Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MATERNITAS II

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


PARTUS PREMATURUS

Dosen Pengampu : Ns. Marlinda. M. Kep.Sp.Kep.Mat


Disusun Oleh :
Kelompok II

1. Cendy Surya Adella (142012018053)


2. Dewi Okta Periyanti (142012018055)
3. Leni Susanti (142012018063)
4. Nia Utama (142012018072)
5. Rahayu Rahmatika (142012018076)
6. Riska Ulviyani (142012018081)
7. Tri Anggrayni (142012018086)
8. Wakiah (142012018089)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
T.A. 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya penyusun masih
diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul “Makalah Pendamping Materi Ajar Asuhan Keperawatan
Maternitas Dengan Partus Prematurus” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa
dari mata kuliah Maternitas sistem 2 diprogram studi ilmu keperawatan.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dimasa akan datang.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.

Pringsewu, 09 Maret 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Partus prematur masih merupakan masalah penting dari obstetri
khususnya dibidang perinatologi, karena baik dinegara berkembang maupun
dinegara maju penyebab mordibitas dan morbilitas neunatos terbanyak adalah
bayi yang lahir preterm. Tidak jarang bersama-sama dengan prematuritas
terdapat faktor-faktor lain seperti kelainan kongenital, asfiksia neunatorum,
insufisiensi plasenta, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Persalinan preterm
(partus prematur) merupakan komplikasi pada 7-10% kehamilan dan
penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal yang sangat sering. Sebagian
bayi yang meninggal pada minggu pertama adalah bayi prematur.
Dinegara berkembang termasuk di Indonesia, angka kejadian
persalinan prematur dan angka kematian bayi prematur masih cukup tinggi.
Selain menyebabkan kematian, apabila bayi terus hidup tetap akan didera
dengan berbagai mordibitas, seperti kelainan dan infeksi. Di Indonesia ada
sekitar 400 ribu bayi dilahirkan prematur setiap tahunnya dari jumlah
kelahiran 4,4 juta bayi atau sekitar 9%.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Umtuk mengetahui angka kejadian partus prematur.
b. Umtuk mengetahui apakah paritas merupakan salah satu
penyebab terjadinya partus prematur.
2. Tujuan Khusus
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran hubungan
antara paritas dengan kejadian partus prematur pada kasus persalinan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Persalinan Prematuritas


Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang
dari 2500 gram.Terdapat 3 subkategori usia kelahiran prematur berdasarkan kategori
(WHO, 2012)
a. Extremely preterm (< 28 minggu) 2)
b. Very preterm (28 hingga < 32 minggu) 3)
c. Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).
Persalinan preterm merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan
kematian perinatal sebesar 65%-75%, umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah.Berat
lahir rendah dapat disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang
terlambat. Keduanya sebaiknya dicegah karena dampaknya yang negatif, tidak hanya
kematian perinatal tetapi juga morbiditas, potensi generasi akan datang, kelainan mental dan
bebah ekonomi bagi keluarga dan bangsa secara keseluruhan.

B. Etiologi
Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4 golongan,
yaitu:
1. Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2. Inflamasi/infeksi
3. Perdarahan plasenta
4. Peregangan yang berlebihan pada uterus
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan Anxietas yang biasa terjadi pada
primi para muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya stres fisik maupun
psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-
Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan prematur.Aksis HPA ini
menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres
pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan
hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin,
matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2,
dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran
kelenjar adrenal.
Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri
yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab
potensial terjadinya persalinan prematur. 13 Infeksi intraamnion akan terjadi pelepasan
mediator inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan
TNF- Sitokinakan merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA
janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini bertanggung jawab
untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan
kontraksi. Sitokin juga berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang
mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan
plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan
kontraksi miometrium. 15 Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan
aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah
protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu
menstimulasi kontraksi miometrium.
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang bisa
disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih yang
disebabkan olehkelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini
dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2.
C. Klasifikasi
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran prematur dapat
dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Bayi Prematur Sesuai Masa Kehamilan (SMK)
Bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK) adalah bayi yang lahir
dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai
dengan usia kehamilan. Derajat prematuritas dapat digolongkan menjadi 3
kelompok antara lain adalah sebagai berikut:
1) Bayi sangat prematur (extremely premature) : 24-30 minggu
2) Bayi prematur sedang (moderately premature) : 31-36 minggu
3) Borderline premature : 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat
prematur dan matur. Beratnya seperti bayi matur akan tetapi sering
timbul masalah seperti yang dialami bayi prematur misalnya gangguan
pernapasan, hiperbilirubinemia dan daya isap yang lemah.
2. Bayi Prematur Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK) adalah bayi yang
lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
gestasi tersebut. Banyak istilah yang dipergunakan untuk 9 menunjukkan
bahwa bayi KMK ini dapat menderita gangguan pertumbuhan di dalam
uterus (intrauterine retardation = IUGR) seperti pseudopremature, small for
dates, dysmature, fetal malnutrition syndrome, chronis fetal distress, IUGR
dan small for gestational age (SGA).
Setiap bayi baru lahir (prematur, matur dan post matur) mungkin saja
mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa gestasinya. Gambaran
kliniknya tergantung dari pada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan
pertumbuhan yang mempengaruhi bayi tersebut.
IUGR dapat dibedakan menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
1) Proportinate IUGR : janin menderita distres yang lama, gangguan
pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum
bayi lahir. Sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi
yang seimbang, akan tetapi keseluruhannya masih di bawah masa
gestasi yang sebenarnya.
2) Disproportinate IUGR : terjadi akibat distres sub akut. Gangguan terjadi
beberapa minggu atau beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan
ini panjang dan lingkaran kepala normal, akan tetapi berat tidak sesuai
dengan masa gestasi. Tanda-tandanya adalah sedikitnya jaringan lemak
di bawah kulit, kulit kering, keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan
kurus dan lebih panjang

D. Patofisiologi
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah,
aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi
aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan
persalinan prematur. Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin
dan pada ibu. Pada janin, menyebabkan kelahira yang belum pada waktunya
sehingga terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya
terjdilah maturitas paru yang menyebabkan resiko cidera pada janin.
Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang menyebabkan
ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan
kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat
kehamilan.

E. Manifestasi Klinis
1. Sakit kram seperti menstruasi dapat membingungkan dengan sakit lingkar
ligamen.
2. Sakit punggung, berbeda dengan yang dalami oleh wanita hamil.
3. Tekanan atau sakit suprapubik, dapat membingungkan dengan infeksi
saluran kencing.
4. Sensasi tekanan atau berat pelviks.
5. Perubahan karakter jmlah muatan vaginal (lebih tebal, lebih tipis, berair,
berdarah, coklat, atau tak berwarna).
6. Diarrhea.
7. Kontraksi uterus yang tidak normal (sakit atau tidak) terasa lebih sering
dari pada setiap 10 menit untuk 1 jam atau lebih dan tidak sembuh dengan
berbaring.
8. Pecah membran prematur.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
 Pemeriksaan kultur urine
 Pemeriksaan gas dan ph darah janin
 Pemeriksaan darah tepi Ibu: jumlah leukosit
 C- reactive protein. CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi
akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida nonserfik kuman pneumococcus yang disebut fraksi. CRP
dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Amniosintesis
 Hitung leukosit
 Pewarnaan Gram bakteri (+) pasti amnionitis
 Kultur
 Kadar IL-1, IL-6
 Kadar glukosa cairan amnion
3. Pemeriksaan ultrasonografi
 Oligohidramnion: Goulk dkk,mendapati hubungan antara oligohidramnion
dengan koriamnionitis klinis antepartum.Vintzileons dkk, mendapati
hubungan antara oligohidramnion dengan koloni bakteri pada amnion.
 Penipisan serviks: Iams dkk, mendapati bila ketebalan serviks <3 cm (usg),
dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm.
 Selebritis serviks transparent lebih disukai karena dapat menghindari
manipulasi intravagina terutama pada kasus kasus KPD dan plasenta previa.
 Kardiotokografi: kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi

G. Komplikasi Persalinan Premature


Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan, yang
kemungkinan terjadi produksi prostaglandin:
 Kelainan bawaan uterus meskipun, jarang terjadi Terdapat hubungan kejadian
partus preterm dengan kelainan uterus yang ada.
 Ketuban pecah dini ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau
sebaliknya.

Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, hidramnion,
kehamilan ganda, infeksi vagina dan serviks dan lain-lain infeksi asenden merupakan teori
yang cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan ketuban pecah.

H. Penatalaksanaan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik,
yaitu:
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih
kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan
per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan
dosis per infus: 10-15 µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam
sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek
samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia,
hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,
secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).
Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat
ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya
ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide
dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat
cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi
prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup
kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac
memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin.
Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan
klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga
perlu membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas
seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali
keadaan pasien stabil dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-
mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome
(RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis,
dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35
minggu. Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason.
Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin
terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan.
Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan
komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian
antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis
dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan
mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat
diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3
hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau
dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan
pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PARTUS PREMATURUS

A. Pengkajian
Masalah yang berkaitan dengan ibu :
Penyakit seperti hipertensi , toksemia, plasenta previa, abrupsio plasenta,
inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi dan diabetes melitus. Status
sosial ekonomi yang rendah, dan tiadanya perwatan sebelum kelahiran ekonomi
yang rendah, dan tiadanya perawatan sebelum kelahiran (prenatal care).
Riwayat kelahiran kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan obat obatan,
alkohol, rokok dan kafein. Riwayat ibu :umur dibawah 16 tahun atau diatas
35tahun dan latar belakang pendidikan rendah; status sosial ekonomi yang
rendah, tiadanya perawatansebelum kelahiran dan rendahnya gizi; konsultasi
geneti yang pernah dilakukan; kelahiran prematur sebelumnya dan jarak
kehamilan yang berdekatan; infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan
seksual lain; keadaan seperti toksemia, abrupsio, plasenta pervia, dan prolapsus
tali pusat; konsumsi kafein, rokok, alkohol dan obat-obatan; golongan darah,
fakto Rh.
Bayi pada saat kelahiran :
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat badan
pada saat kelahiran, SGA, atau terlalu besar dibanding umur kehamilan; berat
biasanya kurang dari 2500gram;kurus, lapisan lemak subkutan sedikit atau
tidak ada; kepala relatif lebih 3cm besar dibandingka lebar dada; kelainan fisik
yang mungkin terlihat; nilai Apgar pada sampai 1 sampai 5 menit, 0 sampai 3
menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7
sampai 10 normal.
Kardiovaskular :
Denyut jantung rata-rata 120 sampai 160per menit pada bagian apikal dengan
ritme yang teratur; pada saat kelahiran, kebisingan jantung terdengar pada
seperempat bagian interkostal yang menunjukkan aliran darah dari kanan kekiri
karena hipertensi atau atelektasis paru.
Gastrointestinal :
Penonjolan abdomen; pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12
jam; refleks menelan dan mnegisap yang lemah; ada atau tidak ada anus;
ketidaknormalan kongenital lain.
Integumen :
Kulit yang berwarna merah muda atau merah, kekuning-kuningan, sianosis,
atau campuran bermacam warna; sedikit vernik kaseosa, dengan rambut lanugo
disekujur tubuh; kurus; kulit tampak transparan, halus dan mengilap; edama
yang menyeluruh atau dibagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran; kuku
pendek belum melewati ujung jari, rambut jarang atau mungkin tidak ada sama
sekali; petekie atau ekimosis.
Muskoloskeletal :
Tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak,
tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak; gerakan lemah dan tidak aktif atau
letargik.
Neurologis :
Refleks dan gerakan pada tes neurologis tampak tidak resisten, gerak refleks
hanya berkembang sebagian; menelan mengisap dan batuk sangat lemah atau
tidak efektif; tidak ada atau menurunny tanda neurologis; mata mungkin
tertutup rapat atau mengatup apabila umur kehamilan belum mencapai 25
sampai 26 minggu; suhu tubuh tidak stabil , biasanya bersifat sementara, tetapi
mungkin juga ini mengindikasikan adanya kelainan neurologis.
Paru :
Jumlah pernapasan antara 40-60 permenit diselingi dengan periode apnea;
pernapasan yang tidak teratur dengan flaring nasal (nasal melebar), dengkuran,
retraksi (interkostal,suprasternal, substernal); terdengar suara gemerisik.
Ginjal :
Berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiram; ketidakmampuan untuk melarutkan
ekskresi ke dalam urine.
Reproduksi :
Bayi perempuan : klitoris yang menonjol dengan labium mayora yang belum
berkembang; bayi laki-laki: skrotum yang belum berkembang sempurna dengan
ruga yang kecil, testis tidak turun kedalam skrotum.
Temuan sikap :
Tangis yang lemah, tidak aktif, dan tremor.

B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko tinggi infeksi gawat pernapasann yang berhubungan dengan
ketidaknyamanan paru karena kurang produksi surfaktan.
2. Risiko tinggi hipotermia atau hipertemia yang berhubungan dengan
prematuritas atau perubahan suhu lingkungan.
3. Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
simpanan glikogen, zat besi, dan bolik yang tinggi, tingginya kebutuhan,
asupan kalori yang tidak mencukupi, dan hilangnya kalori.
4. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan pengeluaran yang
disebabkan oleh imaturitas, pemanas radian (pancaran) atau pengeluaran
melalui kulit atau perut.
5. Perubahan persepsi sensori penglihatan, pendengaran, kinestetik, gustatori,
taktil, dan olfaktori yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan
rangsangan lingkungan keperawatan.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan bayi sakit
dirumah.
7. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurang kekebalan tubuh dan
kemunkinan infeksi silang dari ibu atau staf perawatan.
C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Risiko tinggi infeksi Setelah dilakukan 1. Kumpulkan data
gawat pernapasann asuhan keperawatan penilaian yang
yang berhubungan selama 1x24 jam berkaitan dengan
dengan diharapkan KH : kegawata pernapasan.
ketidaknyamanan paru menjaga dan 2. Waspada episode
karena kurang memaksimalkan apnea yang berlangsung
produksi surfaktan. fungsi paru lebih dari 20 detik
3. Memberi dan
memantau bantuan
pernapasan
4. Pantau kajian analisis
gas darah untuk
mengetahui asidosis
pernapasan dan
metabolis.

5. Persiapkan dan
lakukan terapi
farmakologi, seperti
teofolin IV. Awasi
tingkat darah setiap 1
sampai 2 hari untuk
deteksi adanya
keracunan (lebih besar
dari 10mg/mL), sama
atau kurang(2mcg/mL).
2. Risiko tinggi Setelah dilakukan 1. Jaga temperatur
hipotermia atau asuhan keperawatan ruang perawatan 25oC.
hipertemia yang selama 1x24 jam
2. Ukur suhu rektal bayi
berhubungan dengan diharapkan KH :
terlebih dahulu, baru
prematuritas atau menjaga suhu
kemudian suhu aksila
perubahan suhu lingkungan netral
setiap 2 jam atau setiap
lingkungan.
kali yang diperlukan.

3. Lakukan prosedur
penghangatan setelah
bayi lahir.

4. Tempatkan bayi
dibawah penghangatan
radian atau inkubator
jika diperlukan.

5. Tempatkan kotrol
temperatur (servo-
control) diatas
abdomen. Atur suhunya
pada 37-37,5 o juga jaga
suhu kulit pada 36-
36,5oC.

6. Hindari
menempatkan bayi
kontak dengan sumber
panas atau sumber
dingin. Hindari juga
udara maupun dingin.
Lakukan juga
perlindungan untuk
menjaga panas tubuh,
seperti menjaga agar
kulit bayi tetap kering
dan menjaga agar
kepala bayi tertutup.

7. Awasi bayi terhadap


perubuahan yang
mengindikasikan
adanya astress dingin

3. Gangguan nutrisi, Setelah dilakukan 1. Awasi refleks


kurang dari kebutuhan asuhan keperawatan menghisap dan
tubuh yang selama 1x24 jam kemampuan menelan
berhubungan dengan diharapkan KH : bayi.. pemberian
simpanan glikogen, meningkatkan dan makanan melalui
zat besi, dan bolik menjaga asupan kalori dimulai ketka bayi
yang tinggi, tingginya dan status gizi bayi sudah dalam keadaan
kebutuhan, asupan stabil dan pernapasan
kalori yang tidak terkendali dengan baik.
mencukupi, dan
2. Awasi dan hitung
hilangnya kalori.
kebutuhan kalori bayi

3. Mulai pemberian ASI


atau susu denga botol 2-
6 jam setelah val tiga
tiga jam. Pemberian
bisa ditambah bila bayi
menunjukkan toleransi
yang baik. Pemberian
ASI jangan dihentikan
sampaibayi
menunjukkan bahwa ia
dapat makanmelalui
botol soju susu dan
berat badannya bisa
bertambah

4. Timbang bayi setiap


hari, bandingkan berat
badan dengan asupan
kalori yang dierikan. Ini
dilakukan untuk
menentukan jumlah
asupan yang tepat atau
kebutuhan peningkatan
asupan.

5. Sediakan dekstrosa
10%

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam18 jam, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin. Persalinan
preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37
minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Postmatur
menunjukan atau menggambarkan keadaan janin yang lahir telah melampaui batas waktu
persalinannya, sehingga dapat menyebabkan beberapa komplikasi.. Kehamilan lewat bulan,
suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang
merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.

B. Saran
Memperhatikan kondisi saat fase kehamilan sangatlah penting dengan gizi yang cukup dan
seimbang, oleh karena itu bagi ibu-ibu yang hamil hendaklah mempersiapkan persalinan
dengan sebaik-baiknya, serta dengan melakukan pemeriksaan rutin baik untuk mengetahui
kesehatan janin dan sang ibu, selain itu juga penting dalam mendeteksi sedini mungkin
umur kehamilan ibu untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan
sehingga kehamilan postmatur dapat diakhiri sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang
dapat membahayakan keselamatan ibu dan janin

DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Taufan. 2010. Kasus Emergency Kebidanan Untuk Kebidanan dan
Kepeerawatan. Cetakan I. Yogyakarta: Nuha Medika
https://www.academia.edu/36349695/Maternitas_5_askep_pre_and_postmatur

Anda mungkin juga menyukai