antara usia 6 sampai 12 tahun. Piaget dalam Dworetzky (1990:28), menyatakan bahwa anak
dalam usia 7-10 tahun berada pada tahap operasional kongkret. Pada tahap ini cara berpikir
siswa masih didasarkan pada bantuan benda-benda (objek-objek) atau peristiwa-peristiwa
yang langsung dilihat dan dialaminya. Sehubungan dengan hal itu, buku bergambar dapat
membantu siswa untuk mengkongkretkan pembelajaran apresiasi cerita.
Pembelajaran apresiasi cerita melalui buku bergambar dapat meningkatkan potensi
anak berapresiasi, khususnya apresiasi cerita. Dengan memiliki kemampuan berapresiasi
cerita bagi siswa sekolah dasar diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan emosional, dan moral siswa.
anak, (2) koleksi gambar-gambar dalam ukuran besar yang menarik dan dapat dimanfaatkan
dalam konteks pembelajaran di kelas, (3) koleksi bigbook, dan (4) koleksi kaset berisi cerita.
Pengajaran tidak akan terlaksana dengan baik apabila keberadaan bahan apresiasi tersebut
terabaikan (Aminuddin, 1998:2).
Menurut Paris (1993:132-133) bahan pembelajaran cerita tersebut adalah cerita yang
dekat/akrab dengan kehidupan anak, yang pernah didengar, yang rangkaian ceritanya mudah
diikuti, yang temanya cocok dengan usia anak. Cerita yang dipilih hendaknya mengandung
pelaku yang dipercaya, awal dan akhir cerita harus tetap menarik dan simpulan akhir harus
dekat dengan anak.
Ada berbagai pertimbangan dalam menyediakan bahan cerita bagi anak-anak usia
sekolah dasar. Secara umum, penyediaan bahan bacaan harus pada (1) bahasa yang digunakan,
(2) penokohan, peristiwa, dan rangkaian cerita, serta (3) cara penyajian dan gaya penuturan
(Aminuddin, 1995:2).
Ditinjau dari bahasa yang digunakan, pertimbangan pertama mengacu pada penguasaan
kosakata dan struktur kalimat anak-anak. Kata-kata yang digunakan sesuai dengan situasi yang
nyata dan disesuaikan dengan keadaan lingkungan anak. Andaikan ada kata-kata yang masih
asing bagi anak, sebaiknya guru menjelaskan dengan gambar atau paparan deskriptif sebagai
illustrasi.
Pemilihan bahan pembelajaran perlu memperhatikan hal berikut. Ditinjau dari
penokohan, pelaku yang ditampilkan harus relatif jelas. Begitu juga motivasi dan peran yang
mereka emban perlu digambarkan secara jelas. Cerita seharusnya lebih banyak menggambarkan
secara hidup dan menarik. Pertimbangan menyangkut cara penyajian akan berhubungan dengan
format buku, ukuran huruf, dan kekayaan gambar. Gaya penuturan merujuk pada pemilihan
kata, penggunaan gaya bahasa, teknik penggambaran pelaku dan latar.
Bacaan cerita yang baik memainkan peran dalam perkembangan kehidupan anak.
Namun cerita yang dibaca anak pada umumnya tergantung pada guru atau orang tua yang
membimbing mereka. Para guru dan orang tua perlu bertanggung jawab untuk
memperkenalkan bacaan cerita anak-anak yang tepat dan layak dibaca anak-anak.
Berkaitan dengan hal tersebut, ditinjau dari wujudnya bahan apresiasi cerita tersebut
berupa paparan bahasa, baik lisan maupun tertulis. Oleh sebab itu, bahan pembelajaran
apresiasi prosa selain dimanfaatkan untuk pembelajaran apresiasi sastra juga dimanfaatkan
untuk mengembangkan kemampuan menyimak, wicara, membaca, dan menulis (Aminuddin,
1998:2).
Menurut Stewing (1980:97) bahwa buku bergambar adalah sebuah buku yang
menyejajarkan cerita dengan gambar. Kedua elemen ini bekerja sama untuk menghasilkan
cerita dengan illustrasi gambar. Biasanya buku-buku bergambar dimaksudkan untuk
mendorong ke arah apresiasi dan kecintaan terhadap buku. Selain ceritanya secara verbal
harus menarik, buku harus mengandung gambar sehingga mempengaruhi minat siswa
untuk membaca cerita. Oleh karena itu, gambar dalam cerita anak-anak harus hidup dan
komunikatif.
Gambar dalam cerita anak-anak harus sesuai dengan tema, latar, perwatakan, dan plot
dalam cerita (Stewing, 1980). Begitu pula sebagai illustrasi dalam buku cerita bergambar
(pictury story book) berfungsi untuk mengillustrasikan pelaku, latar, dan kegiatan yang
dipakai untuk membangun rangkaian cerita (plot) dari suatu cerita. Buku bergambar yang
bagus dapat memberi kesenangan/hiburan dan pengalaman estetik kepada anak.
terdiri dari berbagai bentuk, seperti buku berupa buku humor, buku serius, buku informasi
atau buku fiksi. Buku ini mempunyai beberapa keunggulan, misalnya untuk
mengembangkan bahasa tulis dan lisan secara produktif yang mengikuti gambar.
Keterampilan pemahaman juga dapat dikembangkan pada saat anak membaca cerita
melalui illustrasi. Anak-anak menganalisis maksud pengarang dengan mengidentifikasi ide
pokok dan memahami ceritanya.
Buku cerita bergambar memuat pesan melalui illustrasi dan teks tertulis. Kedua
elemen ini merupakan elemen penting pada cerita. Buku-buku ini memuat berbagai tema
yang sering didasarkan pada pengalaman kehidupan sehari-hari anak. Karakter dalam buku
ini dapat berupa manusia atau binatang. Di sini ditampilkan kualitas manusia, karakter, dan
kebutuhan, sehingga anak-anak dapat memahami dan menghubungkannya dengan
pengalaman pribadinya,
Buku cerita yang diillustrasikan dan ditulis dengan baik akan memberikan
konstribusi pada perkembangan sastra anak. Buku bergambar yang baik memuat elemen
instrinsik sastra, seperti alur, struktur yang baik, karakter yang baik, perubahan gaya, latar,
dan tema yang menarik. Buku ini dapat menimbulkan imajinatif orisional dan
mempersiapkan stimulus berpikir kreatif. Buku cerita bergambar dapat memberikan
apresiasi bahasa dan mengembangkan komunikasi lisan, mengembangkan proses berpikir
kognitif, ungkapan perasaan, dan meningkatkan kepekaan seni.
Jenis-jenis buku bergambar yang telah diuraikan di atas dapat memberikan pesan-
pesan khusus bagi anak untuk dapat memahami unsur-unsur dalam cerita. Contoh buku
cerita bergambar Si Kancil Anak Nakal (mencemooh sang raja), Langit Akan Runtuh
(memperdaya gajah), Bertemu Buaya (terhindar jadi mangsa), Kena batunya (lomba cepat),
Kue Benggala (monyek-monyek makin marah), Ikat Pinggang Kebesaran (harimau tertipu),
Bakal Jadi Santapan (mencuri mentimun), Si kancil Sadar (mimpi yang indah), Kera dan
Penyu, Sepatu baru, dan Miki Tikus Piknik.
Buku bergambar dapat digunakan untuk membantu anak mengenal lingkungan dan
situasi yang berbeda dengan lingkungan mereka. Dengan buku bergambar siswa dapat
mengenal karakteristik pelaku, latar, yakni waktu dan tempat terjadinya cerita, serta situasi.
Di samping itu, menurut Stewing (1980:118) ada tiga manfaat buku bergambar yang dapat
memberikan (1) masukan bahasa anak-anak, (2) memberikan masukan visual bagi anak-
anak, dan (3) menstimulasi kemampuan visual dan verbal anak-anak. Dengan demikian,
melalui buku bergambar siswa dapat memberikan komentar atau reaksi terhadap gambar,
misalnya orang, benda, dan tempat (yetting): warna yang ditampilkan; illustrasi/ gambar
serta karakter dan perubahan objek termasuk perkembangan cerita dari awal hingga akhir.
Dengan mengajukan dan menggali komentar anak, guru dapat memahami suatu
bahasa mereka dan kebiasaan anak dalam bereaksi terhadap buku. Selanjutnya guru dapat
membantu anak mempertajam kemampuan anak untuk mengekspresikan apa yang mereka
perhatikan dan juga membantu cara mereka bereaksi
90 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR, JULI 2006, VOLUME 2, NOMOR 2, 85-94
terhadap buku bersambar. Menurut Stewine (1980") menggunakan buku bergambar dapat
menstimulasikan bahasa verbal. Contoh, seorang guru menggunakan animal habies yang
terdapat gambar binatang yang mempunyai warna hitam putih. Guru membagikan buku
tersebut kepada anak dalam satu kelompok. Selanjutnya guru memberikan kesempatan
kepada anak untuk memberikan reaksi pada satu gambar. Hasilnya. ternyata anak
memberikan komentar terhadap cerita untuk itu anak membutuhkan kemampuan untuk
berbicara dan pada gilirannya mereka dapat mengembangkan kemampuan berbahasanya.
Dalam memilih buku bergambar yang akan digunakan untuk kegiatan pembelajaran
ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yaitu (1) apakah gambar mendukung teks,
(2) apakah gambar jelas dan mudah dibedakan, (3) apakah illustrasi memperjelas latar,
rangkaian cerita, penjiwaan dan karakter, (4) apakah anak mampu mengidentifikasi
karakter dan tindakan. (5) apakah gaya dan ketepatan bahasa cocok untuk anak-anak, (6)
apakah illustrasi menghindarkan klise, (7) apakah temanya mempunyai kegunaan, (8)
apakah ada ketepatan konsep untuk anak-anak, (9) apakah variasi buku yang telah dipilih
merefleksikan keragaman budaya, dan (10) apakah buku yang dipilih merefleksikan
berbagai gaya (Rothlein, 1991).
Tahap Prabaca
Pada tahap prabaca siswa diberi kesempatan dengan bebas aktif mengembangkan
sekematanya tentang cerita yang akan diapresiasinya. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengobservasi gambar, benda-benda atau peristiwa yang memungkinkan mampu
meningkatkan pengetahuan yang sesuai dengan cerita yang akan dibacanya. Guru dapat
membantu dengan menyediakan illustrasi, gambar, chart, judul, dan sub judul, bagian
pertanyaan, pengenalan, dan ringkasannya, teks secara keseluruhan, dan hubungan bagian
teks dan isinya (Rhodes dan Marling, 1988:152).
Pada tahap prabaca dilakukan sebelum buku cerita dibuka Watson dalam Rothes
dan Marling (1983:143). Sebelum buku dibuka pembaca memperkirakan tentang apa yang
akan dibaca, baik yang berhubungan dengan isi, bahasa, dan struktur cerita. Perkiraan pada
tahap prabaca akan membimbing pembaca pada tahap proses membaca.
Kegiatan pembelajaran apresiasi prosa dengan menggunakan buku bergambar
sebagai sumber belajar pada tahap prabaca adalah (1) siswa mendengarkan penjelasan guru
sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (2) guru memperagakan gambar untuk
membangkitkan skemata siswa, (3) guru memfokuskan perhatian siswa kepada gambar
buku bergambar, (4) guru mengarahkan siswa untuk menginterpretasi gambar yang sesuai
dengan skemata siswa, (5) guru menugasi siswa menuliskan interpretasinya, dan (6) guru
menginventarisasi interpretasi siswa.
sesuai dengan pelafalan dan intonasi yang tepat (3) membimbing siswa secara berkelompok
menghubungkan cerita dengan gambar, (4) meminta siswa melaporkan/menanggapi hasil
kolaborasi/diskusi, dan (5) membimbing siswa menceritakan rangkaian cerita pada setiap
gambar secara lisan.
PENUTUP
Pembelajaran apresiasi sastra disajikan secara seimbang dan terpadu dengan
pembelajaran Bahasa Indonesia. Karya sastra cerita relevan bagi siswa sekolah dasar.
Mason (dalam Cox dan Zarrillo, 1993), menyatakan bahwa cerita disukai anak-anak
daripada bacaan non-cerita. Selanjutnya Huck, dkk. (1987) dan Cullinan 1989:12-23),
menyatakan bahwa jika anak-anak membaca karya sastra termasuk cerita dapat membatu
perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan moral, dan sosialnya.
Berkait dengan itu, Wrigh (1995:20), menyatakan bahwa cerita dapat membantu
anak memahami dunianya dan kemudian membicarakannya dengan pihak lain. Cerita dapat
memotivasi, memperkaya perbendaharaan kosakata, dan mudah diperoleh. Dengan
demikian membaca cerita diharapkan dapat meningkatkan potensi mengapresiasi karya
sastra.
Dalam pembelajaran apresiasi cerita di sekolah dasar, sebaiknya siswa diberikan
objek konkrit untuk membantu siswa memahami teks cerita. Piaget dalam Dworetzky,
(1990:28), menyatakan bahwa anak dalam usia 7-10 tahun berada pada tahap operasional
konkret. Pada tahap ini cara berpikir siswa masih didasarkan pada bantuan benda-benda
(objek-objek) atau peristiwa-peristiwa yang langsung dilihat dan dialaminya. Sehubungan
dengan itu, buku bergambar dapat membantu siswa untuk mengkonkretkan pembelajaran
apresiasi cerita.
Pembelajaran apresiasi cerita melalui buku bergambar dapat meningkatkan potensi
anak berapresiasi, khususnya apresiasi cerita. Dengan kemampuan berapresiasi prosa bagi
siswa sekolah dasar diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan perkembangan
kognitif, bahasa, emosional, dan moral.
94 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR, JULI 2006, VOLUME 2, NOMOR 2, 85-94
DAFTAR RUJUKAN