Khutbah Idul Adha 1439 H
Khutbah Idul Adha 1439 H
Tatkala kita berkumpul di hari raya Idul Adha, sesungguhnya kita diingatkan pada dua
peristiwa suci dan agung; peristiwa besar yang sangat menggugah perhatian umat Islam di seluruh
dunia, yaitu; disyariatkannya kewajiban ibadah Haji ke Makkah Al Mukarramah dan ibadah
Qurban, yang keduanya merupakan syariat yang berasal dari sejarah kehidupan Nabiyullah Ibrahim
Alaihissalam. Ibadah haji yang saat ini ditunaikan berjuta umat Islam dari segala penjuru dunia,
termasuk saudara saudara kita yang berasal dari Indonesia yang berjumlah kurang lebih 200 ribu
orang, berkumpul di Makkah dalam suasana damai dan bersahabat. Mereka beribadah secara
berjamaah dengan segala manasiknya, bersatu dalam niat yang sama, dipersatukan oleh panggilan
firman Nya : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap ALLAH, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah .... (QS. Ali Imran ; 97). Marilah kita memohon
kepada Allah kiranya keluarga, saudara-saudara kita, maupun teman-teman kita yang menunaikan
ibadah haji tahun ini mendapatkan haji mabrur (amin).
“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti
membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang
yang bertakwa”. (QS. Al-Maidah: 27)
Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak
memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya)…
(QS. Al-Hajj: 36)
Ibadah qurban, adalah suatu ritualitas agama yang dimensi sosialnya sangat kental. Dengan
berqurban, seorang muslim merasakan dirinya dekat dengan Allah SWT dan dekat dengan
sesamanya. Ketika orang yang berqurban menyembelih qurbannya, ia membaca: “Sesungguhnya
shalatku ibadahku (qurbanku), hidup dan matiku untuk Allah.” Dan setelah hewan qurbannya
disembelih, ia bagikan dagingnya kepada orang yang kurang mampu sebagai bentuk kecintaan dan
kepedulian mereka terhadap sesama.
Walaupun ibadah ini hanya dilakukan sekali dalam setahun, namun semangat dan
kebiasaannya haruslah senantiasa dipelihara. Sikap ingin selalu dekat dengan Allah seharusnya
dipelihara dengan mendayagunakan seluruh potensi diri dalam menunaikan ibadah-ibadah
mahdhah secara sempurna. Demikian juga dengan sikap ingin dekat dengan sesama seharusnya
pula dijaga dengan senantiasa memaksimalkan ibadah-ibadah sosialnya. Jika seorang muslim
mampu menjaga hubungan baiknya dengan Allah dan juga dengan sesama manusia, insya Allah
kehinaan dalam kehidupan ini pasti akan tersingkir jauh.
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”
Allohu Akbar 3x
Ibadah qurban dalam Islam jangan hanya dipahami sebagai ibadah dalam konteks
ritualitasnya saja, sehingga kita hanya menyorotnya dari sisi ubudiyahnya saja, karena ibadah
qurban ini juga memahamkan banyak hal bermanfaat lainnya.
Bersyukur atas nikmat – nikmat Alloh itu juga salah satu diantaranya. Al-Qur’an
menggambarkan bahwa Allah SWT dengan sifat Rububiyah-Nya memenuhi segala kebutuhan
hamba-Nya. Dia menurunkan hujan dari langit, menumbuhkan tumbuhan dengan air hujan tersebut,
menyediakan makanan bagi berbagai jenis binatang dan binatang ternak. Dan dari semua itu,
manusia memenuhi kebutuhan makan dan minumnya. Maka sepatutnyalah manusia menunjukkan
rasa syukurnya dengan melaksanakan ibadah qurban, yang disyariatkan untuknya sekali dalam
setahun.
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah
telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya
dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al-
Hajj: 28)
“Dan tidak dianggap membuat kebajikan seseorang di antara kalian sampai kamu menginfaqkan
apa yang kalian cintai.”
“Perhatikanlah ketika Allah menguji Ibrahim, dengan berbagai kalimat perintah dan harapan,
maka semuanya dapat diselesaikan dengan sempurna. Maka Allah berfirman: Sesunggunya Aku
akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia, Ibrahim berkata: dan saya mohon juga buat
keturunanku. Allah berfirman: Janjiku ini tidak mengenai orang-orang yang zalim”
Pada zaman modern yang canggih ini, atau zaman yang akhir-akhir ini oleh masyarakat kita
dinamakan lagi sebagai zaman milenial, tampak jelas dan tidak terbantahkan bahwa logika
lingkungan cinta duniawi telah merebak dan mewabah mencemari perilaku hidup dan kehidupan
manusia, di mana manusia dipandang sebagai obyek, bukan sebagai subyek. Kadar dan nilai
manusia ditentukan seberapa jauh nilai materi yang dimilikinya. Tinggi rendahnya nilai kehormatan
manusia tergantung dari label-label keduniaan yang melekat pada diri manusia itu sendiri. Maka
wajarlah jika manusia zaman sekarang ini merasa asing bahkan bingung hidup di atas bumi yang
melahirkannya. Masyarakat modern dewasa ini menurut Rosspoole, seorang cendekiawan Barat
asal Inggris, adalah masyarakat yang sakit, karena di satu pihak ia membutuhkan moralitas
spritual (moral agama), tapi di pihak lain ia membuat moralitas itu mustahil, tidak ada. Maka
yang terjadi adalah dunia modern memunculkan pemahaman-pemahaman tertentu tentang moralitas
6 Khutbah Idul Adha 1439 H - SMAN 1 Kediri
tanpa kendali agama. Bahkan justru kehilangan moral dan inilah yang menjadi akar dari segala
permasalahan mengapa krisis multi dimensional di negara republik yang tercinta ini terjadi.
Oleh karena itu, penyembelihan qurban hari ini setelah menunaikan Solat ‘Id, sepantasnya
membuat kesadaran baru ke dalam diri individu setiap manusia. Kesadaran baru itu ialah
memahami akan hakikat keberadaan manusia dalam alam semesta Allah, pada tata atur yang
sedemikian sempurna yang hukum-hukum adilnya menjelmakan sangsi-sangsi setimbang dalam
kekuasaan Arsy yang tak tersepuh kepalsuan. Manusia yang berkesadaran baru ialah hamba Allah
yang berintrospektif, yang kerap bertanya soal hakikat keberadaan dirinya yang membangun diri
dan lingkungannya kepada lima kualitas: kualitas iman yang tinggi, kualitas taqwa yang kokoh,
kualitas intelektual yang hebat, kualitas karsa yang nyata, dan kualitas karya yang maju.
Namun sayangnya, pada kenyataannya makna dari kerelaan berqurban masih kurang
mendapat perhatian dan penghayatan yang memadai, karena masih banyak di antara yang berperan
di bundaran dunia fana’ ini, cuma menanti pengorbanan orang lain, bahkan andai kebetulan ia
menjadi orang atasan, berpangkat dan berkedudukan, maka diperasnya bawahannya agar sudi
berkorban baginya demi kenikmatan egonya, demi prestise kejayaannya dan lain-lain. Dan
sebaliknya, andai manusia semacam itu menjadi bawahan, maka dibekamnya fitrah citra luhurnya
demi kondite sementara yang disangkanya akan membahagiakan hidup di dunia dan di akhirat.
Memang dalam kehidupan ini manusia dicoba dengan bermacam-macam ujian Ismail-Ismail yang
sewaktu-waktu meminta pengorbanan. Ada kalanya pengorbanan tenaga, harta, pengorbanan
perasaan, dan kesenangan bahkan suatu ketika meningkat pada pengorbanan jiwa. Berkorban jauh
lebih baik dan mulia dari pada menjadi korban.
Allahu Akbar 3X,
Penyembelihan qurban merupakan suatu tindakan penundukan dan penguasaan
kecenderungan-kecenderungan hewani dalam diri manusia itu sendiri yang dalam bahasa agama
disebut al-nfasu al-ammârah dan al-nafsual-lawwamah, yakni keinginan-keinginan rendah yang
selalu mendorong atau menarik manusia ke arah kekejian dan kejahatan. Qurban disyariatkan guna
mengingatkan manusia bahwa jalan menuju kebahagiaan membutuhkan pengorbanan. Akan tetapi
yang dikorbankan bukan manusia, bukan pula kemanusiaan, atau kelebihan saudara kita demi
kepentingan pribadi. Namun yang dikorbankan adalah binatang, yang sempurna lagi tidak cacat,
sebagai indikasi agar sifat-sifat kebinatangan yang sering bercokol pada diri kita harus dienyahkan
serta dibuang jauh-jauh,
Sifat mau menang sendiri walau dengan menginjak-injak hak orang lain,
Sikap tamak dan rakus walau kenyang dari kelaparan orang lain,
Bahagia dan senang walau menari-menari di atas penderitaan orang lain,
Mabuk kekuasaan dengan ambisi yang tidak terkendali,
Ada hikmah lain yang bisa kita petik, beberapa riwayat menjelaskan, bahwa ketika Ibrahim
sudah berada di puncak tugas kenabiannya, ia merasa sudah semakin tua, semakin kesepian dan
sangat ingin mempunyai keturunan. Usia Ibrahim sudah lebih dari seratus tahun, sementara
isterinya tidak dapat memberikan keturunan. Tapi atas kemurahan-Nya, Allah SWT akhirnya
memberikan kabar gembira kepada Ibrahim sebagai ganjaran atas kerja kerasnya, waktu dan
penderitaan dalam perjuangan selama menyampaikan ajaran Islam. Allah mengaruniai seorang anak
(Ismail) dari seorang hamba sahaya (budak) perempuan yang dimiliki Sarah, bernama Hajar.
Karena itu Sarah tidak keberatan kalau Hajar diperistri oleh Ibrahim, yang kemudian memberikan
keturunan, yaitu Ismail as.
Ismail tidak hanya sekedar seorang anak untuk bapaknya, tapi buah hati yang sudah
didambahkan sepanjang hidup, dan imbalan bagi kehidupan yang penuh perjuangan. Sebagai anak
tunggal Ismail, adalah anak yang sangat dicintai oleh seorang bapak yang sudah tua yang sudah
bertahun-tahun menanggung penderitaan. Karena itu Ismail bagi Ibrahim tidak seperti anak pada
umumnya; karena bapaknya telah merindukan kehadirannya selama seratus tahun; karena
kelahirannya tidak diduga-duga oleh bapaknya. Ismail tumbuh bagaikan sebatang pohon yang kuat,
mendatangkan kegairahan dan kebahagiaan dalam kehidupan Ibrahim. Ismail adalah cinta sekaligus
harapan dan masa depan Ibrahim sekaligus keluarganya.
Di tengah kebahagiaan seperti itu turunlah wahyu, “Wahai Ibrahim! Taruhlah sebilah pisau
di leher anakmu dan sembelihlah dia dengan tanganmu sendiri”. Seperti difirmankan dalam surat
as-Shafat ayat 102,
Dapatkah kita membayangkan betapa terguncangnya Ibrahim, dengan turunnya perintah itu;
ia merasakan penderitaan, sakit dan pedih yang luar biasa kalau sampai harus mengurbankan
anaknya sendiri, anak satu-satunya. Ibrahim goyah dan hampir-hampir roboh tidak sanggup
menghadapi tugas kenabian yang teramat berat ini.
Ibrahim yang sepanjang sejarah perjuangannya dikenal sebagai hamba Allah yang paling
setia, pahlawan yang tangguh dalam mengahadapi segala rintangan dan selalu berhasil dalam
melaksanakan tanggung jawabnya, sekarang dihadapkan dengan perang melawan dirinya sendiri.
Ibrahim dihadapkan pada konflik batin untuk memilih antara Allah atau dirinya?
Menjadi seorang Nabi atau Bapak? Hidup hanya untuk hidup atau hidup demi tujuan?
Memilih Allah atau Ismailnya? Ibrahim dihadapkan pada pilihan yang benar-benar teramat sulit.
Ibrahim akhirnya mengambil keputusan tepat, dengan bulat hati menyembelih putranya atas
perintah Allah SWT, sebagaimana difirmankan dalam surat as-Shafat ayat 103-107 Artinya: Tatkala
keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah
kesabaran keduanya). (103) Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim (104) Sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-
orang yang berbuat baik. (105) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (106) Dan
Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (107).
Konflik batin yang dialami Ibrahim, menggambarkan kelemahan mendasar Ibrahim adalah
perasaan cintaannya kepada Ismail yang berlebihan seperti halnya kebanyakan manusia pada
umumnya. Inilah yang menyebabkan kebimbangan antara kecintaannya kepada Ismail atau
Siti Hajar, seorang ibu teladan sejati yang harus menjadi contoh oleh ibu-ibu zaman
sekarang. Dia adalah seorang wanita yang tabah dan sabar. Tidak tergiur oleh berbagai rayuan,
bersedia ditinggalkan suami di padang tandus yang tak bertepi, namun kasih sayang dan
tanggungjawabnya dalam menjaga dan mendidik anaknya tidak dia abaikan walau dia dalam
menderita lapar dan haus.
Ismail adalah tokoh remaja yang pantas menjadi idola para remaja di zaman ini; dalam
usianya yang sangat muda, dia rela menyerahkan nyawanya demi takwanya kepada ALLAH SWT
dan kepatuhan kepada orang tuanya. Itu suatu pengorbanan yang luar biasa dari seorang remaja
yang berjiwa besar.
Allahu Akbar 3X
Kebaikan yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan putranya Ismail adalah kebaikan
yang harus terus dilestarikan. Kita berkewajiban melestarikan sikap taat dan tulus seorang Ibrahim
dalam melaksanakan perintah Allah. Dan kita juga berkewajiban melestarikan sikap sabar dan
pasrah Ismail dalam melaksanakan perintah Allah kepadanya.
Akhirnya, marilah jamaah sekalian kita senantiasa berusaha untuk dapat merealisasikan
pesan-pesan ibadah qurban ini, dengan tetap memelihara ruh dan jiwa pengorbanan yang telah kita
dapatkan dari pelaksanaannya. Dengan cara itulah, segala daya, tenaga, harta dan waktu yang telah
kita korbankan demi tegaknya kebaikan dan tingginya kalimat Allah di muka bumi, akan
senantiasa tersimpan di sisi Allah SWT, untuk kita dapatkan ganjarannya kelak di yaumil hisab.
Semoga Allah yang Maha Penyayang senantiasa menyayangi kita semua.