Anda di halaman 1dari 21

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

“ HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency


Syndrom)”

Di Ruang 29 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :

Universitas Brawijaya Malang

Stikes Hafshawaty Genggong Probolinggo

MALANG
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Satuan Acara Penyuluhan yang berjudul “HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/


Acquired Immuno Deficiency Syndrom)” di Ruang 29 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
yang akan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 13 Desember 2019 yang disusun oleh :

MAHASISWA :

Universitas Brawijaya Stikes Hafshawaty Genggong


Vidia Indra Darmawan Saifullah

Tita Sefti Sudartya Marvelinda Diah

Alvinda Mutiara R. Vera Novita Sari

Riki Pratama

Telah disetujui dan disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

................................................ .................................................
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok Bahasa : HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired

Immuno Deficiency Syndrom)

Waktu : 45 Menit

Sasaran : Keluarga

Hari/Tanggal : Jumat, 13 Desember 2019

Tempat : Ruang 29 RSSA

A. Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah infeksi yang menyerang sistem


kekebalan dan melemahkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi. Seiring dengan
berkembangnya HIV dalam tubuh, virus tersebut secara perlahan menggerogoti sistem
kekebalan tubuh dan mengakibatkan munculnya sindrom dengan berbagai gejala dan
infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebut AIDS
(Acquired Immuno Deficiency Syndrome). HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel
darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit
yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel
limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi
infeksi yang masuk ke tubuh manusia.

Menurut World Health Organization (WHO) dilaporkan bahwa pada tahun 2011
terdapat 3,5 juta orang di Asia Tenggara hidup dengan HIV/ AIDS. Penderita HIV/AIDS
di Indonesia juga meningkat setiap tahunnya. Penemuan kasus baru HIV dan AIDS pada
tahun 2013 sebanyak 29.037 kasus HIV baru dan 11.493 kasus AIDS. Pada tahun 2014
meningkat menjadi 32.711 kasus HIV baru dan 7.875 kasus AIDS. Pada tahun 2015
mengalami penurunan penemuan kasus baru yaitu 30.935 kasus baru HIV dan 6.081
kasus AIDS. Prevalensi nasional HIV/AIDS pada tahun 2015 adalah 32,95%.

HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian


serius. AIDS dinyatakan sebagai penyakit mematikan karena memiliki Case Fatality Rate
(CFR) 100% dalam 5 tahun artinya dalam kurun waktu 5 tahun setelah penderita
dinyatakan menderita AIDS rata rata akan meninggal dunia. World Health Organization
menyebutkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 2,1 juta orang terinfeksi HIV baru dan 1,1
juta orang meninggal akibat AIDS diseluruh dunia. Kasus HIV/AIDS di Asia Pasifik pada
tahun 2015 terdapat 300.000 orang terinfeksi HIV baru dan 180.000 orang meninggal
akibat AIDS.

B. Tujuan Instruksional Umum

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, klien diharapkan dapat mengerti mengenai


pengertian HIV/AIDS, penyebab HIV/AIDS, macam-macam HIV/AIDS, tanda gejala
HIV/AIDS, manifestasi klinis HIV/AIDS, penularan HIV/AIDS, komplikasi HIV/AIDS,
pencegahan HIV/AIDS dan pengobatan HIV/AIDS.

C. Tujuan Instruksional Umum

Setelah diberikan penyuluhan selama 1 x 45 menit klien diharapkan mampu :

1. Menjelaskan pengertian HIV/AIDS


2. Menjelaskan penyebab HIV/AIDS
3. Menjelaskan macam-macam HIV/AIDS
4. Menjelaskan tanda gejala HIV/AIDS
5. Menjelaskan penularan HIV/AIDS
6. Menjelaskan pemeriksaan HIV/AIDS
7. Menjelaskan pencegahan HIV/AIDS
8. Menjelaskan pengobatan HIV/AIDS

D. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi

E. Alat bantu dan Media


1. Leaflet
2. LCD dan PPT

F. Materi pembelajaran (terlampir)


1. Pengertian HIV/AIDS
2. Penyebab HIV/AIDS
3. Macam-macam HIV/AIDS
4. Tanda gejala HIV/AIDS
5. Penularan HIV/AIDS
6. Pemeriksaan HIV/AIDS
7. Pencegahan HIV/AIDS
8. Pengobatan HIV/AIDS

G. PELAKSANAAN KEGIATAN

No Tahap Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan peserta


 Memberi salam pembuka  Menjawab salam
1. Pendahuluan 5 menit
dan perkenalan mahasiswa. 
 Menjelaskan tujuan.  Memperhatikan
 Kontrak waktu penyuluhan.  Memperhatikan
 Menggali pengetahuan  Menjawab pertanyaan
2. Penyajian 30
peserta mengenai mengenai teknik menyusui
menit
HIV/AIDS yang diketahui oleh peserta
sebelum diberikan
penyuluhan

 Menjelaskan tentang  Memperhatikan


HIV/AIDS

 Memberikan kesempatan  Menanyakan hal-hal yang


kepada peserta untuk belum dipahami
bertanya
 Pemateri Menyimpulkan  Mendengarkan
3. Penutup 10
Materi Penyuluhan
menit  Menjawab pertanyaan
 Pemateri mengadakan
evaluasi tentang :
1) Pengertian HIV/AIDS
2) Penyebab HIV/AIDS
3) Macam-macam
HIV/AIDS
4) Tanda gejala HIV/AIDS
5) Penularan HIV/AIDS
6) Pemeriksaan HIV/AIDS
7) Pencegahan HIV/AIDS
8) Pengobatan HIV/AIDS
 Moderator menyimpulkan
hasil diskusi
 Moderator menyampaikan
terimakasih kepada peserta  Mendengarkan
atas partisipasi
 Memberikan umpan balik
 Moderator mengucapkan
salam

 Menjawab salam

H. KRITERIA EVALUASI

1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan media dan tempat
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Ruang 29 RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang.
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
a. Diharapkan penyuluhan berjalan sesuai rencana
b. Diharapkan suasana penyuluhan kondusif dan tidak ada peserta yang
meninggalkan ruangan saat dilakukan penyuluhan
c. Diharapkan peserta antusias terhadap materi penyuluhan
d. Diharapkan peserta memberikan respon atau umpan balik berupa pertanyaan-
pertanyaan.

3. Evaluasi Hasil
a. Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan baik.
b. Peserta yang hadir 75% dari undangan.
c. Peserta mampu menjelaskan kembali tentang:
- Pengertian HIV/AIDS
- Penyebab HIV/AIDS
- Macam-macam HIV/AIDS
- Tanda gejala HIV/AIDS
- Penularan HIV/AIDS
- Pemeriksaan HIV/AIDS
- Pencegahan HIV/AIDS
- Pengobatan HIV/AIDS
MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian
HIV (Human immunodeficiency Virus) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang
muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan
defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat
menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun,
penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 :
171).
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan
tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09). AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang sudah
diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai
penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam kehamilan.
Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan akan
menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi
berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (World Health Organization) sebagai berikut:
- Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan
sebagai AIDS.

- Tahap II meliputi infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tak kunjung
sembuh.

- Tahap III meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih
dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru, atau

- Tahap IV meliputi penyakit parasit pada otak (toksoplasmosis), infeksi jamur kandida
pada saluran tenggorokan (kandidiasis), saluran pernafasan (trachea), batang saluran
paru-paru (bronchi) atau paru-paru.
2. Etiologi & Faktor Resiko
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-
2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka
untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari
lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari,
B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologis.

 Kelompok Berisiko Tinggi


Sesuai dengan perkembangan program serta inisiatif SUFA maka tes HIV juga harus
ditawarkan secara rutin kepada:
1) Populasi Kunci (Pekerja seks, Penasun, LSL, Waria) dan diulang minimal setiap 6
bulan sekali
2) Pasangan ODHA
3) Ibu hamil di wilayah epidemi meluas dan epidemi terkonsentrasi
4) Pasien TB
5) Semua orang yang berkunjung ke fasyankes di daerah epidemi HIV meluas
6) Pasien IMS
7) Pasien Hepatitis
8) Warga Binaan Pemasyarakatan
9) Lelaki Beresiko Tinggi (LBT) (homoseksual atau biseksual)

3. Macam infeksi HIV


Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga
Tahap :
1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan
limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan
pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis
merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia
non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T
menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi.
virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara
perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas
tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap
ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat
berakhir antara 7-10 tahun.
3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita
secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi
oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS.
Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi
HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun
gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143).

4. Tanda Gejala HIV/AIDS


Menurut KPA (2017) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi)
dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1) Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati

2) Selain terdapat gejala mayor terdapat juga gejala minor seperti :


a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal

Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a. Fase awal

Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi
kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang
lain.

b. Fase lanjut

Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran
kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan
menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.

c. Fase akhir

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.

Gejala penurunan kekebalan tubuh ditandai dengan mudahnya diserang penyakit lain,
dan disebut infeksi oportunitis. Maksudnya adalah penyakit yang disebabkan baik oleh
virus lain, bakteri, jamur, atau parasit (yang bisa juga hidup dalam tubuh kita), yang bila
system kekebalan tubuh baik kuman ini dapat dikendalikan oleh tubuh. Pada tahap ini
pengidap HIV telah berkembang menjadi penderita AIDS. Pada umumnya penderita
AIDS akan meninggal dunia sekitar 2 tahun setelah gejala AIDS ini muncul
Gejala AIDS yang timbul adalah :
 Radang paru
 Radang saluran pencernaan
 Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan
 Kanker kulit
 TBC
 Gangguan susunan saraf / neurologis.

5. Penularan HIV/AIDS
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,
2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak
dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan
dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006):
1) Seksual
2) Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua
cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama
laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti
kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua
individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari
individu yang terinfeksi HIV.
3) Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
4) Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke
dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada
pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan
prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja)
bagi petugas kesehatan.
5) Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan
karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan
sepenuhnya sebelum digunakan.
6) Melalui transplantasi organ pengidap HIV.
7) Penularan dari ibu ke anak Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya
saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
8) Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
Universitas Sumatera Utara Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang
kecil namun defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain
yang bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan
benda tajam (Fauci, 2000).

 Cara penularan HIV:


1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang
yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.

 Penularan secara perinatal


1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat
itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari
ibu dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan atau
juga melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

Menurut WHO (2016), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan
antara lain:
1. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas
dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan
pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan
dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
2. Memakai milik penderita, menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan
makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.

6. Pemeriksaan diagnostik
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- Hematokrit.
- LED
- CD4 limfosit
Sgd
CD4 adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi. Jika digunakan
bersamaan dengan penilaian klinis, CD4 dapat menjadi petunjuk dini progresivitas
penyakit karena jumlah CD4 menurun lebih dahulu dibandingkan kondisi klinis.
Pemantauan CD4 dapat digunakan untuk memulai pemberian ARV atau penggantian
obat. Jumlah CD4 dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang dideritanya.
Bila mungkin harus ada 2 kali hasil pemeriksaan CD4 di bawah ambang batas sebelum
ARV dimulai. Makin muda umur, makin tinggi nilai CD4. Untuk anak < 5 tahun
digunakan persentase CD4. Bila ≥ 5 tahun, jumlah CD4 absolut dapat digunakan. Pada
anak < 1 tahun jumlah CD4 tidak dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas, karena
risiko kematian dapat terjadi bahkan pada jumlah CD4 yang tinggi.
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin

Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan
AIDS ditambahkan dan ditegaskan pula indikasi tes HIV yaitu:
1. Setiap orang dewasa, anak, dan remaja dengan kondisi medis yang diduga terjadi infeksi HIV
terutama dengan riwayat tuberkulosis dan IMS.
2. Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin
3. Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan pencegahan HIV.
Untuk melakukan tes HIV pada anak diperlukan izin dari orang tua/wali yang memiliki hak
hukum atas anak tersebut (contoh nenek/kakek/orang tua asuh, bila orang tua kandung meninggal
atau tidak ada) merujuk pada peraturan lain terkait anak. Sedikit berbeda dengan orang dewasa,
bayi dan anak memerlukan tes HIV pada kondisi di bawah ini:
1. Anak sakit (jenis penyakit yang
berhubungan dengan HIV seperti TB berat atau mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau
pneumonia berulang dan diare kronis atau berulang)
2. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi
HIV dan sudah mendapatkan tindakan pencegahan penularan dari ibu ke anak.
3. Untuk mengetahui status
bayi/anak kandung dari ibu yang didiagnosis terinfeksi HIV (pada umur berapa saja) - 11 – 4
4. Untuk mengetahui status seorang
anak setelah salah satu saudara kandungnya didiagnosis HIV; atau salah satu atau kedua
orangtua meninggal oleh sebab yang tidak diketahui tetapi masih mungkin karena HIV.
5. Terpajan atau potensial terkena
infeksi HIV melalui jarum suntik yang terkontaminasi, menerima transfusi berulang dan sebab
lain.
6. Anak yang mengalami kekerasan
seksual.
Tes diagnostik HIV merupakan bagian dari proses klinis untuk menentukan diagnosis. Diagnosis
HIV ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Jenis pemeriksaan laboratorium HIV dapat
berupa:
1. Tes serologi Tes serologi terdiri atas:
12) Tes cepat Tes cepat dengan reagen yang sudah dievaluasi oleh institusi yang
ditunjuk Kementerian Kesehatan, dapat mendeteksi baik antibodi terhadap HIV-1
maupun HIV-2. Tes cepat dapat dijalankan pada jumlah sampel yang lebih sedikit
dan waktu tunggu untuk mengetahui hasil kurang dari 20 menit bergantung pada
jenis tesnya dan dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih.
13) Tes Enzyme Immunoassay (EIA) Tes ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan
HIV-2. Reaksi antigenantibodi dapat dideteksi dengan perubahan warna.
14) Tes Western Blot Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang
sulit.
Bayi dan anak umur usia kurang dari 18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat dan belum
dilakukan tes virologis, dianjurkan untuk dilakukan tes serologis pada umur 9 bulan (saat bayi
dan anak mendapatkan imunisasi dasar terakhir). Bila hasil tes tersebut:
a. Reaktif harus segera diikuti dengan pemeriksaan tes virologis untuk mengidentifikasi kasus
yang memerlukan terapi ARV.
b. Non reaktif harus diulang bila masih mendapatkan ASI. Pemeriksaan ulang dilakukan
paling cepat 6 minggu sesudah bayi dan anak berhenti menyusu.
c. Jika tes serologis reaktif dan tes virologis belum tersedia, perlu dilakukan pemantauan
klinis ketat dan tes serologis diulang pada usia 18 bulan.
Bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan dengan gejala dan tanda diduga disebabkan oleh
infeksi HIV harus menjalani tes serologis dan jika hasil tes tersebut:
1) Reaktif diikuti dengan tes virologis.
2) Non reaktif tetap harus diulang dengan pemeriksaan tes serologis
pada usia 18 bulan.

Pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan yang sakit dan diduga disebabkan oleh infeksi
HIV tetapi tes virologis tidak dapat dilakukan, diagnosis ditegakkan menggunakan diagnosis
presumtif. Pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan yang masih mendapat ASI,
prosedur diagnostik awal dilakukan tanpa perlu menghentikan pemberian ASI. Anak yang
berumur di atas 18 bulan menjalani tes HIV sebagaimana yang dilakukan pada orang dewasa.
2. Tes virologis Polymerase Chain Reaction (PCR) Tes virologis direkomendasikan untuk
mendiagnosis anak berumur kurang dari 18 bulan. Tes virologis yang dianjurkan: HIV DNA
kualitatif dari darah lengkap atau Dried Blood Spot (DBS), dan HIV RNA kuantitatif dengan
menggunakan plasma darah. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk
diperiksa dengan tes virologis paling awal pada umur 6 minggu. Pada kasus bayi dengan
pemeriksaan virologis pertama hasilnya positif, maka terapi ARV harus segera dimulai; pada
saat yang sama dilakukan pengambilan sampel darah kedua untuk pemeriksaan tes virologis
kedua. Tes virologis terdiri atas:
a. HIV DNA kualitatif (EID) Tes ini mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung
pada keberadaan antibodi HIV. Tes ini digunakan untuk diagnosis pada bayi.
b. HIV RNA kuantitatif Tes ini untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah, dan dapat
digunakan untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV
DNA tidak tersedia.
Diagnosis HIV pada bayi dapat dilakukan dengan cara tes virologis, tes antibodi, dan
presumtif berdasarkan gejala dan tanda klinis.
1. Diagnosis HIV pada bayi berumur kurang dari 18 bulan, idealnya dilakukan
pengulangan uji virologis HIV pada spesimen yang berbeda untuk informasi
konfirmasi hasil positif yang pertama sebagaimana bagan di bawah ini.
2. Diagnosis presumtif infeksi HIV pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan. Bila
ada bayi dan anak berumur kurang dari 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi HIV, tetapi
perangkat laboratorium untuk HIV DNA kualitatif tidak tersedia, tenaga kesehatan
diharapkan mampu menegakkan diagnosis dengan cara diagnosis presumtif.
3. Diagnosis HIV pada Anak > 18 bulan, Remaja dan Dewasa. Tes untuk diagnosis HIV
dilakukan dengan tes antibodi menggunakan strategi III (pemeriksaan dengan
menggunakan 3 jenis tes antibodi yang berbeda sensitivitas dan spesivisitasnya).
4. CARA PENCEGAHAN

Upaya untuk mencegah penularan HIV/AIDS dikenal dengan prinsip ABCD, yaitu :

 A – Abstinence
Abstinence merupakan suatu upaya untuk tidak melakukan hubungan seksual,
terutama bagi seseorang yang belum menikah.

 B - Be Faithful
Be Faithful merupakan suatu upaya untuk tidak berganti-ganti pasangan atau dengan
kata lain menunjukkan sikap saling setia kepada pasangannya.

 C - Condom
Melakukan hubungan seksual yang aman yaitu dengan menggunakan alat pelindung
atau kondom.

 D - Don’t Share Syringe / Don’t Inject


Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit secara bergantian
dengan orang lain, terutama di kalangan pemakai narkoba.

 E - Save Equipment
Hindari pemakaian alat / bahan tidak steril.

c. Pengobatan
 Obat-obatan Antiretroviral

Obat-obatan Antiretroviral (ARV) adalah beberapa obat yang digunakan untuk mengobati
infeksi HIV. Obat-obatan ini tidak membunuh virus, tapi memperlambat pertumbuhan
virus. HIV bisa mudah beradaptasi dan kebal terhadap satu golongan ARV. Oleh karena
itu, kombinasi golongan ARV akan diberikan pada penderita. Beberapa golongan ARV
adalah:
 NNRTI (Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors). Jenis ARV ini akan bekerja
dengan menghilangkan protein yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri.
 NRTI (Nucleoside reverse transcriptase inhibitors). Golongan ARV ini menghambat
perkembangan HIV di dalam sel tubuh.
 Protease inhibitors. ARV jenis ini akan menghilangkan protease, jenis protein yang
juga dibutuhkan HIV untuk memperbanyak diri.

 Entry inhibitors. ARV jenis ini akan menghalangi HIV untuk memasuki sel-sel CD4.

 Integrase inhibitors. Jenis ARV ini akan menghilangkan integrase, protein yang
digunakan HIV untuk memasukkan materi genetik ke dalam sel-sel CD4.

Pengobatan kombinasi ini lebih dikenal dengan nama terapi antiretroviral (ART).
Biasanya pasien akan diberikan tiga golongan obat ARV. Kombinasi obat ARV yang
diberikan berbeda-beda pada tiap-tiap orang, jadi jenis pengobatan ini bersifat pribadi
atau khusus.

Beberapa obat ARV sudah digabungkan menjadi satu pil. Begitu pengobatan HIV
dimulai, mungkin obat ini harus dikonsumsi seumur hidup. Jika satu kombinasi ARV
tidak berhasil, mungkin perlu beralih ke kombinasi ARV lainnya.

Penggabungan beberapa tipe pengobatan untuk mengatasi infeksi HIV bisa


menimbulkan reaksi dan efek samping yang tidak terduga. Selalu konsultasikan kepada
dokter sebelum mengonsumsi obat yang lain.

 Konsumsi Obat Secara Teratur


Anda harus membuat jadwal rutin untuk memasukkan pengobatan HIV ke dalam pola
hidup sehari-hari. Pengobatan HIV bisa berhasil jika Anda mengonsumsi obat secara
teratur (pada waktu yang sama setiap kali minum obat). Jika melewatkan satu dosis saja,
efeknya bisa meningkatkan risiko kegagalan. 

 Efek Samping Pengobatan HIV


Semua pengobatan untuk HIV memiliki efek samping yang tidak menyenangkan. Jika
terjadi efek samping yang tidak normal, Anda mungkin perlu mencoba kombinasi obat-
obatan ARV yang lainnya. Berikut adalah contoh efek samping yang umumnya terjadi:

 Kelelahan
 Mual
 Ruam pada kulit
 Diare
 Satu bagian tubuh menggemuk, bagian lain kurus
 Perubahan suasana hati

 Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap
HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan
dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan
bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira
25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS
dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan
angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada
kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian
pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah
menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan
Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan
satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis
tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa
persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan


pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series

Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran.


Jakarta Barat: Binarupa Aksara

Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan.
http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30 WIB (access online)

Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006

Athur, Frank. 2010. Toxoplasmosis. http://www.scribd.com/doc/81494363/BAB-I-II-III-Edit-


Toxoplasmosis. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S,
EGC, Jakarta

Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. Lamongan, 10


Desember 2010. 13.00 WIB (access online)

Manjur,A.,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Sandy, Indah. 2011. Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada Pasien AIDS.
http://www.scribd.com/doc/49900217/Infeksi-Oportunistik-Susunan-Saraf-Pusat-Pada-AIDS.
Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

Syahlan, JH (1997) AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media


Wilkinson,J.M. 2006. Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. Lamongan, 10 Desember 2010.
13.10 WIB (access online)

Anda mungkin juga menyukai