Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Korporasi Multinasional dalam Globalisasi Ekonomi


Santoso (2004:124) mengutip dari Kavaljit Singh bahwa globalisasi digambarkan sebagai
suatu proses saling ketergantungan ekonomis yang terus berkembang di antara negara-negara
di dunia dengan ciri;
1.      pertumbuhan transaksi keuangan dan perdagangan internasional yang cepat,terutama di
antara perusahaan-perusahaan transasional,
2.      gelombang investasi asing langsung ( foreign direct investment) yang mendapat dukungan
luas dari kalangan perusahaan transnasional,
3.      timbulnya pasar global, serta
4.      Penyebaran teknologi dan berbagai pemikiran sebagai akibat dari ekspansisystem
transportasi dan komunikasi yang cepat dan meliputi seluruh dunia.

Globalisasi telah membawa dampak semakin meningkatnya transaksitransnasional atau


cross border transaction. Arus barang, jasa, modal, dan tenagakerja juga semakin mudah dan
lancar antar negara. Belum lagi dengan kehadiran WTO (World Trade Organization) yang
memfasilitasi perdagangan transnasional tersebut.

Imam Santoso,  Advance Pricing Agreement dan Problematika Transfer  Pricing dari


Persperkstif Perpajakan Indonesia (http://puslit.petr -a.ac.id/puslit/journals,2004), hal.124
Sesuai dengan fungsinya, WTO membuat hambatan-hambatan yang ada di sebuah Negara
dalam hal perdagangan menjadi lebih kecil atau bahkan menghilangkan hambatan tersebut
dengan berbagai perjanjian yang telah disepakati oleh anggota WTO. Melalui itu semua,
perusahaan saat ini tidak lagi membatasi kegiatan usahanya hanya pada satu negara saja,
tetapi sudah merambah jauh sampai ke berbagai negara. Perusahaan-perusahaan ini pada
akhirnya bekerja dengan membuka berbagai cabang di berbagai negara, bukan hanya dalam
satu benua saja, melainkan juga lintas benua. Dengan semua itu keterbukaan pasar dunia,
kemudahan bahan baku, dan aspek lainnya akhirnya lahirlah sebuah era korporasi
multinasional  jika boleh penulis sebut demikian dan membuat dunia ini seolah-olah berada
pada sebuah pasar tunggal yang tak asing lagi satu dengan yang lainnya. Kata “jual-beli”
hanya digantikan oleh kata “ekspor-impor” dan beberapa hal lainnya. Beberapa korporasi
multinasional yang telah merambah ke Indonesia antara lain General Motors andFord, Esso,
Shell, British Petroleum, McDonald, Kentucky, AT&T, dan International News Corporation.
Lahirnya korporasi multinasional tentunya mempunyai berbagai dampak, baik positif maupun
negative dan semuanya berada pada lingkup yang berbeda sudut pandangnya. Dari sudut
pandang positif yakni dampak positifnya dengan adanya korporasi multinasional ini, investasi
dapat tersebar di berbagai Negara di dunia, bahkan mungkin yang belum maju sekalipun,
karena tujuan mereka salah satunya adalah pengembangan wilayah dan pencarian pangsa
pasar dunia. Dari sisi penerimaan negara, dengan adanya korporasi multinasional,
penerimaan dari sektor pajak dan non pajak juga akan lebih meningkat dibandingkan dengan
tanpaadanya korporasi seperti ini. Ini berkaitan dengan perlakuan korporasi multinasional
sebagai subjek pajak luar negeri atau BUT. Dari kacamata negative, dampak korporasi
multinasional ini juga sangat beragam bahkan mungkin lebih banyak diketahui dibandingkan
dengan efek  positifnya. Munculnya korporasi multinasional, khususnya di Indonesia,
membawa beberapa negative effect yang beragam, tergantung bidang yang digeluti oleh
perusahaan bersangkutan. Sebut saja Nike. Perusahaan sepatu ini telah melanggar hak-hak
pekerjanya. Mereka memperlakukan pekerjanya secara tidak layak dengan gaji yang sangat
minim.
Perkins (2007:81) dalam bukunyaPengakuan Bandit Ekonomi menuliskan : “Para pekerja
Nike menjalani hidup sengsara dan tidak sehat. Hidup yang tidak bisa dibayangkan
kebanyakan orang Amerika. Tapi masyarakat Indonesia yang kaya, bersama dengan orang-
orang asing menikamati kehidupan mewah. …“ orang-orang Nike tahu biaya memproduksi
setiap soldan tali sepatu hingga hitungan sen. Mereka menekan dan menekan, memaksa para
pemilik pabrik mempertahankan biaya produksi minimum. Pada akhirnya, pemilik pabrik
kebanyakan orng Cina terpaksa menerima keuntungan kecil.”
Bukan hanya masaah social, eksistensi korporasi multinasional ini jugamenimbulkan
eksploitasi yang lebih besar terhadap lingkungan, terutama diIndonesia. Kekayaan alam
Indonesia sudah terkenal di seluruh dunia. Cadanganminyak dan berbagai kekayaan lain ada
banyak di Indonesia beberapa tahun yang lalu, bahkan mungkin saat ini juga masih banyak.
John Perkins (2007) dalam tulisan-tulisannya juga banyak menceritakan bagaimana
mereka bekerja untuk  perusahaan-perusahaan multinasional agak mereka dapat berkembang
dan mengeksploitasi di Indonesia. Hal ini dalam bukunya disebut sebagai upaya
korporatokrasi. John Perkins, Pengakuan Bandit Ekonomi: Kelanjutan Kisah Petualangannya
di Indonesia dan Negara Dunia Ketiga (Jakarta:Ufuk Press), hal.81. Karena perusahaan
mulinasional ini bekerja dengan berbagai cabang maupun divisi yang terdapat di berbagai
negara di belahan dunia, maka dalam prakteknya, mereka melakukan suatu upaya yang
disebut transfer pricing, yaitu suatu upaya untuk menetapkan harga.
Transfer pricing ini pun juga telah menuai banyak sekali masalah di berbagai negara
karena dalam prakteknya, mereka menggunakan hal-hal yang sangat bertentangan dengan
aturan yang ada. Dalam sub pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai segala aspek
berhubugan dengan transfer pricing.
B.      Definisi
Transfer Pricing Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
mendefinisikan transfer pricing sebagai harga yang ditentukan dalam transaksi antar anggota
grup dalam sebuah perusahaan multinasional dimana harga transfer yang ditentutkan tersebut
dapat menyimpang dari harga pasar wajar sepanjang cocok bagi grupnya. Mereka dapat
menyimpang dari harga pasar wajar karena posisi mereka yang berada dalam keadaan bebas
untuk mengadopsi prinsip apapun yang tepat bagi korporasinya.
In a multinational enterprise (MNE) manytransaction normally take place between
members of the group. The price charged  for such transfer do not necessarily represent a
result of the free play of market  forces, but may, for a number of reasons and because the
MNE is in a position toadopt whatever piciple is convenient to its as a group. (OECD 1979:7)
Simamora dalam Mangoting (2000:70), transfer pricing didefinisikan sebagai nilai atau
harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan
divisi penjual (selling division) dan biayadivisi pembeli (buying division). Transfer OECD
Committee on Fiscal Affairs, Transfer Pricing and Multinational  Enterprises (Paris:OECD),
hal.7
Yeni Mangonting, Aspek Perpajakan Dalam Praktik Transfer
Pricing (http://pulit.petra.ac.id/journals/accounting2000),hal.70. Pricing juga disebut dengan
intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional atau internal pricing yang
merupakan harga yang diperhitungkanuntuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer
barang dan jasa antar anggota. Transfer pricing biasanya ditetapkan untuk produk-
produk intermediet yang merupakan barang-barangg dan jasa yang dipasok oleh
divisi penjual kepada divisi pembeli.
Gunadi, dalam Santoso (2004:127), mengatakan bahwa dalam arti yang lebih luas,
transfer pricing termasuk penentuan harga antara beberapa entitas yang secara hukum
pemiliknya bisa sama ataupun berbeda.
Jerry M. Rosenburg dalamSantoso (2004:126) mengungkapkan bahwa transfer pricing
adalah the price charged by one segment an organization for a product or service it supplies
to another part of the same firm ‘transfer pricing adalah harga yang ditentukan olehsatu
bagian dari sebuah organisasi atas penyerahan barang atau jasa yangdilakukannya kepada
bagian lain dari organisasi yang sama’. Imam Santoso, op. cit., hal.127

C.      Tujuan Transfer Pricing 


1.      Tujuan Dari Pandangan Ahli
Tujuan penetapan harga transfer, sebagaimana dikutip Mangonting (2000:71) dari
Simamora, adalah untuk mentransmisikan data keuangan diantara departemen-departemen
atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu
sama lain.
Selain tujuan tersebut, Mangonting (2000:71) juga mengutip dari Joshua Ronen dan
George McKinney, transfer pricing  juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan
memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang
serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Dalam lingkup perusahaan multinasional, Hansen dan Mowen (1996:496) mengatakan
bahwa transfer pricing juga digunakan untuk meminimalkan pajak dan bea yang mereka
keluarkan di seluruh dunia.

2.      Tujuan UmumSecara umum,


Tujuan transfer pricing yang ingin dicapai perusahaan multinasional adalah :
a)      Performance evaluation
Salah satu alat yang dipakai oleh banyak perusahaan dalam menilai kinerjanya adalah
menghitung tingkat Return On Investment. Terkadang tingkat ROIuntuk satu divisi berbeda
dengan divisi lainnya. Yeni Mangonting,op. cit., hal.71. Misalnya, divisi penjual
menginginkan harga transfer yang tinggi yang akan meningkatkan income yang secara
otomatis akan meningkatkan ROI-nya tetapi di sisi lain, divisi pembeli menuntut harga
transfer yang rendah yang nantinya akan berakibat pada peningkatan income yang berarti
juga penigkatandalam ROI. Hal semacam inilah yang terkadang membuat transfer pricing
berada di posisi terjepit. Oleh karena itu, induk perusahaan akan sangat berkepentingan dalam
penetuan harga transfer.
b)      Optimal Determination of Taxes
Tarif pajak antara satu negara dengan negara lainnya berbeda-beda. Perbedaanini disebabkan
oleh linkungan ekonomi, soisal, politik, dan budaya yang berlaku dalam negara tersebut.
Dengan penentuan harga transfer ini,diharapkan pajak dapat dimanage sedemikian rupa
sehingga pengenaan pajak tidak akan terlalu tinggi. Hal inilah yang pada akhirnya
menimbulkanmanipulasi dan praktek curang dalam transfer pricing. OECD
melaporkan,factor pajak dapat menjadi pemicu dilakukannya transfer pricing terutama
jikatujuan mereka lebih terfokus pada jumlah total laba setelah pajak daripada bentuk
darimana mereka mendapatkan laba tersebut apakah berbentuk royalty, biaya, imbalan jasa,
keuntungan penjualan antardivisi atau dividendari afiliasinya,dll. ‘

3.      Transfer Pricing dan Korporasi Multinasional


a)      Transfer Pricing dalam Korporasi Multinasional
Sebagaimana dikutip Santoso (2004:126) dari Gunadi, Korporasi multinasional
didefinisikan sebagai perusahaan yang beroperasi di berbagai negara dengan membuka
cabang, mengorganisasikan anak perusahaan, atau melakukan kontrak keagenan. Menurut
Gunadi, dalam Santoso (2004:126), transfer pricing yang dilakukan yang dilakukan
perusahaan multinasional tergolong dalam transfer pricing transnasional. Transfer
pricing transnasional berkenaan dengan transaksi antardivisi dalam suatu entitas hukum
atauantarentitas legal dalam satu entitas ekonomi yang meliputi berbagai wilayah, sedangkan
transfer pricing domestic berhubungan dengan penghitungan hargatransfer barang atau jasa
antarbadan dalam satu grup korporasi besar atauantardivisi dalam satu korporasi dalam satu
wilayah. Dalam aspek manajemen keuangan, sebagaimana yang diungkapkan Shapiro dalam
Santoso (2004:126), transfer pricing dapat merupakan instrument perencanaan dan
pengendalian mekanisme arus sumber daya entitas ekonomi bagi perusahaan secara
keseluruhan.
Gunadi dalam Santoso (2004:127) menuturkan, Untuk keperluan perencanaan
dan pengendalian manajerial, suatu entitas legal atau entitas ekonomi (beberapaentitas legal
yang berada dalam kepemilikan atau penguasaan yang sama)dapat dipecah menjadi beberapa
pusat responsibilitas (tanggung jawab). Pusat ini dapat berupa divisi, departemen atau suatu
entitas legal dalam jaringan entitas ekonomi.
Imam Santoso,op. cit.,hal.126 Pusat tersebut merupakan suatu lokasi aktivitas yang
manajernya mendapat delegasi otoritas pengendalian dan oleh karenanya mempunyai
tanggung jawabatas aktivitas tersebut selama masa tertentu.
Gunadi dalam Santoso(2004:127) menuliskan juga tentang empat macam
pusatresponsibilitas, yaitu :
1)      Pusat biaya (cost center)
Suatu pusat responsibilitas yang manajernya mempunyai pengaruh dan oleh karenanya
bertanggung jawab atas biaya yang dapat ditimbulkan oleh suatu center ‘pusat’ atau investasi
yang mendatangkan penghasilan.
2)      Pusat penghasilan (revenue centre)
Suatu pusat responsibilitas yang manajernya bertanggung jawab atas pengendalian
penghasilan yang diproduksi oleh centernya.
3)      Pusat laba ( profit center)
Suatu pusat responsibilitas yang manajernya bertanggung jawab untuk mengendalikan biaya
maupun penghasilan.
4)      Pusat investasi (investment centre)
Suatu pusat responsibilitas yang mangernya mempunyai pengaruh atas biaya, penghasilan,
dan perencanaan serta pengendalian investasi (Gunadi, 1994:9).
Gunadi menambahkan, cost center dan revenue center hanya bertanggung jawab atas
satu hal, biaya atau penghasilan, saja, sedangkan manajer profit center bertanggung jawab
atas keduanya, dan manajer investment center selain bertanggung jawab atas laba juga
bertanggung jawabatas investasi.
Dengan memepertimbangkan atribut entitas, kata Gunadi dalamSantoso (2004:127), kita
dapat menarik perbedaan antara intracompany transfer dengan intercompany transfer.
Intracompany merujuk pada transfer antar divisi pada satu entitas, sedangkan intercompany
mengacu pada transfer antarentitas dalam satu keluarga besar perusahaan (Gunadi
1994).Transfer antardivisi pada satu  entitas tersebut maksudnya adalah transfer antar divisi
dalam satu perusahaan yang terbagi ke dalam beberapa divisi, sedangkan transfer antarentitas
dalam satu keluarga besar perusahaan maskdunya adalah transfer yang dilakukan antara
perusahaan satu dengan perusahaan lainnya yang masih berada dalam satu grup perusahaan.
Korporasi multinasional dengan perusahaan-perusahaan yang berada dalam satu entitas
ekonomi adalah perusahaan-perusahaan yang berada di bawah kepemilikan atau penguasaan
yang sama dan dikendalikan oleh perusahaan induk di kantor pusat. Perusahaan induk ini
pula yang berwenang menentukan transfer pricing yang berlaku dalam perdagangan
internasional antar mereka (anak perusahaan). Dalam hal ini, transfer pricing merupakan
piranti pengukur hak dan kewajiban yang sangat penting diantara anak perusahaan, sehingga
secara artificial, transfer pricing dapat menyimpang dari harga yang normal atau benar.

b)      Dampak Transfer Pricing dalam Perusahaan


Transfer pricing ini memberikan dampak terhadap divisi-divisi yang terlibat dalam
transfer pricing, antara lain :
1)      Dampak Terhadap Ukuran Kinerja Divisi
Harga yang dikenakan untuk barang yang ditransfer memengaruhi biaya divisi pembeli
dan pendapatan divisi penjual. Artinya, laba kedua divisi tersebut sebagaimana juga evaluasi
dan kompensasi para menejer mereka, diperngaruhi oleh harga transfer.
2)      Dampak Terhadap Keuntungan Perusahaan
Meskipun harga transfer actual tidak memengaruhi perusahaan sebagai satu kesatuan,
penetapan harga transfer ternyata mampu memengaruhi tingkat laba yang dihasilkan oleh
perusahaan. Jika ia memengaruhi perilaku divisi dania memengaruhi pajak penghasilan,
divisi-divisi yang bertindak secarain dependent mungkin menetapkan harga transfer yang
memaksimalkan laba devisi, tetapi menimbulkan pengaruh sebaliknya bagi laba perusahaan
secara keseluruhan.

c)      Metode Transfer Pricing 


Prinsip dasar dalam penetapan harga transfer adalah bahwa harga transfer sebaiknya
serupa dengan harga yang akan dikenakan seandainya produk tersebut dijual ke konsumen
luar atau dibeli dari pemasok luar. Jika ditinjau dari segi ekonomi dan manajemen, konsep
dasar haratransfer adalah
1)      Dari segi ekonomiHirshleifer dalam Cox, Howe, dan Boyd, transfer price should be
themarginal cost of the selling division in order to maximaze the firm’s profit as a whole
(Cox et al. 1997:20-29). Jadi prisip dasar dari transfer harga adalah memaksimalkan laba
perusahaan. James Cox, F. Howe, dan Lynn H Boyd, Transfer Pricing Effects on Locally
Measured Organizations (Industrial Management,1997), hal. 20-29Sehingga, perusahaan
harus secraa berkala menjual produk sampai dengan titik dimana tambahan biaya karena
adanya tambahan unit yang diproduksi dan dijual disebut marginal cost lebih lebih rendah
dibandingkan dengan penghasilan yang diperoleh dari penjualan unit tersebut (marginal
revenue). Dalam hal penentuan hara untuk perusahaan yang terintegrasi, harga harus
ditentukan berdasarkan marginal cost  produsen.
2)      Dari segi manajemenRobert dan Govindarajan, dalam Santoso (2004:129),
mendefinisikan bahwa the term of transfer pricing is a value placed on a transfer of goods
and  services between in transaction in which at least one of the two partiesinvolved is a
profit center (Robert and Govindarajan, 1998). Sehingga, transfer pricing lebih ditujukan
untuk mengukur kinerja divisi, laba perusahaan secraa keseluruhan, dan otonomi divisi dan
menilai motivasi dan performance setiap divisi/unit bersangkutan dalam rangka mencapai
tujuan perusahaan. Dalam penentuan tersebut, perusahaan-perusahaan divisionalisasi/
departementasi menggunakan beberapa metode, diantaranya :
         Harga Transfer atas Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing) Perusahaan yang
menggunakan metode transfer atas dasar biaya menetapkan harga transfer atas dasar biaya
variable dan tetap yang bisa dalam 3 pemeliharaan bentuk, yaitu biaya penuh (full cost),
biaya penuh ditambahkan mark-up (full cost plus mark-up), dan gabungan antara biaya
variable dan tetap (variable cost plus fixed fee). Imam Santoso,op. cit.,hal.129
         Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing) Apabila ada suatu
pasar sempurna, metode transfer pricing atas dasar harga pasar inilah yang merupakan ukuran
paling memadai karenasifatnya yang independen. Namun, keterbatasan informasi pasar
terkadangmenjadi kendala dalam menggunakan transfer pricing yang berdasarkanharga pasar.
         Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Pricing) Dalam ketiadaan harga, beberapa
perusahaan memperkenan kandivis-divisi dalam perusahaan yang berkepentingan dengan
transfer  pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang diinginkan. Harga transfer
negosiasi mencerminkan perspektif kontrolabilitas yang inherendalam pusat-pusat
pertanggung jawaban karena setiap divisi yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang
akan bertanggung jawab atasharga transfer yang dinegosiasikan.

D.     Praktik Transfer Pricing Perusahaan Multinasional


Keputusan bisni sebuah perusahaan sebagian besar juga dipengaruhioleh pajak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Upayameminimalisasi beban pajak dapat dilakukan
dengan berbagai cara, mulai dariyang masih berada dalam bingkai peraturan perpajakn
sampai dengan yangmelanggar peraturan perpajakan. Meminimalisasi pajak secara baik
yang berarti tidak melanggar peraturan perpajakan sering disebut dengan perencanaan pajak
atau tax planning atau tax sheltering.
Perencanaan pajak merujuk pada suatu proses rekayasa usaha dan tansaksi wajib pajak
supayautang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan
perpajakan. Perencanaan pajak seperti ini masuk dalam kategori taxavoidance.
Natawisastra (2006:5) dalam tesisnya menuliskan bahwa transfer  pricing merupakan
bentuk perencanaan pajak yang tidak melanggar ketentuan perpajakan. Namun, disisi lain
praktik transfer pricing dikategorikan sebagai tindak pidana perpajakan, sebagaimana diatur
dalam Bab VIII tentang Ketentuan Pidana. Hal ini mempertegas bahwa praktik transfer
pricing dapat dikategorikan sebagai penghindaran pajak yang tidak melanggar
ketentuan perpajakan dalam rangka perencanaan pajak yang baik dan juga merupakan praktik
illegal yang semata-mata menghindari pajak untuk merugikan negara. Semuanya tergantung
dari hasil pemeriksaan lapangan.
Praktik transfer pricing sebenarnya telah terjadi di banyak perusahaan, baik perusahaan
domestic maupun multinasional asalkan perusahaan tersebutmelakuakn produksi atau
kegiatannya dalam departemen-departemen ataudivisi-divisi. Hanya saja, efek terhadap pajak
dalam hal ini tidak sama. Perusahaan yang hanya beroperasi di satu negara saja tidak akan
memeberikan efek ke pajak yang sangat signifikan dalam rangka transfer pricing.
Hal inikarena tariff pajak yang digunakan adalah sama. Lain halnya jika dilakukan oleh
perusahaan multinasional dengan beberapa cabang di berbagai negara. Transfer pricing ini
akan sangat signifikan pengaruhnya dalam penerimaan pajak. Hal ini karena perbedaan tariff
pajak yang ada di berbagai negara. Suatu transfer pricing dapat terjadi karena suatu hubungan
istimewaatau afiliasi antara anggota dalam suatu grup perusahaan multinasional. Suatu
transfer pricing sedikitnya melibatkan dua pihak yang melakukan transaksi, yaitu pihak yang
melakukan transfer atau transferor dan pihak yang menerimatransfer atau transferee.
Dengan adanya hubungan istimewa ini, perusahaan multinasional sebagaimana metode
yang digunakan dalam penentuan harga,yakni metode negosiasi dapat melakuakn negosiasi
dalam penentuan hargatransaksinya
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Transfer Pricing adalah sebuah cara yang digunakan perusahan untuk kepentingan
usahanya agar semuanya dapat diawasi dengan baik tentunyakarena disini kinerja semua
divisi akan terlihat. Namun, beberapa tahun belakangan ini banyak sekali ditemukan berbagai
praktek illegal dalam transfer  pricing tersebut.
Transfer Pricing digunakan oleh beberapa perusahaan multinasional untuk mengecilkan
pajaknya dan membuat beberapa Negara amengalami kerugian dalam penerimaan pajak,
terutama Indonesia yang memang mengandalkan pajak dalam APBNnya. Untuk mengetahui
berbagai hal mengenai transfer pricing dan segalaspeknya,

https://tugasakuntansi86.blogspot.com/2017/10/makalah-transfer-pricing.html
Segmented Reporting, Investment Center Evaluation, and
Transfer Pricing.

KONTEN 9
2.1 Desentralisasi Dan Pertanggungjawaban
Secara umum, sebuah perusahaan diatur menurut garis- garis pertangjawaban. System
akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting system) adalah system yang
mengukur berbagai hasil yng dicapai manajer untuk mengoprasikan pusat
pertanggungjawaban menurut informasi yang dibituhkan para manajer untuk mengoperasikan
pusat pertanggungjawaban mereka.
Perusahaan yang memiliki berbagai pusat pertanngungjawaban biasanya memilih salah satu
dari 2 pendekatan pengambilan keputusan untuk mengelola kegiatan mereka yang rumit dan
beragam yaitu tersentralisasi dan terdesentralisasi.
2.1.1 Alasan- Alasan Untuk Melakukan Desentralisasi
Perusahaan memutuskan untuk melakukan desentralisasi karena berbagai alas an, diantaranya
kemudahan mengumpulkan dan menggunakan informasi local, memufokuskan manajemen
ppusat, melatih dan memotivasi para manajer segmen, meningkatkan daya saing serta
membuka segmen-segmen ke berbagai kekuatan pasar.
2.1.2 Divisi-Divisi Perusahaan Yang Terdesentralisasi
Desentralisasi biasanya diwujudkan melalui pembentukan unit-unit yang disebut divisi. Satu
cara pembagian divisi adalah berdasarkan jenis barang atau jasa yang diproduksi. Sebagai
contoh, divisi– divisi PepsiCo mencakup frito lay, gatrode, Quaqer dan Tropicana, serta divisi
minuman lainnya.
Divisi-divisi juga dapat diciptakan menurut garis geografis. Sebagai contoh , UAL, Inc
(induk perusahaan united airlanes) memiliki sejumlah divisi regional : Asia/Pasifik, Karibia,
Eropa, Amerika Latin, Dan Amerka Utara. Cara ketiga untuk membedakan divisi adalah
berdasarkan jenis pertanggungjawaban yang diberika kepada manajer divisi. Pusat
pertanggungjawaban (responsibility center) merupakan suatu segmen bisnis yang nanajernya
bertanggung jawab terhadap serangkaian kegiatan-kegiatan tertentu. Hasil-hasil dari setiap
pusat pertanggungjawaban bias diukur berdasarkan informasi yang dibutuhkan manajer untuk
mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka. Berikut jenis utama pusat
pertanggungjawaban :
1.      Pusat biaya (cost center) : Manajemen bertanggung jawab hanya terhadap biaya
2.      Pusat pendapatan (revenue center) : Manajernya bertanggungjawab hanya terhadap
penjualanya
3.      Pusat laba ( Profit Center ) : Manajernya bertanngung jawab terhadap penjualan dan biaya
4.      Pusat investasi (investment center) : Manajernya bertanggung jawab terhadap penjualan,
biaya, investasi modal.

2.2 Pengukuran Kinerja Pusat Investasi Dengan Menggunakan Laporan Laba Rugi
Variabel dan Absorpsi
Pusat laba dinilai berdasarkan laporan laba rugi. Akan tetapi, laporan laba rugi perusahaan
secara keseluruhan tidak terlalu berguna untuk tujuan ini. Oleh sebab itu, mengembangkan
laporan laba-rugi segmen untuk setiap pusat laba adalah suatu hal yang penting. Dua metode
perhitungan laba yang telah dikembangkan, yaitu berdasarkan perhitungan biaya variable dan
yang lainnya berdasarkan perhitungan biaya penuh atau absorpsi.
Perhitungan biaya variable (variable costing), yang juga disebut perhitungan biaya langsung
(direct costing), hanya membebankan biaya manufaktur variable ke produk; biaya-biaya ini
meliputi bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead variable. Overhead tetap
diperlukan sebagai beban periode dan tidak disertakan dalam penentuan biaya produk.
Perhitungan biaya absorpsi (absorption costing) membebanka semua biaya manufaktur pada
produk. Bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, overhead variable, dan overhead tetap
adalah hal-hal yang menetukan biaya produk. Menurut metode ini, overhead dibebankan pada
produk melalui penggunaan tarif overhead tetap yang ditetapkan terlebih dahulu dan tidak
dibebnakan sampai produk terjual.
2.2.1 Hubungan Antara Produksi, Penjualan Dan Laba
Hubungan antara laba menurut perhitungan biaya varibael dan laba menurut perhitungan
biaya absorpsi berubah ketika hubungan antara produksi dan penjualan berubah. Jika barang
yang terjual lebih banyak dari yang diperoduksi, maka laba menurut perhitungan biaya
variable akan lebih tinggi dari laba menurut perhitungan absorpsi
Jika jumlah produksi dan penjualan sama, maka tidak ada perbedaan pada laba yang
dilaporkan. Karena unit-unit yang diproduksi terjual seluruhnya, perhitungan biaya absorpsi
seperti juga perhitungan biaya variable akan mengakui total overhead tetap periode tersebut
sebagai beban.
2.2.2 Perlakuan Biaya Tetap Pada Perhitungan Biaya Absorpsi
Perbedaan antara perhitungan biaya absorsi dan variabel terletak pada pengakuan beban yang
berhubungan dengan overhead tetap. Menurut perhitungan biaya absorpsi, overhead tetap
harus dibebankan pada unit yang diproduksi.

2.2.3 Mengevaluasi Manajer Pusat Laba


Secara umum jika kinerja laba diharapkan untuk mencerminkan kinerja manajerial maka
manajer berhak mengharapkan berlakunya hal hal berikut ini :
1.      Ketika pendapatan penjualan meningkat dari satu periode ke periode berikutnya, sementara
faktor faktor lainnya tetap, maka laba akan meningkat.
2.      Ketika pendapatan penjualan menurun dari satu periode ke periode berikutnya, sementara
faktor faktor lainnya tetap maka laba akan menurun.
3.      Ketika pendapatan penjualan tidak berubah dari satu period eke periode berikutnya,
sementara faktor faktor lainnya tetap maka laba akan tidak berubah.

2.2.4 Laba Rugi Segmen Dengan Menggunakan Perhitungan Biaya Variabel


Perhitungan biaya variabel berguna dalam menyiapkan laporan laba rugi segmen karena
perhitungan ini menyediakan informasi penting mengenai beban variabel dan tetap. Sebuah
segmenadalah subunit dari suatu perusahaan yang cukup penting dalam pembuatan laporan
kinerja. Segmen bisa berupa divisi, departemen, lini produk, kelompok pelanggan, dan lain
lain. Akan tetapi dalam laporan laba rugi segmen, beban tetap dibagi menjadi dua kategori :
beban tetap langsung dan beban tetap umum. Pembagian tambahan ini menggaris bawahi
biaya yang dapat dikendalikan dengan biaya yang tak dapat dikendalikan dan meningkatkan
kemampuan manajer untuk mengevaluasi kontribusi setiap segmen terhadap kinerja
perusahaan secara keseluruhan.

Beban tetap langsung : adalah beban tetap yang secara langsung dapat ditelusuri ke semua
segmen. Beban ini terkadang disebut sebagai beban tetap yang dapat dihindari atau beban
tetap yang dapat ditelusuri. Beban ini akan hilang jika segmen ditutup atau dihapus.

Beban tetap umum : disebabkan oleh dua atau lebih segmen secara bersamaan. Beban beban
ini tetap muncul, bahkan ketika salah satu segmen dihapus .

Laporan laba rugi segmen dengan menggunakan perhitungan biaya variabel memiliki satu
keistimewaan disamping laporan laba rugi perhitungan biaya variabel yang telah disajikan
sebelumnya. Pembagian seluruh beban tetap dalam dua kategori : beban tetap langsung dan
beban tetap umum, memberikan informasi tambahan bagi manajer. Pembagian tambahan ini
menggarisbawahi biaya yang dapat dikendalikan dengan biaya yang tidak dapat dikendalikan
dan meningkatkan kemampuan manajer untuk mengevaluasi setiap kontribusi segmen
terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan.

2.3 Pengukuran kinerja pusat investasi dengan menggunakan ROI

2.3.1 Pengembalian Atas Investasi


Satu cara mengaitkan laba operasi dengan aktiva yang digunakan adalah dengan menghitung
pengembalian atas investasi (return of investment – ROI) yaitu laba yang diperoleh untuk
setiap dollar investasi. ROI adalah ukuran kinerja yang paling lazim bagi suatu pusat
investasi. ROI dapat didefinisikan sebagai berikut :

Laba operasi mengacu pada laba sebelum bunga dan pajak. Aktiva operasi adalah seluruh
aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba operasi, termasuk kas, piutang, persediaan,
tanah, gedung dan peralatan. Gambaran aktiva operasi rata-rata dihitung sebagai berikut :

2.3.2 Margin Dan Perputaran


Cara kedua menghitung ROI adalah memisahkan rumusnya dalam margin dan perputaran.

Margin adalah rasio dari laba operasi terhadap penjualan. Perputaran adalah suatu ukuran lain
yang dihitung dengan membagi pendapatan penjualan dengan aktivasi operasi rata rata.

2.3.3 Keunggulan ROI


Sedikitnya ada tiga hasil positif dari penggunaan ROI :
a.       ROI mendorong manajer untuk focus pada hubungan antara penjualan, beban dan investasi
sebagaimana nyang diharapkan dari seorang manajer pusat investasi.
b.      Mendorong manajer untuk focus pada efisiensi biaya.
c.       Mendorong manajer untuk focus pada efisiensi aktiva operasi.

2.3.4 Kelemahan pengukuran ROI


Berikut dua aspek negative ROI yang sering disebutkan :
a.       Mengakibatkan focus sempit pada profitabilitas keseluruhan perusahaan
b.      Mendorong para manajer untuk focus pada kepentingan jangka pendek dengan
mengorbankan kepentingan jangka panjang.

2.4 Mengukur Kinerja Pusat Investasi dengan Menggunakan laba Residu dan Nilai
Tambah Ekonomi
2.4.1 Laba Residu
Adalah perbedaan antara laba operasi dan pengambilan dollar minimum yang diisyaratkan
atas aktiva operasi perusahaan.

Tingkat pengembalian minimum ditentukan perusahaan dan sama dengan hurdle rate yang
disebutkan pada bagian ROI. Jika laba residu lebih besar dari nol. Divisi memperoleh lebih
bnayak tingkat pengembalian minimum yang diminta (hurdle). Jika laba residu kurang dari
nol, divisi memperoleh lebih sedikit tingkat pengembalian minimum yang diminta. Akhirnya,
laba residu yang sama dengan nol menunjukkan divisi memperoleh tepat sama dengan tingkat
pengembalian minimum yang diminta.
2.4.2 Nilai Tambah Ekonomi (Economic Value Added)
Cara khusus menghitung laba residu adalah nilai tambah ekonomi. Nilai tambah ekonomi
adalah laba bersih (laba operasi dikurangi pajak) dikurangi total biaya modal tahunan. Pada
dasarnya EVA adalah laba residu dengan biaya modal sama dengan biaya modal aktual dari
perusahaan (sebagai ganti dari suatu tingkat pengembalian minimum yang diinginkan
perusahaan karena alasan lainnya. Sebagai suatu bentuk dari laba residu, EVA adalah suatu
bentuk satuan dolar, bukan suatu tingkat persentase pengembalian.

2.4.3 Menghitung EVA


EVA adalah laba bersih atau laba operasi setelah pajak dikurangi biaya modal yang dipakai.
Biaya modal yang dipakai adalah persentase aktual dari biaya modal dikali dengan biaya total
modal yang dipakai. Persamaan EVA dinyatakan sebagai berikut.

EVA= laba operasi stlh pajak – ( Persentase biaya modal actual x Total modal yang dipakai)

2.4.4 Aspek Prilaku EVA


Sejumlah perusahaan telah menemukan bahwa EVA membantu mendorong jenis prilaku
yang sesuai dari berbagai divisi dengan menunjukkan penekanan semata – mata pada
pendapatan operasi tidaklah mencukupi. Alasan yang mendasarinya adalah EVA
mengandalkan biaya modal yang sebenarnya.

2.4.5 Penetapan Harga Transfer


Pada banyak organisasi yang terdesentralisasi, keluar dari salah satu divisi digunakan sebagai
masukan pada divisi lainnya. Hal ini menimbulkan suatu persoalan akuntansi. Nilai barang
yang ditransfer merupakan pendapatan bagi divisi yang menjual dan biaya bagi divisi yang
membeli. Nilai ini atau harga internal disebut harga transfer (transfer price).

2.4.6 Dampak Penetapan Harga Transfer terhadap Divisi dan Perusahaan secara
Keseluruhan
Ketika satu divisi dari suatu perusahan menjual pada divisi lain, kedua divisi tersebut dan
perusahaan secara keseluruhan terkena pengaruhnya. Harga yang digunakan untuk barang
yang ditransfer mempengaruhi biaya divisi pembeli dan pendapatan divisi penjual. Artinya ,
laba kedua divisi tersebut, sebagaimana juga evaluasi dan kompensasi para manajer mereka,
dipengaruhi oleh harga trasnsfer. Karena berpengaruhn terhadap ukuran kinerja berdasarkan
laba dari kedua divisi, penetapan harga transfer sering menjadi masalah yang ditanggapi
secara sangat emosional.
Meskipun harga transfer actual tidak mempengaruhi perusahaan sebagai satu kesatuan,
penetapan harga transfer ternyata mampu mempengaruhi tingkat laba yang dihasilkan
perusahan multinasional melalui pajak badan dan persyaratan hokum lainnya yang ditetapkan
Negara tempat berbagai divisi beroperasi.
2.4.7 Harga Pasar
Jika terdapat pasar luar dengan persaingan sempurna untuk produk yang ditransfer, maka
harga transfer yang paling sesuai adalah harga pasar. Pada situasi demikian berbagai tindakan
manajer divisi akan mengoptimalkan laba divisi dan laba perusahaan secara simultan. Lagi
pula, tidak ada divisi yang memperoleh manfaat di atas beban divisi lain. Bila demikian,
manajemen pusat tidak akan tertarik untuk melakukan campur tangan.

Jika tersedia, harga pasar adalah pendekatan terbaik untuk penetapan harga transfer. Karena
divisi penjual mampu menjual produknya pada harga pasar, transfer internal pada harga yang
lebih rendah dari harga pasar akan mengakibatkan divisi tersebut merugi. Divisi pembeli
yang selalu mampu membeli barang pada harga pasar mungkin juga tidak akan bersedia
membayar lebih tinggi dari harga pasar untuk barang yang diransfer secara internal.
Apakah kedua divisi akan mentransfer sesuai harga pasar ? Hal itu tidak akan menjadi
masalah karena divisi dan perusahaan akan tetap berjalan dengan baik secara keseluruhan
meskipun transfer terjadi secara internal atau tidak. Akan tetapi , jika transfer terjadi ,
harganya akan sesuai dengan harga pasar.
2.4.8 Harga Transfer Berdasarkan Biaya
Harga pasar luar kerap tidak tersedia. Hal tersebut bisa terjadi karena produk yang akan
ditransfer menggunakan desain hak paten yang dimiliki perusahaan induk. Dalam hal ini,
perusahaan bisa menggunakan pendekatan penetapan harga transfer berdasarkan biaya.

2.4.9 Harga Transfer yang Dinegosiasikan


Akhirnya, manajer tingkat atas bisa mengizinkan manajer divisi pembeli dan penjula untuk
menegosiasikan harga transfer. Secara khusus, pendekatan ini berguna saat kondisi pasar
tidak sempurna, seperti kemampuan divisi didalam perusahaan untuk menghindari biaya
penjulaan dan distribusi. Dalam hal ini, biaya yang dihemat bisa dibagi diantara dua divisi

https://simmygroup2.blogspot.com/2019/02/segmented-reporting-investment-center.html
Segmented Reporting, Investment Center
Evaluation and Transfer Pricing

Desentralisasi adalah praktek pendelegasian wewenang pengambilan keputusan


kepada jenjang yang lebih rendah. Pengambilan keputusan terdesentralisasi memperkenankan
manajer pada jenjang yang lebih rendah untuk membuat dan mengimplementasikan
keputusan-keputusan penting yang berkaitan dengan wilayah pertanggungjawaban mereka.
Beberapa alasan melaukan desentralisasi adalah:

1. Mengumpulkan dan menggunakan informasi lokal dalam mengendalikan usaha.


2. Manajemen puncak lebih fokus pada perencanaan dan pengambilan keputusan
strategis.
3. Melatih dan memotivasi para manajer divisi untuk berkinerja baik.
4. Meningkatkan daya saing divisi-divisi perusahaan dengan memperkenalkan lebih jauh
kepada kekuatan-kekuatan pasar.

Absorption costing adalah metode penentuan harga pokok produk yang memasukkan
semua unsur biaya, baik yang bersifat variabel maupun fixed. Metode ini mengalokasikan
biaya overhead tetap ke produk seperti halnya biaya overhead variabel. Variabel costing
adalah metode penentuan harga pokok produk yang hanya memasukan unsur biaya variabel
(direct material, direct labor, dan variabel overhead). Sedangkan fixed overhead dimasukkan
sebagai period cost.
Pada dasarnya, perbedaan kedua metode tersebut terletak pada waktu (timing)
perlakuan fixed overhead cost. Variabel costing beranggapan bahwa fixed overhead cost
harus segera dibebankan pada periode terjadinya. Namun tidak demikian dengan absorption
costing, fixed overhead cost harus dibebankan dan dikurangkan dari pendapatan setiap unit
yang terjual. Setiap unit produk yang tidak terjual (terdapat fixed overhead cost yang melekat
pada unit produk) akan dialokasikan di persediaan dan akan dibawa ke periode berikutnya
sebagai aset.
Keunggulan variabel costing dibanding absorption costing, sehingga metode ini
digunakan untuk pelaporan internal, yaitu:
1. Laporan Laba Rugi yang dihasilkan, dapat langsung digunakan untuk menganalisis
biaya, volume, dan laba.
2. Laba periodik tidak dipengaruhi oleh tingkat persediaan (akhir).
3. Biaya produksi per unit tidak mengandung biaya tetap.
4. Jumlah total biaya tetap dinyatakan secara eksplisit dalam laporan laba rugi,
sementara dalam absorption costing, biaya tetap dialokasikan ke harga pokok
penualan dan persediaan.
5. Memudahkan estimasi tingkat profitabilitas produk, konsumen, dan segmen bisnis
lainnya.
6. Efektif digunakan untuk pengendalian biaya.

Ukuran kinerja yang paling lazim digunakan bagi suatu pusat investasi adalah
pengembalian investasi (return on investment/ROI) dengan rumus :
ROI = Laba operasi / Aktiva operasi rata-rata ATAU
ROI = Margin x perputaran = (Laba operasi/Penjualan) x (Penjualan /Aktiva operasi rata-
rata)
Keunggulan ROI antara lain:

1. Mendorong manajer untuk fokus pada hubungan antara penjualan, beban, dan
investasi.
2. Mendorong manajer untuk menfokuskan pada efisiensi biaya.
3. Mendorong manajer untuk menfokuskan pada efisiensi aktiva operasi.

Sedangkan kelemahan ROI, antara lain:

1. ROI mengakibatkan fokus yang sempit pada profitabilitas divisi dengan


mengorbankan profitabilitas keseluruhan perusahaan.
2. ROI mendorong para manajer untuk berfokus pada kepentingan jangka pendek
dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.

Laba residual (economic value added-EVA) adalah laba operasional setelah pajak
dikurangi dengan total biaya modal tahunan. Jika EVA positif berarti perusahaan manambah
kekayaan, jika negative berarti perusahaan menyia-nyiakan modal. EVA juga menghasilkan
tingkat pengembalian seperti ROI karena menghubungkan penghasilan bersih (pengembalian)
dengan modal yang dipakai. Intinya EVA penekanannya pada pendapatan bersih operasi
dengan biaya actual dari modal.
EVA = Laba operasional setelah pajak – (Biaya tertimabang rata-rata atas modal x
Total modal terpakai
Kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan adalah dalam menghitung biaya modal yang
terpakai. Untuk itu digunakan langkah-langkah :

1. Menentukan biaya tertimabang rata-rata atas modal (prosentase). Dalam menghitung


biaya tertimabang rata-rata atas modal, perusahaan barus mengidentifikasi seluruh
sumber dari dana yang diinvestasikan. Sumber-sumber pinjaman, dan ekuitas.
2. menentukan total jumlah modal yang dipakai.

EVA digunakan untuk menganalisa apakah suatu proyek individual itu diterima atau
ditolak. Selain itu sejumlah perusahaan telah menemukan bahwa EVA membantu mendorong
jenis perilaku yang benar dari berbagai divisi dengan menunjukan bahwa penekanan semata-
mata pada pendapatan operasional tidaklah mencukupi. Alasan yang menggarisbawahi adalah
EVA mengandalkan biaya modal yang sebenarnya.
Yang dimaksudkan dengan harga transfer (transfer price) adalah nilai atau harga
internal antar divisi dalam suatu perusahaan. Divisi yang menerima dianggap sebagai pembeli
dan divisi yang mengirim dianggap sebagai penjual. Dampak dari harga transfer terhadap
divisi antara lain :

1. Dampak Terhadap Ukuran Kinerja Divisi. Harga yang dikenakan untuk barang yang
ditransfer mempengaruhi biaya divisi pembeli dan pendapatan divisi penjual. Artinya,
laba kedua divisi tersebut sebagaimana juga evaluasi dan kompensasi para manajer
mereka, dipengaruhi oleh harga transfer.
2. Dampak terhadap Keuntungan Perusahaan. Meskipun harga transfer actual tidak
mempengaruhi perusahaan sebagai kesatuan, penetapan harga transfer ternyata
mampu mempengaruhi tingkat laba yang dihasilkan oleh perusahaan dengan dua cara
yaitu jika ia mempengaruhi perilaku divisi dan ia mempengaruhi pajak pengahasilan.
Divisi-divisi, yang bertindak secara independent, mungkin menetapkan harga transfer
yang memaksimalkan laba devisi tetapi menimbulkan pengaruh sebaliknya bagi laba
perusahaan secara keseluruhan.
3. Dampak terhadap Otonomi. Karena keputusan penetapan harga transfer dapat
mempenearuhi profitabilitas perusahaan secara keseluruhan, manajemen puncak
sering tergoda untuk mencampuri dan mendikte harga transfer yang mereka inginkan.

Ada tiga kebijakan penetapan harga transfer, yaitu:

1. Pendekatan Harga Pasar. Apabila terdapat pasar luar dengan persaingan sempurna
untuk produk yang ditransfer, Pendekatan Harga Transfer berdasarkan Biaya.
2. Tiga bentuk penetapan harga berdasarkan biaya :

a.       biaya penuh. meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead variable dan sebagai biaya overhead tetap.
b.      Biaya penuh ditambah Makup.
c.       Biaya Variable ditambah Biaya Tetap. maka harga transfer yang sesuai adalah
harga pasar.

3. Pendekatan Harga Transfer yang Dinegosiasikan.

Kelemahan harga transfer yang dinegosiasikan : (1) Manajer divisi yang menguasai
informasi khusus mungkin mengambil keuntungan dari manajer divisi lainnya. (2)
Ukuran-ukuran kinerja mungkin terganggu oleh ketrampilan negosiasi dari para
manajer. (3) Negosiasi dapat menghabiskan waktu dan sumber daya yang besar.
Keunggulan harga transfer yang dinegosiasikan adalah harga transfer yang
dinegosiasikan menawarkan harapan untuk melengkapi ketiga criteria kesesuaian
tujuan, otonomi dan akurasi evaluasi kinerja.

http://verapipinw.blogspot.com/2014/01/segmented-reporting-investment-center.html
DESENTRALISASI DAN PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN

Sistem akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting system) adalah sistem yang


mengukur berbagai hasil yang dicapai setiap pusat pertanggungjawaban menurut informasi yang
dibutuhkan para manajer untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka. Desentralisasi
(decentralization) adalah pratek pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada jenjang
yang lebih rendah. Pengambilan keputusan terdesentralisasi (decentralized decision making)
memperkenankan manajer pada jenjang yang lebih rendah untuk membuat dan
mengimplementasikan keputusan-keputusan penting yang berkaitan dengan wilayah
pertanggungjawaban mereka.

ALASAN-ALASAN MELAKUKAN DESENTRALISASI


Alasan-alasan dan cara-cara yang dipilih perusahaan untuk melaksanakan proses desentralisasi
adalah :
1. Mengumpulkan dan Menggunakan Informasi Lokal.
2. Memfokuskan Manajemen Pusat.
3. Melatih dan Memotivasi Para Manajer.
4. Meningkatkan Daya Saing.

DIVISI-DIVISI DALAM PERUSAHAAN YANG TERDESENTRALISASI

Desentralisasi biasanya diwujudkan melalui pembentukan unit-unit yang disebut divisi.


Pengorganisasian divisi-divisi sebagai pusat pertanggungjawaban menciptakan kesempatan
pengendalian divisi melalui penggunaan akuntansi pertanggungjawaban. Cara pembagian unit-unit
atau divisi tersebut adalah :

1. Pembagian berdasarkan barang dan jasa yang diproduksi. Contoh, divisi Pepsi, Coke dan lain-lain.

2. Pembagian menurut garis geografis. Misalnya, UAL, Inc. (induk perusahaan United Airline)
memiliki sejumlah divisi regional Asia/Pasifik, Eropa, Amerika Latin, Amerika Utara, dan Karibia.

3. Pembagian berdasarkan jenis pertanggungjawaban yang diberikan kepada manajer divisi. Pusat
pertanggungjawaban terdiri dari pusat investasi, pusat laba, pusat biaya dan pusat pendapatan.

Jenis-jenis utama pusat pertanggungjawaban :

1. Pusat biaya : Manajer bertanggung jawab hanya terhadap biaya

2. Pusat pendapatan : Manajer bertanggung jawab hanya terhadap penjualan

3. Pusat laba : Manajer bertanggung jawab terhadap penjualan dan biaya

4. Pusat investasi : Manajer bertanggung jawab terhadap penjualan, biaya, dan investasi modal

PENGUKURAN KINERJA PUSAT INVESTASI DENGAN MENGGUNAKAN LAPORAN LABA RUGI VARIABEL
DAN ABSORPSI

Dua metode perhitungan laba yang telah dikembangkan,yaitu berdasarkan perhitungan biaya
variable dan yang lainnya berdasarkan perhitungan biaya penuh atau absorpsi. keduanya merupakan
metode perhitungan biaya karena berkaitan dengan cara menentukan biaya produk.
· Perhitungan biaya variable juga disebut dengan perhitungan biaya langsung. Hanya membebankan
biaya manufaktur variable ke produk; biaya-biaya ini meliputi bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead variable.

· Perhitungan biaya absorpsi membebankan semua biaya manufaktur kepada produk. Bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, overhead variable, dan overhead adalah biaya-biaya yang tetap
sebagai biaya produk, bukan biaya periode. Dan overhead tetap biaya yang dapat diinvetarisasikan.

PENGUKURAN KINERJA PUSAT INVESTASI DENGAN MENGGUNAKAN ROI

Pusat-pusat investasi umumnya dievaluasi berdasarkan pengembalian atas investasi (ROI).

Pengembalian Investasi

Divisi-divisi yang merupakan pusat investasi akan memiliki laporan laba rugi dan neraca sendiri. Satu
cara mengaitkan laba operasi dengan aktiva yang digunakan adalah dengan menghitung
pengembalian atas investasi (return on investment –ROI), yaitu laba yang diperoleh untuk setiap
dolar investasi dengan menggunakan rumus: ROI = Laba operasi / Aktiva operasi rata-rata

Margin dan Perputaran

ROI = Margin x perputaran = (Laba operasi/Penjualan) x (Penjualan /Aktiva operasi rata-rata).

Mengukur Kinerja Pusat Investasi dengan Menggunakan Laba Residu dan Nilai Tambah Ekonomi.

Laba residu adalah perbedaan antara laba operasi dan pengembalian dolar minimum yang
disyaratkan atas aktiva operasi perusahaan.

Laba residu = Laba operasi – (Tingkat pengembalian minimum x Aktivitas operasi rata-rata)

Nilai tambah ekonomi adalah laba bersih dikurangi total biaya modal tahunan. Pada dasarnya, EVA
adalah laba residu dengan biaya modal sama dengan biaya modal aktual dari perusahaan.Jika EVA
positif berarti perusahaan manambah kekayaan, jika negative berarti perusahaan menyia-nyiakan
modal. EVA juga menghasilkan tingkat pengembalian seperti ROI karena menghubungkan
penghasilan bersih (pengembalian) dengan modal yang dipakai. Persamaan EVA dinyatakan sebagai
berikut:

EVA = Laba operasional setelah pajak – (Persentase biaya modal aktual x Total modal terpakai).

PENETAPAN HARGA TRANSFER

Yang dimaksudkan dengan harga transfer (transfer price) adalah nilai atau harga internal antar divisi
dalam suatu perusahaan. Divisi yang menerima dianggap sebagai pembeli dan divisi yang mengirim
dianggap sebagai penjual. Dampak dari harga transfer terhadap divisi antara lain :
1. Dampak Terhadap Ukuran Kinerja Divisi.
2. Dampak terhadap Keuntungan Perusahaan.
3. Dampak tehadap otonomi.

Kebijakan Penetapan Harga Transfer

Dalam penyusunan sebuah kebijakan penetapan harga transfer, kedua pandangan dari divisi penjual
dan divisi pembeli harus dipertimbangkan. Pendekatan biaya peluang mencapai tujuan tersebut
dengan mengidentifikasi harga minimum yang ingin diterima divisi penjual dan harga maksimum
yang ingin dibayar divisi pembeli.

Harga Pasar

Jika terdapat pasar luar dengan persaingan sempurna untuk produk yang ditransfer, maka harga
transfer yang sesuai adalah harga pasar.

Harga Transfer Berdasarkan Biaya

Tiga bentuk penetapan harga berdasarkan biaya : (1) Biaya penuh; biaya penuh meliputi biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead variable dan sebagai biaya overhead tetap. (2)
Biaya penuh ditambah mark-up. (3) Biaya variable ditambah biaya tetap.

Harga Transfer yang Dinegosiasikan

Kelemahan harga transfer yang dinegosiasikan : (1) Manajer divisi yang menguasai informasi khusus
mungkin mengambil keuntungan dari manajer divisi lainnya. (2) Ukuran-ukuran kinerja mungkin
terganggu oleh ketrampilan negosiasi dari para manajer. (3) Negosiasi dapat menghabiskan waktu
dan sumber daya yang besar. Keunggulan harga transfer yang dinegosiasikan adalah harga transfer
yang dinegosiasikan menawarkan harapan untuk melengkapi ketiga kriteria kesesuaian tujuan,
otonomi dan akurasi evaluasi kinerja.

https://carolusiano.blogspot.com/2019/06/segmented-reporting-investment-center.html

Anda mungkin juga menyukai