkah lebih jauh perlu diperoleh terlebih dahulu bentuk ̂ dan ̂
dalam koordinat bola.
x y z
Px Py Pz
⃗⃗ ⃗( ) ⃗ ⃗⃗
̂ ( )
̂ ( )
̂ ( )
( )
Sedangkan:
̂ [ ]
̂ ̂ ̂ ̂
̂ [ ( )]
Dengan pemisahan variabel persamaan di atas dapat di peroleh persamaan radial dan
persamaan anguler.
Persamaan anguler :
( )
Dengan menggunakan ̂
̂ ̂
Melihat bentuk dari persamaan tersebut, dapatlah dikatakan bahwa bentuknya adalah
suatu eigen value Equation untuk operator , dan Eigen Function dan Eigen
Value
berkaitan dengan r, oleh karena itu operator tersebut tidak menyentuh . Oleh
karena itu:
̂ ̂
Jelas pula bahwa ekspektasi( sama dengan harga eigen value untuk ̂ ̂
̂ [ ]
( )
√ √
Oleh karena itu juga merupakan eigen function dari ̂ dengan dengan harga
eigen value .
Operator ̂ adalah ̂ .
Kedua-duanya mempunyai eigen function yang sama, yaitu seperangkat eigen function
{ } untuk operator Hamilton ̂.
̂
̂
̂
Momentum anguler 〈 〉
Tabel 7.1
7.2 Sistem Atom Hidrogen Sederhana Dalam Medan Magnet Luar Yang Homogen
{ }
Pertautan antara dipole magnet ̅̅̅ momentum anguler ̅ dari elektron yang
mengelilingi inti atom adalah:
̅̅̅ ̅
̅
Untuk mudahnya diambil saja sebagai arah sumbu z positif, arah dari medan induksi
magnetik ̅ . Komponen ̅̅̅ dalam arah z, adalah:
̅̅̅
Dengan:
dinamakan magneton Bohr.
Suatu momen dipol magnetik dengan kekuatan ̅̅̅ yang ditempatkan dalam medan
magnet berkekuatan ̅ akan memiliki energi potensial;
̅̅̅ ̅ ̅.
Dalam ini .
̂ ̂ ̂
〈 ‖̂ ‖ 〉 ⟨ | ̂| ⟩ ⟨ |̂ | ⟩
〈 〉 ⟨ | ⟩ ⟨ | | ⟩
〈 〉
〈 〉
Atau
Ternyata bahwa:
n E n (eV)
Seperti diketahui, maka semua tingkat energi dengan n yang sama, meskipun
-nya yang berlainan, berimpit. Umpamanya tingat dengan n = 4,
mempunyai:
Contoh Soal
Jawab.
3p 3p
2S
2S
B = 10 tesla
a.
b. Frekuensi
c.
Jawab.
a. Momentum angulernya
〈 〉 √ √ √
b. Komponen Z momentum anguler
〈 〉
c. Energi pada sistem tersebut
Latihan
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
⃑ ⃑
Apabila hal ini diterima maka untuk elektron dalam atom hidrogen
diperlukan 4 bilangan kuantum yang menyatakan keadaan kuantum elektron
tersebut, yaitu:
⃑ ⃑
〈 〉 √
Demikian pula komponen Z dari ̅:
〈 〉
apabila
Operator ̂ dan ̂ hanya bekerja pada dan , dan tidak ada fungsi dari
koordinat demikian operator difrensial tidak bekerja terhadap .
Dalam skets di bawah ini analog dengan kuantisasi arah momentum anguler
dicantumkan suatu model tentang spin ⃑dan komponennya dalam arah Z.
Oleh karena itu representasi model atom hidrogen dimana juga spin elektron turut
diperhitungkan adalah:
̂| 〉 | 〉
̂ | 〉 | 〉
̂ | 〉 | 〉
̂| 〉 | 〉
⟨ | ⟩
Atau
⟨ | ⟩
⟨ | ⟩
⟨ | ⟩ ⟨ | ⟩
8.3 Model Atom Hidrogen dengan Spin Dalam Medan Magnet Luar
⃑ ⃑ ⃑
̅ ( ⃗⃑ ⃑)
Diketahui , maka:
⃑ ( ⃗⃑ ⃑)
⃑ ⃗⃑
̂ (̂ ̂ )
E n (eV)
n=5
n=4
-0,85 (2)
4s 4p 4p
n=3
n=2
n=1
(2)
-13,6 1s
Dalam model yang dianut tidak ada pertautan antara ⃗⃑, ⃑, masing-
masing terkuantisasi sendiri secara tidak berantungan satu dengan lainnya.
Jadi dua medan induksi magnetik B, masing-masing terkuantisasi dalam
ruang secara tersendiri, dan juga melakukan gerak presesinya masing-masing
mengelilingi sumbu Z yang sama.
⃗⃑ √
√
⃗⃑
⃑ ⃑ ⃗⃑ ⃗⃑ ⃗⃑
⃗⃑ ⃗⃑
⃑ ⃑ ⃗⃑ ⃑ ⃗⃑
⃗⃑ ⃗⃑
( )
√
b. Perubahan energi total elektron
⃗⃑
Sedangkan dapat berharga +1/2, -1/2 ini berarti bahwa setiap keadaan yang
ditandai oleh bilangan kuantum utama n, mempunyai tingkat degenerasi 2n 2.
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
6. Menjelaskan sistem atom hidrogen dengan pertautan (⃗⃑ ⃗⃑) dalam medan ⃗⃗⃑
9.1 Pendahuluan
1. Pada model yang paling sederhana, dengan satu elektron yang berputar
dalam ruang mengelilingi inti yang bermuatan +Ze.
2. Model yang sama seperti bagian (1), tetapi dimana perhatian terutama
ditujukan kepada interpretasi tentang beberapa hal yang berkaitan
dengan bentuk matematika persamaan Schrodinger.
3. Model yang lebih disempurnakan, dimana diperhitungkan gerak -gasing
(spin) elektron.
Dalam pembahasan pada bab ini, akan dikemukakan model yang lebih
disempurnakan lagi, yaitu dimana turut diperhitungkan juga kaitan yang ada
antara gerak-gasing elektron dan gerak elektron tersebut mengelilingi inti
atom +Ze (gerak orbital).
Bila antara ⃗⃑ ⃑ tidak ada interaksi, maka dalam ruang bebas (tanpa
medan gaya luar), tak ada momen gaya yang bekerja, baik pada ⃗⃑, maupun
pada ⃑. Dalam keadaan ini tak terjadi kuantisasi ruang, baik bagi ⃗⃑, maupun
bagi ⃑. Penelaahan seksama sesungguhnya menunjukkan adanya interaksi
⃑
⃗⃑
⃑ -e ⃗⃑
-e
Dari sketsa gerak inti dapat diekivalenkan dengan suatu arus listrik
melingkar dengan rapat arus:
⃑ ⃗⃑
⃑ ⃑ ⃗⃑ ⃑
⃗⃑ ⃗⃑
Tetapi dari teori medan di ketahui pula bahwa kuat medan di tempat elektron
oleh muatan inti Ze adalah:
⃑ ⃑ ⃗⃑ ⃑
⃗⃑ ⃗⃑
(7-3)
⃑
⃗⃑ ⃗⃑
⃑
⃑
⃗⃑ ⃗⃑x ⃑)
⃗⃑ * + ⃗⃑
⃑ ⃗⃑ ⃑ ⃗⃑ ⃗⃗⃑ ⃗⃑
⃑ ⃗⃑ * + ( ⃑ ⃗⃑)
dalam bab Sebelumnya. Apabila ikatan ⃗⃑ dan ⃑ kuat, maka ⃗⃑ dan ⃑ masing-
masing berinteraksi langsung dengan medan magnet luar. Dengan ikatan kuat
⃑ ⃗⃑ ⃑
⃑ ⃗⃑ ⃑
〈 〉
〈 〉
Dengan harga ,
Untuk mengetahui hubungan harga j dan harga dan s, kita tambahkan 2 anguler
Momentum ⃑ dan ⃑ menjadi:
⃑ ⃑ ⃑
〈 〉 j
〈 〉 (
⃑ mungkin
Mempunyai harga:
j ( ) ( )
Contoh Soal
√ √
〈 〉 〈 〉
j 5/2 j
〈 〉 ( )( ) 〈 〉 ( )( )
〈 〉 , , , 〈 〉 , ,
Apabila pertautan kuat maka yang berperan adalah ⃑ dan bukan ⃑ lagi.
Jadi representasi dengan perangkat bilangan kuantum (n,m, , ) tidak
dapat dipergunakan lagi.
Katakanlah bahwa fungsi eigen yang belum diketahui itu dinyatakan dengan | 〉.
Dalam terori kuantum diperoleh bahwa fungsi tersebut dapat dibentuk{| 〉 } dan
̂| 〉 | 〉
̂ | 〉 | 〉
̂ | 〉 | 〉.
Jadi jelas merupakan persoalan nilai eigen untuk ̂, ̂ ̂ , dengan fungsi eigen
|| 〉 dan nilai eigen seperti di atas.
magnet homogen dengan induksi magnetik ⃗⃑, energi total atom hidrogen menjadi
〈 〉 ⟨ |̂ | ⟩
〈 〉 ⟨ | ̂| ⟩ ⟨ | ̂| ⟩
〈 〉 ⟨ | ̂| ⟩
〈 〉
⟨ | ̂| ⟩
⃗⃑ ⃗⃑ ⃗⃑ ⃗⃑ ⃑ ⃗⃑ ⃑ ⃑
⃗⃑ ⃑
( ⃗⃑ ⃑)
( ⃗⃑ ⃑) | 〉 [ ]| 〉
Diperoleh bahwa: ⟨ |( ⃗⃑ ⃑) | ⟩ * +
〈 〉 [ ]〈 〉
Dengan:
〈 〉 ⟨ | | ⟩
〈 〉 [ ]
Apabila:
a. J ,maka * +
b. J * +
Sehingga diperoleh:
a. J
b. J
3p3/2 3d5/2
(4 (6
) )
(2 3S1/2
) 3p1/2
n=3 (2 3d3/2
) (4
)
2p3/2
(4
)
n=2 (2 2S1/2
)
2p1/2
(2
)
1S1/2
n=1 (2
)
| |
( )
9.7 Sistem Atom Hidrogen dengan Pertautan (⃗⃑ ⃗⃑) dalam Medan ⃗⃗⃑
⃑ ⃗⃑
⃑ ⃑
⃑ ⃑
[⃑ (⃑ ⃑ )⃑
⃑ ⃑
⃑ ( )⃑
| ⃑⃑|
Bilangan kuantum dalam sistem hanyalah (n, ). Oleh karena itu dalam
⃑ ⃑ ⃑atau ⃗⃑ ⃑ ⃑,
⃑ ⃑
⃑ ⃑ , atau
⃑ * +⃑
|⃗⃑|
⃑ ⃗⃑
〈 〉 ⟨ | | ⟩
Maka diperoleh:
〈 〉 ( )
g * +
1. Spin-up; :j * +
〈 〉 [ ]
2. Spin-down ; j ;g * +
〈 〉 [ ]
Tabel 9.2 Sketsa Tingkat Energi Untuk Sistem Atom Hidrogen Dalam
Medan ⃗⃑ Luar. Sistem Bilangan Kuantum (
4S1/2 4p1/2
n=4
(2)
4d3/2 4f5/2
3p3/2 3d5/2
n=3
3p1/2
3S1/2
n=2
(2)
3d3/2
2p3/2
2S1/2
n=1 1/2
(2) 2p
1S1/2
(2)
S2
L2 S2 S2
L2 L2 S
L L
S1
L1
L1 L1
(a) (b)
a. | | √ √ √
b. dan c.
LZ
( )
| |
0 (4,3,0) 0 90
+1 (4,3,1) 45
0 (4,3,0) 0 90
-1 (4,3,-1) - 45
2 (4,3,2) 2 35
+1 (4,3,1) 60
0 (4,3,0) 0 90
-1 (4,3,-1) - 114
-2 (4,3,-2) -2 30
+3 (4,3,3) 3 26
+2 (4,3,2) 2 55
+1 (4,3,1) 73
0 (4,3,0) 0 90
-1 (4,3,-1) - 107
-2 (4,3,-2) -2 125
-3 (4,3,-3) -3 150
Latihan
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
10.1 Pendahuluan
Bab ini khusus mempelajari sifat-sifat operator mekanika kuantum dan hubungan
dengan operator-operator dengan beberapa kaedah penting. Kesimpulan tentang perilaku
suatu sistem mekanika kuantum seringkali dapat ditarik melalui hubungan dan sifat-sifat
operatornya tanpa harus memecahkan persamaan diferensial parsial yang berkaitan
dengan sistem itu. Itulaah pula alasan mengapa perlu disajikan satu Bab khusus untuk
keperluan ini
Apakah operator liner itu? Secara umum batasan operator linier bilamana
kerjanya terhadap suatu kombinasi linier dua fungsi dalam ruang fungsi diberikan oleh:
Aop
1 1 2 2 1 Aop 1 2 Aop 2
(10.1)
Khusunya tentang butir c di atas dapat dinyatakan disini bahwa tidak selamanya
Aop Bop = Bop Aop.
Apakah ada syarat yang harus dipenuhi oleh suatu operator mekanika kuantum?.
Karena operator linier Aop ber-kaitan dengan variabel dinamika A, maka tentunya
diinginkan agar harga ekspektasi A yang diperoleh dengan memper-gunakan operator
A op
A (10.2)
yakni:
*
A = A (10.3)
A A
*
(10.4)
*
*
Arti daripada Aop Aop adalah
* *
Aop Aop d Aop d Aop d Aop
* * * * *
Jadi syarat yang harus dipenuhi oleh suatu operator mekanika kuantum adalah
bahwa:
dengan adalah tetapan yang mungkin kompleks, oleh karena itu dipresentasikan saja
sebagai
Jadi :
Atau
*
Aop Aop dan
*
Aop Aop (10.7)
dan A A atau A A
2 2 2 2
apabila dijabarkan maka diperoleh
bahwa:
A A2 A
2 2
(10.8)
A op
2
A 2
2
A op
2
A
2
Aop
2
Aop
Aop (10.9)
Aop = a (10.10)
Persamaan (10.10) adalah suatu persamaan nilai eigen untuk operator A op,
dimana merupakan fungsi eigen operator itu dengan nilai eigen a.
Jadi kita sampai pada suatu kesimpulkan yang sangat penting, yakni besaran
dinamik A memiliki harga yang pasti (kebolehjadian =1) tertentu, sistem fisiknya
dipresentasikan oleh fungsi eigen adari operator hermit Aop. Harga yang dimiliki A
untuk keadaan yang dinyatakan dengan a itu adalah a: Aop = a .
Kesimpulan tersebut di atas sangat penting. Hal ini antara lain dapat dilihat dari
operator Hamilto Hop yang menya-takan energi total dari suatu sistem. Untuk kasus
sistem kon-servatif, seperti umpamanya sistem atom hidrogen, kita mengandaikan bahwa
energi total sistem memiliki harga ter-tentu E apabila sistem berada dalam keadaan
stationer.
1
p k dengan k 2mo E 2 .
Teorema I :
Operator Hamilton untuk parikel tunggal dalam medan potensial V(r) adalah operator
Hermit.
Bukti:
V(r) adalah operator perkalian saja, oleh karena itu bersifat Hermit.
Contoh 10.2.
Penyelesaian:
* * 2 *
* * * 2
*
* d 2 * *2d
* d * * ds
*
Integral ini sama dengan nol, karena baik maupun berharga nol di kedudukan
tek-berhingga. Jadi dapat dinyatakan sebagai.
*2d 0
2 *
Atau
d d
* 2 2 *
Oleh karena :
Teorema II:
Bukti:
* * *
x
x x
Intregral memberikan:
* * *
x d x d x d
Perhatikan ruas pertama
x dxdydz dydz
x
* *
0
x
*
d d
*
x x
Perkalikan dengan i :
*
i d i d
*
x x
Karena ini berlaku juga untuk koordinat y, maupun z, maka persamaan tersebut dapat
diluaskan menjadi:
i
*
*
d i d
Contoh 10.3.
Apakah operator L2op adalah operator Hermit?.
Penyelesaian
Oleh karena pxop , p yop , dan Pzop operator Hermit dan xop , yop , zop selain operator juga
riel, maka operator momentum Lxop , Lyop , Lzop operator Hermit, maka L2op juga operator
Hermit.
Teorema III:
Andaikanlah bahwa himpunan i merupakan fungsi eigen dari suatu operator A op
dengan nilai eigen yang berlainan ai maka i merupakan fungsi ortogonal
Bukti:
Pandanglah dua fungsi eigen k dan . Karena Aop operator Hermit, maka:
Tetapi juga:
k Aop a k
Aopk k Aop
ak k a k (10.11)
ak a k 0
Hubungan di atas benar, apabila k 0 untuk setiap kasus dimana indeks k dan
tidak sama. (ingat bahwa ak a . Jadi i merupakan himpunan fungsi yang
ortogonal.
Teorema IV:
Apabila fungsi gelombang suatu sistem mekanika kuantum secara simultan merupakan
fungsi eigen dari operator Aop dan operator Bop, maka baik A maupun B secara
Bukti:
Aopi aii
dan
Bopi bii
Darimana diperoleh:
B i Bopi bi
sehingga i i 1 ).
Teorema V:
Apabila dua operator Aop dan Bop mempunyai perangkat fungsi eigen yang sama maka:
Bukti:
Karena i 0, maka Aop Bop Bop Aop . Diktehui bahwa Aop dan Bop berkomutasi.
Aop Bop Bop Aop , berarti bahwa Aop Bop Bop Aop 0. Aop dan Bopberkomutasi, berarti
Aop , Bop 0.
Teorema VI:
Apabila Aop dan Bop berkomutasi, maka fungsi eigen kedua operator tersebut adalah
perangkat yang sama.
Bukti:
Aopi aii
Jadi:
Atau
Dengan demikian karena ai adalah nilai eigen Aop untuk fungsi eigen i, maka:
Apabila Aop dan Bop berkumutasi, maka harga nilai ekspektasi A dan B dapat
Bukti:
Menurut teorema VI karena Aop dan Bop berkomutasi maka kedua operator itu
mempunyai perangkat fungsi eigen yang sama i .
Aopi a ii
Bopi bii
A i Aopi ai i i (10.16)
B i Bopi bi i i
Hermit. Bataskan : Dop Aop , Bop . Andaikanlah bahwa dan merupakan fungsi
Dop mempunyai sifat yang lain, operator yang memiliki sifat seperti ini dinamakan
operator anti-Hermit (karena ada perubahan tanda aljabar pada saat dibuat kompleks
konjugatenya). Hal ini sangat berguna untuk menentukan prinspi ketidakpastian.
Teorema VIII:
Komutator dua buah operator Hermit, Aop dan Bop, adalah anti-Hermit. Bila [Aop,Bop]
ingin ditulis sebagai operator Hermit Cop, maka haruslah dibataskan sebagai:
Bukti:
iCop iCop
Atau
i Cop i Cop
Atau
Cop Cop
Penyelesaian:
Perhatikan sifat operator Fop Aop i Bop dengan Aop dan Bop operator Hermit. Jelas
bahwa apabila merupakan fungsi dari ruang fungsi dimana baik Aop dan Bop
beroperasi:
2
Fop Fop Fop d 0
A2 2 B2 C 0
Pertidaksamaan ini berlaku untuk semua . Ruas kiri mem-punyai harga terkecil
apabila:
C
; diangga B2 0 , dimana
2 B2
Atau
2
C
A2
B 2
4
1 2
Sehingga secara umum apabila [Aop,Bop]=iCop, maka : A2 B2 C
4
Contoh 10.5
Apakah yang dapat disimpulkan suatu hubungan antara A ; B ; dan C , apabila
[Aop,Bop]=iCop.
Penyelesaian:
A
1
A A A , dengan A=
2 2
B
1
B B B , dengan B=
2 2
Oleh karena:
Sehingga:
1
A B C
2
Contoh 10.6.
Tunjukkan bahwa pernyataan tersebut di atas dapat diterapkan untuk menentukan
hubungan :
x px
2
Penyelesaian:
Operator : pxop i ; operator x op x , sehingga:
x
x op pxop pxop xop i x x i x x i
x x x x
Jadi :
xop , pxop i
1
Dengan menerapkan persamaan A B C , maka diperoleh: x px .
2 2
Contoh 10.7
Jika diketahui dan L z Tunjukkan bahwa dengan menerapkan persamaan
1
A B C , maka diperoleh:
2
Lz
2
Penyelesaian:
Lzop i dimana : op . Sehingga :
= i 1 i
memiliki fungsi eigen yang sama. Oleh karena itu operator-operator termaksud saling
berkomutasi:
Dalam hal ini berlaku hubungan-hubungan antara Lxop; Lyop; dan Lzop sebagai berikut.
Diketahui bahwa:
d d *
i H op dan -i H op * dengan Hop adalah operator
dt dt
Hamilton. Sehingga diperoleh:
d
dt
Q
i
1
H op Qop Qop H op
Karena Hop merupakan operator Hermit, maka berlaku:
Darimana diperoleh:
d
dt
Q
i
1
Qop H op Qop H op
=
i
1
Qop , H op
Jadi perubahan ekspektasi terhadap waktu adalah :
d
dt
Q
i
1
Qop , H op (10.22)
d
Apabila Qop berkomutasi dengan Hop maka jelaslah bahwa Q 0, Q tidak
dt
berubah dengan waktu.
Teorema IX:
Harga ekspektasi suatu operator yang berkomutasi dengan operator Hamilton suatu
sistem mekanika kuantum, tidak berubah dengan waktu.
H op H1op H 2op
H op E
Sedangkan dan merupakan fungsi eigen, masing-masing dari H1op dan H2op :
H 2op E2
sehingga berlaku :
dan E = E1 + E2
Karena merupakan fungsi eigen baik untuk H op ; H1op , dan H2op maka berlaku:
Maka berkomutasi H1op , H 2op dengan Hop, memberikan bahwa H1 dan H 2 tidak
dengan waktu.
10.8 Paritas
Perhatikan persamaan Schrodinger bebas waktu untuk partikel tunggal dalam
potensial V (r ) :
Dengan melakukan inversi (refleksi terhadap titik asal koordinat (0,0,0)), maka
persamaan di atas menjadi:
2
2 V (r ) (r ) E (r ) (10.24)
2mo
( r ) ( r )
(r ) (r ) 2
Dari sini diperoleh bahwa apabila potensial V (r ) setangkup terhadap (0,0,0) maka
fungsi eigen ( r ) memiliki paritas tertentu, dapat berparitas ganjil, artinya :
(r ) (r ) (10.26)
(r ) (r ) (10.27)
Disini dianggap bahwa keadaan tidak degerate. Untuk membedakan antara dua paritas
tersebut, maka fungsi diberi indeks, untuk :
Pop (r ) (r )
Pop (r ) (r ) (10.29)
Contoh 10.8.
d
Tunjukkan bahwa paritas tidak berubah dengan waktu, yakni P 0.
dt
Penyelesaian:
d
Darimana diperoleh bahwa: Pop , H op 0 sehingga P 0
dt
A. Pemahaman Konsep
1. Menurut pendapat kamu, apa yang dimaksud dengan komut dua buah operator?
2. Menurut pendapat kamu, apa yang dimaksud dengan paritas?
3. Menurut pendapat kamu, apa yang dimaksud dengan hukum ketidak pastian?
4. Menurut pendapat kamu, apa yang dimaksud dengan nilai-nilai eigen yang
berdegenerasi 2.
B. Penerapan Konsep
ˆ ˆ ˆ adalah tiga operator riel. Tunjukkan bahwa:
1. Jika A,B,danC
ˆ ˆ ˆ A,C
a. A+B,C ˆ ˆ B,C
ˆ ˆ
ˆ ˆ ˆA
b. AB,C ˆ B,C
ˆ ˆ A,C
ˆ ˆ Bˆ
ˆ dan B
2. Jika A ˆ keduanya Hermitian, tunjukkan bahwa AB
ˆ ˆ adalah Hermitian jika
ˆ ˆ0
A,B
3. Diberikan operator xˆ dan pˆ yang fungsi-fungsinya di dalam ruang Hilber dan sesuai
menyatakan
pˆ i f ( x)
x
Ex px
2m
5. ˆ ˆ dan C
Andaikan tiga operator yang terukur, A,B ˆ , jika diketahui bahwa:
ˆ ˆA
B,C ˆ dan A,C
ˆ ˆ Bˆ
Tunjukkan bahwa:
1 2
( AB)C A B2
2
dg
6. Apabila g(x) adalah fungsi terhadap x, tunjukkan bahwa : pˆ x , g i
dx
7. Jika g(x) dan f(x) adalah fungsi-fungsi analitik, tunjukkan bahwa:
g ( Aˆ ) f ( ) g (a) f ( ) dimana  a
Setelah mempelajari buku ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat:
11.1 Pendahuluan
Pada bab sebelumnya kita telah berkenalan dengan berbagai persoalan di mana
fungsi eigen dan nilai eigen dari beberapa operator. Salah satu bentuk khusus yaitu solusi
nilai eigen energi pada persamaan Schrödinger bebas waktu (keadaan tunak) yang
dinyatakan dengan :
En m = Hm
Dalam bab ini kita akan membahas efek pada energi Em dan pada fungsi eigen m
dengan gangguan kecil (small perturbations) Hamiltonian H. Beberapa gangguan kecil
ang dimaksud umumnya diakibatkan oleh keberadaan medan listrik dan medan magnetik
atau dari interaksi dengan partikel-partikel lain. Jika solusi eksak dari persamaan
Schrödinger tidak memungkinkan, metode perturbasi yang akan dibahas berikut ini
adalah metode praktis dalam mekanika kuantum.
H m = Em m (11.1)
Jika H>>H’, kita dapat menggunakan teknik perturbasi dan menentukan pernyataan
untuk perturbasi dari m dan Em ke beberapa orde.
(H + H‟) = W (11.2)
0 1 2 2 .....
W W0 W1 2 W2 ..... (11.3)
H H ' 0 1 2 2 .....
W 0
W1 2 W2 ..... 0 1 2 2 .....
Samakan koefisien untuk 0, 1, dan 2 pada kedua sisi persamaan terakhir, memberikan
H 0 W0 0
H 1 H ' 0 W0 1 W1 0
(11.4a)
H 2 H ' 1 W0 2 W1 1 W2 2
secara berurut. Perbandingan bagian pertama dari persamaan (11.4a) dengan persamaan
(11.1) menunjukkan solusi orde ke nol sebagai
W0 = Em (11.4b)
di mana n dan En adalah fungsi eigen dan nilai eigen pada keadaan perturbasi.
Berikutnya kita ekspansi 1 dalam bentuk n sebagai
1 an1 n (11.5)
n
a E
n
n
1
n n H ' m Em a
n
n
1
n W1 m
memberikan
Ek ak1 H km
'
Em ak1 W1 km (11.6)
'
ak1
H km
k m (11.7)
Em Ek
W1 H mm
'
(11.8)
Tinjau kembali persamaan (11.3) dan (11.4a), W1 adalah koreksi orde pertama terhadap
energi Em. Kita masih perlu untuk mengevaluasi am(1) . Ini dilakukan dengan syarat bahwa
*
m n an1 n m a
s
s
1
s dv
solusi yang mungkin. Fungsi eigen dan nilai eigenperturbasi orde pertama selanjutnya
diberikan sebagai
'
H km
m
k m Em Ek
k (11.10a)
W Em H mm
'
(11.10b)
2 an2 n
n
Ekspansi ini selanjutnya digunakan pada bagian ketiga dari persamaan (11.4a)
a E
n
n
2
n n H ' an1 n an2 Em n W1 1 W2 m
n n
mengintegrasinya, menghasilkan
ak( 2) Ek an(1) H kn
'
ak( 2) Em W1 ak(1) W2 mk (11.11)
n
Untuk k = m, menghasilkan
W2 an(1) H mn
'
W1 am(1)
n
a
nm
(1)
n
'
H mn a m(1) H mm
'
W1 a m(1)
Dengan menggunakan persamaan (11.7) untuk a n(1) dan persamaan (11.8) untuk W1,
akan diperoleh
Kembali ke persamaan (11.11) untuk kasus km, dengan menggunakan persamaan (11.7)
dan (11.8), dan hasil am(1) 0 , memberikan
H kn' H nm
' '
H mm '
H km
ak( 2)
k m
nm
Em En Em Ek Em Ek 2
m an(1) n 2 an( 2) n *
n n
m as(1) s 2 as( 2) s dv 1
s s
2
am( 2) 12 an(1)
n
' 2
H mn
12 E
nm En
2
(11.13)
m
Akhirnya, untuk 1 dan menuliskan fungsi eigen dan energi pada orde kedua,
memberikan
'
H km
m
k m Em Ek
k
' 2
H km
H kn' H mn
' '
H mm '
H km
k m
n m Em En Em Ek Em Ek 2
k
2 E m E k
2
m
(11.14)
Jelas bahwa koreksi orde kedua cenderung untuk meningkatkan energi separasi |Em – En|.
Kenyataan ini terkadang dinyatakan dalam fisika khusus sebagai “tingkat energi yang
saling bertolakan” (Energi Levels Repel Each Other).
Telah ditunjukkan sebelumnya bahwa jika Hamiltonian dari suatu system tidak
bergantung waktu, solusi umum dari persamaan Schrodinger
x, t
H x, t ) i (11.16)
t
berbentuk
x, t an n x e i E n t/
(11.17)
n
di mana koefisien an adalah konstanta dan H n = Enn. Jika system diperoleh pada suatu
waktu yang sama, katakanlah t = 0, maka nilai energi Em yang diperoleh
am = 1
(nm)
an = 0 (11.18)
H t H H ' t (11.19)
Fungsi gelombang baru yang merupakan solusi dari persamaan Schrodinger dapat ditulis
dalam bentuk
Pada suatu waktu tertentu t, dengan menggunakan sifat saling melengkapi, ekspansi (x,
t) dalam bentuk n :
x, t an (t ) n x e i E
n t/
(11.21)
n
Pada keadaan Hamiltonian bergantung pada waktu, koefisien an, tidak seperti pada
persamaan (11.17), sekarang sebagai fungsi dari pada waktu. Kebergantungan pada
waktu ini merupakan suatu hal yang sangat fundamental.
Asumsikan bahwa suatu pengukuran dari energi Em yang tidak terusik pada suatu waktu t
= 0, diperoleh
am (0) = 1
(nm)
an (0) = 0 (11.22)
i En i En t /
n a n e ak e i En t /
n
a H H '
i
n n e i En t /
n
H kn' t e i kn t
i
a k
a
n
n (11.23)
Ek E n
kn
Sampai pada bagian ini analisis yang dilakukan cukup eksak, dan penyelesaian
persamaan (11.23) ekivalen dengan solusi persamaan Schrodinger. Dengan penalaran
yang sama seperti yang digunakan pada bagian 11.1, telah diperkenalkan parameter
dengan adanya perturbasi sebagai H‟ sehingga Hamiltonian menjadi
H + H‟(t)
a k( 0) a k(1) 2 a k( 2) .......
a
i
( 0)
n an(1) 2 an( 2) ..... H kn' e i kn t
n
a k( 0) 0
H kn' t e i kn t
i
a k(1)
a n
(0)
n
H kn' t e i kn t
i
a k( 2)
a n
(1)
n
H kn' t e i kn t
i
a k( s )
a
n
( s 1)
n
Solusi persamaan orde ke nol adalah ak( 0) = konstan. ak( 0) selanjutnya disebut
am(0) 1
an( 0) 0 (nm)
sehingga pada t = 0 sistem diketahui dengan kepastian mengisi suatu keadaan dengan
energi Em. Bagian kedua dari persamaan (11.24) direduksi menjadi
i
a k(1) '
H km e i km t (11.25)
2
a k(1) (t ) adalah probabilitas pada orde pertama dari system yang diperoleh pada waktu t
Pemecahan H‟ (t) ke dalam dua bagian dilakukan sedemikian rupa agar bersifat Hermit.
Hasil substitusi H‟ (t) ke dalam (11.25) dan dengan melakukan integrasi adalah
t i '
i t'
a k(1) (t ) H km (t ' ) e km dt
0
sin 2 12 km t
' 2
(1) 2
4 H km
a (11.27)
k
2 km 2
Untuk lebih jelasnya, akan dihitung probabilitas transisi dari m ke suatu grup
keadaan di sekitar keadaan k, di mana Ek>Em. Diberikan kerapatan keadaan akhir per
satuan km adalah (km). Jika km, digunakan tanda ( - ) dalam persamaan (11.27)
dan diperoleh
sin 2 12 km t
km d km
1
(1) 2 2
a 2 H '
(11.28)
k
km
12 km 2
' 2
Jika H km bukanlah suatu fungsi kuat pada keadaan akhir k, kita dapat
meletakkannya di luar tandan integral. Integral sisa kemudian menghasilkan dua fungsi :
sin 2 12 km t
(1) g km , t dan (2) (km )
12 km 2
Plot grafik fungsi-fungsi ini dapat dilihat pada gambar 11.1, dengan variabel
bebas adalah km.
(km)
2 km
t
Gambar 11.1. Kerapatan fungsi keadaan akhir
sin 2 12 km t
g km , t (11.29)
12 km 2
bernilai cukup besar, sekitar 2/ t dan dapat dibuat lebih kecil dengan meningkatkan
waktu pengamatan t. Daerah di bawah fungsi ini adalah
sin 2 12 km t
12 km 2
d km 2 t (11.30)
Pada kasus ketika t cukup besar, sehingga 2/ t, yaitu lebar g (km, t), jauh lebih
kecil dari pada , yaitu lebar (km). Integral persamaan (11.28) menjadi
sin 2 12 km t
km
2 1 2
ak(1) (t ) '
H km d km
2
12 km 2
2
'
H km 2
km t (11.31)
2
2 ' 2
H km E Em (11.32)
di mana (E) kerapatan keadaan akhir yang dinyatakan sebagai suatu fungsi energi
E . Tanda minus digunakan ketika Ek<Em.
d (1) 2
Wm k ak (t )
dt
2 ' 2
H km Ek Em (11.33)
persamaan (11.33), nyata bahwa untuk suatu rentang waktu t yang cukup panjang,
xt
sin 2
2 2 t ( x)
2
x
2
H‟ (t) = 0 (t 0)
Situasi ini dapat dianggap sebagai suatu kasus terbatas dari perturbasi harmonik yang
telah dibahas pada bagian sebelumnya dengan 0.
(system awalnya berada dalam keadaan m) dan meninjau kembali ke persamaan (11.32),
manghasilkan
2 ' 2
Wm k H km Em Ek
H km vm vk
1 ' 2
(11.35)
Bentuk Wm k sama seperti pada persamaan (11.33). Perbedaan yang paling penting ada
pada fungsi delta yang merupakan suatu keadaan awal (m) dan suatu keadaan akhir dari
energi yang sama. Perlu ditekankan bahwa penggunaan persamaan (11.35), sebagaimana
persamaan (11.33), terhadap kasus di mana keadaan tunggal k adalah bagian dari suatu
continuum. Laju transisi total dari m ditentukan oleh penjumlahan Wm k semua
keadaan akhir.
ak(1) t 2
<< 1; Kondisi kedua ini dapat diuraikan menggunakan persamaan (11.27)
sebagai
'
H km 1
(11.36)
t
Makna fisis dari pernyataan ini bahwa hasildari teori perturbasi orde pertama hanya valid
untuk waktu yang cukup singkat sehingga probabilitas untuk transisi keluar dari keadaan
awal m sangat kecil dari pada 1. Kombinasi kedua kondisi ini menghasilkan
Latihan
1. Mangacu pada persamaan (11.27) atau gambar 11.1, suatu transisi dapat terjadi pada
sebuah medan listrik yang berosilasi pada frekuensi radian antara dua keadaan k
dan m di mana Ek – Em = + . Ketidaksesuaian energi dapat menjadi lebih besar
~ 2 / t di mana t adalah waktu pengamatan.
Apakah hasil ini melanggar hukum kekekalan energi ? Apakah konsisten dengan
prinsip ketidakpastian dalam hubungannya dengan pengukuran waktu dan energi ?
Ey = E0sint
Apa hubungan penting atara n’, l’, m’ dan n, l, m untuk transisi ke suatu keadaan
ketika :
(a) En’>En
(b) En’<En
3. Penalaran yang sama dengan soal nomor 2 di atas, kecuali bahwa polarisasi lingkaran
berkebalikan ; yaitu
Ex = E0cost
Ey = - E0sint
4. Seperti halnya soal nomor 2, kecuali bahwa sekarang medan dipolarisasi secara linier
dalam arah z ; yaitu,
Ex = ẑ E0cost
Eisberg dan Resnick, 1985. Quantum Physics of Atom, Melecusls, Solids, Nucleiu, and
Particles, 2 rd, John weley.
Beberapa Konstanta
1,055 x 10-34 Js
Beberapa Integral
∫ ∫| |
∫ ̂ ∫ ̂
∫ ∫
∫ ∫ ∫
∫ ∫
m0
M
y
Operator Hamiltonnya :
* ( ) ( ) +
* ( ) ( )
* ( ) ( )
Osilator Fisis
∫ ̂
∫
∫ ̂
Andaikan:
∫ ̂ ∑ ∫ ̂
∑ ∫ ∑
Karena harga rata-rata suatu besaran fisis adalah ril maka berlaku
∫ ̂ ∫ ̂
Postulat de Broglie
Keseluruhan entitas fisis di alam semesta ini dapat di kelompokkan kea lam dua
golongan besar,yaitu partikel dan gelombang. Kedua golongan entitas itu dapat dikenal
secara mudah berdasarkan kehadirannya: partikel bersifat terlokalisir sedangkan
gelombang bersifat menyebar.
Radiasi Termal
Radiasi yang dipancarkan oleh sebuah benda karena suhunya disebut radiasi termal.
Semua benda memancarkan radiasi semacam ini ke sekelilingnya dan juga menyerap
radiasi dari lingkungannya.
Spin Elektron
Dalam kuliah fisika modern telah dipelajari tentang hasil dan magna
percobaan Stern dan Gerlach tentang pengukuran omen dipol magnetik dari
atom-atom perak. Dalam percobaan itu suatu berkas atom perak dilewatkan
melalui suatu besaran medan ⃗⃗⃗⃗ tak serba sama yang arahnya tegak lurus
terhadap berkas.