Anda di halaman 1dari 7

NAMA: MUHAMMAD KUSMURTANTO

NIM: 04011181621068

KELOMPOK TUTORIAL B6

LEARNING ISSUE

A. Anemia Hemolitik Autoimun


1. Patogenesis
Anemia Hemolitik Autoimun
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui
aktivasi sistem kompelemen, aktivasi mekanisme, atau kombinasi keduanya.

Aktivasi sistem komplemen


Secara keseluruhan aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya
membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang ditandai dengan
hemoglobinemia dan hemoglobinuri.
Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternatif.
Antibodi- antibodi yang memiliki IgG2, IgG3. Imunoglobulin M disebut sebagai
aglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada
permukaan sel darah merah pada suhu di bawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut
aglutinin hangat karena berekasi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu
tubuh.
a. Aktivasi komplemen jalur klasik
Reaksi diawali dengan aktivasi C1, suatu protein yang dikenal sebagai
recognition unit. Protein C1 akan berikatan dengan kompleks imun antigen
antibodi dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur
klasik. Fragmen C1 akan mengaktifkan C4 dan C2 menjadi suatu kompleks
C4b,2b (dikenal sebagai C3-convertase). C4b,2b akan memecah C3 menjadi
fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami perubahan konformasional sehingga
mampu berikatan secara kovalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen.
C3 juga akan membelah menjadi C3d,g, dan C3c. C3d dan C3g akan tetap
berikatan pada membran sel darah merah dan merupakan produk final aktivasi C3.
C3b akan membentuk kompleks dengan C4b2b menjadi C4b2b3b (C5
convertase). C5 convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilatoksin) dan
C5b yang berperan dalam kompleks penghancur membran. Kompleks penghancur
membran terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8 dan beberapa molekul C9. Kompleks
ini akan menyisip ke dalam membran sel sebagai suatu aliran transmembran
sehingga permeabilitas membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk
ke dalam sel sehingga sel membengkak dan ruptur.
b. Aktivasi Komplemen jalur alternatif
Aktivator jalur alternatif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terbentuk akan
berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian melekat pada
C3b, dan faktor B dipecah oleh D menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu
protease serin, dan tetap melekat pada C3b. ikatan C3bBb selanjutnya akan
memecah molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b
dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. selanjutnya C5b berperan dalam
penghancuran membran.

AHA tipe panas


Eritrosit yang diselimuti IgG atau komplemen difagositir oleh makrofag dalam
lien dan hati sehingga terjadi hemolisis ekstravaskuler yang menimbulkan anemia dan
ikterus karena bilirubinemia indirek.

2. Patofisiologi
Karena sebab yang belum diketahui, mungkin akibat gangguan regulasi imun,
terbentuk antibodi terhadap eritrosit sendiri (auto-antibodi). Eritrosit yang
diselimuti antibodi ini (sering disertai komplemen, terutama C3b) akan mudah
difagositir oleh makrofag terutama pada lien dan juga hati oleh adanya reseptor Fc
pada permukaan makrofag yang kontak dengan porsi Fc dari antibodi.
Hemolisis terutama terjadi dalam bentuk hemolisis ekstravaskuler yang akan
menimbulkan anemia dan ikterus hemolitik. Pada AHA tipe dingin juga terbentuk
krioglobulin.
Aktivasi selular yang menyebabkan hemolisis ekstravaskular.
Jika sel darah disentitisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan
komplemen atau berikatan dengan komponen komplemen namun tidak terjadi aktivasi
komplemen lebih lanjut, maka sel darah merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel
retikuloendotelial. Proses immune adherence ini sangat penting bagi perusakan sel
eritrosit yang diperantarai sel. Immunoadherence, terutama yang diperantarai IgG-
FcR akan menyebabkan fagositosis.

Anemia Hemolitik Non Imun


Hemolisis dapat terjadi intravaskular dan ekstravaskular. Hal ini tergantung
pada patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravaskular, destruksi
eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi
komplemen dan aktivasi sel permukaan atau infeksi yang langsung medegradasi dan
mendestruksi membran sel eritrosit. Hemolisis intravaskular jarang terjadi.
Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskular. Pada hemolisis
ekstravaskular destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem retikuloendotelial karena
sel eritrosit yang telah mengalami perubahan membran tidak dapat melintasi sistem
retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag.

3. Manifestasi klinis
Lemas, mudah capek, sesak napas adalah gejala yang sering dikeluhkan oleh
penderita anemia hemolitik. Tanda klinis yang sering dilihat adalah konjungtiva
pucat, sklera berwarna kekuningkan, splenomegali, urin berwarna merah gelap. Tanda
laboratorium yang dijumpai adalah anemia normositik, retikulositosis, peningkatan
lactate dehydrogenase, peningkatan serum haptoglobulin, dan Direct antiglobulin
Test menunjukan hasil positif.
Pada AHA tipe panas terjadi pada semua umur, tetapi lebih sering pada wanita
muda. Gejala yang menonjol adalah anemia, demam, ikterus, dan splenomegali.
Gejala sering hilang timbul.

4. Klasifikasi
I. Anemia Hemolitik Auto Imun (AIHA)
a. AIHA tipe hangat
-idiopatik
-sekunder ( karena SLE, limfoma)

b. AIHA tipe dingin


- Idiopatik
- Sekunder ( infeksi mikoplasma, mononukleosis, virus, keganasan
limforetikuler)

c. Paroxysmal Cold hemoglobinuri


- Idiopatik
- Sekunder (viral, dan sifilis)

d. AIHA Atipik
- AIHA tes antiglobulin negatif
- AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin

II. AIHA diinduksi obat


III. AIHA diinduksi aloantibodi
a. Reaksi Hemolitik Transfusi
b. Penyakit Hemolitik pada Bayi Baru Lahir

B. Reaksi Transfusi
Potensi komplikasi tranfusi darah itu banyak, tapi pada saat ini masalah komplikasi
hanya terdapat pada pasien yang perlu berulang-ulang mendapat transfusi atau
memerlukan sejumlah darah yang banyak. Reaksi imunologi ini disebabkan oleh
rangsangan aloantigen asing yang terdapat pada eritrosit, leukosit, trombosit dan protein.
Bila risipien mendapat transfusi yang mengandung antigen tersebut maka akan terjadi
pembentukan antibodi sehingga kelak bila mendapat transufis dapat terjadi reaksi mediasi
imunologi, misalnya reaksi hemolitik karena ketidakcocokan eritrosit, panas atau reaksi
pulmonal yang disebabkan oleh antigen leukosit atau trombosit, alergi atau reaksi
anafilaksis yang disebabkan antibodi yang bereaksi dengan antigen terlarut di dalam
bahan transufis, biasanya protein plasma.
Reaksi Transfusi Hemolitik
Berkembangnya antibodi yang dapat bereaksi dengan antigen eritrosit menyebabkan
perusakan eritrosit, biasanya eritrosit donor. Klinis dapat berat, mengancam kehidupan
atau ringan saja. Hemolisis segera terjadi di dalam sirkulasi, yang lambat terjadi di sistem
retikuloendotelial.
Dapat juga hemolisis terjadi pada darah resipien, bila plasma yang ditransfusikan
mengandung antibodi.
ANALISIS MASALAH

1. Ny. M seorang wanita berusia 55 tahun, dikirim dari RS kabupaten datang ke IGD
RSMH dengan keluhan utama badan lemas, keluhan tambahan mata kuning sejak 1
bulan yang lalu.
a. Bagaimana mekanisme keluhan mata kuning yang dialami Ny. M?
Terbentuk autoantibodi pada eritrosit  terjadi hemolisis eritrosit  pemecahan
heme dan globin  peningkatan kadar bilirubin direk dan indirek dalam aliran
darah  mata kuning

2. Menurut keluarga, pasien di RS kabupaten direncanakan ditambah darah akan tetapi


beberapa kali terjadi reaksi ketidakcocokan antara pasien dan donor sehingga pasien
dirujuk.
a. Apa penyebab terjadinya reaksi ketidakcocokan antara pasien dan donor?
Terjadi reaksi ketidakcocokan antara donor dan resipien akibat terbentuknya
antibodi pada pasien.

3. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum: Sens CM, TD 110/80 mmHg, Nadi : 92x/menit, regular teratur, RR:
26x/menit, Temp : 36,7 C
a. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik umum diatas?
RR 26x/menit
Meningkatnya respiratory rate merupakan akibat dari kompensasi tubuh terhadap
kurangnya oksigen dalam tubuh karena terjadinya anemia.

4. Bilirubin indirek 3,5 mg/dL, bilirubin direk 1,5 mg/dL, tes comb direk dan indirek (+)
a. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan laboratorium diatas?
- Bilirubinemia: terbentuknya autoantibodi pada eritrosit  terjadi
hemolisis pemecahan heme dan globin  terbentuknya bilirubin
- Tes comb direk dan indirek (+):
Terjadi pembentukan autoantibodi pada eritrosit  terjadi reaksi autoimun
terhadap eritrosit  tes comb direk dan indirek (+)
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I. Made Prof, dr. (2006). Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta: EGC.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2017). Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai