Anda di halaman 1dari 243

0| M I N T U R O B I L A Q D A M

1| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Aku

Hanyalah Debu Yang

Bersemayam

Di Telapak Kaki”

Rifi Hadju.

2| M I N T U R O B I L A Q D A M
3| M I N T U R O B I L A Q D A M
4| M I N T U R O B I L A Q D A M
5| M I N T U R O B I L A Q D A M
Sungguh durhaka jika aku tidak mengucapkan berjuta terima
kasih kepada:

Gusti Pengeran, Nur Kanjeng, Iblis, Malaikat, Tiang sepah,


Simbah, Jamaah Maiyah Nuswantoro, Sedulur Bonek, Cak
Demang, Mas Rojil, Gus Ali, Kang Mus, Lek Sindung,
Rencang-rencang, Fajar, Senja, Deru Angin, Cahaya, Gelap
dan semua yang tak mungkin tertutur satu per satu.

Tentu, aku juga berterima kasih sama kamu.

6| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Tak mungkin saya mampu menulis dan
mempersembahkan karya yang paling pemula dari titik
rendah terkerak pemula, meskipun saya hanya mampu
menyerap nol koma nol nol nol sekian dari sari karya-karya
pendekar lintas benua yang sudah melanglang buana ke
dimensi-dimensi kehidupan - kematian.

Saya sama sekali bukan #MbaheM yang mampu


langsung menulis tanpa inspirasi, saya juga bukan titisan
#MbahUmbu yang mampu menciptakan kehidupan puisi.

Jadi, saya yakin seratus persen bahwa tidak


mungkin ada yang berkenan menyebarkan dalam bentuk
apapun isinya demi kepentingan perutnya, karena itu sama
dengan sia-sia.

Tak ada target khusus dari saya dalam buku ini, tak
ada damba untuk masuk ke babak putaran final, bahkan
lolos ke semifinal, apalagi masuk ke final dan menjadi
juara piala semesta antar planet. Tidak muluk-muluk, buku

7| M I N T U R O B I L A Q D A M
ini hanya berharap pada penyentuhnya agar tersusun
nyaman di rak lemari hati dan jiwanya.

Buku perdana ini adalah buku yang sengaja ditulis


tanpa saya perhatikan betul kualitasnya, tanpa saya
pertimbangkan muatan isinya, tanpa saya teliti tata ruang
waktunya, karena bagi saya, bukan kualitas dan muatan
yang menjadi esensi dari penulisan saya, melainkan
dimana di setiap kata yang tersirat dan tersurat selalu
bersemayam genggam cinta yang mengalir mesra.”

Min Turobil Aqdam

Rifi Hadju.

8| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Aku tidak punya apa-apa. Aku hanya
mengupayakan bermodal cinta untuk menjalin
persaudaraan denganmu semua.”

rifi hadju.

9| M I N T U R O B I L A Q D A M
CINTA?

HA-HA-HA

10| M I N T U R O B I L A Q D A M
CINTA!

HI-HI-HI

11| M I N T U R O B I L A Q D A M
CINTA.

HE-HE-HE

12| M I N T U R O B I L A Q D A M
CINTA,

HO-HO-HO

13| M I N T U R O B I L A Q D A M
CINTA:

HU-HU-HU

14| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Tan Hana Wighna Tan Sirna, tak ada rintangan
yang tak bisa diatasi. Termasuk rintangan untuk
meluluhkan keras batumu, Kasih.”

rifi hadju.

15| M I N T U R O B I L A Q D A M
MERASUK MASUK

Menunggang kendali rangka

Terobos marka perasa

Abai perempatan darah

Persetan aparat jiwa

Menyetubuh aroma sukma

Lepas benteng penjaga

16| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Gila sudah kalau aku mencintai benda. Bukan,
aku adalah pecinta zat.”

rifi hadju.

17| M I N T U R O B I L A Q D A M
RENJANA GAMBLANG

Sahnya

Aku penghasrat tak lasuh

Tak biasa meletak hati seraya biasa

Ingin terlampau tak tergayuh

Selayak sasmita gemericik membasah ranah

Membebat deru

Cita aku

18| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Tolong ajari aku untuk mencintai secara
sederhana.”

rifi hadju.

19| M I N T U R O B I L A Q D A M
MUNGKIN MEMANG

Mungkin memang tak pandai menulis prosa

Mungkin memang tak lihai merangkai kata-kata, mungkin


memang tak ciamik menggambar kalimat

Tapi

Paling tidak itulah begitu apa adanya, yang terlukiskan di


lembaran-lembaran

Kertas suci yang mengembara, dibalik terdiamnya sejuta


bahasa

Terwakilnya sejuta kata-kata, tertakwilnya seluas sabda tak


bersuara

20| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Mendengar yang tak bisa kau dengar, merasa
yang tak bisa kau rasa, Belajar melihat yang tak
bisa kau lihat.”

rifi hadju.

21| M I N T U R O B I L A Q D A M
SUAKA KARSANG MOMOK BEKU

Njomplang lepas

Jempalikan tamat

Bara melegakan

Tirta memberingsang

Tak lama

Singkat;

Tuhan diperhamba

Hamba dipertuhan

22| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Sedang viral iblis berjubah malaikat, plus lengkap
pakai sorbannya.”

rifi hadju.

23| M I N T U R O B I L A Q D A M
DESIR GELISAH

Pa-ra-ra-ra - ho-ho-ho

Akulah perindu laku

Teguh duduk di bangku

Berhembus abu

Menunggu

Menggores kata

Menata kata-kata

Kata-kata asmara

Asmara menyerbak tanpa suara

Suara hening dingin menggigil

24| M I N T U R O B I L A Q D A M
Menggigil di ramai yang sunyi

Sunyi akan sebuah penantian

Penantian akan gumpal harapan

Harapan yang pantang iya kecewa

Kecewa tiada sesal dan dosa

Jalani saja hembusan-hembusan

Keresahan-keresahan

Yang sebentar lagi tiba

25| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Semuanya, tolong maafkan kesalahan-
kesalahanku yang belum aku perbuat.”

rifi hadju.

26| M I N T U R O B I L A Q D A M
KUSUMA

Kus kus kus

Sum sum sum

Ma ma ma

Kusuma Kusuma

Elok mawar tak ada ruah

Kirana surya tak ada raya

Gelinang tirta tak ada rasa

Kusuma kusuma oh Kusuma

Nona meronah menggetar jiwa

Nona menatap menggusar gelora

27| M I N T U R O B I L A Q D A M
Nona tergelak menggoncang kisah

Kusuma Kusuma

Daku terpaku daku tertunduk daku terlarut

Lubuk Gelombang tresna

Oh oh kusuma

Kasih kekasih mari kemari sini kesini

Merajut tali santak akhir hayat nanti

28| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Jika memang terpaksa harus memakai jalan
benci, maka benci lah sebenci-bencinya hingga
bencimu mengantarmu menuju titik benci yang
paling puncak, yaitu cinta.”

rifi hadju.

29| M I N T U R O B I L A Q D A M
CERAH NIRMALA

Melangkahmu pun,

Bunga-bunga tertunduk malu

Angin-angin terbelarak berhembus

Air-air berhenti mengalir

Mentari redup menyinari

Rembulan ruai cemburu

Lelaki kuru gugup merindu

Jilbab yang berseri-seri

Menyingkirkan matahari

Yang mencurah menyinari

30| M I N T U R O B I L A Q D A M
Yang menghangatkan hati

Nirmala yang dirindu,

Tak sadarkah, tak sadarkah

Ada sepasang bola mata yang memanap berbinar?

31| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Seringkali kesadaran baru muncul ketika sudah
ditinggalkan. Terlambat.”

rifi hadju.

32| M I N T U R O B I L A Q D A M
CAHAYA KETIGA

Semarak membinar keduniaan yang menyilaukan

Kerak cahaya yang semuanya kenikmatan menikmati

Gelombang cahaya yang mengecoh membutakan

Cahaya dasar yang dikejar-kejar sebagai materi diketahui

Cahaya

Jika kau menyimpulkan aku sebagai aku

Jika aku menyimpulkan kau sebagai kau

Lalu apa beda kau dan aku dengan picisan cahaya kesatu

Jika tak menyimpul kau dan aku adalah lelembut padu

33| M I N T U R O B I L A Q D A M
Cahaya

Mengapa terperdaya cahaya pertama

Mengapa terjebak oleh galian kasat mata

Mengapa dilinglungkan olehnya

Mengapa engkau pasrah dikecewa cahaya pertama

Sedang diperjalanan kau dan aku di selanjutnya

Bisa mengerat tangan ke peristiwa gelombang kedua

Cahaya

Mengapa kau dan aku menyangka-nyangka surga yang


neraka

Mengapa kau dan aku diombang-ambingkan neraka yang


surga

34| M I N T U R O B I L A Q D A M
Sedang menghirau cahaya pertama, nan teguh di cahaya
kedua

Kau dan aku bersama nggayuh ke cahaya yang zakiah

Cahaya kesejatian yang diharapkan juga ditunggu Nya

35| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Lalu, bagaimana kau bisa menyimpulkan lampu
bohlam adalah penghasil cahaya sedang engkau
dengan keras menolak eksistensi kegelapan?”

rifi hadju.

36| M I N T U R O B I L A Q D A M
DUH ENGKAU KEKASIHKU

Di sepi batinku

Meratap duh.. duh.. duh..

Duh engkau.. duh engkau..

Duh engkau kekasihku.. kekasihku..

Dimana engkau aku disini

Disini aku menanti engkau

Mengeluh agungmu muliamu di ramai sunyiku

Melambai-lambai jemariku

Mencinta uluranmu

Tuk pasrah engkau kelilingkanku

37| M I N T U R O B I L A Q D A M
Kemana.. dimana.. engkau menuju..

Entah kemana engkau

Entah dimana engkau

Gulita sekali lubuk ku

Ku ingin merindumu

Tapi bagaimana bisa ku merindumu?

Jika engkau angan belaka di benak gulita ku

Duh engkau.. kekasihku..

38| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Sampai mana akalmu mampu mengukur rindu
terhadap sesuatu yang tak memiliki ruang?”

rifi hadju.

39| M I N T U R O B I L A Q D A M
KEPADA PESAING SENJA

Sangat sangat terlalu sangat

Para-para budak-budak sajak

Mengekspresikan senja di hatinya

Mengejewantahkan isi jiwanya dihadapan petang

Burung-burung berterbangan

Awan-awan elok nan indah

Semilir deru angin menghempas

Deru-deru bersilangan suara kuda besi pekerja

Tin tin tin suara aki pencet yang tak serantan

Dan banyak-banyak objek yang dituang

40| M I N T U R O B I L A Q D A M
Aku? Engkau?

Hahahahaha…

Tidak kasih, tidak

Bagiku, akalku, hatiku, jiwaku juga rasa

Tak ada apa-apanya itu malam atau senja

Karena bagiku, engkau adalah

Engkau adalah

Engkau adalah sastra terindah kedua yang ada

Setelah pencipratan Maha sastra suci masterpiece Nya di


dunia

Engkau adalah sastra terindah kedua yang ada setelahnya

41| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Yang penting kamu mencintai, manifestasi sosial
dari cintamu. Perkara mereka tidak cinta
kepadamu, itu urusan mereka dengan gemerlap
penyesalannya.”

rifi hadju.

42| M I N T U R O B I L A Q D A M
MALAM BERGEMA

Malam yang memecah belah

Membuyarkan bayangan-bayangan

Di gelap malam membenang kenang

Bersembayang di kesunyian

Genderu mendung merahasia

Diam yang menggoda kata

Diantara gegap gempita riuh ruah

Melanglang buana membelantara

Memenjara hati yang tergoda

Oleh sebuah nama

43| M I N T U R O B I L A Q D A M
Membelenggu rindu jiwa

Malam

Sampaikan salam hangat padanya

Lantunkan doa berkah

Jelaskan padanya

Bahwa aku dan dia kini adalah kita

Tampar lamunan yang menguasa

Sampaikan berita suka tentang aku dan dia

Di jagat raya lukisan cerita

Menyatu menjumpa bersimpuh kepada Nya

44| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Banyak yang menyangka aku sedang
menggerbangi diri. Padahal tidak. Justru aku kini
terjerembab sendirian di dalam kotak sunyi. Tak
ada yang mendengar suara sesatku.”

rifi hadju.

45| M I N T U R O B I L A Q D A M
MALAM PECAH

Hening malam seolah terpecah, tatkala gemeracak hujan


menyelundupkan suara mungilmu di tengah duduk tenangku

Menggambarkan topeng manis yang terbuat, yang


merahasiakan anggun wajah sejati dibalik senyum penuh
maknamu

Hening malam bertekuk lutut, ketika paras senyum bersuara


membayang menolak hilang dihadapan bola mata kedipku

Tak berubah satu pun, di dalam pelarian, persembunyian,


pencarian, kesepian, kesendirian

Sombong malam yang teracuhkan, gelap yang tak


terpengaruh dan sunyi yang sementara usai oleh hantaran

Awan-awan gelap menggumpal yang kini pergi meninggalkan


ribuan bintang dan utuh rembulan di cakrawala

46| M I N T U R O B I L A Q D A M
Oleh memancarnya cahaya yang terpantul oleh purnama
bahagia melega gumpalan rasa

Rasa yang terabaikan bisikan setan, terpenjara di dalam


gelapnya kebencian, tertutup dalam pekatnya abu dunia,
yang mencengkeram suara kudus tak tertahankan mencuat

Tuk merajut dan terkulai dalam ronahan balutan perjanjian


besar

47| M I N T U R O B I L A Q D A M
Manusia akan bisa berkata “Ternyata
ketidaktahuan terhadap sesuatu itu adalah
kenikmatan” jika ia sudah mencapai fase “sudah
tahu” dengan sesuatu itu. Begitu juga dengan “Aku
ingin tahu apa yang terjadi” adalah kenikmatan
bagi yang belum mengetahui sesuatu itu.

rifi hadju.

48| M I N T U R O B I L A Q D A M
IZINKAN HAMBA MENDUAKAN MU

Memang-memang ya memang ya Paduka

Hamba sama sekali tidak, sama sekali tidak belum benar-


benar

Belum benar-benar tulus secara benar merasakan Mu

Merasakan Mu hadir di lembah curam jiwaku

Lembah curam jiwaku yang kering guyuran Mu

Guyuran Mu yang begitu membasahi sekujur tubuh

Tubuh hamba yang kurus kering tirta ya Paduka

Tirta kesejatian kehakikian keabadian yang Engkau


pancarkan

Tetapi ya tetapi ya Paduka

49| M I N T U R O B I L A Q D A M
Mohon izin hamba beribu-ribu mohon izin hamba

Ia yang engkau ciptakan untuk menemani sang Adam

Membagi usaha lebur ku kepada Mu ya Paduka

Ia yang engkau ciptakan untuk menemani sang Adam

Telah mengalahkanku untuk bermain hati kepada Mu ya


Paduka

Ia yang engkau ciptakan untuk menemani sang Adam

Turut membuatku menunduk penuh atensi laiknya aku


kepada Mu ya Paduka

Ya Paduka yang maha bijaksana yang maha luas nan pemaaf

Maafkan hamba sekaligus izinkan hamba tuk menduakan Mu


dengannya

50| M I N T U R O B I L A Q D A M
Jadikan dua yang berbeda ini menjadi satu yang utuh ya
Paduka

Untuk bersama bersimpuh Engkau perjalankan di setapak


kesunyian

Melebur menyatu bersama rumus segitiga cinta keabadian


Mu ya Paduka

Izinkan aku menduakan Engkau ya Paduka

Mohon ampun, hamba mohon izinkan

51| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Manusia yang belum lunas menjadi manusia. Ati-
ati kepreset.”

rifi hadju.

52| M I N T U R O B I L A Q D A M
AKU MENGAKU KALAH HARI INI YA ALLAH

Mohon ampun hamba kepada Mu Ya Allah

Atas kekalahan hamba di hari-hari yang resah

Segala ketidakmampuan hamba dapat menjawat

Semua segenap arena pergelanggangan tak baka Ya Allah

Lunglai sangat lunglai langkah kaki hamba Ya Allah

Lenyai sama sekali ayunan-ayunan kedua tangan

Rengsa bukan kepalang raga-raga terpecah

Binasa luar biasa budi dan hati hamba Ya Allah Ya Allah

Gigihkan hamba kembali pada kebenaran Mu Ya Allah

Simpuhkan kepada belai kasih sayangmu nan tiada tara

53| M I N T U R O B I L A Q D A M
Koyak ini itu sini sana kanan kiri atas bawah yang menjerat
kuasa

Kuatkan raga tangan kaki budi dan hati dengan tongkat Mu


yang cegak

Tegakkan hamba untuk tegak dari kekalahan menyesakkan


ini Ya Allah

Ya Allah

Ya Allah

54| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Bahkan bayanganmu sendiri kau hardik-
hardikkan karena menolak membayangimu dalam
gelap jalanmu.”

rifi hadju.

55| M I N T U R O B I L A Q D A M
CEMBURU AKU CEMBURU

Cemburu aku cemburu, kepada ranjang yang menjadi


tempat sandaran dari lelah jasadmu

Cemburu aku cemburu, kepada dinding lusuh yang menjadi


pembatas pemandang terhadapmu

Cemburu aku cemburu, kepada sandangan yang bertugas


menjaga segala yang menjadi kehormatanmu

Cemburu aku cemburu, kepada layar sentuh yang pasti kau


pandang di tiap luang waktumu

Cemburu aku cemburu, kepada flat shoes yang


menghindarkan lecet telapak kaki mungilmu

Cemburu aku cemburu, kepada tustel yang mengabadikan


setiap momen pergerakanmu

Cemburu aku cemburu, kepada jilid-jilid yang selalu kau


jamah di pagi hingga menjelang sore keseharianmu

56| M I N T U R O B I L A Q D A M
Cemburu aku cemburu, kepada earphone yang selalu kau
dengarkan di daun telinga indahmu

Cemburu aku cemburu, kepada tomyam yang berhasil


bertamasya mengelilingi organ-organ pencernaanmu

Sedang aku, tuk berjalan mendekat ke arahmu saja ku tak


mampu, aku segan, sadar akan daya apa diriku

Sedang aku, tuk memandang dihadapanmu saja ku tak


bernyali, tak berani atas diriku

Sedang aku, tuk melontar kata-kata saja mendadak bisu


membiru bibir ku, kaku lidahku

Sedang aku, tuk menseringaikanmu saja ku tak kuasa, aku


bergidik pada diriku

Cemburu aku cemburu, kepada oksigen yang keluar masuk


di sistem pernafasanmu

57| M I N T U R O B I L A Q D A M
Cemburu aku cemburu, kepada pita seni yang mengeluarkan
suara-suara gecul dari bibir tipismu

Cemburu aku cemburu, kepada partikel-partikel air yang


berani menyentuh kulit langsatmu

Cemburu aku cemburu, kepada hembusan sepoi angin yang


menyegarkan dari penat hari-harimu

Cemburu aku cemburu, kepada rindangnya dedaunan yang


menyejukkan perjalananmu

Cemburu aku cemburu, kepada kilau rembulan yang


menyibak gulita langkah kakimu

Cemburu aku cemburu, kepada teriknya sang surya yang


menghangatkan jiwamu

Cemburu aku cemburu, kepada burung-burung kecil yang


ber assalamualaikum kepadamu

58| M I N T U R O B I L A Q D A M
Cemburu aku cemburu, kepada daun pintu yang ber
waalikumsalam kepadamu

Cemburu aku cemburu, kepada sajadah yang sekala rajin


mengecup mesra lima kali sehari di dahi manismu

Cemburu aku cemburu, kepada asma yang selalu mampu


menggetarkan sekaligus menenangkan palung hatimu

Cemburu aku cemburu, kepada Sayyidina Saw yang menjadi


pedoman di segala manajemen kehidupanmu

Cemburu aku cemburu, kepada Rabb yang jauh lebih dekat..


bersatu.. melebur dengamu, jauh dibanding aku.. yang
hanyalah iblis pengganggu, yang untuk sekedar kau tengok
pun.. rasanya kau tak akan pernah sudi.

Cemburu…. aku cemburu kepada semua itu….

59| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Aku dan Tuhan berlomba untuk saling cemburu
karenamu.”

rifi hadju.

60| M I N T U R O B I L A Q D A M
TAMPAR AKU TUHAN

Tampar aku Tuhan, tampar aku yang terlalu berkeyakinan


bahwa kebenaran ku adalah kebenaran yang tidak ada
salahnya. Kesalahan mereka adalah kesalahan yang tidak
ada benarnya.

Tampar aku Tuhan, tampar aku yang percaya diri bahwa


suara ku adalah suara mutlak yang tidak bisa diganggu gugat
suaranya. Suara mereka adalah suara sumbang yang tidak
memiliki kemutlakan.

Tampar aku Tuhan, tampar aku yang bulat menutup telinga


serapat-rapatnya dari bisikan-bisikan mereka. Telinga
mereka adalah telinga yang harus mau untuk mendengar
bisikan-bisikan ku.

Tampar aku Tuhan, tampar aku yang bersungguh-sungguh


bahwa nafasku adalah nafas suci. Nafas mereka adalah nafas
kotor yang berpeluang berkontimasi kepada kesucian
nafasku.

61| M I N T U R O B I L A Q D A M
Tampar aku Tuhan, tampar aku yang pasti mengaku jika
penglihatanku adalah presisi dan jauh jangkauan nya.
Penglihatan mereka adalah buram dan buta jika
ditandingkan dengan penglihatanku.

Tampar aku Tuhan, tampar aku yang egois merasakan hanya


apa yang aku rasakan. Rasa mereka adalah tidak ada
pentingnya dibanding rasaku.

Tampar aku Tuhan, tampar aku yang terjebak di dalam gelar


paling mulianya ciptaan Mu, yang menganggap selain aku
adalah najis dan kehinaan.

Tampar aku Tuhan, tampar aku yang menolak mengakui


ngalah kerendahan hati Mu agar aku mampu mencintai Mu,
yang hanyalah menganggap Mu sedang mengemis-ngemis
pujaan sekaligus ketakutan dari Ku

Tampar aku Tuhan, yang munafik menafikkan kehadiran diri


Mu di dalam kehidupan ku, yang menganggap Engkau
hanyalah pendompleng nama besarku di dunia ini.

62| M I N T U R O B I L A Q D A M
Tampar aku Tuhan, tampar aku yang acuh terhadap bahasa-
bahasa komunikasi Mu agar aku bisa mendekat kepada Mu,
yang aku seolah-olah lebih jauh dan menjauh dari Mu.

Tampar aku Tuhan, tampar aku yang angkuh terhadap


lamaran Mu, yang menganggap Allahuakbar hingga
Lailahailallah Mu adalah bualan-bualan agar aku bertekuk
lutut terhadap Mu

Tampar aku Tuhan, yang ternyata ke angkuh sombong


munafik acuh an ku tak mampu memijarkan cahaya-cahaya
Mu didalam gelap gulita malam Mu.

Tampar aku sekeras-kerasnya Tuhan, agar aku mampu


memahami dan menyadari akan ke tidak ada apa-apaan nya
aku. Sekeras-kerasnya Tuhan, sekeras-kerasnya hingga aku
bersimpuh dan luluh terhadap uluran tangan Mu yang
menarikku ke dalam pelukan hangat samudra kesejatian
yang abadi mesra mencintai dan menyayangi.

63| M I N T U R O B I L A Q D A M
Kata Pak Dosen yang juga seorang rekanku,
“Karena mahkluk pertama yang berkata aku lebih
baik dari dia adalah iblis.”

rifi hadju.

64| M I N T U R O B I L A Q D A M
MENYIMAK SENJA

Senja, penengah.. tertek.. perantara.. mediator..


transisi antara subjek siang dan malam. Menjadi gate keluar
masuknya pergantian serangkaian shift perhitungan yang
sudah menjadi grand design Nya. Menjadi sela diantara dua
subjek yang disangka sendiri-sendiri, yang jika engkau
mampu melihatnya.. dua subjek diantaranya ternyata saling
memasuki diantaranya, saling bersama.

Jua bagi para budak sajak, senja adalah


pemanifestasian tentang kemesraan cinta.. cinta yang tak
melulu soal sepasang lelaki dan wanita. Jauh lebih luas
daripada itu, senja adalah jalan tikus yang lain untuk asyik
bermesra-mesraan dengan Nya. Jua bagi para mereka yang
berputus asa, menganggap terbenamnya sang bola
kehidupan di dalam satu diantara bagian dari proses senja
itu ialah sebuah kehilangan harapan, kegelapan, pertanda
kesesatan tuk melanjutkan perjalanan dan hilangnya daya
energi, padahal tidak.

65| M I N T U R O B I L A Q D A M
Jua bagi para gerombolan burung-burung itu yang
bersepakat bahwa senja adalah alarm untuk kembali
berteduh di kost-kost ranting-ranting pohon juga selah-selah
gedung rapuh. Atau jika didalam rancangan Hijriah, senja
begitu menjadi hal utama yang sangat dieluh-eluhkan,
dirindu-rindukan, diharap-harapkan, dinanti-nanti oleh para
mereka yang terjebak, terbuai, tertipudaya oleh
ketidaktahuan pemahaman ketentuan penahanan diri yang
sebenarnya.

Lalu.. tentang dalam perhitungan rutinitas 365-an


bumi yang berputar di porosnya sambil berputar
mengelilingi sang bola besar menyodok cahaya itu, bahwa
menganggap manusia yang renta, rapuh, akhir adalah senja
sudah usianya.

Senja adalah solusi ketenangan singkat dari riuh


campur aduknya segala peliknya persoalan kehidupan yang
belum dikesempatankan untuk menjawab. Yang dianggap
senja adalah akhir, jika kau ongkreh-ongkreh lagi.. senja
bukanlah sebuah capaian yang menjadi tujuan akhir.

66| M I N T U R O B I L A Q D A M
Senja adalah sebuah keharusan yang dicapai untuk
bersiap kembali menyongsong fajar, bersetubuh dengan
cahaya.

67| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Fajar dan senja adalah saudara dari ibu bernama
cahaya.

Kau dan aku adalah sepasang yang bersatu


dikendara cinta.”

rifi hadju.

68| M I N T U R O B I L A Q D A M
TERKECOH

Sepertinya akan lebih baik kalau tulisan nya aku saya


kan saja. Berjibun ungkapan yang menyerobot goa telinga
bahwa teori, kata-kata, tulisan, kampanye-kampanye,
motivasi-motivasi yang mengira, menyetujui, menjadi
kesepakatan bersama jika semakin maju peradaban,
semakin canggih teknologinya maka akan berbanding lurus
dengan peningkatan sumber daya manusianya, kreatif
otaknya, kedepan berfikirnya.

Indikator-indikator yang digunakannya tak jauh dan


tak terlepas dari materialisme, keeksistensian, haus
pengakuan, makanan pokok nya adalah pujian-pujian,
sandangan nya adalah kemunafikan-kemunafikan, istana
megahnya adalah kardus-kardus remuk berlapis cat
berwarna emas, profesinya adalah menipudaya jati dirinya,
favoritnya adalah mempertebal keangkuhannya,
olahraganya adalah menyikut kanan kiri nya, hiburannya
adalah menikung yang ada didepannya, rekreasinya adalah
menghalangi jalan yang dibelakangnya, jinnya adalah

69| M I N T U R O B I L A Q D A M
kerugian, iblisnya adalah kekalahan, malaikatnya adalah
keuntungan, dan Tuhannya adalah pundi-pundi rupiah.

Pertanyaannya, “apa iya?”. Santak aku yang bernasib


di peradaban itu menjadi “hidup segan matipun tak mau”.
Tidak punya pilihan, kemerdekaan, kedaulatan yang
menggiringku ke arus jurang kegelapan yang sama sekali
diangan-angankan sebagai kemajuan, diduga-duga sebagai
kemodernan, ditangkap-tangkap sebagai surga, sementara
itu adalah neraka.

Penyimpulan cethek jika tidak menerima peradaban


yang berkembang pesat walau tanpa arah, walau
menjadikan terbang dari pijakan tanah yang menjadi asal-
usul, walau memperparah keadaan dibaliknya adalah akan
dianggap ketinggalan zaman, katrok, ndeso, disisihkan,
dijauhkan, dikucilkan, tak dianggap, cukuplah hanya sebelah
mata.

70| M I N T U R O B I L A Q D A M
Aku sedang mengajak saya untuk berfikir kembali,
mengajak aku dan saya untuk bersama-sama mencari jalan
keluar dari goa yang dalam, mencari sumber cahaya yang
akan menggiring untuk keluar dan merdeka dan berdaulat,
menyegarkan nafas dan me-refresh pandangan. Bahwa
ketika sudah beranjak dari cahaya itu, akan bertemu semua
jika yang terdapat di dalam perabotan-perabotan goa
kegelapan itu adalah kekeliruan, kesalahan dalam hal
peletakan, ada tepatnya pun hanya presentasenya sangat
kecil dari bagian cuilan sebuah lingkaran yang utuh, dan itu
pun tidak mutlak tepat.

Ketika pun lolos seleksi dari goa kegelapan, sudah


dinanti tugas selanjutnya yakni memotret kehidupan, situasi,
keadaan yang dimediasikan oleh cahaya, yang menjadi
bahan bakar utama pendapatan objek potret yang concern &
fokus agar tidak keblowok ke lubang yang sama, atau
lubang-lubang lainnya yang bermuara sama, lubang
kegelapan.

71| M I N T U R O B I L A Q D A M
Tugas keduanya adalah mencari, merumuskan,
memasak, menemukan, menyajikan pola, atau pattern
dalam bahasa inggrisnya, atau apapun itu padanan kata
dalam bahasa arabnya. Karena tanpa pola, akan terombang-
ambing tak berdaya di dalam ke abu-abuan yang menjadi
pematang antara hitam dan putih, siang dan malam, pagi
dan sore, aku dan diriku.

72| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Apalah daku yang masih gedhabukan di semester
awal kehidupan.”

rifi hadju.

73| M I N T U R O B I L A Q D A M
MENGAPA YANG BELUM BERTEMU AGAR, KARENA,
SUPAYA

Mengapa semakin kesini semakin kesana kok kita ini


tanpa sadar sedang mengalami kebingungan yang luar biasa
kompleksnya?

Mengapa manusia-manusia sekarang lebih suka


untuk menyibukkan dirinya dengan entitas-entitas yang
tidak kita ketahui secara real of correct nya?

Mengapa kebanyakan yang sekarang mulai


menikmati bahwa gula adalah lidah bagian belakang,
sedangkan pil obat dinikmati pada tepi dari bagian lidah?

Mengapa ter-limit jangkauannya yang telah


menganggap Tuhan adalah Maha zat yang sering di jejak
rekam kan sebagai zat yang kejam, menakutkan, bengis dan
penghukum?

74| M I N T U R O B I L A Q D A M
Kemudian kira-kira apa yang menjadi sumber sebab
musabab dari ketidakterimaan, ketidakmauan, kecek-cokan
yang sudah terlanjur merebak ke segala penjuru aspek-aspek
ruang-ruang kehidupan?

Jadi saudara sekalian, semua memang bisa


berpeluang untuk merasakan, mencoba, kebeluwuk, wis
kadhung, masih terjebak, bahkan menikmati, juga ada yang
berhasil mentas, atau justru sama sekali tak mengalami apa
yang menjadi rentetan dari berondongan peluru Mengapa di
atas.

Saya adalah satu yang apes sekaligus beruntung


pernah menjadi bagian dari berondongan peluru Mengapa di
atas. Satu hal besar, hal utama yang memuara, yang
menguap, ketika setelah itu adalah, saya merasa bahwa saya
telah menjadi manusia hidup yang mati, pada waktu itu.
Membutuhkan kurun tenggat yang tak sehari sebulan
setahun untuk ngumbah noktah garis abstrak yang terletak
pada zona-zona yang tidak tepat. Tidak bisa menolak untuk
dijebloskan di dalam keadaan dimana harus ditampar kanan-

75| M I N T U R O B I L A Q D A M
kiri, di pontang-pantingkan gelombang-gelombang yang
menerjang perahu kecil yang dikikis oleh lumut yang
merapuhkan, dikocok hingga berguguran ke tanah noktah
garis abstrak yang ngetel menempel. Ketika mengingat,
lantas membuka lembaran-lembaran bertinta yang terjilid
dalam buku-buku tebal jika berfikir secara lempeng, linear,
ialah buku-buku yang berwarna “hitam”.

Mendapatkan buah yang membusuk di bawah yang


tak jauh dari pohon yang rindang, yang ketika ku kupas
didalamnya, terdapat sebab dari perdebatan yang berakibat
keretakan tanpa ujung yang sering terlakukan, yang
menganggap suara yang keluar adalah suara Tuhan yang
harus diterima oleh seluruh daun telinga, meskipun dengan
paksaan-paksaan. Aku letakkan di dalam keranjang buah
busuk yang kudapatkan tadi.

Berjalan lima langkah, tertendang sebuah buah


busuk lagi oleh telapak kaki rapuh ku. Aku membuka isinya,
tersenyum-senyum oleh yang ada di dalamnya. Terdapat
sebuah video dokumenter di dalam buah busuk itu, tentang

76| M I N T U R O B I L A Q D A M
laku yang mendewakan, menabikan, memalaikatkan, lebih-
lebih menuhankan konstelasi akan materialisme. Yang
berpandangan bahwa “mati aku jika tak ber-uang”, yang
berpandangan bahwa “terisolasi aku jika tak bertahta”.
Segala sesuatu yang harus diperhatikan betul di sebuah
rumus perhitungan untung rugi materialistis, atau
perhitungan gampangannya. Aku mem-pause video nya,
men-stop, meletakkan di keranjang bersama buah busuk
yang pertama.

Melanjutkan sembilan langkah kedepan, sekali lagi


bertemu dengan buah busuk ketiga, dengan kaidah-sistem
yang sama dengan dua buah busuk sebelumnya. Ingat sekali,
ingat sekali dengan apa yang dibalik kupasan buah busuk
sangat-sangat busuk. Dimana dengan sangat jelas aku
berkali-kali menyakiti Tuhan, yang jauh lebih sakit yang
Tuhan rasakan dibandingkan rasa sakit ketika aku
meniadakan Nya di dalam hidupku, ketika aku bersemu
bersujud kepada Nya, ketika aku ber Allahuakbar dengan
penuh tendensi, penuh gila pengakuan, dan label-label nafsu
kegilaan. Cepat-cepat saja kulempar buah paling busuk itu ke

77| M I N T U R O B I L A Q D A M
dalam keranjang, dengan tak mampunya menahan sekuat
tenaga agar tak ada tetes yang keluar.

Kututup lembar-lembar berbuku, meletakkan baik-


baik, beranjak dari lungguh, mengaji tentang tegak, untuk
mereformasi sistem tata kelola pikiran yang serba mlengseh,
yang kemudian bereaksi untuk berupaya membalikkan
keadaan.

78| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Jangan terjebak bahwa pertanyaan itu harus
dijawab dengan benar, pertanyaan tak harus
dijawab dengan benar. Bahkan, pertanyaan boleh
untuk tidak dijawab. Seperti pertanyaan kapan
menikah.”

rifi hadju.

79| M I N T U R O B I L A Q D A M
IKAN TERBANG, ELANG MERAYAP, ULAR MENYELAM

Kesemrawutan demi kesemrawutan yang semakin


menjadi-jadi, semakin kronis lagi dengan ditambah mulai
munculnya era ruwaibidhah, era-era dimana semakin
bermukanya kepengecutan-kepengecutan, kepecundangan-
kepecundangan, dimana semakin berlomba-lombanya untuk
siapa yang lebih pecundang daripada saya, siapa yang lebih
pengecut daripada dia, siapa yang lebih berani untuk
menutupi ketakutannya daripada mereka.

Era sosial media yang dianggap adalah terobosan


kemajuan, yang katanya mampu mendekatkan yang jauh,
kendati malah juga mampu untuk menjauhkan yang dekat.
Menjadikan yang tidak kenal menjadi sangat kenal, yang
kenal menjadi seolah tidak pernah kenal sama sekali.
Membuat manusia bersuara terhadap apa yang tidak
diketahuinya secara gamblang, yang membuat manusia
bungkam seribu bahasa dengan apa yang diketahuinya.
Menjadikan sesama siswa saling mengisi rapot siswa yang
lainnya, yang meniadakan tugas guru sebagai penilai, pengisi

80| M I N T U R O B I L A Q D A M
rapot, penyimpul kegiatan siswanya. Era sosial media
menjadi titik puncak yang menjadikan manusia-manusia
modern menyangka demokrasi adalah kebebasan, sekarang
semakin tak lagi mengerti batasannya, tak mengenali
dirinya, memahami sekitarnya, menakar ketahuan di dalam
ketidaktahuannya, mengukur pemahaman di balik
ketidakpahamannya, menjangkau penglihatan yang tak
mampu dilihatnya. Kekasih Nya sudah jauh-jauh hari
mewanti-wanti, meramalkan akan peristiwa atau fenomena-
fenomena yang kita rasa dan jumpai kini.

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh


dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan
sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat
dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap
sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.”
Kata Kekasih Nya itu.

Berkembang biak dan menyebarnya manusia-


manusia kemeroh yang kini sedang kita nikmati tanpa sadari,
yang menyerang tanpa pandang bulu dari jauh melalui akun-

81| M I N T U R O B I L A Q D A M
akun topeng, yang berani nya hanya mbandem dari jauh
seperti kepengecutan bangsa Barat yang dibangga-
banggakan, yang menghilangkan kekesatriaan seorang
manusia, sakjane itu adalah jalan-jalan menuju kehancuran,
jalan-jalan mendaki ke aksen-aksen puncak ketidakkaruhan,
yang justru di sama dengan kan dengan harapan
pembersihan tuntas dari Yang Maha Berkuasa.

Pengaku-akuan adalah salah satu sebab yang


mengembriokan kekacauan demi kekacauan, yang menjadi
supporter militan garis keras dari sebuah klub sepak bola
yang bernama Ruwaibidhah FC.

Tidak kah kita di disini ini ditanah ini ditugaskan


untuk menciptakan, mencari atau menemukan pola, kapan
harus berpuasa kapan harus berbuka, yang menahan diri
yang bukan menjadi otoritas, yang belajar tidak mengikut
campuri, memperkeruh, sok tahu, menggurui sesuatu-
sesuatu yang bukan menjadi jobdesk kita, tidak malah-malah
memoles tampak luar diri kita menjadi orang yang paling
tahu yang sebenarnya tidak diketahuinya. Tidak kah manusia

82| M I N T U R O B I L A Q D A M
itu juga diperkenankan untuk belajar kepada binatang,
seperti pelajaran yang terserap dari anak Adam yang belajar
kepada burung gagak. Atau pada semester dasar tingkatan
tertentu, belajar tentang begitu patuh nya binatang yang
diwajibkan Tuhan untuk menjadi binatang. Ayam yang wajib
dan patuh dengan berkokoknya, burung yang wajib dan
patuh dengan terbangnya, monyet yang wajib dan patuh
dengan bergelantungannya, macan yang wajib dan patuh
dengan raungannya, ikan yang wajib dan patuh dengan
insangnya, juga keharusan manusia yang wajib dan patuh
dengan hakikat peran fungsi maksud tujuan dari
manusianya.

83| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Tidak mustahil terjadi bahwa malaikat dan iblis
saat ini sedang berbondong-bondong mengajukan
surat permohonan pensiun dini kepada Tuhan dari
tugas yang diembannya dengan alasan sama,
manusia sekarang lebih banyak yang potensial
dan lebih mampu menjalankan tugas malaikat dan
iblis di dunia.”

rifi hadju.

84| M I N T U R O B I L A Q D A M
TAKUT ADALAH PERISTIWA YANG TIDAK APA-APA

Gembira, sedih, sumringah, merenung, marah, sakit,


harapan, takut, khawatir, was-was, kecewa, senang, tertawa,
ceria dan apa-apa padanan kata lainnya itu ialah bagian-
bagian lingkaran sebagaimananya manusia pada seharusnya.
Tiap-tiap insan pun pasti akan sedang dan pernah merasakan
tiap-tiap lorong bagian-bagian dari respon yang dikeluarkan
oleh sebab-sebab tertentu. Laki-laki perempuan, tua muda,
besar kecil, gendut kurus, tinggi pendek tanpa terkecuali
mengalami berbagai pergejolakan yang lebih dominan
bermain di hatinya, tanpa terkecuali. Tak ada satupun yang
terlewatkan.

Takut, sama halnya dengan serumpun komunitas


fungsi katanya, ia adalah kesan yang dikeluarkan dari
asumsi-asumsi yang menjebak pikirannya kepada sebuah
objek atau benda juga bisa jadi terhadap sesuatu, terhadap
seseorang, terhadap suasana – kondisi tertentu. Ia akan
menjadi muncul ketika seseorang terkerangkeng ilusi nya
bahwa yang sedang ia hadapi itu lebih besar darinya, lebih

85| M I N T U R O B I L A Q D A M
berdaya darinya, lebih darinya dari perhitungan tegak
materi.

Takut adalah bagian dari takdir yang tak mungkin


bisa terhapuskan apalagi ketika menghadapi rintangan-
rintangan di derup langkah-langkah sekon menit jam hari
bulan tahun perjalanan hidup. Rasa itu akan menyelinap di
salah satu bagian hati yang sedang terbayang oleh efek
kegagalan, begitu sakitnya kesempitan, dan beragam rasa-
rasa yang menyelimuti hati.

Takutlah setakut-takutnya, hanya saja arahkan


gelombang rasa takut itu menjadi ke arah mana seharusnya
takut, kemana lagi jika tidak ke arah dzat yang Maha Besar,
bukan ke perkara yang engkau buat-buat, lebay-lebaykan,
besar-besarkan akibat legitimasi pribadimu terhadap
kesemuan-kesemuan yang engkau nyata-nyatakan.

86| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Nyatanya sekarang manusia lebih takut untuk di
block oleh kekasihnya daripada di block oleh Yang
Maha Mengasihinya.”

rifi hadju.

87| M I N T U R O B I L A Q D A M
SUNGGUH SESAK DADAKU

Jika kula ini adalah yang termasuk bagian-bagian dari


seekor anjing, kula adalah kutu dari anjing itu. Jika kula ini
adalah yang termasuk rimbun rindang menjulangnya
pepohonan, kula adalah ulat dari pepohonan itu.

Jika kula adalah yang termasuk dari komunitas-komunitas


hulu-hilir kali yang mengaliri bantaran, kula adalah tai dari
balik indah kali itu.

Jika kula adalah yang termasuk zat-zat yang kecil dari


spesies serangga, maka kula jauh sangat kecil dari parameter
besar kecil manusia dan semut itu. Sungguh-sungguh hina
nya kula ini yang menolak basah dengan memayungi diri dari
guyuran-guyuran cinta Sang Paduka, membantah kuyup
dengan menjas-hujani diri dari kucuran-kucuran kasih sayang
Sang Paduka. Macam apa kula ini wahai Sang Paduka, yang
terus melawan tetapi Engkau tak ada henti-hentinya
mengguyur dan mengkucur kula dengan cinta-cinta dan

88| M I N T U R O B I L A Q D A M
kucuran-kucuran yang begitu membanjiri gersangnya
hamparan padang pasir jiwa kula?

Kula ini adalah pemilik telinga angkuh yang tak


mungkin mau menggubris suara-suara suci Sang Paduka,
suara-suara nan Engkau perintahkan dari desir-desir angin,
dari gerodok-gerodok bebatuan, dari percik-percik air,
lantunan-lantunan tak ada batas yang mereka-mereka
seratus persen patuh dengan apa yang menjadi tugas
mereka. Namun rahasia apa yang Sang Paduka rahasiakan
dibalik ketidakpatuhan kula kepada Engkau ya Paduka?
Kenapa Engkau terus menerus menjejalkan kerendah-hatian
kepada kering kerontangnya telinga angkuh kula yang
semakin menjadi-jadi.

Sang Paduka, Engkau sungguh-sungguh Maha


Rahasia dengan getaran-getaran yang menaklukkan tingkah
perlawananku, yang meluluhkan telinga sombongku. Engkau
menjebak kula dengan tak ada pilihan lagi bagi kula selain
berusaha untuk terus menjalankan kaku bongkah hati tuk
mencintai mu Sang Paduka, tuk menunduk dan bersimpuh

89| M I N T U R O B I L A Q D A M
dihadapan senyum-senyum cinta Sang Paduka yang mau-
maunya merendahkan hati kekal Engkau kepada debu yang
menghinggap di dinding-dinding kehinaan. Tak ada
kemampuan lain bagi kula selain pasrah dengan getaran-
getaran gempa yang selalu bersusulan tatkala infanteri
cahaya yang Engkau perintahkan menerobos gerbang-
gerbang gulita kegelapan yang pekat menggumbal
menghijabi rembulan dan ribuan bintang keindahan.

Tak mungkin ada lagi daya bagi kula untuk terus


menahan mata sekuat tenaga agar selalu tertutup oleh
maha karya lukisan-lukisan yang tak mungkin ada siapapun
itu untuk menandingi indah eloknya yang sangat-sangat
presisi. Kula tak tahu bagaimana itu, kula hanya merasakan
denyut-denyut saraf di mata kula aktif dan berfungsi yang
sedikit demi sedikit membuka ketip mata kula secara
perlahan-lahan untuk tersentuh cakrawala Engkau yang
menghangatkan.

Sungguh-sungguh sesak dada kula - banjir hati kula -


overload jiwa kula dengan apa-apa yang Engkau timpahkan

90| M I N T U R O B I L A Q D A M
begitu saja tanpa Engkau khawatir jika kula dusta dari
Engkau, berkelit dari Engkau, ingkar dari Engkau, mendua
dari Engkau, berkhianat dari Engkau, meninggalkan Engkau
begitu saja. Peluk tubuh kula Sang Paduka, sentuh ubun-
ubun kula Sang Paduka, embun kan hati kula Sang Paduka,
tahan mata hamba agar selalu terjaga memandang zat-zat
yang Engkau representasikan untuk menuntun kula ke
petunjuk setapak-setapak dan sampai ke puncak dari batas
waktu yang Engkau gariskan.

Kula tak ragu, kula tak ragu walau harus dengan rasa
malu tiada tara untuk mengulurkan tangan kula yang begitu
najisnya kepada kesucian Sang Paduka. Kula tak segan untuk
melangkah ketika Engkau membalas dengan berjalan, untuk
berjalan ketika Engkau membalas dengan lari, untuk berlari
ketika Engkau membalas dengan gayuh yang secepat kilat.
Ya Paduka Ya Paduka yang Maha Pemurah, gayuh jemari
lusuh kula untuk engkau tuntun kepada setapak-setapak
keabadian yang Engkau persiapkan kepada kula sang
penista.

91| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Andai Engkau memperkenankan hamba untuk
menjadi Engkau dalam sehari saja, mungkin sudah
kubuat manusia berjalan dengan kepalanya.”

rifi hadju.

92| M I N T U R O B I L A Q D A M
NYULUK SECARA KANJENG KHIDIR

Beragam pendapat-pendapat perkiraan-perkiraan


berseliwer an tentang Nabiullah yang direpresentasikan
Khidir AS. Sebagian ahli tafsir menerjemahkan Khidir adalah
Hijau dari kata Khodro’ yang melambangkan akan kesegaran
di dalam pengetahuan yang berlarut dari sumber kehidupan.
Sebagian lagi yang menafsirkan bahwa Khidir adalah
Hadhoro yang dimaknakan Hadir.

Terlepas dari pendapat-pendapat perkiraan-


perkiraan itu semua, tetaplah Nabiullah Khidir masih
menyimpan sebuah teka-teki yang sangat besar bagi kita
semua. Bagaimana asal-usul nya, ayahanda dan ibu dari
beliau, bagaimana masa kecil nya, perjalanan nya, proses
tumbuh kembangnya, hingga keluarga anak istrinya juga
dimana beliau mendiami kala itu dan lain sebagainya. Yang
diketahui memang, dikira belum ada pengetahuan-
pengetahuan secara runtut dan jelas tentang kisah-kisah
perjalanan Nabi Khidir.

93| M I N T U R O B I L A Q D A M
Nabi Musa sang mahasiswa Khidir University

Di dalam statements of God pada kitab suci Al-Quran


pun, hanya sekilas-sekilas saja yang diceritakan tentang
sebagaimana Allah Swt memerintahkan Sang Murid Nabi
Musa yang temperamental untuk berguru kepada Nabi
Khidir tentang apa itu kehidupan. Setelah Nabi Musa
sebelumnya adalah tukang protes yang sering
bercengkerama dengan Rabb nya. Seperti ketika Nabi Musa
“menantang” agar Rabb-nya menampakkan diri Nya kepada
Nabi Musa. Lalu ketika kemudian Allah Swt menurunkan
“menteri-menteri Nya” dari berbagai tingkatan level
malaikat-malaikatnya bergetar tasbih dengan suara keras
seperti petir-petir yang bersautan menggelegar untuk
menjawab sang tukang protes Musa, ketika Rabb-nya
mengejewantahkan “wajah Nya” kepada Musa. Ambyar dan
mohon ampunlah Nabi Musa si raja protes kepada Rabb-nya
atas kembelingannya.

94| M I N T U R O B I L A Q D A M
Kemudian ketika diperintahkannya Nabi Musa oleh
Rabb-nya untuk mencari guru yang akan mendidiknya,
dengan keyword berbekal ikan yang dibawa bersama
pembantu, pengawal dan juga sekaligus muridnya yang
bernama Nabi Yusya’ diperjalankan untuk mengembara
melakukan perjalanan yang dituju. Merontah ikan “kode” itu
di satu tempat dan waktu, muncul seketika Nabiullah Khidir
dihadapan Nabi Musa.

“Qaala innaka lan tastathii'a ma'iya shabraa” kata


Nabi Khidir kepada Musa.

Juga tentang peristiwa-peristiwa yang dikenal di


dalam perjalanan sang murid Nabi Musa Bersama guru
kehidupan Nabi Khidir, seperti: Membocorkan kapal,
mewafatkan anak kecil, juga tentang pagar rumah ialah
bentuk-bentuk cermin, markah manusia-manusia tentang
arah perjalanan manusia, masa sekarang – masa depan –
masa lalu.

95| M I N T U R O B I L A Q D A M
Sebagaimana Khidir “membunuh” secara sunyi “anak
kecil” yang melekat di dalam diri Musa, karena tanda-tanda
yang melekat di raga itu akan menyeret sang murid kepada
pengingkaran. Yang saat itu terjadi, Musa tak menyadarinya
dan hanya sang guru yang mampu melihatnya ketika
mendapat grojokan dari samudra ilmu Sang Pencipta.

Fenomena antara murid Musa dan guru ilmunya


Khidir adalah persoalan dan jawaban yang menjadi fokus
pembelajaran untuk menemukan-menemukan rambu-
rambu lalu lintas menuju Nya. Term atau policy yang
digunakan Khidir kepada Musa yang “ojok kakean takok”
adalah pentolak-belakangan dengan apa yang umumnya
para ruang-ruang pembelajaran yang menekankan kritis
kepada anak didiknya. Melalui kisah hidup beliau berdua
juga itulah, Allah mampu men-Tajalli dengan terlebih dulu
melewati proses Takholli dan Tahalli untuk berma’rifat,
bertelanjang setelanjang-telanjangnya kepada Nya.

96| M I N T U R O B I L A Q D A M
Pola, metode, prototipe dan integritas yang
dilakukan Nabi Musa dan Nabi Khidir adalah lompatan-
lompatan pelipatan masa atau jawa nya adalah waskito..
yang tak mempedulikan, melewati “khatibunasi alah qadri
uqulihim”. Yang berbicara.. bercerita dengan lawan bicara,
dengan manusia siapapun untuk mengukur kadar, wadah,
kemampuan aqli dari tiap-tiap seseorang yang memiliki
sempadan-sempadan yang berbeda-beda.

97| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Andai sekolah-sekolah menerapkan konsep Khidir
University, maka tidak akan mungkin
Kemendikbud frustasi karena gonta-ganti
kurikulum.”

rifi hadju.

98| M I N T U R O B I L A Q D A M
BERGURU PADA EMBONGAN

Embongan adalah ruang yang pantang dihinggapi


oleh kalangan-kalangan yang merasa akademisinya sudah
tingkat tinggi, serba higienis, dilingkari oleh kemewahan dan
sehingga hanya punya “satu mata” saat memandang yang
bertolak belakang dengan kondisinya. Bersentuhan dengan
embongan pun rasanya tak sedikitpun terhinggap di benak
para mereka itu, tapi rasanya tidak berlaku padaku… juga
mungkin yang sepandangan, merasakan, pernah atau masih
nyemplung di embongan.

Embongan secara sepakat global diidentikkan dengan


ketidakmapanan, itu pasti. Embongan, jalanan... dianggap
sebagai sesuatu yang harus “dibersihkan” “disisihkan” oleh
kalangan elit yang hidupnya penuh dihinggapi oleh hingar
binger dan pencitraan-pencitraan. Mereka, untuk menilik
pun rasanya tidak, apalagi kemudian melebur. “Kotor”, jauh
lebih “suci” dari mereka.

99| M I N T U R O B I L A Q D A M
Pernah, masih, sudah.. ataulah apa statusnya,
menemukan hal-hal “mutiara-mutiara” hilang, yang oleh
para mereka di cap jurang kegelapan, madesu, pemalas, tak
punya etos kerja. Terlalu banyak nilai-nilai yang kupetik
ketika aku bersentuhan, bercengkerama, dan melebur
bersama wong embongan.. di sudut-sudut jalan, di
kampung-kampung sempit, di kotak-kotak yang terisolasi,
yang ditutupi oleh kemegahan kota metropolis Surabaya.

Nurani, adalah hal pertama yang tersentuh,


meluluhkan kerasnya hatiku ketika awal kali bertamu kepada
saudara-saudaraku yang kukenal di embongan. Sungguh
tersanjung aku, dengan welcome yang diberikan kepadaku,
bak orang penting, pejabat teras, orang nomor satu, yang
sekaligus menampar keangkuhanku yang pethentang-
pethenteng sebelumnya. Yang aku pandang dari bola mata
mereka, pasrah cinta yang mereka tuangkan kepadaku, cinta
yang mereka persembahkan kepadaku, menangis terseduh
aku di dalam hati, termenung aku sejenak di dalam duduk
sila ku. Semakin menangis aku di dalam hati ketika mereka
mulai berucap, menceritakan mengapa bagaimana latar

100| M I N T U R O B I L A Q D A M
belakang mereka diberi jabatan Tuhan tinggi seperti ini..
mereka tegar menghadapi ketidakadilan yang menjadi
sahabat hidup mereka, mereka tangguh menghadapi
ketidakadaanya kesempatan bagi mereka untuk beranjak
dan bangkit.

Semakin sesenggukan hatiku menangis bersandar


derita, yang ku tahan agar tak keluar dihadapan mereka.
Bukan aku, terbalik justru mereka yang menegarkanku,
menguatkanku untuk terus belajar akan kehidupan ini. Yang
ku pahami, mereka masa bodoh dengan apa dilakukan
kepada mereka, satu keyakinan mereka.. Gusti Pengeran
mboten sare untuk mereka. Mereka mengetahui meski tak
serta merta memahami dengan kesadaran jika memang
inilah cara Tuhan mencintai mereka, menjadikan
penderitaan mereka sebagai kemesraan yang akan Tuhan
tebus tuntas di fase setelah Innalilahi wa inailaihi rajiun,
meski mereka tak mengharapkannya.

101| M I N T U R O B I L A Q D A M
Keapaadaanya, keluguannya, ketidaknekoh-
nekohannya yang semakin mencairkan hatiku, me-nyali wani
kan diri untuk berkata “Awakdewe dulur, yo” yang mereka
sambut dengan senyum bahagia dan tawa sumringah. Tak
ada rumus materialistis di alam fikir perjalanan mereka, yang
ada hanyalah kemesraan, hanyalah kegembiraan, se suka se
duka, satu cinta, untuk terus menggali dan nggayuh cinta
sejati dari Nya.

Semakin menjadi-jadi tangis hatiku, terpukul jiwaku,


sedih aku, marah, kecewa, malu, campur aduk, aku berteriak
lantang kepada Nya di dalam hatiku, “Ya Allah.. Ya Rabb..
Bagaimana bisa Engkau menciptakan ketangguhan mental
luar biasa, kebesaran jiwa kepada mereka, yang aku tak
secuil pun sanggup untuk istiqomah melakukannya”.
“Bagaimana bisa mereka bisa tetap ngguyu cengengesan
mbanyol begejekan ditengah penindasan struktural yang
menginjak-injak mereka, Ya Rabb”. “Bagaimana bisa mereka
lebih cepat menemukan kemanusiaan di dalam dirinya
daripada aku, daripada para mereka yang menyebelahkan
mata mereka itu”.

102| M I N T U R O B I L A Q D A M
Aku sedang mencoba menata nafasku, menarik
panjang.. menghembuskan. Masih sesak saja dadaku setelah
aku lebih rutin menyapa menemui mereka secara akumulasi.
Izinkan hamba protes atas preoregasi Mu, Seharusnya
mereka yang tertawa di dalam deritanya ini Yang Maha,
yang seharusnya.. yang seharusnya berhak untuk
mendapatkan yang seharusnya mereka dapatkan. Namun
maafkan hamba, jika memang Engkau ternyata menyiapkan
ruang dan waktu yang tepat untuk mereka, hamba hentikan
protes hamba Ya Rabb.

Mereka, manusia hidup nya yang dimatikan oleh


manusia mati, yang sengaja Engkau jaga keberadaan
mereka, Engkau selimuti mereka dengan senyum cinta Mu,
Engkau bina jiwa-jiwa mereka hingga mereka tak akan punah
oleh perubahan iklim sistematis yang memenang-kalahkan,
membaik-burukkan, mengkaya-miskinkan, yang mengkotak-
kotakkan yang lingkar.

103| M I N T U R O B I L A Q D A M
Ya Rabb, mohon sampaikan permohonan maaf dan
beribu rasa terimakasih ku kepada mereka, yang engkau
letakkan mereka menjadi pelajaran hidup bagi mereka yang
tersentuh hatinya, yang lemas hatinya, yang kau kawal
dengan Firman Mu bersama alam dan kehidupan yang
begitu diantah berantahkan.

104| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Aku tidak punya ilmu agama, aku hanya punya
ilmu kehidupan, itupun tak lebih dari satu persen.
Satu hal pasti, kehidupan mengajariku cinta. Dan
Tuhan hanya butuh cintaku, bukan pintarku atau
sukses duniaku.”

rifi hadju.

105| M I N T U R O B I L A Q D A M
BIS

Yakni alat transportasi mewah bagi kalangan


menengah, apalagi kebawah jika takar skalanya adalah
rentang ekonomi. Dalam kota, luar kota, dalam provinsi atau
luar provinsi, juga pun luar pulau. Di saat-saat tertentu, di
waktu-waktu tahunan tertentu, bis menjadi “emas” yang
diperebutkan… seperti semisal pada besaran hari raya, libur
panjang, peringatan-peringatan yang jadi kesepakatan
tertentu… dan sebagainya yang lain.

Menunggu kedatangan yang tak jarang memakan


bermenit berjam waktu, royokan, dhusel-dhusel an,
keblabasan, ketinggalan adalah kelumrahan bagi calon
peserta yang menumpanginya. Asongan-asongan yang saling
a i u e o bersahutan menjajakan dagangan-dagangannya,
grup musik pengamen-pengamen sebelah mata yang show
off akan kualitas musiknya, adalah perhiasan yang abadi di
dunia per bis-bis terminalan. Pencopetan, praktik gendam,
perampasan, pelecehan, calo-calo juga merupakan cerita
lain bagi penumpangnya. Ya juga laju bis yang menyaingi

106| M I N T U R O B I L A Q D A M
keong, atau malah bis yang berusaha untuk melamar
menjadi rival abadinya buroq.

Dari aktivitas kegiatan di situ, tak sampai pikiran ku


andai misalnya bagaimana kiranya jika antara penumpang,
kernet, sopir juga seluruh komponen untuk memberi suara,
merundingkan, menghasilkan kesepakatan tanda tangan
MoU hitam diatas putih yang diabadikan oleh wartawan-
wartawan media Internasional, dihadiri oleh sopir-sopir dari
negara-negara sahabat tentang berapa kisaran rata-rata
kecepatan bis yang melaju. Atau memberi pilihan mau
tempat duduk kursi plastik, kursi spon, atau bahkan tanpa
kursi alias lesehan. Juga melemparkan penawaran apa genre
musik yang tersedia di dvd yang pas untuk mengiringi
perjalanan, atau pada waktu apa situasi seperti apa lampu-
lampu di interior disepakati kapan dihidupkan dan kapan
dimatikan.

107| M I N T U R O B I L A Q D A M
Tapi ku kira itu semua tak mungkin akan aku
masukkan ke suara pembaca, atau mengkritik keras di sosial
media untuk mengundang perhatian politisi-politisi tambun,
atau mengontrol bagai cctv yang tanpa kecolongan satu
sekon pun, atau melakukan mobilisasi penumpang untuk
melakukan pergerakan turun ke jalan hingga tuntutan harga
mati harus terpenuhi, atau menjegal hingga melakukan
kudeta untuk menggantikan jabatan yang diemban oleh
sopir dan wakil serta anggota-anggota kabinetnya. Sebagai
yang sangat jarang menggunakan jasa bis, saya hanya diam…
pasrah… ketip-ketip…. Legowo… hanya sekadar asumsi-
asumsi ringkas, evaluasi ndek-ndek’an, yang aku simpan
sendiri, yang tak akan mungkin terjadi kalau ku uap kan
kepada siapapun saja.

Karena bagiku, bah gembelengan, bah polah


nggundul pacul, bah ugal-ugalan, aku nggak ngurus. Sak
karep-karepmu.

***

108| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Mbah-mbah ku disana sedang sibuk rebutan kursi
jabatan. Anak cucunya disini sedang sibuk rebutan
harta warisan.”

rifi hadju.

109| M I N T U R O B I L A Q D A M
MENUNTUN, DITUNTUN

Setelah rutinitas untuk setor rai minimal maksimal


lima hari seminggu, di sebuah universitas pinggir kali hingga
awal larut, seperti biasa beberapa kali seminggu... di dua
pertiga tengah malam kula lanjutkan dengan ngangsuh
kaweruh mengarah ke sebuah kidulan kegemerlapan gelap
kota, di sebuah sangang puluh yang gubuknya terselempit
oleh himpitan, yang terkabut oleh keduniawian, yang
terkecohkan oleh datang pergi nya penghabis waktu di
warung disebelah kiri persis lompongan yang menuju gubuk
terselempit.

Ritual; kretek.. putihan.. sarapan dini.. juga seduhan


hitam manis menyapa di setiap pertemuan, yang menjadi
pembuka rasa akrab, seyogyanya tuan rumah, seunggah-
ungguhnya tamu gak jelas di antara dua per tiga malam..
yang sok siap, belagak mampu menerima segala
kemungkinan, menelan segala kementahan.

110| M I N T U R O B I L A Q D A M
Ngangsuh kaweruh dimulai, dengan sesekali timbal
balik agar terlihat hidup, terlontarlah tatanan huruf, kata,
kalimat, siratan yang kekanan kekiri kedepan kebelakang
keatas kebawah keluar kedalam yang oleh Guru yang tak
mungkin kula menyebutnya Guru, Yai yang pasti menolak
kula menyebutnya sebagai Yai, yang baru akan mau nyaut..
noleh.. saat kula menyerunya dengan Cak Bas, Cak Basyiroh.

Ngaji kuping dengan masih keterbatasannya


kapasitas memori, hardware yang belum ter-upgrade, yang
pastinya Cak Bas tahu akan remeh temeh itu. Tapi entah
mengapa Cak Bas tak segan menjejali kula berbagai jenis
hidangan makanan dari lor kidul wetan kulon, meski Cak Bas
sangat tahu aku tak mungkin wadah ku mampu menampung
semuanya, separuhnya saja pun tidak, dan aku takar tak
sampai seperempat yang Cak Bas berhasil sampaikan
meresap tuntas di organ pencernaan pemikiranku. Hal-hal
yang Cak Bas jelentrehkan, awalnya memang membuat
kulan menjadi merasa superior, tapi Cak Bas ternyata sudah
menyiapkan tameng untuk mengantisipasinya.. memberi
kula "peredam", agar kula mulai belajar, untuk beranjak

111| M I N T U R O B I L A Q D A M
mengerti, melatih ruang pemahaman bahwa bukan itu
sebenarnya yang menjadi titik pijak yang telah
diperhitungkan oleh Cak Basyiroh. “Apa mungkin ini yang
dimaksud tempaan? Atau ternyata ini ujian, cobaan,
hukuman, azab?” tanda tanya kula.

Step by step naga-naganya, yang juga sering Cak Bas


sampaikan agar tertancap mantap tombak pesan itu di
tandus padang pasir fikiranku, "Sopo sing isok nguri-uri,
nggoleki lan nemukno awake dewe, pasti menungso iku
bakal ketemu karo Gusti Pengerane". Kira-kira begitulah
yang disampaikan. Mungkin Cak Basyiroh mengukur,
menakar, menepatkan sasaran, dari mana sebelumnya titik
berangkat kula tatkala menimba dari tetes sumurnya Mbah
Sot.. yang mencoba diterjemahkan, diuraikan secara
gamblang oleh Cak Basyiroh sesuai dengan pengukuran-
pengukuran yang masih terbatas, sehingga kula lebih potong
kompas untuk meresapi menerkah dan melakukan.

Menarik, terbius, lupa waktu hingga tak terasa sudah


mencapai akhir seperempat malam terakhir kula duduk sila,

112| M I N T U R O B I L A Q D A M
selonjor, tahiyad, melumah dihadapan Cak Bas, menikmati..
berusaha meresap apa yang menjadi bekalku untuk
melanjutkan perjalanan. Terdengar Gus Dur nembang,
waktu dirasa sangat cukup, aku pamit, dengan harapan akan
selalu betatap muka di esok lusa kapanpun waktu. Belajar
dari keluasan jiwa dari seorang Cak Bas, kejernihan fikiran,
kematangan dalam memutuskan, yang juga mau
menampung sampah sepertiku agar di transformasi, di daur
menjadi sampah yang bernilai.

Semakin teduh diperjalanan pulang yang di kawal


ketat oleh "Assholatu wassalamu alayk...." yang
menggulirkan ban skuter tua ku belasan kilometer dari lor ke
kulon, untuk sekedar memejamkan satu dua tiga jam mata,
untuk menempuh apa yang menjadi rangkaian keharusan
yang harus aku lakukan.

Kulanjutkan dengan seperti biasa yang kulakukan,


hingga dijemput pagi yang mengarahkanku kembali ke
universitas pinggir kali, tapi hari itu tidak langsung untuk

113| M I N T U R O B I L A Q D A M
dipaksa diri untuk mau tidak mau menerima jejalan ilmu-
ilmu di ruang penjara akademis.

Di warung kiri sebelah kiri, menegak minuman dan


menghebuskan kretek, sekedar melepas ketertekanan dunia
pagi metropolis. Setelah berjam menghabiskan waktu,
sekian meter dari tempat aku berhembus. Merebahkan
fikiran, me-restore jiwa.

Aku tengok seorang pria tanggung sepantaranku


yang penuh dengan cinta sedang menuntun ayahandanya
yang renta, yang harus dibopong jalan langkah demi langkah
nya, dengan sebuah alat bantu sanggah dari stainless steel
yang panjangnya sekitar se meter melewati sebuah
jembatan kayu kecil yang lebarnya juga hanya se meter.

Jleeeekkkkk, yang mendadak mengingatkanku pada


kedua malaikat tangguh yang masih istiqomah menemaniku,
penuh cinta menjagaku, mengkhawatirkanku, aliran tali
kinasihnya yang masih terjaga untuk ku, termenung aku.
Kuletakkan di meja biru kretek yang kuapit di jemariku,

114| M I N T U R O B I L A Q D A M
berfikir, termenung, membayangkan, menarik kembali ke
masa kecilku, masa di sangat dominannya
ketidakmampuanku dalam menjalani kehidupan yang
semakin dipenuhi dengan jaring laba-laba, penuh dengan
lumut-lumut, penuh dengan air-air keruh, penuh dengan
kesulitan-kesulitan untuk bernafas. Tentang perjalanan ini,
tentang dialektika tangis bersama Allahuakbar yang pada
akhirnya juga, mau tidak mau, harus tidak harus diakhiri
dengan tangisan Lailahailallah.

115| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Sering manusia terhipnotis oleh emas di ujung
mata, sedang ia tak sadar jika kakinya sedang
menginjak mutiara.”

rifi hadju.

116| M I N T U R O B I L A Q D A M
MALU KEPADA BELALANG TUA

Heran sendiri aku dengan diriku, sudah enak-enak


pakai pabrik Jepang-an yang tinggal ceklek pencet double
starter langsung nggreeeng ciittt nggreengg cciiitt sak sliut
sudah sampai ke tujuan, malah-malah milih menunggangi
belalang tua yang usianya lebih dari dua kali lipat usiaku. Tak
serta merta memang, ada pertimbanganku mengapa aku
berpaling. Tua-tua keladi mungkin.

Pertama, historis. Kedua, sebagai pemuda..


manusiawi ku untuk ingin tahu. Ketiga, keren juga kayaknya
kalau pakai belalang ini.. dalam bayangan imajinasi ku.

Lepas landaslah aku, kesana kemari.. sebagai


belalang-is anyaran kemlinthi, full of nggaya aku
mengendarainya, koyok yok-yok o. Awalnya aku samakan
mekanisme ku bagaimana aku memperlakukan pabrik
Jepang-an dengan belalang tua ini.

117| M I N T U R O B I L A Q D A M
Ya pikirku, belalang ini awet muda... tak jauh beda
cara merawatnya dengan pabrik Jepang-an yang usianya
masih balita anak-anak. Di lengang nya jalanan basah dan
tergenang, tiba-tiba ndredekdedekdekdeeeek… grek. “mati
aku, mogok ini.. waduh yok opo” kebingungan, aku tak tahu
harus melakukan apa, apa pertama kali yang harus
kusentuh, kusentuh lalu bagaimana selanjutnya, selanjutnya
aku berfikir lagi, lagi-lagi aku bingung, bingung tolah-toleh
dengan malu-malu ndungo berharap ada solusi, solusi yang
menggampar aku dari nggaya dan kemlinthi ini. Ada
jawaban juga, nyala belalang tua tanpa kusentuh... dengan
sedikit mrebet... ndredekdedek… grek. Mati lagi, tapi yang
kali ini Alhamdulillah… berhenti tepat di sebuah bengkel
sekaligus warung, yang berjejer belasan belalang
disebrangnya.

“Wonten nopo, mas?” tanya seorang di bengkel yang ramah


menghampiriku.

“Mogok, mas.”

118| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Tak silihi kunci ta mas, sampeyan benekno” tanya nya
kembali, menawarkan.

(Deng…. mati aku.. jawab apa ini, wong aku ini sama sekali
nggak ngerti seluk beluk soal organ-organ belalang. Tiiinggg,
mendadak muncul kancil ku.)

“Kulo titipaken mriki mawon nggeh” dengan sedikit pucat


muka ku menjawab lirih.

“Oh nggeh mboten nopo-nopo mas, mbenjing enjing


sampeyan parani mriki” Ia bersedia.

“Nggeh mas matur nuwun, kulo tak pamit nggeh” jawabku


lega.

Pulang aku, dengan sekali dua kali aku dan juga


rekanku yang mentertawakan diriku… yang rumongso iso,
yang kontras dengan njawani yang mengutamakan
kerendahan hati, iso rumongso.

119| M I N T U R O B I L A Q D A M
Esok pagi aku menjemput belalangku, dengan
berwaktu ngopi sambil ngobrol dengan yang akhirnya ku
ketahui bernama Cupes, sambung sampai sekarang. Ada
perkataanya yang tersimpan di memori ku,

“Belalang tua iku guduk soal banter-banteran mas, tapi


soal keselamatan.”

Belalang itu bukan soal kecepatan, tetapi soal


keselamatan, Indonesia nya. Sarat makna sekali, belajar aku
dari kata-kata sederhananya, tentang sistem-sistem di dunia
perbelalangan, ada sesuatu hal yang ku lupakan, lupa untuk
mengaktivasikan “nyawa” di dalam belalangku. Tak ada
ikatan emosional antara nyawa ku dan nyawa belalangku.
Tak ada kemesraan juga rasa saling memiliki awalnya, “aku
hanya dimanfaatkanya, tak dicintainya” batin belalang
tuaku.

Pelajaran lagi yang kuserap, jikalau kita sering


kemrungsung atau tergesa-gesa... ngebut dalam melakukan
hal segala sesuatu, yang terjadi akan berakibat pada

120| M I N T U R O B I L A Q D A M
disfungsi di salah satu bahkan beberapa bagian, yang
berakibat terancam mogok, terhenti prosesnya, terhambat,
dan akan mengeluarkan ekstra tenaga dan waktu.
Dibutuhkan semacam kedinamisan kecepatan, kapan ngegas
kapan pindah kopling kapan ngerem kapan noleh kanan kiri
kapan noleh mburi kapan pandangan tegak ke depan agar
tidak terjadi sesuatu yang fatal, akan selamat sampai tujuan.
Mekanisme yang sebenarnya itu adalah yang seharusnya
diterapkan di dalam manajemen kehidupan manusia, agar
manusia bisa selamat ndunyo akhirat kembali ke dalam
pelukan pencipta Nya.

Pelajaran lain yang ku temui, bahwa belalang adalah


tentang keselarasan antara driver dengan belalang, tentang
bernyawa nya, klik nya, klop nya antara benda hidup dan
benda mati. Begitu juga degan keseharian-kehidupan, harus
ada semacam aktivasi di dalam nafsi untuk berselaras
dengan siapapun, dengan apapun. Sehingga ada
keseimbangan antara satu dengan lain, ada nyawijining roso
untuk ngajeni diantara benda-benda baik hidup mati yang
diciptakan Tuhan.

121| M I N T U R O B I L A Q D A M
Pelajaran lainnya lagi, ketika belalang patuh dengan
kewajibannya sebagai belalang, tak ada niatan sedikitpun di
diri belalang untuk merubah dirinya menjadi honda, suzuki,
yamaha bahkan ducati sekalipun. Tangguh, tak ada rasa
minder bagi skuter untuk berjajar bersama dengan motor-
motor usia belia. Karena belalang tua yakin, ada yang tak
dimiliki oleh belalang-belalang belia itu, nilai kewibawaan
dan kharismatik. Ada letak keistiqomahan belalang yang bisa
menjadi bahan pembelajaran saya, sebagaimana wajibnya
saya sebagai manusia, manusia yang benar-benar manusia,
bukan manusia yang jin, manusia yang iblis, manusia yang
malaikat, bahkan manusia yang menggantikan peran
Tuhannya sebagai Tuhan sekalipun.

Juga sampai saat ini masih terngiang, bagaimana bisa


ada keseimbangan yang dinamis oleh rancangan olah mesin
skuter yang menyebabkan roda berputar pada tromolnya,
yang secara bersamaan roda juga berputar pada jalanan
permukaan bumi yang besama berputar pada porosnya,
yang secara bersama juga bulan mengelilingi bumi, juga
bergantian pula matahari dikelilingi bumi disamping bulan

122| M I N T U R O B I L A Q D A M
yang mengelilingi bumi di sisi yang lain. Yang juga di variasi
oleh iklim cuaca kapan panas kapan angina berhembus juga
kapan air-air itu turun membasahi bumi. Bagaimana bisa itu
semua terjadi jika memang tidak karena “Inama amruhu idza
arada sya’ian an yaqula lahu Kun Fayakun”.

123| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Bagaimana engkau mampu untuk memanusiakan
hewan, tumbuhan dan benda-benda jika engkau
saja tak mampu untuk memanusiakan manusia,
jangankan memanusiakan manusia, untuk
memanusiakan dirimu saja engkau tak kuasa.”

rifi hadju.

124| M I N T U R O B I L A Q D A M
CLEANING SERVICE

Saya, kalian, dan atau kita berhak saja mengatakan


dan menganggap serta berkesimpulan bahwa cleaning
service adalah pekerjaan rendahan, pekerjaan yang
umumnya diisi oleh mereka berlatar belakang pendidikan
akademis rendah, yang dianggap tak memiliki vision and
mission of life, anggapan ekstrim nya merupakan pekerjan
hina karena identik dengan tugas nya yang membersihkan
sudut-sudut, ruang-ruang kecil yang sering kali dianggap
kotor, menjijikkan, sarang penyakit.. yang hanya orang-
orang kepepet yang berkenan melakukannya. Tak mungkin
ada rumusan, atau orang-orang yang bercita-cita menjadi
letak posisi cleaning service.

Sah-sah saja sebagai umumnya manusia modern


yang identik dengan elektabilitas, bedak-bedak kepalsuan,
lipstik-lipstik kelancungan, eksistensi kesandiwaraan untuk
melakukan survive dalam kehidupannya agar menghindari
letak posisi sebagai cleaning service yang lebih dulu mindset
nya seperti tersebutkan di atas, yang terjadi kesepakatan

125| M I N T U R O B I L A Q D A M
mindset bahwa cleaning service adalah rendah. Boleh-boleh
saja mereka untuk bersebelah mata dengan apa dan siapa
cleaning service, berusaha untuk meloncat ke tingkatan-
tingkatan jauh diatasnya, dengan pamrih timbal balik peng-
aku-an orang lain terhadap dirinya.

Secara psikologis, memang itu letak nya dikuasai,


diperdaya di dalam ego, yang di dukung oleh cetakan
keseragaman lingkungan yang terarah mendorong dan
bersepakat untuk memandang segalanya secara tidak utuh,
secara oleng, miring, belum on the track. Namun, terkadang
ada nilai yang kita singkirkan, sebagai tugasnya cleaning
service yang tak enggan membersihkan tanpa harus ikut
mengotori secara spektrum kecil.

Jarang sekali di dapati kelakuan-kelakuan semacam itu,


yang membersihkan tinja-tinja bualan para pemroduksi
sampah, para peninggal jejak-jejak kotor di ubin kesucian,
para nafas-nafas kencing yang menyengat, para pembuang
tisu-tisu dusta, yang sekarang ini menjadi musim panjang,

126| M I N T U R O B I L A Q D A M
yang sekarang ini menjadi hal-hal tabu yang umum dan
biasa saja di tengah kemasyarakatan kita.

Sebenarnya tak perlu heran, atau gumun dengan


fenomena yang ada, karena memang begitu adanya, karena
memang biasa saja ketimpangan-ketimpangan yang sering
tak disadari bersama.

Padahal semanusia-manusianya seseorang adalah


ketika ia mampu untuk ber- “Idfin wujudaka fi ardhil khumul.
Fama nabata mimma lam yudfan la yatimmu nataijuhu”.
Manusia yang mampu untuk ber al-hummul, manusia-
manusia yang mampu untuk mengaktivasikan kerendahan
hatinya, bahkan bukan sebuah masalah jika meniadakan
dirinya. Manusia-manusia yang menghindari, menolak untuk
dikuasai dunia yang pada dasarnya selalu ingin diakui,
dipandang, dikenal, dipuja setinggi langit, disebut orang
terpandang dan semacamnya.

127| M I N T U R O B I L A Q D A M
Untuk bersuluk, untuk menumbuhkan jiwa yang
murni ialah sebagaiamananya pohon yang sempurna adalah
biji nya yang ditiadakan di dalam gundukan tanah, ditanam
dan dirawat agar jiwa dapat tumbuh dan berbuah agar juga
menjadi kemaslahatan bagi yang berteduh dibawahnya, bagi
yang bernaung disekitarnya.

128| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Bagaimana bisa kita berangkuh ria dengan
capaian saat ini sekaligus merendahkan apa yang
di bawah kita, sedang Tuhan masih merahasiakan
kebesaran mereka yang kita rendahkan.”

rifi hadju.

129| M I N T U R O B I L A Q D A M
HUJAN.. UDAN..

Sebagian manusia telah memafhumi, bahwasanya


segala desain Tuhan di jagat raya ini adalah benda-benda,
dengan pengklasifikasian yang beragam-ragam sesuai
dengan titik tepat keharmonisan secara kepresisian Tuhan,
yang menampung segala semuanya tujuan-tujuan benda
hari penciptaan ke 6 Tuhan yang setara dengan 1000 tahun
kita, benda yang bisa bergerak dan memiliki hati, akal, dan
nafsu. Seperti apa yang di amsalkan Nya, “Wamaa
khalaqnaa alssamaawaati waal-ardha wamaa baynahumaa
illaa bialhaqqi……”. Jelas mutlak di potongan itu, bahwa
benar nya Tuhan akan seluruh apa yang di Kun Fayakun kan
adalah benar sebenar-benarnya, dengan segala latar
belakang dan alasan serta ke Maha Tahu an Nya akan tidak
ada yang sia-sianya dengan apa pun benda-benda yang di
jadikan Nya.

Bahwa benda-benda ialah guru-guru, ialah mediator


pembelajaran-pemahaman, ialah alat transportasi massal
yang diperuntukkan masyarakat untuk dipergunakan sebagai

130| M I N T U R O B I L A Q D A M
sarana mencapai satu lingkaran tujuan yang sama,
kesejatian. Bahwa debu-debu, tanah, air, matahari, bulan,
bintang, langit, tata surya, semak belukar, jatuhnya
dedaunan, hembusan udara bergerak, binatang-binatang,
apalagi sesama manusia, bahkan senior manusia.. iblis, ialah
rekanan, teman, guru, sekaligus sopir kita untuk meneliti,
mempelajari, sekaligus memahami sebab dan akibat dari
apapun yang ada di depan mata. Mata disini pun yang
dimaksudkan bukan hanya mata secara indra, tetapi
seharusnya apapun bisa diaktivasikan sebagai mata, yang
menjadikan langkah menjadi waspada, hati-hati, yang
sekaligus menjadi cctv pengawas kita di dalam kehidupan.
Tetapi, sudahkah kita menemukan tombol-tombol aktivasi
mata itu, sudahkah kita menemukan tangan untuk
menyentuh memencet tombol itu, sudahkah kita
menemukan cara-cara, step-step agar tombol-tombol mata
itu bisa di aktivasi. Oke, anggap saja sudah, ya.

Sebagian manusia yang lain yang belum memafhumi,


yang belum mendapatkan kesempatan untuk bersentuhan
dengan pembelajaran-pemahaman akan benda-benda Nya.

131| M I N T U R O B I L A Q D A M
Seperti saja ambil satu sample yang saat ini kita sedang
memasuki musim penghujan. Yang menganggap indikator
dari kehidupan ini adalah kebenaran objektif soal padat dan
cair, yang berharap guyuran hujan tetapi dirinya tidak basah
pakaiannya tidak jembrot jalannya, atau hujan tetapi tidak
banjir, atau hujan tetapi tidak menunda keperluan
duniawinya, atau hujan tetapi tidak mengganggu aktivitas
kesehariannya.

Tidak kah hujan adalah papan tulis kosong yang bisa


kita sebagai murid untuk mengisi apa saja, melukiskan apa
saja, yang merupakan media sekaligus kurir dari Tuhan untuk
mengirimkan kenikmatan-kenikmatan, barokah-barokah,
syukur-syukur, kelegaan-kelegaan, upaya pendekatan-
pendekatan, kemesraan-kemesraan, kecintaan-kecintaan,
bagi mereka yang menyadarinya. Andaipun sebagian yang
belum mafhum itu menyadari, tidak kah manusia
diperkenankan untuk mengedit hingga mengupgrade,
seperti apa yang dianjurkan di dalam bahana, “Allahumma
shoyyiban na’fian”. Seperti apa yang Simbah utarakan, “Lek
udan yo ojok langsung ngiyup, Rek. Minimal yo pirang meter

132| M I N T U R O B I L A Q D A M
ngono tepakno nang udan awakmu. Koyok sing tak lakoni,
Rek. Karena yang saya yakini, setitik dari ribuan titik-titik
hujan itu menyampaikan pesan berupa barokah, rezeki,
kenikmatan di dalam tubuhku”. Hujan adalah filter kepada
dasar baik-buruk, hujan adalah cermin ketahanan mental
dan fisik seseorang, meningkat atau menurun kapabilitas
pemikirannya, frekuensi pergerakan hatinya. Karena
persoalan hujan adalah bukan tentang basah kuyub. Karena
persoalan hujan bukanlah fase air di dalam tanah yang naik
ke permukaan – air yang menguap ke angkasa – terbentuk
awan yang menggumpal – kemudian turun hujan kembali
membasahi bumi seperti yang orang-orang ilmiah
kampanyekan.

Karena hujan adalah peristiwa yang harus dipelajari


sebab musabab nya, diteliti asal-usulnya, dari siapa, untuk
siapa, apa maksutnya, bagaimana tujuanya, sontak kita akan
memahami bahwa hujan adalah saksi sekaligus rahasia
perjalanan kesimpuhan, kepasraan, kecintaan, meleburnya
antara roh dengan asal-usul yang menciptakan Nya.

133| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Hujan rela menelanjangi dirinya untuk diperkosa
sebagai kata-kata cinta. Sedang payung
memposisikan dirinya sebagai tameng penolakan
terhadap kerinduan.”

rifi hadju.

134| M I N T U R O B I L A Q D A M
BERBAGI KEPADA NYAMUK

“Kemana lagi ini?” tanyaku ketika menghadap bangjo


diperempatan.

Tak ada seratus persen paham, kemana ini


selanjutnya… membonceng Cak Bas, bersama-sama belalang
tua coklatku. Sedikit mbulet kemana-kemana nya yang pada
akhirnya sampailah di seberang rentetan nisan massal.
Kontras terbatas diantarakan tembok rendah lembab yang
mentolak belakangkan antara keriuhan dan juga kesunyian,
antara kebisingan dan juga ketenangan, antara pergelagakan
dan juga persemayaman.

Aku, Cak Bas dan Pak Poh melangkah masuk.


“Assalamualaikum” dalam hati ku menyapa banyak sepasang
batu tanpa nama, lapuk tonggak-tonggak, payung rindang,
gugur dedaunan dan juga yang menjadi pusat mengapa
tempat itu bernama. Sedikit tak terawat, oleh yang
diamanahkan untuk merawat. “Halah, jarang onok uwong
mrene ae.” Mungkin pikirnya begitu. Cak Bas sejenak

135| M I N T U R O B I L A Q D A M
menggantikan peran tugas perawat itu, memindahkan letak
dedebuan yang kompak menghinggap.

“Lungguh sebelah kene, lo.” Cak Bas mempersilahkan


kami untuk duduk di pusat yang menjadi episentrum dari
sekian puluhan batu bercat putih tanpa nama, sekaligus
memulai. Kami bersila, mencoba masuk ke dalam nuansa
yang ada.

Di setengah agak lebih sedikit berjalannya keharusan-


keharusan. Menata kekhusyukan, menjernihkan hati,
menepatkan nawaitu, menetralkan pikiran. Menutup mata.

Clekit… clekit… clekit….

“Mmmm… nyengkring…” aku didalam hati. Sedikit


menyikap bola mata, oh nyamuk. Dari sepi, jarang bahkan
sama sekalinya orang-orang yang sowan ke situ, sedikit ada
kesimpulan mungkin mereka sedang berpuasa dari makanan
pokoknya yang dinamakan darah, berbuka dengan
menyerbu sedikit tubuh ku yang tak tertutup sandangan.
Sedikit memecahkan nuansa yang ku bangun di awal,
136| M I N T U R O B I L A Q D A M
mendadak mati tingkah apa yang harus ku lakukan. Tablek…
tidak… tablek… tidak. Bagaimana ini, aduh. Sekejap aku
mengingat, mengingat tentang apa bagaimana mengapa
Tuhan menciptakan nyamuk di dunia ini. Sebagai
perumpaaan, sebagai pembelajaran, sebagai cermin layar
besar kehidupan. Teringat dengan salah satu kudus Tuhan
yang diletakkan Nya di “Sapi Betina” yang ke 26. Tak ada
yang sia-sia di segala penciptaan Nya, bahkan Tuhan pun
mustahil malu untuk menciptakan nyamuk yang begitu
sepeleh dan mengganggu bagi manusia.

Kuurungkan, kutahan, ngempet… dengan sedikit


kluget-kluget. “Aduh… Eemmm…. Aaahhh” ku di dalam hati.
Semakin menyerbu, semakin nyaring semriwing di daun-
daun telinga yang aku sendiri hampir tak mampu untuk
mempertahankan posisiku, teguh dengan ketetapanku. Ku
intip lagi, kulihat sangat ceking-ceking tubuh mereka.
Kasihan, iba aku. “Yasudahlah, untuk tak sampai semalam
ini, silahkan nikmati senikmat-nikmatnya darahku. Untuk
engkau, kepada anak-anak dan juga istrimu, keluargamu dan
sebangsamu. Silahkan, akan aku tahan sekuat-kuatnya”.

137| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Saya takut andai persatuan bangsa nyamuk se
dunia berkumpul, rembug, rapat besar dan
menghasilkan keputusan untuk menyatakan
perang dan siap menginvasi kerajaan manusia
yang merasa dirinya adalah mahkluk mulia,
nyamuk hina.”

rifi hadju.

138| M I N T U R O B I L A Q D A M
KEBESARAN HATI WARUNG KOPI

(Drrtttt... Drrrtttt....)

“Nggak nyangkruk ta?”

Sebuah pesan masuk di grup aplikasi whatsapp,


sebuah tawaran untuk bertatap muka di satu ruang yang
sama.. sekedar begejekan cengengsan bersama, berinteraksi
apapun topik yang spontan ketemu, memodulasi padatan
cairan yang berbeda-beda yang akhirnya juga ketemu jua, di
padu dengan seruputan minuman yang tak harus kopi, walau
di spektrum ruang mini bernama warung kopi.

“Budalkeun.” Aku menyauti, mengiyakan – berangkat


- menuju - sampai - menunggu - nyantai.

***

139| M I N T U R O B I L A Q D A M
Di warung kopi, ia menjadi mediator – penengah
untuk bersilaturahmi.. menjadi tempat pertemuan sejuta
cerita.. tempat manusia-manusia yang membiarkan dirinya
di cap pengangguran oleh para pengejar dunia.. tempat
tertuangnya ide-ide gila yang tak terkira.. tempat
bersepakatnya perbedaan pemikiran yang bercabang-
cabang.. tempat jujukan pemuda-pemuda akademisi yang
merebah untuk menyelesaikan tugas-tugas kampusnya..
tempat dapur umum pengisi perutnya para perantauan yang
berikhtiar.. tempat spg-spg menjajakan, menawarkan jenis-
jenis produk rokoknya.. tempat berteduhnya para pekerja-
pekerja embongan, sales, marketing, penyapu jalan, kurir,
leasing, tuk sejenak menuangkan lelah.. tuk sejenak menarik
nafas panjang.. untuk mempersiapkan rute perjalanan-
perjalanan selanjutnya.

Di warung kopi boleh saja walau cuma untuk nunut


nonton FTV atau cuma numpang cari wifi. Berceloteh ngalor
ngidul ngetan ngulon yang itu cuma basa basi, hingga
sambat untuk mengeluarkan isi hati. Diskusi ala politisi yang

140| M I N T U R O B I L A Q D A M
membahas regulasi, meskipun kadang benak juga tak
bertambah sari.

Warung kopi yang kini bertransformasi dari peristiwa


pesan - minum - bayar menjadi seolah-olah ruang ideal
menggantikan ruang pleno penikmat anggaran rakyat untuk
menentukan kedepan dan depannya depan.

Di tubuh warung kopi sendiri, terlihat ada keluasan


jiwa kopi udekan, rela bersejajar dengan teh com-coman..
yang membiarkan beragam sachet-sachet bungkusan
berbagai merk yang menampangkan dirinya di depan. Dan
atau bahkan sachetan kapal api yang tak apa-apa bukan
sebuah masalah jika harus bersejajar dengan torabika,
dengan luwak hitam, dengan abc, atau yang berbeda
keminggris-keminggrisan semacam white coffee, good day,
hilo, chocolatos, atau segerombolanan pelengkap medioker
semacam marimas, segar dingin, pop ice, nutrisari dan yang
kini pensiun, jasjus. Bahkan warung berlabel kopi yang
mentidak apa-apa kan jika dihiasi oleh beragam volume
kerupuk centhelan, gorengan-gorengan bersambal petis

141| M I N T U R O B I L A Q D A M
yang dijajakan berderet di loyang plastik berminyak, nasi-
nasi bungkus merakyat yang bervariasi ayam, cuilan ikan,
tahu tempe, rempelo ati, ndog dadar.

Terasa ada semacam kedinamisan luar biasa yang tak


mengenal waktu di dalam warung kopi, ada kecekikikan di
dalam antara meja-meja warung kopi, ada kelenturan hati di
dalam warung kopi, ada kedemokrasian yang tinggi di dalam
warung kopi, ada kedaulatan pemilihan apa yang kau pesan
tanpa tekanan dari pihak lain.

142| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Hanya harapan, suatu saat nanti pemerintah
Indonesia mengekspor ribuan penjual kopi ke
kompleks ka’bah, sebagai perlawanan terhadap
kapitalisme yang merajalela.”

rifi hadju.

143| M I N T U R O B I L A Q D A M
WAALAIKUMSALAM “ASSHOLATU WASSALAMU
ALAYK….”

New term yang menjadi hari-hari ku, kerutinitasan


jauh dari rata-rata kata normalnya tingkah manusia, hampir
selalu di akhir seperempat malam terakhir.. di saat orang
menikmati lelap tidurnya, ku baru kembali ke dalam ruang
peran fungsi ku. Ngeluk geger.. senden.. sekedar menghela
nafas.. menata hati.. menjernihkan pikiran.. memejamkan
mata.. dan kembali berupaya tegak untuk menyambut
cahyo.. srengenge.. yang menerangkan.. menghangatkan
dari gulita dan bekunya bathiniyahku.

“Beri aku kekuatan Rabb, jangan Kau kurangi bebanku,


cukup kuatkan aku. Kuatkan aku, kuatkan aku.”

…...terus menerus menjalani kehidupan yang


semakin tak ku ketahui, menikmati keterpaksaanku
menyantap yang sama sekali tak aku sukai, dijejali sesuatu-
sesuatu.. yang sebenarnya tak kuharapkan. “Mungkin bagian
dari rencana untuk menemukan, menggapai” kataku

144| M I N T U R O B I L A Q D A M
menghibur diri. Dipaksa harus dan wajib berkata “iya” untuk
mengalirkan diriku di dalam arus yang deras, aku berupaya
mencengkeram kanan kiri apapun yang bisa menjadi
gondhelanku, erat-erat. Agar ku tak semakin tergoncang
menengah di hamparan samudra ketidaktahuan, di
bentangan hitam kegelapan.

Di dingin, letih, penatku atas santapan-santapan


membualkan itu, ku temui.. tetes-tetes cinta menyarak
diperjalanan pulangku. Ku temui mesra yang merasuk ke
pintu-pintu ruang tubuhku bersama dengan menusuknya
angin malam yang menderuh.

Tak membayangkan hamba Ya Rabb, jika andai


hamba tak menemui adanya sapaan Assholatu
Wassalamualayk…... ditiap mengetuk subuh, ditiap
kepulanganku… di dalam kesunyian, kepesimisan, ketidak
kepunyaan-harapan yang bergelombang akan nanti pagi
kembali. Matur sembah nuwun, waalaikumsalam Assholatu
Wassalamualayk, atas semangat yang Kau tempakan kepada
hamba, dengan penuh kesejukan dan cinta tiada tara.

145| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Pandai-pandai lah untuk mengakali apapun
sebagai sandaranmu, termasuk bersandar pada
kardus hanyut sekalipun.”

rifi hadju.

146| M I N T U R O B I L A Q D A M
NGALAH

Ngalah, bahasa Jawa yang merupakan sebuah


metode kebesaran hati untuk ngerem gas, untuk “show off”
output dari keluasan jiwa seseorang, untuk menemukan
kemenangan yang sesungguhnya, di atas materialistik kalah
– menang. Di dalam kehidupan yang kadang di hidup –
menghabiskan waktu – mati, ngalah dianggaplah sebuah
bentuk kepecundangan terhadap yang dihadapi di depan
nya. Tapi, orang-orang ngalah jauh lebih memiliki sistem
jangkauan yang melebihi “kalah-menang” yang di dalam
sasana kehidupan mau tidak mau, menerima menolak,
dipaksa tidak dipaksa untuk dihadapkan pertandingan
kebanyakan memunculkan pahlawan dan pecundang,
pemenang dan pengecut.

Loh, sebentar. Pahlawan yang seperti apa?


Pecundang yang bagaimana? Pemenang dengan jalan apa?
Pengecut macam mana? Bukankah kita ini sekarang sedang
mengalami pendegradasian besar-besaran, sedang
mengalami ketidakpahaman yang struktural kultural, bahkan

147| M I N T U R O B I L A Q D A M
untuk sesederhana kata pun mengalami kesulitan untuk
memilah-milahkan, memeta-metakan, meletakkan pada
ruang yang besar kecil nya serasi dengan apa yang
diletakkan. Soal kalah dan ngalah, pahlawan dan pecundang,
pemenang dan pengecut lah contoh nya. Lalu bagaimana
letak posisinya antara ngalah dan sabar? Lantas, bagaimana
ke fase - runtutannya antara ngalah dan legowo? Lalu,
sampai mana ukuran ngalah setiap manusia? Kemudian,
seperti apa rentang antara ngalah dan “menang-kalah”?

Ngalah itu kan adalah sebuah kematangan berfikir,


sudah merentangnya jangkauan pandang, kesiapan mental
pra-sedang-pasca yang ketika diparankan oleh suatu situasi
kondisi dimana hidup harus memilih, kalah-menang atau
ngalah untuk menemukan kemenangan sejati.

Orang-orang ngalah adalah orang-orang yang sudah


otomatis menyusun draf-draf tentang apa-apanya yang
menjadi pertama kedua ketiga dan seterusnya. Memiliki
perhitungan-perhitungan yang akurat terhadap apa dan
siapa yang dihadapi, bagaimana langkah-langkah

148| M I N T U R O B I L A Q D A M
menghadapinya, lalu memiliki alasan mengapa
memperhitungkan seperti itu. Tak semua orang bernafsu
pada kalah-menang, namun terdapat segelintiran orang yang
menganggap ada yang jauh lebih tinggi dari kalah-menang,
ada kepuasan, kenikmatan, kelegaan lebih lagi untuk “naik
kasta” sembari semakin membumikan diri, merendahkan
hati, memperbanyak masa.

149| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Ngalah, ialah sebuah mega proses tangguh
tempaan panjang yang amat mendalam, sunyi,
senyap, tegar, dalam rangka untuk ng-Allah,
menuju Allah, menuju Tuhan, menuju kesejatian,
menuju kehakikian, yang kodrati.”

rifi hadju.

150| M I N T U R O B I L A Q D A M
NYUWUN SEWU NAMPIL KOREK

Bangsaku adalah bangsa yang tidak hanya sangat


kaya raya akan daya alamnya, tidak hanya kaya raya akan
jumlah masyarakatnya, tidak hanya kaya akan kompleksitas
keberagaman, namun bangsaku adalah bangsa yang sangat
merimpah ruah kaya rayanya akan nilai-nilai. Nilai-nilai
fundamental yang dimana memiliki peran vital jika itu
tumbuhan, akarnya sudah ngoyot membumi sehingga tidak
akan mudah tumbang oleh terjangan angin.

Sebagai yang diwajibkan Sang Rabb untuk


diturunkan, ditugaskan dan menginjakkan kaki di tanah
Jawa, sudah sewajibnya saya memang untuk selalu berusaha
berlaku sebagaimananya Jawa, meskipun saya juga
menyadari diri jika belum ada secuil jari untuk nguri-uri
produksi pusaka kabudayan Jawa, mengimplementasikan,
mengistiqomahkan, lalu memantul-mantulkan interaksi-
interaksi itu.

151| M I N T U R O B I L A Q D A M
Sebuah hal inti dari Jowo yang terus “eksis” secara
mewaris turun-menurun adalah adab unggah-ungguh, walau
pergerakan perabadan yang begitu dinamis dan bergerak
secara “liar” berusaha mempengaruhi subjek dari adab
tersebut. Bagimana adab sopan santun, tahu diri, unggah-
ungguh menjadi nilai dasar yang ditanamkan dan berdiri di
atas puncak peradaban diantara peradaban-peradaban yang
terus berkembang mencari kesana-kesini kebingungan dan
ujung-ujungnya juga njujug di tanah ini.

Kaum perokok misalnya, meskipun saya juga adalah


termasuk bagian dari kaum perokok, namun tidak berarti
saya mengunggulkan kaum perokok dalam konteks ini.
Namun, hanya mencoba mengambil simple sample dari yang
juga sering saya sendiri terlibat dalam skenario yang satu ini.
Bagi kaum perokok, memiliki rokok tanpa korek adalah bagai
hujan tanpa air, bagai warung tanpa kopi, bagai lelaki tanpa
kekasih, bagai sun go kong tanpa kitab suci.

Otomatis muncul inisiatif, rasa ingin mencari sumber


api agar rokok bisa menyala, menoleh kanan-kiri, mengitar

152| M I N T U R O B I L A Q D A M
sekitar dimana ada asap khas rokok, maka disitulah ada
sumber yang dituju. Menghampiri berjalan mendekat untuk
meminjam korek dengan sedikit menunduk. Dalam Jawa,
yang sering diucapkan adalah “Nyuwun sewu, mas, pak,
badhe nampil korek”. Dan biasanya pun pemilik korek akan
membuka lebar-lebar dengan “Oh, enggeh mas, niki
monggo.” dengan menyodorkan korek.

Tak hanya konteks dari percakapan itu, tetapi


diantara itu pasti ada senyum yang tertuang, ada wujud dari
unggah-ungguh berupa saling ngajeni diantaranya, ada
kesadaran ngoco dari kedua subjek yang menyadari diri
sebagai apa, butuh apa, apa yang dibutuhkan, bagaimana
menyikapi sebagai pemilik yang akan dipinjam, menjaga
norma-norma tak tertulis. Tak jarang dari peristiwa kecil itu
pun menjadi pembuka silaturahmi untuk mulai mengenal
antara peminjam dan yang dipinjam. Hal-hal sederhana itu
sulit dan tak akan mungkin terdapat di tanah arab dan barat,
begitu besarnya anugerah Tuhan kepada tanah ini, hingga
hal yang sepeleh saja para pelakunya mendapatkan
kenikmatan untuk saling memantulkan gelombang-

153| M I N T U R O B I L A Q D A M
gelombang ibadah yang mereka para pelaku juga tidak sadar
bahwa mereka beribadah dengan secara tak langsung
memunculkan ketulusan dan keikhlasan yang luar biasa.

Asyik sekali, bagaimana dari dua subjek pelaku peran


melalui satu dua kalimat sederhana itu ternyata mampu
untuk saling mengajak tanpa sadar diantaranya berjalan
menuju apa yang disebut dari kemurnian dari kesejatian,
tanpa tendensi. Menjalankan cahaya keikhlasan yang
menyawakan laku-laku sederhana tersebut, yang menyala di
dalam sanubari.

154| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Banyak hal-hal lembut yang disepelehkan oleh
manusia modern. Karena mereka menganggap
yang tidak sepeleh adalah hal yang nampak dan
serba instan.”

rifi hadju.

155| M I N T U R O B I L A Q D A M
UNIVERSITAS ATAU GUBUK PELARIAN?

Di pinggir kali tak berair yang berhadap ke lukisan


gunung agak ke selatan, berjalan linglung seorang anak
tanggung metropolitan yang memojok di pinggiran kota.
Sedang berjalan di bantaran setapak yang diiringi oleh
pepohonan rimbun tak berdaun yang sedang memulai
kembali untuk melanjutkan apa yang ia lanjutkan setelah
sempat leren selama setahun, setelah mencoba
membalikkan kapalnya yang terbalik di samudera keabu-
abuan. Kirman namanya.

Tiba-tiba ditengah jalannya seorang Kirman, terlihat


dari jauh di sisi yang lain seorang pemuda santai bernama
Kayat yang petangkringan nyantai di gubuk tanpa atap yang
tak jauh dari bantaran sungai tak berair, nyantai nyembul
kreteknya mesam-mesem melihat Kirman yang sedang
berjalan menyusuri berharap ada mata air di kali, juga
bahkan berharap terdapat muara di kali yang tak berair.

156| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Man Kirman.” Kayat melambai-lambai agar Kirman merapat
ke gubuk sunyinya.

“Iya yat…” Kirman menghampiri dengan lesu.

“Ini ngretek dulu, man.” Kayat menyodori 234.

“Makasih yat.”

***

“Ngapain kamu? Kok kayak sedang mencari sesuatu gitu?”

“Enggak, yat. Cuma anu aja.”

“Anu apa? Oh ya, denger-denger dari si Jimbon katanya


kamu ngelanjutin sekolah lagi ya?”.

“Iya yat, seminggu yang lalu ketemu si Jimbon di dekat


lembah, cerita saja kalau aku sekolah lagi”.

“Kamu ngapain kok sekolah lagi?”.

157| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Menuntut ilmu, mungkin.”

“Hah, yakin?”

“Loh kenapa?”

“Ya enggak, bertanya aja”

Kirman memaling pandang kearah sekelompok


burung yang menghinggap di ranting, sesekali melihat
sekitar dan mendongak ke atas, memandang awan.
Pertanyaan besar di dalam batinnya, seolah terasa ada hal
lain yang ada di sanubari Kayat, ia mendadak bergumam
kepada dirinya aku “Kok aku jadi ragu ya sama jawabanku
tadi”. Kirman membalikkan pertanyaan, berusaha
mendapatkan jawaban lebih kepada Kayat yang masih asyik
jebal-jebul dengan kreteknya,

“Lah harusnya aku gimana, yat?”

“Ya nggaktau, man. Aku kan nggak pernah duduk di bangku


formal kayak gitu, apalagi sekolah tinggi seperti kamu.”
158| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Kok gitu?”

“Lha gimana, noh?”

“Mbok aku ini kamu kasih penjelasan kek…”

“Penjelasan apa?”

“Itu.”

“Yang ngejalanin kamu kok aku yang ditanya yang gak aku
jalanin.”

“Kan itu bukan patokan.”

“Kalau bukan patokan kenapa kamu tanya?”

“Untuk penambahan informasi lah, yat.”

“Emang perlu, man?”

“Ya perlu.”

159| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Buat apa?”

“Ya yang paling dasar biar aku punya jawaban yang tepat
kalo ditanya teman, ditanya orang-orang, ditanya orang tua,
atau ditanya oleh diriku sendiri.”

“Emang penting menjawabnya, man?”

“Menurutmu?”

“Enggak sama sekali.”

“Kenapa?”

“Dari kebenaran yang aku terima saat ini, tidak semua


pertanyaan itu harus dijawab pada saat itu juga. Nanti, nanti
pasti akan menemukan jawabannya sendiri.”

“Lah tujuanmu di awal tadi tanya gitu apa?”

“Biar kamu berfikir kembali saja kok, man. Agar kamu


perlahan-lahan menemukan keseimbangan antara sayap

160| M I N T U R O B I L A Q D A M
kanan dan sayap kirimu. Agar kamu bisa terbang ke
angkasa.”

“Lha kok....”

“Iya biar berfikir kembali.”

“Lah hingga sekian tahun ini kamu kuliah itu ngapain aja?
Masak belum menemukan esensinya?”

“Menuntut ilmu, nyenengin orang tua, nyari ijazah biar bisa


dapat kerjaan yang gaji nya besar? Atau biar dipandang
tinggi sama orang-orang kalau lulusan sarjana?”

“Itu pasti, yang kamu sebutkan kan bagian dari pelampiasan


atas jawaban yang belum kamu ketemukan.”

“Ketemu berarti?

161| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Mengapa tiba-tiba Kayat berjalan ke arah sana
dan menyibak gumpal gulita? Pede sekali, seolah
dia adalah faktor utama dari tak terhijabnya sinar
surya. Siapa dia? Padahal semua yakin kalau Kayat
sama sekali bukanlah fakor balikan telapak
tangan.”

rifi hadju.

162| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Ya enggak, maksudku bukan itu”.

“Loh, kok mbulet aja toh, yat?”

“Kalau menurutku dari letak koordinat posisimu sekarang,


kamu kuliah hanya buang-buang waktu saja, kalau masih
tetap seperti ini caramu. Apa? Cari ilmu? Ilmu apa?” Kayat
memberondong pertanyaan.

“Lah kalo gak cari ilmu terus apa?”

“Iya ada benarnya, ilmu itu penting. Yang saya maksud itu..
kalau hanya cari ilmu kayaknya nggak perlu harus di bangku
persekolahan deh, man. Kalu bicara soal ilmu, ilmu kan bisa
dicari dimana saja, bisa kapan saja, bisa gimana saja, pas
ngapain saja, oleh apa saja. Kamu tadi berjalan di bantaran
yang tak keluar airnya, diteduhi oleh pohon-pohon gersang
itu semua kan juga upaya-upaya untuk menemukan ilmu,
tapi kamu belum ada kesadaran untuk itu. Amit jangan
tersinggung ya, man. Kalau menurutku sekarang ini, di dunia
akademisi itu kan hanya sebuah spektrum kecil yang rumit
dari bentangan tanpa batas. Bahkan aku malah semakin
163| M I N T U R O B I L A Q D A M
nggak mengerti esensi dari pendidikan di bangku-bangku.
Halah itu nggak perlu tak jelaskan lah cukup itu saja. Kembali
ke kamu tadi, lah atau jangan-jangan kamu kuliah itu hanya
untuk melarikan diri sekencang-kencangnya dari ketidak
mampuanmu menemukan ilmu? Lalu engkau mencari jalan
pintas meskipun kamu mengeluarkan biaya yang kalau
dibelikan kopi panas di Mak Nyik bisa banjir kali itu, man.
Harus mengeluarkan waktu sekian jam dari setiap
perputaran rotasi untuk itu. Bukankah ilmu itu free? Alias
gratis tis tis tis.”

164| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Nyatanya sekolah-sekolah hanya memerlukan
Tuhan pada saat peresmian gedung dan
pembukaan pidato sambutan.”

rifi hadju.

165| M I N T U R O B I L A Q D A M
Kirman kembali diam, kali ini melihat kebawah. Tak
menjawab… sunyi… lama... lama sekali, sampai kecoak di
dekat gubuk Kayat atret untuk ke empat kalinya.

“Jadi...” Kirman menepis diam.

“Ya mbok jangan menjadi pengecut begitu, jangan


fakultatif... kamu harus luas dong, man. Harus tidak ada kata
menyerah untuk mencari sampai kamu menemukan apa
yang dinamakan kesejatian.”

“Gitu ya…” Dengan seperempat nggak ngeh, seperempat


nggak mudeng, seperempat linglung, seperempat sok
paham.

“Tapi kalau memang wis kadung, yasudah tuntaskan...


syukur-syukur kamu nanti akan menemukan pijakan-pijakan
di skala yang tanpa batasnya ditengah keterbatasanya kita
ini sebagai manusia.”

166| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Halah apa toh, omonganmu malah bikin aku tambah nggak
mudeng.”

“Ya belajar loh biar mudeng, kan kamu kuliah.” Kayat


nyindir.

“Aku ini nggak ngerti, makanya kuliah.”

“Emang kalo kuliah bisa ngerti? Bukannya malah makin


nggak ngerti?”

“Loh? Hah? Apa-apa? Gimana?” Tambah bingung.

“Loh apa? Kamu dari tadi kok lah loh lah loh aja.”

“Coba ulangi-ulangi apa tadi pertanyaanmu.”

“Hkjnjsndfbiusoooafnikmgaaaaaa…….”

“Hahaha halah ayo ngopi ae, yat. Kumat gendhengmu.”

“Hahahaha, kamu yang traktir ya.”

167| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Asem…. Tembak tleser ceritanya…. Iya deh.”

“Iya ageh sana pesan kopi di Mak Nyik, sama gorengan nya
ya.”

Berjalanlah Kirman memesan dua cangkir kopi di


warungnya Mak Nyik yang sekian meter dari gubuk sembari
menutup pembicaraan dengan menyimpan segudang
pertanyaan dari Kayat.

“Terus…” Kirman memancing kembali sembari menyodorkan


kopi yang dipesan.

“Apanya?”

“Ya terusannya.”

“Halah, ngopi sek. Yang santai dong…….”

Kayat meraih kopi dan menuangkannya ke latar


cangkir. Biar adil katanya, panasnya. Menunggu beberapa

168| M I N T U R O B I L A Q D A M
saat, dan menyeruput nikmatnya bersapu sepoi 169cenar
gersang.

“Uwis.”

“Kamu ngopi aja nggak sabar, kok malah-malah menanti


jawaban yang sebenarnya itu pertanyaan lanjutan.”

“Terus?”

“Terus apa... Sebentar toh, man. Tak nikmatin dulu ini kopi
hitam udhekan nya Mak Nyik, nikmat loh. Racikannya pas.”
Kayat menunda-nunda.

“Sudah?”

“Hah... opo”

“Kuliah ku...”

“Kenapa?”

169| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Harus gimana?”

“Coba kamu belajar dari kopi nya Mak Nyik yang kamu
seruput. Lihaten… perhatikan, antara komposisi kopi, gula
dan air panasnya, serta ritme adukannya… pas, sesuai
dengan wadahnya.”

“Gitu ya…”

“Yo gakpapa, lanjutkan saja... Tapi...”

“Tapi apa?” Kirman tidak kanthi.

“...Tapi yo... ciptakan alurmu sendiri, buat pagar di di


lingkaranmu, buat patok dan berapa panjang tali yang kau
tali di patokmu, kalau bisa ya jangan terlalu terkontaminasi
dengan kekakuan-kekakuan.”

“Seperti…”

170| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Seperti kekakuan-kekakuan akan ketidaktahuanmu,
kekauan-kekakuan akan ketahuanmu, juga kekakuan-
kekakuan akan kesoktahuanmu.”

“Heh......... Ngenyek aku kowe.”

“Yaiya noh, lah kayak apa-apa yang berlabel sekolah-sekolah


sekarang itu untuk apa, kalo nggak untuk tempat
melampiaskan diri, tempat berlarinya para si kaku-kaku itu?
Termasuk kamu.”

“Kok aku belum mudeng?”

“Kamu harus tangguh dong, tidak bisa kamu menjadikan


gubuk akademis itu menjadi ancang-ancangmu untuk
meloncat jauh... Wong gubuk akademis sekarang itu dituju
hanya untuk mencari angka toh, mencari gengsi keduniaan,
mencari lembaran kertas ijazah sebagai syarat materialistis
untuk mendapatkan kerja yang layak, katanya. Ilmu apa yang
kamu dapet? Apa?”

171| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Loh kan aku punya banyak ilmu yang ku serap di......”

“Dimana?”

“Di tempat aku duduk sekian jam per hari aktif”

“Ngaji kuping maksutnya?”

“Ya nggak Cuma... kamu sih belum tahu.”

“Ya emang aku belum tahu dan nggak mau tahu apalagi cari
tahu.”

“Makanya cari tahu.”

“Untuk apa?”

“Biar apa?”

“Biar tahu”

“Terus kalo aku sudah tahu?”

172| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Ya biar kamu jadi tahu.”

“Udah gitu aja? Biar tahu? Lalu selesai?”

“Ya enggak, kalo udah tahu, bisa cari ilmu yang lain.”

“Emang ilmu itu apa?”

“Ya ilmu itu yang sebelumnya nggak kita ketahui, jadi kita
ketahui”

“Hahahahahaaa....”

“Kok malah ketawa sih kamu, yat? Ada yang salah apa?”

“Kalo penjelentrehan ilmu mu seperti itu, ya bubrah.


Sekarang aku tanya ke kamu, man. Perhatikan ya
pertanyaanku, andai kamu jadi lulus nih... nggak medhot lagi
ditengah jalan, lalu apa?

“Nggaktau, ngikut aja. Ngalir seperti sungai.”

173| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Ngalir seperti apa?”

“Sungai?”

“Seperti sungai yang gak ada airnya kayak disebelah?” Kayat


ngerocos sambil menuding sungai disebelah gubuk.

“Atau ngandalin ijazah, dan sekelumit ilmu skala empat atau


sekian tahunan?” Kayat melanjutkan.

“Yaaaa… sementara ini begitu dan banyak berdoa kepada


Tuhan, banyak-banyak berharap bertemu jalan.” Kirman
pasrah, tak mengerti harus menjawab apa.

“Hahaha, ya sudah doa saja yang banyak.”

“Ya bantu doa.”

“Ngapain?”

“Kan kita sama.”

174| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Sama apanya?”

“Ya pokoknya bantu doakan, dong.”

“Hahaha ogah, kok malah ndoain orang lain, wong aku saja
nggak pernah ndoain diriku sendiri.”

“Ealah yat Kayat…”

175| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Mengapa sekolah atau kampusnya hanya
memperkenalkan kesuksesan orang-orang yang
menjadi boneka di sekolah atau kampusnya? Kalau
sekolah atau kampus itu adil, maka mereka juga
harus memerkenalkan kegagalan sekolah atau
kampusnya dan orang-orang yang bukan
bonekanya.”

rifi hadju.

176| M I N T U R O B I L A Q D A M
Kirman menghabiskan secangkir kopi dari Mak Nyik
dan sesekali nyedot kretek dari Kayat. Tak lama, Kirman
pamit mengundurkan diri. Istirahat, katanya. Ia juga akan
berjanji tuk singgah kembali di gubuk Kayat yang ya
begitulah kondisinya.

Begitu juga Kayat, yang menghabiskan tiga perempat


waktu di gubuknya, lebih banyak berdiam di gubuk, karena
baginya gubuknya itu ialah noktah surga yang diberikan
Tuhan kepadanya.

***

Selang beberapa hari bergulir, di pelataran yang tak


jauh berbeda, dengan berburu dan juga segudang
pertanyaan, Kirman kembali menghampiri si Kayat yang
kebal-kebul sambil menikmati musik lokal di tape recorder
jadul nya.

Nyerondol Kayat, membuyarkan kenikmatan yang


sudah terbentuk,

177| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Yat yat….”

“Apa lagi, dut? Ada apa njawil-njawil?”

“Hehehe....”

“Mringis....”

“Anu, aku boleh tanya lagi?”

“Tanyakan silahkan, tapi kalau pertanyaanmu mbulet, tak


kentes cambah sirahmu.”

“Hehehe, nggak-nggak... Aku kok sering dengar ya... arek-


arek di kampus itu ngomong gini ya, tak kuliah sek ben
pinter.”

“Lalu?”

“Bener ta?”

178| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Bener nggaknya kan ya dilihat dulu siapa yang ngomong,
bagaimana background sejarahnya yang ngomong, dalam
kondisi apa ngomongnya, letak pengucapannya, vibrasi
suaranya, juga mengapa ngomong begitu, siapa yang diajak
ngomong, suasana sekitarnya waktu ngomong, juga
pantulan-pantulannya dan juga juga yang lainnya. Toh…
bener itu nggak selalu bener, wong salah aja nggak selalu
salah. Dinamis, tergantung yang sekian aku sebutkan tadi.”
Kata Kayat.

“Lah kalau misalnya aku yang ngomong gitu?”

“Ya nggak cocok blas huahahahaha....”

“Kenapa? Kok nggak? Nggak blass lagi. Ketawa meremehkan


pula.”

“Bukan meremehkan, mbok kamu itu sadar diri mengukur


kapasitas wadahmu. Kamu itu dasarnya sudah be o de o h…
kuliah ya tambah be o de o h nya.”

179| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Aku ini kuliah biar nggak be o de o h, meskipun be o de o h
ku gak ilang, ya minimal aku mengkikis ke- be o de o h -anku
lah. Meskipun aku nggak pinter tapi ya gak be o de o h gitu
lah, yat. Tengah-tengah.”

“Oh ya. Kalo diriku ngelihatnya ya nggak gitu....”

“Gimana?” Kirman menyekat.

“Sabar-sabar. Kalo aku ya, aku loh ini, bukan kamu...


ngelihatnya itu… aku merasa bahwa aku berbeda tujuan
dengan apa yang ditujukan oleh sekolah-sekolah atau
universitas-universitas. Disana aku merasa kalau aku malah
jauh banyak dikuasai oleh hal-hal materialisme yang
membelenggu rohani, yang memenjara jiwa ku untuk
merdeka dalam pembebasan. Gak kerasan aku disana, man.
Yang dicetak oleh pabrik universitas itu hanyalah produk-
produk yang titik puncaknya adalah tetap saja dunia, tak
bukan dan tak lain. Aku tidak menemukan disana ada sebuah
metode-metode untuk mengolah kalau sebenarnya materi

180| M I N T U R O B I L A Q D A M
yang dimaksud sebenarnya adalah cairan, bukan padatan
materialism seperti yang mereka kejar-kejar segala cara.”

“Kenapa gak coba kamu sampaikan saja, yat?”

“Siapa aku, man?”

“Paling enggak kan mereka bisa mempertimbangkan, yat”

“Halah, masak orang lagi makan perutnya masih lapar terus


kamu bisik’i “mas, yang sampeyan makan itu bukan nasi, tapi
beras”. Ya mana ngereken mereka, wong mereka yakin kalau
nasi yang mereka makan itu nasi kok, padahal itu beras.”

“Terus kamu membiarkan begitu saja ini terus terjadi?”

“Ya begitulah.”

“Tidak ada niatan menyampaikan? Kirman mendesak.

181| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Ya nggaktau, bisa iya bisa enggak bisa jadi. Kayaknya sih
enggak, wong aku ngomong ini itu tadi ngelindur. Emang
kenapa?”

“Mesti mbulet, jawabnya nggak memberi jawaban, malah


memberi tumpukan pertanyaan lagi. Oalah yat yat emboh
yat. Duh kah.”

“Hahahaha.... Mahasiswa kok, cari sendiri sana loh


jawabannya.”

“Halah, yat.”

“Lha kamu maunya aku menjawab yang gimana?”

“Jawaban yang memuaskan, yang melegakan gituloh.”

“Hahahahahaha….”

182| M I N T U R O B I L A Q D A M
Kayat tertawa begitu saja, sembari meninggalkan
Kirman sendirian di gubuk yang kebingungan. Tak lama,
muncul Jimbon yang menenteng bungkusan nasi mengarah
ke gubuk. Tak lama juga Kayat juga kembali membawa teh
hangat.

“Loh kok bisa pas gini?”

“Apanya?” Jimbon heran.

“Halah cuma kebetulan, jangan lebay ah” Kayat nyaut.

“Hmm iya-iya huh. Ada-ada aja ini, kebanyakan nonton


Jodoh Wasiat Bapak sih.”

“Ayo sini-sini makan, sebungkus bertiga ya, bismillah


barokah.”

“Tapi setelah makan, aku tinggal ke kampus dulu ya, ada


kuliah. Nggak lama kok, Cuma dua jam, nanti aku balik ke
gubuk lagi.” Kirman pamit sebentar lebih awal.

183| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Iya-iya, kuliah sana biar pinter” Kayat nyeletuk.

“Asem”

“Hahahahaaaa……” Mereka semua tertawa lepas.

***

Setelah selesai berakademi di gedung akademisi,


Kirman langsung menujukan kakinya ke gubuk, tak seperti
biasanya yang dia lakukan untuk ber-kongkow dulu di
warung kopi pinggir kampus.

Kayat sedang asyik bernyanyi laiknya Fadli seraya


menikmati suasana yang diiringi genjrengan gitar dari
Jimbon yang terlihat lihai bak Piyu beraksi diatas mega
panggung.

(Kirman melangkah mendekat, duduk begitu saja menunggu


lagu berhenti.)

184| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Kenapa lagi kamu, man? Selesai mata kuliah kok
kelihatannya tambah bingung. Bukannya itu kemauanmu?
Sudah nikmati saja jalannya.”

“Aku agak takut, mbon.”

“Kenapa?”

“Tadi kan pas ada kelas di kampus, aku dapat warning sama
salah satu dosenku, katanya aku terancam nggak bisa ngikuti
ujian.”

“Lah kenapa? Kok diancam-ancam kayak kamu habis ngapain


anaknya orang aja. Karena biaya?”

“Salah satunya, tapi itu sementara sudah bisa aku atasi.”

185| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Sekolah sekarang lebih banyak melahirkan
generasi canthengen.”

rifi hadju.

186| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Lalu?”

“Karena aku sudah nggak masuk lebih dari yang ditentukan,


katanya”

“Terus?” Kayat menyenggah yang tadinya hanya menyimak.

“Ya katanya, kehadiran itu juga bisa mempengaruhi boleh


apa tidaknya ikut ujian, mempengaruhi nilai, mempengaruhi
bisa apa enggaknya ngambil mata kuliah yang semester
selanjutnya.”

“Kok gitu?”

“Aturannya gitu”

“Aturannya kok gitu?”

“Ya emang regulasinya gitu, mbon.”

“Regulasinya kok gitu?” Jimbon mengejar.

187| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Mungkin ya kalau sering nggak masuk kan jadi nggak paham
materi yang disampaikan dosen, berpengaruh sama strategi-
strategi dosen dalam belajar mengajar agar peserta didik
yang diajar bisa lebih memahami, juga kan kalau sering
nggak masuk nanti kelasnya sepi, terus dosen nya ngajar
apa? Masak ngajar jam dinding yang tertawa.” Kayat
mencoba menengah.

“Hahahaha, lah apa hubungannya sering nggak masuk sama


paham sama materi. Lha misalkan masuk terus, apa yakin
bisa paham sama materi?” Kata Jimbon.

“Ya meski nggak paham kan minimal ngerti, kalo nggak


ngerti ya pernah denger.”

“Hahaha... terus parameter pemahaman sama tingkat


kehadiran itu seperti apa?”

“Nggaktau, entah. Bingung aku.”

188| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Mboh lah, tak balik dulu aku. Mau ngasih makan kambing-
kambingku dulu biar bisa ujian nanti bareng Kirman.” Jimbon
pamit.

“Hahahahaha.” (mereka bertiga ketawa)

“Iya, makasih nasi nya, mbon. Hati-hati.” Kayat & Kirman.

Jimbon mengangguk meringis begitu saja, sekali lalu


melangkah menjauhi gubuk dengan masih meringis-meringis
mengingat Kirman tadi.

“Oh iya, man. Soal tadi… ya takarannya ya setiap


manusianya itu sendiri, setiap mahasiswa-mahasiswi nya itu
sendiri. Kenapa tadi si Jimbon mendedas kamu kayak gitu,
sebenarnya di mau agar kamu berfikir saja. Bukan untuk
bermaksud semakin membingungkanmu.”

“Terus, gimana?”

“Ya patuhi aturannya saja, kali saja dosen nya kasihan


ngelihat wajahmu yang memelas, terus ngasih kesempatan
189| M I N T U R O B I L A Q D A M
buat ikut ujian, meski diriku juga nggak yakin sama sekali
kalau kamu bisa paham materi, bisa ngerjain soal nya. Kalo
nggak, ya pasrah saja ngulangin tahun depan. Hehehe.”

“Crit, asem.”

“Haha, yasudah toh man, man. Jangan terlalu serius gitu,


mbok yang rileks. Tambah terkekang kalau kamu terjebak
mikirin itu terus, sudah dijalani saja mengalir seperti air asal
arah nya jelas.”

“Bener juga sih kamu, yat.”

“Yasudah kita lanjut ngobrol di warungnya Mak Nyik saja,


yuk. Mau hujan ini. Mendung nya sudah gelap, tinggal brol
nya.”

“Oke, yat.”

***

190| M I N T U R O B I L A Q D A M
Di warung kopi nya Mak Nyik, Kayat dan Kirman
masih terlihat berbincang-bincang dengan pokok yang
hampir sama, sesekali tensi pembicaraan agak naik karena
belum bertemunya satu frekuensi yang sama untuk
memahami. Mak Nyik hanya gedhek-gedhek melihat tingkah
Kayat dan Kirman yang menyaingi suara benturannya air dari
langit dan tanah yang semakin deras saja.

“Kalian ini ngobrolin apa toh, kok serius tenan?” Mak Nyik
bersuara kalem sambil membolak-balik gorengan yang
berenang mengambang di minyak mendidih.

“Ini loh, Mak Nyik. Aku kan ngelanjutin sekolah lagi, tapi…”

“Tapi Mak Nyik, Kirman ini masih belum stabil. Ya mungkin


juga faktor usia, berusaha mencari-cari, mengapa dia
sekolah lagi dan juga dia masih kebingungan dengan sistem-
sistem yang dia rasa itu masih belum tepat. Ya antara sistem
nya yang belum tepat atau Kirman yang idealis belum
menyesuaikan dirinya dengan sistem yang sudah terlanjur
ada. Tapi bagiku pribadi sih nggakpapa Mak Nyik, entah

191| M I N T U R O B I L A Q D A M
nanti si Kirman bertemu dengan jawabannya atau enggak itu
urusan di perjalanannya nanti, tapi ada satu poin utama
disini adalah Kirman mampu untuk membuat pertanyaan-
pertanyaan. Itu Mak Nyik.”

Si Kirman hanya tolah-toleh saja antara ke Mak Nyik


dan Kayat, kadang mengangguk pertanda setuju dengan apa
yang diutarakan Kayat kepada Mak Nyik.

“Oh begitu toh ceritanya. Lah pertanyaan besarmu, apa


man?”

“Anu Mak Nyik, bukankah langkah awal itu adalah langkah


sulit untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya. Kata
seorang temanku sih, jika dari awal saja sudah salah, itu
malah akan menimbulkan lembaran pesakitan yang panjang,
Mak Nyik.”

“Lalu?”

“Ya saya sendiri ini merasa bahwa saat saya akan dan
memulai langkah yang awal lalu Mak Nyik, saya ini sudah
192| M I N T U R O B I L A Q D A M
salah penetapan. Kalau saya lanjutkan kan ya bubrah. Andai
nggak bubrah pun nanti hasil nya akan mbeleset sekian
derajat Mak Nyik. Nah, jangankan sekian derajat, Mak. Kalau
melenceng satu derajat pun, tetapi jika ditarik dua garis
lurus nya sepanjang kiloan meter lah misalnya, itu kan
rentang nya menjadi sangat jauh sekali. Lah saya ini kan juga
nggak tahu, berapa centimeter meter kilometer massa
perjalanan saya.”

“Hluh mbok mbok mbok, bahasamu kok mendadak dhuwur


men, man. Sudah kayak motivator-motivator di tv komersial
itu. Salut aku sama kamu. Mahasiswa sejati hahaha.” Kayat
memuji.

“Hahaha itu tadi kan kamu yang ngajarin toh, yat.”

“Haha, gitu ya, man.” Mak Nyik singkat.

“Ya ada benarnya sih apa yang kamu omongin ngalor ngidul
tadi, man. Meskipun Mak Nyik ini nggak paham seluruhnya
kata-kata yang kamu pakai tadi. Cuma Mak Nyik nangkep lah
dikit-dikit.” Mak Nyik melanjutkan.
193| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Gimana tanggapannya panjenengan, Mak?”

“Aku ngelihat Kirman ini jadi ingat anak ku yang sekarang


lagi merantau di ibukota sana, yat. Hampir mirip, ya begini
loh, man. Apapun sesuatu yang belum didasari dengan hati,
pasti nanti ditengah atau dimanapun letaknya akan
menemukan sebuah kebuntuan ketika akal mu sudah
menthok, man.”

“Seperti yang sepertinya aku rasakan sekarang ini, mak?”

“Bisa jadi, semua itu kan harus berdasarkan ketulusan dan


keikhlasan toh, man. Seperti Mak ini, buka warkop yang
sudah hampir puluhan tahun. Kenapa kok Tuhan masih
mengizinkan usaha ini masih berjalan, Mak juga
alhamdulillah jarang sakit, itu karena awalnya Mak memang
tidak mengutamakan keuntungan atau bathi, tetapi Mak
mengutamakan hati. Berjualan dengan dan dari hati itu
awalnya sulit, man. Tapi ya alhamdulillah Mak masih
istiqomah. Masih bisa buat kebutuhan harian Mak dan juga
Mbah.”

194| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Lah cara untuk bisa seperti njenengan itu gimana, Mak?”

Kayat merasa Mak Nyik lebih mampu untuk memberi


pemahaman yang lebih mendalam kepada Kirman. Ia
memilih menjadi pendengar untuk sementara, lalu juga
mengimplementasikan kelihaian tangannya yang comat-
comot menyomot gorengan Mak Nyik yang baru saja
matang, masih hangat. Cocok untuk di situasi hujan seperti
sekarang.

“Semua kan tergantung gimana keadaan ndadar bathiniyah


nya, man. Dan proses itu tidak singkat, langkah kaki itu tidak
seperti dari sini ke gubuk nya Kayat sana. Karena
diperjalanan itu kamu nantinya juga akan menemui hal-hal
yang awalnya mengkagetkanmu, akan membiasakanmu
setelahnya.”

“Terus soal aku dan sekolahku, Mak?”

195| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Saranku ya, tanamkan saja di dalam kebun qalbu mu, man.
Cukup yakinkan selesaikan apa yang sudah kamu mulai.
InsyaAllah Tuhan akan membuka kran air mu setelahnya,
man. Yakini saja pada skenario Nya.”

“Gitu ya, mak. Enggeh mak matur nuwun sanget. Yat, matur
suwun juga ya atas masukan-masukan mu yang
meluaskanku.”

“Halah, santai aja, man. Tapi bayarin kopi nya ya? Sama
gorengannya juga, sekalian teh nya tadi.”

“Hahaha, dasar. Iya-iya yat tenang aja, ambil lagi sana”

Mak Nyik hanya senyum-senyum dan gedhek-gedhek


saja. Setelah diuraikan ngalor ngidul ngetan kulon oleh
Kayat, Kampret dan juga Mak Nyik, Kirman merasa sedang
menghirup nafas baru, menghimpun dan bersiap untuk apa
yang sudah ditancapkan Mak Nyik, “Menyelesaikan apa yang
sudah dimulai”.

196| M I N T U R O B I L A Q D A M
Bagi Kirman, itu kalimat yang sederhana, namun
sangat berarti dan menyulut bara semangat Kirman untuk
menyelesaikannya di waktu yang tepat, bukan pada tepat
waktu. Meskipun, apapun itu penjelasan-penjelasan tentang
sekolah oleh orang-orang akademisi, masih saja akan
menjadi tanda tanya yang sangat besar bagi Kirman.

***

197| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Kebenarannya, tujuan sekolah adalah untuk
mencari ijazah, bekal untuk cari kerja, sudah titik.
Yang lain-lain hanyalah pembenaran.”

rifi hadju.

198| M I N T U R O B I L A Q D A M
CAK SYBAN & MAN, YAT, MBON

Sebagaimananya anak kota metropolitan agak


pinggiran yang sibuk mencari diri, yang sibuk menggilai
segala informasi-informasi tentang apapun, yang sibuk
menggali kepotensian terhadap dirinya, Kirman - seorang
pemuda usia tanggung beserta dua rangkai yang lainnya,
Kayat dan Jimbon adalah 3 pemuda serangkai yang hampir
selalu bersama kemanapun arah mata angin, kemanapun
jangka kaki melangkah.

Secara sedikit tak sengaja, Kirman, Kayat dan Jimbon


diperkenalkan oleh Cak Buthak kepada lingkaran dari Kyai
Sudrun, di sebuah acara yang tidak dianggap Kayat dan
Jimbon seperti Kirman, namun awalnya dianggap oleh
Kirman seperti semacam sebuah kemasan kajian agama
formal full of settings laiknya ustadz-ustadz atau kyai-kyai
atau ulama-ulama yang sering muncul di program-program
di televisi, yang bertausyiah berceramah dengan sejuknya,
dengan bijaknya, syahduhnya atau terkadang di menit
tertentu menggebu-gebu nan menggelegar.

199| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Yat, ke Kyai Sudrun ini aku enaknya pakai celana apa
sarung, ya?”

“Halaaah, nyuantai… pakai celana kolor juga gakpopo.”

“Bener ta, Yat?” Kirman agak kaget, ia merasa kok aneh


gituloh. Pengajian kok tapi yang ia tangkap itu bebas gitu,
tidak melihat sepenuhnya dari penampilan. Jauh diluar
bayangan Kirman, kalau Kayat dan Jimbon sih sebelumnya
sudah pernah menonton dari channel youtube.

“Kayak apa ae, wis tah nyantai-nyantai.. sama aku” Jimbon


nyaut.

“Iya deh iya.”

Datanglah kami bersama dengan Cak Buthak pada


akhirnya. Mencari tempat strategis dan bersila lah kami,
bersama ratusan, ribuan jamaah lain yang mulai memadati.
Menyimak, memesan kopi hitam dan ngretek sebal-sebul.
Agak kaget juga awalnya, ini kok pengajiannya tak seperti
yang familiar Kirman lihat program-program di televisi, tak
200| M I N T U R O B I L A Q D A M
seperti yang harus dimanajemen sedemikian rupa seperti
bebek masuk ke kandang oleh panitia acara.

“Mbon, kok seperti ini?” Kayat membisik lirih.

“Maksutnya gimana?”

“Kok laki-laki dan perempuan dicampur aduk jadi satu


tempat, tidak ada sekat atau kayak pemisahnya begitu.”

“Halah ya sudah diikuti dulu lah, nanti kamu bakal tahu


sendiri kok jawabannya tanpa aku atau Kayat yang
menjawabnya.”

***

Terus berjalan hingga sekian tahun Kirman, Kayat dan


Jimbon setengah-setengah rajin menghadiri lingkaran-
lingkaran segitiga cinta dari Kyai Sudrun, yang mana
membentuk pondasi kokoh dan “ndandani” sekaligus mulai
menyegarkan dan meng-upgrade pola-pola pemikiran dalam
menyikapi segala sesuatu yang ada dihadapan.
201| M I N T U R O B I L A Q D A M
"Mengapa di dalam lingkaran ini tidak ada pengaturan untuk
memisahkan antara laki-laki dan perempuan. Karena
memang yang hadir disini sangat dinamis, membuat
kesulitan untuk memanajemen dengan berbagai alasan.
Yang ada disini adalah munculnya kesadaran bahwa tidak
ada laki-laki atau perempuan, tidak mengenal kanan kiri nya
itu laki atau perempuan, yang ada disini hanyalah kesadaran
sebagai Hamba Allah untuk bersama-sama ngalap barokah
kepada-Nya. Jadi disini tidak mengenal gender, tetapi yang
kita kenal adalah hamba Allah. Yang ada disini adalah
kesadaran untuk saling cinta dan mempercayai, untuk saling
menjaga satu sama lain, mengamankan satu sama lain, yang
duduk melingkar bersama untuk bermesraan dengan Allah
Swt dan Rasulullah serta berharap guyuran barokah yang
ditugaskan melalui malaikat-malaikat Allah Swt kepada kita
yang dating disini dengan tulus dan ikhlas selama hampir 7-8
jam." Kyai Sudrun menjelaskan ke ribuan pasang mata,
sekaligus menjawab apa yang menjadi tanda tanya besar
Kirman, di suatu kesempatan lingkaran ruang dan waktu.

***

202| M I N T U R O B I L A Q D A M
Di suatu lingkaran ruang dan waktu pula, awal kalinya
Kirman, Kayat dan Jimbon bertemu dengan Cak Syban tanpa
disengaja, yang saat itu hingga beberapa kesempatan
selanjutnya masih saja bertahan dengan panggilan Cak sing
iku (yang itu), karena memang belum mengerti dan
mengenal kalau ternyata namanya adalah Cak Syban.
Nyambunglah pada perjalanan ceritanya. Kirman, Kayat dan
Jimbon diajak, diundang, disumonggohkan atau apapun
namanya, untuk bertamu di gubuk dari Cak Syban, yang
sunyi dan tersudut oleh gegap gemilau - riah riunya
Metropolitan.

“Cak Syban, niki kulo kaleh rencang-rencang pun ten ngajeng


griyo ne njenengan.” (Cak Syban, ini kami sudah di depan
rumah). Kayat melontarkan sebuah pesan online kepada Cak
Syban. Segeralah Cak Syban keluar membukakan pagar dan
pintu, sekaligus mempersilahkan kami untuk masuk, duduk
di kursi klasik dengan hiasan meja tamu yang mendukung
klasikalnya dengan beberapa pigora keluarga.

203| M I N T U R O B I L A Q D A M
Kemudian Cak Syban segera masuk kedalam untuk
mempersiapkan suguhan kopi kepada tiga serangkai. Cak
Syban kembali, duduk, mempersilahkan mereka meminum
dan menghembuskan asap rokok.

“Itu anakku yang paling besar man, sekarang dia mondok di


kidul sana.” Cak Syban membuka pembicaraan yang melihat
Kirman memandangi salah satu pigora.

“Oh enggeh, Cak Syban.” Jawab Kirman singkat, sambil


njawil Jimbon yang juga tolah-toleh melihat suasana gubuk
dari Cak Syban. Sementara Jimbon santai sambil berusaha
menikmati suasana dan kopi seduhan dari Cak Syban.

Cak Syban melanjutkan pembicaraan kemudian,


bercerita akan sedikit rahasia-rahasia perjalanan hidupnya,
sedikit tentang garis asal-usulnya, yang membuat tiga
serangkai terpelongoh, tak sampai akal nya untuk menerima
cerita-cerita dari Cak Syban. Kayat hanya diam, bukan karena
mengerti, tapi sok paham, akting, belagak tahu segalanya,
padahal gak blas. Jimbon tahu itu. Kirman terus ngobrol

204| M I N T U R O B I L A Q D A M
kesana-kesini yang ditimpali oleh Cak Syban. Menjadi salah
tingkah Kirman, kalau Jimbon masih konsisten
mbegendheng. Nyruput kopi yang telah disediakan,
beberapa kali ia meminta rokok ke Cak Syban, ndlodhok.

“Urip iku man, yat, mbon… otentiknya ya kita itu ditugaskan


untuk mencari diri kita sendiri, diri kita yang hakiki, yang
sejati. Karena siapapun ia yang terus berusaha menemukan
dirinya, maka manusia itu akan semakin dekat untuk
menemukan Tuhannya. Juga seperti yang Kyai Sudrun
arahkan sebenarnya juga mengarah kesitu kok, dengan
membentuk lebih dulu pola pemikiran jam’iyahnya, yang
kemudian harus diimbangi dengan kedalaman bathiniyah
untuk menemukan, nguri-uri dirinya dan menemukan
Tuhannya.”

“Sebagaimana kita sebagai manusia itu man, yat, mbon,


apapun yang kita temui di perjalanan hidup kita itu adalah
ayat-ayat Allah, baik yang tertulis maupun yang
direpresentasikan benda-benda oleh bulan, matahari,
hembusan, desir, benda-benda juga seluruh alam semesta.

205| M I N T U R O B I L A Q D A M
Untuk kita pelajari, untuk kita renungkan dan yakini akan
kebesaran Allah Swt man, yat, mbon.”

Kirman, Kayat dan Jimbon mengangguk, mantuk-


mantuk, setengah gak paham setengahnya lagi gak mudeng.

***

“Jadi, memang kita manusia itu harus selalu alhaqu min


robbika….”

“Artine nopo niku, Cak?” Kirman nyaut.

“Goblik gitu aja kamu gak ngerti, man.” Jimbon nimpali


njarak.

“La kamu ngerti ta?”

“Ya, enggak lah.”

“Makanya ini nanya.”

206| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Heh heh huss.. huss.. wis talah, rek” Kayat menengahi.

Cak Syban tersenyum, gedhek-gedhek ngelihat laku


Kirman dan Jimbon.

“Ya intinya itu, kebenaran itu selalu datang dari Tuhanmu,


maka sudah sepantasnya kalau kita mencari terus kebenaran
yang hakiki, benar yang benar-benar benar, benar yang
sejati, maka secara otomatis Tuhan akan merangkul dan
memelukmu. Gitu, man.” Cak Syban menjelaskan.

“Bagaimana kita tahu kebenaran yang sejati itu, Cak?”

“Seperti yang sejatinya manusia, untuk menemukan manusia


di dalam dirinya, seperti yang aku jelaskan di awal tadi.”

“Caranya, cak?” Gantian Kayat tanya.

“Wuo guoblik, kan tadi di awal sudah dijelaskan sama Cak


Syban. Kamu sih ndelahop ae” Jimbon nyauti lagi.

“Oh iya ta, sepuntene Cak Syban. Hehehe” Kayat meringis.

207| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Hahaha iyo wis iyo.”

“Kulo angsal tanglet, Cak?”

“Iyo-iyo monggo. Opo, mbon?”

“Bangsa kita saat ini kan sudah sangat diinjak-injak Cak, kita
itu dilucuti, bahkan pemuda seumuranku juga malah hampir
blas gadas nol putul memahami tentang bangsanya. Tapi
kok, kita ini kok masih tetep tangguh ditengah penderitaan
ya, Cak. Kita ini kayak nggak ada sedih-sedih nya gitu, masih
bisa cengengas-cengenges ngopi rokokan sebal-sebul kayak
gini.”

“Hahaha, gayamu mbon. Pertanyaanmu kayak anak kuliahan


aja. Mau jadi kayak Kirman kamu.” kayat nyrengkal.

“Asem.”

208| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Ya memang tingkat ketangguhan bangsa kita ini nggak ada
duanya dibandingkan bangsa-bangsa lainnya, mbon.
Meskipun ditengah carut-marut nya bangsa ini pun, masih
ada kok orang-orang keramat yang sengaja disembunyikan
untuk menyeimbangkan, yang memang beliau-beliau masih
belum menampakkan dirinya, masih disembunyikan itu tadi.
Nanti mereka juga akan “turun gunung” juga jika kondisinya
sudah sangat genting. Terus soal pemuda-pemuda itu, ya
memang siklus itu sudah mulai dilakukan sekitar ratusan
tahun lalu. Bahkan pada zaman penjajahan Belanda dulu,
Belanda sampai kalang kabut untuk menaklukan perlawanan
rakyat yang sifatnya juga masih perlawanan daerah-daerah
untuk show off kekuatan bahwa “iniloh kami, jangan
sembarangan dengan kami”. Setelah diteliti, ternyata
tentang silsilah-silsilah bangsa kita yang begitu kuat itu
adalah menjadi tonggak tangguh leluhur-leluhur bangsa
yang sehingga hal itu menyulitkan penaklukan yang
dilakukan oleh Belanda. Karena itulah, silsilah-silsilah itu
dirusak dan berusaha untuk diputus rantainya oleh Belanda.
Karena itu juga, para anak cucu keturunan beliau-beliau
diperintahkan agar melarikan diri, menyamar, mengaburkan,

209| M I N T U R O B I L A Q D A M
meninggalkan gelar yang disandangnya, dan berbaur dengan
masyarakat jelata agar tidak dideteksi dan ditangkap oleh
kolonialisme Belanda.

Bahkan sekarang pun kita satu hal yang tidak tahu dimana
saja para keturunan wali itu, tapi diperkirakan memang
sekarang ini ada sekitar 80 juta bani waliyullah, Kyai Sudrun
termasuk diantaranya. Jadi hancur atau tidaknya bangsa ini
kedepan juga tergantung apakah bangsa ini untuk mau
dengan tulus mengingat leluhurnya atau tidak, mau belajar
tentang masa lalu untuk menyongsong masa depannya atau
tidak. Itu pilihan yang harus dipegang.”

“Oh seperti itu ya.”

“Lah memang fenomena-fenomenanya yang terjadi


sekarang kan seperti itu. Banyak nilai-nilai yang dahulu
diajarkan dan ditanamkan di sanubari, sekarang menjadi
kabur dan mulai hilang karena generasi saat ini sudah
mlengseh otaknya yang menganggap zaman dahulu adalah
sebuah kemunduran, tidak modern, ketinggalan zaman.

210| M I N T U R O B I L A Q D A M
Pemuda-pemuda kita sekarang masa bodoh dengan asal-
usul panjang dan besarnya akan bangsanya sendiri.

Padahal bangsa ini memiliki sejarah panjang dan sangat


besar yang sengaja dikubur untuk menutupi kekerdilan
bangsa barat. Mereka jauh lebih bangga dengan kiblat barat
yang sebenarnya itu adalah kemunduran peradaban.”

211| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Saya heran, mengapa bangsa ini masih
menyanjung bangsa Barat yang baru mampu
menciptakan pil pengenyang. Padahal itu sudah
dilakukan sekian ratus tahun yang lalu oleh Gajah
Mada, ditambah beliau mampu mengenyangkan
pasukannya walaupun tidak makan di medan
perang.”

rifi hadju.

212| M I N T U R O B I L A Q D A M
Mereka diam. Merasa ditampar dengan uraian-
uraian Cak Syban. Malu mereka, karena mereka merasa
adalah satu bagian jenis dari pemuda-pemuda yang
disebutkan oleh Cak Syban.

***

Dengan obrolan yang begitu asyiknya kesana-kemari,


kopi yang sudah menjadi setengah gelas, rokok yang tinggal
seperempat, dan malam yang menyentuh sepertiga malam
terakhir, suasana menjadi lebih gayeng dan menyatu.

“Saya boleh gantian tanya, cak? Biar kayak mereka.”

“Apa yat apa?” Cak Syban mempersilahkan.

“Sekarang itu Malaikat Jibril ngapain ya, cak? Kan tugasnya


untuk menjadi kurir perantara penyampai wahyu sudah
selesai berapa puluh abad yang lalu.”

“Ya tugasnya sekarang ini di dunia mengambil berkah,


barokah rezeki dari manusia-manusia di dunia. Makanya kan
213| M I N T U R O B I L A Q D A M
sekarang ini semakin banyak manusia-manusia yang serakah,
rakus, mengambil yang bukan hak nya, nilep uang rakyat. Ya
itu karena mungkin manusia-manusia itu selalu merasa
kurang di dalam hidupnya. Tidak menemukan keberkahan
dari apa yang sudah dihasilkan dari usaha nya terhadap
sesuatu.”

“Lah bagaimana kita bisa tahu, cak. Mana itu kita sudah
mendapatkan berkah mana tidak nya?”

“Ya antonim nya loh, yat. Kita akan merasa lebih tentram,
anteng, damai hati nya, memiliki kontrol cukup di dalam
sanubari. Kalau melihat situasi yang terlihat sekarang, saya
kira kok semakin sedikit menemui manusia-manusia yang
mampu merasakan sentuhan-sentuhan guyuran
keberkahan.”

“Cara mendapatkan berkah itu, cak?”

“Mungkin dari …la-in syakartum la-aziidannakum wala-in


kafartum inna 'adzaabii lasyadiid… kamu bisa menjadikan
cuilan itu sebagai kunci untuk membuka gagang pintu itu.
214| M I N T U R O B I L A Q D A M
Karena kan keberkahan itu sifatnya lelembut-lelembut yang
tidak bisa dilihat kasat mata, namun bisanya ya dirasakan
oleh hati yang lembut. Rasa syukur itu juga sebuah
kenikmatan kan, yat. Sering-sering saja kamu baca
alhamdulillah wa syukrurillah ala kulli hal.”

“Artinya apa, cak?”

“Intinya agar kamu selalu bersyukur kepada Padukamu,


Maha Raja mu di setiap apapun situasi dan kondisi yang
kamu rasakan dan jalani.”

“Iya-iya, cak.”

“Jadi yang dimaksud dari berkah itu tidak bisa kita


perhitungkan secara matematis ya, cak?” Kirman
mengimbuh.

“Mbok kira aljabar, man?”

“Bukannya gitu, mbon.”

215| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Nggak sematerialistis itu lah, man. Masak diibaratkan kalau
kamu melakukan ibadah itu dalam rangka menghitung
pahala dan dosamu. Ya jebol kalkulatormu.”

“Ada tepatnya juga man apa yang diomongin Kayat tadi.


Sebenarnya pahala dan dosa itu variabel dari Allah agar kita
terus menata diri sudah tepatkah kita. Tapi jangan sampai
terkecoh, karena ibadah itu adalah urusannya titik untuk
bersimpuh kepada Allah, bukan koma untuk tendensi-
tendensi yang lain. Toh Allah juga sangat-sangat memahami
atas apa yang kita butuhkan, ya boleh saja sebagai manusia
kita sesekali mengangan-angan mengharapkan atau
menginginkan sesuatu. Tapi ya jangan sampai angan-angan
itu justru membebani dirimu kalau Allah tidak mengabulkan
apa panjatan-panjatanmu, karenapun Allah pasti sudah
mensiapkan rencana-rencana yang mungkin akan telat kamu
sadari ketika itu terjadi.” Kata Cak Syban.

“Iya-iya, cak. Saya mulai mengerti”

“Mengerti ta mengerti, yat?”

216| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Jangan memulai, mbon.”

“Iya-iya, minta rokokmu tapi, hehehe.”

“Ini-ini sedot sana.” Kirman menyodorkan.

Cak Syban kemudian masuk ke dalam beberapa saat,


keluar ke ruang tamu membawa lembaran nominal dan
meminta tolong Jimbon untuk pergi membeli empat nasi
langganan dan juga teh hangat untuk sarapan di seperempat
malam terakhir. Lalu Cak Syban mengajak Kirman dan Kayat
pindah ke teras gubuk, duduk bersila dan lebih nyantai
menikmati dingin malam yang menusuk.

“Cak, mumpung gak ada Jimbon nih, menurut njenengan apa


ada cak, tips-tips khusus untuk mendapatkan hati seorang
wanita. Kan njenengan ini sudah punya pengalaman toh, cak
hehehe. Jujur saja cak, kalau aku ini sedang naksir dengan
seorang penjilbab, sudah beberapa tahun ini. Tapi ya gitu,
stagnan.”

217| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Hahahahaha ada-ada saja kamu man man.”

“Namanya juga anak muda, yat.”

Cak Syban tertawa kecil, kemudian berkata


“Gampang lah itu man. Asal kamu tahu dari intisari nya saja
bagaimana kodratnya anak cucu Hawa yang tidak mungkin
bisa dipungkiri.”

“Gimana itu, cak?”

“Yang jelasnya kan wanita itu tidak bisa lepas dari sosok
humoris, sikap ngemong, dan juga ketika ia merasa bahwa
dirinya ini selalu mendapatkan perhatian.”

“Tapi kenapa kok juga muncul ungkapan-ungkapan atau


idiom bahwa lanang menang milih, wedhok menang nolak,
cak?”

“Itu, ta. Tiga hal faktor utama kenapa wanita menolak itu
ya yang pertama karena ia merasa dirinya cantik, yang
kedua ia merasa bahwa dirinya pandai, yang ketiga karena
218| M I N T U R O B I L A Q D A M
ia merasa memiliki kelebihan secara materi. Sudah itu saja,
selanjutnya kamu gali sendiri.”

“Hehehe, iya-iya cak. Akan saya coba, cak.”

“Hahaha, man man.”

“Iya, kunci inti nya berhasil kamu pegang, gampang sudah.


Asal kamu memang serius, tidak kamu buat main-main,
jangan dikecewakan.”

“Waladalah. Emang anak mana, man?”

“Haha, nanti kamu ya tahu sendiri, yat.”

Tak lama lalu Jimbon datang membawa bungkusan


nasi dan teh hangat, Cak Syban mempersilahkan tiga
serangkai untuk makan bersama beliau. Menikmati sunyi
malam yang mengenyahkan ruwet duniawi yang semakin
menjadi-jadi.

219| M I N T U R O B I L A Q D A M
Begitu menikmati sarapan dini hari yang Cak Syban
dan tiga serangkai lakukan, diiramakan dengan gerak-gerik
awan merah muda mendung yang sedikit demi sedikit
menyatu dan menebalkan volume. Sekian menit sunyi, fokus
pada apa yang terisi di balik bungkus, hlap-hlap-hlap.

Waktu terus berjalan, menunjukkan di setengah pada


sepertiga malam terakhir, Kayat memecah diam,
membuyarkan konsentrasi sunyi.

“Loh cak?”

“Hmmm….”

“Apa Kekasih Gusti itu kini hanya tinggal cerita-cerita yang


diriwayatkan, yang dipakai untuk bahan-bahan teks dalam
ceramah-ceramah?”

“Haha, ya enggak. Secara jasadiyah di dunia mungkin sudah


tidak ada. Tapi itu ya bukan disama-artikan tidak ada, yat.”

“Lah lalu cak, kemana beliau sekarang?”


220| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Ya disana, ya disini.”

“Maksutnya cak?”

“Hehehehe.”

“Loh, cak” kayat bingung.

“Panjang yat kalau tak ceritakan, ya begini saja loh.


Bagaimana kamu bisa merasakan beliau jika kamu saja
belum mengenali beliau secara tawaf dan menempatkan
beliau di dalam rongga-rongga hatimu.”

“Kalau kamu bermunajat bersama kinasih Nya, benar


sungguh-sungguh tulus mencintai, dengan sendirinya beliau
akan datang kepadamu, dengan waktu dan cara yang tidak
bisa kamu skenariokan. Itu hak beliau, terserah beliau, suka-
suka beliau.” Cak Syban meneruskan.

“Mmmmmmmm……” kayat masih berusaha meresapi kata-


kata.

221| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Bagaimana beliau mendatangi, cak?”

“Yang paling sering ya lewat alam bawah sadar, dalam alam


mimpi kamu akan berada di dimensi yang berbeda. Dan
andai kamu bertemu – didatangi oleh beliau, tak lantas paras
yang kamu temui pada saat itu adalah paras mutlak yang
sama dengan yang dialami orang lain. Karena sekali lagi,
bergantung pada kondisi bathiniyah pada saat hal itu
terjadi.”

222| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Satu hal yang tidak bisa dicapai oleh logika adalah
ketika mengolah mekanisme hati agar merindukan
sesuatu yang belum ditemui. Termasuk rindu agar
bertemu dengan Kekasih Nya.”

rifi hadju.

223| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Oh ngoten.”

“Kalau aku menjelaskan yang begini-begini ke orang-orang


ya bakal ditertawakan, yat. Wong ya karena memang
kondisnya beliau itu diperkenalkan di dunia ini kebanyakan
hanya sebatas beliau yang dalam konteks syariat. Tetapi
tidak banyak orang-orang yang mengenali beliau baik secara
tarikat, maupun hakikat apalagi makrifat.”

“Saya ini makrifat loh cak, tapi saya gak bilang-bilang. Biar
rahasia.” jimbon mbanyol.

“Makrifat bathukmu.” kirman nyauti.

Tertawa lepas Cak Syban dan tiga serangkai, seolah


terlepas semua beban keduniaan, seolah terlupa status
sosial bujang yang tak kunjung reda, seolah terhilang ingatan
akan hutang-hutang yang belum terbayar.

“Cak, cak. Mumpung sudah kenyang nih, aku mau tanya lagi
sekarang?”

224| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Lak nggak nyambung.”

“Haha, babah tah, man.”

“Gini, cak. Soal sejarah lagi ini, kalau kita ngomong soal
Suroboyo, kita bicara soal asal-usul nya, itu gimana ya cak?
Ya beberapa cerita gitu, cak.”

“Kalau Surabaya dan lingkaran Jawa Timur khususnya sendiri


dari dulu kala juga orang-orangnya itu memang berkarakter
kuat melawan penindasan, mbon. Era bagaimana dulu ketika
Meng Qi utusan dari Kekaisaran Mongol di era Kubilai khan
cucu dari Jenghis khan datang ke sini dengan maksud agar
Kerajaan Singosari tunduk, namun ditolak dengan tegas dan
diiris telinganya oleh Kartanegara pada waktu itu. Ketika
Meng Qi dalam perjalanan kembali ke Cina, justru di sini
terjadi perang lokal dimana Kartanegara di serang oleh
Jayakatwang yang berhasil menaklukkan dan
meluluhlantakan keluarga besar dari Kartanegara, yang
hanya tersisa Raden Wijaya yang pada waktu itu
mendapatkan perlindungan dari Arya Wirorejo ke Madura.

225| M I N T U R O B I L A Q D A M
Kekaisaran Mongol yang sudah tersulut kemarahannya
karena apa yang diperlakukan Kartanegara kepada Meng Qi,
yang kemudian menyulut kemarahan Kubilai Khan,
memerintahkan untuk menyerbu tanah ini dengan
mendatangkan berpuluh-puluh ribu pasukan ke tanah Jawa
dengan tujuan membalas apa yang telah dilakukan
Kartanegara kepada delegasinya. Namun, Mongol tidak tahu
kondisi disini jika ternyata Kartanegara sudah kalah oleh
Jayakatwang.

Disini, pasukan Mongol bertemu dengan Raden Wijaya, dan


oleh “kecerdikan” Raden Wijaya, disampaikan ke pasukan
Mongol bahwa yang telah melakukan itu kepada Meng Qi
adalah Jayakatwang. Diserang lah Jayakatwang hingga
hancur lebur, setelah pasukan Mongol berhasil mengalahkan
Jayakatwang, Raden Wijaya Bersama pasukan bantuan dari
Arya Wirorejo menyerang dan mengalahkan pasukan
Mongol. Bahkan filosofi dan tahun lahir dari Surabaya
disimbolkan dari peristiwa perang tersebut, dimana pasukan
Tartar yang diibaratkan Suro, dan pasukan dari Raden Wijaya
disimbolkan Boyo, yang disimpulkan berani menghadapi

226| M I N T U R O B I L A Q D A M
bahaya. Pun kelahiran Kota Surabaya juga menunjuk dari
penanggalan sewaktu kalahnya pasukan Tartar pada tahun
1293 lalu.”

“Gitu lah singkat ceritanya, mbon. Kemudian ketika di era


Kadipaten Surabaya, yang dipimpin oleh Adipati
Jayalengkara melawan dengan gigih kepungan dari Kerajaan
Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung, hingga Mataram
harus terpaksa menggunakan cara-cara yang licik untuk
menyebabkan Kadipaten Surabaya menyerah karena
rakyatnya banyak yang kelaparan dan terserang penyakit.”

“Lalu, yang baru terjadi berpuluh tahun belakang ketika di


awal kemerdekaan Bangsa Indonesia, bagaimana Surabaya
menjadi neraka bagi sekutu ketika meletus seruan jihad dari
KH. Hasyim Asyari yang menggetarkan selingkaran 94 km
dari Surabaya untuk berbondong-bondong ke Surabaya
bersatu dengan tentara rakyat dan pejuang-pejuang yang
lainnya. Di balik perang yang dahsyat itu, mbon, juga ada
kyai-kyai yang berada di balik layar. Seperti Kyai Abbas

227| M I N T U R O B I L A Q D A M
Buntet yang di daulat menjadi komandan perang pada 10
November lalu, mbon.”

“Kyai Abbas Buntet itu dari mana, cak? Jawa Timur?”

“Bukan, mbon. Beliau itu dari Cirebon. Pengasuh dari


Pesantren Buntet, Cirebon. Anak sulung dari KH. Abdul Jamil.
Ya masih keturunan dari Mbah Muqayyim lah, mbon.”

Kayat, Kirman dan Jimbon tampak serius


mendengarkan sejarah yang diuraikan Cak Syban. Sampai-
sampai rokok yang baru dinyalakan oleh Kirman pun habis
tanpa dihisap.

“Lah Mbah Muqayyim itu siapa, cak?”

“Mbah Muqayyim itu salah seorang mufti di Kesultanan


Cirebon, menjadi mufti ketika masa pemerintahan Sultan
Khairudin I. Tetapi jabatan sangat terhormat itu beliau
tinggalkan semata-mata karena dorongan dan rasa tanggung
jawab beliau terhadap agama dan bangsa.”

228| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Kenapa begitu, cak?” kirman ganti bertanya.

“Saat itu penjajah Belanda sudah menguasai Kesultanan


Cirebon secara politik, man. Sedang itu kontradiktif dengan
sikap Mbah Muqayyim yang tidak mau tunduk terhadap
penjajah Belanda.”

“Terus cak, kenapa kok Kyai Abbas Buntet di daulat menjadi


komandan perang di perang 10 November?”

“Jadi waktu itu Kyai Abbas Buntet dengan pengawalnya itu


membawa bekal bakiak, mbon. Melakukan perjalanan
dengan kereta, beliau singgah terlebih dahulu ke Rembang,
kediaman dari Kai Bisri Mustofa. Oleh para kyai yang sudah
menunggu disitu, Kyai Abbas Buntet ditunjuk menjadi
komandan perang. Waktu di Surabaya, Bung Tomo beberapa
kali meminta agar perang dimulai pun selalu ditolak oleh KH.
Hasyim Asyari dengan alasan menunggu Kyai Abbas Buntet.”

“Sewaktu rombongan dari Rembang melanjutkan perjalanan


dan sampai ke Surabaya, sudah di sambut dengan pekik
takbir Allahuakbar oleh pejuang yang sudah menggelora
229| M I N T U R O B I L A Q D A M
semangatnya untuk mengusir sekutu yang sudah menginjak-
injak harga diri bangsa.”

“Di situlah karomah-karomah dari Kyai Abbas Buntet keluar.


Ketika perang terjadi pun, Kyai Abbas Buntet tak hanya
berada di satu tempat, namun berada di dua tempat di satu
waktu yang sama. Di pusat kota dan pesisir. Setelah beliau
berdoa dengan khusyuk, tiba-tiba ribuan alu dan lesung yang
berada di rumah-rumah rakyat bergerak, terbang dan
menghantam tubuh dari pasukan sekutu. Di pusat kota,
beliau mampu menjatuhkan pesawat tempur Sekutu dengan
lemparan tasbih yang sudah beliau beri doa-doa khusus dan
di pesisir kota, dengan kibasan sorbannya, pesawat-pesawat
itu terbakar dan terjatuh.”

“Subhanallah, hebat sekali ya cak beliau.”

“Hehehe, iya man. Itu yang zaman sekarang jarang bisa kita
temui orang-orang yang memiliki karomah-karomah.”

“Lalu, ada lagi, cak?”

230| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Ada, yat.”

“Siapa, cak?”

“Orang-orang menyebutnya Jenderal Bambu Runcing.”

“Siapa beliau, cak?”

“Akrabnya ialah Kyai Subchi, asli dari Parakan, Temanggung.


Beliau putra sulung dari Kai Harun Rasyid, penghulu masjid
di kawasan itu. Kyai Subchi ini cucu dari Abdul Wahab,
keturunan Tumenggung Bupati Suroloyo Mlangi. Kakek dari
beliau ini salah satu pengikut Pangeran Diponegoro waktu
perang Jawa sekitar 5 tahun pada 1825 hingga 1830.”

“Soal Kyai Subchi sendiri, kenapa kok disebut Jenderal


Bambu Runcing, cak?”

“Jadi istilah bambu runcing waktu zaman kemerdekaan lalu


ya tidak serta merta karena bambu runcingnya, yat. Jadi,
pemuda-pemuda pejuang pada zaman dahulu itu meminta
senjata-senjatanya agar diberikan asma’ dan doa-doa khusus
231| M I N T U R O B I L A Q D A M
kepada Kyai Subchi Parakan sebelum digunakan untuk
melawan penjajah.”

“Oh, gitu ya cak?”

“Tapi kok dalam sejarah-sejarah jarang dan malah hampir


tidak pernah disebutkan ya cak peran-peran dari beliau yang
sangat besar ini?”

“Hehehe, gaktau lah man.” Kata Cak Syban singkat.

“Bukankah sejarah itu ditulis oleh pemenang?” Kirman


nyaut.

“Iya sih, tapi masak sejarah itu nggak mendengarkan dari


suara yang kalah?” jimbon berbalik tanya.

“Emang kamu percaya dengan sejarah-sejarah yang ditulis


sekarang? Lah apa pada waktu Bung Tomo membakar
semangat arek-arek Suroboyo itu cuma Allahuakbar? Ya
pasti ada jancok nya lah. Tapi apa iya itu ditulis dalam buku
sejarah?”
232| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Coba tanya ke Cak Syban.” Kayat menanti tanggapan.

“Hehe, iya bisa jadi. Ya mungkin karena bangsa ini masih


terjebak dengan kata-kata. Padahal itu hanya jebakan
persepsi saja.”

“Lah ya itu.”

“Hahaha, yasudahlah kita nggak usah baca sejarah.” Jimbon


lagi.

“Haha, gundhulmu.”

“La piye? Hayo?”

“Ya memang belajar sejarah itu harus, toh. Untuk kembali ke


masa silam, mempelajari segalanya agar kita bisa melontar
jauh menghadapi masa depan.” Kata Cak Syban.

233| M I N T U R O B I L A Q D A M
Cak Syban meneruskan, “Ya kapan-kapan lah saya
cerita lebih panjang lebar lagi, kita sama-sama belajar.”

“Iya-iya benar, cak.”

“Hloh gak kerasa sudah jam 3 pagi.” Kirman menoleh ke jam


yang melekat pada dinding kusam.

Bersiap-siap, membersihkan segala yang tersisa.


Mereka bertiga akhirnya mulai menata diri untuk
berpamitan pulang kepada Cak Syban sembari juga berharap
agar Cak Syban mempersilahkan mereka bertamu kembali.
Walau hampir setiap hari. Cak Syban mempersilahkan
dengan hangat. Satu hal yang dititipkan kepada Kirman,
Kayat dan Jimbon, “Sering-sering agar hatimu diajak omong,
diajak diskusi, diajak berpendapat dalam segala hal
keputusanmu, disinkronkan dengan fungsi filter pada
otakmu, pikiranmu.”

234| M I N T U R O B I L A Q D A M
Kirman, Kayat dan Jimbon mengangguk dengan
pesan yang menyimpan pesan dibalik pesan yang diserap
dari Cak Syban. Ada yang berbeda dengan dua pertiga waktu
malam Bersama dengan Cak Syban. Ada kesegaran, ada
nafas panjang, ada sistem mental yang aktif dari mereka
bertiga. Mereka pamit, salim juga mengucapkan terima kasih
sebanyak-banyaknya atas segala pentransferan yang
sebelumnya belum mereka dapatkan, yang menguatkan dari
lesu mereka. Cak Syban menutup pagar dengan
Waalaikumsalam.

235| M I N T U R O B I L A Q D A M
“Sak apik-apik’e menungso iku sing ngguyu
cengengesan nang ngarepe menungso, nangis
sesengguk’an nang ngarepe Gusti Allah.”

rifi hadju.

236| M I N T U R O B I L A Q D A M
Karya yang jauh dari kata sempurna ini, tak
mungkin saya selesaikan jika tidak ada semangat ibu yang
bersemayam di dalam sekujur tubuhku. Sejujurnya, tak
layak aku mempuisikan ibuku, bagiku, ibu jauh lebih indah
dan sastra dibandingkan puisi. Aku yang lain menjawab, ya
memang ini salah satu ketidakmampuan cara membalas
sepanjang masa ibu padaku. Buku ini, memang bukan
sempurna yang menjadi tuju, tetapi menuangkannya
adalah sebuah kepuasan batin yang tak terkira.

Upaya apresiasi.

237| M I N T U R O B I L A Q D A M
IBU...

Meleleh sudah remuk-redam kala ku bersimpuh manja


kepadamu

Lari terbirit-birit pasukan luka ketika ku merengkuh


tanganmu

Rontok berjatuhan kegelisahan tengah engkau mengelus


ubun-ubunku

Terusap air mata sedihku saat engkau tersenyum cinta


kepadaku

Ibu.. cair batu hatiku tatkala engkau bersujud memunajat


perlindungan Nya untukku

Memutus semua benang putus asa kala engkau meridhoi


jalanku

Menyamudrakan jiwaku sewaktu kau memeluk erat tubuh


pendosaku

238| M I N T U R O B I L A Q D A M
Memurnikan fikiranku yang tergumpal awan gelap kabut

Ibu.. aku ingin menjadi laki tangguh laiknya engkau yang


menyembunyikan nanah dan darah yang menghujam tubuh
surgamu

Agar aku dapat selalu kuat menatap tantangan yang


mengacaukan cintaku kepadamu

Aku ingin menjadi tegar laiknya engkau yang


menyembunyikan sedih dan derita dibalik senyum manismu

Agar aku dapat selalu bergembira atas persembahan-


persembahan tulusmu kepada anakmu

Ibu.. restumu Bersama Nya dan kekasih Nya akan selalu


mengiringi setapak kaki berlumpurku

Ibu.. aku cinta kepadamu tak tertahankan!

239| M I N T U R O B I L A Q D A M
MIN TUROBIL AQDAM

Sore hari di Sura ing Boyo, 26 Desember 2017

240| M I N T U R O B I L A Q D A M
241| M I N T U R O B I L A Q D A M
242| M I N T U R O B I L A Q D A M

Anda mungkin juga menyukai