Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS

DI RUANG ROUDLOH RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Anak Profesi Ners

Oleh :

YUNITA ASNA NGIRVIANA

NIM. 201920461011082

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIAH MALANG

2020
II. Definisi

Penyakit Tuberculosis dianggap sebagai masalh kesehatan global tetapi


masalah tersebut dapat juga dipahami sebagai masalah individu. Pasien
Tuberculosis tidak hanay menderita secara fisik tetapi juga psikologis dan sosial,
() Penyakit Tuberculosis yang disingkat menjadi TBC atau yang biasa disebut
sebagai penyakit TB Paru merupakan penyakit infeksi yang dapat menular dan
disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycrobacterium tuberculosis, (Gurning,
2019). Tuberculosis adalah penyakit menular serta banyak kasus yang bersifat
mematikan, (Putra, 2018). Sepertiga dari kasus Tuberculosis menyerang organ
tubuh lain, namun penyakit ini paling sering meneyerang paru-paru. Tuberculosis
merupakan salah satu penyakit tertua yang dapat menyerang manusia.
Penularan penyakitTuberculosis dapat melalui droplet dari pasien yang terinfeksi
penyakit tersebut, (Denila, 2017). Tuberculosis adalah penyakit saluran
pernafasan yang paling sering di Indonesia dan jika penyakit ini mengalami
keterlambatan dalam menegakkan diagnosa serta ketidakpatuhan dalam
pengobatan, maka akan memiliki dampak pasien Tuberculosis
menularkanpenyakitnya pada lingkungan sekitar yang menyebabkan jumlah
penderitanya semakin bertambah, (Lestyaningrum, 2017). Anak adalah usia
rawan terhadap penularan penyakit Tuberculosis dan jika anak sudah terinfeksi
mereka mudah terkena Tuberculosis yang berat, (Hendrawati, 2018).

II. Penyebab

Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri yang


bernama Mycrobacterium tuberculosis, (Lestyaningrum, 2017). Penularan
penyakit ini dapat melalui droplet pasien yang terinfeksi Tuberculosis. Pasien
yang Tuberculosis paru-paru atau tenggorokkan ketika batuk, bersin atau
berbicara dapat menularkan dan tersebar melalui udara disekitarnya, (Apriliani,
2020). Partikel dari infeksi Tuberculosis ini dapat menetap dan hidup selama 1
sampai 2 jam, tergantung ada atau tidaknya ventilasi, kelembaban dan sinar
ultraviolet, (Denila, 2017). Selain itu ada beberapa faktor pencetus yang dapat
mempengaruhi terjadinya Tuberculosis pada seseorang adalah daya tahan tubuh
yang rendah, terinfeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk), faktor lingkungan
yang kemungkinan mempengaruhi seseorang menjadi pasien Tuberculosis yaitu
ventilasi udara, kepadatan penduduk, faktor perilaku atau lifestyle, kepadatan
hunian, pekerjaan serta lama kontak dengan penderita, ( Titus, 2019).

Penularan infeksi Tuberculosis pada anak dapat terjadi ketika anak


menghirup udara yang telah terpapar oleh bakteri Tuberculosis yang disebabkan
oleh penderita Tuberculosis, (Rekayati, 2019). Faktor yang mempengaruhi
kejadian Tubeculosis pada anak diantaranya adanya kontak langsung dengan
penderita, sosial ekonomi orang tua, lingkungan tempat tinggal yang padat dan
sikap dan tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit Tuberculosis,
(Humaeroh, 2018).

III. Tanda dan Gejala pada Anak

Gejala yang umum terjadi ketika anak terinfeksi bakteri Tuberculosis yaitu
batuk lebih dari 21 hari meskipun tidak disertai dahak, perasaan sakit atau
kelemahan, kelesuan dan aktifitas bermain berkurang, mengalami penurunan
berat badan, demam dan berkeringat pada malam hari, ( Rekayati, 2019).
Menurut Safithri, 2019 untuk menegakkan diagnosa Tuberculosis adalah dengan
dilakukannya pemeriksaan untuk melihat apakah ada kuman Tuberculosis seperti
dahak bilasan lambung, biopsi dan lain-lain, namun pada usia anak hal tersebut
sulit sulit serta jarang didapat sehingga sebagian besar daignosis pada anak
didasarkan pada gambar kilins, gambar foto rongten dada dan uji tuberculin.
Oleh karena itu anak harus dicurigai menderita Tuberculosis jika pada anak
terdapat tanda dan gejala sebagai berikut :

1. Memiliki sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita Tuberculosis


2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3
sampai 7 hari)
3. Terdapat gejala umum tuberculosis

Gejala umum Tuberculosis pada anak :

1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
serta tidak mengalami kenaikan dalam 1 bulan meskipun sudah dengan
penanganan gizi yang baik
2. Tidak mau makan (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan
menurun dengan adekuat
3. Mengalami demam lama serta berulang tanpa adanya sebab yang jelas
(bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut) dan dapat disertai
dengan berkeringat ketika malam hari.
4. Mengalami pembesaran limfe superfisisalis yang tidak sakit biasanya di
area leher, ketiak dan lipatan paha.
5. Gejala-gejala lain dari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari satu
bulan, mengalami nyeri dada dan terdapat cairan didada.
6. Gejala-gejala dari saluran pencernaan misalnya diare berulang yang tidak
sembuh mesikun sudah menjalani pengobatan diare serta terdapat
benjolan (massa) di abdomen dan tanda-tanda terdapat cairan didalam
abdomen.

Gejala spesifik :

Gejala-gejala berikut biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang


terserang, misalnya :

1. Tuberculosis kulit atau skrofuloderma


2. Tuberculosis pada tulang dan sendi :
 Tulang punggung (spondilitis) : gibbus
 Tulang panggul (koksitis) : pincang pembengkkan di panggul
 Tulang lutut : pincang dan atau bengkak
 Tulang kakai dan tangan
3. Tuberculosis Otak dan Saraf : meningitis dengan gejala iritabel, kaka
kuduk, muntah-muntah serta kesadaran menurun
4. Gejala mata : konjungtivitis fliktenularis, tuberkel koroid (hanya bisa
dilihat melalui funduskopi),

IV. Patofisologi

Infeksi Tuberculosis dapat ditularkan melalui droplet dari pasien yang


sudah terinfeksi bakteri Mycrobacterium tuberculosis ketika pasien batu atau
bersin, droplet tersebut mengandung basil Tuberculosis yang memeiliki ukuran
kurang dari 5 mikro yang tersebar di udara. Ketika bakteri Mycobacterium
tuberculosis menginfeksi paru-paru maka dengan cepat tumbuh koloni bakteri
didalam paru-paru, paru-paru akan berusaha dihambat oleh bakteri ini melalui
pembentukan dinding disekitar bakteri tersebut oleh sel-sel paru, mekanisme
pembentukan dinding tersebut menjadikan jaringan parut didalam paru, ketika
bakteri sudah membentuk dinding maka bakteri ini akan beristirahat (dormant),
bentuk dari dormant ini yang terlihat sebagai tuberkel ketika pemeriksaan foto
rongten. Sistem imun dalam tubuh merespon hal tersebut dengan melakukan
reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofat) yang menelan banyak bakteri,
bakteri tuberculosis sendiri melesis (menghancurkan) basil dan jaringan normal
yang ada reaksi tersebut berdampak pada penumpukan eksudat didalam alveoli
yang dapat meneyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal akan terjadi
dalam 2 samapi 10 minggu setelah pemaparan. Setelah mengalami
pemajanandan mengalami infeksi awal, individu yang telah terinfeksi dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang tidak adekuat dari
respon sistem imun. Penyakit Tuberculosis dapat juga aktif karena infeksi yang
berulang dan aktivasi bakteri dorman, dalam hal tersebut tuberkel memecah
serta melepaskan bahan seperti keju di dalam bronki, kemudian bakteri
menyebar di udara menyebabkan penyebaran penyakit. Tuberkel yang menyerah
untuk sembuh membentuk jaringan parut. Paru yang telah terinfeksi menjadi
membengkak, menyebabkan terjadinya bronkopneumonia yang lebih parah atau
lanjut, (Darliana, 2017).
Pathway Tuberculosis :

Mycrobactrerium Tuberculosis
terhirup masuk paru-paru

Menempel di bronkiolus atau


alveoli

Proliferasi sel epitel di sekeliling basil dan membentuk dinding antara basil
dan organ terinfeksi

Menyebar melalui kelenjar getah bening ke kelenjar reginal menimbulkan


reaksi eksudasi

Resiko infeksi Proses peradangan

Panas Lesi premier


menimbulkan kerusakan
jaringan
Hipertermi

Produksi sekret Menimbulkan


meningkat jaringan parut

Meningkatnya Disfusi O₂
rangsang batuk Bersihan jalan menurun
nafas tidak
efektif
Gangguan
Sekret
pertukaran gas
terdorong ke
mulut

Intoleransi
Mempengaruhi pusat sensasi di aktifitas
hipotalamus

Anoreksia

Mempengaruhi pusat sensasi di


hipotalamus

Resiko defisit nutrisi


V. Komplikasi

Menurut Safithri, 2017 penyakit Tuberculosis jika tidak ditangani


dengan baik maka akan menyebabkan komplikasi. Komplikasi dibagi
menjadi dua bagian yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjut :

a. Komplikasi dini antara lain :


1. Efusi pleura, pleuritis, empiema
Bisa terjadi pleuritis disebabkan karena bakteri tersebut focus
terhadap pleura sehinga pleura dapat robek atau focus masuk
melalui kelenjar limfe, kemudian cairan masuk melalui sel
mesotelial dan masuk kedalam ronga pleura dan juga bisa
masuk menuju pembuluh darah limfe sekitar pleura. Proses
penumpukan cairan dalam pleura disebabkan karena proses
peradangan. Jika bakteri piogenik membentuk nanah/pus
maka akan terjadi empinema. Bila mengenai pembuluh darah
disekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Efusi pleura
dapat berupa transudate, terjadinya bukan karena primer paru
seperti gagal jantung kongestif, sirosis, sindrom nefrotik dan
seagainya. Efusi yang berbentuk eksudat disebabkan oleh
proses peradangan yang menyebabkan meningkatnya
premeabilitas kapiler pembuluh darah pleura, sehinga
berubahnya sel mesotelia menjadi bulat atau kuboid hingga
akhirnya terjadilah pengeluran cairan ke ronga pleura.

b. Komplikasi lanjut antara lain :


1. Obstruksi jalan nafas
Komplikasi lanjut dari Tuberculosis dapat disebabkan oleh
adanya peradangan pada sel-sel otot jalan nafas. Dari
peradangan yang kronis tersebut maka akan menyebabkan
paralisis silia sehinga terjadinya statis mucus serta adanya
infeksi kuman. Dikarenakan terdapat infeksi maka
menyebabkan erosi epitel, fibrosis, metaplasia sel skamosa
serta penebalan pada lapisan mukosa sehinga terjadinya
obstruksi jalan nafas yang irrevesibel. Dari infeksi itu
terjadilah proses inflamasi yang menyebabkan bronkospasme
sehinga terjadilah obstruksi jalan nafas yang reversible. Selain
dari itu proses inflamasi tadi juga menyebabkan hipertrofi
hiperplasi pada kelenjar mucus sehinga mengakibatkan
tejadinya produksi mucus yang berlebih hingga akhirnya
terjadilah erosi epitel, fibrosis, metapoasi skuamosa serta
mengalami penebalan mukosa sehinga terjadilah obstruksi
jalan nafas yang irreversible. Dari obstruksi yang sudah terjadi
tadi juga dapat menyebabkan gagal jnafas.
2. Ca Paru
Ca paru pada awalnya terjadi dikarenakan adanya infeksi
kuman Tuberculosis yang masuk kedalam paru. Di dalam
tubuh infeksi tersebut ditangakap oleh sel stressor yang
nantinya akan diapoptosis. Jika imunitas seseorang itu baik
maka orang tersebut tidak akan mengalami sakit Tuberculosis
namun jika imun seseorang tersebut lemah maka bakteri
tersebut akan masuk dan menyebabkan penyakit
Tuberculosis. Dari sel stressor yang tidak dapat mengapoptosis
kuman Tuberculosis maka kuman tersebut akan melakukan
mutasi gen. hal tersebut bias disebabkan karena
ketidakseimbangan antara fungsi onkogen dan gen tumor
superesor dalam proses tumbuh kembangnya sel. Mutasi gen
yang dapat menyebabkan terjadinya hiperekskresi onkogen
atau bisa disebut dengan hilangnya fungsi dari gen
suppressor yang dapat menyebabkan sel tumbuh dan
berkembang biak tak terkendali sehinga menjadi penyakit ca
paru.
3. Kor pulmonal
Penyakit paru kronis dapat disebabkan oleh berkurangnya
vascularted pada paru, yang disebabkan oleh terdesaknya
pembuluh darah oleh organ paru yang mengalami
perkembangan abdnormal atau kerusakan paru, asidosis dan
hiperkapnia, hipoksia alveolar juga dapat merangsang
vasokontriksi pada pembuluh darah diparu, polisitemia serta
hiperviskositas darah. Kempat kelainan tersebut menyebabkan
timbulnya hipertensi pulmonal. Dalam jangka panjang yang
mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan yang
kemudian akan berlanjut menjadi gagal jantung kanan.

VI. Pengkajian Data

I. Keluhan utama
Demam, sesak nafas serta batuk

II. Riwayat penyakit saat ini

Keluhan muncul berangsur-angsur dari batuk-batuk lebih dari 21


hari, sesak nafas, adanya benjolan di leher, demam dan nafsu makan
berkurang serta dikuti dengan keadan lemas. Kilen sudah dibawa ke
dokter dan diberi obat namun keluhan tidak kunjung membaik
sehinga orang tua klien membawa klien ke Rumah Sakit.

III. Keadaan kesehatan saat ini

a. Diagnosa medis : Tuberculosis

IV. Pengkajian pola kesehatan

a. Pola pemenuhan Nutrisi selama ini

Sebelum sakit : makan nasi, sayur dan lauk. Frekuensi 3x sehari,


selera makan baik.

Saat sakit : makan nasi, sayur dan lauk. Frekuensi sehari kadang
cuma 1-2 suap, selera makan berkurang

a. Pola pemenuhan Cairan selama ini


Sebelum sakit : susu dan air putih, kadang jus buah. Frekuensi jika
klien mau, kalau susu pagi, siang dan malam, cara pemberian
mengunakan botol susu atau gelas.
Saat sakit : susu, air putih hangat. Frekuensi bila klien mau dan bila
klien mulai batuk-batuk.
b. Pola Tidur dan istirahat selama ini
Sebelum sakit : tidur malam dari jam 8 malam sampai jam 5 pagi,
tidur siang jam 13.00 sampai 15.00
Saat sakit : tidak teratur karena sesak dan batuk terutama pada
malam hari.
c. Pola Eliminasi selama ini

Tempat pembuangan : diapres kadang wc. Frekuensi Tidak teratur,


konsistensi lembek.

V. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum
 Tingkat kesadaran : 456, compos menits. Keadan umum lemas
 Nadi : 128x/menit Suhu : 38°C RR : 42x/menit TD : 100/50
mHg

b. Musculoskeletal
Warna kulit : coklat, deformitas(-), fraktur(-), odem(-)
c. Kepala
Simetris(+), hidrochepalus(-), luka(-), darah(-), trepanasi (-), nyeri tekan
(-)
d. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+), kelopak mata/palpebral
odem(-), peradangan (-), luka(-), benjolan (-), warna iris : hitam
e. Telinga
Simetris (+), lesi (-), nyeri tekan (-), peradangan (-), penumpukan
serumen (-), pendarahan (-), perforasi (-)
f. Hidung
Pembengkokan (-), pendarahan (-), pembengkakan (-), pembesaran/polip
(-), mengunakan oksigen nasal kanul 5 lpm
g. Mulut
Lesi (-), bibir pecah(+), caries (-), kotoran(-), benda asing (-), pucat (+)
h. Leher
Simetris(+), pembesaran limfe (+), peradangan(-), perubahan waran(-),
massa(-), trakea simetris (+), pembesaran vena jugularis (-)
i. Dada
Bentuk dada simetris(+), retraksi otot bantu pernafasan(+)
j. Paru-paru
Batuk produktif(+), dulnes(+), ronchi(+)
k. Abdomen
Datar(+), kesimetrisan (+), bising usus(+)

VI. Pemeriksaan diagnostik penunjang

PH : 7,29 (normal : 7,83 – 7,42)


PCO₂ : 29 (normal : 38 -42)
PO₂ : 65 (normal : 75 -100)
HCO₃ : 25 (normal : 22 - 28)
VII. Diagnosa Keperawatan

Analisa Data Pasien An. A

DATA Penyebab Masalah Keperawatan Diagnosa Keperawatan


(Tanda Mayor & Minor)
Ds : Perubahan membrane Ganguan pertukaran Ganguan pertukaran
Px mengatakan sulit alveolus-kapiler gas gas b.d Perubahan
unuk bernafas / membrane alveolus-
sesak/dipsnea kapiler d.d px dipsnea,
Do : PCO₂ menurun, PO₂
Rr : 42x/menit, PCO₂ menurun, takikardi, PH
menurun (PCO₂ : 29). arteri menurun, adanya
PO₂ menurun (68 ronchi
mmHg). Takikardi (nadi :
128x/menit). PH arteri
menurun (PH : 7,28).
Bunyi nafas tambahan
(ronchi)
Ds : Hipersekresi jalan nafas Bersihan jalan nafas Bersihan jalan nafas
Orang tua px tidak efektif tidak efektif b.d
mengatakan px batuk hipersekresi jalan d.d
lebih dari 21 hari, px batuk, dipsnea, ronchi
mengatakan sesak nafas
Do :
Adanya ronchi di area
paru mebuktikan adanya
seputum berlebih
Ds : Penyakit kronis Resiko infeksi Resiko infeksi d.d
Do : demam
Demam (Suhu 38°C),
Batuk, lemas
Do : Ketidakmauan menelan Resiko defisit nutrisi Resiko defisit nutrisi d.d
Orang tua px makanan nafsu makan menurun,
mengatakan px bising usus, membrane
mengalami penurunan mukosa pucat
nafsu makan
Ds :
Adanya bising usus,
membran mukosa pucat
Ds : Ketidakseimbangan antara Intoleransi aktifitas Intoleransi aktifitas b.d
Px mengatakan sesak suplai dan kebutuhan ketidak seimbangan
Do : oksigen antara suplai dan
Rr : 48x/menit, lemah, kebutuhan oksigen d.d
nasal kanul 5 lpm sesak, lemah
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas :

1. Ganguan pertukaran gas b.d Perubahan membrane alveolus-kapiler

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan

3. Resiko defisit nutrisi d.d nafsu makan menurun

4. Resiko infeksi d.d demam

5. Intoleransi aktifitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen
Asuhan keperawatan pada pasien An. A

No. Diagnosa Luaran Intervensi


keperawatan
1. Ganguan Setelah dilakukan Terapi Oksigen :
pertukaran gas tindakan keperawatan Observasi :
b.d Perubahan selama 1x24 jam 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
membrane diharapkan “Pertukaran 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
alveolus-kapiler gas” meningkat dengan 3. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
kriteri hasil : Oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
1. Dispnea menurun 4. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
2. Bunyi nafas makan
tambahan 5. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
menurun 6. Monititor integritas mukosa hidung akibat
3. PCO₂ membaik pemasangan oksigen
4. PO₂ membaik Terapeutik :
5. Takikardia 1. Bersihkan secret pada area mulut, hidung dan
membaik trakea, jika perlu
6. PH arteri 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
membaik 3. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
4. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
5. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilisasi pasien
Edukasi :
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi :
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat ativitas
dan/ tidur
2. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas :
nafas tidak efektif tindakan keperawatan Observasi :
b.d hipersekresi selama 1x24 jam 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
jalan diharapkan “Bersihan nafas)
jalan nafas” meningkat 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling,
dengan kriteria hasil : mengi, wheezing, ronki kering)
1. Batuk efektif 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
meningkat Trapeutik :
2. Produksi sputum 1. Posisikan semi-fowloer atau fowler
menurun 2. Berikan minum hangat
3. Dyspnea menurun 3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
4. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15
detik
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
2. Ajarkan teknik baktuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, muklotik, jika perlu
3. Resiko defisit Setelah dilakukan Manajemen nutrisi :
nutrisi d.d nafsu tindakan keperawatan Observasi :
makan menurun selama 1x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
diharapkan “Status 2. Identifikasi alergi san intoleransi makanan
nutrisi” membaik dengan 3. Identifikasi makanan yang disukai
kriteria hasil : 4. Monitor asupan makanan
1. Nafsu makan 5. Monitor berat badan
membaik Terapeutik :
2. Bising usus 1. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
membaik sesuai
3. Membrane 2. Berikan supelmen makanan, jika perlu
mukosa membaik Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan
jumlah kalori dan jenis nutrienyang dibutuhkan,
jika perlu
4. Resiko infeksi d.d Setelah dilakukan Pencegahan infeksi :
demam tindakan keperawatan Observasi :
selama 1x24 jam 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
diharapkan “Tingkat sistemik
infeksi” menurun dengan Terapeutik :
kriteria hasil : 1. Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko
1. Demam menurun tinggi
2. Latelargi mnurun Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan etika batuk
3. Anjurkan meningkatkan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
5. Intoleransi Setelah dilakukan Dukungan kepatuahan pengobatan :
aktifitas b.d tindakan keperawatan Observasi :
ketidak selama 1x24 jam 1. Identifikasi kepatuhan menjalani pengobatan
seimbangan diharapkan “Toleransi Terapeutik :
antara suplai dan aktivitas” meningkat 1. Buat jadwal pendampingan keluarga untuk
kebutuhan dengan kriteria hasil : bergantian menemani pasien selama menjalani
oksigen 1. Saturas oksiogen program pengobatan, jika perlu
meningkat 2. Dokumentasi aktivitas selama menjalani proses
2. Dyspnea saat pengobatan
aktivitas menurun 3. Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau
3. Dyspnea setelah yang dapat menghambat berjalannya program
aktivitas menurun pengobatan
4. Perasaan lemah 4. Libatkan keluarga untuk mendukung program
menurun pengobatan yang dijalani
5. Frekuensi nafas Edukasi :
membaik 1. Informasikan program pengobatan yang harus
dijalani
2. Informasikan manfat yang akan diperoleh jika
teratur menjalani program pengobatan
3. Anjurkan keluarga mendampingi dan merawat
pasien selama menjalani program pengobatan
4. Anjurkan pasien dan keluarga melakukan
konsultasi ke pelayanan kesehatan terdekat, jika
perlu
Daftar Pustaka

Apriliani, N. A., & Rahayu, U. (2020). Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan
Kejadian Penyakit Tbc Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Simomulyo Kota
Surabaya Tahun 2019. Gema Lingkungan Kesehatan, 18(1).

Darliana, Devi. (2017). Manajemen pasien Tuberculosis paru. Idea Nursing


Journal, 1(2).

Denila, D., & Samingan, S. (2017). Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit Tuberkulosis di
Kelurahan Pulogadung Jakarta Timur Tahun 2016. Jurnal Bidang Ilmu
Kesehatan, 7(2), 22.

Gurning, M., & Manoppo, I. A. (2019). Hubungan Pengetahuan dan Motivasi


Dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TBC Paru Di Poli TB RSUD
Scholoo Keyen. Wellness And Healthy Magazine, 1(1), 41-47.

Hendrawati, S., Nurhidayah, I., Mardhiyah, A., Mardiah, W., & Adistie, F. (2018).
Pemberdayaan Guru Sekolah dalam Deteksi Dini dan Screening
Tuberkulosis pada Anak Sekolah di Desa Cileles Kecamatan Jatinangor
Kabupaten Sumedang. Media Karya Kesehatan, 1(1).

Humaeroh, M., Mardiah, W., & Adistie, F. (2018). Pengetahuan Dan Sikap
Orangtua Penderita Tuberkulosis Dalam Deteksi Dini Tuberkulosis Pada
Anak Dikecamatan Rancaekek. Media Informasi, 14(2), 128-139.

Hussain, S., A Malik, A., & Hussain, Z. (2016). A Randomized Controlled


Intervention Trial: Effect of Counselling on Treatment Adherence and
Self-Esteem of Women Patients Receiving Tuberculosis Treatment. Open
Medicine Journal, 3(1).

Lestari, D. P. (2018). Tuberkulosis Paru Di Rumah Sakit. Jurnal Kepemimpinan


dan Manajemen Keperawatan, 1(2), 1-8.

Lestyaningrum, A. D., & Anardani, S. (2017). Rancang Bangun Sistem Pakar


Diagnosa Penyakit Tuberkulosis (TBC) dengan Metode Forward Chaining.
DOUBLECLICK: Journal of Computer and Information Technology , 1(1),
29-38.

Putra, S. D. (2018). Media Pembelajaran Dan Sosialisasi Penyakit Tbc. Journal of


Information System, Applied, Management, Accounting and Research ,
2(2), 76-83.

Rekayati, S. D., Widyaningsih, T. S., & Aini, D. N. (2019). Pengalaman Keluarga


Yang Merawat Anak Penderita Tb Paru. JKEP, 4(2), 125-136.
Safithri, F. (2017). Diagnosis TB Dewasa dan Anak Berdasarkan ISTC
(International Srandard for TB Care). Saintika Medika: Jurnal Ilmu
Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, 7(2).

Safithri, F. (2017). Diagnosis TB Dewasa dan Anak Berdasarkan ISTC


(International Srandard for TB Care). Saintika Medika: Jurnal Ilmu
Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, 7(2).

Titus, T., Afni, N., & Yusuf, H. (2019). Faktor Risiko Kejadian Tb Paru Di Wilayah
Kerja Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi. Jurnal Kolaboratif Sains, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai