Iza
Iza
NIM : 04011181621060
Kelas : Beta 2016
Kelompok : B6
Skenario A blok 21
1. Patogenesis AIHA
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivasi
sistem komplemen, aktivasi mekanisme , atau kombinasi keduanya.
a. Aktivasi komplemen jalur klasik. Reaksi diawali dengan aktivasi CI, suatu
protein yang dikenal sebagai recognition unit. Protein CI akan berikatan
dengan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif serta mampu
mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik. Fragmen CI akan mengaktifkan
C4 dan C2 menjadi suatu kompleks C4b,2b (dkenal sebagai C3-convertase).
C4b,2b akan memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami
perubahan konformasional sehingga mampu berikatan secara kovalen dengan
partikel yang mengaktifkan komplemen (sel darah merah berlabel antibodi).
C3 juga akan membelah menjadi C3d,g, dan C3c. C3d dan C3g akan tetap
berikatan pada membran sel darah merah dan merupakan produk final
aktivasi C3. C3b akan membentuk kompleks dengan C4b2b menjadi
C4b2b3b (C5 convertase). C5 convertase akan memecah C5 menjadi C5a
(anafilatoksin) dan C5b yang berperan dalann kompleks penghancur
membran. Kompleks penghancur membran terdiri dari molekul
C5b,C6,C7,C8, dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyisip ke
dalam membran sel sebagai suatu aluran transmembran sehingga
permeabilitas membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke
dalam sel sehingga sel membengkak dan ruptur.
b. Aktivasi komplemen jalur alternatif. Aktivator jalur alternatif akan
mengaktifkan C3, dan C3b yang terbentuk akan berikatan dengan membran
sel darah merah. Faktor B kemudian melekat pada C3b, dan faktor B dipecah
oleh D menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu protease serin, dan tetap
melekat pada C3b. Ikatan C3bBb selanjutnya akan memecah molekul C3 lagi
menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh Bb dipecah
menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b berperan dalam penghancuran
membran.
2. Patofisiologi
Proses hemolisis akan menimbulkan, sebagai berikut:
a) Penurunan kadar hemoglobin akan menyebabkan anemia. Hemolisis dapat
terjadi perlahan-lahan sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi
tubuh, tetapi dapat juga terjadi secara tiba-tiba sehingga dapat menurunkan
kadar hemoglobin. Tergantung derajat hemolisis, apabila derajat hemolisis
ringan sampai sedang maka sumsum tulang masih dapat melakukan
kompensasi 6 sampai 8 kali normalsehingga tidak terjadi anemia. Keadaan ini
disebut sebagai keadaan hemolitik terkompensasi (compensated hemolytic
state). Akan tetapi, apabila derajat hemolisis berat maka mekanisme
kompensasi tidak dapat mengatasi hal tersebut sehingga terjadi anemia
hemolitik. Derajat penurunan hemoglobin dapat bervariasi dari ringan sampai
sedang. Penurunan hemoglobin dapat terjadi perlahan-lahan, tetapi sering
sekali sangat cepat (lebih dari 2 g/dL dalam waktu satu minggu).
b) Peningkatan hasil pemecahan eritrosit arena hemolisis ekstravaskular.
Hemolisis ekstravaskular lebih sering dijumpai dibandingkan dengan
hemolisis intravaskuler. Hemolisis terjadi pada sel makroag dari sistem
retikuloendothelial (RES) terutama paa lien, hepar dan sumsum tulang karena
sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan
membran (misalnya akibat reaksi antigen-antibodi), presipitasi hemoglobin
dalam sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas eritrosit. Kapiler lien dengan
diameter yang relatif kecil dan suasan arelatif hipoksik akan memberi
kesempatan destruksi sel eritrosit, mungkin melalui mekanisme fragmentasi.
Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan globin yang akan di kembalikan
ke protein pool, serta besi yang akan dikembalikan ke makrofag (cadangan
besi) selanjutnya akan dipakai kembali, sedangkan protoporfirin akan
menghasilkan gas CO dan bilirubin Bilirubin dalam darah berikatan dengan
albumin menjadi bilirubin indirek, mengalami konjugasi dalam hati menjadi
bilirubin direk kemudian dibuang melalui empedu sehingga meningkatkan
sterkobilinogen dalam feses dan urobilinogen dalam urine. Sebagian
hemoglobin akan lepas ke plasma dan diikat oleh haptoglobin sehingga kadar
haptoglobin juga akan turun tetapi tidak serendah pada hemolisis
intravaskuler.
c) Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritopoesis. Destruksi
eritrosit dalam darah tepi akan merangsang mekanisme biofeedback (melalui
eritropoetin) sehingga sumsum tulang meningkatkan eritropoesis. Sumsum
tulang normal dapat meningkatkan kemampuan eritropoesisnya 6-8 kali lipat.
Peningkatan ini ditandai oleh peningkatan jumlah eritroblast (normoblast)
dalam sumsum tulang sehingga terjadi hiperplasi normoblastik. Peningkatan
normoblast terjadi pada semua tingkatan, baik normoblast basofilik,
normoblast polikromatofilik, ataupun normoblast asidofilik atau
ortokromatik. Normoblast sering dilepaskan ke drah tepi sehingga sering
terjjadi normoblastemia. Sel eritrosit muda yang masih mengandung sisa inti
(RNA) disebut sebagai retikulosit, akan dilepaskan ke darah tepi sehingga
terjadi retikulositosis dalam darah tepi. Sel-sel eritrosit warnanya tidak merata
(ada sel yang lebih gelap) disebut poikromasia. Produksi sistem lain dalm
sumsum tulang sering ikut terpacu sehingga terjadi leukositosis dan
trombositosis ringan.
3. Manifestasi Klinis
Lemas, mudah capek, sesak napas adalah gejala yang sering dikeluhkan oleh
penderita anemia hemolitik. Tanda klinis yang sering dilihat adalah konjungtiva
pucat, sklera berwarna kekuningan, splenomegali, urin berwarna merah gelap.
Tanda laboratorium yang dijumpai adalah anemia normositik, retikulositosis,
peningkatan lactate dehydrogenase, peningkatan serum haptoglobulin, dan Direct
Antiglobulin Test menunjukkan hasil positif.
4. Klasifikasi
Klasifikasi Anemia Hemolitik Imun
I. Anemia Hemolitik Auto Imun (AIHA)
a. AIHA tipe hangat
- Idiopatik
- Sekunder (karena CLL, limfoma, SLE)
b. AIHA tipe dingin
- Idiopatik
- Sekunder (Karen infeksi mikoplasma, mononukleosis virus,
keganasan limforetikuler)
c. Paroxysmal cold hemoglobin
- Idiopatik
- Sekunder (viral dan sifilis)
d. AIHA Atipik
- AIHA tes antiglobulin negatif
- AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
II. AIHA diinduksi obat
III. AIHA diinduksi aloantibodi
5. Tatalaksana
- Terapi gawat darurat
Pada AIHA yang disertai hemolisis berat kadang-kadang diperlukan tindakan
darurat karena anemia berat yang terjadi tiba-tiba dapat membahayakan fungsi
jantung sehingga terjadi gagal jantung. Dalam keadaan demikian, transfusi
terpaksa harus dilakukan dengan kehati-hatian. Sebaiknya diberi washed red cell
untuk mengurangi beban antibodi. Pada saat yang sama dapat diberikan steroid
parenteral dosis tinggi untuk menekan fungsi makrofag atau pemberian
hiperimunglobulin dengan fungsi yang sama.
- Terapi suportif-simptomatik
Steroid memberikan respon terhadap kasus imunohemolitik tertentu
terutamayang disertai antibodi panas. Penderita yang tidak memberikan respon
terhadp steroid dapat diberikan obat imunosuprsif lain sepertiazathioprin.
6. Pencegahan
Saat ini, tidak ada pencegahan efektif Anemia Hemolitik Autoimun.
Diagnosis dan perawatan dini dapat membantu mencegah komplikasi
7. Komplikasi
Komplikasi Anemia Hemolitik autoimun dapat meliputi:
a. Pembesaran hati
b. Gagal jantung
c. Kelelahan berlebihan yang mungkin menyulitkan seseorang untuk melakukan
aktivitas sehari-harinya
8. Prognosis
Sudah ada per tipe
9. SKDI
Anemia Hemolitik 3A
Daftar Pustaka
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF.2016. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid II. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014:1132-53.
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.