SPESIALITE OBAT
“Obat-Obat Antihipertensi”
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah suatu penyakit yang kronis dimana tekanan darah meningkat diatas
tekanan darah normal. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure (JNC VII) menyatakan
bahwa seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan
tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi adalah faktor resiko keempat dari
enam faktor resiko terbesar penyebab penyakit kardiovaskuler (1)
Ada beberapa factor resiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi yang dinyatatakan
oleh Black dan Hawks,yakni diklasifikasikan menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi
dan factor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi contohnya adalah
riwayat keluarga dengan hipertensi, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sementara factor yang
dapat dimodifikasi contohnya adalah nutrisi, stress, obesitas, dan zat berbahaya misalnya asap
rokok dan konsumsi alcohol berlebih, serta aktivitas fisik. (2)
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama merupakan
salah satu faktor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Semakin tinggi tekanan darah,
semakin tinggi kejadian kardiovaskuler seperti penyakit jantung coroner, gagal jantung, strok,
dan gagal ginjal.
Sebagian besar hipertensi yang dialami masyarakat tidak diketahui penyebab medisnya,
yang dikenal dengan hipertensi primer (essensial). Kondisi ini terjadi pada 90% penderita
hipertensi, sedangkan 10% kasus hipertensi dapat dideteksi penyebab definitifnya, yang
dikenal dengan hipertensi sekunder. Hipertensi primer mempunyai kecenderungan genetic
yang kuat dan didukung dengan factor resiko seperti obesitas, konsumsi garam dan lemak
jenuh berlebih, dan kebiasaan merokok. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan
menggunakan obat-obat hipertensi ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi
gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari ½ sendok teh
per hari, menurunkan berat badan, mengurangi minuman berkafein, rokok, dan minuman
beralkohol serta olahraga 20-25 menit dengan frekuansi 3-5 kali per minggu. Penting juga
untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu penyakit yang kronis dimana tekanan darah meningkat diatas
tekanan darah normal. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure (JNC VII) menyatakan
bahwa seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih
dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.
B. Epidemiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam praktik
kedokteran primer. Menurut NHLBI (National Heart Lung and Blood Institue) 1 dari 3
pasien menderita hipertensi. Hipertensi juga merupakan faktor risiko infark miokard,
stroke, gagal ginjal akut dan juga kematian. Riset kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun
2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%.
Berdasarkan pengukuran menggunakan kriteria hipertensi JNC VII menunjukkan
prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis atau gejala meningkat. Hal ini menunjukkan
bertambahnya masyrakat yang sudah memeriksakan diri ke tenaga keehatan. Prevalensi
hipertensi lebih tinggi pada kelompok lanjut usia (3).
Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target seperti jantung (penyakit
jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke), ginjal (gagal
ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer (klaudikasio intermiten). Kerusakan organ-
organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah pasien dan berapa lama tekanan
darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati (3).
Dalam sebuah studi metaanlisis yang mencakup 61 studi obervasional prospektif pada
1 juta pasien, ditemukan bahwa penurunan rerata tekanan darah sisitolik sebesar 2 mmHg
dapat menurunkan risiko mortalitas akibat penyakit jantung iskemik sebesar 7% dan
menurunkan risiko mortalitas akibat stroke sebesar 10%. Tercapainya target penurunan
tekanan darah sangat penting untuk menurunkan kejadian kardiovaskuler pada pasien
hipertensi. (3).
C. Etiologi
Sekitar 80 - 95% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi essensial
atau hipertensi primer). Hipertensi sering turun menurun dalam suatu keluarga, hal ini
yang menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada pathogenesis
hipertensi primer. Sedangkan jika penyebab hipertensi diketahui maka disebut hipertensi
sekunder. Disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder paling sering terjadinya hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang etiologi patofisiologisnya diketahui.
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid
atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan
kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab hipertensi sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi
dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi,
maka dengan mengehentikan obat yang bersangkutan atau mengobati atau
mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama
dalam penanganan hipertensi sekunder. (4)
Tabel II.1 Penyakit dan Obat Penyebab Terjadinya Hipertensi Sekunder (4)
Penyakit Obat
Penyakit ginjal kronis Kortikosteroid, ACTH
Hiperaldosteronisme primer Estrogen (biasanya pil KB dengan kadar
estrogen tinggi)
Penyakit renovaskular NSAID, cox-2 inhibitor
Sindroma Cushing Fenilpropanolamine dan analog
Pheochromocytoma Cyclosporin dan tacrolimus
Koarktasi aorta Eritropoetin
Penyakit tiroid atau paratiroid Eritropoetin, sibutramin, antidepresan
(terutama venlafaxine)
b. Patofisiologi
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter
merkuri (mmHg). Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah
sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi
jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Banyak
faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam
terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah :
1. Meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi
diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress
psikososial dll
2. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
3. Asupan natrium (garam) berlebihan
4. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
5. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya
produksi angiotensin II dan aldosteron
6. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide
natriuretik
7. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi
tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
8. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada
pembuluh darah kecil di ginjal
9. Diabetes mellitus
10. Resistensi insulin
11. Obesitas
12. Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
13. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,
karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
14. Berubahnya transpor ion dalam sel
G. Obat-Obat antihipertensi
Obat-obatan antihipertensi yang direkomendasikan dalam guideline JNC 8 ditunjukkan
pada tabel 3 sebagai berikut : (8)
Tabel II.3 Obat antihipertensi yang direkomendasikan dalam JNC 8 (8)
BAB III
TERAPI DAN PENGGOLONGAN OBAT
A. Terapi Antihipertensi
1. Terapi Farmakologis
Kombinasi antihipertensi lini pertama
Semua kombinasi antihipertensi memberikan efek sinergis kecuali kombinasi
diuretik dengan Ca-antagonis
a. Antihipertensi tahap pertama first line drug
1) Diuretika
2) Penyekat reseptor beta adrenergic (β-blocker)
3) Penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE-Inhibitor)
4) Penghambat reseptor angiotensin (ARB; Angiotensin-reseptor bloker)
5) Antagonis kalsium (Ca-Antagonis)
b. Antihipertensi tahap kedua second line drug
1) Penghambat saraf adrenergik: reserpine
2) Agonis α-2 sentral: Metildopa, Klonidin
3) Vasodilator: Hidralzin
2. Terapi Non-farmakologi
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1,
tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan
tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 –6 bulan. Bila
setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang
diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat
yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan
dislipidemia.
b. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula
pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini
juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien
hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/
hari
c. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 –60 menit/
hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus,
sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda
atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
d. Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi
pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari
semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup,
terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan
demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu
dalam penurunan tekanan darah.
e. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah
satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya
dianjurkan untuk berhenti merokok.
B. Tatalaksana Antihipertensi
Tujuan utama terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan target
tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan,
tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang
direkomendasikan. Guideline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan
hipertensi yaitu
1. Pada populasi umum berusia ≥ 60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg atau tekanan darah
diastolic ≥ 90 mmHg dengan target sistolik < 150 mmHg dan target diastolic <90
mmHg.
2. Pada populasi umum < 60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan
darah dimulai jika tekanan darah diastolic ≥ 80 mmHg dengan target tekanan
darah diastolic < 90 mmHg (untuk usia 30-59 tahun Strong Recommendation –
Grade A; untuk usia 18-29 tahun Expert Opinion-Grade E)
3. Pada populasi umum < 60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan
darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dengan target tekanan
darah sistolik < 140 mmHg (Expert Opinion-Grade E)
4. Pada populasi berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg dengan target tekanan
darah sistolik < 140 mmHg dan target tekanan darah diastolic < 90 mmHg (Expert
Opinion-Gradde E)
5. Pada populasi berusis ≥ 18 tahun dengan diabetes, terai farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg dengan target tekanan darah sistolik < 140
mmHg dan target tekanan darah diastolik < 90 mmHg (Expert Opinion-Grade E)
6. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel
blocker (CCB), Angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin
reseptor blicker (ARB). (Moderate recommendation-Grade B)
7. Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide atau CCB (Untuk
populasi kulit hitam: Moderate Recommendation-Grade B; untuk kulit hitam
dengan diabetes: Weak Recommendation-Grade C)
8. Pada populasi berusi ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya mencakup ACEI atau ARB untuk
meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal
kronik dengan hipertensi terlepas dari ras atau status diabetes (Moderate
Recommendation-Grade B)
9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target
tekanan darah. Jia target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan,
tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang
direkomendasikan.
Gambar II.1 Tatalaksana penanganan hipertensi menurut JNC 8(3)
Gambar II.1 Tatalaksana penanganan hipertensi menurut JNC 7 (1)
C. Penggolongan Obat Antihipertensi
Berikut ini adalah jenis-jenis obat yang termasuk kedalam golongan obat
antihipertensi (13)
a. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor) (13)
ACE inhibitor menjaga pembuluh darah agar terbuka lebar sehingga aliran darah
masuk dengan lancar.
Mekanisme kerja : Penghambat ACE bekerja dengan cara menghambat konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II. Obat-obat golongan ini efektif dan pada
umumnya dapat ditoleransi dengan baik
Indikasi :
Kontra indikasi : Penghambat ACE dikontraindikasikan pada pasien yang
hipersensitif terhadap penghambat ACE (termasuk angioedema) dan pada pasien
yang diduga atau dipastikan menderita penyakit renovaskuler. Penghambat ACE
tidak boleh digunakan pada wanita hamil.
Efek samping : Penghambat ACE dapat menyebabkan hipotensi yang parah dan
gangguan fungsi ginjal, dan batuk kering yang menetap. Penghambat ACE juga
menyebabkan angioedema, ruam kulit, pankreatitis dan gejela pada saluran
pernafasan atas seperti sinusitis, rhinitis dan sakit tenggorokan. Efek gangguan
saluran cerna yang dilaporkan meliputi mual, muntah, dyspepsia, diare, konstipasi,
dan nyeri abdomen.
Peringatan dan Perhatian
Nama Obat yang termasuk kedalam golongan ACE inhibitor
1) Kaptopril
Nama dagang : Tensicap
Pabrik produsen : Sanbe Farma
Dosis : Hipertensi awal 12,5-25 mg 3 kali sehari dapat
dinaikkan sampai dengan 50 mg 2-3 kali sehari setelah 1-2 minggu.
Kategori kehamilan kategori D
2) Enalapril
Nama dagang : Tenace
Pabrik produsen : Combiphar
Dosis : Dosis awal 5 mg 1 kali sehari pada waktu tidur. Dosis
pemeliharaan 10-40 mg/hari dalam dosis tunggal atau dibagi dalam 2
dosis. Bisa ditingkatkan menjadi 40 mg/hari dalam 2 dosis.
3) Lisinopril
Nama dagang : Noperten
Pabrik produsen : Dexa medica
Dosis : untuk hipertensi awal 10 mg/hari pemeliharaan 10-20
mg/hari. Maksimal 40 mg/hari. Untuk terapi dengan diuretic, dimulai
setelah 2-3 hari diuretic dihentikan.
e. Diuretik (13)
Diuretik merupakan obat yang cukup sering digunakan untuk menangani
hipertensi. Diuretika bekerja dengan meningkatkan ekskresi Na, air dan Cl
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler, akibatnya terjadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Diuretik yang digunakan untuk terapi
hipertensi adalah golongan diuretik kuat yaitu diuretika tiazid, diuretik hemat
kalium dan diuretik loop.
1) Diuretik Tiazida
Mekanisme Kerja : menghambat transport natrium-klorida di tubulus
distal awal ginjal sehingga ekskresi natrium dan klorida meningkat. Dengan
meningkatnya ekskresi menyebabkan penurunan volume darah dan cairan
ekstraseluler sehingga menurunkan tekanan darah.
Nama obat yang termasuk kedalam golongan diuretik tiazida adalah:
a) Hidroklorotoazida
Nama dagang : Hydrochlorotiazide
Pabrik Produsen : Kimia Farma
Dosis : untuk hipertensi 12,5-25 mg perhari dosis tunggal
pada pagi hari
Indikasi : Edema, hipertensi
Kontraindikasi : gangguan hati berat, gangguan ginjal berat (kreatinin
klirens < 30 mL/menit), hipokalemia refraktori, hiperkalsemia, hamil dan
menyusui (lihat lampiran 4 dan 5).
Efek samping : noreksia, penurunan nafsu makan, iritasi lambung,
diare, konstipasi, sialadenitis, pankreatitis, jaundice, xanthopsia, gangguan
penglihatan sementara, leukopenia, neutropenia/ agranulositosis,
thrombositopenia, anemia aplastik, anaemia hemolitik, depresi sumsum
tulang belakang, reaksi fotosensitivitas, ruam.
Peringatan : Pada pasien diabetes diperlukan penyesuaian dosis
insulin atau agent oral hipoglikemik; Kondisi lain yang distimulasi oleh
sistem renin-angiotensin-aldosteron; Ketidakseimbangan elektrolit: tiazid
dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,
hiponatremia dan hipokloremik alkalosis).
b) Indapamida
Nama dagang : Aldapres
Pabrik produsen : Pharos/Actavis
Dosis : 1,25 – 2,5 mg 1 kali sehari diberikan tunggal atau
dengan antihipertensi lain
Indikasi : Hipertensi (tunggal atau kombinasi dengan obat
antihipertensi lain). Retensi garam dan cairan terkait dengan penyakit
gagal jantung kongestif.
Kontraindikasi : Stroke yang baru saja terjadi, gangguan hati berat
Efek samping : Hipokalemia, sakit kepala, konstipasi, dyspepsia, ruam
kulit (eritema multiforme, nekrolisis epidermal), jarang terjadi seperti
hipertensi ortostatik
Peringatan : Gangguan ginjal (hentikan bila memburuk), pantau
kadar kalium dan urat plasma pada usia lanjut, hiperaldosteronisme, pirai
atau pengobatan bersana glikosida jantung
c) Klortalidon
Nama dagang : Hygroton
Pabrik Produsen : Amdipharm
Dosis : hipertensi 25 mg pada pagi hari jika perlu tingkatkan
sampai 50 mg
Indikasi : edema karena sindrom nefrotik, hipertensi, gagal
jantung kronik yang ringan sampai sedang, diabetes insipidus
Kontraindikasi : Hipokalemia yang refraktur, hyponatremia,
hiperkalsemia, gangguan ginjal dan hati berat, hiperurikemia yang
simtomatik, penyakit Addison
Efek Samping : hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang
ringan; impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hypokalemia
hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan
peningkatan kadar kolesterol plasma
2) Diuretik Hemat Kalium
Mekanisme Kerja : merupakan antagonis aldosterone yang memiliki 4
tahap yaitu memblok secara kompetitif ikatan aldosterone pada reseptor
sitoplasma di tubulus distalis akhir dan tubulus penampung yang
menyebabkan aldosterone tidak dapat masuk ke inti sel bersama reseptornya
sehingga sintesis aldosterone induced protein tidak terjadi akibatnya absropsi
natrium akan berkurang dan ekskresi kalium juga berkurang yang dapat
menurunkan tekanan darah.
Nama obat yang termasuk kedalam golongan diuretik hemat kalium :
a) Spironolakton
Nama Dagang : Spirola
Pabrik produsen : Kalbe Farma
Dosis : 25-100 mg satu kali sehati
Indikasi : Edema dan asitas pada sirosis hati, sindroma nefrotik,
hipertensi, gagal jantung. Digunakan bersama dengan furosemide/thiazide
untuk mencegah hypokalemia.
Efek samping : gangguan saluran cerna, impotensi, ginekomastia,
menstruasi tidak teratur, sakit kepala, letargi, ruam kulit, hyperkalemia
Peringatan : produk-produk metabolik berpotensi karsinogenik
pada hewan mengerat; usia lanjut; gangguan hati; gangguan ginjal (hindari
bila sedang sampai berat); pantau elektrolit (hentikan bila terjadi
hiperkalemia, hiponatremia; penyakit Addison).
b) Triamterene
Nama dagang : Triamterene
Pabrik produsen : Sandoz
Dosis : Awal 150-250 mg per hari, dosis dikurangi menjadi
setiap dua hari setelah satu minggu
Indikasi : Edema, sebagai penahan kalium dalam terapi
hipertensi kombinasi dengan hidroklorotiazid dan diuretika
Efek samping : gangguan saluran cerna, mulut kering, ruam kulit dan
hyponatremia
Peringatan : Dapat menyebabkan perubahan warna urin berubah
menjadi biru floresens
3) Diuretik Loop
Mekanisme diuretik loop atau jerat henle adalah memblok pembawa ion
natrium kalium dan klorida sehingga menghambat absorpsi Natrium, klorida
dan kalium dalam bagian tebal naik jerat henle. Penghambatan ini
menyebabkan ekskresi natrium, klorida dan air meningkat sehingga
menyebabkan penurunan tekanan darah. Nama obat yang termasuk kedalam
golongan diuretik loop adalah :
a) Furosemida
Nama dagang : Naclex
Pabrik produsen : Pharos Indonesia
Dosis : Hipertensi ringan sampai sedang terapi tunggal atau
kombinasi dengan obat antihipertensi lainnya dosis awal 40 mg 2 kali
sehari
Indikasi : Pengobatan edema pada jantung, sirosis hati dan
gangguan ginjal. Pengobatan hipertensi, baik diberikan dosis tunggal atau
kombinasi dengan obat antihipertensi.
Kontraindikasi : gagal ginjal dengan anuria, prekoma dan koma
hepatic, defisiensi elektrolit, hypovolemia, hpersenstitivitas.
Efek samping : sangat umum: gangguan elektrolit, dehidrasi,
hipovolemia, hipotensi, peningkatan kreatinin
darah. Umum: hemokonsentrasi, hiponatremia, hipokloremia, hipokalemia,
peningkatan kolesterol darah, peningkatan asam urat darah, gout,
enselopati hepatik pada pasien dengan penurunan fungsi hati, peningkatan
volume urine
2) Doksazosin
3) Terazosin
1. JNC VII. 2003. The seventh report of the Joint National Committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertension, 42: 1206-
52. http://hyper.ahajournals.org/cgi/content/full/42/6/1206, 8 Desember 2009.
2. Elliott, W.J., Rehman, S.U., Vidt, D.G,. Hypertensive Emergencies andUrgencies. In:
Black, H.R. and Elliott, W.J., Hypertension: A Companion to Braunwald’s
Heart Disease 2nd Edition Ch 46, Pp 390-6. Elsevier Saunders.Philadelphia. 2015
5. Black & Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive
Outcomes (Ed.7). St. Louis: Missouri Elsevier Saunders; 2008
9. Bonow, R. O., Libby, P., Mann, D. L& Zipes, D. P. Braunwald’s Heart Disease.
USA : Elsevier; 2008
10. Kartikawati, Anggi. Prevalensi dan determinan hipertensi pada pasien Puskesmasdi
Jakarta Utara tahun 2007. Skripsi. Program Studi Epidemiologi Universitas Indonesia.
Depok; 2008
11. Braunwald E. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper DL, Braunwald E,Fauci
AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Editors. Harrison’s Principle of Internal
Medicine. 16th Edition. New York: McGraw Hill; 2005: 535.
12. Soenarto AA, Erwinanto, Mumpuni ASS, Barack R, Lukito AA, Hersunarti N,
Pratikto RS. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular edisi 1.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Jakarta. 2015
14. Team medical mini notes. Basic pharmacology & Drug Notes Edisi 2019. MMN
Publishing. Makasar. 2019