Makalah Artikel Pengukuran Matematika Kls 1-6 SD
Makalah Artikel Pengukuran Matematika Kls 1-6 SD
1
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusa masalah yaitu :
1. Apakah pengertian dari gangguan muskuloskeletal ?
2. Bagaimana epidemiologi gangguan Muskuloskeletal ?
3. Apakah faktor penyebab gangguan muskuloskeletal ?
4. Apakah gejala dan keluhan gangguan muskuloskeletal ?
5. Apa sajakah jenis-jenis gangguan muskuloskeletal ?
6. Bagaimana dampak gangguan musculoskeletal?
7. Bagaimana pengukuran Muskuloskeletal Disorder ?
8. Bagaimana upaya pencegahan dan pengendalian gangguan muskuloskeletal ?
d) Faktor Psikososial
Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja, stress mental, organisasi kerja (shift kerja,
waktu istirahat, dll) (Dinardi, 1997). Organisasi kerja didefinisikan sebagai distribusi dari
tugas kerja tiap waktu dan diantara para pekerja, durasi dari tugas kerja dan durasi serta
distribusi dari periode istirahat. Durasi kerja dan periode istirahat memiliki pengaruh pada
kelelahan jaringan dan pemulihan. Studi khusus pada pengaruh organisasi kerja pada
gangguan leher telah dilakukan. Ditemukan bahwa kerja VDU yang melebihi empat jam
per hari berhubungan dengan gejala pada leher.
Bernard et al (1997) menyatakan bahwa walaupun banyak penelitian yang
menunjukkan MSDs dipengaruhi oleh faktor psikososial tetapi umumnya memiliki
kekuatan yang lemah. Pernyataan Bernard tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Kerr et al (2001) menunjukkan bahwa faktor psikososial menyebabkan
terjadinya MSDs tetapi memiliki hubungan yang lemah.
a. Rekayasa Teknik Rekayasa Teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa
alteralitf, meliputi (et al Tarwaka, 2004) :
Eliminasi,yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang
dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerja yang mengharuskan untuk
menggunakan peralatan yang ada;
Substitusi, yaitu mengganti alat atau bahan lama dengan alat atau bahan baru yang
aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan
peralatan;
Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja;
Ventilasi, menamah ventilasi untk mengurangi risiko sakit
b. Rekayasa Menejemen Rekayasa Menejemen dapat dilakukan melalui tindakan berikut :
Pendidikan dan pelatihan agar pekerja lebih memahami lingkungan dan alat kerja sehingga
diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya pencegahan
terhadap risiko sakit akibat kerja;
Pengaruh waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti disesuaikan dengan
kondisi lingkungan kerja dan karakterisktik pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan
yang berlebihan terhadap sumber bahaya;
Pengawasan yang intensif, agar dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini
terhadap kemungkinan terjadinya risiko sakit akibat kerja.
Agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan pekerjaan, maka ada
beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut adalah :
Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping.
Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara sembarangan, karena
dapat meningkatkan risiko cidera.
Jangan ragu meminta tolong pada orang.
Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang.
Apabila barang yang hendak dipindahkan terlalu berat, janganme lanjutkan.
Lakukan senam/peregangan otot sebelum bekerja.
BAB 3
PENUTUP
1.17 Kesimpulan
World Health Organization (WHO) mendefinisikan gangguan muskuloskeletal
(musculoskeletal disorder/MSD) merupakan gangguan pada otot, tendon, sendi, ruas
tulang belakang, saraf perifer, dan sistem vaskuler yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan
akut maupun secara perlahan dan kronis. Faktor risiko gangguam muskuloskeletal adalah
faktor pekerjaan, faktor individu, faktor lingkungan dan faktor psikosoasial.
Prevalensi penyakit muskuloskeletal di Indonesia berdasarkan pernah didiagnosis oleh
tenaga kesehatan yaitu 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis atau gejala yaitu 24,7 persen
(Riskesdas, 2013). Prevalensi penyakit musculoskeletal tertinggi berdasarkan pekerjaan
adalah pada petani, nelayan atau buruh yaitu 31,2 persen (Riskesdas, 2013).
Berikut upaya yang bisa dilakukan oleh para pekerja untuk mengurangi risiko
terjadinya kecelakaan kerja yaitu:
1. Peregangan otot sebelum melakukan pekerjaan pada setiap harinya.
2. Posisi sedikit berlutut saat mengambil barang jangan membungkuk.
3. Mencodongkan punggung saat mengangkat beban.
Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health Administration
(OSHA) dalam Tarwakal , et al (2004), tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber
penyakit adalah memalui dua cara yaitu Rekayasa Teknik ( desain stasiun dan alat kerja) dan Rekayasa
Menejemen ( kriteria dan organisasi kerja).
1.18 Saran
Penulis menyarankan kepada perusahaan atau tempat kerja untuk selalu menerapkan
prinsip ergonomis untuk mencegah gangguan muskuloskeletal. Kemudian menyarankan
dalam melakukan kajian terhadap metode penilaian gangguan muskuloskeletal harus lebih
rinci lagi, agar penanganan yang dilakukan untuk gangguan muskuloskeletal dapat teratasi
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Harrianto, Ridwan. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
1. Latar Belakang
Kegiatan di bengkel CV. Kombos terbagi dalam lima bagian yang terdiri dari bongkar
pasang , las ketok, pendempulan, service rutin dan painting/pengecetan pekerjaan ini
dilakukan oleh teknisi yang ahli di bidangnnya masing – masing pekerjaan tersebut
melibatkan aktivitas fisik manual material handling seperti mengangkat, menahan, dan
memindahkan barang. Berdasarkan hasil survey dan wawancara pada supervisor bengkel
bahwa pernah terjadi kecelakaan kerja seperti terpeleset saat membawa barang, jatuhnya
mesin yang diangkat dengan katrol yang saat itu dapat menimpa pekerja di area bongkar
pasang, tersetrum, dan yang fatal pernah terjadi adalah saat menggerinda body mobil alat
yang digunakan / mata gerinda pecah yang mengakibatkan luka robek terkena pecahan
alat mata gerinda dan pekerja dilarikan ke rumah sakit. Selain itu juga dari hasil
pengamatan langsung bahwa sikap ataupun postur pada saat bekerja yang menjauhi posisi
alamiah.
2. Metode
Penelitian ini dilakukan pada bulan September-November 2013. Metode penelitian
yang digunakan analitik dengan desain cross sectional (potong lintang). Sampel yang
diambil seluruh pekerja bengkel yang bekerja di bengkel CV. Kombos Manado yang
berjumlah 51 orang.
3. Hasil
1. Latar Belakang
Desa Leyangan merupakan salah satu sentral pemecahan batu di Kecamatan
Ungaran, Semarang. Di desa ini terdapat 4 Depo pemecahan batu namun hanya 3 Depo
yang masih beroperasi saat ini. Pemecahan Batu di Desa Leyangan merupakan pekerjaan
informal yang menjadi salah satu mata pencaharian penduduk. Dalam melakukan
pekerjaannya, pekerja telah melakukan pembagian tugas dimana terdapat pekerja sebagai
pemecah batu besar, pekerja angkat-angkut dan pekerja pemecah batu kecil. pemecahan
batu dilakukan dengan membungkukkan badan dan pemecahan batu menggunakan palu
dilakukan secara berulang-ulang.
Berdasarkan wawancara saat survei awal yang dilakukan oleh peneliti pada 10 orang
pemecah batu di Desa Leyangan, 100% pekerja pemecah batu mengeluhkan adanya
keluhan nyeri di daerah lengan atas, leher, bahu dan pinggang setelah pemecahan batu.
Keluhan paling sering dirasakan pada daerah pinggang. Keluhan ini terasa hingga pekerja
kembali ke rumah.
2. Metode
Desain studi yang digunakan cross sectional dengan subjek penelitian para pemecah
batu di desa Leyangan yang berjenis kelamin laki-laki dan jumlah subyek penelitian
adalah sebanyak 30 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara. Metode yang
digunakan untuk mengukur tingkat risiko ergonomi adalah metode REBA (Rapid Entire
Body Assesment) sedangkan untuk mengukur keluhan muskuloskeletalnya digunakan
metode Nordic Body Map.
3. Hasil
- Sebanyak 16 orang (53,3%) melakukan pekerjaan dengan tingkat risiko rendah.
Sedangkan responden yang melakukan pekerjaan dengan tingkat risiko tinggi
sebanyak 14 orang (46,7%).
- Masa kerja pada pekerja pemecah batu yang ≥5 tahun sebanyak 21 orang (70%).
Sedangkan responden yang bekerja selama <5 tahun sebanyak 9 orang (30%).
- Mayoritas umur pekerja pemecah batu adalah ≥30 tahun dengan jumlah responden
sebanyak 21 orang (70%). Sedangkan responden yang berumur <30 tahun sebanyak 9
orang (30%).
- Sebanyak 18 orang (60%) responden merasakan keluhan muskuloskeletal pada
seluruh tubuh dengan tingkat risiko rendah dan sebanyak 12 orang (40%) responden
merasakan keluhan muskuloskeletal dengan tingkat risiko tinggi, dan sebanyak 23
orang (76,7%) responden merasakan keluhan muskuloskeletal pada punggung bawah.
- Dari hasil statistik tidak ada hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan
muskuloskeletal dengan p > 0.05 (pvalue=0,073).
- Dari hasil statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan
keluhan muskuloskeletal p < 0.05 (p-value = 0,049).
4. Kesimpulan
Tidak ada hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan muskuloskeletal
tetapi terdapat hubungan antara masa kerja dengan keluhan muskuloskeletal.