Anda di halaman 1dari 3

EVIDENCE-BASED NURSING (EBN)

OLEH :

Nama : Nomenson Mnaimoy

Nim : 139902719

Kelas :A

Semester : II

Prodi : S1 Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG

2020

Evidence-Based Practice (EBP), salah satunya adalah Evidence-Based Nursing (EBN),


merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik perawatan kesehatan, yang
berdasarkan evidence atau fakta. Pengertian tentang EBP/N dapat dilihat
di : http://www.shef.ac.uk/scharr/ir/def.html  Selama ini, khususnya dalam keperawatan,
seringkali ditemui praktik-praktik atau intervensi yang berdasarkan “biasanya juga begitu”.
Sebagai contoh, sewaktu di pendidikan, cairan yang digunakan dalam perawatan luka
adalah povidone-iodine 10%. Nah, praktik ini dipakai “over & over” meskipun yang
bersangkutan menjelang pensiun. Bila diberikan masukan, kadang-kadang jawaban yang
keluar adalah : ” Selama ini juga begini, pasiennya juga sembuh kok, kok repot…”
Padahal, berdasarkan penelitian yang terbaru, air kran atau air matang saja bisa digunakan
untuk perawatan luka. Ini hanyalah satu contoh. Padahal ada satu tulisan yang menarik
untuk penulis : “apa yang kau dapatkan dari bangku sekolah itu hanyalah berumur satu
tahun setelah wisuda…..” (maaf, penulis lupa dimana baca tulisan ini). Menjadi change
agent sangatlah sulit. Ada pengalaman, di suatu ruang, ada satu perawat yang baru lulus
dari kuliah DIII keperawatannya. Perawat yang lain, termasuk kepala ruangnya adalah
lulusan SPK. Perawat yang baru lulus ini menerapkan ilmu terbaru yang dia dapatkan,
sekaligus implementasi lifelong learning (pembelajaran berkelanjutan, tidak sebatas dari
bangku sekolah saja). Akhirnya hampir semua perawat yang ada di sana “protes” dengan
treatment aneh yang dilakukan oleh perawat baru tersebut. Saat ditanya oleh salah satu
perawat senior, perawat baru ini menjawab : “Ini saya dapatkan dari hasil kuliah saya. Kata
dosen saya seperti ini. Di buku yang saya baca juga bilang seperti itu….” Sulit memang….
Merubah sikap adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan mungkin hal yang sia-sia. Orang
tidak akan bisa merubah adat orang lain, kecuali orang-orang di dalamnya yang merubah
diri mereka sendiri. Tetapi meningkatkan kesadaran, status ekonomi dan masalah kesehatan
di masyarakat, akan meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Tentu
yang mereka tuntut adalah pelayanan yang paling efektif & efisien. Cara apa yang bisa
digunakan? Ya EBP tadi…. Kok repot!!! Buat saja satu essay tentang research report yang
isinya adalah pembahasan mengenai EBP. Caranya sudah penulis jelaskan di tulisan
sebelumnya. Essay ini sifatnya harus persuasive, artinya mempengaruhi orang lain untuk
melakukan hal tertentu atau mempunyai pikiran tertentu secara otomatis setelah membaca
essay tersebut. Kenapa? Jelas bisa! Tetapi tentu saja harus ada evidence yang mendasari
essay tersebut. Evidence ini dapat berupa hasil penelitian terbaru atau buku/sumber yang
lain. Jadi jelasnya, harus ada data atau literatur yang mendasari penulisan essay tersebut
(hmm, sebenarnya kata essay lebih banyak digunakan dalam lingkup pendidikan). Datanya
pun tidak boleh berat sebelah. Harus ada counter-argument yang lain. Ini dimaksudkan
supaya orang tidak menyangka bahwa dirinya baru “dirayu atau dipengaruhi”. Singkatnya,
evidence dalam tulisan tersebut harus balance positif-negatif-nya atau keuntungan-
kerugian-nya (lihat tulisan lain tentang “menulis”). So, satu : harus ada data atau literatur
yang mendasari, dua : harus ada keseimbangan antara argument penulis dan counter
argument (perspektif yang lain). Dan yang ketiga jelas harus di-desiminasi-kan. Bagaimana
orang lain tahu tulisan kita kalau hanya ditumpuk saja di rak buku???? Sebenarnya perawat
baru yang penulis contohkan di atas mempunyai maksud yang baik. Tetapi jelas orang akan
tetap menganggapnya aneh dengan jawabannya tadi. Bagaimana mungkin perawat senior
yang sudah bekerja puluhan tahun kok dikibulin oleh anak seumur jagung yang pasang
infus saja belum tentu jadi? Tidak bisa hanya sekedar bilang : “Katanya begitu… katanya
begini….” Tetapi kalau perawat junior tersebut bisa menunjukkan evidence yang jelas dan
ada penelitiannya, cepat atau lambat, budaya “biasanya” tersebut juga akan terkikis sedikit-
demi-sedikit. Orang akan mampu apabila dia sudah mau. Dia mau kalau dia memang tahu.
Memberi tahu dengan cara bijak akan lebih berhasil dibandingkan dengan “ini loh
gue…” Bagaimana mencari evidence-based practice dalam keperawatan? Lihat di website
penting dalam keperawatan di blog ini. Tetapi tidak bisa langsung di print-out dan
diumumkan langsung, melainkan melalui proses berpikir kritis terlebih dahulu. (Penulis
akan menjelaskan lebih lanjut tentang “Era lifelong-learning” di tulisan selanjutnya). 

Anda mungkin juga menyukai