Aqiqah merupakan salah satu ajaran islam yang di contohkan rasulullah SAW.
Aqiqah mengandung hikmah dan manfaat positif yang bisa kita petik di dalamnya. Di
laksanakan pada hari ke tujuh dalam kelahiran seorang bayi. Dan Aqiqah hukumnya
sunnah muakad (mendekati wajib), bahkan sebagian ulama menyatakan wajib. Setiap
orang tua mendambahkan anak yang shaleh, berbakti dan mengalirkan kebahagiaan kepada
kedua orangnya. Aqiqah adalah salah satu acara penting untuk menanamkan nilai-nilai
ruhaniah kepada anak yang masih suci. Dengan aqiqah di harapkan sang bayi memperoleh
kekuatan, kesehatan lahir dan batin. Di tumbuhkan dan di kembangkan lahir dan batinnya
dengan nilai-nilai ilahiyah.
Aqiqah juga salah satu upaya kita untuk menebus anak kita yang tergadai. Aqiqah
juga merupakan realisasi rasa syukur kita atas anugerah, sekaligus amanah yang di berikan
allah SWT terhadap kita. Aqiqah juga sebagai upaya kita menghidupkan sunnah rasul
SAW, yang merupakan perbuatan yang terpuji, mengingat saat ini sunnah tersebut mulai
jarang di laksanakan oleh kaum muslimin.
Selanjutnya, pada makalah ini berisi penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan
dan berhubungan dengan aqiqah, yang meliputi pengertian aqiqah, dasar hukum aqiqah,
waktu pelaksanaan, cara pembagian daging aqiqah, dan hikmah aqiqah.
II. Isi
A. Pengertian Aqiqah
Secara bahasa, aqiqah itu diambil dari kata ‘aqqa’ yang artinya sepotong. Menurut
syariat, aqiqah adalah hewan yang disembelih ketika mencukur rambut si anak. Hukum
dari aqiqah itu sendiri adalah sunah muakad. Aqiqah wajib dilakukan apabila bapak dari
anak telah mampu melakukan aqiqah.
Sebenarnya banyak sekali pengertian aqiqah, namun dari kesemuanya dapat
diambil titik tengah sebagai berikut:
1. Aqiqah merupakan upacara ritual yang dilaksanakan pada saat lahirnya keluarga baru
atau kelahiran baru.
2. Upacara ritual aqiqah terdiri dari beberapa bagian anatara lain menyembelih hewan,
memotong rambut, sedekah, pemberian nama, serta acara lainnya.
3. Inti aqiqah adalah ungkapan rasa syukur yang dituangkan dalam kurban, sedekah, emas
atau perak ataupun berupa makanan.
Aqiqah menjadi adat orang Melayu dan sebagai tanda bersyukur kepada Allah
SWT dikurniakan seorang anak. Akikah biasanya dibuat setelah 7 hari kelahiran anak.
1
Judul tersebut merupakan judul yang diberikan oleh dosen pengampu sebagai tugas ulangan tengah
semester tahun 2019 mata kuliah Islam dan Peradaban Melayu
2
Penulis bernama Siti Marfu’a (1820208019) yang merupakan mahasiswi Program Studi Pendidikan Kimia
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Maksud “akikah” ialah menyembelih binatang an’am yang dialkukan ketika mencukur
rambut bayi yang baru dilahirkan sebagai tanda mensyukuri kuniaan Allah.
Pada masyarakat Melayu, acara aqiqah digabungkan menjadi satu dengan upacara
ayun budak yaitu upacara yang dilakukan untuk bayi yang baru berusia beberapa hari.
Ayun adalah wadah yang bergantung pada seutas tali yang kemudian didorong hingga
bergerak ke kedua arah, sedangkan budak berarti anak-anak. Jadi ayun budak adalah
upacara mengayunkan sang anak bayi secara ramai-ramai sambil dinyanyikan lagu-lagu
berisikan nasihat dan doa.
Hukum Aqiqah adalah sunnah muakkad, sekalipun orang tua dalam keadaan sulit,
“Aqiqah dilakukan Rasulullah dan Sahabat”. Seperti diketahui kelahiran seorang bayi
merupakan berita yang sangat menggembirakan bagi orang tua karena itu sudah
sepantasnya dirayakan dengan diselamati sebagai tanda syukur pada Allah swt. Tetapi
kemiskinan dan kekayaan diantara umat islam menjadikan aqiqah sulit dilaksanakan
apibila hukumnya wajib bagi orang miskin. Perintah Nabi berkenaan dengan
penyembelihan aqiqah ini sudah disepakati oleh seluruh madzhab sebagai anjuran (amar-
linnadab) bukan (amar-liwujub) atau perintah wajib. Ini berarti apabila ada keluarga yang
sama sekali tidak menyembelih aqiqah untuk anak-anaknya, maka tidak ada dosa atau
hutang baginya untuk membayarnya dimasa tua atau setelah kaya nanti. Akan tetapi dalam
pandangan lain terdapat di dalam hadis Rasulullah yang artinya :
Artinya: “Setiap anak yang lahir tergadai aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh,
dan pada hari itu ia diberi nama dan digunduli rambutnya.” (Hadits Sahih Riwayat
Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim).
Menurut hadis diatas ada yang menyatakan bahwa menyembelih hewan aqiqah itu
wajib dan bila dimasa kecilnya belum di aqiqahkan maka setelah tua dia sendiri wajib
mengeluarkan aqiqahnya.
Menurut madzhab Hanafi, aqiqah hukumnya mubah dan tidak sampai mustahab
(dianjurkan). Hal itu dikarenakan pensyariatan qurban telah menghapus seluruh syariat
sebelumnya yang berupa penumpahan darah hewan seperti aqiqah, rajabiyah dan‘atirah.
Dengan demikian, siapa yang mau mengerjakan ketiga hal ini tetap
diperbolehkan, sebagaimana juga dibolehkan tidak mengerjakannya. Penghapusan seluruh
hal ini berlandaskan pada ucapan Aisyah, “Syariat kurban telah menghapus seluruh syariat
berkenaan dengan penyembelihan hewan yang dilakukan sebelumnya”.
ُ Bَابِ ِع ِه َويُحْ لBوْ َم َسBBَهُ يBح َع ْنBُ َذبBْ Bُ ِه تBِةٌ بِ َعقِيقَتBَ قَا َل « ُكلُّ ُغالَ ٍم َر ِهين-صلى هللا عليه وسلم- ِ ب أَ َّن َرسُو َل هَّللا
ق ٍ ع َْن َس ُم َرةَ ْب ِن ُج ْن ُد
» َويُ َس َّمى
Dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh,
digundul rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu
Majah nol. 3165, Ahmad 5/12. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dari waktu kapan dihitung hari ketujuh?
Disebutkan dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah,
بل يحسب اليوم الّذي يليها، ً وال تحسب اللّيلة إن ولد ليال، أن يوم الوالدة يحسب من السّبعة ّ وذهب جمهور الفقهاء إلى
Mayoritas ulama pakar fiqih berpandangan bahwa waktu siang pada hari “
kelahiran adalah awal hitungan tujuh hari. Sedangkan waktu malam tidaklah jadi
hitungan jika bayi tersebut dilahirkan malam, namun yang jadi hitungan hari
”.berikutnya
ْ
َسابِ ِع ِه يَوْ َم ُ َع ْنه تُذبَ ُح,Barangkali yang dijadikan dalil adalah hadits berikut ini
“Disembelih baginya pada hari ketujuh.” Hari yang dimaksudkan adalah siang hari.
Misalnya ada bayi yang lahir pada hari Senin (21/06), pukul enam pagi, maka
hitungan hari ketujuh sudah mulai dihitung pada hari Senin. Sehingga aqiqah bayi tersebut
dilaksanakan pada hari Ahad (27/06).
Jika bayi tersebut lahir pada hari Senin (21/06), pukul enam sore, maka hitungan
awalnya tidak dimulai dari hari Senin, namun dari hari Selasa keesokan harinya. Sehingga
aqiqah bayi tersebut pada hari Senin (28/06). Semoga bisa memahami contoh yang
diberikan ini.
Bagaimana jika aqiqah tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh?
Dalam masalah ini terdapat silang pendapat di antara para ulama.
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hambali, waktu aqiqah dimulai dari kelahiran.
Tidak sah aqiqah sebelumnya dan cuma dianggap sembelihan biasa.
Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, waktu aqiqah adalah pada hari ketujuh
dan tidak boleh sebelumnya.
Ulama Malikiyah pun membatasi bahwa aqiqah sudah gugur setelah hari ketujuh.
Sedangkan ulama Syafi’iyah membolehkan aqiqah sebelum usia baligh, dan ini menjadi
kewajiban sang ayah.
Sedangkan ulama Hambali berpendapat bahwa jika aqiqah tidak dilaksanakan
pada hari ketujuh, maka disunnahkan dilaksanakan pada hari keempatbelas. Jika tidak
sempat lagi pada hari tersebut, boleh dilaksanakan pada hari keduapuluh satu.
Sebagaimana hal ini diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Adapun ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa aqiqah tidaklah dianggap luput jika
diakhirkan waktunya. Akan tetapi, dianjurkan aqiqah tidaklah diakhirkan hingga usia
baligh. Jika telah baligh belum juga diaqiqahi, maka aqiqahnya itu gugur dan si anak boleh
memilih untuk mengaqiqahi dirinya sendiri.
Adapun menyatakan dialihkan pada hari ke-14, 21 dan seterusnya, maka
penentuan tanggal semacam ini harus butuh dalil.
Sedangkan menyatakan bahwa aqiqah boleh dilakukan oleh anak itu sendiri
ketika ia sudah dewasa sedang ia belum diaqiqahi, maka jika ini berdalil dengan perbuatan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikatakan mengaqiqahi dirinya ketika dewasa,
tidaklah tepat. Alasannya, karena riwayat yang menyebutkan semacam ini lemah dari
setiap jalan. Imam Asy Syafi’i sendiri menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallamtidaklah mengaqiqahi dirinya sendiri (ketika dewasa) sebagaimana disebutkan
dalam salah satu kitab fiqih Syafi’iyah Kifayatul Akhyar. Wallahu a’lam.
F. Hikmah Aqiqah
Akikah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil
Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah di antaranya:
1. Menghidupkan sunah Nabi Muhammad dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim
alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang
tercinta Ismail alaihissalam.
2. Dalam akikah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu
anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadis, yang artinya: “Setiap anak itu
tergadai dengan akikahnya.” [5]. Sehingga Anak yang telah ditunaikan akikahnya insya
Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal
inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah "bahwa lepasnya dia
dari syaithan tergadai oleh akikahnya".
3. Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang
tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia
tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)".
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu
wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak.
5. Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan
syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak
umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
6. Akikah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.
Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan
manfaat-manfaat yang akan didapat dengan berakikah, di antaranya :
1. Membebaskan anak dari ketergadaian
2. Pembelaan orang tua di hari kemudian
3. Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi
Ismail dan Ibrahim
4. Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya
5. Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di
kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW
6. Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut
kedatangan anak yang baru lahir
7. Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
8. Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.
3. Penutup
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum aqiqah ini sunah,
tetapi sunah muakadah (sunah yang amat dianjurkan untuk dilaksanakan). Ibadah aqiqah
ini selain besar pahalanya di sisi Allah Swt. Juga sangat erat kaitannya dengan aspek
kemanusiaan, untuk akikah hanya dianjurkan satu kali seumur hidup.
Aqiqah berasal dari kata aqiq yang berarti rambut bayi yang baru lahir. Karena itu
aqiqah selalu diartikan mengadakan, selamatan lahirnya seorang bayi dengan
menyembelih hewan (sekurangnya seekor kambing). Menurut istilah syara’ artinya
menyembelih ternak pada hari ketujuh dari kelahiran anak, yang pada hari itu anak diberi
nama dan rambutnya di potong.
Daftar Bacaan
http://www.jadipintar.com/2013/09/Pengertian-dan-Tata-Cara-Aqiqah-Yang-Sesuai-Tuntunan-
Islam.html/25
http://dwiemuflikhun.blogspot.com/2012/11/makalah-aqiqah-dan-kurban.html/25
http://fayrossie.blogspot.com/2015/02/makalah-fiqih-qurban-dan-aqiqah.html/25
Ashubli, Muhammad. 2018. Islam dan Kebudayaan Melayu. Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia.
Lampiran