Anda di halaman 1dari 69

Artia Blog

Jumat, 25 Oktober 2013


Makalah Sifilis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang ........................................................................................1
1.2         Rumusan Masalah..................................................................................... 1
1.3         Tujuan ........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1        Definisi ........................................................................................3
2.2        Etiologi ........................................................................................3
2.3        Patofisiologi ........................................................................................4
2.4        Tanda dan Gejala...................................................................................... 4
2.5        Klasifikasi ........................................................................................7
2.6        Komplikasi ........................................................................................9
2.7        Penularan ........................................................................................9
2.8        Pengaruh Terhadap Kehamilan................................................................. 10
2.9        Diagnosis ........................................................................................10
2.10   Penatalaksanaa dan Terapi........................................................................ 10
2.11   Asuhan Setelah Persakinan pada Penderita Sifilis.................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1        Kesimpulan ........................................................................................13
3.2        Saran ........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN

atar Belakang
Selama beberapa waktu, sifilis telah keluar dari pandangan, pikiran, dan memori, Tetapi
insiden di dunia Barat sekarang telah bangkit lagi dan bisa sekali lagi menjadi masalah kesehatan
utama. Perubahan ini telah mengikuti jumlah meningkat pesat manusia Immunodeficiency Virus
(HIV) positif di seluruh dunia, bersama dengan kedatangan wisatawan kesehatan, ekonomi
migran, pencari suaka, dan ketersediaan mudah murah perjalanan.
Sama seperti sifilis tetapi menghilang sebagai sebuah entitas dalam memori kerja besar sebagian
dokter anestesi, maka tiba-tiba muncul kembali sebagai kondisi yang ada pada wanita
menyajikan operasi untuk SC. Gambar 1 menunjukkan perubahan kejadian sifilis di Inggris
selama 10 tahun terakhir. Tinjauan ulang ini dimaksudkan menginformasikan untuk dokter
anestesi merawat wanita dengansifilis.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sifilis?


2. Apa etiologi dari sifilis?
3. Apa patofisiologi dari sifilis?
4. Bagaimana tanda dan gejala sifilis?
5. Apa klasifikasi sifilis?
6. Apa saja komplikasi dari sifilis itu?
7. Bagaimana cara penularan dari sifilis itu?
8. Bagaimana pengaruh terhadap kehamilan itu?
9. Apa itu dari diagnosis?
10. Apa saja penatalaksanaan dan terapi sifilis?

11.  Bagaimana asuhan setelah persalinan pada penderita dan sifilis

1.3. Tujuan
1.      1.Untuk mengetahui definisi sifilis
2.      Untuk mengetahui etiologi dari sifilis
3.      Untuk mengetahui patofisiologi dari sifilis
4.      Untuk mengetahui tanda dan gejala siilis
5.      Untuk mengetahui klasifikasi sifilis
6.      Untuk mengetahui komplikasi sifilis
7.      Untuk mengetahui penularan sifilis
8.      Untuk mengetahui pengaruh terhadap kehamilan
9.      Untuk mengetahui diagnosis
10.  Untuk mengetahui penatalaksanaan dan terapi
11.  Untuk mengetahui asuhan setelah persalinan pada penderita dan sifilis

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis bias
terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya. Namun
tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit ini bisa
menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh
organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi, dan
pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya dengan
keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus dan partus
prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis kongenital. Sifilis
Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap janin
sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum
pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga kemungkinan
infeksi pada janin dapat dicegah.

2.2Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah
satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah
ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue, Treponema
pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang
umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui
celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan kepada janin
melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum bergerak
dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti lender (mucus).
Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah dan getah
bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.

2.3      Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat tubuh
dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang
menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital
yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan
diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat
berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin.

2.4 Tanda dan gejala


Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4
minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang
melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum,
bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya
penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker
berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi suatu
ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika
digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat
biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka
biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara
keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12
minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa
bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan
kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki pembesaran
kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita peradangan mata.
Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan saraf
mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri.
Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati bisa
menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan pada
selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan bisa
kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami
kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit
ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan,
mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana
tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh
tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi
kembali muncul .
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan
sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai organ;
tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut. Benjolan ini
bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki
dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa terkena,
menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin memburuk di malam
hari.
2) Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau
kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.
3) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3 jenis
utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis
tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada bagian
yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi yang buruk,
kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang,
pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan
kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam mengunyah, menelan
dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot
(paralisa spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan
sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur (paralisa
flasid).
b. Neurosifilis paretik.
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap sebagai
perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai mengalami demensia.
Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan yang bersifat
sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala,
sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan
suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan
persepsi.
c. Neurosifilis tabetik.
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang progresif,
yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada
tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah, terutama
dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil
mengentakkan kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga pengendalian terhadap
kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan
tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan wajah
yang memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh, terutama
lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada
rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa terbentuk
luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke
tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi penderita bisa mengalami
cedera.
5. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)
a. Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus

2.5 Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ tubuh
yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi
pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang erosif,
berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang,
dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat
berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer.
Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat paha.
Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan dapat
digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer.
Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan
anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya
bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu
antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa transisi, yakni
sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala,
demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-kadang bersamaan
dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-
tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai
The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali
kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar
getah bening di seluruh tubuh.
C. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya
satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat timbul
pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga
dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan
lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.
D. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis (pada
jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10% penderita
sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena.
Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan
apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop
lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi
positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non
treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL,
RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam
3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya
Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan
pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih
bermakna dalam membantu diagnosis.

2.6 Komplikasi
1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi dengan
sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran, gangguan
mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat dianjurkan untuk
memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan tepat
dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
2. Komplikasi Terhadap Ibu
a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-abuan dan
licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan cacat.
2.7 Penularan
Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu kepada anak dalam kandungannya.
Sipilis kongenital, melalui infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada di dalam
kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi
dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi.
Cara penularan sifilis lainnya antara lain melalui transmisi darah. Hal ini bisa terjadi jika
pendonor darah menderita sifilis pada stadium awal. Ada lagi kemungkinan penularan cara lain,
yaitu penularan melalui barang-barang yang tercemar bakteri penyebab sifilis, Treponema
pallidum, walaupun itu baru secara teoritis saja, karena kenyataannya boleh dikatakan tidak
pernah terjadi.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko penularan penyakit syphilis dapat
terjadi jika:
1. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis, jika tidak
(pernah) melakukan hubungan seksual aktif dengan penderita sifilis maka dia tidak akan punya
resiko terkena penyakit ini.
2. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada janinnya lewat transplasental
3. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.

2.8 Pengaruh Terhadap Kehamilan


Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya dan
janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan yaitu:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini, dimana
Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki, serta
kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.

2.9 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin terjadi
minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat bawaan pada janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi perubahan
hormon. Diagnosis dapat ditegakkan
a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat spirokaeta
treponea palidum.
c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.

2.10 Penatalaksanaan dan Terapi


Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau
pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan
menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati dangan terapi penisilin G
injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil perlu
memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan
eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak memberikan efek atau pengaruh buruk
terhadap janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau pengobatan Sifilis pada ibu yang sedang
hamil.

Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan


Tingkat Penyakit Alternatif Terapi Dasar Terapi
Infeksi Primer-
Infeksi Sekunder-
Fase Laten kurang dari 1 tahun

• Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4 kali/ selama 15 hari-
• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari
Sifilis laten lebih dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4 kali/ hari
selama 30 hari
Kardiovasculer atau neuro sifilis

• Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari diikuti pinisilin G
Benzathin secara IM 2,4 juta unit
• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500 mg sebanyak 4
kali/ hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin sebanyak 2,4 juta unit secara
IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan
Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada ibu hamil stadium primer, sekunder,
atau laten durasi kurang dari 1 tahun dapat diberikan pengobatan utama yaitu penisilin G
Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika ibu mengalami alergi dapat diganti dengan
Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari serta setriakson 250 mg secara IM selama 10 hari.
Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1 tahun atau sifilis kardiovasculer diberikan obat
utama penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM setiap minggu 3x, tetapi jika ibu mengalami
alergi penisilin dapat diganti dengan Eritromicin 500 ng PO selama 30 hari.
Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan utama pinisilin G akueous kristalin 2,4 juta
unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta unit secara IM. Atau
dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4 juta unit IM setiap hari dengan probenesid 500 mg
PO selama 10-14 hari, kemudian diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta secara IM.

2.11 Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis


1. Bila keadekuatan pengobatan pada ibu tidak diketahui atau jika ibu tidak mendapatkan
pinisilin ibu harus mendapatkan terapi
2. Diantara bayi yang selamat, banyak yang menderita sifilis congenital yang dapat
menyebabkan kecacatan fisik dan retardasi mental.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis bisa
terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan
melalui plasenta. Pada Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Penyebab infeksi
sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4
minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang
melalui 4 tahapan yaitu fase primer, sekunder, laten dan tersier.
Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali
terjadi, transfusi darah dari darah penderita sifilis, transplasenta, melakukan hubungan seksual
dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis.
Pengobatannya dapat diberikan antibiotik pilihan yaitu Penisilin selain itu juga diberikan
eritromisin kerena tidak mempengaruhi janinnya.
3.2 Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena
itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang positif dan membangun, guna
penyusunan makalah kami berikutnya agar dapat tersusun lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Muchtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC
Pawiroharjo, Sarwono.1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarata :
Yayasan Bina Pustaka
Ratna, Eni, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Hipokrates

Diposkan oleh Artia Sofftiyani di 9:21:00 PM


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

MAKALAH SIFILIS

semoga makalah-makalah sebelumnya bermanfaat ya, berikut makalah mengenai sifilis ini
membahas tentang
epidemiologi dan etiologi penyakit sifilis, proses pathogenesis penyakit sifilis,gejala penyakit
sifilis,diagnosis dan pemeriksaan penyakit sifilis,cara pengobatan penyakit sifilis dan  cara
mencegah penyakit sifilis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Salah satu penyakit yang berbahaya dan menimbulkan banyak kematian dan cara
penularannya melalui hubungan seksual adalah sifilis. Sifilis atau yang lebih dikenal dengan
sebutan raja singa dapat menimbukan banyak penyakit komplikasi.
Penyakit sifilis tidak bisa diabaikan, karena merupakan penyakit berat yang bila tidak
terawat dapat menyerang hampir semua alat tubuh, seperti kerusakan sistem saraf, jantung,
tulang, dan otak. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat juga menularkan
penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang bisa menyebabkan penyakit
bawaan dan kematian. Bahkan pada sifilis stadium lanjut terdapat suatu lubang (gumma) yang
bisa timbul di langit-langit mulut. Maka istilah untuk penyakit ini yaitu “raja singa” sangat tepat
karena keganasannya.

1.2  Rumusan Masalah

1.2.1        Apa itu penyakit sifilis?


1.2.2        Bagaimana epidemiologi dan etiologi penyakit sifilis?
1.2.3        Bagaimana proses pathogenesis penyakit sifilis?
1.2.4        Apa saja gejala penyakit sifilis?
1.2.5        Bagaimana diagnosis dan pemeriksaan penyakit sifilis?
1.2.6        Bagaimana cara mengobati penyakit sifilis?
1.2.7        Bagaimana cara mencegah agar tidak terkena penyakit sifilis?
1.3  Tujuan Penulisan

1.3.1        Untuk mengetahui tentang penyakit sifilis


1.3.2        Untuk mengetahui tentang epidemiologi dan etiologi penyakit sifilis
1.3.3        Untuk mengetahui tentang proses pathogenesis penyakit sifilis
1.3.4        Untuk mengetahui tentang gejala penyakit sifilis
1.3.5        Untuk mengetahui tentang diagnosis dan pemeriksaan penyakit sifilis
1.3.6        Untuk mengetahui tentang cara pengobatan penyakit sifilis
1.3.7        Untuk mengetahui cara mencegah penyakit sifilis

1.4  Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan untuk menyusun makalah ini menggunakan metode
kepustakaan dan browsing internet.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1  Definisi

Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum, sangat kronis dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang
hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat
ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin)
maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya
selama masa kehamilan.
Menurut sejarahnya terdapat banyak sinonim sifilis yang tidak lazim dipakai. Sinonim
yang umum ialah lues venerea atau biasanya disebut lues saja. Dalam istilah Indonesia di sebut
raja singa.

1.2  epidemiologi dan etiologi

A.    Epidemiologi

Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk indian yang di bawa oleh anak
buah Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi
epidemi di Napoli. Pad abad ke -18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore
disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama.
Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860 morbilitas sifiis di Eropa
menurun cepat, mungkin karena perbaikan sosio ekonomi. Selama Perang Dunia kedua
insidensnya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, kemudian makin menurun.
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04-
0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di
Indonesia insidensnya 0,61%.
Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum perkembangan tes
serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut “Peniru Besar” karena
sering dikira penyakit lainnya. Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita
sifilis mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementara di Cina, laporan menunjukkan
jumlah kasus yang dilaporkan naik dari 0,2 per 100.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus
per 100.000 jiwa pada tahun 2005. Di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis
tiap tahunnya, dan angka sebenarnya diperkiran lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi
kepada lelaki.

B.     Etiologi

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah
Treponema pallidum yang termasuk dlam ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan
genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6,15um, lebar 0,15um,
terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis
dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium
aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di
luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72
jam.

1.3  Pathogenesis

A.    Stadium dini

Pada sifilis yang didapat T.pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput
lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan
membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler,
pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T.pallidum dan sel-sel radang.
Treponema tersebut terletak diantara endotelium kapiler dan jaringan perivaskuler di sekitarnya.
Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai SI.
Sebelum SI terlihat, kuman telah mencapi kelenjar getah bening regional secara limfogen
dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan
di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multifikasi ini diikuti oleh reaksi
jaringan sebagai SII, yang terjadi 6-8 minggu sesudah SI.
SI akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang,
kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks, SII juga
mangalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih
terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifillis
kongenita.
Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T,pallidum membiak
lagi pada tempat SI dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut menyebar melalui
jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren SII, yang terakhir ini lebih sering terjadi
daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat berulang-ulang, tetapi pada umumnya tidak
melebihi dua tahun. Sifilis tersebut terdapat pada penderita dengan daya tahan tubuh yang
rendah.

B.     Stadium lanjut

Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam keadaan


dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara
treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin
trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah SIII berbentuk gumma.
Meskipun pada gumma tersebut tidak dapat ditemukan T.pallidum, reaksinya hebat karena
bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten yang
bervariasi gumma tersebut timbul di tempat-tempat lain.
Treponema mencapai sistem kardiovaskulerdan sistem syaraf pada waktu dini, tetapi
kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk
menimbulkan gejala klinis. Penderita dengan gumma biasanya tidak mendapat gangguan syaraf
dan kardiovaskuler, demikian pula sebaiknya. Kira-kira 2/3 kasus dengan stadium laten tidak
memberi gejala.
1.4  gejala penyakit sifilis

A.    Sifilis Akuisita (Didapat)

1.     Sifilis dini

a.       Sifilis primer (SI)

Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu (2-4 minggu). T.pallidum masuk ke
dalam selaput lendir atau kulit yang telah mengalami lesi/mikrolesi secara langsung, biasanya
melalui senggama. Treponema tersebut akan berkembang biak kemudian terjadi penyebaran
secara limfogen dan hematogen.
Kelainan kulit di mulai sebagai papul lentikuler yang permukaannya segera menjadi
erosi, umumnya kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat, soliter, dasarnya ialah
jaringan granulasi berwarna merah dan bersih , diatasnya hanya tampak serum. Dindingnya tak
bergaung, kulit di sekitarnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut. Yang khas ialah ulkus
tersebut indolen dan teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum. Kelainan tersebut
dinamakan afek primer dan umumnya berlokasi pada genitalia eksterna. Pada pria tempat yang
sering dikenai ialah sulkus koronius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain
juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.
Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Seminggu
setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis
medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut soliter, indolen tidak
lunak, besarnya biasanya lentikuler, tidak supuratif. Kulit diatasnya tidak menandakan tanda-
tanda radang akut.
Istilah sifilis d’emblee dipakai, jika tidak terdapat efek primer. Kuman masuk ke jaringan
yang lebih dalam, misalnya pada transffusi darah atau suntikan.

b.      Sifilis sekunder (SII)


Biasanya SII timbul setelah 6-8 minggu sejak SI dan sejumlah 1/3 kasus masih disertai
SI. Lama SII dapat sampai sembilan bulan. Berbeda dengan SI yang tanpa disertai gejala
konstitusi, pada SII dapat disertai gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama SII. Gejalanya
umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam
yang tidak tinggi, dan atralgia.
Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great
imitator. Selain pada kulit SII juga dapat menyebabkan kelainan pada mukosa, kelenjar getah
bening, mata , hepar, tulang, dan syaraf.
Kelainan kulit yang membasah (eksudatif) pada SII sangat menular, kelainan yang kering
kurang menular. Kondiloma lata dan plaque muqueuses ialah bentuk yang sangat menular.
Gejala yang penting untuk membedakan dengan penyakit kulit yang lain ialah Kelainan
kulit pada SII umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada SII dini
kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan kaki.
Antara SII dini dan SII lanjut terdapat perbedaan. Pada SII dini kelainan kulit
generalisata, simetrik, dan lebih cepat hilang (beberapa hari hinggga beberapa minggu ). Pada SII
lanjut tidak generalisata lagi, melainkan setempat-setempat, tidak simetris dan lebih lama
bertahan (beberapa minggu hingga beberapa bulan).

c.       Sifilis laten dini


Laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan, termasuk alat-alat dalam, tetapi infeksi
masih ada dan aktif. Tes serologik darah positif, sedangkan tes likuor cerebrospinalis negatif.

d.      Sifilis stadium rekuren

Relaps dapat terjadi baik secara klinis berupa kelainan kulit mirip SII, maupun
serologikyang telah negatif menjadi positif. Hal ini terjadi terutama pada sifilis yang tidak
diobati atau yang mendapat pengobatan tidak cukup. Umumnya bentuk relaps ialah SII, kadang-
kadang SI. Relaps dapat memberi kelainan pada mata, tulang, alat dalam, dan susunan saraf.

2.     Sifilis lanjut


a.       Sifilis laten lanjut

Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik. Lama
masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup.

b.      Sifilis tersier

Lesi pertama umumnya terlihat antara 3-10 tahun setelah S I. Kelainan yang khas adalah
gumma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak dan destruktif.
Besar gumma bervariasi dari lentikuler sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-
mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan.setelah beberapa bulan
mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi
eritematosa dan livid serta melekat terhadap gumma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan
keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen, pada beberapa kasus disertai jaringan
nekrotik.
Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat, dindingnya
curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga
membentuk pinggir yang polisiklik. Jika telah menjadi ulkus, maka infiltrat yang terdapat di
bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar.
Tanpa pengobatan gumma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun.
Biasanya gumma soliter, tetapi dapat pula multiple, umumnya asimetrik. Gejala umum biasanya
tidak terdapat, tetapi jika gumma multiple dan perlunakannya cepat, dapat disertai demam.
Selain gumma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula-muladi kutan kemudian
ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya
meninggalkan sikatriks yang hipotrofi.
Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip gumma., mengalami nekrosis di tengah
dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya dengan
gumma, nodus lebih superficial dan lebih kecil (miliar hingga lentikuler), lebih banyak,
mempunyai kecenderungan untuk bergerombol atau berkonfluensi, selain itu tersebar. Warnanya
merah kecoklatan.
Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terus. Bagian yang belum sembuh dapat
tertutup skuama seperti llin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah bening regional tidak
membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut nodositas juxta articularis berupa nodus-
nodus subkutan yang fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.

B.     Sifilis Kongenital

Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini sebab
banyak T.palidum beredar dalam darah. Treponema masuk secra hematogen ke janin melalui
plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu. Sifilis yang mengenai
wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah infeksi yang tidak diobati terdapat
kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi
sakit 80 % , bila sifilis lanjut 30%.
Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian menjadi
berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan ke lima, berikutnya
lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis kongenital yang akan meninggal
dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang hidup dengan sifilis kongenital.
Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat. Keadaan ini disebut hukum kossowitz.
Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks), sifilis kongenital
lanjut (tarda), dan stigmata. Batas antara dini dan lanjut ialah dua tahun. Yang dini bersifat
menular, jadi menyerupai S II, sedangkan yang lanjut berbentuk gumma dan tidak menular.
Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas akibat penyembuhan kedua stadium tersebut.

A.    Sifilis congenital dini

Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula bergerombol, simetris
pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain di badan. Cairan bula mngandung
banyak T.pallidum. Bayi tampak sakit, bentuk ini adakalanya disebut pemfigus sifilitika.
Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur beberapa minggu dan mirip erupsi
pada S II, pada umumnya berbentuk papul atau papula-skuamosa yang simetris dan generalisata.
Dapat tersusun teratur, misalnya anular. Pada tempat yang lembab papul dapat mengalami erosi
seperti kondiloma lata. Ragades merupakan kelainan umum yang terdapat pada sudut mulut,
lubang hidung, dan anus, bentuknya memancar (radiating).
Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga kulit keriput.
Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala. Kuku dapat terlepas akibat
papul di bawahny, disebut onikia sifilitika. Jika tumbuh kuku yang baru akan kabur dan
bentuknya berubah.
Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses seperti pada S
II. Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah mukoperiosteum dalam kavum nasi yang
menyebabkan rinitis dan disebut syphilitic snuffles. Kelainan tersebut disertai sekret yang
mukopurulen atau seropurulen yang sangat menular dan menyebabkan sumbatan. Pernafasan
dengan hidung suka. Jika plaques muqueuses terdapat pada laring suara menjadi parau. Kelenjar
getah bening dapat membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S II.

B.     Sifilis congenital lanjut

Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahu. Gumma dapat menyerang
kulit, tulang, selaput lendir, dan alat dalam. Yang khas ialah gumma pada hidung dan mulut. Jika
terjadi kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi, bila meluas menjadi dekstruksi
seluruhnya hingga hidung mengalami kolaps dengan deformitas. Gumma pada palatum mole dan
durum juga sering terjadi sehingga menyebabkan perforasi pada palatum.
Periostitis sifilitika pada tibia umumnya mengenai 1/3tengah tulang dan menyebabkan
penebalan yang disebut sabre tibia. Osteoperiotiitis setempat pada tengkorak berupa tumor bulat
yang disebut parrots nodus, umumnya terjadi pada daerah frontal dan parietal.
Keratitis merupakan gejala yang paling umum, biasanya terjadi antara umur tiga sampai
tiga puluh tahun, insidensinya 25% dari penderita dengan sifiis kongenital dan dapat
menyebabkan kebutaan. Akibat diserangnya nervus VIII terjadi ketulian yang biasanya bilateral.

C.     Stigmata
Meliputi stigmata lesi dini dan stigmata lanjut
1.5  diagnosis dan pemeriksaan

A.    Pemeriksaan Treponema pallidum


B.     Serologi Tes sifilis (STS)
STS penting untuk diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan.Prinsip pemeriksaan STS
mendeteksi bermacam antibodi yang berlainan akibat infeksi T. pallidum

1.6  Pengobatan

T.pallidum sangat sensitive terhadap penisilin. Penisilin diperlukan untuk meyakinkan


pembunuhan spiroketa dalam serum.
A.    Stadium awal (<1 tahun), Pengobatannya memakai penisilin G benzatin dengan satu dosis
B.     Stadium lambat (>1 tahun), pengobatannya memakai penisilin G benzatin dengan tiga dosis
dalam seminggu
C.     Neurosifilis, pengobatannya memamakai penisilin G Kristal
D.    Sifilis congenital, pengobatannya memakai prokain penisilin G.
Sifilis yang sedang dalam masa inkubasi mungkin diobati secara efektif dengan regimen
penisilin untuk gonorrhea yang dianjurkan sekarang. Semua yang diobati dengan gonorrhea
harus mengalami uji serologis untuk sifilis pada saat pengobatan dan dipantau 6-8 minggu
kemudian.
1.7  Pencegahan

A.    Tidak melakukan seks bebas, praktikan seks monogami dengan aman bersama pasangan
B.     Memakai kondom mengurangi risiko terinfeksi sifilis.
C.     Setiap ibu hamil harus di tes sifilis, agar bila terinfeksi dapat diterapi sesegera mungkin, dan
tidak menginfeksi bayinya.
D.    Hindari kontak dengan jaringan yang terpapar langsung atau dengan cairan tubuh

DAFTAR PUSTAKA
         Djuanda adhi,dkk.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. edisi IV. Jakarta : 2005
         (Februari 2011) . sifilis congenital . diakses pada tanggal 16 mei 2013 dari
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/02/sifilis-kongenital.html
         (Februari 2011) . penyakit kelamin sifilis . . diakses pada tanggal 16 mei 2013 dari
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/02/penyakit-kelamin-sifilis.html

Diposkan oleh Della Strada di 20.06


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: EKOLOGI KEP. SEMI RINGKAI, FAKULTAS KESEHATAN MASYRAKAT, ilmu
penyakit umum, LAPORAN, MAKALAH, public health

makalah sifilis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum , yang merupakan
penyakit kronis dan bersifat sistemik . selama perjalanan penyalit ini dapat menyerang seluruh
organ tubuh. Angka sifilis di Amerika Serikat pada tahun 1999 merupakan rekor angka terendah
yaitu 2, 3 kasus per 100. 000 orang dan centers for disease control and prevention ( COC) telah
menciptakan national paln for syphilis elimination. Factor resiko yang berkaitan dengan sifilis
antara lain adalah penyalahgunaan zat , terutama crack cocaine : pelacuran , tidak adanya
perawatan antenatal prenatal , usia muda status social ekonomi lemah dan banyak pasangan
seksual.

1.2  Tujuan
Mahasiswi mampu menjelaskan dan menerangkan mengenai sifilis , antara lain :
         Pengertian sifilis
         Etiologi / penyebab sifilis
         Epidemiologi
         Patofisiologi / penularan sifilis
         Pengobatan serta asuhan kebidannya
         Komplikasi
         Pencegahan

BAB II
ISI
2.1 PENGERTIAN
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum , yang merupakan
penyakit kronis dan bersifat sistemik . selama perjalanan penyalit ini dapat menyerang seluruh
organ tubuh.
2.2 ETIOLOGI

Penyebab sifilis adalah treponema pallidium, yang ditularkan ketika hubungan seksual dengan
cara kontak langsung dari luka yang mengandung treponema.
Treponema dapat melewati selaput lendir yang normal atau luka pada kulit. 10-90 hari sesudah
treponema memasuki tubuh, terjadilah luka pada kulitprimer (chancre atau ulkus durum).

Chancre ini kelihatan selama 1-5 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Tes serologik
untuk sifilis biasanya nonreaktif pada waktu mulai timbulnya chancre, tetapi kemudian menjadi
reaktif sesudah 1-4 minggu. 2-6 minggu sesudah tampak luka primer, maka dengan penyebaran
treponema pallidium diseluruh badan melalui jalan darah, timbulah erupsi kulit sebagai gejala
sifilis sekunder.
Erupsi pada kulit dapat terjadi spontandalam waktu 2-6 minggu. Pada daerah anogenital
ditemukan kondilomata lata. Tes serologik hampir seluruh positif selama fase sekunder ini,
sesudah fase sekunder, dapat terjadi sifilis laten yang dapat berlangsung seumur hidup, atau
dapat menjadi sifilis tersier. Pada sepertiga kasus yang tidak diobati, tampak manifestasi yang
nyata dari sifilis tersier.

2. 3 GAMBARAN KLINIK

1.      Sifilis primer


Chancre atau ulkus durum kelihatan pada temmpat masuknya kuman, 10-90 hari setelah
terjadinya infeksi. Chancre berupa papula atau ulkus dengan pinggir-pinggri yang meninggi,
padat, dan tidak sakit. Luka tersebut paa alat genital biasanya terdapat vulva dan terutama pada
labia, tetapi bisa juga pada serviks. Luka primer kadang-kadang terjadi pada selaput lendir atau
kulit ditempat lain (hidung, dada, perineum, dan lain-lain), dan pemeriksaan medan gelap (dark-
field) perlu dilakukan usaha untuk menemukan treponema pallidium disemua luka yang
dicurigai. Tes serologik harus dibuat setiap minggu selama enam minggu.

2.      Sifilis sekunder


Gejala pada kulit timbul kira-kira 2 minggu – 6 bulan (rata-rata 6 minggu) setelah hilangnya luka
primer. Kelainan yang khas pada kulit bersifat makulopapiler, folikuler, atau postuler.
Karakteristik adalah alopesia rambut kepala yang tidak rata (month eaten) pada daerah oksipital.
Alis mata dapat menghilang pada sepertiga bagian lateral. Papula yang basah dapat dilihat pada
daerah anogenital dan pada mulut. Papula ini dekenal dengan nama kondilomata lata, dan
mempunyai arti diagnostik untuk penyakit ini. Kondilomata lata agak meninggi, berbentuk
budar, pinggirnya basah dan ditutup oleh eksudat yang berwarna kelabu. Treponema pallidium
dapat dijumpai pada luka ini dan tes srologik biasanya positif. Limfadeno patia adalah tanda
penting, kadang-kadang splenomegali dijumpai juga. Aspirasi dengan jarum dari kelenjer limfe
yang bengkak pada biasanya menemukan cairan yang mengandung treponema pallidium yang
dapat dilihat pada pemeriksaan lapangan gelap.

3.      Sifilis laten


Tidak mempunyai tanda-tanda atau gejala klinis. Tanda positif hanya serum yang reaktif, dan
kadang-kadang cairan spinal juga reaktif. Jika fase laten berlangsung sampai 4 tahun, maka
penyakit ini tidak menular lagi, kecuali pada janin yang dikandung wanita yang berpenyakit
sifilis.

4.      Sifilis tersier


Kadang pada vulva ditemukan gumma. Disini ada kecendrungan bagi gumma untuk menjadi
ulkus nekrosis dan indurasi pada pinggirnya.
5.      Sifilis dan kehamilan
Paling sedikit dua sepertiga dari wanita hamil dengan sifilis berumur 20-30 tahun. Efek sifilis
pada kehamilan dan janin terutama tergantung pada lamanya infeksi terjadi, dan pada
pengobatannya. Jika penderita diobati dengan baik, ia akan melahirkan bayi yang sehat. Jika ia
tidak diobati, ia akan mengalami abortus, atau aborataus prematurus dengan meninggal atau
dengan tanda-tanda kongenital.
Apabila infeksi dengan sifilis terjadi pada hamil tua, maka plasenta memberikan perlindungan
terhadap janin dan bayi dapat dilahirkan sehat. Apabila infeksi terjadi sebelum plasenta terbentuk
dan dilakukan pengobatan segera, infeksi pada janin mungkin dapat dicegah. Pada tiap
pemeriksaan antenatal perlu dilakukan tes serologik terhadap sifilis.

2.4 PENGARUH SIFILIS


         Terhadap kehamilan
1.      Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke-16 kehamilan, dimana Treponema telah dapat
menembus barier plasenta.
2.      Akibatnya: kelahiran mati dan partus Prematurus.
3.      Bayi lahir dengan lues kongenital: Pemfigus sifilitus, dekskuamanasi telapak tangan-kaki serta
kelainan mulut dan gigi.
4.      Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues kongenital.

         Terhadap janin dan neonatus


Dahulu, sifilis merupakan penyebab dari 1/3 kasus lahir mati. Sifilis sekarang memiliki
peran yang kecil tetapi presisten dalam kematian janin. Spiroketa mudah menembus placenta dan
dapat menyebabkan infeksi congenital karna adanya imuno- inkompetensi relative sebelum 18
minggu, janin biasanya tidak memperlihatklan gejala kllinis jika terinfeksi sebelum kurun ini.
frekunsi sifilis congenital bervariasi sesuai stadim damn durasi infeksi pada ibu.. insidensi
tertinggi adalah pada neonatus yang lahir dari ibu dengan sifilis dini ( primer, sekunder, atau
laten dini insidensi terendak pada penyakit laten lanjut ) penting di ketahui bahwa stadim sifilis
pada ibu dapat menyebabkan infeksi pada janin. Infeksi sifilis congenital di bagi menjadi
stadium dini yang bermanisvestasi pada masa neonatus, dan penyakit stadim lanjut yang
bermanivestasi pada remaja.
Anjuran terapi untuk wanita hamil dengan sifilis

kategori Terapi
        sifilis dini Penicillin G benzatin, 2,4 juta unit intramuskulus sebagai suntikan tunggal,
sebagian menganjurkan dosis kedua 1 minggu kemudian

Penicillin G benzatin, 2,4 juta unit intramuskulus setipa minggu untuk 3


        sifilis dengan durasi lebih dosis
dari 1 tahun
        neoroafilis Penicillin G kristal cair, 3-4 juta unit intravena setipa 4 jam selama 10-14
hari.

Penicillin prokain cair, 2,4 juta unit intramuskulus setiap hari, plus setiap
hari, plus probenerid 500 mg peroral 4kali sehari, keduanya selama 10-14
hari.

Tindak lanjut
Kontrak sesual dalam 3 bulan terakhir perlu di evaluasi untuk sifilis dan terapi secara presumtif.
Meskipun seronegative. Titer serologis ibu perlu di periksa setiap bulan dan saat persalinan
untuk memastikan respons serologis terhadap terapi atau mengetahui reinfeksi pada kelompok
beresiko tinggi ini. peningkatan titer 4 kali lipat atau lebih mengisyaratkan reinfeksi atau
kegagalan pengobatan sebagai contoh, titer VDRL yang semula 1: 4 dan kemudian meningkat
menjadi 1: 16 mengisyaratkan reinfeksi.
Siklus pada Kehamilan Dan Sifilis Kongenital
Pada masa belum dikenal antibiotika,seorang ibu dari bayi yang menderita sifilis
kongenital akan memberi keterangan bahwa telah menjadi keguguran yang kemudian diikuti
lahirnya bayi prematur meningggal waktu lahir dan selanjutnya lahir cukup umur meninggal
waktu lahir dan kemudian lahir bayi yang sehat.
Hal tersebut dapat dijelaskan adanya kemungkinan “ternonema” keluar secara berkala
dari jaringan limfoid kedalam peredaran darah pada sifilis lanjut. Maka bila hal tersebut terjadi
bayi dalam kandungan akan terinfeksi. Seorang wanita yang menderita sifilis dini, tidak
nmendapat pengobatan 30% bayi akan meninggal dalam kandungan, 30% meninggal setalah
lahir, terinfeksi tetapi masih hidup sekitar 40% yang disertai gejala-gejala sifilis lanjut.
Sifilis Kongenital Dini
Pada sifilis kongenital dini tanda dan gejala yang khas muncul sebelum umur 2 tahun.
Lebih awal munculnya manifestasi klinis,akan lebih jelek prognosisnya.
Tanda-tanda tersebut adalah
1.      Lesi kulit terjadi segera setalah lahir, berupa lesi vesikobulosa yang akan berlanjut menjadi erosi
yang tertutup kusta. Lesi kulit yang terjadi pada beberapa minggu kemudian berupa
populoskuamosa dengan distribusa simetris.
2.      Lesi pada selaput lendir. Selaput lendir hidung, faring dapat terkena serta mengeluarkan sekresi.
Sekresi hidung disertai darah pada bayi baru lahir merupakan tanda khas sifilis kulit dan selaput
lendir dipenuhi “T.Pallidum”.
3.      Tulang. Terjadi osteokondritis tulang panjang.walaupun hanya sebagian ditemukan tanda klinis,
hampir semua penderita menunjukkan kelainan radiologis.
4.      Anemia hemolitik
5.      Hepatosplenomegali
6.      Sistem syaraf pusat,dijumpai kelainan sumsum tulang belakang.

Sifilis Kongenotal Lanjut


Tanda-tanda sifilis lanjut:
1.      Keratitis interstitialis
Biasanya terjadi pada umur pubertas dan bilateral.Pada kornea timbul pengaburan menyerupai
gelas disertai vaskularisasi sklera.
2.      Gigi hutchinson
Kurangnya perkembangan gigi,maka insisor tengah menyerupai tong disertai takikdan lebih kecil
dari nomal.
3.      Gigi mulberry
Pada molar pertama kelainan pertumbuhan pada bagian mahkota.
4.      Gangguan syaraf pusat VIII
Ketulian biasanya terjadi mendekati masa pubertas tetapi kadang-kadang terjadi pada setengah
umur.
5.      Neurofilis
Menunjukkan kelainan seperti manifestasi sifilis yang didapat,peresis lebih sering terjadi
dibandingkan pada orang dewasa.
6.      Tulang
Terjadi sklerosis sehingga tulang kering menyerupai pedang (sabre). Tulang frontal yang
menonjol atau dapat terjadi kerusakan akibat gomma yang menyebabkan destruksi terutama pada
septum nasi.
7.      Kulit
Timbul fisira disekitar rongga mulut dan hidung disertai ragado yang disebut sifilis rinitis
infantil.
8.      Lesi kardiovaskuler
9.      Clutton’s joint
Stigmata Sifilis Kongenital
Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh serta meninggalkan parut dan
kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian merupakan stigmata sifilis kongenital.

1.      Stigmata Lesi Dini


         Gambaran muka yang menunjukkan saddlenosa
         Gigi menunjukkan gambar gigi insisor hutchinson dan gigi mullberry
         Ragades
         Atrofi dan kelainan akibat peradangan
         Koroidoretinitis, membentuk daerah parut putih dikelilingi pigmentasi pada retina

2.      Stigmata dan Lesi Lanjut


         Lesi pada kornea: kekabuaran kornea sebagai akibat ghort vessels.
         Lesi tulang, sabre tibia, akibat osteoperiostitis
         Atrofi optik tersendiri tanpa iridoplegia
         Ketulian syaraf.

2.5 DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
laboratorium berupa :
1.      Pemeriksaan lapangan gelap dengan bahan pemeriksaan dari bagian dalam lesi, untuk melihat
adanya T. Pallidum
a.       Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)
Ruam sifilis primer, dibersihkan dengan larutan Nacl fisiologis, serum diperoleh dari bagian
dasar lesi dengan cara menekan lesi dan serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop
lapangan gelap menggunakan minyak imersi T. Pallidum berbentuk ramping, gerakan lambat
dan angulasi
b.      Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton. Sediaan diberi
antibiotic spesifik yang dilabel fluoresensi, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi.
Peneliti lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat member hasil non spesifik dan kurang
dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap.

2.      Penentuan antibody didalam serum


Pada waktu terjadi infeksi treponema, baik yang menyebabkan sifilis, frambusio atau pinta
akan dihasilkan berbagai variasi antibody. Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang
mendeteksi antibody non spesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan IgG
adalah :
a.       Tes yang menentukan antibody nonspesifik
         Tes wasserman
         Tes khan
         Tes VDRL (Veneral Diseases Research Laboratory)
         Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
         Tes automated regain
b.      Antibody terhadap kelompok antigen yaitu
         Tes RPCF (reiter protein complement fixation)
c.       Yang menentukan antibody spesifik yaitu
         Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)
         Tes FTA – ABS (Fluorescent Treponema Absorbed)
         Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
         Tes ELisa (Enzyme Linked immune sorbent assay)

2.6 PENGOBATAN
1.      Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaliknya sebelum hamil atau pada
trimester I untuk mencegah penularan terhadap janin.
2.      Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes ix Wasserman dan VDRL, bila perlu diobati.
3.      Terapi:
         Suntikan Penisilin 6 secara intramuskular sebanyak 1 juta satuan perhari selama 8-10 hari.
         Obat-obatan per oral Penisilin dan etromisin.
         Lues kongenital padaneonatus : Penisilin 6.100.000 satuan per kg berat badn sekaligus.

Pemeriksaan penderita setelah pengobatan


         Pemeriksa penderita sifilis harus dilakukan,bila terjadi infeksi ulang setelah pengobatan,setelah
pemberian penisilin 6,maka setiap pasien harus diperiksa 3 bulan kemudian untuk penentuan
hasil pengobatan.
         Semua penderita sifilis kardivaskuler dan neorosirilis harus diamati bertahun-tahun,trmasuk
klinisserologis,dan pemeriksaan CSTG dan bila perlu radiologis.
         Pada semua tingkat sifilis,pengobatan ulang ulang diberikan bila:
o   a.tanda-tanda dan gejala klinis menunjukkan sifilis aktif yang perdsisten atau berulang
o   b.terjadi kenaikan titer tes nontreponemal lebih dari dua kalipengenceran ganda
o   c.pada mulanya tes neotreponemal dengan titer tinggi (>1/8) persisten bertahan
         Harus dilakukan pemeriksaan CSTG setelah diberi pengobatan,kecuali ada infeksi ulang atau
didonosis sifilis dini dapat ditegakkan.
         Penderita harus diberi pengobatan ulang terhadap sifilis yang lebih dari 2 tahun.Pada hanya
sekali pengobatan ulang dilakukan sebab pengobatan yang cukup pada penderita akan stabil
dengan titel rendah.

Reaksi penisilin
Dapat terjadi alergi atupun syok anapilatik sebagai reaksi terhadap penisilin.Dapat terjadi
reaksi psudo.Alergi pada kulit yaitu reaksi jarish-herx heimier dan hoigine (gejala psikotit akut
akibat prokain dalam penisilin).
Tanda-tanda JH (reaksi jerisch herxheimier) ialah:
1.Terjadi kenaikan suhu tubuh yang disertai menngigil dan berkeringat
2.Lesi bertambah jelas,misalnya lesi sifilis lebih merah
3.perubahan fisiologis yang khas termasuk fisiokonttriksi dan hiperventilasi dan kenaikan
tekanan darah dan output jantung

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Sifilis disebabkan oleh spirokaeta Treponema pallidum setelah suatu periode inkubasi
beberapa minggu. Insiden sifilis di Amerika Serikat meningkat dan menimbulkan akibat yang
serius selama masa hamil.
Pemeriksaan serologi tidak spesifik yang digunaan untuk tujuan skrining, terdiri dari dua
tipe, yakni komplemen dan flokulasi. Hasil pemeriksaan VDRL positif baru dapat dilihat pada
hari ke-10 sampai ke-90 setelah infeksi.
Pemeriksaan spesifik adanya antigen treponema lebih mahal dan digunaan untuk
diagnosis banding. Penisilin lebih dipilih untuk pengobatan sifilis. Pada individu yang alergi
terhadap penisilin., pilihan lain mencakup tetrasiklin atau doksisiklin, eritromisin dan
seftriakson. Tetrasiklin dikontraindikasikan pada kehamilan karena efek obat-obatan itu pada
fungsi hati ibu dan pada perubahan warna gigi, seta penurunan pertumbuhan tulang pada janin.

B.     Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak memiliki kekurangan dan diharapkan
Bapak/Ibu Dosen serta yang membaca dapat memberikan masukan.

DAFTAR PUSTAKA
Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams. EGC: Jakarta
Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC: Jakarta
Fahmi, Sjaiful D. 2003. Penyakit Menular Seksual. FK UI: Jakarta
Mochtar, Rustam. 2000. Sinopsis Obstetri. EGC: Jakarta
Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta
Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta
nyakit Sifilis

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum w.r w.b


            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Tak lupa pula shalawat dan salam tekirim
atas junjungan nabi Muhammad SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia.
            Penulisan makalah “Penyakit Sifilis” diharapkan dapat memberi infomasi kepada
pembaca sehingga mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Penyakit Sifilis atau raja singa
yang mana merupakan mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang.
            Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini baik secaa langsung maupun tidak langsung.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kami sebagai penyusun
makalah serta sekiranya dapat bermanfaat bagi orang lain.
Wassalamu alaikum w.r w.b

Makassar, 22 April  2013


Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR  . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .               i
DAFTAR ISI . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .               ii
BAB I . PENDAHULUAN  . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .               1
A.    Latar Belakang Masalah  . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .   1
B.     Rumusan Masalah  . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .     2
BAB II . PEMBAHASAN . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
A.    Pengertian Penyakit Sifilis . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       3
B.     Klasifikasi Penyakit Sifilis . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       3
C.     Gejala Penyakit Sifilis. . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       4
D.    Cara Penularan. . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .        5
E.     Pemeriksaan Diagnostik. . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .        5
F.      Cara Mengatasi Penyakit Sifilis.. . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       9
BAB III PENUTUP . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  10
A.    Kesimpulan  . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .   10
B.     Saran  . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .   10
DAFTAR PUSTAKA  . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  11

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Insiden sifilis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan 53.000 kasus
pada tahun 1996, sedangkan pada tahun 1992 113.000 kasus. Namun, jumlah kasus sifilis primer
dan sekunder meningkat pada tahun 2000-2007.Pada tahun 2007, 11.466 kasus dilaporkan
kepada US Centers for Disease Control and Prevention.Sebagian besar dari peningkatan ini
terjadi pada pria, terutama pada pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Keseluruhan kasus
yang dilaporkan pada wanita menurun. Lebih dari 80% kasus yang dilaporkan di selatan
Amerika Serikat. Kecenderungan untuk kasus sifilis kongenital terjadi penurunan selama sepuluh
tahun terakhir.
Angka Kematian dan Kesakitan. Komplikasi utama pada orang dewasa meliputi
neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan gumma. Kematian akibat dari sifilis terus terjadi. Satu
studi menemukan bahwa dari 113 kematian akibat penyakit menular seksual, 105 disebabkan
oleh sifilis, dengan jantung dan neurosifilis; Angka-angka ini terus meningkat sejak munculnya
epidemi AIDS, karena penyakit ulkus kelamin (termasuk sifilis) adalah kofaktor untuk penularan
HIV. Selain itu, pasien yang tidak diobati beresiko mengalami perkembangan yang cepat untuk
neurosifilis dan untuk komplikasi; Kongenital sifilis adalah hasil yang paling serius sifilis pada
wanita telah menunjukkan bahwa proporsi yang lebih tinggi bayi terpengaruh jika ibu telah
diobati sifilis sekunder, dibandingkan dengan sifilis laten yang tidak diobati dini.Karena
Treponema pallidum tidak menginvasi jaringan atau plasenta janin sampai usia kehamilan bulan
kelima, sifilis menyebabkan keguguran, bayi lahir mati, atau kematian segera setelah
melahirkan. 
Di Amerika Serikat, sifilis yang lebih umum di kalangan orang-orang dari ras dan etnis
minoritas. Prevalensi sifilis yang dilaporkan antara orang kulit hitam agak lebih tinggi daripada
kelompok etnis lain. Namun demikian, tingkat ini telah menurun secara drastis dalam beberapa
tahun terakhir. Pada tahun 2000-2003, sifilis menurun dari 12 kasus per 100.000 penduduk
hingga 7,8 kasus per 100.000 penduduk pada kelompok etnis ini (McCalmont, 2009).

Di Indonesia, pada beberapa puluh tahun yang lalu, nama “PHS” yang paling
terkenal adalah “Raja Singa”, yang menjadi korban umunya adalah kaum dewasa, antara
usia 19-35 tahun. Tetapi yang kini muncul dan lebih memprihatinkan adalah penderita
penderita PHS bukan hanya orang-orang yang telah dewasa, tetapi dari kalangan remaja
telah menjadi korbannya. Hal ini, bukan rahasia lagi.

B.     Rumusan Masalah


1.      Jelaskan pengertian penyakit sifilis
2.      Sebutkan klasifikasi penyakit sifilis
3.      Apa saja gejala pada penderita penyakit sifilis
4.      Sebutka cara penularan penyakit sifilis
5.      Jelaskan beberapa pemeriksaan diagnostic
6.      Bagaimana cara mengatasi penyakit sifilis
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Penyakit Sifilis


Penyakit sifilis termasuk penyakit menular seksual, yang penurannya melalui hubungan
seksual terutama hubungan seksual yang tidak aman.
Penyakit sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri spiroseta,
Treponema pallidum. Ketika bakteri penyebab sifilis sudah masuk ke dalam tubuh manusia
melalui selaput lendir, misalnya melalui vagina, mulut atau melalui kulit, dalam beberapa jam,
bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat. Kemudian menyebar ke seluruh tubuh
melalui aliran darah.

B.     Klasifikasi Penyakit Sifilis


      Klasifikasi berdasarkan penyebaran penyakit yaitu :
1.      Sifilis didapat (acquired syphilis) : penyebaran yang terjadi akibat kontak seksual langsung,
transfusi darah atau kontak dengan jaringan yang terinfeksi.
2.      Sifilis congenital (congenital syphilis) : sifilis yang terjadi akibat infeksi Treponema yang
berasal dari ibu yang terinfeksi sifilis primer atau sekunder, jarang infeksi laten. Infeksi dapat
terjadi pada tahap atau usia kehamilan manapun. 
      Menurut Mansjoer (2000), Harrison (1999) dan Harahap (1984), pembagian sifilis secara
klinis ialah:
1.      Sifilis Kongenital
Penularan T. pallidum dari perempuan yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya
melalui plasenta dapat terjadi pada tahap kehamilan berapapun, tetapi lesi sifilis kongenital
secara umum berkembang setelah bulan keempat kehamilan. ketika kemampuan imunologik
mulai berkembang penampakan sifilis kongenital dapat dibagi menjadi:
a)      Penampakan dini yang muncul dalam waktu 2 tahun pertama kehidupan atau antara umur 2
sampai 10 minggu, menular dan menyerupai sifilis sekunder berat pada orang dewasa.
b)      Penampakan lanjut, muncul setelah 2 tahun dan tidak menular.
c)      Kecacatan sisa sifilis kongenital.
2.      Sifilis Akuisita
Menurut Harahap (1985) sifilis akuisita dibagi menurut 2 cara yaitu:
a)      Secara klinis
Secara klinis sifilis dibagi menjadi tiga stadium: stadium I (S I), stadium II (S II), dan stadium III
(S III).
b)      Secara epidemiologic
Secara epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi:
         Stadium dini menular (dalam waktu 2 tahun sejak infeksi), terdiri atas S I, S II, stadium rekuren,
dan stadium laten dini.
         Stadium laten lanjut tak menular (setelah 2 tahun sejak infeksi) terdiri atas stadium laten lanjut
dan S III.

C.    Gejala Penyakit Sifilis


Penyakit sifilis mempunyai beberapa gejala khas, diantaranya adalah :
1.      Timbulnya bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6 sampai 12 minggu setelah berhubungan
seksual dengan penderita sifilis.

2.      Timbul gejala seperti penyakit flu, misalkan sering pusing, nyeri tulang, demam yang gejala ini
akan hilang dengan sendirinya tanpa diobati.
3.      Pembesaran kelenjar getah bening, sakit tenggorokan, dan kehilangan berat badan.
4.      Jika dibiarkan, penyakit ini bisa menyerang susunan saraf otak, pembuluh darah dan jantung
D.    Cara Penularan
Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak
langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus). Luka terjadi
terutama pada alat kelamin eksternal, vagina, anus, atau di dubur. Luka juga dapat terjadi di bibir
dan dalam mulut, Wanita hamil dengan penyakit ini dapat terbawa ke bayi. Spirochaeta
penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-
genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh
seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan.
Harus terjadi kontak langsung dengan kulit orang yang telah terinfeksi disertai dengan
lesi infeksi sehingga bakteri bisa masuk ke tubuh manusia. Pada saat melakukan hubungan
seksual (misal) bakteri memasuki vagina melalui sepalut lendir dalam vagina, anus atau mulut
melalui lubang kecil.

E.     Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnosis menurut Harrison (1999) dan Harahap (1984), ada 3 yaitu: (1)
pemeriksaan Treponema palidum; (2) tes serologik sifilis (TSS); (3) pemeriksaan yang lain.

1.      Pemeriksaan Treponema pallidum


Cara pemeriksaan ialah dengan mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan
pergerakannya dengan mikroskop lapang gelap. Treponema tampak berwarna putih pada latar
belakang gelap.
Pemeriksaan lain dengan pewarnaan menurut Buri, tidak dapat dilihat pergerakaannya
karena treponema tersebut telah mati, jadi hanya tampak bentuknya saja. Secara lege artis harus
diperiksa tiga kali berturut-turut, setiap hari, sementara itu lesi dikompres dengan larutan garam
faal.
2.      TSS
TSS atau Serologic Tests for Syphilis (STS) merupakan pembantu diagnosis yang
terpenting bagi sifilis. Sebagai ukuran untuk mengevaluasi tes serologi ialah sensitivitas dan
spesifisitas. Sensitivitas ialah kemampuan untuk bereaksi pada penyakit sifilis, sedangkan
spesifisitas berarti kemampuan non reaktif pada penyakit bukan sifilis. S I pada mulanya
memberi hasil TSS negatif (seronegatif), kemudian menjadi positif (seropositif) dengan titer
rendah, jadi positif lemah. Pada S II yang masih dini reaksi menjadi positif agak kuat, yang akan
menjadi sangat kuat pada S II lanjut. Pada S III reaksi menurun lagi menjadi positif lemah atau
negatif.
TSS dibagi menjadi dua berdasarkan antigen yang dipakai, sebagai berikut;
a)      Tes nontreponemal
Pada tes ini digunakan antigen tak spesifik yaitu kardiolipin yang dikombinasikan dengan
lesitin dan kolesterol, karena itu tes ini dapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS)
atau Biologic False Positive (BFP).
Antibodinya disebut reagin, yang terbentuk setelah infeksi dengan Treponema pallidum,
tetapi zat tersebut terdapat pula pada pelbagai penyakit lain dan selama kehamilan.
Contoh tes nontreponemal:
•         Tes komplemen fiksasi: Wasserman (WR), Kolmer.
•         Tes flokasi: VDRL (Veneral Disease Research Laboratories), Kahn, RPR (Rapid Plasma
Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test).
Diantara tes-tes tersebut, yang dianjurkan ialah VDRL dan RPR secara kuantitatif, karena
teknis lebih mudah dan lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen, lebih sensitif daripada tes
Kolmer/Wasserman, dan baik untuk menilai terapi.
Tes RPR dilakukan dengan antigen VDRL, kalau terapi berhasil, maka titer VDRL cepat
menurun, dalam enam minggu titer akan menjadi normal. Jika titer seperempat atau lebih
tersangka penderita sifilis, mulai positif setelah dua sampai empat minggu sejak S I timbul. Titer
akan meningkat hingga mencapai puncaknya pada S II lanjut (1/64 atau 1/125) kemudian
berangsur-angsur menurun dan mencapai negatif.
b)      Tes treponemal
Tes ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstraknya dan dapat
digolongkan menjadi empat kelompok:
•         Tes imobilisasi: TPI (Treponemal pallidum Immobilization Test).
•         Tes fiksasi komplemen: RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test).
•         Tes imunofluoresen: FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption test), ada dua:
IgM, IgG.
•         Tes hemoglutisasi: TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay), IgS IgM SPHA
(Solid-phase Hemabsorption Assay).
TPI merupakan tes yang paling spesifik, tetapi mempunyai kekurangan: biayanya mahal,
teknis sulit, membutuhkan waktu banyak. kecuali itu juga reaksinya lambat, baru positif pada
akhir stadium primer, tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan, hasil dapat negatif
pada sifilis dini dan sangat lanjut.
RPCF sering digunakan untuk tes screening karena biayanya murah; kadang-kadang
didapatkan reaksi positif semu. FTA-Abs paling sensitif (90%), terdapat dua macam yaitu untuk
IgM dan IgG. IgM sangat reaktif pada sifilis dini, pada terapi yang berhasil titer IgM cepat turun,
sedangkan IgG lambat. IgM penting untuk mendiagnosis sifilis kongenital.
TPHA merupakan tes treponemal yang dianjurkan karena teknis dan pembacaan hasilnya
mudah, cukup spesifik dan sensitif, menjadi reaktifnya cukup dini. Kekurangannya tidak dapat
dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap reaktif dalam waktu yang lama.
IgS IgM TPHA merupakan tes yang mutakhir dan sedang dikembangkan. Pada sifilis
laten dan S III, tes nontreponemal bervariasi: positif lemah atau negatif, sedangkan tes
treponemal positif lemah. Sebulan setelah pengobatan, tes-tes tersebut diulangi. Jika
pengobatannya berhasil, titer akan menurun, kecuali TPHA. Bila hasil tes serologik tidak sesuai
dengan klinis, tes tersebut perlu diulangi, karena mungkin terjadi kesalahan teknis.
TSS dan kehamilan. Bila pada bayi TSS reaktif, maka belum tentu diagnosisnya sifilis
kongenita, karena ada kemungkinan faktor perpindahan serum dari ibu secara pasif. Karena tes
ini akan memberi reaksi positif pada neonatus dengan sifilis kongenita, tetapi negatif pada
neonatus yang tidak terinfeksi oleh ibu dengan TSS positif.
TSS pada neurosifilis. Tes yang berguna untuk mendiagnosis neurosifilis ialah IgS IgM
SPHA, karena adanya IgM dalam cairan serebrospinalis yang merupakan indikasi tepat bagi
neurosifilis.
Positif Semu Biologik (PSB):
•         PSB akut
Ciri khas PSB akut: hasil tes nontreponemal positif lemah, tidak ada persesuaian antara kedua
tes; berakhir dalam beberapa hari/minggu, jarang melebihi enam bulan sesudah penyakitnya
sembuh.
•         PSB kronis
Pada bentuk ini tes treponemal akan memberi reaksi positif yang berulang dalam beberapa
bulan/tahun. Hasil tes likuor serebrospinalis negatif.
Positif sejati
•         Positif sejati (true positives) pada TSS ialah penyakit treponematosis yang menyebabkan tes
nontreponemal dan tes treponemal positif. Penyakit tersebut ialah penyakit tropis/subtropis,
yakni: frambusia, bejel, dan pinta.

3.      Pemeriksaan yang lain


Sinar rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada S
II, S III, dan sifilis kongenita. Juga pada sifilis kardiovaskular. Juga untuk melihat kelainan pada
sistem tersebut, misalnya aneurisma aorta.
F.     Cara Mengatasi Penyakit Sifilis
Sama seperti penyakit menular seksual lainnya, sifilis dapat di cegah dengan cara
melakukan hubungan seksual secara aman misalkan menggunakan kondom.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit
sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :
  Tidak berganti-ganti pasangan
  Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.
  Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi..

  

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Penyakit sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri spiroseta,
Treponema pallidum. Ketika bakteri penyebab sifilis sudah masuk ke dalam tubuh manusia
melalui selaput lendir, misalnya melalui vagina, mulut atau melalui kulit, dalam beberapa jam,
bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat. Kemudian menyebar ke seluruh tubuh
melalui aliran darah.
Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak
langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus).
Penyakit sifilis mempunyai beberapa gejala khas, diantaranya adalah :
1.      Timbulnya bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6 sampai 12 minggu setelah berhubungan
seksual dengan penderita sifilis.
2.      Timbul gejala seperti penyakit flu, misalkan sering pusing, nyeri tulang, demam yang gejala ini
akan hilang dengan sendirinya tanpa diobati.
3.      Pembesaran kelenjar getah bening, sakit tenggorokan, dan kehilangan berat badan.
4.      Jika dibiarkan, penyakit ini bisa menyerang susunan saraf otak, pembuluh darah dan jantung

B.     Saran
Untuk menanggulangi , maka penulis mensarankan :
1.      Perlu pengobatan yang tepat
2.      Perlu peningkatan penyuluhan bidang kesehatan
3.      Perlu peningkatan pengobatan dan pengawasan medis pada WTS
4.      Perlu kerjasama dengan bidan dan dokter praktik partikuler
5.      Perlu peningkatan fasilitas diagnosis dan pengobatan
6.      Perlu prioritas program pemerintah

Diposkan oleh Raty Subriana di 06.43

BAB I
PENDAHULUAN
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidumyangmenyerang
manusia. Nama lain dari sifilis penyakit raja singa. Penyakit ini mempunyai beberapa sifat, yaitu
perjalanan penyakitnya sangat kronis, dapat menyerang semua organ tubuh, dapat menyerupai
macam-macam penyakit, mempunyai masa laten, dapat kambuh kembali (rekuren), dan dapat
ditularkan dari ibu ke janinnya sehingga menimbulkan sifilis kongenital. Selain melalui ibu ke
janinnya dan melalui hubungan seksual, sifilis bisa juga ditularkan melalui luka, transfusi dan
jarum suntik (Wilson,2001).

BAB II
PERMASALAHAN
Insiden sifilis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan 53.000 kasus pada tahun
1996, sedangkan pada tahun 1992 113.000 kasus. Namun, jumlah kasus sifilis primer dan
sekunder meningkat pada tahun 2000-2007.Pada tahun 2007, 11.466 kasus dilaporkan kepada
US Centers for Disease Control and Prevention.Sebagian besar dari peningkatan ini terjadi pada
pria, terutama pada pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Keseluruhan kasus yang
dilaporkan pada wanita menurun. Lebih dari 80% kasus yang dilaporkan di selatan Amerika
Serikat. Kecenderungan untuk kasus sifilis kongenital terjadi penurunan selama sepuluh tahun
terakhir.
Angka Kematian dan Kesakitan
• Komplikasi utama pada orang dewasa meliputi neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan gumma.
Kematian akibat dari sifilis terus terjadi. Satu studi menemukan bahwa dari 113 kematian akibat
penyakit menular seksual, 105 disebabkan oleh sifilis, dengan jantung dan neurosifilis;
• Angka-angka ini terus meningkat sejak munculnya epidemi AIDS, karena penyakit ulkus
kelamin (termasuk sifilis) adalah kofaktor untuk penularan HIV. Selain itu, pasien yang tidak
diobati beresiko mengalami perkembangan yang cepat untuk neurosifilis dan untuk komplikasi.
• Kongenital sifilis adalah hasil yang paling serius sifilis pada wanitaTelah menunjukkan bahwa
proporsi yang lebih tinggi bayi terpengaruh jika ibu telah diobati sifilis sekunder, dibandingkan
dengan sifilis laten yang tidak diobati dini.Karena T pallidum tidak menginvasi jaringan atau
plasenta janin sampai usia kehamilan bulan kelima, sifilis menyebabkan keguguran, bayi lahir
mati, atau kematian segera setelah melahirkan.
Di Amerika Serikat, sifilis yang lebih umum di kalangan orang-orang dari ras dan etnis
minoritas. Prevalensi sifilis yang dilaporkan antara orang kulit hitam agak lebih tinggi daripada
kelompok etnis lain. Namun demikian, tingkat ini telah menurun secara drastis dalam beberapa
tahun terakhir. Pada tahun 2000-2003, sifilis menurun dari 12 kasus per 100.000 penduduk
hingga 7,8 kasus per 100.000 penduduk pada kelompok etnis ini (McCalmont, 2009).

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluhan dan Gejala
Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum tes serologis, diagnosis sulit
dilakukan dan penyakit ini sering disebut “Peniru Besar” karena sering dikira penyakit lainnya.
Berdasarkan cara penularannya, sifilis dibagi menjadi 2 macam:
1. Sifilis Kongenital (Bawaan)
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada janinnya saat persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis
kongenital merupakan akibat penularan in utero.
2. Sifilis Akuisita (didapat)
Sifilis yang ditularkan melalui hubungan seksual, luka, transfusi darah danjarum suntik.
Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:
1. Stadium Primer
Terbentuk Chancre pada tempat infeksi sekitar 3 minggu setelah infeksi yang berukuran
beberapa mm sampai 2 cm. Chancre ini bersifat soliter, nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di
daerah genitalia, mulut dan anus (Wilson, 2001).
Kebanyakan chancre muncul pada penis, anus, dan rektum pada pria, sedangkan pada wanita
pada vulva, leher rahim dan antara vagina dan anus (perineum). Selain itu dapat terbentuk di
bibir, tangan, atau mata. Luka di vagina dan anus mungkin tak terdeteksi kecuali jika dilihat oleh
seorang dokter. Lesi biasanya sembuh tanpa pengobatan dalam waktu 6 minggu(Swierzewski,
2007).
2. Stadium Sekunder
Gejala klinis pada stadium ini biasanya terjadi 6 minggu setelah pecahnya Chancre atau
selambat-lambatnya 6 bulan setelah infeksi. Penderita sering mengalami demam.Semua jaringan
tubuh dapat diserang terutama kulit dan selaput lendir. Kulit dapat mengalami kelainan yang
tidak gatalberupa makula, papula, pustula (Wilson, 2001).
Ruam sering muncul sekitar 6 minggu sampai 3 bulan setelah chancre sembuh. Ruam dapat
menutupi bagian tubuh, tetapi cenderung meletus pada telapak tangan atau telapak kaki. Ini tidak
gatal. Lesi menyakitkan juga dapat terbentuk di selaput lendir mulut dan tenggorokan dan pada
tulang dan organ dalam. Pada saat ini, penyakit ini sangat menular, karena bakteri terdapat pada
sekresi dari lesi. Ruam biasanya sembuh tanpa pengobatan dalam waktu 2 sampai 6 minggu.
Gejala lain berupa demam, sakit tenggorokan, kelelahan, sakit kepala, sakit leher, sakit sendi,
malaise dan rambut rontok. Sejumlah besar pasien tidak menunjukkan gejala pada tahap ini dari
penyakit (Swierzewski, 2007).
3. Stadium Laten
Pada stadium ini disebut fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala-gejala klinik sifilis
sekunder dan tersier ini berlangsung antara beberapa bulan sampai bertahun-tahun (Wilson,
2001).
Bakteri tetap aktif dalam kelenjar getah bening dan limpa. Stadium ini bisa bertahan 3-30 tahun
dan mungkin tidak berlanjut ke sifilis tersier. Sekitar 30% dari orang yang terinfeksi bertahan
dalam keadaan laten(Swierzewski, 2007).

4. Stadium Tersier
Stadium tersier dapat terjadi bertahun-tahun setelah gejala-gejala sifilis sekunder menghilang.
Muncul kelainan-kelainan yang terjadi akibat reaksi alergi dari jaringan terhadap organisme yang
berupa reaksi gumma. Kelainan yang terjadi berupa rusaknya organ dalam seperti otak, syaraf,
mata, jantung, pembuluh darah, hati, tulang, dan persendian (Wilson, 2001).

B. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik.Pemeriksaan fisik dilakukan di seluruh
permukaan kulit, rambut dan kuku, pembengkakan kelenjar getah bening, selaput lendir mulut,
daerah genitalia/anogenitalia. Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan sediaan
langsung dan serologis.
Ada 2 jenis pemeriksaan darah yang digunakan:
• Tes penyaringan : VDRL (venereal disease research laboratory) atau RPR (rapid plasma
reagin).
Tes penyaringan ini mudah dilakukan dan tidak mahal. Mungkin perlu dilakukan tes ulang
karena pada beberapa minggu pertama sifilis primer hasilnya bisa negatif.
• Pemeriksaan antibodi terhadap bakteri penyebab sifilis.
Pemeriksaan ini lebih akurat. Salah satu dari pemeriksaan ini adalah tes FTA-ABS (fluorescent
treponemal antibody absorption), yang digunakan untuk memperkuat hasil tes penyaringan yang
positif.
Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut.

C. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Treponema pallidum yang termasuk ordo spirochaetales, familia
spirochaetaceae, dan genus treponema. T. pallidum berbentuk spiral, panjang 5-20 µm, lebar 0,1-
0,2 µm,gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol.

D. Cara Pencegahan
Tidak ada vaksin untuk mencegah terjangkitnya sifilis. Pencegahan dapat dilakukan dengan:
- Tidak berhubungan seksual dengan orang yang memiliki penyakit sifilis
- Tidak berganti-gantipasangan
- Penyuluhan mengenai bahaya penyakit menular seksual (PMS) pada masyarakat
- Pemeriksaan darah pada ibu hamil melalui STS (Serological Test for Syphilis) untuk
menghindari terjadinya congenital sifilis
Sifilis tidak menular melalui pelukan, makan menggunakan peralatan makan yang sama, jabat
tangan dan dudukan toilet (Anonim,2007).

E. Cara Pengobatan
Pengobatan dilakukan tergantung stadium sifilis yang diderita. Biasanya diberikan antibiotik
seperti suntikan penisilin sebagai berikut:
- Sifilis stadium primer, diberikan Procaine penicilin G sebanyak 1 kali suntikan
- Sifilis stadium sekunder, biasanya diberikan Benzathine penicilin.
Penisilin juga diberikan kepada penderita sifilis fase laten dan semua bentuk sifilis fase tersier,
meskipun mungkin perlu diberikan lebih sering dan lebih lama.
Jika penderita alergi terhadap penisilin, bisa diberikan doksisiklin atau tetrasiklin per-oral selama
2-4 minggu.

F. Rehabilitasi
Tidak ada rehabilitasi yang diperlukan untuk tahap awal sifilis.Rehabilitasi tahap-tahap
selanjutnya akan tergantung pada perjalanan penyakit (Medical Disability Advisor, 2004).

G. Prognosis
Prognosis sifilis stadium primer dan sekunder baik sedangkan stadium sekunder buruk. Pada
stadium primer, sekunder, dan awal sifilis laten dapat diobati dengan antibiotik. Akhir laten
(lebih dari 1 tahun setelah tahap kedua) sulit untuk diobati. Sifilis tersier memiliki angka
kematian sangat tinggi akibat efek luas dari penyakit pada sistem saraf pusat.
Neurosifilis (di mana bakteri menyerang sistem saraf) dapat terjadi pada individu yang tidak
diobati. Hal ini mengakibatkan meningitis, kelumpuhan, penyakit mental, dan degenerasi dari
saraf tulang belakang. Jika pembuluh darah yang terkena, seorang stroke mungkin terjadi.
BAB IV
PENUTUP
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum yang
menyerang manusia. Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum tes serologis,
diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut “Peniru Besar” karena sering dikira
penyakit lainnya.
Berdasarkan cara penularannya, sifilis dibagi menjadi 2 macam yaitu sifilis kongenital (bawaan)
dan sifilis akuisita (didapat). Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan
yaitu stadium primer, sekunder, laten dan tersier.
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik dilakukan di seluruh permukaan kulit, rambut dan kuku, pembengkakan
kelenjar getah bening, selaput lendir mulut, daerah genitalia/anogenitalia.
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
- Tidak berhubungan seksual dengan orang yang memiliki penyakit sifilis
- Tidak berganti-ganti pasangan
- Penyuluhan mengenai bahaya penyakit menular seksual (PMS) pada masyarakat
- Pemeriksaan darah pada ibu hamil melalui STS (Serological Test for Syphilis) untuk
menghindari terjadinya congenital sifilis
Pengobatan dilakukan tergantung stadium sifilis yang diderita. Biasanya diberikan antibiotik
seperti suntikan penisilin.
Prognosis untuk sifilis stadium primer, sekunder dan stadium laten adalah baik. Prognosis untuk
sifilis stadium tersier adalah buruk.

BAB V DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Syphilis. http://www.mass.gov/Eeohhs2/docs/dph/cdc/factshets/


syphilis.pdf. Diakses 3 Maret 2010.

McCalmont, Timothy. Syphilis.http://emedicine.medscape.com/article/1053426-overview.


Diakses 8 Maret 2010.

Medical Disability Advisor, 2004. http://www.mdguidelines.com/syphilis. Diakses 8 Maret


2010.

Swierzewski, Stanley J. 2007. Syphilis, Overview, Symptoms, Stages, Diagnosis, Treatment.


http://www.urologychannel.com/std/syphilis.shtml. Diakses 8 Maret 2010.

Wilson, Walter R and Sande, M. 2001. Current Diagnosis & Treatment in Infectious Diseases.
The McGraw-Hill Companies, United States of America.

Posted by G1B008040 - June 14, 2010 - Posted in: Makalah

MAKALAH SIPILIS
Di susun Oleh:
Ahmad Samsul A.
Aprilia Wahyu
Ita Surya
Thony Setyawan
Riza Duwi

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan


“INSAN CENDEKIA MEDIKA “
JOMBANG
2010-2011
Jl. K.H. Hasyim Asy’ari 171, Mojosongo – Jombang
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaium Wr. Wb.


Alhamdulilllah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk dapat melaksanakan dan menyelesaikan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan
ketidaksempurnaan karena keterbatasan data dan pengetahuan penulis serta waktu yang ada saat
ini, dengan rendah hatipenulis makalah ini mengharap kritik dan saran yang membangun dari
kalangan pembimbing untuk kesempurnaan makalah yang kami kerjakan ini.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua
pihak yang telah membantu tersellesaikanya kegiatan fortofolio untuk mata kuliah Sistem
integumen, terutama kepada dosen pembimbing. Terlepas dari semua kekurangan penulisan
maklah ini, baik dalam susunan dan penulisanya yang salah, penulis memohon maaf dan
berharap semoga penulisan makalas ini bermanfaat khususnya kepada kami selaku penulis dan
umumnya kepada pembaca yang budiman.
Akhirnya, semoga Allah senantiasa meberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa
saja yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jombang, Oktober 2010

Tim Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………………………………1
Kata pengantar …………………………………………………………………………2
Daftar isi …………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………4
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………6
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………..19
BAB I

PENDAHULUAN

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh , dan bersambung dengan selaput
lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang. Kulit mempunyai banyak fungsi,
didalamnya terdapat ujung saraf peraba, membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya
air dari tubuh dan mempunyai sedikit kemampuan exkretori, sekretori, dan absorpsi.

Kulit dibagi menjadi lapisan :epidermis atau kutikula , dermis atau korium dan
endodermis.epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah sel yangdisusun
atas dua lapis yang jelas tampak : selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Bagian-
bagian epidermis dapat dilihat dengan mikroskop. Lapisan tanduk terletak paling luar dan
tersusun atas beberapa lapisan sel yang membentuk epidermis.

Stratum korneum, selnya tipis datar, seperti sisik dan terus menerus dilepaskan.

Stratum lusidum, selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak ada intinya.

Stratum granulosum, selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan juga granulosum.

Zona germinalis, terletak dibawah lapisan tandukdan terdiri atas 2 lapis sel epitel yang
berbentuk tegas.

Sel berduri, yaitu sel dengan fibril halus yang menyambungsel yang satu dengan yang
lainyadidalam lapisan ini, sehingga setia sel seakan –akan berduri.

Sel basal, sel ini yang terus menerus memproduksi sel epidermis baru. Sel ini disusun
dengan teratur berderet engan rapat membentuk lapisan pertama atau lapisan dua sel pertama
dari sel basal yang duduk diatas papila dermis

Epidermis tidak berisi pembuluh darah. saluran kelenjar keringat menembus epidermis
dan mendampingi rambut. Sel epidermis membatasi folikel rambut. Di atas permukaan epidermis
terdapat garis lekuka yang berjalan sesuai dengan papil dermis dibawahnya. Garis-garis ini
berbeda beda, pada ujunga jari terdapat ukiran yang jelas, yang pada setiap orang berbeda. Maka
dari itu studi sidik jari dalam kriminologi dilandaskan.
Korium atau demis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik. Pada
permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi ranting-rantin pembuluh darah kapiler.

Ujung akhir saraf sensoris yaitu puting peraba , terletak didalam dermis.kelemjar
keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dan banyak jumlahnya terletak disemailah dalam
dermis, dan saluranya yang keluar melalaui dermis dan epidermis, bermuara di atas permukaan
kulit didalam lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar keringat yang berubah sifat
yang dijumpai di kulit sebelah dalam telinga yaitu kelenjar serumen.

Kelenjar sebaseus yaitu kelenjar kantong didalam kulit. Bentuknya seperti botol dan
bermuara didalam folikel rambut. Kelenjar ini paling banyak berada di atas kepala dan muka,
sekitar hidung mulut dan telinga, dan sama sekali tidak terdapat pada kulit telapak tangan dan
telapak kaki. Kelenjar dan sluranya dilapisi oleh sel epitel. Perubahan didalam sel ini berakibat
sekresi berlemak yang disebut sebum.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan melalui
hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu
bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak
dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus
selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin
(Soedarto, 1998).

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit
ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Hidayat, 2009).

Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan perjalanan penyakit yang
kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam  tubuh terutama
sistem kardiovaskular, otak, dan susunan saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital (Mansjoer,
Arif, et al, 2000: 153).

Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sifilis adalah penyakit
infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual (PMS), yang disebabkan oleh
Treponema palidium, yang bersifat kronis dan bekerja secara sistemik.

B. Etiologi

Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk ordo


Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20
mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak
seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah
dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang
disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat
ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar (Soedarto, 1990). Sifilis ini juga dapat
menular melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis. Kontak kilit dengan lesi yang
mengandung T. pallidum juga akan menularkan penyakit sifilis.

C . EPIDEMIOLOGI
Asal penyakit tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Pada tahun 1494
terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis melelui
hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadiwabah di Eropa. Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis
menurun cepat. Selama perang dunia II, kejadian sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun
1946, kemudian menurun setelah itu.
Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten,
disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.

D. Manifestasi Klinis

1. Sifilis primer

Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre sifilis dan
adenitis regional. Papula tidak nyeri  tampak pada tempat sesudah masuknya Treponema
pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol
yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi (chancre) yang soliter,
tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia disertai dengan pembesaran
kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum
yang hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat
masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu
dan setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya
berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.

2 . Sifilis Sekunder

Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah chancre sembuh. Manifestasi sifilis
sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus, yang dapat
terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga
berkembang pada daerah yang lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata (plak
seperti veruka, abu–abu putih sampai eritematosa). Dan plak putih  disebut (Mukous patkes)
dapat ditemukan pada membran mukosa, gejala yang  ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah
penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat
badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada.
Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis
sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein   serebrospinal (CSS),
tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis laten.

E. Relapsing sifilis.

Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat dosis dan
jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi
mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu dari reaksi STS  (Serologis Test
for Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik
pada stadium sifilis sekunder.

     Relapsing sifilis yang ada terdiri dari :

a.     Sifilis laten

Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder dan tersier, ini
berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah
tahun pertama  disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif
dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung
setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya
reaksi STS positif.

b.     Sifilis tersier

Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala sekunder
menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi penyakit tersier
yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa
nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian
tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada
susunan syaraf pusat (neurosifilis ).

c.     Sifilis kongenital


Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang menderita sifilis
kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau
tidak diobati akan mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan
sifilis mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak
menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi –
lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang
persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan
yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi
nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan,  juga interstitial keratitis, stig
mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan
kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung
beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa
disembuhkan. (Soedarto, 1990).

F. Patofisiologi

1. Stadium Dini

Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi
atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan
bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma,
terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh
Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan
perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans).
Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar
getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang
menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang
terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut
berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S
II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T.
pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan
menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.

2. Stadium Lanjut

Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman.


Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan
perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis.
Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.

G. PENCEGAHAN
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit
sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :
• Tidak berganti-ganti pasangan
• Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.
• Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah
terinfeksi.
H. PENATALAKSANAAN
Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi penisillin
diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr.
Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan
bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari
tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.
Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15
hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan
S II.
Penatalaksanaan Medis

      Sifilis primer dan sekunder

1.     Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x seminggu

2.     Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari.
3.     Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta
unit/kali sebanyak dua kali seminggu.

  Sifilis laten

1.     Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit

2.     Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari).

3.     Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta
unit/kali, dua kali seminggu).

  Sifilis III

1.     Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit

2.     Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)

3.     Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta
unit/kali, dua kali seminggu)

  Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:

1.     Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.

2.     Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.

Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:

1.     Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari

2.     Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.

*Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.

Penatalaksanaan Keperawatan

  Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

1.     Bahaya PMS dan komplikais

2.     Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan

3.     Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
4.     Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan
lagi.

5.     Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin

6.     Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.

I.                   PROGNOSIS
Prognosis sifilis menjadi lebih baik setelah ditemukannya penisilin. Jika penisilin tidak
diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10% mengalami
sifilis kardiovaskuler, neurosifilis, dan 23% akan meninggal.

Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan
sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu.

Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya terjadi
setahun setelah terapi berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan, dan regio perianal. Selain
itu, terdapat kambuh serologik.
Pada sifilis laten lanjut, prognosis baik. Pada sifilis kardiovaskuler, prognosis sukar
ditentukan. Prognosis pada neurosifilis bergantung pada tempat dan derajat kerusakan.

Sel saraf yang sudah rusak bersifat irreversible. Prognosis neurosifilis pada sifilis dini
baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis asimtomatik pada stadium lanjut
juga baik, kurang dari 1% memerlukan terapi ulang Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada
yang lanjut, prognosis tergantung pada kerusakan yang sudah ada.
J. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus
tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non
protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi
dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung
berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila
penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan
sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui
hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma  venerium, verrucae
acuminata, skabies, dan keganasan ( kanker ).
K. Komplikasi

Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga
meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama hamil.
Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat
memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.

Benjolan kecil atau tumor


Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau
organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas
biasanya akan hilang.
Masalah Neurologi
Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada nervous sistem,
seperti:
  Stroke
  Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord
(meningitis)
  Koordinasi otot yang buruk
  Numbness (mati rasa)
  Paralysis
  Deafness or visual problems
  Personality changes
  Dementia
Masalah kardiovaskular
Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan  inflamasi aorta, arteri mayor, dan
pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic
valve stenonis.

Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya
mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis
dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya
HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui
keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir
premature juga menjadi lebih tinggi.
         Pada stadium primer komplikasi  diatas belum terjadi. Manifestasi di atas dapat
muncul pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital karena infeksi Treponema mencapai
sistem saraf pusat (SSP), sehingga apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu semua
sistem tubuh  sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang memudahkan masuknya infeksi
lainnya, pada organ ginjal akan menyebabkan gangguan sistem perkemihan dan akan
mengganggu sistem organ lainnya.

. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi, respirasi
b. Pemeriksaan sistemik
Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat perbesaran tyroid atau tidak),
tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), genitalia, ekstremitas atas dan bawah.
c.Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin)
2. Diagnosa Keperawatan & Intervensi
a. Nyeri kronis b.d adanya lesi pada jaringan
Tujuan: nyeri klien hilang dan kenyamanan terpenuhi
Kriteria:
- Nyeri klien berkurang
- Ekspresi wajah klien tidak kesakitan
- Keluhan klien berkurang
- Skala 0-1
- TTV TD: 110/80-120/90 mmHg, T: 360-370C, HR: 70-100x/mnt, RR:16-20x/mnt

Intervensi:
- Kaji riwayat nyeri dan respon terhadap nyeri
- Kaji kebutuhan yang dapat mengurangi nyeri dan jelaskan tentang teknik mengurangi nyeri dan
penyebab nyeri
- Ciptakan lingkungan yang nyaman (mengganti alat tenun)
- Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
b. Hipertermi b.d proses infeksi
Tujuan: klien akan memiliki suhu tubuh normal
Kriteria:
- Suhu 36–37 °C
- Klien tidak menggigil
- Klien dapat istirahat dengan tenang
Intervensi:
- Observasi keadaan umum klien dengan tanda vital tiap 2 jam sekali
- Berikan antipiretik sesuai anjuran dokter dan monitor keefektifan 30-60 menit kemudian
- Berikan kompres di dahi dan lengan
- Anjurkan agar klien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar
- Berikan minum yang banyak pada klien
c. Cemas b.d proses penyakit
Tujuan: cemas berkurang atau hilang
Kriteria:
- Klien merasa rileks
- Vital sign dalam keadaan normal
- Klien dapat menerima dirinya apa adanya
Intervensi:
- Kaji tingkat ketakutan dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling percaya
- Pertahankan lingkungan yang tenang dan aman serta menjauhkan benda-benda berbahaya
- Libatkan klien dan keluarga dalam prosedur pelaksanaan dan perawatan
- Ajarkan penggunaan relaksasi
- Beritahu tentang penyakit klien dan tindakan yang akan dilakukan secara sederhana.
d. Kerusakan integritas kulit b.d. substansi kimia (T. pallidum)

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien memiliki integritas kulit yang baik.

Kriteria:

  Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi, elastic, temperature, hidrasi,
pigmentasi).

  Tidak ada luka/lesi pada kulit

  Perfusi jaringan baik

  Menunjukkan adanya perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang.

  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.

Intervensi:

o   Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

o   Hindari kerutan pada tempat tidur.

o   Jaga kenersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

o   Monitor kulit akan adanya kemerahan.

o   Monitor status nutrisi pasien.

o   Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.


DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
http://www.warmasif.co.id/archieves/artikel/seksologi.
http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip.
http://www.nurularifin.com/info/penyakit_Menular_Seksual_Sifilis.php.
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai