Diajukan oleh :
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
2018
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
Disetujui oleh :
Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................III
A. PRINSIP PENELITIAN.................................................................................. 50
B. BAHAN PENELITIAN .................................................................................. 50
C. TEMPAT PENELITIAN ................................................................................ 50
iv
D. TAHAP PENELITIAN ................................................................................... 51
A. BAHAN .......................................................................................................... 54
B. ALAT .............................................................................................................. 54
C. METODE PENELITIAN ................................................................................ 55
1. Penyediaan Bahan Penelitian .................................................................. 55
2. Determinasi Tanaman ............................................................................. 55
3. Penyediaan simplisia Buah Asam Kranji ................................................ 55
4. Pembuatan Ekstrak Daging Buah Asam Kranji ...................................... 55
5. Karakterisasi Ekstrak Buah Asam Kranji ............................................... 55
6. Penetapan Kadar Flavonoid Total ........................................................... 56
7. Pengujian antioksidan menggunakan metode DPPH .............................. 57
8. Penentuan aktivitas antioksidan ekstrak daging buah Asam Kranji ....... 57
9. Pemeriksaan Bahan Tambahan ............................................................... 59
10. Pembuatan Nanostructured Lipid Carriers (NLC) Ektrak Buah Asam
Kranji Dengan Metode Evaporasi Pelarut............................................... 60
11. Karakterisasi Nanostructured Lipid Carriers (NLC).............................. 61
12. Formulasi Gel NLC Ekstrak Buah Asam Kranji .................................... 61
13. Pembuatan Sediaan Gel NLC Ekstrak Buah Asam Kranji ..................... 62
14. Evaluasi Sediaan Gel............................................................................... 62
15. Analisa Data ............................................................................................ 65
LAMPIRAN .............................................................................................................. 69
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tubuh manusia memiliki berbagai cara untuk melakukan proteksi. Pertahanan
pertama yang dimiliki oleh tubuh adalah barier mekanik, dengan adanya kulit.
Kulit merupakan organ yang melapisi seluruh permukaan tubuh makhluk hidup
dan mempunyai fungsi untuk melindungi dari pengaruh luar. Kerusakan pada kulit
akan mengganggu kesehatan maupun penampilan manusia sehingga perlu untuk
dijaga dan dilindungi kesehatannya. Kulit tidak luput dari bahaya lingkungan yang
dapat menghancurkan strukturnya, sebut saja sinar UV yang terkenal sebagai
penyebab utama kerusakan kulit, polusi udara, serangan AC yang rutin, dan lain-
lain. Oleh karena itu diperlukan penangkal ancaman bahaya radikal bebas yang
dapat menimbulkan kerusakan pada kulit (1).
Antioksidan adalah elemen penting dalam mencegah dan mengatasi kerusakan
kulit karena antioksidan merupakan kumpulan komponen atau molekul yang dapat
menangkap dan mencegah radikal bebas serta reactive oxygen species (ROS) yang
dapat menyebabkan kerusakan sel. Tumbuhan dan hewan memelihara sistem
kompleks dari berbagai jenis antioksidan, seperti glutathione, vitamin C, vitamin
A, dan vitamin E serta enzim seperti peroksidase, katalase, superoksida dismutase
dan lain-lain. Tingkat antioksidan yang tidak mencukupi, atau penghambatan
enzim antioksidan menyebabkan stress oksidatif dan dapat merusak atau
membunuh sel (2).
Buah-buahan sudah dikenal memiliki khasiat bagi kesehatan sebagai sumber
antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas. Mekanisme sifat antioksidan
dari buah yaitu melalui inisiasi penghambatan dan propagasi rantai putus atau
menekan pembentukan reactive oxygen species (ROS) dengan mengikat ion-ion
logam, mengurangi hidrogen peroksida, dan pendinginan superoksida dan oksigen
singlet (2). Asam kranji (Dialium indum L.) merupakan salah satu buah yang
1
2
B. PERUMUSAN MASALAH
Asam kranji (Dialium indum L.) memiliki khasiat sebagai antioksidan karena
mengandung senyawa yang memiliki sifat antioksidan kuat dalam melawan
radikal bebas dan mengurangi kerusakan sel, yaitu flavonoid, polifenol, asam
askorbat, beta karoten, lycopene, dan lain-lain. Oleh karena itu dilakukan
pembuatan NLC asam kranji yang memenuhi karakterisasi dan membuatnya ke
dalam sediaan gel yang memenuhi parameter mutu fisik. Atas paparan tersebut,
perumusan masalah yakni :
1. Apakah ekstrak etanol 96% buah asam kranji dapat dibuat nanopartikel
menggunakan sistem Nanostructured Lipid Carriers (NLC) yang memenuhi
karakterisasi dan menunjukkan aktivitas antioksidan?
2. Apakah Nanostructured Lipid Carriers (NLC) yang mengandung asam kranji
dapat diformulasikan ke dalam sediaan gel yang memenuhi persyaratan mutu
fisik maupun kimia serta masih menunjukkan aktivitas antioksidan?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui apakah ektrak etanol 96% buah asam kranji dapat dibuat menjadi
Nanostructured Lipid Carriers (NLC) yang memenuhi karakterisasi dan
menunjukkan aktivitas antioksidan.
2. Mengetahui apakah Nanostructured Lipid Carriers (NLC) ekstrak asam kranji
dapat diformulasikan ke dalam sediaan gel yang memenuhi persyaratan mutu
fisik maupun kimia serta menunjukkan aktivitas antioksidan.
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian formulasi Nanostructured Lipid Carriers (NLC) ekstrak buah
asam kranji (Dialium indum L.) dalam sediaan gel ini diharapkan dapat memberi
informasi yang jelas demi kepentingan ilmu pengetahuan dalam penggunaan dan
pengembangan bahan alam ekstrak buah kranji menjadi bentuk sediaan kosmetik
yang mudah digunakan serta bermanfaat sebagai antioksidan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
Nama Asing
Malaysia : Keranji
Thailand : Luk yee, Yee
Inggris : Velvet tamarind, Tamarind plum
Afrika : Icheku, nchichi, awin, tsamiyar kurm
3. Deskripsi Tanaman (5)
Habitus : Tinggi pohon sedang sampai dengan sangat tinggi (mencapai
40 m) dengan kayu yang sangat keras dan kompak.
Batang : Tegak, bulat, percabangan simpodial, berduri, putih kotor.
Daun : Majemuk, duduk berseling, menyirip genap, terdiri dari 4
helai daun, lonjong, ujung dan pangkal tumpul, panjang 2-4
cm, lebar 1 - 2 cm, tepi rata, pertulangan menyirip, tipis,
hijau.
Bunga : Majemuk, bentuk malai, di ujung cabang atau di ketiak daun,
tangkai silindris, benang sari dan putik halus, kuning,
mahkota putih kekuningan.
Buah : Polong, panjang 7-15 cm, masih muda hijau setelah tua
merah kehijauan.
Biji : Bulat pipih, memiliki selaput biji berwarna putih, permukaan
licin, hitam.
Akar : Tunggang, putih kotor.
4. Kandungan kimia (6, 7)
Dari segi kimia, buah Dialium indum L. Mengandung saponin, flavonoida,
polifenol, vitamin C, beta karoten, dan lycopene.
5. Khasiat dan penggunaan (5)
Dialium indum L. Banyak digunakan sebagai pengasam makanan di daerah
Kalimantan. Daging buah berkhasiat sebagai obat sariawan, gusi berdarah dan
sakit diare, sedangkan rebusan daunnya untuk mencuci besi yang berkarat,
selain itu dipercaya dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Buah
Dialium indum L. dimakan di Nigeria karena memiliki rasa yang menyegarkan
dan enak.
6
B. RADIKAL BEBAS
Radikal bebas dapat diartikan sebagai salah satu produk reaksi kimia dalam tubuh
yang sangat reaktif dan mengandung elektron tak berpasangan sehingga sebagian
besar bersifat tidak stabil (8).
Kondisi tersebut membuat radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat
tinggi, mampu bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, atau asam
deoksiribonukleat (DNA) sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi sel.
Radikal bebas mencari reaksi-reaksi agar dapat memperoleh kembali elektron
berpasangannya. Dalam rangka mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak
dapat mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan
bahan sekitarnya (9).
Radikal bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil
elektron, zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang akhirnya akan terjadi kerusakan pada sel
tersebut (9).
Reaksi ini dapat berakhir jika ada molekul yang memberikan elektron yang
dibutuhkan oleh radikal bebas tersebut atau dua buah gugus radikal bebas yang
membentuk ikatan non-radikal. Mekanisme reaksi pembentukan radikal bebas
dibagi menjadi 3 tahapan reaksi, yaitu : (10, 11)
1. Inisiasi (Permulaan terbentuknya radikal bebas)
Tahap inisiasi merupakan tahap awal pembentukan radikal-radikal bebas
dengan pembelahan homolitik sehingga masing-masing atom terpisah dengan
membawa satu elektron. Terlepas dari itu, inisiasi dapat terbentuk secara
spontan atau karena pengaruh panas/cahaya. Selain itu juga radikal bebas dapat
terbentuk melalui transfer satu elektron (dengan melepas dan menerima
elektron).
2. Propagasi (Serangkaian reaksi yang berkembang atas timbulnya radikal bebas)
Setelah terbentuk radikal bebas dengan kereaktifan yang tinggi yang kemudian
dapat bereaksi dengan setiap spesies yang ditemukan. Pada tahap ini akan
terbentuk radikal bebas yang baru, karena radikal bebas yang dihasilkan pada
tahap awal bereaksi dengan molekul lain. Selanjutnya radikal bebas baru
7
tersebut dapat pula bereaksi dengan molekul atau radikal bebas yang lain. Oleh
karena itu dalam proses propagasi dikatakan terjadi reaksi berantai. Apabila
radikal bebasnya sangat reaktif, misalnya radikal alkil, maka terjadi rantai yang
panjang karena melibatkan sejumlah besar molekul. Apabila radikal bebasnya
kereaktifannya rendah, maka kemampuannya bereaksi rendah sekali, sehingga
rantai yang terjadi pendek, bahkan mungkin tidak terjadi rantai.
3. Terminasi (Inaktivasi radikal bebas oleh antioksidan endogen atau eksogen
maupun enzim superoksida dismutase)
Langkah berikutnya adalah destruksi radikal bebas atau langkah terminasi,
yang ditandai oleh kombinasi radikal bebas yang sama ataupun yang
berbeda,dan langkah ini mengakhiri reaksi radikal bebas.
C. ANTIOKSIDAN
Antioksidan adalah elemen penting dalam mencegah dan mengatasi kerusakan
kulit karena antioksidan merupakan kumpulan komponen atau molekul yang dapat
menangkap dan mencegah radikal bebas serta reactive oxygen species (ROS) yang
dapat menyebabkan kerusakan sel. Tumbuhan dan hewan memelihara sistem
kompleks dari berbagai jenis antioksidan, seperti glutathione, vitamin C, vitamin
A, dan vitamin E serta enzim seperti peroksidase, katalase, superoksida dismutase
dan lain-lain. Tingkat antioksidan yang tidak mencukupi, atau penghambatan
enzim antioksidan menyebabkan stress oksidatif dan dapat merusak atau
membunuh sel. (2)
Secara alami, tubuh manusia sudah memproduksi antioksidan untuk
mengimbangi jumlah oksidan yang masuk kedalam tubuh namun dikarenakan
jumlah oksidan yang masuk melebihi batas kemampuan yang bisa diterima oleh
antioksidan alami tubuh maka diperlukan antioksidan lain yang berasal dari luar
(12).
Antioksidan yang berasal dari luar tubuh dapat diperoleh dalam bentuk sintetik
maupun yang berasal dari bahan alam. Antioksidan sintetik yang sudah banyak
digunakan seperti buthylated hydroxytoluene (BHT), buthylated hidroksianisol
(BHA), dan ters-buthyl hidroquinone (TBHQ) secara efektif dipercaya dapat
8
3. Antioksidan Tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-Repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berperan dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA
yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya Single dan
Double strand baik gugus non-basa maupun basa (14).
D. KULIT
Kulit merupakan organ yang membungkus seluruh permukaan luar tubuh sekaligus
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh manusia yang meliputi 16% berat
tubuh. Pada orang dewasa, sekitar 2,7 hingga 3,6 kg berat tubuhnya merupakan
kulit dengan luas sekitar 1,5-1,9 meter persegi. Kulit terdiri dari jutaan sel kulit
yang dapat mengalami kematian dan selanjutnya digantikan dengan sel kulit hidup
yang baru tumbuh.
1. Anatomi Kulit
Kulit terdiri dari tiga lapisan utama yaitu epidermis (lapisan bagian luar tipis),
dermis (lapisan tengah) dan subkutan (lapisan paling dalam) (1).
10
a. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri dari lima lapisan (dari lapisan yang paling atas
sampai yang terdalam). Lapisan epidermis tebalnya 75-150 μm, kecuali
pada telapak tangan dan kaki yang berukuran lebih tebal. Telapak tangan
dan telapak kaki mempunyai kulit yang lebih tebal daripada bagian tubuh
yang lain disebabkan oleh adanya lapisan corneum di tempat itu. Hal ini
penting karena kulit di bagian tubuh ini lebih sering mengalami gesekan
dibanding tubuh bagian lain (1). Dari sudut kosmetik, epidermis
merupakan bagian kulit yang menarik karena kosmetik dipakai pada
epidermis itu. Meskipun ada beberapa jenis kosmetik yang digunakan
sampai dermis, namun tetap penampilan epidermis yang menjadi tujuan
utama. Para ahli histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga
kedalam menjadi 5 lapisan, yakni: (17)
1) Lapisan Tanduk (stratum corneum) terdiri atas beberapa lapis sel yang
pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme,
tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini
sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak larut dalam
air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan
dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar.
Secara alami, sel-sel yang sudah mati di permukaan kulit akan
melepaskan diri untuk beregenerasi. Permukaan stratum corneum
dilapisi oleh suatu lapisan pelindung lembab tipis yang bersifat asam,
disebut Mantel Asam Kulit.
2) Lapisan Jernih (stratum lucidum) terletak tepat di bawah stratum
corneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin,
sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Antara
stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis
yang disebut rein’s barrier (Szakall) yang tidak bias ditembus
(impermeable).
3) Lapisan Berbutir-butir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel
keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti
11
c. Sub-kutan (Hipodermis)
Terletak di bawah dermis, terdiri dari jaringan ikat dan lemak.
d. Absorbsi
Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua
jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material yang
mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi disbanding air dan
material yang larut dalam air (17).
e. Fungsi Lain
Kulit dapat menggambarkan status emosional seseorang dengan memerah,
memucat maupun kontraksi otot penegak rambut (17).
4. Warna Kulit
a. Warna Kulit
Warna kulit terutama ditentukan oleh oxyhemoglobin yang berwarna
merah, hemogoblin tereduksi yang berwarna merah kebiruan, melanin
yang berwarna coklat, keratohyalin yang memberikan penampakan opaque
pada kulit, serta lapisan stratum corneum yang memiliki warna putih
kekuningn atau keabu-abuan. Kurang penting adalah carotene, suatu
pigmen warna kuning yang sedikit sekali jumlah dan efeknya, serta eleidin
dalam stratum lucidum yang hanya terlihat pada kulit yang menebal dari
telapak kaki bagian tumit (17).
Dari semua bahan-bahan pembangun warna kulit itu, yang paling
menentukan warna kulit adalah pigmen melanin. Jumlah, tipe, ukuran, dan
distribusi pigmen melanin ini akan menentukan variasi warna kulit
berbagai golongan ras/bangsa di dunia (17).
b. Mekanisme Pigmentasi
Proses pembentukan pigmen melanin terjadi pada butir-butir melanosome
yang dihasilkan oleh sel-sel melanosit yang terdapat diantara sel-sel basal
keratinosit di dalam lapisan basal (stratum germinativum). Melalui juluran
lengan-lengannya yang dinamakan dendrit, melanosit memberikan
melanosom kepada sejumlah sel-sel keratinosit di sekelilingnya (17).
17
Perubahan akibat proses penuaan yang terjadi pada kulit dapat dibagi atas
perubahan anatomis, fisiologis, serta kimiawi. Beberapa perubahan anatomis
dapat terlihat langsung, seperti hilangnya elastisitas dan fleksibilitas kulit yang
menyebabkan timbulnya kerut dan keriput, berkurangnya jumlah rambut di
kepala walaupun pada wanita justru sering tumbuh kumis atau rambut panjang
di leher atau di pipi, hiperpigmentasi dan tumor kulit terutama pada usia 40
tahun ke atas akibat terlalu lama terpapar sinar matahari, penebalan kulit,
epidermis kering dan pecah-pecah, perubahan pada bentuk kuku dan rambut,
dan sebagainya (17).
Banyak faktor dari luar yang mempengaruhi penuaan kulit, tetapi yang
terkuat adalah sinar matahari, khususnya sinar UV yang terdapat di dalam sinar
matahari (17).
Secara histologis dan fisiologis, pada kulit yang sudah menua ditemukan
antara lain hal-hal berikut: (17)
1) Kulit menjadi kering karena menurunnya fungsi kelenjar minyak kulit
(kelenjar sebasea),
2) Berkurangnya kadar air kulit dan mengeringnya serabut kolagen dan
elastin akibat menurunnya hormon-hormon kelamin,
3) Menurunnya kecepatan metabolisme sel basal dan melambatnya proses
keratinisasi, mengakibatkan regenerasi sel-sel epidermis menjadi lambat.
Pada kulit tua ditemukan defisiensi banyak vitamin, antara lain vitamin C,
biotin, vitamin K, asam panthotenat, pyridoxine, asam nikotinat, citrus
bioflavonoid, dan lain-lain. Kekurangan vitamin K antara lain menyebabkan
telanglectasia (pecahnya pembuluh darah kulit yang terlihat seperti sarang
laba-laba). Untuk memperlambat proses penuaan kulit tersebut, defisiensi
vitamin perlu dicegah atau diperbaiki dengan menggunakan produk kosmetik
seperti kosmetik pelembab, kosmetik yang mengandung kolagen, vitamin,
allantoin, ekstrak placenta, dan sebagainya. Dalam hal ini, pemakaian kosmetik
tabir surya yang melindungi kulit dari sinar matahari juga sangat penting (17).
20
3. Metode Pembuatan
Banyak metode yang berbeda telah dijelaskan dalam literatur untuk pembuatan
nanopartikel lipid, terutama SLN. Metode homogenisasi panas dan dingin,
teknik mikroemulsi, metode evaporasi emulsifikasi pelarut, metode difusi
emulsifikasi pelarut, metode injeksi pelarut atau metode penggantian pelarut,
teknik fase inversi, metode emulsi ganda, teknik membran kontraktor. Di
antara teknik-teknik ini, metode homogenisasi panas dan dingin, serta metode
evaporasi emulsifikasi pelarut memiliki potensi untuk menghasilkan NLC.
1) Metode Homogenisasi Panas
22
3) Lutein
Lutein adalah satu dari 20 karotenoid yang ditemukan di tubuh manusia.
Lutein juga merupakan pigmen larut lemak yang terdapat dalam berbagai
sayuran (misalnya bayam, kale) & kuning telur. Lutein memainkan peran
penting dalam kulit, dimana berfungsi untuk menjaga kulit agar tetap sehat
dengan mengurangi gangguan yang diinduksi UV seperti eritema dan
peradangan. Lutein berperan sebagai agen pelindung untuk kanker kulit,
juga merupakan filter cahaya biru. Lutein adalah molekul sensitif panas
yang memiliki kemungkinan degradasi ketika kontak dengan suhu tinggi.
Untuk mengatasi kelemahan utama ini, disarankan untuk menggunakan
NLC dari Lutein yang disiapkan dengan carnauba wax lipid yang
ditemukan untuk menunjukkan termostabilitas tertinggi dalam
peningkatan suhu (850°C) (18).
4) Lycopene
Lycopene adalah salah satu antioksidan yang paling kuat yang umunya
terdapat dalam tomat, semangka dan buah anggur merah muda.
Antioksidan ini memiliki kelarutan dalam air yang sangat rendah, masalah
stabilitas, dan tidak mudah berdifusi melalui epidermis ketika dioleskan.
Untuk itu, pilihan yang menarik adalah pemanfaatan nanopartikel lipid
untuk penghantaran Lycopene pada kulit. Karena NLC melindungi obat-
obatan yang labil secara kimia dari degradasi, NLC akhirnya memberikan
pelepasan berkelanjutan dari obat aktif yang dimuat. Jadi, ketika NLC
terbentuk, stabilitas kimia Lycopene meningkat dan di sisi lain degradasi
Lycopene terhambat ketika telah disimpan pada suhu rendah (18).
5) α-tocopherol
Saat ini terkait dengan penipisan lapisan ozon, penggunaan tabir surya
merupakan hal yang wajib untuk tujuan perlindungan kulit dari efek
berbahaya dari radiasi UV. Dalam produk kosmetik, α-tokoferol
digunakan sebagai antioksidan yang juga memiliki kemampuan untuk
mengurangi kerusakan kulit yang disebabkan oleh radiasi UV. Sebagian
besar sunscreen yang melindungi terhadap sinar UVA didasarkan pada
25
Tabel II 2. Daftar Lipid dan Surfaktan yang digunakan untuk Formulasi NLC
2) Metode Preparasi
Berbagai metode yang digunakan untuk produksi SLN juga dapat
digunakan untuk produksi NLC. Terdapat metode yang paling umum
digunakan untuk produksi NLC, yaitu: (22)
a. Homogenisasi dengan Tekanan Tinggi
NLC disiapkan dengan teknik homogenisasi tekanan tinggi. Metode ini
memanfaatkan pemanasan fase lipid (campuran lipid padat dan cair)
paling sedikit 10°C di atas titik leburnya dan kemudian
menambahkannya ke larutan surfaktan yang dipanaskan pada suhu
yang sama dengan menggunakan pengaduk berkecepatan tinggi.
Campuran yang terbentuk dilewatkan melalui homogenizer bertekanan
tinggi pada kondisi optimum homogenisasi. Tekanan 500 bar dan dua
atau tiga siklus homogenisasi merupakan kondisi produksi umum.
Rekristalisasi lipid mengarah ke pembentukan NLC setelah
28
b. Ultrasonikasi
NLC juga dapat disiapkan melalui ultrasonikasi. Dalam metode ini, pre-
emulsi diperoleh melalui dispersi fase lelehan lemak/lipid (lipid padat
dan lipid cair) dalam larutan surfaktan menggunakan pengaduk
berkecepatan tinggi. Nanoemulsi ultrasonik yang diperoleh kemudian
didinginkan hingga suhu kamar, menghasilkan persiapan NLC (22).
c. Metode Difusi Solven
Metode difusi solven digunakan sebagai metode produksi alternatif
untuk menyiapkan NLC dalam kondisi ringan. Seperti disebutkan
sebelumnya, NLC yang dihasilkan melalui metode homogenisasi
tekanan tinggi menunjukkan pelepasan obat secara tiba-tiba. Hal ini
terkait dengan peningkatan suhu yang digunakan dan konsentrasi tinggi
surfaktan yang digunakan. Tekanan homogenisasi yang tinggi juga
menyebabkan koalesensi partikel. Metode difusi solven mudah dan
tidak menggunakan peralatan khusus apa pun. Fase lipid, campuran
lipid padat dan cairan lipid, dan obat-obatan dilarutkan ke dalam fase
organik pada 50°C. Larutan organik yang dihasilkan kemudian
didispersikan dengan cepat ke dalam larutan cair asam yang
mengandung zat pendispersi, yaitu polivinil alkohol, di bawah agitasi
mekanik. Agregasi nanopartikel diperoleh ketika nilai pH fase cair
asam disesuaikan menjadi 1,2 dengan penambahan 0,1 M asam
hidroklorat. Sistem yang tersebar kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan tinggi dan kemudian dilepaskan kembali dalam air suling.
Dispersi yang diperoleh dikeringkan dengan liofilisasi. Namun
kekurangan dari metode ini adalah kebutuhan untuk menggunakan
pelarut organik (22).
30
pelepasan obat awal yang tiba-tiba dan cepat diikuti oleh pelepasan yang
berkelanjutan dengan laju konstan dari inti lipid padat. Karena pelepasan
obat dari NLC merupakan fungsi dari komposisi matriks lipid, maka pola
pelepasan obat dapat ditingkatkan dan dimodulasi dengan memvariasikan
jumlah kandungan lipid cair sehubungan dengan lipid padat (22).
3) Stabilitas Obat Jangka Panjang Selama Penyimpanan
Gagasan NLC berasal dari fakta bahwa kristalisasi lipid menyebabkan
pelepasan obat. Jadi, lipid semacam ini digunakan dalam NLC yang padat,
tetapi tidak mengalami kristalisasi. Dengan menggunakan campuran
khusus yang terdiri dari lipid padat dan lipid cair, partikel-partikel memadat
setelah pendinginan tetapi tidak mengkristal. Kurangnya kristalinitas tidak
hanya mempengaruhi ukuran partikel, efisiensi penjebakan, dan
karakteristik pelepasan obat in vitro, namun lipid cair yang tertanam di
dalam lipid padat di NLC juga mencegah masalah stabilitas jangka panjang
yang timbul dari fenomena polimorfisme. Lipid cair memainkan peran
penting dalam mencegah kristalisasi. Ketika kristalisasi terjadi karena
supersaturasi, lipid cair seharusnya menyebabkan kondisi subsaturasi dari
lipid padat, sehingga menurunkan kristalisasi (22).
4) Penurunan penggunaan Konsentrasi Surfaktan
NLC merupakan pembawa nano yang unik karena dapat distabilkan
menggunakan konsentrasi surfaktan minimum yang mungkin bersamaan
dengan peningkatan efisiensi jebakan dan profil pelepasan obat yang
diinginkan. Bahkan NLC yang sangat stabil yang menarik obat lipofilik
dapat diperoleh dengan menggunakan konsentrasi surfaktan 0,5%-1%.
Menariknya, surfaktan yang tersedia semuanya diterima dalam hal
penstabilan NLC. Sebagai perbandingan, rentang penerimaan surfaktan
untuk emulsi lipid dan formulasi lainnya sangat sempit. Jadi, NLC adalah
pendekatan formulasi yang lebih disukai daripada emulsi lipid dimana
konsentrasi yang lebih tinggi dan rentang seleksi surfaktan yang sempit
merupakan masalah yang menjadi perhatian (22).
32
F. EVAPORASI PELARUT
Pemilihan metode pembuatan nanopartikel bergantung dengan karakter
fisikokimia dari polimer dan obat yang akan dimasukkan. Adapun metode yang
paling banyak digunakan adalah metode emulsi ganda dan evaporasi pelarut.
Evaporasi pelarut merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan
untuk preparasi nanopartikel. Dalam metode ini, larutan polimer disiapkan dalam
pelarut yang mudah menguap dan emulsi yang telah diformulasikan.
Di masa lalu, polimer preformed diklorometana dan kloroform banyak
digunakan, namun sekarang diganti dengan etil asetat yang memiliki profil
toksikologi yang lebih baik. Emulsi tersebut kemudian diubah menjadi suspensi
nanopartikel pada penguapan pelarut untuk polimer, yang diperbolehkan untuk
menyebar melalui fase kontinyu emulsi. Dalam metode konvensional, dua strategi
utama yang digunakan untuk pembentukan emulsi, preparasi single-emulsi,
misalnya, minyak dalam air (o/w) atau double-emulsi, misalnya, (air dalam
minyak)-dalam-air, (w/o)/w.
Metode ini memanfaatkan high-speed homogenisasi atau ultrasonikasi, diikuti
oleh penguapan pelarut, baik dengan pengadukan magnetik terus menerus pada
suhu kamar atau pada tekanan rendah. Partikel nano dikumpulkan oleh
ultrasentrifugasi dan dicuci dengan air suling untuk menghilangkan residu
stabilizer atau obat bebas dan dilyophilisasi untuk penyimpanan.
Disiapkan PLGA nanopartikel sekitar 200 nm dengan memanfaatkan
diklorometana 1,0% (b/v) sebagai pelarut dan PVA atau Span 40 sebagai
stabilizing agent. Atau bisa juga dengan disiapkan PLGA nanopartikel dengan
ukuran partikel 60-200 nm dengan menggunakan diklorometana dan aseton (8:2,
v/v) sebagai sistem pelarut dan PVA sebagai stabilizing agent.
Ukuran partikel yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi
stabilizing agent, kecepatan homogenizer dan konsentrasi polimer. Untuk
menghasilkan ukuran partikel kecil, sering digunakan homogenisasi berkecepatan
tinggi atau ultrasonikasi.
Polimer yang digunakan dalam metode ini adalah PLA, PLGA, EC, selulosa
asetat ftalat, Poli (β - kaprolakton)\(PCL), Poli (β-hidroksibutirat) (PHB). (23, 24)
33
G. SEDIAAN GEL
USP 24 dan NF 19 mendefinisikan gel sebagai sistem semisolida, baik berupa
suspensi yang dibangun oleh partikel anorganik halus (kecil) maupun molekul
organik besar yang diinterpenetrasikan dengan cairan. Apabila massa gel terdiri
atas suatu jaringan partikel halus diskrit, maka gel tersebut diklasifikasikan
sebagai sistem 2 fasa. Gel satu fasa terdiri atas makromolekul organik yang
terdistribusi secara uniform pada keseluruhan cairan sedemikian rupa sehingga
tidak terdapat batasan yang tampak di antara di antara makromolekul terdispersi
dan cairan (25).
Gel fasa tunggal dan jeli dapat digambarkan sebagai jaringan 3 dimensi yang
terbentuk dengan penambahan makromolekul, seperti protein, polisakarida, dan
makromolekul sintetik, terhadap cairan yang sesuai. Dalam farmasi umumnya
cairan berupa air dan larutan hidroalkoholik. Banyak gel polimer menunjukkan
reversibilitas di antara keadaan gel dan sol yang merupakan fasa cairan
mengandung makromolekul terdispersi atau melarut. Hanya saja pembentukan
beberapa gel polimer bersifat ireversibel karena rantainya terikat secara kovalen.
Jaringan 3 dimesi yang dibentuk oleh gel 2 fasa dan jeli dibentuk oleh beberapa
lempung koloidal anorganik (25).
34
Pembentukan gel anorganik ini bersifat reversible. Gel biasanya dianggap lebih
rigid dari jeli karena gel mengandung lebih banyak ikatan kovalen sambung silang,
ikatan fisika lebih banyak atau secara sederhana kurang cair (25).
Polimer pembentuk gel menunjukkan seperangkat rigiditas, diawali dengan
suatu sol dan meningkat rigiditasnya menjadi musilago, jeli, gel dan hydrogel. Gel
farmasi dapat dikategorikan berdasarkan jaringan mikrostrukturnya, yaitu: (25)
1. Struktur terikat secara kovalen
Jaringan polimer yang terikat secara kovalen dengan struktur sempurna tidak
teratur, merupakan sistem ireversibel. Karena matriks gel yang dihasilkan
sering sangat kaku, gel ini diklasifikasikan sebagai “hidrogel”.
2. Struktur ikatan secara fisika
Jaringan polimer yang terikat secara fisika tidak teratur, akan tetapi pada
beberapa lokasi teratur, merupakan sistem yang reversibel, faktor seperti
temperatur dan ion tambahan, dapat menginduksi transisi diantara fasa sol dan
gel. Bentuk gel ini terutama dibentuk oleh polimer organik alam (protein dan
polisakarida) dan turunan semisintetik selulosa. Beberapa gel sintetik polimer
hidrofil juga termasuk dalam kelompok ini.
3. Struktur gel yang teratur baik
Termasuk gel mesofasa yang dibentuk oleh lempeng organik. Pada kondisi
yang sesuai, disperse dalam air dari beberapa silika, alumina, dan lempung
(clay) membentuk gel kaku atau lyogel. Apabila lempung yang termasuk kelas
smectic, seperti bentonite, alumunium silikat, hektorit, dan laponite, berkontak
dengan air, secara spontan lempung akan mengalami pemelaran osmotik untuk
menghasilkan suatu gel partikel lempung berbentuk lempeng yang berasosiasi
secara teratur.
Gel merupakan suatu sistem semi solida, baik berupa suspensi yang dibangun
oleh partikel anorganik halus (kecil) maupun molekul organik besar yang
terpenetrasi dengan cairan. Dalam penggunaannya, gel memiliki beberapa
keunggulan seperti penampilan sediaan yang jernih, tidak menyumbat pori-pori
dan menyediakan ruang pernapasan bagi pori-pori, mudah dicuci dengan air,
kemampuan menyebarnya yang baik sehingga mudah diaplikasikan secara
35
topikal, dan keuntungan utamanya yaitu efek pendinginan pada saat diaplikasikan
pada kulit (26).
1. Berdasarkan fase koloidalnya gel dibedakan menjadi 2 golongan: (26)
a. Gel satu fase
Gel ini terbentuk dari makromolekul organic yang tersebar merata dalan
suatu cairan hingga tidak terlihat ikatan antara molekul makro yang
terdispersi dan cairan.
b. Gel dua fase
Gel yang tersusun dari kelompok-kelompok kecil dan berbeda. Gel ini juga
dapat disebut dengan magma.
di mana ZH adalah bentuk tereduksi dan bebas rasial yang dihasilkan pada langkah
pertama ini. Radikal yang terakhir ini kemudian akan mengalami reaksi lebih lanjut
yang mengontrol keseluruhan stoikiometri, yaitu, jumlah molekul DPPH dikurangi
(decolorised) oleh satu molekul reduktan (28).
Reaksi tersebut dimaksudkan untuk menyediakan hubungan dengan reaksi
yang terjadi dalam sistem pengoksidasi, seperti autoksidasi lipid atau zat tak jenuh
lainnya; molekul DPPH dengan demikian dimaksudkan untuk mewakili radikal
bebas yang terbentuk dalam sistem yang aktivitasnya harus ditekan oleh zat AH
(28).
Metode dengan pereaksi DPPH ini merupakan metode yang cepat, mudah, dan
peka untuk digunakan sebagai metode uji aktivitas peredaman radikal bebas.
Selain itu metode DPPH ini dapat digunakan pada sampel yang kecil atau sedikit.
DPPH juga merupakan radikal bebas yang stabil dapat digunakan untuk
menentukan sifat aktivitas peredaman radikal bebas suatu ekstrak (29).
Metode uji aktivitas peredaman radikal bebas DPPH secara kualitatif dilakukan
dengan cara menyemprotkan senyawa radikal bebas DPPH ini pada pelat KLT.
Bercak kuning pada latar ungu menunjukkan adanya aktivitas peredaman radikal
bebas (14).
38
Metode uji aktivitas peredaman radikal bebas DPPH secara kuantitatif dapat
ditentukan harga IC50 berdasarkan grafik regresi linier yang diperoleh. IC50
merupakan suatu parameter dalam penentuan aktivitas antioksidan, berupa
konsentrasi zat antioksidan yang efektif untuk menghambat 50% aktivitas radikal
bebas DPPH. Nilai IC50 diambil dari persamaan grafik regresi linier antara persen
inhibisi berdasarkan absorbansi sampel dengan blanko yang diukur dengan
spektrofotometer cahaya tampak pada panjang gelombang 517 nm (28).
I. DATA PREFORMULASI
1. Asam Stearat
3. Carbomer 940
Sinonim : Acrypol; Acritamer; Acrylic polimer; Carbomera
carbopol; Carboxy polymethylene
Bobot Molekul : 7 x 105 – 4 x 109 g/mol
Pemerian : Bentuk serbuk higroskopis, putih, halus, bau khas
Kelarutan : Larut dalam air, setelah dinetralkan larut dalam etanol
(95%) dan gliserin.
Kegunaan : Gelling agent
pH : 2,5 – 3,0
Inkompatibilitas : Fenol, asam kuat, elektrolit level tinggi, dan Na benzoat
Konsentrasi : Sebagai bahan pembentuk gel masker 0,5% – 0,2%
Karbomer adalah salah satu jenis polimer hidrofilik yang banyak
digunakan dalam berbagai bidang khususnya bidang kimia, farmasi, dan
kesehatan. Karbomer merupakan polimer yang memiliki permeabilitas oksigen
40
yang baik, tidak bersifat imunogenik, dan memiliki sifat sebagai pengemulsi
serta dapat melembabkan.
4. Tween 80
Pemerian : Cairan kental seperti minyak; jernih, kuning; bau asam
lemah, khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95% P, dalam etil
asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam paraffin
cair P dan dalam minyak kapas P.
Stabilitas : Stabil dalam elektronik, asam lemah dan basa.
Inkompatibel : Menyebabkan diskolorasi terutama dengan fenol, tannin.
Aktivitas mikroba berkurang.
Kegunaan : Surfaktan nonionik
Konsentrasi : m/a : 1-15%, a/m : 1-10%
HLB : 15
5. Span 80
Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning muda
hingga coklat muda, bau khas lemah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, tetapi terdispersi dalam air,
larut dalam alcohol, mudah larut dalam minyak.
Stabilitas : Stabil pada basa lemah dan asam lemah juga larutan
elektrolit, dapat membentuk sabun pada basa kuat.
Kegunaan : Surfaktan nonionik
Konsentrasi : m/a : 1-15%, a/m : 1-10%
Penyimpanan : Disimpan ditempat tertutup rapat, sejuk, dan kering.
HLB : 4,3
41
6. Trietanolamin
7. Propilen glikol
8. Metil Paraben
9. Propil Paraben
11. Parfum
Pemerian : Cairan kuning, jernih, transparan dan berbau khas.
Kelarutan : Larut dalam fase minyak dan air.
Kegunaan : Sebagai pewangi pada cream dan gel.
Penyimpanan : Disimpan ditempat yang tertutup rapat, sejuk dan
terlindung dari cahaya
J. EVALUASI
1. Evaluasi Nanopartikel (NLC) (24)
Setelah persiapan nanopartikel, penting untuk memastikan bahwa partikel yang
diperoleh memiliki sifat yang diinginkan dan cocok untuk pemberian. Berbagai
parameter termasuk dalam karakterisasi SLN seperti analisis ukuran partikel,
potensial zeta, scanning electron microscopy, indeks polidispersitas, dan
pemindaian diferensial kolorimetri dan pelepasan obat dan stabilitas obat.
a. Ukuran Partikel
Dalam menentukan ukuran partikel pada NLC digunakan laser diffraction
dan photon correlation spectroscopy (PCS). Teknik PCS dikenal juga
sebagai teknik DLS. Dilakukan pengukuran berdasarkan fluktuasi
intensitas cahaya yang tersebar yang disebabkan oleh pergerakan partikel
dan dapat digunakan untuk mengukur hingga 3 μm, dan pada ukuran
45
e. Difraksi sinar X
Sinar X digunakan dalam difraksi dengan panjang gelombang antara 0,5 –
2,5 A, dimana pada panjang gelombang cahaya tampak mencapai hingga
6000A, spectrum sinar X terletak pada spectrum sinar gamma dan sinar
UV. Teknik difraksi sinar X merupakan metode yang dianggap lebih
mudah untuk mendapatkan informasi struktur kristal, karakterissi sidik jari
material kristal, dan penentuan strukturnya sehigga dapat diketahui jumlah
fase kristal yang terkandung. Sinar X difraksikan oleh kristal seperti cahaya
tampak yang didispersikan menjadi spectrum warna oleh rulled grating
(kepingan gelas dengan garis sejajar yang sama). Hal ini disebabkan sinar
X mempunyai panjang gelombang yang hampir sama dengan jarak antara
atom atau molekul kristal. Pola difraksi sinar X pada kristal datar,
memungkinkan untuk menentukan jarak dari berbagai lempengan krisis
kristal.
f. Differential Scanning Colorimetry (DSC)
Pemindaian kolorimetri diferensial (DSC) dan diffractometry serbuk X-ray
dilakukan untuk menentukan derajat kristalinitas dalam dispersi partikel.
Dalam proses preparasi, sampel DSC dipanaskan dari 25-85 ˚C dan
didinginkan pada 85-20 ˚C di bawah nitrogen cair. DSC juga digunakan
untuk menentukan sifat dan spesiasi kristalinitas dalam nanopartikel
melalui pengukuran suhu kaca dan titik leleh.
2. Evaluasi Gel
Evaluasi gel terbagi menjadi 2, yaitu evaluasi parameter fisik dan kimia.
Evaluasi parameter fisik dilakukan dengan capa pengujian organoleptik,
viskositas, dan sifat alir yang disesuaikan pada rentang suhu selama
penyimpanan dan penggunan sediaan. Sedangkan evaluasi parameter kimia
ditentukan melalui pengukuran pH sediaan gel pada rentang suhu selama
penyimpana dan penggunaan sediaan.
47
K. LANDASAN TEORI
Pada penelitian ini digunakan buah asam kranji (Dialium indum L.) untuk
dimanfaatkan kandungan antioksidannya karena mengandung senyawa yang
memiliki sifat antioksidan kuat dalam melawan radikal bebas dan mengurangi
kerusakan sel, yaitu flavonoid, polifenol, asam askorbat, beta karoten, lycopene,
dan lain-lain (6).
Untuk meningkatkan keefektifan antioksidan dari buah asam kranji, ekstrak
buah asam kranji diformulasikan dalam bentuk kosmetik sediaan topikal, yaitu gel
dengan menggunakan teknologi nanopartikel. Aplikasi nanopartikel pada sediaan
kosmetik dimaksudkan agar penghantaran bahan aktif kosmetik lebih tepat sasaran
karena ukuran partikelnya yang kecil serta untuk mengurangi efek samping (3).
Sistem penghantaran nanopartikel dipilih dengan tujuan memperoleh ukuran
partikel yang kecil dalam upaya meningkatkan proses absorbsi dan penetrasi bahan
aktif dari sediaan ke dalam kulit. Pemanfaatan nanopartikel pada formulasi sediaan
ini menggunakan tipe NLC (Nanostructured Lipid Carrier) yang memiliki
kemampuan penjerapan lipofilik dan hidrofilik pada matriks yang baik, dan
meningkatkan kapasitas muat obat, namun menghasilkan viskositas yang rendah
sehingga nanopartikel diformulasikan ke dalam sediaan semi solid seperti gel
untuk meningkatkan viskositas agar tercapai konsistensi yang ideal untuk aplikasi
topikal dan meningkatkan stabilitas nanopartikel itu sendiri. Metode yang
digunakan adalah metode evaporasi pelarut karena berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya, metode ini menghasilkan ukuran partikel dan indeks
polidispersitas yang paling baik.
Dalam penelitian ini akan dilakukan ekstraksi dari asam kranji (Dialium indum
L.) dengan cara maserasi kinetik menggunakan cairan penyari etanol 96% untuk
menarik senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan. Kemudian ekstrak
asam kranji tersebut dibuat ke dalam bentuk nanopartikel dengan menggunakan
metode Nanostructured Lipid Carriers (NLC). NLC yang terbentuk kemudian
dikarakterisasi meliputi ukuran partikel, indeks polidipersitas, potensial zeta, dan
morfologi nanopartikel, setelah itu diformulasikan menjadi sediaan gel hingga
diperoleh sediaan yang baik secara fisik dan kimia serta dapat memberikan
48
perlindungan pada kulit. Etanol 96% dipilih sebagai pelarut karena mengalami
evaporasi secara sempurna sehingga tidak meninggalkan jejak etanol pada ekstrak
yang dapat bersifat toksik apabila digunakan pada manusia.
Sistem Nanostructured Lipid Carriers (NLC) menggunakan mix lipid yang
terdiri dari lipid padat dan lipid cair yang distabilkan oleh satu atau dua surfaktan
yang membentuk matrik inti yang cair. Lipid cair yang digunakan adalah virgin
coconut oil yang kaya dengan Vitamin E sehingga dapat menutrisi dan
melembabkan kulit, merupakan antioksidan alami untuk kulit, tidak bersifat toksik,
dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, sesuai dengan penelitian
sebelumnya. Selain itu virgin coconut oil juga digunakan karena banyak
mengandung asam laurat yang merupakan asam lemak jenuh rantai sedang
sehingga dalam suhu yang panas lebih tidak mudah teroksidasi seperti olive oil.
Sebagai lipid padat, digunakan asam stearat karena sifat biokompabilitasnya yang
baik dengan jaringan manusia, toksisitasnya yang rendah bila dibandingkan
dengan bahan sintesis, dan bersifat netral pada cairan fisiologis.
Selain mix lipid pada NLC juga ditambahkan emulsifier agent berupa
surfaktan. Surfaktan yang digunakan berasal dari golongan polisorbat (Tween 80)
dan sorbitan monoester (Span 80). Tween 80 digunakan karena memiliki aktivitas
yang tinggi pada permukaan dan toksisitasnya rendah. Span 80 digunakan karena
memiliki HLB yang rendah dan merupakan golongan sorbitan monoester yang
sering digunakan. Kombinasi keduanya digunakan untuk mendispersikan dua fase
yang tak campur dan mencegah agregasi partikel untuk meningkatkan stabilitas.
Carbomer 940 dipilih sebagai gelling agent karena kemampuannya
membentuk gel pada konsentrasi rendah, dapat terdispersi dengan baik, parikel-
partikelnya mudah terbasahi, dan memiliki kejernihan yang baik serta mampu
melembabkan kulit.
Penambahan TEA sebagai alkalizing agent bertujuan untuk menetralkan sifat
asam dari karbomer sehingga memenuhi persyaratan pH kulit (4,5 – 6,5) serta
dapat membentuk sediaan gel yang jernih. Propilen glikol berfungsi sebagai
humektan untuk menjaga kelembaban kulit serta mencegah produk gel menjadi
kering karena dapat memberikan efek moisturization serta mengurangi rasa
49
lengket pada permukaan kulit. Metil paraben dan propil paraben digunakan sebagai
pengawet.
L. HIPOTESIS
1. Ekstrak etanol 96% buah asam kranji dapat diformulasikan menjadi sediaan
gel Nanostructured Lipid Carriers yang jernih dan stabil secara termodinamika
2. Nanostructured Lipid Carriers ekstrak buah asam kranji dapat memiliki
aktivitas antioksidan
3. Formulasi gel Nanostructured Lipid Carriers ekstrak asam kranji dapat
memenuhi persyaratan secara fisika dan kimia dan memiliki aktivitas
antioksidan.
50
BAB III
RANCANGAN PENELITIAN
A. PRINSIP PENELITIAN
Penelitian diawali dari pengumpulan bahan penelitian hingga diperoleh ekstrak
kental buah asam keranji yang diperoleh melalui proses ekstraksi menggunakan
etanol 96%. Ekstrak kental yang didapatkan kemudian dilakukan penapisan
fitokimia dan uji aktivitas antioksidan. Ekstrak kental yang memiliki aktivitas
antioksidan kemudian dilakukan pemeriksaan parameter mutu dan penetapan
kadar flavonoid total. Ekstrak kental selanjutnya dibuat Nanostructured Lipid
Carriers (NLC). NLC yang terbentuk dikarakterisasi meliputi ukuran partikel,
indeks polidispersitas, zeta potensial, dan morfologi nanopartikel dengan Scanning
electron microscopy (SEM) pada NLC ekstrak buah asam keranji dan uji aktivitas
antioksidan. NLC ekstrak buah asam keranji tersebut kemudian dibuat menjadi
sediaan gel. Sediaan gel NLC ekstrak buah asam keranji yang dihasilkan dilakukan
uji aktivitas antioksidan dengan metode peredaman radikal bebas menggunakan
DPPH dan didapatkan IC50.
B. BAHAN PENELITIAN
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah buah asam kranji (Dialium
indum L.) yang diperoleh dari Kompliment, Serang, Banten.
C. TEMPAT PENELITIAN
1. Laboratorium Teknologi Bahan Alam Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,
Jakarta Selatan.
2. Laboratorium Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta Selatan.
3. Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta
Selatan.
51
D. TAHAP PENELITIAN
1. Pengumpulan dan Penyediaan Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan adalah buah Asam Kranji (Dialium indum L.)
yang berasal dari Serang, Banten.
2. Determinasi Tanaman Dialium indum L.
Determinasi Asam Kranji (Dialium indum L.) dilakukan di Herbarium
Bogorinese, Puslitbang, LIPI, Bogor.
3. Penyiapan Simplisia
Penyediaan simplisia buah Asam Kranji (Dialium indum L.) dilakukan dengan
cara membuka cangkang kulit buah Dialium indum L., lalu bagian buah dari
tanaman Dialium indum L. dibersihkan dari kotoran yang melekat, setelah itu
dihancurkan menggunakan blender laboratorium. Buah Dialim indum L. yang
telah dihaluskan kemudian dikeringkan di udara sampai berat konstan di
tempat berventilasi pada suhu sekitar 30 ± 2° C, bentuk bubuk halus yang
diperoleh disimpan pada suhu sedang sampai digunakan lebih lanjut.
4. Pembuatan Ekstrak Buah Asam Keranji
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Sebanyak 150 g buah asam kranji
yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam toples kaca lalu ditambahkan 500
mL pelarut etanol 96% hingga sampel terendam semuanya. Maserasi selama
3x24 jam, disaring kemudian dilakukan remaserasi. Filtrat diuapkan untuk
menghilangkan pelarutnya menggunakan rotary vakum evaporator hingga
diperoleh ekstrak kental.
5. Pemeriksaan Parameter Mutu Ekstrak Buah Asam Keranji
Karakteristik meliputi pemeriksaan organoleptik, ketercampuran ekstrak
dengan pelarut, kadar air dan pH.
52
BAB IV
BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN
A. BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah asam keranji (buah
Dialium indum L.) (Serang), etanol 96%, asam stearat, Virgin Coconut Oil,
carbomer 940, tween 80, span 80, trietanolamin, propilen glikol, metil paraben,
propil paraben, air murni, dan parfum.
B. ALAT
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah kaca (toples),
maserator, ayakan, rotary vacuum evaporator, Particle Size Analizer, Zetasizer
200 (Malvern, UK), Scanning Electron Microscopy (SEM), timbangan analitik
(AND, GR-200), waterbath, lemari pendingin (LG), stirrer (IKA, RW-20), pH
meter (Hanna instrument, HI 2211), Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu, 1800),
oven, cawan penguap (China), alat-alat gelas, tabung reaksi (Pyrex), alat-alat
volumetrik, pipet tetes, alat ukur kemampuan menyebar, kaca objek, cover glass,
jangka sorong, alumunium foil, kertas saring, kapas, plastic wrap, tissue, vortex
(Maxi Mix® II tipe M37600), Viskometer Brookfield RV.
55
C. METODE PENELITIAN
1. Penyediaan Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan adalah buah Asam keranji (Dialium indum L.)
yang diperoleh dari Kompliment, Serang.
2. Determinasi Tanaman
Buah Asam keranji (Dialium indum L.) di determinasi di Herbarium
Borgoriense, Puslitbang, LIPI, Bogor.
c. Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) pH meter dikalibrasi dengan larutan pH 7,0 (dapar fosfat ekimolal)
dan pH 4,0 (dapar kalium biftalat).
2) Ditimbang ekstrak kental buah asam keranji sebanyak lebih kurang
0,1 gram, dilarutkan dalam 100 mL air suling pH 7,0 (1000 bpj)
3) Elektroda pH meter dicelupkan sehingga ujung elektroda tercelup
semua ke dalam larutan ekstrak asam keranji (supernatan) dan angka
digital menjadi stabil (tanda ready) siap untuk dibaca.
4) pH dicatat.
d. Kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan alat Karl Fischer, dimasukkan
sejumlah ± 50 mg bahan. Kadar air akan terdeteksi oleh alat dan pereaksi
Karl Fischer.
tanda hingga didapatkan konsentrasi akhir 1 bpj, 2 bpj, 3 bpj, 4 bpj, dan 5
bpj yang selanjutnya digunakan dalam pengukuran aktivitas antioksidan.
Pembuatan kontrol positif vitamin C dilakukan sebanyak tiga kali (triplo).
g. Pengukuran serapan
Masing-masing larutan didiamkan selama 35 menit pada suhu 37°C
terlindung dari cahaya. Lakukan pengukuran serapan pada panjang
gelombang 516,5 nm menggunakan Spektrofotometri UV-Vis.
Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali, prosedur yang sama juga
dilakukan terhadap pembanding.
h. Perhitungan
i. Presentasi inhibisi terhadap radikal bebas DPPH dari masing-masing
konsentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan rumus:
𝐴−𝐵
% inhibisi = 𝑥 100
𝐴
Keterangan :
A = Serapan kontrol (pelarut + DPPH)
B = Serapan larutan uji (pelarut + DPPH + sampel)
Nilai IC50 (Inhibitor Consentration 50%) menyatakan besarnya
konsentrasi larutan sampel (daging buah asam ataupun antioksidan
pembanding kuersetin) yang dapat meredam radikal bebas DPPH sebesar
50%. Dihitung dengan menggunakan persamaan regresi persentase
inhibisi (Ahmad, et al., 2012). Diperoleh dari kurva hubungan antara
konsentrasi (sebagai sumbu x) dan % inhibisi (sebagai sumbu y),
kemudian dimasukkan ke persamaan y = a + bx, dimana nilai y = 50 dan
nilai x akan menunjukkan nilai IC50.
Tween 80 7
Span 80 7
Aseton 7
Air Murni Ad 80 ml
Ket :
x = IC50 x blabla
Ditimbang bahan-bahan yang akan digunakan. Dilebur lemak padat (asam
stearat), minyak lemak (Virgin Coconut Oil) di atas waterbath pada suhu 85ºC,
ditambahkan ekstrak etanol 96% buah Dialium indum yang telah dilarutkan
dengan aseton (massa 1). Dipanaskan air murni dan surfaktan (Tween 80) pada
suhu 85ºC (massa 2). Dimasukkan massa 1 ke dalam campuran massa 2
dengan dihomogenkan menggunakan magnetik stirrer pada kecepatan 600
rpm. Dihomogenkan kembali dengan ultra turrax pada kecepatan 24.000 rpm
selama 15 menit dan dijaga pada suhu 60ºC, kemudian hasil nanopartikel
didinginkan dengan air pada suhu 2-5ºC sambil diultra turrax dan dihasilkan
nanopartikel. Nanopartikel yang terbentuk kemudian dilakukan karakterisasi
Nanostructured Lipid Carriers (NLC).
61
Propileneglikol 5
𝐴−𝐵
% inhibisi = 𝑥 100
𝐴
Keterangan :
A = Serapan kontrol (pelarut + DPPH)
B = Serapan larutan uji (pelarut + DPPH + sampel)
Nilai IC50 (Inhibitor Consentration 50%) menyatakan besarnya
konsentrasi larutan sampel (daging buah asam ataupun antioksidan
pembanding kuersetin) yang dapat meredam radikal bebas DPPH
sebesar 50%. Dihitung dengan menggunakan persamaan regresi
persentase inhibisi (Ahmad, et al., 2012). Diperoleh dari kurva
hubungan antara konsentrasi (sebagai sumbu x) dan % inhibisi
(sebagai sumbu y), kemudian dimasukkan ke persamaan y = a + bx,
dimana nilai y = 50 dan nilai x akan menunjukkan nilai IC50.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
selain itu etanol 96% juga lebih mudah untuk di evaporasi sehingga mudah
didapatkan ekstrak kental.
DAFTAR PUSTAKA
24. Pal, Sovan Lal, Utpal Jana, dkk. Nanoparticle: An overview of preparation and
characterization, Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (06); 2011. h. 228-
234.
25. Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Likuida-Semisolida. Bandung: Penerbit
ITB.
26. Kaur LP, Guleri KT. Topical Gel: A recent approach for novel drug delivery. Asian
J Bio Phar Sci. 2013;3(17). h.1-5.
27. Kikuzaki, H., Hisamoto, M., Hirose, K., Akiyama, K., and Taniguchi, H., 2002,
Antioxidants Properties of Ferulic Acid and Its Related Compound, J.Agric.Food
Chem, 50, 2161-2168.
28. Molyneux, P. 2003. The use of the stable free radikal diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Journal Science of Technology. 26 (2):
211-219.
29. Hanani, E, Mun’im A, Sekarini, R, dan Wiryowidagdo, S. Uji aktivitas antioksidan
beberapa spons laut dari kepulauan Seribu, Jurnal Bahan Alam Indonesia, vol 5,
no.1 Jan 2006 (in Press).
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian Umum
Bahan Tambahan
Uji aktivitas
Pembuatan ekstrak
antioksidan
3. Indeks
Formulasi sediaan gel
polidispersitas
NLC ekstrak Dialium
4. Morfologi Uji aktivitas
indum L.
nanopartikel antioksidan
5. Pola difraksi Evaluasi fisik
sinar X Sediaan gel NLC
1. Pemeriksaan
6. Pemindaian ekstrak Dialium
organoleptik (warna,
kolorimetri indum L.
bau, dan kejernihan)
diferensial 2. Pemeriksaan
(DSC) homogenitas
Pengemasan
3. Pemeriksaan
viskositas dan sifat
alir
69
Lampiran 2. Skema Kerja Pembuatan Nanostructured Lipid Carriers (NLC)
ekstrak buah Asam Keranji (Dialium indum L.)
PEMBAWA EMULGATOR
(Lemak padat dan Lemak Cair)
OPTIMASI
Karakteristik
1. Ukuran partikel
2. Zeta potensial
3. Indeks polidispersitas
4. Morfologi nanopartikel
5. Pola difraksi sinar X
6. Pemindaian kolorimetri diferensial (DSC)
70
Lampiran 3. Skema Kerja Pembuatan Gel Nanostructured Lipid Carriers (NLC)
ekstrak buah Asam Keranji (Dialium indum L.)
Formulasi Gel
Evaluasi fisik
1. Pemeriksaan organoleptik
(warna, bau, dan
kejernihan)
2. Pemeriksaan homogenitas
3. Pemeriksaan viskositas
dan sifat alir
Gel
71
Lampiran 4. Skema Kerja Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
pada Vitamin C Sebagai Kontrol Positif
Vitamin C BPFI
Ditimbang saksama ± 10 mg,
dilarutkan dalam 10,0 ml metanol pro analisis
Larutan induk vitamin C 1000 bpj
Dipipet
5 μL 10 μL 15 μL 20 μL 25 μL
Serapan
y = a + bx
IC50
72
Lampiran 5. Pengujian Antioksidan Ekstrak Asam Kranji dan Gel NLC Asam
Kranji
Dipipet Dipipet
375 500 625 750 875 500 750 1000 1250 1500
µl µl µl µl µl µl µl µl µl µl
73