BAB I
PENDAHULUAN
terakhir, persaingan bisnis yang semakin kompetitif dihadapi oleh semua pelaku
usaha mandiri, Setiap pelaku usaha perlu senantiasa melakukan inovasi terhadap
menyebabkan terjadinya persaingan yang begitu ketat antar sesama pelaku bisnis
Usaha rumah tangga pembuatan tahu yang sudah menjadi kebutuhan sehari-hari
dalam produksi usaha rumah tangga. Dimana kualitas merupakan faktor utama
bagi konsumen untuk memperoleh atau membeli produk ini. Kualitas juga
hal ini, perencanaan produksi sangat memegang peranan penting dalam membuat
pekerjaan dalam suatu proses produksi yang dilakukan kurang tepat maka akan
produksi yang berbeda. Hal ini mengakibatkan lintasan produksi menjadi tidak
memproduksi tahu di kota Dumai. Ukm ini terletak di Jalan Swadaya, Kelurahan
Bukit Batrem RT 08 No 28, Kecamatan Dumai Timur, kota Dumai. Tahu yang
produksi UKM ini dijual. Tahu yang sudah diproduksi lalu di distribusikan ke
pasar-pasar yang ada di kota Dumai. Tingginya permintaan tahu dikota dumai,
bisa memenuhi permintaan dengan cepat waktu. Permintaan tahu yang tinggi
membuat UKM tahu milik bapak Ahmad maimun harus mengoptimalkan kinerja
karyawan dan proses produksi tahu agar target tercapai kurang efektif dan
UKM ini menurun. Lintasan ada saat ini tanpa disadari ada kendala pada proses
proses pembuatan tahu di UKM tahu milik Bapak Ahmad Maimun serta
metode Kilbridge dan Wester dan metode Ranked Position Weight yang
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk
diatas yaitu:
2
2. Berapa lama waktu optimal yang dibutuhkan dalam proses produksi tahu di
3. Bagaimana usulan lintasan produksi tahu di UKM Tahu Ahmad Maimun yang
lebih optimal menggunakan metode Kilbridge dan Wester dan metode Ranked
Position Weight?
sebagai berikut:
Maimun yang lebih optimal menggunakan metode Kilbridge dan Wester dan
batasan masalah dalam penelitian ini ialah Sasaran objek perhitungan waktu
efektif dan effesiensi pada elemen kerja dan meningkatkan produktifitas produk.
1. Bagi Penulis
3
Menambah pengetahuan tentang menghitung keseimbangan hasil produksi
sehingga meminimalkan waktu kerja dan Sebagai salah satu syarat memperoleh
2. Bagi Instansi
tahu.
menambah ilmu pengetahuan bagi para pembaca, dan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan yang lebih baik dimasa yang akan
datang serta tambahan informasi yang bermanfaat bagi prodi teknik industri.
4
4
BAB II
DASAR TEORI
efisiensi kerja yang optimal pada setiap stasiun kerja pada pt. hm. sampoerna tbk.
Dalam stasiun kerja maka proses produksi tidak akan berjalan secara efektif dan
efisien. Dalam proses produksinya, PT. HM. Sampoerna Tbk. dihadapkan pada
sehingga pembebanan pada setiap stasiun kerja akan lebih merata dan mengurangi
kerja dengan jam henti (stop watch) dan metode bobot posisi (Method Ranked
Positional Weight). Data yang dianalisis adalah waktu yang diperlukan oleh
operator untuk menyelesaikan produksi rokok dan jumlah output rate untuk
produk rata-rata yang dihasilkan untuk menetapkan waktu siklus ideal. Kedua data
didapatkan waktu produksi dan efisiensi lintasan yang optimal serta stasiun kerja
yang optimal pula. Hasil analisis menyatakan bahwa dengan penggunaan metode
73,48% menjadi 31,46% Dan target produksi sebanyak 240 box/hari dapat
terpenuhi.
Kurniawan, Dkk (2015) Penentuan waktu baku dan analisis keseimbangan
lini produksi pada industri pengolahan gondorukem dan terpentin. salah satu hasil
hutan non kayu adalah getah pinus yang dihasilkan dari tegakan pinus, kemudian
pada tanggal 23 April ‐ 19 Mei 2012. Berlokasi di PGT (Pabrik Gondorukem dan
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah (1)
menentukan waktu standar kerja pada sejumlah komponen kerja yang terlibat
QM for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu baku pada proses
27,51 detik; waktu baku proses pencucian (settler) adalah 37 menit 22 detik
dengan waktu tunggu 32,03 detik; waktu baku proses pemasakan (cooking) adalah
2 jam 40 menit 36 detik dengan waktu antrian sebesar 5 menit 5,56 detik; waktu
baku untuk proses pengendapan (washer) adalah 1 jam 58 menit 48 detik; waktu
baku untuk proses pengalengan (canning) adalah 32 menit 5 detik dengan waktu
antrian sebesar 10,42 detik. Total waktu pembuatan gondorukem dalam satu line
4
produksi adalah 4 jam 26 menit 2,52 detik. Waktu antrian dari proses‐proses
tersebut dinilai kecil dan wajar sehingga tidak diperlukan perubahan proses yang
waktu baku.
adanya waktu tugas stasiun kerja yang menjadi bottleneck dapat mengakibatkan
produksi pump packaging systems yang efisien, dengan adanya perbaikan cycle
seimbang, sehingga setiap work station diharapkan mempunyai waktu tugas yang
sama. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bumi Cahaya Unggul sebuah perusahaan
penyedia pompa. Hasil penelitian ini adalah tingkat efisiensi proses produksi
pembagian beban kerja akibat dari waktu tugas stasiun kerja yang menjadi bottle
neck. Melalui penerapan metode line balancing, Ranked Position Weight dan
5
Heuristic Moodie-Young dapat memberikan hasil yang signifikan yaitu
Balancing) pada Proses Perakitan Body Bus Pada Karoseri Guna Meningkatkan
produksi. Hal ini terjadi karena pembebanan kerja dalam lintasan produksi kurang
perbaikan lini produksi yang telah ada. Metode keseimbangan lintasan digunakan
efisiensi kerja lintasan produksi dari 72,39 % menjadi 91,16 %. Dan balance delay
keseimbangan lintasan (jumlah stasiun dan alokasi elemen kerja) yang efisien
untuk line welding 1DY. Menentukan jumlah operator (tenaga kerja) yang optimal
6
untuk line welding 1DY. PT. X adalah perusahaan yang memproduksi knalpot
(muffler) sepeda motor merk Yamaha. Model knalpot 1DY adalah model knalpot
untuk sepeda motor type New Jupiter Z. Pada line welding model 1DY terdapat 8
stasiun kerja dimana 1 stasiun kerja dikerjakan oleh 1 operator. Disaat pekerjaan
berlangsung sering terjadi waktu menganggur yang sangat lama untuk setiap
Birnie mampu memberikan solusi terbaik pada line welding 1DY. Berkurangnya
jumlah operator dengan memperkecil jumlah stasiun kerja yang semula 8 menjadi
disimpulkan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain analisa line
waktu produksi. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam perusahaan yaitu
pada tingkat efisiensi lintasan produksi yang rendah. Artikel ini membahas
7
peningkatan efisiensi produksi dengan melakukan perbaikan lini produksi yang
72,39 % menjadi 91,16 %. Dan balance delay dapat dikurangi dari 27,61 %
menjadi 8,84 %
.
2.2. Landasan Teori
biasanya terdiri dari sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang
ditangani oleh seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan
seperti ini maka akan mengakibatkan ketidak efisienan kerja di beberapa stasiun
kerja, di mana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain
memilik beban kerja yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut
(Ginting, 2007)
8
Penyeimbangan mesin-mesin yang dipakai pada proses perakitan pun
yang dipakai baik itu dalam pengguna dua mesin untuk mendapatkan kapasitas
yang dibutuhkan maupun memperlambat mesin yang bekerja terlalu cepat atau
dilakukan. Area kerja atau stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih
operator dengan berbagai alat akan mengerjakan elemen kerja ketika unit produk
melewati stasiun kerjanya. Jadi dalam proses pengerjaan suatu produk, semua atau
hamper semua stasiun kerja terlibat dan item yang mengalami pengerjaan akan
bertambah lengkap pada setiap stasiun yang dilaluinya. Waktu yang dibutuhkan
disebut service time atau station time. Sedangan waktu yang tersedia pada masing-
masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Di mana waktu siklus biasanya sama
dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka waktu yang diperbolehkan
untuk melakukan operasi pada stasiun kerja ditentukan oleh kecepatan assembly
line, sehingga seluruh work center atau stasiun kerja berbagai siklus yang sama.
Waktu menganggur (float time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan yang ditugaskan
padanya membutuhkan waktu yang sedikit dari pada waktu siklus yang telah
operasi pekerjaan pada work center berlangsung sesuai pada urutan prosesnya.
9
Sehingga keseimbangan yang sempurna terjadi apabila dalam penugaan pekerjaan
Pada line balancing ini, tidak mudah untuk direduksi menjadi model atau
algoritma yang sederhana karena terlalu banyak fleksibilitas, dan faliabilitas dari
faktor manusianya. Hal ini disebabkan karena karyawan pada lintasan produksi
menjalankan satu atau beberapa mesin dengan melakukan pekerjaan lain seperti
melihat prosedur kerja yang belum selesai dikerjakan, memeriksa tool di antara
siklus mesin, menangani sistem mesin dan inpeksi pekerjaan, meninggalkan tugas
mungkin melebihi assembly line yang lazim. Beberapa teknik menghasilkan solusi
yang tepat untuk asumsi-asumsi yang telah diberikan. Teknik lain dirancang untuk
utama adalah tidak harus memperoleh keseimbangan yang sempurna tetapi untuk
memperoleh tata letak dan aliran yanng optimal sehubung dengan operasi produk
kendala utama yaitu, precedence constraint dan zoning constraint (Ginting, 2007).
A. Precedence Constraint
10
Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa
alternatif. Dalam proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul,
yaitu:
lintasan yang nyata dalam bentuk diagram. Precedence diagram dapat disusun
1. Elemen simbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen terkandung
identifikasi.
2 atau b
Gambar 2.1. Elemen simbol
Sumber: Ginting, 2007
hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen simbol lainnya.
11
Precedence dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada ekor panah
1 2 3
Gambar 2.2. Hubungan Antar Simbol
Sumber: Ginting, 2007
B. Zoning Constraint
pada stasiun kerja juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau
yang sama. Misalnya operasi 1 mempunyai sifat antagonis dengan operasi 2 sebab
dari segi makna dapat dapat disatukan. Sebaliknya zoning constraint yang positif
dengan alasan misalnya menggunakan peralatan yang sama dan peralatan itu
mahal.
Masalah pada lintasan produksi akan kelihatan pada proses perakitan jika
12
beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan dalam seri-seri, maka
akan sangat sulit untuk menyeimbangkan panjangnya waktu siklus mesin, yang
kontinu lebih dapat dicapai dengan operasi perakitan yang dilakukan secara
pekerjaan kecil dengan waktu yang sangat pendek. Semakin besar fleksibilitas
keseimbangan yang dapat dicapai. Hal ini membolehkan aliran yang mulus
fisible, dan tingkat output dan waktu siklus yang diinginkan. Bentuk utama
Input Output
Pengelompokan tugas-
Waktu
Waktu pengerjaan tugas LINTASAN tugas dalam stasiun
kebutuhan precedence dengan kapasitas
PRODUKSI
output rate ataupun output rate yang
Tujuan: memaksimamalisasikan penggunaan kapasaitas sama
keseluruhan
Gambar 2.3. Gambar Elemen–elemen Utama dari Masalah Lintasan Produksi
Sumber: Ginting, 2007
13
waktu proses selama tk (k= 1, 2, 3, .., k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk
oleh diagram precedence. Gambar berikut menunjukan salah satu bentuk diagram
Elemen kerja i merupakan predecessor dari elemen kerja j jika proses perkitan
2007).
U2 U6 U8 U10
U3
U1
U4 U7 U9
U11
U5
periode waktu t, maka waktu siklus c secara matematis diurutkan sebagai c= t/Q.
Dan juga seandainya n menyatakan jumlah stasiun kerja di lintas perakitan dan Pi
14
(i= 1,2,3,...n) menyatakan waktu stasiun yaitu jumlah dari waktu yang ditugaskan
menugaskan elemen-elemen kerja pada stasiun kerja dalam berbagai cara di mana
2007).
n
Min ∑ ¿ ( c− p ) c ≥ Pi(i=1,2,3 , … . , n) ....................................... 2.3
i=I
atau waktu siklus atau keduanya, tergantung mana yang akan memberikan hasil
heuritik. Diantaranya adalah metode Helgelson and Birnie, Kilbridge and Wester
(region approach), metode 0-1 (zero one), metode burgess dan metode toa sistem
(Ginting, 2007). Untuk Penyeimbang lintasan perakitan ada beberapa teori yang
dikemukakan oleh para ahli yang meneliti bidang ini. Metode ini secara garis
1. Pendekatan analitis
2. Pendekatan heuristik
akhirnya para ahli yang meneliti bidang ini mulai menyadari bahwa pendekatan
15
bahwa secara matematis tidak ekonomis. Memang semua problem dapat
dipecahkan secara matematis akan tetapi usaha yang dilakukan untuk perhitungan
terlalu besar. Sudah banyak usaha yang dilakukan para ahli matematik untuk
memberikan alternatif baru tetapi tidak ada yang dapat mengurangi jumlah
perhitungan pada tingkat yang dapat diterima. Hal tersebut membuat para ahli
matematis dan akal sehat. Batasan heuristik menyatakan pendekatan trial dan
error dan teknik ini memberikan hasil yang secara matematis belum optimal,
perhitungan agar mendapatkan solusi yang optimal seringkali sangat besar dan
sangat riskan apabila data yang dimasukan tidak akurat (Ginting, 2007).
dan mudah diterapkan. Untuk mendapatkan gamabaran yang lebih lengkap berikut
ini diberikan beberapa model analitis dan model heuristik untuk penyeimbang
1. Pendekatan Analitis
Melihat model zero-one yang dikemukakan oleh Patterson dan Akbracht untuk
C : Waktu siklus
16
tk : Waktus yang dibutuhkan untuk menyelesaikan elemen k, k = 1,2,3,..., k
SkPk : Subset dari semua elemen kerja yang harus mendahului atau sebelum k
Wi : Subset dari semua elemen kerja yang ditugasi pada stasiun I,I=1,2,...,M
successor dari setiap tugas yang diberikan oleh formulasi sebagai berikut.
tk+ ∑ tj
Ek = I, untuk tk + Σ ti = 0,k = 1,2.... dan | j= pk
k | ......................... 2.4
tk+ ∑ tj
Lk =M, untuk tk + ∑ tj = 0,k = 1,2,......,k dan
jϵSk | | jϵpk
c
................... 2.5
Notasi di atas yang pertama menyatakan integer yang paling kecil ≥ a. Definisi
I (M) dari Ek (Lk) dibutuhkan jika simbol dummy dipakai dalam diagram
precedence untuk permulaan atau akhir pekerjaan. Untuk C=10 dan M=6. Jadi
elemen kerja akan terletak di antara stasiun ke-1 sampai ke-5, dan elemen ini
a. Zoning constrain
masing elemen kerja k hanya pada suatu stasiun dan ditulis sebagai berikut:
Lk
17
b. Precedence constrain
sebagai berikut:
a b
Jumlah dari waktu pengerjaan elemen kerja dalam satu stasiun harus lebih
batas bawah dari M yaitu M yang didapat dari perhitungan sebagai berikut:
k
M=
∑ ❑ tk ............................................................................................... 2.9
k=1
C
18
Yang kemudian proses diulangi untuk harga M yang berbeda yaitu: Mp = M
memenuhi.
elemen tersebut dengan waktu pengerjaan elemen lain yang mengikuti elemen
tersebut.
3
4
b c
6
9
a e
2
d
Gambar 2.5. Diagram Precedence untuk Menerangkan Metode RPW
Sumber: Ginting, 2007
Untuk elemen a = a + b + c + d + e = 24
Untuk elemen b = b + c + e = 16
Untuk elemen d = d + e = 11
Untuk elemen c = e =9
setiap hubungan bernilai -1, 0,1. Hubungan precendence yang bernilai +1, jika
19
elemen yang hendak yang mau dihubungkan dengannya, bernilai -1 jika
20
Tabel 2.1. Matriks Precedence (lanjutan)
Elemen Kerja A B C D E
C -1 -1 0 0 1
D -1 0 0 0 1
E -1 -1 -1 -1 0
Sumber: Ginting, 2007
2.2.
yang mempunyai bobot yang paling besar menempati rank 1, bobot yang
elemen didaftar. Apabila ada elemen yang bobotnya sama, mereka bisa diurut
stasiun kerja 1.
2. Hitung antara waktu siklus dengan waktu elemen (a) yang telah ditempatkan
T = C-a1.
pemeriksaan terhadap:
21
a. Precedence, hanya elemen yang semua pendahulunya sudah ditempatkan
boleh bergabung.
b. Waktu pengerjaan di elemen tersebut harus lebih kecil atau sama dengan
waktu stasiun yang masih tersedia [a1,1 £ (C – a1)], apabila kondisi (a)
atau (b) terpenuhi maka elemen tersebut dapat ditempatkan pada stasiun
pertama. Apabila koindisi (a) atau (b) tidak terpenuhi maka elemen
c. Langkah (b) dan (c) diulang sampat T = 0 atau tidak ada kemungkinan
untuk menugaskan elemen lagi pada stasiun kerja karena waktu T lebih
e. Langkah (b), (c), (d) dan (e) dilanjutkan sampai semua elemen telah
diseimbangkan.
3 b 7 3
6 h i
c 6
4
3
k
a d
5 2 5
e g j
4
f
Gambar 2.6 Diagram Precedence untuk Contoh Kasus Metode RPW
Sumber: Ginting, 2007
22
Tabel 2.3. Matriks Precedence
Elemen kerja A B C D E F G H I J K
A 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
B -1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1
C -1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1
D -1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
E -1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
F -1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
G -1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
H -1 -1 -1 0 0 0 0 0 1 0 1
I -1 -1 -1 0 0 0 0 -1 0 0 1
J -1 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 1
K -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0
Sumber: Ginting, 2007
2. Pendekatan Heuristik
bisa ditransferkan dari kolom satu ke kolom lain dikanannya tanpa mengubah
persoalan adalah:
kolom.
23
3. Gabungkan elemen-elemen dalam daerah precedence yang paling kiri dalam
berbagai cara dan ambil hasil gabungan terbaik yang hasilnya sama atau
5. Proses berlanjut sampai semua elemen bergabung dalam suatu stasiun kerja.
dengan meminimalkan waktu kosong stasiun kerja, serta dapat dihitung dengan
C = Waktu siklus
tercapai keseimbangan yang baik atau belum, yakni dengan rumus (Ginting, 2007)
sebagai berikut:
24
Sedangkan idle time dapat dihitung sebagai berikut :
Perakitan terdiri dari rangkaian stasiun kerja kumpulan dari tugas yang
pengelompokkan subjek pada rangkaian ini terdiri atas rangkaian stasiun kerja
rata produksi diberikan berdasarkan jumlah stasiun kerja yang biasanya dalam
lintasan perakitan.
diselesaikan dengan metode riset operasi. Ketika perakitan dirancang pada garis
(TLBP). Jika waktu proses untuk tiap tugas diasumsikan tetap, kita akan
seminar paper DTLBP oleh Ssalveson (1995), ada sejumlah artikel yang
integer, program dinamik dan pendekatan heuristik. Kilbridge dan Wester (1962)
dan Ignall (1965) menyediakan pengulangan yang terbaik untuk pendekatan ini.
25
Konseus umum terlihat dari sudut praktis, versi dari masalah ini telah
terselesaikan jika waktu proses dari masing-masing tugas diketahui dalam bentuk
Problem (SLBP). Versi dari masalah line balancing sangat kompleks, prosedur
Algoritma yang dibuat oleh Kao (1976) dilanjutkan dengan program dinamik dari
Held (1963) diikuti proses variabel waktu Carrwoy (1989) membuat dua
Perakitan tradisional tidak fleksibel dan biasanya dibuat untuk perakitan dalam
permintaan untuk ragam yang tinggi, produk berjumlah tinggi seperti automobil,
dan pemakaian elektronik baru-baru ini diperlukan untuk dibuat lebih fleksibel
Time (JIT) dan didesain untuk meminimalkan bahan mentah dan kerja dalam
cepat ada jarak penglihatan yang besar dari pengoperasian dan komunikasi di
26
stasiun yang sesuai dengan siklus waktu khusus. Beberapa masalah dari jumlah
stasiun yang sesuai dengan siklus waktu khusus. Beberapa formula digunakan
untuk memecahkan DTLBP oleh Geofrion (1967), Thangavelo, dan Shetty (1971)
dan Patterson dan Albacth (1975), untuk pengetahuan yang lebih baik yang tidak
a. Model
mana kumpulan dari tugas J = (1,2,...,n) dapat diatur, Cij nilai dari pengaturan
deterministik dan independen dari stasiun yang sudah diatur C siklus waktu
ULBP yang kiat sebut (P) dapat diwakili dengan programming integer berikut:
❑
Z=min ∑ ∑ Cij X ij ............................................................................ 2.12
i∈ I j ∈ J
❑
∑ X ij =I ∀ j ∈ J ....................................................................................... 2.13
i∈ J
27
❑
∑ t j X ij ≤ C ∀ i∈ I .................................................................................. 2.14
j∈ J
i
X ij ≤ ∑ X kp + y ij ∀ p ∈ P j , j ∈ J , i∈ I ................................................ 2.15
k=I
i
X ij ≤ ∑ xs + y 2 j ∀ s ∈ j , j ∈ J , i∈ I ..................................................... 2.16
k=I
y ij + y 2 j ≤ I ∀ j ∈ J ..................................................................................... 2.17
Satu faktor yang sangat berpengaruh pada penyusunan stasiun kerja adalah
serta waktu operasi terpanjang. Jelas sekali bahwa perubahan waktu akan
mempengaruhi susunan operasi yang dibebankan pada stasiun kerja. Jika dibatasi
oleh waktu operasi terpanjang, maka waktu siklus akan menentukan jumlah
stasiun kerja. Misalnya jika waktu siklus yang diinginkan adalah 80 menit
sementara waktu operasi tertinggi ialah 10 menit, maka waktu siklus dapat
kecepatan lintas perakitan akan semakin tinggi sehingga jumlah produk per satuan
waktu semakin besar dan jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan akan menjadi
semakin banyak. Sebaliknya, waktu siklus yang makin besar berarti kecepatan
lintas perakitan akan semakin rendah dan jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan
menjadi semakin sedikit. Dalam menetapkan waktu siklus yang ideal, beberapa
ahli menyarankan agar didasarkan pada permintaan, penetapan waktu siklus yang
lebih rendah dari waktu siklus berdasarkan permintaan akan berakibat pada idle-
capacity, suatu hal yang berakibat kurang baik bagi produktivitas pabrik secara
28
Perencanaan produksi dilakukan berdasarkan asumsi tingkan efisiensi
100%. Jelas sekali bahwa penyusunan stasiun kerja yang akan menghasilkan
tingkat efisiensi rata-rata sebesar 100% akan sukar untuk dicapai. Dalam hal ini,
95%, maka jelas sekali bahwa salah satu dari dua parameter perencanaan produksi
kapasitas). Tentunya hal ini akan berpengaruh pada total ongkos produksi yang
sebagai koreksi atau umpan balik terhadap kegiatan perencanaan produksi dan
bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena
seperti tersebut mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau
terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena
waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja
29
Andai kata ada ketidakwajaran, maka pengukur harus mengetahuinya dan
menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan
hal inilah penyesuaian dilakukan. Jadi, jika pengukur mendapatkan harga rata-rata
atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor
yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau waktu yang normal.
Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas normal (terlalu cepat)
maka harga p akan lebih besar dari satu (p > 1), sebaliknya jika operator
dipandang bekerja di bawah normal harga p akan lebih kecil dari satu (p < 1).
yaitu cara persentase yang merupakan cara yang paling awal digunakan dalam
Jadi sesuai dengan yang terlihat selama pengukuran dia menentukan harga p yang
menurut pendapatnya akan menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan
30
waktu siklusnya telah terhitung sama dengan 14,6 menit, maka waktu normalnya
dipandang sebagai cara lain yang lebih objektif. Cara-cara ini umumnya
pengukur terhadap kerja operator. Dua cara akan diperkenalkan di sini, yaitu cara
penilaian melalui kelas-kelas kinerja kerja dengan setiap kelas mempunyai nilai
operator menurut kelas-kelas super fast, fast +, fast, fast -, excellent, dan
31
Tabel 2.4. Penyesuaian Menurut Cara Shumard (lanjutan)
Kelas Penyesuaian
Poor 40
Sumber: Sutalaksana dkk, 2006
Tabel 2.4 untuk memilih kelas superlast, fast +, fast, fast -, excellent,
good +, dan good - sesuai dengan yang sedang dilakukan oleh operator. Berbeda
keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam
bersangkutan. Keterampilan juga dapat menurun, yaitu bila terlampau lama tidak
menurut Sutalaksana, dkk (2006) keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan
a. Super skill
32
4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sangat sulit untuk
diikuti.
b. Excellent skill
pemeriksaan lagi.
kesalahan.
c. Good skill
33
2. Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakan pekerja pada umumnya.
lebih rendah.
6. Tiada keraguan.
7. Bekerjanya “stabil”.
9. Gerakan-gerakannya cepat.
d. Average skill
e. Fair skill
34
3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan-
gerakan.
6. Mengetahui apa-apa yang dilakukan dan harus dilakukan tapi tampak tidak
selalu yakin.
rendah.
f. Poor skill
2. Gerakan-gerakannya kaku.
35
gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan. “Bekas-bekas” latihan, dan
hal-hal yang serupa. Dengan pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam
penyesuaian yang nantinya diperoleh dapat lebih objektif. Usaha atau effort cara
operator ketika melakukan pekerjaannya. Berikut ini ada enam kelas usaha dengan
a. Excessive effort
kesehatannya.
kerja.
b. Excellent effort
36
9. Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali.
11. Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak
terlihat.
c. Good effort
1. Bekerja berirama.
d. Average effort
e. Fair effort
37
1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal.
3. Kurang sungguh-sungguh.
8. Terlampau hati-hati.
f. Poor effort
dan bahan.
38
rendah bekerja dengan usaha yang lebih sungguh-sungguh sebagai imbangannya.
Kadang-kadang usaha ini begitu besar sehingga tampak berlebihan dan tidak
tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak didukung, tapi bisa
menghasilkan kinerja yang lebih baik. Jadi, walaupun hubungan antara “kelas
tinggi” pada keterampilan dengan usaha tampak erat sebagaimana juga dengan
fair, dan selanjutnya), kedua faktor ini adalah hal-hal yang dapat terjadi secara
fakor keterampilan dari usaha dalam rangka penyesuaian. Kondisi kerja atau
operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu di luar operator yang diterima
apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan mengubahnya. Oleh sebab
itu, faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah
2006).
Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas, yaitu ideal, excellent, good,
average, fair, dan poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap
untuk satu pekerjaan dapat saja dirasakan fair atau bahkan poor bagi pekerjaan
yang lain. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak
39
membantu jalannya pekerjaan atau bahkan sangat menghambat pencapaian kinerja
yang baik. tentu suatu pengetahuan kriteria yang disebut ideal, dan kriteria yang
disebut poor perlu dimiliki agar penilaian terhadap kondisi kerja dalam rangka
banyak mempelajari hal-hal ini. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah
konsistensi atau consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena pada setiap
pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu
penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah dari satu siklus ke siklus
lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-
konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu perfect, excellent, good,
average, fair, dan poor. Seseorang yang bekerja perfect adalah yang dapat
bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari saat ke saat.
berselisih jauh dari rata-rata secara acak. Konsistensi rata-rata atau average adalah
bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar walaupun
ada satu dua yang “letaknya” jauh (Sutalaksana, dkk, 2006). Sutalaksana, dkk
(2006) menyatakan angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-
40
Tabel 2.5. Penyesuaian Menurut Westinghouse (lanjutan)
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Good C1 + 0,06
C2 + 0,03
Average D 0,00
Fair E1 -0,05
E2 -0,10
Poor F1 -0,16
F1 -0,22
Usaha Excessive A1 + 0,13
A2 + 0,12
Excellent B1 + 0,10
B2 + 0,08
Good C1 + 0,05
C2 + 0,02
Average D 0,00
Fair E1 -0,04
E2 -0,08
Poor F1 -0,12
F2 -0,17
Kondisi kerja Ideal A + 0,06
Excellent B + 0,04
Good C + 0,02
Average D 0,00
Fair E -0,03
Poor F -0,07
Konsisten Perfect A + 0,04
Excellent B + 0,03
Good C + 0,01
Average D 0,00
Fair E -0,02
Poor F -0,04
Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
41
pekerja dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat, ataupun
seperti minum sekedar nya untuk menghilangkan rasa haus, dan lain sebagainya.
pekerjaan yang lain karena setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda
pikiran (lelah mental) dan kerja fisik. Salah satu cara menentukan besarnya
mencatat saat-saat di mana hasil produksi menurun. Sangat sulit dilakukan karena
dkk, 2006).
42
2.7.3. Kelonggaran untuk Hambatan-hambatan Tak Terhindarkan
Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak terhindarkan (Sutalaksana, dkk, 2006) sebagai berikut:
3. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas, dan
sebagainya.
43
Tabel 2.6. Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (lanjutan)
No. Faktor Contoh Pekerjaan Ekivalen Beban Kelonggaran
B. Sikap Kerja
1. Duduk Bekerja duduk, ringan 0,00 – 1,0
2. Berdiri di atas dua kaki Badan tegak, ditumpu dua kaki 1,0 – 2,5
3. Berdiri di atas satu kaki Satu kaki mengerjakan alat control 2,5 – 4,0
4. Berbaring Pada bagian sisi, belakang atau depan badan 2,5 – 4,0
5. Membungkuk Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki 4,0 – 10,0
C. Gerakan Kerja
1. Normal Ayunan bebas dari palu 0
2. Agak terbatas Ayunan terbatas dari palu 0–5
3. Sulit Membawa beban berat dengan satu tangan 1 –5
4. Pada anggota-anggota Bekerja dengan tangan di atas kepala
5 – 10
badan terbatas
5. Seluruh anggota badan Bekerja di lorong pertambangan yang sempit
10 – 15
terbatas
D. Kelelahan mata Pencahayaa Buruk
n baik
1. Pandangan yang terputus- Membawa alat ukur 0,0 – 6,0 0,0 – 6,0
putus
2. Pandangan yang hampir Pekerjaan-pekerjaan yang teliti 6,0 – 7,5 6,0 – 7,5
terus-menerus
3. Pandangan yang terus- Pemeriksaan yang sangat teliti 7,5 – 12,0 7,5 – 16,0
menerus dengan fokus
lelap
4. Pandangan terus-menerus Memeriksa cacat-cacat pada kain 12,0 – 19,0 16,0 – 30,0
dengan fokus berubah-
ubah
44
Tabel 2.6. Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (lanjutan)
No. Faktor Contoh Pekerjaan Ekivalen Beban Kelonggaran
D. Kelelahan mata Pencahayaa Buruk
n baik
5. Pandangan terus-menerus 19,0 – 30,0
dengan konsentrasi tinggi
dan fokus lelap
6. Pandangan terus-menerus 30,0 – 50,0
dengan konsentrasi tinggi
dan fokus berubah-ubah
C. Keadaan suhu tempat kerja Suhu (0C) Kelelahan Berlebihan
**) normal
1. Beku Di bawah 0 Di atas 10 Diatas 12
2. Rendah 0-13 10-0 12-5
3. Sedang 13-22 5-0 8-0
4. Normal 22-28 0-5 0-8
5. Tinggi 28-38 5-40 8-100
6. Sangat tinggi Di atas 38 Di atas 40 Di atas 100
E. Keadaan Atmosfer
1. Baik Ruang yang berventilasi baik, udara segar 0
2. Cukup Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (tidak berbahaya) 0-5
3. Kurang baik Adanya debu-debuan beracun atau tidak beracun tetapi banyak 5-10
4. Buruk Adanya bau-bauan berbahaya yang mengharuskan
10-20
menggunakan alat perpanasan
F. Keadaan lingkungan yang baik
1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 0
2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5-10 detik 0-1
45
Tabel 2.6. Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (lanjutan)
No. Faktor Contoh Pekerjaan Ekivalen Beban Kelonggaran
F. Keadaan lingkungan yang baik
3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0-5 detik 1-3
4. Sangat bising 0-5
5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas 0-5
6. Terasa adanya getaran lantai 5-10
7. Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi, kebersihan, dll) 5-15
*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan
**) Tergantung juga pada keadaan ventilasi
***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim.
Catatan pelengkap: kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi: Pria = 0-2,5%
Wanita = 2-5%
Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
Langkah pertama dalam menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal tersebut yaitu untuk kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa lelah, dan hambatan tak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain dapat diperoleh dari tabel di atas,
yakni dengan memperhatikan kondisi-kondisi yang sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan. Kelonggaran untuk kebutuhan
pribadi bagi pria = 0-2,5% dan wanita = 2 - 5%. Untuk hambatan yang ketiga, dapat diperoleh dari sampling pekerjaan yang pada
46
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
08, No 28, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Febuari s/d Maret 2020. Tepatnya pada pukul 07.00 WIB s/d 12.00 WIB.
Objek yang diteliti adalah produksi tahu di usaha pabrik tahu bapak
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari
media cetak seperti buku, jurnal, modul praktikan dan beberapa situs internet. Hal
ini bertujuan untuk memperjelas topik yang akan diteliti, sehingga dapat
antara lain:
1. Observasi
diangkat.
dengan cara mencari berbagai referensi dari berbagai media cetak hingga
elektronik seperti buku, jurnal, dan internet guna mendukung peneliti dalam
pemecahan masalah.
3. Wawancara
informasi yang tepat dan jelas mengenai objek yang akan diteliti.
Agar penelitian ini berjalan dengan baik dan terarah maka perlu dibuat
48
Mulai
Tinjauan Pustaka
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data
Data kegiatan Produksi
Pengolahan Data
Selesai
49