Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler/cerebrovascular disease (CVD)


merupakan penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai.
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi
klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang
dengan cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan kematian, dengan tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab
vaskular. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
terhentinya suplai darah kebagian otak sehingga dapat menyebabkan
kelumpuhan hingga kematian.
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya
aliran darah atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu
iskemik stroke dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya
aliran darah sedangkan stroke yang terjadi karena perdarahan ke dalam
atau sekitar otak disebut stroke hemoragik. Perdarahan yang terjadi pada
stroke hemoragik dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik
karena tekanan pada struktur saraf di dalam tengkorak. Stroke hemoragik
lebih jarang terjadi dibanding stroke iskemik akan tetapi stroke hemoragik
menyebabkan lebih banyak kematian.
Berdasarkan American Heart Association (AHA), stroke ditandai

sebagai defisit neurologi yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari
sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh pembuluh darah, termasuk
infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan pendarahan

subaraknoid (SAH).2
Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan neurologis
yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subaraknoid.1
Kejadian perdarahan sub-araknoid berkisar antara 21.000 hingga 33.000
orang per tahun di Amerika Serikat.2

1
Mortalitasnya kurang lebih 50% pada 30 hari pertama sejak saat serangan,
dan pasien yang bisa bertahan hidup kebanyakan akan menderita defi sit
neurologis yang bisa menetap.3,4 Perdarahan subaraknoid adalah salah
satu jenis patologi stroke yang sering dijumpai pada usia dekade kelima
atau keenam, dengan puncak insidens pada usia sekitar 55 tahun untuk
laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada
perempuan dengan rasio 3:2.1

Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012,


kompetensi seorang dokter umum adalah dapat mendiagnosis stroke dan
memberi tatalaksana awal pada keadaan darurat dan kemudian merujuk
pasien ke layanan kesehatan yang lebih tinggi (3B). Oleh karena itu
laporan kasus ini dibuat untuk mengetahui dasar diagnosis dan
memberikan terapi awal yang adekuat pada pasien stroke hemoragik yakni
pendarahan subarakhnoid.

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identifikasi
Nama : Ny. PH
Usia : 60 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Musi Banyuasin
TanggalMRS : 8 April 2018

II. Anamnesis

Ny. P, 60 tahun dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami


nyeri kepala sangat hebat secara tiba-tiba.
9 hari SMRS, penderita mengalami nyeri kepala sangat hebat secara
tiba-tiba saat istirahat. Penderita mengalami kehilangan kesadaran ± 2
jam setelah timbul keluhan. Pasien kemudian dibawa ke RS Al Rasyid dan
dirawat sebelum akhirnya dirujuk ke RSMH. Saat serangan, dirasakan
sakit kepala yang sangat hebat dan merasa baru pertama kali sakit kepala
yang dirasakan sehabat ini. Sakit kepala seperti rasa menyut. Tidak ada
rasa berputar. Pandangan mata tidak kabur dan tidak sakit bila melihat
cahaya langsung. Tidak ada telinga berdenging. Tidak ada rasa melayang.
Tidak ada kejang. Terdapat muntah dan BAB sewaktu serangan.
Kelemahan sesisi tubuh tidak ada. Gangguan sensibilitas berupa rasa baal
dan kesemutan belum dapat dinilai. Mulut mengot tidak ada ada. Bicara
pelo belum dapat Kemampuan penderita untuk dapat mengungkapkan isi
pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat belum dapat dinilai.
Kemampuan penderita untuk dapat mengerti isi pikiran yang disampaikan
orang lain secara lisan, tulisan dan isyarat belum dapat dinilai.

3
Riwayat sakit kepala sebelumnya tidak ada. Riwayat sakit kepala
lama tidak ada. Riwayat hipertensi ada sejak 5 bulan yang lalu dan tidak
meminum obat secara teratur. Riwayat diabetes mellitus ada sejak 3 tahun
yang lalu dan tidak meminum obat secara teratur. Riwayat penyakit
jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat dislipidemi tidak
ada. Riwayat pengobatan di RS Al Rasyid diberikan Gastrofir/ IV 40 g;
Drip Nicardipine; Drip Tramadol; Candesartan 1x10 mg; Amlodipine
1x10 mg; Sukralfat 2x5 cc
Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya.

4
III. Pemeriksaan Fisik
StatusInternus
Kesadaran(GCS) : 9 (E2M5V2)
TekananDarah : 190/110 mmHg
Nadi : 118 x/m
Pernapasan : 28 x/m
SuhuBadan : 36 ºC
BeratBadan : 50 kg
TinggiBadan : 155 cm

IMT : 20 kg/m2(Normoweight)
Gizi :Baik
Kepala : Normocephali, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-).
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB(-)

Thorax :
Cor
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dekstra, batas kiri 2 jari
lateral linea mid klavikula sinistra ICS V(normal)
A: Bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, tidak ada penggunaan otot bantu napas
tambahan.

3
P : Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor di kedua hemithorax
A : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronkhi(-)

Abdomen : I : Datar, massa (-)


P :Lemas
P : Timpani
A: Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibial(-)

Status Psikiatrikus
Sikap : Belum dapat dinilai Ekspresi Muka Belum
dapat
dinilai
Perhatian : Belum dapat dinilai KontakPsikik

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk :normocephali
Deformitas :(-)
Ukuran :normal
Simetris :simetris
Fraktur :(-)
Nyerifraktur :(-)
Hematom :(-)
Tumor :(-)
Pulsasi :(-)
Pembuluhdarah : tidak adapelebaran

LEHER
Sikap :lurus Deformitas : (-)
Torticolis :(-) Tumor : (-)

4
Kakukuduk : (+)
Pembuluhdarah : tidak adapelebaran

SYARAF-SYARAF OTAK
N.Olfaktorius Kanan Kiri

Penciuman Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

Anosmia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

Hyposmia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

Parosmia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

N.Opticus Kanan Kiri


Visus Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

Campus visi V.O.D V.O.S

Kanan Kiri
- Anopsia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

- Hemianopsia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

Fundus Oculi tidak ada kelainan


- Papil edema
- Papil atrofi
- Perdarahan retina

N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens

Kanan Kiri
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata

5
- Strabismus Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

- Exophtalmus Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

- Enophtalmus Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

- Deviationconjugae Tidak ada Tidak ada


- Gerakan bolamata Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

Pupil
- Bentuk bulat bulat
- Diameter Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokor/anisokor isokor
- Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
Refleks cahaya
- Langsung (+) (+)
- Konsensuil (+) (+)
- Akomodasi (+) (+)

N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Belum dapat dinilai
- Trismus Belum dapat dinilai
- Reflekskornea

Sensorik
- Dahi Belum dapat dinilai
- Pipi Belum dapat dinilai
- Dagu Belum dapat dinilai

6
N. Facialis

Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Menutup mata Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Menunjukkan gigi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

- Lipatan nasolabialis Tertinggal (dengan

rangsang nyeri)
- Bentuk Muka Belum dapat dinilai
- Istirahat Belum dapat dinilai
- Berbicara/bersiul Belumdapat dinilai

Sensorik
2/3depan lidah tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi tidak adakelainan
- Lakrimasi tidak adakelainan
- Chovstek’ssign (-) (-)

N.Cochlearis Kanan Kiri


Suarabisikan tidak diperiksa

Detikarloji tidakdiperiksa
TesWeber tidakdiperiksa
TesRinne tidakdiperiksa

N. Vestibularis
Nistagmus Belum dapat dinilai
Vertigo Belum dapat dinilai

N. Glossopharingeus dan N. Vagus

Kanan Kiri
Belum dapat Belum dapat
Arcus pharingeus
dinilai dinilai
Uvula
Gangguan menelan

7
Suaraserak/sengau Belum dapat dinilai
Denyut jantung tidak ada
kelainan Refleks
- Muntah Belum dapat dinilai
- Batuk Belum dapat dinilai
- Okulokardiak Belum dapat dinilai
- Sinuskarotikus Belum dapat dinilai
Sensorik
- 1/3belakang lidah Belum dapat dinilai

N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangka tbahu Belum dapat dinilai
Memutar kepala Belum dapat dinilai

N.Hypoglossus Kanan Kiri


Mengulur lidah Belum dapat dinilai

Fasikulasi Belum dapat dinilai


Atrofipapil Tidakada
Disartria Tidakada

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan lateralisasi ke kiri
Kekuatan lateralisasi ke kiri
Tonus Meningkat

Refleks fisiologis
- Biceps Meningkat
- Triceps Meningkat
- Radius Meningkat
- Ulna Meningkat

8
Refleks patologis
- HoffmanTtromner (-) (-)
- Leri (-) (-).
- Meyer (-) (-)
Trofik (-) (-)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan
Kekuatan Lateralisasi ke kirir

Tonus Meningkat Meningkat


Klonus
- Paha (-) (-)
- Kaki (-) (-)
Refleks fisiologis
- KPR Meningkat Meningkat

- APR Meningkat Meningkat

Refleks patologis
- Babinsky (-) (+)
- Chaddock (-) (-)
- Oppenheim (-) (-)
- Gordon (-) (-)
- Schaeffer (-) (-)
- Rossolimo (-) (-)
- MendelBechterew (-) (-)

9
SENSORIK
Belum dapat dinilai

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak adakelainan
Defekasi : tidak adakelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidakada
Lordosis : Tidakada
Gibbus : Tidakada
Deformitas : Tidakada
Tumor : Tidakada
Meningocele : Tidakada
Hematoma : Tidakada
Nyeriketok : Tidakada

10
GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kanan Kiri
Kakukuduk (+)
Kerniq (-)
Lasseque (-)
Brudzinsky
- Neck (-)
- Cheek (-)
- Symphisis (-)
- LegI (-)
- LegII (-)

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan danKoordinasi
Ataxia : Belum dapat dinilai Romberg : Belum dapat dinilai
Hemiplegic : Belum dapat dinilai Dysmetri : Belum dapat dinilai
Scissor : Belum dapat dinilai -jari-jari : Belum dapat dinilai
Propulsion : Belum dapat dinilai -jarihidung : Belum dapat dinilai
Histeric : Belum dapat dinilai -tumit-tumit : Belum dapat dinilai
Limping : Belum dapat dinilai Rebound phenomen : Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis : Belum dapat dinilai

Astasia-Abasia : Belum dapat dinilai Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai

LimbAtaxia : Belum dapat dinilai

11
I. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb : 13,9 g/dl
Ht : 38%
Eritrosit : 4,5x106/mm3
Leukosit : 10.600 /mm3
Diff Count : 0/1/1/80/10/8
RDW-CV : 12,40%
Trombosit : 279.000/mm3
Ureum : 39 mg/dl
Kreatinin : 0,40 mg/dl
Natrium : 133 mEq/L
Kalium : 3,5 mEq/L
Klorida : 92 mmol/L

Pemeriksaan Radiologis
1. CT Scan Kepala:

Kesimpulan:
- Subarachnoid hematom temporo parietalis kanan-kiri

12
IV. Diagnosis
Diagnosis klinis : Obs penurunan kesadaran
Hemiparese nervus VII sinistra tipe sentral
GRM
Diagnosis topik : Subarachnoid space
Diagnosis etiologi : Subararachnoid Hemorrhage
D+ : Hipertensi Emergency, DM Tipe 2

V. Penatalaksanaan
Nonfarmakologi:
- Follow Up:GCS+TTV
- Head up30°
- Bedrest
- Diet buburbiasa
- Rencana CT-scan Kepala tanpakontras
- Rencana Rontgen ThoraxPA
- Rencana cek laboratorium darah rutin, darah kimia,elektrolit

Farmakologi
- IVFD NaCl 0,9% gttxx/menit
- Inj. Asam Traneksamat amp 4 x 1 griv
- Cotrimoxazole 2x96 mgpo
- Neurodex 1 x 1 tabpo
- Inj. Ranitidin 2 x 50 mgiv
- Inj. Piracetam 3x3 giv
- Nimodipine tab 4 x 60 mgpo
- Paracetamol tab 3 x 1 grpo

VI. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad malam
Quoad Functionam : dubia ad malam

QuoadSanationam : dubia ad malam

13
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darahpada rongga
subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarakhnoid
ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga
antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang
merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meninges).10Pendarahan
subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat
menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke
yang lebih umum diantarawanita.10

B. Anatomi
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.

Gambar 1. Anatomi Selaput Pelapis Otak

15
1. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua
lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat
dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus
(sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di
tempat dimana lapisan membentuk sekat diantara bagian-bagian otak.
Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga
membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke
dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat
yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di antara kedua
hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista
galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis
interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas
ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa
sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium
cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa
craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis
dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia
meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri.
Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.

2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia
menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa
yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang
saling berhubungan.
Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam
sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi
arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis
superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki

16
circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke
dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang
secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun
rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak.
Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut
struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan
cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.
Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas
subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini
bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak
pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di
bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis.
Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna
supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara
peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis
dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).

3. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh
darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di
abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel
tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh
darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel
ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk
tela choroidea di tempat itu.

C. Epidemiologi
Insiden subarachnoid hemoragik dibedakan atas:
- Pendarahan subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh gangguan peredaran
darah otak(GPDO)
- Usia : insidennya 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60
tahun. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling

17
sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah
suatu cedera kepala. .
- Kelamin : pada MAV laki-laki lebih banyak daripada wanita.10

D. Etiologi
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan
pecahnyaaneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus
PSAmerupakan kaitan dari pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma
yanglebih besar kemungkinannya bisa pecah. Selanjutnya 10% kasus dikaitkan
dengan nonaneurisma perimesencephalic hemoragik, dimana darah dibatasi pada
daerah otak tengah.Aneurisma tidak ditemukan secara umum. 5% berikutnya
berkaitan dengan kerusakanrongga arteri, gangguan lain yang mempengaruhi
pembuluh darah, gangguan pembuluh darah padasum-sum tulang belakang dan
perdarahan berbagai jenis tumor.3
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah
ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa
(MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak seperti:
1. Aneurisma sakuler (berry)

Gambar 2. Aneurisma sakular (berry)


Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%),bifurkasio arteri
serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna
(pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior
30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit
neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture.
Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus
okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami
dipopia).3

18
2. Aneurisma fusiformis

Gambar 3. Aneurisma fusiformis


Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut
aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen
intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan
arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis
dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris
dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalamaneurisma
fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intraaneurismalterutama
pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara
pebedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal
yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma
sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.3

3. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya
terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa
disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami
regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid.3

Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri dari


jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih
fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler
yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan
darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar
karena langsung menerima aliran darah tambahan yangberasal dari arteri. Pembuluh
darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti

19
yang terjadi paada aneurisma. MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan
didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.3
PSA primer dapat muncul dari ruptur tipe kesatuan patologis berikut ini (2
yang pertama adalah yang tersering):
- Aneurisma sakular
- MAV
- Ruptur aneurisma mikotik
- Angioma
- Neoplasma
- Trombosis kortikal
- PSA dapat mencerminkan diseksi sekunder darah dari hematom
intraparenkim (misal perdarahan dari hipertensi atau neoplasma)
- 2/3 kasus PSA non-traumatik disebabkan ruptur aneurisma sakular

Penyebab kongenital mungkin bertanggung jawab untuk PSA


- Kejadian familial sesekali
- Frekuensi aneurisma multipel
- Hubungan aneurisma dengan penyakit sistemik tertentu termasuk sindroma
Ehlers-Danlos, sindroma Marfan, coarctatio aorta, dan penyakit ginjal
polikistik

Faktor lingkungan yang dihubungkan dengan defek dinding pembuluh darah


dapatantermasuk usia, hipertensi, merokok dan artrosklerosis.3

E. Patofisiologi
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral
utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15%
dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri
communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri bifucartio
cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas
bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior.4

20
Gambar 4. Lokasi aneurisma
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang dewasa,
terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan rupture
tidak dipahami; Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial terbentuk selama
waktu yang relatif singkat dan baik pecah atau mengalami perubahan sehingga
aneurisma yang utuh tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur
diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal dengan
hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang. Sebaliknya,
aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen dari dinding arteri
normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma bertanggung jawab atas stabilitas
relatif yang diamati dan untuk resiko rupture menjadi rendah.4
Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan kejadian
pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur. Secara
keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar daripada aneurisma yang
tidak rupture.4
Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam kehidupan.
Hanya 20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien berusia antara 15 dan 45
tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat dikaitaan dengan kejadian ini, mulai
dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari, dan aktivitas berat.4 Hampir 50% dari pasien
yang memiliki PSA, ketika dianamnesis pasti memiliki riwayat sakit kepala yang
sangat berat atau sekitar 2-3 minggu sebelum perdarahan besar.4
Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba di rumah sakit.
Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap ada
risiko hari-hari berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali
rupture dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian pertama.
Kematian terjadi terkait perdarahan kedua hampir 70%.4

21
F. Manifestasi Klinik
Sebelum pecah aneurysm biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai
menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya
besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda bahaya,
seperti berikut di bawah ini:
- Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat
(kadangkala disebut sakit kepala thuderclap)
- Nyeri muka atau mata
- Penglihatan ganda
- Kehilangan penglihatan sekelilingnya
Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah.
Orang harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan
segera. Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang
memuncak dalam hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan
kesadaran yang singkat. Hampir separuh orang yang terkena meninggal sebelum
sampai di rumah sakit. Beberapa orang tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang
lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk. Mereka bisa merasa gelisah. Dalam
hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi mengantuk dan
bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun. Dalam waktu
24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan pada jaringan
yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama seperti sakit
kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing dan rasa sakit di punggung bawah.
Frekuensi naik turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi, kadangkala
disertai kejang.3
Sekitar 25% orang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan
pada bagian spesifik pada otak, seperti berikut di bawah ini :
- Kelelahan atau lumpuh pada salah satu bagian tubuh (paling sering
terjadi)
- Kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh
- Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa (aphasia).
Gangguan hebat bisa terjadi dan permanen dalam hitungan menit atau jam.
Demam adalah hal yang biasa selama 5 sampai 10 hari pertama.3

22
G. Penegakkan Diagnosis
Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subarakhnoid berkisar antara 23%
hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi lebih
cermat. Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk mendiagnosis PSA. Maka dari
itu faktor resiko terjadinya PSA perlu diperhatikan seperti pada tabel berikut.
Bisa Dimodifikasi Tidak bisa dimodifikasi
Hipertensi Riwayat pernah menderita PSA
Perokok (masih atau riwayat) Riwayat keluarga dengan PSA
Konsumsi alkohol Penderita atau riwayat keluarga
Tingkat pendidikan rendah
menderita polikistik renal
BMI rendah
Konsumsi kokain dan narkoba jenis
lainnya
Bekerja keras terlalu ekstrim pada 2 jam
sebelum onset

1. Anamnesis
- Nyeri kepala
- Pasien mengalami onset mendadak nyeri kepala yang hebat.
- Nyeri kepala prodromal (peringatan) dari kebocoran darah kecil (ditunjuk
sebagai nyeri kepala sentinel) dilaporkan pada 30-50% aneurisma PSA.
 Nyeri kepala sentinel dapat muncul beberapa jam sampai
beberapa bulan sebelum ruptur, dengan nilai tengah yang
dilaporkan adalah 2minggu sebelum diagnosa PSA.
 Kebocoran kecil umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) atau rangsang
meningeal.
 Kebocoran kecil bukanlah gambaran MAV
 Lebih dari 25% pasien mengalami kejang mendekati onset
akut; lokasi pusat kejang tidak ada hubungannya dengan lokasi
aneurisma.
- Mual dan/atau muntah
- Gejala rangsang meningeal (misal kaku kuduk, low back pain, nyeri
tungkai bilateral): ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA, namun
kebanyakanmembutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.
- Fotofobia dan perubahan visus

23
- Hilangnya kesadaran; sekitar setengah pasien mengalami hal ini ketika
onset perdarahan.9
2. Pemeriksaan Fisik
Temuan pada pemeriksaan fisik bisa jadi normal, atau dokter mungkin
menemukan beberapa hal berikut:
- Kelainan neurologis global atau fokal pada lebih dari 25% pasien
- Sindroma kompresi nervus kranialis
 Kelumpuhan nervus okulomotorius (aneurisma arteri komunis
posterior)dengan atau tanpa midriasis ipsilateral.
 Kelumpuhan nervus abdusens
 Hilangnya penglihatan monokuler (aneurisma arteri oftalmika
menekan nervusoptikus ipsilateral)
- Defisit motorik dari aneurisma arteri serebral media pada 15% pasien
- Tidak ada tanda-tanda lokal pada 40% pasien
- Kejang
- Tanda-tanda oftalmologis
 Perdarahan retina subhyaloid (perdarahan bulat kecil, mungkin
terlihatminiskus, dekat dengan pangkal nervus optikus),
perdarahan retina lainnya.
 Edema papil
- Tanda – tanda vital
 Sekitar setengah pasien memiliki peningkatan tekanan darah
(TD) ringansampai sedang.
 TD menjadi labil seiring meningkatnya TIK.
 Demam tidak biasa pada awalnya namun umum setelah hari
keempat darigangguan darah didalam ruang subarachnoid.
 Takikardi mungkin muncul selama beberapa hari setelah
kejadian perdarahan.9

- Tingkatan PSA berdasarkan skema berikut:


 Grade I – nyeri kepala ringan dengan atau tanpa rangsang
meningeal

24
 Grade II – nyeri kepala hebat dan pemeriksaan non-fokal,
dengan atau tanpamidriasis
 Grade III – perubahan ringan pada pemeriksaan neurologis,
termasuk statusmental
 Grade IV – pastinya penekanan tingkat kesadaran atau defisit
fokal
 Grade V – posturisasi pasien atau koma
3. Studi Laboratorium
- Jumlah sel darah lengkap
- Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT)
- Pemeriksaan golongan darah
 Pemeriksaan golongan darah diindikasikan ketika PSA
teridentifikasi ataudiduga ada perdarahan hebat.
 Transfusi intra operatif mungkin dibutuhkan
 Troponin I (cTnI): pengukuran cTnI adalah alat prediksi yang
sangat hebat pada kemunculan komplikasi pulmonal dan
kardial, namun cTnI tidak membawa nilai prognosis tambahan
untuk hasil akhir klinis pada pasien dengananeurisma PSA.
Studi Pencitraan
- Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena
sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih
akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam
pertama setelah serangan tetapi akan turun pada 1 minggu setelah
serangan.
- Sensitivitas menurun seiring dengan waktu onset dan dengan resolusi
scanner yanglebih tua.
- Pada satu studi yang dipublikasikan New England Journal of Medicine,
CT scan yang berkualitas baik mengungkapkan PSA pada 100% kasus
dalam 12 jam onset dan 93%dalam 24 jam onset. Studi tradisional
lainnya melaporkan sensitivitas 90-95% dalam24 jam onset perdarahan,
80% dalam 3 hari, dan 50% dalam 1 minggu.

25
Brain CT scan showing subtlefinding of blood at the area of the circle of Willis
consistentwith acute subarachnoidhemorrhage.
- CT scan juga dapat mendeteksi perdarahan intraserebral, pengaruh massa,
danhidrosefalus.
- CT scan negatif palsu dapat dihasilkan dari anemia berat atau PSA
volume kecil

Pungsi Lumbal
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic selanjutnya adalah
pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis
banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan
subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau
xantokromia. Jumlah eritrosir meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan
menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah warna kuning yang
memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di
cairan serebrospinal.

Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi
aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif serta
sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah
harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multiple. Foto radiologic
yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak

26
memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya
malformasi vascular di o
tak maupun batang otak.
Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan prognosis
pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan

Tabel Skala Hunt dan Hess


Grade Gambaran Klinis
I Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal
II Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur hidupnya),
meningismus, deficit saraf kranial (paresis nervus abdusen sering ditemukan)
III Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
IV Stupor, deficit neurologis berat (misalnya, hemiparesis), manifestasi otonom
V Koma, desebrasi

Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk mengklasifikasikan
perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan
Tabel Skor Fisher
Sko Diskripsi adanya darah berdasarkan CT scan kepala
r
1 Tidak terdeteksi adanya darah
2 Deposit darah difus atau lapisan vertical terdapat darah ukuran
3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertical terdapat darah tebal dengan ukuran >1
mm
4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secara difus atau tidak
ada darah

2.1.1 Tatalaksana2;8
1. Manajamen Prehospital pada Stroke Akut
Tujuan penatalaksanaan stroke adalah menurunkan morbiditas dan

menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Filosofi yang

27
harus dipegang adalah time is brain and golden hour. Dengan penanganan yang

benar pada jam jam pertama, angka kecacatan stroke paling tidak berkurang 30%.

2. Deteksi
Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA. Beberapa
gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lainhemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia,
vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang
kesemuanya terjadi secara rnendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah
FAST (Facial movement, Arm movement, Speech, Test all three).

3. Pengiriman Pasien
Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera panggil
ambulans gawat darurat. Pada pengiriman pasien utamakan transpoortasi yang
memenuhi syarat seperti; personil yang terlatih, Mesin EKG. Peralatan dan obat-
obatan resusitasi dan gawat darurat, obat-obat neuroprotektan, telemedisin,
ambulans yang dilengkapi dengan peralatan gawat darurat, antara lain,
pemeriksaan glukosa (glucometer), kadar saturasi 02 (pulse oximeter) pada fase
ini.

4. Tatalaksana di Ruang Gawat darurat


a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
Pemantuan selama 72 jam untuk status neurologis, nadi, tekanan darah,
suhu tubuh dan saturasi oksigen. Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan
pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada
pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan nafas. Pada pasien hipoksia diberikan suplai oksigen.
Pemberian oksigen dianjurkan jika saturasi oksigen <95%. Pasien stroke
iskemik akut yang non hipoksia, tidak memerlukan suplemen oksigen.
Intubasi Endo Trachel Tube (ETT) atau Laryngeal Mask Airway (LMA)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60mmHg atau pCO2 > 50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang beresiko untuk terjadi aspirasi. Pipa

28
endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu maka dianjurkan
dilakukan trakeostomi.

b. Stabilisasi hemodinamik(sirkulasi)
Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian cairan
hipotonik seperti glukosa). Optimalisasi tekanan darah, Bila tekanan darah
sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat diberikan
obat-obat vasopressor secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/tinggi,
norepinerfrin atau epinerfin dengan target tekanan darah sistolik berkisar
140mmHg. Pemantauan jantung (Cardiac Monitoring) harus dilakukan selama
24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik, Bila terdapat adanya
penyakit jantung kongestif, segera atasi. Hipotensi arterial harus dihindari dan
dicari penyebabnya, hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal
dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup
harus dikoreksi.

c. Penatalaksanaan hipertensi pada stroke akut dengan menggunakan obat


antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker secara intravena
(Nicardipin atau Diltiazem dengan dosis 5mg/jam 2,5 mg/jam tiap 15 menit
sampai 15 mg/jam)) dengan ketentuan pada stroke perdarahan intraserebral
akut, apabila TDS>200mmHg atau MAP>150 mmHg, TD diturunkan sampai
TDS 140mmHg. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B)

d. Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) dengan cara:


- Elevasi kepala 30 derajat
- Posisi pasien menghindari penekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan hipotonik atau glukosa
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolemia
- Osmoterapi dengan pemberian cairan Manitol intravena dengan dosis
0,25-0,5 g/kgBB selama >20 menit diulangi setiap 4-6 jam dengan target
<310mOsm/L (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C)

29
e. Pengendalian kejang dengan Diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan
diikuti Fenitoin loading dose 15-20 mg/kgBB bolus dengan kecepatan 50
mg/menit jka masih kejang (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C)
f. Pengendalian hiperpireksia dengan antipiretika Asetaminofen 650 mg jika
suhu>38,5 derajat Celcius dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence C)
g. Penatalaksanaan hiperglikemia (BSS>180 mg/dl) pada stroke akut dengan
titrasi insulin (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Hipoglikemia berat
(<50mg/dl) diobati dengan Dekstrosa 40% intravena atau infus glukosa 10-
20%.Target yang harus dicapai adalah normoglikemia.
h. Pemberian H2 antagonis (Ranitidin) atau penghambat pompa proton
(Omeprazole) secara intravena dengan dosis 80 mg bolus jika terjadi stress
ulcer (Class I, Level of evidence A)
i. Pemberian analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
j. Pemberian Neuroprotektor (Citicholin) dengan dosis 2x1000 mg intravena
selama 3 hari dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu (ICTUS)
k. Perdarahan subarachnoid:
- Untuk mencegah vasospasme dengan pemberian Nimodipine dimulai
dengan dosis 1-2 mg/jam iv pada hari ke-3 atau secara oral 60 mg setiap
6 jam selama 21 hari (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A)
- Terapi antifibrinolitik dengan Asam Traneksamat loading dose 1 g
intravena kemudian dilanjutkan 1 g setiap 6 jam selam 72 jam untuk
mencegah perdarahan ulang (rebleeding).

l. Pencegahan perdarahan berulang


Risiko perdarahan aneurisma ulang pada perdarahan subarakhnod
dipekrirakan 35-40% pada 4 minggu pertama dan mereka yang hidup pada
hari pertama. Mereka yang dirawat pada hari pertama, risiko perdarahan ulang
pada hari tersebut sulit dihindari, karena perdarahan ulang dapat terjadi pada 6
jam pertama setelah serangan dan mungkin pada mereka yang belum sempat
dirawat dan meninggal. Karena itu secara kasar risiko perdarahan ulang
kurang lebih 20% pada hari pertama.
Terapi anti fibrinolik adalah untuk mencegah perdarahan ulang: EADA
(Epsilon Amino Caproic Acid) dengan dosis 3-4,5 gram setiap 3 jam secara
30
IV atau per oral. Hal ini untuk mencegah lisis bekuan darah yang menutup
dinding aneurisma bila belum pecah oleh bekuan fibrin. Pilihan obat lainnya,
TEA (Treanexamid Acid) dengan dosis 1gr IV atau 1,5 gr oral 4-6 kali sehari
untuk mencegah proses fibrinoisis pada thrombosed aneurysm.9

g. Edukasi
Bertujuan melakukan pencegahan sekunder (serangan ulang stroke)
dengan memberikan konseling kepada penderita dan keluarganya,
diantaranya:
- Pengaturan diet dengan mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh dan
kolesterol, tinggi serat, tinggi protein, mengandung antioksidan
- Istirahat yang teratur dan tidur yang cukup
- Mengendalikan stress dengan berpikir positif bertujuan respon relaksasi
yang menurunkan denyut jantung dan tekanan darah
- Pengendalian faktor-faktor resiko yang telah diketahui dengan obat-obat
yang telah diberikan selama dirawat dan rutin kontrol berobat pasca
dirawat
- Memodifikasi gaya hidup (olahraga, tidak merokok, tidak mengkonsumsi
alkohol, penurunan berat badan pada obesitas)
- Melanjutkan fisioterapi dengan berobat jalan

5. Tatalaksana Umum di Ruang Rawat


a. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
Pemberian cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari
kecuali pada keadaan hipoglikemia Setiap pemberian cairan selalu lakukan balans
cairan, balans cairan di perhitungkan dengan mengukur produksi urine. Selain
cairan, elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa
dn diganti bila terjadi kekurangansampai tercapai nilai normal. Asidosis dan
alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.

b. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, oral nutrisi
31
hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila terdapat
gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan diberikan melalui NGT.
Apabila kemungkinan pemakaian NGT diperkirakan >6 minggu, pertimbangkan
untuk gastrostomi, pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi bole diberikan secara parenteral. Jumlah
kebutuhan kalori pada fase akut 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
karbohidrat 30-40 % dari total kalori, lemak 20-35 %, protein 20-30%. Pemberian
diet pasien tidak bertentangan dengan obat-obat yang diberikan.

c. Pencegahan dan mengatasi komplikasi


Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan
kontraktur perlu dilakukan. Disamping itu pemberiaan antibiotik juga
berdasarkan indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan sensitivitas
kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman. Pencegahan
dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

d. Penatalaksanaan medik yang lain


Pada pasien stroke akut dengan hiperglikemia harus diobati. Target yang harus
dicapai adalah normoglikemia. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu
berikan minor dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau
propofol.
Pasien dengan stroke sebaiknya berhati hati dalam mengunakan penyedotan
lendir atau memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.

6. Mengatur Pola Makan Sehat


Konsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol dapat mencegah terjadinya
stroke. Beberapa jenis makan yang di anjurkan untuk pencegahan primer terhadap
stroke adalah:
a. Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol
• Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, bulgur,
jagung dan gandum.
• Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL,
menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan bila dimakan

32
dipagi hari (memperlambat pengosongan usus).
• Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,
menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak
mempengaruhi kadar kolesterolHDL.
• Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede menurunkan
kolesterol LDL dan mencegah arterosklerosis.

b. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke


• Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein seperti
asam folat,vitamin B6, B12, danriboflavin.
• Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn), dan B12,
mempunyai efek proteksi terhadapstroke.
• Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon mengandung omega-3,
eicosapperitenoic acid (EPA) dan docosahexonoic acid (DHA) yang
merupakan pelindung jantung mencegah risiko kematian mendadak,
mengurangi risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan
kecenderungan adhesi platelet, sebagai precursor prostaglandin, inhibisi
sitokin, antiinflamasi dan stimulasi Nitric oxide (NO) endothelial.
Makanan jenis ini sebaiknya dikonsumsi dua kali seminggu.
• Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin C,E, dan
betakaroten) seperti yang banyak terdapat pada sayur-sayuran, buah-
buahan, dan biji-bijian.
• Buah-buahan dansayur-sayuran
• Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan.
• Mengurangi asupan natrium yang dianjurkan ≤2,3 gram/hari dan asupan
kalium ≥4,7 gram/hari pada penderita hipertensi.
c. Penanganan Stress dan Istrahat yang Cukup
Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam. Mengendalikan stress dengan
cara berpikir positif.
d. Pemeriksaan kesehatan yang teratur untuk mengontrol faktor risiko.

H. Komplikasi
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik. Pada kasus lain, terutama
dengan penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penakit yang

33
dipersulit oleh perdarahan ulang (4%), hidrosefalus, serangan kejang, atau
vasospasme. Perdarahan ulang dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70 %
dan merupakan komplikasi segera yang paling memperhatinkan.

I. Prognosis
1. Ad vitam: tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
2. Ad Functionam
Penilaian dengan parameter:
- Activity Daily Living (Barthel Index)
- NIH Stroke Scale (NIHSS)

J. SKDI
Dalam SKDI tahun 2012, kompetensi seorang dokter layanan primer adalah dapat
mendiagnosis jenis-jenis stroke dan memberi tatalaksana awal (3B).

34
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. P, 60 tahun dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami nyeri


kepala sangat hebat secara tiba-tiba.
9 hari SMRS, penderita mengalami nyeri kepala sangat hebat secara tiba-tiba
saat istirahat. Penderita mengalami kehilangan kesadaran ± 2 jam setelah timbul
keluhan. Pasien kemudian dibawa ke RS Al Rasyid dan dirawat sebelum akhirnya
dirujuk ke RSMH. Saat serangan, dirasakan sakit kepala yang sangat hebat dan
merasa baru pertama kali sakit kepala yang dirasakan sehabat ini. Sakit kepala
seperti rasa menyut. Tidak ada rasa berputar. Pandangan mata tidak kabur dan tidak
sakit bila melihat cahaya langsung. Tidak ada telinga berdenging. Tidak ada rasa
melayang. Tidak ada kejang. Terdapat muntah dan BAB sewaktu serangan.
Kelemahan sesisi tubuh tidak ada. Gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan
kesemutan belum dapat dinilai. Mulut mengot tidak ada ada. Bicara pelo belum
dapat Kemampuan penderita untuk dapat mengungkapkan isi pikirannya secara
lisan, tulisan dan isyarat belum dapat dinilai. Kemampuan penderita untuk dapat
mengerti isi pikiran yang disampaikan orang lain secara lisan, tulisan dan isyarat
belum dapat dinilai.
Riwayat sakit kepala sebelumnya tidak ada. Riwayat sakit kepala lama tidak
ada. Riwayat hipertensi ada sejak 5 bulan yang lalu dan tidak meminum obat secara
teratur. Riwayat diabetes mellitus ada sejak 3 tahun yang lalu dan tidak meminum
obat secara teratur. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada.
Riwayat dislipidemi tidak ada. Riwayat pengobatan di RS Al Rasyid diberikan
Gastrofir/ IV 40 g; Drip Nicardipine; Drip Tramadol; Candesartan 1x10 mg;
Amlodipine 1x10 mg; Sukralfat 2x5 cc. Penyakit seperti ini dialami untuk pertama
kalinya.
Dari anamnesis penderita menunjukkan sakit kepala sangat hebat seperti
menyut yang tidak pernah dirasakan selama hidupnyadiduga akibat pecahnya
aneurisma atau terjadinya pendarahan arteri serebral yang diduga akibat dari defek
dinding pembuluh darah dapat termasuk usia, riwayat hipertensi tidak terkontrol dan
artrosklerosism yang menyebabkan ekstravasasi darah
dengan tekanan arteri yang tinggi ke  dalam  ruang  subaraknoid, yang  dengan  cepat 

35
menyebar melalui  cairan  serebrospinal  ke otak dan medula spinalis. Darah
yang dikeluarkan dengan tekanan tinggi  dapat  menyebabkan kerusakan  jaringan 
lokal  serta peningkatan tekanan intrakranial (TIK),  vasospasme,  dan  iritasi
meningen. Perdarahan pada ruang subaraknoid menyebabkan iritasi pada  meningen 
dan  struktur-struktur yang melintas di ruang subaraknoid  sehingga
menimbulkan gejala nyeri kepala,kaku kuduk dan perubahan  kesadaran. Selama
belum terjadi kerusakan integritas dari piamater akibat perdarahan maka  tidak 
terjadi  gejala neurologis fokal.

Pada pemeriksaan fisik, status generalisata didapatkan penurunan kesadaran


dengan GCS 9, tekanan darah 190/120 mmHg, nadi 118x/menit, pernapasan
28x/menit, temperatur 36,9º C. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan hasil yaitu
fungsi motorik terdapat lateralisasi ke sisi sebelah kiri. Pemeriksaan nervi cranialis,
sensorik, vegetatif, fungsi luhur, gerakan abnormal dan gait dan keseimbangan belum
dapat dinilai. Kaku kuduk positif. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis
klinis berupa observasi penuruan kesadaran, emiparese nervus VII sinistra tipe sentral
dan GRM.
Untuk membedakan jenis stroke yang terjadi dapat digunakan Siriraj stroke Score
dan Skor Gadah Mada

Skor Stroke Siriraj

Siriraj Stroke Score = (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1
x tekanan diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
= (2,5 X 1) + (2 X 1) + (2 X 1) + (0.1 X 110) – (3X1) – 12
= 2,5

36
Intepretasi:
0 : Lihat hasil CT Scan
≤ -1 : Non Hemorragik
≥1 : Hemorragik
Pada kasus ini : Hemorragik

Kesimpulan:
Perdarahan Subarahnoid
Untuk memastikan jenis stroke maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT
scan kepala. Pada hasil pemeriksaan CT scan kepala didapatkan gambaran subarachnoid
hematom pada regio temporo parietalis kanan-kiri.
Jadi berdasarkan anamnesis didapatkan myeri kepala hebat sebelum mengalami penurunan
kesadaran, pada pemeriksaan fisik didapatkan kaku kuduk yang mengarah ke perdarahan
subarahnoid dan pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdapat gambaran
subarachnoid hematom pada regio temporo parietalis kanan-kiri maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa os mengalami perdarahan subarahnoid (Subarachnoid Hemorrage).

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono.dr.DSS,. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Fakultas Kedokteran Gajah


Mada, Gajah Mada University Press. Yogyakarta

2. Harsono.1997, Buku Ajar Neurology Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis saraf


Indonesia. Gajah Mada University Press. Bandung.

3. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi,


Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.

4. Copstead,Lee-Ellen.C.Phd,RN dan Banasik,Jacquelyn.L.PhD,ANRP. 2005,


Pathophysiology Third Edition, Elsevier Inc. Saunders

5. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline


Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta,
2007.

6. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University


Pres; 2011.

7. Setyopranoto, Ismail. 2012. Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid. Bagian


Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ SMF Saraf RSUP Dr.
Sardjito, Yogyakarta, Indonesia.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_199Penatalaksanaan% 20perd arahan
%20subaraknoid.pdf, diunduh pada 08 April 2018 19.07

8. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing Medical


Education. 2012;39.

9. Swartz, MH. 2002. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta :EGC

10. UNHAS. 2016. Bahan Ajar Perdarahan Subarakhnoid.


http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-_-
Perdarahan-Subarakhnoid.pdf, diunduh pada 08 April 2018 20.00

38

Anda mungkin juga menyukai