PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menstruasi atau haid merupakan proses rutin yang terjadi setiap bulannya pada tubuh
perempuan. Terkadang saat tamu bulanan itu datang, berbagai gejala muncul membuat
tubuh merasa sedikit berbeda. Kondisi tubuh yang terasa lemas, mudah lelah, rasa nyeri
pada bagian tubuh tertentu, dan lain sebagainya. Selain itu, perasaan pun seringkali jadi
tidak menentu. Pada saat menstruasi biasanya lebih sensitif dibandingkan hari-hari
lainnya, mudah marah, dan malas untuk melakukan aktifitas fisik. Menstruasi dikatakan
normal jika siklusnya tidak kurang dari 24 hari dan tidak lebih 35 hari, lama haid tiga
sampai tujuh hari, dengan jumlah darah tidak melebihi 80 ml, ganti pembalut dua
sampai enam kali per hari.
Perempuan dianggap sehat jika pada setiap bulannya mengalami menstruasi. Namun,
tidak semua perempuan mengalami hal yang demikian. Ada beberapa perempuan yang
masa menstruasinya tidak tertatur atau tidak terjadi haid dalam beberapa bulan, ketidak
teraturan haid dalam dunia medis disebut amenore. Pada saat terjadi amenore beberapa
perempuan mengalami kekhawatiran berlebihan yang sedikit banyak menganggu psikis
mereka. Bukan hanya itu, tubuh pun merasakan dampaknya seperti mudah lelah, serta
wajah terlihat sedikit pucat. Amenore dikategorikan menjadi dua yaitu, amenore primer
dan amenore sekunder, yang menggambarkan terjadinya amenore sebelum atau sesudah
terjadi menarke.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari amenorhea?
2. Apa etiologi dari amenorhea?
3. Bagaimana patofisiologi dari amenorhea?
4. Apa manifestasi klinis dari amenorhea?
5. Apa komplikasi dari amenorhea?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari amenorhea?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari amenorhea?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari amenorhea
2. Untuk mengetahui etiologi dari amenorhea
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari amenorhea
4. Untuk mengetahui apa manifestasi klinis dari amenorhea
5. Untuk mengetahui komplikasi dari amenorhea
6. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari amenorhea
7. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari amenorhea
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amenorrhea
Amenorhea adalah tidak terjadi atau berhentinya aliran menstruasi yang
merupakan tanda dari berbagai macam kelainan (Lowdermilk,2013).
Amenorrhea terbagi primer dan skunder berdasarkan terjadinya sebelum atau
setelah menarche. Amenorrhea primer apabila menstruasi tidak terjadi pada usia
16,5 tahun bila tanpa disertai perkembangan seks sekunder. Amenorrhea
sekunder terjadi apabila siklus mens berhenti selama 6 bulan berturut-turut pada
wanita dengan siklus menstruasi yang tidak teratur atau setelah 3 bulan berturut-
turut pada wanita dengan siklus menstruasi teratur (Benson, 2010)
B. Etiologi
1. Amenorhea primer
Penyebab amenorrhea primer terbanyak adalah kelainan genetik yaitu sekitar
43% dan penyebab terkecil adalah hymen imperforate, Androgen Insensitivity
Syndrom (AIS), Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK), dan penyakit susunan
saraf pusat yang masing-masing diketahui frekuensinya adalah sekitar 1%
2. Amenorhea sekunder
Ada beberapa etiologi yang berkaitan dengan terjadinya amenorrhea skunder
pada wanita. Beberapa teori di bawah ini mencakup sebab-sebab amenorrhea
skunder.
C. Manifestasi Klinis
1. Amenorhea primer
Tanda dan gejala yang biasanya muncul diantaranya :
a. Tidak terjadi haid
b. Produksi hormone esteron dan progresteron menurun.
c. Nyeri kepala
d. Badan lemah
Berdasarkan penyebabnya :
a. Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, mak tidak
akan ditemukan tanda-tanda pubertas seperti pembesaran payudara,
pertumbuhan rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perahan bentuk
tubuh.
b. Jika penyebabnya adalah kehamilan, akan ditemukan mornig sickness
dan pembesaran perut.
c. Jika penyebabnya adalah kadar hormone tiroid yang tinggi maka
gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan kulit yang
hangat dan lembab.
d. Sindroma Cusing menyebabkan moon face, perut buncit, dan lengan
serta tungkai yang lurus.
2. Amenorhea skunder
a. Tidak ada perdarahan menstruasi selama 6 bulan atau ≥ 3 kali siklus
setelah adanya perdarahan menstruasi sebelumnya.
b. Galaktore
c. Penurunan atau peningkatan berat badan secara drastis
d. Hirsutisme
e. Pengelihatan kabur (Morgan, 2010)
D. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang untuk kasus amenorrhea skunder menurut Morgan (2010)
adalah :
1. Tes kehamilan
Tes kehamilan harus dilakukan pada kasus amenorrhea skunder untuk
menyingkirkan diagnose kehamilan
2. Pemeriksaan hormonal
Hormone-hormon yang diperiksa adalah hormone yang menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan folikel serta hormone yang dikeluarkan oleh
hormone itu sendiri seperti hormone prolaktin, TSH, FSH, LH
3. USG
Untuk mengethui keadaan endometrium dan mendeteksi apabila ada kelainan
ginekologi yang berkaitan dengan amenorrhea skunder.
4. Pemeriksaan darah
Untuk mengetahui kelainan darah yang disebabkan oleh penyakit yang
menyebabkan terjadinya amenorrhea skunder seperti hipotrombosis pada
sindrom Sheehan dan sepsis pada sumbatan sindrom simmond.
E. Patofisiologi
Amenore primer dapat diakibatkan oleh tidak adanya uterus dan kelainan
pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Hypogonadotropic amenorrhoea
menunjukkan keadaan dimana terdapat sedikit sekali kadar FSH dan SH dalam
serum. Akibatnya, ketidakadekuatan hormon ini menyebabkan kegagalan
stimulus terhadap ovarium untuk melepaskan estrogen dan progesteron.
Kegagalan pembentukan estrogen dan progesteron akan menyebabkan tidak
menebalnya endometrium karena tidak ada yang merasang terjadilah amenore.
Hal ini adalah tipe keterlambatan pubertas karena disfungsi hipotalamus atau
hipofosis anterior, seperti adenoma pitiutari.
Hypergonadotropic amenorrhoea merupakan salah satu penyebab
amenore primer. Hypergonadotropic amenorrhoea adalah kondisi dimnana
terdapat kadar FSH dan LH yang cukup untuk menstimulasi ovarium tetapi
ovarium tidak mampu menghasilkan estrogen dan progesteron. Hal ini
menandakan bahwa ovarium atau gonad tidak berespon terhadap rangsangan
FSH dan LH dari hipofisis anterior. Disgenesis gonad atau prematur menopause
adalah penyebab yang mungkin. Pada tes kromosom seorang individu yang
masih muda dapat menunjukkan adanya hypergonadotropic amenorrhoea.
Disgenesis gonad menyebabkan seorang wanita tidak pernah mengalami
menstrausi dan tidak memiliki tanda seks sekunder. Hal ini dikarenakan gonad
( ovarium ) tidak berkembang dan hanya berbentuk kumpulan jaringan pengikat.
Amenore sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi
hipotalamus-hipofosis-ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis hipotalamus-
hipofosis-ovarium dapat bekerja secara fungsional. Amenore yang terjadi
mungkin saja disebabkan oleh adanya obstruksi terhadap aliran darah yang akan
keluar uterus, adanya abnormalitas regulasi ovarium seperti kelebihan androgen
yang menyebabkan polycystic ovary syndrome (PCOS), atau bisa karena
tekanan stres dan obat – obatan yang memicu siklus haid terganggu.
F. Penatalaksanaan
1. Amenorhea primer
Tatalaksanan amenorrhea primer tergantung pada penyebabnya. Terapi harus
dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan dengan tujuan utama membantu
pasien mempertahankan perkembangan fisik atau tanda seks sekunder yang
feminim serta mengembalikan potensi fertilitas pasien. Secara umum terapi
amenorrhea harus disesuaikan per-individu sesuai factor penyebabnya.
a. Bila penyebab amenorrhea adalah anomaly genital atau gonad yang
berat, tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengembalikan
fertilitas. Terapi sulih estrogen akan menstimulasi maturasi
karakteristik seks skunder, namun koreksi genitalia ambigu dan eksisi
gonad yang mengandung kromosom Y yang harus dilakukan. Pada
kasus feminisasi testicular, gonad harus diangkat setelah pubertas
karena berisiko 22% berubah ke arah keganasan. Virilisasi pada
feminisasi testikuler tidak terjadi, karena disebabkan insensitivitas
androgen congenital, dan estrogen yang diproduksi gonad dibutuhkan
untuk perubahan fisiologis pada pubertas. Pada kondisi lain dimana
terdapat kromosom Y, gonadektomi harus dilakukan sebelum pubertas
untuk mencegah virilisasi dan maskulinisasi setelah pubertas yang
dapat secara biologis dan psikologis sangat menyusahkan bagi individu
yang dibesarkan sebagai wanita. Pembedahan korekai genitalia
eksterna untuk membuat genitalia yang dapat diterima secara
fungsional dan social, harus dilakukan bila memungkinkan dan
dibutuhkan oleh pasien.
b. Jika amenorrhea disebabkan kelainan hipotalamus atau hipofisis dan
organ genitalia normal, prognosis fertilitas hingga kelahiran yang
sukses sangat baik. Terapi sulih estrogen akan menstimulasi maturasi
dan perkembangan karakteristik seks skunder. Bila kehamilan
diinginkan, ovulasi dapat dirangsang dengan terapi gonadotropin atau
pada kasus hiperprolaktinemia, dengan bromokriptin
c. Kemajuan fertilisasi in vitro dan transfer embrio telah memperlus
alternative reproduksi pada wanita dengan disgenesis atau agenesis
mullerian. Donasi ovum memungkinkan pasien dengan Sindroma
Turner menjalani fertilisasi in vitro dan transfer embrio dengan sperma
pasangan dan uterus pasien sendiri. Pasien dengan agenesis mullerian
menjadi kandidat untuk uterus pengganti. Karena terdapat peningkatan
prevalensi kelainan kromosom pada pasien-pasien ini, pasien harus
menjalani pemeriksaan katiotipe sebelum pengambilan oosit untuk
transfer embrio pada uterus pengganti. Target tatalaksana juga
termasuk mencegah komplikasi seperti osteoporosis dan hyperplasia
endometrium sebagai akibat kadar hormone yang abnormal.
2. Amenorhea skunder
Penatalaksanaan pasien amenorrhea skunder tergantung pada keinginan individu
untuk mengalami ovulasi (menstruasi, kehamilan) dan penyebab amenorrhea.
a. Jika pasien mengalami amenorrhea karena hipotiroid maka
penggantian hormone tiroid merupakan terapi yang diperlukan.
b. Pasien dengan makroadenoma hipofisis, pengangkatan adenoma
dengan pembedahan harus dipertimbangkan.
c. Pasien dengan amenorrhea galaktore tanpa atau dengan adenoma,
terapi dengan bromokriptin 2,5 mg PO dua kali sehari sampai prolaktin
menjadi normal.
d. Pasien dengan gagal ovarium primer (POF), kemungkinan ovulasi
tidak ada kecuali jika penyebabnya ooforitis autoimun yang dapat
berespon terhadap kortikosteroid.
e. Pasien dengan tantangan uji progestin atau progesterone test negative
(-) diobati dengan hMG, seringkali dikombinasi dengan klomifen sitrat
untuk memicu ovulasi.
f. Pasien dengan tantangan uji progestin positif (+) yang mengharapkan
untuk hamil, terapi yang diberikan adalah berupa klomifen sitrat. Dosis
awal adalah 50 mg PO setiap hari selama 5 hari. Ovulasi biasanya
terjadi 5-10 hari setelah dosis kelima. Jika dosis harian tidak
mencukupi, dosis dapat dinaikkan secara bertahap hingga dosis
maksimum 250 mg/hari. Sedangkan untuk pasien yang tidak
mengharap hamil dan hanya menginginkan siklus menstruasi teratur
maka dapat diberikan progestin oral bulanan untuk menginduksi
perdarahan berkala dan pengelupasan endometrium.
g. Pasien dengan sindrom ovarium polikistik, obat pilihan adalah
klomifen sitrat diikuti oleh hMG jika tidak berhasil.
Khawatir
Tanda seks Ketidakadekuatan Ketidaktahuan tentang
sekunder tidak pemahaman tentang penyakit keadaannya
terjadi
2) Keluhan utama
Keluhan yang biasa dikemukakan oleh penderita amenorrhea yaitu keluhan
tidak datangnya menstruasi setelah pernah mengalami menstruasi
sebelumnya.
3) Data kesehatan
a) Data kesehatan sekarang untuk mengetahui apakah pasien sedang
menderita penyakit kronis. Dalam kasus amenorrhea perlu ditanyakan
apakah pasien sedang menderita diabetes mellitus karena ada
hubungannya dengan fungsi ovarium.
b) Riwayat kesehatan dahulu untuk mengetahui apakah sebelumnya
pasien pernah menderita penyakit kronis
c) Riwayat kesehatan keluarga, untuk mengetahui apakah dalam
keluarga pasien ada yang pernah mempunyai riwayat amenorrhea.
4) Data psikososial dan agama
Data ini berkaitan dengan hubungan pasien dengan keluarga,
masyarakat dan kegiatan spiritualnya. Hubungan dengan keluarga
untuk mengetahui psikologis pasien dalam keluarga. Mungkin pasien
memiliki masalah dengan keluarga sehingga menyebabkan pasien
berpikir terlalu berat serta mempengaruhi hipotalamus pasien dan
mengganggu pola menstruasi pasien.
5) Data kebiasaan sehari-hari
Pada kasus amenorrhea skunder perlu dikaji mengenai data kebiasaan
pemenuhan nutrisi dan istirahat. Karena gangguan nutrisi dan istirahat
merupakan factor yang sangat berperan terhadap terjadinya
amenorrhea.
b. Data objektif
1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus amenorrhea sekunder untuk
mengetahui keadaan umum dan kesadaran pasien, pengukuran tanda-
tanda vital yang meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi, serta
pemeriksaan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah dan berat
badan. Pemeriksaan fisik pada kasus amenorrhea ini harus dilakukan
dengan seksama. Keadaan tubuh klien tidak jarang member petunjuk-
petunjuk. Apakah penderita pendek atau tinggi, apakah berat badan
sesuai dengan tingginya, apakah cirri-ciri kelamin skunder bertumbuh
dengan baik, apakah ada hirsutisme ; semua ini penting untuk
pembuatan diagnose.
2) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk kasus amenorrhea skunder menurut
Morgan (2010) adalah :
5. Tes kehamilan
Tes kehamilan harus dilakukan pada kasus amenorrhea skunder
untuk menyingkirkan diagnose kehamilan
6. Pemeriksaan hormonal
Hormone-hormon yang diperiksa adalah hormone yang
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan folikel serta
hormone yang dikeluarkan oleh hormone itu sendiri seperti
hormone prolaktin, TSH, FSH, LH
7. USG
Untuk mengethui keadaan endometrium dan mendeteksi apabila
ada kelainan ginekologi yang berkaitan dengan amenorrhea
skunder.
8. Pemeriksaan Darah
Untuk mengetahui kelainan darah yang disebabkan oleh
penyakit yang menyebabkan terjadinya amenore sekunder
seperti hipotrombosis pada sindrom Sheehan dan sepsis
pada sumbatan Sindrom Simmond.
6) Diagnosa Keperawatan
3. Implementasi keperawatan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap pada proses keperawatan, dimana semua rencana yang telah ditetapkan didalam rencana
keperawatan kemudian diimplementasikan pada pasien secara nyata, semua rencana sesuai dengan diagnosa sudah dapat dilakukan.
Asuhan keperawatan berfokus pada peningkatan pengetahuan,konseling, pemberian keyakinan, dan peningkatan atau pengembangan
pilihan untuk membantu pasien mengatasi masalah.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, dimana ini dilakukan untuk menilai seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil tercapai. Melalui evaluasi penulis dimungkinkan untuk memonitoring hal-hal
yang terjadi selama tahap proses keperawatan sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekai kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
diatas.
Bagi perawat sebaiknya seorang perawat dapat melaksanakan asuhan
keperawatan kepada pasien atresia ductus hepaticus sesuai dengn indikasi penyakit,
dan sebaiknya sesuai standar perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
American Society for Reproductive Medicine. Premature Ovarian Failure (POF). [cited Apr
2016]. Available from: https://www.asrm.org
Benson, P & Pernoll. (2010). Buku saku OBSETRY Gynecology William. Jakarta : EGC.
Cashion, Perry & Lowdermilk. (2013). Keperawatan Maternitas Edisi 8. Jakarta : Elsevier.
Erna, S., Edi, S., (2017). Amenorea sekunder: tinjauan dan diagnosis: Manado
Huda, A., Kusuma, H., (2015). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis & NANDA
NIC-NOC: Jogjakarta
Koentjaraningrat. 2010. Pengantar Ilmu Antropologi, Ed. Revisi. Jakarta: Rineka Cipta (UI-
Press)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI