Anda di halaman 1dari 15

1.

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan etiologi BPH


2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi dan manifestasi klinis
BPH
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan etiologi BKK
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi dan manifestasi klinis
BKK
5. Tata laksana BPH dan BKK
6. Mahasiswa mampu membedakan antara anuria dengan retensi urin
7. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding untuk retensi urin apa saja selain 2
penyakit di atas dari definisi sampai tatalaksana/komplikasi/edukasi.
8. Peta analisis

Jawaban

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan etiologi BPH


Definisi : Benign prostate hyperplasia adalah diagnosis histologikal, dari proliferasi
jaringan ikat, otot polos, dan epitel kelenjar pada zona transisi prostat yang tidak
terkendali. Secara klinis BPH didiagnosis ketika terjadi obstruksi saluran kemih yang
diakibatkan oleh pembesaran prostat (Vuichoud & Loughlin, 2015).
Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau Benign Prostate Enlargement
(BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau
dikenal sebagai Bladder Outlet Obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan
oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai Benign Prostate Obstruction (BPO).
Obstruksi ini lama kelamaan dapa menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun
ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah (Izzati
et al, 2018).
Etiologi : Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (penuaan). Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah: (1) teori
dihidrotestosteron, (2) ketidakseimbangan antara estrogentestosteron, (3) interaksi antara
sel stroma dan sel epitel prostat, (4) berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) teori
stem sel. (Purnomo., 2016).
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi dan manifestasi klinis
BPH
Patofisiologi : Pathway gambar
a. Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosterone atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadar pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal (Purnomo,
2016).
b. Ketidakseimbangan Hormon Estrogen-Testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan terjadi ketidakseimbangan antara hormon
estrogen dan testosteron. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya
proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel
prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian selsel prostat (apoptosis). Hasil akhir
dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar (Purnomo, 2016).
c. Interaksi Stroma-Epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor)
tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma (Purnomo., 2016)
d. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis
oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan
normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat. (Purnomo., 2016).
e. Teori Stem Sel
Untuk menganti sel-sel yang telah mengalami apotosis, selalu dibentuk sel-sel baru.
Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel (Purnomo., 2016).
Gejala :
Gejala yang sering dikeluhkan oleh pasien BPH adalah LUTS yang terdiri atas gejala
obstruksi (voiding symptoms) maupun gejala iritasi (storage symptoms) (Kapoor.,
2012).

Gejala obstruktif Gejala iritatif


 Sulit untuk mulai berkemih (Hesistency)  Bertambahnya frekuensi miksi
 Mengedan untuk mengeluarkan urin (Frequency)
(straining)  keinginan berkemih di malam
 Pancaran miksi yang lemah (Poor stream) hari (Nokturia)
 Miksi terputus (Intermittency)  Miksi sulit ditahan (Urgency)
 Menetes pada akhir miksi (Terminal  Disuria (Nyeri pada waktu
dribbling) miksi)
 Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation
of incomplete bladder emptying) / tidak
lampas
Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena
didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi
cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejala ini meliputi :

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna
pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering
berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala ini meliputi :
Selain itu, perkembangan BPH dapat menyebabkan komplikasi termasuk penyakit ginjal
kronis, hematuria berat, inkontinensia urin, infeksi saluran kemih yang berulang,
divertikula kandung kemih, dan batu kandung kemih (Wells et al., 2015).

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan etiologi BKK


Definisi : Batu kandung kemih merupakan jenis batu yang keberadaanya di saluran
kemih bagian bawah. Seperti yang diketahui bahwa saluran kemih terbagi atas dua yaitu
saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bagian bawah (kandung
kemih dan uretra) (Sahab, 2015).
Etiologi :
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih adalah sebagai berikut:
a. Penyebab definitif :
1) Metabolik
a) Gangguan metabolisme purin
 Hiperoksaluria
 Hiperoksaluria primer
 Hiperoksalauria enterik
b) Hiperkalsiuria
 Hiperparatiroidisme primer
 Hipertiroidisme
 Kelebihan vitamin D
 Keganasan
 Sarkoidosis
 Renal tubular acidosis
c) Diare kronis, dehidrasi
d) Sisteinuria
2) Infeksi : Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme penghasil urease
3) Kelainan Anatomi: (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika
kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik
4) Kelainan Fungsional
b. Idiopatik
Penyebab yang paling berpengaruh terhadap terbentuknya batu kandung kemih
berhubungan dengan terjadinya stasis kemih di kandung kemih itu sendiri. Pada laki-
laki, permasalahan pembesaran prostat sangat erat kaitannya dengan obstruksi kandung
kemih yang bisa berujung pada retensi dan stasis urin yang mampu membuat
terbentuknya batu.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi dan manifestasi klinis
BKK
Patofisiologi : Pathway
Manifestasi klinis :
 nyeri perut bawah, bisa juga dirasakan pada kelamin : Nyeri ini didasari oleh
terjadinya obstruksi batu pada ginjal atau pun saluran kemih.
 nyeri saat BAK atau kesulitan saat berkemih
 frekuensi berkemih yang lebih sering, terutama malam hari
 kesulitan memulai berkemih
 pancaran urine yang berhenti dan muncul kembali saat berkemih
 urine yang keruh atau berwarna gelap
 Hematuria : disebabkan oleh iritasi batu pada mukosa ureter, sehingga pembuluh
darah kecil dan mukosa jadi rusak dan terjadi perdarahan.
5. Tata laksana BPH dan BKK
BKK (Purmono, 2014)
a. Terapi Konservatif Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan
untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
1) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2) α- blocker
3) NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi.

Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan.
Begitu juga dengana danya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya
ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal) tidak ada toleransi
terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat penangkal
nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang kejut untuk
memecahkan batunya. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,
kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan
anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas). Penggunaan ESWL untuk terapi
batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan
serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
c. Endourologi Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih.
1) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di
dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises
melalui insisi pada kulit
2) Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli).
3) ureteroskopi atau uretero-renoskopi
4) ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat
keranjang Dormia).
d. Bedah Terbuka
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk
mengambil batu pada saluran ginjal, danureterolitotomi untuk batu di ureter
e. Pemasangan Stent
Sangat perlu pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi dan pada batu
ureter yang melekat (impacted).
BPH  (Hardjowijoto S, dkk. 2011)
a. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa
Terapi  ini  diindikasikan  pada  BPH  dengan  keluhan  ringan,  sedang,  dan  berat
tanpa disertai penyulit. Obat  yang  digunakan    berasal    dari:   phitoterapi  
(misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoarepens,  dll),  gelombang  alfa  blocker  dan 
golongan   supresor   androgen.
c. Pembedahan
Indikasi  pembedahan  pada  BPH  adalah :
1) Klien  yang  mengalami  retensi  urin  akut  atau  pernah  retensi  urin  akut.
2) Klien  dengan  residual  urin  >  100  ml.
3) Klien  dengan  penyulit.
4) Terapi  medikamentosa  tidak  berhasil.
5) Flowmetri  menunjukkan  pola  obstruktif.
Pembedahan  dapat  dilakukan  dengan :
 TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi
atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
 Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung
kemih.
 Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah
melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
 Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
skrotum dan rektum.
 Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah,
uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.
d) Terapi Invasif Minimal
1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar
prostat melalui antena yang dipasang melalui /pada ujung kateter.
2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD
6. Mahasiswa mampu membedakan antara anuria dengan retensi urin
Anuria adalah suatu keadaan dimana tidak ada produksi urine atau keadaan dimana
produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml.
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensi urin
berhubungan dengan stimluasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau uretra,
inflamasi atau obstruksi mekanis.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada kondisi anuria kandung kemih akan kosong
akibat urin yg tidak diproduksi. Sedangkan pada retensi urin kandung kemih penuh
akibat ketidakmampuannya untuk mengosongkan secara sempurna.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding untuk retensi urin apa saja selain 2
penyakit di atas dari definisi sampai tatalaksana/komplikasi/edukasi.

PROSTATITIS
Prostatitis adalah peradangan pada kelenjar prostat yang bisa terjadi tiba-tiba (akut) atau
berkembang secara bertahap dalam waktu yang lama (kronis) (Ho, D., 2017). Prostatitis biasanya
ditandai dengan nyeri dan kesulitan buang air kecil. Prostatitis bisa menyerang pria di segala
usia, tapi lebih sering terjadi pada pria berusia di bawah 50 tahun. Hal ini berbeda dengan
kanker prostat atau pembesaran prostat yang cenderung menyerang pria lanjut usia.
ETIOLOGI : Klasifikasi berdasarkan National Institutes of Health classification system,
penyebab prostatitis yang dikelompokkan berdasarkan jenisnya:
 Kategori I (Prostatitis Bakteri Akut)
 Kategori II (Prostatitis Bakteri Kronik)
 Kategori III (Prostatitis non bacterial kronis atau sindroma pelviks kronis)
 Kategori IV (Prostatitis inflamasi asimtomatik)

Prostatitis bakteri akut


Prostatitis bakteri akut disebabkan oleh infeksi bakteri pada kelenjar prostat. Jenis bakteri
yang memicu prostatitis sama dengan bakteri penyebab infeksi saluran kemih dan infeksi
menular seksual, yaitu:

 Esherichia coli
 Pseudomonas
 Neisseria gonorrhoeae
 Chlamydia trachomatis

Prostatitis bakteri kronis

Jenis bakteri penyebab prostatitis bakteri kronis sama dengan prostatitis bakteri akut.
Bedanya, prostatitis bakteri akut muncul dan bertambah parah dalam waktu singkat,
sedangkan prostatitis bakteri kronis berkembang dengan lambat dalam waktu beberapa bulan.

Prostatitis bakteri kronis juga dapat dipicu oleh penyakit lain, seperti penyakit ginjal, TBC
(tuberkulosis), HIV, dan sarkoidosis.

Chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome (CP/CPPS)


Belum diketahui apa yang menyebabkan CP/CPPS. Namun, ada dugaan bahwa penyakit ini
berkaitan dengan:

 Stres
 Cedera di saraf dekat prostat
 Trauma fisik di prostat atau area sekitarnya, misalnya akibat benturan
 Riwayat infeksi saluran kemih
 Sindrom kelelahan kronis
 Irritable bowel syndrome

(American Urological Asssociation, 2019).

Asymptomatic inflammatory prostatitis


Sama seperti CP/CPPS, penyebab asymptomatic inflammatory prostatitis juga tidak diketahui
secara pasti.

PATOFISIOLOGI
pathway
Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri
maupun nonbakteri. Inflamasi ini akan menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar prostat
sehingga menekan uretra dan menyebabkan gangguan berkemih. Patofisiologi prostatitis non
bakteri berhubungan dengan terjadinya disfungsi neuromuskular atau refluks urin ke saluran
prostat. Selain itu, prostatitis non bakteri juga dapat disebabkan oleh infeksi HIV. Pada orang
dengan HIV, prostatitis viral umum terjadi dengan penyebab utama adalah cytomegalovirus.
Pada prostatitis bakterial, infeksi dapat berasal dari transmisi seksual, tetapi dapat pula
berasal dari penyebaran hematogen, limfatik, atau dari lokasi yang berdekatan. Sumber
patogen pada prostatitis bakterial dapat berasal dari refluks urin intraprostatik, infeksi
asenden uretral, penyebaran limfatik dari rektum, atau penyebaran langsung dari hematogen.
Refluks urin merupakan penyebab utama terjadinya prostatitis (Krieger JN, et al, 2011)

FAKTOR RISIKO PROSTATITIS


 Menderita infeksi saluran kemih
 Memiliki riwayat prostatitis sebelumnya
 Mengalami cedera pada area selangkangan
 Menggunakan kateter
 Menderita HIV/AIDS
 Pernah menjalani biopsi (pengambilan sampel jaringan) prostat

GEJALA PROSTATITIS
 Demam
 Menggigil
 Aliran urine melemah
 Urine berbusa dan berbau tidak sedap
 Terdapat darah dalam urine atau sperma
 Terus-menerus merasa ingin buang air kecil atau malah sulit buang air kecil
 Sering buang air kecil di malam hari (nokturia)
 Nyeri saat buang air kecil, buang air besar, atau ejakulasi
 Nyeri di perut, pangkal paha, penis, testis, perineum (area antara pangkal testis dan
anus), atau punggung bawah
 Pada penderita asymptomatic inflammatory prostatitis, gejala biasanya tidak muncul

DIAGNOSIS PROSTATITIS
 Tes darah, untuk mendeteksi infeksi di dalam darah, meliputi hitung darah lengkap
dan pemeriksaan kadar prostate-specific antigen (PSA)
 Tes urine, untuk mengetahui jenis bakteri yang terdapat di urine
 Prostatic massage atau pijat prostat dilakukan saat pemeriksaan colok dubur, untuk
memperoleh sampel cairan sekresi dari prostat yang kemudian akan dianalisis
 Pemindaian dengan USG atau CT scan, untuk melihat kondisi prostat dengan lebih
jelas (Coker, T., 2016)

TATALAKSANA
1. Medikamentosa
 Antibiotik, untuk mengatasi prostatitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Antibiotik bisa diberikan dalam bentuk obat minum atau suntik
 Penghambat alfa, untuk meredakan nyeri dan penyumbatan yang terjadi saat buang air
kecil
 Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), untuk mengurangi peradangan
2. Pemasangan kateter
Pada pasien prostatitis yang mengalami pembengkakan kelenjar prostat dan sulit buang air
kecil, dokter akan melakukan pemasangan kateter dari perut bagian bawah (suprapubic).
3. Operasi
Bila terdapat batu pada prostat pasien, dokter akan melakukan pemotongan dan
pengangkatan prostat melalui prosedur transurethral resection of the prostate (TURP)
atau prostatektomi total.
(Jon Rees et al, 2014)
KOMPLIKASI PROSTATITIS
Jika tidak segera ditangani, prostatitis dapat menyebabkan komplikasi berupa:

 Sulit mengeluarkan urine (retensi urine)


 Mengalami disfungsi seksual

 Sepsis
 Masalah saluran kemih seperti sistitis rekuren, epididimitis, retensi urin, obstruksi
saluran kemih
 Abses prostat (pada pasien imunokompromais, diabetes, menggunakan kateter jangka
panjang, atau dialisis)
 Masalah ginjal seperti pielonefritis atau cedera ginjal akut
(Yoon BI, et al. 2013)
EDUKASI

 Rutin menjaga kebersihan area kelamin


 Menghindari duduk terlalu lama dan melakukan perubahan posisi dari duduk ke
berdiri secara berkala
 Rutin berolahraga minimal 3 kali dalam seminggu
 Banyak minum air putih
 Banyak mengonsumsi buah dan sayur untuk menjaga daya tahan tubuh
 Tidak mengonsumsi makanan pedas, minuman berkafein, dan minuman beralkohol
 Menjaga berat badan ideal
 Mengelola stres dengan baik, misalnya dengan meditasi atau relaksasi
 Melakukan hubungan seks yang aman, yaitu dengan menggunakan kondom dan tidak
bergonta-ganti pasangan
Pertu
mbuhan kelenjar prostat sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel
kelenjar prostat, hormon testosteron akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim 5α-reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung
memacu m-RNA di dalam sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang
memacu pertumbuhan dan proliferasi sel kelenjar prostat. Pada usia lanjut beberapa pria
mengalami pembesaran kelenjar prostat jinak. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang
berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar
prostat mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga menimbulkan gangguan miksi
(Purnomo., 2016).

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan


menghambat aliran urine sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urine, kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan. Kontraksi yang terjadi terus menerus menyebabkan perubahan anatomi dari kadung
kemih berupa pembesaran otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan
divertikel kandung kemih (Purnomo., 2016). Perubahan struktur pada kandung kemih
tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus. Tekanan
intravesikal yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian kandung kemih tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter dapat menimbulkan aliran balik
urine dari kandung kemih ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Jika terjadi terus
menerus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat berakibat
menjadi gagal ginjal (Purnomo., 2016).

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk
pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang
membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja
memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel - sel sperma yang dibuat di dalam testis
akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 - 30 % dari
ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah
keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik
jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih
berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini
manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat
membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica
dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai
kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi
lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan
perubahan anatomi dari buli-buli berupa: Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien
sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Symptom/LUTS (Basuki, 2000: 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil
dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini
disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi
menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi
dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli
saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan
jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai
timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak
berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut
sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut
menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia
urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli
tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi.
Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urinedan
menjadi retensi urine.Retensi urine kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal
American Urological Asssociation 2019. What Are Prostatitis and Related Chronic Pelvic
Pain Conditions?

Basier, J. 2012. Bladder Stone Workup. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/2120102-workup [diakses pada 4 Oktober 2013]

Coker, T., & Dierfeldt, D. 2016. Acute Bacterial Prostatitis: Diagnosis and Management.

Hardjowijoto S, dkk. 2011. Panduan Penatalaksanaan (guidelines) Benign Prostatic


Hiperplasia (BPH) di Indonesia. Surabaya : Ikatan Ahli Urologi Indonesia, h:152

Ho, D. 2017. Prostate Inflammation: A Brief Review. Urological Science, 28(3), pp. 113-8.

Jon Rees et al. 2014. Diagnosis and treatment of chronic bacterial prostatitis and chronic
prostatitis/chronic pelvic pain syndrome: a consensus guideline. P9-12.

Kapoor, A. 2012. Benign prostatic hyperplasia (BPH) management in the primary care
setting. Can J Urol, 19, p.10-17.

Krieger JN, et al. 2011. Acute Escherichia coli prostatitis in previously health young men:
bacterial virulence factors, antimicrobial resistance, and clinical outcomes. Urology, 77:1420.

Purmono B. 2014. Dasar-dasar Urologi. 3rd Ed. Sagung Seto

PURNOMO, B., et al.,. 2016. The effect of long term alfa adrenoceptor antagonist treatment
on prostatic muscle contraction respon after exposure to alfa adrenoceptor agonist (in vitro)
in men with BPH: T-BPHP-6267. International Journal of Urology, 23.

Sahab, N., & Ikhsan, M. 2015. Evaluasi Batu Kandung Kemih di RSUD Cengkareng.

Vuichoud C, Loughlin KR. 2015. Benign prostatic hyperplasia: epidemiology, economics and
evaluation. The Canadia

Yoon BI, et al. 2013. Clinical courses following acute bacterial prostatitis. Prostate Int ; 1:89.

Anda mungkin juga menyukai