Anda di halaman 1dari 115

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG………………………………………………... .. 1
B. TUJUAN.........................................................................................................................2
BAB II GAMBARAN UMUM DAN RUANG LINGKUP PT. ABBOTT
INDONESIA
A. INDUSTRI FARMASI...............................................................................................3
1. Pengertian Singkat...................................................................................................3
2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).......................................................4
B. PT ABBOTT INDONESIA......................................................................................24
1. Sejarah.........................................................................................................................24
2. Struktur Organisasi..................................................................................................25
3. Visi & Misi................................................................................................................26
4. Profil Perusahaan.....................................................................................................27
BAB III KEGIATAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT ABBOTT
INDONESIA
A. STRUKTUR ORGANISASI…………………………………………….. 28
B. MANUFACTURING TEAM......................................................................................28
1. Departemen Business Excellence (BeX)………………………………. 28
2. Departemen Engineering dan Enviromental Health and
Safety (EHS).....................................................................................………….....29
3. Departemen Technical Services..........................................................................38
4. Departemen Produksi.............................................................................................41

iv
5. Departemen Manajerial Material 45
B. QUALITY TEAM…………………………………………………….... .. 50
1. Quality System 50
2. Quality Control 51
3. Quality Assurance Operation 53
4. Document Control and Regulatory Filling Compliance 54
BAB IV PEMBAHASAN
A. PENERAPAN ASPEK-ASPEK CPOB DI PT ABBOT INDONESIA 55
1. Manajemen Mutu 55
2. Personalia 56
3. Bangunan dan Fasilitas 57
4. Peralatan 60
5. Sanitasi dan Higiene 61
6. Produksi 63
7. Pengawasan Mutu 64
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu 66
9. Penangana Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali dan
Produk Kembalian 68
10. Dokumentasi 71
11. Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak 73
12.Kualifikasi dan Validasi 74
B. TUGAS KHUSUS…………….. 76
1. Membuat Flow Chart Process Manufacturing Produk 76
2. Standard Defect Tablet 79
3. Improvement Cleaning Mayor 81
4. Improvement 5 R di Area Quality Control (QC) 83
5. Observasi Perpindahan Mterial pada Warehouse 86
6. Membuat Booklet PT. Abbott Indonesia Cimanggis Plant87
7. Membuat Kualifikasi Desain/Design Qualification (DQ) untuk
alat Vibro Sifter 89

v
BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN.........................................................................................................................93
B. SARAN 93
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................94
LAMPIRAN..............................................................................................................................................95

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1 Struktur Organiasi Manufacturing Team.................................................................28


Gambar III.2 Struktur Organiasi Quality Team...............................................................................50
Gambar IV.1 Flow Chart Process Sediaan Padat...........................................................................77
Gambar IV.2 Flow Chart Process Sediaan Cair.............................................................................78
Gambar IV. 3 Flow Process Persiapan material..............................................................................86

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Abbott Indonesia………………………………. 96


Lampiran 2. Sistem HVAC…………………………………………………………… 97
Lampiran 3. Bagan Pembuatan Air Murni……………………………………………. 98
Lampiran 4. Bagan Pengolahan Limbah Cair………………………………………… 99
Lampiran 5. Basic Operating Procedure……………………………………………... 100
Lampiran 6. Label Identitas Bahan Baku (Bulk) dan Alat ………………………….. 101
Lampiran 7. Label Identitas Sampel dan Label Material Pendukung……………….. 102
Lampiran 8. Label Approved………………………………………………………… 103
Lampiran 19. Label Rejected…………….…………………………………………...… 104
Lampiran 10. Label Hold dan Quarantine…………………………………………...... 105
Lampiran 11. Label Bersih dan label kotor Peralatan dan ruangan…………………… 106
Lampiran 12. Label Limbah Farmasi dan Label Larangan dan Peringatan ………….. 107

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Kegiatan pembuatan obat atau bahan obat
dilakukan oleh industri farmasi, selaku badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan. Industri farmasi dalam pembuatan obat harus melakukan pengendalian
secara menyeluruh untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang aman,
efektif dan bermutu tinggi (1).
Salah satu upaya yang dilakukan industri farmasi untuk menjamin obat
diproduksi secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai
dengan tujuan penggunaannya adalah dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) yang dinamis. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Pada pedoman ini istilah “pembuatan” mencakup seluruh
kegiatan penerimaan bahan, produksi, pengemasan ulang, pelabelan, pelabelan ulang,
pengawasan mutu, pelulusan, penyimpanan dan distribusi dari obat serta pengawasan
terkait. Sehingga diharapkan obat yang diproduksi sesuai dengan mutu yang
diharapkan (1).
Apoteker memiliki peran yang penting dalam industri farmasi agar obat yang
dihasilkan bermutu, aman dan berkhasiat. Kedudukan Apoteker diatur dalam CPOB,
yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu
sehingga seorang Apoteker harus memilki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara
profesional yang bisa didapat melalui Pendidikan Profesi Apoteker (2). Pendidikan
Profesi Apoteker di Indonesia memiliki standar yang terdiri atas komponen
kemampuan akademik dan kemampuan profesi dalam mengaplikasikan Pekerjaan

1
Kefarmasian. Komponen akademik didapat melalui sistem perkuliahan, sedangkan
Kemampuan aplikatif propesi didapat melalui program PKPA.
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan merupakan salah satu sarana
bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman praktis dan pemahaman yang
lebih dalam tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi agar memenuhi
standart kompetensi yang diperlukan. Oleh karena itu dalam rangka memberikan
pemahaman bagi para calon Apoteker tentang perannya tersebut, program profesi
apoteker Universitas Pancasila menjalin kerja sama dengan PT. Abbott Indonesia
untuk mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Abbott Indonesia.
PKPA ini dilaksanakan mulai tanggal 1 Agustus - 28 September 2018.

B. TUJUAN

Tujuan pelaksanan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Abbott Indonesia


yaitu:
1. Peserta dapat menerapkan dan memiliki keterampilan dalam melaksanakan
manajemen dan kepemimpinan yang efektif dan efisien dalam pengelolaan pekerjaan
kefarmasian di industri farmasi (manufaktur) dalam rangka penyediaan perbekalan farmasi
yang bermutu, aman dan berkhasiat/bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
2. Mempelajari dan mengamati penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) secara langsung di Industri Farmasi.
3. Mengetahui peran dan fungsi Apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian di Industri Farmasi.
4. Peserta mampu membandingkan teori dengan praktek lapangan.

2
3
BAB II
GAMBARAN UMUM DAN RUANG LINGKUP
PT ABBOTT INDONESIA

A. INDUSTRI FARMASI
1. Pengertian Singkat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat ataau bahan obat meliputi seluruh tahapan kegiatan dalam
menghasilkan obat mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan pengemas,
produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh
obat untuk didistribusikan. Setiap industri farmasi wajib memiliki izin industri
farmasi dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan. Adapun persyaratan lain untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri
atas :
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu.
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Untuk mendapatkan izin, industri farmasi wajib mengajukan permohonan
persetujuan prinsip secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk
Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jika
persetujuan prinsip telah diberikan, maka pemohon dapat melakukan persiapan,
pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan termasuk produksi

3
4

percobaan dan memperhatikan ketentuan perundang-undangan. Dalam proses


pembuatan obat setiap industri farmasi harus memenuhi persyaratan CPOB yang
diatur oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (3).

2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yaitu suatu konsep dalam
industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam
suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan
menerapkan "Good Manufacturing Practice" dalam seluruh aspek dan rangkaian
kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pada prinsipnya,
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Persyaratan dasar dari
CPOB adalah:
a. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang
memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan.
b. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi.
c. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk personil yang
terkualifikasi dan terlatih; bangunan dan sarana dengan luas yang memadai; peralatan dan
sarana penunjang yang sesuai; bahan, wadah dan label yang benar; prosedur dan instruksi
yang disetujui; tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
d. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas,
tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia.
e. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar.
5

f. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama


pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur
dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang
dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan
diinvestigasi.
g. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran
riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah
diakses.
h. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu
obat.
i. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran.
j. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu
diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan
pengulangan kembali keluhan.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman CPOB dapat dikenai sanksi administratif
sebagai berikut:
a. Peringatan.
b. Peringatan keras
c. Penghentian sementara kegiatan
d. Pembekuan Sertifikat CPOB/CPBBAOB
e. Pencabutan Sertifikat CPOB/CPBBAOB
f. Rekomendasi pencabutan izin industri farmasi
Berdasarkan pedoman CPOB tahun 2012, aspek CPOB meliputi manajemen
mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,
pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap
produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan
dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. 12 aspek CPOB
tersebut antara lain (1) :
6

a. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen
bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan
Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran semua departemen
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, perlu sistem Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi
Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen
Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor
efektivitasnya. Unsur dasar manajemen mutu antara lain:
1) Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
2) Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Semua bagian
sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan personil
yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan
memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada
kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Pemastian Mutu adalah suatu
konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara
kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian
Mutu adalah semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan
bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Oleh karena itu, Pemastian Mutu mencakup CPOB yang
7

ditambah dengan faktor lain di luar Pedoman ini, seperti desain dan
pengembangan produk.
Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat
hendaklah memastikan bahwa:
1) Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang
memperhatikan persyaratan CPOB.
2) Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan
CPOB diterapkan.
3) Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
4) Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan
bahan awal dan pengemas yang benar.
5) Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama
proses lain serta dilakukan validasi.
6) Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan
dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk
distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk
kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses, pengkajian dokumen pembuatan (termasuk
pengemasan), pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan
persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi, dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
7) Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai
dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan
aspek produksi, pengawasan mutu, dan pelulusan produk.
8) Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat
mungkin, produk disimpan, didistribusikan, dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar
mutu tetap dijaga selama masa simpan obat.
8

9) Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu.
10) Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
11) Penyimpangan dilaporkan, diselidiki, dan dicatat.
12) Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada
mutu produk.
13) Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui.
14) Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses
dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum
diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual
atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk.
Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen
risiko mutu hendaklah memastikan bahwa:
1) Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara
ilmiah, pengalaman dengan proses, dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien.
2) Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko
mutu sepadan dengan tingkat risiko.

b. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh
9

pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene


yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan
berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah
tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko
terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas
spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab
hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh
didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi
yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan
ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian
tugas. Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian
Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi
dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian
Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain.

c. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak
dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko
terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang
dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa
untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti
pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang
berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan
pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut.
10

Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan


dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap
pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang
serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia
prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Bangunan dan
fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu,
didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi
hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi,
laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan
hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah
ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta perawatan
bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut
tidak memengaruhi mutu obat. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu,
kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak
yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk
selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap ketepatan /
ketelitian fungsi dari peralatan. Desain dan tata letak ruang hendaklah
memastikan :
1) Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di
dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan.
2) Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum
bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk
selain yang sedang diproses.
Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil yang
tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area
pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil
yang tidak bekerja di area tersebut. Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan
di area yang ditentukan :
1) Penerimaan bahan
2) Karantina barang masuk
11

3) Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas


4) Penimbangan dan penyerahan bahan atau produk
5) Pengolahan
6) Pencucian peralatan
7) Penyimpanan peralatan
8) Penyimpanan produk ruahan
9) Pengemasan
10) Karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir
11) Pengiriman produk
12) Laboratorium pengawasan mutu

d. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang
umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Desain dan konstruksi
peralatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai
dengan tujuannya.
2) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara
atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat
memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
3) Bahan yang diperlukan untuk peng-operasian alat khusus, misalnya
pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga
tidak memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk
jadi.
12

4) Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas
dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat.
5) Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah
dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta
disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah
dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran.
6) Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada
produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif,
aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk.
7) Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau
bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah terbakar,
hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan
dengan benar.
8) Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan
ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan.
9) Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan
hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang
ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan.
10) Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak
melepaskan serat ke dalam produk.
11) Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun
sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat.
12) Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi
hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas
cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan.
13

e. Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat menjadi sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan
melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Tiap
personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian
pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya. Prosedur
higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung
hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi,
baik karyawan purna waktu, paruh waktu atau bukan karyawan yang berada di
area pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen
senior dan inspektur. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran
dan untuk keselamatan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian
pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut.
Pakaian kerja kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang)
hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian, dan bila
perlu, didisinfeksi atau disterilisasi. Program higiene yang rinci hendaklah
dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area
pembuatan.
Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan
kesehatan, praktik higiene, dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah
dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area
produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh
manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Semua personil
hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Merupakan
suatu kewajiban bagi industri agar tersedia instruksi yang memastikan bahwa
keadaan kesehatan personil yang dapat memengaruhi mutu produk
diberitahukan kepada manajemen industri. Sesudah pemeriksaan
14

kesehatan awal hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan kerja dan


kesehatan personil secara berkala. Petugas pemeriksa visual hendaklah
menjalani pemeriksaan mata secara berkala. Semua personil hendaklah
menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih
mengenai penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan
dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan tingkat higiene perorangan
yang tinggi. Tiap personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka
yang dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani bahan awal,
bahan pengemas, bahan yang sedang diproses, dan obat jadi sampai kondisi
personil tersebut dipertimbangkan tidak lagi menimbulkan risiko.
Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong untuk
melaporkan kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan atau
personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk. Hendaklah
dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal,
produk antara dan produk ruahan yang terbuka, bahan pengemas primer dan
juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk. Personil
hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan
mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu
dipasang poster yang sesuai. Merokok, makan, minum, mengunyah,
memelihara tanaman, menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok
atau obat pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area
produksi, laboratorium, area gudang, dan area lain yang mungkin berdampak
terhadap mutu produk.

f. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan
diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi,
15

seperti: penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan,


penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi hendaklah
dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan
kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan dimana perlu
dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan. Kerusakan wadah dan
masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah
diselidiki, dicatat, dan dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu. Bahan
yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau
administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk
pemakaian atau distribusi.
Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani
seperti penerimaan bahan awal. Semua bahan dan produk jadi hendaklah
disimpan pada kondisi seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan
secara teratur untuk memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok.
Pemeriksaan hasil nyata dan rekonsiliasi jumlah hendaklah dilakukan
sedemikian untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah
ditetapkan. Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara
bersamaan atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada
risiko terjadi kecampurbauran ataupun kontaminasi silang. Produk dan bahan
hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau pencemaran lain pada
tiap tahap pengolahan. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering,
hendaklah dilakukan tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta
penyebarannya.
Hal ini terutama dilakukan pada penanganan bahan yang sangat aktif
atau menyebabkan sensitisasi. Selama pengolahan, semua bahan, wadah
produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang
dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang
sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini
hendaklah juga menyebutkan tahapan proses produksi. Label pada wadah, alat
16

atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan format yang telah
ditetapkan. Label yang berwarna sering kali sangat membantu untuk
menunjukkan status (misal: karantina, diluluskan, ditolak, bersih, dan lain-
lain). Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat
lain untuk transfer produk dari satu ke tempat lain telah terhubung dengan
benar. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin
dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan
tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian
Pengawasan Mutu. Akses ke fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk
personil yang berwenang. Pada umumnya pembuatan produk nonobat
hendaklah dihindarkan dibuat di area dan dengan peralatan untuk produk obat.

g. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat
yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan
komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan
keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai
kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi, dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan
telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi
persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi
juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang
fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan.
Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan
Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung
17

jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai,
yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai
harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu
dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Bagian Pengawasan Mutu
secara keseluruhan juga mempunyai tanggung jawab, antara lain:
1) Membuat, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu.
2) Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk.
3) Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk.
4) Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk.
5) Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk.
Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur
tertulis, dan dicatat di mana perlu. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
diterapkan bagian Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian
yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan
produk disetujui sebelum didistribusikan.

h. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program
inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh
petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan
CPOB secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin serta
pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi
atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan
supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Hendaklah
18

dibuat instruksi tertulis untuk inspeksi diri yang menyajikan standar


persyaratan minimal dan seragam.
Daftar ini hendaklah berisi pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang
mencakup antara lain:
1) Personalia
2) Bangunan termasuk fasilitas untuk personil
3) Perawatan bangunan dan peralatan
4) Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi
5) Peralatan
6) Pengolahan dan pengawasan selama-proses
7) Pengawasan Mutu
8) Dokumentasi
9) Sanitasi dan hygiene
10) Program validasi dan revalidasi
11) Kalibrasi alat atau sistem pengukuran
12) Prosedur penarikan kembali obat jadi
13) Penanganan keluhan
14) Pengawasan label
15) Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan
Aspek-aspek tersebut hendaklah diperiksa secara berkala menurut program
yang telah disusun untuk memverifikasi kepatuhan terhadap prinsip Pemastian
Mutu. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh
personil perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah membentuk tim
inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan
memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat.
Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan
minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis
dalam prosedur inspeksi diri. Semua hasil inspeksi diri hendaklah dicatat.
Laporan hendaklah mencakup semua hasil pengamatan yang dilakukan selama
19

inspeksi dan bila memungkinkan saran untuk tindakan perbaikan. Pernyataan


dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat. Hendaklah ada program
penindaklanjutan yang efektif. Manajemen perusahaan hendaklah
mengevaluasi baik laporan inspeksi diri maupun tindakan perbaikan bila
diperlukan.

i. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk


Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi
kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk
menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila
perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat
dari peredaran secara cepat dan efektif. Hendaklah ditunjuk personil yang
bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang
hendak dilakukan bersama staf yang memadai untuk membantunya. Apabila
personil tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu),
maka ia hendaklah memahami cara penanganan seluruh keluhan, penyelidikan
atau penarikan kembali produk. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang
merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk
pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan
terhadap obat yang diduga cacat. Penanganan keluhan dan laporan suatu
produk termasuk hasil evaluasi dari penyelidikan serta tindak lanjut yang
dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada manajemen atau bagian
yang terkait.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari
satu atau beberapa produk atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran
yang dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada
laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap
kesehatan. Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk dan
hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek
20

penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut


hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Jika personil
ini bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia
hendaklah memahami segala operasi penarikan kembali. Hendaklah tersedia
prosedur tertulis, yang diperiksa secara berkala dan dimutakhirkan jika perlu,
untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali. Operasi penarikan kembali
hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluarsa, atau alasan
lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan
akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Tiap
keluhan yang menyangkut kerusakan produk dicatat yang mencakup rincian
mengenai asal usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam.
Kepala bagian Pengawasan Mutu dilibatkan dalam pengkajian masalah
tersebut. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka
dipertimbangkan untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus
bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat diselidiki.
Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan
mengenai suatu produk dilakukan tindak lanjut mencakup tindakan perbaikan
bila diperlukan, penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang
bersangkutan, dan tindakan lain yang tepat. Catatan keluhan dikaji secara
berkala untuk mengidentifikasi hal yang spesifik atau masalah yang berulang
terjadi, yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan kembali
produk dari peredaran.

j. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi
yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi
yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
21

memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen
adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang
harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama
pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu.
Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk, dan Prosedur
Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi
Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang
digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya:
pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel,
pengujian, dan pengoperasian peralatan. Metode dan instruksi ditulis dengan
bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dan dapat diterapkan secara spesifik
pada sarana yang tersedia; merupakan kewajiban dari suatu industri untuk
memiliki instruksi dari setiap tahapan proses yang jelas dan terperinci. Laporan
berisi ringkasan hasil yang diperoleh. Catatan menyajikan riwayat tiap bets
produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang
berpengaruh pada mutu produk akhir. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan,
dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Bagian dokumen pembuatan dan
hendaklah sesuai dengan dokumen persetujuan izin edar yang relevan.
Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil
yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna
ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas.
Penampilan dokumen hendaklah dibuat rapi dan mudah diperiksa. Dokumen
hasil reproduksi hendaklah jelas dan terbaca. Reproduksi dokumen kerja dari
dokumen induk tidak boleh menimbulkan kekeliruan yang disebabkan proses
reproduksi. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar
selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu
22

sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku


secara tidak sengaja. Dokumen hendaklah tidak ditulistangan; namun, bila
dokumen memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis-
tangan dengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Hendaklah disediakan
ruang yang cukup untuk mencatat data.
Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen
hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal perubahan hendaklah
memungkinkan pembacaan informasi semula. Di mana perlu, alasan perubahan
hendaklah dicatat. Pencatatan hendaklah dibuat atau dilengkapi pada tiap
langkah yang dilakukan dan sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang
signifikan mengenai pembuatan obat dapat ditelusuri. Catatan pembuatan
hendaklah disimpan selama paling sedikit satu tahun setelah tanggal
kadaluwarsa produk jadi. Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem
pengolahan data elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat
diandalkan, namun prosedur rinci berkaitan dengan sistem yang digunakan
hendaklah tersedia, dan akurasi catatan hendaklah diperiksa. Apabila
dokumentasi dikelola dengan menggunakan metode pengolahan data
elektronis, hanya personil yang diberi wewenang boleh memasukkan atau
memodifikasi data dalam komputer dan hendaklah perubahan dan
penghapusannya dicatat; akses hendaklah dibatasi dengan menggunakan kata
sandi (password) atau dengan cara lain, dan hasil entri dari data kritis
hendaklah diperiksa secara independen. Catatan bets yang disimpan secara
elektronis hendaklah dilindungi dengan transfer pendukung (back-up transfer)
menggunakan pita magnet, mikrofilm, kertas atau cara lain. Adalah sangat
penting bahwa data selalu tersedia selama kurun waktu penyimpanan.

k. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
23

Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets
produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Kontrak tertulis hendaklah dibuat meliputi pembuatan dan/atau analisis
obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua
pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul
perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai
dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Dalam hal analisis berdasarkan
kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) Pemberi Kontrak.

l. Kualifikasi dan Validasi


Kualifikasi adalah segala kegiatan pembuktian dan pendokumentasian bahwa
sebuah sistem dan atau alat sudah terpasang dan berfungsi secara benar sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan. Kualifikasi merupakan tahap awal yang harus
dilakukan sebelum validasi.
Kualifikasi terdiri dari Kualifikasi Desain (KD), Kualifikasi Instalasi
(KI), Kualifikasi Operasional (KO), dan Kualifikasi Kinerja (KK). CPOB
mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu
dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk
menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi
hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci
dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV)
atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat
dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut:
24

1) Kebijakan validasi
2) Struktur organisasi kegiatan validasi
3) Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang akan divalidasi
4) Format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan
jadwal pelaksanaan
5) Pengendalian perubahan
6) Acuan dokumen yang digunakan

B. PT ABBOTT INDONESIA
1. Sejarah
Pada tahun 1888, Dr. Wallace Calvin Abbott, seorang dokter yang berpraktek dan
pemilik apotek, mulai membuat butiran-butiran dosimetrik dari alkaloid, obat
yang lebih akurat dan efektif pada saat itu. Permintaan atas butiranbutiran
dosimetrik jauh melebihi kebutuhan praktiknya sendiri, maka pada tahun 1900
lahirlah Abbott Alkaloidal Company. Pada tahun 1915, nama perusahaan berubah
untuk mencerminkan komitmen terhadap riset bidang- bidang baru, di luar
alkaloid. Nama baru Abbott Laboratories memasuki suatu periode pertumbuhan
yang ditandai oleh perang, akuisisi-akuisisi strategis, dan penelitian ilmiah yang
terus - menerus.
Abbott Laboratories termasuk salah satu perusahaan produk kesehatan yang
besar di dunia dan menjadi pemimpin dalam penemuan, pengembangan serta
pembuatan produk perawatan kesehatan. Abbott Laboratories mempunyai
kebijakan yang terpusat dan diterapkan kepada semua anak perusahaan Abbott
Laboratories.
PT Abbott Indonesia yang didirikan pada tanggal 7 Maret 1970, merupakan
salah satu anak perusahaan dari Abbott Laboratories sebagai cabang ke-163. Pada
tanggal 26 Mei 1971, PT. Abbott Indonesia mendapat izin operasional.
Operasional PT Abbott Indonesia diawali dengan menjadi penyalur obat hasil
produksi Abbott Laboratories, dan pada tahun 1973, PT Abbott Indonesia mulai
memproduksi dan menyalurkan produknya antara lain obat-obat antibiotik,
25

vitamin dan cairan oral. PT Abbott Indonesia menghasilkan produk obat-obatan


serta mendistribusikan produk impor dari Abbott Laboratories berupa produk
nutrisi dan obat-obatan. (4)

2. Struktur Organisasi
Secara garis besar PT Abbott Indonesia terdiri dari Abbott Nutrition International
(ANI) Indonesia, Abbott International (AI) Indonesia, Abbott Diabetic Care
(ADC), Abbott Diagnostic Division (ADD) dan Established Product Operation
(EPO). ANI Indonesia berada di bawah pimpinan seorang General Manajer dan
bertanggung jawab terhadap penjualan produk-produk nutrisi. ANI Indonesia
terdiri dari beberapa divisi, yaitu Divisi Pemasaran, Divisi Penjualan dan Divisi
Bisnis. AI Indonesia bertanggung jawab terhadap penjualan produk-produk
farmasi dan berada dibawah pimpinan seorang General Manajer yang membawahi
Divisi Produk Farmasi dan Divisi Produk Rumah Sakit. AI dan ANI masih
berhubungan dengan bagian EPO dalam mengelola produk jadi sedangkan ADC
dan ADD tidak berhubungan dengan EPO tetapi produk langsung ke distributor
tanpa melalui Abbott Indonesia.
EPO (Established Product Operation) merupakan business unit PT Abbott
Indonesia yang melakukan kegiatan operasional pabrik di Indonesia. PT Abbott
Indonesia bertanggung jawab untuk memenuhi permintaan pasar lokal dan ekspor.
Pada produk farma lokal, EPO melakukan proses pembuatan hingga pengemasan,
sedangkan untuk produk impor, seperti nutrisi, hanya melakukan perubahan
kemasan (overlabelling). EPO juga melayani negara-negara pengimpor produk
tertentu seperti antibiotik (Klaritromisin), vitamin (Surbex T, Surbex Z) dan
hematinik (Iberet, Iberet Folic), dengan melakukan proses pembuatan hingga
pengemasan.
EPO terdiri dari Manufacturing Team yang dipimpin oleh seorang Direktur
dan membawahi Material Management Manager, Production Manager,
Engineering Project and EHS Manager, Plant Finance and Compliance Manager
and Technical service Manager, Business Excellence Manager, serta Quality
26

Team yang dipimpin oleh seorang Head Of Quality dan membawahi Quality
System Manager, Quality Control Manager, Quality Assurance Operation
Manager, dan Document and Regulatory Compliance Manager.

3. Visi & Misi


a. Motto PT. Abbott Indonesia
“Life to the fullest”
b. Visi PT. Abbott Indonesia
“Becoming supply center for ASEAN countries”.
c. Misi PT. Abbott Indonesia
“To become supply center for ASEAN countries by providing high quality
pharmaceutical products, with orientation to the customer and stakeholder
satisfaction whilst maintaining compliance to corporate and customer
regulations at the most effective cost”.
Misi yang dilakukan oleh perusahaan untuk mewujudkan visi dari
perusahaan tercermin dari nilai-nilai yang diterapkan oleh perusahaan. Nilai-
nilai tersebut menjadi patokan harus menjadi apa Abbott Indonesia. Terdapat
empat nilai luhur Perusahaan yang juga diterapkan PT Abbott Indonesia sebagai
afiliasi Abbott Laboratories yaitu sebagai berikut:
1) Pioneering
Pioneering diartikan kepada bagaimana perusahaan memprakarsai sisi
science dan komersialisasi di Indonesia. Hal itu dilakukan dengan
menyediakan perawatan dan produk yang inovatif.
2) Achieving
Achieving diartikan kepada apa yang dihasilkan oleh perusahaan kepada
konsumen. Abbott Laboratories menjunjung hasil yang baik karena akan
berimpas pada kehidupan seseorang. Pencapaian tersebut selalu dilakukan
dengan eksekusi yang maksimal untuk memuaskan para konsumen.
27

3) Caring
Caring diartikan sebagai perhatian dan rasa peduli yang merupakan inti dari
apa yang harus dilakukan oleh karyawan Abbott Laboratories dimana
bertujuan untuk menolong orang-orang mendapatkan hidup yang lebih sehat.
Hal itu dilakukan dengan membuat perubahan pada kehidupan seseorang.
4) Enduring
Enduring diartikan sebagai komitmen berkelanjutan. Hal itu dilakukan
dengan menghormati sejarah perusahaan dan menjaga serta memelihara
komitmennya sampai seterusnya.

4. Profil Perusahaan
Abbott Laboratories merupakan perusahaan yang memiliki lebih dari 70.000
karyawan dan beroperasi di 130 negara. Kantor pusat perusahaan ini terletak di
Abbott Park, Illionis, North Chicago. Cabang Abbott Laboratories tersebar dalam
3 wilayah, yaitu Amerika Latin, Eropa dan PAA (Pasifik Asia Afrika). PT. Abbott
Indonesia merupakan cabang ke-163 yang tergabung dalam wilayah PAA (Pasifik
Asia Afrika). PT. Abbott Indonesia didirikan pada tanggal 7 Maret 1970. Pada
tanggal 26 Mei 1971, PT. Abbott Indonesia telah mendapat izin operasional.
Kantor pusat PT. Abbott Indonesia terletak di Wisma Pondok Indah 2, Suite
2000 Jl. Sultan Iskandar Kav. V - TA Pondok Indah, Jakarta Selatan dan untuk
Pabrik PT. Abbott Indonesia terletak di Jalan Raya Jakarta-Bogor Km. 37
Cimanggis, Kelurahan Sukamaju Depok, Jawa Barat, Indonesia. Pabrik memiliki
bangunan yang meliputi bangunan kantor, bangunan pabrik yang terdiri dari
bagian pemastian mutu, area produksi dan pengemasan, gudang, kantin, area
teknik mesin, gudang bahan mudah terbakar, gudang bahan limbah dan sarana
pengolahan limbah.
PT. Abbott Indonesia memproduksi dan menjual sendiri produknya yang
meliputi produk-produk antibiotik, vitamin dan oral cair. PT. Abbott Indonesia
menghasilkan produk obat-obatan serta mendistribusikan produk impor dari
Abbott Laboratories berupa produk nutrisi dan obat-obatan.
BAB III
KEGIATAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PT. ABBOTT INDONESIA

A. STRUKTUR ORGANISASI

Gambar III.1Struktur Organisasi PT. Abbott Indonesia

B. MANUFACTURING TEAM
Manufacturing team menaungi beberapa departemen seperti:
1. Departemen Business Excellence (BeX)
Business Excellence merupakan departemen yang bertugas dalam melaksanakan
perbaikan berkesinambungan terhadap semua proses yang terjadi di PT. Abbott
Indonesia serta memberikan bantuan dalam memecahkan suatu masalah yang
terdapat di PT. Abbott Indonesia. Perbaikan Berkesinambungan (Continues

28
29

Improvement) adalah upaya berkelanjutan untuk meningkatkan produk, layanan,


dan proses dengan membuat peningkatan kecil dan bertahap dalam bisnis. Hal ini
didasarkan pada keyakinan bahwa perubahan bertahap ini akan menambah
perbaikan besar dari waktu ke waktu.
Dengan didirikannya departemen Business Excellence dapat menghasilkan
perbaikan yang spesifik, bertahap, dan berkelanjutan. Departemen ini juga dapat
mengembangkan kapabilitas organisasi untuk peningkatan berkelanjutan dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada, serta mengubah budaya menuju pola pikir
perbaikan secara terus-menerus.
Pemikiran yang coba untuk diberikan oleh departemen Business Excellence
kepada industri yaitu menciptakan sebuah kerja sama tim dalam menciptakan
sebuah perubahan yang lebih mengoptimalkan pada proses tanpa mengeluarkan
biaya yang cukup mahal dan membuang kegiatan yang tidak memiliki nilai
tambah dalam suatu proses. Sehingga untuk meningkatkan sebuah perbaikan
secara terus-menerus dibutuhkan sebuah dukungan dari seluruh departemen yang
ada di industri.

2. Departemen Enginering dan Enviromental Health and Safety (EHS)


Engineering dan Enviromental Health and Safety Departement merupakan departemen yang
bertugas dalam melaksanakan perawatan berkala untuk equipment dan fasilitas pabrik,
termasuk didalamnya perwatan dan operasional mesin produksi dan penunjang produksi,
kalibrasi alat ukur, pengolahan air dan gas, perencanaan pembangunan pabrik dan pengolahan
limbah. Dalam pelaksanaan tugas, terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
a. Engineering
Engineering bertugas merawat dan memelihara perlengkapan dan peralatan
termasuk mesin untuk proses produksi dan pengemasan. Pemeliharaan
bertujuan untuk memperpanjang umur mesin dan menjamin kualitas dari
produk yang dihasilkan.
30

Tanggung jawab utama EHS :


1. Mengindetifikasi potensi bahaya dan dampak lingkungan untuk
meminimalkan risiko yang dapat menyebabkan kerugian terhadap perusahaan dan karyawan.
2. Merencanakan Improvement Program EHS Management System sesuai
perkembangan peraturan pemerintah RI Occupational Health and Safety Assesment Series
untuk mengoptimalkan penerapan K3 diarea kerja.
3. Mengkoordinasikan implementasi EHS Management System kepada setiap
departemen intk menekan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja seminimal mungkin.
4. Mengontrol penerapan EHS Management System pada setiap departemen
untuk meningkatkan kepatuhan seluruh karyawan terhadap ketentuan keselamatan dan
peraturan yang berlaku.
5. Mengevalusi/mengaudit penerapan EHS Management System disetiap
departemen untuk mengetahui peningkatan penerpan K3 ditempat kerja.
6. Mengontrol pemenuhan dokumen EHS Managemen System untuk
memastikan program dan ketentuan keselamatan dijalankan sesuai
peraturan yang berlaku.
Terdapat 2 jenis pemeliharaan yang dilakukan, yaitu:
1) Preventive maintenance program (PMP)
PMP dilakukan untuk memelihara dan mencegah kerusakan mesin yang
fatal, terutama pada saat produksi setiap mesin dibuatkan kartu riwayat
mesin yang mendokumentasikan perlakuan-perlakuan terhadap mesin dan
waktu pelaksanaanya. Proses pelaksanaan PMP harus sesuai dengan Basic
Operating Procedure (BOP) yang dibuat khusus untuk setiap mesin
tersebut. Pemeliharaan dilakaksanakan pada selang waktu tertentu (1 bualn,
3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun) yang telah dijadwalkan untuk masing-masing
perlengapan atau peralatan.
31

2) Breakdown Maintenance
Pemeliharaan dilakukan terhadap mesin atau perlengkapan yang rusak. Cara
ini dilakukan untuk mesin atau alat yang dikategorikan non-critical
equipment.
b. Utility
Utility betanggung jawab dalam penyediaan sumber daya yang diperlukan agar
pabrik dapat berproduksi sesuai kebutuhan. Utility (sarana penunjang) meliputi
tenaga listrik, compress air (udara bertekanan), boiler (uap panas), HVAC
(Heating Ventilation and Air Conditioning) dan Purified Water (air bersih).
1) Tenaga Listrik
Sumber energi listrik di PT. Abbott Indonesia berasal dari PLN dan
generator set (genset). Genset digunakan saat terjadi gangguan atau
pemadaman listrik dari PLN. Kapasitas listrik untuk PT Abbott sebesar 865
KVA dari dua jenis genset yaitu genset dengan bahan bakar gas alam
sebesar 650 KVA dan genset dengan bahan bakar solar sebesar 250 KVA.
Untuk instrumen laboratorium dan komputer, jika terjadi pemadaman listrik
disuplai dengan UPS dengan kapasitas 20 KVA.
2) Udara Bertekanan (Compressed Air)
Kompresor merupakan mesin kelas satu dalam industri farmasi, sebab mesin
ini berhubungan langsung dengan produk. Kompresor yang digunakan oleh
PT Abbott berasal dari dua mesin kompresor yaitu mesin kompresor dengan
kapasitas 300 CFM (Cubic Feet per Minute) dan 162 CFM. Kompresor
digunakan untuk keperluan produksi, laboratorium, serta bagian utility.
Prinsip kerja kompresor yaitu udara dimasukkan ke dalam alat dan
dikeringkan. Dengan adanya pengering udara, udara yang dihasilkan adalah
udara kering yang tidak mengandung uap air. Pengaliran udara dilakukan
melalui pipa yang terhubung pada tiap ruangan. Udara bertekanan
digunakan untuk mesin produksi cair dan untuk produksi yang
menggunakan alkohol atau bahan mudah terbakar.
32

3) Uap Panas (Boiler)


Uap panas dihasilkan olehdua mesin dengan kapasitas 3,2 ton per jam dan
1,6 per jam. Uap panas dihasilkan oleh air yang dipanaskan pada suhu
173°C dengan tekanan 3-4 bar. Uap panas yang disalurkan melalui pipa
bagian produksi digunakan untuk proses pemanasan seperti oven, FBD,
pengatur kelembaban (RH) dan lainnya. Pengisian air ke dalam boiler
dilakukan secara otomatis menggunakan sensor dengan mengatur volume
air minimal yang terdapat pada boiler (± 70-80% kapasitas boiler).
4) HVAC (Heat Ventilation and Air Conditioner)
HVAC merupakan sistem pengaturan udara yang bertujuan untuk mengatur
suhu dan kelembaban udara di dalam ruang produksi. Komponen HVAC
terdiri dari chiller, cooler tower, Unit Tata Udara/Air Handling Unit (AHU)
dan alat pengering udara (Dehumidifier). Prinsip sistem HVAC yaitu udara
dari luar dengan suhu ±30°C dialirkan ke dalam mesin chiller dengan
bantuan cooler tower sehingga menghasilkan air dengan suhu 6°C. Udara
dingin kemudian dialirkan ke AHU yang dapat mengatur suhu, kelembaban,
perubahan suhu, dan tekanan udara.
AHU yang digunakan ada dua jenis yaitu AHU 1 untuk ruang produksi
yang membutuhkan pengaturan kelembaban udara (produksi cair) dan AHU
2 untuk ruang produksi yang tidak membutuhkan pengaturan kelembaban
udara. Untuk AHU 1, udara dingin tersebut (suhu 12-15°C, Rh 70%)
melewati alat pengering udara (dehumidifier) yaitu suatu alat yang
digunakan untuk menghilangkan kelembaban uap air di udara sehingga
kelembabannya berubah menjadi ≤ 30-40% dan suhunya 35- 50°C. Setelah
itu, udara melewati AHU kembali sehingga suhunya 33 kembali turun
menjadi 20-27°C, RH 40% yang kemudian dialirkan keruang produksi padat
dan ruagan lain. Aliran udara lain dari masing-masing ruang produksi
kemudian dilewatkan melalui alat penyaring udara sehingga dihasilkan
udara bersih untuk dibuang keudara bebas (sistem pengaturan udara fresh
air) dan limbah berupa cairan diolah ditempat pengolahan limbah cair.
33

Aliran udara dari ruang produksi juga dapat dialirkan kembali melalui kipas
penggerak (booster fan) kemudian masuk kembali ke humidifier untuk
digunakan kembali oleh ruang produksi (sistem pengaturan udara circulated
air). Alur HVAC dilihat pada lampiran 2.
5) Air Bersih
Sumber air bersih yang digunakan berasal dari tanah dengan kedalaman ±
100 meter. Air tanah ditampung ke dalam bak penampungan, kemudian
ditambhakan kaprit untuk membunuh bakteri. Kaporit diinjeksikan melalui
pipa sebanyak 2 L per minggu atau tergantung pada jumlah debit air. Air
kemudian dipompa kembali ke tangki penampungan air dan digunakan
untuk tiga keperluan yaitu untuk air murni, untuk pemadam kebakaran dan
toilet. Air yang digunakan untuk toilet dan pemadam kebakaran tidak
memerlukan pengilahan lagi sedangkan untuk air murni dilakukan
pengolahan lebih lanjut.
Prosedur pengolhan air murni yaitu sebagai air yang berasal dari
tempat penampungan air disaring melalui karbon filter, kemudian
ditambhakan metabisulfit (dibuat dengan mencampur 125 L air murni
dengan 1 Kg metabisulfit), untuk menghasilkan kaporit digunakan
antiscalant (dibuat dengan mencampur 90 L air murni dengan 9 L
antiscalant). Air kemudian disaring melalui multi media filter melewati
softener yaitu anion resin, kemudian disalurkan cartridge filter (kkation
resin0 menuju tank 3. Air dari tank dialirkan ke dalam alat osmosis
ballik/reverse osmolosis (RO-01), masuk ke dalam tank 4 untuk disinari
dengan ultraviolet (UV I), kemudian dialirkan ke dalam RO-02 dan
melewati tempat pencampur eresin, selanjutnya disinari dengan ultraviolet
(UV II) kemudian ditampung sebagai purified water (demineralized water).
Sebelum dimasukkan ke tank akhir, air dipanaskan dengan temperature 72-
100°C dan siap digunakan untuk prodksi. Air yang berasal dari produksi
akan melewati tangki penyaringan, dihitung kadar total senyawa organic
(total organic count/TOC) maksimal 500 ppb dan konduktivitas tidak lebih
34

dari 1,3µSi dan kembali ke penampungan air murni. Bagan pembuatan air
muurni dapat dilihat pada lampiran 3.
6) Kalibrasi
Kalibrasi dilakukan agar semua mesin, alat ukur dan peralatan produksi
tetap meiliki pengukuran sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan alat atau mesin yang sudah
diketahui (standar) dengan alat atau sistem yang belum diketahui agar
diperoleh informasi penyimpangan yang ada sehingga dapat dilakukan
koreksi. Ketelitian alat-alat ukur harus tetap dimonitor agar tetap dalam
batas yang dapat diterima terutama untuk:
a) Memonitor dan mengontrol alat ukur yang dipakai untuk proses
pembuatan dan uji kualitas suatu produk serta alat yang dipakai untuk memonitor kondisi
lingkungan dimana obat atau produk yang bersangkutan dibuat.
b) Untuk keperluan pemakaian pada uji pengembangan dan pembuatan
suatu produk, terutama pada validasi.
Bagian kalibrasi akan melakukan serangkaian kegiatan rutin diantaranya:
a) Menginventarisasi alat dan mesin yang harus dikalibrasi.
b) Membuat jadwal kalibrasi dalam satu tahun, bulan, minggu dan hari,
melakukan kalibrasi alat atau mesin sesuai jadwal berdasarkan BOP dan prosedur kalibrasi
produksi.
c) Membuat laporan kalibrasi setiap satu bulan, tiga bulan dan satu
tahun.
c. Environmental Health and Safety (EHS)
EHS bertanggung jawab dalam pengolahan limbah, kesehatan, keamanan dan
keselamtan karyawan. Sistem manajemen EHS di PT. Abbott Indonesia
mengacu dan pengendalian kegiatan untuk mencapai tujuan :
1) Mengintegrasikan EHS didalam proses bisnis perusahaan (global
management standard and global technical standard)
35

2) Memenuhi semua hokum perauturan pemerintahan mengenai EHS dalam


memnuhi standar manajemen globat Abbott.

1) Lingkungan (Environment)
Departemen EHS bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah industry
sebelum dibuang ke lingkungan. Pengolahan limbah dilakukan untuk
memastikan bahwa limbah yang dibuang ke lingkungan telah aman dan
memenuhi persyaratan limbah yang ditetapkan pemerintah. Limbah yang
dihasilkan oleh PT. Abbott Indonesia dibedakan menjadi dua macam yaitu:
a) Limbah padat
Limbah padat PT. Abbott Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) berasall dari
laboratorium yang merupakan sisa pereaksi dan sisa hasil analisis produk pengembalian dari
QA, sisa produksi, engineering (dari scrubber) dan dari warehouse berupa barang yang telah
kadaluarsa, yang termasuk limbah B3 yaitu bahan-bahan reaktif, mudah terbakar, mudah
meledak, beracun atau menyebakan infeksi. Limbah B3 berupa raw material, produk jadi,
resin, sludge (lumpur kering), karbon aktif. Limbah B3 akan dikumpulkan, ditimbang dan
dikirim ke PT. Prima Karya untuk diolah.
2. Limbah domestik berasal dari sisa bahan kemas yang rusak antara
lain alumunium foil, kardus, karton, palet dan sebagainya dihancurkan dan diserahkan ke
PPLI.
3. Limbah produk nutrisi yang kadaluarsa atau produk pengembalian
dijadikan sebagai makanan ternak sapi, ayam dan lain-lain.
b) Limbah cair
Limbah cair PT.Abbott Indonesia berasal dari sisa produksi, sisa
pencucian dan limbah cair B3. Limbah cair B3 dikirim ke PT. Wastec
International dan limbah cair selain limbah B3 diolah sendiri oleh PT.
Abbott Indonesis. Bagan pengolahan limbah cair dapat dilihat pada
36

lampiran …. Pengolahan limbah cair dilakukan secara kimia dan


biologi melalui beberapa tahapan, yaitu:
a. Limbah cair dari bagian produksi padat, laboratorium dan septic
tank akan masuk kedalam tangki penampungan.
b. Limbah cair dari produksi cair, pedialyte, cuci botol, toilet dan
pengemasan akan masuk ke dalam tangki penampungan
c. Limbah tersebut ditampung dalam collected chamber. Kemudian
limbah dialirkan ke bak penampungan utama (equalization tank) melalui bar screen berupa
bak-bak kecil bersekat dengan tujuan memisahkan padatan agar mengendap dalam bak
tersebut sebelum mencapai bak penampungan utama.
d. Dalam equalization tank, limbah akan diaduk menggunakan
pengaduk yang terdapat pada bagian bawah agar padatan terhomogenisasi dalam campuran
limbah kemudian pemberian nutrisi untuk bakteri yang ada dalam equalization tank.
e. Limbah dari bak penmapungan utama dipompa ke aerator selama
waktu tertentu. Dalam ini limbah ditampung sampai ketinggian 2,5 m dan dilakukan proses
aerasi dimana udara dipompa dari bawah ke dalam campuran limbah sehingga berfungsi juga
sebagai pengaduk.
f. Pada baka aerasi ini ditambahkan urea dan NPK secara otomatis
melalui pompa sebagai sumber nutrisi bagi bakteri pengurai. Dalam bak aerasi ini PH limbah
harus 6-8 jika pH belum tercapai ditambahkan kalsium karbonat atau HcL hingga pH-nya
tercapai. Bakteri yang digunakan yaitu Paramexium, Microsomonax, Microsobacter dan
Rotifera.
g. Limbah kemudian dialirkan ke dalam clarifier tank untuk
memisahkan endapan dan bagian yang cair, dimana endapan (lumpur mati) akan ditampung
ke dalam sludge collector, dikeringkan dalam sludge drying chamber dan dimasukkan
37

kedalam drum plastic untuk dikirim ke PR. Prima Karya. Untuk


limbah hidup (limbah aktif) akan diolah kembali ke proses
sebelumnya. Sedangkan bagian yang cair (air hasil pengolahan)
akan dialirkan ke treated water tank.
h. Air dalam treated water tank ditambahkan natrium hipokloride
untuk membunuh bakteri dan kemudian dialirkan ke dalam tangki
yang berisi karbon aktif untuk menjernihkan air hasil pengolahan
dan menghilangkan bau.
i. Air hasil pengolahan dialirkan ke dalam bak kontrol yang berisi
ikan mas. Selanjutnya, limbah yang telah jernih digunakan untuk hidrant dan menyiram
taman sehingga limbah cair tidak dibuang ke sungai
j. Pemeriksaan air hasil pengolahan limbah cair dilakukan oleh pihak
dalam dan luar, meliputi pemeriksaan pH, TSS (Total Padat Suspension/Total Suspensi
Padat), COD (Chemical Oxygen Demand/ Nilai Oksigen Kimia), BOD (Biological Oxygen
Demand/ Nilai Oksigen Biologi), Nitrogen, bahan organik dan bakteri oleh bagian
pengawasan mutu.
2) Kesehatan (Healthy)
Departemen EHS bertanggung jawab dalam menjaga kesehatan karyawan
dengan program kesehatan antara lain pemeriksaan umum setiap tahun
(general check up), pelatihan sanitasi dan higiene, pemberian asuransi
kesehatan, pemantauan sanitasi dan higiene karyawan pada saat bekerja
serta tersedianya sarana klinik.
3) Keselamatan dan Keamanan (Safety)
Dalam penerapan keselamatan dan keamanan kerja, karyawan dilatih
untuk menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja sesuai dengan lokasi
kerja dan menggunakan alat pemadam kebakaran. APAR (Alat Pemadam
Api Ringan), detector kebakaran, alat pemadam kebakaran (sprinkler) dan
38

tersedia kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan/first aid (P3K) pada


tempat tertentu.

3. Departemen Technical Services


Departemen Technical Services PT. Abbott Indonesia dipimpin oleh seorang
manajer yang bertugas menangani masalah pengembangan produk baru,
kemasan, validasi dan kualifikasi (bersama bagian pemastian mutu) serta produk
ekspor.
a. Pengembangan produk baru
Pengembangan produk baru meliputi percobaan formula yang diperoleh dari
Abbott Laboratories menggunakan mesin dan peralatan yang dimiliki oleh
PT. Abbott Indonesia dan dilakukan penyesuaian hingga diperoleh produk
yang sesuai persyaratan, pembuatan produk dengan dosis yang berbeda.
b. Transfer Teknologi
Pengadopsian teknologi yang digunakan oleh Alffiliate Abbott lain untuk
diterapkan di Indonesia.
c. Modifikasi Formulasi/Prosedur
Pembuatan produk dengan dosis yang berbeda.
d. Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari
kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan
dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Pendekatan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi dilakukan
dengan kajian risiko. Program validasi dirinci dan didokumentasikan dalam
Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen sementara. Unsur-unsur dalam
melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru, yaitu
hendaklah dilakukan Kualifikasi desain (KD) merupakan unsur pertama,
Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operasional (KO), dan Kualifikasi
Kinerja (KK).
39

Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai


bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau
mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan. Validasi juga menjamin agar produk yang
dihasilkan, peralatan, serta sistem penunjang yang digunakan dapat
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dengan kualitas yang konsisten.
Validasi yang dilakukan departemen TS yaitu validasi proses terkait
pengembangan produk dan perubahan alat seperti pergantian mesin Ribbon
Blender menjadi High Speed Mixer. Validasi proses dilakukan dengan jumlah
bets normal sebanyak tiga lot berurutan.
Validasi alat baru menggunakan bets produksi normal dengan parameter
terkait, misalnya kecepatan pengadukan mixer, lamanya pengadukan/waktu,
suhu pengadukan & parameter terkait lainnya, juga dinilai perubahan yang
terjadi pada produk.
Validasi pembersihan merupakan suatu proses pembuktian bahwa
metode pembersihan fasilitas secara konsisten mengendalikan residu
potensial dari produk (meliputi intermediet dan cemaran), zat pembersih dan
bahan lain terhadap produk selanjutnya. Dengan kata lain, validasi
pembersihan mesin ini memiliki tujuan agar sisa produk sebelumnya tidak
terkontaminasi produk selanjutnya yang diproduksi.
e. Kualifikasi Alat
Kualifikasi adalah tindakan untuk memastikan kelayakan dari suatu mesin
atau peralatan. Kualifikasi alat oleh departemen TS meliputi kualifikasi alat
baru maupun rekualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap alat maupun
ruangan produksi meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi
operasional dan kualifikasi kinerja. Rekualifikasi dilakukan tergantung
peralatan dan dilakukan secara periodik. Penilaian dapat dilakukan dengan
mengevaluasi dokumen kalibrasi alat dan catatan pemeliharaan sehingga
rekualifikasi bisa tidak dilakukan jika alat masih memenuhi spesifikasi.
40

1) Kualifikasi Desain (Design Qualificaton/DQ)


Kualifikasi desain bertujuan untuk menjamin dan mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan yang akan dipasang atau dirancang sesuai
dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam ketentuan CPOB.
Kualifikasi desain ini dilaksanakan sebelum mesin, peralatan produksi
atau sarana penunjang tersebut dibeli/dipasang.
2) Kualifikasi Instalasi (Instalation Qualification/IQ)
Kualifikasi instalasi bertujuan untuk menjamin dan mendokumentasikan
bahwa sistem/mesin sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada dokumen
pembelian. Kualifikasi instalasi ini dilaksanakan pada saat pemasangan
instalasi mesin atau peralatan.
3) Kualifikasi Operational (Operational Qualification/OQ)
Kualifikasi operasional bertujuan untuk menjamin dan
mendokumentasikan bahwa sistem/mesin yang telah diinstalasi bekerja
sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Kualifikasi operasional ini
dilaksanakan setelah pemasangan instalasi mesin atau peralatan.
4) Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification )
Kualifikasi kinerja bertujuan untuk menjamin dan mendokumentasikan
bahwa sistem/mesin yang telah diinstalasi bekerja sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan dengan cara pemeriksaan fungsi mesin
terhadap poduk yang akan dihasilkan.
f. Produk Ekspor
Departemen Technical services melakukan tahapan kegiatan mulai dari
pemesanan produk hingga produk dikirim ke negara tujuan. Data-data terkait
keperluan registrasi produk dinegara lain dimana produk akan dijual juga
disiapkan departemen Technical services yang bekerja sama dengan bagian
pemastian mutu. Desain kemasan produk dirancang sesuai dengan permintaan
Negara tujuan ekspor menyangkut kemasan primer yang digunakan dan
rancangan desain tampilan kemasan.
41

4. Departemen Produksi
Departemen produksi bertugas melakukan proses pembuatan obat agar senantiasa
dihasilkan produk-produk bermutu tinggi yang memnuhi persyaratan yang telah
ditetapkan oleh Abbott International dengan menerapkan prinsip-prinsip CPOB.
Departemen produksi melaksanakan kegiatan produksi sesuai surat perintah
produksi (Manufacturing Order/MO). Jadwal produksi mingguan disetujui dan
dibuat oleh Manajer Produksi yang akan dilakukan berdasarkan perencanaan
yang telah disusun oleh Departemen PPIC sesuai MPS (Master Production
Schedule) selama 1 minggu ke depan. PT. Abbott Indonesia memproduksi 2
macam bentuk sediaan yaitu sediaan padat dan cair.
a. Sediaan Padat
Produksi sediaan padat meliputi sediaan granul dan tablet. Proses yang
dilakukan antara lain Dispensing, Compounding, Lubrication, Compressing,
Treatment (Khusus Iberet), Coating dan pengemasan primer.
Proses diawali dengan pencampuran bahan baku yang dilakukan dengan
menggunakan mesin mixing selama waktu tertentu. Kemudian dilakukan
proses granulasi dengan cara granulasi basah atau granulasi kering.
Penambahan larutan pengikat pada granulasi basah dilakukan dalam mesin
Mixer kemudian campuran diayak dalam mesin granulator dengan nomor
ayakan tertentu.
Granul basah yang diperoleh dikeringkan dalam lemari pengering (oven)
kemudian diperiksa kadar airnya (Loss on Drying/ LOD). Granul kering
diayak dengan ayakan ukuran tertentu, dicampur dengan pelincir dan diaduk
hingga homogen di dalam mesin mixing selama waktu tertentu kemudian
granul siap dicetak menjadi tablet. Pencetakan tablet dapat dilakukan dengan
mesin pencetak tablet.
Selama pencetakan, operator melakukan pemeriksaan selama proses (In
Process Control/IPC) secara berkala sesuai dengan prosedur tetap dari
pengambilan sampel selama produksi dan prosedur sampling dalam catatan
pengolahan batch. Pemeriksaan IPC meliputi keragaman bobot, keseragaman
42

ukuran (panjang, diameter atau tebal), kekerasan dan waktu hancur. Tablet
yang telah dicetak dilewatkan pada alat metal detector untuk mendeteksi
adanya logam pada tablet.
Setelah pencetakan, dilakukan proses treatment, yaitu proses vakum
dengan uap aseton. Produk ini merupakan tablet lapis ganda, dimana lapisan
pertama mengandung zat besi dan lapisan kedua mengandung vitamin.
Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan profil bioavailabilitas zat
besi yang sempurna atau pelepasan terkendali zat besi. Proses treatment
dengan aseton dilakukan dengan menggunakan alat Gradumet Chamber.
Proses yang dilakukan selanjutnya adalah penyalutan (Coating). Penyalutan
tablet dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu penyalutan dengan larutan Sub
Coating, Color Coating, dan Glossing. Penyalutan tablet dapat dilakukan
dengan menggunakan Coating pan. Tablet yang telah memenuhi persyaratan
mutu dimasukkan kedalam Coating pan dipanaskan pada suhu tertentu sesuai
spesifikasi dan dengan putaran tertentu. Larutan penyalut akan disemprotkan
dengan tekanan dan kecepatan tertentu agar cairan yang keluar dalam bentuk
tetesan yang sehalus mungkin.
Proses penyalutan selesai dilakukan dilakukan proses selanjutnya yaitu
pencetakan logo dengan mesin pada salah satu sisi tablet dapat dilakukan
dengan cara dicetak menggunakan tinta maupun dicetak timbul. Proses
terakhir dari pembuatan tablet adalah pengemasan primer dengan
menggunakan strip, blister dan Filling bottle.

b. Produksi sediaan Cair


Produksi sediaan cair terdiri dari oral cair (Depakene syrup® dan Brufen
Suspensi®) dan sediaan cair oral steril (Pedialyte). Untuk pembuatan sediaan
cair oral steril dilakukan persiapan alat dan ruangan sehari sebelum proses
produksi dilaksanakan. Peralatan yang digunakan dibersihkan dan disterilkan
dengan menggunakan cairan antiseptic. Kemudian petugas pengawasan mutu
akan melakukan uji mikrobiologi. Petugas bagian produksi mengambil bahan-
43

bahan baku yang telah disiapkan dan ditimbang oleh bagian produksi sehari
seblumnya kemudian diperiksa ulang oleh Supervisor produksi.
Kondisi ruangan selalu diperhatikan saat akan melakukan proses
produksi, seperti sanitasi, suhu, kelembaban, dan tekanan udara. Sanitasi
(pembersihan ruangan) dilakukan setelah kegiatan produksi. Proses produksi
sediaan cair yang dilakukan antara lain Dispensing, Mixing, Filtering, Filling
bottle, dan sterilisasi (khusus pedialyte). Selama proses mixing, operator
melakukan pemeriksaan selama proses (In Process Control/IPC) terhadap pH
larutan sesuai dengan catatan pengolahan batch. Pemeriksaan IPC yang
dilakukan sebelum proses filling bottle adalah penegecekan specific gravity.

c. Finishing
Bagian pengemasan bertugas mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.
Produk jadi siap kemas disimpan di ruangan grey area dan bagian
pengawasan mutu akan melakukan pengujian sesuai dengan spesifikasi
masing-masing produk. Sebelum proses pengemasan dilakukan, operator
bagian pengemasan akan memeriksa kesiapan ruangan, jalur pengemasan
serta alat-alat yang akan digunakan yang kemudian dicatat dalam Clearance
Check List. Bahan-bahan pengemas diambil dari gudang berdasarkan
Finishing Order (FO) yang mencantumkan macam dan jumlah bahan
pengemas. Kegiatan di bagian pengemasan meliputi :
1) Pengemasan primer
Pengemasan primer yaitu pengemasan produk ruahan sebagai bahan yang
terbuka ke dalam wadah pertama (pengemas primer). Pengemasan primer
dilakukan pada grey area. Pengemasan primer meliputi stripping,
blistering dan Filling botol. Pengemasan ke dalam strip dilakukan
terhadap tablet dengan menggunakan mesin Chentai 2 PF075. Pada proses
ini sebelum dilakukan packing terlebih dahulu dilakukan tes kebocoran
pada strip gulungan pertama setelah dilakukan approved oleh Line
Leader, tes kebocoran selanjutnya dilakukan tiap satu jam sekali
44

untuk 1 kali putaran foil dengan alat leak tester, sedangkan pengisian
sediaan cair ke dalam botol dilakukan terhadap pengemasan primer dan
ditutup dengan seal dan alat Capping menggunakan pamasol capping
machine PF013.
2) Pengemasan Sekunder
Pengemasan sekunder berupa pengemasan produk ruahan yang sudah
dalam kemasan primer menjadi obat jadi dan dilakukan di black area.
Meskipun pengemasan sekunder dilakukan di black area namun
kebersihan udara dan ruangannya harus tetap dipelihara. Kegiatan
kemasan sekunder meliputi:
a) Proses labeling
Proses labeling dilakukan terhadap botol-botol yang telah terisi dan
ditutup. Letak label yang ditempel harus diperhatikan.
b) Pengemasan dalam single carton
Botol-botol yang telah diberi label, dan strip serta blister dari tablet
dengan jumlah tertentu dimasukan ke dalam single carton dan diberi
brosur. Selanjutnya dilakukan proses penimbangan terhadap masing-
masing single carton
c) Pengemasan dalam Corrugated Carton
Single carton dalam jumlah tertentu dimasukkan kedalam corrugated
carton dan ditimbang.
Sampel tertinggal (Retained Sample) diambil sesuai kebutuhan untuk
analisa yang mewakili keseluruhan lot produk jadi tersebut. Jika sampel
tertinggal diambil satu unit, makan sampel diambil pada akhir proses,
jika sampel diambil 2 unit, maka sampel yang diambil pada tengah
proses, dan akhir proses. Jika sampel diambil 3 unit, maka sampel
diambil pada awal, tengah, dan akhir proses. Pengambilan sampel
tertinggal harus dicatat pada bacth record, sampel tertinggal kemudian
diserahkan oleh personel finishing kepada QA inspector di area finishing.
Kemudian sampel disimpan di rak transit sampai produk jadi/material di
45

Approved. Batas waktu peyimpanan retain sample di rak transit 7 hari


terhitung tanggal serah terima dilogbook. Jika produk jadi atau material
sudah di approved, QO inspector akan memindahkannya ke rak
permanen degan kondisi suhu sesuai ruangan material atau < 25°C dan
dicatat pada record yang telah ditetapkan. Jika disposisi dari produk
tertinggal reject, sampel tertinggal harus dimusnahkan.
Semua dokumen proses produksi diserahkan ke bagian pengawasan
mutu beserta contoh obat jadi yang telah dikemas untuk dilakukan
pemeriksaan dan pengecekan kelengkapan dokumen. Obat jadi yang telah
dikemas dimasukkan dan disimpan di gudang karantina obat jadi untuk
menunggu proses pelulusan oleh bagian pengawasan mutu.

5. Departemen Manajerial Material


Departemen Manajemen Material terdiri dari 5 bagian yaitu Pengawasan
Persediaan dan Perencanaan Produksi (Production Planning and Inventory
Control/PPIC), Gudang, Ekspor-Impor, Purchasing dan Distributor. Departemen
Manajemen Material berhubungan dengan bagian lain dalam kegiatannya yaitu
Departemen Pemastian Mutu, Produksi, Keuangan, Pemasaran dan Distribusi.
a. Production Plan and Inventory Control (PPIC)
Bagian PPIC menjadi penghubung antara bagian pemasaran dan bagian
produksi. Bagian PPIC menerjemahkan kebutuhan pengadaan barang ke
dalam bentuk rencana produksi, pengadaan bahan baku dan bahan kemas
dengan mengacu pada efisiensi biaya produksi. Bagian PPIC juga
bertanggung jawab dalam menetapkan kapasitas alat dan mengendalikan
persediaan bahan baik bahan baku atau bahan kemas yang akan digunakan.
b. Gudang (Warehouse)
Gudang PT. Abbott Indonesia memiliki fungsi diantaranya untuk penerimaan,
penyimpanan, penyiapan, penyaluran/pengeluaran barang (bahan baku, bahan
pengemasan dan produk jadi). Gudang PT. Abbott Indonesia terdiri dari :
46

1) Gudang Bahan Baku


Gudang bahan baku merupakan tempat untuk menyimpan bahan baku
yang terbagi menjadi dua bagian yaitu quarantine area untuk bahan baku
yang baru datang dan menunggu untuk diperiksa serta approved area
untuk bahan baku yang telah diluluskan oleh QC dan dapat digunakan
untuk proses selanjutnya. Pengaturan suhu dalam gudang ini terdiri dari
suhu kamar, suhu 15-25°C dan untuk bahan yang membutuhkan tempat
penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu 2-8°C.
2) Gudang Bahan Kemas
Gudang bahan pengemas merupakan tempat untuk menyimpan barang-
barang pendukung produk seperti karton, botol, plastik, cup, label, etiket
dan lain- lain. Pengaturan suhu dalam gudang ini terdiri dari suhu kamar
dan suhu terkendali 15-25°C.
3) Gudang Produk Jadi Farmasi (Finished good)
Gudang produk jadi merupakan tempat untuk produk yang telah disetujui
atau diluluskan oleh bagian pengawasan mutu dan siap untuk
didistribusikan. Pengaturan suhu dalam gudang ini terdiri dari suhu kamar
dan suhu terkendali. Gudang produk jadi terdiri dari gudang produk
farmasi dan nutrisi.
4) Gudang Nutrisi
Gudang khusus untuk menyimpan produk-produk nutrisi yang siap untuk
didistribusikan oleh PT. Abbott Indonesia. Pengaturan suhu dalam
gudang ini terdiri dari suhu ambient
5) Gudang Bahan Mudah Terbakar
Gudang khusus untuk penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar,
seperti alkohol, isopropil alkohol, dan aseton. Letak bangunan ini terpisah
dari bangunan pabrik.
47

Secara garis besar kegiatan yang dilakukan di gudang yaitu


penerimaan bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi, pengeluaran
barang serta pengembalian barang ke gudang.
a) Penerimaan Bahan Baku, Bahan Pengemas dan Produk Jadi Barang-
barang yang dikirim oleh pemasok (supplier) berdasarkan pesanan pembelian (Purchasing
Order/PO) dari PPIC diterima di gudang oleh bagian penerimaan. Kemudian diberi label
berbahaya untuk barang yang berbahaya atau label tidak berbahaya untuk barang yang tidak
berbahaya, selanjutnya dilakukan pemeriksaan, meliputi pemeriksaan fisik, kuantitas,
sertifikat analisis dan kesesuaian barang dengan PO. Apabila barang telah sesuai dan disetujui
maka dibuat laporan penerimaan barang (Receiving Inventory Report/RIR). Untuk barang
yang telah dibuatkan RIR, disimpan di gudang karantina dan diberi label berwarna kuning
yang bertuliskan “Quarantine” dan mencantumkan nama material, nomor kode, nomor lot,
nomor kontainer, tanda tangan dan tanggal pelabelan. Nomor lot dikeluarkan oleh bagian
pemastian mutu untuk diperiksa lebih lanjut oleh bagian pengawasan mutu. Melalui RIR,
petugas pengawasan mutu mengetahui adanya barang yang datang untuk kemudian
mengambil contoh barang dan diperiksa di laboratorium. Bila hasil pemeriksaan memenuhi
syarat yang ditentukan maka barang-barang tersebut dipindahkan dari ruang karantina ke
ruang penyimpanan (area untuk produk disetujui) dan pada barang tersebut ditempelkan label
berwarna hijau bertuliskan “Approved”. Jika hasil pemeriksaan tidak memenuhi syarat, maka
barang-barang tersebut diberi label berwarna merah dan bertuliskan “Rejected” yang berarti
barang tersebut tidak dapat digunakan atau ditolak dan dikembalikan ke pemasoknya.
Barang-barang yang telah diterima dan disetujui oleh bagian
Pengawasan Mutu disimpan berdasarkan spesifikasinya dan sistem
penyimpanan dilakukan berdasarkan sistem lokasi, yaitu dengan
48

menggunakan abjad dan angka. Sistem penyimpanan ini juga


dimasukkan ke dalam sistem komputerisasi BPCS untuk
mempermudah dalam penyimpanan dan pengambilan barang.
b) Pengeluaran Bahan Baku, Bahan Pengemas dan Produk Jadi
Pengeluaran bahan dari gudang dilakukan jika ada permintaan dari bagian produksi atau
distributor. Pengeluaran barang untuk keperluan produksi didasarkan pada Permintaan
Produksi atau MO (Manufacturing Order) dan Permintaan Pengemasan atau FO (Finishing
Order) yang diterima dari bagian produksi. Bila ada permintaan pengeluaran barang di luar
MO dan FO atau ada pengembalian barang dari bagian produksi ke gudang maka transaksi
tersebut dicatat dalam formulir permintaan atau pengembalian barang (MRR). Petugas
gudang harus mengeluarkan bahan baku untuk ditimbang sesuai dengan dokumen bahan baku
minimal satu hari sebelum proses produksi dilaksanakan. Sistem pengeluaran barang dari
gudang menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO) yaitu barang yang
kadaluarsanya lebih awal dikeluarkan lebih dahulu.
Pengeluaran barang ke distributor dilakukan dengan
menggunakan surat perintah pembelian (Purchase Order/PO) dari
bagian pemasaran. Berdasarkan PO maka akan dibuat surat perintah
pengiriman barang (Delivery Order/DO). Sistem pengeluaran barang
dari gudang menggunakan sistem FEFO. Bagian distribusi bertugas
mendistribusikan pesanan ke distributor dengan mengeluarkan
dokumen terkait berdasarkan PO yang tercantum pada sistem BPCS
dan menyerahkan dokumen tersebut ke bagian gudang. Kemudian
produk jadi yang telah disiapkan sesuai dengan dokumen terkait
diperiksa kembali sebelum barang dimasukkan ke dalam kendaraan
pengiriman barang. Selanjutnya bagian distribusi membuat surat jalan
berupa DO yang diberikan kepada pengirim barang. Waktu yang
dibutuhkan dari adanya PO sampai barang siap dikirim adalah 4 hari.
49

Barang telah diterima distributor diketahui melalui berkas dari DO


yang dikembalikan ke bagian distribusi.
c) Pengembalian Bahan Baku, Bahan Pengemas dan Produk Jadi
Barang yang dikembalikan dari distributor harus diperiksa oleh bagian
pengawasan mutu untuk diketahui apakah barang tersebut harus
dimusnahkan atau tidak. Barang yang dikembalikan dapat berupa
barang dengan kemasan rusak (dented) atau mendekati masa
kadaluarsa (tiga bulan sebelum masa kadaluarsa).
c. Purchasing
Bagian pengadaan bertanggung jawab dalam pengadaan bahan awal yang
terdiri dari bahan baku (baik bahan baku aktif maupun bahan penolong) serta
bahan pengemas.
d. Ekspor-Impor
Bagian ekspor-impor bertugas menyiapkan dokumen-dokumen yang
diperlukan terkait produk ekspor maupun impor. Dokumen yang disiapkan
sesuai dengan keperluan di bea cukai dalam rangka mengeluarkan barang dari
bea cukai atau mengirimkan ke Negara lain.
e. Distributor
Bagian distribusi bertugas mendistribusikan pesanan ke distributor. Bagian ini
mengeluarkan pick slip berdasarkan PO yang tercantum pada sistem BPCS
(Business and Planning Inventory Control System) dan menyerahkan pick
slip tersebut ke bagian gudang. Kemudian produk jadi yang telah disiapkan
sesuai dengan pick slip, dilakukan pengecekan kembali sebelum barang
dimasukan ke dalam kendaraan pengiriman barang. Lalu bagian distribusi
membuat surat jalan berupa Delivery Order (DO) yang diberikan kepada
pengirim barang.
50

C. Quality Team

Regional Director Quality Assurance

Head of Quality

QA Regulatory Liasion Admin

Quality Doc. & Regulatory


Quality System Quality Control
Operation Compliance
Manager Manager
Manager Manager

Gambar III.2 Struktur Organisasi Quality Team

Quality Assurance bertanggung jawab terhadap penjaminan mutu produk yang


dihasilkan, mulai dari pemesanan bahan baku dan bahan kemas, proses produksi
(termasuk In Process Control / IPC), hingga diperoleh produk jadi yang siap
dipasarkan, termasuk didalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor. QA
Department juga melakukan pengujian post-market stability untuk memonitor secara
tidak langsung mutu obat yang telah beredar dipasaran. PT. Abbott Indonesia telah
memiliki manajemen mutu yang sangat baik sesuai dengan CPOB dengan adanya
Quality Department yang dipimpin oleh seorang Head of Quality dan membawahi
empat departemen, yaitu:
1. Quality System
Quality System bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan / change
control management terkait semua hal yang berkaitan dengan mutu produk,
menangani kasus penyimpangan / deviation, menangani corrective action and
preventive action (CAPA) bertujuan untuk meninjau kembali data dan
51

informasi sistem mutu yang digunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki


dan mencegah terjadinya ketidaksesuaian antara produk, bahan baku, bahan
kemas, prosedur atau proses yang tidak memenuhi spesifikasi atau standar.
Kegiatan yang dilakukan oleh bagian ini antara lain : audit eksternal, audit
internal penilaian terhadap pemasok, peninjauan ulang manajemen,
mengeluarkan kebijakan, peninjauan ulang catatan bets dan penarikan kembali.

2. Quality Control
Quality Control bertanggung jawab terhadap kualitas dari semua sampel Raw
Material, Packaging Material, In Process Material, Finished Good dan uji
stabilitas produk memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan oleh
Abbott Global baik untuk lokal maupun ekspor. QC bertugas dalam mengatur
aktivitas dan fungsi laboratorium antara lain :
a. Analisa rutin untuk bahan baku, produk antara, produk ruahan, dan produk
jadi termasuk investigassi hasil diluar spesifikasi.
b. Uji stablitas
c. Analisis metode transfer/verifikasi
d. Kalibrasi dan validassi instrument
e. Pengawasan kemungkinan terjadinya cross contamination dan prosedur
pembersihan
f. Pengujian mikrobiologi, bioburdens, viable counts
g. Microbiological monitoring area produksi
h. Sampling bahan baku
Laboratorium QC PT. Abbott Indonesia terbagi menjadi 8 ruangan
yaitu, laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, laboratorium instrument,
ruang timbang, washing room, ruang destruksi mikrobiologi, ruang ganti dan
office. Untuk analisis dilakukan proses sampling oleh personel QC tertentu
terhadap raw material dan packaging, Finished good serta sampling untuk uji
mikrobiologi. Jumlah sampel yang diambil untuk pengujian berdasarkan
kebutuhan analisis yang akan dilakukan. Pada pelaksanaan analisis setiap
52

personel memiliki tugas analisis yang spesifik didepartemen QC PT. Abbot


Indonesia . Tugas analisis tersebut terbagi manjadi :
1) Analisis terhadap Bahan baku (Raw Material)
Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak, yang
berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat
walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk
ruahan. Setiap bahan baku yang datang harus selalu disertai dengan
sertifikat analisisnya (Certificate of Analysis). Sertifikat analisis tersebut
penting karena dipakai sebagai acuan pada pemeriksaan bahan tersebut.
parameter pengujian bergantung terhadap jenis bahan yang akan diuji dan
sesuai dengan spesifikasi persyaratan. Hasil analisis yang telah memenuhi
spesifikasi untuk selanjutnya diberi label approved atau label rejected untuk
hasil analisis yang tidak memenuhi spesifikasi.
2) Analisis Terhadap Bahan Kemas ( Packaging Material )
Bahan pengemas adalah bahan yang digunakan untuk mengemas produk
ruahan. Bahan pengemas digolongkan dalam 2 jenis, yaitu :
a. Bahan pengemas primer, yaitu bahan pengemas yang kontak langsung
dengan produk
b. Bahan pengemas sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak kontak
langsung dengan produknya.
3) Analisis terhadap Finished good
Parameter pengujian bergantung terrhadap jenis bahan yang akan diuji dan
sesuai dengan spesifikasi persyaratan.

4) Uji stabilitas
Pengujian stabilitas dilakukan dengan tujuan memonitor mutu obat bahwa
selam masa edar (Shelf life) dipasaran, produk tersebut memenuhi
spesifikasi atau diperkirakan akan tetap memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan selama dijaga dalam kondisi penyimpanan yang sesuai pada
label. Selain itu, uji stabilitas dilakukan pada sample yang sedang divalidasi
dan sampel trial berupa perubahan zat aktif ataupun kemasan, sampel
53

validasi berupa perubahan ukuran produksi dan perubahan mesin produksi,


serta sampel rutin yang merupakan produk setiap 1 lot, 1 kemasan. Uji
stabilitas dilakukan hingga masa kadaluarsa. Pengujian dilakukan pada 3
kondisi yaitu, 400C ± 75% (Accelerated Condition), 300C ± 75%
(Longterm Condition).
5) Analisis Mikrobiologi
Analisis mikrobiologi dilakukan untuk uji sterilitas, Aerobic Microbial
Count (AMC), Yeast and Mold Test (YMT), uji identifikasi bakteri sesuai
spesifikasi persyaratan produk, dan uji Vitamin B12. Selain uji terhadap
produk, uji mikrobiologi juga dilakukan terhadap peralatan dan ruangan di
fasilitas produksi, Purified Water dan Tap Water. Apabila terjadi Out Of
Specification (OOS) selama proses analisis, maka akan dicatat dan dibuat
formulir berupa:
a. Laboratorium Event Report, yaitu formulir yang digunakan jika saat
analisis ditemukan ketidaksesuaian namun belum didapatkan hasil akhir
analisis.
b. Labarotarium Investigation Report (LIR), yaitu formulir yang digunakan
jika hasil analisis tidak sesuai spesifikasi (OOS).
Selain kegiatan analisis rutin, departemen QC juga melakukan validasi
metode analisis yang berasal dari Abbott Laboratories untuk diadaptasi di
PT. Abbott Indonesia.

3. Quality Assurance Operation


Quality Operation departemen yang bertugas menjamin mutu produk yang
dihasilkan dengan memperhatikan seluruh aspek yang berpengaruh pada
kualitas produk. Departemen QO dipimpin oleh QO manajer yang bertanggung
jawab kepada Head of Quality. Departemen QO memiliki tanggung jawab
untuk melakukan audit internal ke area lain seperti produksi, warehouse dan
engineering secara periodik dan secara mendadak yang bertujuan untuk
memastikan kesesuain dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),
54

dokumentasi dan penataan area kerja (good house keeping). Tugas dan
tanggung jawab bagian quality operation antara lain:
a. Proses pelulusan material (bahan baku/bahan kemas) dan produk jadi.
b. Inspeksi terhadap aktivitas produksi
c. Inspeksi terhadap produk jadi
d. Inspeksi terhadap pembuatan laporan bets (Manufacturing Order/Finishing
Order).
e. Pemeliharaan sampel pertinggal (Retained sample)
f. Pelulusan produk jadi
g. Pemeriksaan dokumen produk setengah jadi dan produk jadi.
h. Pengawasan mutu selama proses pembuatan dan pengemasan.

4. Document Control and Regulatory Filling Compliance


Departemen Document Control and Regulatory Filling Compliance
bertanggung jawab mengelola seluruh dokumen-dokumen dari Abbott Global
dan site manufacturing Abbott di Indonesia, berinteraksi dengan semua
departemen untuk menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk produksi obat,
menjamin perusahaan menaati semua regulasi dan hukum yang berlaku di
negara tersebut, bekerjasama dengan regulator setempat. Uraian pekerjaan dari
Document and Regulatory Filling Compliance antara lain :
a. Menangani dokumentasi terkait BOP (Basic Operation Procedure)
b. Menangani dokumentasi terkait logbook
c. Menangani dokumentasi terkait Quality Assurance
d. Menangani dokumentasi terkait Manufacturing Order dan Finishing Order,
Form, WorkSheet, Inspection Report, Assay Report, Shop Order, Cleaning Record
e. Menangani dokumentasi terkait Review Document EQD dan Policy dari
QDMS (Quality Data Management System)
f. Koordinasi program stability
g. Menangani dokumentasi terkait perubahan dokumen (Change Request).
BAB IV
PEMBAHASAN

PT. Abbott Indonesia sebagai salah satu Perusahaan Modal Asing (PMA) yang ada di
Indonesia dalam menjalankan proses produksinya telah menerapkan CPOB. Penerapan
CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin
mutu obat jadi sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaanya. Selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), peserta melakukan
pengamatan terhadap proses pembentukan mutu yang ada di PT. Abbott Indonesia dengan
aspek-aspek yang tertuang dalam CPOB. Selama PKPA di PT. Abbott Indonesia
berlangsung peserta diberikan tugas khusus untuk diselesaikan.

A. PENERAPAN ASPEK-ASPEK CPOB DI PT. ABBOTT INDONESIA


1. Manajemen Mutu

Manajemen mutu bertujuan untuk menetapkan persyaratan dasar untuk


memastikan bahwa sistem mutu diterapkan dengan tepat dan efektif, untuk
meyakinkan bahwa produk yang dihasilkan aman, sesuai dengan regulasi dan
tidak membahayakan (beresiko) terhadap pelanggan. PT. Abbott Indonesia dalam
proses produksi dan pengendalian mutu menerapkan CPOB dengan menggunakan
Basic Operating Procedure (BOP) sebagai pedoman yang telah disesuaikan
dengan CPOB. Mutu dari produk-produk yang dihasilkan oleh PT. Abbott
Indonesia ditentukan dari bahan awal dengan penetapan spesifikasinya, proses
produksi obat jadi dengan pedoman CPOB serta pengawasan mutu terhadap
bangunan, peralatan dan semua personil yang terkait.
PT. Abbott Indonesia telah memiliki manajemen mutu yang baik sesuai
dengan CPOB dengan adanya Quality Departemen yang dipimpin oleh Head of
Quality dan membawahi empat departemen, yaitu Document and Regulatory
Compliance, Quality Operation, Quality System dan Quality Control.
Departemen yang bertanggung jawab mengontrol pelaksanaan sistem mutu
dan memastikan sistem mutu sudah dijalankan dengan baik di PT. Abbott

55
56

Indonesia adalah Quality System. Departemen yang bertanggung jawab dalam


mengelola dokumen-dokumen dari Abbott Global, mengelola keluhan-keluhan
yang berkaitan dengan mutu, melakukan revisi BOP (Basic Operating Procedure)
setiap 3 tahun sekali sesuai dengan standar PT Abbott Indonesia, dan
mempersiapkan spesifikasi yang harus dipenuhi berkaitan dengan regulasi ekspor
suatu produk adalah Document and Regulatory Compilance.
Quality Assurance Operation (QO) bertugas untuk melakukan inspeksi ke
area produksi dan warehouse. Inspeksi yang dilakukan yaitu inspeksi batch
record, menyimpan retained sampel, dan menyimpan dokumentasi QA yang
berhubungan dengan batch record suatu produk dapat dipasarkan atau tidak
berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh QC.
Sedangkan bagian pengawasan mutu di PT Abbott Indonesia dipegang oleh
Quality Control (QC), yaitu melakukan pengawasan mutu dari semua sampel Raw
Material, Packaging Material, In Process Material, Finished Good melalui
pengujian baik secara kimia maupun mikrobiologi, selain itu juga bertugas
melakukan pengujian stabilitas pada sampel pertinggal suatu produk.
Dengan adanya empat departemen tersebut, manajemen mutu di PT. Abbott
Indonesia dapat dipastikan terorganisasi dengan baik, konsisten dan dapat
diandalkan. PT. Abbott Indonesia juga sudah memiliki sistem untuk menilai
Pabrik Besar Farmasi (PBF) yang menyediakan bahan baku dan bahan kemas
untuk proses produksi (List Approved Vendor) sehingga kualitas produk yang
dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan

2. Personalia
Sumber daya manusia penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
insudtri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
tekualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan
57

awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenai hiegene yang berkaitan


dengan pekerjaannya.
Struktur organisasi yang diterapkan di PT. Abbott Indonesia telah sesuai
dengan CPOB yang mensyaratkan bahwa bagian produksi harus terpisah dengan
bagian pemastian mutu, dan keduanya tidak saling bertanggung jawab, namun
memiliki tanggung jawab nersama terhadap aspek yang berkaitan dengan mutu.
PT. Abbott Indonesia memilki dua departemen yaitu departemen Manufaktur
yang dipimpin oleh direktur dan departemen mutu yang dipimpin oleh Head of
Quality. Departemen manufaktur dan mutu dipimpin oleh seorang Apoteker yang
terdaftar dan terkualifikasi, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan
keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya
secara professional.
PT. Abbott Indonesia menyediakan personel yang terkualifikasi dan
berpengalaman untuk melaksanakan tugas sesuai bidangnya masing-masing.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat diutamakan melalui program-
program pelatihan yang berkesinambungan dan efektifitas penerapan dinilainya
secara berkala. Personil yang ada di PT. Abbott Indonesia diberikan pelatihan
awal dan berkesinambungan mengenai CPOB sehingga setiap personil memiliki
pengetahuan dan keterampilan tentang CPOB, memahami prinsip CPOB, dan
memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaanya masing-masing. Untuk
meningkatkan efektifitas kerja, setiap personil tidak diberikan pekerjaan yang
berlebihan untuk menghindari timbulnya resiko terhadap mutu obat dan
menghasilkan personil yang berkualitas.

3. Bangunan Dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat memiliki desain, konstruksi, dan
letak yang memadai serta disesuaikan kondisinya, selain itu harus dirawat dengan
baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar.Tata letak rancangan
dan fasilitas PT. Abbott Indonesia secara umum telah menerapkan sistem CPOB.
58

Seluruh bangunan dilengkapi dengan peralatan dan utilitas untuk menunjang


pelaksanaan kegiatan dengan memprioritaskan pada terciptanya sanitasi, hygiene,
keamanan dan keselamatan kerja, seperti disetiap ruangan terdapat animal
handling dan fly catcher yang bertujuan untuk menangkap hewan pengerat dan
serangga sehingga mencegah hewan-hewan tersebut memasuki bangunan.

Lokasi bangunan dari PT Abbott Indonesia dirancang dan diupayakan untuk


mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti
pencemaran udara, tanah, air maupun pencemaran yang berasal dari kegiatan yang
dilakukan di sekitar lokasi tersebut. Bangunan, sarana, dan fasilitas yang dimiliki
PT Abbott Indonesia adalah:
1. Gudang (Warehouse)
Sistem pengeluaran barang di gudang PT Abbott Indonesia mengikuti sistem
FEFO (First Expired First Out). PT Abbott Indonesia memiliki gudang dengan
kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai
macam bahan dan produk seperti bahan baku, bahan kemas dan produk secara
rapi dan teratur. Selain itu juga terdapat alat pengatur suhu dan kelembaban
yang berfungsi untuk memantau keadaan suhu dan kelembaban di dalam
gudang, sehingga keadaan bahan dan produk tetap terkendali.
Area ini dirancang dan disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan
yang baik dengan pengaturan suhu gudang bahan baku terdiri dari suhu 20-
30°C, dan suhu 20-25°C, untuk bahan yang membutuhkan tempat
penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah disimpan dalam refrigerator
khusus/showcase dengan suhu 2-8°C, suhu gudang bahan pengemas terdiri
dari suhu ambient dan suhu 15-25°C, suhu gudang produk farmasi 15-25°C,
suhu ambient untuk gudang nutrisi dan suhu yang lebih rendah disimpan
dalam suhu 2-8°C.
2. Area Produksi
Area produksi terdiri dari produksi solid dan liquid yang letaknya terpisah.
Dengan menggunakan sistem pengendali udara, suhu, maupun pengendalian
59

terhadap kebersihan ruangan untuk mencegah kontaminasi silang selama


proses pembuatan.
Cara keluar masuk karyawan diatur untuk menjamin bahwa kondisi
ruangan tetap memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, yaitu dengan
sistem airlock untuk meminimalkan terjadinya pengotoran oleh partikel debu
yang terbawa oleh pakaian karyawan. Tekanan udara dalam ruang produksi
solid lebih kecil dari ruang koridor untuk mencegah serbuk-serbuk dari ruang
proses produksi solid tidak keluar ke koridor saat pintu ruang tersebut dibuka,
sehingga dapat mencegah kontaminasi silang. Sedangkan tekanan udara dalam
ruang produksi liquid lebih besar dari ruang koridor untuk mencegah partikel-
partikel dari koridor masuk ke dalam ruang proses produksi liquid saat pintu
ruang tersebut dibuka. Tekanan udara di ruang pengemasan primer lebih besar
dari ruang pengemasan sekunder sehingga udara tak terkendali dari ruang
pengemasan sekunder tidak masuk ke ruang proses. Semua perbedaan tekanan
udara dalam ruangan-ruangan tersebut adalah 5 Pascal.

Bentuk-bentuk sudut pada dinding maupun lantai dihindari dan


menggantinya menjadi bentuk lengkungan untuk mencegah akumulasi debu
dan kotoran serta memudahkan pembersihan. Permukaan lantai, dinding,
langit-langit dan pintu dibuat kedap air sehingga mencegah pertumbuhan
mikroba sebagai pencegah dari rembesan air tanah. Pembagian area/kelas
kebersihan ruang produksi di PT. Abbott Indonesia terdiri atas black area dan
grey area, dimana terdapat pengaturan perbedaan tekanan antar area untuk
menghindari terjadinya kontaminasi dari area yang lebih kotor ke area yang
lebih bersih. Perbedaan tekanan, suhu, dan kelembaban/RH ruangan diatur
oleh fasilitas Air Handling Unit (AHU). Pengaturan udara ini penting untuk
mencegah terjadinya kontaminasi dengan menjaga tingkat kebersihan area
pembuatan produk, serta unutk menjamin hasil produksi yang bermutu.
60

3. Laboratorium
Laboratorium yang terdapat di PT. Abbott Indonesia didesain sedemikian rupa
agar memudahkan bagian pengawasan mutu (QC) melakukan pengujian
terhadap sampel baik secara kimia atau mikrobiologi. Ruangan instrumen
terpisah dari ruangan lain untuk memberikan perlindungan terhadap instrumen
dari gangguan listrik, getaran, kelembaban yang berlebihan dan gangguan lain.
Sarana penunjang seperti tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembapan
dan ventilasi diatur secara tepat untuk menghindari timbulnya dampak yang
merugikan terhadap produk selama proses pembuatan, penyimpanan atau
terhadap ketepatan dan ketelitian fungsi dari peralatan.

4. Penyimpanan Dokumen
Penyimpanan dokumen di PT.Abbott Indonesia diletakkan pada ruangan
terpisah , yaitu ruang QA file. Terdapat dokumen-dokumen penting yang
terkait dengan proses pemastian mutu seperti Batch Record.
5. Sarana lainnya
Sarana lainnya di PT. Abbott Indonesia seperti kantin, toilet, mushola, klinik
dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) tersedia dalam jumlah yang cukup
dan mudah diakses.

4. Peralatan
Menurut CPOB, rancangan dan konstruksi peralatan harus ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat dan ukuran memadai. Sebelum digunakan harus
dikualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja. Alat harus mudah dibersihkan,
dikalibrasi, dan diberikan penandaan. Bagian peralatan yang bersentuhan dengan
bahan awal, produk antara, dan produk jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau
mengabsorbsi. Setiap peralatan yang digunakan selalu dibersihkan setiap selesai
digunakan dan sebelum digunakan, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
pencemaran silang, tercampurnya bahan satu dengan bahan lain, dan tidak
61

menganggu kinerja alat. Prosedur perawatan harus tervalidasi dan catatan


pemeliharaan harus didokumentasikan.
Peralatan yang digunakan dalam produksi obat di PT. Abbott Indonesia
telah memenuhi ketentuan CPOB, yaitu memiliki rancangan, konstruksi serta
ukuran yang memadai, terbuat dari bahan stainless steel yang merupakan bahan
tahan karat dan tidak menimbulkan kontaminasi , sehingga tidak akan
mempengaruhi mutu atau kemurnian obat yang diproduksi. Peralatan yang
digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat , harus
diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang
ditetapkan secara berkala.
Pemeriksaan terhadap peralatan dilakukan setiap hari sehingga dapat
dipastikan bahwa perlatan dalam keadaan baik. Peralatan disimpan dalam keadaan
bersih dan kering serta diberi nomor identitas yang jelas. Peralatan yang telah
diberi label “Bersih” disertai dengan tanggal saat dibersihkan.

5. Sanitasi Dan Higiene

PT. Abbott Indonesia telah menerapkan sanitasi dan higiene pada setiap aspek
pembuatan obat Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih,
dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran. Program higiene
dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan.
Program tersebut mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik
higiene, dan pakaian pelindung personil. Tersedianya sejumlah tempat sampah
dan tempat untuk membersihkan tangan di setiap lokasi yang strategis merupakan
salah satu bentuk perwujudan sanitasi yang baik.
1. Higiene Perorangan
Dalam menjalankan program Higiene, seluruh personel PT. Abbott dilakukan
pemeriksaan secara berkala, untuk menjamin mutu produk, pemeriksaan
dilakukan setiap setahun sekali. Setiap personel yang masuk ke area
62

produksi baik solid maupun liquid harus melalui beberapa tahap, yaitu
mengenakan pakaian khusus yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan,
menggunakan alat pelindung diri yang telah disediakan seperti masker, sarung
tangan, penutup kepala, penutup telinga (pada daerah tertentu yang memiliki
kebisingan lebih dari 8 desibel), tidak mengenakan perhiasan dan komestik
secara berlebihan untuk mencegah pencemaran terhadap produk serta mencuci
tangan sesuai dengan prosedur pencucian dan mengeringkannya. Setiap
personel yang masuk ke area produksi, gudang dan laboratorium tidak boleh
merokok, makan dan minum.
2. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas
Program sanitasi ruangan di PT.Abbott Indonesia, terutama bagian produksi,
disanitasi dengan larutan antibakteri yang digunakan berselang-seling untuk
mencegah resistensi. Sanitasi ruangan dilakukan pada lantai, dinding dan
langit- langit. Bangunan memiliki toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat
cuci tangan, locker, ruang makan yang memadai, kantong sampah yang
tersedia dan dapat diganti setiap hari. Jadwal, metode, peralatan dan bahan
pembersih yang digunakan untuk pembersihan bangunan dan fasilitas terdapat
dalam BOP (Basic Operating Procedure). Prosedur tertulis tersebut harus
dilaksanakan dengan baik sehingga sanitasi bangunan dan fasilitas memenuhi
standar yang ditetapkan.
3. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
Sanitasi peralatan dibedakan menjadi dua yaitu pemersihan mayor dan
pembersihan minor. Pembersihan mayor dilakukan apabila peralatan produksi
sudah digunakan untuk proses produksi 3 batch berturut-turut untuk produk
yang sama atau untuk penggunaan proses produksi produk yang berbeda.
Sedangkan pembersihan minor dilakukan setiap kegiatan produksi satu batch
obat selesai, agar dapat digunakan kembali untuk proses produksi batch
selanjutnya. Masa kadaluarsa pembersihan peralatan adalah 14 hari. Peralatan
disanitasi dengan larutan antibakteri. Setiap
63

mesinmesin yang sudah dibersihkan diberi label “Bersih” dan jika mesin-mesin
tersebut masih kotor maka diberi label “Kotor”.

6. Produksi
PT. Abbott Indonesia memproduksi sediaan solid dan liquid dengan proses
produksi mengikuti prosedure yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan
CPOB sehingga dapat menjamin hasil produk yang memenuhi persyaratan mutu.
Tidak hanya mrngacu terhadap CPOB, proses produksi di PT. Abbott Indonesia
juga berpedoman pada prosedur yang telah ditetapkan oleh Abott Laboratories
dan dilakukan pengawasan serta pemeriksaan secara berkala. Untuk menjamin
kualitas produk yang dihasilkan, dilakukan pengawasan terhadap bahan awal,
bahan pengemas, produk ruahan, hingga produk jadi.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan
penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja dilakukan secara
tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi serta dokumentasi
setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang
melaksanakan tugas, hal ini dilakukan agar dapat ditelusuri dan dipelajari jika
ternyata terdapat permasalahan atau kekeliruan pada saat proses produksi.
Kegiatan produksi dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten yaitu
Apoteker.
Selama proses produksi maupun pengemasan, selalu dilakukan In Process
Control (IPC) yang dilaksanakan oleh departemen QA dan QC. Sebagai bagian
pemastian mutu inspektor QA juga melakukan sampling produk dari tiap tahap
produksi sebanyak 3 kali (awal, tengah dan akhir) proses. Sampling ini dilakukan
untuk memastikan bahwa proses tersebut dapat dipercaya dan menghasilkan
produk sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dan memenuhi persyaratan
CPOB. Produk yang telah disampling kemudian dibawa ke laboratorium QC dan
dianalisa oleh analis QC. Persyaratan tidak
64

hanya berlaku terhadap bahan dan produk obat tetapi juga terdapat persyaratan
bagi personel, bangunan dan fasilitas terkait proses produksi.
Semua peralatan dan bahan yang digunakan untuk proses produksi telah
disesuaikan dengan prosedur yang tertulis (MO/FO) sehingga kemungkinan
terjadinya kekeliriuan dapat dihindari. Hal ini dilakukan sebelum proses
pengolahan dimulai. Dilakukannya pemeriksaan line clearance sebelum proses
pengemasan, untuk memastikan bahwa tidak terdapat material dari bets
sebelumnya, memeriksa kesesuaian line terhadap nama produk, berat dan nomor
bets. Dilakukan pengawasan secara ketat pada setiap tahap pengemasan, meliputi
penandaan pada label, dus ataupun komponen lain dengan nomor batch, tanggal
kadaluarsa dan informasi Sisa produk atau produk yang rusak selama pengemasan
dihitung , dicatat lalu dihancurkan. Selanjutnya, produk jadi dikirim ke gudang
obat jadi untuk dikarantina. Keputusan apakah produk bersangkutan dapat release
atau tidak tergantung dari hasil pemeriksaan produk jadi dari QC dan kelengkapan
batch record.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan
tujuan pemakaiannya. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan
laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan
mutu produk. Bagian ini dipimpin oleh seorang Apoteker yang memiliki
kualifikasi dan pengalaman yang sesuai dan harus independen dari bagian lain.
Pengawasan mutu di PT. Abbott Indonesia dilakukan oleh bagian Quality Control
(QC) yang dipimpin oleh seorang Apoteker yang terkualifikasi dan telah
memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis, dan kemampuan
manajerial sebagai kepala bagian (manager) Pengawasan Mutu.
Bagian QC bertanggung jawab untuk mengontrol kualitas dari bahan awal
hingga menjadi produk jadi dengan melakukan analisis fisika, kimia, serta
mikrobiologi dari bahan baku, bahan kemas, produk antara, produk jadi, serta
65

stabilitas dengan metode analisis yang telah tervalidasi. Hasil analisis seluruhnya
terdokumentasi dalam sebuah laporan analisis/inspeksi disertai raw data (print out
instrument dan penimbangan) yang ditandatangani oleh personil yang melakukan
analisis. Selain melakukan pengawasan terhadap mutu bahan baku, bahan kemas,
produk antara, produk jadi, dan stabilitas, bagian ini juga bertanggung jawab
untuk memastikan metode yang digunakan sudah valid dengan melakukan
validasi/verifikasi metode pengujian, melakukan validasi proses, validasi
pembersihan, penanganan sampel pertinggal, serta pemantauan lingkungan
(pengujian air dan pengujian udara).
Area laboratorium pengujian di PT. Abbott Indonesia dengan area produksi
berada dalam satu gedung yang sama namun dipisahkan dengan ruang ganti dan
koridor dengan sistem tata udara yang terpisah dan telah sesuai dengan prinsip
CPOB. Ruang laboratorium terdiri dari Laboratorium Kimia, Laboratorium
Instrument, dan Laboratorium Mikrobiologi. Pembatasan akses untuk memasuki
laboratorium untuk personel yang berkepentingan saja dengan menggunakan
kartu akses juga dilakukan untuk menjaga keamanan dan keselamatan kerja di
area laboratorium.
Setiap personil di laboratorium memiliki uraian tugas (job description) dan
telah mendapatkan pelatihan mengenai uraian tugasnya serta telah terkualifikasi
sesuai dengan yang tercantum di dalam prosedur tetap (BOP) untuk melakukan
analisis dan di dokumentasikan dengan baik oleh bagian pemastian mutu.
Pengujian di laboratorium dilakukan dengan menggunakan peralatan yang telah
terkalibrasi dan diberi label yang menandakan kondisi alat serta secara periodik
dilakukan untuk menjaga validitas hasil pengujian. Label kalibrasi setiap alat
berisi tanggal kalibrasi terakhir dan tanggal kalibrasi selanjutnya, Penggunaan
peralatan selalu dicatat pada logbook yang telah disediakan oleh bagian Document
Control.
Identitas pereaksi dan baku pembanding untuk pengujian di catat dalam
lembar kerja (Worksheet) untuk memastikan pereaksi dan baku pembanding yang
digunakan untuk analisis tidak kadaluarsa. Pereaksi yang telah dibuat diberi label
66

yang sesuai, seperti nama pereaksi, konsentrasi, jenis pelarut, waktu pembuatan,
batas waktu penggunaan dan tanda tangan analis yang membuat pereaksi yang
bersangkutan. Baku pembanding disimpan dengan kondisi yang sesuai dengan
karakteristik bahannya. Pada wadah, terdapat label informasi mengenai nama zat,
tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan tanggal pertama kali tutup wadahnya
dibuka untuk mencegah penggunaan bahan yang kadaluarsa dan kesalahan
pengambilan bahan. Dengan demikian identitas seluruh pereaksi dan baku
pembanding yang digunakan dapat diketahui dengan jelas guna menjamin
kebenaran hasil pengujian.
Penanganan limbah hasil analisis dan limbah laboratorium lainnya telah
diatur di dalam prosedur tetap di PT. Abbott Indonesia dan dipisahkan
berdasarkan jenisnya. Seluruh kegiatan dan pengujian yang dilakukan di
laboratorium harus langsung di catat di dalam logbook dan worksheet dengan
tanggal yang aktual dan seluruh dokumennya disiapkan dan dikendalikan oleh
bagian QA-Document Control. Jika terdapat penyimpangan maka hal tersebut
perlu di dokumentasikan dan di jelaskan dalam sebuah dokumen investigasi yang
dilakukan oleh kepala bagian pengawasan mutu. Dengan demikian, PT. Abbott
Indonesia dapat dikatakan sudah mengimplementasikan pedoman CPOB dengan
baik terutama dalam hal pengawasan mutu produk yang dimulai sejak awal hingga
produk tersebut dipasarkan.

8. Inspeksi Diri Dan Audit Mutu


Menurut CPOB tahun 2012, tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi
apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi
ketentuan CPOB. Inspeksi diri yang dilakukan PT. Abbott Indonesia ditujukan
untuk memberikan suatu masukkan kepada manajemen Abbott mengenai suatu
kepastian bahwa sistem mutu berjalan dengan efektif dan selalu menjaga kualitas
produk serta menjaga kepatuhan terhadap regulasi. PT. Abbott Indonesia telah
membuat kebijakan serta ketentuan mengenai inspeksi diri ke dalam prosedur
tetap (BOP). Terdapat enam sistem yang ditetapkan untuk dilakukan inspeksi diri
67

yaitu Facilities and Equipment (Departemen Engineering), Materials System


(Departemen Material Management), Production System dan Packaging and
Labeling System (Departemen Produksi), serta Quality System dan Laboratory
Control System (Departemen Quality Assurance). Inspeksi diri dikoordinir oleh
bagian QA Operation, namun pelaksananya akan dibuat sebuah team dari
berbagai bagian/departemen yang terkualifikasi untuk melakukan audit dan akan
dipimpin oleh seorang pemimpin ( Lead Auditor ).
Di PT. Abbott, program inspeksi diri ini telah dilakukan secara rutin sekali
dalam setahun. Bagian QA akan mengkoordinir kegiatan inspeksi diri sedangkan
pelaksananya adalah team yang terdiri dari berbagai bagian/departemen. Setiap
kekurangan yang ditemukan diidentifikasi (kekurangan bersifat critical,
berdampak besar atau kecil), dicatat dan dilaporkan untuk mendapat tindakan
korektif dan pencegahan.
Bagian Quality System membuat list seluruh tahapan pembuatan obat dan
elemen penting yang akan di inspeksi, sehingga daftar periksa dibuat terlebih
dahulu sebelum dilaksanakannya Inspeksi diri oleh team audit yang dapat
membantu pelaksanaan audit. Hasil inspeksi diri yang telah dilakukan di
dokumentasikan dengan membuat Laporan audit yang berisi mengenai temuan
hasil inspeksi. Setiap kekurangan yang ditemukan diidentifikasi (temuan bersifat
critical, mayor atau minor), dicatat dan dilaporkan yang selanjutnya
dikomunikasikan dan ditinjau oleh manajemen untuk mendapat tindakan korektif
dan pencegahan yang diperlukan agar penyimpangan tidak terulang kembali di
masa mendatang. Laporan disimpan sebagai bukti tertulis pelaksanaan inspeksi
diri oleh QA Operation.
Selain inspeksi diri, juga terdapat audit mutu, penyelenggaraan audit mutu
berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan
penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan
spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh
spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini
oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok
68

dan penerima kontrak yang dilakukan berdasarkan dari hasil keputusan


(Assessment) dari Quality System. Hal ini dilakukan untuk memastikan dan
meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa PT. Abbott Indonesia telah memenuhi ketentuan CPOB dalam
melakukan inspeksi diri dan audit mutu.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk Dan


Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi
kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Penanganan keluhan terhadap produk bertujuan untuk pengambilan tindakan yang
cepat dan tepat demi perbaikan serta mencegah terulangnya keluhan. Hal tersebut
menjadi perhatian khusus karena setiap keluhan konsumen yang ditanggapi
dengan baik oleh perusahaan dapat mempertahankan kepercayaan konsumen pada
perusahaan. Setiap laporan keluhan yang masuk harus ditindaklanjuti dengan
seksama, dimana tersedia suatu formulir khusus untuk penangan keluhan. Keluhan
atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dapat dari bagian
produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian pemasaran,
sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter,
paramedis, klinik, rumah sakit, apotek, distributor dan Badan POM.
Di PT. Abbott Indonesia keluhan dijadikan beberapa kategori yaitu
NonMedical Complaint (keluhan yang berkaitan dengan kualitas produk) dan
Medical Complaint (keluhan yang berkaitan dengan reaksi produk yang
merugikan). Untuk Non-Medical Complaint diterima oleh Head of Quality dan
manajer Quality System yang bertindak sebagai Complaint Coordinator.
Selanjutnya Complaint Coordinator akan meneruskan keluhan produk kepada
departemen terkait atau pabrik pembuat (jika produk merupakan produk impor)
yang bertanggung jawab untuk menentukan akar permasalahan dari keluhan
produk hingga selesai dan dapat memberikan jawaban atas keluhan kepada pihak
pelapor. Untuk Medical Complaint akan diteruskan kepada Departemen Medical
69

and Regulatory dalam waktu tidak lebih dari 24 jam yang selanjutnya akan
ditangani sesuai prosedur yang berlaku pada bagian tersebut. Sebagai tindak
lanjut, laporan keluhan mengenai produk yang diterima di dokumentasikan,
diinvestigasi, dan dievaluasi terlebih dahulu secara mendalam kebenarannya
sebelum dilakukan tindakan terhadap keluhan. Setelah didapatkan hasil
investigasi, jika keluhan terbukti benar, langkah selanjutnya yang dilakukan
adalah melakukan analisa atau investigassi terhadap produk yang dikeluhkan,
kemudian melakukan evaluasi terhadap batch record sesuai dengan bets yang
diperlukan, dan melakukan evaluasi terhadap sampel pertinggal dari bets yang
sama. Sampel pertinggal merupakan sampel dari bets yang sama yang sengaja
disimpan apabila terdapat kemungkinan masalah yang terjadi dikemudian harinya
saat produk sudah berada dipasaran. Setelah produk di evaluasi, Complaint
Coordinator akan memberikan jawaban atas keluhan-keluhan yang masuk kepada
pihak pelapor. Hasil investigasi didokumentasikan dan diverifikasi kemudian
dibuat laporan lengkapnya (Complaint Report) serta disimpan dalam jangka waktu
yang telah ditetapkan di dalam BOP.
Selain memberikan jawaban terhadap keluhan, diperlukan juga penentuan
keputusan untuk suatu tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action and
Preventive Action) keberulangan keluhan produk tersebut atau jika diperlukan
dilakukan penarikan kembali atau pelaporan kepada Badan Regulatory terkait.
Seluruh hasil penyelidikan dan tindakan yang diambil didokumentasikan dan
disimpan sebagai bukti penanganan terhadap keluhan. Suatu keluhan terhadap
produk dapat ditutup jika berkas – berkas mengenai keluhan hingga memberikan
respon kepada pelanggan mengenai keluhan telah lengkap.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan dari satu atau
beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena
keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Keputusan ini dapat
bersumber dari Badan POM atau dari industri. Pada PT. Abbott Indonesia,
Penarikan obat dilakukan jika pemakaian obat tersebut secara terus menerus akan
berakibat buruk bagi kesehatan manusia atau melanggar peraturan atau hukum
70

yang berlaku (misalnya peraturan dari Badan POM). Hal tersebut akan
ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang ditetapkan yang seluruh tahapan
prosesnya dijelaskan secara rinci di dalam prosedur tetap (BOP) yang terdapat di
PT. Abbott Indonesia. Selian itu abbott juga mengklasifikasikan penarikan
kembali obat kedalam tiga kelas, yaitu :
1. Recall, Classs I
Penarikan Kelas I adalah penarikan terhadap obat yang apabila digunakan
dapat menyebabkan efek serius terhadap kesehatan yang berpotensi
menyebabkan kematian.
2. Recall, Class II
Penarikan Kelas II adalah penarikan terhadap obat yang apabila digunakan
dapat menyebabkan penyakit atau pengobatan keliru yang efeknya bersifat
sementara terhadap kesehatan dan dapat pulih kembali.
3. Recall, Class III
Penarikan Kelas III adalah penarikan terhadap obat yang tidak menimbulkan
bahaya signifikan terhadap kesehatan tetapi karena alasan lain dan tidak
termasuk Dalam Penarikan Kelas I dan Kelas II.
Penarikan kembali produk bisa dilakukan sebagai tindak lanjut dari
evaluasi terhadap adanya keluhan. Penarikan berdasarkan evaluasi dilakukan bila
produk tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan efek
samping. Produk yang ditarik kemudian perlu dilakukan evaluasi terhadap contoh
pertinggal (retained sample) sesuai dengan nomor bets yang dimaksud.
Pemusnahan produk hasil penarikan dilaksanakan dengan memakai jasa pihak
ketiga yang sudah terstandarisasi. Produk kembalian (Return Goods) adalah
produk yang dikembalikan ke PT. Abbott Indonesia oleh pelanggan atau sumber
lain Adapun klasifikasi produk kembalian yang terdapat di dalam BOP PT. Abbott
Indonesia antara lain:
1. Quality lssue terkait Product complain atau recall
2. Kesalahan pengiriman dan pemesanan
3. Kerusakan pada kemasan primer /sekunder rusak
71

Produk mendekati waktu kadaluarsanya (3 bulan mendekati waktu


kadaluarsa). Proses penerimaan produk kembalian hingga proses akhir untuk
produk kembalian tersebut dan dokumen yang dibutuhkan telah diatur secara rinci
di dalam BOP. Klasifikasi produk kembalian akan menentukan tindakan yang
akan dilakukan terhadap produk tersebut. Untuk produk yang dikembalikan
dengan alasan produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi, telah
mendekati waktu kadaluarsanya, dan tidak dapat diproses ulang akan
dimusnahkan. Pemusnahan obat dapat dilakukan setelah menadapatkan
persetujuan dari Head of Quality, Plant Director, Finance Director dan General
Manager sesuai divisi EPO, EPD / ABBVIE / API. Setelah dilakukan proses
pemusnahan, kemudian akan dibuat Berita Acara Pemusnahan (BAP) yang
disaksikan oleh pihak kepoilisian dan harus ditandatangani oleh QA Operation
Manager. Berita acara pemusnahan dibuat setiap kali proses pemusnahan selesai.

10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi
yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi
yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima
uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko
terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan. Dokmentasi juga berfungsi untuk memudahkan
investigasi terhadap suatu produk bila terjadi penyimpangan atau keluhan yang
timbul setelah produk dipasarkan.
Sistem dokumentasi di PT. Abbot Indonesia telah dilaksanakan untuk
semua proses yang dilakukan. Pedoman untuk penanganan, perbaikan, perubahan,
pengesahan dan penyimpanan dokumen standar di pabrik PT. Abbott Indonesia
diatur dalam prosedur tetap (BOP) agar penanganan dan penyimpanannya dapat
dilakukan dengan seragam, teratur dan terkontrol. Document & Regulatory
Compliance Manager bertanggung jawab untuk mengontrol penyimpanan
dokumen. Document control bekerjasama dengan QA Operation bertanggung
72

jawab untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan mutu dan produksi
sesuai dengan lokasi penyimpanan yang telah ditentukan.
Jenis – jenis dokumen yang ada di PT. Abbott Indonesia tercantum dalam
BOP secara rinci setiap departemen dan telah memenuhi persyaratan dalam
Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari
kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Dokumen yang diperlukan yang disebutkan
dalam CPOB juga telah tersedia di PT. Abbott Indonesia. Setiap dokumen
prosedur tetap (BOP) di distribusikan pada seluruh departemen di PT. Abbott
Indonesia sesuai kebutuhannya dan distribusinya dikendalikan serta diperbaharui
secara berkala, untuk menjaga agar dokumen yang digunakan adalah dokumen
yang paling baru.
Proses penyimpanan serta pengaturan dokumen catatan mutu hingga
pemusnahannya juga diatur dalam prosedur tetap (BOP) secara rinci. Semua
dokumen yang digunakan dalam proses produksi seperti Spesifikasi, Dokumen
Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan
catatan asli yang akan beredar telah disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal
oleh personil yang berwenang. Kaji ulang dokumen tertentu juga telah diatur di
dalam prosedur tetap (BOP) untuk menjaga kemutakhiran dokumen.
Semua dokumen mempunyai sistem penomoran yang memudahkan
penelusuran apabila diperlukan, dan dijaga agar selalu aktual. Semua dokumen
secara jelas memiliki judul, tujuan dan isi, serta diberi Stamp sesuai dengan jenis
dokumen. Dokumen dapat dikategorikan sebagai dokumen yang tidak resmi
apabila tidak diberikan stamp oleh bagian QA Document Control. Setiap dokumen
yang memerlukan pencatatan harus dilakukan dengan aturan penulisan sebagai
berikut:
1. Pencatatan dengan pena tinta biru yang tidak mudah luntur, hal ini bertujuan
untuk membedakan dokumen yang asli dengan hasil salinan.
2. Legible (Tulisan harus dapat dibaca) dan mudah dimengerti.
3. Kata-kata tidak menimbulkan arti ganda
4. Tidak boleh ada huruf yang bertumpuk
73

5. Setiap bagian dokumen yang tidak memungkinkan untuk diisi ditulis N/A
6. Koreksi kesalahan pencatatan dilakukan dengan mencoret tulisan yang salah
dengan satu garis lurus, diberi paraf, inisial, diberi tanggal, keterangan/alasan, dan ditulis data
yang benar tepat dissamping data yang salah.
Dokumen pada PT. Abbott Indonesia juga dicatat dengan menggunakan
sistem pengolahan data elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat
diandalkan. Hanya personil yang diberi wewenang boleh mengentri atau
memodifikasi data dalam komputer dengan. Dokumen disimpan dalam jangka
waktu 6 tahun.

11. Pembuatan Dan Analisa Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui
dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalah pahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu). PT. Abbott Indonesia tidak melakukan pembuatan (toll
manufacturing) berdasarkan kontrak dengan perusahaan lain, namun melakukan
analisis berdasarkan kontrak di laboratorium pengujian lain.
Ketentuan mengenai analisis menggunakan laboratorium pengujian di luar
PT. Abbott Indonesia telah diatur di dalam BOP. Dalam melakukan kontrak
analisis diawali dengan pemilihan laboratorium penerima kontrak yang sesuai.
Pemilihan laboratorium dilakukan dengan memperhatikan banyak hal terutama
dalam hal kesesuaian laboratorium dengan Good Manufacturing Practices (GMP)
dan Good Laboratory practiies (GLP), persyaratan kompendia dan peraturan lain
yang berkaitan dengan kinerja laboratorium. Kemudian kinerja dari laboratorium
yang ditunjuk akan dievaluasi kemampuannya untuk memenuhi kesesuaian
dengan pengujian yang akan dilakukan, spesifikasi terkait, metode pengujian, dan
74

persyaratan regulatori. Evaluasi tersebut harus didokumentasikan. Setelah hasil


evaluasi didapatkan, maka akan dibuat kontrak diantara kedua belah pihak sesuai
dengan oersyaratan CPOB mengenai analisis berdasarkan kontrak. Kontrak yang
dibuat berisi mengenai kewajiban dan tanggungjawab masing-masing pihak dan
disetujui oleh kedua belah pihak agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

12. Kualifikasi Dan Validasi


Kualifikasi dan Validasi perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap
aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas,
peralatan dan proses yang mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Validasi dan Kualifikasi di PT. Abbott Indonesia dikoordinasikan oleh
Departemen Technical Services (TS) dan dilakukan analisis oleh Departemen
Quality Control (QC). Validasi yang dilakukan departemen TS meliputi validasi
proses, validasi pembersihan, Validasi Utility validasi metode analisis, dan
validasi ulang. Validasi tersebut dilakukan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses
yang dapat mempengaruhi mutu produk. Validasi proses dilakukan dengan
menelusuri alur suatu proses produksi dan memastikan tahap kritis proses
produksi dari awal penimbangan bahan baku sampai dengan pengemasan primer
dilakukan dengan benar. Validasi proses terkait dengan pengembangan produk
dan perubahan metode ataupun alat yang dinilai akan berpengaruh terhadap
produk. Secara umum validasi proses di PT. Abbott Indonesia sudah memenuhi
ketentuan CPOB, dengan melakukan validasi prospektif pada setiap produk baru
dan validasi konkuren apabila produk mengalami perubahan minor seperti
pergantian mesin atau pemindahan ruang produksi atau penggantian eksipien
dengan spesifikasi yang sama.
Validasi pembersihan merupakan suatu proses pembuktian bahwa metode
pembersihan fasilitas secara konsisten mengendalikan residu potensial dari produk
(meliputi intermediet dan cemaran), zat pembersih, dan bahan lain terhadap produk
selanjutnya. Dengan kata lain, validasi pembersihan mesin ini memiliki
75

tujuan agar sisa produk sebelumnya tidak mengkontaminasi produk selanjutnya


yang diproduksi. Validasi pembersihan meliputi kebersihan dan pemeliharaan
peralatan serta kebersihan ruangan. Kualifikasi dilakukan terhadap alat (alat baru
maupun rekualifikasi) maupun ruangan produksi yang terdiri dari kualifikasi
desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja.
Rekualifikasi dilakukan tergantung peralatan dan dilakukan secara periodik.
Penilaian dapat dilakukan dengan mengevaluasi dokumen kalibrasi alat
dan catatan pemeliharaan sehingga rekualifikasi bisa tidak dilakukan jika alat
masih memenuhi spesifikasi. Kualifikasi dilakukan hanya sekali saja kecuali jika
terjadi perpindahan yang mengakibatkan pemasangan ulang pada bagian mesin,
adanya penambahan utilitas terkait pemindahan mesin, dan mesin mengalami
kerusakan yang berhubungan dengan parameter kritis. Walaupun kualifikasi
hanya dilakukan sekali saja tetapi indikator-indikator yang berkaitan dengan
parameter kritis tetap dikalibrasi secara periodik.
Setelah dilakukan kualifikasi ketika pemasangan awal atasu setelah
dipindahkan, peralatan di PT. Abbott Indonesia akan dikalibrasi sebelum
digunakan untuk proses produksi. Tujuan dari kalibrasi ini adalah untuk
memastikan bahwa peralatan yang digunakan untuk pengukuran selalu memenuhi
persyaratan yang ditetapkan sehingga menjamin ketelitian pengukuran benda
dalam batas yang diizinkan. Proses kalibrasi biasanya dilakukan terhadap alat
ukur, dimana hasil pengukuran dari alat tersebut akan dibandingkan dengan nilai
dari acuan internasional. Kalibrasi dapat dilakukan sendiri maupun dengan
bantuan pihak ketiga.
76

B. TUGAS KHUSUS
1. Membuat Flow Chart Process Manufacturing Produk
Departemen produksi bertugas melakukan proses pembuatan obat agar senantiasa
dihasilkan produk-produk bermutu tinggi yang memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan oleh Abbott International dengan menerapkan prinsip-prinsip CPOB.
Departemen produksi melaksanakan kegiatan produksi dan pengemasan sesuai
surat perintah produksi (Manufacturing Order/MO dan Finishing order/FO).
Jadwal produksi mingguan disetujui dan dibuat oleh Manajer Produksi yang akan
dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun oleh Departemen PPIC
sesuai MPS (Master Production Schedule) selama 1 minggu ke depan. PT. Abbott
Indonesia memproduksi 2 macam bentuk sediaan yaitu sediaan padat dan cair
Produksi sediaan padat meliputi sediaan granul dan tablet. Tahapan proses
sediaan padat secara garis besar terdiri dari proses Dispensing material,
Compounding, Compressing, Coating, Stripping/Blistering atau filling bottle, dan
pengemasan. Sedangkan tahapan proses sediaan cair terdiri dari proses dispensing
material, Mixing, Filtering, dan Filling bottle. Proses produksi sediaan padat dan
cair dilakukan di ruang kelas E. Suhu ruangan dan tekanan udara yang masuk
keruang produksi selalu dipantau dan diatur oleh sarana penunjang seperti Unit
tata udara (Air Handling Unit/AHU). Suhu ruang produksi 20-27°C dan tekanan
udara dalam koridor lebih besar dari tekanan udara ruangan produksi, sedangkan
tekanan udara dalam ruang produksi lebih besar dari tekanan udara dalam ruang
pengemasan sekunder. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
kontaminasi antar produk yang terdapat pada masing-masing ruang produksi.
77

1) Flow chart process sediaan padat

Dispensing
Material

Blending

Wet Granulation

Milling

Drying

Sizing

Final
Slugging
Blending

Sizing

Lubrication

Compresing Coating Compresing

Packaging Packaging

Finished good
Finished good
Gambar IV.1 Flow chart process sediaan padat
78

2) Flow Chart Process sediaan cair

Dispensing
Material

Screen material

Mixing

Filtering

Filling
Bottle

Sterilisasi dengan
Autoclaf

Packaging
Packaging

Finished good
Finished good

Gambar IV.2 Flow chart process sediaan cair


79

2. Standard Defect Tablet


Tablet adalah bentuk sediaan yang paling umum digunakan dibandingkan sediaan
lain. PT. Abbott Indonesia didominasi oleh sediaan tablet diantaranya Iberet
Folic®, Surbex Zinc®, Depakote®, Brufen tablet®, Abbotic tablet®, cecon
plus®,dan sebagainya. Proses rutin dalam pembuatan tablet sering ditemukan
adanya permasalahan pada tablet. Tablet yang cacat dapat terjadi selama proses
pembuatan (compressing dan coating), proses penyimpanan dan proses distribusi
(5)
Tablet yang cacat pada produk dapat mengurangi penerimaan oleh pengguna
dan efektivitas dari produk, sehingga jika dihasilkan tablet yang cacat selama
proses produksi, hal yang dilakukan oleh operator mesin untuk menolak
(rejected). Dalam proses pencetakan tablet biasanya ada tiga tipe utama tablet
yang cacat yaitu Chipping, Capping dan Laminating. Selain pada proses
pencetakan (Compressing), tablet yang cacat sering ditemukan pada proses
penyalutan (Coating) seperti cracking, sticking dan picking, Orange peel effects,
filling, roughness, Erosion, dan sebagainya.(6)
a) Chipping
Cacat tablet dimana film menjadi terkelupas dan penyok biasanya terjadi pada
bagian tepi tablet. Penyebab terjadinya chipping adalah pergeseran berlebihan
selama proses pelapisan. Cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
meningkatkan kekerasan film tablet.
b) Capping
Bagian atas tablet terpisah dari bagian utama tablet secara horizontal baik
sebagian atau seluruhnya yang terpisah dari bagian utamanya. penyebab
terjadinya capping adalah adanya udara yang terperangkap dalam granul
sehingga tertekan dalam die selama pengempaan dan kemudian mengembang
pada saat gaya kempa dilepasakan (disebabkan jumlah fine dalam granul).
c) Lamination
Pemisahan tablet menjadi dua atau lebih, saat dikeluarkan dari die. penyebab
terjadinya capping adalah adanya udara yang terperangkap dalam granul
80

sehingga tertekan dalam die selama pengempaan dan kemudian mengembang


pada saat gaya kempa dilepasakan (disebabkan jumlah fine dalam granul),
kadar air granul yang terlalu tinggi, terlalu banyak atau terlalu sedikit lubrikan
dan zat pengikat yang kurang tepat.
d) Cracking
Retakan kecil dan halus yang diamati pada permukaan tablet bagian atas dan
bawah atau sangat jarang didinding samping tablet. Penyebab terjadinya
cracking adalah mesin atau pengaturan stasion tidak tepat dan masalahnya
mirip dengan capping atau lamination.
e) Sticking dan Picking
Lenget pada cetakan terjadi karena pengeringan atau lubrikan yang tidak
sesuai, mengakibatkan permukaan tablet melekat pada punch sehingga Nampak
goresan pada muka tablet.
f) Mottling
Disrtubusi warna yang tidak merata pada tablet dengan bintik-bintik terang
atau gelap yang menonjol pada permukaan yang seragam.
g) Dark Specs
Salah satu masalah yang sering terlihat di tablet adalah perubahan warna atau
bintik hitam. Bintik-bintik ini dapat terbentuk karena kontaminasi dalam bahan
mentah atau dari proses pembuatan tablet dan berbagai interaksi yang mungkin
terjadi selama penyimpanan.
h) Roughness
Permukaan film menjadi kasar dan non-glossy yang disebakan karena
penyebaran lapisan yang tidak merata.
Tujuan pembuatan standard defect adalah sebagai pedoman bagi personil
dalam menentukan tablet yang cacat. Sehingga ditemukan tablet yang cacat
personil dapat langsung menolak tablet tersebut.
81

3. Improvement Cleaning mayor


Perbaikan (improvement) adalah salah satu usaha yang perlu dilakukan oleh
perusahaan dalam mempertahankan ataupun meningkatkan kinerja sebuah
organisasi atau perusahaan secara berkesinambungan. Usaha-usaha tersebut
bertujuan menciptakan solusi terbaik dari masalah yang ada, yang hasilnya akan
terus bertahan dan berkembang lebih baik lagi. Istilah perbaikan (Improvement)
mungkin bukan hal baru bagi beberapa perusahaan dari negara asing terutama
pada tingkat manager hingga direktur, namun improvement bisa jadi sangat
asing bagi banyak karyawan, terlebih para New Comer dalam suatu perusahaan
yang notabene mereka hanya akan bekerja secara produktif ketika mendapatkan
pengarahan secara terus menerus. Banyak perusahaan Indonesia mengadopsi
istilah improvement dalam sistem Kaizen atau istilah manufaktur Jepang
lainnya, jika organisasi tersebut merupakan sebuah industri manufaktur dan
produksi. Perbaikan yang bisa dilakukan antara lain dengan cara mengurangi
mengurangi kegiatan yang tidak memiliki nilai tambah atau kegiatan yang dapat
menyebabkan pemborosan (waste). Berikut adalah 8 pemborosan yang tidak
memiliki nilai tambah (waste) :
a) Defects – Produk atau layanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang
dibutuhkan akan menimbulkan pengerjaan ulang atau rework. Aktivitas ini tidak memberikan
nilai tambah.
b) Overproduction –menghasilkan produk melebihi permintaan, ataupun
lebih awal dari jadwal.
c) Waiting – Waste ini termasuk antara lain aktivitas menunggu mesin
otomatis, menunggu barang datang, menunggu approval.
d) Non-Utilized talent – Waste ini juga termasuk penambahan dari 7 waste
yang lebih dulu dikenal. Menempatkan orang yang tidak terlibat langsung dalam proses
menjadi aktivitas yang tak bernilai tambah.
e) Transportation – Waste ini terdiri dari pemindahan atau pengangkutan
yang tidak diperlukan seperti penempatan sementara, penumpukan kembali, perpindahan
barang.
82

f) Inventory – Waste ini termasuk Inventory, stok atau persediaan yang


berlebihan atau material yang tidak diproses.
g) Motion – Waktu dan energi yang digunakan karena gerakan yang tidak
memberikan nilai tambah, termasuk misalnya mencari, gerakan yang tidak efisien dan tidak
ergonomis. Waste motion ini bisa berasal dari manusia atau mesin.
h) Extra processing – Segala penambahan proses yang tidak diperlukan bagi
produk yang hanya akan menambah biaya produksi.
PT. Abbott Indonesia telah menerapkan sistem Kaizen atau
improvement dengan cara menghilangkan 8 pemborosan atau kegiatan yang
tidak memiliki nilai tambah. Di mulai dari hal-hal kecil seperti melakukan
perbaikan pada proses cleaning mayor pada mesin cetak obat (stripping) dan
mesin pengisian granul. Cleaning mayor pada mesin cetak obat (stripping)
dilakukan oleh 3 orang, sedangkan pada mesin pengisian granul (Toyo)
dilakukan oleh 4 orang.
Tim Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah melakukan observasi
terkait proses cleaning mayor di tiga area line 3 – Chentai 2 (stripping), Line 4
– Toyo ( pengisian granul), dan line 5 – Chentai 3 (stripping). Di dapatkan
hasil bahwa banyak terjadi Waktu dan energi yang digunakan karena gerakan
yang tidak memberikan nilai tambah (motion) dan pemindahan atau
pengangkutan yang tidak diperlukan seperti penempatan sementara,
penumpukan kembali, perpindahan barang (transportation) pada area line 3
dan line 5, sehingga menyebabkan terlalu lamanya operator dalam melakukan
proses cleaning mayor yang dilakukannya lebih standart yang telah ditentukan
yaitu lebih dari 90 menit. Sedangkan pada proses cleaning mayor line 4
didapatkan waktu pembersihan mayor sesuai standart yang telah ditetapkan
yaitu tidak boleh lebih dari 90 menit. Kemudian tim melakukan analisa
terhadap waste yang terjadi pada proses cleaning mayor di 3 area dan
menghilangkan motion serta transportation yang terjadi selama proses cleaning
mayor di 3 area.
83

Dari hasil analisa yang dilakukan ditemukan masalah yang terjadi


sehingga menyebabkan proses cleaning mayor yang dilakukan melebihi
standart cleaning mayor yang telah ditetapkan, antara lain yaitu peralatan yang
sering hilang seperti kunci L, obeng, kuas, kunci pas, hingga alat sanitasi
seperti pel hingga kain lap bersih (majun) yang menyebabkan operator
melakukan pergerakan yang dapat memperlama waktu cleaning mayor yaitu
mencari peralatan diarea lain, selain itu tim juga menemukan operator
menunggu sesuatu yang tidak memiliki nilai tambah. Kemudian tim memberi
solusi dengan cara membagi pekerjaan atau kegiatan kepada masing-masing
operator sehingga hal tersebut dapat menghilangkan operator dalam menunggu
sesuatu yang tidak memiliki nilai tambah. Tim juga memberi solusi dengan
cara memberi arahan kepada operator untuk menyiapkan alat-alat yang akan
digunakan sebelum melakukan proses cleaning mayor. Kemudian tim
melakukan implementasi dengan solusi yang di sarankan oleh tim kepada
operator terkait proses cleaning mayor. Hasil yang diperoleh dari implementasi
tersebut adalah didapatkan waktu cleaning mayor lebih cepat dibandingkan
sebelumnya yaitu kurang dari 90 menit.

4. Improvement 5 R Di Area Quality Control (QC)


Setiap perusahaan pasti mengharapkan suatu lingkungan kerja yang selalu
bersih, rapi, dan masing – masing orang mempunyai konsistensi dan disiplin
diri, sehingga mampu mendukung terciptanya tingkat efisiensi dan
produktifitas yang tinggi di perusahaan. Namun pada kenyataannya kondisi ini
sulit terjadi di setiap perusahaan. Banyak perusahaan yang seringkali mengeluh
begitu sulitnya dan banyak membuang waktu hanya untuk mencari data dan
atau sarana yang lupa penempatannya. Tidak hanya itu, seringkali kita kurang
nyaman dengan kondisi berkas kerja yang berantakan dan tidak jarang memicu
kondisi emosional kita.
Beberapa permasalahan tersebut dapat diatasi dengan melakukan
penerapan program 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin), yang
84

merupakan adaptasi program 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke)


yang dikembangkan di Jepang dan sudah digunakan oleh banyak industri di
Indonesia. Ini merupakan suatu metode sederhana untuk melakukan penataan
dan pembersihan tempat kerja, namun dalam prakteknya program ini juga
sangat berat untuk dilaksanakan berkesinambungan.
Pengertian 5R yaitu budaya bagaimana seseorang mengatur atau
memperlakukan tempat kerjanya dengan benar. Jika tempat kerja tertata rapi,
bersih, dan tertib, maka kemudahan bekerja perorangan dapat diciptakan, dan
dengan demikian 4 bidang sasaran pokok industri, yaitu efisiensi,
produktivitas, kualitas, dan keselamatan kerja dapat lebih mudah dicapai.
Berikut konsep dan penerapan program 5R :
a) Ringkas
Ringkas yaitu memisahkan segala sesuatu sesuai dengan kelayakan atau
kebutuhan. Jika barang tersebut tidak digunakan lagi maka berikan tanda
merah lalu singkirkan. Barang-barang yang tidak digunakan tersebut
jangan langsung dibuang, akan tetapi dialihkan pada tempat yang
ditentukan. Ini merupakan penerapan yang cukup sulit karena harus
mempertimbangkan kembali apakah barang tersebut masih digunakan atau
tidak.
b) Rapi
Rapi yaitu menyimpan segala sesuatu sesuai dengan tempatnya.
Penempatan barang-barang ini tidak boleh dilakukan secara asal, harus
mempertimbangkan segala sesuatunya. Tujuan utamanya adalah agar
dapat memiliki akses cepat ketika membutuhkan barang tersebut. Untuk
penerapannya, membuat metode penempatan barang harus dilakukan
dengan tepat. Beri label untuk setiap jenis-jenis barang agar lebih mudah
mengidentifikasinya.
c) Resik
Resik yaitu membersihkan lingkungan atau tempat kerja serta barang-
barang yang berhubungan dengan pekerjaan. Bersihkan segalanya dari
85

debu atau kotoran lain sehingga tercipta kondisi yang bersih. Untuk
menerapkannya, Anda wajib menyediakan alat-alat atau sarana untuk
melakukan pembersihan tersebut. Misalnya, kain lap, kain pel, sapu, tisu
dan lain sebagainya untuk membersihkan alat-alat tersebut.
d) Rawat
Rawat yaitu mempertahankan hasil yang sudah dicapai dengan tingkat
memuaskan. Misal Anda sudah berhasil dalam menerapkan 3R
sebelumnya, maka Anda harus merawat keberhasilan Anda tersebut.
Untuk penerapannya, buatlah standar kebersihan, penempatan serta
penataan dan komunikasikan dengan pekerja lainnya.
e) Rajin
Rajin yaitu menciptakan kebiasaan karyawan agar menjaga dan
meningkatkan apa yang telah dicapai.
PT. Abbott Indonesia telah menerapkan sistem 5 R kepada setiap
department, terutama department Quality Control (QC), namun banyaknya
dokumen dan tututan kecepatan kerja menyebabkan banyak karyawan yang
mungkin lupa untuk membereskan lingkungan kerjanya seperti lemari untuk
menyimpan dokumen dan meja kerjanya. Hal ini yang menyebabkan karyawan
sering lupa dalam meletakkan dokumen yang sudah digunakannya, sehingga
perlu waktu lama untuk mencarinya.
Maka dari itu, tim Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) membantu
departement Quality Control (QC) dalam melakukan program 5 R di
lingkungan kerjanya. Program 5 R yang akan dilakukan lebih tertuju pada
lemari tempat penyimpanan dokumen. Tim membuat identitas pada setiap
dokumen yang ada di lemari penyimpanan, lalu tim memberi label merah muda
(pink) untuk dokumen yang jarang digunakan, label jingga (orange) untuk
dokumen yang sering digunakan, dan kemudian label kuning untuk dokumen
yang sangat sering digunakan. Kemudian tim membantu membuat daftar terkait
dokumen-dokumen yang terdapat di dalam lemari penyimpanan tersebut.
86

5. Observasi Perpindahan Material Pada Warehouse


Didalam setiap bangunan, baik itu rumah, tempat ibadah, gedung serbaguna
ataupun pabrik pasti memiliki ruangan yang disebut gudang atau warehouse.
Warehouse dapat digambarkan sebagai bagian dari suatu sistem logistik sebuah
perusahaan yang berfungsi untuk menyimpan produk dan menyediakan
informasi mengenai status serta kondisi material/persediaan yang disimpan di
gudang, sehingga informasi tersebut selalu up-to-date dan mudah diakses oleh
siapa pun yang berkepentingan.Warehouse merupakan bagian penting suatu
industri dalam menyimpan material dan bahan produksi yang nantinya akan
digunakan di grey area atau area produksi. Sistem perpindahan material atau
bahan produksi terjadi dari suplier ke warehouse kemudian dari warehouse
menuju grey area. Material atau bahan yang dipesan dari suplier tidak boleh
langsung digunakan untuk produksi. Bahan atau material tersebut harus di
quarantine terlebih dahulu dengan di beri label quarantine. Kemudian bahan
dan material akan periksa keasliannya dan kelayakannya oleh Quality
Assurance (QA). Setelah itu material dan bahan yang sudah layak digunakan
akan diberi label Approved dari QA. Setelah itu dari grey area akan memesan
bahan dan material yang digunakan untuk proses produksi ke warehouse.

Gambar IV. 3 Flow Process Persiapan Material


87

Pada proses persiapan hingga perpindahan material dari suplier


menuju warehouse hingga ke area packaging ditemukan perpindahan
(transportation) atau pergerakan (motion) yang tidak memiliki nilai tambah.
Sehingga Tim PKPA harus melakukan observasi terkait proses persiapan
hingga perpindahan material yang terjadi di warehouse. Kemudian tim
melakukan analisa terkait proses penyiapan material tersebut, dan ditemukan
sebuah perpindahan (transportation) atau pergerakan (motion) material yang
menurut tim PKPA tidak memiliki nilai tambah yaitu dimana proses
pemindahan material dari original pack yang berasal dari suplier dipindahkan
ke drum yang dimiliki oleh warehouse, lalu drum dari warehouse yang berisi
material tersebut dikirim ke area depacking, kemudian dari area depacking,
material dipindahkan kembali dari drum yang dimiliki oleh warehouse ke drum
yang dimiliki oleh produksi. Sehingga tim menyarankan untuk tidak perlu
melakukan pemindahan material drum yang dimiliki oleh warehouse ke drum
yang dimiliki oleh produksi.

6. Membuat Booklet PT. Abbott Indonesia Cimanggis Plant


Booklet adalah sebuah buku yang biasanya digunakan sebagai media untuk
menampilkan berbagai produk dan jasa suatu perusahaan. Booklet juga mampu
untuk mempromosikan perusahaan yang dijalankan. Penggunaan booklet
sekarang sudah menyebar di seluruh Indonesia. Dianggap penting, maka
banyak perusahaan yang mencetak booklet dengan tampilan menarik.
Adanya Booklet promosi offline membuat perusahaan tidak perlu repot
lagi melakukan penjelasan secara berturut. Bila ada konsumen yang
menanyakan tentang produk, maka tinggal berikan saja booklet. Konsumen
akan membacanya sendiri tentang produk yang diinginkan.
Secara umum manfaat booklet bagi perusahaan adalah untuk promosi dan
booklet memiliki manfaat yang banyak terutama bagi konsumen. Manfaat
booklet dari segi perusahaan dan konsumen sangat berbeda. Berikut ini
merupakan manfaat booklet untuk konsumen.
88

a) Membentuk Keyakinan
Kelengkapan isi serta informasi yang sangat detail membuat persepsi
konsumen positif. Mereka yakin dengan promosi produk yang dilakukan
oleh perusahaan ataupun jasa. Akhirnya mereka akan percaya bahwa
produk dan perusahaan tersebut bagus.
b) Promosi Ke Marketing Affiliate
Memberikan booklet kepada satu konsumen, maka akan menjadi daya
taril bagi konsumen lainnya, untuk memesan produk lainnya yang di
produksi di PT. Abbott Cimanggis.
c) Tidak Bosan Saat Membacanya
d) Konsumen sendiri merasa tertarik untuk membaca booklet sampai selesai.
Bahasa serta adanya gambar yang sangat menarik membuat siapapun
yang membaca menjadi lebih mudah mengerti.
Berikut ini merupakan ketentuan booklet bagi perusahaan.
a) Harga Terjangkau
Pembuatan Booklet tidak terlalu mahal di tempat percetakan sehingga
perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang yang yang terlalu banyak untuk
melakukan promosi dengan menggunakan booklet. Harga yang terjangkau
membuat sebuah perusahaan melakukan cetak booklet sebanyak mungkin
dan siap untuk prospek konsumen.
b) Informasi lengkap
Booklet adalah sebuah buku berukuran kecil dan juga bisa sedang.
Penulisan informasi produk serta perusahaan bisa dijelaskan secara lengkap
sesuai dengan keinginan. Bahkan juga bisa menuliskan kelebihan yang
terdapat pada suatu produk. Menggunakan booklet membuat konsumen
memahami semuanya tanpa harus ada penjelasan lanjutan.
c) Desain Menarik
Desain Booklet sangat menarik, terbaru dan berwarna. Desain adalah jurus
yang paling terbaik untuk menarik perhatian konsumen. Mereka akan mulai
tertarik membacanya hingga akhirnya membeli produk anda. Sebelumnya
89

Anda dapat memahami lebih lengkap mengenai desain grafis yang baik dan
benar dalam membuat desain booklet yang sesuai dengan perusahaan.
d) Penjelasan Mudah Dipahami Oleh Masyarakat
Kata yang digunakan pada booklet tidak berbeli-belit dan sangat sederhana.
Masyarakat dengan cepat akan memahami isi dari booklet. Bila anda
memiliki perusahaan maka, anda bisa membuat booklet untuk memasarkan
produk anda.
Mengetahui manfaatnya yang sangat banyak membuat kita mengerti
bahwa penggunaan booklet sangat penting bagi media promosi. Dengan adanya
booklet akan membantu kelancaran suatu industri dalam melakukan promosi
produk kepada perusahaan lain ataupun konsumen.
Maka dari itu tim PKPA melakukan kegiatan mendesain suatu booklet
untuk PT. Abbott Indonesia Cimanggis Plant yang akan di sebarkan ke PT
Abbott yang lain. Desain booklet yang dibuat harus memberikan nilai jual yang
baik, tampak menarik, dan merepresentasikan PT. Abbott Cimanggis dari sisi
proses produksi. Karena produk yang dihasilkan dibuat dari proses yang sesuai
dengan GMP. Beberapa produk yang tercantum di dalam booklet tersebut
adalah produk-produk yang memang hanya di produksi di PT. Abbott
Indonesia Cimanggis Plan seperti Iberet folic, Iberet Active, Cecon Chewable,
Surbex Z, Surbex T, Pedialyte, Claritromycin, Isoptin, Rytmonorm, Brufen,
Depakote, dan Depakene.

7. Membuat Kualifikasi Desain/Design Qualification (DQ) untuk alat Vibro


Sifter
Langkah-langkah yang dilakukan untuk pengadaan alat atau mesin baru adalah:
a. Latar belakang
Mesin Vibro Sifter adalah suatu mesin yang digunakan untuk mengayak baik
untuk bahan baku dan memastikan tidak ada kontaminasi dari bahan baku atau
untuk mengayak granul setelah dikeringkan. Vibro Sifter diperlukan oleh
departemen produksi untuk meningkatkan kinerja, dengan adanya mesin ini
90

proses produksi akan lebih cepat. Mesin ini akan digunakan didalam ruang
blending untuk mengayak golongan granul Clary dan untuk mengayak bulk
setelah dikeringkan.
b. User Requirement (UR)
User Requirement (UR) adalah suatu dokumen yang mencantumkan kebutuhan
dan kriteria dari mesin atau peralatan baru yang akan dibeli dan dibuat oleh
user/system owner disesuaikan dengan kebutuhan, kemudian harus direview
oleh departemen terkait seperti user, engineering dan quality system. URS
mencakup spesifikasi desain, persyaratan fungsional alat, persyaratan umum
alat, dan persyaratan terkait proses. UR harus disetujui oleh head of quality
atau plant director. Setelah UR disetujui, UR akan diserahkan ke bagian
purchasing untuk mendapatkan desain awal dan spesifikasi awal dari vendor.
Berikut adalah URS (User Reqirement Specifications) yang dibuat oleh PT.
Abbott terkait pengadaan mesin Vibro Sifter:
Technical Specification
- The material of construction is SS 316L
Deck - Surface area used for sieving and inner surface
is mirror polish

- The material of construction is SS 316L


Sieve
- Sieves Size is 16 mesh

- The material of construction is SS 316L


- Discharge under pan is such that the material
Under pan
can be collected in a bin after sieving
operation

- The material of construction is MS and


Flange for under pan
vibration from motor is transmitted to the
Mounting
under pan

Electrical Specifications

Motor IP-66, 3 phase 50 Hz

Operating panel - Starter having two push button to start/stop push


91

button
Componenets for certification
Sieves Certificate
Motor Certificate
Deck Certificate
Under pan Certificate
Lid Certificate
Rubber Parts Certificate
Safety Requirement
Installation arrangement must be considered to
Ergonomic requirement ergonomic working space and equipment
movement
Emergency stop Easy to access
Cleaning Requirement
Cleaning method Easy to clean
Supplemental Information
- Installation method
- Arrangement drawing with dimension
Documentation - Operational instruction
- IQ/OQ documentation
- Training should be included

c. Level kualifikasi
Level kualifikasi dari setiap sistem yang berdampak langsung ditentukan
berdasarkan penggunaan dari system peralatan. Level kualifikasi Vibro Sifter ini
ditetapkan sebagai level II karena memenuhi kriterianya yaitu jika terjadi perubahan
yang berpengaruh pada kinerjanya akan menimbulkan dampak yang signifikan
terhadap kualitas produk. Jika terjadi perubahan pada kinerja Vibro Sifter
dikhawatirkan akan terjadi kegagalan pada proses sorting produk, baik terdapat
kontaminan atau ada granul yang ukurannya tidak memenuhi syarat sehingga akan
berdampak pada kualitas produk akhir dan kualitas granul yang dihasilkan.
92

d. Design Qualification (DQ)


Setelah desain awal dan spesifikasi sesuai telah didapatkan oleh purchasing
selanjutnya personil TS membuat DQ yang sesuai dengan UR (User Requirement)
yang telah dibuat user/system owner. Tahapan DQ memastikan bahwa desain awal
dan spesifikasi dari suatu system telah memenuhi kebutuhan pengunaannya (User
Requirement) yang telah disetujui dan terdokumentasi dengan baik. Berikut adalah
langkah yang dilakukan dalam membuat DQ :

Kebutuhan penggunaan

Desain awal atau spesifikasi vendor

Persiapan DQ trace matrix

Serahkan kepada VRB untuk direview/disetujui


BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN

Setelah mengikuti dan melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di


PT. Abbot Indonesia periode 1 Agustus – 28 September 2018, maka dapat
disimpulkan beberapa hal berikut ini:
1. PT. Abbott Indonesia telah menerapkan aspek CPOB dengan baik dalam tiap
aspek dan rangkaian proses produksinya yang meliputi aspek manajemen mutu, personalia,
bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi
diri dan audit mutu, audit & persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan
penarikan kembali produk, dokumentasi, pembutan dan analisis berdasarkan kontrak, serta
kualifikasi dan validasi.
2. Apoteker memiliki peran penting di industri farmasi sebagai pendorong dan
pengarah dalam penerapan CPOB, terutama di bidang manajemen mutu, produksi dan
pengawasan mutu. PT. Abbott Indonesia telah memaksimalkan fungsi Apoteker di industri
farmasi dengan baik. Hal ini terlihat dari jumlah tenaga Apoteker yang cukup banyak dan
terkualifikasi serta memiliki peranan penting dalam menghasilkan produk yang berkualitas.

B. SARAN
PT. Abbott Indonesia perlu senantiasa mempertahankan dan meningkatkan upaya
yang telah dilakukan dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi serta
menciptakan inovasi-inovasi baik dalam produk maupun dari segi manajerial
supaya lebih unggul dibandingkan kompetitor industri farmasi lainnya.

93
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan POM RI. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan Pengawas
Obat dan Makanan : Jakarta
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2009. Peraturan Pemerintah RI No. 51
tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Permenkes RI. 2010. No
1799/Menkes/Per/XII/2009 tentang Industri Farmasi. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
4. Abbott Indonesia. Diambil dari http://www.abbott.co.id. Diakses tanggal 16
September 2018.
5. Rana, Abhinav Singh dan S.L. Hari Kumar. 2013. Manufacturing Defects of
Tablets - A Review. Journal of Drug Delivery and Therapeutics, 3(6), 200-206.
6. Jones, David. 2008. Pharmaceutics Dosage Form and Design. Pharmaceutical
Press : London

94
95

LAMPIRAN
96

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Abbott Indonesia

Abbott Indonesia

Abbott Abbott
Established Abbott Abbott
Nutritional Diagnostic
Product Internasional Diabetic Care
International Division
Operation (AI) (ADC)
(ANI) (ADD)
(EPO) Indonesia
Indonesia

Plant Director

Head of Quality
97

Lampiran 2. Sistem HVAC


98

Lampiran 3. Bagan Pembuatan Air Murni


99

Lampiran 4. Bagan Pengolahan Limbah Cair


100

Lampiran 5. Basic Operational Procedure

PT. ABBOTT INDONESIA


Prosedur Tetap
(Basic Operational Procedure)
Hal : Nomor :

(JUDUL) Tanggal :

Control copy No :

Disusun Oleh : Disetujui Oleh : Menggantikan :

Nomor :

Baru
Tanggal :

Diperiksa Oleh : (Head of Quality) (Plant Director)


Tanggal:

Baru

Tanggal : Tanggal : Tanggal : Tanggal Efektif :

1. Tujuan
2. Ruang Lingkup
3. Tanggung Jawab
4. Definisi/Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
5. Ketentuan
6. Bahan dan Alat/Persyaratan/Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
7. Prosedur
8. Lampiran
9. Daftar Distribusi Revisi
101

Lampiran 6. Label Identitas Bahan Baku (Bulk) dan Alat


102

Lampiran 7. Label Identitas Sampel dan Label Material Pendukung


103

Lampiran 8. Label Approved

Label Approve Bahan baku & produk antara Label Approved Bahan Kemas

Label Approved Produk Jadi Lokal Label Approved Produk Jadi Impor
104

Lampiran 9. Label Rejected

Label Rejected Bahan Baku & Produk Antara Label Rejected Produk Jadi

Label Rejected Bahan Kemas


105

Lampiran 10. Label Hold dan Quarantine

Label Hold Bahan Baku, Label Hold Produk Jadi


Bahan Kemas & Produk

Contoh Label Quarantine “Waiting for Packaging Process”


106

Lampiran 11. Label Bersih dan label kotor Peralatan dan ruangan
107

Lampiran 12. Label Limbah Farmasi dan Label Larangan dan Peringatan

Anda mungkin juga menyukai