Anda di halaman 1dari 4

Asma adalah keadaan inflamasi kronik dengan penyempitan saluran pernapasan yang

reversibel. Tanda karakteristik berupa episode wheezing berulang, sering disertai batuk


yang menunjukkan respons terhadap obat bronkodilator dan anti-inflamasi. Antibiotik
harus diberikan hanya jika terdapat tanda pneumonia.
Diagnosis

 episode batuk dan atau wheezing berulang


 hiperinflasi dada
 tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
 ekspirasi memanjang dengan suara wheezing yang dapat didengar
 respons baik terhadap bronkodilator.

Bila diagnosis tidak pasti, beri satu dosis bronkodilator kerja-cepat (lihat di bawah). Anak
dengan asma biasanya membaik dengan cepat, terlihat penurunan frekuensi
pernapasan dan tarikan dinding dada dan berkurangnya distres pernapasan. Pada 
serangan berat, anak mungkin memerlukan beberapa dosis inhalasi.
Tatalaksana

 Anak dengan episode pertama wheezing tanpa distress pernapasan, bisa


dirawat di rumah hanya dengan terapi penunjang.  Tidak perlu diberi
bronkodilator
 Anak dengan distres pernapasan atau mengalami wheezing berulang, beri
salbutamol dengan nebulisasi atau MDI (metered dose inhaler). Jika salbutamol
tidak tersedia, beri suntikan epinefrin/adrenalin subkutan. Periksa kembali anak
setelah 20 menit untuk menentukan terapi selanjutnya:
o Jika distres pernapasan sudah membaik dan tidak ada napas cepat,
nasihati ibu untuk merawat di rumah dengan salbutamol hirup atau bila
tidak tersedia, beri salbutamol sirup per oral atau tablet (lihat di ).
o Jika distres pernapasan menetap, pasien dirawat di rumah sakit dan beri
terapi oksigen, bronkodilator kerja-cepat dan obat lain seperti yang
diterangkan di bawah.
 Jika anak mengalami sianosis sentral atau tidak bisa minum, rawat dan beri
terapi oksigen, bronkodilator kerja-cepat dan obat lain yang diterangkan di
bawah.
 Jika anak dirawat di rumah sakit, beri oksigen, bronkodilator kerja-cepat dan
dosis pertama steroid dengan segera.
 Respons positif (distres pernapasan berkurang, udara masuk terdengar lebih
baik saat auskultasi) harus terlihat dalam waktu 20 menit. Bila tidak terjadi, beri
bronkodilator kerja cepat dengan interval 20 menit.
 Jika tidak ada respons setelah 3 dosis bronkodilator kerja-cepat, beri aminofilin
IV.

Oksigen
Berikan oksigen pada semua anak dengan asma yang terlihat sianosis atau mengalami
kesulitan bernapas yang mengganggu berbicara, makan atau menyusu (serangan
sedang-berat).
Bronkodilator kerja-cepat
Beri anak bronkodilator kerja-cepat dengan salah satu dari tiga cara berikut: nebulisasi
salbutamol, salbutamol dengan MDI dengan alat spacer, atau suntikan
epinefrin/adrenalin subkutan, seperti yang diterangkan di bawah.
(1) Salbutamol Nebulisasi
Alat nebulisasi harus dapat menghasilkan aliran udara minimal 6-10 L/ menit. Alat
yang direkomendasikan adalah jet-nebulizer (kompresor udara) atau silinder
oksigen. Dosis salbutamol adalah 2.5 mg/kali nebulisasi; bisa diberikan setiap 4
jam, kemudian dikurangi sampai setiap 6-8 jam bila kondisi anak membaik. Bila
diperlukan, yaitu pada kasus yang berat, bisa diberikan setiap jam untuk waktu
singkat.
(2) Salbutamol MDI dengan alat spacer
Alat spacer dengan berbagai volume tersedia secara komersial. Penggunaannya
mohon lihat buku Pedoman Nasional Asma Anak. Pada anak dan bayi biasanya
lebih baik jika memakai masker wajah yang menempel pada spacer dibandingkan
memakai mouthpiece. Jika spacer tidak tersedia, spacer bisa dibuat
menggunakan gelas plastik atau botol plastik 1 liter. Dengan alat ini diperlukan 3-4
puff salbutamol dan anak harus bernapas dari alat selama 30 detik.
Gunakan alat
spacer dan
sungkup wajah
untuk memberi
bronkodilator.
Spacer dapat
dibuat secara
lokal dari botol
plastik
minuman
ringan.

(3) Epinefrin (adrenalin) subkutan


Jika kedua cara untuk pemberian salbutamol tidak tersedia, beri suntikan epinefrin
(adrenalin) subkutan dosis 0.01 ml/kg dalam larutan 1:1 000 (dosis maksimum: 0.3
ml), menggunakan semprit 1 ml (untuk teknik injeksi lihat halaman 331). Jika tidak
ada perbaikan setelah 20 menit, ulangi dosis dua kali lagi dengan interval dan
dosis yang sama. Bila gagal, dirawat sebagai serangan berat dan diberikan steroid
dan aminofilin.
Bronkodilator Oral
Ketika anak jelas membaik untuk bisa dipulangkan, bila tidak tersedia atau tidak mampu
membeli salbutamol hirup, berikan salbutamol oral (dalam sirup atau tablet). Dosis
salbutamol: 0.05-0.1 mg/kgBB/kali setiap 6-8 jam
Steroid
Jika anak mengalami serangan wheezing akut berat berikan kortikosteroid sistemik
metilprednisolon 0.3 mg/kgBB/kali tiga kali sehari pemberian oral atau deksametason
0.3 mg/kgBB/kali IV/oral tiga kali sehari pemberian selama 3-5 hari.
Aminofilin

 Jika anak tidak membaik setelah 3 dosis bronkodilator kerja cepat, beri aminofilin
IV dengan dosis awal (bolus) 6-8 mg/kgBB dalam 20 menit. Bila 8 jam
sebelumnya telah mendapatkan aminofilin, beri dosis setengahnya. Diikuti dosis
rumatan 0.5-1 mg/kgBB/jam. Pemberian aminofilin harus hati-hati, sebab margin
of safety aminofilin amat sempit.
 Hentikan pemberian aminofilin IV segera bila anak mulai muntah, denyut nadi
>180 x/menit, sakit kepala, hipotensi, atau kejang.
 Jika aminofilin IV tidak tersedia, aminofilin supositoria bisa menjadi alternatif.

Antibiotik
Antibiotik tidak diberikan secara rutin untuk asma atau anak asma yang bernapas cepat
tanpa disertai demam. Antibiotik diindikasikan bila terdapat tanda infeksi bakteri.:
Sumber : http://www.ichrc.org/442-asma-diagnosis-dan-tatalaksana

Asma merupakan salah satu penyakit tidak menular atau non-communicable disease
(NCD) yang masih menjadi masalah kesehatan global. Pada anak, penyakit respiratori
kronik ini merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai dan sejak dua
dekade terakhir angka kejadiannya dilaporkan meningkat baik pada anak maupun
dewasa. Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
angka kejadian asam pada anak usia 0 – 14 tahun adalah 9,2%. Di seluruh dunia,
diperkirakan terdapat 300 juta orang sakit asma.

Berbagai panduan asma telah diterbitkan baik secara nasional maupun internasional.
Namun demikian, revisi yang berkelanjutan seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan sangat diperlukan agar kualitas hidup anak dengan asma dapat
meningkat.

Buku ini merupakan pemutakhiran (update) dari Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)
tahun 2004 dan disusun berdasarkan beberapa pedoman terbaru yang disesuaikan
dengan kondisi Indonesia. Terdapat beberapa perubahan yang perlu dicermati dalam
buku ini seperti pada klasifikasi, diagnosis asma pada usia di bawah lima tahun (balita),
dan tata laksana. Buku ini diharapkan sebagai acupan tata kelola asma pada anak di
Indonesia agar anak dengan asma mendapatkan tata kelola yang optimal dan rasional.

Sumber : http://www.idai.or.id/publications/buku-idai/pedoman-nasional-asma-anak

1. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul pada asma, antara lain:

a. Sukar bernafas yang timbul intermitten

b. Terdengar “wheezing” pada waktu ekspirasi

c. Batuk dengan sputum yang kental

d. Ekspirasi memanjang dengan hiperinflasi nada

e. Pernafasan cuping hidung

f. Sianosis pada permukaan kuku (Susan Martin Tucker, et.al, 1998; 2257)
2. Komplikasi

Adapun komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma, yaitu:

a. Atelektasis

b. Emfisema dengan hiperinflasi kronis

c. Pneumothoraks

d. Gagal pernafasan yang memerlukan bantuan mekanis

e. Bronkhitis

f. Aspergilosis bronkopulmoner alergik

g. Fraktur iga (Soeparman, dkk, 1999; 34)

Anda mungkin juga menyukai