Anda di halaman 1dari 6

MIKHAILL NURYANSAH

1710611002
TIPIKOR B

RESUME PERKEMBANGAN KORUPSI DI INDONESIA

Tidak ada penelitian yang pasti terkait asal- usul budaya korupsi di Indonesia, namun
korupsi sudah ada sejak jaman kerajaan nusantara melalui venalty of power, dimana
kedudukan atau jabatan diperjualbelikan secara bebas kepada siapa saja yang mampu
membayar. Praktik korupsi besar- besaran terjadi pada masa tanam paksa. Saat itu
disebutkan, petani hanya bisa mendapat 20 % hasil panennya dan diduga juga hanya 20 %
yang dibawa ke Negeri Belanda. Selebihnya 60 % hasil bumi Nusantara diambil pejabat lokal
dari desa hingga kabupaten. Korupsi pada masa pendudukan militer fasis Jepang. Kekuasaan
Jepang yang militeristik mempekerjakan aparatur lokal yang berkemampuan rendah dan
serakah. Akibatnya, korupsi, pasar gelap, dan pelbagai penyimpangan terjadi secara marak
meski jika ketahuan akan dihukum keras pihak Jepang. Akhirnya mereka dan sistem yang
sudah rusak itu turut berkuasa pada era Republik Indonesia pasca 1945 - sekarang.

A. SEJARAH PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

1) Orde Lama (Tahun 1957 – 1960)

Beberapa peraturan yang dijadikan dasar hukum pemberantasan korupsi, yaitu :

 Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 tentang tata kerja menerobos


kemacetan memberantas korupsi;
 Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957 tentang pemilikan harta benda;
 Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/011/1957 tentang penyitaan harta benda
hasil korupsi, pengusutan, penuntutan, dan pemeriksaan perbuatan korupsi;
 Peraturan Penguasa Perang Staf Angkatan Darat PEPERPU/031/1958 dan
 Peraturan Penguasa Perang Staf Angkatan Laut Nomor PRT/z.1/I/7/ 1958 tanggal17
April 1958.
Peraturan militer ini muncul karena militer mengganggap tidak ada kelancaran dalam
usaha memberantas perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara
sehingga perlu ada tata kerja yang dapat menerobos kemacetan usaha pemberantasan
korupsi. Pada masa ini dibentuk Panitia Retooling Aparatur Negara yang dipimpin
oleh A.H. Nasution dibantu oleh Prof.M.Yamin dan Roeslan Abdul Gani. Tujuan
diadakannya peraturan penguasa perang ini agar perbuatan korupsi yang saat itu
merajalela dapat diberantas dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
2) Masa Tahun 1960-1971

Untuk menyempurnakan aturan penguasa perang maka diterbitkanlah UU No.


24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana
Korupsi, dengan menambah perumusan tindak pidana korupsi yang ada dalam KUHP.

Kebijakan tersebut tentunya tidak dapat dilepaskan dengan kesadaran bahwa


pengaturan delik jabatan dalam Buku II Bab XXVII (pasal 415, 416, 418, 423, 425,
dan 435) KUHP tidak memadai lagi untuk mencegah korupsi yang semakin
merajalela dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun. UU ini awalnya
adalah Perpu yang kemudian dengan UU No. 1 Tahun 1961 disebut dengan UU No.
24 Prp Tahun 1960.

Pada masa ini dibentuk Lembaga khusus untuk memberantas korupsi, yaitu:

 Operasi Budhi (Keppres No. 275/1963)

 Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan ketua


Presiden Soekarno dibantu Soebandrio dan Ahmad Yani.

 Tim Pemberantas Korupsi (Keppres No. 228/1967)

 Tim Komisi Empat (Keppres No. 12/1970)

 Komite Anti Korupsi/KAK (1967)

Namun lembaga pemberantasan korupsi tersebut tidak berhasil karena tidak ada
perumusan menyangkut perbuatan yang merugikan keuangan negara. Undang-undang
ini mengandung kelemahan- kelemahan yaitu :

a) Belum adanya ketentuan yang mempermudah pembuktian dan percepatan


proses hukum acara.

b) Adanya perbuatan yang merugikan keuangan negara dan melanggar keadilan


masyarakat namun tidak dapat dipidana karena tidak masuk dalam rumusan
tindak pidana;

c) Pelaku hanya ditujukan kepada pegawai negeri, padahal orang non pegawai
negeri yang menerima bantuan dapat melakukan perbuatan korupsi.

Dalam UU ini rumusan tindak pidana korupsi ditentukan dalam rumusan Pasal 1 :

a. Tindakan seseorang yang dengan atau karena melakukan sesuatu kejahatan atau
pelanggaran, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang
secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian
negara atau daerah atau merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan
dari keuangan negara atau badan hukum lainnya yang mempergunakan modal
atau kelonggaran dari negara atau masyarakat.
b. Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan melawan
hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang dilakukan
dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
c. Kejahatan-kejahatan yang tercantum dalam Pasal 17 sampai 21 peraturan ini,
dalam Pasal 209, 210, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435 KUHP.

3) Masa Orde Baru (Tahun 1971-1999)

Untuk menyempurnakan UU No. 24 Prp Tahun 1960, kemudian dikeluarkan UU No. 3


Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang perumusan tindak
pidana korupsi mengacu pada pasal-pasal yang ada di KUHP dan perumusannya
menggunakan delik formal.
Dikeluarkannya UU disebabkan karena tindak pidana yang terjadi selama kurun waktu
tahun 60 an sampai tahun 70 an telah terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan
keuangan negara tetapi telah pula merupakan pelanggaran terhadap hak- hak sosial dan
ekonomi masyarakat secara luas.
Sebagai pelaksana undang-undang dibentuk :
 Tim OPSTIB sesuai Inpres No. 9/1977, tetapi karena kinerja Tim OPSTIB tersebut
vakum, maka pada tahun 1999 dibentuk :
 Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara/KPKPN dengan Keppres No.
127/1999
UU No. 3 Tahun 1971 ini memiliki beberapa kemajuan antara lain:
a) Perumusan eksplisit mengenai unsur melawan hukum tindak pidana korupsi. Aturan
terdahulu dirumuskan dengan unsur "dengan atau karena melakukan kejahatan atau
pelanggaran";
b) Bentuk tindak pidana korupsi merupakan delik formil yang dalam aturan
sebelumnya sebagai delik materiel;
c) Perluasan jenis tindak pidana korupsi berupa suap (gratifikasi);
d) Bentuk percobaan dan permufakatan dikualifikasikan sebagai delik selesai (dipidana
seperti pelaku delik selesai).

4) Masa Reformasi (Tahun 1999-2002)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 kemudian disempurnakan dengan UU Nomor


31 Tahun 1999 dan terakhir diubah beberapa pasalnya dengan UU Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UU ini berisi penegasan perumusan tindak pidana korupsi dengan delik formil dan
memperluas pengertian pegawai negeri.
Disamping itu lahir UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Berdasarkan UU ini, penegakan
hukum dilakukan oleh :

 POLRI

 Kejaksaan dan

 Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/TGTPK dengan PP No.


19 Tahun 2000, yang dibentuk dengan maksud untuk mempercepat
pemberantasan korupsi dibentuk

Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi ketentuan internasional tentang


pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, karena korupsi telah menjadi
masalah internasional sehingga perlu diadakan kerjasama berskala internasional untuk
memberantas korupsi, sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pengesahan
United Nations Against Corruption, 2003

Secara kualitas tindak pidana korupsi di Indonesia telah merambah berbagai sektor
publik, karena tindak pidana korupsi tidak saja terjadi di lembaga eksekutif tetapi
telah merambah pula lembaga legislatif dan yudikatif

Berbagai kasus tindak pidana korupsi yang mencuat ke permukaan merupakan


gambaran betapa tindak pidana korupsi telah terjadi secara sistematik, sebagai suatu
perbuatan yang sangat merugikan serta dapat merusak sendi-sendi kehidupan
perekonomian suatu negara.

Soal

1. Sebutkan dan Jelaskan jenis perbuatan korupsi pada zama orde lama!
- Perbuatan korupsi pidana yaitu:
a. Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan kejahatan
atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan
atau perekonomian negara atau daerah atau merugikan keuangan suatu
badan yang meneriman bantuan keuangan dari negara atau daerah atau
badan hukum lain yang mempergunakan modal atau kelonggaran-
kelonggaran dari masyarakat.
b. Perbuatan yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau
pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan
yang dilakukan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
c. Kejahatan yang tercantum dalam Pasal 41 sampai 50 Peraturan
Penguasa Perang Pusat ini dalam Pasal 209, 210, 418 dan 420 KUHP.
- Perbuatan korupsi lainnya yaitu :
a. Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan
melawan hukum atau memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu badan yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan
keuangan negara atau daerah atau badan yang menerima bantuan dari
keuangan negara atau daerah atau badan lain yang mempergunakan
modal dan kelonggaran dari masyarakat.
b. Perbuatan seseorang yang dengan atau melakukan perbuatan
melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
badan yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau
kedudukan

2. Mengapa lembaga pemberantasan korupsi tidak berhasil pada tahun 1960-


1971?

Karena tidak ada perumusan menyangkut perbuatan yang merugikan


keuangan negara. Undang-undang ini mengandung kelemahan- kelemahan yaitu :

a. Belum adanya ketentuan yang mempermudah pembuktian dan percepatan


proses hukum acara.

b. Adanya perbuatan yang merugikan keuangan negara dan melanggar


keadilan masyarakat namun tidak dapat dipidana karena tidak masuk
dalam rumusan tindak pidana;

c. Pelaku hanya ditujukan kepada pegawai negeri, padahal orang non


pegawai negeri yang menerima bantuan dapat melakukan perbuatan
korupsi.

3. Apakah ada kemajuan dalam pembentukan undang-undang secara


keseluruhan?
Iya terdapat pada UU No. 3 Tahun 1971 ini memiliki beberapa kemajuan antara
lain:
a) Perumusan eksplisit mengenai unsur melawan hukum tindak pidana
korupsi. Aturan terdahulu dirumuskan dengan unsur "dengan atau karena
melakukan kejahatan atau pelanggaran";
b) Bentuk tindak pidana korupsi merupakan delik formil yang dalam aturan
sebelumnya sebagai delik materiel;
c) Perluasan jenis tindak pidana korupsi berupa suap (gratifikasi);
d) Bentuk percobaan dan permufakatan dikualifikasikan sebagai delik selesai
(dipidana seperti pelaku delik selesai).

4. Siapa saja Lembaga khusus yang memberantas korupsi pada masa 1960-
1971 :

- Operasi Budhi (Keppres No. 275/1963)

- Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan ketua


Presiden Soekarno dibantu Soebandrio dan Ahmad Yani.

- Tim Pemberantas Korupsi (Keppres No. 228/1967)

- Tim Komisi Empat (Keppres No. 12/1970)

- Komite Anti Korupsi/KAK (1967)

5. Apa saja kelebihan undang-undang pada zaman reformasi?


 Dikenal adanya korupsi aktif dan korupsi pasif;
 Percobaan, permufakatan, dan pembantuan tindak pidana korupsi diancam
pidana sebagaimana pelaku korupsi;
 Adanya ketentuan yang mempermudah pembuktian dengan dipakainya
prinsip pembuktian terbalik yang terbatas dan adanya ketentuan yang
memprioritaskan penanganan tindak pidana korupsi.

Anda mungkin juga menyukai