Anda di halaman 1dari 10

Karakterisasi Dan Aplikasi Antibodi Monoklonal WDSSB5 Untuk Deteksi Virus

Dengue Pada Sel C6/36 Dengan Metode Imunositokimia

Nurminha , Siti Rahmah Umniyati , Wayan T. Artama


1Program Pascasarjana Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
2 Jurusan Analis Kesehatan,Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang,
3Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
4 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada
Abstrak
Virus Dengue tersebar di seluruh dunia yang terdiri dari 4 serotype Dengue 1, 2, 3 dan 4 masih
endemis di Indonesi. Isolasi virus Dengue menggunakan kultur sel C6/36 merupakan baku emas
untuk menegakkan diagnosis infeksi virus Dengue. Team Dengue UGM telah berhasil
memproduksi antibodi monoklonal terhadap virus Dengue-3 antara lain yang berasal dari sel hibrid
DSSC7, DSSE10 dan WDSSB5. Deteksi antigen virus Dengue pada organ nyamuk Ae.aegypti dan
pada sediaan apus darah manusia dengan metode imunositokimia SBPC menggunakan antibodi
primer DSSC7 mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, sedangkan sel hibrid WDSSB5
belum dikarakterisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan karakterisasi dan mengaplikasi
antibodi monoklonal WDSSB5 sebagai antibodi primer untuk mendeteksi virus Dengue dari serum
pasien yang positif mengandung virus Dengue yang diisolasi pada sel C6/36 dengan metode
imunositokimia SBPC. Desain penelitian ini adalah eksperimental. Hasil penelitian didapatkan
antibodi monoklonal WDSSB5 termasuk klas IgG dan sub klas IgG1. Kadar antibodi monoklonal
WDSSB5 terkecil yang dapat mendeteksi antigen Dengue pada sel C6/36 adalah 2,2 μg/μl. Antibodi
monoklonal WDSSB5 sensitif dan spesifik mampu mendeteksi antigen Dengue 1, 2, 3, 4 pada sel
C6/36 dengan metode imunositokimia SBPC.

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit menular yang pengendalian vektor, urbanisasi, dan lain
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat sebagainya mempengaruhi terjadinya wabah
di Indonesia adalah Demam Berdarah demam berdarah di daerah perkotaan. Belum
Dengue (DBD). Demam berdarah dengue ada prediksi yang tepat untuk menunjukkan
muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) kehadiran dan kepadatan vektor (terutama
sehingga mengakibatkan kepanikan di Aedes Aegypti di lingkungan perkotaan dan
masyarakat karena berisiko meyebabkan semi perkotaan). Penyebaran dengue
kematian serta penyebarannya sangat cepat. dipengaruhi faktor iklim seperti curah hujan,
Angka kejadian demam berdarah terus suhu dan kelembaban. Kelangsungan hidup
meningkat dari 21.092 (tahun 2015) menjadi nyamuk akan lebih lama bila tingkat
25.336 orang (tahun 2016) (Dinkesprov Jawa kelembaban tinggi, seperti selama musim
Timur, 2017). hujan (Nazri, Hashim, Rodziah, Hassan, &
Yazid, 2013).
Demam Berdarah Dengue masih
menjadi permasalahan kesehatan baik di Virus Dengue tersebar di seluruh
wilayah perkotaan maupun wilayah semi- dunia, terdiri dari 4 serotipe yaitu Dengue 1,
perkotaan. Perilaku vektor dan hubungannya 2, 3, dan 4. Semua serotipe masih endemis di
dengan lingkungan, seperti iklim, Indonesia..Jumlah kasus DBD di Indonesia
menurut data WHO selama tahun 2006 Biotin Peroksidase Complex (SBPC). Teknik
sampai 2008, tercatat pada tahun 2006 ini menggunakan antibodi sekunder yang
terdapat 106.425 kasus DBD, dengan dilabel biotin yang bisa mengenal antibodi
kematian sebanyak 1.132 dan Case Fatality primer (antibodi monoklonal atau antibodi
Rate (CFR) DBD sebesar 1,06 %. Pada poliklonal) dan menggunakan konjugat
Tahun 2007 terdapat 188.115 kasus, dengan streptavidin yang dilabel enzim horseradish-
kematian mencapai 1.599 dan CFR sebesar peroxidase dan campuran substrat kromogen
1,01%, sedangkan pada tahun 2008 terdapat untuk mendeteksi antigen pada sel atau
101.656 kasus, dengan kematian sebanyak jaringan dengan sesitivitas yang sangat tinggi
737 dan CFR sebesar 0.73%. sehingga antigen dengan kadar rendah bisa
Perjalanan penyakit DBD sangat terdeteksi. Dasar utama reaksi
cepat, sehingga jika tidak segera imunositokimia SBPC adalah ikatan yang
mendapatkan penanganan yang tepat sering kuat antara streptavidin dengan biotin.Metode
berakibat fatal. Sampai saat ini diagnosis
imunositokimia dapat digunakan untuk
DBD di Indonesia terutama masih
berdasarkan diagnosis klinis tanpa diikuti mendeteksi virus Dengue pada berbagai
konfirmasi diagnosis virologis. Konfirmasi organ nyamuk, jaringan parafin atau pada
virologis sebenarnya dapat dilakukan sejak buffi coat. Sedangkan pada sel C6/36 belum
dini sebab viremia terjadi 2 hari sebelum ada laporannya. Pemeriksaan sediaan
demam dan selama demam. Namun imunosito- kimia dapat dilakukan hanya
perangkat diagnostik untuk maksud tersebut dengan mikroskop cahaya yang banyak
sampai saat ini belum tersedia.
tersedia di laboratorium 9 dan tidak
Isolasi virus merupakan gold standar memerlukan ketrampilan tertentu. Sedangkan
untuk menegakkan diagnosis pasti infeksi untuk pemeriksan sediaan imuno- fluoresen
virus Dengue menggunakan kultur sel. Kultur harus diperiksa di bawah mikroskop
sel yang banyak digunakan adalah sel AP/61 fluoresen yang mahal dan jarang tersedia di
(Ae.pseudoscutellaris), sel C6/36 (Ae.albo- laboratorium.
pictus) dan TRA-284 (Toxorrhynchites
Deteksi infeksi virus Dengue
amboinensis). Hasil kultur biasanya diidenti-
menguna- kan metode imunositokimia SBPC
fikasi dengan menggunakan metode imuno-
diperlukan antibodi monoklonal spesifik
fluoresen DF A (Direct Immunofluorescent
terhadap virus Dengue sebagai salah satu
Assay) atau IF A (Indirect
reagen diagnostik. Sehubungan dengan hal
Immunofluorescent Assay). Meskipun meru-
tersebut Tim Dengue UGM telah berhasil
pakan cara terbaik untuk memastikan infeksi
memproduksi antibodi monoklonal terhadap
virus Dengue, metode ini memerlukan
virus Dengue-3 strain H- 87 melalui tiga kali
peralatan laboratorium yang canggih, dan
fusi. Sel- sel hibrid penghasil antibodi
memerlukan waktu yang lama.Keuntungan
monoklonal terhadap virus Dengue telah
melakukan isolasi virus Dengue dapat
diperoleh dari fusi I, II, dan III berturut-turut
dihasilkan isolat virus Dengue lokal yang
sebanyak 4 klon, 13 klon, 22 klon. Sel-sel
dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut.
hibrid penghasil antibodi monoklonal tersebut
Metode imunositokimia yang kini antara lain DSSC7, DSSE10 dan WDSSB5.
tersedia secara komersial adalah Streptavidin Antibodi monoklonal DSSC7 telah
diaplikasikan sebagai antibodi primer untuk
deteksi antigen virus Dengue pada organ Populasi dalam penelitian ini adalah
nyamuk Ae.aegypti dan pada sediaan apus semua penderita demam hari pertama sampai
darah manusia dengan metode dengan hari ke-7 yang berasal dari RSUD
imunositokimia SBPC mempunyai Penembahan Senopati Bantul Y ogyakarta.
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Sampel diambil dengan teknik purposif
Sedangkan sel hibrid WDSSB5 belum sampling yaitu sebanyak 29 pasien yang
dikarakterisasi.Tujuan penelitian ini adalah positif mengandung virus Dengue. Serum
untuk melakukan karakterisasi dan sampel diinokulasi melalui nyamuk kemudian
mengaplikasikan antibodi monoklonal diinokulasikan pada sel C6/36 diinkubasi
WDSSB5 sebagai antibodi primer untuk pada suhu 29 oC-30 oC tanpa CO2 selama 5-
mendeteksi virus Dengue yang berasal dari 11 hari. Sebagai kontrol positif strain virus
serum pasien positif mengandung virus Dengue 1, 2, 3, 4 yang berasal dari strain H-
Dengue yang diisolasi pada sel C6/36 dengan 87 (prototipe) yang diinokulasikan pada sel
metode imunositokimia SBPC. C6/36 diinkubasi 00pada suhu 29 C-30 C
tanpa CO2 selama 1- 4 hari. Sebagai kontrol
Metode
negatif adalah sel C6/36 yang tidak diinfeksi
Desain penelitian yang digunakan virus Dengue diperlakukan sama seperti
adalah eksperimental, dengan rancangan studi sampel.
Posttest Control Group Design. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Parasitologi
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Pengumpulan data diperoleh dari
Mada. Waktu penelitian dimulai bulan
kegiatan penelitian meliputi: propagasi
Oktober 2009 sampai Januari 2011.
hibridoma dan karakterisasi antibodi
Monoclonal WDSSB5 serta
mengaplikasikanantibodi monoklonal
WDSSB5 untuk identifikasi virus Dengue
pada sel C6/36 menggunakan metode
Immunositokimia SBPC. Analisa data
mengunakan univariat.

Hasil

Dari hasil propagasi klon hibridoma


WDSSB5 diperoleh antibodi monoklonal
dalam cairan asites sebanyak 19,5 ml. Hasil
karakterisasi antibodi monoklonal WDSSB5
dengan metode antigen mediated ELISA
didapatkan bahwa antibodi monoklonal
WDSSB5 termasuk klas IgG dan subklas
IgG1. Kadar protein asites WDSSB5 sebesar
11 μ g/μ l, dan hasil optimasi diperoleh kadar
protein asites WDSSB5 terendah adalah 2,2 μ
g/μ l yang optimal untuk mendeteksi virus negatif sel C6/36 yang tidak diinfeksi virus
Dengue-3 pada sediaan sel C6/36 (table 1). Dengue dan sel C6/36 yang diinfeksi virus
Pada pemeriksaan mikroskopis sediaan Dengue tetapi tidak diberi antibodi primer
imunositokimia SBPC menggunakan antibodi saat pelaksanaan uji imunositokimia SBPC.
primer WDSSB5 berhasil mendeteksi antigen
Dengue-3 pada sediaan sel C6/36 reaksi
positif yang ditunjukkan oleh warna coklat
pada sitoplasma sel. Reaksi negatif
ditunjukkan dengan warna biru pada kontrol

Tabel 1. Hasil pemeriksaan imunositokimia SBPC optimasi kadar antibodiprimer WDSSB5


pada sediaan sel C6/36 yang diinfeksi virus Dengue-3 inkubasi 4 hari.

Jumlah Sel
Kadar Protein Asites Positif

WDSSB5 III
I II Rate (%)

(μg/μl) (+) (+)


(+) (-) (-) (-) rata-rata

2,2 465 0 478 0 459 0 100

1,1 389 61 405 53 411 49 88.0

0,22 367 353


347 84 71 61 83,2

0,11 309 132 317 108 299 118 72,1

Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa kadar terendah 2,2 μ g/μ l yang dapat
antibodi monoklonal WDSSB5 dapat mendeteksi infeksi virus Dengue 3 dengan
diaplikasikan sebagai antibodi primer untuk positif rate 100 %.
mendeteksi antigen Dengue 3 pada sel C6/36
dengan metode imunositokimia SBPC.dengan Hasil uji sensitivitas dan spesifisitas antibodi
monoklonal WDSSB5 pada peme- riksaan
mikroskopis imunositokimia SBPC dengan C6/36 mulai masa inkubasi 1 hari seperti
antibodi primer WDSSB5 2,2 μ g/μ l mampu tercantum pada tabel 2.
mendeteksi virus Dengue 1, 2, 3, 4 pada sel

Tabel 2. Hasil pemeriksaan imunositokimia SBPC pada sel C6/36 yang diinfeksi virus Dengue
1, 2, 3, 4 inkubasi 1-4 hari.

Serotipe Jumlah Sel


Inkubasi Positif

Virus II rate (%)


(hari) I III

Dengue (+) (+) rata-rata


(+) (-) (-) ( -)

Dengue-1 1 338 0 389 0 356 0 100

2 353 0 333 0 367 0 100

3 267 289
272 0 0 0 100

4 109 0 121 0 133 0 100

Dengue-2 1 348 0 327 0 356 0 100

2 346 0 337 0 359 0 100

3 301 0 279 0 287 0 100

4 255 0 223 0 248 0 100

Dengue-3 1 428 0 456 0 433 0 100


2 349 357
366 0 0 0 100

3 325 0 317 0 329 0 100

4 208 0 198 0 187 0 100

Dengue-4 1 413 0 422 0 435 0 100

2 375 0 368 0 397 0 100

3 305 0 314 0 321 0 100

188 0 0 0 100
4 176 197

Data pada tabel 2 menunjukkan dan 4 dari isolat local (sampel), sedangkan
bahwa antibodi primer WDSSB5 dengan kontrol negatif menggunakan PBS (Phosphat
kadar 2,2 μ g/μ l mampu mendeteksi infeksi Buffer Saline).
virus Dengue 1, 2, 3, 4 pada sel C6/36 yang
diinkubasi mulai 1 hari dengan rata-rata Selanjutnuya pada penelitian ini,
positif ratenya 100%. Hal ini membuktikan antibodi monoklonal WDSSB5 diaplikasikan
bahwa antibodi primer WDSSB5 sensitif sebagai antibodi primer untuk mendeteksi
mampu mendeteksi infeksi virus Dengue 1, 2, antigen Dengue pada sediaan sel C6/36 yang
3, 4 sejak awal infeksi. berasal dari serum pasien yang positif
mengandung virus Dengue yang
Hasil uji spesifisitas antibodi diinokulasikan pada sel C6/36 dengan metode
monoklonal WDSSB5 terhadap antigen imunositokimia SBPC. Hasil pemeriksaan
Dengue dilakukan dengan Dot Blot reaksi mikroskopi didapatkan reaksi positif terlihat
positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna coklat pada sitoplasma sel C6/36
warna hitam pada dot blot. Pada uji ini kontrol positif serta sitoplasma sel C6/36
mengunakan antigen Dengue 1, 2, 3, 4 yang terinfeksi virus Dengue yang berasal
sebagai kontrol positif, antigen Dengue 1, 3 dari serum pasien. Reaksi negatif terlihat
warna biru pada kontrol negatif dan pada Dengue yang tidak diberi antibodi primer saat
sitoplasma sel C6/36 yang diinfeksi virus pelaksanaan uji imunositokimia (table 3)

Tabel 3. Hasil pemeriksaan mikroskopis sediaan imunositokimia SBPC sel C6/36 yang
diinfeksi virus Dengue berasal dari serum pasien yang positif mengandung virus Dengue.

Inkubasi sel Imunsitokimia


NO SAMPEL Dengue (RT Positif Rate rata-
C6/36 (hari) Demam (hari) SBPC
PCR) rata (%)

1 Potisif
9 5 1 100

2 Positif
9 4 1 100

11 4 3 Positif 100
3

4 9 5 1 Positif 100

5 Positif
7 5 1 100

6 Positif
10 5 1 100

7 Positif
10 3 1 100

8 Positif
10 1 1 68.52

9 4 3 &4 Positif 91.62


9

10 7 4 1 Positif 100
11 Positif
10 5 1 100

12 Positif
10 5 1 91.38

13 Positif
9 5 1 52.01

14 Positif
10 4 1 &3 91.68

9 3 1 &3 Positif 55.95


15

16 10 1 1 Positif 90.19

17 Positif
10 4 1 64.38

18 Positif
11 4 1 100

19 Positif
9 3 1 93.07

20 Positif
10 5 1 83.78

5 4 3 Positif 61.82
21

22 5 5 1 Positif 35.29

23 Positif
5 7 1 55.15

24 Negatif
10 4 1 0

25 Positif
7 5 1 100
26 Positif
5 4 1 53.36

7 4 3 Positif 100
27

28 7 4 1 Positif 100

5 4 4 Positif
29 84.22

Data pada tabel 3 menunjukkan in South East Asia Region: An epide


bahwa antibodi primer WDSSB5 berhasil miological perspective. 2008.
mendeteksi antigen Dengue pada sediaan sel 4. Umniyati,S.R., Soeyoko, Mulyaningsih,
C6/36 yang terinfeksi virus Dengue yang B. Pengembangan antibodi monoklonal
berasal dari serum pasien yang positif dengan anti Dengue-3 produksi local Universitas
metode imunositokimia SBPC baik serotipe Gadjah Mada untuk Deteksi infeksius
Dengue 1, Dengue 3 dan Dengue 4. Positif Virus Dengue pada nyamuk Aedes spp.
rate-nya berkisar antara 35,29%-100%. Laporan penelitian Hibah Bersaing X/l,
Positif rate-nya berbeda-beda tergantung dari Universitas Gadjah Mada, Y ogyakarta.
konsentrasi virus Dengue dan waktu inkubasi 2003.
sel C6/36. Dari 29 serum pasien yang 5. Kao, C.L., King, C.C., Chao, D.Y., Wu,
diinokulasikan pada sel C6/36 didapatkan H.L., and Chang, G.J.J. Laboratory
hasil 96,5 % positif yaitu 28 positif dan 1 diagnosis of dengue virus infection :
negatif. current and future perspectives in clinical
diagnosis and public health. J. Microbiol.
Immunol. Infect. 2005. 38:5-16.
6. Aryati. Aspek laboratorium DBD. Dalam:
Daftar Pustaka
S.Soegijanto, Demam Berdarah Dengue,
Edisi 2, p. 117-30. Airlangga University
1. Listiyaningsih, Prediksi Evolusi Genetik Press, Surabaya. 2006.
Virus Dengue di Indonesia. Dalam 7. Anonim, 2005. Histology and
Seminar Kajian KLB dari Biologi Immunocytochemistry. Available at
Molekuler sampai Pemberantasannya. website:www.hmds.org.uk/histolog
Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas
Kedokteran UGM, Yogyakarta. 2005. 8. Umniyati, S.R. Teknik imunositokimia
2. Sutaryo. Dengue, Penerbit Medika. dengan antibody monoclonal DSSC7
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah untuk kajian pathogenesis infeksi dan
Mada, Yogyakarta. 2004. pp: 17-96 penularan transovarial virus dengue serta
3. World Health Organization. Dengue status surveilansi virologist vector dengue.
Disertasi, UGM, Yogyakarta. 2009. Inc, London. 1983.
9. Sutaryo, Umniyati, S.R., dan Wahyono, 11. Artama, W.T. Pedoman Kuliah Antibodi
D. Produksi antibodi monoklonal terhadap Monoklonal, Teori, Produksi,
virus dengue-3 untuk Deteksi Penderita Karakterisasi dan Penerapan. PAU-
Demam Berdarah Dengue dan vektornya. Bioteknologi UGM, Yogyakarta. 1992.
Laporan Penelitian RUT-3 Tahun I. FK
UGM, Yogyakarta. 1996.
10. Goding, J.W. Monoclonal Antibodies
Principle and Practice, Academic press,

Anda mungkin juga menyukai