Disusun Oleh :
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan rahmat,
taufiq dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Studi Al-
Qur’an yang berjudul “ILMU MUNASABAH. Makalah ini berisi Pengertian
Munasabah, Latar Belakang Munculnya Ilmu Munasabah, Langkah-Langkah
Seorang Penafsir dalam Mengungkap Munasabah, Bentuk Munasabah, Urgensi
Ilmu Munasabah, Macam-Macam Munasabah, Metode dalam Menyingkap
Munasabah dan lain sebagainya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah membimbing
kami dalam kegiatan belajar mengajar.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang
telah mendukung kami dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, Kami mengharapkan kritik serta saran yang dapat
kami koreksi agar kedepannya kami lebih baik lagi dan Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Demikian makalah ini Kami susun, apabila ada kekurangan dalam
peyusunan kata, atau kata yang tidak berkenan di hati pembaca kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya karena manusia tak luput dari kesalahan.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hasani Ahmad Said.“Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir Al-Misbah”. Cetakan
pertama.(Jakarta: Bumi Aksara.2015).hlm.166
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Munasabah?
2. Bagaimana Latar Belakang Munculnya Ilmu Munasabah?
3. Apa Langkah-Langkah yang harus diperhatikan Seorang Penafsir
dalam Mengungkap Munasabah?
4. Apa Saja Bentuk Munasabah?
5. Apa Urgensi Ilmu Munasabah?
6. Apa Saja Macam-Macam Munasabah?
7. Bagaimana Metode dalam Menyingkap Munasabah?
1.3 Tujuan
1. Agar Memahami Pengertian Munasabah
2. Agar Memahami Latar Belakang Munculnya Ilmu Munasabah
3. Agar Memahami Langkah-Langkah yang harus diperhatikan Seorang
Penafsir dalam Mengungkap Munasabah
4. Agar Memahami Bentuk Munasabah
5. Agar Memahami Urgensi Ilmu Munasabah
6. Agar Memahami Macam-Macam Munasabah
7. Agar Memahami Metode Dalam Menyingkap Munasabah
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Hasani Ahmad Sani. Op.cit.hlm.178
3
Ibid.hlm.181
3
urutan surat dalam al-Qur’an) adalah wajar jika teori munasabah al-Qur’an
kurang mendapat perhatian dari para ulama yang menekuni ‘Ulum Al-
Qur’an walaupun keadaan sebenarnya munasabah ini masih terus dibahas
oleh para mufassir yang menganggap al-qur’an adalah mukjizat secara
keseluruhan baik redaksi maupun pesan ilahi-Nya.
Ilmu munasabah ini dapat berperan mengganti ilmu Asbabun Nuzul,
apabila seseorang tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tapi
seseorang dapat mengetahui relevansi / hubungan ayat itu dengan ayat
lainnya. Ada beberapa pendapat di kalangan ulama tenteng ilmu Tanasubul
Ayat Was-Suwar ini. Diantanranya ada yang berpendapat, bahwa setiap ayat
atau surat selalu ada relevansinya atau hubungannya dengan ayat atau surat
lain. Sementara ulama yang lain berpendapat, bahwa hubungan itu tidak
selalu ada, hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada
hubungannya satu sama lain.4
Selain itu adapula yang berpendapat, bahwa mudah mencari
hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tapi sukar sekali mencari
hubungan antara suatu surat dengan surat lain. Hal yang demikian ini tidak
berarti bahwa seorang mufassir harus mencari kesesuaian bagi setiap ayat,
karena Al-Qur’anul Karim turun secara bertahap sesuai dengan peristiwa-
peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu, terkadang seorang mufassir
menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak.
Ketika tidak menemukan keterkaitan itu, ia tidak diperkenankan
memaksakan diri, sebab jika memaksakannya juga akan menghasilkan
kesesuaian yang dibuat-buat dan hal ini tidak disukai, pernyataan ini senada
dengan pendapat Syaikh ‘Izz Ibn Abdus-Salam.5
4
Ibid.hlm.183
5
Fauzul Iman, “Munasabah Al-Qur’an”, Jurnal Al-Qalam No. 63/XII/1997.hlm.45
4
2.2 Latar Belakang Munculnya Ilmu Munasabah
Lahirnya pengetahuan tentang korelasi (munasabah) ini berawal
dari kenyataan bahwa bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaimana terdapat
dalam Mushaf Utsmani sekarang tidak berdasarkan fakta kronologis
turunnya Al-Qur’an. Itulah sebab terjadi perbedaan pendapat di kalangan
ulama-ulama salaf tentang urutan surat di dalam Al-Qur’an. Pendapat
pertama bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi SAW. Golongan
kedua berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad para sahabat
setelah mereka bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat
adalah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan
pertama, kecuali surat Al-Anfal dan Al-Bara’ah yang dipandang bersifat
ijtihadi. Pendapat pertama didukung antara lain oleh Al-Qadi Abu Bakar
dalam satu pendapatnya, Abu Bakar Ibn Al-Anbari, Al-Kirmani, dan Ibn
Al-Hisar. Pendapat kedua didukung oleh Malik, Al-Qadi Abu Bakar dalam
pendapatnya yang lain, dan Ibn Al-Faris. Pendapat ketiga dianut oleh Al-
Baihaqi. Salah satu penyebab perbedaan ini adalah adanya mushaf-mushaf
ulama salaf yang urutan suratnya bervariasi. Ada yang menyusunya
berdasarkan kronologis turunnya, seperti Mushaf Ali yang dimulai dengan
ayat iqra’, sedangkan ayat lainya disusun berdasarkan tempat turunya
Makki kemudian Madani. Adapun Mushaf Ibnu Mas’ud dimulai dengan
surat Al-Baqarah, kemudian An-Nisa’, lalu surat Ali Imran.
Atas dasar perbedaan pendapat tentang sistematika ini, wajarlah
jika masalah korelasi Al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para
ulama’ yang menekuni Ulum Al-Qur’an. Tokoh yang disebut-sebut
sebagai orang yang pertama yang melopori keberadaan Ilmu Munasabah
ialah Abu Bakar An-Naisaburi, seorang alim bekebangsaan Irak yang
sangat ahli dalam ilmu syariah dan kesustraan arab. Dalam berbagai
kesempatan perbincangan ayat Al-Qur’an, An-Naisaburi konon selalu
mempertanyakan perihal segi hubungan antara bagian demi bagian dan
antara ayat demi ayat Al-Qur’an, serta selalu mempertayakan apa hikmah
5
yang terjadi di balik rangkaian ayat yang seperti ini?6 Namun kitab tafsir
An-Naisaburi yang dimaksud sukar dijumpai sekarang. Sebagaimana
dinyatakan Adh-Dhahabi, besarnya perhatian An-Naisaburi terhadap
munasabah nampak dari ungkapan As-Suyuti yaitu;
“Setiap kali ia (An-Naisaburi) duduk di atas kursi apabila
dibacakan Al-Qur’an kepadanya, beliau berkata: Mengapa ayat ini
diletakkan di samping ayat ini, dan apa rahasia diletakkan surat ini di
samping surat ini? Beliau mengkritik para ulama’ Baghdad lantaran
mereka tidak mengetahui”.
Tindakan An-Naisaburi merupakan kejutan dan langkah baru
dalam dunia tafsir waktu itu. Beliau mempunyai kemampuan untuk
menyingkap persesuaian, baik antar ayat maupun antar surat, terlepas dari
segi tepat atau tidaknya. Satu hal yang jelas, beliau dipandang sebagai
bapak Ilmu Munasabah. Dalam perkembangannya, Ilmu Munasabah
meningkat menjadi salah satu cabang dari ilmu-ilmu Al-Qur’an. Ulama-
ulama yang datang kemudian menyusun pembahasan ilmu munasabah
secara khusus.7
Pengetahuan tentang munasabah ini sangat bemanfaat dalam
memahami keserasian antar makna, mukjizat Al-Qur’an secara retorik,
kejelasan keterangannya, keteraturan susunan kalimatnya dan keindahan
gaya bahasanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan firman Allah:
6
Fauzul Iman, opcit., hlm. 89
7
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, “Studi al-Qur’an”, (Surabaya:IAIN Sunan Ampel
Press, 2011), hlm. 218-219.
8
Mohammad Nor Ichwan, “Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an”, RaSAIL Media Group:Semarang, hlm. 145.
6
2.3 Langkah-Langkah yang harus diperhatikan Seorang Penafsir dalam
Mengungkap Munasabah
Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah
bersifat ijtihadi.Yang artinya, pengetahuan tentangnya ditetapkan
berdasarkan ijtihad, karena tidak ditemukan riwayat, baik dari Nabi
maupun dari sahabatnya. Oleh karena itu, tidak ada keharusan mencari
munasabah pada setiap ayat. Alasannya, karena Al-Qur'an diturunkan
secara berangsur angsur atau mutawattir mengikuti berbagai kejadian dan
peristiwa yangada. Untuk meneliti keserasian susunan ayat dalam surah
(munasabah) dalam Al-Qur'an diperlukan ketelitian dan pemikiran yang
mendalam.
As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu
diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu : Kita Harus
memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi obyek
pencarian.Kita harus memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan
tujuan yang dibahas dalam surat. Dan menentukan tingkatan uraian-uraian
itu, apakah ada hubungannya atau tidak.Dalam mengambil kesimpulannya
hendaknya memperhatikan ungkapanungkapan bahasanya dengan benar
dan tidak berlebihan.9
2.4 Bentuk Munasabah
Dari makna munâsabah secara harfiah dapat diklasifikasikan
menjadi hubungan dari segi fisik (lahir) dan dari segi makna yang
mengaitkan antara keduanya: sebab akibat, umum atau khusus, rasional
intuitif atau imajinatif dan hubungan yang lain. Jadi munâsabah seperti
yang digambarkan itu bisa dalam bentuk konkret (hissi) dan dapat pula
bersifat abstrak (‘aqli atau khayali). Namun dari makna istilah ulama
cenderung mendefinisikannya lebih umum, yaitu segala aspek apa pun
dan dari berbagai aspeknya yang mengaitkan bagian-bagian, ayat-ayat
dan surat-surat dalam al-Qur’an. Meskipun begitu, beberapa ulama telah
merumuskan persesuaian-persesuaian tersebut dalam beberapa point
9
Fauzul Iman, opcit., hlm. 102
7
yang akan di bahas kemudian. Sedangkan mereka berbeda pendapat
dalam menentukan bentuk-bentuk ilmu munâsabah tersebut.
Dalam pembagiannya munâsabah ini, para ulama juga berbeda
pendapat mengenai pengelompokan munâsabah dan jumlahnya, hal ini
dipengaruhi bagaimana seorang ulama tersebut memandang suatu ayat
dari segi yang berbeda. Menurut Chaerudji A. Chalik munâsabah dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu sifat dan materinya.
a) Sifat10
Dilihat dari sisi sifatnya, terbagi menjadi dua bagian, yaitu
1) Ẓahir al-irtibâṭ (tampak jelas Munâsabah-nya), dan 2) Khafî al-
ٰ ٰ
ّللا لَ َهلَّ ُ ْم ِ اس التَّ ْق َو ٰى َذلِ َك َخ ْي ٌر ۚ َذلِ َك ِمنْ آيَا
ِ َّ ت ُ َس ْوآتِ ُك ْم َو ِريشًا ۖ َولِب ً يَا بَنِي آ َد َم قَ ْد أَ ْنزَ ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَا
َ سا يُ َوا ِري
َيَ َّذ َّك ُرون
10
Ari Hendri, “Problematika Teori Munasabah Al-Qur’an”,Jurnal Tafsere Vol. 7. No. 1. 2019, UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.hlm.28
8
pakaian yang dikaruniai yaitu pakaian taqwa, libâs at-taqwâ. Hal tersebut
terlihat dari kalimat żâlika khair. Adanya tambahan keterangan tersebut,
makin jelas bahwa pakaian yang efektif yang diperintahkan Allah dalam
memelihara seseorang dari hal-hal negatif lahir-batin, terhindar dari
godaan syaitan dan perbuatan keji adalah pakaian taqwa. Yaitu sikap
mental yang selalu tunduk dan patuh melak-sanakan perintah dan
meninggalkan larangannya agar terhindar dari siksa neraka.
Kedua khafî al-irtibâṭ, yaitu munâsabah yang tampak samar,
sehingga tidak tampak adanya hubungan antara keduanya, bahkan seolah-
olah masing-masing ayat/surat berdiri sendiri, baik karena yang pertama
di’atafkan kepada yang lain maupun karena yang pertama bertentangan
dengan yang lain. Misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 189 dan 190:
9
meskipun pada musim haji dan diperbolehkan melawan serangan
tersebut selama tidak melampaui batas.
b) Materi11
Banyak mufassir yang memiliki konsen dalam hal
munâsabah al-Qur’an saat ini, seperti Quraish Shihab. Ia
mengklasifikasikan korelasi kalimat, ayat, surat dalam teks al-
Qur’an dalam tujuh point penting. Dan seperti sebelumnya perlu
diingat bahwa tujuh point dalam munâsabahnya memiliki
keterikatan erat dengan tema pokok surat-surat dalam al-Qur’an,
ketujuh point tersebut adalah sebagai berikut:
11
Ari Hendri. Op.cit.hlm.51
10
Nasrani, sebaliknya surat al-Baqarah lebih terfokus pada
pembahasan umat Yahudi. Karena itu al-Baqarah ditempatkan
sebelum Ali Imran sesuai dengan historisitas agama Yahudi
lebih dahulu lahir dari agama Nasrani. Selain itu yang pertama
kali diseru oleh Nabi saw di Madinah adalah kaum Yahudi,
baru kemudian beliau berhadapan dengan kaum Nasrani.
Contoh lain adalah surat Muhammad, yang nama lainnya
adalah surat al-Qital (peperangan), diletakkan sebelum surat
al-Fath yang berarti kemenangan dan selanjutnya
mengakibatkan al-Hujurat yang memiliki maksud pembagian
atau pembatasan tugas-tugas. Begitulah antara surat- surat al-
Qur’an itu ada korelasi satu dengan yang lain sari segi urutan
surat.
2) Munâsabah antara nama surat dengan tujuan turunnya.
Keserasian serupa itu kata al-Biqa’i merupakan inti
pembahasan surat tersebut serta penjelasan menyangkut tujuan
surat itu. Sebagaimana diketahui surat kedua dalam al-Qur’an
diberi nama al-Baqarah (sapi betina). Cerita tentang sapi betina
yang terdapat dalam surat itu pada hakikatnya menunjukkan
kekuasaan tuhan dalam membangkitkan orang mati, sehingga
dengan demikian tujuan dsari surat al-Baqarah adalah
mengenai kekuasaan tuhan dan keimanan kepada hari akhir
(hari kiamat).
3) Munâsabah antara kalimat dalam satu ayat.
Munâsabah antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam
satu ayat dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a) Munâsabah yang dapat dilihat dan diperkuat dengan huruf aṭaf (kata
penghubung). Contohnya, munâsabah dalam bentuk al-madhaddhat
(berlawanan). Sebagaimana dalam ayat 178 surat al-Baqarah:
11
اب أَلِي ٌم ٰ
ٌ َّربِّ ُك ْم َو َر ْح َمةٌ ۗ فَ َم ِن ٱ ْعتَد َٰى بَ ْه َد َذلِ َك فَلَ ۥهُ َع َذ
ٰ ٰ
ّللا لَ َهلَّ ُ ْم ِ اس التَّ ْق َو ٰى َذلِ َك َخ ْي ٌر ۚ َذلِكَ ِمنْ آيَا
ِ َّ ت ُ َس ْوآتِ ُك ْم َو ِريشًا ۖ َولِب ً يَا بَنِي آ َد َم قَ ْد أَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَا
َ سا يُ َوا ِري
َيَ َّذ َّك ُرون
12
yakni pakaian yang menuntun sikap mental untuk selalu tunduk dan
patuh melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
4) Munâsabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat
Sebagai contoh dapat diperhatikan ayat-ayat pada awal
surat al-Baqarah mulai ayat 1-20. Ayat- ayat tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: a) keimanan, merupakan
ayat 1-5; b) kekufuran, perhatikan ayat 6-7; dan c) kemunafikan
dari ayat 8-20. Dalam membedakan ketiga kelompok tersebut
secara jelas dengan menarik hubungan antara ayat-ayat tersebut.
Misalnya dengan menyebut sifat-sifat mukmin, kafir dan munafik
secara runtun dan berdekatan maka akan memberikan pemahaman
yang lebih gamblang dan utuh tentang watak ketiga golongan itu.
Oleh karenanya akan amat masuk akal ketika ketiga golongan
tersebut disebut secara berurutan, sehingga memudahkan dalam
menyerap informasi.
5) Munâsabah antara faṣilah (penutup) ayat dengan isi ayat
tersebut. Beberapa formasi penutup ayat dengan isi ayat tersebut
adalah: Pola tamkin (memperkokoh), artinya dengan faṣilah suatu
ayat maka makna yang terkandung di dalamnya menjadi lebih
kokoh dan mantap seperti kata ( قف يا عزيزMaha Kuat dan
Perkasa) dalam penutup ayat 25 surat al-Ahzab. Dijelaskan dalam
ayat ini bahwa Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari
peperangan. Hal itu bukan dikarenakan mereka lemah, melainkan
semata-mata untuk menunjukkan kemahakuasaan dan keperkasaan
Allah. Inilah pemahaman yang tersirat dalam faṣilah ayat itu..
Dengan demikian terasa sekali keserasiannya dengan makna yang
terkandung oleh ayat tersebut.
6) Munâsabah antara awal surat dengan akhir surat. Seperti tampak
dalam surat al-Mukminun, dengan awal surat yang berbunyi
(sungguh beruntung orang-orang yang beriman) statement awal
pada surat ini memilikikorelasi dengan akhir surat yang berbunyi:
13
َسابُهُ ِع ْن َد َربِّ ِه ۚ إِنَّهُ ََل يُ ْفلِ ُح ا ْل َكا ِفرُون َ ّللاِ إِ ٰلَ ًا
َ آخ َر ََل بُ ْرهَانَ لَهُ بِ ِه فَإِنَّ َما ِح َّ ع َم َع
ُ َو َمنْ يَ ْد
12
Ari Hendri, “Problematika Teori Munasabah Al-Qur’an”,Jurnal Tafsere Vol. 7. No. 1. 2019, UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.hlm.89
14
dapat memberikan gambaran yang semakin terang bahwa l- Qur’an itu
betul-betul kalam Allah, tidak hanya teksnya, melainkan susunan dan
urutan ayat-ayat dan surat-suratnya pun atas petujuk-Nya.
Tanpa adanya munasabah, seseorang akan kesulitan dalam
memahami al- Qur’an dan ada kemungkinan keliru dalam memahami dan
menafsirkannya seperti kekeliruan Guillaume yang menganggap
sistematika susunan al-Qur’an kacau karena ayat-ayat madaniyat masuk
ke kelompok ayat makiyyat dan sebaliknya.
15
2.6 Macam-Macam Munasabah
a. Munasabah antara surat dengan surat sebelumnya. Satu surah
berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, contoh, di dalam Q.S. Al-
Fatihah ayat 6:
َ ً ع َم َع ّللاِ إِ ٰل ا
)111( َلآخ َربُ ْرهانَ لَهُ بِ ِه فَإِنَّما ِحسابُهُ ِع ْن َد َربِّ ِه َلإِنَّهُ يُفلِ ُح ا ْلكافِ ُرون ُ َو َمنْ يَ ْد
16
e. Hubungan antara satu ayat dengan ayat lain dalam satu surah.
Misalnya kata “Muttaqin” di dalam surah al-Baqarah ayat 2
dijelaskan pada ayat berikutnya mengenai ciri-ciri orang yang
bertaqwa.
f. Hubungan antara penutup surah dengan awal surah berikutnya,
misalnya akhir Q.S. Al-Waqi’ah: 96 :
ِ س ِم َربِّكَ آ ْل َه ِظ
)66( يم َ َف
ْ سبِّ ْح بِآ
13
John Supriyanto, “Munasabah Al-Quran: Studi Korelatif Antar Surat Shalat-Shalat Nabi”,Jurnal
Intizar Vol. 19. No. 1. 2013, IAIN Raden Fatah Palembang.hlm.52
17
2.7 Metode dalam Menyingkap Munasabah
Menurut Manna’ Al-Qathan, kajian menyingkap Munasabah Al-
Qur’an antara ayat-ayat bukanlah taqlifi (sesuatu yang ditetapkan
Rasulullah), melainkan hasil ijtihad mufassir sebagai buah penghayatan
terhadap kemukjizatan Al-Qur’an, rahasian retorika, dari segi
keterangannya yang mandiri, apabila korelasi itu maknanya halus,
konteksnya harmonis, dan asas-asas kebahasaannya sesuai korelasi
(Munasabah) itu dapat diterima. Ini bukan berarti bahwa para mufassir
harus mencari kesesuaian setiap ayat. Karena Al-Qur’an turun secara
bertahap dan sesaui dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Seorang
mufassir terkadang dapat membuktikan Munasabah antara ayat dan
terkadang juga tidak. Oleh sebab itu, ia tidak perlu memaksakan diri untuk
menemukan kesesuaian. Jika demikian, kesesuaian itu hanyalah sesuatu
yang dibuat-buat dan tidak patut.14
14
John Supriyanto. Op.cit.hlm.60
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a) Ilmu Munasabah adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat
keserasian (korelasi) antara satu bagian dengan bagian yang lain. Ilmu
ini sepenuhnya bersifat ijtihady, bukan taufiqy
b) Menurut ulama Az-Zarkasy menerangkan bahwa fungsi munasabah,
adalah menggabungkan bagian-bagian kalimat yang lain sehingga
tampak adanya keterkaitan antara keduanya.
c) Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’I, MA, urgensi dalam mepelajari
munasabah ialah menghindari kekeliruan dalam menafsirkan Al-
Qur’an, sebab munculnya kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur’an
adalah karena tidak mengetahui munasabah dan Intensifikasi
pengertian Al-Qur’an.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat menambah sedikit ilmu kita tentang Ilmu
Munasabah. Apa itu pengertian Munasabah, apa saja Bentuk Munasabah,
Bagaimana ulama salaf dalam ilmu munasabah, ulama kontemporer dan
ilmu munasabah,Apa urgensi ilmu munasabah, Apa saja macam-macam
munasabah dan Bagaimana metode dalam menyingkap munasabah. Dan
semoga kita dapat mengambil manfaatnya dalam proses evaluasi
pendidikan.
Demikianlah makalah yang kami buat semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan pembaca. Mohon maaf apabila ada kesalahan
informasi, ejaan, dan penulisan kata. Kami mengharapkan saran dan kritik
untuk dapat lebih baik lagi dalam penulisan makalah.
19
DAFTAR PUSTAKA
Hendri, Ari. Jurnal Tafsere Vol. 7. No. 1. 2019. Problematika Teori Munasabah
Al-Qur’an. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Supriyanto, John. Jurnal Intizar Munasabah Al-Qur’an Vol. 19. No. 1. 2013.
Munasabah Al-Qur’an : Studi Korelatif Antar Surat Shalat-Shalat Nabi. IAIN
Raden Fatah Palembang.
20
LAMPIRAN
21
22