Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH ALAT KESEHATAN DAN

SPESIALITE OBAT
“Obat-Obat Antihipertensi”

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Shirly Kumala, M.Biomed., Apt


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Alat Kesehatan dan Spesialite
Oleh:
Kelompok :5
Kelas :A
Nama Kelompok :
Andreas Yansen 2019000007
Anggita Balqis 2019000008
Anisa Fikri Islami 2019000009
Dita Primandari Putri 2019000021
Hana Asmarani Sastra 2019000032
Hanifah Ardilla 2019000033
Hevky Ayu Triwahyuni 2019000034

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah suatu penyakit yang kronis dimana tekanan darah meningkat diatas
tekanan darah normal. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure (JNC VII) menyatakan
bahwa seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan
tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi adalah faktor resiko keempat dari
enam faktor resiko terbesar penyebab penyakit kardiovaskuler (1)

Ada beberapa factor resiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi yang dinyatatakan
oleh Black dan Hawks,yakni diklasifikasikan menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi
dan factor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi contohnya adalah
riwayat keluarga dengan hipertensi, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sementara factor yang
dapat dimodifikasi contohnya adalah nutrisi, stress, obesitas, dan zat berbahaya misalnya asap
rokok dan konsumsi alcohol berlebih, serta aktivitas fisik. (2)

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama merupakan
salah satu faktor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Semakin tinggi tekanan darah,
semakin tinggi kejadian kardiovaskuler seperti penyakit jantung coroner, gagal jantung, strok,
dan gagal ginjal.

Sebagian besar hipertensi yang dialami masyarakat tidak diketahui penyebab medisnya,
yang dikenal dengan hipertensi primer (essensial). Kondisi ini terjadi pada 90% penderita
hipertensi, sedangkan 10% kasus hipertensi dapat dideteksi penyebab definitifnya, yang
dikenal dengan hipertensi sekunder. Hipertensi primer mempunyai kecenderungan genetic
yang kuat dan didukung dengan factor resiko seperti obesitas, konsumsi garam dan lemak
jenuh berlebih, dan kebiasaan merokok. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan
menggunakan obat-obat hipertensi ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi
gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari ½ sendok teh
per hari, menurunkan berat badan, mengurangi minuman berkafein, rokok, dan minuman
beralkohol serta olahraga 20-25 menit dengan frekuansi 3-5 kali per minggu. Penting juga
untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu penyakit yang kronis dimana tekanan darah meningkat diatas
tekanan darah normal. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure (JNC VII) menyatakan
bahwa seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih
dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.

B. Epidemiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam praktik
kedokteran primer. Menurut NHLBI (National Heart Lung and Blood Institue) 1 dari 3
pasien menderita hipertensi. Hipertensi juga merupakan faktor risiko infark miokard,
stroke, gagal ginjal akut dan juga kematian. Riset kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun
2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%.
Berdasarkan pengukuran menggunakan kriteria hipertensi JNC VII menunjukkan
prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis atau gejala meningkat. Hal ini menunjukkan
bertambahnya masyrakat yang sudah memeriksakan diri ke tenaga keehatan. Prevalensi
hipertensi lebih tinggi pada kelompok lanjut usia (3).
Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target seperti jantung (penyakit
jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke), ginjal (gagal
ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer (klaudikasio intermiten). Kerusakan organ-
organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah pasien dan berapa lama tekanan
darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati (3).
Dalam sebuah studi metaanlisis yang mencakup 61 studi obervasional prospektif pada
1 juta pasien, ditemukan bahwa penurunan rerata tekanan darah sisitolik sebesar 2 mmHg
dapat menurunkan risiko mortalitas akibat penyakit jantung iskemik sebesar 7% dan
menurunkan risiko mortalitas akibat stroke sebesar 10%. Tercapainya target penurunan
tekanan darah sangat penting untuk menurunkan kejadian kardiovaskuler pada pasien
hipertensi. (3).
C. Etiologi
Sekitar 80 - 95% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi essensial
atau hipertensi primer). Hipertensi sering turun menurun dalam suatu keluarga, hal ini
yang menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada pathogenesis
hipertensi primer. Sedangkan jika penyebab hipertensi diketahui maka disebut hipertensi
sekunder. Disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder paling sering terjadinya hipertensi.

a. Hipertensi Primer (essensial)


Hipertensi primer merupakan hipertensi yang etiologi patofisiologinya tidak diketahui
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial. Berdasarkan
literature, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa
mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah
diindentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas yang menyatakan patogenesis
hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal
ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk
disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan
timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetic dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbnagan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-
mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide,
ekskresi aldosterone, steroid adrenal, dan angiotensinogen (4)

b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang etiologi patofisiologisnya diketahui.
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid
atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan
kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab hipertensi sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi
dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi,
maka dengan mengehentikan obat yang bersangkutan atau mengobati atau
mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama
dalam penanganan hipertensi sekunder. (4)
Tabel II.1 Penyakit dan Obat Penyebab Terjadinya Hipertensi Sekunder (4)

Penyakit Obat
Penyakit ginjal kronis Kortikosteroid, ACTH
Hiperaldosteronisme primer Estrogen (biasanya pil KB dengan kadar
estrogen tinggi)
Penyakit renovaskular NSAID, cox-2 inhibitor
Sindroma Cushing Fenilpropanolamine dan analog
Pheochromocytoma Cyclosporin dan tacrolimus
Koarktasi aorta Eritropoetin
Penyakit tiroid atau paratiroid Eritropoetin, sibutramin, antidepresan
(terutama venlafaxine)

D. Klasifikasi dan patofisiologi


a. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah oleh untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun) berdasarkan
rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan
klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal
pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) <
80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi
mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke
klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi,
dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat. . Klasifikasi Hipertensi
berdasarkan JNC 7, sebagai berikut :

BP Classification Systolic BP Diastolic BP


Normal <120 And <80
Prehypertension 120-139 Or 80-89
Stage 1 hypertension 140-159 Or 90-99
Stage 2 hypertension ≥160 Or ≥100
Isolated systolic hypertension ≥140 And <90

b. Patofisiologi
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter
merkuri (mmHg). Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah
sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi
jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Banyak
faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam
terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah :
1. Meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi
diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress
psikososial dll
2. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
3. Asupan natrium (garam) berlebihan
4. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
5. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya
produksi angiotensin II dan aldosteron
6. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide
natriuretik
7. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi
tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
8. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada
pembuluh darah kecil di ginjal
9. Diabetes mellitus
10. Resistensi insulin
11. Obesitas
12. Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
13. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,
karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
14. Berubahnya transpor ion dalam sel

E. Faktor Risiko Hipertensi


Faktor-faktor ini dapat diklasifikan menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan
faktor yang dapat dimodifikasi.
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor tidak dapat dimodifikasi yang mempengaruhi kejadian hipertensi terdiri dari :
1. Riwayat keluarga
Kejadian hipertensi khususnya hipertensi primer sanga dipengaruhi oleh faktor
riwayat keluarga. Menurut depkes (2006), faktor keturunan ini berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. (4)
2. Umur
Menurut Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa seseorang rentan
mengalami hipertensi pada umur 30-50 tahun, dimana hipertensi yang biasa
dialami adalah hipertensi primer. 50-60% pasien yang berumur di atas 60 tahun
mempunyai tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Isolated systolic hypertension
biasanya terjadi pada umur di atas 50 tahun. ( udah ada diatas). (5)
3. Jenis kelamin
Davis (2010) menyatakan bahwa laki-laki berisiko lebih besar menderita
hipertensi dibandingkan perempuan pada usia di bawah 55 tahun. Hormon-
hormon yang dihasilkan oleh tubuh perempuan membantu perempuan dalam
melawan penyakit jantung. Selain itu,pekerjaan dan perilaku perempuan dianggap
lebih tidak berisikodan berperilaku sehat dibandingkan dengan laki-laki. Akan
tetapi, risiko kejadian hipertensi akan lebih besar pada perempuan pada usia di
atas 75 tahun yang salah satunya disebabkan oleh faktor menopause (6).
4. Etnis
Menurut Black dan Hawks (2005), statistik mortalitas mengindikasikan bahwa
tingkat kematian dari terendah sampai tertinggi pada dewasa akibat hipertensi
adalah sebagai berikut, wanita berkulit putih yaitu 4,7%, selanjutnya laki-laki
berkulit putih yaitu 6,3%, laki-laki berkulit hitam yaitu 22.5%, dan wanita berkulit
hitam yaitu 29,3%. Alasan tingginya prevalensi hipertensi pada ras kulit hitam
belum diketahui secara jelas, tetapi peningkatan ini dipengaruhi oleh kadar renin
yang rendah, sensitivitas terhadap vasopressin yang lebih tinggi, masukan garam
yang lebih banyak, dan stress lingkungan yang lebih tinggi (5).

b. Faktor yang dapat dimodifikasi


Faktor yang dapat dimodifikasi yang mempengaruhi kejadian hipertensi terdiri dari :
1. Stress
Seseorang yang berada dalam kondisi stress telah terjadi proses fisiologis dimana
sistem saraf simpatis teraktivasi yang selanjutnya dapat menstimulus pengeluaran
hormon adrenalin dan kortisol. Respon fisiologis ini menyebabkan peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. (7)
2. Obesitas
Peningkatan Indek Massa Tubuh (IMT) berkaitan erat dengan peningkatan
tekanan darah baik pada laki-laki maupun perempuan. Individu yang mengalami
obesitas lebih berisiko menderita hipertensi dibandingkan dengan individu yang
tidak mengalami obesitas (8)
3. Nutrisi
Nutrisi adalah salah faktor yang dapat dimodifikasi untuk mengendalikan kejadian
hipertensi. Pola makan yang tinggi kalori, natrium dan lemak, tetapi rendah
protein dapat meningkatkan tekanan darah (7).
4. Konsumsi zat berbahaya
Konsumsi zat berbahaya ini meliputi rokok, konsumsi alkohol berlebih, dan obat-
obatan terlarang. Penggunaan substansi ini secara terus-menerus dapat membuat
tekanan darah cenderung tinggi (9).
5. Riwayat diabetes melitus
Seorang penderita DM mempunyai kadar gula darah yang tinggi yang
meningkatkan kekentalan darah. Kondisi ini menyebabkan jantung bekerja lebih
keras untuk memompa darah dan berakibat pada peningkatan tekanan darah (10).

F. Gejala Klinis Hipertensi


Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan
darah intracranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat
hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan
susunan sarf pusat, Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan akibat
peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada
penderita hipeertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran
darah dari hidung secara tiba-tiba, dan tengkuk terasa pegal (11).

G. Obat-Obat antihipertensi
Obat-obatan antihipertensi yang direkomendasikan dalam guideline JNC 8 ditunjukkan
pada tabel 3 sebagai berikut : (8)
Tabel II.3 Obat antihipertensi yang direkomendasikan dalam JNC 8 (8)
BAB III
TERAPI DAN PENGGOLONGAN OBAT

A. Terapi Antihipertensi
1. Terapi Farmakologis
Kombinasi antihipertensi lini pertama
Semua kombinasi antihipertensi memberikan efek sinergis kecuali kombinasi
diuretik dengan Ca-antagonis
a. Antihipertensi tahap pertama first line drug
1) Diuretika
2) Penyekat reseptor beta adrenergic (β-blocker)
3) Penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE-Inhibitor)
4) Penghambat reseptor angiotensin (ARB; Angiotensin-reseptor bloker)
5) Antagonis kalsium (Ca-Antagonis)
b. Antihipertensi tahap kedua second line drug
1) Penghambat saraf adrenergik: reserpine
2) Agonis α-2 sentral: Metildopa, Klonidin
3) Vasodilator: Hidralzin
2. Terapi Non-farmakologi
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1,
tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan
tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 –6 bulan. Bila
setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang
diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat
yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan
dislipidemia.
b. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula
pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini
juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien
hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/
hari
c. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 –60 menit/
hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus,
sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda
atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
d. Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi
pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari
semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup,
terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan
demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu
dalam penurunan tekanan darah.
e. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah
satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya
dianjurkan untuk berhenti merokok.

B. Tatalaksana Antihipertensi
Tujuan utama terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan target
tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan,
tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang
direkomendasikan. Guideline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan
hipertensi yaitu
1. Pada populasi umum berusia ≥ 60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg atau tekanan darah
diastolic ≥ 90 mmHg dengan target sistolik < 150 mmHg dan target diastolic <90
mmHg.
2. Pada populasi umum < 60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan
darah dimulai jika tekanan darah diastolic ≥ 80 mmHg dengan target tekanan
darah diastolic < 90 mmHg (untuk usia 30-59 tahun Strong Recommendation –
Grade A; untuk usia 18-29 tahun Expert Opinion-Grade E)
3. Pada populasi umum < 60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan
darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dengan target tekanan
darah sistolik < 140 mmHg (Expert Opinion-Grade E)
4. Pada populasi berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg dengan target tekanan
darah sistolik < 140 mmHg dan target tekanan darah diastolic < 90 mmHg (Expert
Opinion-Gradde E)
5. Pada populasi berusis ≥ 18 tahun dengan diabetes, terai farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg dengan target tekanan darah sistolik < 140
mmHg dan target tekanan darah diastolik < 90 mmHg (Expert Opinion-Grade E)
6. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel
blocker (CCB), Angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin
reseptor blicker (ARB). (Moderate recommendation-Grade B)
7. Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide atau CCB (Untuk
populasi kulit hitam: Moderate Recommendation-Grade B; untuk kulit hitam
dengan diabetes: Weak Recommendation-Grade C)
8. Pada populasi berusi ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya mencakup ACEI atau ARB untuk
meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal
kronik dengan hipertensi terlepas dari ras atau status diabetes (Moderate
Recommendation-Grade B)
9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target
tekanan darah. Jia target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan,
tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang
direkomendasikan.
Gambar II.1 Tatalaksana penanganan hipertensi menurut JNC 8(3)
Gambar II.1 Tatalaksana penanganan hipertensi menurut JNC 7 (1)
C. Penggolongan Obat Antihipertensi
Berikut ini adalah jenis-jenis obat yang termasuk kedalam golongan obat
antihipertensi (13)
a. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor) (13)
ACE inhibitor menjaga pembuluh darah agar terbuka lebar sehingga aliran darah
masuk dengan lancar.
Mekanisme kerja : Penghambat ACE bekerja dengan cara menghambat konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II. Obat-obat golongan ini efektif dan pada
umumnya dapat ditoleransi dengan baik
Indikasi :
Kontra indikasi : Penghambat ACE dikontraindikasikan pada pasien yang
hipersensitif terhadap penghambat ACE (termasuk angioedema) dan pada pasien
yang diduga atau dipastikan menderita penyakit renovaskuler. Penghambat ACE
tidak boleh digunakan pada wanita hamil.
Efek samping : Penghambat ACE dapat menyebabkan hipotensi yang parah dan
gangguan fungsi ginjal, dan batuk kering yang menetap. Penghambat ACE juga
menyebabkan angioedema, ruam kulit, pankreatitis dan gejela pada saluran
pernafasan atas seperti sinusitis, rhinitis dan sakit tenggorokan. Efek gangguan
saluran cerna yang dilaporkan meliputi mual, muntah, dyspepsia, diare, konstipasi,
dan nyeri abdomen.
Peringatan dan Perhatian
Nama Obat yang termasuk kedalam golongan ACE inhibitor
1) Kaptopril
 Nama dagang : Tensicap
Pabrik produsen : Sanbe Farma
Dosis : Hipertensi awal 12,5-25 mg 3 kali sehari dapat
dinaikkan sampai dengan 50 mg 2-3 kali sehari setelah 1-2 minggu.
Kategori kehamilan kategori D
2) Enalapril
 Nama dagang : Tenace
 Pabrik produsen : Combiphar
 Dosis : Dosis awal 5 mg 1 kali sehari pada waktu tidur. Dosis
pemeliharaan 10-40 mg/hari dalam dosis tunggal atau dibagi dalam 2
dosis. Bisa ditingkatkan menjadi 40 mg/hari dalam 2 dosis.
3) Lisinopril
 Nama dagang : Noperten
 Pabrik produsen : Dexa medica
 Dosis : untuk hipertensi awal 10 mg/hari pemeliharaan 10-20
mg/hari. Maksimal 40 mg/hari. Untuk terapi dengan diuretic, dimulai
setelah 2-3 hari diuretic dihentikan.

b. Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) (13)


Mekanisme Kerja : Berikatan dengan reseptor angiotensin II pada otot pembuluh
darah, kelenjar adrenal dan jaringan lain sehingga efek angiotensin II
(vasokontriksi dan produksi aldosterone yang tidak terjadi akan mengakibatkan
terjadi penurunan pembuluh darah)
Indikasi : Hipertensi
Kontra indikasi : Hipersensitif; kehamilan dan menyusui
Efek samping : Diare, rash, kenaikan asam urat, gout, batu ginjal, angioedema,
anemia, hyperkalemia, sakit kepala, nasopharingitis, pusing, lemah, infeksi
saluran nafas bagian atas, nyeri punggung dan batuk
Peringatan dan Perhatian : Pasien yang menggunakan diuretik, diet rendah
natrium atau dehidrasi (dosis petama terjadi hipotensi) renal arteri stenosis, pasien
dengan risiko kerusakan ginjal, monitor secara rutin kadar kalium dalam plasma
dan fungsi ginjal, diabetes militus dan gagal jantung, angioedema kepala dan
leher.
Nama obat yang termasuk kedalam golongan ARB :
1) Losartan
Nama dagang : Kaftensar
Pabrik produsen : Kimia Farma
Dosis : 50 mg sekali sehari dapat ditingkatkan hingga 100 mg
sekali sehari.
2) Valsartan
Nama dagang : Valesco
Pabrik produsen : PT. Dipa Pharmalab Intersains
Dosis : untuk hipertensi 80 mg 1x /hari dapat ditingkatkan sampai 160
mg/hari atau dapat ditambah diuretic jika tekanan darah belum dapat
terkontrol.
3) Candesartan
Nama dagang : Candesartan cilexetil
Pabrik produsen : Novell
Dosis : hipertensi awal 1 kali sehari 4 mg maks 16 mg/hari.
Pasien dengan gangguan ginjal sedang-barat dan gangguan hati ringan-sedang:
awal 1 kali sehari 2 mg.
4) Irbesartan
Nama dagang : Irbesartan
Pabrik produsen : Landson
Dosis : awal dan pemeliharaan 150 mg sekali sehari. Dosis
dapat ditingkatkan sampai dengan 300 mg atau ditambah dengan obat
antihipertensi lain

c. Antagonis Kalsium (Calsium Channel Blocker) (13)


Antagonis kalsium digunakan untuk menangani hipertensi, gangguan jantung dan
gangguan pembuluh darah.
Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat arus masuk ion kalsium
melalui saluran lambat membran sel yang aktif. Golongan ini mempengaruhi sel
miokard jantung, dan sel otot polos pembuluh darah, sehingga mengurangi
kemampuan kontraksi miokard, pembentukan dan propagasi impuls elektrik
dalam jantung dan tonus vaskuler sistemik atau koroner.
Nama obat yang termasuk kedalam golongan antagonis kalsium:
1) Amlodipin
Nama dagang : Norvask
Pabrik produsen : Pfizer
Dosis : 5 mg 1 kali/hari maksimal 10 mg/hari
Indikasi : hipertensi lini pertama untuk iskemia miokard karena
angina stabil dana tau angina prinzmetal atau angina varian.
Kontaindikasi : syok kardiogenik, angina tidak stabil, stenosis aorta
yang signifikan, wanita menyusui
Efek samping : nyeri abdomen, mual, palpitasi, wajah memerah,
edema, gangguan tidur, sakit kepala, pusing dan letih.
Peringatan dan perhatian : Sensitif terhadap dihidropiridin
2) Diltiazem Hidroklorida
Nama dagang : Farmabes
Pabrik produsen : Fahrenheit
Dosis : hipertensi esensial ringan sampai sedang 100-200 mg
satu kali sehari
Indikasi : pengobatan angina pectoris, profilaksis angina pectoris
varian, hipertensi esensial ringan sampai sedang
Kontraindikasi : brakikardi berat, gagal jantung kongesti, gagal
ventrikel kiri dengan kongesti paru, blockade AV derajat dua atau tiga,
sindrom penyakit sinus, hipersensitif terhadap diltiazem
Efek samping : radikardi, blokade sinoatrial, blokade AV, jantung
berdebar, pusing, hipotensi, malaise, asthenia, sakit kepala, muka merah dan
panas, gangguan saluran cerna, edema (terutama pada pergelangan
kaki);  jarang terjadi ruam kulit (termasuk eritema multiforme dan torn
dermatitis), fotosensitif; dilaporkan juga hepatitis, gynaecomastia, hiperplasia
gusi, sindrom ekstrapiramidal, dan depresi.
3) Nifedipine
Nama Dagang : Nifedipine
Pabrik produsen : Dexa medica
Dosis : Dosis tunggal 5-10 mg dosis rata-rata 5-10 mg 3 kali
sehari. Interval tiap dosis paling sedikit 2 jam
Indikasi : Profilakasi dan pengobatan angina; hipertensi
Kontraindikasi : Syok kardiogenik, stenosis aorta lanjut, kehamilan,
porfiria
Efek samping : pusing, sakit kepala, muka merah, letargi; takikardi,
palpitasi; juga edema kaki, ruam kulit (eritema multiform dilaporkan), mual,
sering kencing; nyeri mata, hiperplasia gusi; depresi dilaporkan; telangiektasia
dilaporkan.
Peringatan : hentikan jika terjadi nyeri iskemik atau nyeri yang ada
memburuk dalam waktu singkat setelah awal pengobatan; cadangan jantung
yang buruk; gagal jantung atau gangguan fungsi ventrikel kiri yang bermakna
(memburuknya gagal jantung teramati); hipotensi berat; kurangi dosis pada
gangguan hati; diabetes mellitus; dapat menghambat persalinan; menyusui;
hindari sari buah grapefruit (mempengaruhi metabolisme).

d. Penghambat beta (Beta Blocker) (13)


Mekanisme Kerja : mekanisme penurunan tekanan dararh akibat pemberian β-
blocker dikaitkan dengan hambatan reseptor β1 antara lain penurunan frekuensi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung,
hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan
produksi angiotensin II, efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis,
perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik,
perifer dan peningkatan
Nama obat yang termasuk kedalam golongan Beta blocker:
1) Propranolol Hidroklorida
Nama dagang : Farmadral
Pabrik produsen : PT Pratapa Nirmala
Dosis : Hipertensi 20 mg 3 kali sehari ditingkatkan setelah 3
hari menjajdi 40 mg 3-4 kali sehari
Indikasi : hipertensi; feokromositoma; angina; aritmia,
kardiomiopati obstruktif hipertrofik, takikardi ansietas, dan tirotoksikosis
(tambahan); profilaksis setelah infark miokard; profilaksis migren dan tremor
esensial.
Kontraindikasi : asma, gagal jantung yang tak terkendali, bradikardi
yang nyata, hipotensi, sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau tiga,
syok kardiogenik; feokromositoma. Propanolol diketahui dapat
mengakibatkan bronkospasme. Beta bloker, termasuk yang dianggap
kardioselektif, seharusnya tidak diberikan kepada pasien dengan riwayat asma
atau bronkospasme. Namun, pada situasi yang sangat jarang dimana beta
bloker harus diberikan pada pasien demikian, dapat diberikan beta bloker yang
kardioselektif dengan sangat hati-hati dan di bawah pengawasan spesialis.
Efek samping : bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan
konduksi, bronkospasme, vasokonstriksi perifer, gangguan saluran
cerna, fatigue, gangguan tidur, jarang ruam kulit dan mata kering (reversibel
bila obat dihentikan), eksaserbasi psoriasis.
Peringatan : hindari putus obat yang mendadak, terutama pada
penyakit jantung iskemi, blok AV derajat pertama, hipertensi portal (risiko
memburuknya fungsi hati); diabetes; riwayat penyakit paru obstruktif;
miastenia gravis; pada anafilaksis respons terhadap adrenalin berkurang.
2) Metoprolol Tartrat
Nama dagang : Loprolol
Pabrik produsen : Ikapharmindo
Dosis : Hipertensi awal 50 mg sehari penunjang 50-100 mg
sehari dalam 1-2 dosis terbagi
Indikasi : hipertensi, angina, aritmia, profilaksis migren,
tirotoksikosis
Kontraindikasi : asma, gagal jantung yang tak terkendali, bradikardi
yang nyata, hipotensi, sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau tiga,
syok kardiogenik;
Efek samping : bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan
konduksi, bronkospasme, vasokonstriksi perifer, gangguan saluran
cerna, fatigue, gangguan tidur, jarang ruam kulit dan mata kering (reversibel
bila obat dihentikan), eksaserbasi psoriasis.
Peringatan : kurangi dosis pada gangguan hati.
3) Atenolol
Nama dagang : Betablok
Pabrik produsen : Kalbe farma
Dosis : Hipertensi dosis awal 50 mg selanjutnya dapat
ditingkatkan hingga 100 mg perhari
Indikasi : Hipertensi, angina pektroris stabil
Kontraindikasi : asma, gagal jantung yang tak terkendali, bradikardi
yang nyata, hipotensi, sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau tiga,
syok kardiogenik
Efek samping : Brakikardi, pusing, lemas, letargi, vertigo, sakit kepala
ringan, depresim nausea, diare, kemerahan kulit dana tau mata kering
Peringatan : Penyakit bronkospastik, gagal jantung, gangguan
fungsi ginjal, kehamilan dan ibu menyusui.
4) Asebutolol
Nama dagang : Sectral
Pabrik produsen : Aventis
Dosis : Hipertensi dosis awal 400 mg sekali sehari atau 200
mg 2 kali sehari, jika perlu tingkatan setelah dua minggu sampai 400 mg 2 kali
sehari
Indikasi : hipertensi, angina, aritmia
Kontraindikasi : asma, gagal jantung yang tak terkendali, bradikardi
yang nyata, hipotensi, sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau tiga,
syok kardiogenik
Efek Samping : bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan
konduksi, bronkospasme, vasokonstriksi perifer, gangguan saluran
cerna, fatigue, gangguan tidur, jarang ruam kulit dan mata kering (reversibel
bila obat dihentikan), eksaserbasi psoriasis.
5) Carvedilol
Nama dagang : V-Bloc
Pabrik produsen : Kalbe Farma
Dosis : hipertensi esensial dewasa diawali dosis 12,5 mg
sekali sehari dalam dua hari pertama dilanjutkan 25 mg sekali sehari. Dosis
dapat ditingkatkan dalam interval 2 minggu hingga dosis maksimal 50 mg
perhari,
Indikasi : Hipertensi esensial dan gagal jantung kronik,
hipertensi esensial sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan antihipertensi
lain terutama diuretika tiazid, gagal jantung kongestif: tidak sebagai terapi
tunggal tetapi sebagai terapi kombinasi bersama terapi standar dengan
digitalis, diuretika dan penghambat ACE.
Kontraindikasi : gagal hati kronik yang berat, kerusakan hati.
Efek samping : hipotensi postural, pusing, sakit kepala, letih,
bradikardi, gangguan saluran cerna; kadang-kadang penurunan sirkulasi
perifer; gejala-gejala mirip influenza, edema perifer dan nyeri pada anggota
gerak, mulut kering, mata kering, iritasi mata atau gangguan pandangan,
impotensi; jarang: angina, AV block, eksaserbasi klaudikasio intermiten atau
fenomena Raynaud; reaksi alergi kulit, ekserbasi psoriasis, hidung tersumbat,
bersin-bersin, perasaan dipresi, gangguan tidur, parestesia, gagal jantung,
perubahan enzim hati, trombositopenia, leukopenia juga dilaporkan.
Peringatan : sebelum meningkatkan dosis, pastikan bahwa fungsi
ginjal dan gagal janin tidak memburuk: gagal jantung parah, hindarkan pada
gagal jantung akut atau terdekompensasi yang memerlukan obat inotropik
secara intravena.

e. Diuretik (13)
Diuretik merupakan obat yang cukup sering digunakan untuk menangani
hipertensi. Diuretika bekerja dengan meningkatkan ekskresi Na, air dan Cl
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler, akibatnya terjadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Diuretik yang digunakan untuk terapi
hipertensi adalah golongan diuretik kuat yaitu diuretika tiazid, diuretik hemat
kalium dan diuretik loop.
1) Diuretik Tiazida
Mekanisme Kerja : menghambat transport natrium-klorida di tubulus
distal awal ginjal sehingga ekskresi natrium dan klorida meningkat. Dengan
meningkatnya ekskresi menyebabkan penurunan volume darah dan cairan
ekstraseluler sehingga menurunkan tekanan darah.
Nama obat yang termasuk kedalam golongan diuretik tiazida adalah:
a) Hidroklorotoazida
Nama dagang : Hydrochlorotiazide
Pabrik Produsen : Kimia Farma
Dosis : untuk hipertensi 12,5-25 mg perhari dosis tunggal
pada pagi hari
Indikasi : Edema, hipertensi
Kontraindikasi : gangguan hati berat, gangguan ginjal berat (kreatinin
klirens < 30 mL/menit), hipokalemia refraktori, hiperkalsemia, hamil dan
menyusui (lihat lampiran 4 dan 5).
Efek samping : noreksia, penurunan nafsu makan, iritasi lambung,
diare, konstipasi, sialadenitis, pankreatitis, jaundice, xanthopsia, gangguan
penglihatan sementara, leukopenia, neutropenia/ agranulositosis,
thrombositopenia, anemia aplastik, anaemia hemolitik, depresi sumsum
tulang belakang, reaksi fotosensitivitas, ruam.
Peringatan : Pada pasien diabetes diperlukan penyesuaian dosis
insulin atau agent oral hipoglikemik; Kondisi lain yang distimulasi oleh
sistem renin-angiotensin-aldosteron; Ketidakseimbangan elektrolit: tiazid
dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,
hiponatremia dan hipokloremik alkalosis). 
b) Indapamida
Nama dagang : Aldapres
Pabrik produsen : Pharos/Actavis
Dosis : 1,25 – 2,5 mg 1 kali sehari diberikan tunggal atau
dengan antihipertensi lain
Indikasi : Hipertensi (tunggal atau kombinasi dengan obat
antihipertensi lain). Retensi garam dan cairan terkait dengan penyakit
gagal jantung kongestif.
Kontraindikasi : Stroke yang baru saja terjadi, gangguan hati berat
Efek samping : Hipokalemia, sakit kepala, konstipasi, dyspepsia, ruam
kulit (eritema multiforme, nekrolisis epidermal), jarang terjadi seperti
hipertensi ortostatik
Peringatan : Gangguan ginjal (hentikan bila memburuk), pantau
kadar kalium dan urat plasma pada usia lanjut, hiperaldosteronisme, pirai
atau pengobatan bersana glikosida jantung
c) Klortalidon
Nama dagang : Hygroton
Pabrik Produsen : Amdipharm
Dosis : hipertensi 25 mg pada pagi hari jika perlu tingkatkan
sampai 50 mg
Indikasi : edema karena sindrom nefrotik, hipertensi, gagal
jantung kronik yang ringan sampai sedang, diabetes insipidus
Kontraindikasi : Hipokalemia yang refraktur, hyponatremia,
hiperkalsemia, gangguan ginjal dan hati berat, hiperurikemia yang
simtomatik, penyakit Addison
Efek Samping : hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang
ringan; impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hypokalemia
hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan
peningkatan kadar kolesterol plasma
2) Diuretik Hemat Kalium
Mekanisme Kerja : merupakan antagonis aldosterone yang memiliki 4
tahap yaitu memblok secara kompetitif ikatan aldosterone pada reseptor
sitoplasma di tubulus distalis akhir dan tubulus penampung yang
menyebabkan aldosterone tidak dapat masuk ke inti sel bersama reseptornya
sehingga sintesis aldosterone induced protein tidak terjadi akibatnya absropsi
natrium akan berkurang dan ekskresi kalium juga berkurang yang dapat
menurunkan tekanan darah.
Nama obat yang termasuk kedalam golongan diuretik hemat kalium :
a) Spironolakton
Nama Dagang : Spirola
Pabrik produsen : Kalbe Farma
Dosis : 25-100 mg satu kali sehati
Indikasi : Edema dan asitas pada sirosis hati, sindroma nefrotik,
hipertensi, gagal jantung. Digunakan bersama dengan furosemide/thiazide
untuk mencegah hypokalemia.
Efek samping : gangguan saluran cerna, impotensi, ginekomastia,
menstruasi tidak teratur, sakit kepala, letargi, ruam kulit, hyperkalemia
Peringatan : produk-produk metabolik berpotensi karsinogenik
pada hewan mengerat; usia lanjut; gangguan hati; gangguan ginjal (hindari
bila sedang sampai berat); pantau elektrolit (hentikan bila terjadi
hiperkalemia, hiponatremia; penyakit Addison).
b) Triamterene
Nama dagang : Triamterene
Pabrik produsen : Sandoz
Dosis : Awal 150-250 mg per hari, dosis dikurangi menjadi
setiap dua hari setelah satu minggu
Indikasi : Edema, sebagai penahan kalium dalam terapi
hipertensi kombinasi dengan hidroklorotiazid dan diuretika
Efek samping : gangguan saluran cerna, mulut kering, ruam kulit dan
hyponatremia
Peringatan : Dapat menyebabkan perubahan warna urin berubah
menjadi biru floresens
3) Diuretik Loop
Mekanisme diuretik loop atau jerat henle adalah memblok pembawa ion
natrium kalium dan klorida sehingga menghambat absorpsi Natrium, klorida
dan kalium dalam bagian tebal naik jerat henle. Penghambatan ini
menyebabkan ekskresi natrium, klorida dan air meningkat sehingga
menyebabkan penurunan tekanan darah. Nama obat yang termasuk kedalam
golongan diuretik loop adalah :
a) Furosemida
Nama dagang : Naclex
Pabrik produsen : Pharos Indonesia
Dosis : Hipertensi ringan sampai sedang terapi tunggal atau
kombinasi dengan obat antihipertensi lainnya dosis awal 40 mg 2 kali
sehari
Indikasi : Pengobatan edema pada jantung, sirosis hati dan
gangguan ginjal. Pengobatan hipertensi, baik diberikan dosis tunggal atau
kombinasi dengan obat antihipertensi.
Kontraindikasi : gagal ginjal dengan anuria, prekoma dan koma
hepatic, defisiensi elektrolit, hypovolemia, hpersenstitivitas.
Efek samping : sangat umum: gangguan elektrolit, dehidrasi,
hipovolemia, hipotensi, peningkatan kreatinin
darah. Umum: hemokonsentrasi, hiponatremia, hipokloremia, hipokalemia,
peningkatan kolesterol darah, peningkatan asam urat darah, gout,
enselopati hepatik pada pasien dengan penurunan fungsi hati, peningkatan
volume urine

f. Penghambat alpha (α1-Blocker) (14)


Mekanisme kerja dari α1-blocker bekerja dengan cara memblokade adrenoreseptor
α1 pada otot polos pembuluh darah sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah sehingga menurunkan resistensi perifer dan menurunkan tekanan darah.
Nama obat golongan α1-blocker yang sering digunakan untuk antihipertensi antara
lain:
1) Prazosin

Nama dagang : Redupress


Pabrik produsen : Pfizer Indonesia
Dosis : Hipertensi 0,5 mg 2-3 kali sehari selama 3-7 hari,
dosis awal diberikan sebelum tidur, tingkatkan dosis sampai 1 mg 2-3 kali
sehari setelah 3-7 hari.
Indikasi : Hipertensi, hyperplasia prostat jinak, syndrome
Raynaud
Kontraindikasi : tidak disarankan untuk gagal jantung kongestif akibat
obstruksi mekanik (misal stenosis aortik).
Efek Samping : hipotensi postural, mengantuk, lemah, pusing, sakit
kepala, tidak bertenaga, mual, palpitasi, sering kencing, inkontinesia dan
priapismus.
Peringatan : dosis pertama dapat menyebabkan kolaps karena
hipotensi (karena itu harus diminum sebelum tidur); usia lanjut; kurangi dosis
awal pada gangguan ginjal; gangguan hati; kehamilan dan menyusui.

2) Doksazosin

Nama dagang : Cardura


Pabrik produsen : Pfizer Indonesia
Dosis : Hipertensi 1 mg sehari, ditingkatkan setelah 1-2
minggu menjadi 2 mg sekali sehari kemudian 4 mg sekali sehari, bila perlu.
Maksimal 16 mg sehari
Indikasi : Hiperplasia prostat jinak pada pasien yang memiliki
riwayat hipertensi maupun tekanan darah normal.
Kontraindikasi : Usia <16 tahun, hipersensitivitas terhadap doksazosin,
quinazolin, sumbatan pada saluran pencernaan, hiperplasia prostat jinak
dengan riwayat hipotensi, pasien dengan riwayat hipotensi ortostatik,
penyempitan atau penyumbatan dalam saluran kemih, infeksi saluran kemih
yang sudah berlangsung lama, batu kandung kemih, dan inkontinensi luapan
atau anuria dengan atau tanpa masalah ginjal.
Efek samping : Serangan jantung, kelemahan pada lengan dan kaki
atau kesulitan berbicara (gejala stroke), pembengkakan pada wajah, lidah,
atau tenggorokan yang merupakan reaksi alergi, nyeri dada, angina, napas
pendek, sulit bernapas, napas berbunyi.
Peringatan : Hipotensi postural/syncope, penggunaan bersama
penghambat PDE-5, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.

3) Terazosin

Nama dagang : Hytrin


Pabrik produsen : Abbot
Dosis : Hipertensi 1 mg sebelum tidur, bila perlu dosis
ditingkatkan menjadi 2 mg setelah 7 hari.
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang, hyperplasia prostat
jinak.
Kontraindikasi : Hipersensitif
Efek samping : mengantuk, pusing, tidak bertenaga, edema perifer,
sering kencing, dan priapismus.
Peringatan : dosis pertama dapat menyebabkan kolaps karena
hipotensi (dalam 30-90 menit, karena itu harus diminum sebelum tidur), (juga
dapat terjadi dengan peningkatan dosis yang cepat); kehamilan.

g. Penghambat adrenergik (14)


Anti adrenergik ke.rja sentral bekerja menurunkan aktivitas saraf simpatis. Obat
golongan ini merupakan pilihan utama bagi pasien hipertensi yang memiliki
aktivitas saraf simpatis yang tinggi seperti takikardi, gelisah, hyperhidrosis. Obat
golongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan noradrenalin dari saraf
adrenergik pasca ganglion. Obat-obat golongan ini tidak mengendalikan tekanan
darah pada posisi berbaring dan dapat menyebabkan hipotensi postural. Karena
itu, obat-obat ini sudah jarang sekali digunakan, tetapi mungkin masih diperlukan
bersama terapi lain pada hipertensi yang resisten. Jenis simpatolitik sentral yang
banyak beredar adalah :
1) Reserpin
Nama dagang : Serpasil
Pabrik produsen : Novartis Indonesia
Dosis : 0,05-0,10 mg sebagai obat lini kedua yang
ditambahkan 1-2 minggu setelah pemberian tiazid/diuretika sebagai obat lini
pertama. Sebagai dosis awal dapat digunakan 0,25 mg selama 1 minggu
Indikasi : Hipertensi ringan sampai sedang
Kontraindikasi : depresi, gagal ginjal berat
Efek samping : depresi (sampai bunuh diri) akibat dosis yang terlalu
tinggi; atau akibat akumulasi dari penggunaan setiap hari untuk jangka waktu
lama (waktu paruhnya 1-2 minggu); bronkospasme; eksaserbasi gagal jantung
kongestif atau tercetusnya gagal jantung yang laten; gejala-gejala
ekstrapiramidal (parkinsonisme, diskinesia, distonia); memburuknya ulkus
peptikum; mengantuk di siang hari, gangguan tidur di malam hari.
Peringatan : ulkus peptik; kolitis ulserativa; asma bronkial;
kehamilan dan menyusui; usia lanjut.
2) Metildopa
Nama dagang : Dopamet
Pabrik produsen : Actavis Indonesia
Dosis : oral 250 mg 2-3 kali perhari, secara bertahap
dinaikkan dengan selag waktu 2 hari atau lebih dosis maksimum sehari 3 g
Indikasi : Hipertensi bersama diuretika, krisis hipertensi jika
tidak diperlukan efek segera
Kontraindikasi : Depresi, penyakit hati aktif, feokromasitoma, porfiria
Efek samping : gangguan saluran cerna, stomatis, mulut kering,
sedasi, depresi, mengantuk, diare, retensi cairan, gangguan ejakulasi,
kerusakan hati, anemia hemolitik, sindrom mirip lupus eritematosus,
parkinsonismus, ruam kulit, hidung tersumbat.
Peringatan : riwayat gangguan hati; gangguan ginjal; hasil positif
uji Coomb langsung yang dapat terjadi pada hingga 20% pasien (bisa
mempengaruhi blood cross-matching); mempengaruhi hasil uji laboratorium,
menurunkan dosis awal pada gagal ginjal; disarankan untuk melakukan hitung
darah dan uji fungsi hati; riwayat depresi.

h. Penghambat renin (13)


Penghambat renin merupakan obat antihipertensi yang lebih baru penemuannya
dibandingkan jenis antihipertensi lain. Obat ini bekerja dengan menghambat
senyawa kimiawi di dalam tubuh yang disebut renin. Seperti obat-obat
antihipertensi lain, penghambat renin bekerja dengan melebarkan pembuluh darah
sehingga menyebabkan tekanan darah turun. Nama obat yang termasuk kedalam
golongan ini adalah:
1) Aliskiren
Nama dagang : Rasilez
Pabrik produsen : Novartis
Dosis : awal 150 mg 1 kali sehari, jika tekanan darah tidak
terkontrol, dosis ditingkatkan hingga 300 mg 1 kali sehari diberikan tunggal
atau kombinasi dengan antihipertensi lain dan diberikan tidak bersama
makanan.
Indikasi : Hipertensi
Kontraindikasi : Hipersensitif; kehamilan dan menyusui; Aliskiren
tidak dianjurkan digunakan pada kehamilan dan pada wanita yang
merencanakan kehamilan.
Efek samping : Diare, rash, kenaikan asam urat, gout, batu ginjal,
angioedema, anaemia, hiperkalemia, sakit kepala, nasopharingitis, pusing,
lemah, infeksi saluran nafas bagian atas, nyeri punggung, dan batuk.
Peringatan : Pasien yang menggunakan diuretik, diet rendah
natrium, atau dehidrasi (dosis pertama terjadi hipotensi); renal arteri stenosis;
pasien dengan risiko kerusakan ginjal; monitor secara rutin kadar kalium dalam
plasma dan fungsi ginjal, diabetes mellitus dan gagal jantung, angioedema
kepala dan leher
DAFTAR PUSTAKA

1. JNC VII. 2003. The seventh report of the Joint National Committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertension, 42: 1206-
52. http://hyper.ahajournals.org/cgi/content/full/42/6/1206, 8 Desember 2009.

2. Elliott, W.J., Rehman, S.U., Vidt, D.G,. Hypertensive Emergencies andUrgencies. In:
Black, H.R. and Elliott, W.J., Hypertension: A Companion to Braunwald’s
Heart  Disease 2nd Edition Ch 46, Pp 390-6. Elsevier Saunders.Philadelphia. 2015

3. Muhadi. JNC 8: Evidance-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa;


Jakarta: Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2016; 10(1) 55-59

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pharmaceutical care untuk penyakit


hipertensi. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik; 2006

5. Black & Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive
Outcomes (Ed.7). St. Louis: Missouri Elsevier Saunders; 2008

6. Davis. Hypertension. Washington : University of Washington School Of Medicine


America Heart Public; 2010

7. Braverman, E., & Braverman, D. Penyakit Jantung dan Penyembuhannya secara


Alami. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer; 2006

8. Roslina. Analisa Determinan Hipertensi Esensial di Wilayah Kerja Tiga Puskesmas


Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007. Tesis. Medan: Pasca Sarjana USU; 2008

9. Bonow, R. O., Libby, P., Mann, D. L& Zipes, D. P. Braunwald’s Heart Disease.
USA : Elsevier; 2008
10. Kartikawati, Anggi. Prevalensi dan determinan hipertensi pada pasien Puskesmasdi
Jakarta Utara tahun 2007. Skripsi. Program Studi Epidemiologi Universitas Indonesia.
Depok; 2008

11. Braunwald E. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper DL, Braunwald E,Fauci
AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Editors. Harrison’s Principle of Internal
Medicine. 16th Edition. New York: McGraw Hill; 2005: 535.

12. Soenarto AA, Erwinanto, Mumpuni ASS, Barack R, Lukito AA, Hersunarti N,
Pratikto RS. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular edisi 1.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Jakarta. 2015

13. Penggolongan Obat Antihipertensi diakses dari http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-2-


sistem-kardiovaskuler-0/23-antihipertensi pada tanggal 09 Oktober 2019

14. Team medical mini notes. Basic pharmacology & Drug Notes Edisi 2019. MMN
Publishing. Makasar. 2019

Anda mungkin juga menyukai