DISUSUN OLEH :
TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesakan makalah tentang cara
membuat kisi-kisi soal. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sugianto, S.Pdi, M.A
yang telah memberikan arahan kepada kami senhingga kami dapat menyelesaikan tugas ini
dengan tepat waktu .
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai iptek dan seni dalam islam. Saya juga menyadari
bahwasanya makalah ini memiliki banyak kekurangan, maka dari itu penyusun berharap
adanya saran demi perbaikan makalah yang telah saya buat ini untuk kedepannya.
Kelompok 7
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Konflik.................................................................................
B. Penyebab Terjadinya Konflik................................................................
C. Penanggulangan Konflik Antar Umat Beragama..................................
D. Upaya Pemecahan / Penyelesaian Konflik............................................
E. Pemecahan / Penyelesaian Konflik Dalam Islam..................................
F. Harapan Umat Beragama ......................................................................
G. Pengertian Kerukunan...........................................................................
H. Kerukunan Antar Umat Beragama........................................................
I. Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama..............................
J. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama..........................................
A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran ..............................................................................................
A. Latar Belakang
Dewasa ini kita dihadapkan dengan berbagai permasalahan besar bangsa, terutama yang
menyangkut fenomena sosial. Keadaan ini memperlemah kondisi bangsa, termasuk
kerukunan nasional dan imbasnya kerukunan antarumat beragama juga mengalami degradasi
yang memprihatinkan. Oleh karena itu perlu keseriusam dalam menciptakan kerukunan
nasional antarumat beragama di Indonesia supaya dapat berjalan dengan lancar dan mampu
menghindari disintegrasi bangsa. Hal ini dilakukan dengan maksud agar masyarakat
Indonesia dapat berintegrasi secara damai antarumat beragama berdasarkan kesadaran
intelektual dan niat melalui dialog dan kerjasama, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan dan hak kewajiban warga negara di depan hukum, tanpa membedakan suku, budaya,
agama, golongan dan ras, dengan tujuan mewujudkan kehidupan yang adil dan rukun.
Pertanyaan besarnya adalah mengapa konflik antarsuku dan antarpemeluk agama terus
berlangsung, peledakan bom (yang tidak ada di jaman Orde baru) justru saat ini muncul
waktu demi waktu, penembakan secara brutal terjadi dan kekerasan semakin meningkat, apa
faktor kesalahannya, apakah agama juga turut andil dalam kekerasan? Atau apa yang
mendorong penyebab tindak kekerasan itu?
Konflik antar umat beragama sama tuanya dengan umat beragama itu sendiri. Fenomena
tersebut secara realistis dapat diketahui dari berbagai informasi termasuk melalui arsip–arsip
yang ada. Konflik agama dapat terjadi karena perbedaan konsep ataupun praktek yang
dijalankan oleh pemeluk agama melenceng dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
oleh syariat agama, dari situlah biasanya awal mula terjadinya konflik.
Pada dasarnya, Kecenderungan terjadinya konflik, perang dan terorisme tidak saja
disebabkan oleh agama, tetapi oleh masalah sosio-ekonomi, politik di antara kelompok
agama. Sejauh konflik dibenarkan dengan alasan relegius, orang yang bersangkutan itu
sebenarnya justru tidak setia pada iman dan agamanya. Agama diperalat, nama Tuhan
dihinakan oleh egoisme dan kesombongan kolektif. Fenomena demikian sebenarnya bukan
lagi atas nama agama, karena agama pada esensialnya adalah sikap menyembah, tunduk dan
rendah hatipada yang transenden.Dan konflik agama tersebutlah yang menyebabkan tidak
adanya kerukunan antar umat beragama.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Konflik
2. Penyebab Terjadinya Konflik
3. Penanggulangan Konflik Antar Umat Beragama
4. Upaya Pemecahan / Penyelesaian Konflik
5. Pemecahan / Penyelesaian Konflik Dalam Islam
6. Harapan Umat Beragama
7. Pengertian Kerukunan
8. Kerukunan Antar Umat Beragama
9. Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
10. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama
C. Tujuan Penulisan
Mengetahui tentang Konflik, Pemecahan, Harapan Umat Beragama Dan Kerukunan
Antar Umat Beragama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KONFLIK
Konflik merupakan serapan dari bahasa Inggris conflict yang berarti percekcokan,
perselisihan, pertentangan. Conflict sendiri berasal dari kata kerja Latin configere yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara
dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik antar umat beragama sama tuanya dengan umat beragama itu sendiri.
Fenomena tersebut secara realistis dapat diketahui dari berbagai informasi termasuk melalui
archive-archive yang ada. Konflik agama dapat terjadi karena perbedaan konsep ataupun
praktek yang dijalankan oleh pemeluk agama melenceng dari ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan oleh syariat agama, dari situlah biasanya awal mula terjadinya konflik. Sejarah
mencatat bahwa konflik yang terjadi di dunia, seperti konflik antara umat Islam dengan
Kristen di Eropa yang dikenal dengan perang Salib (1096-1271 M), merupakan konflik
terparah dan terlama terjadi di dunia pada abad pertengahan. Namun bila melihat kenyataan
sekarang justeru invansi Barat (Amerika dan sekutu-sekutunya) terhadap negara dunia ke 3
telah menjadi sumber konflik baru pada abad modern ini. Munculnya stereotype satu
kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda agama biasanya menjadi pemicu konflik
antar umat beragama yang diikuti oleh upaya saling serang, saling membunuh, membakar
rumah-rumah ibadah dan tempat tempat bernilai bagi masing-masing pemeluk agama. Dalam
beberapa dekade terakhir ini, banyak umat agama lain memberikan steriotype kepada umat
Islam sebagai umat yang radikal, tidak toleran, dan sangat subjektif dalam memandang
kebenaran agama lain. Sementara umat Kristen dipandang sebagai umat yang agresif dan
ambisius, bertendensi menguasai segala aspek kehidupan dan berupaya menyebarkan pesan
Yesus.
Beberapa konflik baru antara umat beragama yang belum menemukan titik temunya
sampai hari ini adalah konflik antar umat beragama di Moro Filipina (Islam dengan Kristen),
pembantaian muslim Rohingnya oleh umat Budha di Myammar, bentrokan sektarian di kota
Boda, Republik Afrika Tengah yang melibatkan Muslim dengan Kristen, konflik di Poso,
antara umat Islam dengan Kristen, serta konflik Syiah di Jawa Timur. Belakangan ini sebuah
ancaman baru muncul lagi, yaitu lahirnya ISIS yang ingin mendirikan Daulah Islamiah di
Irak dan Suriah, berbagai organisasi agama bahkan sosial, serta pemimpin negara beramai-
ramai mengutuk ISIS yang sedang menjelma sebagai kekuatan baru di dunia.
Kecenderungan terjadinya konflik, perang dan terorisme tidak saja disebabkan oleh
agama, tetapi oleh masalah sosio-ekonomi, politik di antara kelompok agama. Sejauh konflik
dibenarkan dengan alasan relegius, orang yang bersangkutan itu sebenarnya justru tidak setia
pada iman dan agamanya. Agama diperalat, nama Tuhan dihinakan oleh egoisme dan
kesombongan kolektif. Fenomena demikian sebenarnya bukan lagi atas nama agama, karena
agama pada esensialnya adalah sikap menyembah, tunduk dan rendah hati pada yang
transenden.
Sikap yang militan disebabkan oleh materialisme dan sekularisme yang menawarkan
bahwa Tuhan tidak ada, tidak hadir dan tidak dibutuhkan. Rasionalisme menyingkirkan
agama ke pinggiran hidup dengan menyebutnya sebagai sikap ke kanakkanakan, tahyul, ilusi.
Apa yang tidak bisa dimengerti oleh otak manusia berarti tidak ada. Atas nama kebebasan
agama, toleransi dan pluralisme, agama dilarang masuk dalam public sphare, dibatasi pada
kepercayaan pribadi. Materialisme-kapitalisme menang atas materialisme komunis karena
lebih bijaksana terhadap agama dan kebebasan pribadi. Biar saja orang percaya dan beribadat
kalau mau. Tidak ada pengaruhnya, semua akhirnya memuja uang. Agama bisa dijadikan
pendukung budaya dominan tanpa memakai paksaan. Akhirnya orang-orang yang peka akan
nilai-nilai agama merasa tertindas dan berjuang agar nilai-nilia religius dan moral
diperhatikan lagi, maka lahirlah reaksi ekstrimis. Tetapi pemaksaan melahirkan
fundamentalisme, penganiaan terhadap agama menciptakan sikap radikal bagi orang tertindas
sehingga rela mati bagi agamanya dan melawan dengan kekerasan.
Tuhan tidak Maharahim hanya untuk sekelompok orang. Iman monoteis adalah iman
kepada Tuhan yang universal. Kekerasan adalah sikap dan tindakan manusia yang tidak
menundukkan diri pada Tuhan, tidak mengizinkan Dia hadir dalam sejarah mereka, tidak
memandang sesama sebagai ciptaannya. Kekerasan terjadi karena manusia menolak Tuhan
dan Tuhan tidak memaksa manusia.
Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing
menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.
Entah sadar atau tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya,
membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan
agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu
diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan,
sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu.
Agama Islam dan Kristen di Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion),
yang meyakini terbentuk dari wahyu Ilahi Karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama
yang berasal dari Tuhan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang
permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama
menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam
masyarakat.
Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara.
Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu
hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang
merugikan ketentraman dan keamanan.
Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam
sebagai kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian
fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak
kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari
kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen
sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: pengrusakan dan
pembakaran gedung-gedung ibadat.
Konflik antar umat beragama kerap kali terjadi di sekitar kita. Perbedaan, kurangnya
toleransi, dan saling menghargai satu sama lain menjadi pemicu utama sebuah konflik
sebagaimana yang telah di jelaskan di halaman sebelumnya.
Sebenarnya sudah banyak upaya yang dilakukan potensi konflik tidak menjadi kasus.
Pendekatan struktural pemerintah masih sangat dominan. Sementara upaya dari kelompok
masyarakat sendiri belum banyak dilakukan.
1. Upaya yang dilakukan pemerintah tingkat nasional, sebagai contoh dalam bentuk
peraturan berskala nasional adalah Keputusan Mentri Agama RI nomor 35 tahun 1980
tentang “ Wadah Musyawarah Umat Beragama “
2. Upaya yang dilakukan pemerintah tingkat provinsi. Setiap provinsi memiliki
peraturan otonomi daerah masing-masing sebagaimana yang tertuang dalam kebijakan
provinsi tersebut. Misalnya, SE Gubernur nomor 451/1178/031/2000 tanggal 10
Februari 2000 tentang ‘Anjuran Pendirian Forum Komunikasi Antar Umat Beragama
(FKAUB ).
3. Dan upaya yang dilakukan di kabupaten/kota. Upaya ini bisa terbilang tidak berjalan
dengan baik termasuk juga pemberdayaan pada level dasar. Walau begitu bukan
berarti upaya ini gagal karena setidaknya sudah di laksanakan sosialisasi
pemberdayaan antar umat beragama.
Dalam setiap kehidupan bermasyarakat selalu ada perbedaan, dan perbedaan tidak
mungkin dapat di hindari. Perbedaan adalah sebuah anugrah dari Tuhan yang tiada
bandingnya, Rasulullah bersabda : “Perbedaan di antara umatku adalah rahmat”. Dengan
berbagai perbedaan manusia dapat bertukar pikiran, saling melengkapi dan dengan hal
tersebut akan mencapai sebuah kemajuan karena mereka saling belajar antara yang satu
dengan yang lainnya. Namun tidak selamanya perbedaan menjadi sebuah kegemilangan,
banyak dari perbedaan yang menjadi sebuah konflik pertikaian, pertengkaran,bahkan
pertumpahan darah yang menghantarkan pada hancurnya peradaban masa depan. Hal itu
terjadi karena kurangnya toleransi dan saling menghargai.
Konflik yang ada di sekitar kita tidak dapat di hindari namun dapat di tanggulangi,
salah satu cara untuk menjaga masyarakat adalah dengan mengelola konflik tersebut. Agar
konflik tidak lagi bernilai negatif namun sebaliknya merubah konflik itu bersifat konstruktif (
membangun ) dan humanis ( kemanusiaan ).
Banyak konflik di indonesia kita ambil saja contohnya seperti yang terjadi di sekitar
kita yakni kabupaten kulonprogo. Penyelesaian konflik tersebut cenderung menggunakan
pendekatan struktural. Pendekatan struktural adalah cara yang di pakai oleh pemerintah dan
pihak keamanan dalam menyelesaikan konflik. Para tokoh masyarakat masih ada yang
dilibatkan dalam proses penyelesaian sebuah konflik, namun mereka bukan sebagai penengah
ataupun pemrakarsa ( pencetus ) karena perakhiran dipegang oleh pemerintah. Hal itu
dikarenakan kebanyakan tokoh masyarakat tidak lagi menjadi pengayom masyarakat
melainkan mereka lebih berpihak kepada satu pihak atau golongan. Hal tersebut tentunya
manjadi kendala dalam mengoptimalkan peran budaya lokal, khususnya tokoh masyarakat.
Penegakan hukum ini sangat penting untuk ditegakkan supaya memberi efek jera pada
masyarakat, terutama agar tidak terjadi kerusuhan dan konflik.
Sudah sangat jelas dari pembahasan sebelumnya yaitu mengenai konflik, maka
Perdamaian adalah harapan seluruh orang tidak hanya harapan umat beragama. Perdamaian
tidak berarti membuat orang harus menghindari dari konflik, atau dari perbedaan, tetapi
justru menghargai perbedaan. Dalam hal ini pentingnya kemampuan masyarakat untuk
menghargai keanekaragamaan, kemajemukan dan mengelola konflik. Konteks ini, pluralitas
masyarakat merupakan realitas manusiawi, konflik menjadi sebuah logika yang tidak bisa
ditolak, dan perdamaian harus dilakukan. Masalah konflik agama menjadi tanggungjawab
bersama, bukan hanya di kalangan yang bersangkutan tetapi juga perlu adanya kerjasama
dari pihak pemerintah untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama.
G. DEFINISI KERUKUNAN
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya,
hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak
menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850). Bila pemaknaan tersebut
dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh
masyarakat manusia
Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada
ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama
dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu,
memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama,
serta cinta-kasih. Kerukunan antarumat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika
kehidupan umat beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan
kerja sama antarumat beragama.
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan
interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja
sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material
maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun)
dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat
Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.
Selain itu islam juga mengajarkan manusia untuk hidup bersaudara karena pada
hakikatnya kita bersaudara. Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang
pada hakikatnya bukan bermakna persaudaraan antara orang-orang Islam, melainkan
cenderung memiliki arti sebagai persaudaraan yang didasarkan pada ajaran Islam atau
persaudaraan yang bersifat Islami.
Sungguh bahwa Allah telah menempatkan manusia secara keseluruhan sebagai Bani
Adam dalam kedudukan yang mulia, walaqad karramna bani Adam (QS 17:70).
Manusia diciptakan Allah SWT dengan identitas yang berbeda-beda agar mereka saling
mengenal dan saling memberi manfaat antara yang satu dengan yang lain (QS 49:13).
Tiap-tiap umat diberi aturan dan jalan yang berbeda, padahal andaikata Allah
menghendaki, Dia dapat menjadikan seluruh manusia tersatukan dalam kesatuan umat.
Allah SWT menciptakan perbedaan itu untuk member peluang berkompetisi secara sehat
dalam menggapai kebajikan, fastabiqul khairat (QS 5:48).
Sabda Rasul, seluruh manusia hendaknya menjadi saudara antara yang satu dengan
yang lain, wakunu ibadallahi ikhwana (Hadist Bukhari).
Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an dan hadist sekurang-
kurangnya memperkenalkan empat macam ukhuwah, yakni:
1. Ukhuwah ‘ubudiyyah, ialah persaudaraan yang timbul dalam lingkup sesama makhluk
yang tunduk kepada Allah.
2. Ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah, yakni persaudaraan karena sama-sama
memiliki kodrat sebagai manusia secara keseluruhan (persaudaraan antarmanusia,
baik itu seiman maupun berbeda keyakinan).
3. Ukhuwah wataniyyah wa an nasab, yakni persaudaraan yang didasari keterikatan
keturunan dan kebangsaan.
4. Ukhuwah diniyyah, yakni persaudaraan karena seiman atau seagama.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk perhatian,
kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi
menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ” Seorang mukmin
dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka
seluruh tubuh akan merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan
kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di kalangan muslim dikenal dengan
istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial antar manusia
yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang
ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam
ruang lingkup kebaikan.
Kerukunan, “Rukun” dari Bahasa Arab “ruknun” artinya asas-asas atau dasar, seperti rukun
Islam. Rukun dalam arti adjektiva adalah baik atau damai. Kerukunan hidup umat beragama
artinya hidup dalam suasana damai, tidak bertengkar, walaupun berbeda agama. Kerukunan
dalam Islam diberi istilah “tasamuh ” atau toleransi. Sehingga yang di maksud dengan
toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam bidang aqidah Islamiyah
(keimanan), karena aqidah telah digariskan secara jelas dan tegas di dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadits. Dalam bidang aqidah atau keimanan seorang muslim hendaknya meyakini bahwa
Islam adalah satu-satunya agama dan keyakinan yang dianutnya sesuai dengan firman Allah
SWT. dalam Surat Al-Kafirun ( 109) ayat 1 – 6 sebagai berikut: Artinya : “Katakanlah, “Hai
orang-orang kafir! “. Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah. Dan tiada (pula) kamu
menyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan penyembah apa yang biasa kamu
sembah. Dan kamu bukanlah penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu dan
bagiku agamaku”. Sikap sinkritisme dalam agama yang menganggap bahwa semua agama
adalah benar tidak sesuai dan tidak relevan dengan keimanan seseorang muslim dan tidak
relevan dengan pemikiran yang logis, meskipun dalam pergaulan sosial dan kemasyarakatan
Islam sangat menekankan prinsip toleransi atau kerukunan antar umat beragama. Apabila
terjadi perbedaan pendapat antara anggota masyarakat (muslim) tidak perlu menimbulkan
perpecahan umat, tetapi hendaklah kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dalam sejarah
kehidupan Rasulullah SAW, kerukunan sosial kemasyarakatan telah ditampakkan pada
masyarakat Madinah. Pada saat itu rasul dan kaum muslim hidup berdampingan dengan
masyarakat Madinah yang berbeda agama (Yahudi dan Nasrani). Konflik yang terjadi
kemudian disebabkan adanya penghianatan dari orang bukan Islam (Yahudi) yang melakukan
persekongkolan untuk menghancurkan umat Islam.
Ukhuwah Islamiyah
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan. Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu bersatu
karena nikmat Allah, sebagai orang-orang yang bersaudara; dan sebelumnya kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”(Q.S. Ali Imran
ayat 103).
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia/hablum minannaas, dan
mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang
demikian itu, karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa
alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas”(Q.S.
Ali Imran 112).
6. Berkasih sayang terhadap orang beriman dan berlaku tegas terhadap orang kafir
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah
keras/tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka (orang
mukmin). kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
para penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang- orang kafir (dengan
kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang- orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” (Q.S. Al-
Fath ayat 29).
Hadits:
Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi yang lebih muda,
tidak menghormati orang yang lebih tua, dan tidak beramar ma’ruf dan nahi mungkar.
(HR.Tirmidzi)
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan
agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan
kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan
damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap
fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi
dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama memberi ruang
untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan
merusak nilai agama itu sendiri.
Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama
tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa kerukunan umat
beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus
dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti
keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi antar
umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang
dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling
menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang
satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.
Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya telah jelas disebutkan dalam
Alqur’an dan Al-hadits. Hal yang tidak diperbolehkan adalah dalam masalah akidah dan
ibadah, seperti pelaksanaan sosial, puasa dan haji, tidak dibenarkan adanya toleransi, sesuai
dengan firman-Nya dalam surat Al Kafirun: 6, yang artinya: “Bagimu agamamu, bagiku
agamaku”.Beberapa prinsip kerukunan antar umat beragama berdasar Hukum Islam :
a. Islam tidak membenarkan adanya paksaan dalam memeluk suatu agama (QS.Al-
Baqarah : 256).
b. Allah SWT tidak melarang orang Islam untuk berbuat baik,berlaku adil dan tidak boleh
memusuhi penganut agama lain,selama mereka tidak memusuhi,tidak memerangi dan
tidak mengusir orang Islam.(QS. Al-Mutahanah : 8).
c. Setiap pemeluk agama mempunyai kebebasan untuk mengamalkan syari'at agamanya
masing-masing (QS.Al-Baqarah :139).
d. Islam mengharuskan berbuat baik dan menghormati hak-hak tetangga,tanpa
membedakan agama tetangga tersebut. Sikap menghormati terhadap tetangga itu
dihubungkan dengan iman kepada Allah SWT dan iman kepada hari akhir (Hadis Nabi
riwayat Muttafaq Alaih).
e. Barangsiapa membunuh orang mu'ahid, orang kafir yang mempunyai perjanjian
perdamaian dengan umat Islam, tidak akan mencium bau surga; padahal bau surga itu
telah tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun (Hadis Nabi dari Abdullah bin
'Ash riwayat Bukhari). Sudah banyak perjanjian damai dan perjanjian HAM yang
dibuat oleh Negara Islam dan seluruh Negara di dunia soal itu. Dan hanya sedikit yang
melanggar, diantara yang melanggar itu diantaranya Israel, sedangkan yang tidak
melanggar dan sangatlah banyak, seperti Jerman, Cheko, Irlandia dan masih sangat
banyak yang tidak saya sebut satu persatu yang tetap menjaga perdamaian. Jadi mereka
yang menjaga perjanjian damai dengan orang Islam. Tidaklah dibenarkan membunuh
orang-orang yg tetap menjaga perdamaian dengan orang Islam. Bahkan menurut hadis
tersebut tidak akan mencium bau surga bagi yang membunuh orang tersebut tanpa
kesalahan yang jelas.
Kerukunan antar umat beragama sangat diperlukan dalam kehidupan sehari- hari.
Dengan adanya kerukunan antar umat beragama kehidupan akan damai dan hidup saling
berdampingan. Perlu di ingat satu hal bahwa kerukunan antar umat beragama bukan berarti
kita megikuti agama mereka bahkan menjalankan ajaran agama mereka.
Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi
konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural
dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak
saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak
langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.
Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama salah satunya dengan dialog antar
umat beragama. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang demokratis
adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan
bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling
menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Secara historis banyak terjadi konflik antar
umat beragama, misalnya konflik di Poso antara umat islam dan umat kristen. Agama disini
terlihat sebagai pemicu atau sumber dari konflik tersebut. Sangatlah ironis konflik yang
terjadi tersebut padahal suatu agama pada dasarnya mengajarkan kepada para pemeluknya
agar hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong dan juga saling menghormati. Untuk
itu marilah kita jaga tali persaudaraan antar sesama umat beragama.
Konflik yang terjadi antar umat beragama tersebut dalam masyarakat yang multkultural
adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah. Karena
konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara
baik dan benar. Supaya agama bisa menjadi alat pemersatu bangsa, maka kemajemukan harus
dikelola dengan baik dan benar, maka diperlukan cara yang efektif yaitu dialog antar umat
beragama untuk permasalahan yang mengganjal antara masing-masing kelompok umat
beragama. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat beragama terjadi
karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk agama dari satu pihak ke
pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negatif.
Menurut Prof. Dr. H Muchoyar H.S, MA dalam menyikapi perbedaan agama terkait
dengan toleransi antar umat beragama agar dialog antar umat beragama terwujud
memerlukan 3 konsep yaitu :
1. Setuju untuk tidak setuju, maksudnya setiap agama memiliki akidah masing- masing
sehingga agama saling bertoleransi dengan perbedaan tersebut.
2. Setuju untuk setuju, konsep ini berarti meyakini semua agama memiliki kesamaan
dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya.
3. Setuju untuk berbeda, maksudnya dalam hal perbedaan ini disikapi dengan damai
bukan untuk saling menghancurkan.
Tema dialog antar umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada masalah peribadatan
tetapi lebih ke masalah kemanusiaan seprti moralitas, etika, dan nilai spiritual, supaya efktif
dalam dialog aantar umat beragama juga menghindari dari latar belakang agama dan
kehendak untuk memdominasi pihak lain. Model dialog antar umat beragama yang
dikemukakan oleh Kimball adalah sebagai brikut :
1. Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu
dengan cara mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan
mau menghargai keyakinan orang lain.
2. Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi
salahkan orangnya. Misalnya dalam hal terorisme.
3. Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka karena ini
bagian dari sikap saling menghormati.
4. Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak mendapat
fasilitas yang sama seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan sebagainya.
Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama tersebut
hendaknya kita sesama manusia haruslah saling tolong menolong dan kita harus bisa
menerima bahwa perbedaan agama dengan orang lain adalah sebuah realitas dalam
masyarakat yang multikultural agar kehidupan antar umat beragma bisa terwujud.
Dalam pemberian stabilitas dan kemajuan negara, perlu diadakannya dialog singkat
membahas tentang kerukunan antar umat beragama dan masalah yang dihadapi dengan selalu
berpikir positif dalam setiap penyelesaiannya.
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat
memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam
kehidupan berbangsa.
"Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan
memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam
Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta, Rabu.
Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di Indonesia
pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun
beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini
masih sering muncul.
Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan
kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang
kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan
kebodohan.
Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa
misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan
sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian perlu
dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama," katanya.
"Kemajemukan adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan untuk
dihapuskan. Supaya bisa menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola dengan baik dan
benar," katanya. Ia menambahkan, untuk mengelola kemajemukan secara baik dan benar
diperlukan dialog berkejujuran guna mengurai permasalahan yang selama ini mengganjal di
masing-masing kelompok masyarakat.
Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S Tanuwibowo, agenda
agama-agama ke depan sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan besar yang
selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal umat beragama yakni rasa saling
percaya, kesejahteraan bersama dan penciptaan rasa aman bagi masyarakat. "Energi dan
militansi agama seyogyanya diarahkan untuk mewujudkan tiga hal mulia itu," demikian Budi
S Tanuwibowo.
Dengan adanya dialog antar agama ini juga diharapkan dapat menumbuh kembangkan
sikap optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat beragama.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Terjadinya konflik umat beragama disebabkan oleh beberapa hal, yaitu Perbedaan
Doktrin dan Sikap Mental, Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama, Perbedaan Tingkat
Kebudayaan, Masalah Mayoritas dan Minoritas Golongan Agama. Namun konflik tersebut
dapat diselesaikan dengan cara pendekatan struktural maupun dengan cara penyelesaian
dalam islam. Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu perdamaian, karena perdamaian
adalah harapan umat beragama dan harapan seluru orang.
Saran kami untuk permasalahan di atas adalah yang pertama kita harus meningkatkan rasa
toleransi kita kepada siapapun entah mereka beragama yang sama dengan kita atau yang
berbeda agama.kemudian menghilangkan rasa curiga,cemburu kepada penganut agama
lain,Selan itu kita harus menghilangkan rasa fanatik dan egois terhadap penganut agama
lain.Untuk lebih mempererat hubungan kita harus saling bersilaturahmi dan saling tolong
menolong.Jika keseluruham itu di jalankan maka konflik antar umat beragama tidak akan
terjadi lagi,karena konflik yang terjadi terus menerus dan di biarkan maka akan merusak
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Dan menanamkan sejak dini pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama agar
terciptanya hidup rukun antar sesama sehingga masyarakat merasa aman, nyaman dan
sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. Nawari Ismail, M.Ag, Prof. Muhaimin AG ( Pendamping ), Konflik Umat Beragama
dan Budaya Lokal,( Bandung, CV. Lumbuk Agung, 2011 ) Hal : 179 – 182.
2. HustonSmith, Agama Agama Manusia,( Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001 )
3. Max Weber,Sosilogi Agama,( Yogyakarta, Ircisod,2012 )
4. Wahyuddin.dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia
5. Daud Ali, Mohammad, 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarata: Rajawalu pers.
6. Sairin, Weinata. 2002. Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa:
butir-butir pemikiran, Jakarta:Gramedia
7. Taher, Tarmizi. 2007. Berislam Secara Moderat. Jakarta: Grafindo
8. Hafifuddin. 2003. Islam Aplikatif. Jakarta: Gema Insani Perss