Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners di Departemen Anak

Disusun Oleh :
ALVINDA MUTIARA RORIMPANDEI
Kelompok 3A

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
1. Definisi BBLR
Menurut Saputra (2014), bayi berat lahir rendah ialah berat badan bayi yang lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi atau usia kehamilan.
Berdasarkan Ikatan Dokter Indonesia / IDI (2014), BBLR yaitu bayi berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa maemandang masa gestasi dengan catatan berat lahir adalah
berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir. Menurut Hasan & Alatas (2005),
bayi yang berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram dengan batas maksimal 2499
gram.

2. Klasifikasi BBLR
Klasifikasi BBLR dapat dibagi berdasarkan derajatnya dan masa gestasinya.
Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, antara lain :
a. Berat bayi lahir rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW) dengan berat lahir 1500
– 2499 gram.
b. Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight (VLBW) dengan
berat badan lahir 1000 – 1499 gram.
c. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth weight (ELBW)
dengan berat badan lahir < 1000 gram (Meadow & Newell, 2005).

Berdasarkan masa gestasinya, BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

a. Prematuritas murni/Sesuai Masa Kehamilan (SMK)


Bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai
dengan berat badan untuk usia kehamilan. Kepala relatif lebih besar dari badannya,
kulit tipis, transparan, lemak subkutan kurang, tangisnya lemah dan jarang,.
b. Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK)
Bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia
kehamilan, hal tersebut menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterin (Surasmi et al., 2003; Syafrudin & Hamidah, 2009; Rukmono, 2013).

3. Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab bayi berat lahir rendah maupun usia bayi belum sesuai dengan
masa gestasi sebagai berikut :
1) Komplikasi obstetrik
Meliputi multiple gestation, incompetence, pro (premature rupture of membran) dan
korionitis, pregnancy induce hypertention (PIH), plasenta previa, dan riwayat
kelahiran prematur.
2) Komplikasi medis
Terdiri dari diabetes maternal, hipertensi kronis, dan infeksi traktus urinarius
3) Faktor ibu
a. Penyakit berhubungan dengan toksemia gravidarum, perdarahan antepartum,
trauma fisik dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular.
b. Usia ibu dibawah 20 tahun serta multi gravida dengan jarak kelahiran terlalu
dekat. Usia 26 – 35 tahun, angka kejadian lahirnya bayi berat lahir rendah
(BBLR) terendah.
c. Keadaan sosial ekonomi berpengaruh terhadap timbulnya prematuritas yang
dimana kejadian tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
disebabkan karena keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal
care (ANC) yang kurang memadai.
d. Kondisi ibu saat hamil dipengaruhi oleh peningkatan berat badan ibu yang tidak
adekuat dan ibu yang merokok.
4) Faktor janin
Hidramnion / polihidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan janin. Komplikasi dari
BBLR yaitu :
a. Sindrom aspirasi mekonium menimbulkan bayi kesulitan dalam bernafas.
b. Hiploglikemi simptomatik biasanya terjadi pada bayi berat lahir rendah berjenis
kelamin laki-laki.
c. Penyakit membran hialin biasanya disebabkan karena surfaktan paru – paru
yang belum terbentuk secara sempurna sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi
mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga
selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk pernafasan berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum.
e. Hiperbilirubinemia disebabkan karena organ hati mengalami gangguan dalam
pertumbuhannya (Mitayani, 2009).

4. Faktor resiko BBLR


Faktor Risiko untuk Insidens Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah menurut Llewellyn
& Derek (2001) yaitu :
a. Sosio – ekonomi
Sosio - ekonomi kelas IV atau V, berat badan ibu sebelum hamil < 50 kg atau > 75
kg, ibu perokok, dan ibu yang mengonsumsi minuman alkohol secara berlebihan.
b. Usia ibu Usia ibu < 17 atau > 35 tahun.
c. Riwayat Kebidanan
Mempunyai riwayat terdahulu terkait pernah melahirkan bayi dengan berat badan
lahir rendah dan anemia pada ibu.
d. Kehamilan Sekarang
Memiliki penyakit hipertensi (terutama jika hipertensi berat), perdarahan antepartum,
dan kehamilan multipel.
e. Janin Defek kongenital dan infeksi intra – uterin.
f. Faktor penggunaan tablet besi pada ibu hamil
Menurut Pramono & Muzakkiroh (2011) ibu yang meminum zat besi kurang dari 90
tablet akan berdampak mempunyai risiko BBLR sebesar 1,7 kali dibandingkan
dengan ibu yang meminum zat besi 90 tablet keatas. Hal ini disebabkan karena
fasilitas pelayanan kesehatan yang belum cukup terjangkau serta aktivitas ibu hamil
yang mempunyai beban kerja lebih banyak sehingga belum teratur meminum tablet
besi.
g. Wilayah tempat tinggal
Lokasi ibu melahirkan di daerah pedesaan mempunyai risiko lahirnya BBLR sebesar
0,68 kali dibandingkan tempat tinggal di perkotaan. Hal ini biasanya disebabkan
kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan yang belum terjangkau.
h. Komplikasi
Ibu yang mengalami komplikasi saat hamil akan mempunyai risiko bayi BBLR 2,3 kali
dibandingkan pada ibu yang tidak mengalami komplikasi ketika hamil.
i. Jumlah anak yang banyak
Menurut Manuaba (2007) terkait paritas terbagi menjadi paritas satu tidak aman,
paritas 2-3 aman untuk hamil dan bersalin serta paritas lebih dari 3 tidak aman. Hal
ini disebabkan bayi dengan berat lahir rendah paling banyak terjadi pada paritas
diatas lima karena sudah mengalami kemunduran fungsi pada alat-alat reproduksi.
Paritas yang tinggi berdampak timbulnya masalah kesehatan bagi ibu maupun bayi.
Salah satu dampak kesehatan yang mungkin timbul adalah kejadian BBLR (Berat
Bayi Lahir Rendah). Kejadian BBLR terjadi pada ibu yang melahirkan dan memiliki
satu anak atau lebih dari 4 anak. Menurut Pramono & Paramita (2015) persentase
dari jumlah anak yaitu 7,3 % dibandingkan ibu yang mempunyai anak 2 atau 3 yaitu
sebesar 5,5%.
j. Jenis kelamin bayi perempuan
Bayi berjenis kelamin perempuan mempunyai risiko kejadian BBLR sebesar 1,41 kali
dibandingkan berjenis kelamin laki-laki.
k. Status gizi ibu hamil
Menurut Bisai & Samiran (2010) status gizi pada ibu hamil berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan janin. Macammacam kebutuhan gizi yang
dibutuhkan untuk ibu hamil yaitu asam folat, energi, protein, zat besi (Fe), kalsium,
pemberian supleman vitamin D, dan pemberian yodium pada daerah yang endemik
kretinisme.

5. Masalah pada bayi BBLR


BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang banyak
sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil (Surasmi, dkk.,
2002).
a. Ketidakstabilan suhu tubuh
Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C37°C dan segera
setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah.
Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi.
Hipotermia juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan
kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan
otototot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya
lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai,
belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh
relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
b. Gangguan pernafasan
Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah
sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu lemahnya reflek batuk, hisap,
dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi.
c. Imaturitas imunologis
Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta
selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu
ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan
pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir
membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah
menderita infeksi.
d. Masalah gastrointestinal dan nutrisi
Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang menurun, lambatnya
pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang,
defisiensi enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor,
protein, dan zat besi dalam tubuh, meningkatnya resiko NEC (Necrotizing
Enterocolitis). Hal ini menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat
badan bayi.
e. Imaturitas hati
Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya
hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya
enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan
kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke
hepar berkurang.
f. Hipoglikemi
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena
terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian
glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72
jam pertama dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang
belum mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena
stress dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga kadar
oksigen darah berkurang. Hal ini menghambat metabolisme glukosa dan
menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada penghilangan glikogen lebih
banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan
pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.

6. Manifestasi Klinis
Menurut Hasan & Alatas (2005) gejala klinis pada bayi dismaturitas yang dilahirkan
dalam kelahiran preterm, term, dan post term yaitu :
a. Pada preterm terlihat gejala fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala
dismaturitas
b. Pada bayi cukup bulan atau term serta preterm dengan dismaturitas akan muncul
gejala yang khas yaitu “wasting” dan retardasi pertumbuhan.
Bayi dismatur dengan gejala “wasting” atau insufisiensi plasenta terbagi dalam 3 stadium
yaitu :
 Stadium pertama
Bayi terlihat kurus dan relatif lebih panjang, kulit longggar, kering seperti perkamen
tetapi belum terdapat noda mekonium.
 Stadium kedua
Terdapat tanda stadium pertama disertai warna kehijauan pada kulit, plasenta, dan
umbilikus. Hal ini terjadi karena mekonium tercampur dalam amnion kemudian
mengendap ke dalam kulit, umbilikus, dan plasenta sebagai akibat anoksia
intrauterin.
 Stadium ketiga
Terdapat tanda dari stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna kuning
pada kuku dan tali pusat serta ada tanda anoksia intrauterin yang lama

7. Penatalaksanaan BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) memerlukan penanganan yang tepat untuk mengatasi
masalah-masalah yang terjadi. Penanganan BBLR meliputi hal-hal berikut:
a. Dukungan respirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan
mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan
bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk
memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi
surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan
nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi,
posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang
lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi.
Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of
prematurity.
b. Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah
pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress
sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang
melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat
dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi
oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (1994) suhu aksilar
optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5°C – 37,5°C, sedangkan menurut Sauer dan
Visser (1984) suhu netral bagi bayi adalah 36,7°C – 37,3°C. Menghangatkan dan
mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu
(Kosim Sholeh, 2005) :
- Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya.
Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.
- Pemancar pemanas
- Ruangan yang hangat
- Inkubator
c. Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi baru
lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler dan
humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan penyakit. Beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain :
- Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan
cuci tangan terlebih dahulu.
- Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur.
Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.
- Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang
perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk
memakai alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah
penularan.
d. Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan kalori,
elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm karena
kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai
90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan
kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum
berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan
cairan.
e. Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi terdapat
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai mekanisme
ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan
metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat
diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya.
Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam pemberian
makan dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh
usaha memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi
kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan. Toleransi
yang berhubungan dengan kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada
evaluasi status respirasi, denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi
normal dapat menunjukkan stress dan keletihan.
Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap, menelan, dan
bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada bayi dengan reflek menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat
diberikan melalui sonde ke lambung. Kapasitas lambung bayi prematur sangat
terbatas dan mudah mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi
pernafasan. Kapasitas lambung berdasarkan umur dapat diukur sebagai berikut
(Jones, dkk., 2005) :

f. Penghematan energi
Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat energi,
Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam
inkubator tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya membutuhkan popok atau alas.
Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu dilakukan.
Selain itu, observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian.
Bayi yang tidak menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas,
minum, dan pengaturan suhu tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan
cahaya yang tidak terlalu terang meningkatkan kenyamanan dan ketenangan
sehingga bayi dapat beristirahat lebih banyak.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan menghasilkan
oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-istirahatnya lebih
teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila
diposisikan telungkup.
PMK akan memberikan rasa nyaman pada bayi sehingga waktu tidur bayi akan
lebih lama dan mengurangi stress pada bayi sehingga mengurangi penggunaan
energi oleh bayi.
g. Stimulasi sensori
Bayi baru lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus. Mainan
gantung yang dapat bergerak dan mainan- mainan yang diletakkan dalam unit
perawatan dapat memberikan stimulasi visual. Suara radio dengan volume rendah,
suara kaset, atau mainan yang bersuara dapat memberikan stimulasi pendengaran.
Rangsangan suara yang paling baik adalah suara dari orang tua atau keluarga,
suara dokter, perawat yang berbicara atau bernyanyi. Memandikan, menggendong,
atau membelai memberikan rangsang sentuhan.
Rangsangan suara dan sentuhan juga dapat diberikan selama PMK karena
selama pelaksanaan PMK ibu dianjurkan untuk mengusap dengan lembut punggung
bayi dan mengajak bayi berbicara atau dengan memperdengarkan suara musik
untuk memberikan stimulasi sensori motorik, pendengaran, dan mencegah periodik
apnea.

h. Dukungan dan keterlibatan keluarga


Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan
membuat stress bila keluarga tidak siap secara emosi. Orang tua biasanya memiliki
kecemasan terhadap kondisi bayinya, apalagi perawatan bayi di unit perawatan
khusus mengharuskan bayi dirawat terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua
mungkin juga merasa bersalah terhadap kondisi bayinya, takut, depresi, dan bahkan
marah. Perasaan tersebut wajar, tetapi memerlukan dukungan dari perawat.
Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi BBLR dalam menghadapi
krisis emosional, antara lain dengan memberi kesempatan pada orang tua untuk
melihat, menyentuh, dan terlibat dalam perawatan bayi. Hal ini dapat dilakukan
melalui metode kanguru karena melalui kontak kulit antara bayi dengan ibu akan
membuat ibu merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam merawat bayinya.
Dukungan lain yang dapat diberikan perawat adalah dengan menginformasikan
kepada orang tua mengenai kondisi bayi secara rutin untuk meyakinkan orang tua
bahwa bayinya memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua selalu mendapat
informasi yang tepat mengenai kondisi bayinya.

8. Komplikasi BBLR
a. Sindrom aspirasi mekonium menimbulkan bayi kesulitan dalam bernafas.
b. Hiploglikemi simptomatik biasanya terjadi pada bayi berat lahir rendah berjenis
kelamin laki-laki.
c. Penyakit membran hialin biasanya disebabkan karena surfaktan paru – paru yang
belum terbentuk secara sempurna sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi
mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu
dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk pernafasan berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum
e. Hiperbilirubinemia disebabkan karena organ hati mengalami gangguan dalam
pertumbuhannya (Mitayani, 2009).
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas /istirahat
Bayi sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama tidur sehari rata-rata 20 jam.
b. Pernafasan
- Takipnea sementara dapat dilihat, khususnya setelah kelahiran cesaria atau
persentasi bokong
- Pila nafas diagfragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron dari dada
dan abdomen, perhatikan adanya sekret yang mengganggu pernafasan,
mengorok, pernafasan cuping hidung
c. Makanan/cairan
Berat badan rata-rarta 2500-4000 gram: kurang dari 2500 gram menunjukkan
kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus diperhatikan. Bayi dengan
dehidrasi harus diberi infus. Beri minum dengan tetes ASI/sonde karena reflex
menelan BBLR belum sempurna, kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150
ml/kg BB/hari.
d. Berat badan
Kurang dari 2500 gram
e. Suhu
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan.
f. Integument
Pada BBLR mempunyai adanya tanda-tanda kulit tampak mengkilat dan kering.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Ketidakefektifan Pola - Respiratory Status: - Airway Management
Nafas Ventilation - Oxygen Therapy
- Respiratory Status: Airway - Vital Sign Monitoring
Patency
- Vital Sign Status
Ketidakefektifan - Respiratory Status: - Airway Suction
Bersihin Jalan Nafas Ventilation - Airway Management
- Respiratory Status: Airway
Patency
- Aspiration Control
Risiko - Hydration - Temperature Regulation
Ketidakseimbangan - Adherence Behavior
Temperatur Tubuh - Immune Status
- Infection Status
- Risk Control
- Risk Detection
Ketidakseimbangan - Nutrition Status - Nutrition Management
Nutrisi Kurang dari - Nutrition Status: Food and - Nutrition Monitoring
Kebutuhan Tubuh Fluid Intake
- Nutrition Status: Nutrient
Intake
- Weight Control
Ketidakefektifan Pola - Breastfeeding Estabilshment: - Breastfeeding
Minum Bayi Infant Assistance
- Knowledge: Breastfeeding
- Breastfeeding Maintenance
Hipotermi - Thermoregulation - Temperature Regulation
- Thermoregulation: Neonate - Vital Sign Monitoring
Resiko Infeksi - Immune Status - Infection Control
- Knowledge: Infection Control - Infection Protection
- Risk Control

B. Penilaian Usia Kehamilan


Menurut Wong, et al (2009) penilaian usia kehamilan merupakan kriteria penting
karena morbiditas dan mortalitas perinatal sangat berhubungan dengan usia gestasional
dan berat badan lahir. Pengkajian temuan fisik dan pengkajian neurologis untuk
menentukan usia gestasi pertama kali dilakukan berdasarkan metode yang dikemukakan
oleh Dubowitz, dkk pada tahun 1970. Tetapi metode yang sering digunakan untuk
menentukan usia gestasional adalah Pengkajian Usia Gestasional yang disederhanakan
oleh Ballard, Novack, dan Driver (1979). Skor ini yang merupakan ringkasan dari skor
Dubowitz, dapat digunakan untuk mengukur usia gestasional bayi antara 35 minggu dan
42 minggu. Skor ini mengkaji enam tanda fisik eksternal dan enam tanda
neuromuskular. Setiap tanda memiliki skor, dan penjumlahan skornya berkorelasi
dengan tingkat maturitas dari 26 sampai 44 minggu gestasi.
Skor Ballard “baru“, yang merupakan revisi skor asli, dapat digunakan pada bayi usia
gestasi 20 minggu. Alat ini memiliki bagian fisik dan neuromuskular yang sama, namun
menambahkan skor -1 dan -2 yang mencerminkan tanda bayi sangat prematur, seperti
kelopak mata yang masih menyatu; jaringan payudara yang belum teraba; kulit yang
lengket, mudah robek, transparan; tidak ada lanugo; sudut siku-jendela (fleksi
pergelangan tangan) lebih dari 90 derajat. Pemeriksaan bayi dengan usia gestasional 26
minggu atau kurang harus dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir. Pada bayi dengan
usia gestasional minimal 26 minggu, pemeriksaan dapat dilakukan sampai 96 jam
setelah lahir. Agar dijamin keakuratannya, pemeriksaan awal sebaiknya dilakukan dalam
48 jam pertama kehidupan. Penyesuaian neuromuskular setelah lahir pada bayi yang
sangat imatur menuntut pemeriksaan tindak lanjut untuk menentukan kriteria
neuromuskular yang valid.
Berat badan sehubungan dengan usia gestasional. Berat badan bayi saat lahir juga
berkorelasi dengan insidensi morbiditas dan mortalitas perinatal. Akan tetapi, berat
badan lahir saja merupakan indikator yang buruk untuk usia gestasional dan maturitas
janin. Maturitas menunjukkan kapasitas fungsional tingkat kemampuan sistem organ
neonatus untuk beradaptasi dengan kebutuhan hidup ekstrauterin. Dengan demikian,
usia gestasional lebih berhubungan erat dengan maturitas janin dibandingkan berat
badan lahir. Karena herediter mempengaruhi ukuran bayi baru lahir, maka pencatatan
ukuran anggota keluarga lainnya merupakan bagian proses pengkajian.
Pengklasifikasian bayi saat lahir baik berdasarkan berat badan lahir maupun usia
gestasional lebih merupakan metode yang tepat untuk meramalkan risiko mortalitas dan
menjadi panduan penanganan bayi dibandingkan hanya memperkirakan usia
gestasional atau berat badan lahir saja. Berat badan lahir, panjang, dan lingkar kepala
bayi diplotkan ke grafik standar yang menunjukkan nilai normal usia gestasional. Bayi
yang beratnya cukup untuk usia gestasional (appropriate for gestational age [AGA])
(antara persentil ke-10 sampai 90) dapat dianggap mengalami pertumbuhan dengan
kecepatan normal tanpa memerhatikan saat kelahiran- preterm, term, atau post-term.
Bayi yang besar untuk usia gestasional (large for gestational age [LGA]) (di atas
persentil ke-90) dapat dianggap mengalami laju pertumbuhan dengan kecepatan tinggi
selama kehidupan janin; bayi kecil untuk usia gestasional (small for gestational age
[SGA]) (dibawah persentil ke-10) dapat dianggap mengalami retardasi atau kelambatan
pertumbuhan intrauterin.
Berikut ini adalah lembar penilaian usia kehamilan menggunakan Skor Ballard:

Kematangan Neurovaskuler
Kematangan Fisik
Pathway

Faktor Ibu Faktor Faktor


Plasenta Janin

BBLR

Perubahan tubuh Jaringan lemak sub Prematurita Fungsi


relatif lebih luas kutan lebih tipis s organ-
Penurunan
Usus Ginjal
daya tahan Hati
Penguapan Pemaparan Kehilangan panas
berlebihan dengan suhu luar melalui kulit Konjugasi bilirubin Dinding Imanuritas
Resiko Peristaltik belum
Kekurangan belum baik lambung lunak sempurna Ginjal
Kehilangan Kehilangan Infeksi
cadangan energi
cairan panas Hiperbilirub Mudah Pengosongan Sekunder
in kembung lambung belum baik terapi
Malnutrisi
Dehidrasi Hipotermia Ikterus
Sepsis Resiko infeksi Halus
Hipoglikemi pioderma mudah lecet Kulit

- Pertumbuhan dinding
Ketidakefektifan Penyakit Insufesiensi
dada belum sempurna Paru
Pola Nafas membran hialin pernafasan
- Vaskuler paru imatur

Pernafasan Pernafasan Regulasi


Biot periodik pernafasan
Imunitas sentrum-
Otak
Ketidakseimbangan sentrum vital
nutrisi kurang dari Reflek menelan
kebutuhan tubuh belum sempurna

Retrolentral - Imaturitas lensa mata


Retinopaty Mata
fibroplasia - Sekunder efek O2
DAFTAR PUSTAKA
Saputra Lyndon Dr. 2014. Pengantar Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita. Penerbit Binarupa
Aksara : Tangerang Selatan.

Hasan Rusepno Dr.,Alatas Husein Dr.2005.Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit
Infomedika : Jakarta

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Bayi Berat Lahir Rendah Dalam Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta

Mitayani, 2009.Asuhan Keperawatan Maternitas. Penerbit Salemba Medika : Jakarta

Jones Llewellyn Derek.2001.Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Hiprokates :


Jakarta

Manuaba, IBG. 2007. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Penerbit EGC : Jakarta

Pramono Setyo Mochamad, Paramita Astridya. (2015). Pola Kejadian dan Determinan Bayi
Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia tahun 2013. Vol 18 No. 1

Pramono S.M, Muzakkiroh. (2011). Pola Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah dan Faktor Yang
Mempengaruhi di Indonesia tahun 2010. Vol 14 No. 3.

Anda mungkin juga menyukai