1714021020 PENDIDIKAN SEJARAH MATA KULIAH: SEJARAH AGAMA
TOLERANSI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR
Realitas kehidupan sosial merupakan suatu kemungkinan karena mengakomodir perbedaan serta keragaman di antara manusia. Keragaman yang dimaksud adalah keyakinan terhadap agama. Bagaimana kita memiliki hubungan dengan komunitas satu dengan lainnya. Toleransi berasal dari bahasa latin tolerantia, yang berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. Toleransi bisa juga dikatakan dengan sikap positif, menghargai orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan asasi sebagai manusia. Toleransi beragama merupakan toleransi yang mencakup masalah keyakinan dalam diri manusia yang harus didukung oleh wawasan, dan pengetahuan yang luas serta kebebasan berfikir dan beragama. Seseorang harus diberikan toleransi untuk meyakini dan mengamalkan agama yang dipilih masing-masing. Toleransi beragama adalah realisasi dari ekspresi pengalaman beragama dalam suatu komunitas. Selain itu, toleransi beragama mengakomodasi interaksi sosial. manusia beragama secara sosial tidak bisa dipungkiri tidak hanya bisa berkomunikasi hanya sebatas pada komunitasnya, melainkan juga dengan komunitas lain. Umat beragama mesti berupaya memunculkan tenggang rasa untuk menstabilkan kehidupan sosial agar tidak terbentur dengan ideologi dan fisik diantara berbeda umat beragama. Ada dua macam kelompok masyarakat multikultural, yaitu educated people dan ordinary people. Kedua masyarakat ini berbda dalam memperlakukan agama yang mereka peluk. Masyarakat education people, memahami ajaran agama harus mengikut sertakan analisis nasional dan mengesampingkan pemahaman simbolik, namun masyarakat ordinary people memahami ajaran agama sebaliknya, mereka memahami secara penuh simbolik dan tidak menggunakan analisis nasional. Mereka mudah tersulut emosi dan sangat susah bertoleransi dengan agama dan pemeluk lain. Kelompok semacam ini mudah digerakkan oleh kelompok orang atau komunitas, baik yang beraliansi pada politik maupun pada sosial budaya. Masyarakat multikultur yang identik dengan kemajemukan baik dalam segi politik, sosial dan agama cenderung mengalami konflik akibat adanya berbagai kepentingan yang dihadapinya. Kelompok beragam secara ekonomi kuat akan mampu mengalahkan/mendominasi kelompok yang lemah secara ekonomi. Perbedaan agama telah meletakkan pemahaman keagamaan dalam kerangka dua kubu umat beragama: kubu tuan rumah dan kubu pendatang. Biasanya kubu tuan rumah adalah yang agamanya dominan/ mayoritas, sedangkan kelompok satunya sebaliknya. Kedua kubu ini sering bertubrukan dalam pergaulan sosial, bila diantara mereka menjadikan perbedaan agama sebagai hambatan dalam mengintegrasikan nilai-nilai suatu bangsa atau masyarakat. Munculnya kesadaran umat beragama yang diwujudkan dalam toleransi bisa menekan dan meminimalisir bentrokan diantara mereka. Moto agree with disagreement menjadi modal sosial yang kuat dalam toleransi beragama. Toleransi yang dikembangkan bukan hanya menghargai teologi dan iman masing-masing agama dan umat beragama, namun juga memahami dan menghargai budaya dari umat beragama tersebut. Toleransi beragama mampu memberikan dukungan bagi terbentuknya masyarakat madani yang diinspirasi oleh nilai-nilai supranatural. Ada dua tipe toleransi beragama, yaitu pasif dan aktif. Toleransi pasif adalah sikap menerima perbedaan secara faktual. Sedangkan toleransi aktif adalah bersikap menerima perbedaan secara aktual, melibatkan diri denagn yang lain diantara perbedaan dan keragaman. Toleransi aktif merupakan ajaran dari semua agama. Hakekat toleransi adalah hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai diantara keragaman. Praktek toleransi di sebuah negara sering mengalami pasang-surut. Pasang surut ini dipicu oleh pemaknaan distingtif yang bertumpu pada relasi “mereka” dan “kita”. Toleransi yang dilakukan dengan penuh kesadaran akan melahirkan sikap inklusif umat beragama. Sikap ini menganggap agama sendiri memberikan ruang untuk menyatakan kebenaran agama lain yang diyakini benar oleh umatnya. Sikap inkulisif seperti ini akan mampu menurunkan sikap eksklusif dan ekstrimis beragama, baik yang melahirkan rasa fanatisme buta dan radikalisme terhadap umat yang berbeda agama. Toleransi cukup menyaratkan adanya sikap membiarkan dan tidak menyakiti orang atau kelompok lain, baik yang berbeda maupun sama. Toleransi ditumbuhkan oleh kesadaran yang bebas dari tekanan atau pengaruh, serta terhindar dari hipokrisis. Toleransi mengandung maksud untuk memungkinkan terbentuknya sistem yang menjamin keamanan pribadi, harta benda, dan unsur-unsur minoritas yang terdapat dalam masyarakat. Ini direalisasikan dengan menghormati agama, moralitas, dan lembaga mereka serta menghargai pendapat orang lain dan perbedaan-perbedaan yang ada di lingkungannya tanpa harus saling berselisih hanya karena berbeda keyakinan ataupun agama. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk meyakini dan memeluk apa-apa yang diyakininya. Masing-masing berdasarkan penghormatan atas pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianutnya. Toleransi beragama tidak berarti bahwa seseorang yang telah memiliki keyakinan, berpindah atau berubah keyakinannya untuk mengikuti dan berbaur dengan keyakinan lainnya (sinkretisme); tidak pula dimaksudkan untuk mengakui kebenaran semua agama/kepercayaan; melainkan bahwa ia tetap pada suatu keyakinan yang diyakini kebenarannya, serta memandang benar keyakinan orang lain, hingga dalam dirinya terdapat kebenaran yang diyakini sendiri dan tidak diperoleh atas dasar paksaan orang lain atau diperoleh dari pemberian orang lain. Masyarakat multilateral terpola oleh keragaman budaya, termasuk keragaman agama. Dalam perjalanannya, agama-agama yang muncul dalam masyarakat multikultural kemudian dipahami oleh umatnya. Diantara mereka, ada yang memahami secara rasional, dan ada yang memahami pula dengan cara irrasional/mistik. Dampak heterogenitas agama ini memunculkan konflik diantara umat berbeda agama. Toleransi sangat dibutuhkan untuk menciptakan keseimbangan dan kohesi sosial dalam masyarakat multikultural. Untuk menciptakan sikap toleransi beragama yang proporsional dalam masyarakat multikultural perlu menumbuhkan sikap penuh akan toleransi. Tanpa ini, toleransi akan hanya sebatas di dalam perkataan belaka tanpa pernyataan secara faktual. Sekalipun toleransi bisa dilakukan, kecenderungan menyampur-adukkan ajaran agama atau menafikkan ajaran agama dan digantikan dengan kepentingan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat umum dan sekuler akan muncul.