Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PENDAHULUAN

“ASUHAN KEPERAWATAN SINDROME NEFRITIS AKUT”

Oleh :

Kelompok 12

1. I KOMANG GEDE PUTRA ADNYANA (17C10144)


2. I KADEK DHARMA PUTRA (17C10168)
3. I KADEK ASPRIADHI BATHESTHUTHA (17C10148)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat Beliau dan kerja keras penulis, maka “MAKALAH ASKEP SYNDROME
NEFRITIS AKUT” dapat penulis selesaikan dengan tepat waktu. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis
dalam pembuatan makalah, diantaranya :

1. Bapak I G.P. Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D. selaku Rektor ITEKES
Bali yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menuntut ilmu
di sini.
2. Bapak Ns. Gst. Kade Adi Widyas Pranata, S.Kep., M.S. selaku dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak II yang telah membimbing
penulis dalam pembuatan makalah ini.
3. Teman-teman kelompok yang telah berperan dalam proses pembuatan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah yang telah penulis susun jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik untuk berikutnya.

Denpasar, 15 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................1

1.3 Tujuan ...............................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................3

2.1 Definisi .............................................................................................3

2.2 Etiologi .............................................................................................3

2.3 Patofisiologi ......................................................................................4

2.4 Manisfestasi Klinis............................................................................6

2.5 Komplikasi .......................................................................................9

2.6 Pemeriksaan Diagnostic ....................................................................9

2.7 Penatalaksanaan medis dan keperawatan..........................................10

2.8 WOC .................................................................................................13

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ..............................18

3.1 Pengkajian .........................................................................................18

3.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................21

3.3 Intervensi .........................................................................................23

ii
3.4 Implementasi ...................................................................................66

3.5 Evaluasi ...........................................................................................66

BAB IV PENUTUP ...............................................................................68


4.1 Kesimpulan ......................................................................................68
4.2 Saran .................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................69

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Nefritis Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis
berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis
(proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). SNA
merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus
dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus
pada seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu
streptokokus ß hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau
saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi
saluran nafas dan 1 . 3 minggu untuk infeksi kulit. (Rena dan Suwitra, 2010).
Glomerulonefritis pascastreptococus kadang disebut Nefritis Akut
yang dapat menyerang anak yang mengalami infeksi sterptococus hemolitikus
beta, biasanya faringitis 2-3 minggu sebelumnya. Kompleks imun terdiri dari
streptokokus, antibodi, dan komplemen yang terdeposit di glomerulus.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Sindrom Nefritis Akut (SNA)?
1.2.2. Apa etiologi dari Sindrom Nefritis Akut (SNA) ?
1.2.3. Apa patofisiologi dari Sindrom Nefritis Akut (SNA)?
1.2.4. Apa manifestasi klinis dari Sindrom Nefritis Akut (SNA) ?
1.2.5. Apa komplikasi dari Sindrom Nefritis Akut (SNA)
1.2.6. Apa pemeriksaan diagnostic dari sindrom nefritis akut ?
1.2.7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari setiap klasifikasi sindrom
nefritis akut?
1.2.8. Bagaimana WOC dari sindrom nefritis akut?
1.2.9. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis pada sindrom nefritis akut?

1
1.3 Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui pengertian sindrom nefritis akut


1.3.2. Untuk mengetahui etiologi dari sindrom nefritis akut
1.3.3. Untuk mengetahui patofisiologi dari sindrom nefritis akut
1.3.4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sindrom nefritis akut
1.3.5. Untuk mengetahui komplikasi dari sindrom nefritis akut
1.3.6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari sindrom nefritis akut
1.3.7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari sindrom nefritis akut
1.3.8. Untuk mengetahui WOC dari sindrom nefritis akut
1.3.9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan secara teori pada sindrom
nefritis akut

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Sindrom Nefritis Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis


berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis
(proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). SNA
merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus
dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus
pada seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu
streptokokus ß hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau
saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi
saluran nafas dan 1 . 3 minggu untuk infeksi kulit. (Rena dan Suwitra, 2010).
Glomerulonefritis pascastreptococus kadang disebut Nefritis Akut
yang dapat menyerang anak yang mengalami infeksi sterptococus hemolitikus
beta, biasanya faringitis 2-3 minggu sebelumnya. Kompleks imun terdiri dari
streptokokus, antibodi, dan komplemen yang terdeposit di glomerulus.

2.2 ETIOLOGI

3
Penyakit SNA sering ditemukan pada anak berumur 3 – 7 tahun dan
lebih sering mengenai anak pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA
didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas
dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12, 4,
16, 25 dan 49. Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten
selama lebih kurang 10 hari. Dari tipe tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih
bersifat netrifogen dari pada yang lain. GNA juga dapat disebabkan oleh
sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena
renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematous
1. Infeksi : Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis
lainnya, tetapi pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi
streptococcus  haemolyticus; sehingga seringkali di dalam pembicaraan
GNA pada anak yang dimaksud adalah GNA pasca streptokokus.
(Pardede dkk, 2005)
2. Faktor genetik berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya
HLA-D dan HLADR.
3. Respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus antigen
dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus.
Disini terjadi aktivasi sistem komplemen yang melepas substansi yang
akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan
faktor responsif untuk merusak glomerulus

2.3 MANIFESTASI KLINIS


SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang
pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan
jaringan (edema) di sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post
streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah
dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai.
Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena
mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik
seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya :

4
1. Proteinuria yaitu adanya kandungan protein dalam batas
abnormal dalam urine.

2. Anemia yaitu suatu kondisi dimana tubuh kekurangan sel darah


merah sehat atau sel darah merah tidak dapat berfungsi dengan
baik.
3. Hipoksemia adalah kondisi dimana kadar oksigen di dalam
darah kurang.

4. Hiposia adalah kondisi kurangnya pasokan oksigen di sel dan


jaringan tubuh untuk menjalankan fungsi normal.
5. Mual muntah.

6. Anoreksi yaitu kondisi kurangnya nafsu makan.

7. Hipertensi yaitu suatu kondisi dimana terjadi peningkatan


tekanan darah.

8. Sakit Kepala.

9. Hematuria dimana suatu kondisi terdapat kandungan darah di


dalam urine.

10. Hipervolemia yaitu kondisi tubuh kelebihan cairan.

11. Edema.

12. Dypsnea.

13. Oliguria yaitu kondisi dimana output urine lebih sedikit dari
batas normalnya.

5
2.4 PATOFISIOLOGI
Diagnosis banding terdekat sindrom nefritik akut pasca infeksi
streptokokus adalah penyebab lain dari sindrom nefritik akut yaitu penyakit-
penyakit parenkim ginjal baik primer maupun sekunder, seperti
glomerulonefritis akut non streptokokus, nefropati Ig A, sistemik lupus
eritematosus, purpura Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture, dan
granulomatosis Wegener.
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran
klinis kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis
memegang peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme
dasar terjadinya sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah
adanya suatu proses imunologis yang terjadi antara antibodi spesifik dengan
antigen streptokokus.
Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan
aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi
aktivator komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator inflamasi lainnya.
Sitokin dan factor pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon
inflamasi dengan manifestasi proliferasi sel dan edema glomerular.
Penurunan laju filltrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau
kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan
air selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan
ekstraselular sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema
dan bendungan sirkulasi.
Edema terjadi pada 85% pasien SNA pasca infeksi streptokokus,
biasanya terjadi mendadak dan pertama kali terjadi di daerah periorbital dan
selanjutnya dapat menjadi edema anasarka. Derajat berat ringannya edema
yang terjadi tergantung pada beberapa factor yaitu luasnya kerusakan
glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan derajat hypoalbuminemia (Rena
dan Suwitra, 2010).
Komplek antigen-antibodi dalam darah terjebak didalam glomerulus
sehingga menstimulasi proses inflamasi yang menyebabkan cedera pada

6
ginjal. Glomerulonefritis dapat pula terjadi menyusul impetigo ( infeksi kulit)
dan infeksi virus akut (infeksi saluran nafas atas, gondongan, virus varisela
zoster, virus Epstein-Barr, hepatits B). (Smeltzer, 2011).
Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM)
antibodi yang mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi
komplemen jalur klasik atau alternatif dari sistem koagulasi dan
mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya :
1. Hematuria dan Proteinuria
Proteinuria terjadi karena Perubahan permeabilitas glomerulus yang
mengikuti peningkatan filtrasi dari protein plasma normal terutama
albumin. Kegagalan tubulus mengabsorbsi sejumlah kecil protein yang
normal difiltrasi, Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, Low
Molecular Weight Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas
reabsorbsi tubulus serta adanya sekresi yang meningkat dari
makuloprotein uroepitel dan sekresi IgA (Imunoglobulin A) dalam respon
untuk inflamasi.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung
mekanisme jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah
besar protein secara normal melewati kapiler glomerulus tetapi tidak
memasuki urin. Hematuria terjadi karena sel darah merah dapat masuk ke
ruang urinari dari glomerulus atau, jarang dari tubulus renalis. Gangguan
barier filtrasi glomerulus dapat disebabkan abnormalitas turunan atau
didapat pada struktur dan integritas dinding kapiler glomerulus. Sel darah
merah ini dapat terjebak pada mukoprotein tamm-horsfall dan akan
bermanifestasi sebagai silinder sel darah merah pada urin.
Adanya proteinuri membantu menunjang perkiraan bahwa kehilangan
darah berasal dari glomerulus. Hematuria tanpa proteinuria atau silinder
diistilahkan sebagai hematuria terisolasi (isolated hematuria). Setiap yang
mengganggu epitelium seperti iritasi, inflamasi, atau invasi, dapat
mengakibatkan adanya sel darah normal pada urin. Gangguan lain
termasuk keganasan, batu ginjal, trauma, infeksi, dan medikasi. Penyebab
kehilangan darah non glomerular, seperti tumor ginjal, kista ginjal, infark

7
dan malformasi arteri-vena, dapat menyebabkan hilangnya darah masuk
kedalam ruang urinari
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal
(LFG) juga menurun.
Hal ini berakibat terjadinya oliguria dan terjadi retensi air dan garam
akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema,
hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala
sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia,
hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG
sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin.
Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat
jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu,
LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2
yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya
terjadi hipervolemia dan hipertensi.

4. Edema Anasarka
Edema anasarka adalah adanya pembengkakan pada berat pada seluruh
tubuh, baik di tangan, kaki, wajah dan bagian tubuh lainnya akibat retensi
garam dan air. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma sehingga terjadi
hypovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan
retensi air dan natrium. Mekanisme kompensasi akan memperbaiki volume
inravaskular tetapi juga mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia
sehingga edema semakin berlanjut. (menurut Prodjosudjadi, 2006 dalam
Yuktina Sarma 2017)
Retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal
menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah

8
terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut
ditemukan pada pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik
atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus,
dan keterkaitan dengan penyakit jantung dan hati akan menentukan
mekanisme mana yang lebih berperan.

2.5 KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering dijumpai adalah :

1. Ensefalopati hipertensi (EH) adalah gambaran perubahan keadaan


ensefalon berdasarkan peningkatan tekanan darah yang
menyebabkan hipertensi vaskulopati hingga edema intraserebral.
Atau menggambarkan istilah umum kerusakan atau disfungsi otak.
Pada penderita anak – anak kemungkinan besar yang disebabkan
apalia EH ini tidak ditangani adalah gagal ginjak akut.
2. Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) adalah istilah
yang merujuk pada kondisi ginjal seseorang rusak secara
mendadak, sehingga tidak bisa berfungsi. Kondisi ini berawal dari
ginjal tidak mampu menyaring kimiawi atau limbar darah sehingga
menumpuk diginjal.
3. Edema paru adalah kondisi dimana paru seseorang terdapat
kelebihan cairan.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC

1) Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :

2) Laju Endap Darah (LED) meningkat.

3) Kadar Hemoglobin menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi


garam dan air)
4) Pada pemeriksaan urin berwarna gelap (merah daging), hematuria
makroskopik, jumlah berkurang, berat jenis meninggi, dan ditemukan

9
albumin (albuminuria, proteinuria), eritrosit (+), leukosit (+), silinder
leukosit, eritrosit dan hialin.
5) Ureum dan kreatinin darah meningkat, renin menurun

6) Albumin serum sedikit menurun.

7) Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita.

8) Kultur kulit dan tenggorokan menunjukkan adanya kuman


streptococcus

2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal dan
mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik
ataupun terapi lainnya.

1. Tirah baring

Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah


komplikasi. Sesudah fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak
boleh kegiatan berlebihan. Penderita dipulangkan bila keadaan
umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari perawatan

2. Diet

a. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1
gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%
b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila
anasarka.
c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.

d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake


cairan = jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah
kebutuhan cairan setiap kenaikan suhu dari normal
[10cc/kgBB/hari])

10
3. Medikamentosa

1. Antibiotik

Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau


ampisilin/amoxicillin dosis 100mg/kgBB/hari atau eritromisin
oral 3050 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk
eradikasi kuman. Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis,
piodermi atau tanda-tanda infeksi lainnya.

2. Anti Hipertensi

a. Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan


darah akan normal dalam 1 minggu setelah diuresis.
b. Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-
3mg/kgBB/hari dan furosemide 1-2mg/kgBB/hari per oral.

3. Tindakan Khusus

Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan
pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang
dilakukan adalah:

1. Stop Intake peroral.

2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam

3. Pemberian oksigen 2-5 L/menit

4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap


sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari.
5. Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik

Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah


sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi
disertai gejala serebral berupa sakit kepala, muntah, gangguan
pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan yang dilakukan
adalah:

11
1. Stop Intake peroral.

2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam

3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila


perlu. Atau klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan
dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal 0,05mg/kgBB/hari.

4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap


sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari.
5. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari
100mmHg, dilanjutkan dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari
+ furosemide 12mg/kgBB/hari.
6. Kejang diatasi dengan antikonvulsan.

12
2.8 WOC streptococcus Beta Hemolitikus

Infeksi pada traktus respiratory

Reaksi Ag-Ab Neuraminidase mengubah IgG

menjadi autoimun

Terbentuk autoantibodi

Kompleks imun dalam darah


Sirkulasi ke glomerulus
Terperangkap dalam membran basal

Aktivasi jalur komplemen Aktivasi jalur komplemen (Chemotaksis)

Lesi dan peradangan glomerulus

Sindrom nefritis akut

B1 B2 B3

Aktivitas PMN dan trombosit Kerusakan struktur ginjal penurunan fungsi ginjal
menuju tempat lesi

sintesis eritropoetik

terbentuk jaringan parut di korteks menurun GFR

kebocoran kapiler di glomerulus anemia Aldosteron


proteinuria retensi Na+

hypoalbuminemia transpor O2 transpor nutrisi

Difusi cairan ke extra sel Hipoksemia sel-sel kekurangan nutrisi retensi H2O
Retensi cairan di rongga perut masuk ke jaringan tubuh kekurangan nutrisi

Asites hipoksia ECF


Gangguan tumbuh
Menekan diafragma Gangguan Gangguan tumbuh
Gangguan
perfusi kembang
jaringan
perfusi jaringan kembang
Ekspansi otot pernapasan tidak optimal
hipertensi
Nafas tidak adekuat
RR TIK
Sesak nafas
Sakit kepala
Ketidakefektifa
n pola nafas
Nyeri akut

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Penyumbatan pembuluh darah

vasokontriksi

gangguan sirkulasi pembuluh darah sistemik

afterload meningkat

Penurunan
curah
jantung

15
B4 B5 B6

penurunan fungsi ginjal Aktivitas PMN dan trombosit menuju tempat lesi Penurunan fungsi ginjal
GFR menurun
Terbentuk jaringan parut di korteks
Aldosteron meningkat GFRmenurun

Retensi Na+ kebocoran kapiler glomerulus

Retensi H2O aldosterone meningkat


proteinuria

ECF meningkat oliguria diet rendah protein retensi Na+


Edema fagositosit pada membran glomerulus
Ketidakseimban
Kelebihan gan nutrisi
Kebocoran kapiler glomerulus
volume cairan kurang dari Retensi H2O
kebutuhan tubuh
MK : Intoleransi dilusi plasma
Hematuria ECF meningkat
Hipervolemia
Gangguan pola edema
eliminasi
Anemia

5L predibia wajah/periorbital

Intoleransi Gangguan Gangguan

Aktivitas Mobilisasi Citra Diri

16
17
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
Penting dilakukan pengkajian terhadap klien secara holistik
(Biologis, Psikologis, Sosial, dan Spiritual) untuk mendapatkan data yang
lengkap dan sistematis. Adapun metode yang dapat dipakai dalam proses
pengkajian yaitu :
a. Pengkajian Umum
1) Keluhan Utama
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat kesehatan sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,
konstipasi, diare, urine menurun
3) Riwayat kesehatan lalu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat
ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun
pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
5) Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan
6) Riwayat kesehatan lingkungan
Endemik malaria sering terjadi kasus SNA
7) Riwayat imunisasi
Tidak ada hubungan
8) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8 Tinggi badan = 2 kali tinggi
badan lahir.
a) Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase
oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan
kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain

18
dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk
anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk
anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
b) Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school
(inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk
belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau
dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
c) Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu
mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan
meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
d) Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari,
menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan,
segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari
dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat
warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang
dewasa.

b. Konsep Keperawatan Menurut Gordon


Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual
keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan
menjadi 11 konsep yang meliputi:
1) Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan keluarga melanjutkan perawatan anak
atau pasien di rumah.
2) Pola nutrisi – Metabolik
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan
dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus
(BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi :
< 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi
baik)
3) Pola Eliminasi
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri. Diare,

19
napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah
perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Tidak ada masalah dalam pola aktivitas dan latihan pada SNA
5) Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran,
penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam
menjawab pertanyaan. riwayat penyakit yang di derita oleh anak
6) Pola Tidur dan Istirahat
Tidak ada masalah dalam pola tidur dan istirahat
7) Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image,
body comfort oleh Keluarga pasien.
8) Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
9) Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagai alat
reproduksi.
10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah
keuangan, rumah.
11) Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam
keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan
motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya
pelaksanaan ibadah

c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat saki berat dengan tingkat

20
kesadaran biasanya composmentis. Pada TTV sering tidak didapatkan
adanya perubahan.
- B1 (Breatihing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola
nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami
peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut di dapatkan
adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan
respons edema pilmonerdan efusi fleura.
- B2 (Blood ). Sering ditemukan penurunan cura jantung respons
sekunder dari peningkatan beban volume.
- B3 (Branin). Didapatkan adanya edema wajah terutama
periorbital, seklera tidak ikteri status neurologi mengalami
perubahan sesuai dengan tingkat paranya azotemia pada sistem
saraf pusat.
- B4 (Bladder). Perubahan warna urine output seperti warna urune
warnanya kola.
- B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi kurang dari
kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
- B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek
sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan volume cairan : lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan akumulasi cairan pada jaringan tubuh
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan hilangnya nafsu makan.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan edema periorbital
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
5. Pola nafas tidak efeketif berhubungan dengan ekspansi otot
pernafasan tidak optimal
6. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksia.

21
7. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan nutrisi tidak
adekuat
8. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
9. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan predibia
10. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan hematuria
11. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload jantung.

22
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN

1. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :

1. Respiratory status : Ventilation Airway Management


2. Respiratory status :
Definisi : Pertukaran udara 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
Airway patency
inspirasi dan/atau ekspirasi thrust bila perlu
3. Aspiration Control
tidak adekuat 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
Kriteria Hasil : nafas buatan
Batasan karakteristik : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemonstrasikan batuk efektif
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dan suara nafas yang bersih, tidak
1. Penurunan
ada sianosis dan dyspneu (mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
tekanan mengeluarkan sputum, mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
inspirasi/ekspirasi

23
2. Penurunan bernafas dengan mudah, tidak ada 8. Lakukan suction pada mayo
pertukaran udara pursed lips) 9. Berikan bronkodilator bila perlu
per menit 2. Menunjukkan jalan nafas yang 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
3. Menggunakan paten (klien tidak merasa tercekik, Lembab
otot pernafasan irama nafas, frekuensi pernafasan 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
tambahan Nasal dalam rentang normal, tidak ada keseimbangan.

4. flaring suara nafas abnormal) 12. Monitor respirasi dan status O2

5. Dyspnea 3. Mampu mengidentifikasikan dan Terapi Oksigen

6. Orthopnea mencegah factor yang dapat


1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Perubahan menghambat jalan nafas
7. 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
penyimpangan
3. Atur peralatan oksigenasi
dada 4. Monitor aliran oksigen
Nafas pendek 5. Pertahankan posisi pasien
8.
Assumption of
9. 6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
3point position
7. Monitor adanya kecemasan pasien
Pernafasan terhadap oksigenasi
10.
pursed-lip
Vital sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

24
11. Tahap ekspirasi 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
berlangsung sangat 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
lama berdiri
12. Peningkatan 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
diameter 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
anteriorposterior setelah aktivitas
13. Pernafasan 6. Monitor kualitas dari nadi
ratarata/minimal 7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
1) Bayi : < 25 atau 8. Monitor suara paru
> 60 9. Monitor pola pernapasan abnormal
2) Usia 1-4 : < 20 10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
atau > 30 11. Monitor sianosis perifer

3) Usia 5-14 : < 12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang

14 atau > 25 melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

4) Usia > 14 : < 13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

11 atau > 24
14. Kedalaman
pernafasan

25
1) Dewasa volume
tidalnya 500 ml saat
istirahat
2) Bayi volume
tidalnya 6-8 ml/Kg
15. Timing rasio
16. Penurunan kapasitas
vital

2. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC


jaringan perifer
1. Circulation status Peripheral Sensation Management
Definisi : Penurunan 2. Tissue Perfusion :
sirkulasi darah ke perifer cerebral (Manajemen sensasi perifer)
Kriteria Hasil :

26
27
yang dapat mengganggu Mendemonstrasikan status 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
kesehatan sirkulasi yang ditandai dengan : terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
2. Monitor adanya paretese
Batasan Karakteristik : 1. Tekanan systole dan diastole
3. lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
dalam rentang yang
1. Tidak ada nadi jika ada isi atau laserasi
diharapkan
2. Perubahan 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
2. Tidak ada ortostatik
fungsi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
hipertensi
motorik 6. Monitor kemampuan BAB
3. Tidak ada tanda tanda 7. Kolaborasi pemberian analgetik
3. Perubahan
peningkatan tekanan 8. Monitor adanya tromboplebitis
karakteristik kulit
intrakranial (tidak lebih dari 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
(warna, elastisitas,
15 mmHg)
rambut, kelembapan,
Mendemonstrasikan, kemampuan
kuku, sensasi, suhu)
kognitif yang ditandai dengan :
4. Perubahan tekanan
darah diekstremitas 1. Berkomunikasi dengan jelas
5. Waktu pengisian dan sesuai dengan
kapiler > 3 detik kemampuan
6. Klaudikasi 2. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi

28
7. Warna tidak kembali 3. Memproses informasi
ketungkai 4. Membuat keputusan dengan
saat tungkai benar
diturunkan Menunjukkan fungsi sensori
8. Kelambatan motori cranial yang utuh : tingkat
penyembuhan luka kesadaran membaik tidak ada
perifer gerakan gerakan involunter

9. Penurunan nadi
10. Edema
11. Nyeri ekstremitas
12. Warna kulit pucat
saat elevasi

29
3. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari
Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
kebutuhan tubuh
Intake
1. Kaji adanya alergi makanan
Kriteria Hasil :

30
Definisi : Intake nutrisi 1. Adanya peningkatan berat 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
tidak cukup untuk badan sesuai dengan tujuan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
keperluan metabolisme 2. Berat badan ideal sesuai 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
tubuh. dengan tinggi badan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan

3. Mampu mengidentifikasi vitamin C

kebutuhan nutrisi 5. Berikan substansi gula


Batasan karakteristik : 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
4. Tidak ada tanda tanda
serat untuk mencegah konstipasi
malnutrisi
1. Berat badan 20 % atau
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
lebih di bawah ideal 5. Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti dikonsultasikan dengan ahli gizi)
2. Dilaporkan adanya
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
intake makanan yang
makanan harian.
kurang dari RDA
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
(Recomended Daily
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Allowance) 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
3. Membran mukosa dan nutrisi yang dibutuhkan
konjungtiva pucat

Nutrition Monitoring

31
32
4. Kelemahan otot yang 1. BB pasien dalam batas normal
digunakan untuk 2. Monitor adanya penurunan berat badan
menelan/mengunyah 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
5. Luka, inflamasi pada dilakukan
rongga mulut 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
6. Mudah merasa makan
kenyang, sesaat 5. Monitor lingkungan selama makan
setelah mengunyah 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
makanan jam makan
7. Dilaporkan atau fakta 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
adanya kekurangan 8. Monitor turgor kulit
makanan 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah

8. Dilaporkan adanya patah

perubahan sensasi 10. Monitor mual dan muntah

rasa 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan

9. Perasaan kadar Ht

ketidakmampuan 12. Monitor makanan kesukaan


13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
untuk mengunyah
makanan

33
10. Miskonsepsi

34
11. Kehilangan BB dengan 14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
makanan konjungtiva
cukup 15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
12. Keengganan untuk 16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
makan lidah dan cavitas oral.
13. Kram pada abdomen 17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
14. Tonus otot jelek
15. Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
16. Kurang berminat
terhadap makanan
17. Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh
18. Diare dan atau
steatorrhea

35
4. Gangguan Tumbuh NOC NIC
Kembang
Peningkatan perkembangan anak dan remajaa

36
Definisi : Kondisi individu 1. Growth and Development, 1. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan
mengalami gangguan Delayed anak
kemampuan tbertumbuh 2. Nutrition Imbalance Less 2. Indentifikasi dan gunakan sumber pendidikan
dan berkembang sesuai Than Body untuk memfasilitasi perkembangan anak yang
dengan kelompok usianya Kriteria Hasil : optimal
3. Berikan perawatan yang konsisten
1. Anak berfungsi optimal
4. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulsi taktil
sesuai tingkatnya
5. Berikan instruksi berulang dan sederhana
2. Keluarga dan anak mampu
6. Berikan reinforcement positif atas hasil yang
menggunakan koping
dicapai anak
terhadap tantangan karena
7. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
adanya ketidakmampuan 8. Manajemen perilaku anak yang sulit
3. Keluarga mampu 9. Dorong anak melakukan sosialisasi
mendapatkan sumber-sumber dengan kelompok.
sarana komunitas 10. Ciptakan lingkungan yang aman
4. Kematangan fisik : wanita: Nutritional Management
perubahan fisik normal pada
wanita yang terjadi dengan
1. Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misainya kalori,
zat gizi)

37
transisi dari masa kanakkanak 2. Tentukan makanan yang disukai anak
ke dewasa. 3. .Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan
berat badan
5. Kematangan fisik : pria
perubahan fisik normal pada
priayang terjadi dengan
transisi dari masa kanakkanak
ke dewasa.
6. Status nutrisi seimbang
7. Berat badan

38
5. Nyeri Akut NOC : NIC :

Definisi : 1. Pain Level Pain Management

Sensori yang tidak 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
menyenangkan dan 3. Comfort level Kriteria termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
pengalaman emosional Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
yang muncul secara aktual
atau potensial kerusakan 1. Mampu mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
jaringan atau (tahu penyebab nyeri, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
menggambarkan adanya menggunakan tehnik mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

39
kerusakan (Asosiasi Studi nonfarmakologi untuk 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Nyeri Internasional): mengurangi nyeri, mencari 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
serangan mendadak atau bantuan) tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
pelan intensitasnya dari 2. Melaporkan bahwa nyeri lampau
ringan sampai berat yang berkurang dengan 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
dapat diantisipasi dengan menggunakan manajemen menemukan dukungan
akhir yang dapat diprediksi nyeri 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
dan dengan durasi kurang 3. Mampu mengenali nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
dari 6 bulan. nyeri kebisingan
(skala, intensitas, frekuensi
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
dan tanda nyeri)
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
4. Menyatakan rasa nyaman non farmakologi dan inter personal)
setelah nyeri berkurang
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
5. Tanda vital dalam rentang intervensi
normal 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat

40
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration

1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat


nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur

41
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

6. Penurunan curah jantung NOC : NIC :

Definisi : 1. Cardiac Pump Cardiac Care


effectiveness
ketidakadekuatandarah
2. Circulation Status 1. Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
yang dipompa oleh jantung
3. Vital Sign Status durasi)
untuk memenuhi
Kriteria Hasil: 2. Catat adanya disritmia jantung
kebutuhan metabolik tubuh
3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
1. Tanda Vital dalam rentang
putput
normal (Tekanan darah, Nadi,
4. Monitor status kardiovaskuler
respirasi)
5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
2. Dapat mentoleransi aktivitas, jantung
tidak ada kelelahan

42
43
3. Tidak ada edema paru, 6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
perifer, dan tidak ada asites perfusi
4. Tidak ada penurunan 7. Monitor balance cairan
kesadaran 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
10. Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
13. Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

44
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus paradoksus
8. Monitor adanya pulsus alterans
9. Monitor jumlah dan irama jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

45
7. Gangguan Eliminasi Urine NOC : NIC :

1. Urinary elimination

46
Definisi : Disfungsi pada 2. Urinary Continuence Urinary Retention Care
eliminasi urine
1. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif
Batasan Karakteristik Kriteria Hasil: berfokus pada inkontinensia (misalnya output
urine , pola berkemih, fungsi kognitif dan masalah
1. Disuria 1. Kandung kemih kosong kencing )
2. Urugensi secara penuh 2. Memantau penggunaan obat dengan sifat
3. Sering berkemih
2. Tidak ada residu urine kurang antikolinergik atau properti apha agonis.
4. Mengalami kesulitan
lebih dari 100-200 cc 3. Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan
di awal berkemih
3. Intake cairan dalam rentang seperti calcium channe blockers dan
5. Inkontinensia
normal antikolinergik 4. Menyediakan penghapusan
6. Nokturia (kencing
4. Bebas dari ISK privasi
malam hari)
7. retensi 5. Tidak ada spasme bladder 5. Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air
6. Balance cairan seimbang atau disiram toilet
6. Merangsang reflek kandung kemih dengan
menerapkan dingin untuk perut membelai tinggi
batin atau air.
7. Sediakan waktu yang cukup untukpengosongan
kandung kemih (10 menit)

47
8. Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal

48
9. Menyediakan manuver Crede yang diperlukan.
10. Gunakan double-void teknik
11. Masukkan kateter kemih
12. Anjurkan pasien / keluarga untuk meliah output
urine yg sesuai.
13. Instuksikan cara-cara untuk menghindari konstipasi
atau impaksi tinja
14. Memantau asupan dan pengeluaran urine
15. Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan
palpasi dan perkusi
16. Membantu dengan toilet secara berkala
17. Memasukkan pipa ke dalam lubang tubuh untuk
mengetahui sisa urine yang sesuai
18. Menerapkan kateterisasi intermiten yang sesuai
19. Merujuk ke spesialis kontinensia kemih yang sesuai

49
8. Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :

Fluid management

50
Definisi : Retensi cairan 3. Electrolit and acid 20. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
isotomik meningkat base balance 21. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

4. Fluid balance 22. Pasang urin kateter jika diperlukan


Batasan karakteristik :
23. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi
5. Hydration
1. Berat badan cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
meningkat pada 24. Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
waktu yang singkat Kriteria Hasil: MAP, PAP, dan PCWP

2. Asupan berlebihan 25. Monitor vital sign


7. Terbebas dari edema, efusi,
dibanding output 26. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
anaskara
3. Tekanan darah (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
8. Bunyi nafas bersih, tidak ada 27. Kaji lokasi dan luas edem
berubah,
dyspneu/ortopneu
28. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
tekanan
9. Terbebas dari distensi vena intake kalori harian
arteri pulmonalis
jugularis, reflek hepatojugular 29. Monitor status nutrisi
berubah,
(+) 30. Berikan diuretik sesuai interuksi
peningkatan CVP
10.Memelihara tekanan vena 31. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi
4. Distensi vena sentral, tekanan kapiler paru,
output jantung dan vital sign dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
jugularis
dalam batas normal 32. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
5. Perubahan pada pola muncul memburuk
nafas,

51
dyspnoe/sesak

52
53
nafas, orthopnoe, 11.Terbebas dari kelelahan, Fluid Monitoring
suara nafas kecemasan atau kebingungan
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan
abnormal (Rales atau 12.Menjelaskanindikator
dan eliminaSi
crakles), kelebihan cairan
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
kongestikemacetan
seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
paru, pleural
kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
effusion
hati, dll )
6. Hb dan hematokrit
3. Monitor berat badan
menurun, 4. Monitor serum dan elektrolit urine
perubahan 5. Monitor serum dan osmilalitas urine
elektrolit, 6. Monitor BP, HR, dan RR
khususnya 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
perubahan berat irama jantung
jenis 8. Monitor parameter hemodinamik infasif
7. Suara jantung 9. Catat secara akutar intake dan output
8. Reflek hepatojugular 10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem
positif perifer dan penambahan BB
9. Oliguria, azotemia 11. Monitor tanda dan gejala dari odema

54
10. Perubahan status 12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin
mental,
kegelisahan,
kecemasan

55
9. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :

Definisi : Ketidakcukupan 1. Energy conservation Energy Management


energu secara fisiologis 2. Self Care : ADLs
1. Observasi adanya pembatasan klien
maupun psikologis untuk Kriteria Hasil :
dalam melakukan aktivitas
meneruskan atau
1. Berpartisipasi dalam aktivitas 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan
menyelesaikan aktifitas
fisik tanpa disertai terhadap keterbatasan
yang diminta atau aktifitas
peningkatan tekanan darah, 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
sehari hari.
nadi dan RR 4. Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
Batasan karakteristik : 2. Mampu melakukan aktivitas 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
sehari hari (ADLs) secara emosi secara berlebihan
1. melaporkan secara
mandiri 6. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
verbal adanya
kelelahan atau 7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
kelemahan. pasien
Activity Therapy

56
2. Respon abnormal 1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dari tekanan darah dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
atau nadi terhadap 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
aktifitas mampu dilakukan
3. Perubahan EKG 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang menunjukkan yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi
aritmia atau iskemia dan social
4. Adanya 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
dyspneu sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
atau diinginkan
ketidaknyamanan 5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
saat beraktivitas. seperti kursi roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas

57
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

58
10. Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :

Definisi : 1. Joint Movement : Exercise therapy : ambulation


Active
Keterbatasan dalam 2. Mobility Level 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan
kebebasan untuk 3. Self care : ADLs lihat respon pasien saat latihan
pergerakan fisik tertentu 4. Transfer performance 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
pada bagian tubuh atau satu Kriteria Hasil : ambulasi sesuai dengan kebutuhan
atau lebih ekstremitas 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
1. Klien meningkat dalam
dan cegah terhadap cedera
Batasan karakteristik : aktivitas fisik
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
2. Mengerti tujuan dari
1. Postur tubuh yang teknik ambulasi
peningkatan mobilitas
tidak stabil selama 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3. Memverbalisasikan perasaan
melakukan kegiatan dalam meningkatkan 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
rutin harian secara mandiri sesuai kemampuan

59
2. Keterbatasan kekuatan dan 7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
kemampuan untuk kemampuan berpindah penuhi kebutuhan ADLs ps.
melakukan 4. Memperagakan penggunaan 8. erikan alat Bantu jika klien memerlukan.
keterampilan alat Bantu untuk mobilisasi 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
motorik kasar (walker)
3. Keterbatasan
kemampuan untuk
melakukan
keterampilan
motorik halus
4. Tidak ada
koordinasi atau
pergerakan yang
tersentak-sentak
5. Keterbatasan ROM
6. Kesulitan berbalik
(belok)
7. Perubahan gaya
berjalan (Misal
:

60
61
penurunan kecepatan
berjalan, kesulitan
memulai jalan, langkah
sempit, kaki diseret,
goyangan yang
berlebihan pada
posisi lateral)

8. Penurunan waktu
reaksi
9. Bergerak menyebabkan
nafas menjadi pendek
10. Usaha yang kuat untuk
perubahan gerak
(peningkatan perhatian
untuk aktivitas lain,
mengontrol

62
perilaku, fokus dalam
anggapan
ketidakmampuan
aktivitas)
11. Pergerakan yang
lambat
12. Bergerak menyebabkan
tremor

63
11. Gangguan citra tubuh NOC NIC
Definisi : perubahan
1. Domain- Psychological Health Coping Ehancement
dalam penampilan
2. Class- Psychosocial Adaption
sekunder akibat 1. Nilai pemahaman pasien dari proses penyakit
Kriteria hasil:
kehilangan bagian tubuh. 2. Berikan suasana penerimaan
1. Mencatat pengurangan stress 3. Berikan informasi factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
4. Kaji latar belakang spiritual

64
2. Menggunakan personal Body image enhancement
support system
1. Tentukan harapa citra tubuh pasien berdasarkan
3. Mencatat penurunan stress
tahap perkembangan
dari gejala fisik
2. Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan yang
4. Mencatat peningkatan
kenyamanan psikologis disebabkan oleh penyakit
3. Bantu pasien untuk menentukan pengaruh
kelompok sebaya pada persepsi pasien dari citra
tubuh ini
4. Bantu pasien untuk membahas stressor
mempengaruhi citra tubuh karena kondisi bawaan,
cedera penyakit.

65
3.4 PELAKSANAAN
Tahap pelaksanaan merupakan tahap ke empat dari proses
keperawatan dengan melaksanakann berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan
keperrawatan. Dalam tahap ini, perawat harus mengetahui berbagai hal di
antaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang
hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu
tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, A. Aziz Alimul,
2010: 122).

3.5 EVALUASI KEPERAWATAN ATRESIA ANI


Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap ini adalah memahami respon terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang
tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari 2
kegiatan yaitu:
a. Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat
memberikan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan
analisis status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang
direncanakan pada tahap perencanaan. Di samping itu, evaluasi juga
sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang
membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai
sebagian.

66
1. Tujuan tercapai
Tujuan dikatakan tercapai bila klien telah menunjukan
perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
2. Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak
tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai
masalah atau penyebabnya, seperti klien dapat makan sendiri tetapi
masih merasa mual. Setelah makan bahkan kadang-kadang muntah.
3. Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukan adanya
perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.

67
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom Nefritis Akut (SNA) / Glomerulonefritis Akut (GNA) adalah
suatu sindrom yang ditandai dengan gejala hematuria, hipertensi, edema, dan
berbagai derajat insufisiensi ginjal. SNA disebabkan oleh faktor infeksi
(paling sering diakibatkan oleh glomerulonefritis akut pasca streptokokus),
penyakit multisistemik (vaskulitis, SLE, Henoch-Schonlein Purpura),
penyakit ginjal lain dan Nefropati IgA. Penyakit ini timbul setelah adanya
infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran
pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan
infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit
ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini
dapat dikurangi.
Gejala : edema di wajah terutama kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih
dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat, berkurangnya volume air kemih
dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa
meningkat. Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan
malaise.

B. Saran
Kami menyadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang kami miliki, materi ulasan yang kami sajikan masih
jauh dari kesempuranaan . Oleh karena itu, kami menghargai dan bahkan
mengharapkan segala bentuk masukan dan kritik dari rekan-rekan ataupun
pihak lain untuk lebih membangun dan menyegarkan wawasan kami
sehingga lebih bijaksana.

68
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin:


Standar Pelayanan Medik Anak. Makassar. 2009
Suwitra, K. 2010. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi V. Jakarta:FKUI.
Smeltzer, Susan C. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction
Konsensus IDAI Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. 2012. Jakarta.

69

Anda mungkin juga menyukai