Anda di halaman 1dari 12

Pembelajaran Apresiasi Sastra (Cerita) Di Kelas Rendah

Sekolah Dasar dengan Menggunakan Buku Bergambar


Abd. Hafid
Abstract: The ages children learning inprimary grades from six
to years. In this level, the children's ways of thingking are still
based on the help of objects or events that may be derectly seen
or experienced, there fore, ficture books may help then
concretize'the learning stories. Picture books are those presented
using texts and illustration or ficture. They are usually written
specially for children whon are still learning in primary school
and this kind of books may motivate children ti learn. Good
story books may help children to commit processes of
undestanding and of enriching their experiences from the
stories, and moriever, the picture books may lead children to
apreciate and love books. Besides having interesting stories
verbally, story books should contain good ficture books may be
cotegorized into some forms. Differientate story books into five
tyves: (1) alpabet books, (2) toys books, (3) concep books, (4)
woedles picture books and ficture books.

Kata-kata kunci: Apresiasi sastra, buku bergambar, sumber


belajar
Pembelajaran apresiasi sastra di SD dilaksanakan secara terpadu dengan
pengajaran Bahasa Indonesia. Cerita anak adalah salah satu karya sastra yang
dapat dijadikan bahan ajar di SD. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) 2004 dinyatakan bahwa pembelajaran apresiasi sastra disajikan secara
seimbang dan terpadu dengan pembelajaran Bahasa Indonesia. Karya sastra
cerita relevan bagi siswa sekolah dasar. Mason dalam Cox dan Zarrillo (1993)
menyatakan bahwa teks cerita disukai anak-anak dan pada bacaan non-cerita.
Hal tersebut diungkapkan oleh Huck (1987) dan Cullinan 1989:12-23) bahwa
jika anak-anak membaca karya sastra termasuk teks cerita dapat membantu
perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan moral, dan
sosialnya.
Sehubungan dengan itu, Wright (1995:20) menyatakan bahwa cerita
dapat membantu anak memahami dunianya dan kemudian membicarakannya
dengan pihak lain. Dengan membaca teks cerita dapat memotivasi, memperkaya
perbendaharaan kosakata, dan mudah diperoleh.
Pembelajaran apresiasi sastra di SD, sebaiknya siswa dituangkan dalam
bentuk konkret. Hal itu bertujuan untuk membantu siswa memahami teks cerita.
Dengan mengkonkretkan isi cerita relevan dengan usia anak SD, yaitu berada

Abd. Hafid adalah dosen PGSD FIP Universitas Negeri Makassar


86 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR, JULI 2006, VOLUME 2, NOMOR 2, 85-94

antara usia 6 sampai 12 tahun. Piaget dalam Dworetzky (1990:28), menyatakan bahwa anak
dalam usia 7-10 tahun berada pada tahap operasional kongkret. Pada tahap ini cara berpikir
siswa masih didasarkan pada bantuan benda-benda (objek-objek) atau peristiwa-peristiwa
yang langsung dilihat dan dialaminya. Sehubungan dengan hal itu, buku bergambar dapat
membantu siswa untuk mengkongkretkan pembelajaran apresiasi cerita.
Pembelajaran apresiasi cerita melalui buku bergambar dapat meningkatkan potensi
anak berapresiasi, khususnya apresiasi cerita. Dengan memiliki kemampuan berapresiasi
cerita bagi siswa sekolah dasar diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan emosional, dan moral siswa.

TUJUAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SEKOLAH DASAR


Pembelajaran apresiasi prosa di sekolah dasar tidak terlepas dari tujuan
pembelajaran apresiasi sastra. Menurut Huck, dkk. (1987:704-707) menyatakan
pembelajaran sastra di sekolah dasar harus memberikan pengalaman pada siswa yang
berkonstribusi pada empat tujuan, yakni (1) pencarian kesenangan pada buku (discovering
delight in book), (2) menginterpretasi bacaan sastra (interpreting literature), (3)
mengembangkan kesadaran bersastra (literary awarness), dan mengembangkan apresiasi
(depeloping apreciation).
Dalam pembelajaran apresiasi prosa diperlukan perencanaan, mencakup tujuan
khusus pembelajaran. Tujuan khusus pembelajaran tersebut berisi rumusan sebagai berikut
(1) mengemukakan kembali ringkasan isi cerita sesuai dengan rangkaian cerita, pelaku
cerita, dan tempat kejadian, (2) memberikan tanggapan terhadap kejadian cerita, dan (3)
mengemukakan kembali ringkasan tanggapan secara Hasan dengan baik dan benar
(Aminuddin, 1998:8). Tujuan khusus pembelajaran apresiasi prosa melalui penggunaan
buku bergambar meliputi (1) siswa menceritakan pelaku cerita, (2) siswa mampu
menceritakan latar dalam cerita, (3) siswa mampu menceritakan rangkaian cerita, dan (4)
siswa mampu menceritakan kembali ringkasan isi cerita secara tertulis.

BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI DI SEKOLAH DASAR


Pembelajaran apresiasi sastra di sekolah dasar secara umum dibedakan menjadi tiga
tataran, yakni tataran kelas awal (kelas 1 dan 2), kelas menengah (kelas 3 dan 4) dan kelas
tinggi (kelas 5 dan 6). Namun, biasanya disederhanakan menjadi kelas awal dan kelas
lanjut. Pada kelas awal bahan pembelajaran apresiasi prosa antara lain berupa (a) cerita
yang secara lisan disampaikan guru, (b) gambar yang menggambarkan peristiwa dan
rangkaian peristiwa, (c) bigbooks atau buku cerita bergambar, dan (d) kaset rekaman cerita
anak-anak. Pada kelas lanjut bahan apresiasi prosa dapat berupa cerita yang termuat di buku
teks, majalah anak, dan buku cerita anak (Aminuddin, 1998:1).
Berdasarkan uraian tersebut, secara implisit mengandung pengertian bahwa guru SD
pada kelas awal mestilah (1) memiliki kekayaan bahan cerita untuk anak-
Abd. Hafid, Pembelajaran Apresiasi Sastra (Cerita) di Kelas Rendah SD 87

anak, (2) koleksi gambar-gambar dalam ukuran besar yang menarik dan dapat dimanfaatkan
dalam konteks pembelajaran di kelas, (3) koleksi bigbook, dan (4) koleksi kaset berisi cerita.
Pengajaran tidak akan terlaksana dengan baik apabila keberadaan bahan apresiasi tersebut
terabaikan (Aminuddin, 1998:2).
Menurut Paris (1993:132-133) bahan pembelajaran cerita tersebut adalah cerita yang
dekat/akrab dengan kehidupan anak, yang pernah didengar, yang rangkaian ceritanya mudah
diikuti, yang temanya cocok dengan usia anak. Cerita yang dipilih hendaknya mengandung
pelaku yang dipercaya, awal dan akhir cerita harus tetap menarik dan simpulan akhir harus
dekat dengan anak.
Ada berbagai pertimbangan dalam menyediakan bahan cerita bagi anak-anak usia
sekolah dasar. Secara umum, penyediaan bahan bacaan harus pada (1) bahasa yang digunakan,
(2) penokohan, peristiwa, dan rangkaian cerita, serta (3) cara penyajian dan gaya penuturan
(Aminuddin, 1995:2).
Ditinjau dari bahasa yang digunakan, pertimbangan pertama mengacu pada penguasaan
kosakata dan struktur kalimat anak-anak. Kata-kata yang digunakan sesuai dengan situasi yang
nyata dan disesuaikan dengan keadaan lingkungan anak. Andaikan ada kata-kata yang masih
asing bagi anak, sebaiknya guru menjelaskan dengan gambar atau paparan deskriptif sebagai
illustrasi.
Pemilihan bahan pembelajaran perlu memperhatikan hal berikut. Ditinjau dari
penokohan, pelaku yang ditampilkan harus relatif jelas. Begitu juga motivasi dan peran yang
mereka emban perlu digambarkan secara jelas. Cerita seharusnya lebih banyak menggambarkan
secara hidup dan menarik. Pertimbangan menyangkut cara penyajian akan berhubungan dengan
format buku, ukuran huruf, dan kekayaan gambar. Gaya penuturan merujuk pada pemilihan
kata, penggunaan gaya bahasa, teknik penggambaran pelaku dan latar.
Bacaan cerita yang baik memainkan peran dalam perkembangan kehidupan anak.
Namun cerita yang dibaca anak pada umumnya tergantung pada guru atau orang tua yang
membimbing mereka. Para guru dan orang tua perlu bertanggung jawab untuk
memperkenalkan bacaan cerita anak-anak yang tepat dan layak dibaca anak-anak.
Berkaitan dengan hal tersebut, ditinjau dari wujudnya bahan apresiasi cerita tersebut
berupa paparan bahasa, baik lisan maupun tertulis. Oleh sebab itu, bahan pembelajaran
apresiasi prosa selain dimanfaatkan untuk pembelajaran apresiasi sastra juga dimanfaatkan
untuk mengembangkan kemampuan menyimak, wicara, membaca, dan menulis (Aminuddin,
1998:2).

HAKIKAT BUKU BERGAMBAR


Buku bergambar adalah buku cerita yang disajikan dengan menggunakan teks dan
illustrasi atau gambar. Buku ini biasanya ditujukan pada anak-anak. Untuk anak usia sekolah
dasar kelas rendah, gambar berperan penting dalam proses belajar membaca dan menulis. Buku
bergambar lebih dapat memotivasi mereka untuk belajar. Dengan buku bergambar yang baik,
anak-anak akan terbantu dalam proses memahami dan memperkaya pengalaman dari cerita
(Rothlein, 1991). Dengan demikian, buku-buku anak-anak sebaiknya diperkaya dengan
gambar, baik gambar sebagai alat penceritaan maupun gambar sebagai illustrasi.
88 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR, JULI 2006, VOLUME 2, NOMOR 2, 85-94

Menurut Stewing (1980:97) bahwa buku bergambar adalah sebuah buku yang
menyejajarkan cerita dengan gambar. Kedua elemen ini bekerja sama untuk menghasilkan
cerita dengan illustrasi gambar. Biasanya buku-buku bergambar dimaksudkan untuk
mendorong ke arah apresiasi dan kecintaan terhadap buku. Selain ceritanya secara verbal
harus menarik, buku harus mengandung gambar sehingga mempengaruhi minat siswa
untuk membaca cerita. Oleh karena itu, gambar dalam cerita anak-anak harus hidup dan
komunikatif.
Gambar dalam cerita anak-anak harus sesuai dengan tema, latar, perwatakan, dan plot
dalam cerita (Stewing, 1980). Begitu pula sebagai illustrasi dalam buku cerita bergambar
(pictury story book) berfungsi untuk mengillustrasikan pelaku, latar, dan kegiatan yang
dipakai untuk membangun rangkaian cerita (plot) dari suatu cerita. Buku bergambar yang
bagus dapat memberi kesenangan/hiburan dan pengalaman estetik kepada anak.

RAGAM BUKU BERGAMBAR


Buku bergambar (picture book) dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis.
Rothlein dan Meinbach (1991) membedakan jenis buku bergambar menjadi lima macam,
yaitu (1) buku abjad (alphabet book), (2) buku mainan (toys book), (3) buku konsep
(consep books), (4) buku bergambar tanpa kata (wordles picture books), dan (5) buku cerita
bergambar, Kelima jenis buku bergambar tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Dalam buku abjad, setiap huruf alfabet dikaitkan dengan suatu illustrasi objek yang
diawali dengan huruf. Illustrasi harus jelas berkaitan dengan huruf-huruf kunci dan gambar
objek dan mudah teridentifikasi. Beberapa buku abjad diorganisasi pada sekitar tema
khusus, seperti peternakan dan transportasi. Buku abjad berfungsi untuk membantu siswa,
menstimulasi, dan membantu pengembangan kosa-kata.
Buku-buku mainan menggunakan cara penyajian isi yang tidak biasa. Buku mainan
terdiri dari buku kartu papan, buku pakaian, dan buku pipet tangan. Buku mainan ini
mengarahkan anak-anak untuk lebih memahami teks, dapat mengeksplorasi konsep nomor,
kata bersajak dan alur cerita. Buku mainan membantu anak-anak untuk mengembangkan
keterampilan kognitif, meningkatkan kemampuan bahasa dan sosialnya, dan untuk
mencintai buku. Sikap positif terhadap membaca dapat ditumbuhkan dengan buku ini.
Buku konsep adalah buku yang menyajikan konsep dengan menggunakan satu atau
lebih contoh untuk membantu pemahaman konsep yang sedang dikembangkan. Konsep-
konsep yang ditekankan diajarkan melalui alur cerita atau dijelaskan melalui repetisi dan
perbandingan. Melalui berbagai konsep seperti warna, bentuk, ukuran, dapat
didemonstrasikan sendiri dengan konsep yang lainnya.
Buku bergambar tanpa kata adalah buku untuk menyampaikan suatu cerita melalui
illustrasi saja. Buku bergambar tanpa kata menjadi berkembang dan populer pada
masyarakat generasi muda. Ini terdapat di televisi, komik, dan bentuk visual lainnya dari
komunikasi. Alur cerita disajikan dengan gambar yang diurutkan dan tindakan juga
digambarkan dengan jelas. Buku bergambar tanpa kata
Abd. Hafid, Pembelajaran Apresiasi Sastra (Cerita) di Kelas Rendah SD 89

terdiri dari berbagai bentuk, seperti buku berupa buku humor, buku serius, buku informasi
atau buku fiksi. Buku ini mempunyai beberapa keunggulan, misalnya untuk
mengembangkan bahasa tulis dan lisan secara produktif yang mengikuti gambar.
Keterampilan pemahaman juga dapat dikembangkan pada saat anak membaca cerita
melalui illustrasi. Anak-anak menganalisis maksud pengarang dengan mengidentifikasi ide
pokok dan memahami ceritanya.
Buku cerita bergambar memuat pesan melalui illustrasi dan teks tertulis. Kedua
elemen ini merupakan elemen penting pada cerita. Buku-buku ini memuat berbagai tema
yang sering didasarkan pada pengalaman kehidupan sehari-hari anak. Karakter dalam buku
ini dapat berupa manusia atau binatang. Di sini ditampilkan kualitas manusia, karakter, dan
kebutuhan, sehingga anak-anak dapat memahami dan menghubungkannya dengan
pengalaman pribadinya,
Buku cerita yang diillustrasikan dan ditulis dengan baik akan memberikan
konstribusi pada perkembangan sastra anak. Buku bergambar yang baik memuat elemen
instrinsik sastra, seperti alur, struktur yang baik, karakter yang baik, perubahan gaya, latar,
dan tema yang menarik. Buku ini dapat menimbulkan imajinatif orisional dan
mempersiapkan stimulus berpikir kreatif. Buku cerita bergambar dapat memberikan
apresiasi bahasa dan mengembangkan komunikasi lisan, mengembangkan proses berpikir
kognitif, ungkapan perasaan, dan meningkatkan kepekaan seni.
Jenis-jenis buku bergambar yang telah diuraikan di atas dapat memberikan pesan-
pesan khusus bagi anak untuk dapat memahami unsur-unsur dalam cerita. Contoh buku
cerita bergambar Si Kancil Anak Nakal (mencemooh sang raja), Langit Akan Runtuh
(memperdaya gajah), Bertemu Buaya (terhindar jadi mangsa), Kena batunya (lomba cepat),
Kue Benggala (monyek-monyek makin marah), Ikat Pinggang Kebesaran (harimau tertipu),
Bakal Jadi Santapan (mencuri mentimun), Si kancil Sadar (mimpi yang indah), Kera dan
Penyu, Sepatu baru, dan Miki Tikus Piknik.

MANFAAT BUKU BERGAMBAR

Buku bergambar dapat digunakan untuk membantu anak mengenal lingkungan dan
situasi yang berbeda dengan lingkungan mereka. Dengan buku bergambar siswa dapat
mengenal karakteristik pelaku, latar, yakni waktu dan tempat terjadinya cerita, serta situasi.
Di samping itu, menurut Stewing (1980:118) ada tiga manfaat buku bergambar yang dapat
memberikan (1) masukan bahasa anak-anak, (2) memberikan masukan visual bagi anak-
anak, dan (3) menstimulasi kemampuan visual dan verbal anak-anak. Dengan demikian,
melalui buku bergambar siswa dapat memberikan komentar atau reaksi terhadap gambar,
misalnya orang, benda, dan tempat (yetting): warna yang ditampilkan; illustrasi/ gambar
serta karakter dan perubahan objek termasuk perkembangan cerita dari awal hingga akhir.
Dengan mengajukan dan menggali komentar anak, guru dapat memahami suatu
bahasa mereka dan kebiasaan anak dalam bereaksi terhadap buku. Selanjutnya guru dapat
membantu anak mempertajam kemampuan anak untuk mengekspresikan apa yang mereka
perhatikan dan juga membantu cara mereka bereaksi
90 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR, JULI 2006, VOLUME 2, NOMOR 2, 85-94

terhadap buku bersambar. Menurut Stewine (1980") menggunakan buku bergambar dapat
menstimulasikan bahasa verbal. Contoh, seorang guru menggunakan animal habies yang
terdapat gambar binatang yang mempunyai warna hitam putih. Guru membagikan buku
tersebut kepada anak dalam satu kelompok. Selanjutnya guru memberikan kesempatan
kepada anak untuk memberikan reaksi pada satu gambar. Hasilnya. ternyata anak
memberikan komentar terhadap cerita untuk itu anak membutuhkan kemampuan untuk
berbicara dan pada gilirannya mereka dapat mengembangkan kemampuan berbahasanya.

KRITERIA PEMILIHAN BUKU BERGAMBAR

Dalam memilih buku bergambar yang akan digunakan untuk kegiatan pembelajaran
ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yaitu (1) apakah gambar mendukung teks,
(2) apakah gambar jelas dan mudah dibedakan, (3) apakah illustrasi memperjelas latar,
rangkaian cerita, penjiwaan dan karakter, (4) apakah anak mampu mengidentifikasi
karakter dan tindakan. (5) apakah gaya dan ketepatan bahasa cocok untuk anak-anak, (6)
apakah illustrasi menghindarkan klise, (7) apakah temanya mempunyai kegunaan, (8)
apakah ada ketepatan konsep untuk anak-anak, (9) apakah variasi buku yang telah dipilih
merefleksikan keragaman budaya, dan (10) apakah buku yang dipilih merefleksikan
berbagai gaya (Rothlein, 1991).

TAHAPAN DALAM PEMBELAJARAN APRESIASISASTRA (CERITA)

Pembelajaran apresiasi cerita di sekolah dasar termasuk dalam pembelajaran sastra


diintegrasikan lewat pengajaran Bahasa Indonesia. Dalam GBPP dinyatakan bahwa
pembelajaran apresiasi sebaiknya dilaksanakan secara seimbang dan terpadu (Depdikbud,
1994; Depdiknas, 2001). Kegiatan mengapresiasi sastra pada dasarnya berupa latihan
mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat
budaya dan lingkungan hidup (Depdikbud, 1994).
Dalam pembelajaran apresiasi cerita, anak-anak perlu dilibatkan secara aktif
terhadap bacaan sastra agar diperoleh pengalaman estetis (Cox dan Zarillo, 1993:25).
Pembelajaran apresiasi prosa menurut kurikulum 1994 dan Kurikulum Berbasis
Kompetensi sangat diperlukan, karena dapat mengembangkan dan membina emosional
anak-anak. Pada tingkat kelas awal pembelajaran apresiasi cerita dapat mengenalkan (1)
bahan-bahan cerita anak, (2) koleksi gambar-gambar dalam ukuran besar yang menarik, (3)
koleksi bigbook, dan (4) koleksi kaset berisi cerita. Pada kelas lanjut pembelajaran apresiasi
prosa, dapat diperkaya koleksi buku cerita anak dan majalah anak. Buku bergambar itu
penting dalam pengajaran sastra, terutama untuk kelas rendah.
Penggunaan buku bergambar dalam pembelajaran apresiasi cerita di sekolah dasar
berorientasi pada kurikulum Bahasa Indonesia. Untuk mencapai pembelajaran yang baik
diperlukan perencanaan pengajaran. Menurut Syafi'ie (1993:21) perencanaan pembelajaran
adalah keseluruhan proses pemikiran tentang hal-hal yang dikerjakan secara sistematis
berkaitan dengan kebutuhan dan tujuan
Abd. Hafid, Pembelajaran Apresiasi Sastra (Cerita) di Kelas Rendah SD 91

pembelajaran. Selanjutnya dikemukakan bahwa, langkah-langkah yang dapat dikerjakan


untuk membuat perencanaan adalah (1) pemilihan tema, (2) mengidentifikasi butir-butir
pembelajaran, (3) mengidentifikasi kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki siswa
yang relevan dengan butir pembelajaran yang diajarkan, (4) menganalisis instruksional, (5)
merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK), (6) mengembangkan alat evaluasi
keberhasilan belajar, (7) mengembankan materi pembelajaran, (8) mengembangkan strategi
pembelajaran, dan (9) merencanakan media pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran apresiasi dengan menggunakan buku bergambar sebagai
sumber belajar di sekolah dasar perlu memperhatikan tahap-tahap pembelajaran apresiasi
prosa yang meliputi tahap (1) prabaca, (2) proses membaca, dan (3) pasca membaca
(Aminuddin, 1990:4).

Tahap Prabaca
Pada tahap prabaca siswa diberi kesempatan dengan bebas aktif mengembangkan
sekematanya tentang cerita yang akan diapresiasinya. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengobservasi gambar, benda-benda atau peristiwa yang memungkinkan mampu
meningkatkan pengetahuan yang sesuai dengan cerita yang akan dibacanya. Guru dapat
membantu dengan menyediakan illustrasi, gambar, chart, judul, dan sub judul, bagian
pertanyaan, pengenalan, dan ringkasannya, teks secara keseluruhan, dan hubungan bagian
teks dan isinya (Rhodes dan Marling, 1988:152).
Pada tahap prabaca dilakukan sebelum buku cerita dibuka Watson dalam Rothes
dan Marling (1983:143). Sebelum buku dibuka pembaca memperkirakan tentang apa yang
akan dibaca, baik yang berhubungan dengan isi, bahasa, dan struktur cerita. Perkiraan pada
tahap prabaca akan membimbing pembaca pada tahap proses membaca.
Kegiatan pembelajaran apresiasi prosa dengan menggunakan buku bergambar
sebagai sumber belajar pada tahap prabaca adalah (1) siswa mendengarkan penjelasan guru
sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (2) guru memperagakan gambar untuk
membangkitkan skemata siswa, (3) guru memfokuskan perhatian siswa kepada gambar
buku bergambar, (4) guru mengarahkan siswa untuk menginterpretasi gambar yang sesuai
dengan skemata siswa, (5) guru menugasi siswa menuliskan interpretasinya, dan (6) guru
menginventarisasi interpretasi siswa.

Tahap Saat Membaca


Pada tahap proses membaca siswa melakukan kegiatan membaca sesuai perintah
yang disampaikan guru. Ketika guru melakukan perintah untuk membaca, guru sebagai
model atau pemberi teladan melakukan kegiatan membaca. Proses membaca ini dapat
berlangsung secara variatif. Ada kemungkinan siswa membaca secara klasikal, secara
berkelompok, membaca di perpustakaan, atau membaca di rumah (Aminuddin, 1998:5).
Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran apresiasi prosa dengan menggunakan buku
bergambar guru (1) memberikan model cara membaca dan juga melakukan kegiatan
membaca, (2) membimbing siswa melakukan kegiatan membaca
92 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR, JULI 2006, VOLUME 2, NOMOR 2, 85-94

sesuai dengan pelafalan dan intonasi yang tepat (3) membimbing siswa secara berkelompok
menghubungkan cerita dengan gambar, (4) meminta siswa melaporkan/menanggapi hasil
kolaborasi/diskusi, dan (5) membimbing siswa menceritakan rangkaian cerita pada setiap
gambar secara lisan.

Tahap Pasca Membaca


Pada tahap pasca membaca, menurut Aminuddin (1998:5), siswa melakukan kegiatan
sebagaimana permintaan guru, misalnya siswa menuliskan ringkasan isi cerita, nama pelaku
yang disenagangi dengan disertai alasan tertentu. Dalam mengerjakan tugas tersebut yang
diutamakan sebenarnya bukan kebenaran, melainkan pembinaan proses membaca yang benar,
penciptaan mekanisme berpikir dalam membentuk pemahaman keterampilan, dan
mengemukakan pendapat. Kemudian guru dapat meminta siswa untuk membacakan hasilnya
pekerjaannya di depan kelas. Sisa waktu yang ada dapat digunakan untuk memberikan
kesimpulan tentang fokus pembelajaran yang ditetapkan.
Pada tahap pasca membaca siswa mengungkapkan kembali pemahamannya sesuai
persfektifnya masing-masing hal ini dilakukan dengan berbicara atau menulis untuk menjawab
pertanyaan seperti pelaku yang disenangi dan tidak disenangi, latar dan rangkaian cerita.
Akhirnya siswa diminta menceritakan kembali dengan menghubungkan pengalaman
pribadinya.
Ada sejumlah tujuan yang diperoleh dari kegiatan pasca membaca. Pertama, siswa
dapat merefleksikan apa yang dipelajarinya atau yang dialaminya dalam sebuah teks. Kedua,
siswa memperluas pemahamannya melalui berpikir kembali (rethingking) terhadap teks yang
dibaca. Ketiga, siswa dapat menghubungkan bacaan tidak hanya kehidupan mereka tetapi juga
dengan teks yang lain yang telah dibaca, lihat atau didengar. Dengan kegiatan pasca baca siswa
dapat memadukan apa yang telah dibaca dengan apa yang telah diketahui, sesuai dengan
persfektinya terhadap pemahaman membaca secara keseluruhan (Rhoders dan Marling,
1988:193).
Menurut Bernard (1996:7) tahap pasca membaca bertujuan untuk menampilkan
kembali apa yang telah diperoleh siswa dalam membaca teks dan mentransformasikannya ke
dalam bentuk keterampilan berbahasa yang lain, seperti berbicara, menyimak, dan menulis.
Dengan demikian karya sastra dalam hal ini cerita dapat mengembangkan aspek keterampilan
berbahasa dan dijadikan sebagai landas tumpu dalam pembelajaran keterampilan berbahasa
(Rubin, 1995).
Pada kegiatan penggunaan buku bergambar dalam pembelajaran apresiasi cerita di
sekolah dasar pada tahap pasca membaca meliputi kegiatan (1) membimbing siswa
menceritakan kembali secara ringkas cerita dengan kalimat bahasa Indonesia yang benar, (2)
membimbing siswa untuk membacakan/melaporkan hasil kerjanya secara bergiliran, (3)
membimbing siswa untuk menanggapi hasil tulisan yang baru dibacakan temannya, (4)
membimbing siswa memperbaiki tulisan, (5) memberikan kesimpulan tentang pelaku cerita,
latar cerita, rangkaian cerita, dan menceritakan kembali, dan (6) memberikan teks apresiasi
tentang pelaku cerita, latar cerita, rangkaian cerita, dan menceritakan kembali ringkasan cerita.
Abd. Hafid, Pembelajaran Apresiasi Sastra (Cerita) di Kelas Rendah SD 93

Evaluasi Pembelajaran Apresiasi Sastra (Cerita)


Pelaksanaan evaluasi pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan yang belum
final, tetapi kegiatan yang harus berkelanjutan disertai tindakan-tindakan (Norman, 1981).
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengadakan evaluasi adalah (1) lebih dahulu
ditentukan apa yang akan dievaluasi, (2) memilih teknik evaluasi yang sesuai dengan
tujuan, (3) evaluasi dilakukan konfrensif dan menyeluruh dengan bermacam-macam teknik
evaluasi, (4) evaluasi sekedar alat untuk mencapai tujuan dan bukan tujuan itu sendiri, (5)
evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan (Pappas, 1995:315-318).
Evaluasi pembelajaran apresiasi cerita dengan menggunakan buku bergambar
ditekankan pada evaluasi proses dan hasil. Evaluasi proses dilaksanakan saat pembelajaran
apresiasi cerita. Penekakan proses terletak pada bagaimana keaktifan dan respon siswa
mengapresiasi cerita lewat gambar-gambar yang ditampilkan sesuai tujuan pembelajaran
yang telah direncanakan. Sedangkan evaluasi hasil dilaksanakan setelah kegiatan
pembelajaran. Penekanannya pada bagaiaman siswa memahami isi cerita dengan
menggunakan media gambar.

PENUTUP
Pembelajaran apresiasi sastra disajikan secara seimbang dan terpadu dengan
pembelajaran Bahasa Indonesia. Karya sastra cerita relevan bagi siswa sekolah dasar.
Mason (dalam Cox dan Zarrillo, 1993), menyatakan bahwa cerita disukai anak-anak
daripada bacaan non-cerita. Selanjutnya Huck, dkk. (1987) dan Cullinan 1989:12-23),
menyatakan bahwa jika anak-anak membaca karya sastra termasuk cerita dapat membatu
perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan moral, dan sosialnya.
Berkait dengan itu, Wrigh (1995:20), menyatakan bahwa cerita dapat membantu
anak memahami dunianya dan kemudian membicarakannya dengan pihak lain. Cerita dapat
memotivasi, memperkaya perbendaharaan kosakata, dan mudah diperoleh. Dengan
demikian membaca cerita diharapkan dapat meningkatkan potensi mengapresiasi karya
sastra.
Dalam pembelajaran apresiasi cerita di sekolah dasar, sebaiknya siswa diberikan
objek konkrit untuk membantu siswa memahami teks cerita. Piaget dalam Dworetzky,
(1990:28), menyatakan bahwa anak dalam usia 7-10 tahun berada pada tahap operasional
konkret. Pada tahap ini cara berpikir siswa masih didasarkan pada bantuan benda-benda
(objek-objek) atau peristiwa-peristiwa yang langsung dilihat dan dialaminya. Sehubungan
dengan itu, buku bergambar dapat membantu siswa untuk mengkonkretkan pembelajaran
apresiasi cerita.
Pembelajaran apresiasi cerita melalui buku bergambar dapat meningkatkan potensi
anak berapresiasi, khususnya apresiasi cerita. Dengan kemampuan berapresiasi prosa bagi
siswa sekolah dasar diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan perkembangan
kognitif, bahasa, emosional, dan moral.
94 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR, JULI 2006, VOLUME 2, NOMOR 2, 85-94

DAFTAR RUJUKAN

Aminuddin, 1990. Tanggapan dan Penggambaran Ulang (TPU) Sebagai Model


Penerapan CBSA dalam Pengajaran Apresiasi Sastra. Dalam Aminuddin (ed)
Sekitar Masalah Sastra. Malang:YA3.
Aminuddin, 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Cullinan, Bemice E, 1989. Literature and The Child. New York : Horcourt Brace
Javanovich. Inc.
Cox, C. dan James, Z. 1993. Teaching Reading With Children 's Literature. New York :
Macmillan Publishing Company. Dworetzky, J.P, 1990. Introduction to Child
Depelopment. St. Paul Weat Publishing Company.
Depdikbud, 1994. Kurikulum Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas, 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Farris, F.J. 1993. Language Arts a Process Approach. Illionis:Brown & Bencmark
Publishing.
Huck, C. Hepler, S. & Hicman, J. 1987. Children 's Literature in The Elementary School.
Chicago:Rand Me. Nally College Company.
Rubin D. 1995. Teaching Elemntary Language Arts: An Integrated Approach. Bostom:
Allyn and Bacon.
Rothlein, L. & Membaca, A.M. 1991. The Literature Connection. USA: Scott Foresman
Company.
Syafi'ie, 1993. TerampiI Berbahasa Indonesia 1. Jakarta: Depdikbud. Stewing, J.W. 1980.
Children and Literature. Chigago: Chicago McNally College
Publishing Company. Wright, A. 1995. Strotelling with Chilren. Oxfort University Press.

Anda mungkin juga menyukai