KATALISIS HETEROGEN
Edisi Pertama
Daftar Isi
Daftar Isi ...................................................................................................................... iv
Daftar Gambar ...........................................................................................................vii
Daftar Tabel ................................................................................................................ ix
Pengantar ...................................................................................................................... x
iv
v
vii
Gambar 6.2. Jenis-Jenis Kurva Isoterm Adsorpsi ..................................................... 127
Gambar 6.3. Distribusi Ukuran Pori Berdasarkan Metode BJH ............................... 128
Gambar 6.4. Spektrum H2-TPR untuk beberapa katalis. (a) CeO2 (baru); (b)
12.8CaO/CeO2 (fresh); (c) 12.8CaO-6.4MnO/CeO2 (baru); (d)
12.8CaO-.4MnO/CeO2 (telah digunakan) ............................................ 129
Daftar Tabel
Tabel 1.1 Perbandingan Karakteristik Katalis Heterogen dengan Homogen ............. 22
Tabel 1.2 Parameter Tekstur Pada Katalis .................................................................. 25
Tabel 2.1 Klasifikasi Komponen Aktif ....................................................................... 41
Tabel 2.2 Oksida yang Digunakan Sebagai Penyangga.............................................. 45
Tabel 2.3 Penyangga dengan Luas Permukaan Besar ................................................ 46
Tabel 2.4 Contoh Promotor dalam Industri ................................................................ 51
Tabel 3.1 Perbandingan Jenis Katalis pada Perengkahan Minyak dan Gas ............... 58
Tabel 3.2 Konstanta Kesetimbangan reaksi aslkilasi .................................................. 61
Tabel 3.3 Konstanta Kesetimbangan Reaksi N-Butana Isobutana ........................ 63
Tabel 3.4 Konstanta Kesetimbangan Reaksi .............................................................. 64
Tabel 3.5 Ho Katalis Asam Vs Reaksi Katalisis Asam .............................................. 66
Tabel 3.6 Susunan Periodik Unsur-Unsur Katalitik untuk Reaksi yang Melibatkan
Hidrogen ...................................................................................................... 67
Tabel 3.7 Konstanta Keseimbangan untuk Hidrogenasi Olefin.................................. 69
Tabel 3.8 Konstanta Keseimbangan untuk Reaksi Aromatisasi Pembentukan Toluena
...................................................................................................................................... 70
Tabel 3.9 Tingkat Oksidasi Logam Selama Proses Katalisis ..................................... 73
Tabel 3.10 Konstanta Kesetimbangan Hidrasi menjadi Etanol ................................... 77
Tabel 5.1 Identifikasi Kemungkinan Jenis Reaksi ................................................... 101
Tabel 5.2 Pilihan Material Katalis yang Disarankan ............................................... 107
Tabel 6.1 Bentuk Umum Partikel ............................................................................ 121
ix
Pengantar
Sulitnya memperoleh buku yang berkaitan dengan Katalisis Heterogen,
terutama yang berbahasa Indonesia dan dapat dijadikan sebagai buku panduan kuliah
mahasiswa program studi Teknik Kimia, mendorong Penulia untuk menyusun buku
ini. Buku ini disusun berdasarkan pengalaman Penulis dalam memberikan kuliah dan
melakukan aktivitas penelitian pada program strata satu, dua dan tiga di Departemen
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Pedoman yang Penulis pergunakan dalam penyusunan buku ini adalah
berdasarkan Kurikulum Kuliah Katalis dan Katalisis Heterogen yang Penulis ampu
sejak tahu 1995 dan terus mengalami perbaikan dari tahun ke tahun. Untuk
memperkuat isi penulisan maka ada 3 (tiga) buku yang menjadi acuan utama dari
buku Katalisis Heterogen ini, yaitu :
1. Emmet, P.H; Catalysis : Fundamental Principles, Reinhold Oublishing
Co.; New York, 1955
2. Richardson, J., T.; Principles of Catalyst Development; Plenum Press,
New York and London, 1989.
3. Satterfield, C., N.; Heterogeneous Catalysis in Industrial Practice;
Mc.Graw.Hill, Inc.; New York, 1991.
4. Rase, H.F.; Handbook of Commercial Catalysts : Heterogeneous
Catalysis; CRC Press; New York, 2000
Selain itu Penulis juga mendapatkan bantuan pada penulisan awal dari buku
ini dari para mahasiswa S1 Departemen Teknik Kimia Angkatan 2004 yang
mengambil mata kuliah Katalisis (A.Latief, Cut H.D.A, Felany W, Jeffry V, M.N.
Jamal, M.R.Suyatna, M.Hidayat, Rieski A.D., Rini M., Safri S., Widuri), yang telah
menuliskan terjemahan dari beberapa bagian dari buku-buku utama. Dengan demikian
Penulis berharap sejak awal, bahwa para pembaca dapat mengikuti sistematika dan isi
dari buku Katalisis Heterogen ini.
Materi yang disajikan dalam buku ini tersusun dalam 6 (enam) Bab.
Sistimatika penulisan dimulai dari pemahaman tentang definisi dasar dari katalis,
pembagian jenis-jenis katalis, konsep katalis heterogen pada Bab 1, yang selanjutnya
diikuti pembahasan mengenai struktur dan jenis reaksi yang menggunakan katalis
x
xi
heterogen. Sedangkan model kinetika reaksi katalitik dibahas pada Bab 4. Pada dua
Bab terakhir didalam buku ini berisikan penjelasan tentang perancangan katalis
heterogen dan karakterisasinya.
Penulis menyadari bahwa tentunya masih ada kekurangan dalam penulisan dan
penyusunan buku Katalisis Heterogen ini. Untuk itu Penulis sangat berharap ada
masukan dan kritik atasnya, guna perbaikan pada edisi-edisi berikutnya.
Akhirnya, semoga buku yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita
bersama, khususnya mahasiswa Teknik Kimia.
Penulis
KATALIS, DEFINISI DAN
FUNGSINYA
Terminologi katalis telah dikenal oleh banyak kalangan masyarakat terutama
yang pernah mengenyam pendidikan menengah keatas. Sesuai dengan tingkatan
pengetahuan masyarakat, tingkat pengertian dan pemahaman terhadap katalis juga
berbeda. Tentu saja pendidikan tinggi memberikan pengertian yang lebih
komprehensif termasuk pengertian filosofis dan yang menyangkut berbagai aspek
terutama perannya pada reaksi kimia.
Pada saat awal penemuan katalis, katalis teridentifikasi fungsinya karena
penggunaan yang dilakukan secara tidak sengaja. Pada saat itu teramati bahwa
pembuatan sejenis minuman anggur dapat dipercepat apabila selama prosesnya
ditambahkan sejenis kayu, dan ternyata kayu ini berfungsi sebagi katalis untuk
mempercepat reaksi fermentasi. Pada masa tersebut, katalis diartikan sebagai suatu
benda ajaib yang dapat mempercepat proses produksi. Beberapa peristiwa yang dapat
menunjukkan kehebatan katalis untuk mempercepat proses pembuatan sebuah produk
kimia menyebabkan munculnya beragam definisi.
Definisi paling awal dari katalis menyatakan bahwa katalis adalah benda yang
ditambahkan dalam jumlah sedikit tetapi memberikan dampak yang sangat besar.
Sampai saat ini definisi ini masih tepat untuk menjelaskan realitas yang terjadi pada
reaksi ketalisis. Mengingat perkembangan katalis dan proses katalisis sedemikian
cepat, maka terminologi katalis dan proses katalisis juga mengikutinya. Untuk itu,
muncullah beberapa terminologi atau definisi untuk menjelaskan arti dan peran
sebuah katalis pada reaksi kimia. Definsi yang paling tepat dari katalis akan
didiskusikan pada sub Bab 1.1.
Pada saat ini, ilmu katalis sudah berkembang sangat pesat sehingga hampir
seluruh industri kimia memanfaatkan katalis karena fungsinya yang luar biasa dalam
mempercepat dan mengarahkan reaksi sehingga proses kimia lebih efisien dan efektif.
Fungsi katalis untuk mempercepat reaksi memberi dampak efisiensi proses karena
menjadikan ukuran reaktor menjadi lebih kecil dan waktu reaksi yang lebih pendek.
12
Katalis, Definisi dan Fungsi 13
1.1. DEFINISI
termodinamika dari bahan kimia (reaktan dan produk reaksi) dapat dipakai
untuk memprediksi apakah katalis diperlukan oleh sebuah reaksi pada suatu
kondisi operasi tertentu.
b. Katalis ikut dalam reaksi namun tidak secara permanen ikut bereaksi. Hal ini
berarti katalis ikut memiliki interaksi dengan reaktan namun diakhir reaksi
katalis kembali menjadi substansi sesuai kondisi awalnya. Konsekwensi dari
adanya interaksi antara katalis dengan reaktan dan produk ialah bahwa katalis
bersifat spesifik. Katalis untuk proses tertentu berbeda dengan katalis untuk
proses yang lain sehingga salah satu bagian yang sangat penting dalam
teknologi katalis ialah menentukan katalis yang tepat untuk sebuah proses
reaksi.
c. Dapat diindikasikan bahwa katalis mempercepat reaksi dengan memberikan
jalur reaksi yang lebih mudah untuk molekul reaktan sampai terjadi
kesetimbangan termodinamika.
Untuk memperjelas definisi katalis tersebut diatas, diberikan contoh reaksi
katalisis yang sangat populer dan telah diketahui fenomenanya, yaitu reaksi
pembuatan amoniak dari nitrogen dan hidrogen dengan persamaan reaksi,
(1.1)
Pada reaksi ini 1 mol nitrogen bereaksi dengan 3 mol hidrogen dan proses ini
berjalan sangat lambat karena membutuhkan energi aktivasi cukup besar.
Penambahan katalis pada proses ini, kecepatan reaksi dapat ditingkatkan menjadi
3x1023 kalinya. Bagaimana katalis dapat berperan mempercepat reaksi dengan
kelipatan yang begitu fantastis?
Reaksi fasa homogen antara nitrogen dan oksigen yang berjalan dalam 1 tahap
seperti terlihat pada persamaan (1.1), dengan keberadaan katalis, reaksi tersebut
dijadikan dalam 6 tahap reaksi, yaitu :
a. Tahap desosiasi dan adsorpsi hidrogen oleh katalis sehingga menghasilkan 2
spesies hidrogen dalam keadaan teradsorpsi di permukaan katalis dengan
persamaan reaksi : H2 + a 2Ha
b. Desosiasi dan adsorpsi nitrogen oleh katalis sehingga menghasilkan 2 spesies
nitrogen dalam keadaan teradsorpsi di permukaan katalis dengan persamaan
reaksi : N2 2Na
Katalis, Definisi dan Fungsi 15
Pada 6 tahap reaksi tersebut, reaksi yang paling lambat ialah desosiasi dan
adsorpsi nitrogen (tahap b) karena nitrogen merupakan senyawa yang sangat stabil.
Diakibatkan oleh keberhasilan katalis mendesosiasi dan mengadsorsi nitrogen
menjadi spesies teradsorpsi yang labil, energi aktivasi reaksi dapat diturunkan dari 57
kcal/mol menjadi hanya 12 kcal/mol sehingga kecepatan reaksi menjadi sangat besar
dibandingkan sebelum memakai katalis. Gambar 1.1 berikut ini menunjukkan tahap
reaksi katalisis yang dijelaskan sebelumnya.
(1.2)
.
dimana,
Ks : konstanta kesetimbangan reaksi
ka : konstanta kecepatan reaksi kekanan (maju)
kb : konstanta kecepatan reaksi kekiri (mundur)
c. Karena peran katalis dalam reaksi melibatkan proses adsorpsi antara
reaktan dengan katalis, maka setiap katalis yang berbeda akan memberikan
dampak yang berbeda pada reaksi. Untuk reaksi yang sama, apabila
dipakai katalis yang berbeda akan menghasilkan dampak (kecepatan
reaksi, hasil reaksi) yang berbeda. Kemampuan adsorpsi yang berbeda
dapat menghasilkan produk reaksi yang berbeda. Dalam hal ini katalis
dapat dipakai untuk meningkatkan selektivitas reaksi agar memproduksi
hasil reaksi yang dikehendaki saja.
d. Pada saat katalis berfungsi aktif di sebuah reaksi, katalis terlibat pada
reaksi secara aktif karena terjadi reaksi (adsorpsi) antara reaktan dengan
katalis dan di akhir reaksi katalis mendesorpsi seluruh hasil reaksi serta
Katalis, Definisi dan Fungsi 17
reaktan yang tidak bereaksi sehingga katalis dijumpai dalam bentuk seperti
semula. Walaupun demikian, proses adsorpsi-desorpsi pada katalis pada
umumnya tidak berjalan sempurna. Pada kebanyakan proses katalisis, sifat
katalis lambat laun dipengaruhi oleh reaktan/produk yang tidak
sepenuhnya dapat terdesorpsi sehingga kemampuan katalis menjadi
berkurang. Kemampuan katalis juga dapat berkurang disebabkan oleh
kerusakan secara fisik akibat proses operasi (tekanan, suhu, aliran fluida,
getaran dan lainnya).
Dari uraian sebelumnya di sub Bab 1.1, maka paling tidak terdapat 2 fungsi
katalis yaitu untuk :
Walaupun katalis tidak secara permanen terlibat dalam reaksi kimia, namun
ketika katalis melakukan fungsinya, maka katalis mengalami perubahan baik secara
kimiawi maupun secara fisik yang sangat mempengaruhi kinerjanya. Oleh karena itu
terdapat 3 parameter utama dari kinerja katalis yaitu :
1. Kecepatan reaksi dapat lebih cepat pada kondisi operasi yang sama
2. Dengan kecepatan yang sama, reaksi dapat terjadi dalam ruang yang lebih
kecil. Hal ini menyebabkan ukuran reaktor dapat diperkecil. Kemampuan
katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi sampai jutaan kali memberikan
18 Bab Satu
arti bahwa ukuran reaktor dan ukuran industri menjadi jauh lebih kecil
dibandingkan dengan proses tanpa katalis.
3. Dengan kecepatan reaksi yang sama, reaksi dapat dilakukan pada tekanan dan
suhu yang lebih rendah, sehingga dapat membuat pengoperasian menjadi lebih
mudah.
Sedangkan peningkatan selektivitas reaksi dapat dihubungkan dengan
peningkatan kualitas produk reaksi. Selektivitas didefinisikan sebagai perbandingan
antara produk reaksi yang diinginkan dibandingkan dengan keseluruhan produk
reaksi. Katalis dapat berperan meningkatkan selektivitas reaksi atau meningkatkan
jumlah produk reaksi yang diinginkan saja. Untuk memahami terminologi selektivitas,
diberikan ilustrasi terhadap reaksi berikut :
Reaksi pararel :
R
kD
D (1.3)
R
ku
U (1.4)
Reaksi seri :
R
kD
D
ku
U atau R
ku
U
kD.
D (1.5)
pada katalis karena rekayasa disain reaktor lebih mudah dilakukan untuk
meningkatkan kinerja reaksi dalam hal meningkatkan konversi reaksi, misalnya
dengan membuat reaktor seri. Oleh karena itu, katalis yang sangat selektif namun
memiliki aktivitas rendah dapat tetap menjadi pilihan utama.
Pada proses sintesis bahan kimia, reaksi dapat berlangsung dalam 2 fasa
yaitu fasa gas atau fasa cair sedangkan katalis yang dipakai dapat dalam fasa cair dan
padat. Apabila reaksi katalisis dihubungkan dengan fasa reaktan dan fasa katalis,
maka reaksi katalisis dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yakni: katalis homogen,
katalis heterogen dan kaalis enzim (Gambar 1.2).
Kompleks Organo-Logam
Teori Geometrik
Teori Elektronik
Teori Koordinasi
Pola Perilaku
Kimia Deskriptif
(Kinerja)
Pada katalisis homogen, reaksi kimia terjadi pada fasa yang sama antara
reaktan dan katalis, yang pada umumnya berada pada fasa cair. Katalisis terjadi
melalui pembentukan kompleks dan pembentukan kembali antara molekul-molekul
dan ligan-ligan katalis. Reaksi katalisis jenis ini terjadi sangat spesifik dan dapat
menghasilkan selektivitas yang tinggi dan biasanya dapat dilakukan pada kondisi
operasi yang tidak terlalu sulit. Beberapa contoh reaksi katalisis homogen ialah :
Walaupun secara operasional reaksi katalisis homogen ini lebih mudah dan
lebih tidak membutuhkan energi, namun katalisis homogen ini jarang digunakan
dalam industri. Hal ini disebabkan diperlukannya peralatan tambahan untuk
memurnikan produk dari katalis homogen, sehingga seringkalai peralatan keseluruhan
proses yang diperlukan menjadi cukup kompleks.
Enzim adalah molekul protein dalam ukuran koloid, yakni diantara molekul
homogen dan katalis makroskopik heterogen. Biasanya enzim ini merupakan pemicu
untuk reaksi biokimia. Katalis ini sangat selektif dan efisien untuk reaksi tertentu,
salah satu contohnya adalah enzim katalase dapat mendekomposisi hidrogen
peroksida 109 lebih cepat daripada katalis inorganik lainnya.
Jika reaksi yang terjadi tidak begitu dipengaruhi oleh difusi, maka makin
besar partikelnya, kinerja sistem reaksi makin baik karena konsumsi energi yang lebih
rendah akibat rendahnya penurunan tekanan. Namun jika reaksi sangat bergantung
pada proses difusi, maka makin kecil partikel katalis memberikan kinerja reaksi yang
semakin baik.
Katalis pada umumnya diletakkan dalam kolom dan terkena langsung oleh
aliran fluida dan terkena oleh benturan akibat pergerakan kolom sehingga partikel
katalis hendaknya tidak mudah hancur. Partikel katalis yang akan terbawa oleh aliran
fluida dan menyebabkan gangguan pada reaktor seperti kebuntuan dan menyebabkan
meningkatkan penurunan tekanan yang sangat besar.
Peran katalis dalam reaksi sangat ditentukan oleh sifat permukaannya. Sifat
fisik katalis yang berhubungan dengan tekstrur permukaan yang sangat berpengaruh
terhadap kinerja reaksi katalisis ialah luas permukaan, bentuk pori, dan distribusi
ukuran pori. Sebuah partikel katalis terbentuk dari aglomerasi mikropartikel yang
dihasilkan selama fase presipitasi pada saat preparasi katalis. Diameter pori katalis,
seperti diperlihatkan pada Gambar 1.3 adalah sekitar 1.5-15 nm dimana ukuran ini
Katalis, Definisi dan Fungsi 25
Gambar 1.4 Struktur pori dalam katalis. (a) pembuatan pellet (b) bentuk pori
(c) distribusi pori
Ketika katalis berperan untuk meningkatkan laju reaksi pada sebuah reaksi
kimia, maka akan terjadi beberapa fenomena yang menyertai terjadinya reaksi
tersebut. Hal ini disebabkan mekanisme reaksi katalitik terjadi pada inti aktif katalis
yang berada di permukaan bagian dalam pori katalis. Sebelum adanya interaksi antara
reaktan dengan inti aktif katalis, pergerakan reaktan untuk mencapai inti aktif dalam
pori tersebut mengalami tahanan difusi.
Tahanan difusi yang terjadi adalah dimulai dari difusi eksternal ketika
reaktan mengalir mengenai butiran partikel katalis kemudian difusi internal yaitu
ketika reaktan bergerak dari permukaan luar partikel katalis menuju kedalam pori.
Setelah reaktan berada didalam pori, terjadi adsorpsi oleh inti aktif dan dilanjutkan
dengan reaksi pada permukaan katalis yang selanjutnya terjadi tahapan sebaliknya
terhadap peristiwa gerakan reaktan menuju kedalam pori. Tahapan keseluruhan reaksi
katalisis dapat dilihat pada model tahapan reaksi katalitik pada Gambar 1.4 dan 1.5.
(1.6)
Jika terdapat partikel yang berada pada aliran fluida maka molekul fluida
tersebut berdifusi menuju permukaan partikel (katalis). Sebagai contoh : molekul A
menuju permukaan luar dari partikel. Gerakan A melalui fluida diluar partikel diatur
oleh difusi eksternal atau difusi ruah (bulk diffusion).
Korelasi yang menghubungkan faktor transfer massa (jD) dan bilangan
Reynolds adalah :
2
k 3
j D k
G D
(1.8)
dimana,
kk = koefisien transfer massa (cm/s)
ρ = densitas (gr/cm3)
DB = Difusivitas ruah A pada fluida (cm2/s)
Difusi permukaan adalah fungsi orde 1 dengan konstanta lajureaksi sehingga,
Sext adalah bentuk geometri permukaan luar partikel per-unit volume partikel :
Persamaan (1.9) hanya tepat untuk reaksi permukaan yang sangat cepat, tetapi
masih cukup akurat untuk memperkirakan reaksi katalisis pada umunya.
Persamaan (1.7) akurat hanya untuk Re diatas 50, ini sangat cocok untuk
kebanyakan reaktor industri, sedangkan untuk skala lab NRe relatif sangat
rendah. Oleh karena itu, Penggunaan persamaan berikut lebih tepat,
Dari persamaan (1.7) dan (1.10) dapat diketahui parameter yang menyebabkan
penurunan laju difusi, yaitu :
2. Peningkatan kecepatan dan difusivitas.
3. Penurunan diameter partikel.
4. Penurunan densitas dan viskositas.
Pada sebuah sistem reaksi, sifat fisik reaktan tidak berubah, oleh karena itu
untuk mengatasi penurunan laju difusi hanya bisa dilakukan dengan pengaturan
terhadap kecepatan linier dan diameter partikel.
(Knudsen diffusion). Difusifitas bulk dan Knudsen, DB dan Dk dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini.
3 1
2
DB ≈ T dan Dk ≈ T 2
. rp (1.11)
PT
dimana :
T = suhu
PT = tekanan total
rp = radius pori-pori
Biasanya DB dan Dk dikombinasikan menjadi :
_
D B Dk
D (1.12)
D B Dk
sedangkan koreksi untuk porositas partikel (θ) dan turtosity dari pori-pori (τ) dapat
diberlakukan persamaan berikut:
_
D (1.13)
Deff
k . ( S . d ) . n 1
1
2
s k p 2 n 1
R .C A (1.14)
D ext
Dimana ks adalah konstanta laju area (per-unit luas permukaan) dan dp adalah
diameter partikel katalis. Kombinasi dari faktor ini memberikan konstanta laju untuk
difusi internal,
Untuk kasus dimana dibatasi oleh difusi di dalam pori, memiliki harga yang
rendah dan τ = 1/θ sehingga memberikan persamaan sebagai berikut :
k . S g . d p . Deff
1
2
k int diff
s
R n 1 C A 2
n 1
1 (1.16)
2
2
Laju reaksi yang dikontrol oleh difusi pori dapat ditingkatkan dengan
mengurangi radius partikel atau meningkatkan difusivitas. Memperkecil radius pori
(tanpa mengurangi θ ataupun Sg) adalah metode yang paling mudah dibandingkan
meningkatkan difusifitas.
Katalis, Definisi dan Fungsi 31
(1.17)
(1.18)
1.5.3. Adsorpsi
Karena adsorpsi adalah reaksi kimia yang menghasilkan ikatan kimia maka
kemungkinan terjadinya merupakan fungsi eksponensial dengan perubahan entalphi
(Ha) dan energi aktivasi (Ea).
Bagian lain dari tahapan adsorpsi adalah migrasi permukaan atau difusi.
Meskipun adsorpsi dijelaskan dengan terbentuknya ikatan kimia antara molekul
dengan permukaan padatan, namun molekul yang diadsorpsi tidak hanya diam pada
inti aktif tertentu saja melainkan bergerak ke-sekelilingnya dari satu inti aktif ke inti
aktif lainnya. Energi aktivasi untuk proses ini adalah 0.3 – 0.5 Ha. Sebagai contoh
adalah molekul dengan Ha = -30 kcal/mol dapat melakukan 5 x 1014 perpindahan ke
inti aktif lain perdetiknya. Permukaan ini benar-benar merupakan sistem dinamis
dengan molekul datang, adsorpsi, desorpsi, pergi, dan migrasi secara kontinyu.
Pada reaksi permukaan yang terjadi di inti aktif pada permukaan katalis, dua
molekul reaktan harus dalam posisinya masing-masing. Sebagai contoh, spesi Ns yang
teadsorpsi dipermukaan akan bereaksi dengan Hs yang diadsorpsi oleh inti aktif yang
berbeda.
(1.19)
Apabila spesi Ns diadsorpsi terlalu kuat, maka ketika bertemu dengan Hs maka
molekul hasil reaksi tidak dapat dilepaskan dari permukaan katalis. Sebaliknya, jika
diadsorpsi terlalu lemah maka, Ns justru akan terdesorpsi sebelum sempat bereaksi
dengan Hs. Hal ini menyebabkan konsentrasi permukaan dari Ns pada kondisi ini
sangat rendah yang mengakibatkan reaksi katalisis tidak terjadi. Fenomena ini
menunjukkan bahwa katalis bisa berfungsi dalam reaksi apabila terjadi adsorpsi yang
menghasilkan ikatan kimia antara reaktan dan inti aktif dipermukaan katalis. Namun
ikatan antara molekul reaktan dan inti aktif tersebut tidak boleh terlalu kuat dan juga
tidak boleh terlalu lemah. Kekuatan adsorpsi yang sedang antara reaktan dan katalis
akan menghasilkan laju reaksi katalisis yang paling tinggi.
Pada Gambar 1.6 ditunjukkan laju sintesis NH3 pada logam yang berbeda
sebagai fungsi dari entalphi adsorpsi N2 oleh loganm-logam tersebut. Logam Fe
Katalis, Definisi dan Fungsi 33
dengan entalpi adsorpsi yang sedang dapat menghasilkan laju reaksi sintesis amoniak
yang maksimum
Kurva volkano seperti ditunjukkan pada Gambar 1.6 diatas sangat membantu
dalam pemilihan katalis untuk sebuah proses kimia. Namun memformulasikan sebuah
reaksi menjadi kurva volkano merupakan pekerjaan yang sungguh hebat. Dengan
demikian untuk tujuan memperkirakan peran katalis pada reaksi katalisis tertentu,
dapat juga dilakukan dengan menggunakan model yang sederhana. Dengan
mengasumsikan kondisi seluruh permukaan katalis adalah homogen, maka persamaan
isothermal Langmuir dapat digunakan untuk mendapatkan persamaan laju yang sesuai
dengan data eksperimen. Sesuai fakta bahwa kondisi permukaan katalis secara umum
tidak memenuhi kriteria ini namun dapat diasumsikan bahwa permukan yang tidak
homogen hanyalah sebagian kecil saja sehingga persamaan Langmuir tetap bisa
digunakan.
Apabila pada reaksi sintesis amoniak, reaksi antara spesi N dan H adalah
reaksi yang paling lambat (rate determination steps/RDS), maka
(1.20)
34 Bab Satu
dimana θN dan θH adalah fraksi inti aktif di permukaan permukaan yang ditempati
oleh NS dan HS maka berdasarkan isothermal Langmuir didapat :
(1.21)
dimana :
kH dan kN adalah konstanta adsorpsi untuk H2 dan N2
PH dan PN adalah tekanan parsial H2 dan N2.
sehingga menghasilkan :
(1.23)
Persamaan laju reaksi ini secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:
(1.24)
Tahap (5), (6) dan (7) pada Gambar 1.4 adalah kebalikan dari (3), (2) dan (1),
yaitu terdesorpsinya hasil reaksi dari permukaan katalis.
Apabila tahapan proses 1-4 yang terjadi di katalis adalah berorde 1 kemudian
produk melalui tahap reaksi 5 hingga 7, maka konstanta laju pada reaksi katalisis
secara keseluruhan menjadi persamaan (1.25) seperti dibawah ini:
1
k0 (1.25)
1 1 1
k k . S ext k s . S k . d p . k s
Katalis, Definisi dan Fungsi 35
Pada reaksi katalisis, fenomena fisika maupun kimia dapat menjadi faktor
yang berpengaruh. Dengan mengetahui pengaruh yang lebih dominan pada reaksi
katalitik ini, maka reaksi dapat direkayasa secara fisik atau kimia untuk mendapatkan
kinerja yang lebih baik. Rekayasa secara fisik dapat dilakukan melalui kontrol
terhadap difusi eksternal atau difusi internal. Sdangkan secara kimia melalui rekayasa
terhadap adsorpsi kimia atau reaksi permukaan. Untuk mengetahui fenomena yang
lebih berpengaruh dapat dilakukan diagnostik menggunakan Gambar 1.7.
Gambar 1.9 Interaksi Antara Faktor Kimia dan Fisika Yang Mempengaruhi
Reaksi Katalisis
Pada Gambar 1.7 terdapat tiga variabel pada reaksi katalisis yang didiagnostik
yaitu : laju reaksi kimia yang diletakkan pada sumbu aksis dan fenomena yang
berhubungan dengan difusi molekul pada partikel diletakkan pada sumbu ordinatnya.
Diagnostik ini adalah analisis tahap awal yang dapat dipakai untuk menentukan
langkah selanjutnya untuk melakukan rekayasa terhadap reaksi katalisis sehingga
dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja reaksi katalisis. Diagnosis seperti
36 Bab Satu
penggambaran pada Gambar 1.7 dapat menjawab berbagai pertanyaan awal tentang
reaksi katalisis yang seringkali muncul, diantaranya adalah :
1. Berapa orde reaksi yang mungkin terjadi dari reaksi katalitik tersebut?
2. Berapa energi aktivasinya?
3. Apakah laju reaksi tergantung oleh ukuran partikel?
4. Apakah laju reaksi bergantung pada kecepatan linier?
dan sebagainya.
STRUKTUR KATALIS
Setelah mengenal katalis dari sisi peran dan fungsi serta beberapa terminologi
yang menyertainya, pada bab ini didiskusikan tentang struktur katalis terutama yang
menyangkut komponen penyusun katalis dan sifat dasar katalis.
37
38 Bab Dua
(2.1)
Pada reaksi ini, baik reaksi maju maupun balik, keduanya menggunakan
katalis nikel. Kondisi dari katalis nikel yang digunakan ini dipengaruhi oleh kondisi
operasi. Reaksi maju adalah reaksi reformasi uap air (steam reforming), yaitu sumber
Struktur Katalis 39
dari hidrogen pada sintesis amonia dan metanol, reduksi biji besi dan reaksi perlakuan
menggunakan hidrogen di minyak bumi. Reaksi ini berlangsung secara endotermis
dan kesetimbangannya memiliki rentang suhu yang terbatas dan ekstrem, sehingga
suhu yang tinggi (700-1000 0C) diperlukan untuk menghasilkan yield yang tinggi.
Pada kondisi suhu ini nikel mengalami sintering secara cepat, akan tetapi selama
sintering tidak menurunkan aktivitas katalis secara drastis. Oleh karenanya peristiwa
sintering ini dapat disimpiulkan tidak terlalu mengganggu.
Selain aktivitas katalis yang sangat berpengaruh terhadap kinerja katalis, maka
diperlukan pula adanya stabilitas termal dari katalis. Dimana partikel harus memiliki
sifat fisik dan mekanik yang baik sehingga tidak mudah mengalami perubahan akibat
pemanasan yang tinggi. Untuk tujuan ini, katalis pada proses ini diberi penyangga
yang mampu memberikan kekuatan pada partikel dan meningkatkan stabilitas.
Beberapa penyangga yang digunakan untuk menyangga katalis nikel pada proses
reformasi uap air diantaranya adalah MgAl2O4 dan CaAl2O4.
Reaksi balik pada reformasi menggunakan uap air ini adalah reaksi metanasi
atau pembentukan metana. Reaksi ini sering dimanfaatkan untuk menghilangkan
residu CO pada umpan sintesis amonia serta sebagai sumber gas alam pengganti pada
industri pembuatan bahan bakar sintetis. Reaksi ini bersifat eksotermis sehingga
kesetimbangan dicapai pada suhu rendah (300-5000C). Pada kondisi seperti ini,
aktivitas yang tinggi sangat diperlukan dan nikel harus memiliki dispersi yang tinggi.
Untuk itu diperlukan metode preparasi yang dapat menghasilkan kristal nikel yang
berukuran kecil. Luas permukaan yang besar harus diupayakan pada kondisi yang
sangat eksotermis ini sehingga sintering harus dihindari. Hal ini dapat dilakukan
dengan pemilihan perancangan katalis dan reaktor yang tepat. Beberapa jenis reaktor
yang tepat untuk digunakan diantaranya jenis recycle, fluidized dan slurry.
Beberapa material katalis ada yang terdiri dari material tunggal tetapi ada pula
yang merupakan gabungan dari beberapa material. Sebagian besar katalis memiliki 3
komponen utama, yaitu inti aktif, penyangga dan promotor.
40 Bab Dua
digunakan pada jenis reaksi yang berbeda pula. Pada logam, energi elektron yang
berlebih digunakan untuk mempromosikan elektron melalui adsorpsi molekul.
1.6.3. Penyangga
katalisis akan memiliki aktivitas yang tinggi apabila luas permukaan kristal
platinumnya ditingkatkan dengan penambahan penyangga.
Perilaku dispersi dapat juga dianalisis dari suhu. Sebagai contoh berikut adalah
perilaku sintering untuk inti aktif platinum. Pada Suhu Huttig, yaitu 0.3 Tm dimana
Tm adalah titik leburnya, permukaan atom kristal platinum akan saling melebur dan
membentuk lekukan. Sedangkan pada suhu Tamm, yaitu 0.5 Tm, permukaan kristal
yang bersentuhan akan saling melebur dan bersatu. Pertumbuhan kristal ini
merupakan pengaruh dari kinetika dan termodinamika.
Struktur Katalis 43
(2.2)
dimana,
D= dispersi, %
n= panjang sisi partikel/panjang sisi atom = diameter partikel/diamater atom
Untuk mendapatkan dispersi yang tinggi maka diameter partikel katalis harus
sekecil mungkin sehinga peran penyangga sangat menentukan karena dengan luas
permukaan penyangga yang besar, maka partikel katalis dapat semakin kecil dan
dapat didistribusikan dengan lebih baik.
44 Bab Dua
Hal penting lainnya yang berkaitan dengan penyangga adalah jumlah inti aktif
yang terdispersi pada permukaan katalis. Hal ini dikarenakan, walaupun inti aktif
terpisah satu sama lain pada permukaan penyangga, namun sintering masih tetap
mungkin terjadi.
Pada kristal yang sangat kecil, sintering terjadi melalui perpindahan inti aktif
yang saling mendekat dan kemudian bersatu. Faktor yang mempengaruhinya adalah
suhu, konsentrasi inti aktif (loading), interaksi dengan penyangga, dan mobilitas
atom.
46 Bab Dua
Pengaruh konsentrasi inti aktif terhadap luas permukaan atom inti aktif
diperlihatkan pada Gambar 2.6.
Pada gambar 2.6 terlihat bahwa pada katalis Ni/Al2O3, Ni memiliki luas
permukaan yang meningkat dengan makin tingginya loading Ni pada penyangga.
Namun, pada konsentrasi diatas 50 % berat, interaksi antar kristal Ni meningkat
sehingga terjadi pertumbuhan kristal dam luas permukaan Ni berkurang. Aktivitas
katalis per unit volume melampaui maksimum. Aktivitas maksimum ini dipengaruhi
oleh teknik preparasi dan penggunaan aditif.
Struktur Katalis 47
Untuk mendapatkan katalis logam dengan loading yang tinggi (70% Ni/Al2O3,
Fe/Al2O3) ataupun rendah (0.3% pt/Al2O3, 15% Ni/Al2O3) tergantung pada proses
preparasinya. Pada loading yang tinggi, istilah penyangga tetap digunakan meskipun
pada kenyataannya hanya seperti pengatur jarak (spacer) seperti diperlihatkan pada
Gambar 2.7.
OH OH O–
- H2O (2.3)
O Al O Al O Al+ O Al O
Sisi Sisi
asam basa
Lewis
Pada reaksi dehidrasi tersebut masih tetap ada sejumlah air yang teradsorpsi pada
permukaan katalis yang menghasilkan sisi asam Bronsted seperti persamaan reaksi
beriktu ini
H+
O– OH O–
+ H2O (2.4)
O Al+ O Al O Al+ O Al
O Sisi
asam
Bronsted
Sisi Bronsted yang menginisiasi reaksi ion karbonium dan sisi Lewis yang
memberikan reaksi ion radikal, keduanya ada meskipun pada prakteknya asam
Bronsted lebih dominan. Ketika menggunakan γ-Al2O3 sebagai penyanga, reaksi
samping yang tidak diinginkan seperti perengkahan, isomerisasi dan pembentukan
deposit karbon selalu terjadi. Hal ini akan menghasilkan produk yang tidak diinginkan
dan menyebabkan deaktivasi katalis.
Pada suatu reaksi katalisis dapat terjadi peristiwa dimana keasaman penyangga
memberikan dampak positif terhadap reaksi utama. Dalam peristiwa seperti ini
penyangga berfungsi juga sebagai katalis disamping inti aktif logam. Oleh karenanya
jenis katalis seperti ini akan berfungsi sebagai katalis ganda. Contohnya pada proses
reaformasi katalitik dimana proses ini bertujuan mengkonversi komponen nafta
dengan angka oktana rendah seperti n-parafin dan naftena menjadi i-parafin dan
aromatik sehingga meningkatkan angka oktana. Katalis yang digunakan adalah logam
Pt dengan loading yang rendah pada penyangga Al2O3. Logam Pt akan
menyebabkan dehidrogenasi naftena menjadi aromatik, namun tidak dapat meng-
Struktur Katalis 49
isomerisasi atau men-siklisasi n-parafin. Hal ini dikarenakan fungsi asam dari
penyangga, seperti dicontohkan juga pada reaksi konversi n-heksana berikut ini.
n-C6 i-
-H Pt C6 (2.5)
+H Pt
H+
n- i-
Al2O3
C6- C6-
Pt maupun Al2O3 tidak menyebabkan reaksi isomerisasi parafin, tapi sisi asam
Al2O3 akan meng-isomerisasi n-olefin. Pada peristiwa tersebut terjadi 3 tahap reaksi
yaitu, Pt akan menyebeabkan dehidrogenasi n-C6 menjadi n-C6-, yang berpindah ke
Al2O3 dan di-isomerisasi menjadi i-C6- lalu di-hidrogenasi menjadi i-C6 oleh Pt. Agar
reaksi seperti ini dapat terjadi, maka diperlukan persyaratan yaitu Platinum dan Al2O3
harus saling kontak dengan sangat dekat dan Al2O3 memiliki tingkat keasaman yang
cukup. Untuk itu klorin ditambahkan pada saat proses aktivasi katalis untuk
menghasilkan keasaman yang diperlukan.
1.6.4. Promotor
%) seperti SiO2 atau ZrO2 pada γ-Al2O3 akan menyebabkan transformasi menjadi α-
Al2O3 terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Dengan penambahan promotor ini akan
menyebabkan penyangga katalis kemudian dapat cukup terlindungi dari kerusakan
dan perubahan jangka panjang.
Penambahan promotor pada penyangga dilakukan juga dengan tujuan untuk
mencegah aktivitas yang tidak diinginkan seperti pembentukan deposit karbon.
Deposit karbon tersebut berasal dari perengkahan pada sisi Bronsted yang diikuti
dengan polimerisasi dengan katalis asam yang menghasilkan senyawa (CHx)n yang
menutupi permukaan dan menyumbat pori penyangga. Deposit karbon ini dapat
dihilangkan dengan pemanasan yang memungkinkan terjadinya penurunan aktivitas
akibat sintering. Sisi asam pada proses perengkahan dinetralisasi oleh basa yang
biasanya berasal dari alkali. Kalium dalam bentuk kalium karbonat ditambahkan pada
saat preparasi sehingga mengurangi kecenderungan deposit karbon pada penyangga
alumina. Natrium juga sebetulnya dapat digunakan, namun ternyata penambahan
natrium justru memfasilitasi sintering karena molekulnya lebih mudah bergerak.
Pemberian promotor pada inti aktif dapat dilakukan dengan cara perubahan
struktur atau secara elektronik. Contohnya katalis pada sintesis ammonia terdiri atas
besi dengan dua promotor yaitu alumina dan kalium. Pada proses ini alumina berperan
mencegah besi mengalami sintering pada saat reduksi dan bahwa kalium mencegah
sisi asam mengalami keracunan. Sedangkan pemberian promotor secara elektronik
dapat dicontohkan pada kalium yang dimodifikasi secara elektronik dengan
memberikan elektron dari kondisi terionisasi. Hal ini akan memperbaiki ikatan π pada
nitrogen, mempercepat disosiasi dan laju reaksi yang lebih cepat.
Pada proses reformasi katalitik, penambahan renium pada platinum akan
meningkatkan kinerja secara dratis dikarenakan penurunan hidrogenolisis terhadap
hidrokarbon. Fungsi dari renium ini adalah sebagai promotor elektronik. Secara kimia,
renium berikatan secara khusus dengan bilangan yang memiliki kordinasi rendah pada
sudut dan tepi permukaan kristal. Karena adanya atom ini yang terlibat dalam reaksi
hidrogenolisis, maka reaksi pembentukan deposit karbon akan tertahan.
Pada Tabel 2.4 diperlihatkan jenis-jenis promotor yang sering dipakai pada
katalis beserta fungsinya masing-masing. Pada dasarnya, berbagai aditif yang dapat
meningkatkan atau menghambat fungsi katalitik dapat digolongkan sebagai promotor.
Struktur Katalis 51
Dari uraian tentang komponen katalis yaitu inti aktif, penyangga dan
promotor, maka untuk dapat mempelihatkan posisi dari masing-masing komponen
tersebut maka penulisan katalis di simbolkan dengan notasi X/Y, dimana X adalah inti
aktif dan Y adalah penyangga. Unsur X dapat dilengkapi dengan Z yang merupakan
promotor sehingga menjadi X,Z/Y. Dengan simbol tersebut menjelaskan bahwa
penyangga adalah komponen dengan dengan prosentase jumlah (berat) yang paling
besar sementara, kemudia promotor dengan prosentase yang paling kecil. Sebagai
contoh diberikan katalis dengan notasi : 10% brt Ni, 0,5% brt Zn/Al2O3. Notasi ini
dapat berarti bahwa katalis memiliki penyanga Al2O3, dengan inti aktif 10% berat dan
52 Bab Dua
Pada bagian ini, akan dibahas peranan dari 3 komponen pada katalis
CoMo/Al2O3 yang digunakan pada reaksi hidrodesulfurisasi. Beberapa tipe organik
sulfur yang berbeda dilibatkan dalam reaksi ini melalui persamaan reaksi sebagai
berikut:
(2.6)
proses ini berlangsung, lapisan MoO3 akan berubah menjadi MoS2 berbentuk mikro
kristal dimana sejumlah kecil ion kobal berikatan, dan membentuk inti aktif CoMoS.
Efek dari promotor pada CoMoS terlihat pada meningkatnya aktifitas hidrogen yang
memfasilitasi penghilangan atom sulfur.
JENIS REAKSI PADA KATALISIS
HETEROGEN
Katalis yang pada awal ditemukannya dinggap sebagai material ajaib,
kemudian secara ilmiah dikenali dan dibuktikan memiliki fungsi dan kinerja untuk
meningkatkan hasil reaksi. Dari keseluruhan fenomena fungsi katalis pada reaksi,
maka bagian yang paling sering menjadi tanda tanya ialah katalis apa yang sesuai
untuk reaksi dengan laju dan hasil reaksi yang dikehendaki. Fakta menunjukkan
bahwa katalis yang sama ternyata tidak selalu dapat berfungsi pada reaksi yang
berlainan dan penggunaan katalis yang berbeda untuk suatu reaksi yang sama ternyata
juga dapat menghasilkan hasil reaksi yang berbeda pula.
Berbagai metode telah dikembangkan untuk menjawab pertanyaan katalis apa
yang tepat untuk reaksi tertentu. Paling tidak ada 2 (dua) pendekatan yang kerapkali
digunakan, yaitu berdasarkan :
1. Pembagian katalis menurut material penyusunnya. Pada pendekatan ini, sifat
katalis diturunkan dari sifat material penyusunnya sehingga peran dan fungsi
pada sebuah reaksi dapat diprediksi.
2. Reaksi dikelompokkan berdasarkan mekanismenya kemudian katalis yang
dapat berperan sesuai mekanisme reaksi tersebut dianalisis fungsi dan
perannya.
Pendekatan dengan metode yang kedua, yaitu melalui pengelompokan reaksi
berdasarkan mekanismenya menghasilkan 6 (enam) kelompok reaksi katalisis. Oleh
karena itu, katalis juga dapat dikelompokkan menjadi 6 (enam) grup yang aktif pada
reaksi-reaksi tersebut. Untuk menentukan katalis apa yang tepat pada sebuah reaksi,
maka langkah awal yang harus dlakukan adalah mengetahui reaksi tersebut terdapat
dikelompok mana.
Berikut adalah 6 (enam) kelompok reaksi katalisis :
1. Katalisis asam
2. Hidrogenasi-dehidrogenasi
54
Model Adsorpsi dan Kinetika Reaksi Katalis 55
3. Oksidasi
4. Hidrasi-dehidrasi
5. Halogenasi
6. Kombinasi dehidrasi-dehidrogenasi
Yang termasuk dalam kelompok reaksi katalsis asam ini ialah reaksi:
a. Perengkahan
b. Alkilasi
c. Isomerisasi
d. Polimerisasi-depolimerisasi
e. Perpindahan hidrogen
Sesuai metode pengelompokan yang dipakai yaitu berdasarkan mekanisme
reaksi, maka kelima kelompok reaksi katalisis asam ini memiliki mekanisme reaksi
yang sama yaitu melalui terbentuknya ion karbonium. Katalis mengadsorpsi reaktan
dan menghasilkan ion karbonium sebagai spesi reaktan teradsorpsi pada permukaan.
Pertanyaan selanjutnya adalah, katalis apa yang aktif pada reaksi ini? Tentu
saja jawabannya adalah katalis yang mampu menghasilkan ion karbonium ketika
mengadsorpsi senyawa hidrokarbon. Katalis-katalis itu adalah katalis yang memiliki
proton (H+) dipermukaan katalis dan dikenal sebagai katalis asam.
3.1.1. Perengkahan
(3.1)
dari parafin tersebut secara acak sehingga ion karbonium yang terbentuk juga terletak
pada atom karbon yang acak. Peristiwa ini dapat menghasilkan produk hidrokarbon
yang panjangnya berbeda-beda.
Reaksi perengkahan merupakan reaksi yang endotermis, dimana kondisi
kesetimbangan dicapai pada tekanan atmosferik dan suhu keluaran sekitar 300oC.
Sebaliknya, untuk reaksi katalisis asam lainnya seperti polimerisasi dan hidrogenasi,
pengaruh panas reaksi adalah kecil sehingga untuk konversi yang rendah reaksi
berlangsung secara endotermis sedangkan konversi tinggi dihasilkan dari reaksi
eksotermis.
Menurut penjelasan sebelumnya, perengkahan dapat terjadi melalui
mekanisme terbentuknya ion karbonium sebagai radikal bebas pada suhu yang relatif
tinggi, namun reaksi perengkahan dapat juga diakselarasi oleh kekuatan asam katalis
yang dapat ditunjukkan oleh kemampuan transfer proton. Dengan demikian
didapatkan kesimpulan adanya korelasi antara keasaman katalis dan aktifitasnya.
Mekanisme perengkahan menyatakan bahwa ion karbonium terlibat dalam
proses katalisis yang dapat menghasilkan berbagai produk karena posisi terbentuknya
ion karbonium di senyawa yang di rengkah. Pertanyaan yang menarik adalah dimana
dan karena kondisi apa ion karbonium itu terbentuk?
Ada beberapa sudut pandang berbeda yang telah dikemukakan untuk
mengetahui dan menjelaskan bagaimana ion karbonium terbentuk pada parafin dan
naftena. Beberapa postulat menjelaskan bahwa ion karbonium lebih mudah terbentuk
pada olefin daripada parafin. Hal ini menunjukkan ion karbonium akan lebih stabil
apabila terbentuk pada atom karbon dengan urutan : quarterner > tersier > sekunder >
primer.
Keberadaan ion karbonium pada posisi tertentu di atom karbon dalam senyawa
hidrokarbon menyebabkan terjadinya reaksi perengkahan dan mengkonversi suatu
normal parafin menjadi parafin dan olefin. Contoh reaksi perengkahan dapat dilihat
pada mekanisme berikut ini:
(3.2)
Model Adsorpsi dan Kinetika Reaksi Katalis 57
Secara fisik, struktur dari silika-alumina mirip dengan silika gelnya yang kelihatannya
merupakan kumpulan antara pertikel-partkel silika yang memiliki diameter sekitar 50
Å berbentuk ikatan Si-O-Si. Katalis ini selain memiliki porositas yang tinggi dengan
diameter pori berukuran mikro sehingga memiliki luas permukaan yang tinggi.
Tabel 3.1 Perbandingan Jenis Katalis pada Perengkahan Minyak dan Gas
Katalis Gel Sintetik Katalis Alam
Kriterian Silica Silica
Montmorillonite Halloysite
allumina magnesia
Aktivitas awal sangat baik sangat baik baik buruk
Kestabillan steam Cukup sangat baik baik cukup
Stabilitas termal Baik cukup cukup baik
Ketahanan atrisi Baik baik cukup cukup
Kemudahan regenerasi Baik buruk baik cukup
Yield gasoline Cukup sangat baik baik baik
Yield isobutana sangat baik buruk cukup baik
Ketahanan terhadap
sulfur sangat baik sangat baik buruk baik
Untuk meningkatkan kinerja katalis silika-alumina sintetik ini, maka pada saat
preparasi dapat dilakukan berbagai perlakuan. Perlakuan tersebut meliputi :
1. Penggunaan material dasar yang berbeda
2. Penambahan promotor yang berbeda
3. Metode untuk mendapatkan bentuk dan ukuran fisik yang diinginkan
4. Variebel-variabel manufaktur yang disesuaikan penggunaan katalis
5. Mengakomodasi efek dari variabel perengkahan
6. Rasio alumina-silika
D. Katalis lainnya.
Diluar katalis yang telah dijelaskan diatas, berbagai jenis material juga
menunjukkan aktifitas dalam reaksi perengkahan. Antara lain, silika-zirconia, silika-
titania, florida dan sebagainya. Beberapa keuntungan dari katalis florida telah
diketahui seperti aktifitas permulaan yang tinggi, akan tetapi katalis ini cenderung
lambat tervolatilisasi.
3.1.2. Alkilasi
(3.3)
(3.4)
Dapat dicatat bahwa alkilasi parafin lebih mudah terjadi pada suhu rendah,
sedangkan kesetimbangan alkilasi aromatik tercapai pada suhu lebih tinggi dari 800
K.
Alkilasi isobutana dengan olefin banyak digunakan selama Perang Dunia II
dengan tujuan untuk memproduksi material berangka oktana tinggi untuk bahan bakar
gasolin penerbangan. Isobutana dan olefin biasanya diperoleh dari produk turunan
hasil perengkahan minyak bumi dan gas. Meskipun telah banyak dilakukan riset dan
proses di industri dimana reaksi perengkahan dilakukan pada fasa uap, katalis dalam
fasa cair (HF dan H2SO4) juga digunakan. Dalam kondisi normal, dengan katalis HF
dan H2SO4 (40 sampai 100oF dan 100 sampai 500 psi), n-butana yang dilewatkan
pada reaktor tidak dapat mengalami perubahan karena suhu reaksi yang terlalu
rendah. Kenyataannya, reaksi perengkahan memang memerlukan suhu yang lebih
seperti terlihat pada Tabel 3.2 yaitu sekitar 300 K.
Alkilasi aromatik memiliki peran sama pentingnya di industi dengan alkilasi
parafin. Proses katalisis dalam fasa uap juga telah banyak digunakan semasa Perang
Dunia II untuk menghasilkan Kumene (isopropil benzena), suatu komponen yang
memiliki angka oktana sangat tinggi. Peralatan dan katalis yang digunakan untuk
polimerisasi olefin dapat juga digunakan pada kondisi yang sama untuk alkilasi
benzena dengan propilen. Kesetimbangan yang lebih mudah terjadi pada suhu tinggi
menyebabkan alkilasi aromatik oleh olefin dalam fasa uap lebih mudah dilakukan dari
pada paraffin, meskipun proses fasa cair dengan katalis aluminium klorida (70 sampai
100oC, 12 atm) juga dapat digunakan. Pengaruh suhu, tekanan, waktu tinggal dalam
reaktor, dan rasio benzena/propilen sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka
peningkatan kinerja reaksi. Selain sebagai bahan pencampur untuk meningkatkan
angka oktana, Kumene pada saat ini juga digunakan untuk bahan baku pembuatan
fenol dan aseton.
62 Bab Tiga
3.1.3. Isomerisasi
(3.10)
(3.9)
(3.8)
(3.7)
(3.6)
(3.5)
Katalis yang aktif dan dapat digunakan pada reaksi isomerisasi tentu saja
katalis asam, karena pada proses isomerisasi terjadi perpindahan hidrogen maka
konversi yang lebih baik didapat apabila katalis memiliki inti aktif untuk proses
hidrogenasi selain inti aktif asam.
(3.11)
(3.12)
(3.15)
(3.13)
(3.14)
3.2. HIDROGENASI-DEHIDROGENASI
Reaksi jenis ini adalah reaksi yang melibatkan hidrogen sebagai reaktan
(hidrogenasi) atau sebagai produk (dehidrogenasi) dimana terjadi pemutusan atau
pembentukan ikatan H-H, dengan pengecualian reaksi yang dimana H2 dan H2O
kedua-duanya dijumpai sebagai reaktan atau produk (contoh: sintesis butadiena dari
etanol).
Beberapa reaksi hidrogenasi-dehidrogenasi yang penting dalam industri ialah :
1. Saturasi ikatan C-C atau sebaliknya
2. Hidrogenasi aromatik dan aromatisasi
3. Hidrogenasi atau dehidrogenasi senyawa oxyorganic
4. Hidrogenolisis ikatan C-O atau N-O dan sebaliknya
5. Hidrogenasi oksida karbon dan sebaliknya
6. Hidrodesulfurisasi
7. Sintesis dan dekomposisi ammonia
Dari analogi reaksi katalisis yang telah dijelaskan sebelumnya, maka katalis
yang aktif pada reaksi ini ialah katalis yang mampu mengadsorpsi hidrogen dengan
kekuatan sedang. Katalis yang memiliki sifat tersebut adalah logam yang dapat dibagi
dalam 3 kelompok yaitu:
Model Adsorpsi dan Kinetika Reaksi Katalis 67
3.2.1. Logam.
Untuk menentukan logam apa yang memiliki aktifitas pada reaksi hidrogenasi-
dehidrogenasi, maka dapat dianalisis dari orbital elektronnya karena kekuatan
adsorpsi antara logam dan hidrogen tergantung hal tersebut. Namun ada beberapa hal
penting yang juga harus mendapat perhatian setelah menentukan katalis berdasarkan
orbital elektron, yaitu : termodinamika reaksi, geometri, selektivitas dan faktor
keracunan katalis. Secara detail, sifat katalis yang aktif dalam reaksi hidrogenasi-
dehidrogenasi memiliki karakter sebagai berikut :
1. Katalis harus mampu membentuk ikatan kimia dengan satu atau kedua
reaktan (chemisorption) tetapi ikatan tersebut harus tidak terlalu kuat dan
tidak terlalu lemah sehingga produk reaksi masih siap didesorpsi.
2. Kekuatan ikatan dengan hidrogen meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah kekosongan orbital d seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.6. Sesuai
persyaratan pada butir 1, aktivitas katalitik mencapai maksimum apabila
logam memiliki hanya satu orbital d kosong, dengan demikian unsur-unsur
Co, Ni, Rh, Pd, Ir dan Pt umumnya logam paling aktif untuk reaksi yang
melibatkan hidrogen.
3. Sifat katalis dan daya adsorpsi dari logam pada butir 2 dapat diestimasi dari
rata-rata jumlah orbital d yang kosong. Orbital kosong juga dapat terisi oleh
unsur lain yang memiliki elektron bebas, sehingga sebuah logam yang pada
mulanya memiliki banyak orbital d kosong, dapat berkurang jumlah orbital
kosongnya.
Tabel 3.6. Susunan Periodik Unsur-Unsur Katalitik untuk Reaksi yang Melibatkan
Hidrogen
V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
68 Bab Tiga
Unsur-unsur dengan banyak orbital d yang kosong seperti V, Cr, Cb, Mo, Ta
dan W cenderung tidak aktif untuk reaksi yang melibatkan hidrogen, kemungkinan
karena adsorpsi kuat mereka pada reaktan-reaktan dan/atau produk reaksi.
Aktivitas yang lemah untuk reaksi yang melibatkan hidrogen ditunjukkan oleh
katalis selain logam transisi misalnya alumina. Meskipun, dapat juga dianalisis bahwa
aktivitas yang ditunjukkan oleh alumina tersebut mungkin saja akibat adanya logam
Al dalam alumina atau adanya pengotor Fe didalamnya.
(3.18)
(3.17)
(3.16)
`
Model Adsorpsi dan Kinetika Reaksi Katalis 69
(3.20)
(3.19)
(3.21)
aromatik yang memiliki angka oktana sangat tinggi. Namun akhir-akhir ini, keluarkan
aturan bahwa senyawa peningkat angka oktana tidak boleh mengandung senyawa
aromatik sehingga dikembangkan lagi senyawa-senyawa lain yang dapat
menggantikan aromatik sebagai bahan peningkat angka oktana gasolin.
Konstanta keseimbangan untuk beberapa reaksi aromatisasi ditunjukkan pada
Tabel 3.8.
(3.24)
(3.22)
(3.23)
Reaksi-reaksi ini umumnya digunakan untuk sintesis aldehid, keton, dan ester.
Reaksi lain yang sangat penting ialah reaksi Fischer-Trops dimana reaksi ini
bertujuan menghasilkan senyawa hidrokarbon dari gas sintetik (H2 dan CO). Proses
ini sudah menjadi industri yang menyiapkan bahan bakar alternatif pengganti bahan
bakar dari minyak bumi. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan
bergesernya penggunaan minyak ke gas, proses ini kedepan akan semakin penting
sebagai salah satu metode penyedia energi.
Pada kelompok reaksi hidrogenasi-dehidrogenasi juga terdapat reaksi
hidroformilasi yang dikenal juga dengan reaksi Oxo. Reaksi Oxo adalah pembentukan
aldehid dari terdiri dari satu atom lebih C. Aldehid tersebut biasanya dihidrogenasi
membentuk alkohol pada tahap kedua.
Selain itu, terdapat juga reaksi hidrodesulfurisasi yang umumnya memiliki
persamaan reaksi sebagai berikut:
1. Hidrogenasi satu gugus fungsi tetapi tidak pada gugus fungsi yang lain.
2. Hidrogenasi atau dehidrogenasi untuk produk yang diinginkan tetapi tidak
terjadi reaksi selanjutnya yang dapat menghasilkan produk yang tidak
diinginkan.
Agar reaksi dapat difokuskan terjadi dengan ketentuan diatas, dilakukan
pendekatan sebagai berikut:
1. Menggunakan waktu kontak optimum,
2. Penyesuaian kondisi untuk selektivitas termodinamika,
3. Pemilihan katalis dan kondisinya.
3.3. OKSIDASI
Oksidasi dalam hal ini didefinisikan sebagai suatu reaksi yang melibatkan
perpindahan oksigen didalamnya. Biasanya oksigen bebas merupakan salah satu
reaktan akan tetapi air juga bisa menjadi salah satu media pembawanya. Air tersebut
tidak harus menjadi produk dari suatu reaksi. Jika reaksi tersebut melibatkan oksigen
bebas maka harus terjadi pemutusan ikatan antara oksigen dan oksigen.
Apabila unsur A dioksidasi menjadi AO, maka persamaan reaksi katalisis
oksidasi umumnya dapat dituliskan sebagai berikut:
A + K → AK (3.36)
AK + O → AO+K (3.37)
Seperti dijelaskan pada Bab 1 bahwa reaksi ini dapat terjadi apabila memenuhi
2 hal :
1. Katalis (K) mampu mengadsorpsi reaktan dan atau oksigen
2. Kekuatan adsorpsi antara katalis dan reaktan tidak terlalu kuat sehingga
reaksi (3.36) dan (3.37) dapat berjalan sangat cepat.
Dari ketentuan tersebut maka katalis untuk reaksi oksidasi yang memenuhi
syarat ialah senyawa yang dapat mengadsorpsi reaktan dan atau oksigen dengan
kekuatan adsorpsi yang tidak terlalu kuat. Apabila dibuat kurva volkano seperti pada
Gambar 1.8, maka logam transisi Pt, Pd, Rd berada dipuncak kurva dan ini berarti
menunjukkan katalis yang paling aktif untuk reaksi oksidasi.
Model Adsorpsi dan Kinetika Reaksi Katalis 73
Dari penjelasan diatas, secara umum, hal utama yang dibutuhkan dalam suatu
reaksi oksidasi katalisis ialah adanya kemampuan untuk memberi dan menerima
oksigen. Unsur yang sesuai ialah unsur –unsur yang menghasilkan oksida-oksida yang
relatif tidak stabil (senyawa pada fasa ruah atau permukaan) sehingga memiliki
kemampuan untuk bereaksi dengan material yang akan teroksidasi. Selain itu, unsur
tersebut dapat di regenerasi dengan oksigen atau pembawanya pada kondisi terjadinya
suatu reaksi. Unsur-unsur yang sesuai ialah unsur-unsur transisi (kelompok VIII) dan
unsur-unsur pada sub kelompok I. Pada Tabel 3.9 terlihat katalis yang biasa
digunakan untuk reaksi oksidasi.
Reaksi oksidasi yang melibatkan oksigen bebas dapat dibagi menjadi beberapa
jenis, yaitu:
A. Penambahan Oksigen
A. Katalis Vanadium
Salah satu tujuan penggunaan katalis ini di industri adalah untuk mengoksidasi
naphthalene menjadi phthalic anhydrat dan juga SO2 menjadi SO3 dimana reaksi ini
menjadi reaksi komersial yang penting.
B. Katalis Platina
C. Katalis Perak
D. Katalis Nikel
Aplikasi dengan menggunakan oksida nikel masih sedikit. Akan tetapi nikel
banyak digunakan untuk mendapatkan pembakaran sempurna.
E. Katalis Tembaga
katalis tembaga krom untuk mengoksidasi sempurna uap/asap organik pada suhu
2600C.
F. Katalis Mangan
Katalis mangan memiliki aplikasi yang sama dengan katalis tembaga. Katalis
ini sangat aktif terhadap oksidasi parsial CO ketika menggunakan CuO dan CoO
sebagai promotor. Akan tetapi, penggunaan mangan pada reaksi ini dapat teracuni
oleh uap air.
G. Katalis Besi
Aplikasi dari katalis besi untuk oksidasi langsung secara komersial masih
sangat sedikit. Hal ini kemungkinan disebabkah oleh rendahnya selektivitas yang
didapatkan.
(3.54)
(3.55)
Reaksi pergeseran yang sangat dikenal ialah water gas shift reaction (WGSR).
WGSR ini merupakan reaksi yang penting di industri. Reaksi ini biasanya hanya satu
tahap untuk mendapatkan hidrogen, kemudian selanjutnya akan digunakan untuk
mensintesis amonia, sintesis Fischer-Tropsch, hidrogenasi senyawa organik, reduksi
pada proses metalurgi, dan sebagainya. Umpan yang digunakan biasanya
menghasilkan kembali metana, uap air, gas, serta uap air.
Unsur-unsur lain yang telah terbukti memiliki aktivitas pada reaksi oksidasi
seperti ZnO, V2O5, kromat, TiO2, Co2O3, dan NiO2 dan penggabungan tembaga-kobal
oksida yang lebih aktif pada suhu rendah. Sebagai tambahan, pengaruh promotor
krom dapat meningkatkan aktivitas dan selektifitas katalis oksidasi.
Reaksi samping yang kemungkinan terjadi, tidak mengganggu kinerja reaksi
pergeseran apabila reaksi dilakukan pada tekanan atmosfer dan laju uap air/karbon
Model Adsorpsi dan Kinetika Reaksi Katalis 77
monoksida yang tinggi. Akan tetapi pada pada rasio uap air/gas yang rendah dan
tekanan tinggi, reaksi samping mempengaruhi kinerja reaksi pergeseran. Masalah
katalis lainya ialah peracunan sulfur, pembentukan endapan, penurunan aktivitas, dan
sebagainya.
3.4. HIDRASI-DEHIDRASI
Reaksi hidrasi dan dehidrasi melibatkan adanya air dalam persamaan reaksi,
namun perlu diingat bahwa reaksi jenis ini tidak termasuk reaksi penambahan atau
pengurangan gas hidrogen. Dehidrasi dapat terjadi secara intramolekular (misalnya:
dehidrasi alkohol) atau secara intermolekular (misalnya: pembentukan ester).
Mengingat konversi kesetimbangan reaksi hidrasi sangat jarang mencapai
90%, maka data tentang konstanta kesetimbangan sangat perlu untuk melakukan
rekayasa agar kinerja katalis dapat maksimal.
Dibawah ini diberikan data konstanta kesetimbangan untuk hidrasi etilen
menjadi etanol yaitu:
Keadaan fisik katalis sangat penting sepenting sifat kimianya untuk berperan
maksimal pada reaksi ini. Katalis yang tahan terhadap sintering merupakan katalis
yang sangat baik untuk reaksi ini.
Pada umumnya semua katalis hidrasi-dehidrasi mempunyai afinitas yang kuat
terhadap air. Contoh utama adalah alumina yang mempunyai kandungan air beberapa
persen bahkan pada suhu 600oC. Kandungan sekuat ini adalah karena terjadinya
absorpsi kimia antara air dengan katalis. Katalis alumina biasanya digunakan untuk
dehidrasi alkohol.
Tahap reaksi hidrasi dehidrasi adalah sebagai berikut:
1. adsorpsi reaktan
2. dekomposisi di permukaan (tahap penentu laju)
3. desorpsi produk
4. desorpsi air
Afinias permukaan katalis terhadap air berhubungan dengan energi aktifasi
untuk dehidrasi di permukaan katalis tersebut. Oleh karena itu sesuai dengan teori
dasar tentang katalis yang dapat aktif pada reaksi tertentu, maka katalis yang aktif
pada hidrasi dan dehidrasi adalah katalis yang memiliki afinitas tinggi teradap air.
Alumina, seperti dijelaskan sebelumnya adalah termasuk katalis yang memiliki
aktivitas terhadap reaksi ini dan alumina adalah katalis asam. Dari penjelasan ini
dapat disimpulkan bahwa katalis asam adalah katalis yang aktif pada hidrasi-
dehidrasi. Aktivitas katalis asam pada reaksi ini karena kemampuan mengasorbsi air
membentuk ion air terprotonasi. Selain katalis asam, unsur yang dapat mengadsorpsi
air adalah logam karena kemampuannya bereaksi dengan air.
Katalis aktif yang lain meliputi silika alumina gel, kombinasi berbagai logam
dengan alumina, lempung (clay), dan lain-lain. Kombinasi silika gel dengan tantalum,
zirconium, atau hafnium terbukti paling cocok untuk sintesis butadiena. Diantara
jenis-jenis reaksi yang termasuk dalam reaksi hidrasi-dehidrasi adalah sebagai berikut:
(3.62)
(3.56)
(3.57)
(3.61)
(3.58)
(3.60)
(3.59)
(3.63)
Model Adsorpsi dan Kinetika Reaksi Katalis 79
3.5. HALOGENASI-DEHALOGENASI
C. Proses Deacon
D. Reaksi Fiedel-Craft
(3.74)
80 Bab Tiga
(3.83)
(3.82)
(3.81)
Pada kelompok reaksi ini, terdapat komponen air dan hidrogen pada salah satu
sisi persamaan reaksi. Salah satu contoh yang paling penting adalah sistesis butadiena
satu tahap dari alkohol dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
Pengelompokan reaksi menjadi 6 (enam) bagian seperti diuraikan pada bab ini
merupakan reaksi dasar yang dianggap terjadi secara tunggal, oleh karena itu katalis
yang aktifpun hanya memerlukan satu jenis inti aktif. Saat ini, reaksi katalisis sudah
berkembang sedemikian pesat sehingga reaksi terjadi simultan dari berbagai
mekanisme. Hal ini yang menyebabkan perkembangan katalis juga mengarah kepada
katalis dengan banyak inti aktif. Pemilihan katalis dengan banyak inti aktif tentu saja
masih dapat menggunakan teori dasar pengelompokan reaksi pada bab ini. Penentuan
katalis menggunakan pengelompokan reaksi berdasakan mekanisme adalah langkah
awal penentuan katalis, yang selanjutnya dilakukan analisis lebih detil untuk
mendisain katalis sampai benar-benar dapat digunakan dalam reaksi. Pembahasan
tentang bagaimana secara detail mendisain katalis, diulas secara lengkap pada bab
selanjutnya pada buku ini.
Dari uraian mengenai reaksi katalisis dan bagaimana katalis dipilih agar
memiliki aktivitas pada reaksi tertentu, maka dapat dicoba sebagai permulaan untuk
menentukan katalis apa yang tepat pada reaksi berikut ini.
1. Reaksi pembuatan hidrogen dari gliserol. Akhir-akhir ini kebutuhan bahan
bakar yang berasal dari sumber nabati meningkat dengan tajam. Sintesis
82 Bab Tiga
83
84 Bab Empat
1. Reaktan akan teradsorpsi pada inti aktif dengan jumlah maksimum setara
dengan terjadinya lapisan tunggal dari spesi yang teradsorpsi. Tiap inti aktif
hanya bisa ditempati oleh satu jenis reaktan yang teradsorpsi saja.
2. Sifat permukaan katalis adalah seragam sehingga memberikan peluang
yang sama terhadap reaktan untuk teradsorpsi pada inti aktif yang masih
kosong.
dn A
k I A . PA (4.1)
dt nds
Sedangkan laju desorpsi sebanding dengan jumlah molekul yang teradsorpsi di inti
aktif dan persamaan yang mewakilinya adalah sebagai berikut :
dn A
k ' A (4.2)
dt des
k 1 A PA k ' A
k PA K A PA
A (4.3)
k ' k PA 1 K A PA
K Ae RT
(4.4)
Nilai K yang besar menunjukkan ikatan yang kuat antara katalis dengan
reaktan yang teradsorpsi. Semakin besar nilai K, maka semakin besar fraksi inti aktif
yang tertutupi (telah mengasdosrbsi reaktan) pada suhu dan nilai A yang tetap. Pada
tekanan PA yang rendah, fraksi dari inti aktif yang mengadsorpsi reaktan secara
langsung sebanding dengan PA.
Pendekatan serupa dapat diaplikasikan untuk menurunkan model adsorpsi
isotermal pada dua atau lebih gas yang berkompetisi untuk teradsorpsi pada inti aktif
yang sama. Model untuk dua gas atau lebih ini dijelaskan pada sub bab model laju
reaksi katalitik.
Pemakaian model adsorpsi Langmuir untuk selanjutnya adalah menggunakan
besaran θA sebagai konsentrasi reaktan teradsorpsi di permukaan. Selanjutnya
konsentrasi permukaan ini dihubungkan dengan persamaan laju untuk menghitung
laju reaksi katalisis yang terjadi.
1
A c PA n (4.5)
q qo 1 (4.6)
Selanjutnya fraksi inti aktif yang telah mengadsorpsi dapat dituliskan sebagai berikut :
RT
ln A0 P (4.7)
q0 .
dimana q0 adalah panas adsorpsi pada saat semua inti aktif masih belum mengadsorpsi
qo
spesi dan Ao a0 e RT
dengan a0 dan α adalah konstanta.
Seperti didiskusikan pada teori kinetika reaksi, secara umum laju reaksi
dipengaruhi oleh konsentrasi reaktan. Pada reaksi katalisis heterogen dimana katalis
berada dalam bentuk padat, konsentrasi reaktan adalah konsentrasi dalam keadaan
teradsorpsi dipermukaan katalis. Untuk menghitung konsentrasi ini, beberapa model
telah didiskusikan di subbab sebelumnya.
Katalis memiliki berbagai kondisi inti aktif yang pada reaksi katalisis menjadi
pusat terjadinya proses katalisis. Katalis bisa memiliki inti aktif tunggal, ganda
maupun multi inti aktif, sementara itu, reaktan juga demikian bisa tunggal, ganda dan
multi yang juga bersifat dapat teradsorpsi atau tidak. Sementara itu, model isotermal
adsorpsi yang didiskusikan di subbab sebelumnya hanyalah model untuk menentukan
konsentrasi reaktan tunggal dipermukaan. Oleh karena itu, untuk menentukan laju
reaksi, maka diperlukan model yang lebih kompleks dengan mengembangkan model
isotermal adsorpsi. Diskusi selanjutnya akan difokuskan pada 2(dua) model laju reaksi
katalisis untuk berbagai jenis reaksi.
Model Adsorpsi dan Kinetika Reaksi Katalis 87
(4.8)
Bentuk dan kerumitan dari tiap-tiap reaksi tergantung pada asumsi yang
digunakan pada mekanisme tersebut. Berikut ini adalah beberapa model persamaan
laju reaksi untuk berbagai jenis reaksi yang berkaitan dengan perilaku reaktan dan
produk terhadap inti aktif katalis atau sebaliknya:
(4.10)
Nilai dari θA didapatkan dari model adsorpsi isotermal Langmuir yang mewakili
konsentrasi A dipermukaan katalis:
88 Bab Empat
(4.11)
(4.12)
Jika sebuah reaksi mengikuti model ini, maka laju reaksinya akan merupakan
reaksi orde satu pada nilai PA yang cukup rendah. Kenaikan nilai PA akan menurunkan
orde reaksi secara bertahap hingga akhirnya menjadi orde nol.
Dari fenomena diatas dapat disimpulan bahwa, laju reaksi merupakan orde
satu jika molekul A diadsorpsi dengan lemah (nilai K kecil). Sedangkan, laju reaksi
merupakan orde nol jika molekul A diadsorpsi dengan kuat. Perilaku ini ditemukan
pada beberapa reaksi dekomposisi.
Asumsi :
5. A, B, dan C semuanya teradsorpsi
6. Laju reaksi sebanding dengan jumlah molekul A yang teradsorpsi
7. Tidak terjadi desosiasi terhadap molekul A pada saat adsorpsi
8. Reaksi balik dapat diabaikan
9. Maka dengan menggunakan adsorpsi isotermal Langmuir, fraksi dari
permukaan yang mengadsorpsi molekul A, B, dan C dapat diturunkan dari
persamaan adsorpsi/desorpsi sebagai berikut :
(4.19)
Setiap molekul yang bereaksi akan menghasilkan dua molekul produk yang keduanya
kemudian teradsorpsi. Oleh karena itu, sangatlah diperlukan sebuah inti aktif kosong
di sekitar molekul reaktan yang telah teradsorpsi untuk mengakomodasi satu molekul
produk yang terbentuk. Persamaan laju reaksi pada peristiwa ini diberikan sebagai
berikut :
(4.20)
(4.21)
Jika terdapat sebuah material inert X yang teradsorpsi dalam jumlah yang cukup
signifikan, maka variabel KXPX harus ditambahkan pada penyebut sehingga
persamaan (4.20) akan menjadi seperti berikut
(4.22)
Pada reaksi ini digunakan asumsi yang sama seperti pada kasus laju reaksi
dekomposisi dengan produk teradsorpsi. Namun, pada kondisi ini laju reaksi dianggap
sebanding dengan konsentrasi A dan B yang teradsorpsi. Sehingga laju reaksinya
diberikan sebagai berikut :
90 Bab Empat
(4.24)
(4.25)
(4.27)
Dimana PA adalah tekanan dari molekul A yang tidak terdesosiasi. Bila diasumsikan
bahwa desorpsi melibatkan interaksi antara dua atom yang teradsorpsi berdekatan,
maka:
(4.28)
(4.29)
Model Adsorpsi dan Kinetika Reaksi Katalis 91
Laju reaksi disosiasi A dapat merupakan orde satu ataupun orde dua
tergantung pada kondisi liingkungan. Jika -r = k θA , maka persamaan (4.29) akan
menjadi :
(4.30)
-r
-r (4.31)
Jika dua atom A yang terdisosiasi bereaksi secara serempak dengan B, dan
produk reaksi tidak diadsorpsi oleh katalis, maka :
-r (4.32)
Contoh yang paling umum dari adsorpsi disosiasi ini adalah pada peristiwa
reaksi antara hidrogen dengan sebagian besar logam. Reaksi hidrogen ini lebih sering
diperkirakan sebagai reaksi orde satu daripada orde setengah. Persamaan (4.32)
menunjukkan bahwa meskipun reaksi disosiasi hidrogen merupakan orde satu, namun
adsorpsi hidrogen (dianggap sebagai senyawa A) ternyata tidaklah lebih kuat
dibandingkan dengan adsorpsi terhadap senyawa B (KA < KB). Oleh karena itu pada
proses reaksi, terjadi berkali-kali reaksi antara hidrogen dan atom B. Reaksi pertama
justru setelah terjadi kesetimbangan antara A dan B dan reaksi selanjutnya antara
hidrogen dan logam akan berjalan sangat lambat sehingga menjadi reaksi penentu laju
reaksi.
E. Model persamaan laju reaksi katalisis untuk adsorpsi 2 macam Gas pada inti
aktif yang Berbeda
A + B → Produk (4.33)
Pada kasus ini, molekul A dan B diasumsikan teradsorpsi secara terpisah pada
inti aktif yang berbeda. Apabila persamaan untuk penentuan konsentrasi yang telah
dijelaskan sebelumnya dipakai, maka :
92 Bab Empat
(4.34)
(4.35)
Jika laju reaksi sebanding dengan jumlah molekul A dan B yang teradsorpsi,
maka:
(4.36)
(4.37)
(4.38)
(4.39)
Model Adsorpsi dan Kinetika Reaksi Katalis 93
(4.40)
Pada kondisi kesetimbangan, laju reaksi maju dan reaksi balik haruslah sama
sehingga:
(4.41)
(4.42)
(4.43)
Laju reaksi benilai nol jika dalam kesetimbangan. Meskipun rasio dapat
digambarkan sebagai konstanta kesetimbangan untuk reaksi permukaan, hal itu tidak
dapat disamakan dengan Keq.
r k B PA (4.44)
kPB K A PA
r (4.46)
1 K A PA K B PB K C PC
95
96 Bab Lima
Contoh lainnya adalah proses reformasi uap air yang menggunakan katalis Ni.
Proses yang dikembangkan mula-mula berlangsung pada tekanan yang rendah yaitu
sekitar 0,4-1 MPa dengan menggunakan kalsium alumina silikat. Supaya dapat
menggunakan pompa sentrifugal yang lebih ekonomis maka proses reformasi uap air
ini harus berlangsung pada tekanan yang lebih tinggi. Dengan adanya peningkatan
tekanan ini, maka terjadi kendala atau hambatan disebabkan oleh jenis penyangga
yang digunakan pada proses tekanan rendah tersebut dapat mengalami peristiwa
migrasi silika pada tekanan yang tinggi. Sebagai solusinya penyangga kalsium
alumina silika ini diganti dengan α-alumina.
Contoh yang lain lagi adalah katalisis pada sintesis metilamin. Terdapat 3 jenis
metil amin yaitu Monometilamin (MMA), Dimetilamina (DMA) dan Trimetilamina
(TMA). Pada awal sintesis senyawa ini dari amonia dan metanol, digunakan katalis
alumina. Oleh karena kesetimbangan reaksi mengarah pada terbentuknya TMA secara
mayoritas, maka katalis alumina yang tidak selektif menghasilkan TMA dengan
komposisi paling besar. Saat ini, TMA adalah senyawa metilamin yang paling tidak
dikehendaki karena harganya yang sangat murah dibandingkan kedua metilamina
lainnya, juga keberadaan TMA di campuran dengan MMA dan DMA menyebabkan
terbentuknya campuran azeotrop yang berakibat pada tingginya biaya pemisahan.
Pengembangan sintesis metilamina akhir-akhir ini diarahkan untuk menggunakan
katalis ZSM-5 yang memiliki ukuran pori lebih besar dari ukuran MMA dan DMA
tetai lebih kecil dari ukuran TMA sehingga terjadi shape selective catalysis yang
dapat menekan diproduksinya TMA.
Pengembangan dan Perancangan Katalis 97
mencoba dan menduga-duga hal yang dianggap gaib ini. Hasil kerja Dowden telah
diperluas oleh Trimm didalam sebuah buku yang dipersembahkan untuk subjek ini.
Trimm memberikan banyak contoh, dimana beberapa diantaranya direkomendasikan
sebagai materi tambahan untuk didiskusikan pada bagian ini.
Tujuan dari pelatihan sistimatis ini adalah untuk memandu pemula agar
memiliki pengetahuan mengenai prosedur sistematis yang mengarahkan kepada
penemuan kreatif, sebuah jalan yang tampaknya dengan mudahnya dapat dijalani oleh
seorang yang ahli. Seorang yang ahli mungkin menggunakan intuisinya, sebelum dia
sendiri mengikuti tahapan-tahapan ini. Dengan latihan, pemula dapat memulai untuk
memasukkan gayanya sendiri, untuk melakukan inovasi dan untuk melakukan
optimisasi. Setiap kasus mungkin saja menghasilkan variasi pada topik utamanya,
namun metodologinya adalah sama.
Prosedurnya atraktif sebagaimana belajar berkendara. Hal ini telah dibuktikan
berhasil pada banyak aplikasi praktis. Sebagai bagian materi untuk latihan, maka
kemajuan peserta pada awal mengikuti pelatihan ini akan lebih cepat jika memahami
prinsip-prinsip perancangan katalis. Selanjutnya struktur metodologi sebagai materi
lanjutan akan dapat mengarahkan kepada identifikasi disiplin dari fitur-fitur dan
struktur dari material yang akan digunakan. Namun perlu dicatat, bahwa acapkali
bagian-bagian yang hilang dari puzzle-puzzle data memberikan kesempatan untuk riset
lebih lanjut.
Diskusi pada pengembangan proses pada Bab 3 menekankan pada pentingnya
mendefinisikan proses yang diperlukan dan mengidentifikasi tujuan-tujuan yang
hendak dicapai. Apabila hal – hal tersebut dikategorikan sebagai modifikasi difusi
ataupun mekanikal, maka kemudian perancangannya akan melibatkan perubahan
didalam persiapan dan formulasi yang akan mengoptimasi ukuran partikel, struktur
partikel, dan kekuatannya. Dalam kasus dimana ketahanan untuk deaktivasi harus
ditingkatkan, maka solusinya didapatkan melalui penggabungan dari struktur dan sifat
kimia promotor, atau mungkin dengan mengubah bentuk dari pori-pori. Peningkatan
dalam regenerasi membutuhkan penggabungan dari aditif-aditif pembakaran.
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, maka perancangan dan modifikasi
terhadap komposisi dan struktur dari katalis yang telah ada sangatlah penting.
Prosedurnya mungkin sulit, akan tetapi ini merupakan penerapan langsung dari
prinsip-prinsip yang telah didiskusikan sebelumnya. Bagaimanapun, ketika komposisi
Pengembangan dan Perancangan Katalis 99
yang semuanya baru diperlukan, seorang perancang katalis akan berhadapan dengan
masalah pemilihan material yang sesuai untuk pengujiannya lebih lanjut. Tingkat
kemudahan dalam usaha mendapatkan katalis yang sesuai bergantung pada data riset
yang tersedia. Pada kasus dimana, tidak ada teknologi proses yang terbukti ada
sebagai panduan, maka kemudian pencarian harus berbalik secara menyeluruh dan
material-material yang belum dicoba. Komponen aktif yang cocok harus ditemukan.
Faktor-faktor lain, seperti aktivitas optimal, selektivitas, waktu hidup dan formulasi
adalah subjek-subjek untuk pengembangan dimasa depan.
Reaksi tujuan sangatlah penting. Hal ini paling mudah diidentifikasi dengan
proses kimia karena reaksi kritis akan dengan mudahnya teridentifikasi. Pada proses
sintesis minyak bumi menjadi bahan bakar dan proses bahan bakar lainnya, ada
banyak reaksi yang ada dan beberapa derajat penggalan menjadi tipe-tipe reaksi,
mengacu pada model komponen-komponen yang penting.
Sekarang kita akan mengikuti strategi yang dikembangkan oleh Dowden.
Tahapan-tahapan nyata didalam metode Dowden dapat ditunjukkan pada Gambar 5.2.
Analisis Stoikiometri
Analisis Termodinamik
Jika target reaksi oksidasi metana menjadi formaldehid adalah sebagai berikut:
(5.1)
DH 12.8
DH 22.2
OI -20.6
OI,DH -20.0
OI,DH -43.1
OI,DH,O -70.9
OI,DH,O -67.0
OI,DH,O -87.3
OI,DH,O -31.0
OI,DH,O -119.8
OI,DH,O -136.5
OI,DH,O -139.8
OI,DH,O -98.6
OI,DH,O -118.7
OI,DH,O -189.5
DH,A 16.6
A 4.5
DH,A 10.5
OI -50.3
Pengembangan dan Perancangan Katalis 103
OI -30.7
HCOOH OI -45.3
O -9.2
Tujuan analisis ini adalah untuk menilai kemungkinan untuk setiap persamaan
stoikiometri dapat dikelompokkan ke dalam kelompok dengan fungsi yang sama.
Untuk contoh yang ada, reaksi dengan ∆Gro lebih dari 10 kkal/mol tidak akan
diperhitungkan karena kemungkinan kesesuaian terjadinya reaksi tersebut sangat
rendah. Reaksi yang termasuk didalamnya antara lain :
OI,DH,O -189.5
OI,DH,O -70.9
OI,DH,O -67.0
OI,DH -20.0
OI -20.6
DH -17
DH 2
Dalam tahapan ini, reaksi akan dilihat kecenderungannya. Misalnya saja target
reaksi terdapat pada kelompok yang sama dengan pembakaran (combustion) atau
oksidasi. Penggunaan fungsi ini untuk katalis adalah untuk mendapatkan hasil yang
selektvitasnya rendah. Lebih jauhnya, analisis menunjukkan altrnatif reaksi yang
mungkin adalah reaksi insersi oksigen dan dehidrogenasi. Hal ini menyebabkan
104 Bab Lima
(5.2)
Tujuan dalam tahapan ini adalah untuk mengetahui visualisasi kejadian secara
molekuler. Dalam hal ini, langkah yang diambil cukup mudah seperti yang tertera
pada Gambar 5.3. Contoh-contoh yang lain dapat menunjukkan mekanisme molecular
dengan mempunyai starting point masing-masing. Beberapa pertimbangan lainnya
adalah untuk membedkan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin ada.
CH4 dan O2 teradsorp secara kimia dan terdisosiasi. Diketahui CH4 dapat
mengadsorp seperti CHx dengan x dari 0 sampai 3. Dehidrogenasi tidak diinginkan
karena CH2 jauh lebih reaktif dibandingkan CH3 dan akan mengarahkan reaksi ke
produk yang oksidatif. Selain itu dehidrogenasi yang kuat dapat menyebabkan
dekomposisi produk CH2O
Adsorpsi oksigen dapat berbentuk sebagi ion molekular maupun spesies atom.
Berbentuk spesies atom karena produk hanya mengandung satu oksigen. Atom
oksigen yang teradsorp akan reaktif dan mengarahkan ke oksidasi. Ada beberapa
korelasi antara aktivitas pembakaran dan mobilitas dari spesies permukaan tersebut.
Untuk menghindari oksidasi, kita membutuhkan disosiasi oksigen yang mengarah ke
kemisorpsi yang sangat kuat untuk migrasi. Hal ini berarti CH3 yang teradsorp harus
bergerak untuk berdifusi ke oksigen. Reaksi antara O dan CH3 tersebut serta
intermédiate-nya terdehidrogenasi untuk menghasilkan formaldehid
Melalui tahap ini perancang katalis harus memperkirakan jalur reaksi yang
diinginkan. Dalam contoh ini, sifat katalis di sini selain harus mendorong terjadinya
penambahan oksigen (OI/oxygen insertion) dan dehidrogenasi lemah, namun juga
katalis harus dapat bersifat menghambat oksidasi kuat dan dehidrogenasi.
yang cocok yang bisa digunakan dalam reaksi. Dalam contoh ini, katalis harus
bersifat:
Memiliki bagian penyerap oksigen, mendorong terjadinya disosiasi dan
spesies oksigen yang statis.
Bagian dehidrogenasi ringan yang dapat menghasilkan CH3 dari CH4 dan
menghilangkan H dari reaksi antara.
Bagian (sites) terdekat untuk memfasilitasi langkah dehidrogenasi terakhir.
Fe3+ Sc3+V3+
V3+ Ti4+
V5+ V3+
Ti4+ Fe2+
Zn2+
Zr3+
Nb3+
Mo6+
Maka pilihan material yang konsisten dengan semua sifat yang diinginkan
adalah sebagai berikut,
1. Oksida Tunggal : TiO2, V2O3
108 Bab Lima
Umumnya proses pembuatan metanol dilakukan melalui dua tahap reaksi yaitu
reaksi steam reforming metana menghasilkan syngas CO dan H2. Kemudian syngas
tersebut direaksikan kembali untuk menghasilkan metanol. Dari sisi pengetahuan
termodinamikan, mak sebetulnya reaksi oksidasi parsial antara metana dengan
oksigen menghasilkan metanol sangat mungkin terjadi. Dimana persamaan reaksi
oksidasi parsial dari metana menjadi metanol adalah sebagai berikut :
yang merupakan reaksi dehidrogenasi ringan. Reaksi ini dihindari karena akan
menghasilkan formaldehid.
Untuk oksidasi metana, terjadi berbagai reaksi yang mungkin terjadi berikut:
OI -50,3
½ O2 + H2 H2O
OI -30,7
½ O2 + C2H6 C2H5OH
OI -45,3
½ O2 + CH2OH HCOOH
O -9,2
O2 + H2 H2O2
Pada Gambar 5.7, produk intermediet (antara) dapat mungkin terjadi berupa
CO dan H2.
Reaksi diatas termasuk reaksi oksidasi parsial atau oksidasi lemah. Untuk oksidasi
lemah maka logam yang sesuai ialah sebagai berikut :
M+ + ½ O2 MO+ (5.5)
114 Bab Lima
Reaksi (5.6) merupakan reaksi eksotermis jika energi ikatan M+ dan O2-
(Do(M+-O)) lebih kecil dari 249 kJ/mol. Dan reaksi (5.6) merupakan reaksi
eksotermis jika energi ikatan antara Do (M+-O) lebih kecil dari 375 kJ/mol. Dengan
kata lain, harus dicari logam yang memiliki energi ikatan dengan O pada rentang 249
– 375 kJ/mol.
Grafik pada Gambar 5.9 dibawah ini menunjukkan energi ikatan M+-O. Dari
grafik tersebut didapatkan logam yang sesuai untuk rentang energi tersebut ialah: Cr,
Mo, W, Mn, Re, Fe, Ru, Sc, Co, Rh, Ir, Ni, Pd, dan Pt.
Sehingga daftar katalis yang sesuai ialah:
Oksidasi lemah dan tidak termasuk hidrogenasi : Sc3+, Cr3+, Fe2+, Zn2+, Zr3+,
Nb3+, Mo6+.
Berdasarkan energy ikatan M+-O : Cr, W, Mn, Re, Fe, Ru, Sc, Co, Rh, Ir, Ni,
Pt
Sehingga katalis yang konsisten terhadap semua sifat ialah: Sc3+, Cr3+, Fe2+, Mo6+.
Dalam bentuk oksida menjadi: Sc2O3 , Cr2O3, FeO, dan MoO3
Inti aktif tunggal dari oksida tunggal dan penyangga dipreparasi untuk
menghasilkan porositas dan luas permukaan yang tinggi. Tahapan dari metode
preparasi untuk oksida tunggal ialah sebagai berikut :
115
116 Bab Enam
Yang dimaksud dengan oksida ganda (dual oxides) adalah kombinasi antara
2 oksida yang menghasilkan sifat katalitik yang sinergis. Katalis ini dipreparasi
menggunakan 2 sumber katalis. Oksida ganda bukanlah komponen yang terpisah
tetapi lebih cenderung seperti larutan dari 2 padatan yang menyatu. Beberapa contoh
yang biasa dijumpai adalah SiO2-Al2O3, NiO- Al2O3 dan zeolit.
Preparasi dan Karakterisasi Katalis 117
A. SiO2-Al2O3
Salah satu oksida ganda yang paling dikenal adalah SiO2-Al2O3 yang biasa
digunakan sebagai katalis untuk perengkahan dan penyangga yang bersifat asam.
Preparasi yang digunakan untuk pembuatan katalis ini adalah sama seperti yang
digunakan untuk membuat SiO2. Namun menggunakan 2 larutan yang satunya sebagai
sumber Si dan lainnya sebagai sumber Al
B. NiO-Al2O3
NiO-Al2O3 adalah salah satu oksida ganda yang digunakan secara luas untuk
mereduksi Ni/Al2O3 yang digunakan pada reaksi metanasi dan hidrogenasi.
C. Zeolit
Zeolit digolongkan pada oksida ganda karena tersusun dari oksida Si dan
oksida Al yang membentuk kristal.
A. Presipitasi
Pada presipitasi, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mencapai reaksi
antara sumber inti aktif dan penyangga seperti dibawah ini :
Larutan garam dapat berbentuk larutan dari senyawa logam oksalat, nitrat,
sulfat atau klorida. Pemilihan dari garam atau alkali didasarkan pada faktor yang sama
dengan faktor pada presipitasi oksida tunggal. Tahap preparasi juga mirip dengan
preparasi logam tunggal dimana pengendalian pH merupakan langkah yang sangat
penting karena akan mempengaruhi ukuran partikel inti aktif. Sedangkan penentuan
suhu kalsinasi dipengaruhi oleh suhu dekomposisi anion.
118 Bab Enam
Seperti terlihat pada proses deposisi inti aktif pada penyangga yang melalui
proses pengendapan, maka loading yang dapat dicapai menggunakan metode ini
menjadi tidak terbatas. Oleh karena itu metode ini paling umum digunakan untuk
preparasi katalis karena umumnya dikehendaki loading inti aktif yang relatif besar
sampai lebih dari 50%.
B. Adsorpsi
Penyangga yang berada pada larutan garam logam akan mengadsorpsi
sejumlah ion garam dan mengalami kesetimbangan mengikuti aturan adsorpsi
isotermis. Adsorpsi merupakan metode yang dipilih untuk mendeposisikan inti aktif
dengan loading kecil yaitu berkisar < 5%. Loading yang didapat dengan metode ini
dipengaruhi kesetimbangan dan kejenuhan adsorpsi. Sebagai contoh pada larutan
nikel dan alumina, hanya dimungkinkan loading hingga 2 - 3%.
D. Impregnasi
Impregnasi merupakan metode deposisi yang paling sederhana dan simpel.
Tujuannya adalah untuk memenuhi pori dengan larutan garam logam dengan
konsentrasi yang cukup untuk memberikan loading yang tepat. Larutan dibuat dalam
jumlah yang cukup untuk mengisi pori dan harus didasarkan pada perhitungan volume
pori pada preparasi oksida tunggal, hanya saja larutan garam logam tidak mengalami
perlakuan pemanasan. Partikel penyangga dimasukkan dalam larutan garam logam
Preparasi dan Karakterisasi Katalis 119
dan setelah larutan mengisi pori penyanga, dilakukan pengeringan dan kalsinasi.
Apabila loading yang dikehendaki belum terpenuhi, maka dilakukan perendaman
penyangga lagi untuk pengisian pori kembali sampai loading terpenuhi.
Dengan demikian, metode ini dapat memberikan loading sebesar volume pori
yang tersedia dimana sebelumnya loading yang didapatkan berada dibawah loading
presipitasi.
A. Pelet
mahal, karena harus menggunakan peralatan yang sangat kompleks dan tekanan yang
tinggi.
B. Extrudate
Proses pembentukan extrudate adalah dengan cara mengumpankan slurry dari
serbuk katalis kedalam cetakan yeng memiliki ulir. Ulir akan mendorong umpan
menuju lobang pada ujung cetakan. Slurry katalis yang telah diektrusi keluar
berbentuk material panjang seperti pita. Setelah keluar dari alat tersebut maka katalis
yang dibentuk mulai kering dan mengeras. Selanjutnya, material tadi dipotong pada
panjang tertentu dan dikeringkan.
Bentuk extrudate tidak indentik satu sama lain baik dalam dimensi maupun
panjang. Extrudate memiliki porositas yang tinggi, memiliki kekuatan yang lebih
rendah daripada pelet, dan lebih murah dalam proses produksinya dibandingkan pelet.
C. Bola
Hidrogel yang tidak tahan lama, seperti alumina, silika dan silika-alumina
dibentuk menjadi bola. Dalam hal ini hidrogel di dorong melalui lubang dari plat ke
dalam kolom yang berisi minyak dimana gel dan minyak saling tidak larut. Kemudian
lama-kelamaan gel akan semakin mengeras dan terkumpul. Proses pengerasan dapat
dipercepat dengan menaikkan pH dengan mengalirkan amonia dari dasar kolom.
Setelah terkumpul di bawah, katalis kemudian dipisahkan, dikeringkan, dikalsinasi
dan disaring.
Bentuk lain dari katalis ialah flake, pastiles, granular dan serbuk. Katalis
bernetuk serbuk biasanya digunakan pada reaktor terfluidisasi dan reaktor sluri.
Ukurakatalis serbuk biasanya 50 – 500 μm.
Tabel 6.1. berikut ini memperlihatkan bentuk-bentuk umum dari katalis
heterogen.
Preparasi dan Karakterisasi Katalis 121
Katalis yang telah dibuat perlu diuji apakah struktur katalis tersebut sudah
sesuai dengan struktur yang diinginkan sewaktu rancangan katalis dibuatatau tidak.
Struktur katalis ini secara ilmiah dirancang berdasarkan kinerja yang diharapkan pada
saat penggunaan katalis untuk proses reaksi tertentu. Apabila telah sesuai maka proses
pembuatan katalis dapat dikatakan berhasil, namun bila sebaliknya yang terjadi maka
katalis tersebut perlu penanganan untuk perbaikan lebih lanjut atau merubah teknik
preparasinya.
122 Bab Enam
Secara ilmiah pengujian katalis ini biasa disebut dengan istilah karakterisasi
(characterization). Bagian yang paling penting dalam karakterisasi katalis adalah
pemilihan metode karakterisasi katalis yang tepat. Oleh karena itu teknik dasar
karakterisasi katalis perlu diketahui secara jelas.
Pada dasarnya semua metode karakterisasi katalis memiliki kemanfaatan.
Metode karakterisasi katalis dipilih sedemikian rupa berpedoman pada beberapa hal
berikut yang menjadi pertimbangan:
1. Sesuai penggunaan katalis untuk proses reaksi yang nyata
2. Kemudahan akses bahan dan peralatan
3. Luas cakupan pengaplikasiannya
4. Lebih informatif dalam menjelaskan atau menggambarkan aspek-aspek katalis
Dengan demikian karakterisasi katalis memegang peranan yang penting dalam
pengembangan suatu katalis. Sifat dari permukaan suatu katalis ditentukan dari
komposisi serta struktur yang berada dalam skala atom. Oleh sebab itu, tidaklah
cukup dengan sekedar mengetahui bahwa permukaan suatu katalis terdiri dari logam
dan promotor misalnya besi dan kalium, tetapi akan lebih penting jika diketahui
struktur yang pasti pada permukaan besi, baik itu posisi promotor pada katalis, ada
atau tidaknya cacat pada logam dan lain sebagainya. Dari segi industri, katalis
mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam proses. Sehingga diperlukan suatu
katalis yang aktif, selektif serta stabil sehingga dapat diaplikasikan pada industri
secara luas.
Secara garis besar, teknik karakterisasi katalis dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok bahasan, berdasarkan sifat-sifat yang akan diteliti, antara lain:
1. Sifat – sifat partikel, meliputi: luas permukaan (surface area), porositas atau
distribusi ukuran pori (adsorpsi uap pada suhu rendah, Hg porosimetry, dan
incipient wetness), densitas, ukuran partikel, sifat-sifat mekanis, dan
difusifitas.
2. Sifat-sifat permukaan katalis, meliputi: struktur dan morfologi (SEM, TEM,
XRD, EXAFS, XPS, IR, Raman, UV-Vis), dispersi (chemisorption), dan
keasaman (TPD).
3. Sifat-sifat bulk katalis, meliputi: komposisi elemental (XRF, AAS), sifat-sifat
senyawa atau struktur fasa (XRD, Raman, IR, DTA, TPR, TPO, TEM),
Preparasi dan Karakterisasi Katalis 123
struktur molekul (IR, Raman, UV-Vis, XAFS, NMR, dan EPR), serta
reaktifitas bulk (XRD, UV-Vis, TGA, DTA, TPR, dan TPO).
Dalam suatu katalis, identifikasi kualitatif dan kuantitatif dari komponen yang
ada dalam katalis merupakan suatu hal yang pokok. Adapun komponen yang perlu
diidentifikasi antara lain:
Komponen pengotor yang ditambahkan saat preparasi katalis
Racun dari umpan seperti : S, As, Pb, Cl
Pengotor sekunder seperti : Ni, Fe, V, Ca, dan Mg
Deposit karbon
Beberapa metode yang dapat diterapkan untuk melakukan identifikasi ini antara lain:
A. Metode larutan
Langkahnya yaitu dengan melarutkan elemen yang akan dianalisa dalam suatu
bentuk yang akan memberikan suatu karakteristik warna tertentu dengan
menggunakan absorpsi fotometrik. Sebagai contohnya adalah prosesur pengukuran Co
pada katalis hydrodesulfurisasi.
B. Metode spektroskopi
Sifat ini terdiri dari densitas, ukuran partikel, sifat mekanik, luas permukaan,
distribusi ukuran pori, dan difusivitas.
Densitas adalah massa per satuan volume. Dalam penggunaan praktis di
industri, ada dua istilah densitas yang sering digunakan, yaitu densitas partikel dan
densitas bulk atau densitas bed. Densitas dapat ditentukan dengan menggunakan
metode ASTM.
Densitas partikel (particle density) merupakan rasio antara massa dengan
jumlah volume padatan dan pori-pori di dalam partikel, dimana terdiri dari pori-pori
tertutup (closed pore) dan terbuka (accessible pore). Untuk mengukur volume partikel
124 Bab Enam
tersebut biasanya digunakan fluida yang bisa penetrasi ke dalam pori-pori internal
misalnya mercuri, sehingga disebut dengan mercury density. Dalam hal ini hubungan
antara densitas partikel (dp) dan densitas skeletal (ds) yang dinyatakan dalam θ:
(6.1)
(6.2)
Ukuran partikel (particle size) dapat diukur menggunakan material siever atau
dapat juga menggunakan electronic particle analyzer.
Sifat-sifat mekanik juga penting dalam aplikasi dan penggunaan katalis.
Beberapa sifat mekanik dari katalis yang penting adalah crushing strength, attrition
loss, dan loss on ignition.
Luas permukaan (surface area) merupakan sifat yang penting dalam aplikasi
katalis. Istilah tekstur (pola) merujuk pada struktur pori partikel secara umum meliputi
luas permukaan, distribusi ukuran pori, dan bentuk pori. Dari beberapa sifat yang
berkaitan dengan dengan tekstur tersebut, luas permukaan (surface area, Sg, m2g-1)
merupakan parameter yang paling penting kaitannya dengan permukaan katalis di
dalam merancang katalis heterogen. Luas permukaan total merupakan kriteria krusial
untuk katalis padat karena sangat menentukan jumlah situs aktif di dalam katalis yang
berkaitan dengan aktifitas katalis.
Pengukuran luas permukaan menggunakan teknik adsorpsi fisik menggunakan
Preparasi dan Karakterisasi Katalis 125
prinsip gaya van der Waals. Isoterm keseimbangan dapat digambarkan dimana
volume yang teradsorpsi diplotkan terhadap p/p0, dimana p adalah tekanan, p0 adalah
tekanan jenuh pada temperature pengukuran.
Terdapat 2 persamaan yang digunakan untuk mengevaluasi proses adsorpsi
pada permukaan adsorbent yakni persamaan Langmuir yang dinyatakan dengan:
V K * p / po (6.3)
Vm (1 K * p / po )
V cp
(6.4)
Vm ( po p)(1 (c 1) p / po )
Dalam hubungan ini, Vm adalah volume lapis tunggal, dan c adalah panas
adsorpsi dan pencairan (liquefaction) yang konstan untuk beberapa bahan dengan nilai
kurang dari 100. Persamaan (6.4) adalah valid hanya untuk p/p0 ≤ 0.3. Diatas harga
tersebut kondensasi cairan terjadi di mikropori hingga mesopori sampai dengan harga
p/p0 mendekati satu.
Dalam pengukurannya biasanya menggunakan gas nitrogen sebagai
adsorbatnya. Persamaan (6.4) diubah sedemikian rupa sehingga dapat dibuat plot
antara p/p0 vs p/[V(p-p0)], yang pada akhirnya VM dan luas permukaan (Sg) bisa
ditentukan menggunakan persamaan :
(6.5)
kondensasi liquid pada pada ukuran pori mikro dan akan menjadi pori meso pada
rasio p/p0 yang mendekati 1.
Metode penentuan distribusi ukuran mesopori dari isoterm adsorpsi yang biasa
digunakan adalah berdasarkan model BJH (Barrett, Joyner, and Halenda) seperti
contoh di Gambar 6.3 untuk MCM-41 dan SiO2.
128 Bab Enam
A. Metode Difraksi
Metode difraksi yang paling umum digunakan adalah difraksi sinar untuk
mengidentifikasi struktur kristal dan ukuran partikelnya. Namun ada terrdapat
beberapa kekurangan dari metode difraksi ini yaitu:
(a) diperlukan sampel minimum 1-5 % berat
(b) garis difraksi akan melebar jika ukuran kristal mengecil
(c) seringkali terajadi pola yang overlap.
Dua metode yang paling sering digunakan adalah DTA (Differential Thermal
Analysis) dan TGA (Thermal Gravity Analysis). DTA mengukur perubahan energi
ketika sampel dipanaskan dengan kenaian suhu yang konstan. TGA mengukur
kehilangan/penambahan berat. Contoh dari karakterisasi ini adalah pada reaksi
dekomposisi katalis Ni(OH)2. Pada kedua metode ini juga dilakukan pecocokkan
terhadap standar sampel.
Preparasi dan Karakterisasi Katalis 129
Selain itu juga terdapat metode TPR (Temperature Program Reduction) dan
TPO (Temperature Program Oxidation). Pada kedua metode ini, dilakkan monotitor
terhadap reaksi kimia yang terjadi selama peningkatan suhu.
Temperature programmed reduction (TPR) dapat digunakan untuk
menentukan tingkat reduksi (reducibility), distribusi keadaan reduksi (bilangan
oksidasi), dan efek interaksi antar logam yang digunakan untuk modifikasi dengan
penyangganya. Suhu reduksi sangat tergantung kepada kuantitas sampel, persen gas
reaktif, kondisi aliran gas, dan kecepatan naiknya suhu. Biasanya campuran gas
reaktif dengan inert (H2 dalam N2 atau Ar) biasa digunakan untuk analisis TPR.
Persamaan umum untuk reduksi adalah:
MO + H2 M + H2O (6.6)
dimana MO menyatakan oksida logam dan M adalah logam. Sebelum analisis TPR
dilakukan, logam yang ada di dalam katalis dioksidasi terlebih dahulu menggunakan
oksigen. Kemudian, gas pereduksi seperti H2 dalam campuran dengan N2 atau Ar
dilewatkan katalis tersebut pada laju alir konstan dan dengan laju kenaikan suhu yang
konstan juga. Besarnya H2 yang dikonsumsi oleh reaksi reduksi dapat dianalisis
menggunakan Gas Chromatography yang dilengkapi dengan detektor TCD. Luasan di
bawah kurva TPR menyatakan jumlah mol H2 yang dikonsumsi per mol atom logam.
Gambar 6.4. Spektrum H2-TPR untuk beberapa katalis. (a) CeO2 (baru); (b)
12.8CaO/CeO2 (fresh); (c) 12.8CaO-6.4MnO/CeO2 (baru); (d) 12.8CaO-.4MnO/CeO2
(telah digunakan)
130 Bab Enam
A. Morfologi
Bentuk dan ukuran adalah dua bagian yang penting dalam morfologi. Hal
kedua yang diperhatikan adalah distribusi ukuran kristalin. Informasi tentang sifat ini
sangat diperlukan untuk melengkapi pengetahuan tentang semua komponen yang ada
dalam katalis. Yang termasuk dalam instrumentasi untuk tujuan ini adalah berbagai
tipe mikroskopi elektron dan peralatan sinar X, yaitu:
SEM membaca suatu permukaan sampel dengan suatu alat pembaca electron
(5-50kV). Elektron (dan foton), dideviasikan atau diemisikan, menghasilkan gambar
pada tabung sinar katoda, di-scan secara menyeluruh dengan sinar. Pembesaran 20-
50.000 kali mungkin dilakukan dengan resolusi sebesar 5 nm. Suatu area dengan
Preparasi dan Karakterisasi Katalis 131
kedalaman yang besar dan struktur yang sangat tidak teratur dapat diketahui dengan
efek tiga dimensi.
SEM merupakan alat yang baik digunakan untuk mempelajari topografi secara
keseluruhan. Preparasi sampel tidak menghabiskan banyak tenaga maupun waktu,
sehingga katalis mudah untuk ditangani. Keterbatasan resolusi membuat teknik ini
terbatas bagi kristal yang lebih besar daripada 5 nm. Di atas level ini, bentuk, ukuran,
dan distribusi ukuran mudah untuk dilakukan. Investigasi SEM telah dibuat pada
banyak sistem dan berguna juga untuk studi stuktur pori.
Pada TEM, 100 kV atau lebih elektron ditransmisikan melalui suatu spektrum
tipis dan gambar diproyeksikan dengan pembesaran hingga 1.000.000 kali.
(6.7)
(6.8)
Lebar peak XRD adalah merupakan fungsi dari ukuran partikel, maka ukuran
Kristal (crystallite size) dinyatakan dalam Persamaan Scherrer berikut :
(6.9)
dimana K=1.000, B adalah lebar peak untuk jalur difraksi pada sudut 2 ,b adalah
instrument peak broadening (0.1o), dan adalah panjang gelombang pada 0.154 nm.
Suku (B2-b2)½ adalah lebar peak untuk corrected instrumental broadening. Metode
XRD banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi material yang
digunakan sebagai katalis, karena banyak material katalis yang berwujud kristal.
Teknologi XRD ini juga mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi dan
menentukan besarnya bagian fasa dalam padatan, film tipis, dan sampel multi fasa.
Salah satu alat XRD yang biasa digunakan adalah Siemen D5000 yang menggunakan
radiasi Cu-K (= 1.54056). Tabung X-ray dioperasikan pada 40 kV dan 30 mA.
Karakteristik yang paling penting dari katalis logam berpenyangga adalah:
1. Ukuran dan dispersi kristal, yang merupakan fraksi atau jumlah bagian atom
logam yang berhubungan dengan jumlah situs aktif
2. Distribusi di dalam granul penyangga, yang menentukan akses ke situs-situs
aktif.
3. Rasio antar permukaan kristal, yang mempunyai peran penting dalam reaksi
sebagai struktur yang sensitif.
EXAFS merupakan alat yang relatif masih baru dan menunjukkan potensi
yang besar. Sinar-X, saat diabsorbsi mengubah energi foton menjadi elektron dalam
yang kemudian lepas dari atom. Teknik ini dapat memberikan informasi tentang
angka koordinasi dan jarak antar atom.
Preparasi dan Karakterisasi Katalis 133
XPS menggunakan foton sinar X berintensitas rendah sebesar 170 eV. Foton
ini melepaskan elektron mana saja yang energi ikatannya kurang. Kemudian,
elektron-elektron ini akan menghasilkan spektrum yang mengkarakterisasi zat. XPS
masih sensitif dalam menginvestigasi kedalaman hingga 20 lapisan. Teknik ini
mempunyai resolusi sampingan yang kecil, dengan luas sampel 0.5-100 mm2.
UPS hampir sama dengan XPS. Namun UPS menggunakan foton berenergi
lebih rendah (30 eV). Metode ini berguna dalam menganalisa keadaan terabsorpsi
namun tidak lebih baik dari XPS.
Karakterisasi yang lain ialah yang lebih spesifik pada sifat masing-masing
katalis misalnya keasaman yang menyangkut kekuatan jan jumlah asam. Selain itu,
setelah karakterisasi katalis sudah dilaksanakan dan sudah didapat katalis yang sesuai
dengan yang diharapkan, maka langkah berikutnya ialah menguji katalis. Pengujian
dilakukan dengan cara memakai katalis pada reaksi yang dirancang dan dibuktikan
apakah kinerja katalis yang menyangkut : aktivitas, selektivitas dan selektivitas sudah
terpenuhi sesuai yang dirancang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson J.R., and Boudart M.; Catalysis Science and Technology; Springer-
Verlag; Berlin, Heidelberg and New York; 1981.
2. Emmet, P.H; Catalysis : Fundamental Principles, Vol.2, Reinhold Oublishing Co.;
New York, 1955.
3. Jansen J.C., Stocker M., karge H.G., and Weitkamp J.; Advance Zeolite Science
and Applications; Elsevier; Amsterdam, London, New York, Tokyo; 1994.
4. Mordibelli M., Graviilidis A., and Varma A.; Catalyst Design; Cambridge
University Press; 2001.
5. Rase, H.F.; Handbook of Commercial Catalysts : Heterogeneous Catalysis; CRC
Press; New York, 2000.
6. Richardson, J., T.; Principles of Catalyst Development; Plenum Press, New York
and London, 1989.
7. Satterfield, C., N.; Heterogeneous Catalysis in Industrial Practice; Mc.Graw.Hill,
Inc.; New York, 1991.
8. Thomas J.M, and Thomas W.J.; Principles and Practice of Heterogeneous
Catalysis; VCH; Weinhein, New York, Basel, Cambirdge and Tokyo, 1997.
9. Twigg T.V.; Catalyst Handbook; Wolfe Publising Ltd.,; England; 1989.
134