Disusun Oleh :
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Agama
Islam yang berjudul “Kesalehan Sosial di Era Modernisasi ” yang dapat selesai pada
waktunya. Makalah ini diperlukan untuk memenuhi tugas “Pendidikan Agama Islam” serta
diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi bagi kami maupun bagi
para pembaca.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr.Hj. Siti Munawati, S.Pd.I,
M.Pd.I.selaku dosen Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing kami dalam proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, kepada keluarga kami yang selalu mendukung kami,
serta kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, Oleh
karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun.Semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan dapat digunakan dengan sebaik mungkin sehingga akan memberikan hasil yang
memuaskan dan sesuai keinginan pembaca.
Penulis
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................II
BAB I.............................................................................................................................4
Pendahuluam................................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................5
C. Tujuan Masalah...............................................................................................5
BAB II............................................................................................................................5
BAB II..........................................................................................................................14
BAB III.........................................................................................................................21
PENUTUP...................................................................................................................21
KESIMPULAN.........................................................................................................21
SARAN....................................................................................................................21
3
BAB I
Pendahuluam
A. Latar Belakang
Modernisasi disadari maupun tidak telah masuk dan menanam kuat disegala penjuru
dunia. Modernisasi ditandai dengan adanya penghargaan yang tinggi terhadap kemampuan
rasio yang kemudian melahirkan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan
tersebut diaplikasikan dalam industrialisasi, dengan menggunakan tenaga mesin secara besar-
besaran. Proses modernisasi mengandung unsur perjuangan untuk mencapai taraf hidup yang
tinggi (Madjid, 1992: 458).
Keberhasilan dunia modern menunjukkan suatu perubahan yang fantastis dalam
berbagai bidang. Pertama, dalam bidang politik, ditandai dengan munculnya negara-negara
yang baru merdeka, lahirnya lembaga-lembaga politik dan semakin diakuinya hak-hak asasi
manusia. Kedua, bidang ekonomi, ditandai dengan semakin besarnya kebutuhan manusia
akan barang dan jasa sehingga munculah berbagai industri pabrik yang dibangun sehingga
manusia semakin mudah untuk memperoleh barang dan jasa. Ketiga, bidang budaya ditandai
dengan semakin memudarnya budaya asli akibat masuknya budaya barat di jaman era
modernisasi.
Selain itu, pemahaman keagamaan yang didasarkan wahyu ditinggalkan karena
dianggap tidak memberikan peran apapun. Masyarakat demikian telah kehilangan visi
keilahian yang tumpul dalam berfikir dalam kehidupan yang serba teknologi ini, manusia
mengalami alienasi.Indikator yang dapat dilihat antara lain kecenderungan hidup tanpa arah,
moral semakin tersingkirkan serta pemujaan benda yang berlebihan (Hasan, 2003: 86), Dan
penglihatannya terhadap realitas hidup dan kehidupan, sehingga kehidupannya jauh dari nilai-
nilai agama.
Faktor utama penyebabnya adalah kehampaan spiritual dan tidak mengamalkannya
ajaran agama secara benar, yang menjadikan manusia menderita karena tidak memiliki tujuan
dan tumpuan hidup. Pengabaian akan hubungan vertikal dengan Tuhan berdampak pada
kondisi kesehatan seseorang, baik secara psikis maupun fisik.
Idealnya manusia modern dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu
meningkatkan kualitas hidupnya baik urusan dunia maupun akhirat, sehingga mereka mampu
menyeimbangkan keduanya. Selain berpikir logis, manusia modern mestinya lebih bijak dan
arif dalam menjalani kehidupannya.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kesalehan dalam era modernisasi dan sosial?
2. Bagaimana pengaruf positif dan negative dalam era modernisasi?
3. Apa akibat pengaruh modernisasi dalam kehidupan?
C. Tujuan Masalah
1. Agar penulis dan pembaca dapat memahami dan mengetahui apa itu
pengertian kesalehan di era modernisasi?
2. Agar penulis dan pembaca dapat memahami dan mengetahui bagaimana
pengaruh positif dan negative kehidupan manusia di era modernisasi?
3. Agar penulis dan pembaca dapat memahami dan mengetahui apa akibat
modernisasi dalam kehidupan
BAB II
KESALEHAN DALAM MODERNISASI DAN SOSIAL
A. Pengertian dan Ciri-Ciri Kesalehan
Secara bahasa kita bisa memaknai kesalehan adalah kebaikan atau
keharmonisan dalam hidup bersama, berkelompok baik dalam lingkup kecil antar
keluarga, RT, RW, dukuh, desa kota, Negara sampai yang paling luas dunia.Allah SWT
berfirman, “ jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi “ (Al Qur’an). Pesan utama ayat
ini, disatu sisi, dapat dilihat dari sebagai janji Allah yang menyatakan bahwa jiwa sesuatu
masyarakat beriman dan bertaqwa, maka mereka akan memperoleh keberuntungan. Disisi
lain, pesan utama ayat ini juga mengilustrasikan hubungan kausalitas antara iman – takwa
dengan kesejahteraan hidup para pemeluknya. Pertanyaanya, bagaimana iman- takwa ini
dapat menjadi pemandu serta nilai-nilai yang mendorong manusia untuk mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan hidup seluruh alam ? takwa, dalam ini, dapat dipahami
sebagai keadaan kualitas jiwa seseorang yang membimbing dan memandu hidupnya
dalam mewujudkan kondisi sosial yang makmur dan sejahtera bagi seluruh alam semesta.
Kesejahteraan kolektif ini akan terwujud dengan sendirinya jika setiap individu telah
melaksanakan ketentuan-ketentuan iman – takwa secara utuh dan benar, yang mana
5
manifestasi iman dan takwa itu harus diwujudkan dengan perilaku yang baik dalam
hubunganya dengan sang pencipta atau dalam hubungannya dengan sesama manusia dan
lingkungan yang kemudian kita kenal dengan perilaku ibadah. Bahkan, keberkahan yang
datang dari langit dan bumi itu hanya akan lahir dari keimanan dan ketakwaan.
Dikotomi kesalehan invidual (hablun minallah) dan kesalehan sosial (Hablun
minannas) masih terjadi hingga saat ini. Banyak umat Islam yang secara indivual saleh,
namun tidak secara sosial. Banyak orang yang rajin sholat, namun tidak peka dengan
kerusakan alam. Banyak orang yang sering pergi haji dan umroh, namun tidak peka
dengan kemiskinan yang melanda orang lain. Banyak orang yang suka berpuasa, namun
sangat pelit dalam bersedekah harta kepada orang lain. Hal ini tentu saja membuat sikap
saleh itu kurang sempurna. Karena kesalehan individual dan sosial ibarat dua sisi mata
uang yang tidak bisa dipisahkan.1
Dalam al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad saw., banyak sekali disinggung
tentang keharusan seorang muslim untuk bersikap saleh. Saleh yang diteladankan al-
Qur’an dan Hadist tidak hanya terbatas pada saleh secara individual (antara manusia dan
Allah swt), namun juga saleh secara sosial (antara manusia dengan lingkungan).
sebagaimana terdapat dalam surat al-Mu’minun ayat 1-11 yang artinya: “Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman; (yaitu) orang-orang yang khusyu´ dalam
sembahyangnya; dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna; dan orang-orang yang menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya; kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka
miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela; Barangsiapa mencari
yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas; Dan orang-
orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya; dan orang-orang
yang memelihara sembahyangnya; Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi;
(yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya”. Dalam ayat
tersebut dijelaskan bahwa orang yang beriman (saleh) adalah orang yang tidak hanya
memperhatikan ibadah mahdlah-nya saja, tapi juga memperhatikan kepentingan sosialnya.
2
1. Dimensi-dimensi ketakwaan
Untuk melihat dimensi-dimensi ketakwaan seseorang khususnya dalam kaitanya dengan
1
Dr. Muhammad Iqbal, Menggapai kesalehan social. (Bandung : Citapusaka Media Perintis, 2008), h.171.
2
https://www.researchgate.net/publication/311632411_MEMBENTUK_KESALEHAN_INDIVIDUAL_DAN_S
OSIAL_MELALUI_KONSELING_MULTIKULTURAL diakses pada hari Jumat tanggal 27 September 2019
pukul 20.16
6
ukuran-ukuran kesalehan individu dan sosial, lima ciri penting manusia yang shaleh secara
sosial.3
7
yang positif sebagai berikut 4:
Adventurous, yakni sifat berani karena benar. Sifat ini muncul dari dalam diri,
seseorang karena rasa percaya diri, dan terlatihmenghadapi perjuangan membela
kebenaran. Orang yang bersangkutan umumnya memiliki komitmen yang kuat
ingin menegakkan kebenaran: watak demi kebenaran inilah yang membuatnya
tampil dan berani, sehingga maju sebagai pemberani.
Energetic, yakni bersemangt tinggi. Individu yang memiliki sifat ini biasanya
cenderung berapi-api dan lazimnya senang tampil sebagai
penggerak,menggerakkan orang lain. Sifat bersemangat sangat diperlukan untuk
perjuanganmencapai keberhasilan di segala bidang dan lini kehidupan.
Conscientious, yakni sifat jiwa yang mendorong untuk jujur dalam bertindak
sesuai dengan kata hati, alias mengikuti kta hati. Lazimnya individu
yangmempunyai sifat seperti ini tidak berbelit-belit, tetapi mudah apa adanya.
Tutur kata dan tindakan-tindakannya stabil dan jujur sesuai dengan tuntutan
batinnya sehingga mudah dipercaya, karena kebohongan jauh dari dirinya.
Responsible, yakni bertanggungjawab atas segala kepercayaan yang diberikan
kepada dirinya. Ini sebagai konskuensi dari ketiga sifat tersebut. Individu yang
mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi umumnya sukses dalam menjalankan
tugasnya dan pekerjaan yang berada di tangannya tidak terbengkalai.Suatu
pekerjaan terbengkalai justru karena berada di tangan orang yang rendah rasa
tanggung jawabnya. Terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan ketidakberesan
dalam tugas juga dikarenakan tanggung jawab yang rendah, disamping
kemampuan yang tidak memadai. Oleh karena itu, jika seseorang harus memilih
dan menetapkan orang lain untuk menduduki jabatan tertentu semestinya dipilih
orang yang tidak hanya memiliki kemampuan yang baik, tetapi juga memiliki rasa
tanggung jawab yang tinggi.
Sociable, yakni supel dan pandaibergaul. Orang yang bersifat demikian biasanya
memiliki banyak teman dan cenderung disukai/dicintai orang banyak. Semua
kalangan menyenanginya, baik caranya berbicara maupun cara bergaulnya yang
simpatik. Umumnya, orang seperti ini memiliki semboyan hidup: “Teman seribu
sedikit, musuh satu banyak”. Oleh karena itu, pantas jika ia memiliki banyak
teman.
Ascendant, yakni memiliki kecenderungan memegang peran sebagai pimpinan
keinginannya menjadi pemimpin cukup besar. Biasanya, watak pemimpin terlihat
4
Rif’at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, ( Jakarta Timur : Penerbit Amzah, 2010), h. 33-35
8
dengan jelas pada dirinya, baik melalui cara berbicara (oratoral/memukau)
maupun managerial skill-nya. Ia terpilih dalam lingkungannya justru karena
“kelebihan-kelebihannya” itu. Kata pepatah, “Pemimpin adalah anak zamannya”.
Intelligent, yitu cerdas, yang berpikir encer dan berwawasan luas. Orang yang
inteligensinya tinggi memiliki pengalaman yang luas; banyak hal yang telah
dilaluinya; banyak kalangan yang telah menjadi pengagum dan simpatisannya;
banyak pihak yang au menjadi pengikut dan pendukungnya. Orang yang
berpikiran cerdas, biasanya juga cerdas emosi dan cerdas pula spiritualnya.
Apabila seseorang memiliki kepribadian seperti ini maka ia pantas jika dijadikan
pemimpin. Sebab seorang pemimpin haruslah orang cerdas, memiliki banyak
pengalaman dan berwawasan luas, tidak hanya pandai ‘ngecap’ atau membanyol.
Generous, yakni yang berjiwa pemurah, memiliki sakhawah (kedermawanan) dan
suka menolong orang lain. Pribadi yang demikian memang dicintai orang banyak,
terutama orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan bantuannya. Tidak
jarang rumahnya dipenuhi banyak orang, dijaga, dilindungi, dan dihormati, karena
kewibawaaan dan kebaika-kebaikannya kepada orang lain.
Talkactive, yakni ringan dan mudah berbicara. Pembicaraannya berisi dan
ditunggu orang banyak. Apa yang keluar dari mulutnya mengandung hikmah dan
pelajaran yang berharga. Tidak jarang hasil pembicaraannya dicatat, direkam, dan
dibukukan. Keaktifannya berbicara bukanlah sesuatu yang sia-sia. Orang yang
demikian tidak suka pada pepatah “Diam adalah emas”. Ungkapan tersebut juga
dipegangnya, tetapi ia lebih tertrik untuk berbicara karena pembicaraanny
mengandung nilai dan guna yang akan memberi manfaat.
Persistent, yakni gigih dalam berusaha, tidak setengah-setengah, tetapi dengan
total, mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki. Individu yang demikian,
jiwanya menggebu untuk mencapai hasil yang diinginkannya. Segala cara
dilakukan demi cita-cita yang telah dipancangkan. Semboyan hidupnya, ‘pasti
bisa’. Tidak ada sesuatu pun yang boleh menghalangi keinginannya. Jiwa yang
demikian pantas dimiliki oleh orang-orang yang berbakat menjadi pemimpin.
Tenderhearted, yakni rendah hati, alisas tidak sombong. Rendah hati merupakan
sifat kepribadian yang terpuji. Siapa pun yang rendah hati mengundang simpati
dan dukungan. Rendah hati bukanlah kelemahan, tetapi kebesaran jiwa yang
mengandung magnet yang besar untuk memperoleh perhatian orang banyak.
Naluri manusia lebih tertarik danrespek pada orang-orang yang rendah hati, yang
dalam bahasa santun disebut tawadhu (andap asor). Umumnya para nabi dan para
9
pemimpin masyarakat yang terpilih memiliki sifat dan karakter ini.
Reliable, yakni dapat dipercaya, bahkan enak dan aman dipercaya. Orang banyak
tertarik mempercayakan sesuatu kepadanya, justru karena ia jujur, mumpuni,
amanah, dan meyakinkan untuk mengemban tugas yang dipercayakankepadanya.
Ialah orang yang “the right man in the right place” bukan yang lain.
Dikotomi kesalehan individual (hablun minallah) dan kesalehan social (Hablun minannas)
masih terjadi hingga saat ini. Banyak umat Islam yang secara indivual saleh, namun tidak
secara sosial. Banyak orang yang rajin sholat, namun tidak peka dengan kerusakan alam.
Banyak orang yang sering pergi haji dan umroh, namun tidak peka dengan kemiskinan yang
melanda orang lain. Banyak orang yang suka berpuasa, namun sangat pelit dalam bersedekah
harta kepada orang lain. Hal ini tentu saja membuat sikap saleh itu kurang sempurna. Karena
kesalehan individual dan sosial ibarat dua sisi mata uang yangtidak bisa dipisahkan. Karena
itu, ukuran kesalehan seseorang tidak hanya dilihat dari seberapa rajin orang itu sholat,
seberapa sering berpuasa, seberapa banyak mengerjakan ibadah haji, dan sebagainya, tapi
juga diukur dari bukti-bukti empiris, apakah orang disekelilingnya bisa makan, berbahagia,
aman dari gangguannya, bersih lingkungannya dan lain-lain. Kesalehan tidak lagi hanya
terkaita antara individu dengan Tuhan, tapi juga dengan lingkungan dan manusia disekitarnya
tanpa memandang suku, ras, bangsa dan agama. Kesalehan yang melampaui batas-batas diri
dan memperhatikan otherness sebagai implikasi empiriknya.5
10
modernisasi dan globalisasi akan terjadi suatu aliran ilmu pengetahuan,teknologi,dan
budayad-budaya khusus nya dari Negara-negara maju menuju ke Negara-negara berkembang
dan terbelakang. disisi lain,aliran ilmu pengetahuan dan teknologi budaya ini pasti akan
menggusur dan memarginalkan budaya-budaya local
7
Syahrin Harahap, Islam Dan Modernitas, ( Jakarta : Kencana, 2015), h.301
8
I Wibowo, Negara dan Saudagar di Era Globalisasi, ( Jakarta : Kanisius, 2010), h.189-191
11
a. Pengaruh negative modernisasi
Modernisasi yang sering kali tampak sebagai munculnya peralatan-peralatan baru dan
sistem-sistem berpikir yang rasional yang telah menimbulkan dampak yang negatif antara
lain sebagai berikut. 9
1. Adanya perusakan alam dan pencemaran lingkungan
2. Adanya sikap konsumenrisme
3. Adanya penurunan kualitas moral manusia(demoralisme)
4. Adanya keresahan sosial
5. Menurunya kemandirian dalam menghadapi masalah
6. Meningkatnya sikap egois dan materealis
12
pada keadilan dan kesetaraan manusia . Mempertahankan ajaran dan agama islam menjadi
satu keharusan dalam islam, baik dengan harta maupun dengan jiwa . Karena agama islam
adalah kebutuhan manusia dalam hidupnya .
c. Akhlak sosial islami
Manusia sejak lahir membutuhkan oranglain, oleh karena itu manusia perlu
bersosialisasi dengan oranglain dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian sebagai
manusia kita tidak bisa hidup menyendiri. Adalah suatu sunatullah bila akhirnya setiap
individu itu berkumpul dengan individu yang lainnya dalam sebuah komunitas yang
dinamakan masyarakat .
Dalam upaya ini agama memang mempunyai harapan dan tantangannya sendiri. Di dalam
dunia jejaring internet, banyak kita temukan situs-situs dakwah yang sangat bernuansa
agama. Bahkan ditemukan keragaman dalam menyuguhkan dakwah. Situs-situs yang
diterbitkan oleh beberapa lembaga di Timur Tengah, menawarkan kitab-kitab tentang ilmu-
ilmu keIslaman yang dapat diakses dan di-download secara gratis. Kitab-kitab klasik dan
kitab-kitab kontemporer dalam berabagi bidangnya semua dapat di-download secara gratis.
Disamping itu banyak pula tokoh agama yang menjadi ikon situs internet yang berisi tentang
rangkuman tulisan, rekaman dakwah mereka dan tanya jawab secara on-line.
Di Indonesia sendiri saat ini sudah banyak kita temukan situs-situs dakwah tersebut.
Organisasi-organisasi keagamaan berlomba-lomba untuk menampilkan situs-situs resmi
sebagai media dakwah. Bahkan beberapa tokoh kyai, seperti KH Mustofa Bisri merelakan
dirinya terlibat dalam pergaulan di dunia maya, baik di Twitter dan Facebook untuk dapat
merebut kesempatan dakwah lewat jejaring sosial tersebut. Dakwah yang dilakukan di
jejaring sosial ini sudah cukup beragam temanya. Ada yang bertemakan tanya jawab agama
Islam, ada yang secara khusus membahas sejarah pribadi Rasulullah dan budi pekerti beliau.
Ada yang membahas hukum-hukum fikih. Ada pula yang mengulas tentang kondisi ekonomi
dan politik dunia Islam kontemporer. Dalam hal keompetisi dakwah di dunia maya memang
sudah cukup ada perkembangan yang signifikan. Namun tidak berbanding lurus dengan
realitas di atas, ketika sudah masuk ke ranah media Massa. Tantangan terasa berat ketika
dakwah yang dimaksud memakai sarana televisi atau koran.Agama masih mempunyai peran
yang sangat termarjinalkan. Dakwah Islam mempunyai porsi yang sangat-sangat timpang,
jika dibandingkan dengan acara hiburan dan lainnya. Acara yang berisi pencerahan kegamaan
hanya bisa tayang pada jam-jam sepi penonton. Acara keagamaan hanya punya jam tayang
jam tiga pagi sampai jam enam. Itu pun berdurasi hanya setengah sampai satu Jam. Atau
kalau pada acara mingguan, acara keagamaan hanya mendapat porsi hari Sabtu dan Minggu
yang berdurasi tidak lebih dari satu jam. Sementara di koran, tulisan yang mengulas masalah
13
keagamaan hanya dapat ditemukan di hari Jum’at yang kolomnya tidak lebih dari setengah
halaman. Memang tantangan berat menghadang di depan kita kalau sudah bicara persaingan
global yang terkait dengan dakwah dan agama. Namun seberat apapun tantangan dan
rintangan itu, tokoh-tokoh agama harus terus-menerus berusaha keras bagaimana agama
mampu memainkan peran dalam rangka membentengi moral bangsa, akibat gempuran
globalisasi yang tidak mungkin, dan tidak akan pernah dapat dihentikan dan dibendung
lajunya.11
BAB II
KESHALEHAN DAN MODERNISASI
A. Peran Agama di dalam Kehidupan Masyarakat Islam
Agama, terlahir awalnya adalah berasal dari keyakinan terhadap adanya yang ghaib,
yang mempunyai kekuatan supranatural. Kata agama, berasal dari bahasa sansekerta ”a”
yang berarti ”tidak” dan ”gama” yang berarti ”kacau”. Dari dua kata tersebu diartikan
bahwa agama adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.
Fungsi agama adalah sebagai landasan dimana individu itu bertindak atau melakukan
sesuatu dalam kehidupannya. Selain daripada fungsi agama sebagai landasan dalam
tindakan individu agama juga sebagai pengendali di dalam langkah kehidupan
11
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/ptmue3458/akhlak-sosial-dalam-islam diakses pada
hari Jumat tanggal 27 September 2019 pukul 21.25
14
masyarakat, selain itu agama sebagai pemersatu umat manusia karena adanya persamaan
keyakinan.
Peran agama di dalam perkembangan masyarakat:12
(1) agama sebagia motivtor, agama di sini adalah sebagai penyemangat seseorang
maupun kelompok dalam mencapai cita-citanya di dalam seluruh aspek kehidupan.
(2) agama sebagai creator dan inovator, mendorong semangat untuk bekerja kreatif dan
produktif untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan akhirat yang
lebih baik pula.
(3) agama sebagai integrator, di sini agama sebagai yang mengintegrasikan dan
menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik sebagai orang-seorang maupun sebagai
anggota masyarakat.
(4) agama sebagai sublimator, masksudnya adalah agama sebagai mengadukan dan
mengkuduskan segala perbuatan manusia.
(5) Agama sebagai sumber inspirasi budaya bangsa, khususnya Indonesia.
Agama pada era modern memandang dari perspektif Islam, modernitas dalam
kehidupan kita sat ini adalah impor dari dunia Barat yang memiliki sistem nilai logika.
Perkembangan tersendiri, yang di dalamya mungkin terdapat unsur yang singkronkan
saling melengkapi yang besifat universal. Dalam bentuknya yang positif umat Islampun
mengakui ”hutang budi’ mereka kepada Barat, terutama dalam mengikis kungkungan
tradisionalisme, kemudian menerima tatanan baru yang mendorong untuk melakukan
berbagai inovasi guna menjawab tantangan zaman di lingkungan masing-masing. Letak
ditemanya : umat Islam kehilangan jati diri dalam melihat tatanan yang serba asing
kemudian menempatkan secara proporsional baik sebagai ”kawan” maupun sebagai
”lawan”. Kondisi kehidupan masyarakat secara kultural juga mengalami kemunduran,
seperti yang kita lihat bagaimana masyarakat Indonesia yang kita lihat sekarang ini
kebanyakan menjadi konsumen dunia Barat, banyak juga yang sampai saat ini melupakan
kultur yang ada di negeri ini. Dari segi etika, bahasa, gaya hidup, berpakaian dan lain
sebagainya. Dan sedikit sekali masyarakat Indonesia khusunya muslim Indonesia yang
mengkontribusikan pemikiranya di era modern ini. Hal ini memang sangat
menghawatirkan bagi masyarakat indenesia. Disini kedudukan agama sering kali
mengalah, yakni menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada agar tetap diterima
ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indoensia. Era modern ini, masyarakat muslim
Indonesia juga terbawa-bawa oleh hidup ala Barat. Dan sering kali tidak
12
https://www.kompasiana.com/septya/5d0cfb7d097f36348f3bcbd6/peran-agama-dalam-kehidupan-
bermasyarakat diakses pada hari Jumat tanggal 27 September 2019 pukul 21.55
15
mempertimbangkan tentang ajaran agama. Menurut penulis boleh saja kita mengambil
pelajaran dari apa yang telah dikontribusikan oleh dunia Barat asal itu tidak keluar dari
koridor syariat Islam.
Hal lain yang perlu kita khawatirkan adalah lunturnya kesalehan sosial. Kita dapat
menemukan berbagai bukti kelunturan ini. Salah satu contohnya adalah puasa. Puasa
merupakan kegiatan berpantang baik berpantang makanan, minuman atau keduanya.
Berbagai agama melaksanakan puasa, namun di Indonesa yang paling terbesar adalah
13
Dr.Ir. Purwanto, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern. ( Jakarta : Graha Ilmu, 2016), h. 111
14
Ibid, h.115-118
16
puasa oleh muslim yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Puasa memiliki berbagai
macam tujuan, salah satunya merupakan pengendalian diri dan untuk mendorong orang
untuk lebih bersyukur. Namun sepertinya puasa hanya sekedar formalitas. Negara
Indonesia yang merupakan negara beragama juga merupakan negara yang memiliki
tingkat korupsi yang sangat tinggi.
Meskipun melaksanakan puasa setiap tahunnya tampaknya tujuan dan makna dari
berpuasa tidak tersampaikan atau dihayati oleh banyak orang di Indonesia. Banyak orang
hanya melaksanakan kegiatan beragama namun tidak menghayatinya di kehidupan
mereka. Atau bahkan mereka melakukan tindakan tersebut hanya demi penampilanKita
sebagai orang beragama janganlah hanya berbicara mengenai melakukan hal baik namun
kita juga harus berbuat baik. Demi melaksanakan kesalehan sosial kita seharusnya
berusaha untuk menolong orang lain yang memerlukan dan memiliki empati bagi sesama.
Karena agama apapun tentunya mengajarkan kita untuk selalu tolong menolong.
17
komunikasi. 16Di dalam dunia global, bidang-bidang di atas terjalin secara luas, erat dan
dengan proses yang cepat. Hubungan ini ditandai dengan hubungan antara penduduk
bumi yang melampoi batas-batas konvensioanal, seperti batas antara bagsa dan
Negara.17Anak dalam artian pesrta didik rentan sekali dengan fenomena globalisasi, ia
akan lebih mudah terjerembab dalam efek buruk dari globalisasi. Hal ini menjadikan
perkembangan paedagogi tarunan karakter peserta didik tergangu. Ganguan tersebut
mengakibatkan pertemuan arus tentang, apakah karakter yang dihasilkan sesaui dengan
proses pendidikan Islam yakni membentuk manusia ulul albab ataukah sebaliknya
menjadikan generasi muda yang apatis dan tidak sadar akan tangung jawabnya sebagai
khalifah di bumi. Melihat realitas tersebut, pendidikan transformasi kesalehan
dibutuhakan pada Era-globalisai.Transformasikan kesalehan adalah mengaplikasikan
secara lebih nyata ajaran agama Islam agar Islam mampu menjadi solusi atas
permasalahan yang ada sekarang (kontenporer). Selain itu kesalehan yang penuh dengan
nilai tauhid harus mempu memposisikan manusia sebagai mahluk yang ditunjuk
menjadadi khalifah di bumi yang memiliki tanggung jawab atas kelangsungan dunia.
Agar kesalehan individu menuju kesalehan sosial terwujud individu harus memahami
fungsi agama, yakni agama hadir untuk manusia. Agama lahir untuk pembebasan dari
penindasan atas kekuasaan serta tirani untuk kedamaian hidup. Mengetahui fungsi agama
tersebut akan mengantarkan pemeluknya untuk memahami akan fungsinya sebagai
seseorang beragama. Nilai-nilai Islam secara normatif adalahmengajarkan kepada
pemeluknya untuk secara aktif melakukan perubahan. Dalam hal ini misalnya nilai
ketauhitan ditransformasikan menuju ketauhitan sosial, yakni dengan ketauh itan
diturunkan kealam dataran pergaulan sosial, realitas sosial secara kongkrit. Kesalehan
sosial diperlukan dalam melakukan transformasi agar berguna bagi diri sendiri dan orang
lain dengan kesadaran akan rasa ketundukan kepada ajaran Allah. Untuk mencapai
kesalehan sosial maka individu harus memahami bahwa agama Islam memiliki
arus balik kepada penganutnya sendiri. Agama tidak hanya dipahami sebagi
dimensi ritual semata (hablunminallah) melainkan mencakup dimensi sosial
(hablumminannas), agama tidak hanya mengurusi persoalan ritual/dimensi ritual (iman)
untuk membentuk kesalehan individu akan tetapi agama penting untuk dipahami sebagai
pembentukan kesalehan sosial (sosial moral itiy). Kelima dimensi agama yakni dimensi
ritual, mistikal, ideologikal, intelektual dan sosial diwujudkan dalam tindakan (aksi nyata)
di tengah masyarakat. 18
16
Anthony Giddens, Runaway World : Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita, (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2010), h.72
17
Muhtrom, Reproduksi Ulama di Era-globalisasi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012), h.45
18
Dr.Ali Imron, Dimensi Sosial Keagamaan dalam fiksi Indonesia Modern. (Solo : Smartmedia, 2010) h.189-
18
Pertama adalah individu harus memahami peran agama Isalm secara transformatif.
Pemeluk agama (individu) memahami makna dakwah Islam amar ma’ruf nahi
munkar, dakwah tersebut dijabarkan dalam lima peran turunnya agama Islam yakni;
pertama, Agama hadir didunia untuk mengubah masyarakat dari berbagai kegelapan
kepada cahaya yang terang.
Kedua, Agama hadir untuk pembangunan taghyir, yakni agama dimulai dari
perubahan individu secara beragsur-angsur disusul denga perubahan sosial.
Ketiga, Islam hadir untuk peningkatan intelektual.
Keempat, Islam hadir untuk menghapus ketimpangan stuktur ekonomi dan sosial.
Kelima Islam transformatif selalu berorientasi pada upaya mewujudkan ci t a-c i ta Is
lam , yaitu membentuk dan mengubah keadaan masyarakat dengan membawa rahmat
bagi seluruh alam. Kedua, Islam transformatif selalu mengupayakan adanya keseimb
angan antara pelaksanaan aturan- aturan yang bersifat formalistik dan simbolis dengan
missi ajaran Islam. Ketiga, Islam transformatif akan selalu mewujudkan cita-cita
Islam, terutama mengenai keberpihakan terhadap kaum lemah dalam mengangkat
derajat kaum dhua’fa atau tertindas. Selain itu penegakan nilai-nilai kemanusiaan
seperti kasih sayang, sopan santun, kejujuran dan keihlasan. Menegakkan nilai-nilai
demokratis seperti kesetaraan (egaliter), kesamaan kedudukan (equality)
192
19
keimanan kepada Allah dengan mengabdi seluruh jiwa dan harta kepada Allah SWT.
Selalu mengingat (dzikir) dan memohon ampun kepada Allah berusaha dengan sungguh-
sungguh menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Pendidikan Islam di
era-globalisasi melakukan stategi dengn analisis lebih dalam mengenai; pola rekontruksi
dan reformasi pendidikan agama Islam hal ini dilakukan agar Islam mampu menghadapi
era-global, dan menjadikan pendidikan Islam transformatif berperan sebagai solusi
terhadap arus global yang ada.19
Untuk melawan globalisasi melalui pendidikan Islam yang dilakukan dengan cara
sebagai berikut, dengan:20
Terakhir dalam penelitian ini akan dijabarkan cara melawan globalisasi dengan lima
cara yakni; 21
19
Mohammad Sobari, Kesalehan Sosial. ( Yogyakarta : LKiS, 2008) h. 220
20
https://blog.ruangguru.com/beberapa-upaya-untuk-menghadapi-globalisasi diakses pada hari Senin tanggal 30
September 2019 pukul 20.00
21
http://eprints.ums.ac.id/31390/9/NASKAH_PUBLIKASI.pdf diakses pada hari Jumat tanggal 6 Oktober 2019
pukul 20.30
20
Ketiga, bersunguh-sunguh untuk berubah dengan mengetahui kekurangan diri
sendiri dan bangsa.
Keempat, memaknai ajaran Islam dengan makna yang aktif dan progresif
(ikhtiyar), tidak hanya pasif dan pasrah (determistik atau jabariyah), meskipun
kita tetap percaya pada takdir dan qadha’ allah.
Kelima, Menjadikan Islam sebagai landasan, dasar dan ispirasi untuk
kemajuan dunia dan akhirat harus diajarkan sejak di sekolah sampai perguruan
tinggi.
22
Handono Mardiyanto, Saleh yang salah. ( Jakarta : Republika, 2010), h. 58-60
21
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesalehan tersebut dapat kita capai dengan sendirinya sejalan dengan pelaksanaan
ibadah maghdhah dan ibadah ammah karena dalam ibadah sudah mencakup keseluruhan
aspek perilaku manusia. Dalam ibadah maghdhah kita bisa melihat hikmah yang terkandung
dalam ibadah yang sudah disyariatkan oleh Allah SWT, misalnya dalam pelaksanaan sholat,
dengan sholat kita menjadi terlatih untuk disiplin, apalagi ketika sholat itu dengan berjamaah,
tali silaturahim antara sesama muslim akan semakin kokoh, belum lagi dalam jamaah itu
tidak ada saling membedakan jabatan status dan sebagainya. Pada zakat juga kita bisa melihat
hikmah yang terkandung didalamnya, bagaimana sikaya “berbagi” memberikan hartanya
kepada yang tidak punya dan banyak hikmah yang lain dalam ibadah maghdhah.
Dalam ibadah ammah lebih jelas, ketika dipahami bahwa perbuatan atau kegiatan
apapun ketika diniati lillah dan tidak bertentangan dengan syari’ah itu termasuk ibadah,
dengan demikian kesalehan sosial akan tercapai ketika kita senantiasa beribadah, karena
dalam tatanan syariah semuanya maslahah untuk kehidupan manusia baik secara individu
maupun sosial.
SARAN
Oleh karenanya manusia perlu, melakukan banyak pembenahan dalam diri, yakni
membenahi cara berfikir, berprilaku dan berperasaan (menata hati) dengan merujuk pada
agama dan menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup, yang didalamnya dijelaskan tata
cara menata kehidupan, baik dalam hubungannya dengan Allah dan sesama manusia sehingga
akan terciptanya ketenteraman dan kedamaian hidup manusia (Kuhsari, 2012: 13).
Menanggapi fenomena tersebut, dengan berbagai permasalahan yang dihadapi manusia
modern, wajib bagi kita untuk mencari solusi pemecahannya. Sehingga, upaya dakwah
menjadi sangat urgen untuk dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar untuk memecahkan
masalah tersebut. Esensi dakwah terletak pada usaha pencegahan dari penyakit-penyakit
masyarakat yang bersifat psikis dengan cara mengajak, memotivasi serta membimbing
individu atau kelompok agar sehat dan sejahtera jiwa dan raganya, sehingga mereka dapat
menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran dan sesuai dengan tuntutan syariat Islam
(Faizah dan Muksin, 2012: 7).
Manusia modern, selain mencari pemecahan masalah dengan bimbingan konseling
22
Islam, pada umumnya perlu merujuk kembali pada al-Quran. Dengan mengamalkan,
menghayati isi al-Quran dan berpegang teguh pada agama guna mengembalikan kejernihan
moralitas serta penunjuk dalam mengatasi berbagai persoalan psikologi hidup manusia,
dengan hal tersebut harapan manusia kembali hidup baik, damai, tenang terhindar dari
gangguan kejiwaan
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra’:82:
“Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian”.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Muhammad, Akhlak Seorang Muslim. Bandung: PT. AlMaarif, 2009.
https://www.researchgate.net/publication/311632411_MEMBENTUK_KESALEHAN_INDIVIDUAL_DAN_S
OSIAL_MELALUI_KONSELING_MULTIKULTURAL diakses pada hari Jumat tanggal 27 September 2019
pukul 20.16
As Nataprawira, Dahlan, Petunjuk Pelaksanaan Ketaqwaan. Jakarta : Kurnia lestari, 2009.
Syauqi Nawawi, Rif'at, Kepribadian Qur’ani, Jakarta Timur : Penerbit Amzah, 2010.
Munir Mulkhan, Abdul, Kesalehan Multikultural, Jakarta : PSAP, 2008.
https://infosos.wordpress.com/modernisasi-dan-globalisasi/ diakses pada hari Jumat tanggal 27 September 2019
pukul 20.16
23
Asari, Hasan, Modernisasi Islam, Bandung : Citapustaka Media, 2008.
Hamdi, Mahmud, Resposisi Islam di Era Globalisasi, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2009.
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/ptmue3458/akhlak-sosial-dalam-islam
diakses pada hari Jumat tanggal 27 September 2019 pukul 21.25
https://www.kompasiana.com/septya/5d0cfb7d097f36348f3bcbd6/peran-agama-dalam-kehidupan-
bermasyarakat diakses pada hari Jumat tanggal 27 September 2019 pukul 21.55
Purwanto, Dr.Ir, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern. Jakarta : Graha Ilmu, 2016.
Rahmat, Jalaluddin, Islam Alternatif Cerah-Ceramah diKampus, Bandung : Mizan, 2009.
Giddens, Anthony, Runaway World : Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita, Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2010.
Muhtrom, Reproduksi Ulama di Era-globalisasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012.
Imron, Dr.Ari, Dimensi Sosial Keagamaan dalam fiksi Indonesia Modern. Solo :
Smartmedia, 2010.
24