HALAMAN JUDUL..............................................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG………………………………………………... .. 1
B. TUJUAN.........................................................................................................................2
BAB II GAMBARAN UMUM DAN RUANG LINGKUP PT. ABBOTT
INDONESIA
A. INDUSTRI FARMASI...............................................................................................3
1. Pengertian Singkat...................................................................................................3
2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).......................................................4
B. PT ABBOTT INDONESIA......................................................................................24
1. Sejarah.........................................................................................................................24
2. Struktur Organisasi..................................................................................................25
3. Visi & Misi................................................................................................................26
4. Profil Perusahaan.....................................................................................................27
BAB III KEGIATAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT ABBOTT
INDONESIA
A. STRUKTUR ORGANISASI…………………………………………….. 28
B. MANUFACTURING TEAM......................................................................................28
1. Departemen Business Excellence (BeX)………………………………. 28
2. Departemen Engineering dan Enviromental Health and
Safety (EHS).....................................................................................………….....29
3. Departemen Technical Services..........................................................................38
4. Departemen Produksi.............................................................................................41
iv
5. Departemen Manajerial Material 45
B. QUALITY TEAM…………………………………………………….... .. 50
1. Quality System 50
2. Quality Control 51
3. Quality Assurance Operation 53
4. Document Control and Regulatory Filling Compliance 54
BAB IV PEMBAHASAN
A. PENERAPAN ASPEK-ASPEK CPOB DI PT ABBOT INDONESIA 55
1. Manajemen Mutu 55
2. Personalia 56
3. Bangunan dan Fasilitas 57
4. Peralatan 60
5. Sanitasi dan Higiene 61
6. Produksi 63
7. Pengawasan Mutu 64
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu 66
9. Penangana Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali dan
Produk Kembalian 68
10. Dokumentasi 71
11. Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak 73
12.Kualifikasi dan Validasi 74
B. TUGAS KHUSUS…………….. 76
1. Membuat Flow Chart Process Manufacturing Produk 76
2. Standard Defect Tablet 79
3. Improvement Cleaning Mayor 81
4. Improvement 5 R di Area Quality Control (QC) 83
5. Observasi Perpindahan Mterial pada Warehouse 86
6. Membuat Booklet PT. Abbott Indonesia Cimanggis Plant87
7. Membuat Kualifikasi Desain/Design Qualification (DQ) untuk
alat Vibro Sifter 89
v
BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN.........................................................................................................................93
B. SARAN 93
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................94
LAMPIRAN..............................................................................................................................................95
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Kegiatan pembuatan obat atau bahan obat
dilakukan oleh industri farmasi, selaku badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan. Industri farmasi dalam pembuatan obat harus melakukan pengendalian
secara menyeluruh untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang aman,
efektif dan bermutu tinggi (1).
Salah satu upaya yang dilakukan industri farmasi untuk menjamin obat
diproduksi secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai
dengan tujuan penggunaannya adalah dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) yang dinamis. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Pada pedoman ini istilah “pembuatan” mencakup seluruh
kegiatan penerimaan bahan, produksi, pengemasan ulang, pelabelan, pelabelan ulang,
pengawasan mutu, pelulusan, penyimpanan dan distribusi dari obat serta pengawasan
terkait. Sehingga diharapkan obat yang diproduksi sesuai dengan mutu yang
diharapkan (1).
Apoteker memiliki peran yang penting dalam industri farmasi agar obat yang
dihasilkan bermutu, aman dan berkhasiat. Kedudukan Apoteker diatur dalam CPOB,
yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu
sehingga seorang Apoteker harus memilki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara
profesional yang bisa didapat melalui Pendidikan Profesi Apoteker (2). Pendidikan
Profesi Apoteker di Indonesia memiliki standar yang terdiri atas komponen
kemampuan akademik dan kemampuan profesi dalam mengaplikasikan Pekerjaan
1
Kefarmasian. Komponen akademik didapat melalui sistem perkuliahan, sedangkan
Kemampuan aplikatif propesi didapat melalui program PKPA.
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan merupakan salah satu sarana
bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman praktis dan pemahaman yang
lebih dalam tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi agar memenuhi
standart kompetensi yang diperlukan. Oleh karena itu dalam rangka memberikan
pemahaman bagi para calon Apoteker tentang perannya tersebut, program profesi
apoteker Universitas Pancasila menjalin kerja sama dengan PT. Abbott Indonesia
untuk mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Abbott Indonesia.
PKPA ini dilaksanakan mulai tanggal 1 Agustus - 28 September 2018.
B. TUJUAN
2
3
BAB II
GAMBARAN UMUM DAN RUANG LINGKUP
PT ABBOTT INDONESIA
A. INDUSTRI FARMASI
1. Pengertian Singkat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat ataau bahan obat meliputi seluruh tahapan kegiatan dalam
menghasilkan obat mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan pengemas,
produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh
obat untuk didistribusikan. Setiap industri farmasi wajib memiliki izin industri
farmasi dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan. Adapun persyaratan lain untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri
atas :
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu.
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Untuk mendapatkan izin, industri farmasi wajib mengajukan permohonan
persetujuan prinsip secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk
Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jika
persetujuan prinsip telah diberikan, maka pemohon dapat melakukan persiapan,
pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan termasuk produksi
3
4
a. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen
bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan
Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran semua departemen
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, perlu sistem Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi
Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen
Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor
efektivitasnya. Unsur dasar manajemen mutu antara lain:
1) Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
2) Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Semua bagian
sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan personil
yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan
memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada
kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Pemastian Mutu adalah suatu
konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara
kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian
Mutu adalah semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan
bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Oleh karena itu, Pemastian Mutu mencakup CPOB yang
7
ditambah dengan faktor lain di luar Pedoman ini, seperti desain dan
pengembangan produk.
Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat
hendaklah memastikan bahwa:
1) Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang
memperhatikan persyaratan CPOB.
2) Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan
CPOB diterapkan.
3) Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
4) Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan
bahan awal dan pengemas yang benar.
5) Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama
proses lain serta dilakukan validasi.
6) Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan
dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk
distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk
kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses, pengkajian dokumen pembuatan (termasuk
pengemasan), pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan
persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi, dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
7) Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai
dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan
aspek produksi, pengawasan mutu, dan pelulusan produk.
8) Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat
mungkin, produk disimpan, didistribusikan, dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar
mutu tetap dijaga selama masa simpan obat.
8
9) Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu.
10) Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
11) Penyimpangan dilaporkan, diselidiki, dan dicatat.
12) Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada
mutu produk.
13) Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui.
14) Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses
dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum
diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual
atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk.
Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen
risiko mutu hendaklah memastikan bahwa:
1) Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara
ilmiah, pengalaman dengan proses, dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien.
2) Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko
mutu sepadan dengan tingkat risiko.
b. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh
9
d. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang
umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Desain dan konstruksi
peralatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai
dengan tujuannya.
2) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara
atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat
memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
3) Bahan yang diperlukan untuk peng-operasian alat khusus, misalnya
pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga
tidak memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk
jadi.
12
4) Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas
dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat.
5) Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah
dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta
disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah
dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran.
6) Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada
produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif,
aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk.
7) Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau
bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah terbakar,
hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan
dengan benar.
8) Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan
ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan.
9) Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan
hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang
ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan.
10) Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak
melepaskan serat ke dalam produk.
11) Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun
sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat.
12) Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi
hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas
cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan.
13
f. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan
diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi,
15
atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan format yang telah
ditetapkan. Label yang berwarna sering kali sangat membantu untuk
menunjukkan status (misal: karantina, diluluskan, ditolak, bersih, dan lain-
lain). Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat
lain untuk transfer produk dari satu ke tempat lain telah terhubung dengan
benar. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin
dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan
tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian
Pengawasan Mutu. Akses ke fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk
personil yang berwenang. Pada umumnya pembuatan produk nonobat
hendaklah dihindarkan dibuat di area dan dengan peralatan untuk produk obat.
g. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat
yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan
komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan
keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai
kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi, dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan
telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi
persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi
juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang
fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan.
Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan
Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung
17
jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai,
yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai
harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu
dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Bagian Pengawasan Mutu
secara keseluruhan juga mempunyai tanggung jawab, antara lain:
1) Membuat, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu.
2) Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk.
3) Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk.
4) Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk.
5) Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk.
Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur
tertulis, dan dicatat di mana perlu. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
diterapkan bagian Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian
yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan
produk disetujui sebelum didistribusikan.
j. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi
yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi
yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
21
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen
adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang
harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama
pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu.
Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk, dan Prosedur
Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi
Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang
digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya:
pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel,
pengujian, dan pengoperasian peralatan. Metode dan instruksi ditulis dengan
bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dan dapat diterapkan secara spesifik
pada sarana yang tersedia; merupakan kewajiban dari suatu industri untuk
memiliki instruksi dari setiap tahapan proses yang jelas dan terperinci. Laporan
berisi ringkasan hasil yang diperoleh. Catatan menyajikan riwayat tiap bets
produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang
berpengaruh pada mutu produk akhir. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan,
dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Bagian dokumen pembuatan dan
hendaklah sesuai dengan dokumen persetujuan izin edar yang relevan.
Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil
yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna
ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas.
Penampilan dokumen hendaklah dibuat rapi dan mudah diperiksa. Dokumen
hasil reproduksi hendaklah jelas dan terbaca. Reproduksi dokumen kerja dari
dokumen induk tidak boleh menimbulkan kekeliruan yang disebabkan proses
reproduksi. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar
selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu
22
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets
produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Kontrak tertulis hendaklah dibuat meliputi pembuatan dan/atau analisis
obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua
pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul
perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai
dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Dalam hal analisis berdasarkan
kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) Pemberi Kontrak.
1) Kebijakan validasi
2) Struktur organisasi kegiatan validasi
3) Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang akan divalidasi
4) Format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan
jadwal pelaksanaan
5) Pengendalian perubahan
6) Acuan dokumen yang digunakan
B. PT ABBOTT INDONESIA
1. Sejarah
Pada tahun 1888, Dr. Wallace Calvin Abbott, seorang dokter yang berpraktek dan
pemilik apotek, mulai membuat butiran-butiran dosimetrik dari alkaloid, obat
yang lebih akurat dan efektif pada saat itu. Permintaan atas butiranbutiran
dosimetrik jauh melebihi kebutuhan praktiknya sendiri, maka pada tahun 1900
lahirlah Abbott Alkaloidal Company. Pada tahun 1915, nama perusahaan berubah
untuk mencerminkan komitmen terhadap riset bidang- bidang baru, di luar
alkaloid. Nama baru Abbott Laboratories memasuki suatu periode pertumbuhan
yang ditandai oleh perang, akuisisi-akuisisi strategis, dan penelitian ilmiah yang
terus - menerus.
Abbott Laboratories termasuk salah satu perusahaan produk kesehatan yang
besar di dunia dan menjadi pemimpin dalam penemuan, pengembangan serta
pembuatan produk perawatan kesehatan. Abbott Laboratories mempunyai
kebijakan yang terpusat dan diterapkan kepada semua anak perusahaan Abbott
Laboratories.
PT Abbott Indonesia yang didirikan pada tanggal 7 Maret 1970, merupakan
salah satu anak perusahaan dari Abbott Laboratories sebagai cabang ke-163. Pada
tanggal 26 Mei 1971, PT. Abbott Indonesia mendapat izin operasional.
Operasional PT Abbott Indonesia diawali dengan menjadi penyalur obat hasil
produksi Abbott Laboratories, dan pada tahun 1973, PT Abbott Indonesia mulai
memproduksi dan menyalurkan produknya antara lain obat-obat antibiotik,
25
2. Struktur Organisasi
Secara garis besar PT Abbott Indonesia terdiri dari Abbott Nutrition International
(ANI) Indonesia, Abbott International (AI) Indonesia, Abbott Diabetic Care
(ADC), Abbott Diagnostic Division (ADD) dan Established Product Operation
(EPO). ANI Indonesia berada di bawah pimpinan seorang General Manajer dan
bertanggung jawab terhadap penjualan produk-produk nutrisi. ANI Indonesia
terdiri dari beberapa divisi, yaitu Divisi Pemasaran, Divisi Penjualan dan Divisi
Bisnis. AI Indonesia bertanggung jawab terhadap penjualan produk-produk
farmasi dan berada dibawah pimpinan seorang General Manajer yang membawahi
Divisi Produk Farmasi dan Divisi Produk Rumah Sakit. AI dan ANI masih
berhubungan dengan bagian EPO dalam mengelola produk jadi sedangkan ADC
dan ADD tidak berhubungan dengan EPO tetapi produk langsung ke distributor
tanpa melalui Abbott Indonesia.
EPO (Established Product Operation) merupakan business unit PT Abbott
Indonesia yang melakukan kegiatan operasional pabrik di Indonesia. PT Abbott
Indonesia bertanggung jawab untuk memenuhi permintaan pasar lokal dan ekspor.
Pada produk farma lokal, EPO melakukan proses pembuatan hingga pengemasan,
sedangkan untuk produk impor, seperti nutrisi, hanya melakukan perubahan
kemasan (overlabelling). EPO juga melayani negara-negara pengimpor produk
tertentu seperti antibiotik (Klaritromisin), vitamin (Surbex T, Surbex Z) dan
hematinik (Iberet, Iberet Folic), dengan melakukan proses pembuatan hingga
pengemasan.
EPO terdiri dari Manufacturing Team yang dipimpin oleh seorang Direktur
dan membawahi Material Management Manager, Production Manager,
Engineering Project and EHS Manager, Plant Finance and Compliance Manager
and Technical service Manager, Business Excellence Manager, serta Quality
26
Team yang dipimpin oleh seorang Head Of Quality dan membawahi Quality
System Manager, Quality Control Manager, Quality Assurance Operation
Manager, dan Document and Regulatory Compliance Manager.
3) Caring
Caring diartikan sebagai perhatian dan rasa peduli yang merupakan inti dari
apa yang harus dilakukan oleh karyawan Abbott Laboratories dimana
bertujuan untuk menolong orang-orang mendapatkan hidup yang lebih sehat.
Hal itu dilakukan dengan membuat perubahan pada kehidupan seseorang.
4) Enduring
Enduring diartikan sebagai komitmen berkelanjutan. Hal itu dilakukan
dengan menghormati sejarah perusahaan dan menjaga serta memelihara
komitmennya sampai seterusnya.
4. Profil Perusahaan
Abbott Laboratories merupakan perusahaan yang memiliki lebih dari 70.000
karyawan dan beroperasi di 130 negara. Kantor pusat perusahaan ini terletak di
Abbott Park, Illionis, North Chicago. Cabang Abbott Laboratories tersebar dalam
3 wilayah, yaitu Amerika Latin, Eropa dan PAA (Pasifik Asia Afrika). PT. Abbott
Indonesia merupakan cabang ke-163 yang tergabung dalam wilayah PAA (Pasifik
Asia Afrika). PT. Abbott Indonesia didirikan pada tanggal 7 Maret 1970. Pada
tanggal 26 Mei 1971, PT. Abbott Indonesia telah mendapat izin operasional.
Kantor pusat PT. Abbott Indonesia terletak di Wisma Pondok Indah 2, Suite
2000 Jl. Sultan Iskandar Kav. V - TA Pondok Indah, Jakarta Selatan dan untuk
Pabrik PT. Abbott Indonesia terletak di Jalan Raya Jakarta-Bogor Km. 37
Cimanggis, Kelurahan Sukamaju Depok, Jawa Barat, Indonesia. Pabrik memiliki
bangunan yang meliputi bangunan kantor, bangunan pabrik yang terdiri dari
bagian pemastian mutu, area produksi dan pengemasan, gudang, kantin, area
teknik mesin, gudang bahan mudah terbakar, gudang bahan limbah dan sarana
pengolahan limbah.
PT. Abbott Indonesia memproduksi dan menjual sendiri produknya yang
meliputi produk-produk antibiotik, vitamin dan oral cair. PT. Abbott Indonesia
menghasilkan produk obat-obatan serta mendistribusikan produk impor dari
Abbott Laboratories berupa produk nutrisi dan obat-obatan.
BAB III
KEGIATAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PT. ABBOTT INDONESIA
A. STRUKTUR ORGANISASI
B. MANUFACTURING TEAM
Manufacturing team menaungi beberapa departemen seperti:
1. Departemen Business Excellence (BeX)
Business Excellence merupakan departemen yang bertugas dalam melaksanakan
perbaikan berkesinambungan terhadap semua proses yang terjadi di PT. Abbott
Indonesia serta memberikan bantuan dalam memecahkan suatu masalah yang
terdapat di PT. Abbott Indonesia. Perbaikan Berkesinambungan (Continues
28
29
2) Breakdown Maintenance
Pemeliharaan dilakukan terhadap mesin atau perlengkapan yang rusak. Cara
ini dilakukan untuk mesin atau alat yang dikategorikan non-critical
equipment.
b. Utility
Utility betanggung jawab dalam penyediaan sumber daya yang diperlukan agar
pabrik dapat berproduksi sesuai kebutuhan. Utility (sarana penunjang) meliputi
tenaga listrik, compress air (udara bertekanan), boiler (uap panas), HVAC
(Heating Ventilation and Air Conditioning) dan Purified Water (air bersih).
1) Tenaga Listrik
Sumber energi listrik di PT. Abbott Indonesia berasal dari PLN dan
generator set (genset). Genset digunakan saat terjadi gangguan atau
pemadaman listrik dari PLN. Kapasitas listrik untuk PT Abbott sebesar 865
KVA dari dua jenis genset yaitu genset dengan bahan bakar gas alam
sebesar 650 KVA dan genset dengan bahan bakar solar sebesar 250 KVA.
Untuk instrumen laboratorium dan komputer, jika terjadi pemadaman listrik
disuplai dengan UPS dengan kapasitas 20 KVA.
2) Udara Bertekanan (Compressed Air)
Kompresor merupakan mesin kelas satu dalam industri farmasi, sebab mesin
ini berhubungan langsung dengan produk. Kompresor yang digunakan oleh
PT Abbott berasal dari dua mesin kompresor yaitu mesin kompresor dengan
kapasitas 300 CFM (Cubic Feet per Minute) dan 162 CFM. Kompresor
digunakan untuk keperluan produksi, laboratorium, serta bagian utility.
Prinsip kerja kompresor yaitu udara dimasukkan ke dalam alat dan
dikeringkan. Dengan adanya pengering udara, udara yang dihasilkan adalah
udara kering yang tidak mengandung uap air. Pengaliran udara dilakukan
melalui pipa yang terhubung pada tiap ruangan. Udara bertekanan
digunakan untuk mesin produksi cair dan untuk produksi yang
menggunakan alkohol atau bahan mudah terbakar.
32
Aliran udara dari ruang produksi juga dapat dialirkan kembali melalui kipas
penggerak (booster fan) kemudian masuk kembali ke humidifier untuk
digunakan kembali oleh ruang produksi (sistem pengaturan udara circulated
air). Alur HVAC dilihat pada lampiran 2.
5) Air Bersih
Sumber air bersih yang digunakan berasal dari tanah dengan kedalaman ±
100 meter. Air tanah ditampung ke dalam bak penampungan, kemudian
ditambhakan kaprit untuk membunuh bakteri. Kaporit diinjeksikan melalui
pipa sebanyak 2 L per minggu atau tergantung pada jumlah debit air. Air
kemudian dipompa kembali ke tangki penampungan air dan digunakan
untuk tiga keperluan yaitu untuk air murni, untuk pemadam kebakaran dan
toilet. Air yang digunakan untuk toilet dan pemadam kebakaran tidak
memerlukan pengilahan lagi sedangkan untuk air murni dilakukan
pengolahan lebih lanjut.
Prosedur pengolhan air murni yaitu sebagai air yang berasal dari
tempat penampungan air disaring melalui karbon filter, kemudian
ditambhakan metabisulfit (dibuat dengan mencampur 125 L air murni
dengan 1 Kg metabisulfit), untuk menghasilkan kaporit digunakan
antiscalant (dibuat dengan mencampur 90 L air murni dengan 9 L
antiscalant). Air kemudian disaring melalui multi media filter melewati
softener yaitu anion resin, kemudian disalurkan cartridge filter (kkation
resin0 menuju tank 3. Air dari tank dialirkan ke dalam alat osmosis
ballik/reverse osmolosis (RO-01), masuk ke dalam tank 4 untuk disinari
dengan ultraviolet (UV I), kemudian dialirkan ke dalam RO-02 dan
melewati tempat pencampur eresin, selanjutnya disinari dengan ultraviolet
(UV II) kemudian ditampung sebagai purified water (demineralized water).
Sebelum dimasukkan ke tank akhir, air dipanaskan dengan temperature 72-
100°C dan siap digunakan untuk prodksi. Air yang berasal dari produksi
akan melewati tangki penyaringan, dihitung kadar total senyawa organic
(total organic count/TOC) maksimal 500 ppb dan konduktivitas tidak lebih
34
dari 1,3µSi dan kembali ke penampungan air murni. Bagan pembuatan air
muurni dapat dilihat pada lampiran 3.
6) Kalibrasi
Kalibrasi dilakukan agar semua mesin, alat ukur dan peralatan produksi
tetap meiliki pengukuran sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan alat atau mesin yang sudah
diketahui (standar) dengan alat atau sistem yang belum diketahui agar
diperoleh informasi penyimpangan yang ada sehingga dapat dilakukan
koreksi. Ketelitian alat-alat ukur harus tetap dimonitor agar tetap dalam
batas yang dapat diterima terutama untuk:
a) Memonitor dan mengontrol alat ukur yang dipakai untuk proses
pembuatan dan uji kualitas suatu produk serta alat yang dipakai untuk memonitor kondisi
lingkungan dimana obat atau produk yang bersangkutan dibuat.
b) Untuk keperluan pemakaian pada uji pengembangan dan pembuatan
suatu produk, terutama pada validasi.
Bagian kalibrasi akan melakukan serangkaian kegiatan rutin diantaranya:
a) Menginventarisasi alat dan mesin yang harus dikalibrasi.
b) Membuat jadwal kalibrasi dalam satu tahun, bulan, minggu dan hari,
melakukan kalibrasi alat atau mesin sesuai jadwal berdasarkan BOP dan prosedur kalibrasi
produksi.
c) Membuat laporan kalibrasi setiap satu bulan, tiga bulan dan satu
tahun.
c. Environmental Health and Safety (EHS)
EHS bertanggung jawab dalam pengolahan limbah, kesehatan, keamanan dan
keselamtan karyawan. Sistem manajemen EHS di PT. Abbott Indonesia
mengacu dan pengendalian kegiatan untuk mencapai tujuan :
1) Mengintegrasikan EHS didalam proses bisnis perusahaan (global
management standard and global technical standard)
35
1) Lingkungan (Environment)
Departemen EHS bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah industry
sebelum dibuang ke lingkungan. Pengolahan limbah dilakukan untuk
memastikan bahwa limbah yang dibuang ke lingkungan telah aman dan
memenuhi persyaratan limbah yang ditetapkan pemerintah. Limbah yang
dihasilkan oleh PT. Abbott Indonesia dibedakan menjadi dua macam yaitu:
a) Limbah padat
Limbah padat PT. Abbott Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) berasall dari
laboratorium yang merupakan sisa pereaksi dan sisa hasil analisis produk pengembalian dari
QA, sisa produksi, engineering (dari scrubber) dan dari warehouse berupa barang yang telah
kadaluarsa, yang termasuk limbah B3 yaitu bahan-bahan reaktif, mudah terbakar, mudah
meledak, beracun atau menyebakan infeksi. Limbah B3 berupa raw material, produk jadi,
resin, sludge (lumpur kering), karbon aktif. Limbah B3 akan dikumpulkan, ditimbang dan
dikirim ke PT. Prima Karya untuk diolah.
2. Limbah domestik berasal dari sisa bahan kemas yang rusak antara
lain alumunium foil, kardus, karton, palet dan sebagainya dihancurkan dan diserahkan ke
PPLI.
3. Limbah produk nutrisi yang kadaluarsa atau produk pengembalian
dijadikan sebagai makanan ternak sapi, ayam dan lain-lain.
b) Limbah cair
Limbah cair PT.Abbott Indonesia berasal dari sisa produksi, sisa
pencucian dan limbah cair B3. Limbah cair B3 dikirim ke PT. Wastec
International dan limbah cair selain limbah B3 diolah sendiri oleh PT.
Abbott Indonesis. Bagan pengolahan limbah cair dapat dilihat pada
36
4. Departemen Produksi
Departemen produksi bertugas melakukan proses pembuatan obat agar senantiasa
dihasilkan produk-produk bermutu tinggi yang memnuhi persyaratan yang telah
ditetapkan oleh Abbott International dengan menerapkan prinsip-prinsip CPOB.
Departemen produksi melaksanakan kegiatan produksi sesuai surat perintah
produksi (Manufacturing Order/MO). Jadwal produksi mingguan disetujui dan
dibuat oleh Manajer Produksi yang akan dilakukan berdasarkan perencanaan
yang telah disusun oleh Departemen PPIC sesuai MPS (Master Production
Schedule) selama 1 minggu ke depan. PT. Abbott Indonesia memproduksi 2
macam bentuk sediaan yaitu sediaan padat dan cair.
a. Sediaan Padat
Produksi sediaan padat meliputi sediaan granul dan tablet. Proses yang
dilakukan antara lain Dispensing, Compounding, Lubrication, Compressing,
Treatment (Khusus Iberet), Coating dan pengemasan primer.
Proses diawali dengan pencampuran bahan baku yang dilakukan dengan
menggunakan mesin mixing selama waktu tertentu. Kemudian dilakukan
proses granulasi dengan cara granulasi basah atau granulasi kering.
Penambahan larutan pengikat pada granulasi basah dilakukan dalam mesin
Mixer kemudian campuran diayak dalam mesin granulator dengan nomor
ayakan tertentu.
Granul basah yang diperoleh dikeringkan dalam lemari pengering (oven)
kemudian diperiksa kadar airnya (Loss on Drying/ LOD). Granul kering
diayak dengan ayakan ukuran tertentu, dicampur dengan pelincir dan diaduk
hingga homogen di dalam mesin mixing selama waktu tertentu kemudian
granul siap dicetak menjadi tablet. Pencetakan tablet dapat dilakukan dengan
mesin pencetak tablet.
Selama pencetakan, operator melakukan pemeriksaan selama proses (In
Process Control/IPC) secara berkala sesuai dengan prosedur tetap dari
pengambilan sampel selama produksi dan prosedur sampling dalam catatan
pengolahan batch. Pemeriksaan IPC meliputi keragaman bobot, keseragaman
42
ukuran (panjang, diameter atau tebal), kekerasan dan waktu hancur. Tablet
yang telah dicetak dilewatkan pada alat metal detector untuk mendeteksi
adanya logam pada tablet.
Setelah pencetakan, dilakukan proses treatment, yaitu proses vakum
dengan uap aseton. Produk ini merupakan tablet lapis ganda, dimana lapisan
pertama mengandung zat besi dan lapisan kedua mengandung vitamin.
Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan profil bioavailabilitas zat
besi yang sempurna atau pelepasan terkendali zat besi. Proses treatment
dengan aseton dilakukan dengan menggunakan alat Gradumet Chamber.
Proses yang dilakukan selanjutnya adalah penyalutan (Coating). Penyalutan
tablet dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu penyalutan dengan larutan Sub
Coating, Color Coating, dan Glossing. Penyalutan tablet dapat dilakukan
dengan menggunakan Coating pan. Tablet yang telah memenuhi persyaratan
mutu dimasukkan kedalam Coating pan dipanaskan pada suhu tertentu sesuai
spesifikasi dan dengan putaran tertentu. Larutan penyalut akan disemprotkan
dengan tekanan dan kecepatan tertentu agar cairan yang keluar dalam bentuk
tetesan yang sehalus mungkin.
Proses penyalutan selesai dilakukan dilakukan proses selanjutnya yaitu
pencetakan logo dengan mesin pada salah satu sisi tablet dapat dilakukan
dengan cara dicetak menggunakan tinta maupun dicetak timbul. Proses
terakhir dari pembuatan tablet adalah pengemasan primer dengan
menggunakan strip, blister dan Filling bottle.
bahan baku yang telah disiapkan dan ditimbang oleh bagian produksi sehari
seblumnya kemudian diperiksa ulang oleh Supervisor produksi.
Kondisi ruangan selalu diperhatikan saat akan melakukan proses
produksi, seperti sanitasi, suhu, kelembaban, dan tekanan udara. Sanitasi
(pembersihan ruangan) dilakukan setelah kegiatan produksi. Proses produksi
sediaan cair yang dilakukan antara lain Dispensing, Mixing, Filtering, Filling
bottle, dan sterilisasi (khusus pedialyte). Selama proses mixing, operator
melakukan pemeriksaan selama proses (In Process Control/IPC) terhadap pH
larutan sesuai dengan catatan pengolahan batch. Pemeriksaan IPC yang
dilakukan sebelum proses filling bottle adalah penegecekan specific gravity.
c. Finishing
Bagian pengemasan bertugas mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.
Produk jadi siap kemas disimpan di ruangan grey area dan bagian
pengawasan mutu akan melakukan pengujian sesuai dengan spesifikasi
masing-masing produk. Sebelum proses pengemasan dilakukan, operator
bagian pengemasan akan memeriksa kesiapan ruangan, jalur pengemasan
serta alat-alat yang akan digunakan yang kemudian dicatat dalam Clearance
Check List. Bahan-bahan pengemas diambil dari gudang berdasarkan
Finishing Order (FO) yang mencantumkan macam dan jumlah bahan
pengemas. Kegiatan di bagian pengemasan meliputi :
1) Pengemasan primer
Pengemasan primer yaitu pengemasan produk ruahan sebagai bahan yang
terbuka ke dalam wadah pertama (pengemas primer). Pengemasan primer
dilakukan pada grey area. Pengemasan primer meliputi stripping,
blistering dan Filling botol. Pengemasan ke dalam strip dilakukan
terhadap tablet dengan menggunakan mesin Chentai 2 PF075. Pada proses
ini sebelum dilakukan packing terlebih dahulu dilakukan tes kebocoran
pada strip gulungan pertama setelah dilakukan approved oleh Line
Leader, tes kebocoran selanjutnya dilakukan tiap satu jam sekali
44
untuk 1 kali putaran foil dengan alat leak tester, sedangkan pengisian
sediaan cair ke dalam botol dilakukan terhadap pengemasan primer dan
ditutup dengan seal dan alat Capping menggunakan pamasol capping
machine PF013.
2) Pengemasan Sekunder
Pengemasan sekunder berupa pengemasan produk ruahan yang sudah
dalam kemasan primer menjadi obat jadi dan dilakukan di black area.
Meskipun pengemasan sekunder dilakukan di black area namun
kebersihan udara dan ruangannya harus tetap dipelihara. Kegiatan
kemasan sekunder meliputi:
a) Proses labeling
Proses labeling dilakukan terhadap botol-botol yang telah terisi dan
ditutup. Letak label yang ditempel harus diperhatikan.
b) Pengemasan dalam single carton
Botol-botol yang telah diberi label, dan strip serta blister dari tablet
dengan jumlah tertentu dimasukan ke dalam single carton dan diberi
brosur. Selanjutnya dilakukan proses penimbangan terhadap masing-
masing single carton
c) Pengemasan dalam Corrugated Carton
Single carton dalam jumlah tertentu dimasukkan kedalam corrugated
carton dan ditimbang.
Sampel tertinggal (Retained Sample) diambil sesuai kebutuhan untuk
analisa yang mewakili keseluruhan lot produk jadi tersebut. Jika sampel
tertinggal diambil satu unit, makan sampel diambil pada akhir proses,
jika sampel diambil 2 unit, maka sampel yang diambil pada tengah
proses, dan akhir proses. Jika sampel diambil 3 unit, maka sampel
diambil pada awal, tengah, dan akhir proses. Pengambilan sampel
tertinggal harus dicatat pada bacth record, sampel tertinggal kemudian
diserahkan oleh personel finishing kepada QA inspector di area finishing.
Kemudian sampel disimpan di rak transit sampai produk jadi/material di
45
C. Quality Team
Head of Quality
2. Quality Control
Quality Control bertanggung jawab terhadap kualitas dari semua sampel Raw
Material, Packaging Material, In Process Material, Finished Good dan uji
stabilitas produk memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan oleh
Abbott Global baik untuk lokal maupun ekspor. QC bertugas dalam mengatur
aktivitas dan fungsi laboratorium antara lain :
a. Analisa rutin untuk bahan baku, produk antara, produk ruahan, dan produk
jadi termasuk investigassi hasil diluar spesifikasi.
b. Uji stablitas
c. Analisis metode transfer/verifikasi
d. Kalibrasi dan validassi instrument
e. Pengawasan kemungkinan terjadinya cross contamination dan prosedur
pembersihan
f. Pengujian mikrobiologi, bioburdens, viable counts
g. Microbiological monitoring area produksi
h. Sampling bahan baku
Laboratorium QC PT. Abbott Indonesia terbagi menjadi 8 ruangan
yaitu, laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, laboratorium instrument,
ruang timbang, washing room, ruang destruksi mikrobiologi, ruang ganti dan
office. Untuk analisis dilakukan proses sampling oleh personel QC tertentu
terhadap raw material dan packaging, Finished good serta sampling untuk uji
mikrobiologi. Jumlah sampel yang diambil untuk pengujian berdasarkan
kebutuhan analisis yang akan dilakukan. Pada pelaksanaan analisis setiap
52
4) Uji stabilitas
Pengujian stabilitas dilakukan dengan tujuan memonitor mutu obat bahwa
selam masa edar (Shelf life) dipasaran, produk tersebut memenuhi
spesifikasi atau diperkirakan akan tetap memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan selama dijaga dalam kondisi penyimpanan yang sesuai pada
label. Selain itu, uji stabilitas dilakukan pada sample yang sedang divalidasi
dan sampel trial berupa perubahan zat aktif ataupun kemasan, sampel
53
dokumentasi dan penataan area kerja (good house keeping). Tugas dan
tanggung jawab bagian quality operation antara lain:
a. Proses pelulusan material (bahan baku/bahan kemas) dan produk jadi.
b. Inspeksi terhadap aktivitas produksi
c. Inspeksi terhadap produk jadi
d. Inspeksi terhadap pembuatan laporan bets (Manufacturing Order/Finishing
Order).
e. Pemeliharaan sampel pertinggal (Retained sample)
f. Pelulusan produk jadi
g. Pemeriksaan dokumen produk setengah jadi dan produk jadi.
h. Pengawasan mutu selama proses pembuatan dan pengemasan.
PT. Abbott Indonesia sebagai salah satu Perusahaan Modal Asing (PMA) yang ada di
Indonesia dalam menjalankan proses produksinya telah menerapkan CPOB. Penerapan
CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin
mutu obat jadi sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaanya. Selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), peserta melakukan
pengamatan terhadap proses pembentukan mutu yang ada di PT. Abbott Indonesia dengan
aspek-aspek yang tertuang dalam CPOB. Selama PKPA di PT. Abbott Indonesia
berlangsung peserta diberikan tugas khusus untuk diselesaikan.
55
56
2. Personalia
Sumber daya manusia penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
insudtri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
tekualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan
57
3. Laboratorium
Laboratorium yang terdapat di PT. Abbott Indonesia didesain sedemikian rupa
agar memudahkan bagian pengawasan mutu (QC) melakukan pengujian
terhadap sampel baik secara kimia atau mikrobiologi. Ruangan instrumen
terpisah dari ruangan lain untuk memberikan perlindungan terhadap instrumen
dari gangguan listrik, getaran, kelembaban yang berlebihan dan gangguan lain.
Sarana penunjang seperti tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembapan
dan ventilasi diatur secara tepat untuk menghindari timbulnya dampak yang
merugikan terhadap produk selama proses pembuatan, penyimpanan atau
terhadap ketepatan dan ketelitian fungsi dari peralatan.
4. Penyimpanan Dokumen
Penyimpanan dokumen di PT.Abbott Indonesia diletakkan pada ruangan
terpisah , yaitu ruang QA file. Terdapat dokumen-dokumen penting yang
terkait dengan proses pemastian mutu seperti Batch Record.
5. Sarana lainnya
Sarana lainnya di PT. Abbott Indonesia seperti kantin, toilet, mushola, klinik
dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) tersedia dalam jumlah yang cukup
dan mudah diakses.
4. Peralatan
Menurut CPOB, rancangan dan konstruksi peralatan harus ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat dan ukuran memadai. Sebelum digunakan harus
dikualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja. Alat harus mudah dibersihkan,
dikalibrasi, dan diberikan penandaan. Bagian peralatan yang bersentuhan dengan
bahan awal, produk antara, dan produk jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau
mengabsorbsi. Setiap peralatan yang digunakan selalu dibersihkan setiap selesai
digunakan dan sebelum digunakan, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
pencemaran silang, tercampurnya bahan satu dengan bahan lain, dan tidak
61
PT. Abbott Indonesia telah menerapkan sanitasi dan higiene pada setiap aspek
pembuatan obat Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih,
dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran. Program higiene
dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan.
Program tersebut mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik
higiene, dan pakaian pelindung personil. Tersedianya sejumlah tempat sampah
dan tempat untuk membersihkan tangan di setiap lokasi yang strategis merupakan
salah satu bentuk perwujudan sanitasi yang baik.
1. Higiene Perorangan
Dalam menjalankan program Higiene, seluruh personel PT. Abbott dilakukan
pemeriksaan secara berkala, untuk menjamin mutu produk, pemeriksaan
dilakukan setiap setahun sekali. Setiap personel yang masuk ke area
62
produksi baik solid maupun liquid harus melalui beberapa tahap, yaitu
mengenakan pakaian khusus yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan,
menggunakan alat pelindung diri yang telah disediakan seperti masker, sarung
tangan, penutup kepala, penutup telinga (pada daerah tertentu yang memiliki
kebisingan lebih dari 8 desibel), tidak mengenakan perhiasan dan komestik
secara berlebihan untuk mencegah pencemaran terhadap produk serta mencuci
tangan sesuai dengan prosedur pencucian dan mengeringkannya. Setiap
personel yang masuk ke area produksi, gudang dan laboratorium tidak boleh
merokok, makan dan minum.
2. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas
Program sanitasi ruangan di PT.Abbott Indonesia, terutama bagian produksi,
disanitasi dengan larutan antibakteri yang digunakan berselang-seling untuk
mencegah resistensi. Sanitasi ruangan dilakukan pada lantai, dinding dan
langit- langit. Bangunan memiliki toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat
cuci tangan, locker, ruang makan yang memadai, kantong sampah yang
tersedia dan dapat diganti setiap hari. Jadwal, metode, peralatan dan bahan
pembersih yang digunakan untuk pembersihan bangunan dan fasilitas terdapat
dalam BOP (Basic Operating Procedure). Prosedur tertulis tersebut harus
dilaksanakan dengan baik sehingga sanitasi bangunan dan fasilitas memenuhi
standar yang ditetapkan.
3. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
Sanitasi peralatan dibedakan menjadi dua yaitu pemersihan mayor dan
pembersihan minor. Pembersihan mayor dilakukan apabila peralatan produksi
sudah digunakan untuk proses produksi 3 batch berturut-turut untuk produk
yang sama atau untuk penggunaan proses produksi produk yang berbeda.
Sedangkan pembersihan minor dilakukan setiap kegiatan produksi satu batch
obat selesai, agar dapat digunakan kembali untuk proses produksi batch
selanjutnya. Masa kadaluarsa pembersihan peralatan adalah 14 hari. Peralatan
disanitasi dengan larutan antibakteri. Setiap
63
mesinmesin yang sudah dibersihkan diberi label “Bersih” dan jika mesin-mesin
tersebut masih kotor maka diberi label “Kotor”.
6. Produksi
PT. Abbott Indonesia memproduksi sediaan solid dan liquid dengan proses
produksi mengikuti prosedure yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan
CPOB sehingga dapat menjamin hasil produk yang memenuhi persyaratan mutu.
Tidak hanya mrngacu terhadap CPOB, proses produksi di PT. Abbott Indonesia
juga berpedoman pada prosedur yang telah ditetapkan oleh Abott Laboratories
dan dilakukan pengawasan serta pemeriksaan secara berkala. Untuk menjamin
kualitas produk yang dihasilkan, dilakukan pengawasan terhadap bahan awal,
bahan pengemas, produk ruahan, hingga produk jadi.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan
penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja dilakukan secara
tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi serta dokumentasi
setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang
melaksanakan tugas, hal ini dilakukan agar dapat ditelusuri dan dipelajari jika
ternyata terdapat permasalahan atau kekeliruan pada saat proses produksi.
Kegiatan produksi dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten yaitu
Apoteker.
Selama proses produksi maupun pengemasan, selalu dilakukan In Process
Control (IPC) yang dilaksanakan oleh departemen QA dan QC. Sebagai bagian
pemastian mutu inspektor QA juga melakukan sampling produk dari tiap tahap
produksi sebanyak 3 kali (awal, tengah dan akhir) proses. Sampling ini dilakukan
untuk memastikan bahwa proses tersebut dapat dipercaya dan menghasilkan
produk sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dan memenuhi persyaratan
CPOB. Produk yang telah disampling kemudian dibawa ke laboratorium QC dan
dianalisa oleh analis QC. Persyaratan tidak
64
hanya berlaku terhadap bahan dan produk obat tetapi juga terdapat persyaratan
bagi personel, bangunan dan fasilitas terkait proses produksi.
Semua peralatan dan bahan yang digunakan untuk proses produksi telah
disesuaikan dengan prosedur yang tertulis (MO/FO) sehingga kemungkinan
terjadinya kekeliriuan dapat dihindari. Hal ini dilakukan sebelum proses
pengolahan dimulai. Dilakukannya pemeriksaan line clearance sebelum proses
pengemasan, untuk memastikan bahwa tidak terdapat material dari bets
sebelumnya, memeriksa kesesuaian line terhadap nama produk, berat dan nomor
bets. Dilakukan pengawasan secara ketat pada setiap tahap pengemasan, meliputi
penandaan pada label, dus ataupun komponen lain dengan nomor batch, tanggal
kadaluarsa dan informasi Sisa produk atau produk yang rusak selama pengemasan
dihitung , dicatat lalu dihancurkan. Selanjutnya, produk jadi dikirim ke gudang
obat jadi untuk dikarantina. Keputusan apakah produk bersangkutan dapat release
atau tidak tergantung dari hasil pemeriksaan produk jadi dari QC dan kelengkapan
batch record.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan
tujuan pemakaiannya. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan
laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan
mutu produk. Bagian ini dipimpin oleh seorang Apoteker yang memiliki
kualifikasi dan pengalaman yang sesuai dan harus independen dari bagian lain.
Pengawasan mutu di PT. Abbott Indonesia dilakukan oleh bagian Quality Control
(QC) yang dipimpin oleh seorang Apoteker yang terkualifikasi dan telah
memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis, dan kemampuan
manajerial sebagai kepala bagian (manager) Pengawasan Mutu.
Bagian QC bertanggung jawab untuk mengontrol kualitas dari bahan awal
hingga menjadi produk jadi dengan melakukan analisis fisika, kimia, serta
mikrobiologi dari bahan baku, bahan kemas, produk antara, produk jadi, serta
65
stabilitas dengan metode analisis yang telah tervalidasi. Hasil analisis seluruhnya
terdokumentasi dalam sebuah laporan analisis/inspeksi disertai raw data (print out
instrument dan penimbangan) yang ditandatangani oleh personil yang melakukan
analisis. Selain melakukan pengawasan terhadap mutu bahan baku, bahan kemas,
produk antara, produk jadi, dan stabilitas, bagian ini juga bertanggung jawab
untuk memastikan metode yang digunakan sudah valid dengan melakukan
validasi/verifikasi metode pengujian, melakukan validasi proses, validasi
pembersihan, penanganan sampel pertinggal, serta pemantauan lingkungan
(pengujian air dan pengujian udara).
Area laboratorium pengujian di PT. Abbott Indonesia dengan area produksi
berada dalam satu gedung yang sama namun dipisahkan dengan ruang ganti dan
koridor dengan sistem tata udara yang terpisah dan telah sesuai dengan prinsip
CPOB. Ruang laboratorium terdiri dari Laboratorium Kimia, Laboratorium
Instrument, dan Laboratorium Mikrobiologi. Pembatasan akses untuk memasuki
laboratorium untuk personel yang berkepentingan saja dengan menggunakan
kartu akses juga dilakukan untuk menjaga keamanan dan keselamatan kerja di
area laboratorium.
Setiap personil di laboratorium memiliki uraian tugas (job description) dan
telah mendapatkan pelatihan mengenai uraian tugasnya serta telah terkualifikasi
sesuai dengan yang tercantum di dalam prosedur tetap (BOP) untuk melakukan
analisis dan di dokumentasikan dengan baik oleh bagian pemastian mutu.
Pengujian di laboratorium dilakukan dengan menggunakan peralatan yang telah
terkalibrasi dan diberi label yang menandakan kondisi alat serta secara periodik
dilakukan untuk menjaga validitas hasil pengujian. Label kalibrasi setiap alat
berisi tanggal kalibrasi terakhir dan tanggal kalibrasi selanjutnya, Penggunaan
peralatan selalu dicatat pada logbook yang telah disediakan oleh bagian Document
Control.
Identitas pereaksi dan baku pembanding untuk pengujian di catat dalam
lembar kerja (Worksheet) untuk memastikan pereaksi dan baku pembanding yang
digunakan untuk analisis tidak kadaluarsa. Pereaksi yang telah dibuat diberi label
66
yang sesuai, seperti nama pereaksi, konsentrasi, jenis pelarut, waktu pembuatan,
batas waktu penggunaan dan tanda tangan analis yang membuat pereaksi yang
bersangkutan. Baku pembanding disimpan dengan kondisi yang sesuai dengan
karakteristik bahannya. Pada wadah, terdapat label informasi mengenai nama zat,
tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan tanggal pertama kali tutup wadahnya
dibuka untuk mencegah penggunaan bahan yang kadaluarsa dan kesalahan
pengambilan bahan. Dengan demikian identitas seluruh pereaksi dan baku
pembanding yang digunakan dapat diketahui dengan jelas guna menjamin
kebenaran hasil pengujian.
Penanganan limbah hasil analisis dan limbah laboratorium lainnya telah
diatur di dalam prosedur tetap di PT. Abbott Indonesia dan dipisahkan
berdasarkan jenisnya. Seluruh kegiatan dan pengujian yang dilakukan di
laboratorium harus langsung di catat di dalam logbook dan worksheet dengan
tanggal yang aktual dan seluruh dokumennya disiapkan dan dikendalikan oleh
bagian QA-Document Control. Jika terdapat penyimpangan maka hal tersebut
perlu di dokumentasikan dan di jelaskan dalam sebuah dokumen investigasi yang
dilakukan oleh kepala bagian pengawasan mutu. Dengan demikian, PT. Abbott
Indonesia dapat dikatakan sudah mengimplementasikan pedoman CPOB dengan
baik terutama dalam hal pengawasan mutu produk yang dimulai sejak awal hingga
produk tersebut dipasarkan.
and Regulatory dalam waktu tidak lebih dari 24 jam yang selanjutnya akan
ditangani sesuai prosedur yang berlaku pada bagian tersebut. Sebagai tindak
lanjut, laporan keluhan mengenai produk yang diterima di dokumentasikan,
diinvestigasi, dan dievaluasi terlebih dahulu secara mendalam kebenarannya
sebelum dilakukan tindakan terhadap keluhan. Setelah didapatkan hasil
investigasi, jika keluhan terbukti benar, langkah selanjutnya yang dilakukan
adalah melakukan analisa atau investigassi terhadap produk yang dikeluhkan,
kemudian melakukan evaluasi terhadap batch record sesuai dengan bets yang
diperlukan, dan melakukan evaluasi terhadap sampel pertinggal dari bets yang
sama. Sampel pertinggal merupakan sampel dari bets yang sama yang sengaja
disimpan apabila terdapat kemungkinan masalah yang terjadi dikemudian harinya
saat produk sudah berada dipasaran. Setelah produk di evaluasi, Complaint
Coordinator akan memberikan jawaban atas keluhan-keluhan yang masuk kepada
pihak pelapor. Hasil investigasi didokumentasikan dan diverifikasi kemudian
dibuat laporan lengkapnya (Complaint Report) serta disimpan dalam jangka waktu
yang telah ditetapkan di dalam BOP.
Selain memberikan jawaban terhadap keluhan, diperlukan juga penentuan
keputusan untuk suatu tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action and
Preventive Action) keberulangan keluhan produk tersebut atau jika diperlukan
dilakukan penarikan kembali atau pelaporan kepada Badan Regulatory terkait.
Seluruh hasil penyelidikan dan tindakan yang diambil didokumentasikan dan
disimpan sebagai bukti penanganan terhadap keluhan. Suatu keluhan terhadap
produk dapat ditutup jika berkas – berkas mengenai keluhan hingga memberikan
respon kepada pelanggan mengenai keluhan telah lengkap.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan dari satu atau
beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena
keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Keputusan ini dapat
bersumber dari Badan POM atau dari industri. Pada PT. Abbott Indonesia,
Penarikan obat dilakukan jika pemakaian obat tersebut secara terus menerus akan
berakibat buruk bagi kesehatan manusia atau melanggar peraturan atau hukum
70
yang berlaku (misalnya peraturan dari Badan POM). Hal tersebut akan
ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang ditetapkan yang seluruh tahapan
prosesnya dijelaskan secara rinci di dalam prosedur tetap (BOP) yang terdapat di
PT. Abbott Indonesia. Selian itu abbott juga mengklasifikasikan penarikan
kembali obat kedalam tiga kelas, yaitu :
1. Recall, Classs I
Penarikan Kelas I adalah penarikan terhadap obat yang apabila digunakan
dapat menyebabkan efek serius terhadap kesehatan yang berpotensi
menyebabkan kematian.
2. Recall, Class II
Penarikan Kelas II adalah penarikan terhadap obat yang apabila digunakan
dapat menyebabkan penyakit atau pengobatan keliru yang efeknya bersifat
sementara terhadap kesehatan dan dapat pulih kembali.
3. Recall, Class III
Penarikan Kelas III adalah penarikan terhadap obat yang tidak menimbulkan
bahaya signifikan terhadap kesehatan tetapi karena alasan lain dan tidak
termasuk Dalam Penarikan Kelas I dan Kelas II.
Penarikan kembali produk bisa dilakukan sebagai tindak lanjut dari
evaluasi terhadap adanya keluhan. Penarikan berdasarkan evaluasi dilakukan bila
produk tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan efek
samping. Produk yang ditarik kemudian perlu dilakukan evaluasi terhadap contoh
pertinggal (retained sample) sesuai dengan nomor bets yang dimaksud.
Pemusnahan produk hasil penarikan dilaksanakan dengan memakai jasa pihak
ketiga yang sudah terstandarisasi. Produk kembalian (Return Goods) adalah
produk yang dikembalikan ke PT. Abbott Indonesia oleh pelanggan atau sumber
lain Adapun klasifikasi produk kembalian yang terdapat di dalam BOP PT. Abbott
Indonesia antara lain:
1. Quality lssue terkait Product complain atau recall
2. Kesalahan pengiriman dan pemesanan
3. Kerusakan pada kemasan primer /sekunder rusak
71
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi
yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi
yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima
uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko
terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan. Dokmentasi juga berfungsi untuk memudahkan
investigasi terhadap suatu produk bila terjadi penyimpangan atau keluhan yang
timbul setelah produk dipasarkan.
Sistem dokumentasi di PT. Abbot Indonesia telah dilaksanakan untuk
semua proses yang dilakukan. Pedoman untuk penanganan, perbaikan, perubahan,
pengesahan dan penyimpanan dokumen standar di pabrik PT. Abbott Indonesia
diatur dalam prosedur tetap (BOP) agar penanganan dan penyimpanannya dapat
dilakukan dengan seragam, teratur dan terkontrol. Document & Regulatory
Compliance Manager bertanggung jawab untuk mengontrol penyimpanan
dokumen. Document control bekerjasama dengan QA Operation bertanggung
72
jawab untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan mutu dan produksi
sesuai dengan lokasi penyimpanan yang telah ditentukan.
Jenis – jenis dokumen yang ada di PT. Abbott Indonesia tercantum dalam
BOP secara rinci setiap departemen dan telah memenuhi persyaratan dalam
Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari
kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Dokumen yang diperlukan yang disebutkan
dalam CPOB juga telah tersedia di PT. Abbott Indonesia. Setiap dokumen
prosedur tetap (BOP) di distribusikan pada seluruh departemen di PT. Abbott
Indonesia sesuai kebutuhannya dan distribusinya dikendalikan serta diperbaharui
secara berkala, untuk menjaga agar dokumen yang digunakan adalah dokumen
yang paling baru.
Proses penyimpanan serta pengaturan dokumen catatan mutu hingga
pemusnahannya juga diatur dalam prosedur tetap (BOP) secara rinci. Semua
dokumen yang digunakan dalam proses produksi seperti Spesifikasi, Dokumen
Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan
catatan asli yang akan beredar telah disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal
oleh personil yang berwenang. Kaji ulang dokumen tertentu juga telah diatur di
dalam prosedur tetap (BOP) untuk menjaga kemutakhiran dokumen.
Semua dokumen mempunyai sistem penomoran yang memudahkan
penelusuran apabila diperlukan, dan dijaga agar selalu aktual. Semua dokumen
secara jelas memiliki judul, tujuan dan isi, serta diberi Stamp sesuai dengan jenis
dokumen. Dokumen dapat dikategorikan sebagai dokumen yang tidak resmi
apabila tidak diberikan stamp oleh bagian QA Document Control. Setiap dokumen
yang memerlukan pencatatan harus dilakukan dengan aturan penulisan sebagai
berikut:
1. Pencatatan dengan pena tinta biru yang tidak mudah luntur, hal ini bertujuan
untuk membedakan dokumen yang asli dengan hasil salinan.
2. Legible (Tulisan harus dapat dibaca) dan mudah dimengerti.
3. Kata-kata tidak menimbulkan arti ganda
4. Tidak boleh ada huruf yang bertumpuk
73
5. Setiap bagian dokumen yang tidak memungkinkan untuk diisi ditulis N/A
6. Koreksi kesalahan pencatatan dilakukan dengan mencoret tulisan yang salah
dengan satu garis lurus, diberi paraf, inisial, diberi tanggal, keterangan/alasan, dan ditulis data
yang benar tepat dissamping data yang salah.
Dokumen pada PT. Abbott Indonesia juga dicatat dengan menggunakan
sistem pengolahan data elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat
diandalkan. Hanya personil yang diberi wewenang boleh mengentri atau
memodifikasi data dalam komputer dengan. Dokumen disimpan dalam jangka
waktu 6 tahun.
B. TUGAS KHUSUS
1. Membuat Flow Chart Process Manufacturing Produk
Departemen produksi bertugas melakukan proses pembuatan obat agar senantiasa
dihasilkan produk-produk bermutu tinggi yang memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan oleh Abbott International dengan menerapkan prinsip-prinsip CPOB.
Departemen produksi melaksanakan kegiatan produksi dan pengemasan sesuai
surat perintah produksi (Manufacturing Order/MO dan Finishing order/FO).
Jadwal produksi mingguan disetujui dan dibuat oleh Manajer Produksi yang akan
dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun oleh Departemen PPIC
sesuai MPS (Master Production Schedule) selama 1 minggu ke depan. PT. Abbott
Indonesia memproduksi 2 macam bentuk sediaan yaitu sediaan padat dan cair
Produksi sediaan padat meliputi sediaan granul dan tablet. Tahapan proses
sediaan padat secara garis besar terdiri dari proses Dispensing material,
Compounding, Compressing, Coating, Stripping/Blistering atau filling bottle, dan
pengemasan. Sedangkan tahapan proses sediaan cair terdiri dari proses dispensing
material, Mixing, Filtering, dan Filling bottle. Proses produksi sediaan padat dan
cair dilakukan di ruang kelas E. Suhu ruangan dan tekanan udara yang masuk
keruang produksi selalu dipantau dan diatur oleh sarana penunjang seperti Unit
tata udara (Air Handling Unit/AHU). Suhu ruang produksi 20-27°C dan tekanan
udara dalam koridor lebih besar dari tekanan udara ruangan produksi, sedangkan
tekanan udara dalam ruang produksi lebih besar dari tekanan udara dalam ruang
pengemasan sekunder. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
kontaminasi antar produk yang terdapat pada masing-masing ruang produksi.
77
Dispensing
Material
Blending
Wet Granulation
Milling
Drying
Sizing
Final
Slugging
Blending
Sizing
Lubrication
Packaging Packaging
Finished good
Finished good
Gambar IV.1 Flow chart process sediaan padat
78
Dispensing
Material
Screen material
Mixing
Filtering
Filling
Bottle
Sterilisasi dengan
Autoclaf
Packaging
Packaging
Finished good
Finished good
debu atau kotoran lain sehingga tercipta kondisi yang bersih. Untuk
menerapkannya, Anda wajib menyediakan alat-alat atau sarana untuk
melakukan pembersihan tersebut. Misalnya, kain lap, kain pel, sapu, tisu
dan lain sebagainya untuk membersihkan alat-alat tersebut.
d) Rawat
Rawat yaitu mempertahankan hasil yang sudah dicapai dengan tingkat
memuaskan. Misal Anda sudah berhasil dalam menerapkan 3R
sebelumnya, maka Anda harus merawat keberhasilan Anda tersebut.
Untuk penerapannya, buatlah standar kebersihan, penempatan serta
penataan dan komunikasikan dengan pekerja lainnya.
e) Rajin
Rajin yaitu menciptakan kebiasaan karyawan agar menjaga dan
meningkatkan apa yang telah dicapai.
PT. Abbott Indonesia telah menerapkan sistem 5 R kepada setiap
department, terutama department Quality Control (QC), namun banyaknya
dokumen dan tututan kecepatan kerja menyebabkan banyak karyawan yang
mungkin lupa untuk membereskan lingkungan kerjanya seperti lemari untuk
menyimpan dokumen dan meja kerjanya. Hal ini yang menyebabkan karyawan
sering lupa dalam meletakkan dokumen yang sudah digunakannya, sehingga
perlu waktu lama untuk mencarinya.
Maka dari itu, tim Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) membantu
departement Quality Control (QC) dalam melakukan program 5 R di
lingkungan kerjanya. Program 5 R yang akan dilakukan lebih tertuju pada
lemari tempat penyimpanan dokumen. Tim membuat identitas pada setiap
dokumen yang ada di lemari penyimpanan, lalu tim memberi label merah muda
(pink) untuk dokumen yang jarang digunakan, label jingga (orange) untuk
dokumen yang sering digunakan, dan kemudian label kuning untuk dokumen
yang sangat sering digunakan. Kemudian tim membantu membuat daftar terkait
dokumen-dokumen yang terdapat di dalam lemari penyimpanan tersebut.
86
a) Membentuk Keyakinan
Kelengkapan isi serta informasi yang sangat detail membuat persepsi
konsumen positif. Mereka yakin dengan promosi produk yang dilakukan
oleh perusahaan ataupun jasa. Akhirnya mereka akan percaya bahwa
produk dan perusahaan tersebut bagus.
b) Promosi Ke Marketing Affiliate
Memberikan booklet kepada satu konsumen, maka akan menjadi daya
taril bagi konsumen lainnya, untuk memesan produk lainnya yang di
produksi di PT. Abbott Cimanggis.
c) Tidak Bosan Saat Membacanya
d) Konsumen sendiri merasa tertarik untuk membaca booklet sampai selesai.
Bahasa serta adanya gambar yang sangat menarik membuat siapapun
yang membaca menjadi lebih mudah mengerti.
Berikut ini merupakan ketentuan booklet bagi perusahaan.
a) Harga Terjangkau
Pembuatan Booklet tidak terlalu mahal di tempat percetakan sehingga
perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang yang yang terlalu banyak untuk
melakukan promosi dengan menggunakan booklet. Harga yang terjangkau
membuat sebuah perusahaan melakukan cetak booklet sebanyak mungkin
dan siap untuk prospek konsumen.
b) Informasi lengkap
Booklet adalah sebuah buku berukuran kecil dan juga bisa sedang.
Penulisan informasi produk serta perusahaan bisa dijelaskan secara lengkap
sesuai dengan keinginan. Bahkan juga bisa menuliskan kelebihan yang
terdapat pada suatu produk. Menggunakan booklet membuat konsumen
memahami semuanya tanpa harus ada penjelasan lanjutan.
c) Desain Menarik
Desain Booklet sangat menarik, terbaru dan berwarna. Desain adalah jurus
yang paling terbaik untuk menarik perhatian konsumen. Mereka akan mulai
tertarik membacanya hingga akhirnya membeli produk anda. Sebelumnya
89
Anda dapat memahami lebih lengkap mengenai desain grafis yang baik dan
benar dalam membuat desain booklet yang sesuai dengan perusahaan.
d) Penjelasan Mudah Dipahami Oleh Masyarakat
Kata yang digunakan pada booklet tidak berbeli-belit dan sangat sederhana.
Masyarakat dengan cepat akan memahami isi dari booklet. Bila anda
memiliki perusahaan maka, anda bisa membuat booklet untuk memasarkan
produk anda.
Mengetahui manfaatnya yang sangat banyak membuat kita mengerti
bahwa penggunaan booklet sangat penting bagi media promosi. Dengan adanya
booklet akan membantu kelancaran suatu industri dalam melakukan promosi
produk kepada perusahaan lain ataupun konsumen.
Maka dari itu tim PKPA melakukan kegiatan mendesain suatu booklet
untuk PT. Abbott Indonesia Cimanggis Plant yang akan di sebarkan ke PT
Abbott yang lain. Desain booklet yang dibuat harus memberikan nilai jual yang
baik, tampak menarik, dan merepresentasikan PT. Abbott Cimanggis dari sisi
proses produksi. Karena produk yang dihasilkan dibuat dari proses yang sesuai
dengan GMP. Beberapa produk yang tercantum di dalam booklet tersebut
adalah produk-produk yang memang hanya di produksi di PT. Abbott
Indonesia Cimanggis Plan seperti Iberet folic, Iberet Active, Cecon Chewable,
Surbex Z, Surbex T, Pedialyte, Claritromycin, Isoptin, Rytmonorm, Brufen,
Depakote, dan Depakene.
proses produksi akan lebih cepat. Mesin ini akan digunakan didalam ruang
blending untuk mengayak golongan granul Clary dan untuk mengayak bulk
setelah dikeringkan.
b. User Requirement (UR)
User Requirement (UR) adalah suatu dokumen yang mencantumkan kebutuhan
dan kriteria dari mesin atau peralatan baru yang akan dibeli dan dibuat oleh
user/system owner disesuaikan dengan kebutuhan, kemudian harus direview
oleh departemen terkait seperti user, engineering dan quality system. URS
mencakup spesifikasi desain, persyaratan fungsional alat, persyaratan umum
alat, dan persyaratan terkait proses. UR harus disetujui oleh head of quality
atau plant director. Setelah UR disetujui, UR akan diserahkan ke bagian
purchasing untuk mendapatkan desain awal dan spesifikasi awal dari vendor.
Berikut adalah URS (User Reqirement Specifications) yang dibuat oleh PT.
Abbott terkait pengadaan mesin Vibro Sifter:
Technical Specification
- The material of construction is SS 316L
Deck - Surface area used for sieving and inner surface
is mirror polish
Electrical Specifications
button
Componenets for certification
Sieves Certificate
Motor Certificate
Deck Certificate
Under pan Certificate
Lid Certificate
Rubber Parts Certificate
Safety Requirement
Installation arrangement must be considered to
Ergonomic requirement ergonomic working space and equipment
movement
Emergency stop Easy to access
Cleaning Requirement
Cleaning method Easy to clean
Supplemental Information
- Installation method
- Arrangement drawing with dimension
Documentation - Operational instruction
- IQ/OQ documentation
- Training should be included
c. Level kualifikasi
Level kualifikasi dari setiap sistem yang berdampak langsung ditentukan
berdasarkan penggunaan dari system peralatan. Level kualifikasi Vibro Sifter ini
ditetapkan sebagai level II karena memenuhi kriterianya yaitu jika terjadi perubahan
yang berpengaruh pada kinerjanya akan menimbulkan dampak yang signifikan
terhadap kualitas produk. Jika terjadi perubahan pada kinerja Vibro Sifter
dikhawatirkan akan terjadi kegagalan pada proses sorting produk, baik terdapat
kontaminan atau ada granul yang ukurannya tidak memenuhi syarat sehingga akan
berdampak pada kualitas produk akhir dan kualitas granul yang dihasilkan.
92
Kebutuhan penggunaan
A. SIMPULAN
B. SARAN
PT. Abbott Indonesia perlu senantiasa mempertahankan dan meningkatkan upaya
yang telah dilakukan dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi serta
menciptakan inovasi-inovasi baik dalam produk maupun dari segi manajerial
supaya lebih unggul dibandingkan kompetitor industri farmasi lainnya.
93
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan POM RI. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan Pengawas
Obat dan Makanan : Jakarta
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2009. Peraturan Pemerintah RI No. 51
tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Permenkes RI. 2010. No
1799/Menkes/Per/XII/2009 tentang Industri Farmasi. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
4. Abbott Indonesia. Diambil dari http://www.abbott.co.id. Diakses tanggal 16
September 2018.
5. Rana, Abhinav Singh dan S.L. Hari Kumar. 2013. Manufacturing Defects of
Tablets - A Review. Journal of Drug Delivery and Therapeutics, 3(6), 200-206.
6. Jones, David. 2008. Pharmaceutics Dosage Form and Design. Pharmaceutical
Press : London
94
95
LAMPIRAN
96
Abbott Indonesia
Abbott Abbott
Established Abbott Abbott
Nutritional Diagnostic
Product Internasional Diabetic Care
International Division
Operation (AI) (ADC)
(ANI) (ADD)
(EPO) Indonesia
Indonesia
Plant Director
Head of Quality
97
(JUDUL) Tanggal :
Control copy No :
Nomor :
Baru
Tanggal :
Baru
1. Tujuan
2. Ruang Lingkup
3. Tanggung Jawab
4. Definisi/Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
5. Ketentuan
6. Bahan dan Alat/Persyaratan/Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
7. Prosedur
8. Lampiran
9. Daftar Distribusi Revisi
101
Label Approve Bahan baku & produk antara Label Approved Bahan Kemas
Label Approved Produk Jadi Lokal Label Approved Produk Jadi Impor
104
Label Rejected Bahan Baku & Produk Antara Label Rejected Produk Jadi
Lampiran 11. Label Bersih dan label kotor Peralatan dan ruangan
107
Lampiran 12. Label Limbah Farmasi dan Label Larangan dan Peringatan