Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki sumber pencahayaan alami yang sangat baik. Sinar matahari bersinar
penuh selama 12 jam per hari. Keadaan iklim dan geografis yang demikian sangat baik jika dapat
dimanfaatkan untuk sistem pencahayaan bangunan. Pencahayaan alami merupakan salah satu
faktor penting untuk perancangan bangunan. Tanpa adanya cahaya yang masuk di ke dalam
bangunan tidak mungkin fungsi bangunan tersebut akan berfungsi secara optimal. Bayangkan
saja bagaimana jika kita melakukan pekerjaan tertentu di dalam gedung yang minim akan
pencahayaan. Pasti akan terasa tidak nyaman. Tetapi walaupun cahaya pada bangunan sangat
penting untuk menunjang aktivitas, penggunaan cahaya buatan pada siang hari juga merupakan
salah satu bentuk pemborosan energy.

Pencahayaan alami merupakan pencahayaan tanpa menggunakan energi listrik seperti


cahaya buatan yang menggunakan listrik dari Perusahan Listrik Negara ataupun genset.
Bangunan perkantoran termasuk dalam jenis bangunan mempunyai tingkat aktifitas penggunaan
yang menerus. Aktifitas yang dilakukan secara rutin menuntut derajat kenyamanan yang
memenuhi syarat sehingga aktifitas dapat berjalan dengan optimal. Untuk menjalankan aktifitas
secara normal harus mengetahui secara ideal pengukuran derajat kenyamanan terhadap
kenyamanan visual sebuah bangunan atau ruang ditentukan oleh kuat terang cahaya pada
ruangan tersebut. Namun terkadang tidak disadari oleh pengguna bangunan bahwa efek kuat
terang cahaya berpengaruh besar terhadap kenyamanan visual yang diimplementasikan melalui
mata sehingga mengganggu aktifitas dan produktifitas.

Perilaku pengguna ruang terhadap kenyamanan visual dapat terlihat dari prilaku
pengguna, misalnya dengan mengerutkan kelopak mata jika cahaya pada ruangan terlalu silau
atau membuka mata lebar – lebar ketika cahaya pada ruangan terlalu gelap. Penguna ruang dapat
beradaptasi dengan menghidupkan lampu atau lebih mencari tempat yang lebih terang.
Kenyamanan visual mata dipengaruhi oleh warna dan cahaya. Kenyamanan visual dalam
melakukan aktivitas sehari - hari di dalam perkantoran bergantung dari jumlah cahaya yang
masuk ke dalam ruangan. Cahaya adalah syarat mutlak bagi manusia untuk melihat dunianya.
Tanpa cahaya, maka dunia akan gelap, hitam dan mengerikan. Keindahan tidak akan tampak dan
dinikmati. Untuk itu manusia membutuhkan cahaya untuk beraktivitas dengan sehat, nyaman dan

1
menyenangkan. Sistem pencahayaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar
terhadap kenyamanan visual suatu bangunan. Sistem pencahayaan sangat penting diperhatikan
pada setiap bangunan guna kenyamanan dalam beraktifitas guna meningkatkan produktifitas dan
kenyamanan visual (Satwiko, hal.85, 2005). Sistem pencahayaan meliputi sistem pencahayaan
alami dan sistem pencahayaan buatan. Pencahayaan alami lebih mengutamakan dari sinar
matahari yang tentunya dipengaruhi iklim dan kepekatan awan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Arsitektur Tropis ?


2. Apa yang dimaksud dengan Kenyamanan Visual ?
3. Apa yang dimaksud dengan Sistem Pencahayaan Alami ?
4. Bagaimana sistem pencahayaan alami pada bangunan perkantoran dengan pendekatan
Arsitektur Tropis ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah , yaitu :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Arsitektur Tropis


2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kenyamanan Visual
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Sistem pencahayaan alami
4. Untuk mengetahui bagaimana sistem pencahayaan alami pada bangunan perkantoran
dengan pendekatan Arsitektur Tropis

1.4 Manfaat
Manfaat yang didapat baik untuk penulis maupun pembaca adalah untuk menambah ilmu
pengetahuan khususnya sistem pencahayaan alami untuk memenuhi kenyamanan visual pada
bangunan perkantoran dengan pendekatan Arsitektur Tropis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Arsitektur Tropis


Arsitektur adalah kesatuan dari kekokohan atau firmitas, keindahan atau venustas, dan
kegunaan atau utilitas. (Marcus Pollio Vitruvius, 1486). Tropis merupakan kata yang berasal dari
bahasa Yunani, yaitu “tropikos” yang berarti garis balik yang meliputi sekitar 40% dari luas
seluruh permukaan bumi. Garis-garis balik ini adalah garis lintang 23°27’ Utara dan Selatan.
Daerah tropis didefinisikan sebagai daerah yang terletak diantara garis isotherm 20° di sebelah
bumi Utara dan Selatan (Lippsmeier, 1994). Jadi, kami simpulkan Arsitektur Tropis adalah
Arsitektur yang berada di daerah beriklim tropis dan telah beradaptasi dan dapat memberikan
respon dengan iklim tropis.

Terdapat 2 macam iklim tropis, yakni tropis kering (Dry Tropic) dan tropis basah (Wet
Tropic). Daerah tropis kering (Dry Tropic) Padang pasir sangat kering, hampir tidak mengenal
hujan. Kalaupun hujan, maka sangat tidak teratur. Daerah ini pada siang hari memiliki
temperature dan potensi penguapan yang tinggi. Sungai-sungai kering dan aliran air
menunjukkan bahwa kadang-kadang turun hujan yang sangat lebat. Tetapi karena airnya terlalu
cepat mangalir hampir tidak dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Tumbuhan rendah
dan poho-pohon rendah kurus yang tumbuh jarang merupakan ciri daerah ini.

Sedangkan Daerah tropis basah (Wet Tropic) Daerah lembab mencakup savana lembab,
daerah dengan angin musim dan hutan hujan tropis. Daerah savana lembab dan daerah bermusim
hujan memiliki satu atau dua musim hujan dengan batas yang jelas. Tumbuhan di daerah ini
lebat dan mampu melewati musim kering panjang tanpa akibat yang berarti. Ciri khas daerah ini
adalah rendahnya perbedaan temperature harian dan tahunan; pada kelembaban yang tinggi dan
temperature selalu hampir sama sepanjang tahun. kekayaan tumbuhan di daerah yang sangat
lembab sangat luar biasa.

Terdapat lebih dari 35.000 jenis tumbuhan berbunga. Beberapa jenis pohon menjulang
tinggi sampai 60 m dari tinggi rata-rata hutan tropis khatulistiwa mencapai sekitar 20 m. Ciri
yang menonjol pada iklim tropis adalah tingginya suhu rata-rata harian dibanding pada iklim
lain. (V. Rondonuwu dan H. Gosal, 2011). Indonesia sebagai daerah beriklim tropis
memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap bentuk bangunan, dalam hal ini

3
khususnya bangunan rumah tinggal, sekolah, dan perkantoran. Kondisi iklim seperti temperatur
udara, radiasi matahari, angin, kelembaban, serta curah hujan, mempengaruhi desain dari
bangunan-bangunan di Indonesia. Masyarakat pada iklim tropis dalam membangun rumahnya
berusaha untuk menyesuaikan kondisi iklim yang ada guna mendapatkan disain rumah yang
nyaman dan aman.

Bentuk arsitektur tropis, tidak mengacu pada bentuk yang berdasarkan estetika, namun
pada bentuk yang berdasarkan adaptasi atau penanganan iklim tropis. Meskipun demikian
bentukan bangunan oleh arsitek maupun desainer yang baik akan memberikan kualitas arsitektur
yang estetis, hal ini karena selain memperhatikan bagaimana menangani iklim tropis, juga
memperhatikan bagaimana kesan estetika eksterior dan interior dari bangunan tersebut. Bentuk
secara makro sangat memperhatikan faktor panas dan hujan, dimana untuk menangani hal
tersebut maka arsitektur tropis yang baik akan memperhatikan bagaimana bangunan tidak panas
dan ketika hujan tidak tampias hujan, selain itu terdapat kualitas kenyamanan berkaitan dengan
suasana panas dan dingin yang ditimbulkan oleh hujan, biasanya dibuat teras untuk memberikan
perlindungan serta menikmati iklim tropis yang bersahabat. Bentuk secara mikro pada masing-
masing elemen bangunan seperti jendela dengan bentuk lebar, berjalusi, berkanopi, atau
semacam itu. Bentuk bangunan tropis dari kayu biasanya merupakan bangunan panggung
dengan lantai yang diangkat dengan harapan terhindar dari banjir akibat hujan, memang
merupakan kualitas rancangan yang sudah berhasil sejak dulu. Salah satu upaya yang dilakukan
untuk mengoptimalkan kenyamanan visual pada arsitektur tropis adalah dengan menciptakan
sistem pencahayaan alami pada desain bangunan arsitektur topis.

2.2 Kenyamanan Visual


Kenyamanan visual menurut USR & E adalah kriteria tidak terukur yang merupakan
perlindungan terhadap pengamat dari faktor yang ada di dalam atau instrusi dari luar tapak yang
dapat mengurangi pengalaman visual yang menyenangkan dari lingkungan kota. Salah satu hal
yang perlu diperhatikan dalam kenyamanan visual adalah pencahayaan alami, yang merupakan
distribusi luminasi, baik dari matahari, langit, bangunan ataupun permukaan tanah. Untuk
mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka diperlukan sistem pencahayaan
yang tepat sesuai dengan kebutuhannya, seperti standar kuat penerangan pada berbagai fungsi
dibawah ini :

1. Perkantoran 200-500 Lux


2. Rumah / Apartemen 100-250 Lux
3. Hotel 200-400 Lux
4. Sekolah / Rumah Sakit 200-800 Lux

4
5. Basement / Toilet / Hall / Lobby 100-200 Lux
6. Restoran / Store / Toko 200-500 Lux
Adapun untuk pengukuran kuat penerangan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan
menggunakan metode perhitungan biasa / manual dengan menggunakan alat bantu lux meter dan
metode perhitungan menggunakan software ecotect.

2.3 Sistem Pencahayaan Alami


Pencahayaan alami adalah pemanfaatan cahaya yang berasal dari benda penerang alam
seperti matahari, bulan, dan bintang sebagai penerang ruang. Karena berasal dari alam, cahaya
alami bersifat tidak menentu, tergantung pada iklim, musim, dan cuaca. Diantara seluruh sumber
cahaya alami, matahari memiliki kuat sinar yang paling besar sehingga keberadaanya sangat
bermanfaat dalam penerangan dalam ruang. Cahaya matahari yang digunakan untuk penerangan
interior disebut dengan daylight. (Dora, P dan Nilasari, P, 2011). Daylight memiliki fungsi yang
sangat penting dalam karya arsitektur dan interior. Distribusi cahaya alami yang baik dalam
ruang berkaitan langsung dengan konfigurasi arsitektural bangunan, orientasi bangunan,
kedalaman, dan volume ruang. Oleh sebab itu daylight harus disebarkan merata dalam ruangan.

2.3.1 Sistem pencahayaan alami pada bangunan


Cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

1. Cahaya matahari langsung.


2. Cahaya difus dari terang langit.
3. Cahaya difus dari pantulan tanah atau bangunan lainnya.

Gambar sumber pencahayaan alami


Sumber : Lechner, Norbert 2001

Pada kondisi iklim tropis, cahaya matahari langsung harus selalu dihindari karena
membawa panas masuk ke dalam bangunan, caranya dapat melalui desain bentuk bangunan
dan elemen pembayangan (shading devices) baik yang bergerak maupun yang tetap.
Komponen pencahayaan yang dapat digunakan yaitu komponen 2 dan 3. Intensitas cahaya
5
difus dari terang langit bervariasi bergantung pada kondisi terang langit (cerah atau
berawan). Cahaya difus dari pantulan tanah atau bangunan lain dapat menyebabkan masalah
kesilauan karena sudut datangnya yang rendah, tetapi merupakan solusi paling baik untuk
kawasan iklim tropis dan sub-tropis.

Secara umum, cahaya alami didistribusikan ke dalam ruangan melalui bukaan di


saping (side lighting), bukaan di atas (top lighting), atau kombinasi keduanya. Tipe
bangunan, ketinggian, rasio bangunan dan tata massa, dan keberadaan bangunan lain di
sekitar merupakan pertimbangan-pertimbangan pemilihan strategi pencahayaan (Kroelinger,
2005). Sistem pencahayaan samping (side lighting) merupakan sistem pencahayaan alami
yang paling banyak digunakan pada bangunan. Selain memasukkan cahaya, juga
memberikan keleluasaan view, orientasi, konektivitas luar & dalam, dan ventilasi udara.
Posisi jendela pada dinding dapat dibedakan menjadi 3: tinggi, sedang, rendah, yang
penerapannya berdasarkan kebutuhan distribusi cahaya dan sistem dinding. Strategi desain
pencahayaan samping yang umum digunakan antara lain :

 Single side lighting


Bukaan di satu sisi dengan intensitas cahaya searah yang kuat, semakin jauh jarak dari
jendela intensitasnya semakin melemah.
 Bilateral Lighting
Bukaan di dua sisi bangunan sehingga meningkatkan pemerataan distribusi cahaya,
bergantung pada lebar dan tinggi ruang, serta letak bukaan pencahayaan.
 Multilateral Lighting
Bukaan di beberapa lebih dari dua sisi bangunan, dapat mengurangi silau dan kontras,
meningkatkan pemerataan distribusi cahaya pada permukaan horizontal dan vertikal,
dan memberikan lebih dari satu zona utama pencahayaan
 Clerestories Lighting
Jendela atas dengan ketinggian 210 cm diatas lantai, merupakan strategi yang baik
untuk pencahayaan setempat pada permukaan horizontal atau vertikal. Perletakan
bukaan cahaya tinggi di dinding dapat memberikan penetrasi cahaya yang lebih dalam
ke dalam ruangan.
 Light Shelves

6
Memberikan pembayangan untuk posisi jendela sedang, memisahkan kaca untuk
pandangan dan kaca untuk pencahayaan alami. Bisa berupa elemen eksternal atau
elemen internal dan kombinasi keduanya.

 Borrowed Light
Konsep pencahayaan bersama antar dua ruangan yang bersebelahan.

2.3.2 Faktor Pencahayaan Alami


Menurut SNI No.03-2396-2001 Tentang tata cara merancang Sistem Pencahayaan
Alami, Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan pada
suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat pencahayaan
bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan
tersebut. Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari 3 komponen meliputi :

1. Komponen langit yakni komponen pencahayaan langsung dari cahaya matahari.


2. Komponen refleksi luar yakni komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi benda-
benda yang berada di sekitar bangunan yang bersangkutan.
3. Komponen refleksi dalam yakni komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi
permukaan-permukaan dalam ruangan, dari cahaya yang masuk ke dalam ruangan akibat
refleksi benda-benda di luar ruangan maupun dari cahaya langit.

Gambar 2.2 Tiga komponen cahaya langit yang sampai pada suatu titik di bidang kerja
Sumber : SNI 03-2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan

Menurut SNI No 03-2396-2001 Tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan


Alami, Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila :

1. Pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat, terdapat cukup
banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan.

7
2. Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras
yang mengganggu.

2.3.2 Roster

Pengertian Roster adalah partisi khusus yang karakter khusus berupa Lubang atau
Hollow. Untuk bahannya atau Material yang di gunakan juga beragam jenis mulai dari tanah liat
yang di bakar atau Terakota, keramik berglazur, kayu, beton, GRC atau Glassfibre Reinforced
Cemen, logam besi tuang atau kuningan dan bahkan dari batu alam yang di pahat. Roster bukan
merupakan elemen desain baru, tetapi tengah menjadi tren. Dengan elemen ini tampilan ruangan
bisa menjadi lebih indah dan menarik. Roster merupakan partisi atau penyekat antar ruang yang
memiliki fungsi utama sebagai lubang sirkulasi udara dan pencahayaan di siang hari pada sebuah
ruang.

Gambar 2.3 Roster pada koridor

Sumber : Rina Susanto,Spacehistories.com

Dengan demikian penggunanaan roster dapat menghemat energy karena angin dan
cahaya matahari dapat masuk melalui lubang-lubang roster. Namun seiring perkembangan jaman
Roster jenis ini mulai terpinggirkan dan mulai di gantikan dengan parisi kaca bening sebagai
penutup bagian luar gedung seiring meningkatnya pemakaian Air Conditioner (AC) atau
pendingin udara. Namun karena dengan di galangkan nya Go Green dan rumah hemat energi
Roster beton kembali bangkit kembali.

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Lokasi

Objek yang kami amati berlokasi di jalan Campuhan II No.2, Legian, Kuta,
Kabupaten Badung, Bali. Bangunan ini merupakan bangunan kantor dengan 2 lantai
yang terbagi dari lantai 1 merupakan sebuah rumah makan dan lantai 2 adalah kantor
arsitek. Bangunan ini sebagian besar menghadap kearah selatan dan memiliki pintu
samping sebagai akses pegawai.

Gambar 3.1 Lokasi Objek

Sumber : Google Maps

9
Gambar 3.2 Tampak Luar Bangunan
Sumber : Google Maps

3.2 Perletakkan Sistem Pencahayaan Alami


Dalam sebuah bangunan, diperlukan adanya sistem pencahayaan alami. Nilai
intensitas pencahayaan alami pada ruang dalam dipengaruhi oleh intensitas pencahayaan
alami pada area luar. Sehingga semakin tinggi intensitas pencahayaan alami di luar, maka
akan semakin tinggi intensitas pencahayaan alami di dalam, dengan catatan kondisi
bukaan cahaya yang sama. Hal tersebut diperlukan untuk menghemat penggunaan listrik
agar lebih ramah lingkungan. Objek bangunan yang kami amati memiliki beberapa
sistem pencahayaan alami diantaranya menggunakan roster dan sistem borrowed light.

3.2.1 Aplikasi Roster Pada Bangunan

Gambar 3.3 Aplikasi Roster


Sumber : Dokumentasi Observator

10
Roster pada bangunan ini terletak disisi utara. Selain meenerima cahaya, roster
juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu system penghawaan alami untuk memenuhi
kebutuhan thermal civitas di dalam bangunan. Karakteristik cahaya yang dating dari utara
umumnya bersifat tidak menyilaukan sehingga cahaya yang masuk dapat optimal.
Hollow atau rongga tersebut berfungsi efektif untuk menghalau teriknya sinar matahari,
menyalurkan udara sejuk, dan menciptakan kesan unik pada bangunan. Variasi bentuk
atau pola yang terdapat pada rongga roster beton memungkinkan untuk melakukan
penyesuaian pasokan udara, cahaya matahari, dan angin yang dibutuhkan, begitu pun
pada konsep arsitektur pada kantor yang diusung.

3.2.2 Aplikasi Sistem Borrowed Light Pada Bangunan

Gambar 3.3 Aplikasi Sistem Borrowed Light


Sumber : Dokumentasi Observator

Sistem borrowed light merupakan suatu system pencahayaan alami dengan


memanfaatkan cahaya yang datang pada sebuah ruangan yang berada disekitarnya. Syarat sistem
borrowed light ini adalah suatu ruangan harus terhubung dengan ruangan lainnya dan tidak
terbatasi oleh sekat yang menghalangi cahaya masuk. Kelemahan pada sistem borrowed light
adalah minimnya privasi pada kedua ruangan yang menggunakan sistem teresbut.

11
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Pencahayaan alami pada bangunan kantor ASA Architect dicapai dengan menggunakan
tipe pencahayaan borrowed light dan roster yaitu pada sisi utara dan barat bangunan. Ruang –
ruang di kantor konsultan arsitek sudah cukup nyaman secara visual, hanya saja pada beberapa
ruangan membutuhkan pencahayaan buatan untuk memenuhi kenyamanan visual. Rekomendasi
untuk mendukung kenyamanan visual dapat dicapai dengan modifikasi pada ruang, dapat berupa
modifikasi interior maupun eksterior. Modifikasi interior dapat berupa pendataan kembali layout
ruang dan pola tata prabot. Modifikasi eksterior dapat dengan mendapatkan shading device
(elemen pembayangan), memperbesar luasan jendela atau menambahkan sylight.

12
DAFTAR REFRENSI

Lechner Norbert. (2007). Heating, Cooling, Lighting, Design Method for Architects. Jakarta.

Thojib & Adhitama, (2013). Kenyamanan Visual Melalui Pencahayaan Alami Pada Kantor.

Universitas Brawijaya Malang.

13

Anda mungkin juga menyukai