Oleh :
Kelompok 3A – Kelompok 2
Dalam prosedur pemasangan infus pada video terdapat beberapa pelaksanaan yang
setelah disesuaikan dengan SOP di RSUD Saiful Anwar Malang, RS Pertamina Tanjung, RS
Citama Bogor dan RS Persada Malang didapatkan beberapa perbedaan langkah-langkah
pelaksanaan pada video dengan beberapa SOP yang didapatkan. Kelebihan dan
kekurangan pelaksanaan prosedur pemasangan infus pada video diantaranya :
KELEBIHAN :
1. Sebelum melakukan tindakan, perawat melakukan perkenalan dengan
menyampaikan nama perawat, tujuan tindakan, dan meminta inform consent kepada
orangtua anak.
2. Pada pelaksanaan pemasangan infus pada balita, perawat telah menggunakan
handscoon sebagai APD. Penggunaan APD tersebut penting dilakukan perawat
sebagai alat perlindungan diri. Pada beberapa SOP yang sudah didapatkan tidak
mencantumkan perawat untuk memakai handscoon, tetapi pada praktiknya
(pelaksanaan pemasangan infus di video) perawat sudah mengenakan handscoon.
Karena pemasangan infus sendiri beresiko tinggi untuk perawat terkontaminasi dari
cairan pasien (darah).
3. Pemasangan tourniquet yang dilakukan oleh perawat sudah sesuai dengan beberapa
referensi SOP yang didapatkan yaitu sekitar 5 – 10 cm dari daerah insersi infus.
Dengan jarak pemasangan tourniquet tersebut diharapkan dapat membendung vena
lebih optimal. Karena jika terlalu dekat maka akan mengganggu proses masuknya
kanula infus pada vena pasien, sedangkan jika jarak terlalu jauh maka akan
menyebabkan hasil bendungan tidak optimal dan vena kemungkinan tidak nampak.
4. Pemberian spalek atau papan pada tangan pasien di pelaksanaan pemasangan infus
pasien balita opsional menyesuaikan dengan kondisi pasien apakah kooperatif atau
tidak. Beberapa SOP yang didapatpun tidak mewajibkan untuk pemakaian spalek
untuk pemasangan infus pada anak. Pemberian spalek sendiri untuk mencegah
pergeseran dari infus yang sudah dipasang, karakteristik anak sendiri pergerakan
yang tidak terkontrol, tidak dapat menahan ketidaknyamanan sehingga infus yang
terpasang tanpa spalek akan beresiko untuk macet atau bahkan lepas. Sehingga
pemberian spalek pada pemasangan infus untuk balita dapat diberikan.
KEKURANGAN
1. Beberapa SOP dari rumah sakit yang sudah didapat menampilkan mengenai
persiapan alat dan bahan, tetapi pada video belum ditunjukkan adanya persiapan
alat. Dengan ditampilkan alat yang dibutuhkan oleh perawat saat melaksanakan
prosedur dapat meminimalisir alat tertinggal atau kurang, sehingga menghemat
waktu perawat dalam satu kali waktu pemasangan infus pada pasien.
2. Perawat tidak melakukan cuci tangan 6 langkah pada 5 moment cuci tangan untuk
tenaga medis di ruangan. Cuci tangan 6 langkah sesuai dengan 5 momen bertujuan
agar saat hendak melakukan tindakan ke pasien perawat atau tenaga medis tidak
memberikan media penyebaran mikroorganisme pada pasien. Dengan menunjukkan
adanya prosedur cuci tangan 6 langkah dapat membersihkan seluruh bagian tangan
sehingga meminimalisir perpindahan mikroorganisme dari tangan perawat ke pasien.
3. Perawat tidak melakukan identifikasi pasien saat melakukan prosedur pemasangan
infus. Melakukan identifikasi pasien dengan sedikitnya 2 identitas pasien mencegah
untuk perawat salah memberikan penanganan. Dengan melakukan identifikasi pasien
kembali sebelum melakukan prosedur dengan menanyakan nama, mencocokkan
nomor registrasi, atau tanggal lahir dapat mencegah terjadinya kejadian tidak
diinginkan.
4. Pelaksanaan tindakan perawat menggunakan teknik usapan desinfektan satu kali
usapan dengan arah keluar/kebawah tidak sesuai dengan SOP desinfektan yang
direkomendasikan yaitu dengan arah sirkuler sejauh 2 – 5cm pada daerah yang akan
ditusuk. Pemberian teknik sirkuler digunakan agar daerah yang sudah didesinfeksi
tidak terkontaminasi.
5. Perawat memberikan plester tidak tembus pandang pada area insersi/lokasi
penusukan, pada pelaksanaan pemasangan infus menggunakan plaster hipafik.
Penggunaan plaster tembus pandang bertujuan untuk memudahkan perawat
memantau adanya tanda-tanda phlebitis atau inflamasi pada area penusukan.
6. Pelaksanaan pemasangan infus tidak memberikan perlak sebagai alas. Pemberian
perlak sebagai alas untuk pemasangan infus baik dilakukan untuk mencegah cairan
pasien (darah) bercecer atau menetes pada linen.
7. Perawat tidak menuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus di lokasi
pemasangan infus pasien. Penulisan waktu penting untuk dokumentasi serta
memantau flebitis dan kapan penggantian venvlon/abokat akan dilakukan.
SARAN
1. Prosedur pelaksanaan medis dan asuhan keperawatan hendaknya dilakukan sesuai
dengan standar operasional yang berlaku pada masing-masing ruangan. Namun
tetap tidak melupakan prinsip dari seluruh pelaksanaan tindakan. Pemberian salam,
memperkenalkan diri, identifikasi pasien, menjelaskan prosedur dan tujuannya,
inform consent, serta persiapan lingkungan untuk memberi kepercayaan dan
kenyamanan pada pasien maupun keluarga.
2. Pelaksanaan cuci tangan 6 langkah pada 5 moment cuci tangan selalu ditekankan
pada prosedur terutama prosedur aseptik untuk meminimalisir penyebaran
mikroorganisme dari pasien satu ke pasien lainnya. Sehingga pencantuman cuci
tangan 6 langkah perlu dimasukkan dalam poin prosedur SOP.
3. Persiapan lingkungan perlu dilakukan perawat sebelum melakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan. Seperti menyiapkan pencahayaan yang cukup, memberi
pasien privasi seperti memberi sketsel atau menutup dengan tirai. Selain
memberikan privasi kepada pasien, juga menghindari pasien lain untuk takut jika
dilakukan prosedur yang sama.
4. Perawat sebaiknya melakukan tindakan/mengkondisikan diri untuk membantu pasien
dalam mengenalkan tindakan yang dilakukan, karena pasien adalah anak-anak.
Selama proses hospitalisasi, anak akan beralih dari “zona nyamannya” dan akan
dihadapkan dengan berbagai bentuk kejadian seperti suasana lingkungan yang baru,
perubahan pola interaksi sosial dan berbagai bentuk tindakan medis yang dapat
menjadi sebuah stimulus kecemasan dan frustasi bagi mereka (Hager, 2010). Dalam
prosedur pemasangan infus, anak tentunya akan mengalami rasa sakit (nyeri)
dengan tingkat skala nyeri yang berbeda. Keterbatasan pengetahuan pada anak usia
bawah tiga tahun dapat menyebabkan anak mengalami berbagai hal yang bersifat
traumatis dan rasa takut yang berlebih (Suririnah, 2010). Ketakutan tersebut dapat
menyebabkan anak menjadi tidak kooperatif (menolak atau tidak bersedia) dalam
menjalankan beberapa tindakan perawatan selama di rumah sakit . Dalam kondisi
seperti ini, anak dapat menunjukan respon seperti menangis, berteriak, memukul,
menendang, melemparkan diri ke lantai, membenturkan kepala ke tembok, dan lain-
lain. Jadi diperlukan inovasi perawat untuk membuat anak kooperatif dan nyaman
selama hospitalisasi, seperti perawat menggunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk anak seperti berbicara dengan nada rendah dan lambat agar anak mengerti,
kontak mata yang ekspresif, bercerita tentang mainan atau kesukaan anak-anak.
Selain itu perawat bisa menggunakan media seperti mainan boneka, robot-robotan,
aksesoris dalam baki, atau yang lainnya (Topcu, 2019; Asih, 2012).
5. Perlu dilakukan pendokumentasian setelah perawat melakukan tindakan insersi
pemasangan infus yang berupa tanggal insersi, lokasi insersi, ukuran venvlon/abocat,
tipe infueset (makro/mikro), jenis cairan yang diberikan. Pendokumentasian yang
lengkap akan membantu perawat dalam memonitoring kondisi insersi serta
mencegah resiko infeksi, pembengkakan atau phlebitis sehingga dapat terdeteksi
lebih awal (Park, Soon Mi dkk. 2015).
6. Praktik pelaksanaan SOP yang sudah dibuat perlu dilakukan evaluasi setiap jangka
waktu tertentu untuk menciptakan prosedur perawatan yang terbaik dan sesuai
dengan guideline yang terbaru. Sehingga pelaksanaan dapat lebih optimal dan
didapatkan standar operasional prosedur yang terbaik.
PEMBERIAN CAIRAN
A. Jenis Selang Infus, Jenis Kateter Intravena Dan Cara Menghitung Tetesan Infus
1. Makro drip
Infus set makro sering dipakai untuk pasien dewasa karena pada infus set ini
debit cairan yang dikeluarkan lebih besar, sehingga diharapkan pemenuhan cairan
untuk pasien lebih cepat namun untuk kasus tertentu ada kalanya infus set makro
juga dapakai untuk anak-anak.
Jumlah tetesan permenit = Jumlah kebutuhan caitan (ml) x faktor tetes makro
Jadi dengan rumus diatas kita dapat menghitung jumlah tetesan yang harus
diatur agar kebutuhan cairan pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan.
60
60
Jumlah tetesan permenit = Jumlah kebutuhan caitan (ml) x faktor tetes mIkro
Jadi dengan rumus diatas kita dapat menghitung jumlah tetesan yang harus
diatur agar kebutuhan cairan pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan
120
120
Catatan:
Bila anak demam maka kebutuhan cairan akan meningkat setiap kenaikkan
1oC membutuhkan terapi cairan tambahan sebanyak:
10% x kebutuhan cairan rutin
B. Cairan Koloid
Cairan koloid memiliki berat molekul yang tinggi dan cenderung lama di
intravaskuler. Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada deficit cairan berat
seperti syok hipovolemik, penderita hipoalbuminemia berat, dan kehilangan
protein dalam jumlah besar seperti luka bakar. Contoh cairan koloid antara lain :
1) Dextran
2) Hetastarch
3) Gelatin
DAFTAR PUSTAKA