Anda di halaman 1dari 19

BAB I

KONSEP MEDIS

1. Pengertian

Sindrom Nefrotik adalah kelainan pada sistem perkemihan/urinary yang ditandai dengan

adanya peningkatan protein dalam urine (proteinuria), penurunan albumin dalam darah, dan

adanya edema.

2. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi

Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal

dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya,

ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke

garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan

batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III. Pada fetus dan infan, ginjal

berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa

menghilang.

Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid

yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh

kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla

marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi

kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu

menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.

Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya

terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri

dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang


dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta

nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.

Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat

dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir

tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap

sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung

henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama

makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat

filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya

isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak

turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir

duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang

diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).

b. Fisiologi

Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat

penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini

sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac

output.

1) Faal Glomerolus

Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk

ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan

hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit

per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal

dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12

tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.


2) Faal Tubulus

Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang

ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR :

120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga

yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin

dewasa). Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan

umur :

 1-2 hari : 30-60 ml

 3-10 hari : 100-300 ml

 10 hari-2 bulan : 250-450 ml

 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml\

 1-3 tahun : 500-600 ml

 3-5 tahun : 600-700 ml

 5-8 tahun : 650-800 ml

 8-14 tahun : 800-1400 ml

3) Faal Tubulus Proksimal

Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan

reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat

yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi

sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic

ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan

basa organik.

4) Faal loop of henle

Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick

limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.


5) Faal tubulus distalis dan duktus koligentes.

Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara

reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.

3. Klasifikasi

a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome)

Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak

dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat

dengan mikroskop cahaya.

b. Sindrom Nefrotik Sekunder

Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura

anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma

limfoproliferatif.

c. Sindrom Nefrotik Kongenital

Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang

terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan

proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi

pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

4. Etiologi

Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai

suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli

membagi etiologinya menjadi:

a. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah

edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua

pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa
neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam

bulan-bulan pertama kehidupannya.

b. Sindrom nefrotik sekunder

Muncul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik/sebagai akibat dari berbagai sebab

yang nyata contonhnya efek samping obat.

Penyebab yang sering dijumpai adalah :

1) Malaria kuartana atau parasit lain.

2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.

3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.

4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,

racun oak, air raksa.

5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif 

hipokomplementemik.

c. Sindrom nefrotik primer/idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )

Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom ini scara primer terjadi akibat

kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.

5. Manifestasi Klinis

 Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari

bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan

(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen

daerah genitalia dan ekstermitas bawah. Sembab ringan yaitu kelopak mata bengkak dan

sembab berat yaitu asites, edema genital (pembengkakan skrotum/labia), hidiotoraks, dan

sembab paru.

 Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa

 Selama beberapa minggu mungkin terdapat azotemia, hematuria dan hipertensi ringan
 Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus

 Pucat, sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan

umumnya terjadi

 Pada abdomen yang mengalami distensi akan mengganggu pernafasan anak, terutama

bila disertai dengan efusi pleura

 Sering timbul efusi serosa (transudat) dan asites kadang-kadang muncul tanpa edema

menyeluruh, terutama terjadi pada anak kecil dan bayi karena jaringannya lebih resisten

terhadap pembentukan edema interstisial

 Proteinuria > 3,5 g/hr pada dewasa atau 0,05 g/kgBB/hr pada anak-anak

 Hipoalbuminemia < 30 g/l

 Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia

 Hiperkoagulabilitas yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri

6. Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada

hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria

menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma

menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan

tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah

aliran darah ke renal karena hypovolemi.

Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan

merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon

(ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi

natrium dan air akan menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan

stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam

hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam

urin (lipiduria). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan

oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

1) Urin

a) Protein urin : meningkat

b) Urinalisis : cast hialin, granular, dan hematuria

c) Dipstick urin : protein (+), darah (+)

d) Berat jenis urin : meningkat

2) Darah

a) Albumin serum : menurun

b) Kolestrol serum : meningkat

c) Hemoglobin dan hematokrit : meningkat

d) Laju endap darah (LED) : meningkat

e) Elektrolit serum : bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan

b. Biopsi Ginjal

8. Komplikasi

a. Infeksi (akibat defisiensi respon imun)

b. Hiperlipidemia pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol

LDL dan VLDL, triliserida, dan lipoprotein

c. Hipokalsemia terjadi karena penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan

osteoporosis dan osteopenia dan kebocoran metabolit vitamin D, oleh karena itu pada SN

relaps dan SN resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalssium 500 mg/hari
dan vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB

intravena

d. Hipovolemia terjadi karena pemberian diuretik yang berlebihan/dalam keadaan SN

relaps dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin dan sering disertai sakit

perut

e. Shock terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang

menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock

f. Dehidrasi

g. Trombosis vaskuler terjadi akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian

fibrinogen plasma

9. Penataksanaan

a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit, aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien

b. Diet protein 1,2 - 2 gram/kg BB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kcal/kg/hari serta rendah

garam (1g/hari)

c. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penderita (makanan lunak/biasa). Jangan

diberikan makanan yang keras karena penderita malas makan

d. Diuretikum : furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon

pengobatan

e. Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari

luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari, kemudian dilanjutkan

dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari

dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari

f. Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi

g. Jika ada gagal jantung diberikan digitalis


h. Kemoterapi:

1)   Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek

samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar

5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan

obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek

samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus

peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.

2)   Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan

berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ).

Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan

penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.

10. Pencegahan

Pada umumnya pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk mengurangi gejala dan

mencegah pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut :

a. Pengaturan minum

Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan dan elektrolit,

yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.

b. Pengendalian hipertensi

Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu, tekanan darah

data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan betabloker, methyldopa,

vasodilator, juga mengatur pemasukan garam.

c. Pengendalian darah

Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini dapat dihindari

dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit  buah-buahan, hiperkalemia dapat

diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila hiperkalemia sudah terjadi maka
dilakukan pengurangan intake kalium, pemberian natrium bicarbonate secara intra vena,

pemberian cairan parental (glukosa), dan pemberian insulin.

d. Penanggulangan anemia

Anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal ginjal kronis, usaha

pertama dengan mengatasi faktor defisiensi, untuk anemia normakrom trikositik dapat

diberikan supplemen zat besi oral, tranfusi darah hanya diberikan pada keadaan

mendesak misalnya insufisiensi karena anemia dan payah jantung.

e. Penanggulangan Asidosis

Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom. Sebelum

memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi dulu misalnya rehidrasi.

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Pengobatan natrium

bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan parenteral, pada permulaan diberi 100 mg

natrium bicarbonate, diberikan melalui intravena secara perlahan-lahan. Tetapi lain

dengan dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.

f. Pengobatan dan pencegahan infeksi

Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini dapat memperburuk

faal ginjal. Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada bakteriuria dengan

memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus sedapat mungkin dihindari

karena dapat mempermudah terjadinya infeksi.

g. Pengaturan diit dan makanan

Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat kebutuhan energi

dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan sebaiknya mengandung asam amino

yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram protein yang dapat menurunkan

nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30 kal/kgBB dapat dikurangi apabila didapati

obesitas.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000

anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 :

1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

b. Riwayat penyakit dahulu

Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.

c. Riwayat penyakit sekarang

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi,

diare, urine menurun

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan

terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah

kelahiran.

4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

a. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8

b. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir

c. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri

meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya,


senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk

anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan

lebih dekat dengan ayah.

d. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa

bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika

usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak

peragu.

e. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai

mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan

alat-alat sederhana.

f. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan

kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya,

menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna,

membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.

g. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,

keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari

orang tua, teman.

5. Riwayat Nutrisi

Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status

gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,

dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi

baik).

6. Pemeriksaan Fisik

a. Sistem Respirasi
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena

distensi abdomen

b. Sistem Kardiovaskuler

Nadi 70 – 110 x/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan

bisa dijumpai.

c. Sistem Persarafan

Dalam batas normal

d. Sistem Perkemihan

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri

e. Sistem Pencernaan

Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut,

malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii

f. Sistem Muskuloskeletal

Dalam batas normal

g. Sistem Integumen

Edema periorbital, ascites

h. Sistem Endokrin

Dalam batas normal

i. Sistem Reproduksi

Dalam batas normal

B. Diagnosa Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotic plasma

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

c. Resti infeksi berhubungan dengan menurunnya imunitas, prosedur invasive

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan


e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilitas

f. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan

C. Intervensi Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotic plasma

Tujuan :

1) Tidak terjadi akumulasi cairan

2) Intake dan output seimbang

Kriteria Hasil :

1) Menunjukkan keseimbangan dan haluaran

2) Tidak terjadi peningkatan berat badan

3) Tidak terjadi edema

Intervensi :

1) Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan

R/: Pemantauan membantu menentukan status cairan pasien

2) Observasi perubahan edema

R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh

3) Batasi intake garam

R/: Mungkin diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek berbalikan dari

penurunan aluran darah ginjal, dan/atau kelebihan volume sirkulasi

4) Timbang berat badan setiap hari

R/: Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik.

Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil :
1) Tidak terjadi mual dan muntah

2) Menunjukkan masukan yang adekuat

3) Mempertahankan berat badan

Intervensi :

1) Tanyakan makanan kesukaan pasien

R/: Pasien cenderung mengonsumsi lebih banyak porsi makan jika ia diberi

beberapa makanan kesukanannya

2) Timbang BB tiap hari

R/: Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan

cairan

3) Kaji / catat pemasukan diet

R/: Membantu dan mengidentifikasi defisiensii dan kebutuhan diet.

4) Berikan makanan sedikit tapi sering

R/: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremic

c. Resti infeksi berhubungan dengan menurunnya imunitas, prosedur invasive

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil :

1) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

2) Tanda-tanda vital dan leukosit dalam batas normal

Intervensi :

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

R/: Menurunkan resiko kontaminasi silang

2) Awasi tanda vital untuk demam, peningkatan frekuensi/kedalaman pernapasan

R/: Reaksi demam adanya indikator infeksi lebih lanjut

3) Lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasive


R/: Membatasi introduksi bakteri kedalam tubuh

4) Kolaborasi pemberian antibiotik

R/: Membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan

Tujuan : pasien dapat mentolerir aktivitas dan menghemat energi

Kriteria Hasil :

1) Menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan

2) Mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi :

1) Tingkatkan tirah baring/duduk

R/: meningkatkan istirahat dan ketenangan klien, posisi telentang meningkatkan

filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

2) Rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap

R/: melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit

3) Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien

R/: memenuhi kebutuhan perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas

4) Berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien

R/: melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit

e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilitas

Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit

Kriteria Hasil :

1) Integritas kulit terpelihara

2) Tidak terjadi kerusakan kulit

Intervensi :

1) Inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi


R/: Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan

dan melakukan intervensi yang tepat

2) Ubah posisi tidur setiap 4 jam

R/: Mengurangi stress pada titik tekanan, meningkatkan aliran darah ke jaringan

da meningkatkan proses kesembuhan

3) Gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit

R/: Meninggikan atau menopang daerah yang edema dapat mengurangi edema.

Menggunakan bedak dapat mengurangi kelembapan dan gesekan yang

ditimbulkan ketika permukaan tubuh saling bergesek

f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

Tujuan : tidak terjadi gangguan boby image

Kriteria Hasil :

1) Menyatakan penerimaan situasi diri

2) Memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri negative

Intervensi :

1) Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan anak

R/ : Untuk memudahkan koping

2) Tunjukkan aspek positif dari penampilan anak

R/ : Meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap kondisi

anak

3) Dukung sosialisasi dengan anak tanpa infeksi aktif

R/ : Agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi

4) Berikan umpan balik positif terhadap perasaan anak

R/ : Agar anak merasa diterima


PENYIMPANGAN KDM

Idiopatik Sekunder Bawaan Fokal Segmental

Sindrom Nefrotik Kurang informasi

Gangguan pembentukan
glomerulus MK : Kurang pengetahuan
tentang penyakit

Albumin melewati membran


bersama urine

Hpoalbuminemia

Tekanan koloid turun,


tekanan hidrostatik naik

Retensio cairan di rongga perut Cairan masuk ke ekstra seluler

Asites Retensio cairan seluruh tubuh Gangguan citra tubuh

Edema anasarka
Menekan diafragma Menkan isi perut
MK : Gangguan cairan
Gangguan imobilisasi dan elektrolit
Ekspansi otot pernapasan Mual muntah
tidak optimal
Penekanan terlalu dalam
Nafas tidak adekuat Nafsu makan turun pada tubuh

Pengiriman nutrisi dan


MK : Ganguan nutrisi kurang O2 ke jaringan turun
MK : Gangguan pola napas dari kebutuhan

Hipoksia jaringan
Kondisi lemah Daya tahan tubuh turun

MK : Gangguan tumbuh MK : Gangguan mobilitas fidsik MK : Resiko infeksi MK : Kerusakan integritas kulit MK : Ganguan perfusi jaringan
kembang

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC.

Donna L, Wong. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester.

Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih

bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.

www.perawattegal.wordpress.com

(diakses tanggal 3 November 2015 Jam 09.15 WITA)

http://askepsindrom.blogspot.co.id/

(diakses tanggal 3 November 2015 Jam 09.00 WITA)

s1-keperawatan.umm.ac.id/files/file/Sindroma%20Nefrotik

(diakses tanggal 3 November 2015 Jam 09.30 WITA)

Anda mungkin juga menyukai