Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

PERDARAHAN SUBARAKHNOID

Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Neurologi
Periode 26 Maret – 30 April 2018

Erika Resti Prahastika, S.Ked 04054821719069


Silvi Silvania, S.Ked 04054821820026

Pembimbing:
dr. Selly Marisdina, Sp S(K)

BAGIAN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA 2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:

PERDARAHAN SUBARAKHNOID

Oleh:

Erika Resti Prahastika, S.Ked 04054821719069


Silvi Silvania, S.Ked 04054821820026

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Periode 6 November – 11 Desember 2017.

Palembang, Maret 2018

dr. Selly Marisdina, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Perdarahan Subarakhnoid” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Bagian
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad
Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Selly Marisdina, Sp.S(K) selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
ajaran dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian lah penulisan tugas
ilmiah ini, semoga bermanfaat.

Palembang, Maret 2018

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN........................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................15
BAB IV ANALISIS KASUS..................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................36

iv
BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit serebrovaskuler/cerebrovascular disease (CVD) merupakan penyakit sistem
persarafan yang paling sering dijumpai. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah
manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat atau
tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya
penyebab lain selain penyebab vaskular. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
terhentinya suplai darah kebagian otak sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan hingga kematian.
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran darah atau oksigen
ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi
karena berkurangnya aliran darah sedangkan stroke yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau
sekitar otak disebut stroke hemoragik. Perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat dengan
cepat menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur saraf di dalam tengkorak. Stroke
hemoragik lebih jarang terjadi dibanding stroke iskemik akan tetapi stroke hemoragik menyebabkan
lebih banyak kematian.
Berdasarkan American Heart Association (AHA), stroke ditandai sebagai defisit neurologi

yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
pembuluh darah, termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan pendarahan

subaraknoid (SAH).2
Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah di ruang subaraknoid.1 Kejadian perdarahan sub-araknoid berkisar antara
21.000 hingga 33.000 orang per tahun di Amerika Serikat.2Mortalitasnya kurang lebih 50% pada 30
hari pertama sejak saat serangan, dan pasien yang bisa bertahan hidup kebanyakan akan menderita
defi sit neurologis yang bisa menetap.3,4 Perdarahan subaraknoid adalah salah satu jenis patologi
stroke yang sering dijumpai pada usia dekade kelima atau keenam, dengan puncak insidens pada usia
sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada perempuan
dengan rasio 3:2.1
Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012, kompetensi seorang dokter umum
adalah dapat mendiagnosis stroke dan memberi tatalaksana awal pada keadaan darurat dan kemudian
merujuk pasien ke layanan kesehatan yang lebih tinggi (3B). Oleh karena itu laporan kasus ini dibuat
untuk mengetahui dasar diagnosis dan memberikan terapi awal yang adekuat pada pasien stroke
hemoragik yakni pendarahan subarakhnoid.
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identifikasi
Nama : Ny. PH
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Musi Banyuasin
Tanggal MRS : 8 April 2018

II. Anamnesis
Ny. P, 60 tahun dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami nyeri kepala sangat hebat
secara tiba-tiba.
1 hari SMRS (31/3), penderita mengalami nyeri kepala sangat hebat secara tiba-tiba
saat istirahat. Penderita mengalami kehilangan kesadaran ± 2 jam setelah timbul keluhan.
Pasien kemudian dibawa ke RS Al Rasyid dan dirawat sebelum akhirnya dirujuk ke RSMH
(9/4). Saat serangan, dirasakan sakit kepala yang sangat hebat dan merasa baru pertama kali
sakit kepala yang dirasakan sehabat ini. Sakit kepala seperti rasa menyut. Tidak ada rasa
berputar. Pandangan mata tidak kabur dan tidak sakit bila melihat cahaya langsung. Tidak
ada telinga berdenging. Tidak ada rasa melayang. Tidak ada kejang. Terdapat muntah dan
BAB sewaktu serangan. Kelemahan sesisi tubuh tidak ada. Tidak terdapat gangguan
sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan. Mulut mengot tidak ada ada. Bicara pelo tidak
ada. Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat.
Penderita juga masih dapat mengerti isi pikiran yang disampaikan orang lain secara lisan,
tulisan dan isyarat.
Riwayat sakit kepala sebelumnya tidak ada. Riwayat sakit kepala lama tidak ada.
Riwayat hipertensi ada sejak 5 bulan yang lalu dan tidak meminum obat secara teratur.
Riwayat diabetes mellitus ada sejak 3 tahun yang lalu dan tidak meminum obat secara
teratur. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat dislipidemi
tidak ada. Riwayat pengobatan di RS Al Rasyid diberikan Gastrofir/ IV 40 g; Drip
Nicardipine; Drip Tramadol; Candesartan 1x10 mg; Amlodipine 1x10 mg; Sukralfat 2x5 cc
Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya.
3

III. Pemeriksaan Fisik


Status Internus
Kesadaran (GCS) : 9 (E2M5V2)
Tekanan Darah : 190/110 mmHg
Nadi : 118 x/m
Pernapasan : 28 x/m
Suhu Badan : 36 ºC
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 155 cm

IMT : 20 kg/m2 (Normoweight)


Gizi : Baik
Kepala : Normocephali, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-).
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)

Thorax :
Cor
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dekstra, batas kiri 2 jari
lateral linea mid klavikula sinistra ICS V (normal)
A: Bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, tidak ada penggunaan otot bantu napas
tambahan.
P : Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor di kedua hemithorax
A : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronkhi (-)

Abdomen : I : Datar, massa (-)


P : Lemas
P : Timpani
A: Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibial (-)

Status Psikiatrikus
Sikap : kooperattif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : normocephali
Deformitas : (-)
Ukuran : normal
Simetris : simetris
Fraktur : (-)
Nyeri fraktur : (-)
Hematom : (-)
Tumor : (-)
Pulsasi : (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

LEHER
Sikap : lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (+) minimal
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri

Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan


Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

N.Opticus Kanan Kiri


Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S

Kanan Kiri
- Anopsia Tidak ada Tidak ada
- Hemianopsia Tidak ada Tidak ada

Fundus Oculi tidak ada kelainan


- Papil edema
- Papil atrofi
- Perdarahan retina

N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens

Kanan Kiri
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
- Gerakan bola mata baik ke segala arah baik ke segala arah

Pupil
- Bentuk bulat bulat
- Diameter Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokor/anisokor isokor
- Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
Refleks cahaya
- Langsung (+) (+)
- Konsensuil (+) (+)
- Akomodasi (+) (+)

N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit tidak ada kelainan
- Trismus tidak ada kelainan
- Refleks kornea tidak ada kelainan

Sensorik
- Dahi tidak ada kelainan
- Pipi tidak ada kelainan
- Dagu tidak ada kelainan
N. Facialis
Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Menutup mata tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi tidak ada kelainan sudut mulut tertinggal
- Lipatan nasolabialis menurun datar
- Bentuk Muka tidak ada kelainan
- Istirahat tidak ada kelainan
- Berbicara/bersiul tidak ada
kelainan Sensorik
2/3 depan lidah tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
- Chovstek’s sign (-) (-)

N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan tidak diperiksa

Detik arloji tidak diperiksa


Tes Weber tidak diperiksa
Tes Rinne tidak diperiksa

N. Vestibularis
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Vertigo Tidak ada Tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus

Kanan Kiri
Arcus pharingeus tidak ada kelainan
Uvula tidak ada kelainan
Gangguan menelan tidak ada kelainan
Suara serak/sengau tidak ada kelainan
Denyut jantung tidak ada
kelainan Refleks
- Muntah tidak ada kelainan
- Batuk tidak ada kelainan
- Okulokardiak tidak ada kelainan
- Sinus karotikus tidak ada
kelainan Sensorik
- 1/3 belakang lidah tidak dinilai

N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu tidak ada kelainan
Memutar kepala tidak ada kelainan

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Mengulur lidah tidak ada kelainan

Fasikulasi Tidak ada


Atrofi papil Tidak ada
Disartria Tidak ada

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 4+
Tonus Normal Menurun
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Menurun
- Triceps Normal Menurun
- Radius Normal Menurun
- Ulna Normal Menurun
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner (-) (-)
- Leri (-) (-).
- Meyer (-) (-)
Trofik (-) (-)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan Cukup Menurun
Kekuatan 5 4+
Tonus Normal Menurun
Klonus
- Paha (-) (-)
- Kaki (-) (-)
Refleks fisiologis
- KPR Normal Menurun
- APR Normal Menurun
Refleks patologis
- Babinsky (-) (-)
- Chaddock (-) (-)
- Oppenheim (-) (-)
- Gordon (-) (-)
- Schaeffer (-) (-)
- Rossolimo (-) (-)
- Mendel Bechterew (-) (-)
Refleks kulit perut
- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
Refleks cremaster tidak ada kelainan
Trofik tidak ada kelainan
SENSORIK
Tidak ada kelainan

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
Ereksi : tidak dinilai

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kanan Kiri
Kaku kuduk (+) minimal
Kerniq (-)
Lasseque (-)
Brudzinsky
- Neck (-)
- Cheek (-)
- Symphisis (-)
- Leg I (-)
- Leg II (-)

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : Tidak ada kelainan Romberg : Tidak ada kelainan
Hemiplegic : Tidak ada kelainan Dysmetri : Tidak ada kelainan
Scissor : Tidak ada kelainan - jari-jari : Tidak ada kelainan
Propulsion : Tidak ada kelainan - jari hidung : Tidak ada kelainan
Histeric : Tidak ada kelainan - tumit-tumit : Tidak ada kelainan
Limping : Tidak ada kelainan Rebound phenomen : Tidak ada kelainan
Steppage : Tidak ada kelainan Dysdiadochokinesis : Tidak ada kelainan

Astasia-Abasia : Tidak ada kelainan Trunk Ataxia : Tidak ada kelainan

Limb Ataxia : Tidak ada kelainan


I. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb : 13,9 g/dl
Ht : 38%
Eritrosit : 4,5x106/mm3
Leukosit : 10.600 /mm3
Diff Count : 0/1/1/80/10/8
RDW-CV : 12,40%
Trombosit : 279.000/mm3
Ureum : 39 mg/dl
Kreatinin : 0,40 mg/dl
Natrium : 133 mEq/L
Kalium : 3,5 mEq/L
Klorida : 92 mmol/L

Pemeriksaan Radiologis
1. CT Scan Kepala:

Kesimpulan:
- Subarachnoid hematom temporoparietalis kanan-kiri

IV. Diagnosis
Diagnosis klinis : Obs penurunan kesadaran
Hemiparese sinistra tipe spastik
Diagnosis topik : Subarachnoid space
Diagnosis etiologi : Subararachnoid Hemorrhage
D+ : Hipertensi Emergency, DM Tipe 2

V. Penatalaksanaan
Nonfarmakologi:
- Follow Up: GCS+TTV
- Head up 30°
- Bed rest
- Diet bubur biasa
- Rencana CT-scan Kepala tanpa kontras
- Rencana Rontgen Thorax PA
- Rencana cek laboratorium darah rutin, darah kimia, elektrolit

Farmakologi
- IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
- Inj. Asam Traneksamat amp 4 x 1 gr iv
- Cotrimoxazole 2x96 mg po
- Neurodex 1 x 1 tab po
- Inj. Ranitidin 2 x 50 mg iv
- Inj. Piracetam 3x3 g iv
- Nimodipine tab 4 x 60 mg po
- Paracetamol tab 3 x 1 gr po

VI. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada rongga
subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarakhnoid
ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga
antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang
merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meninges). 10 Pendarahan
subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat
menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke
yang lebih umum diantara wanita.10

B. Anatomi
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.
Gambar 1. Anatomi Selaput Pelapis Otak
1. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua
lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat
dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus
(sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di
tempat dimana lapisan membentuk sekat diantara bagian-bagian otak.
Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga
membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke
dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis. Septa kuat
yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di antara kedua
hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista
galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis
interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas
ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa
sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium
cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa
craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis
dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia
meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri.
Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.

2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia
menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa
yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang
saling berhubungan.
Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam
sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi
arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis
superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki
circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke
dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang
secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun
rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak.
Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut
struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan
cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.
Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas
subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini
bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak
pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di
bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis.
Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna
supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara
peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis
dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).

3. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh
darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di
abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel
tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh
darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel
ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk
tela choroidea di tempat itu.

C. Epidemiologi
Insiden subarachnoid hemoragik dibedakan atas:
- Pendarahan subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh gangguan peredaran
darah otak(GPDO)
- Usia : insidennya 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60
tahun. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling
sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah
suatu cedera kepala. .
- Kelamin : pada MAV laki-laki lebih banyak daripada wanita.10

D. Etiologi
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya
aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA
merupakan kaitan dari pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma
yang lebih besar kemungkinannya bisa pecah. Selanjutnya 10% kasus dikaitkan
dengan nonaneurisma perimesencephalic hemoragik, dimana darah dibatasi pada
daerah otak tengah. Aneurisma tidak ditemukan secara umum. 5% berikutnya
berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang mempengaruhi
pembuluh darah, gangguan pembuluh darah padasum-sum tulang belakang dan
perdarahan berbagai jenis tumor.3
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah
ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa
(MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak seperti:
1. Aneurisma sakuler (berry)

Gambar 2. Aneurisma sakular (berry)


Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri
serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna
(pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior
30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit
neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture.
Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus
okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami
dipopia).3
2. Aneurisma fusiformis

Gambar 3. Aneurisma fusiformis


Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut
aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen
intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan
arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis
dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris
dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma
fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intraaneurismal
terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani
secara pebedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh darah
normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma
sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.3

3. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya
terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa
disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami
regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid.3

Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri dari


jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih
fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler
yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan
darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar
karena langsung menerima aliran darah tambahan yang berasal dari arteri. Pembuluh
darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti
yang terjadi paada aneurisma. MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan
didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.3
PSA primer dapat muncul dari ruptur tipe kesatuan patologis berikut ini (2
yang pertama adalah yang tersering):
- Aneurisma sakular
- MAV
- Ruptur aneurisma mikotik
- Angioma
- Neoplasma
- Trombosis kortikal
- PSA dapat mencerminkan diseksi sekunder darah dari hematom
intraparenkim (misal perdarahan dari hipertensi atau neoplasma)
- 2/3 kasus PSA non-traumatik disebabkan ruptur aneurisma sakular

Penyebab kongenital mungkin bertanggung jawab untuk PSA


- Kejadian familial sesekali
- Frekuensi aneurisma multipel
- Hubungan aneurisma dengan penyakit sistemik tertentu termasuk sindroma
Ehlers-Danlos, sindroma Marfan, coarctatio aorta, dan penyakit ginjal
polikistik

Faktor lingkungan yang dihubungkan dengan defek dinding pembuluh darah


dapatan termasuk usia, hipertensi, merokok dan artrosklerosis.3

E. Patofisiologi
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral
utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15%
dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri
communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri bifucartio
cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas
bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior.4
Gambar 4. Lokasi aneurisma
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang dewasa,
terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan rupture
tidak dipahami; Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial terbentuk selama
waktu yang relatif singkat dan baik pecah atau mengalami perubahan sehingga
aneurisma yang utuh tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur
diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal dengan
hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang. Sebaliknya,
aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen dari dinding arteri
normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma bertanggung jawab atas stabilitas
relatif yang diamati dan untuk resiko rupture menjadi rendah.4
Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan kejadian
pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur. Secara
keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar daripada aneurisma yang
tidak rupture.4
Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam kehidupan.
Hanya 20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien berusia antara 15 dan 45
tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat dikaitaan dengan kejadian ini, mulai
dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari, dan aktivitas berat.4 Hampir 50% dari pasien
yang memiliki PSA, ketika dianamnesis pasti memiliki riwayat sakit kepala yang
sangat berat atau sekitar 2-3 minggu sebelum perdarahan besar.4
Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba di rumah sakit.
Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap ada
risiko hari-hari berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali
rupture dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian pertama.
Kematian terjadi terkait perdarahan kedua hampir 70%.4
F. Manifestasi Klinik
Sebelum pecah aneurysm biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai
menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya
besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda bahaya,
seperti berikut di bawah ini:
- Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat
(kadangkala disebut sakit kepala thuderclap)
- Nyeri muka atau mata
- Penglihatan ganda
- Kehilangan penglihatan sekelilingnya
Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah.
Orang harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan
segera. Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang
memuncak dalam hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan
kesadaran yang singkat. Hampir separuh orang yang terkena meninggal sebelum
sampai di rumah sakit. Beberapa orang tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang
lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk. Mereka bisa merasa gelisah. Dalam
hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi mengantuk dan
bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun. Dalam waktu
24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan pada jaringan
yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama seperti sakit
kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing dan rasa sakit di punggung bawah.
Frekuensi naik turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi, kadangkala
disertai kejang.3
Sekitar 25% orang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan
pada bagian spesifik pada otak, seperti berikut di bawah ini :
- Kelelahan atau lumpuh pada salah satu bagian tubuh (paling sering
terjadi)
- Kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh
- Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa (aphasia).
Gangguan hebat bisa terjadi dan permanen dalam hitungan menit atau jam.
Demam adalah hal yang biasa selama 5 sampai 10 hari pertama.3
G. Penegakkan Diagnosis
Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subarakhnoid berkisar antara 23%
hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi lebih
cermat. Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk mendiagnosis PSA. Maka dari
itu faktor resiko terjadinya PSA perlu diperhatikan seperti pada tabel berikut.
Bisa Dimodifikasi Tidak bisa dimodifikasi
Hipertensi Riwayat pernah menderita PSA
Perokok (masih atau riwayat) Riwayat keluarga dengan PSA
Konsumsi alkohol Penderita atau riwayat keluarga
Tingkat pendidikan rendah
menderita polikistik renal
BMI rendah
Konsumsi kokain dan narkoba jenis
lainnya
Bekerja keras terlalu ekstrim pada 2 jam
sebelum onset

1. Anamnesis
- Nyeri kepala
- Pasien mengalami onset mendadak nyeri kepala yang hebat.
- Nyeri kepala prodromal (peringatan) dari kebocoran darah kecil (ditunjuk
sebagai nyeri kepala sentinel) dilaporkan pada 30-50% aneurisma PSA.
 Nyeri kepala sentinel dapat muncul beberapa jam sampai
beberapa bulan sebelum ruptur, dengan nilai tengah yang
dilaporkan adalah 2minggu sebelum diagnosa PSA.
 Kebocoran kecil umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) atau rangsang
meningeal.
 Kebocoran kecil bukanlah gambaran MAV
 Lebih dari 25% pasien mengalami kejang mendekati onset
akut; lokasi pusat kejang tidak ada hubungannya dengan lokasi
aneurisma.
- Mual dan/atau muntah
- Gejala rangsang meningeal (misal kaku kuduk, low back pain, nyeri
tungkai bilateral): ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA, namun
kebanyakan membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.
- Fotofobia dan perubahan visus
- Hilangnya kesadaran; sekitar setengah pasien mengalami hal ini ketika
onset perdarahan.9
2. Pemeriksaan Fisik
Temuan pada pemeriksaan fisik bisa jadi normal, atau dokter mungkin
menemukan beberapa hal berikut:
- Kelainan neurologis global atau fokal pada lebih dari 25% pasien
- Sindroma kompresi nervus kranialis
 Kelumpuhan nervus okulomotorius (aneurisma arteri komunis
posterior) dengan atau tanpa midriasis ipsilateral.
 Kelumpuhan nervus abdusens
 Hilangnya penglihatan monokuler (aneurisma arteri oftalmika
menekan nervusoptikus ipsilateral)
- Defisit motorik dari aneurisma arteri serebral media pada 15% pasien
- Tidak ada tanda-tanda lokal pada 40% pasien
- Kejang
- Tanda-tanda oftalmologis
 Perdarahan retina subhyaloid (perdarahan bulat kecil, mungkin
terlihat miniskus, dekat dengan pangkal nervus optikus),
perdarahan retina lainnya.
 Edema papil
- Tanda – tanda vital
 Sekitar setengah pasien memiliki peningkatan tekanan darah
(TD) ringansampai sedang.
 TD menjadi labil seiring meningkatnya TIK.
 Demam tidak biasa pada awalnya namun umum setelah hari
keempat darigangguan darah didalam ruang subarachnoid.
 Takikardi mungkin muncul selama beberapa hari setelah
kejadian perdarahan. 9
- Tingkatan PSA berdasarkan skema berikut:
 Grade I – nyeri kepala ringan dengan atau tanpa rangsang
meningeal
 Grade II – nyeri kepala hebat dan pemeriksaan non-fokal,
dengan atau tanpamidriasis
 Grade III – perubahan ringan pada pemeriksaan neurologis,
termasuk statusmental
 Grade IV – pastinya penekanan tingkat kesadaran atau defisit
fokal
 Grade V – posturisasi pasien atau koma
3. Studi Laboratorium
- Jumlah sel darah lengkap
- Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT)
- Pemeriksaan golongan darah
 Pemeriksaan golongan darah diindikasikan ketika PSA
teridentifikasi atau diduga ada perdarahan hebat.
 Transfusi intra operatif mungkin dibutuhkan
 Troponin I (cTnI): pengukuran cTnI adalah alat prediksi yang
sangat hebat pada kemunculan komplikasi pulmonal dan
kardial, namun cTnI tidak membawa nilai prognosis tambahan
untuk hasil akhir klinis pada pasien dengananeurisma PSA.
Studi Pencitraan
- Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena
sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih
akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam
pertama setelah serangan tetapi akan turun pada 1 minggu setelah
serangan.
- Sensitivitas menurun seiring dengan waktu onset dan dengan resolusi
scanner yang lebih tua.
- Pada satu studi yang dipublikasikan New England Journal of Medicine,
CT scan yang berkualitas baik mengungkapkan PSA pada 100% kasus
dalam 12 jam onset dan 93% dalam 24 jam onset. Studi tradisional
lainnya melaporkan sensitivitas 90-95% dalam24 jam onset perdarahan,
80% dalam 3 hari, dan 50% dalam 1 minggu.

Brain CT scan showing subtlefinding of blood at the area of the circle of Willis
consistent with acute subarachnoid hemorrhage.
- CT scan juga dapat mendeteksi perdarahan intraserebral, pengaruh massa,
dan hidrosefalus.
- CT scan negatif palsu dapat dihasilkan dari anemia berat atau PSA
volume kecil

Pungsi Lumbal
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic selanjutnya adalah
pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis
banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan
subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau
xantokromia. Jumlah eritrosir meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan
menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah warna kuning yang
memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di
cairan serebrospinal.

Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi
aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif serta
sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah
harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multiple. Foto radiologic
yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak
memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya
malformasi vascular di o
tak maupun batang otak.
Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan prognosis
pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan

Tabel Skala Hunt dan Hess


Grade Gambaran Klinis
I Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal
II Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur hidupnya),
meningismus, deficit saraf kranial (paresis nervus abdusen sering ditemukan)
III Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
IV Stupor, deficit neurologis berat (misalnya, hemiparesis), manifestasi otonom
V Koma, desebrasi

Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk mengklasifikasikan
perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan
Tabel Skor Fisher
Sko Diskripsi adanya darah berdasarkan CT scan kepala
r
1 Tidak terdeteksi adanya darah
2 Deposit darah difus atau lapisan vertical terdapat darah ukuran
3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertical terdapat darah tebal dengan ukuran >1
mm
4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secara difus atau tidak
ada darah

H. Tatalaksana
Manajemen umum
Tujuan manajemen umum yang pertama adalah identifikasi sumber
pendarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan
intravaskuler lain. Kedua adalah manajemen komplikasi.7
Langkah pertama, konsultasi dengan dokter spesialis bedah saraf merupakan
hal yang sangat penting untuk tindakan lebih lanjut pada aneurisma intrakranial.
Pasien perdarahan subaraknoid harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) untuk
pemantauan kondisi hemodinamiknya. Idealnya, pasien tersebut dikelola di
Neurology Critical Care Unit yang secara signifi kan akan memperbaiki luaran
klinis.7
Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasif terhadap central
venous pressure dan/atau pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan
darah arteri,
harus terus dilakukan. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi
pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan; dapat diberikan analgesik dan
pasien harus istirahat total.7
Setelah itu, tujuan utama manajemen adalah pencegahan perdarahan ulang,
pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan
neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan, jika perlu,
diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin. Setelah
aneurisma dapat diamankan, sebetulnya hipertensi tidak masalah lagi, tetapi sampai
saat ini belum ada kesepakatan berapa nilai amannya. Analgesik sering kali
diperlukan; obat-obat narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi. Dua faktor
penting yang dihubungkan dengan luaran buruk adalah hiperglikemia dan
hipertermia; karena itu, keduanya harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap
trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera dengan
peralatan kompresif sekuensial; heparin subkutan dapat diberikan setelah dilakukan
penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium channel blocker dapat mengurangi
risiko komplikasi iskemik, direkomendasikan nimodipin oral.7

Manajemen khusus aneurisma


Terdapat dua pilihan terapi utama untuk mengamankan aneurisma yang ruptur,
yaitu microsurgical clipping dan endovascular coiling; microsurgical clipping lebih
disukai. Bukti klinis mendukung bahwa pada pasien yang menjalani pembedahan
segera, risiko kembalinya perdarahan lebih rendah, dan cenderung jauh lebih baik
daripada pasien yang dioperasi lebih lambat. Pengamanan aneurisma yang ruptur juga
akan memfasilitasi manajemen komplikasi selama vasospasme serebral. Meskipun
banyak ahli bedah neurovaskular menggunakan hipotermia ringan selama
microsurgical clipping terhadap aneurisma, cara tersebut belum terbukti bermanfaat
pada pasien perdarahan subaraknoid derajat rendah.7
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) secara prospektif
mengevaluasi beberapa pasien aneurisma yang dianggap cocok untuk menjalani
endovascular coiling atau microsurgical clipping. Untuk beberapa kelompok pasien
tertentu, hasil baik (bebas cacat selama 1 tahun) secara signifi kan lebih sering pada
kelompok endovascular coiling daripada surgical placement of clips. Risiko
terjadinya epilepsi lebih rendah pada pasienpasien yang menjalani endovascular
coiling, akan tetapi risiko kembalinya perdarahan lebih tinggi. Selanjutnya pada
pasien yang di-follow-up dengan pemeriksaan angiografi serebral, tingkat terjadinya
oklusi komplit aneurisma lebih tinggi daripada surgical clipping.7

Manajemen komplikasi
Vasospasme
Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada
perdarahan subaraknoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa perubahan status
mental, defisit neorologis fokal; jarang terjadi sebelum hari 3, puncaknya pada hari ke
6-8, dan jarang setelah hari ke-17. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral
tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal, biasanya terletak di
dekat aneurisma yang pecah, dan lesi multipel luas yang sering tidak berhubungan
dengan tempat aneurisma yang pecah.7
Mekanisme vasospasme pada perdarahan subaraknoid belum diketahui pasti;
diduga oksihemoglobin memberikan kontribusi terhadap terjadinya vasospasme yang
dapat memperlambat perbaikan defisit neurologis.7
Oksihemoglobin terbentuk akibat proses lisis bekuan darah yang terbentuk di
ruang subaraknoid. Mekanisme efek vasospasmenya belum diketahui pasti, diduga
melalui kemampuannya untuk menekan aktivitas saluran kalium, meningkatkan
masuknya kalsium, meningkatkan aktivitas protein kinase C, dan juga Rho kinase.31
Sebelum terjadi vasospasme, pasien dapat diberi profi laksis nimodipin dalam 12 jam
setelah diagnosis ditegakkan, dengan dosis 60 mg setiap 4 jam per oral atau melalui
tabung nasogastrik selama 21 hari. Metaanalisis menunjukkan penurunan signifi kan
kejadian vasospasme yang berhubungan dengan kematian pada pemberian nimodipin
profi laksis. Nimodipin adalah suatu calcium chan nel blocker yang harus diberikan
secepatnya dalam waktu 4 hari setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian secara
intravena dengan dosis awal 5 mL/ jam (ekuivalen dengan 1 mg mimodipin/ jam)
selama 2 jam pertama atau kira-kira 15 mg/kg BB/jam. Bila tekanan darah tidak turun
dosis dapat dinaikkan menjadi 10 mL/ jam intravena, diteruskan hingga 7-10 hari.
Dianjurkan menggunakan syringe pump agar dosis lebih akurat dan sebaiknya
dibarengi dengan pemberian cairan penyerta secara three way stopcock dengan
perbandingan volume 1: 4 untuk mencegah pengkristalan. Karena nimodipin
merupakan produk yang sensitif terhadap cahaya, selang infus harus diganti setiap 24
jam. Pemberian secara infus dapat dilanjutkan dengan pemberian nimodipin tablet per
oral. Penambahan simvastatin sebelum atau setelah perdarahan subaraknoid juga
terbukti potensial mengurangi vasospasme serebral. Terapi antiplatelet dapat berperan
mengurangi iskemia serebral tertunda, meskipun perlu penelitian prospektif lebih
lanjut untuk menlai keselamatan dan efek samping.7

Perdarahan ulang
Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%; 4% dalam 24 jam pertama, selanjutnya
1% hingga 2% per hari dalam kurun waktu 4 minggu. Adanya perbaikan aneurisma
dan pemberian terapi primer secara signifi kan mengurangi risiko perdarahan ulang.
Untuk mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma,
tekanan darah harus dikelola hati-hati.39 Obat-obat yang digunakan dapat dilihat pada
tabel.

Hipotensi Hipertensi
Fenilefrin Labetalol
Norepinefrin Esmolol
Dopamin Nikardipin

Tekanan darah sistolik harus dipertahankan di atas 100 mmHg untuk semua pasien
selama kurang lebih 21 hari.38,39 Sebelum ada perbaikan, tekanan darah sistolik
harus
dipertahankan di bawah 160 mmHg, dan selama ada gejala vasospasme, tekanan
darah
sistolik akan meningkat sampai 200 hingga 220 mmHg.7
Hidrosefalus
Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita deteriorasi mental akut, harus
dilakukan pemeriksaan ulang CT scan kepala untuk mencari penyebabnya, dan
penyebab yang paling sering adalah hidrosefalus.39 Volume darah pada pemeriksaan
CT scan dapat sebagai prediktor terjadinya hidrosefalus. Kurang lebih sepertiga
pasien yang didiagnosis perdarahan subaraknoid karena aneurisma memerlukan
drainase ventrikuler eksternal sementara atau dengan ventricular shunt permanen.7
Drainase cairan serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan risiko
perdarahan ulang dan vasospasme serebral.39 Faktor-faktor yang dapat meningkatkan
risiko shunt-dependent hydrocephalus adalah usia lanjut, perempuan, skor Hunt dan
Hess rendah, volume perdarahan subaraknoid cukup banyak berdasarkan CT scan saat
pasien masuk, adanya perdarahan intraventrikuler, pemeriksaan radiologik
mendapatkan hidrosefalus saat pasien masuk, lokasi pecahnya aneurisma di sirkulasi
posterior distal, vasospasme klinis, dan terapi endovaskuler.7

Hiponatremia
Kejadian hiponatremia pada pasien perdarahan subaraknoid berkisar antara 30%
hingga 35%.42 Hal ini berhubungan dengan terbuangnya garam di otak dan tindakan
pemberian cairan pengganti serta sering didapatkan pada vasospasme serebral.7
Suatu penelitian melaporkan bahwa kejadian hiponatremia terutama disebabkan oleh
syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) yang didapatkan
pada 69% kasus atau hiponatremia hipovolemik pada 21% kasus.7

Hiperglikemia
Hiperglikemia sering dijumpai pada pasien perdarahan subaraknoid, boleh jadi
berhubungan dengan respons stres. Insulin diberikan untuk mempertahankan kadar
glukosa darah tetap aman dalam kisaran 90-126 mg/dL.45 Terapi insulin intensif
dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas. Pemantauan kadar glukosa darah intensif pada
pasien dengan terapi insulin juga harus dilakukan.7

Epilepsi
Kejadian epilepsi ditemukan pada sekitar 7% hingga 35% pasien perdarahan
subaraknoid.48 Bangkitan pada fase awal perdarahan subaraknoid dapat
menyebabkan
perdarahan ulang, walaupun belum terbukti menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. The American Heart Association merekomendasikan pemberian rutin
profilaksis bangkitan untuk semua pasien perdarahan subaraknoid. Namun, ada
laporan
bahwa fenitoin profi laksis berhubungan dengan perburukan luaran neurologis dan
kognitif. Dengan demikian, pemberian obat antiepilepsi harus hati-hati dan lebih tepat
diberikan pada pasien yang mendapat serangan di rumah sakit atau pada pasien yang
mengalami serangan onset lambat epilepsi setelah pulang dari rumah sakit.7

Komplikasi lain
Komplikasi lain yang sering ditemukan adalah pneumonia, sepsis, aritmia kardial dan
peningkatan kadar enzim-enzim jantung. Kepala pasien harus dipertahankan pada
posisi 300 di tempat tidur, dan segera diberi terapi antibiotik adekuat jika dijumpai
pneumonia bakterial. Profi laksis dengan kompresi pneumatik harus dilakukan untuk
mengurangi risiko Deep Vein Thrombosis (DVT) dan emboli pulmonum.
Antikoagulan merupakan kontraindikasi pada fase akut pendarahan.7

PERDARAHAN SUBARAKNOID BERULANG


Setelah tindakan clipping, risiko perdarahan berulang sebesar 2,2% pada 10 tahun
setelahnya dan 9,0% pada 20 tahun setelah tindakan. Pasien dengan ruptur aneurisma
serebral mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami perdarahan subaraknoid
berulang, bahkan setelah pembedahan. Penelitian terkini melaporkan bahwa risiko
kejadian perdarahan subaraknoid berulang setelah clipping 22 kali lebih tinggi
dibanding populasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.

I. Komplikasi
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik. Pada kasus lain, terutama
dengan penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penakit yang
dipersulit oleh perdarahan ulang (4%), hidrosefalus, serangan kejang, atau
vasospasme. Perdarahan ulang dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70 %
dan merupakan komplikasi segera yang paling memperhatinkan.
J. Prognosis
1. Ad vitam: tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
2. Ad Functionam
Penilaian dengan parameter:
- Activity Daily Living (Barthel Index)
- NIH Stroke Scale (NIHSS)

K. SKDI
Dalam SKDI tahun 2012, kompetensi seorang dokter layanan primer adalah dapat
mendiagnosis jenis-jenis stroke dan memberi tatalaksana awal (3B).
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. P, 60 tahun dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami nyeri kepala sangat
hebat secara tiba-tiba saat istirahat..

1 hari SMRS (31/3), penderita mengalami nyeri kepala sangat hebat secara tiba-tiba
saat istirahat. Penderita mengalami kehilangan kesadaran ± 2 jam setelah timbul keluhan.
Pasien kemudian dibawa ke RS Al Rasyid dan dirawat sebelum akhirnya dirujuk ke RSMH
(9/4). Saat serangan, dirasakan sakit kepala yang sangat hebat dan merasa baru pertama kali
sakit kepala yang dirasakan sehebat ini. Sakit kepala seperti rasa menyut. Tidak ada rasa
berputar. Pandangan mata tidak kabur dan tidak sakit bila melihat cahaya langsung. Tidak
ada telinga berdenging. Tidak ada rasa melayang. Tidak ada kejang. Terdapat muntah dan
BAB sewaktu serangan. Kelemahan sesisi tubuh tidak ada. Tidak terdapat gangguan
sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan. Mulut mengot tidak ada ada. Bicara pelo tidak
ada. Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat.
Penderita juga masih dapat mengerti isi pikiran yang disampaikan orang lain secara lisan,
tulisan dan isyarat.

Riwayat sakit kepala sebelumnya tidak ada. Riwayat sakit kepala lama tidak ada.
Riwayat hipertensi ada sejak 5 bulan yang lalu dan tidak meminum obat secara teratur.
Riwayat diabetes mellitus ada sejak 3 tahun yang lalu dan tidak meminum obat secara teratur.
Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat dislipidemi tidak ada.
Riwayat pengobatan di RS Al Rasyid diberikan Gastrofir/ IV 40 g; Drip Nicardipine; Drip
Tramadol; Candesartan 1x10 mg; Amlodipine 1x10 mg; Sukralfat 2x5 cc

Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya.

Dari anamnesis penderita menunjukkan cephalgia berupa sakit kepala sangat hebat
seperti menyut yang tidak pernah dirasakan selama hidupnya diduga akibat pecahnya
aneurisma atau terjadinya pendarahan arteri serebral yang diduga akibat dari defek dinding
pembuluh darah dapatan termasuk usia, riwayat hipertensi tidak terkontrol dan
artrosklerosism yang menyebabkan ekstravasasi darah dengan tekanan arteri yang tinggi ke 
dalam  ruang  subaraknoid, yang  dengan  cepat  menyebar melalui  cairan  serebrospinal  ke
otak dan medula spinalis. Darah yang dikeluarkan dengan tekanan tinggi  dapat 
menyebabkan kerusakan  jaringan  lokal  serta peningkatan tekanan intrakranial (TIK), 
vasospasme,  dan  iritasi meningen. Perdarahan pada ruang subaraknoid menyebabkan iritasi
pada  meningen  dan  struktur-struktur yang melintas di ruang subaraknoid  sehingga
menimbulkan gejala nyeri kepala, kaku kuduk, kemungkinan terjadi
paresis saraf kranialis (misalnya nervus  III  atau  VI  yang menyebabkan  diplopia)  dan
perubahan  kesadaran. Selama belum terjadi kerusakan integritas
dari piamater akibat perdarahan maka  tidak  terjadi  gejala neurologis fokal.
Pada pemeriksaan fisik, status generalisata didapatkan sensorium compos mentis
dengan GCS 15, tekanan darah 190/120 mmHg, nadi 118x/menit, pernapasan 28x/menit,
temperatur 36,9º C. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan hasil yaitu fungsi motorik tubuh
normal. Pemeriksaan nervi cranialis, sensorik, vegetatif, fungsi luhur, gerakan abnormal dan
gait dan keseimbangan tidak didapatkan kelainan. Kaku kuduk positif. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis klinis berupa observasi cephalgia.
Untuk membedakan jenis stroke yang terjadi dapat digunakan Siriraj stroke Score dan
Skor Gadah Mada

Skor Stroke Siriraj

Siriraj Stroke Score = (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1
x tekanan diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
= (2,5 X 1) + (2 X 1) + (2 X 1) + (0.1 X 110) – (3X1) – 12
= 2,5
Intepretasi:
0 : Lihat hasil CT Scan
≤ -1 : Non Hemorragik
≥1 : Hemorragik
Kesimpulan:
Hemorragik
Algoritma Gajah Mada

Pada Tn. AR terdapat nyeri kepala (+), penurunan kesadaran (+)


Kesimpulan:
PIS (Perdarahan Intraserebral)
Untuk memastikan jenis stroke maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT
scan kepala. Pada hasil pemeriksaan CT scan kepala didapatkan gambaran subarachnoid
hematom pada regio temporo parietalis kanan-kiri.
Jadi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan maka didapatkan hasil bahwa Os mengalami Subarachnoid Hemorrage.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono.dr.DSS,. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Fakultas Kedokteran Gajah


Mada, Gajah Mada University Press. Yogyakarta

2. Harsono.1997, Buku Ajar Neurology Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis saraf


Indonesia. Gajah Mada University Press. Bandung.

3. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi,


Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.

4. Copstead,Lee-Ellen.C.Phd,RN dan Banasik,Jacquelyn.L.PhD,ANRP. 2005,


Pathophysiology Third Edition, Elsevier Inc. Saunders

5. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline


Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta,
2007.

6. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University


Pres; 2011.

7. Setyopranoto, Ismail. 2012. Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid. Bagian


Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ SMF Saraf RSUP Dr.
Sardjito, Yogyakarta, Indonesia.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_199Penatalaksanaan% 20perd arahan
%20subaraknoid.pdf, diunduh pada 08 April 2018 19.07

8. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing Medical


Education. 2012;39.

9. Swartz, MH. 2002. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta :EGC

10. UNHAS. 2016. Bahan Ajar Perdarahan Subarakhnoid.


http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-_-
Perdarahan-Subarakhnoid.pdf, diunduh pada 08 April 2018 20.00

Anda mungkin juga menyukai