Anda di halaman 1dari 18

PENILAIAN KASUS TERKAIT STERILISASI DAN DESINFEKTAN

DALAM PEMASANGAN INFUS

Makalah
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Manajemen Patinet Safety
yang dibina oleh Ibu Dr. Nurul Pujiastuti, S.Kep., Ns., M. Kes

Kelompok 1
Oleh :
Sonia Nabila (P17220194050)
Ari Dwi Kristanto (P17220194054)
Aminatus Zahro (P17220194056)
Indriani (P17220194058)
Devi Firdaus P S (P17220194060)

Khamilanisa Nur T (P17220194065)

Ismatuz Zuhriyah (P17220194070)

Haris Widya N (P17220194076)

Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang


Jurusan Keperawatan
D3 Keperawatan Lawang
Februari 2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga bisa menyelesaikan makalah tugas
matakuliah Manajemen Patient Safety tentang “Penilaian Kasus Terkait Sterilisasi dan
Desinfektan dalam Pemasangan Infus”, dengan tepat pada waktunya. Banyak rintangan dan
hambatan yang dihadapi dalam penyusunan makalah ini. Namun berkat bantuan dan
dukungan dari teman-teman, sehingga bisa menyelesaikan makalah ini.

Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran
dan dapat menambah pengetahuan para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan doa.
Tidak lupa pula mengharap kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini, di karenakan
banyak kekurangan dalam mengerjakan makalah ini.

Lawang, 18 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii


DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................2
1.3 Tujuan .....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemasangan Infus................................................... 3
2.2 Sterilisasi dan Desinfektan Terhadap Aspek Perawat
dalam Video................................................................................10
2.3 Sterilisasi dan Desinfektan Terhadap Aspek Alat-Alat yang
Digunakan dalam Video.............................................................10
2.4 Sterilisasi dan Desinfeksi terhadap Aspek Lingkungan
dalam Video................................................................................ 12

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan............................................................................ 14
3.2 Saran.........................................................................................14

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................ 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara


fisiologis kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan hampir 90% dari
total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara
keseluruhan, presentase cairan tubuh berbeda berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh
bayi baru lahir sekitar 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan,
wanita dewasa 55% dari tital berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan.
Selain itu, presentase jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada lemak
dalam tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan tubuh pun
lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibandingkan
pada pria, karena jumlah lemak pada tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan
dengan lemak pada tubuh pria dewasa.

Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui
sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Yuda, 2010).

Pemberian cairan intravena (Infus) yaitu memasukkan cairan atau obat langsung
ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan
infus set. (Potter, 2005)

Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian caian tubuh
dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien
rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau
setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obatan
lain. (Lachman, 2008)

Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik
untuk Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pemasangan infus?
2. Bagaimana sterilisasi dan desinfektan terhadap aspek perawat dalam video tersebut?
3. Bagaimana sterilisasi dan desinfektan terhadap aspek alat-alat yang digunakan dalam
video tersebut?
4. Bagaimana sterilisasi dan desinfektan terhadap aspek lingkungan dalam video
tersebut?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pemasangan infus.
2. Untuk mengetahui sterilisasi dan desinfektan terhadap aspek perawat dalam video.
3. Untuk mengetahui sterilisasi dan desinfektan terhadap aspek alat-alat yang digunakan
dalam video.
4. Untuk mengetahui sterilisasi dan desinfektan terhadap aspek lingkungan dalam video.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemasangan Infus

2.1.1 Pengertian Pemasangan Infus

Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan
untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien (Darmawan,
2008).

Sementara itu menurut Lukman (2007), terapi intravena adalah


memasukkan jarum atau kanula ke dalam vena (pembuluh balik) untuk
dilewati cairan infus / pengobatan, dengan tujuan agar sejumlah cairan atau
obat dapat masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam jangka waktu tertentu.

2.1.2 Tujuan Pemasangan Infus

Menurut Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalah


mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan
melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit,
memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikan tranfusi darah,
menyediakan medium untuk pemberian obat intravena, dan membantu
pemberian nutrisi parenteral.

2.1.3 Indikasi Pemasangan Infus

Secara garis besar, indikasi pemasangan infus terdiri dari 4 situasi


yaitu ; Kebutuhan pemberian obat intravena, hidrasi intravena, transfusi darah
atau komponen darah dan situasi lain di mana akses langsung ke aliran darah
diperlukan. Sebagai contoh :

1. Kondisi emergency (misalnya ketika tindakan RJP), yg memungkinkan


untuk pemberian obat secara langsung ke dalam pembuluh darah Intra
Vena
2. Untuk dapat memberikan respon yg cepat terhadap pemberian obat (seperti
furosemid, digoxin)

3. Pasien yg mendapat terapi obat dalam jumlah dosis besar secara terus-
menerus melalui pembuluh darah Intra vena

4. Pasien yg membutuhkan pencegahan gangguan cairan & elektrolit

5. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi


kepentingan dgn injeksi intramuskuler.

6. Pasien yg mendapatkan tranfusi darah

7. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (contohnya


pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena
untuk persiapan seandainya berlangsung syok, juga untuk memudahkan
pemberian obat)

8. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yg tidak stabil, contohnya syok


(meneror nyawa) & risiko dehidrasi (kekurangan cairan) , sebelum
pembuluh darah kolaps (tak teraba), maka tak mampu dipasang
pemasangan infus.

2.1.4 Kontradiksi Pemasangan Infus

Kontraindikasi relatif pada pemasangan infus, karena ada berbagai


situasi dan keadaan yang mempengaruhinya. Namun secara umum,
pemasangan infus tidak boleh dilakukan jika ;

1. Terdapat inflamasi (bengkak, nyeri, demam), flebitis, sklerosis vena, luka


bakar dan infeksi di area yang hendak di pasang infus.
2. Pemasangan infus di daaerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal,
terutama pada pasien-pasien yang mempunyai penyakit ginjal karena lokasi
ini dapat digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah).

3. Obat-obatan yg berpotensi iritan pada pembuluh vena kecil yg aliran


darahnya lambat (contohnya pembuluh vena di tungkai & kaki).
2.1.5 Keuntungan dan Kerugian Pemasangan Infus

Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan dan kerugian terapi


intravena adalah :

1. Keuntungan Pemasangan Infus – Keuntungan terapi intravena antara lain :


Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat
target berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat
dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol
sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit
dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat
dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain
karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus
gastrointestinalis.
2. Kerugian Pemasangan Infus – Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa
dilakukan “drug recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko
toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa
menyebabkan “speed shock” dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu :
kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu,
iritasi vascular, misalnya flebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan interaksi
dari berbagai obat tambahan.

2.1.6 Lokasi Pemasangan Infus

Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang
sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer
kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling mudah
untuk terapi intravena.

Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan


(vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena
basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena
radialis), permukaan dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis).
Dougherty, dkk (2010)
Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemilihan lokasi pemasangan terapi
intravana mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:

1. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat
penting dan mempengaruhi berapa lama intravena terakhir
2. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenis
terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan,
pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun

3. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan


tingkat kesadaran

4. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering
memaksa tempat-tempat yang optimum (misalnya hiperalimentasi adalah
sangat mengiritasi vena-vena perifer)

5. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan pengukuran


untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan
hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (misalnya mulai di
tangan dan pindah ke lengan)

6. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan sisi
dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat penting ; jika sedikit vena
pengganti

7. Terapi intravena sebelumnya : flebitis sebelumnya membuat vena menjadi


tidak baik untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat vena menjadi
buruk (misalnya mudah pecah atau sklerosis)

8. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada


pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnya pasien
mastektomi) tanpa izin dari dokter

9. Sakit sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien


dengan stroke

10. Kesukaan pasien : jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami pasien


untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi

2.1.7 Jenis Cairan Pemasangan Infus

Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter, (2005) cairan


intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya


mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada
di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami
hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%).
2. Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan
serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga
larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan
ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip
cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)
dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial
(dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%.

3. Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan


serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke
dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose
5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate.

2.1.8 Alat dan Bahan Pemasangan Infus

Sebelum melaksanakan pemasangan infus, berikut adalah alat dan


bahan yang harus dipersiapkan ketika hendak melakukan tindakan
pemasangan infus. Pastikan bahwa ke 12 alat dan bahan ini sudah tersedia.

1. Standar infus
2. Cairan infus sesuai kebutuhan

3. IV Catheter / Wings Needle/ Abocath sesuai kebutuhan

4. Perlak

5. Tourniquet

6. Plester

7. Guntung

8. Bengkok

9. Sarung tangan bersih


10. Kassa steril

11. Kapal alkohol / Alkohol swab

12. Betadine

2.1.9 SOP Pemasangan Infus

Standar Operasional Prosedur (SOP) memasang selang infus yang


digunakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia adalah sebagai
berikut :

1. Cuci tangan
2. Dekatkan alat

3. Jelaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan
selama pemasangan infus

4. Atur posisi pasien / berbaring

5. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan
gantungkan pada standar infus

6. Menentukan area vena yang akan ditusuk

7. Pasang alas

8. Pasang tourniket pembendung ± 15 cm diatas vena yang akan ditusuk

9. Pakai sarung tangan

10. Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm

11. Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke jantung

12. Pastikan jarum IV masuk ke vena

13. Sambungkan jarum IV dengan selang infus

14. Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi

15. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester


16. Atur tetesan infus sesuai program medis

17. Lepas sarung tangan

18. Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi : nama pelaksana, tanggal
dan jam pelaksanaan

19. Bereskan alat

20. Cuci tangan

21. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan

2.2 Sterilisasi dan Desinfektan Terhadap Aspek Perawat dalam Video


Pada video tersebut sebelum dan sesudah melakukan tindakan pemasangan infus
perawat tidak menjaga kebersihan tangannya (mencuci tangan). Sehingga tidak sesuai dengan
SOP pemasangan infus, seharusnya perawat melakukan desinfeksi terhadap dirinya terlebih
dahulu sebelum tindakan dilakukan, seperti:
 Kebersihan tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun
dan air mengalir, bila tangan kotor atau terkena cairan tubuh maka menggunakan
alkohol (alcohol-based handrubs). Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong
pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan
sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir.

 Indikasi kebersihan tangan:

1. Sebelum kontak pasien


2. Sebelum tindakan aseptik
3. Setelah kontak darah dan cairan tubuh
4. Setelah kontak pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Jadi, pada aspek perawat di dalam video tersebut perawat belum melakukan
desinfeksi pada tangannya sebelum dan sesudah tindakan pemasangan infus.

2.3 Sterilisasi dan Desinfeksi terhadap Aspek Alat-Alat yang Digunakan dalam Video
• Alat dan bahan pemasangan infus yang digunakan :

1. Cairan infus
2. Infus set
3. Standar infus
4. Hands scoon steril
5. Tourniquet
6. Alcohol swab
7. Abocath
8. Lodine povidine
9. Perlak
10. Bengkok
11. Bak steril
12. Kasa dan kaps kering
13. Plester
• Berdasarkan alat dan bahan pemasangan infus di video tersebut yang tergolong
steril yaitu :

No. Bahan

1. Hands scoon steril

2. Kasa dan kapas kering

3. Lodine provide

4. Infus set

5. Abocath

• Sedangkan, alat dan bahan pemasangan infus yang perlu dilakukan desinfeksi,
yaitu:

No. Bahan

1. Bengkok

2. Bak steril

Kesimpulan :
Alat dan bahan sudah memenuhi SOP pemasangan infus, tetapi ada beberapa
bahan yang tidak tercantum seperti, antiseptic. Sedangkan untuk penggunaan
antiseptic sangat penting berguna untuk mencuci tangan agar bersih sebelum
menggunakan hands scoon steril.

2.4 Sterilisasi dan Desinfeksi terhadap Aspek Lingkungan dalam Video

Dalam video tidak ada sterilisasi lingkungan, seharusnya dilakukan upaya


perbaikan lingkungan seperti dibawah ini:

a) Kualitas Udara

Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk kebersihan udara,
kecuali dry mist dengan H2O2 dan penggunaan sinar UV untuk terminal dekontaminasi
ruangan pasien dengan infeksi yang ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan
pembatasan jumlah personil di ruangan dan ventilasi yang memadai.

b) Permukaan lingkungan

Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah, bebas serangga
(semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan
harus dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang
perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastik di ruang
perawatan. Perbersihan permukaan dapat dipakai klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila
ada cairan tubuh menggunakan klorin 0,5%. Fasilitas pelayanan kesehatan harus
membuat dan melaksanakan SPO untuk pembersihan, disinfeksi permukaan
lingkungan,tempat tidur,peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya yang sering
tersentuh. Untuk mencegah aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi pada saluran
napas, hindari penggunaan sapu ijuk dan yang sejenis, tapi gunakan cara basah (kain
basah) dan mop (untuk pembersihan kering/lantai), bila dimungkinkan mop terbuat dari
microfiber.

c) Ventilasi Udara
Semua lingkungan perawatan pasien diupayakan seminimal mungkin kandungan
partikel debu, kuman dan spora dengan menjaga kelembaban dan pertukaran udara.
Gedung yang tidak menggunakan sistem pendingin udara sentral, sebaiknya
menggunakan ventilasi alamiah dengan exhaust fan atau kipas angin agar udara luar yang
segar dapat masuk ke semua ruangan di gedung tersebut. Pintu, jendela maupun langit-
langit di ruangan di mana banyak orang berkumpul seperti ruang tunggu,hendaknya
dibuka maksimal.

Pemasangan exhaust fan yaitu kipas yang dapat langsung menyedot udara keluar
dapat meningkatkan ventilasi yang sudah ada di ruangan. Sistem exhaust fan yang
dilengkapi saluran udara keluar, harus dibersihkan secara teratur, karena dalam saluran
tersebut sering terakumulasi debu dan kotoran, sehingga bisa tersumbat atau hanya sedikit
udara yang dapat dialirkan.

 Pembersihan dan perawatan:

1. Gunakan lap lembab untuk membersihkan debu dan kotoran dari kipas angin.

2. Perlu ditunjuk staf yang ditugaskan dan bertanggung jawab terhadap kondisi kipas
yang masih baik, bersih dll.

3. Periksa ventilasi alamiah secara teratur (minimal sekali dalam sebulan)/dirasakan


ventilasi sudah kurang baik.

4. Catat setiap waktu pembersihan yang dilakukan dan simpan dengan baik
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tindakan pemasangan infus merupakan tindakan invasif dan memerlukan
perawatan yang tepat. Pemasangan dilakukan dengan tetap memegang prinsip aseptik.
Pasien yang terpasang infus dipantau didaerah tusukan infus melalui perawatan infus.
Pentingnya perawatan infus dalam mencegah infeksi dan memantau masih paten kah
vena kateter pada posisinya sekaligus dapat diobservasi adakah tanda-tanda
pembengkakan ataupun flebitis.
Sterilisasi dan desinfeksi pada pemasangan infus terdiri dari tiga aspek yaitu:
aspek perawat (menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan), aspek alat dan bahan (melakukan sterilisasi dan
desinfeksi pada alat setelah melakukan tindakan), dan aspek lingkungan
(memperhatikan kualitas udara, permukaan lingkungan, dan ventilasi udara).

3.2 Saran
Perawatan sebagai tenaga medis perlu memahami dengan baik prosedur
pemasangan infus sebab tindakan ini adalah tindakan invasif. Pentingnya pemahaman
perawat mengenai pemasangan infus, perawatan infus dapat mencegah terjadinya
infeksi. Maka dari itu perlunya observasi pada setiap pasien yang terpasang infus
apakah daerah di sekitar tempat tusukan mengalami pembengkakan maupun flebitis.
DAFTAR PUSTAKA

Nerslicious. (2018, Juni 25). SOP Pemasangan Infus Lengkap Sesuia Standar Akreditasi.

https://www.nerslicious.com/sop-pemasangan-infus/

Uliyah, Musrifatul, & A. Aziz Alimul Hidayah. (2008). Keterampilan Dasar Praktik

KLinikUntuk Bidan. Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai