Anda di halaman 1dari 14

ESSAY

ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PENERAPAN PANCASILA DALAM PENGEMBANGAN ILMU


PENGETAHUAN

DISUSUN OLEH:

RIFKI AULAN NISA(P07120218050)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
A. Pendahuluan Konsep Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara tentunya menjadi sebuah pedoman dalam
hidup berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya Pancasila mengandung nilai-
nilai yang diambil dari segi kehidupan bangsa Indonesia. Setiap nilai
merupakan acuan untuk taraf hidup yang lebih baik.
Namun dalam pelaksanaannya, nilai-nilai Pancasila yang harusnya
mendarah daging seringkali terlupakan oleh para pemegang kekuasaan,
ssehingga mereka yang seharusnya menjadi rule mode tidak dapat dicontoh
dengan baik.
Secara sederhana sistem adalah sebuah rangkaian yang berkaitan antara
suatu hal dengan hal lain. Dalam hal ini, sistem nilai merupakan beberapa
nilai yang menjadi satu untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem Nilai adalah
sebuah gagasan atau konsep mengenai pandangan hidup dalam pikiran
manusia. Pancasila sebagai nilai kehidupan bangsa mengandung serangkaian
nilai yaitu; ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan
keadilan. Dimana nila-nilai ini merupakan sebuah kesatuan yang utuh yang
tak dapat dipisahkan dalam kehidupan bangsa. Nilai-nilai luhur yang
terkandung di dalamnya merupakan cermin nilai-nilai luhur yang hidup di
masyarakat. Dalam menghadapi tantangan apapun, hakekat nilai-nilai luhur
tersebut tidak bisa berubah, yang berubah adalah nilai-nilai instrumental yang
disesuaikan dengan perkembangan lingkungan (Pattipawae, 2011).

Tata Nilai Spiritual

Spiritual erat kaitannya dengan perkembangan perilaku.


Pembentukan perilaku terjadi melalui proses interaksi manusia dengan
lingkungan di sekitarnya. Lingkungan berperan dalam pembentukan
perilaku manusia. (Istiana, Islamiah, & Sutjihati, 2018).
Tata nilai spiritual tergambar dari sila pertama Pancasila,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Mengandung makna bahwa Pancasila
mengandung nilai-nilai ketakwaan dan keimanan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Nilai ini diimplemetasikan sebagai segala bentuk
kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi oleh masing-masing
pemeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai ini menjadi landasan seluruh nilai dari falsafah negara. Oleh
karena itu, dituliskan sebagai sila pertama. Termasuk di dalam nilai ini
adalah bahwa perjuangan rakyat Indonesia sampai saat ini sejak
perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia dan mempertahankan
Indonesia, adalah berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Nilai spiritual
dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai lokalitas bagi Bangsa
Indonesia yang harus selalu dipegang erat.
Tata Nilai Kultural
Tata nilai kultural atau dimensi kultural mempunyai makna
bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup
bernegara, dan dasar negara yang terbentuk dari kebudayaan dan nilai-
nilai luhurnya. Nilai-nilai tersebut dapat kita lihat dalam implementasi
kearifan lokal. Kearifan lokal adalah salah satu bentuk warisan budaya
yang ada di masyarakat dan dilaksanakan secara turun-menurun oleh
masyarakat dalam wilayah budaya tersebut (Hasselbalch, 1993).
Salah satu kearifan lokal yang dipegang bangsa Indonesia adalah
gotong royong, melalui pemberdayaan kelembagaan gotong royong
pada masyarakat adat, akan membentuk kekuatan sinergis dalam
masyarakat adat dan bangsa Indonesia (Pranaji, 2009). Nilai kultural ini
telah mengakar kuat sejak zaman nenek moyang Indonesia. Terbukti
bahwa kata Pancasila sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta yang
menjadi bahasa nenek moyang Indonesia. Dalam nilai kultural Pancasila
tercantum bahwa Bangsa Indonesia sejak dahulu merupakan Bangsa
yang beradab, saling tolong menolong, selalu bergotong royong dalam
segala bidang, dan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Tata Nilai Instisusional
Tata nilai atau dimensi institusional mengandung makna bahwa
Pancasila menjadi landasan utama untuk mencapai cita-cita, ide atau
gagasan, dan tujuan bernegara. Dengan semangat Pancasila diharapkan
semua tujuan pembangunan nasional dan tujuan bernegara dapat
tercapai. Cita-cita dan tujuan negara, yang juga tercantum dalam alinea
4 Pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia.
Tujuan dan cita-cita tersebut secara institusinal dapat tercapai
dengan persatuan dan kesatuan Indonesia, ditambah dengan nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab. Di mana kerja keras dan semangat
membangun menjadi ciri khasnya. Nilai institusional juga berarti bahwa
setiap tujuan berlandaskan Pancasila harus dicapai dengan semangat
juang yang keras yaitu bermula dari motivasi kerja. Motivasi kerja
merupakan dorongan untuk berkerja dari dalam dan luar diri seserang
(Hidayati, 2010). Setiap orang yang berkerja keras dengan motivasi
tinggi mudah dalam mencapai sesuatu. Begitupun dalam sebuah bangsa,
dengan semangat kerja dan rasa persatuan tinggi dakam nilai pancasila
maka tujuan negara dapat direalisasikan.
B. Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat


mengacu pada beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikembangkan di Indonesia haruslah
tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Kedua, bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus
menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek
itu sendiri.
Ketiga, bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif
bagi pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek
agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia.
Keempat, bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya
dan ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah
indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu).
(Dikti, 2016) Keempat pengertian Pancasila sebagai dasar
pengembangan ilmu sebagaimana dikemukakan di atas mengandung
konsekuensi yang berbeda-beda. Pengertian pertama bahwa iptek tidak
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
mengandung asumsi bahwa iptek itu sendiri berkembang secara otonom,
kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-nilai
Pancasila.
C. Pentingnya Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Pentingnya Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat


ditelusuri ke dalam hal-hal sebagai berikut;
Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa
Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan
dalam cara pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan
renungan dan refleksi yang mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus
ke dalam penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa.
Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap
lingkungan hidup berada dalam titik nadi yang membahayakan eksistensi
hidup manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan
tuntunan moral bagi para ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia.
Ketiga, perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat
dengan politik global ikut mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan
Transformasi Sosial menuju Masyarakat Informasi yang Beretika dan
Demokratis 137 bangsa Indonesia, seperti spiritualitas, gotong royong,
solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh karena itu, diperlukan
orientasi yang jelas untuk menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai
global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
D. Pancasila sebagai sumber nilai

kerangka berpikir serta asas moralitas bagi pembangunan ilmu


pengetahuan dan teknologi Pembangunan nasional adalah upaya bangsa untuk
mencapai tujuan nasionalnya sebagaimana yang dinyatakan dalam Pembukaan
UUD 1945. Pada hakikatnya Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional mengandung arti bahwa segala aspek pembangunan harus
mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui pembangunan
nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dikembalikan
pada dasar-dasar hakikat manusia. Oleh karena itu pembangunan nasional
harus meliputi aspek jiwa yang mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek
raga, aspek individu, aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan juga aspek
kehidupan ketuhanannya.
Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan
harkat dan martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai bagi
pengembangan iptek demi kesejahteraan hidup manusia.
Pengembangan iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan
pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena
itu pada hakikatnya sila-sila Pancasila harus merupakan sumber nilai,
kerangka pikir serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.
E. Substansi Nilai-nilai Pancasila dalam Pengembangan IPTEK
Pancasila telah dijadikan dasar nilai bagi pengembangan IPTEK demi
kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia. Pengembangan IPTEK sebagai
hasil budaya masyarakat Indonesia harus didasarkan pada nilai moral
ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pada dasarnya sila-sila pada Pancasila merupakan sumber nilai,
kerangka pikir, dan dasar moralitas bagi pengembangan IPTEK. Sehingga,
silasila dalam Pancasila menunjukkan sistem etika dalam pengembangan
IPTEK. Berikut adalah penjabaran silasila Pancasila yang dijadikan sebagai
pedoman dalam pengembangan IPTEK yang dikemukakan oleh Kaelan
(2000).
Pertama, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasikan ilmu
pengetahuan, mencipta, perimbangan antara rasional dengan irrasional, antara
akal, rasa, dan kehendak. Berdasarkan sila pertama ini, IPTEK tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga
dipertimbangkan tujuannya dan akibatnya, apakah merugikan manusia dengan
sekitarnya atau tidak. Pengolahan diimbangi dengan pelestarian. Sila pertama
menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya melainkan
sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
Kedua, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-
dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK haruslah
secara beradab. IPTEK adalah bagian dari proses budaya manusia yang
beradab dan bermoral. Oleh karena itu, pembangunan IPTEK harus
didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia IPTEK
harus dapat diabdikan untuk peningkatan harkat dan martabat manusia, bukan
menjadikan manusia sebagai makhluk yang angkuh dan sombong akibat dari
penggunaan IPTEK.
Ketiga, Sila Persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada
bangsa Indonesia bahwa rasa nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari
sumbangan IPTEK, dengan IPTEK persatuan dan kesatuan bangsa dapat
terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan antar daerah di
berbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan IPTEK. Oleh
karena itu, IPTEK harus dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa
persatuan dan kesatuan bangsa dan selanjutnya dapat dikembangkan dalam
hubungan masyarakat Indonesia dengan masyarakat internasional.
Keempat, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, mendasari pengembangan IPTEK secara
demokratis. Hal ini berarti bahwa setiap ilmuwan haruslah memiliki
kebebasan untuk mengembangkan IPTEK. Selain itu, dalam pengembangan
IPTEK setiap ilmuwan juga harus menghormati dan menghargai kebebasan
orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk
dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
Kelima, Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemajuan
IPTEK harus dapat menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan
dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain,
manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam
lingkungannya.
Menurut Notonagoro dalam buku (Sunoto, 1991:50) berpendapat
bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang menjadi pandangan hidup dan
menjadi alat pemersatu bangsa. Nilai yang tertera pada lima sila tersebut,
merupakan ideologi yang digunakan sebagai pedoman kehidupan berbangsa
dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Globalisasi membawa perubahan-perubahan dalam tatanan dunia
internasional yang pengaruhnya langsung terhadap perubahan-perubahan di
berbagai Negara. Kemampuan menghadapi tantangan yang amat dasar dan
akan melanda kehidupan nasional, sosial, dan politik, bahkan mental dan
bangsa maka benteng yang terakhir ialah keyakinan nasional atas dasar
Negara Pancasila.
F. Peran Pancasila dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan di Indonesia
Pengembangan ilmu pengetahuan yang berlandaskan Pancasila
merupakan bagian penting bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan
bernegara di masa mendatang (Pranarka, 1985:391). Sejak dulu, ilmu
pengetahuan mempunyai posisi penting dalam aktivitas berpikir manusia.
Istilah ilmu pengetahuan terdiri dari dua gabungan kata berbeda makna, ilmu
dan pengetahuan. Segala sesuatu yang kita ketahui merupakan definisi
pengetahuan, sedangkan ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara sistematis menurut metode tertentu.
Sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa
di sekitarnya, berbanding lurus dengan perkembangan pesat ilmu
pengetahuan. Namun dalam perkembangannya, timbul gejala dehumanisasi
atau penurunan derajat manusia. Hal tersebut disebabkan karena produk yang
dihasilkan oleh manusia, baik itu suatu teori mau pun materi menjadi lebih
bernilai ketimbang penggagasnya. Itulah sebabnya, peran Pancasila harus
diperkuat agar bangsa Indonesia tidak terjerumus pada pengembangan ilmu
pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
mengakibatkan peradaban manusia mengalami perubahan yang sangat
signifikan. Berbagai dibelahan dunia seakan berada dalam radius yang sangat
dekat, jarak tidak lagi menjadi penghalang dalam berkomuinkasi. Berbagai
teknologi canggih yang bertujuan untuk mempermudah segala macam urusan
manusia telah ditemukan dan dikembangkan untuk dipakai oleh masyarakat
luas. Perkembangan teknologi digital telah mendisrupsi berbagai aktivitas
manusia, tidak hanya sebagai mesin penggerak ekonomi namun juga termasuk
bidang IPTEK dan pendidikan tinggi (Maemunah, 2018).
Pengembangan IPTEK tidak dapat terlepas dari situasi yang
melingkupinya, hal ini berarti bahwa IPTEK selalu berkembang dalam suatu
ruang budaya. Pada gilirannya, perkembangan IPTEK akan bersentuhan
dengan nilai-nilai ideologi bangsa, yang didalamnya termasuk nilai agama dan
budaya. Sehingga, IPTEK perlu mempertimbangkan nilai-nilai ideologi
bangsa dalam pengembangannya agar tidak merugikan umat manusia.
Ilmu pengetahuan, teknologi, nilai budaya, dan agama memiliki
keterkaitan erat yang saling memberikan rambu-rambu dalam
pengembangannya. Hubungan keempat hal tersebut dapat ditandai dengan dua
kemungkinan, yaitu pertama, pengembangan iptek harus senantiasa
didasarkan atas sikap human-religius, hal ini dikarenakan keberadaan IPTEK
selalu berdampingan dengan kebudayaan dan agama. Kedua, IPTEK
menempatkan nilai agama dan budaya sebagai mitra dalam berdiskusi. Dalam
hal ini, pengembangan IPTEK memerlukan faktor eksternal, yaitu budaya,
ideologi, dan agama untuk saling bertukar pikiran.
Pancasila adalah ideologi bangsa yang harus menjadi spirit bagi setiap
nadi kehidupan dari masyarakat dan kegiatan yang konstitusional karena
Pancasila dipandang sebagai media akulturasi dari bermacam-macam
pemikiran mengenai agama, pendidikan, budaya, politik, sosial, dan bahkan
ekonomi (Amir, 2013). Sehingga, Pancasila sebagai ideologi negara
merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya dan agama dari bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengakomodir seluruh aktivitas
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demikian pula halnya
dalam aktivitas ilmiah.
Perumusan Pancasila sebagai paradigma ilmu bagi aktivitas ilmiah di
Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat pasti. Hal ini dikarenakan
pengembangan IPTEK yang terlepas dari nilai ideologi bangsa, justru dapat
mengakibatkan hal-hal negatif. Bangsa Indonesia memiliki akar budaya dan
religi yang kuat dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan masyarakat
sehingga apabila pengembangan ilmu tidak berakar pada ideologi bangsa,
sama halnya dengan membiarkan ilmu berkembang tanpa arah dan orientasi
yang jelas. Oleh karena itu, ideologi Pancasila berperan sebagai pedoman
dalam kehidupan ilmiah bangsa Indonesia. Para Ilmuwan harus
mengembangkan keilmuannya tanpa mengabaikan nilai ideologis yang
bersumber dari masyarakat Indonesia sendiri.
G. Memunculkan Pancasila Sebagai dasar Pengembangan IPTEK dalam
Revolusi Industri 4.0
Pengembangan, penggunaan, dan pemanfaatan teknologi dalam
kehidupan sekarang ini sudah menjadi keharusan. Akan “tertinggal” ketika
individu tidak bisa menggunakan dan memanfaatkan teknologi di era ini.
Namun demikian, hal yang patut diwaspadai dalam pengembangan dan
penggunaan teknologi adalah pengembangan dan penggunaannya yang tidak
bertanggungjawab, sehingga akan berdampak pada hal-hal negatif. Oleh
karena itu, Setiap ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di
Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila.
Pancasila merupakan pegangan dan pedoman dalam usaha ilmu
pengetahuan untuk dipergunakan sebagai asas dan pendirian hidup, sebagai
suatu pangkal sudut pandangan dari subjek ilmu pengetahuan dan juga
menjadi objek ilmu pengetahuan atau hal yang diselidiki (Koesnadi, 1987
dalam Dikti, 2016).
Istilah asas dan pendirian hidup dalam kutipan tersebut mengacu pada
pedoman yang menjadi rambu normatif dalam tindakan dan pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan pengembangan IPTEK. Sastrapratedja
(dalam Dikti, 2016) dalam artikelnya menegaskan ada dua peran Pancasila
dalam pengembangan IPTEK, yaitu pertama, Pancasila merupakan landasan
dari kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan. Kedua, Pancasila sebagai
landasan dari etika IPTEK. Hal pertama yang terkait dengan kedudukan
Pancasila sebagai landasan kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan
mencakup lima hal, yaitu sebagai berikut:
1. Pengembangan ilmu pengetahuan harus menghormati keyakinan religius
masyarakat karena dapat saja penemuan ilmu yang tidak sejalan dengan
keyakinan religious, tetapi tidak harus dipertentangkan karena keduanya
mempunyai logika sendiri. Ilmu pengetahuan ditujukan bagi
pengembangan kemanusiaan dan dituntun oleh nilai-nilai etis yang
berdasarkan kemanusiaan.
2. Iptek merupakan unsur yang “menghomogenisasikan” budaya sehingga
merupakan unsur yang mempersatukan dan memungkinkan komunikasi
antar masyarakat. Membangun penguasaan IPTEK melalui sistem
pendidikan merupakan sarana memperkokoh kesatuan dan membangun
identitas nasional.
3. Prinsip demokrasi akan menuntut bahwa penguasaan IPTEK harus merata
ke semua masyarakat karena pendidikan merupakan tuntutan seluruh
masyarakat .
4. Kesenjangan dalam penguasaan iptek harus dipersempit terus menerus
sehingga semakin merata, sebagai konsekuensi prinsip keadilan sosial.
Hal kedua yang meletakkan Pancasila sebagai landasan etika
pengembangan IPTEK dapat dirinci sebagai berikut:
a. Pengembangan IPTEK terlebih yang menyangkut manusia
haruslah selalu menghormati martabat manusia, misalnya dalam
rekayasa genetik;
b. IPTEK haruslah meningkatkan kualitas hidup manusia, baik
sekarang maupun di masa depan;
c. Pengembangan IPTEK hendaknya membantu pemekaran
komunitas manusia, baik lokal, nasional maupun global.
d. IPTEK harus terbuka untuk masyarakat; lebihlebih yang memiliki
dampak langsung kepada kondisi hidup masyarakat;
e. IPTEK hendaknya membantu penciptaan masyarakat yang
semakin lebih adil.
H. Analisa praktik penerapan Pancasila dalam berbagai macam pengembangan
ilmu berdasarkan konsep Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Dalam praktiknya, pengembangan ilmu pengetahauan dan teknologi
hendaknya tetap menerapkan nilai nilai Pancasila sebagai dasar
pengembangan ilmu, artinya dalam setiap pengembanagan ilmu hendaknya
kita berprinsip terhadap Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
1. Pertama, bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Akan tetapi
akhir – akhir ini dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi nyatanya banyak yang bertentangan dengan nilai
nilai yang terkandung dalam nilai Pancasila. Seperti halnya pada
nilai Pancasila pada sila pertama.
a. Sila pertama mengimplementasikan ilmu pengetahuan,
mencipta, perimbangan antara rasional dengan irrasional,
antara akal, rasa, dan kehendak. Berdasarkan sila pertama
ini, IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan,
dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan
tujuannya dan akibatnya, apakah merugikan manusia
dengan sekitarnya atau tidak. Pengolahan diimbangi
dengan pelestarian. Sila pertama menempatkan manusia di
alam semesta bukan sebagai pusatnya melainkan sebagai
bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
Akan tetappi pada kenyataan nya justru
menempatkan manusia sebagai pusatnya, bukan sebagai
bagian dari alam yang diolahnya. Tak jarang pula dalam
pengembanganya IPTEK justru tidak mempertimbangkan
tujuan serta akibat yang akan timbul, merugikan serta
menyengsarakan manusia nya.
b. Sila ke dua , Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,
memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam
mengembangkan IPTEK haruslah secara beradab. IPTEK
adalah bagian dari proses budaya manusia yang beradab
dan bermoral. Oleh karena itu, pembangunan IPTEK harus
didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat
manusia IPTEK harus dapat diabdikan untuk peningkatan
harkat dan martabat manusia, bukan menjadikan manusia
sebagai makhluk yang angkuh dan sombong akibat dari
penggunaan IPTEK.
Namun pada praktiknya, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini tidak sesaui dengan apa
yang sudah di rumuskan dalam buku, dimana dalam
pengembangan iptek harus bermoral dan beradap. Banyak
manusia manusia yang menghalalkan segala cara demi
mendapatkan apa yang mereka inginkan tanpa menjunjung
harkat martabat manusia, IPTEK justru digunakan untuk
saling menjatuhkan , mengejek , dan menguasai yang
akhirnya membuat manusia itu justru menjadi manusia
yang tidak memiliki hati, angkuh dan sombong .
c. Sila ke tiga, Sila Persatuan Indonesia, memberikan
kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa
nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari sumbangan
IPTEK, dengan IPTEK persatuan dan kesatuan bangsa
dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan
persahabatan antar daerah di berbagai daerah terjalin
karena tidak lepas dari faktor kemajuan IPTEK. Oleh
karena itu, IPTEK harus dapat dikembangkan untuk
memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan
selanjutnya dapat dikembangkan dalam hubungan
masyarakat Indonesia dengan masyarakat internasional.
Lagi lagi pada praktiknya, penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini tidak selaras dengan nilai
nilai Pancasila seperti yang sudah di rumuskan, nilai nilai
Pancasila tersebut hanyalah sebagai bahan kajian yang
tidak di perhatikan, hanyalah sebagai teori yang tidak di
implementasikan, seharus nya dengan adanya IPTEK
persatuan dan kesatuan bangsa bisa terwujud, akan tetapi
pada realitasnya justru sebaliknya, banyak terjadi perang
antar suku, rasa tau agama, banyak ujaran ujuran kebencian
yang akan menimbulkan perpecahan antar suku rasa tau
pemeluk agama, saling toleransi an menghargai hanyalah
sebuah teori saja. Dengan iptek mereka bebas saling
memberikan ujaran kebencian, menyebarkan hoax hoax
yang akhirnya akan menggiring opini masyarakat. Tentu
hal tersebut tidak selaras dengan nilai Pancasila kita,
dimana kita harus saling Bersatu , menghargai, bertoleransi
dan hidup berdampingan dengan tentram.
d. Sila ke empat Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis. Hal
ini berarti bahwa setiap ilmuwan haruslah memiliki
kebebasan untuk mengembangkan IPTEK. Selain itu,
dalam pengembangan IPTEK setiap ilmuwan juga harus
menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan
harus memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk
dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan
penemuan teori lainnya.

e. Sila ke lima, Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat


Indonesia. Kemajuan IPTEK harus dapat menjaga
keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan,
yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan
dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia
dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa
dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.
Pada kenyataanya ilmu pengetahuan justru
menimbulkan ketidakseimbangan antar manusia, manusia
dengan manusia, manusia dengan tuhanya, atau manusia
dengan manusia lain, saling serakah , saling ingin menang
tanpa memikirkan sesamanya, tak jarang pula hingga
muncul adanya konflik antar sesama, Merusak lingkungan
tanpa memikirkan untuk memperbaiki, yang pada akhirnya
akan merugikan manusia itu sendir, muncul bencana alam
dan sebagainya.
2. Kedua, bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus
menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal
pengembangan iptek itu sendiri.
3. Ketiga, bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu
normatif bagi pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu
mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara
bertindak bangsa Indonesia.
4. Keempat, bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari
budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih
dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu)

Daftar pustaka
http://www.balairungpress.com/2012/03/peran-pancasila-dalam-
pengembangan-ilmu-pengetahuan-di-indonesia/ diunduh pada tanggal 22 Maret 2020,
pukul 19.00 WIB
Jurnal Transformasi Sosial menuju Masyarakat Informasi yang Beretika dan
Demokratis, “PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU DAN TEKNOLOGI DI
INDONESIA” Surajiyo
https://siedoo.com/berita-6362-implementasi-nilai-nilai-pancasila-dalam-
penyelenggaraan-pendidikan-di-era-globalisasi/ diunduh pada tanggal 22 Maret 2020 pada
pukul 19.30
Jurnal URGENSI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN
IPTEK UNTUK MERESPON REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Hermi Yanzi, Muhammad Mona Adha,
Obby Taufik Hidayat, Devi Sutrisno Putri Program Studi PPKn Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai