Anda di halaman 1dari 11

Nama : Hanifah Asmaul Fadwi

Nim : 180101016
Kelas : A S1 Farmasi

Tugas Anfisman

1. Hubungan antara system kardovaskular dan respirasi?


 Sistem pernafasan beruhunbungan sangat erat dengan sistem
kardiovaskuler. sistem pernafasan berfungsi menukarkan CO2 dengan
O2 sedangkan salah satu fungsi sistem kardiovaskuler adalah
mengedarkan O2. Cara kerjanya saat tubuh kita menghirup udara,
oksigen akan masuk menuju alveolus lalu jaringan darah disekitar
alveolus akan mengambil O2 untuk diedarkan. sedangkan sistem
kardiovaskuler berfungsi mendorong darah agar dapat beredar

2. Jelaskan fisiologi pernafasan dalam mempersiapkan oksigen bagi tubuh?


 Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah
paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di
gelembunggelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong
udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari
tempat dimana darah mengalir. Alveoli paru-paru/ kantong udara
merupakan kantong kecil dan tipis yang melekat erat dengan lapisan
pembuluh darah halus (kapiler) yang mebawa darah yang bebas
oksigen (deoxgenated) dari jantung. Molekul oksigen dapat disaring
melalui dinding pembuluh darah tersebut untuk masuk ke aliran darah.
Sama halnya dengan karbondioksida yang dilepaskan dari darah ke
dalam kantong udara untuk dikeluarkan melalui pernapasan,
menentukan jumlah oksigen yang masuk ke dalam darah dan jumlah
karbondioksida yang dikeluarkan dari darah

3. Mengapa orang yang merokok atau mengalami gangguan pada saluran


pernafasan sangat mudah terserang penyakit pernafasan ?

 Karena, Merokok dapat mengiritasi dan membuat paru-paru


menjadi radang serta memicu rasa batuk  dan iritasi. Jaringan paru
menjadi rusak karena rokok dan membuat pembuluh darah serta
ruang di paru-paru berkurang.
Pengurangan oksigen dalam tubuh terjadi karena kerusakan paru-
paru yang dipicu oleh merokok. Merokok juga memicu produksi
dahak yang makin bertambah dan mengental. Dahak berlebih
yang muncul tidak bisa secara menyeluruh dibersihkan oleh paru-
paru. Akhirnya, dahak tersebut menumpuk dan menghalangi
pernapasan serta membuat Anda terbatuk-batuk.

4. Jelaskan obat-obat yang terkait dengan system respirasi?


1. Antitusif
Obat yang menghambat reflek batuk. Batuk sebenarnya merupakan
mekanisme perlindungan dan membersihkan saluran pernapasan dari zat-
zat yang tidak diingikan oleh tubuh. Dalam kondisi tertentu, misalnya
pada inflamasi atau kanker terjaadi reflek batuk yang berlebihan yang
dapat mengganggu. Batuk yang demikian perlu diredakan dan antitusif
dapat bermanfaat. Antitusif yang digunakan dalam klinik jumlahnya tidak
banyak, yaitu kodein, dextrometorfan, noaskapin, dan uap mentol. Obat
antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan
pusat batuk serta meningkatkan ambang rangsang sehingga akan
mengurangi iritasi. Secara umum berdasarkan tempat kerja obat, antitusif
dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang bekerja di
sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan
non-narkotik.

Antitusif yang Bekerja di Perifer


Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di
saluran nafas, yaitu pa da reseptor iritan perifer dengan cara anestesi
langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran napas.
Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol, dan garam
fenol digunakan dalam pembuatan lozenges. Obat ini mengurangi batuk
akibat rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya
untuk mengatasi batuk akibat kelainan saluran napas bawah.
Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain
dan lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur
pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan dalam
pemakaian obat anestesi topikal yaitu :
1. Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat.
2. Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.
3. Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi.
4. Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan
kejang terutama pada penderita penyakit hati dan jantung.

Antitusif yang Bekerja Sentral


Obat ini bekerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsang
yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk. Dibagi atas golongan
narkotik dan non-narkotik.
Golongan narkotik
Antitusif yang mempunyai potensi untuk mendatangkan adiksi/
ketergantungan, dan mempunyai potensi untuk disalah gunakan.Opiat dan
derivatnya mempunyai beberapa macam efek farmakologik, sehingga
digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak
karena gagal jantung kiri dan antidiare. Di antara alkaloid ini, morfin dan
kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat
napas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi.
Opiat dapat menyebabkan terjadinya bronkospasme karena penglepasan
histamin, tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapeutik untuk antitusif.
Di samping itu narkotik juga dapat mengurangi efek pembersihan
mukosilier dengan menghambat sekresi kelenjar mukosa bronkus dan
aktivitas silia. Terapi kodein kurang mempunyai efek tersebut.

a. Kodein
Kodein atau Metilmorfin masih merupakan antitusif dengan uji klinik
terkontrol dalam batuk eksperimen dan batuk patologik akut dan kronis.
Dalam dosis antitusif biasa, kodein memiliki efek analgesic ringan dan
sedative. Efek Analgetik Kodein ini dapat dimanfaatkan untuk batuk yang
disertai dengan nyeri dan ansietas. Dan untuk dapat menimbulkan
ketergantungan fisik, Kodein harus diberikan dalam dosis tinggi dalam
beberapa jam dengan jangka waktu satu bulan/lebih (lama). Kodein
diserap baik pada pemberian oral dan puncak efeknya ditemukan 1-2 jam,
dan berlangsung selama 4-6 jam. Metabolisme terutama di hepar, dan
diekskresi ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah, diekskresi komplit
setelah 24 jam. Dalam jumlah kecil ditemukan dalam air susu Ibu. Sediaan
terdapat dalam bentuk tablet Kodein Sulfat atau Kodein fosfat berisi 10, 15,
dan 20 mg. Dosis biasa dewasa 10-30 mg setiap 4-6 jam. Dosis yang lebih
besar tidak lagi menambah besar efek secara proporsional. Dosis anak: 1-
1,5 mg/kg BB/ hari dalam dosis terbagi. Kodein dalam dosis kecil (10-
30mg) sering digunakan sebagai obat batuk, jarang ditemukan efek
samping, dan kalau ada tidak lebih tinggi dari placebo. Efek samping dapat
berupa mual, pusing, sedasi, anoreksia, dan sakit kepala. Dosis lebih tinggi
(60-80mg) dapat menimbulkan kegelisahan, hipotensi ortostatik, vertigo,
dan midriasis. Dosis lebih besar lagi (100-500mg) dapat menimbulkan
nyeri abdomen atau konstipasi. Jarang-jarang timbul reaksi alergi seperti:
dermatitis, hepatitis, trombopenia, dan anafilaksis. Depresi pernafasan
dapat terlihat pada dosis 60 mg dan depresi yang nyata terdapat pada dosis
120 mg setiap beberapa jam. Karena itu dosis tinggi berbahaya pada
penderita dengan kelemahan pernafasan, khususnya pada penderita retensi
CO2. Dosis fatal kodein ialah 800-1000 mg. Kelebihan dosis paling sering
terjadi pada anak-anak, dan terutama harus diperhatikan pada neonatus
dengan perkembangan hepar dan ginjal yang belum sempurna atau dengan
diuresis yang berkurang sehingga dapat terjadi efek kumulatif yang
memperdalam koma atau mempercepat kematian. Antagonis Opioid seperti
nalokson dapat bermanfaat untuk terapi kelebihan dosis.

 Golongan non-narkotik
Antitusif non – narkotik ialah antitusif yang tidak mendatangkan adiksi dan
potensinya untuk di salah gunakan kecil sekali. Termasuk dekstrometorfan,
noskapin dan lain – lain antitusif yang bekerja perifer.

a) Dekstrometorfan
Dekstrometorfan adalah derifat morfinan sintetik yang bekerja sentral dengan
meningkatkan ambang rangsang reflex batuk secara sentral dan potensi
antitusifnya lebih kurang sama dengan kodein. Dekstrometorfan tidak memiliki
efek analgesik, efek sedasi, efek pada saluran cerna dan tidak mendatangkan
adiksi atau ketergantungan. Dekstrometorfan efektif untuk mengontrol batuk
eksperimen maupun batuk patologik akut maupun kronis. Dekstrometorfan di
laporkan juga memiliki efek pengurangan sekret dan efek antiinflamasi ringan.
Kadang – kadang dilaporkan adanya stimulasi ringan pernafasan pada
penggunaanya dalam batas – batas dosis antitusif biasa.
Efek samping dan toksisitas : efek penekanan aktifitas silia bronkhus hanya
terjadi pada dosis tinggi. Toksisitas rendah sekali. Dosis berlebihan
menimbulkan pusing, diplopia, sakit kepala, mual, dan muntah. Dalam dosis
sangat besar di temukan depresi pernafasan yang dapat menimbulkan kematian.

Dosis Umum Dosis Rata-Rata


Dekstrometorfan 15-30 mg
Noskapin 10-30 mg
Karbatapentan 15-30 mg
Karamifen 10-20 mg
Levoproproksifen 50-100 mg
Prometazin 50-100 mg
Benzonatat 25 mg
Dimetoksanat 25 mg
Klorfedianol 20-40 mg
Pipazetat 25-50 mg
Difenhidramin (Benadryl) 5-60 mg

Dekstrometorfan tersedia dalam bentuk tablet, sirup berisi 10 – 20 mg / 5 ml.


Dosis dewasa 10 – 20 mg setiap 4 – 6 jam, maksimum 120 mg / hari,
Meninggikan dosis tidak akan menambah kuat efek, tapi dapat memperpanjang
kerjanya sampai 10 – 12 jam, dan ini dapat bermanfaat untuk mengontrol batuk
malam hari. Dosis anak – anak 1 mg/ kg BB/ hari dalam dosis terbagi 3 – 4 kali
sehari.
Aturan pakai :
 Sirup : Dewasa 4 × 1-2 takar sehari
Anak-anak 4 × 1/4- ½ takar sehari
 Tablet : Dewasa 4 × 1-2 tablet sehari
Anak-anak 4 × ½ tablet sehari
Atau menurut petunjuk dokter

b) Noskapin
Noskapin adalah alkaloid alam yang bersama dengan papverin tergolong derivat
benzilisokinolin yang di peroleh dari alkaloid opium, tidak mempunyai efek
analgesik. Kecuali efek antitusif, noskapin dalam dosis terapi tidak memiliki
efek terhadap SSP, dan tidak memiliki efek adiksi dan ketergantungan; potensi
antitusif nya lebih kurang sama dengan kodein ( dalam berat yang sama ). Cara
kerja sama dengan kodein.
Efek samping yang menonjol adalah gangguan saluran cerna ( terutama
konstipasi ringan ), terlihat sampai 30 % dari pasien yang di teliti. Efek depresi
pernafasan baru terjadi bila di berikan dosis lebih dari 90 mg. Kelebihan dosis
juga menimbulkan depresi otot jantung dan otot polos lain. Noskapin tersedia
dalam bentuk tablet atau sirup. Dosis dewasa 3-4 kali sehari 15 – 30 mg, dosis
tunggal 60 mg pernah digunakan untuk batuk paroksismal.

c) Difenhidramin
Difenhidramin merupakan turunan senyawa etanoiamina yang bekerja kuat dan
efektif sebagai antihistamin, yang memiliki sifat sedatif dan antiemetic. Pada
dosis teraupetik, difenhidramin tidak member efek yang berarti pada tekanan
darah, hati dan saluran cerna. Sebagai antihistamin, difenhidramin bernilai pada
pengobatan simptomatis dari berbagai gangguan alergi seperti urtikaria rhinitis
serta reaksi alergi dari berbagai obat. Difenhidramin dapat digunakan untuk
mengurangi tremor pada parkinsonisme dan reaksi ekstrapiramidal, sebagai
premedikasi dan untuk insomnia, serta menenangkan gangguan emosional pada
anak-anak.
Aturan Pakai :
 Antihistamin
Dewasa : 10-5- mg I.M dalam atau I.V (max 400 mh/hari)
Anak : 5 mh/kgBB/hari dibagi 4 dosis (max 300 mg/hari)
 Antiemetic
Dewasa : Dosis awal 10 mg I.M dalam atau I.V bila efek sedative tidak berat,
dosis dapat dinaikkan sampai 20-50 mg setiap 2-3 jam. Max 400
mg/hari
Anak : 1-1,5 mg/kgBB setiap 6 jam (max 300 mg/hari)
Efek samping : pada individu tertentu dapat menyebabkan mulut
kering, mual, kantuk, pening, lesu, berdebar dan gemetar.
Kontraindikasi : bayi premature atau neonatus, penderita yang
hipersensitif
Perhatian/ peringatan : difenhidramin memiliki aktifitas atonomik
“mirip atropin” yang layak dipertimbangkan. Hendaknya digunakan
hati-hati pada penderita dengan riwayat asmatik. Sebaiknya
dianjurkan pada penderita untuk tidak mengendarai kendaraan
bermotor atau menjalankan mesin.

2. Ekspektoran
Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran
napas (ekspetorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris.
Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan
selanjutnya secara reflex merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N.vagus,
sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak.

A. Ammonium klorida
Biasanya digunakan dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau
antitusif. Ammonium klorida dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik,
dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal,
dan paru. Dosis ammonium klorida sebagai ekspektoran padaorang dewasa ialah
300 mg (5 mL) tiap 2-4 jam.

B .Gliseril guaiakolat (GG, atau Guaifenesin)


Digunakan sebagai ekspektoran pd batuk berdahak, mekanisme kerjanya dg cara
meningkatkan volume dan menurunkan viskositas dahak di trakea dan bronki,
kemudian merangsang pengeluaran dahak menuju faring.
Penggunaan obat ini hanya didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif pasien dan
dokter. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk,
mual, dan muntah. Obat ini tersedia dalam bentuk sirop 100mg/5mL. Dosis
dewasa yang dianjurkan 2-4 kali 200-400 mg sehari.

C. Bromheksin
Bromheksin memiliki manfaat obat mukoloitik dan ekspektoran. Mekanisme
kerjanya yaitu dengan pengurangan viskositas dahak, stimulasi pada sekresi,
gerakan siliar, pembentukan surfaktan, perbaikan penangkal imunologis setempat.
Indikasi : sekretolitik pada infeksi jalan pernapasan yang akut dan kronis serta
pada penyakit paru dengan pembentukan mucus berlebih.
Kontraindikasi: hipersensitivitas, wanita hamil, dan wanita menyusui. Efek
samping yaitu reaksi alergi, gangguan gastrointestinal ringan.
Dosis dewasa 8 mg/hari diberikan 3 kali sehari.

D. Ambroxol
Ambroxol yang berefek mukokinetik dan sekretolitik, dapat mengeluarkan
lendir yang kental dan lengket dari saluran pernafasan dan mengurangi
staknasi cairan sekresi. Pengeluaran lendir dipermudah sehingga melegakan
pernafasan. Sekresi lendir menjadi normal kembali selama pengobatan dengan
Ambril. Baik batuk maupun volume dahak dapat berkurang secara bermakna.
Dengan demikian cairan sekresi yang berupa selaput pada permukaan mukosa
saluran pernafasan dapat melaksanakan fungsi proteksi secara normal
kembali. Penggunaan jangka panjang dimungkinkan karena preparat ini
mempunyai toleransi yang baik.
 Indikasi : gangguan saluran pernafasan sehubungan dengan sekresi
bronchial yang abnormal baik akut maupun kronis, khususnya pada
kadaan-keadaan eksaserbasi dari penyakit-penyakit bronchitis kronis,
bronchitis asmatis, asma bronchial.
 Dosis pemakaian : bila tidak dianjurkan lain oleh dokter, anjuran
pemakaian untuk anak berdasarkan jumlah dosis perhari yaitu 1,2-1,6
mg ambroxol HCL per kgBB.

Tablet :
Dewasa dan anak-anak > 12 tahun tablet 3 kali sehari
Anak-anak 5-12 tahun ½ tablet 3 kali sehari

Pada pemakaian jangka panjang dosis pemberian sebaiknya dikurangi menjadi 2kali s
ehari. Tablet sebaiknya ditelan sesudah makan bersama sedikit air.

Sirup :
Anak-anak s/d 2 tahun 2,5 ml (1 sendok takaran), 2 kali sehari

2 × 7,5 mg
Anak-anak 2-5 tahun 2,5 ml ( 2 sendok takaran), 3 kali sehari
3× 7,5 mg
Anak-anak > 5 tahun 5 ml ( 1 sendok takaran), 2-3 kali sehari

2-3 × 15 mg
Dewasa 10 ml ( 2 sendok takaran), 3 kali sehari

3× 30 mg 2-3 hari I, kemudian 3× sehari 15 mg.

Takaran pemakaian diatas cocok untuk pengobatan gangguan saluran


pernafasan akut dan untuk pengobatan awal pada keadaan kronis
sampai 14 hari. Pada pemakaian lebih lama takaran pemakaian bisa
diturunkan menjadi separuhnya. Sirup sebaiknya diminum sesudah
makan. interaksi obat penggunaan ambroxol dapat meningkatkan kerja
atau efektivitas dari antibiotic karena dapat dikatakan jika mucus
semakin cepat dan mudah untuk dikeluarkan, maka bakteri atau virus
penyebab penyakit yang terjerat pada mucus juga akan dikeluarkan.
Pemakaian pada kehamilan trimester I kehamilan tidak dianjurkan.
Keamanan pada wanita menyusui belum diketahui.
Efek samping
 Ambrixol umumnya mempunyai toleransi yang baik. Efek samping ringan pada
saluran pencernaan pernah dilaporkan walaupun jarang. Reaksi alergi jarang terjadi,
beberapa pasien yang alergi tersebut juga mnunjukkan reaksi alergi terhadap
preparat lain.
 Kontraindikasi: Tidak diketahui adanya kontraindikas.

Anda mungkin juga menyukai