PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang bearti adat
istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang
buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai kumpulan
asas/ nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai yang mengenai yang benar dan salah
yang dianut masyarakat.3
Etika adalah ilmu yang membahas tentng Moralitas, atau tentang manusia
sejauh berkaitan dengan Moralitas. Cara lain untuk merumuskan hal yang sama
adalah bahwa Etika merupakan ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral.
Tetapi perlu ditekankan ada pelbagai cara untuk mempelajari Moralitas atau pelbagai
pendekatan ilmiah tentang tingkah laku Moral. Di sini kita mengikuti pembagian atas
tiga pendekatan yang dalam konteks ini sering diberikan, yatu etika deskriptif, etika
normaif dan metaetika:3
1. Etika Deskriptif
2. Etika Normatif
3. Metaetika
Etika Profesi
Menurut kamus bahasa inggris, collins large print dictionary (Glasgow: 1996)
yang dikutip oleh Tarnisi Taher, makna dari kata ethics adalah:5
1. A code of behaviour, especially a particular group, profession or
individual. Artinya, seperangkat aturan prilaku, khususnya bagi sebuah
kelompok, profesi atau individu tertentu.
2. The study of the moral of human conduct. Artinya, study mengenai
moral perilaku manusia.
3. In according with principles of professional conduct. Artinya sesuai
dengan prinsip-prinsip perilaku profesional.
Berdasarkan ketiga arti kata ethics di atas, yang dimaksud dengan Medical
Ethics adalah:6
B. Pengertian Humaniora
Humanitarianisme
Humanisme
Humanis
Humaniora medis
Lebih khusus dalam kaitan dengan pengembangan ilmu dan teknologi, ialah
Iptek Kedokteran. Kedokteran adalah ilmu yang paling manusiawi, seni yang paling
indah, dan humaniora yang paling ilmiah (Pellegrino, 1970). 4
Lantas, apa relevansinya mempelajari etika dan humaniora bagi seorang calon
dokter ? Dokter adalah salah satu profesi yang berhubungan langsung dengan manusia
sebagai lawan interaksinya. Karena itu seorang dokter harus mengetahui segala hal
yang berkaitan dengan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk
sosial. Salah satunya dengan pengetahuan humaniora ini. 2
Pengertian etika yang dipahami lebih luas di kalangan medis selama ini selalu
menjadi jargon seorang dokter. Etika kedokteran dalam kamus kedokteran Stedman
dirumuskan sebagai principles of correct professional conduct with regard to the
rights of the physician himself, his patients, and his fellow practitioners. Dengan kata
lain etika dalam kedokteran merupakan prinsip-prinsip mengenai tingkah laku
profesional yang tepat berkaitan dengan hak dirinya sebagai dokter, hak pasiennya,
dan hak teman sejawatnya. 2
Bila dikaitkan dengan kebudayaan, maka seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, dokter adalah suatu profesi yang berhubungan langsung dengan manusia
sebagai lawan interaksinya dalam konteks makhluk yang sama berbudaya. Karena itu
seorang dokter harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan manusia, baik
sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Untuk membangun nilai-nilai sosial
itu agar tetap menjadi landasan bagi setiap dokter -terutama sebagai dokter muslim-
dalam menjalani kehidupan profesinya yang luas, maka disinilah pengetahuan
kebudayaan menjadi konsep dasar dalam membangun jati diri sebagai petugas
layanan kesehatan. 2
Sehubungan dengan itu, penggunaan konsep perilaku di sini berada dalam
pengertian ketunggalannya dengan konsep kebudayaan. Perilaku seseorang, sedikit
atau banyak, terkait dengan pengetahuan, nilai dan norma dalam lingkungan-
lingkungan sosialnya, demikian juga halnya dengan seorang dokter. Untuk proses
hulu, lingkungan pendidikan yang baik tentu akan mengantar seseorang untuk
berperilaku yang baik pula. 2
Jika kita mengamati sejenak, akan disadari betapa kita telah jauh menyimpang
dari idealisme sebagai dokter. Fenomena ini telah mendunia dan juga telah menyebar
ke dalam negara kita. Bukan hanya praktek medis dan perawatan pasien yang
menyimpang dari idealisme sosial, bahkan konsep humanisme menjadi sesuatu yang
asing dalam pendidikan kedokteran dan dalam bidang penelitian kedokteran. Benar
bahwa etika kedokteran termasuk dalam kurikulum pada beberapa sekolah
kedokteran, namun diduga hal tersebut hanya sebagai metode resmi untuk
menenangkan hati mereka. Kenyataannya, dibutuhkan lebih dari sekedar memasukkan
subjek etika kedokteran ke dalam kurikulum agar lulusan kedokteran menjadikan
humanisme dan perilaku etis sebagai sifat kedua mereka. 2
Lantas, apa yang bisa menjadikan seorang dokter memiliki kemampuan teknis
sekaligus sikap humanistik dalam perilaku profesinya? Apakah itu bagian dari
pelatihan dan pendidikan mahasiswa kedokteran dengan melihat contoh dari para
dosennya? Mari kita lihat bagaimana humanisme dalam pendidikan kedokteran. 2
Baik di dunia barat maupun dalam budaya timur, pelatihan untuk menjadi
seorang dokter bermula dari sistem magang, yaitu suatu sistem pelatihan yang bersifat
desentralisasi di mana murid dan gurunya terikat dalam suatu hubungan pribadi. Sejak
jaman dulu, murid kedokteran di India misalnya, tinggal di rumah gurunya dan
bahkan menjadi anggota keluarga yang ikut mengerjakan segala pekerjaan rumah
sang guru. Karena kontak yang sangat dekat dengan gurunya, seorang murid tidak
hanya belajar dari guru, tapi menyerap filosofi, sikap, tingkah laku moral, nilai-nilai
dan metode hidupnya serta cara guru menghadapi pasiennya, singkatnya „bedside
manner‟ sang guru tadi. 2
Karena kebutuhan akan dokter dan ahli bedah semakin meningkat, perubahan
sistem pelatihan mengalami perubahan. Kerajaan Romawi mengambil alih pelatihan
dokter dengan menunjuk guru-gurunya. Di negara-negara Islam, pendidikan
kedokteran telah berjalan dengan baik. Mereka ditempatkan di rumah sakit untuk
pendidikan kedokteran. Warga yang kaya membangun rumah-rumah sakit yang
mempekerjakan dokter-dokter handal yang bertanggung-jawab dalam penanganan
pasien sekaligus mengajar murid-murid kedokteran. 2
Sekolah-sekolah kedokteran di Eropa pada abad 9 hingga 13 menjadikan
pendidikan kedokteran sebagai basis dan memberikan gelar dokter setelah melalui
suatu pendidikan dan ujian tertentu. Fakultas kedokteran ini tidak hanya melatih para
dokter tetapi juga mengontrol tindakan mereka. Dengan semakin banyaknya
mahasiswa yang dilatih di rumah sakit, keadaan pasien yang sebenarnya terabaikan.
Metode pengajaran klinis dengan jumlah mahasiswa yang besar berdampak buruk
pada pasien. Dan metode ini diadaptasi oleh semua sentra pendidikan kedokteran di
dunia. 2
Sekarang kita mungkin dapat melihatnya di rumah-rumah sakit, beberapa
pasien mengeluh jika terlalu banyak disentuh oleh mahasiswa (ko-ass). Mereka
menghindar untuk dirawat di rumah sakit pendidikan karena merasa dijadikan orang
coba oleh para ko-ass, terurama pasien-pasien dari golongan menengah ke atas.
Sebetulnya keadaan ini dapat kita hindari bersama. Pasien tentu tidak akan mengeluh
jika tidak merasa dirinya hanya dijadikan objek pembelajaran. Caranya tentu dengan
menanamkan kepercayaan kepada pasien dan masyarakat umumnya. Dan itu dapat
dimulai dari mahasiswa, sebagai calon dokter. 2
Sebagai mahasiswa harus betul-betul memahami semua yang dipelajari selama
proses pendidikan dan menguasai seluruh kompetensi yang sudah ditetapkan. Jika
kelak dipercayakan untuk memegang pasien pada saat kepanitraan klinik dan dapat
menunjukkan bahwa sebagai mahasiswa kedokteran mahasiswa cukup handal, maka
pasien akan dengan senang hati mempercayakan penanganan penyakitnya. Apalagi
jika dibarengi dengan tindakan yang etis dan penuh sentuhan manusiawi, tidak akan
ada pasien yang menolak. Kita harus benar-benar tulus menghadapi mereka,
mendengar keluhan mereka dengan sabar, memperhatikan apa yang menjadi
persoalan sesungguhnya bagi mereka. Ingatlah pepatah bijak orang tua kita bahwa apa
yang dilakukan dari hati sampainya ke hati juga. 2
Dengan begitu, mahasiswa dapat melalui proses pendidikan kedokteran
dengan baik karena sebenarnyalah hubungan yang terjadi antara dokter dengan pasien
tadi adalah hubungan kerjasama. Sebagai manusia yang saling membutuhkan, maka
buatlah pasien pun membutuhkan dokter. 2
Dalam pendidikan tentang bioetik dan humaniora ini, mahasiswa akan banyak
dibekali dengan pengetahuan tentang etika terutama saat mahasiswa telah menjadi
dokter. Namun sebenarnya, prinsip-prinsip etika telah tertuang secara lengkap dalam
Islam, yaitu dalam ilmu tentang akhlak. Bahkan ilmu ini tidak terbatas kepada profesi
dokter saja, tapi memayungi semua insan yang mengaku sebagai muslim. Jadi, saat
sekarang pun prinsip-prinsip etika sudah harus kita jalankan karena akhlak -yang
sumbernya jelas dari Allah SWT- berimplikasi pada akhirat yang mengikat muslim
yang berakal dan dewasa, yaitu kita semua. 2
Selama masa pendidikan, mahasiswa akan berhubungan dengan dosen, sesama
mahasiswa, pegawai di lingkungan fakultas, dan orang-orang dalam lingkungan
kampus. Sekarang ini adalah masa yang tepat bagi mahasiwa untuk melatih diri
bagaimana bersikap menjadi dokter yang baik. 2
Betul bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda, tapi sikap dan
perilaku yang baik bukannya tidak dapat diamalkan. Sebagai contoh, dalam berdiskusi
dengan teman-teman, seringkali terjadi benturan pendapat. Walaupun berbeda
pendapat kita harus menjaga etika.
Belum lagi jika menghadapi persoalan yang berbeda, adanya beban tugas dari
dosen yang tidak habis-habis (walaupun alasan bahwa hal tersebut untuk kepentingan
mahasiswa sendiri kadang sulit diterima), dan waktu yang terasa sangat menghimpit,
tentu akan sulit bagi kita untuk tetap bersikap stabil. Masalahnya, kita tidak punya
pilihan selain menghadapinya. Kita menerima pengakuan sebagai pribadi dewasa, jadi
sudah seharusnya kita menyadari konsekuensi dari suatu pilihan. Kita memilih untuk
menjadi dokter, berarti sedikit banyaknya kita tahu seperti apa profesi ini. 2
Dari segi keterampilan, kompetensi yang dikehendaki dijelaskan oleh masing-
masing sub divisi pendidikan kedokteran. Dengan sistem integrasi yang baru
diterapkan, diharapkan memiliki keterampiln klinis yang lebih terarah. Keaktifan dari
sebagai mahasiswa diharapkan karena pembelajaran ini memang dipusatkan pada
mahasiswa (student-centered learning). Para pendidik di bidang kedokteran sepakat
bahwa tujuan pembelajaran yang baru ini adalah mengarahkan pendidikan
kedokteran kepada pengalaman berbasis komunitas, model yang berpusat pada
pembelajar sehingga memungkinkan dokter untuk menjadi pembelajar sepanjang
hayat sekaligus berpraktek dengan berbekal pengetahuan dan keterampilan yang
memasukkan aspek-aspek psikososial dan biologi dalam pelayanan kesehatan. 2
BAB III
KESIMPULAN
1. Etika adalah ilmu yang membahas tentng Moralitas, atau tentang manusia sejauh
berkaitan dengan Moralitas. Cara lain untuk merumuskan hal yang sama adalah
bahwa Etika merupakan ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral. Tetapi
perlu ditekankan ada pelbagai cara untuk mempelajari Moralitas atau pelbagai
pendekatan ilmiah tentang tingkah laku Moral
2. Humaniora adalah disiplin akademik yang mempelajari kondisi manusia,
menggunakan metode yang terutama analitik, kritikal, atau spekulatif, sebagaimana
dicirikan dari sebagian besar pendekatan empiris alami dan ilmu sosial.
3. Humaniora terdiri atas unsur-unsur seni, etika, kearifan, nilai-nilai kejujuran,
kebenaran, kelembutan, memanusiakan manusia, menyingkirkan beban dari dan
berbuat baik bagi manusia. Tanpa nilai-nilai tersebut, manusia atau perilakunya dapat
dikategorikan tidak human, tidak manusiawi, tidak berbudaya atau barbar.
4. Pengembangan ilmu dan teknologi adalah amanat kemanusiaan, untuk kesejahteraan
manusia. Oleh karena itu perlu dipandu oleh nilai-nilai etika dan humaniora, agar
terjamin kemanfaatannya untuk manusia.
5. Agama seharusnya merupakan nilai yang paling azasi dari seluruh nilai-nilai
humaniora. Nilai-nilai agama diharapkan dapat dikembangkan oleh
agamawan/ruhaniawan untuk memandu pengembangan ilmu/teknologi dan
penerapannya.
6. Ilmu kedokteran adalah ilmu yang sarat dengan nilai-nilai, namun hal ini sering
dilupakan. Oleh karena itu etika dan humaniora perlu diberikan untuk membuat
profesi medik lebih sensitif terhadap adanya nilai-nilai tersebut dan pengetrapannya
dalam praktek.
7. Etika dan Humaniora diharapkan dapat meningkatkan kualitas berfikir, yang
ditengarai sebagai sifat kritis, lentur dalam perspektif, tidak terpaku pada dogma,
tanggap terhadap nilai-nilai, dan sifat empati.
Daftar Pustaka
1. Andi, Mappaware, Nasrudin. Pengantar Bioetika, Hukum Kedokteran, dan Hak Asasi
Manusia. UMITOHA. Makassar. 2010.
2. http://shulhana.wordpress.com (Humaniora dalam Kedokteran Aplikasi nilai-nilai
humaniora dalam bidang ilmu kedokteran dan kesehatan)
3. Edi Hartini Sundoro; Evaluasi dalam Pengajaran Etik
4. http://indraasetiawan.wordpress.com/2013/03/08/pengertian-dan-ciri-ciri-
profesionalisme-kode-etik-profesional-dan-ciri-ciri-seorang-profesional-dibidang-it/
5. http://cyberlawncrime.blogspot.com/2013/03/pengertian-etika-kode-etik-dan-
fungsi.html
6. Samil, RS. Etika Kedokteran Indonesia. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohrdjo. Jakarta. 2001
7. http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2010/01/07/humaniora/
8. Cruess R, Cruess S, Sleinert Y. Strategies for Teaching and Learning Professionalism:
From Rhetoric to Reality. In Teaching Medical Professionalism. Ed:Cruess R, Cruess
S, Steinert Y. Cambridge, New York, Melbourne, Madrid, Cape Town, Singapore,
Sao Paulo, Delhi.(2009) P.41
9. Tu, U.M. Humanism and Ethics in Medical Practice, Health Service, Medical
Education and Medical Research, dalam The First Myanmar Academy of Medical
Science Oration. Myanmar.2001.
10. Jacobalis S. Hubungan Dokter Pasien. Dalam: Perkembangan Ilmu Kedokteran, Etika
edis dan Bioetika. Sagung Seto – Universitas Taruma Negara. Jakarta. 2005.