Disusun Oleh :
MALANG
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
MAHASISWA :
Riki Pratama
................................................ .................................................
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok Bahasa : HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired
Waktu : 45 Menit
Sasaran : Keluarga
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) dilaporkan bahwa pada tahun 2011
terdapat 3,5 juta orang di Asia Tenggara hidup dengan HIV/ AIDS. Penderita HIV/AIDS
di Indonesia juga meningkat setiap tahunnya. Penemuan kasus baru HIV dan AIDS pada
tahun 2013 sebanyak 29.037 kasus HIV baru dan 11.493 kasus AIDS. Pada tahun 2014
meningkat menjadi 32.711 kasus HIV baru dan 7.875 kasus AIDS. Pada tahun 2015
mengalami penurunan penemuan kasus baru yaitu 30.935 kasus baru HIV dan 6.081
kasus AIDS. Prevalensi nasional HIV/AIDS pada tahun 2015 adalah 32,95%.
D. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
G. PELAKSANAAN KEGIATAN
Menjawab salam
H. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan media dan tempat
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Ruang 29 RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang.
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
a. Diharapkan penyuluhan berjalan sesuai rencana
b. Diharapkan suasana penyuluhan kondusif dan tidak ada peserta yang
meninggalkan ruangan saat dilakukan penyuluhan
c. Diharapkan peserta antusias terhadap materi penyuluhan
d. Diharapkan peserta memberikan respon atau umpan balik berupa pertanyaan-
pertanyaan.
3. Evaluasi Hasil
a. Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan baik.
b. Peserta yang hadir 75% dari undangan.
c. Peserta mampu menjelaskan kembali tentang:
- Pengertian HIV/AIDS
- Penyebab HIV/AIDS
- Macam-macam HIV/AIDS
- Tanda gejala HIV/AIDS
- Penularan HIV/AIDS
- Pemeriksaan HIV/AIDS
- Pencegahan HIV/AIDS
- Pengobatan HIV/AIDS
MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian
HIV (Human immunodeficiency Virus) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang
muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan
defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat
menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun,
penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 :
171).
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan
tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09). AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang sudah
diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai
penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam kehamilan.
Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan akan
menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi
berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (World Health Organization) sebagai berikut:
- Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan
sebagai AIDS.
- Tahap II meliputi infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tak kunjung
sembuh.
- Tahap III meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih
dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru, atau
- Tahap IV meliputi penyakit parasit pada otak (toksoplasmosis), infeksi jamur kandida
pada saluran tenggorokan (kandidiasis), saluran pernafasan (trachea), batang saluran
paru-paru (bronchi) atau paru-paru.
2. Etiologi & Faktor Resiko
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-
2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka
untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari
lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari,
B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologis.
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi
kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang
lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran
kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan
menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.
Gejala penurunan kekebalan tubuh ditandai dengan mudahnya diserang penyakit lain,
dan disebut infeksi oportunitis. Maksudnya adalah penyakit yang disebabkan baik oleh
virus lain, bakteri, jamur, atau parasit (yang bisa juga hidup dalam tubuh kita), yang bila
system kekebalan tubuh baik kuman ini dapat dikendalikan oleh tubuh. Pada tahap ini
pengidap HIV telah berkembang menjadi penderita AIDS. Pada umumnya penderita
AIDS akan meninggal dunia sekitar 2 tahun setelah gejala AIDS ini muncul
Gejala AIDS yang timbul adalah :
Radang paru
Radang saluran pencernaan
Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan
Kanker kulit
TBC
Gangguan susunan saraf / neurologis.
5. Penularan HIV/AIDS
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,
2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak
dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan
dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006):
1) Seksual
2) Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua
cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama
laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti
kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua
individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari
individu yang terinfeksi HIV.
3) Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
4) Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke
dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada
pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan
prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja)
bagi petugas kesehatan.
5) Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan
karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan
sepenuhnya sebelum digunakan.
6) Melalui transplantasi organ pengidap HIV.
7) Penularan dari ibu ke anak Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya
saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
8) Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
Universitas Sumatera Utara Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang
kecil namun defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain
yang bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan
benda tajam (Fauci, 2000).
Menurut WHO (2016), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan
antara lain:
1. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas
dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan
pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan
dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
2. Memakai milik penderita, menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan
makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.
6. Pemeriksaan diagnostik
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- Hematokrit.
- LED
- CD4 limfosit
Sgd
CD4 adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi. Jika digunakan
bersamaan dengan penilaian klinis, CD4 dapat menjadi petunjuk dini progresivitas
penyakit karena jumlah CD4 menurun lebih dahulu dibandingkan kondisi klinis.
Pemantauan CD4 dapat digunakan untuk memulai pemberian ARV atau penggantian
obat. Jumlah CD4 dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang dideritanya.
Bila mungkin harus ada 2 kali hasil pemeriksaan CD4 di bawah ambang batas sebelum
ARV dimulai. Makin muda umur, makin tinggi nilai CD4. Untuk anak < 5 tahun
digunakan persentase CD4. Bila ≥ 5 tahun, jumlah CD4 absolut dapat digunakan. Pada
anak < 1 tahun jumlah CD4 tidak dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas, karena
risiko kematian dapat terjadi bahkan pada jumlah CD4 yang tinggi.
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan
AIDS ditambahkan dan ditegaskan pula indikasi tes HIV yaitu:
1. Setiap orang dewasa, anak, dan remaja dengan kondisi medis yang diduga terjadi infeksi HIV
terutama dengan riwayat tuberkulosis dan IMS.
2. Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin
3. Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan pencegahan HIV.
Untuk melakukan tes HIV pada anak diperlukan izin dari orang tua/wali yang memiliki hak
hukum atas anak tersebut (contoh nenek/kakek/orang tua asuh, bila orang tua kandung meninggal
atau tidak ada) merujuk pada peraturan lain terkait anak. Sedikit berbeda dengan orang dewasa,
bayi dan anak memerlukan tes HIV pada kondisi di bawah ini:
1. Anak sakit (jenis penyakit yang
berhubungan dengan HIV seperti TB berat atau mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau
pneumonia berulang dan diare kronis atau berulang)
2. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi
HIV dan sudah mendapatkan tindakan pencegahan penularan dari ibu ke anak.
3. Untuk mengetahui status
bayi/anak kandung dari ibu yang didiagnosis terinfeksi HIV (pada umur berapa saja) - 11 – 4
4. Untuk mengetahui status seorang
anak setelah salah satu saudara kandungnya didiagnosis HIV; atau salah satu atau kedua
orangtua meninggal oleh sebab yang tidak diketahui tetapi masih mungkin karena HIV.
5. Terpajan atau potensial terkena
infeksi HIV melalui jarum suntik yang terkontaminasi, menerima transfusi berulang dan sebab
lain.
6. Anak yang mengalami kekerasan
seksual.
Tes diagnostik HIV merupakan bagian dari proses klinis untuk menentukan diagnosis. Diagnosis
HIV ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Jenis pemeriksaan laboratorium HIV dapat
berupa:
1. Tes serologi Tes serologi terdiri atas:
12) Tes cepat Tes cepat dengan reagen yang sudah dievaluasi oleh institusi yang
ditunjuk Kementerian Kesehatan, dapat mendeteksi baik antibodi terhadap HIV-1
maupun HIV-2. Tes cepat dapat dijalankan pada jumlah sampel yang lebih sedikit
dan waktu tunggu untuk mengetahui hasil kurang dari 20 menit bergantung pada
jenis tesnya dan dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih.
13) Tes Enzyme Immunoassay (EIA) Tes ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan
HIV-2. Reaksi antigenantibodi dapat dideteksi dengan perubahan warna.
14) Tes Western Blot Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang
sulit.
Bayi dan anak umur usia kurang dari 18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat dan belum
dilakukan tes virologis, dianjurkan untuk dilakukan tes serologis pada umur 9 bulan (saat bayi
dan anak mendapatkan imunisasi dasar terakhir). Bila hasil tes tersebut:
a. Reaktif harus segera diikuti dengan pemeriksaan tes virologis untuk mengidentifikasi kasus
yang memerlukan terapi ARV.
b. Non reaktif harus diulang bila masih mendapatkan ASI. Pemeriksaan ulang dilakukan
paling cepat 6 minggu sesudah bayi dan anak berhenti menyusu.
c. Jika tes serologis reaktif dan tes virologis belum tersedia, perlu dilakukan pemantauan
klinis ketat dan tes serologis diulang pada usia 18 bulan.
Bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan dengan gejala dan tanda diduga disebabkan oleh
infeksi HIV harus menjalani tes serologis dan jika hasil tes tersebut:
1) Reaktif diikuti dengan tes virologis.
2) Non reaktif tetap harus diulang dengan pemeriksaan tes serologis
pada usia 18 bulan.
Pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan yang sakit dan diduga disebabkan oleh infeksi
HIV tetapi tes virologis tidak dapat dilakukan, diagnosis ditegakkan menggunakan diagnosis
presumtif. Pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan yang masih mendapat ASI,
prosedur diagnostik awal dilakukan tanpa perlu menghentikan pemberian ASI. Anak yang
berumur di atas 18 bulan menjalani tes HIV sebagaimana yang dilakukan pada orang dewasa.
2. Tes virologis Polymerase Chain Reaction (PCR) Tes virologis direkomendasikan untuk
mendiagnosis anak berumur kurang dari 18 bulan. Tes virologis yang dianjurkan: HIV DNA
kualitatif dari darah lengkap atau Dried Blood Spot (DBS), dan HIV RNA kuantitatif dengan
menggunakan plasma darah. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk
diperiksa dengan tes virologis paling awal pada umur 6 minggu. Pada kasus bayi dengan
pemeriksaan virologis pertama hasilnya positif, maka terapi ARV harus segera dimulai; pada
saat yang sama dilakukan pengambilan sampel darah kedua untuk pemeriksaan tes virologis
kedua. Tes virologis terdiri atas:
a. HIV DNA kualitatif (EID) Tes ini mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung
pada keberadaan antibodi HIV. Tes ini digunakan untuk diagnosis pada bayi.
b. HIV RNA kuantitatif Tes ini untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah, dan dapat
digunakan untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV
DNA tidak tersedia.
Diagnosis HIV pada bayi dapat dilakukan dengan cara tes virologis, tes antibodi, dan
presumtif berdasarkan gejala dan tanda klinis.
1. Diagnosis HIV pada bayi berumur kurang dari 18 bulan, idealnya dilakukan
pengulangan uji virologis HIV pada spesimen yang berbeda untuk informasi
konfirmasi hasil positif yang pertama sebagaimana bagan di bawah ini.
2. Diagnosis presumtif infeksi HIV pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan. Bila
ada bayi dan anak berumur kurang dari 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi HIV, tetapi
perangkat laboratorium untuk HIV DNA kualitatif tidak tersedia, tenaga kesehatan
diharapkan mampu menegakkan diagnosis dengan cara diagnosis presumtif.
3. Diagnosis HIV pada Anak > 18 bulan, Remaja dan Dewasa. Tes untuk diagnosis HIV
dilakukan dengan tes antibodi menggunakan strategi III (pemeriksaan dengan
menggunakan 3 jenis tes antibodi yang berbeda sensitivitas dan spesivisitasnya).
4. CARA PENCEGAHAN
Upaya untuk mencegah penularan HIV/AIDS dikenal dengan prinsip ABCD, yaitu :
A – Abstinence
Abstinence merupakan suatu upaya untuk tidak melakukan hubungan seksual,
terutama bagi seseorang yang belum menikah.
B - Be Faithful
Be Faithful merupakan suatu upaya untuk tidak berganti-ganti pasangan atau dengan
kata lain menunjukkan sikap saling setia kepada pasangannya.
C - Condom
Melakukan hubungan seksual yang aman yaitu dengan menggunakan alat pelindung
atau kondom.
E - Save Equipment
Hindari pemakaian alat / bahan tidak steril.
c. Pengobatan
Obat-obatan Antiretroviral
Obat-obatan Antiretroviral (ARV) adalah beberapa obat yang digunakan untuk mengobati
infeksi HIV. Obat-obatan ini tidak membunuh virus, tapi memperlambat pertumbuhan
virus. HIV bisa mudah beradaptasi dan kebal terhadap satu golongan ARV. Oleh karena
itu, kombinasi golongan ARV akan diberikan pada penderita. Beberapa golongan ARV
adalah:
NNRTI (Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors). Jenis ARV ini akan bekerja
dengan menghilangkan protein yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri.
NRTI (Nucleoside reverse transcriptase inhibitors). Golongan ARV ini menghambat
perkembangan HIV di dalam sel tubuh.
Protease inhibitors. ARV jenis ini akan menghilangkan protease, jenis protein yang
juga dibutuhkan HIV untuk memperbanyak diri.
Entry inhibitors. ARV jenis ini akan menghalangi HIV untuk memasuki sel-sel CD4.
Integrase inhibitors. Jenis ARV ini akan menghilangkan integrase, protein yang
digunakan HIV untuk memasukkan materi genetik ke dalam sel-sel CD4.
Pengobatan kombinasi ini lebih dikenal dengan nama terapi antiretroviral (ART).
Biasanya pasien akan diberikan tiga golongan obat ARV. Kombinasi obat ARV yang
diberikan berbeda-beda pada tiap-tiap orang, jadi jenis pengobatan ini bersifat pribadi
atau khusus.
Beberapa obat ARV sudah digabungkan menjadi satu pil. Begitu pengobatan HIV
dimulai, mungkin obat ini harus dikonsumsi seumur hidup. Jika satu kombinasi ARV
tidak berhasil, mungkin perlu beralih ke kombinasi ARV lainnya.
Kelelahan
Mual
Ruam pada kulit
Diare
Satu bagian tubuh menggemuk, bagian lain kurus
Perubahan suasana hati
Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap
HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan
dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan
bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira
25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS
dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan
angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada
kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian
pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah
menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan
Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan
satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis
tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa
persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan.
http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30 WIB (access online)
Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S,
EGC, Jakarta
Sandy, Indah. 2011. Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada Pasien AIDS.
http://www.scribd.com/doc/49900217/Infeksi-Oportunistik-Susunan-Saraf-Pusat-Pada-AIDS.
Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.
Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. Lamongan, 10 Desember 2010.
13.10 WIB (access online)