Tugas 1 Kewirausahaan
Untuk ide pada dispenser otomatis termotivasi dari orang yang berada dilingkungan
sekitar dimana ada salah satu temen yang tunanetra yang merasa kesusahan ketika ingin minum
yang diambil airnya dari dispenser biasa sehingga terinspirasi untuk membantu teman. Selain itu
melihat dari salah satu website tribun jateng yang berjudul lulusan “ Teknik elektro unnes ini
ciptakan dispenser khusus penyandang tunanetra “ yang dimana artikel ini berisi Ada harapan
tersendiri bagi Ali Nur Fathoni (24) pasca dirinya lulus . Dari karya inovatif yang berhasil
diproduksinya tersebut, dapat dikembangkan untuk kemudian dimanfaatkan secara lebih luas lagi
kepada para penyandang tunanetra di wilayah manapun di Indonesia. Ya, produk karya
mahasiswa angkatan 2013 Program Studi Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik Unnes
tersebut adalah sebuah dispenser yang dirancang khusus untuk kaum tunanetra.
“Produk saya itu bernama Dispenser Tunanetra. Itu merupakan implementasi dari skripsi yang
saya buat, berjudul Rancang Bangun Dispenser Otomatis untuk Penyandang Tunanetra Berbasis
Pemrogaman Mikrokontroler,” jelas Ali. di Kompleks FT Unnes, ide awal mengapa
memilih dispenser dan tunanetra yakni ketika dirinya sedang menyaksikan tayangan kehidupan
seorang tunanetra pada televisi.
“Memprihatinkan. Ketika mereka mengambil air di dispenser, ternyata memanfaatkan dua
jarinya dimasukkan ke dalam gelas sebagai fungsi penakar air. Jika dingin tidak terlalu
bermasalah, tetapi jika itu air panas tentu cukup membuat nyeri jari,” tandasnya.
Lulusan asal Desa Tumang Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali itu berniat diri untuk dapat
membuat produk yang sekiranya kelak bisa dikembangkan guna meringankan aktivitas para
tunanetra di Indonesia. Sekaligus dijadikan produk aplikatif bahan skripsinya.
“Saya mulai mencari-cari literasi tentang dispenser. Tanya ke sana-ke mari termasuk juga
berbincang-bincang dengan beberapa penyandang tunanetra. Sebagai objek produk saya adalah
Komunitas Sahabat Mata Kecamatan Mijen Kota Semarang,” ujarnya.
Dia menyampaikan, berbagai trial and error (ujicoba) terus dilakukan setahap demi setahap.
Termasuk juga membeli dispenser seharga sekitar Rp 150 ribu untuk kemudian dibongkar.
Kemudian memasukkan beberapa teknologi yang bisa diterapkan.
“Termasuk juga beberapa mencoba memasang gelas ke bagian yang ada dispenser.
Pada dispenser karya saya itu tidak menggunakan huruf braile untuk membantu mereka. Tetapi
melalui rancangan yang menerapkan mode suara,” paparnya.