PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
PENGANTAR ......................................................................................................... ii
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Pengantar ................................................................................................... 1
B. Deskripsi ..................................................................................................... 1
C. Tujuan Pembelajaran ................................................................................. 1
D. Outcome Pembelajaran ............................................................................ 2
ii
MODUL 3. HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DI BIDANG KESEHATAN DAN
MENGANALISIS KERANGKA SEDERHANA BERUPA KONTEKS, KONSEP, DAN
PERILAKU...................................................................................................................... 41
A. Pengertian Kepemimpinan........................................................................ 41
iii
A. Mutu Pelayanan .......................................................................................97
B. Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan .........................98
C. Dimensi Mutu Pelayanan .........................................................................99
D. Penilaian Mutu .........................................................................................102
E. Kepuasan Pasien ......................................................................................104
F. Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ) ................................107
iv
C. Standarisasi Alat Ukur Kualitas Pelayanan Kesehatan.......................... 146
D. Mekanisme Proses Pengawasan Pelayanan Kesehatan....................... 155
E. Konsep Pengawasan dan Pengukuran Kualitas Pelayanan Kesehatan 161
F. Pengembangan Pengukuran Kualitas Pelayanan Kesehatan ............... 172
v
F. Target Manajemen Pemasaran ............................................................ 211
vi
PENDAHULUAN
A. PENGANTAR
B. DESKRIPSI SINGKAT
1
dapat menyenangkan konsumen atau membuat konsumen puas terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan.
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
D. OUTCOME PEMBELAJARAN
2
1. Mahasiswa mampu memahami mengenai perencanaan pelayanan
kesehatan
2. Mahasiswa mampu memahami pengembangan program pelayanan
kesehatan
3. Mahasiswa mampu memahami hubungan kepemimpinan di bidang
kesehatan
4. Mahasiswa mampu memahami mutu pelayanan kesehatan di
puskesmas
5. Mahasiswa mampu memahami mutu pelayanan kesehatan di rumah
sakit
6. Mahasiswa mampu memahami pengembangan program pelayanan
kesehatan di puskesmas dan rumah sakit yang efektif
7. Mahasiswa mampu memahami peran budaya organisasi dalam
pelayanan kesehatan
8. Mahasiswa mampu memahami mekanisme pengawasan dan
pengukuran kualitas pelayanan kesehata
9. Mahasiswa mampu memahami unsur, factor, elemen dan harapan
dalam meningkatkan kepuasan pelanggan
10. Mahasiswa mampu memahami proses evaluasi pelayanan kesehatan
11. Mahasiswa mampu memahami strategi pemasaran pelayanan
kesehatan
12. Mahasiswa mampu memahami persiapan pelayanan kesehatan di era
globalisasi
13. Mahasiswa mampu memahami perbandingan pelayanan kesehatan di
Indonesia dan negara-negara berkembang di era digital.
3
MODUL 1
PERENCANAAN PELAYANAN KESEHATAN
A. Pengertian Perencanaan
Dalam manajemen perencanaan adalah sebuah patokan untuk
mempermudah menejer agar tercapainya sebuah tujuan, membuat strategi
untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja
organisasi.
Ada banyak pendapat ahli tentang definisi perencanaan. Beberapa
diantaranya yang cukup populer adalah:
- Goerge R. Terry, Menurut George R.Terry, Perencanaan merupakan
kegiatan memilih dan menghubungkan berbagai macam fakta,
membuat dan menggunakan berbagai asumsi yang berhubungan
dengan berbagai hal di masa mendatang dengan merumuskan dan
membuat kegiatan-kegiatan yang dipercaya dibutuhkan agar dapat
mencapai sebuah tujuan tertentu.
- Henry Fayol, Menurut Henry Fayol, perencanaan merupakan seni
dalam memilih dan menetapkan berbagai tujuan pada organisasi dan
juga seni dalam menentukan strategi dan kebijaksanaan berupa
proyek, metode, prosedur, program, sistem, anggaran serta standar
yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu.
- Prajudi Armosudirdjo, Menurut Prajudi Armosudirdjo, perencanaan
adalah kegiatan memperhitungkan dan menentukan hal-hal yang akan
dijalankan untuk bisa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
- Abdulrachman, Menurut Abdulrachman, pengertian perencanaan
adalah pemikiran rasional yang berlandaskan berbagai macam fakta
dan juga estimasi (perkiraan) yang dibuat sebagai persiapan dalam
berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan di masa mendatang.
4
Selama ini terdapat banyak definisi tentang perencanaan yang dapat
menjadi rujukan, antara lain:
5
tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih
efisien dan efektif; Penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan
dilakukan, bagaimana, bilamana dan oleh siapa (Tjokroamidjojo, 1977).
10. Perencanaan sebagai suatu general activity adalah penyusunan
rangkaian tindakan secara berurut yang akan mengarah pada
pencapaian tujuan tertentu (Peter Hall, 1992).
11. Perencanaan adalah proses yang kontinyu, yang menyangkut
pengambilan keputusan atau pilihan mengenai bagaimana
memanfaatkan sumberdaya yang ada semaksimal mungkin guna
mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan (Conyers & Hills, 1984).
12. Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai
di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang
dibutuhkan untuk mencapainya (Kay and Alder, 1999).
13. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumber daya yang tersedia (UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional).
B. Unsur Perencanaan
6
dalam proses perencanaan dikenal beberapa nomenklatur yang seringkali
dipergunakan secara bersama-sama atau dipertukarkan apabila membahas
tentang perencanaan, yaitu: visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan,
program, proyek, aktivitas, dan lain-lain. Pengertian berbagai nomenklatur
ini adalah sebagai berikut (Rustiadi, E. et al. 2009):
1. Visi (vision): Suatu kondisi ideal (cita-cita) normatif yang ingin di capai
di masa datang.
2. Misi (mission): Cara normatif untuk mencapai visi.
3. Tujuan-tujuan (goals): Hal-hal yang ingin dicapai secara umum. Setiap
bentuk tujuan (goal) bersifat dapat dimaksimumkan atau
diminimumkan.
4. Sasaran (objective): Bentuk operasional dari tujuan, biasanya lebih
terukur, disertai target pencapaiannya. Kondisi minimum yang harus
dicapai dalam mencapai tujuan dalam waktu tertentu.
5. Strategi (strategy): Sekumpulan sasaran dengan metode-metode
untuk mencapainya.
6. Kebijakan (policy): Sekumpulan aktivitas (actions), untuk
pelaksanaanpelaksanaan pencapaian jangka pendek.
7. Aktivitas (actions): Kegiatan pelaksanaan, khususnya menyangkut fisik
dan biaya.
8. Program (program): Sekumpulan aktivitas (actions) untuk mencapai
suatu tujuan tertentu yang dilakukan oleh suatu institusi tertentu.
9. Proyek (project): Sekumpulan aktivitas (actions) untuk mencapai suatu
tujuan/target/sasaran tertentu yang dilakukan oleh suatu institusi
tertentu dalam waktu tertentu dengan sumberdaya (biaya) tertentu.
7
2. perencanaan sebagai alat untuk mengalokasikan sumberdaya
8
tujuan tersebut didefinisikan secara kurang tegas, karena kadang kala
tujuan-tujuan tersebut ditetapkan oleh pihak lain.
4. Perencanaan mengacu ke masa depan. Salah satu unsur penting dalam
perencanaan adalah unsur waktu. Tujuan perencanaan dirancang
untuk dicapai pada masa yang akan datang. Oleh karena itu,
perencanaan berkaitan dengan antisipasi ke masa depan, bukan
semata-mata menjawab persoalan-persoalan masa kini.
C. Ciri-Ciri Perencanaan
9
3. Pemenuhan keahlian teknis. Penyusunan suatu rencana yang
kemudian disahkan manajer kemudian diserahkan kepada orang-
orang yang memiliki berbagai jenis keahlian yang diperlukan. Agar
rencana yang disusun itu terpadu dan komprehensif, maka anggota tim
harus mampu bekerja sama sebagai satu tim yang kompak.
4. Rencana harus disertai oleh suatu rincian yang cermat. Maksutnya,
rencana tidak hanya mengandung jawaban terhadap pertanyaan: apa,
di mana, bilamana, siapa dan mengapa. Tetapi, juga disertai
penjabaranya dalam bentuk program kerja yang menyangkut segi
kehidupan organisasi.
5. Keterkaitan sebuah rencana dengan pelaksanaannya. Jika dikatakan
bahwa suatu rencana merupakan suatu bentuk keputusan, berarti
hanya mempunyai makna bila dilaksanakan. Tepat tidaknya suatu
rencana bukan terlihat dari cara perumusanya, tetapi pada
pelaksanaanya.
6. Kesederhanaan. Maksudnya adalah, kesederhanaan merupakan ciri
rencana menyangkut berbagai hal seperti teknik penyusunannya,
bahasanya, sistematikanya, formatnya, serta penekanan berbagai
prioritasnya dan memperoleh pengertian yang sama dengan
perencana. Kesederhanaan harus tidak mengurangi pentingnya
kelengkapan rencana.
D. Kegagalan Dalam Perencanaan
Penyebab kegagalan suatu perencanaan:
10
4. Selalu berada dalam satu titik tujuan perencanaan, agar bisa
mendapatkan manfaat dari perencanaan sesuai dengan ekspektasi
perencana.
11
Jika Anda termasuk salah satu pengusaha yang takut mengambil
risiko, berarti mental Anda belum siap menjadi seorang pengusaha.
Kenyataannya, kebanyakan orang sukses adalah mereka yang berani
mengambil risiko.
Jika Anda berani mencoba dan terus berusaha, tidak ada kata
tidak mungkin dalam sebuah bisnis, namun jika Anda tidak mulai
mencoba, sudah pasti Anda tidak akan pernah berhasil. Dengan berani
mencoba, Anda sama dengan telah membuat suatu kemajuan dalam
sebuah bisnis. Jadi, mulai sekarang hilangkan rasa ketakutan Anda, dan
buang rasa khawatir akan sebuah kegagalan.
4. Mudah Menyerah
12
Anda bahwa kegagalan adalah hal wajar, dan setiap orang sukses pasti
pernah mengalami kegagalan.
5. Terlalu Terburu
Ketika otak Anda dipenuhi dengan pikiran negatif maka rasa tidak
percaya diri akan muncul. Tidak percaya diri biasanya akan
menyebabkan rasa takut ketika Anda harus mengambil sebuah
keputusan atau menyerah ketika mengalami kegagalan.
13
Itulah enam penyebab yang bisa membuat bisnis gagal. Bukan hanya
itu, kurangnya pengalaman dan tidak bisa mengelola keuangan dengan
baik, juga bisa menjadi penyebab kegagalan sebuah bisnis.
14
MODUL 2
PENGEMBANGAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN
15
adalah kegiatan yang perlu dilakukan di masa yang akan datang, yang
jelas tujuannya.
16
a. Dari tokoh Asclepius berkembang ilmu kedokteran (pengobatan dan
pemulihan atau kuratif dan rehabilitatif)
b. Dari tokoh Hegiea berkembang ilmu kesehatan masyarakat
(pencegahan dan peningkatan atau preventif dan promotif)
2. Educational method
3. Research method
17
dapat menghemat waktu pasien. Dengan kemudahan itu, diharapkan
pasien lebih peduli terhadap kesehatan masing-masing.
18
Setiap hari, pastinya ada banyak pasien yang datang ke rumah sakit
untuk berobat. Tentunya terasa menyulitkan jika semua data pasien itu
direkap secara manual.
19
Langkah-langkah perencanaan sebetulnya bersifat generik,
yaitu sama dengan siklus pemecahan masalah, langkah-langkah
pokok yang perlu dilakukan adalah:
identifikasi masalah
analisis situasi dan menetapkan menetapkan tujuan
prioritas
metode penilaian
menetapkan menetapkan
dan kriteria
kegiatan sasaran
keberhasilan
20
2. Perangkat pelaksanaan
Perangkat pelaksanaan (Mechanic of planning) adalah suatu
organisasi yang ditugaskan/yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pekerjaan pelaksanaan.
3. Proses perencanaan
Proses perencanaan (process of planning) adalah langkah-
langkah yang harus dilaksanakan pada pekerjaan perencanaan
P a d a u m u m n y a , f u n g s i m a n a j e m e n d a l a m s u a t u organisasi
meliputi:
21
Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical
services) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health services).
Jika dijabarkan dari pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) adalah:
22
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health
services):
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat
yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah t idak dapat
dit angani ole h pe l ay anan kesehatan primer. Bentuk pelayanan
ini misalnya R u m a h S a k i t t i p e C d a n D , d a n m e m e r l u k a n
tersedianya tenaga-tenaga spesialis.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services) :
Pelayanan kesehatan ini diperlukan untuk kelompok masyarakat
atau pasiaen yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan
kesehatan sekunder. Pe l ay anan kese hat an ini sudah
komple k, dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis.
Contohnya Rumah sakit bertipe A dan B.
23
Perencanaan Kesehatan adalah perencanaan yang ditetapkan pada
program kesehatan. Menurut WHO : PERENCANAAN KESEHATAN adalah
suatu ketelitian, suatu interpretasi yang cermat serta suatu upaya
pengembangan pelayanan kesehatan yang teratur yang dilaksanakan atas
dasar pemanfaatan seluruh ilmu pengetahuan modern serta pengalaman
yang dimiliki, sedemikian rupa sehingga terpenuhi kebutuhan kesehatan
masyarakat berdasarkan sumber-sumber yang tersedia. Perencanaan
kesehatan merupakan suatu proses yang terdiri dari langkah langkah yang
berkesinambungan (SEQUENTIAL); artinya suatu langkah tidak dapat
dilakukan sebelum langkah sebelumnya terlaksana.
24
perbikan dalam lingkungan perencanaan. Jadi kita tidak perlu kecewa jika
kita menyadari posisi kita dalam lingkungan yang lebih besar.
25
masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia,
menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-
langkah praktisuntuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
26
3) Rencana harian (day to day planning), adalah rencana harian
yang bersifat umum.
c. Ditinjau dari ruang lingkupnya
1) Rencana strategi (strategic planning), beriikan uraian tentang
kebijakan tujuan jangka panjang dan waktu pelaksanaan yang
lama. Model rencana ini sulit untuk dirubah.
2) Rencana taktis (tactical planning), rencana yang berisi uraian
yang bersifat jangka pendek, mudah menyesuaikan kegiatan-
kegiatannya, asalkan tujuan tidak berubah.
3) Rencana menyeluruh (comprehensive planning), rencana yang
mengandung uraian secara menyeluruh dan lengkap.
4) Rencana terintegrasi (intergrated planning), rencana yang
mengandung uraian, yang menyeluruh bersifat terpadu,
misalnya dengan program lain diluar kesehatan.
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh staf dan pimpinan
jika organisasi memiliki sebuah perencanaan. Mereka akan mengetahui:
27
c) Jenis dan jumlah staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya
d) Sejauh mana efektivitas kepemimpinan dan pengarahan yang
diperlukan
e) Bentuk dan standar pengawasan yang akan dilakukan
28
4. Langkah-langkah perencanaan kesehatan
a. Analisis situasi
Langkah analisis situasi dimulai dengan menganalisis data
laporan yang telah dimiliki oleh organisasi (data primer) atau
mengkaji laporan lembaga lain (data sekunder) yang datanya
dibutuhkan, observasi dan wawancara. Langkah analisis situasi
bertujuan untuk mengumpulkan jenis data atau fakta yang
berkaitan dengan masalah kesehatan yang dijadikan dasar
penyusunan perencanaan. Data yang diperlukan terdiri dari:
1) Data tentang penyakit dan kejadian sakit (diseases and
illnesess).
2) Data kependudukan.
3) Data potensi organisasi kesehatan.
4) Keadaan lingkungan dan geografi.
5) Data sarana dan prasarana.
29
5) Mempelajari peta wilayah, sensus penduduk, statistik
kependudukan, laporan khusus, hasil survei, petunjuk
pelaksanaan (jutlak) program kesehatan, dan laporan tahunan
b. Identifikasi masalah
Mengidentifikasi masalah kesehatan dapat diperoleh dari
berbagai cara antara lain:
a. Laporan kegiatan dari program kesehatan yang ada.
b. Survailance epidemilogi atau pemantauan penyebaran penyakit
c. Survei kesehatan yang khusus diadakan untuk memperoleh
masukan perencanaan kesehatan.
d. Hasil kunjungan lapangan supervisi dan sebagainya.
30
d) Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut
diatasi (social benefit).
e) Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah
(technical feasibility).
f) Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah (reseources availability).
31
d. Menentukan tujuan
Menentukan tujuan perencanaan pada dasarnya adalah
membuat ketetapan-ketetapan tertentu yang ingin dicapai oeh
perencanaan tersebut. Semakin jelas rumusan masalah kesehatan
maka akan semakin mudah menentukan tujuan. Penetapan tujuan
yang baik apabila dirumuskan secar kongkret dan dapat diukur.
Perumusan sebuah tujuan operasional program kesehatan
harus bersifat SMART: spesific (jelas sasarannya dan mudah
dipahami oleh staf pelaksana), measurable (dapat diukur
kemajuannya), appropriate (sesuai dengan strategi nasional, tujuan
program dan visi/misi institusi, dan sebagainya), realistic (dapat
dilaksanakan sesuai dengan fasilitas dan kapasitas organisasi yang
ada), time bound (sumber daya dapat dialokasikan dan kegiatan
dapat direncanakan untuk mencapai tujuan program seuai dengan
target waktu yang telah ditetapkan).
Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun tujuan program:
1) Tujuan adalah hasil akhir dari sebuah kegiatan.
2) Tujuan harus sesuai dengan masalah, terget ditetapkan sesuai
dengan kemampuan organisasi, dan dapat diukur.
3) Tujuan operasional basanya ditetapkan dengan batas waktu
(batas pencapaiannya) dan hasil akhir yang ingi dicapai pada
akhir kegiatan program (dead line).
4) Berbagai macam kegiatan altrnatif dipilih untuk mencapai tujuan.
5) Masalah, faktor penyebab masalah, dan dampak masalah yang
telah dan akan mungkin terjadi dimsa depan sebaiknya dikaji
terlebih dahulu.
32
1) Goal (tujuan umum): bersifat jangka panjang, masih umum,
abstrak, dan tidak terpengaruh oleh perubahan situasi.
2) Tujuan kebijaksanaan: merupakan bagian dari goal, sasaran
populasinya belum ada. Tujuan ini sudah bersifat spesifik karena
bersifat sektoral dan ditujukan untuk masyarakat di desa.
3) Tujuan program: target populasinya sudah lebih jelas, ada
identifikasi dampak khusus yang dapat diukur jika tujuan
program tercapai.
4) Tujuan pelayanan: tujuan ini sudah memiliki kejelasan atau
spesialisasi jenis dan tingkat pelayanan yang perlu dilaksanakan.
5) Tujuan sumber: tujuan di sini memerlukan identifikasi masukan
spesifik (input atau sumber daya tertentu) untuk mencapai
tujuan pelayanan.
6) Tujuan implementasi: tujuan di sini menjelaskan produk spesifik
yang ingin di capai dan juga dapat di ukur.
33
e) Laporan kegiatan tidak di manfaatkan untuk menyusun
rencana kegiatan.
f) Jumlah dana operasional kurang.
g) Waktu yang tersedia tidak digunakan untuk menyuun
rencana kerja.
2) Hambatan yang terjadi pada lingkungan
a) Hambatan geografi (jalan rusak).
b) Iklim atau musim hujan.
c) Tingkat penddikan masyarakat rendah.
d) Sikap dan budaya masyarakat yang tidak kondusif.
e) Prilaku masyarakat yang kurang partisipatif.
34
j. Pelaksana dan sasarannya (siapa yang akan mengerjakan dan
siapa sasaran kegiatan).
k. Sumber daya pendukung.
l. Tempat (dimana kegiatan akan dilaksanakan).
m. Waktu pelaksanaan (kapan kegiatan akan dikerjakan).
35
2) Biaya operasianal
3) Biaya sarana dan fasilitas
4) Biaya penilaian
k. Pelaksanaan
Melaksanakan semua kegiatan yang sudah direncanakan
untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.
l. Evaluasi
Rencana evalusi adalah suatu uraian tentang kegiatan yang
akan dilakukan untuk menilai sejauh mana tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan tersebut telah dicapai.
36
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan yang berbasis kepada
kebutuhan konsumen. Manajemen strategi merupakan suatu cara berpikir
dan cara mengelola organisasi. Manajemen strategis tidak terbatas pada
bagaimana mengelola pelaksanaan kegiatan di dalam organisasi, tetapi
juga bagaimana mengembangkan sikap baru berkaitan dengan perubahan
eksternal. Pemahaman mengenai makna manajemen strategis tidak hanya
terbatas pada aspek pelaksanaan rencana, teapi lebih jauh lagi ke aspek visi,
misi, dan tujuan kelembagaan.
37
merumuskan strategi sesuai dengan kekuatan dan kelemahan organisasi
yang berada pada lingkungan yang mempunyai peluang atau ancaman.
Melaksanakan strategi merupakan bagian dari manajemen strategi dalam
pengembangan pelayanan kesehatan. Pelaksanaan strategi tersebut akan
dilaksanakan bersama dalam sistem pengendalian strategis untuk
menjamin tercapainya analisis perubahan dan persiapan penyususnan,
diagnosis kelembagaan dan analisis situasi, formulasi strategi, pelaksanaan
strategi dan pengendalian strategi.
38
yg telah terhimpun (misal: dana sosial keagamaan) untuk
kepentingan kesehatan.
3. Prinsip Sdm Kesehatan
a. Pengadaan tenaga kesehatan : jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga
kes disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan serta
dinamika pasar di dalam dan luar negeri
b. Pendayagunaan tenaga kesehatan memperhatikan asas
pemerataan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan dan keadilan
bagi tenaga kesehatan
c. Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan pada penguasaan ilmu dan
teknologi serta pembentukan moral dan akhlak sesuai dengan
ajaran agama dan etika profesi yang diselenggarakan secara
berkelanjutan
d. Pengembangan karir dilaksanakan secara objektif, transparan,
berdasarkan prestasi kerja, dan disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan secara nasional.
4. Prinsip Obat Dan Perbekalan Kesehatan
a. Merupakan kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sosial
b. Sebagai barang publik harus dijamin ketersediaan dan
keterjangkauannya
c. Tidak dipromosikan secara berlebihan dan menyesatkan
d. Penyediaan diselenggarakan melalui optimalisasi industri nasional
e. Pengadaan dan pelayanan obat di RS disesuaikan degan standar
formularium obat rumah sakit, sedangkan di sarana kesehatan lain
mengacu kepada DOEN.
39
5. Prinsip Administrasi Kesehatan
a. Diselenggarakan dengan berpedoman pada asas dan kebijakan
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dalam satu
NKRI
b. Diselenggarakan dengan dukungan kejelasan hubungan
administrasi dengan berbagai sektor pembangunan lain serta antar
unit kesehatan di berbagai jenjang administrasi pemerintahan
c. Diselenggarakan mil kesatuan koordinasi yang jelas dengan
berbagai sektor pembangunan lain serta antar unit antar kesehatan
dalam satu jenjang administrasi pemerintahan
d. Diselenggarakan dengan mengupayakan kejelasan pembagian
kewenangan, tugas dan tanggung jawab antar unit kesehatan dalam
satu jenjang yang sama dan di berbagai jenjang administrasi
pemerintahan.
40
MODUL 3
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DI BIDANG KESEHATAN DAN
MENGANALISIS KERANGKA SEDERHANA BERUPA KONTEKS, KONSEP,
DAN PERILAKU
41
3. “Leadership is the ability to influence, motivate, and direct others in
order to attain desired objectives” (Don dan John, 1992).
4. “Leadership is the ability to influence people to willingly follow one’s
guidance or adhere to one’s decisions” (Leslie dan Lloyd, 1995).
5. “Usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak
memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan“
(Gibson et al, 1997).
6. “Leadership is the moral and intellectual ability to visualize and work
for what is the best for company and its employees” (Mullins, 2001).
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, dan
memotivasi orang lain guna mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Dalam kepemimpinan, diperlukan sikap wibawa, rasa peka terhadap orang
yang dipimpin, dan intelektual. Sedangkan pemimpin adalah seseorang
yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengakuan resmi
dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha
bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu.
1. Unsur-unsur Kepemimpinan
a. Pemimpin (leader-head) adalah orang yang memimpin.
b. Bawahan (pengikut) adalah orang-orang yang dipimpin.
c. Organisasi adalah alat dan wadah untuk melakukan
kepemimpinan.
d. Tujuan (objective) adalah sasaran yang ingin dicapai.
e. Lingkungan adalah internal dan eksternal perusahaan
2. Syarat-Syarat Kepemimpinan
a. Memberi kesenangan dalam jasmani.
b. Menunjuk pada keahlian dan kepastian hukum.
c. Menggerakkan bawahan dengan mengajak mereka untuk bekerja
persuasion.
42
d. Memberi kesenangan rohaniah.
e. Menunjukkan keteguhan pendidikan dan rasa tidak segan-segan
untuk turut merasakan kesukaran-kesukaran kepada para
pengikut-pengikutnya.
f. Menunjukkan pada suatu sikap yang patut dihormati.
g. Menunjukkan kelebihan didalam ilmu pengetahuan, kepandaian
dan ketrampilan.
h. Sifat memberikan semangat kepada anak buah.
3. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
43
j. Melaksanakan pengawasan melekat (waskat) dan tindakan-
tindakan perbaikan jika perlu.
B. Tingkatan Manajer
44
menerapkan rencana sesuai dengan tujuan dan tingkatan yang lebih
tinggi. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala
bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
3. Manajemen puncak (top management)
Dikenal pula dengan istilah executive officer. Bertugas merencanakan
kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan
jalannya perusahaan. Contoh top 8 manajemen adalah Chief Executive
Officer (CEO), Chief Information Officer (CIO), dan Chief Financial
Officer (CFO).
Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini.
Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan
pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah,
berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan
permintaan pekerjaan.
C. Peran Manajer
Manajer memainkan 10 peran yang berbeda yang terbagi dalam 3
kategori dasar, yaitu (Henry Mintzberg dalam Griffin, 2004):
1. Peran antarpribadi (Interpersonal Roles), merupakan peran yang
melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan
simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah,
pemimpin, dan penghubung.
2. Peran informasional (Informational Roles), meliputi peran manajer
sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru
bicara.
3. Peran pengambilan keputusan (Decisional Roles), yang termasuk
dalam kelompok ini adalah peran sebagai seorang wirausahawan,
pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.
45
D. Persamaan dan Perbedaan Manajer dengan Leader
Manajer (Pimpinan) adalah seseorang yang berperan sebagai pimpinan
di suatu kelompok untuk memimpin bawahannya. Seorang pemimpin
adalah seseorang yang mempengaruhi perilaku dan pekerjaan orang lain
dalam upaya kelompok menuju pencapaian target yang ditetapkan dalam
situasi tertentu. Di sisi lain, seorang pimpinan membutuhkan posisi
manajerial untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai pimpinan dalam
organisasi. Berbeda dengan pemimpin, dirinya tidak membutuhkan posisi
manajerial untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai pemimpin. Seorang
manajer yang baik belum tentu memiliki jiwa kepemimpinan di dalam
dirinya, begitu pula sebaliknya.
1. Persamaan Manajer dan Leader
Peran mereka sama seperti dikemukakan oleh Mintzberg (antar
pribadi, pemprosesan informasi, dan pengambilan keputusan), namun
keterampilan yang diperlukan berbeda.
a. Pimpinan dan pemimpin menghadapi/mengepalai kelompok;
b. Pimpinan dan pemimpin memiliki rasa tanggung jawab;
c. Pimpinan dan pemimpin bisa memiliki pemikiran jangka panjang
tergantung situasi dan kondisi;
d. Memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi, mengatur dan
mengarahkan anggota organisasi;
e. Memimpin untuk suatu tujuan
46
2. Perbedaan Manajer dan Leader
E. Teori Kepemimpinan
Pemimpin adalah seseorang yang memimpin suatu kelompok dan
memiliki pengaruh di dalamnya. Dalam memimpin kelompok, ada hal yang
harus dipahami oleh pemimpin untuk mengenal anggotanya. Asumsi dan
keyakinan tentang anggota tim dan bagaimana memotivasi mereka sering
mempengaruhi perilaku seorang pemimpin dalam memimpin.
McGregor dalam Leslie dan Lloyd (1995) mengungkapkan teori X dan Y
untuk mengungkap karakter pegawai suatu perusahaan atau organisasi.
Pada suatu perusahaan, karakter setiap bawahan tentu berbeda satu sama
lain. Beberapa bawahan termotivasi terutama oleh uang, malas, tidak
kooperatif, dan memiliki kebiasaan kerja yang buruk. Bawahan dengan ciri
demikian digolongkan ke dalam tipe X menurut teori McGregor. Bawahan
yang memiliki sifat pekerja keras, kooperatif, dan kebiasaan kerja yang
positif ciri tersebut dimasukkan ke dalam tipe Y dalam teori McGregor.
1. Teori Sifat
Teori ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin memiliki kepribadian
dan karakteristik yang berbeda dengan kebanyakan orang. Seorang
pemimpin mewarisi suatu sifat yang membuat mereka cocok untuk
47
menjadi pemimpin. Oleh sebab itu, dikenal pula teori manusia luar
biasa.
The Great Man theories menganggap bahwa jiwa kepemimpinan sudah
melekat dalam diri seseorang sejak dia dilahirkan dan hal tersebut tidak
dibuat-buat. Pemimpin yang besar akan muncul jika ada kebutuhan
yang besar. Teori ini sering menggambarkan pemimpin besar sebagai
heroik, mitis, dan ditakdirkan untuk menjadi pemimpin. Istilah tersebut
digunakan karena teori ini menganggap kaum laki-laki yang pantas
menjadi seorang pemimpin, terutama dalam hal kepemimpinan militer.
Banyak penelitian kepemimpinan diarahkan untuk mengidentifikasi
ciri-ciri pribadi pemimpin. Sifat model didasarkan pada asumsi bahwa
karakteristik fisik, sosial, dan pribadi tertentu yang melekat pada
pemimpin. Ada atau tidak karakteristik ini membedakan pemimpin dari
bukan pemimpin. Berikut ini adalah beberapa ciri yang umumnya
terdapat dalam diri para pemimpin:
a. Kepribadian Beradaptasi, cekatan, emosional yang stabil,
dominan, percaya diri.
b. Sosial karakteristik Menarik, diplomatis, populer, koperasi.
c. Fisik Penampilan energik, sehat
d. Sosial latar belakang Pendidikan di sekolah, tingkat sosial.
e. Karakteristik yang berkaitan dengan tugas Didorong untuk unggul,
tanggung jawab, penuh inisiatif, berorientasi pada hasil.
Terdapat beberapa gagasan bahwa pemimpin yang efektif memiliki
kepentingan tertentu, keterampilan interpersonal, dan ciri
kepribadian. Namun demikian, ciri model umumnya tidak sangat
membantu dalam memahami kepemimpinan. Tidak berarti bahwa
beberapa sifat tertentu tidak ada hubungannya dengan kepemimpinan
yang efektif. Sifat harus dievaluasi dalam kaitannya dengan beberapa
faktor lain, seperti kebutuhan para anggota dan situasi.
48
2. Teori Perilaku
Teori perilaku mengkaji perilaku khusus yang dimiliki pemimpin untuk
keefektifan kepemimpinan. Teori perilaku berlandaskan pemikiran
bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya
bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Teori ini
berfokus pada apa yang dilakukan pemimpin dalam melaksanakan
pekerjaan manajerial dan dampaknya atas prestasi dan kepuasan
pengikut.
3. Teori Kontingensi
John et. al (1987) menyatakan bahwa keefektifan sebuah
kepemimpinan adalah fungsi dari berbagai aspek situasi
kepemimpinan. Sejumlah pendekatan situasi telah diteliti dan
dikeluarkan. Dengan semakin diakuinya arti penting dari faktor situasi,
penelitian mengenai kepemimpinan menjadi lebih sistematis, dan
model kontingensi mengenai kepemimpinan pun mulai bermunculan.
Fiedler dalam John et. al (1987) melihat bahwa keefektifan kelompok
tergantung pada situasi serta kecocokan gaya yang digunakan
pemimpin. Fiedler mengukur kepemimpinan dengan a least-preferred
co-worker (LPC), yaitu ukuran tingkat perasaan positif dan negatif yang
dimiliki seseorang terhadap orang lain dalam bekerja sama.
49
Berkaitan dengan perilaku kepemimpinan, maka dalam
memperdalam pemahaman konsep kepemimpinan tidak terlepas
dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin. Mengapa demikian,
karena antara perilaku dan sifat yang melekat pada diri seorang
pemimpin merupakan dua hal yang saling berkaitan. Oleh karena itu,
secara hakiki mempelajari perilaku kepemimpinan sama saja artinya
dengan mempelajari sifat kepemimpinan. Banyak ahli telah melakukan
penelitian dalam mengkaji masalah kepemimpinan dengan berbagai
cara, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengenali
karakteristik sifat.
a. Kejujuran dan integritas
Pemimpin menunjukkan konsistensi dan kesamaan antara ucapan
dengan yang diperbuat. Pemimpin bekerja secara total, sepenuh
hati, dan semangat tinggi. Integritas akan membuat seorang
pemimpin dapat dipercaya, dan kepercayaan itu akan menciptakan
pengikut yang kemudian tercipta sebuah kelompok yang memiliki
kesamaan tujuan.
b. Disiplin
Ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum, UU, Peraturan,
ketentuan, dan norma yang berlaku dengan disertai kesadaran dan
keikhlasan hati bukan karena paksaan memang demikian
seharusnya. Selain itu seorang pemimpin harus memiliki
kedisiplinan pribadi. Pemimpin tidak akan berhasil memimpin
orang lain sebelum berhasil memimpin dirinya sendiri. Pemimpin
harus mengenal dirinya secara mendalam.
c. Tanggung Jawab
Bertanggung jawab terhadap segala hal yang telah dilakukan.
Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan harus dapat
bertanggung jawab atas segala keputusan yang telah dilakukan.
50
d. Mengendalikan
Pemimpin harus dapat mengendalikan diri, lingkungan, dan
pekerjaannya dalam melaksanakan dan menyelesaikan
pekerjaannya. Tetap terus menunjukkan tingkat upaya dan
keinginan yang tinggi untuk berprestasi, berusaha tanpa kenal
putus asa, dan selalu menunjukkan dan memberikan inisiatif dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
e. Keinginan untuk memimpin
Pemimpin memiliki keinginan yang kuat untuk mempengaruhi dan
memimpin orang lain, Mereka menunjukkan kesediaan untuk
bertanggung jawab.
f. Percaya diri
Seorang yang memiliki kepercayaan diri, selain mampu untuk
mengendalikan serta menjaga keyakinan diri, akan mampu pula
membuat perubahan di lingkungannya. Selain keahlian teknis,
seorang pemimpin memerlukan sejumlah kecakapan emosi lainya.
Pemimpin terlihat tidak adanya keraguan untuk menunjukkan
kepercayaan diri yang meyakinkan pengikutnya akan kebenaran
tujuan dan keputusan yang telah diambil.
g. Intelijen
Para pemimpin harus cukup cerdas untuk mengumpulkan,
mensintesis, dan menafsirkan sejumlah besar informasi dan untuk
dapat menciptakan visi, memecahkan masalah, dan membuat
keputusan yang benar.
h. Pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan
Para pemimpin yang efektif memiliki pengetahuan tinggi tentang
industri, perusahaan, dan hal teknis. Pengetahuan yang mendalam
membantu pemimpin untuk membuat keputusan yang
51
terinformasi dengan baik dan memahami implikasi dari keputusan
tersebut.
2. Gaya dan Tipe Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya
membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya
kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang
disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan
bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang
dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya
kepemimpinan.
Ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh
para pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang
modern yaitu gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan
Blancard.
52
(supporting), dan kendali bebas (delegating). Mengambil contoh
pemimpin negara kita, presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
1) Mengarahkan (directing)
2) Melatih (coaching), Pada kondisi karyawan menghadapi
kesulitan menyelesaikan tugas-tugas, takut untuk mencoba
melakukannya, manajer juga harus memproporsikan struktur
tugas sesuai kemampuan dan tanggung jawab karyawan. Oleh
karena itu, pemimpin hendaknya menghabiskan waktu
mendengarkan dan menasihati, dan membantu karyawan
untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan melalui
metode pembinaan.
3) Partisipasi (participation). Gaya kepemimpinan partisipasi,
adalah respon manajer yang harus diperankan ketika
karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi
tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal
ini bisa dikarenakan rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan
mereka untuk melakukan tugas/ tangung jawab. Dalam kasus
ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara
aktif mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha yang
dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa dirinya
penting dan senang menyelesaikan tugas.
b. Gaya Kepemimpinan Demokratis/Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang
memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap
ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai
suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis
pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta
tanggung jawab para bawahannya.
c. Gaya Kepemimpinan Bebas/Laissez Faire
53
Pemimpin jenis ini hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil dimana
para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan
penyelesaian masalah yang dihadapi.
Kartini Kartono menjelaskan bahwa gaya dan tipe kepemimpinan
terbagi atas 5 tipe, yaitu:
54
perintah, Menghendaki keputusan mutlak dari bawahan, Formalitas
yang berlebih-lebihan, Tidak menerima saran dan kritik dari
bawahan, Sifat komunikasi hanya sepihak.
e. Tipe Demokrasi
Tipe demokrasi mengutamakan masalah kerja sama sehingga
terdapat koordinasi pekerjaan dari semua bawahan. Kepemimpinan
demokrasi menghadapi potensi sikap individu, mau mendengarkan
saran dan kritik yang sifatnya membangun. Jadi pemimpin menitik
beratkan pada aktifitas setiap anggota kelompok, sehingga semua
unsur organisasi dilibatkan dalam aktifitas, yang dimulai penentuan
tujuan, pembuatan rencana keputusan, dan disiplin.
55
Hal itu terjadi karena proses masuknya tim kesehatan ini akan mulai
merubah budaya di lingkungan masyarakat tersebut. Oleh karena itu,
sangat dibutuhkan keberadaan pimpinan dan anggota dengan peran
interpersonal di dalam tim kesehatan tersebut untuk mengupayakan
komunikasi yang baik antara tim kesehatan dengan masyarakat desa untuk
mewujudkan tujuan bersama.
Setelah masyarakat desa tersebut dapat menerima keberadaan tim
kesehatan beserta tujuan mereka untuk diimplikasikan di dalam kehidupan
masyarakat desa maka seluruh anggota di tim tersebut dapat memerankan
diri sebagai sosok informational dalam mengupayakan pemberian
informasi kesehatan secara optimal kepada masyarakat yang sesuai
dengan kebiasaan di desa tersebut. Hal itu dapat memudahkan tim
kesehatan dalam menerapkan kebiasaan baru yang mengubah kebiasaan
asli masyarakat desa tersebut di bidang kesehatan masyarakat di dalam,
sehingga upaya pencapaian peningkatan kualitas hidup di kelompok
tersebut dapat dengan mudah tercapai. Terutama pimpinan yang berada di
fase ini memiliki peran penting dalam upaya pemberian informasi hingga
penerapannya di dalam masyarakat tersebut.
Hal itu diwujudkan dalam pentingnya menjaga hubungan yang baik
antara masyarakat desa dengan tim kesehatan agar penyaluran informasi
dan pengubahan kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan
dapat berjalan dengan lancar serta menjadi penghubung antara
masyarakat desa dengan tim kesehatan dalam menyampaikan informasi
yang bersifat personal agar meminimalisasikan terjadinya kesalahan dalam
komunikasi (miss communication) yang dapat berdampak pada kegagalan
dalam perwujudan peningkatan kualitas hidup masyarakt di desa tersebut.
Pimpinan dan anggota dalam tim juga berperan sebagai orang-orang
yang bermusyawarah dengan pimpinan sebagai sosok yang berperan
dalam pengambil keputusan dan sebagai pemecah masalah dalam setiap
56
kegiatannya sejak awal masuk ke dalam lingkungan masyarakat tersebut
hingga perlahan mulai keluar dari lingkungan masyarakat dan memantau
secara tidak langsung terhadap kemajuan perkembangan kesehatan
masyarakat di desa tersebut.
Pengambilan keputusan ini juga sudah mulai diwujudkan saat seseorang
di dalam suatu tim kesehatan memutuskan untuk menjadi seorang
pimpinan di dalamnya. Keputusan-keputusan dengan disadari maupun
tidak selalu berada di pemikiran tiap anggota tim kesehatan termasuk pada
pimpinan tim tersebut.
Pengambilan keputusan merupakan proses yang melibatkan logika dan
akal pikiran. Pendekatan dapat digunakan sebagai metode logika dalam
pengambilan keputusan. Terdapat dua pendekatan yang dapat membantu
pemimpin kesehatan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
1. Pendekatan Pertama, dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi
dan mengidentifikasi isu kesehatan. Mengidentifikasi masalah adalah
hal penting untuk memahami masalah dengan jelas. Mengetahui isu
dan mampu memprioritaskan mana yang penting untuk terlebih
dahulu dipecahkan adalah hal yang perlu diketahui dalam pengambilan
keputusan. Bagian dari proses identifikasi masalah adalah untuk
mengevaluasi informasi dan membedakan antara informasi faktual,
informasi dapat disimpulkan, spekulasi, dan asumsi.
2. Pendekatan Kedua, seorang pemimpin dapat memahami konteks
keputusan atau kekuatan eksternal yang mempengaruhi seluruh aspek
kesehatan masyarakat. Aspek tersebut mencakup politik, hukum,
ekonomi, sosial dan budaya, teknologi, kompetitif, serta isu kesehatan.
Pemimpin dalam kesehatan masyarakat harus memahami aspek
tersebut secara menyeluruh dan menganalisis dengan obyektif
kekuatan maupun kelemahan internal organisasi. Selain itu
57
pemahaman juga diperlukan dalam memahami budaya dari organisasi,
termasuk misi dan tujuan.
Kesehatan masyarakat merupakan upaya terorganisir untuk membuat
orang sehat dalam masyarakat yang sehat. Hal itu diupayakan melalui
organisasi dan kepemimpinan untuk membuat perubahan dalam
kesehatan masyarakat. Dengan demikian, penting untuk mengidentifikasi
peran pengambilan keputusan (analisis kasus) dalam sebuah kasus. Proses
logis yang perlu dilibatkan dalam analisis kasus adalah:
1. Pemahaman organisasi dan konteks keputusan.
2. Penjelasan definisi masalah dan peluang.
3. Penghasilan dari program alternatif tindakan.
4. Penyusunan analisis, evaluasi, dan rekomendasi program.
5. Perumusan kegiatan untuk melaksanakan rekomendasi.
Dalam manajemen kesehatan, seorang manajer harus menerapkan ciri
kepemimpinan, karena dalam kesehatan, fokus utama adalah melakukan
pembangunan kesehatan yang berkaitan dengan perilaku hidup sehat.
Dalam membangun perilaku hidup sehat, melibatkan perilaku individu dan
keseluruhan masyarakat. Panutan diperlukan untuk mengubah perilaku
hidup seseorang menuju perilaku hidup sehat sehingga pembangunan
kesehaan dapat terwujud. Panutan adalah seseorang yang memiliki jiwa
kepemimpinan, sehingga dapat mempengaruhi orang lain untuk
menerapkan perilaku hidup sehat.
Sebagai seorang pemimpin yang bisa menjadi panutan, sebaiknya bisa
menerapkan program yang disusun pada dirinya sendiri, kemudian akan
menjadi panutan atau teladan bagi pengikutnya (follower), dan pada
akhirnya akan berkembang dalam kehidupan masyarakat luas. Begitu pula
yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin kesehatan masyarakat dalam
menyikapi isu kesehatan.
58
Ada banyak isu kesehatan dalam kehidupan sehari-hari yang
menerapkan relevansi teori kepemimpinan di dalam bidang kesehatan.
Contoh pertama, isu kesehatan yang masih menjadi beban masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu merokok. Merokok merupakan
salah satu hal yang sangat disorot dalam 10 poin PHBS Masih banyak
penduduk Indonesia yang merokok, baik itu laki-laki maupun perempuan,
tua maupun muda. Bahaya merokok bukan hanya mengintai perokok aktif,
akan tetapi juga memiliki dampak yang besar kepada perokok pasif. Banyak
peraturan yang dibuat untuk melindungi perokok pasif, tetapi peraturan itu
hanya seperti angin lalu karena masih banyak perokok aktif yang melanggar
peraturan tersebut. Telah banyak aturan untuk tidak merokok di tempat-
tempat umum seperti contoh di kampus, di rumah sakit, maupun di tempat
perbelanjaan. Namun masih dapat kita lihat banyak orang-orang hampir
dari segala usia tetap merokok tanpa memedulikan larangan tersebut.
Kebiasaan seorang ayah dalam menyuruh anaknya untuk membelikan
rokok di warung dan juga kebiasaan masyarakat merokok di tempat umum
yang dapat disaksikan oleh anak-anak dapat menjadi salah satu faktor
penyebab angka kejadian masyarakat Indonesia yang merokok relatif
tinggi.
Teori kepemimpinan sangat diperlukan dalam berusaha untuk
mengatasi permasalahan mengenai PHBS terutama mengenai
ketersediaan jamban dan kegiatan merokok seperti yang sudah dibahas di
atas. Kebijakan pemerintah mengenai larangan merokok yang tidak disertai
dengan pengawasan yang tepat dan hukuman yang diberikan kepada
perokok menjadikan masyarakat tidak peduli pada peraturan-peraturan
yang melarang rokok. Pemerintah yang tidak dapat menerapkan teori
kepemimpinan tidak akan mampu mengatasi permasalahan tersebut.
Begitu juga dengan dinas kesehatan dan seluruh institusi pelayanan
kesehatan yang lain di mana kurang memberikan informasi pada seluruh
59
lapisan masyarakat. Terkadang informasi mengenai ketersediaan jamban
sudah diberikan namun petugas pelayanan kesehatan masyarakat tersebut
tidak melakukan follow-up dengan tenaga medis di daerah tersebut yang
dapat bekerja sama untuk memantau keberhasilan penyuluhan sehingga
masyarakat dapat dengan mudah dan dalam waktu singkat kembali ke
kebiasaan awal. Tidak adanya peran pemimpin sebagai informational yang
mengakibatkan kegagalan dalam pemenuhan tujuan untuk masyarakat
tersebut. Penyuluhan mengenai kebutuhan jamban yang baik juga harus
disertai dengan kerjasama dengan pihak lain untuk pemenuhan kebutuhan
air bersih agar menunjang terwujudnya perubahan perilaku masyarakat
menjadi lebih baik dan sehat.
Kunci konsep kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk
berpindah dari pemahaman pribadi dan kepemilikan sebuah isu sosial
kepada tindakan kolektif untuk menyelesaikan masalah itu. Dari penjelasan
di atas mengenai efektivitas kepemimpinan dalam bidang kesehatan dapat
disimpulkan bahwa konsep kepemimpinan yang paling utama adalah dapat
menjadi panutan atau role player bagi orang sekelilingnya. Sebelum
menjadi seorang panutan, seorang pemimpin harus mengetahui isu (isu
kesehatan) yang berkembang di masyarakat, sehingga pemimpin dapat
mengambil keputusan yang tepat, memberi informasi yang baik, dan
menjaga hubungan komunikasi untuk menyelesaikan masalah.
Demikian pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai
tujuan suatu organisasi (organisasi kesehatan). Kesuksesan atau kegagalan
suatu organisasi, sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan
yang dimiliki oleh orang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi.
Tugas tersebut meliputi menggerakkan sumber dan alat organisasi
sehingga penggunaannya berjalan dengan efektif dan efisien.
60
H. Konteks Kepemimpinan
61
mereka melihat apa yang kita lakukan berhasil, maka hal itu akan
menginspirasi mereka untuk mengejar tingkat keunggulan yang sama.
Untuk mengembangkan kepemimpinan diri sendiri, kita harus
memperhitungkan tidak hanya apa yang kita lakukan dan butuhkan,
tetapi juga apa yang dibutuhkan organisasi dari diri kita. Kepemimpinan
diri adalah keseimbangan antara mendorong diri sendiri untuk menjadi
yang terbaik untuk kita dan mendorong diri sendiri untuk menjadi yang
terbaik untuk tim. Sebagai pemimpin bagi diri sendiri, kita akan
menemukan tiga pilihan:
a. Lakukan dengan cara kita
b. Lakukan dengan cara organisasi
c. Lakukan dengan cara yang membuat kita dan organisasi tumbuh
dan berkembang bersamaan
Solusi untuk menghadapi setiap situasi ini adalah mengetahui
kapan harus menerapkan satu pilihan dibandingkan yang lain. Ada
saatnya ketika kita harus melakukannya dengan cara kita dan ada
saatnya kita harus melakukannya dengan cara organisasi. Apa pun
pilihannya, kita mesti mengetahui bagaimana mengubah situasi
menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kemampuan kepemimpinan
kita.
62
kepercayaan, kita tidak hanya membangun kepemimpinan satu-satu
melainkan juga membangun kepemimpinan diri dari orang yang kita
ajak bicara.
Konteks satu-satu membutuhkan kemahiran untuk menilai
kebutuhan mereka dan menerapkan gaya atau keterampilan
kepemimpinan macam apa yang sesuai dengan kebutuhan saat itu.
Dengan melakukan langkah-langkah yang benar, kita akan mencapai
tujuan akhir dengan mengembangkan kemampuan dan usaha untuk
membantu seseorang mencapai tujuannya yaitu:
a. Memulai Tujuan yang Efektif
b. Memberikan Umpan Balik Yang Efektif
c. Dengarkan Karyawan Anda
d. Memfasilitasi Pemecahan Masalah
e. Optimalkan Motivasi
Untuk menguasai konteks satu-satu ini kita harus dapat
menghubungkan setiap keterampilan ini. Dengan melakukan ini, kita
bisa mengembangkan kemampuan individu dan menciptakan
lingkungan belajar untuk seumur hidup.
63
a. Jika kita bekerja dalam kelompok, menggunakan cara
membangun tim akan membuang-buang waktu karena anggota
kelompok tidak memiliki tujuan yang sama.
b. Jika kita menggunakan metode yang tidak sesuai berarti kita akan
gagal untuk mencapai tujuan.
c. Menggunakan kepemimpinan bagi tim dapat mengabaikan
kebutuhan terhadap kepemimpinan satu-satu yang diperlukan
untuk kesuksesan individu dalam tim tersebut.
Beberapa keterampilan yang kita gunakan untuk mengatur suatu
kelompok bisa dipakai untuk mengorganisir sebuah tim. Langkah
pertama adalah dengan memahami siapa yang kita pilih untuk
memimpin dan apa tujuannya. Sering kali orang-orang yang hebat
dalam memimpin dirinya sendiri dipromosikan dalam jajaran
manajemen dan ternyata mereka memimpin tim tanpa benar-benar
tahu caranya.
Tim berdampak tinggi perlu peran kita untuk mengatur
kemampuan individu dalam tim dan menggunakannya untuk meraih
sukses. Tim yang paling efektif terdiri dari anggota tim dengan
pengetahuan dan kemampuan yang berbeda untuk bekerja bersama
secara terpadu. Untuk memahaminya, kita menggunakan alat analisis
perilaku berikut:
a. Dominan–menyelesaikan tugas, mungkin melampaui otoritas,
seperti tantangan
b. Mempengaruhi–komunikasi yang kuat, motivasi, berorientasi
pada orang
c. Stabil–andal, pemain tim, pendekatan tradisional, lebih lambat,
berhati-hati
d. Patuh–berorientasi pada fakta dan data, suka hal-hal detail,
pendekatan tradisional, lebih pasif
64
Kita akan merasa frustrasi bekerja dengan tim yang tidak jelas apa
tujuannya dan bagaimana peran anggotanya untuk mencapai tujuan.
Tetapi jika pemimpin tim memahami keterampilan dan bakat gabungan
individu, mencapai tujuan menjadi sedikit lebih mudah. Kepemimpinan
tim adalah peluang besar untuk membantu orangorang dengan
beragam keterampilan, latar belakang, bakat, dan hasrat bersatu untuk
tujuan bersama dalam mencapai tujuan organisasi.
65
memimpin dalam konteks ini, kita mesti dapat bekerja sama dengan
sistem yang ada dan meningkatkan setiap bagiannya.
Seperti halnya dengan konteks lain, sukses selalu datang bersama
tantangannya. Menjadi seorang pemimpin organisasi membutuhkan
pemahaman tentang apa yang terjadi ketika ada sesuatu yang salah
atau benar dalam tahapan siklus hidup yang kita kerjakan. Kita juga
perlu memahami Fase Kinerja dan lima keterampilan penting yang
menyertainya. Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi dalam
memahami hal-hal ini adalah:
a. Pemimpin yang tidak mengetahui perusahaan mereka berada
pada fase apa.
b. Pemimpin yang tidak meluangkan waktu untuk menilai Fase
Kinerja.
c. Pemimpin yang tidak berkembang dalam konteks kepemimpinan
lainnya.
Seorang pemimpin harus bisa memastikan bahwa karyawannya
senang bekerja dalam organisasi. Keterlibatan dan gairah kerja
karyawan bisa memprediksi kinerja mereka dalam jangka panjang. Ada
beberapa indikator untuk mengetahui apakah karyawan engaged
seperti keinginan untuk pindah kerja rendah, rasa memiliki terhadap
perusahaan tinggi dan kepercayaan terhadap pemimpin tinggi. Ketika
indikator-indikator ini ada, kita berada di jalur yang benar menuju
kepemimpinan organisasi yang hebat.
66
dibentuk antara organisasi Anda dan entitas perusahaan lainnya.
Keduanya dibentuk dengan tujuan mencapai tujuan bersama.
Mengembangkan dan memelihara aliansi membuat organisasi
berjalan dengan lancar. Jika kita tidak memiliki hubungan yang baik
dengan perusahaan yang mengirimkan produk kita, pelanggan kita
tidak akan senang. Memimpin aliansi dan memiliki kepemimpinan
dalam aliansi adalah hal yang berbeda. Seorang pemimpin yang sukses
masih bisa gagal memimpin aliansi jika tidak mengikuti praktik
kepemimpinan yang paling efektif. Hal itu karena salah satu faktor
berikut:
a. Tujuan strategisnya tidak jelas.
b. Pemimpin gagal memastikan kompatibilitas.
c. Perjanjian aliansi tidak secara eksplisit ditentukan
Untuk menghindari masalah ini, kita mesti mengetahui tantangan
apa yang dihadapi sebagai pemimpin aliansi. Akuntabilitas bisa menjadi
masalah besar dalam aliansi, terutama eksternal, karena
kepemimpinan diri memainkan peran besar dalam menyelesaikan
sesuatu. Berpegang pada prinsip sendiri serta bertanggung jawab
untuk kepentingan bersama akan menjaga hubungan baik tetap
berjalan.
Ketika aliansi dipimpin dengan benar, hambatan tidak akan terjadi
dan kita memiliki semua alat yang dibutuhkan untuk memelihara
organisasi. Perusahaan-perusahaan besar yang ada saat ini tidak akan
muncul jika mereka tidak memiliki aliansi dengan entitas perusahaan
lainnya
I. Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam organisasi adalah hal yang penting karena
mempengaruhi keberlangsungan dan proses pencapaian tujuan organisasi.
67
Di sinilah letak pentingnya kepemimpinan dalam organisasi tertentu seperti
halnya perusahaan. Hanya saja, untuk menempatkan seorang individu atau
pihak tertentu sebagai pemimpin bukan perkara mudah. Diperlukan
pemahaman yang mendalam mengenai apa itu kepemimpinan, termasuk
pemahaman konsep dan teori kepemimpinan dalam organisasi.
1. Makna Kepemimpinan Menurut Para Ahli
Sejumlah ahli memiliki pendapat sendiri tentang makna
kepemimpinan. Beberapa di antaranya seperti berikut ini:
a. Ordway Tead (1929): Kepemimpinan menjadi gaya perilaku dan ciri
khas seseorang dalam menggabungkan satu atau lebih orang lain
pada kepentingannya, untuk mendorong mereka melakukan
pekerjaan.
b. F.A. Nigro (1965): Kepemimpinan merupakan cara atau strategi
khusus dalam mempengaruhi kegiatan orang lain.
c. George Terry (1986): Kepemimpinan adalah kegiatan
mempengaruhi orang atau pihak lain agar bersedia melakukan
perbuatan secara sukarela untuk suatu tujuan.
d. Sullivan & Decker (1989): Kepemimpinan adalah keterampilan
seseorang dalam memberikan pengaruh terhadap pihak lain untuk
melaksanakan perintah secara maksimal sesuai kemampuan.
e. Kartini Kartono (1994): Kepemimpinan merupakan ciri khas saat
dihadapkan pada situasi tertentu, sehingga pemimpin tampil
sebagai karakteristik yang berfungsi dalam satu situasi, sesuai
tujuan organisasi.
f. Swansburg (1995): Kepemimpinan adalah proses yang
mempengaruhi kegiatan dalam suatu kelompok.
68
2. Konsep-konsep Kepemimpinan
Dari penjelasan kepemimpinan yang dipaparkan para ahli, dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan pengaruh sosial agar
orang lain berupaya maksimal demi meraih suatu tujuan. Konsep dasar
kepemimpinan antara lain:
a. Alih-alih berasal dari kekuasaan atau otoritas, kepemimpinan
seharusnya berasal dari pengaruh sosial.
b. Karena melibatkan pihak lain untuk melakukan kegiatan,
kepemimpinan sudah pasti juga membutuhkan keberadaan orang
lain.
c. Seorang pemimpin harus memiliki tujuan kuat, bukan hanya
memberikan pengaruh tanpa adanya hasil yang diharapkan. Dalam
hal ini, berlaku pula konsep influencing menurut Simon Sinek.
d. Proses kepemimpinan tidak berbicara mengenai kepribadian,
gelar, atau bahkan atribut sehingga siapa pun berpeluang menjadi
pemimpin asalkan dapat melakukan tanggung jawabnya secara
efektif.
Adapun berdasarkan teori dari M.Josephson, konsep tentang
kepemimpinan yaitu :
a. Kepemimpinan adalah buah dari hubungan tiap individu dalam
organisasi atau golongan. Kepemimpinan lahir bukan karena
adanya status atau derajat seseorang. Karena status bisa saja
menghancurkan kepemimpinan itu sendiri ataupun sebaliknya.
b. Setiap individu dalam suatu golongan atau organisasi memiliki
potensi dan kapasitas untuk memimpin dan bisa menunjukkan
perilaku kepemimpinan.
c. Jika individu menjadi pemimpin dalam suatu waktu bukan berarti
pada waktu yang akan datang juga akan menjadi pemimpin. Itu
69
juga berlaku dengan jenis kepemimpinan lain yang memiliki waktu
temporal (sementara) berganti seiring waktu.
d. Kepemimpinan bisa dinilai dari seberapa kualitas pemimpin bisa
merencanakan dan meraih tujuan tertentu, serta bisa dinilai dari
kekompakan pada suatu golongan atau organisasi yang dipimpin.
Berlandaskan teori yang telah diungkapkan bisa dikatakan dengan jelas
bahwa kepemimpinan itu sangat terbatas. Karena kepemimpinan
hanya bisa dipakai hanya pada suatu waktu dan bisa dipakai oleh setiap
orang dalam lingkup golongan atau organisasi.
70
b. Diakui
Ketika seseorang melangkah satu langkah dalam jenjang
kepemimpinan maka ia akan sampai pada tingkatan diakui. Pada
tingkatan ini, bawahan akan mulai menghargai pemimpinnya,
setelah melihat hasil kepemimpinan yang meningkat. Perlu diingat
bahwa dalam suatu jenjang kepemimpinan, dukungan atau
pengakuan itu sangat penting, baik itu dari bawahan (pengikut)
maupun dari atasan.
c. Bertumbuh
Pada tingkatan ini organisasi dan para pengurus atau staf makin
bertumbuh akibat kepemimpinan seorang pemimpin. Kondisi ini
harus dapat dipertahankan agar tidak turun atau mengalami
delusi. Organisasi yang tumbuh adalah organisasi yang sehat. Dan
organisasi akan bertumbuh sesuai dengan kemampuan atau
kapasitas yang dimiliki pemimpinnya dan pertumbuhan itu tidak
akan melampaui batas kemampuan dari pemimpinnya.
d. Berwibawa
Pada level ini pemimpin telah mencapai kematangannya. Ia
dihargai, diakui dan telah menjadi matang. Bahkan ia telah menjadi
panutan dari bawahannya dan telah mencapai suatu kewibawaan.
Tidak semua pemimpin mampu mencapai level ini, sebab untuk
mencapainya perlu kemauan belajar terus-menerus.
4. Ciri Kepemimpinan
Ada empat bidang dasar yang menjadi ciri mendasar kepemimpinan,
yakni:
a. Karakter
Pemimpin yang efektif tidak mengejar tujuan dengan segala cara,
atau tanpa memperhitungkan bagaimana mereka mencapai
71
sasaran mereka. Pemimpin efektif tetap terikat pada nilai dasar
yang tidak dapat dikompromikan oleh upaya terus-menerus untuk
mencapai tujuan, dan sekali lagi perlu ditegaskan tentang
pentingnya karakter pemimpin dalam segala bidang. Jadi,
pemimpin dalam bidang apa pun integritas karakter merupakan
hal yang paling penting.
b. Visi
Menurut Sudaryono dalam buku Leadership, visi tercipta dari
krativitas pikir pemimpin sebagai refleksi profesionalisme dan
pengalaman pribadi atau hasil eleborasi dari pemikiran mendalam
dengan pengikut/personel lain, yaitu berupa ide ideal tentang cita-
cita organisasi masa depan yang ingin diwujudkan bersama. Visi
Merupakan pernyataan yang jelas tentang tujuan dan misi, yang
membedakan kita dari organisasi lain.
Visi menggambarkan masa depan yang ideal. Terbentuknya visi
dipengaruhi oleh pengalaman hidup, pendidikan, pengalaman
profesional, interaksi dan komunikasi, penemuan keilmuan serta
kegiatan intelektual yang membentuk pola pikir (mindset)
tententu. Visi berperan menentukan masa depan organisasi
apabila diimplementasikan secara komprehensif.
c. Perilaku
Sekalipun tujuan jelas dalam pemikiran seseorang, masalah
berikutnya adalah apa yang akan dikerjakan seorang pemimpin,
bagaimana ia bertindak sambil mengerjakannya bersama orang
lain dalam mengejar sasaran akhir. Sekalipun pemimpin itu harus
menyesuaikan pada serangkaian lingkungan spesifik dan
senantiasa berubah, tetapi pemimpin yang paling berhasil akan
menunjukkan serangkaian perilaku umum.
72
d. Sikap Percaya
Diri Berbeda dengan kesombongan atau sikap mementingkan diri
sendiri, suatu tingkat kepercayaan diri sendiri yang sehat,
memungkinkan pemimpin mengerjakan tugas-tugas sulit yang
diperlukan untuk memenuhi sasarannya. Percaya pada diri sendiri
itulah yang mementingkan pemimpin mau menjadi pengambil
risiko secara hati-hati yang menggerakkan orang lain mengambil
risiko serupa.
Pemimpin harus mempunyai kepercayaan diri sendiri yang cukup
sehingga bersedia dan siap memahami kegagalan, agar akhirnya
berhasil. Kepercayaan diri sendiri pemimpin memungkinkan orang
lain mempercayainya, dan mendukung kemajuan orang yang
berada dalam organisasi. Pemimpin yang percaya diri sendiri tidak
merasa terancam oleh keberhasilan orang lain dalam organisasi.
J. Perilaku Kepemimpinan
Gambar 3.7
Menurut “Handbook Of Leadership”, perilaku kepemimpinan adalah
suatu interaksi antara anggota suatu kelompok. Pemimpin merupakan
agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih mempengaruhi orang
lain dari pada perilaku orang lain yang mempengaruhi mereka. Terry dalam
Hidayat (2012: 23) mengatakan, perilaku kepemimpinan adalah aktivitas
mempengaruhi orang-orang untuk mencapai tujuan kelompok secara
73
sukarela. Koontz dan O’Donnel (1981) dalam Hidayat (2012: 23) juga
menyatakan bahwa, perilaku kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi
orang-orang untuk ikut dalam pencapaian tujuan bersama. Karena
pemimpin selalu berhubungan dengan bawahannya, maka bawahan
sangat memperhatikan bagaimana pemimpin memperhatikan mereka.
Sedangkan menurut Miswan (2012:6), Perilaku kepemimpinan yaitu gaya
kepemimpinan yang fokusnya tidak pada sifat-sifat atau karakteristik
pemimpin tetapi pada tindakan interaksi terhadap orang-orang yang ada
disekitar kerjanya dan pada sekelompok orang/bawahan.
Untuk itu setiap pemimpin harus mampu menganalisis situasi sosial
kelompok atau organisasinya yang dapat dimanfaatkan dalam
mewujudkan fungsi perilaku kepemimpinan dengan kerjasama dan
bantuan orang-orang yang dipimpinnya. Fungsi perilaku kepemimpinan
menurut Hill dan Caroll (1997) dalam Hidayat (2012: 24) memiliki 2 (dua)
dimensi yaitu:
1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan untuk
mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin,
yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau
keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-
tugas pokok kelompok organisasi, yang dijabarkan dan
dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan pemimpin.
74
keputusan menjadi tanggung jawab pemimpin, pelaksanaan pekerjaan
diawasi dengan ketat.
2. Perilaku konsultatif; pemimpin masih memberikan instruksi yang
cukup besar serta menentukan keputusan, telah diharapkan
komunikasi dua arah dan memberikan suportif terhadap bawahan,
pemimpin mau mendengar keluhan dan perasaan bawahan dalam
pengambilan keputusan, bantuan terhadap bawahan ditingkatkan
tetapi pelaksanaan keputusan tetap pada pemimpin.
3. Perilaku persuasif; kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan antara pemimpin dan bawahan seimbang, pemimpin dan
bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan, komunikasi dua arah semakin meningkat,
pemimpin makin mendengarkan secara intensif terhadap bawahannya,
keikutsertaan bawahan dalam pemecahan dan pengambilan
keputusan makin betambah.
4. Perilaku delegatif; pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapi
dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan
keputusan seluruhnya kepada bawahan, bawahan diberi hak untuk
menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan, dan
bawahan diberi wewenang untuk menyelesaikan tugas-tugas sesuai
dengan keputusan sendiri.
Menurut Stogdill yang di kutip oleh Muwahid Shulhan, mengemukakan
bahwa untuk menilai perilaku kepemimpinan ada 12 faktor yang perlu di
perhatikan, yaitu:
1. Perwakilan (representation), pemimpin berbicara dan bertindak
sebagai wakil kelompok.
2. Tuntutan perdamaian (reconciliation), pemimpin mendamaikan
tuntutan konflik dan mengurangi ketidakteraturan dari sistem yang
ada.
75
3. Toleran terhadap ketidakpastian (tolerance of uncertainty), pemimpin
mampu memberikan toleransi terhadap ketidak pastian dan
penundaan tanpa kekhawatiran atau gangguan.
4. Keyakinan (persuasiveness), pemimpin mampu menggunakan persuasi
dan organisasi secara efektif serta memperlihatkan keyakinan yang
kuat.
5. Struktur inisiasi (inisiation of structure), pemimpin dengan jelas
mendefinisikan peranan kepemimpinan dan memberikan kesempatan
bawahan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka.
6. Toleransi kebebasan (tolerance of freedom), pemimpin membiarkan
bawahan berkesempatan untuk berinisiatif, terlibat dalam keputusan
dan berbuat.
7. Asumsi peranan (role Assumption), pemimpin secara aktif
menggunakan peranan kepemimpinannya daripada menyerahkan
kepemimpinan kepada orang lain.
8. Konsiderasi (consideration), pemimpin memperlihatikan ketengan,
kerjasama, dan kontribusi (bantuan) bawahan.
9. Penekanan pada hal-hal yang produktif (productive emphasis),
pemimpin mementingkan atau menekankan kepada hal-hal yang
bersifat produktif.
10. Ketepatan yang bersifat produktif (predictive accuracy), pemimpin
memperlihatkan wawasan kedepan dan kecakapan untuk
memperkirakan hasil yang akan datang secara akurat.
11. Integrase (integration), pemimpin memelihara secara akrab jaringan
organisasi dan mengatasi konflik antar anggota.
12. Orientalis kepada atasan (superior orientation), pemimpin memelihara
hubungan ramah-tamah dengan atasan yang mempunyai pengaruh
terhadap pemimpin, dan berjuang untuk memperoleh kedudukan yang
lebih tinggi.
76
Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu pertama, gaya
kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara
efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara efektif dan
efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal; kedua, gaya
kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerja
sama; dan ketiga, gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil
yang dapat dicapai dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Di sini
pemimpin menaruh perhatian yang besar dan memiliki keinginan yang kuat,
agar setiap anggota berprestasi sebesar-besarnya.
77
MODUL 4
MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS
78
penggerakkan pelaksanaan (P2), Pengawasan Pengendalian dan Penilaian
(P3) dalam rangka meningkatkan fungsi pelayanan Puskesmas.
Pelayanan adalah usaha, upaya atau kegiatan-kegiatan yang
direncanakan dan dilaksanakan sesuai profesi keahlian masing-masing.
Pengabdian adalah pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai
wujud aktualisasi (pengembangan kemampuan diri) dalam memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Promotif adalah upaya untuk
memperkenalkan (sosialisasi) dan mengarahkan opini, persepsi, sikap dan
tindakan masyarakat dalam menunjang pola perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS). Preventif adalah usaha untuk melakukan pencegahan
terhadap risiko penularan penyakit dan penyebaran penyakit yang
berpotensi menular atau menimbulkan wabah penyakit. Kuratif adalah
upaya dalam pengobatan dan penanganan penyakit yang telah diduga dan
didiagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang.
Administrasi adalah suatu kegiatan pelayanan ketatausahaan, seperti:
pencatatan, pelaporan dan pengarsipan hasil kegiatan, yang berkenaan
dengan penyelenggaraan kebijakan program untuk mencapai tujuan
organisasi. Evaluasi adalah sebuah kegiatan penilaian, pengawasan dan
pengamatan yang dilakukan secara berkelanjutan melalui rapat pertemuan
untuk menentukan hasil program pelayanan kesehatan dan penetapan
kebijakan program selanjutnya. Koordinasi adalah kegiatan mengatur
pelayanan kesehatan, dan menggalang kerjasama tim, secara horizontal,
lintas program (dalam unsur pelayanan) maupun vertikal, lintas sektoral,
(dengan institusi lainnya) sehingga program, peraturan dan penentuan
tindakan yang akan dilaksanakan bisa saling mendukung pencapaian target
pelayanan.
Pelayanan Kesehatan di taraf Puskesmas saat ini masih sering
dikeluhkan oleh masyarakat. hal-hal yang sering dikeluhkan adalah:
1. Petugas tidak ramah
79
Petugas yang selalu marah-marah begitu ada pasien, yang datang.
administrasi yang lama, petugas yang sering terlambat dan pulang
cepat, selalu menjadi keluhan masyarakat. yang menyebabkan
masyarakat sering berobat ke pengobatan alternatif, dengan biaya
yang tidak terlalu mahal, namun hati pasien bisa jauh lebih nyaman.
2. Obat yang ala kadarnya
Tak asing lagi jika masyarakat mengeluh masalah ini. obat demam
dikasi pil dan tablet yang sama dengan obat gatal. sisanya jika ingin
obat yang lebih bagus lagi, masyarakat harus membeli di apotek.
3. Dokter tidak ada
Untuk puskesmas yang ada di ibukota provinsi justru dokter ada
banyak bahkan ada yang sampai spesialis. namun di pedalaman,
kabupaten, dan daerah-daerah yang jauh dari kota, dokter sangat
langka. hanya ada pada jam-jam tertentu atau pada hari-hari tertentu.
padahal sakit tidak bisa dijadwalkan kan? apalagi kalau dokternya tidak
tentu.
Padahal Tolak ukur bagi puskesmas agar bisa dikatakan ideal, , yaitu jika
memiliki dua dokter umum, satu dokter gigi, dua perawat, dan tiga
orang bidan.
80
2. SDM tenaga puskesmas di tingkatkan
Yang harus diperbaiki adalah bagaimana melayani masyarakat dan
memberikan yang terbaik bagi masyarakat karena para tenaga
kesehatan yang berada di puskesmas adalah abdi negara yang
tugasnya mengabdikan diri kepada masyarakat juga. paling tidak
petugas harus belajar ramah, ontime, dan belajar senyum.
3. Penyediaan obat dan Dokter
Meskipun sebagian besar tugas puskesmas adalah pencegahan, namun
sebagian besar masyarakat masih menggunakan puskesmas sebagai
tempat berobat. bukan hanya karena biayanya yang murah, namun
juga karena puskesmas merupakan pelayanan kesehatan pertama
yang langsung menjangkau masyarakat. oleh karena itu, keberadaan
dokter dan obat yang BERMUTU sangat penting di puskesmas.
4. Petugas puskesmas harus terjun ke masyarakat
Petugas puskesmas harus terjun, mengawasi, melihat dan
memperbaiki kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. jadi petugas
tidak hanya berada dalam kantor puskesmasnya saja. ada baiknya jika
petugas yang menjemput bola
B. Konsep Puskesmas
Menurut DepKes RI (2004), Puskesmas adalah unit pelaksana teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kesehatan.
1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota
(UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas
teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan
unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan
kesehatan di Indonesia.
81
2. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh Bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Pertanggungjawaban Penyelenggaraan
Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya
pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas
kesehatan kabupaten/kota, sedangkan puskesmas bertanggung jawab
hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang
dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan
kemampuannya.
4. Wilayah Kerja
Secara Nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu
Kecamatan, tetapi apabila di satu Kecamatan terdapat lebih dari satu
puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar
puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah
(desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara
operasional bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan
kabupaten/kota.
C. Fungsi Puskesmas
82
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga
berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping
itu aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap pembangunan di wilayah kerjanya.
Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka
masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki
kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan
kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut
menetap, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program
kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini
diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
3. Pusat strata pelayanan kesehatan strata pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi:
a. Pelayan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat
pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
83
pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas
tertentu di tambahkan dengan rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat
publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi
kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga
berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program
kesehatan masyarakat lainnya.
84
program pokok sebagai contoh perbandingan pelayanan menurut paparan
pengalaman pribadi selama bertugas mengabdi keliling puskesmas.
85
6. Program Upaya Peningkatan Gizi Masyarakat
Penimbangan Bayi Balita, Pelacakan dan Perawatan Gizi Buruk,
Stimulasi dan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak, Penyuluhan Gizi.
7. Program Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan
Pengawasan Kesehatan Lingkungan: SPAL (saluran pembuangan air
limbah), SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban keluarga),
Pemeriksaan Sanitasi: TTU (tempat-tempat umum), Institusi
Perkantoran, Survey Jentik Nyamuk (SJN).
8. Program Pelayanan Kesehatan Komunitas
Kesehatan Mata, Kesehatan Jiwa, Kesehatan Lansia, Kesehatan
Olahraga, Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), Upaya
Kesehatan Sekolah (UKS).
9. Program Pencatatan dan Pelaporan
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) disebut
juga Sistem Informasi dan Manajemen Puskesmas (SIMPUS)
86
c. Keuangan
d. Umum dan kepegawaian
3. Unit pelaksana teknis fungsional puskesmas: Upaya kesehatan
masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM, dan Upaya
kesehatan perorangan.
4. Jaringan pelayanan puskesmas: Unit puskesmas pembantu, Unit
puskesmas keliling, dan Unit bidan di desa/komunitas
87
c. Dokter Spesialis: khusus untuk puskesmas rawat inap bagus juga
ada kunjungan dokter spesialis sebagai dokter konsultan, misalnya
: dokter ahli anak, kandungan dan penyakit dalam.
88
3. Petugas Non Medis
89
Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan
yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang
hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator
Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama, yakni:
1. Lingkungan sehat
2. Perilaku sehat
3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, serta
4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan
Misi tersebut adalah:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah
kerjanya.
Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang
diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek
kesehatan yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak
negatif, terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan
dan perilaku masyarakat.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat
yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang
kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju
kemandirian untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat,
mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan
90
efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh
anggota masyarakat.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya.
Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang
berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa
diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi
kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan yang
dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang
bersangkutan.
91
kalibrasi, inspeksi/uji, kontrol terhadap ketidaksesuaian, audit mutu
internal dan tindakan perbaikan.
4. Mutu adalah mengenai peningkatan yang berkelanjutan dan organisasi
harus secara konstan menyadari adanya perubahan/ perkembangan
baru dan peningkatan secara terus-menerus untuk memenuhi
kebutuhan dan permintaan pelanggan yang selalu berubah.
5. Mutu hanya dapat dijamin melalui perencanaan yang matang dan kerja
keras dari seluruh staf di dalam organisasi.
6. Mutu adalah tanggung jawab dari semua karyawan, tidak hanya staf
mutu dan pimpinan, untuk mutu harus datang dari pihak manajemen
puncak.
Definisi Mutu Dalam Kamus Indonesia-Inggris kata mutu memiliki arti
dalam bahasa Inggris quality artinya taraf atau tingkatan kebaikan; nilaian
sesuatu. Jadi mutu berarti kualitas atau nilai kebaikan suatu hal.
Dalam membahas definisi mutu kita perlu mengetahui definisi mutu
produk yang disampaikan oleh lima pakar Manajemen Mutu Terpadu (Total
Quality Management). Berikut ini definisi-definisi tersebut:
1. Juran menyebutkan bahwa mutu produk adalah kecocokan
penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
pelanggan.
2. Crosby mendefinisikan mutu adalah conformance to requirement,
yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.
3. Deming mendefinisikan mutu, bahwa mutu adalah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar.
4. Feigenbaum mendefinisikan mutu adalah kepuasan pelanggan
sepenuhnya.
5. Garvin dan Davis menyebutkan bahwa mutu adalah suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja,
92
proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan atau konsumen.
Meskipun tidak ada definisi mutu yang diterima secara universal, namun
dari kelima definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam
elemen-elemen sebagai berikut:
1. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.
3. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan mutu saat ini, mungkin dianggap kurang bermutu
pada masa mendatang).
Standar-standar Mutu produk dan jasa terdiri dari:
1. Kesesuaian dengan spesifikasi
2. Kesesuaian dengan tujuan dan manfaat
3. Tanpa cacat ( Zero Defects)
4. Selalu baik sejak awal Standar pelanggan terdiri dari : Kepuasan
pelanggan, Memenuhi kebutuhan pelanggan, dan Menyenangkan
pelanggan
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit dilakukan
dengan pendekatan sistem, artinya memperhatikan proses manajemen
mutu sejak INPUT/STRUKTUR, PROSES, dan OUTCOME.
1. Input Atau Struktur
“Karakteristik yang relatif stabil dari penyedia pelayanan kesehatan,
alat dan sumber daya yang dipergunakan, fisik dan pengaturan
organisasi di lingkungan kerja. Konsep struktur termasuk manusia,
fisik, dan sumber keuangan yang dibutuhkan untuk memberikan
pelayanan medis”. Struktur digunakan sebagai pengukuran tidak
langsung dari kualitas pelayanan. Hubungan antara struktur dan
kualitas pelayanan adalah hal yang penting dalam merencanakan,
mendesain, dan melaksanakan sistem yang dikehendaki untuk
93
memberikan pelayanan kesehatan. Pengaturan karakteristik struktur
yang digunakan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi
proses pelayanan sehingga ini akan membuat kualitasnya berkurang
atau meningkat. (Donabedian, 1980).
2. Proses
Beberapa pengertian tentang proses: “Interaksi profesional antara
pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat) (Depkes
RI, 2001). “Suatu bentuk kegiatan yang berjalan dengan dan antara
dokter dan pasien”. (Donabedian, 1980). “Semua kegiatan dokter dan
tenaga profesi lainnya yang mengadakan interaksi secara profesional
dengan pasiennya. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di RS
dapat diukur dari tiga aspek, yaitu relevan tidaknya proses itu bagi
pasien, efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan terhadap
pasien”. (Muninjaya, 2004). “Proses yaitu semua kegiatan sistem.
Melalui proses akan mengubah input menjadi output.
Pengubahan/Transformasi berbagai masukan oleh kegiatan
operasi/produksi menjadi keluaran yang berbentuk produk dan/atau
jasa.
3. Output/Outcome
Tentang output/outcome, Donabedian memberikan penjelasan bahwa
outcome secara tidak langsung dapat digunakan sebagai pendekatan
untuk menilai pelayanan kesehatan. Dalam menilai apakah hasilnya
bermutu atau tidak, diukur dengan standar hasil (yang diharapkan) dari
pelayanan medis yang telah dikerjakan.
94
2. Apanya yang diukur ?
3. Bagaimana mutu jasa pelayanan diukur ?
Untuk dapat memahami hal tersebut di atas perlu diketahui tentang
pengertian indikator, kriteria, dan standar.
1. Indikator
Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur. Contoh : petunjuk indikator
atau tolok ukur status kesehatan antara lain adalah angka kematian
ibu, angka kematian bayi, status gizi. Petunjuk atau indikator ini (angka
kematian ibu) dapat diukur. Jadi indikator adalah fenomena yang dapat
diukur. Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan
dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur,
proses, dan outcomes. Sebagai contoh:
a. Indikator struktur: Tenaga kesehatan profesional (dokter,
paramedis, dan sebagainya). Anggaran biaya yang tersedia untuk
operasional dan lain-lain. Perlengkapan dan peralatan kedokteran
termasuk obat-obatan. Dan Metode (adanya standar operasional
prosedur masing-masing unit, dan sebagainya).
b. Indikator proses: Memberikan petunjuk tentang pelaksanaan
kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh
oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah
sebagaimana mestinya sesuai dengan prosedur, diagnosa,
pengobatan, dan penanganan seperti yang seharusnya sesuai
standar.
c. Indikator outcomes: Merupakan indikator hasil daripada keadaan
sebelumnya, yaitu Input dan Proses seperti BOR, LOS, TOI, dan
Indikator klinis lain seperti: Angka Kesembuhan Penyakit, Angka
Kematian 48 jam, Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi
Perawatan , dan sebagainya.
95
2. Kriteria
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh:
Indikator status gizi dapat lebih dispesifikasikan lagi menjadi kriteria:
tinggi badan, berat badan anak. Untuk pelayanan kesehatan, kriteria ini
adalah fenomena yang dapat dihitung.
3. Standar
Selanjutnya setelah kriteria ditentukan dibuat standar-standar yang
eksak dan dapat dihitung kuantitatif, yang biasanya mencakup hal-hal
yang standar baik. Misalnya: Panjang badan bayi baru lahir yang sehat
rata-rata (standarnya) adalah 50 cm. Berat badan bayi baru lahir yang
sehat standar adalah 3 kg.
Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat
diukur dengan memperhatikan atau memantau dan menilai indikator,
kriteria, dan standar yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai dengan
aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisasi pelayanan
kesehatan tersebut.
96
MODUL 5
MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
A. Mutu Pelayanan
Gambar 5.1
1. Pengertian Mutu Pelayanan
Mutu pelayanan kesehatan adalah suatu langkah ke arah
peningkatan pelayanan kesehatan baik untuk individu maupun untuk
populasi sesuai dengan keluaran (outcome) kesehatan yang
diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan profesional terkini. Mutu
pelayanan adalah kinerja yang menunjukkan pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang di satu pihak dapat
menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan standart kode etik profesi yang
telah ditetapkan (Depkes RI, 2006)
2. Pelayanan Kesehatan yang Bermutu
Pelayanan kesehatan bermutu adalah pelayanan yang memenuhi
tujuan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang memuaskan harapan dan kebutuhan derajat
masyarakat (consumer satisfaction), melalui pelayanan yang efektif
oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan dan kebutuhan
pemberi pelayanan (provider satisfaction), pada institusi pelayanan
97
yang diselenggarakan secara efisien (institutional satisfaction).
Interaksi ketiga pihak utama pelayanan kesehatan yang serasi, selaras
dan seimbang, merupakan paduan dari kepuasan tiga pihak, dan ini
merupakan pelayanan kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty
care) (Wijono, 1999).
98
memberikan saran serta menerapkan penatalaksanaan pengobatan
serta kegiatan atau upaya pasien dalam mencari dan mendapatkan
pelayanan kesehatan. Secara ringkas dapat dikemukakan yang
dimaksud dengan proses meliputi:
a. Mutu pelayanan teknis dan pelayanan klinis
b. Mutu dari interaksi pasien dan pemberi jasa pelayanan (provider)
c. Ketepatan pelayanan
3. Keluaran adalah seluruh akibat dari pelayanan kesehatan terhadap
status kesehatan pasien dan masyarakat termasuk peningkatan dari
pengetahuan pasien dan perubahan dari perilaku pasien yang
berpengaruh terhadap status kesehatan juga derajat kepuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan.
99
yang bersifat paling dinamis. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
perkembangan teknologi. Salah satu contoh aspek daya tanggap
dalam pelayanan adalah kecepatan.
4. Assurance (kepastian)
Yaitu dimensi kualitas pelayanan yang berhubungan dengan
kemampuan dalam menanamkan kepercayaan dan keyakinan kepada
konsumen. Dimensi kepastian meliputi kemampuan tenaga kerja atas
pengetahuan terhadap produk meliputi kemampuan karyawan atas
pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramah-
tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan,
ketrampilan dalam memberikan keamanan didalam memanfaatkan
jasa yang ditawarkan dan kemampuan di dalam menanamkan
kepercayaan konsumen terhadap jasa yang ditawarkan.
Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari aspek-
aspek:
a. Kompetensi (competence)
Yaitu ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para tenaga
kerja untuk melakukan pelayanan.
b. Kesopanan (coutesy)
Yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para tenaga kerja.
c. Kredibilitas (credibility)
Yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
kepada penyedia jasa seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
d. Keamanan (security)
Yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan
tenaga kerja untuk memberikan rasa aman pada konsumen.
5. Empaty (empati)
Merupakan kesediaan untuk peduli dan memberikan perhatian pribadi
kepada pengguna jasa. Pelayanan yang empatik sangat memerlukan
100
sentuhan/perasaan pribadi. Dimensi empati adalah dimensi yang
memberikan peluang besar untuk menciptakan pelayanan yang
“surprise” yaitu sesuatu yang tidak diharapkan pengguna jasa tetapi
ternyata diberikan oleh penyedia jasa.
Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari aspek:
a. Akses (acces) meliputi kemudahan memanfaatkan jasa yang
ditawarkan penyedia jasa.
b. Komunikasi (communication), yaitu merupakan kemampuan
melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada
konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen.
c. Pemahaman pada konsumen (understanding the customer),
meliputi usaha penyedia jasa untuk mengetahui dan memahami
kebutuhan dan keinginan konsumen.
Menurut Wijono Agar hasil pelaksanaan kegiatan jasa pelayanan
kesehatan dapat bermutu, yang perlu dipersiapkan adalah berkaitan
dengan input-input sumber daya yang bermutu pula antara lain:
1. Tenaga medis, paramedik yang pintar, terlatih, sehat dan
bertanggungjawab serta bermoral baik akan sangat
mempengaruhi hasilnya.
2. Peralatan kedokteran, obat-obatan yang cukup dan bermutu akan
lebih menjamin, memberikan kepuasan pada tenaga medis dan
paramedik pelaksana pelayanan.
3. Metode diagnosis, terapi yang sesuai dalam upaya pengobatan
tersebut akan lebih menjamin, memberikan keberhasilan.
4. Ruang operasi atau ruang lingkup yang memenuhi syarat, steril,
terang, tenang akan lebih menjamin keberhasilan pertolongan.
5. Didukung dengan penyampaian atau pemberian informasi
sebelumnya tentang hak-hak pasien, hak-hak dokter dan hak-hak
101
paramedik beserta kewajiban masing-masing akan lebih
menunjang keberhasilan dan memberikan kepuasan tersendiri.
6. Pencatatan dan pelaporan medik yang memenuhi syarat selain
bermanfaat untuk evaluasi pelaporan juga menjamin keadilan dan
kepuasan pasien maupan dokter.
7. Memberikan informasi dan memberitahukan sebelumnya
(informed consent) hal-hal yang berkaitan dengan upaya
pertolongan atau tindakan medik yang akan dilaksanakan tentu
akan lebih menyenangkan pasien.
D. Penilaian Mutu
Gambar 5.2
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar (PKD)
atau menyelesaikan masalah-masalah mutu, dengan program QA,
dilakukan dengan pendekatan sistem, artinya memperhatikan proses
manajemen mutu sejak input, proses, output dan outcome melalui
penilaian mutu pelayanan.
1. Input atau Struktur
Meliputi jumlah, distribusi, dan kualifikasi dari tenaga profesional,
peralatan dan geografi dari rumah sakit dan fasilitas lain, termasuk
asuransi kesehatan. Struktur mempengaruhi secara tidak langsung
baik tidaknya pelayanan atau kinerjanya, karena struktur sebagai alat
penilai mutu pelayanan kesehatan adalah tidak tajam dan bersifat
102
umum. Karena tidak dapat memberikan gambaran yang jelas atau
spesifik pengaruhnya terhadap kinerja. Beberapa kegiatan QA yang
berhubungan dengan Input atau struktur adalah berkaitan dengan
mutu:
a. Standar dan prosedur (standard operating procedure) pelayanan
medis.
Supaya diketahui apakah pelayanan medis yang dilaksanakan
sesungguhnya adalah bermutu, tentu diukur berdasarkan standar
dan prosedur pelayanan medis professional (bukan menurut
ukuran sendiri).
Oleh karenanya setiap jenis pelayanan medis sesuai dengan jenis
penyakit yang bersangkutan berdasarkan standar dan prosedur
pelayanan medis yang sesuai, berdasarkan kesepakatan profesi
yang bersangkutan.
b. Perizinan (Licencure)
Suatu pernyataan boleh melakukan kegiatan teretentu dan
dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari praktek-praktek
yang tidak bertanggung jawab atau merugikan.
c. Sertifikasi (Certification)
Bahwa tenaga medis atau paramedis tersebut telah memenuhi
syarat atau mampu dan diizinkan untuk melakukan tindakan
medis/ pelayanan medis sebagaimana dimaksudkan dalam
pemberian sertifikat atau ijazah tersebut.
2. Proses
Mutu proses diketahui dari hasil pengamatan langsung atau review dari
catatan dan informasi yang merupakan rekonstruksi yang cermat
tentang yang lebih kurang terjadi.
103
Proses adalah obyek utama penilaian, maka dasar penetapan mutu
adalah hubungan antara karakter-karakter dari proses pelayanan
medis dan konsekuensinya terhadap kesehatan.
Menjaga mutu pelayanan kesehatan pada sisi proses pelayanan
kesehatan, berhubungan secara langsung dengan praktek medis
dokter atau para medis dengan pasien. Sejak anamnese, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang lainnya seperti laboratorium, radiology,
diagnosa, terapi, perawatan dan atau konsultasi lanjutan serta rujukan,
apakah telah mengacu pada standar dan prosedur pelayanan medis
yang ditetapkan secara profesional. Kepatuhan para tenaga medis atau
para medis dalam memberikan pelayanan mengacu kepada standar
dan prosedur tersebut sangat mempengaruhi mutu pelayanan
kesehatan terhadap pasien.
E. Kepuasan Pasien
1. Pengertian Kepuasan
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul
sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya
104
setelah pasien membandingkannya dengan yang diharapkan.
Kepuasan pasien menjadi bagian yang integral dan menyeluruh dari
kegiatan jaminan mutu pelayanan kesehatan. Artinya, pengukuran
tingkat kepuasan pasien harus menjadi kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari pengukuran mutu pelayanan kesehatan. Konsekuensi
dari pola pikir yang demikian adalah dimensi kepuasan pasien menjadi
salah satu dimensi mutu pelayanan kesehatan yang penting (Pohan,
2002).
a. Mendapat informasi yang menyeluruh, artinya mendapat
informasi tentang nama penyakit, bagaimana merawatnya di
rumah, dan informasi tanda-tanda bahaya untuk segera
membawanya kembali berobat.
b. Mendapat jawaban yang dimengerti terhadap pertanyaan
pasien, artinya apakah pasien mengerti jawaban yang diberikan
oleh petugas kesehatan terhadap pertanyaan yang diajukannya.
c. Memberikan kesempatan bertanya, artinya apakah petugas
kesehatan memberikan kesempatan kepada pasien untuk
bertanya.
d. Penggunaan bahasa daerah, apakah petugas kesehatan
menggunakan bahasa daerah dalam melayani pasien.
e. Kesinambungan pelayanan, artinya pasien mendapat pelayanan
yang lengkap tanpa harus berhenti atau mengulangi prosedur
diagnose.
f. Waktu tunggu, yaitu waktu yang diperlukan sebelum kontak
dengan petugas kesehatan, bukan dengan petugas kartu atau
rekam medik.
g. Tersedianya toilet, artinya apakah puskesmas terdapat toilet
yang dapat digunakan oleh pasien dan airnya tersedia.
105
h. Biaya pelayanan, seluruh biaya yang dikeluarkan pasien jika
berobat ke rumah sakit.
i. Tersedianya tempat duduk atau bangku untuk pasien pada ruang
tunggu. Masing-masing aspek yang berpengaruh terhadap
kepuasan pasien akan dianalisis berdasarkan penilaian pasien
tentang tingkat harapan terhadap aspek tersebut serta
bagaimana penilaian pasien terhadap aspek kepuasan pasien
tersebut yang diperolehnya sewaktu meminta pertolongan di
Rumah Sakit.
106
3. Aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien
Ada empat aspek yang dapat diukur yaitu kenyamanan, hubungan
pelangan dengan petugas, kompetensi petugas dan biaya:
a. Kenyamanan, aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang
lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan
dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan,
kebersihan wc, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dll.
b. Hubungan pelanggan dengan petugas rumah sakit, dapat
dijabarkan dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan,
informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi,
responsi, support.
c. Kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam pertanyaan
kecepatan pelayanan pendaftaran, keterampilan dalam
penggunaan teknologi, pengalaman petugas medis, gelar medis
yang dimiliki, terkenal, keberanian mengambil keputusan, dsb.
d. Biaya, dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya,
kejelasan komponen biaya-biaya, tingkat masyarakat yang
berobat, ada tidaknya keringanan masyarakat miskin.
107
c. Menyediakan formulir-formulir rekam medis dalam folder
dokumen rekam medis bagi pasien yang baru pertama kali berobat
(pasien baru) dan pasien yang berkunjung berikutnya (pasien
lama).
d. Mengarahkan pasien ke URJ atau Poliklinik yang sesuai dengan
keluhannya.
e. Memberi informasi tentang pelayanan-pelayanan di rumah sakit
yang bersangkutan.
2. Fungsi TPPRJ dalam Pelayanan rekam medis:
a. Pencatat identitas ke formulir rekam medis rawat jalan, data dasar
pasien, KIB, KIUP, dan buku register pendaftaran pasien rawat
jalan.
b. Pemberi dan pencatat nomor rekam medis sesuai dengan
kebijakan penomoran yang ditetapkan.
c. Penyedia dokumen rekam medis baru untuk pasien baru.
d. Penyedia dokumen rekam medis lama untuk pasien lama melalui
bagian Filling.
e. Penyimpan dan pengguna KIUP.
f. Pendistribusi dokumen rekam medis untuk pelayanan rawat jalan.
g. Penyedia informasi jumlah kunjungan pasien rawat jalan.
3. Penerimaan pasien baru dan lama di TPPRJ sebagai berikut:
a. Penerimaan pasien baru
1) Membuat formulir KIB, KIUP, formulir rawat jalan baru sesuai
kasus penyakit pasien dan mencatat setiap penggunaan
formulir pada buku catatan penggunaan formulir rawat jalan.
2) Menulis nomor rekam medis baru pada formulir KIB, KIUP,
formulir rekam medis rawat jalan berdasarkan buku catatan
penggunaan nomor rekam medis rawat jalan atau buku
pengendalian nomor rekam medis bagi pasien rawat jalan.
108
3) Mencatat identitas pasien pada buku register pendaftaran
pasien rawat jalan.
4) Menyerahkan formulir KIB baru kepada pasien.
5) Mengisi buku ekspedisi TPPRJ.
6) Mendistribusikan pasien dan berkas rekam medis ke unit
rawat jalan dengan menggunakan buku ekspedisi TPPRJ.
7) Menerima SHRJ dan berkas rekam medis pasien yang selesai
pelayanan.
b. Penerimaan pasien lama di TPPRJ
1) Meminta KIB dari pasien atau keluarganya (pasien pernah
berobat).
2) Mencatat nomor rekam medis dari KIB ke Tracer (slip
peminjaman) untuk meminjam berkas rekam medis lama
pasien ke bagian filling. Apabila tidak membawa KIB maka
dicarikan nomor rekam medis pasien di KIUP, setelah KIUP
ditemukan kemudian dicarikan berkas rekam medis kunjungan
pasien yang lalu dicari di bagian filling.
3) Menerima berkas rekam medis dari filling dengan
menandatangani buku ekspedisi filling.
4) Menambahkan formulir rekam medis rawat jalan yang telah
habis sesuai kasus penyakit dan mencatat setiap penggunan
formulir pada buku pencatatan penggunaan formulir rawat
jalan.
5) Mencatat pada buku register pendaftaran pasien rawat jalan.
6) Menyerahkan kembali KIB pada pasien dengan berpesan jika
kelak berobat lagi, KIB harap dibawa.
7) Mengisi buku ekspedisi TPPRJ sebagai bukti serah terima
berkas rekam medis.
109
8) Mendistribusikan berkas rekam medis dan pasien ke Unit
Rawat Jalan dengan menggunakan buku ekspedisi TPPRJ.
110
MODUL 6
PROGRAM PENGEMBANGAN PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS
DAN RUMAH SAKIT YANG EFEKTIF
A. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah upaya untuk mencegah serta
meningkatkan kesehatan, menjaga dan mengobati penyakit juga
memulihkan kesehatan pada individu, keluarga, kelompok, hingga
masyarakat luas yang dilakukan oleh perorangan maupun organisasi.
Dalam pengertian sederhana, pelayanan kesehatan merupakan konsep
untuk menjalankan program kesehatan dari perorangan maupun organisasi
kepada masyarakat secara berkelanjutan. Pelayanan kesehatan pada
prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif.
Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke
111
arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat
tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit. Sebab itu pelayanan
kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu
yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya–upaya
pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif), sehingga
bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya Puskesmas atau Balai Kesehatan
Masyarakat saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang
langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit,
maupun secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan
kesehatan.
112
Pelayanan kesehatan primer ditujukan pada keluarga atau
masyarakat yang berada di pedesaan maupun perkotaan dengan
penghasilan rendah.
113
Ada pun kategori pasien yang membutuhkan pelayanan
kesehatan tersier ini adalah mereka yang tidak dapat ditangani pada
pelayanan kesehatan sekunder. Fasiltias kesehatan yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan tersier atau tingkat ketiga ini
adalah rumah sakit tipe A, rumah sakit tipe B seperti RSUD, RSUP
ataupun rumah sakit swasta.
114
B. Tujuan Pengembangan Program Pelayanan Kesehatan
115
2. Untuk mewujudkan masyarakat yang mampu menjangkau pelayanan
kesehatan bermutu;
2. Pelayanan UKGM
116
kuratif yang dilaksanakan di dalam gedung maupun luar gedung,
dengan sasaran seluruh masyarakat/penduduk yang ada di wilayah
puskesmas.
117
(Depkes RI,1986). Kegiatan yang dilakukan adalah pembinaan keluarga
rawan.
8. Pelayanan Perkesmas
9. Pelayanan BATRA
118
6. Menjalin komunikasi terus menerus dengan pelanggan.
7. Melakukan penyesuaian organisasi terus terus menerus untuk
peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
119
1) pilar paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan
kesehatan dalam pembangunan, penguatan promotif preventif dan
pemberdayaan masyarakat;
2) penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi
peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan
dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan
pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko
kesehatan;
3) sementara itu jaminan kesehatan nasional dilakukan dengan strategi
perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan kendali biaya.
120
caranya adalah melalui Supervisi yang dilakukan secara rutin.Terdapat dua
macamSupervisi yaitu, Supervisi dokumen dan Supervisi lapangan. Salah
satu contohnya adalah mengenaidana untuk kader.
Tenaga kesehatan berupaya memperbaiki kualitas perencanaan,
produksi dan pendayagunaan yang menjamin terpenuhinya jumlah, mutu,
dan persebaran SDM kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal,
perbatasan dan daerah kepulauan. Kegiatan ini didukung dengan
penguatan regulasi termasuk akreditasi dan sertifikasi. Menkes
menyebutkan beberapa tantangan yang dihadapi, yaitu
1. pengembangan Nakes belum memenuhi kebutuhan untuk mendukung
pembangunan kesehatan;
2. regulasi untuk mendukung upaya kesehatan masih terbatas;
3. perencanaan kebutuhan Nakes masih belum memadai dan belum
didukung dengan sistem informasi Nakes yang kuat;
4. pengadaan pendidikan Nakes masih belum sesuai dengan jumlah dan
jenis yang diperlukan;
5. kualitas pendidikan dan pelatihan Nakes belum memada;
6. pendayagunaan, pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan
Nakes belum memuaskan;
7. pembinaan dan pengawasan mutu Nakes belum sesuai dengan yang
diharapkan; serta sumber daya pendukung pengembangan dan
pemberdayaan Nakes termasuk sistem informasi Nakes masih
terbatas.
121
pengawasan terhadap Nakes warga negara asing yang bekerja di Indonesia
secara tegas, adil, dan sesuai aturan yang berlaku. Selain itu juga harus
melakukan pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kerja kesehatan
Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan sebaik-baiknya.
122
MODUL 7
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN
123
organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan
masalah-masalah organisasi (perusahaan). Dalam budaya organisasi terjadi
sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam diri para anggota,
menjiwai orang per orang di dalam organisasi. Dengan demikian, maka
budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota
organisasi (Kilmann dkk, 1988).
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak
tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi
untuk melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam
suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya.
Apalagi bila ia sebagai orang baru supaya dapat diterima oleh lingkungan
tempat bekerja, ia berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang
diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa yang
salah: dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan di
dalam organisasi tempat bekerja itu. Jadi, budaya organisasi
mensosialisasikan dan menginternalisasi pada para anggota organisasi.
Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan,
sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan
dengan tujuan-tujuan perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya
organisasinya kuat, nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut,
dan diperjuangkan oleh sebagian besar para anggota organisasi (karyawan
perusahaan). Budaya organisasi adalah suatu konsep yang sangat
bervariasi, terbukti dari adanya sekian banyak definisi yang sangat berbeda-
beda yang dapat ditemukan dalam kepustakaan. Hal ini disebabkan oleh
berbagai pandangan. pendekatan, minat masing-masing yang
berkepentingan dari berbagai kalangan akademisi maupun praktisi. Di
samping itu, juga karena sumbernya. yaitu disiplin antropologi, hingga
sekarang belum dapat menghasilkan satu definisi yang dapat diterima oleh
para peminat atau para pakar dalam bidang ini (Koentjaraningrat, 1985).
124
Berdasarkan beberapa definisi budaya organisasi di atas maka dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan norma-norma nila,
asumsi, kepercayaan, kebiasaan yang dibuat dalam suatu organisasi dan
disetujui oleh semua anggota organisasi sebagai pedoman atau acuan
dalam organisasi dalam melakukan aktivitasnya baik yang diperuntukkan
bagi karyawan maupun untuk kepentingan orang lain
125
4. Motivator (Komitmen) yaitu Budaya organisasi yang kuat juga akan
membangkitkan semangat anggota untuk bekerja lebih optimal,
profesional dan berdedikasi penuh (komitmen) terhadap pekerjaan dan
organisasinya. Anggota organisasi yang komit dan profesional akan
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan organisasi
5. Pedoman Kepemimpinan yaitu Budaya organisasi yang kuat akan
menjadi pedoman bagi pemimpin pada setiap level dalam mengambil
keputusan. Mayoritas keputusan mengacu kepada sistem yang selama
ini sudah berjalan dengan sistematis sehingga dapat lebih mengeliminir
subyektifitas dan penyimpangan dalam proses kepemimpinan.
6. Nilai Tambah Organisasi (Value enhacer) yaitu Budaya organisasi yang
kuat akan memberi kebanggaan dan nilai tambah bagi seluruh
stakeholders, sehingga kepercayaan terhadap organisasi menjadi lebih
tinggi. sehingga organisasi dapat lebih leluasa dan optimal dalam setiap
proses pengambilan keputusan.
7. Memantapkan Keyakinan Anggota yaitu Budaya organisasi yang kuat
akan menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) anggota
terhadap organisasi, karena mereka yakin dan percaya terhadap
organisasinya, sehingga dengan sendirinya budaya akan dapat
berperan sebagai mekanisme sistem sosial yang akan melakukan
kontrol atas perilaku seluruh anggota organisasi.
126
c. Budaya organisasi mempermudah komitmen bagi kepentingan yang
lebih luas dibandingkan kepentingan individu
d. Budaya organisasi meningkatkan kemantapan sistem sosial atau
sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi
dengan memberikan standard-standard yang tepat untuk cara
berkomunikasi dan beraktivitas bagi para karyawan,
Empat fungsi pokok budaya organisasi juga digambarkan oleh Kreitner
dan Kinichi (2007) seperti pada gambar 4.2.
127
didominasi oleh pendiri, maka budaya organisasi yang ada didalam
organisasi tersebut menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan-
harapan pendiri kepada pekerja lainnya.
Jika budaya terbentuk dari norma-norma moral, sosial dan perilaku
dari sebuah organisasi yang didasarkan pada keyakinan, tindak-tanduk,
dan prioritas anggota-anggotanya, maka pemimpin secara definitive
adalah anggota dan banyak mempengaruhi perilaku-perilaku dengan
contoh ketulusan anggota organisasi itu sendiri. Didalam model
manajemen apapun, para pemimpin selalu bertanggung jawab atas
keteladanannnya (Robbins, 2003).
Budaya Organisasi mempunyai dua tingkatan yang berbeda yang
dapat ditinjau dari sisi kejelasan, dan ketahanan terhadap perubahan.
Pada tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, budaya merujuk
kepada nilai-nila yang dianut bersama oleh orang dalam kelompok dan
cenderung bertahan sepanjang waktu bahkan meskipun anggota
kelompok sudah berubah.
Mengetahui peran budaya organisasi dalam suatu organisasi.
Budaya organisasi mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi budaya organisasi juga dapat
menghambat perkembangan organisasi.
128
2. Menyatukan organisasi yaitu budaya organisasi merupakan lem
normative yang merekatkan unsur-unsur organisasi menjadi satu.
Norma, nilai-nilai, dan kode etik budaya organisasi menyatukan dan
mengkoordinasi anggota organisasi. Ketika akan masuk menjadi
anggota organisasi, para calon anggota organisasi mempunyai latar
belakang budaya dan karakteristik yang berbeda. Agar dapat diterima
sebagai anggota organisasi, mereka wajib menerima dan
menerapkan budaya organisasi.
3. Reduksi konflik yaitu budaya organisasi sering dilukiskan sebagai
semen atau lem yang menyatukan organisasi. Isi budaya
mengembangkan kohesi sosial anggota organisasi yang mempunyai
latar belakang berbeda, pola pikir, asumsi, dan filsafat organisasi yang
sama memperkecil perbedaan dan terjadinya konflik diantara
anggota organisasi.
4. Komitmen kepada anggota organisasi dan kelompok yaitu Budaya
organisasi bukan saja menyatukan, tetapi juga memfasilitasi
komitmen anggota organisasi kepada organisasi dan kelompok
kerjanya. Budaya organisasi yang kondusif mengembangkan rasa
memiliki dan komitmen tinggi terhadap organisasi dan kelompok
kerjanya.
5. Reduksi ketidakpastian yaitu Budaya organisasi mengurangi
ketidakpastian dan meningkatkan kepastian. Dalam mencapai
tujuannya, organisasi menghadapi ketidakpastian dan kompleksitas
lingkungan, demikian juga aktivitas anggota organisasi dalam
mencapai tujuan tersebut.
6. Menciptakan konsistensi yaitu Budaya organisasi menciptakan
knsistensi berpikir, berperilaku, dan merespon lingkungan organisasi.
Budaya organisasi memberikan perauran, panduan, prosedur, serta
129
pola memproduksi dan melayani konsumen, nasabah, pelanggan,
atau klien organisasi.
7. Motivasi yaitu Budaya organisasi merupakan kekuatan tidak terlihat
dibelakang faktor-faktor organisasi yang kelihatan dan dapat
diobservasi. Budaya merupakan energi sosial yang membuat anggota
organisasi untuk bertindak. Budaya organisasi memotivasi anggota
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
8. Kinerja organisasi yaitu Budaya organisasi yang kondusif
menciptakan, meningkatkan, dan mempertahankan kinerja tinggi.
Budaya organisasi yang kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos
kerja, dan motivasi kerja karyawan. Semua faktor tersebut
merupakan indikator terciptanya kinerja tinggi dari karyawan yang
akan menghasilkan kinerja organisasi yang juga tinggi.
9. Keselamatan kerja yaitu Budaya organisasi mempunyai pengaruh
terhadap keselamatan kerja. Richard L. Gardner (1999) dalam
penelitiannya menunjukan bahwa faktor penyebab kecelakaan
industri adalah budaya organisasi perusahan. Ada hubungan kausal
positif antara budaya organisasi dan kecelakaan industri. Untuk
meningkatkan kinerja keselamatan dan kerja.
10. Sumber keunggulan kompetitif yaitu Budaya organisasi merupakan
salah satu sumber keunggulan kompetitif Budaya organisasi yang
kuat mendorong motivasi kerja, konsistensi, efektivitas, dan efisiensi,
serta menurunkan ketidakpastian yang memungkinkan kesuksesan
organisasi dalam pasar dan persaingan
130
Budaya ini berbeda-beda. tiap-tiap organisasi, ada organisasi yang memilki
budaya yang kuat dan ada organisasi yang memiliki budaya yang lemah.
Menurut Robbins (2003) kuat lemahnya budaya sebuah organisasi dapat
dipantau dengan melihat 3 (tiga) hal yaitu:
1. Arah, apakah nilai-nilai yang hidup searah atau selaras atau
mendukung tujuan-tujuan organisasi.
2. Penyebaran, apakah nilai-nilai budaya tersebut dihayati dan dimiliki
oleh semua anggota dalam organisasi, atau hanya oleh sekelompok
kecil manajer tingkat atas..
3. Intensitas, apakah pengaruh budaya tertentu memberi tekanan
(biasanya melalui tekanan kelompok) yang kuat pada anggota
organisasi hingga ditaati atau tidak
Schein (1985) mengatakan bahwa budaya lemah adalah budaya yang tidak
mampu menjalakan fungsi utamanya, yaitu mempu mendukung
organisasi dalam beradaptasi dengan faktor-faktor internal dan eksternal.
Persoalan ini merupakan persoalan yang paling terkait satu sama lain dan
biasanya muncul secara bersamaan, oleh karena itu untuk menghadapinya
dan untuk menjaga kelangsungan hidup organisasi, maka dalam hal ini
budaya organisasi merupakan faktor yang signifikan.
131
tindakan yang paling tepat adalah merespon perubahan tersebut, dan
respon yang paling optimal adalah bersifat antisipatif, artinya akan jauh
lebih baik bagi organisasi jika perubahan yang akan dilakukan bersifat
terencana (rekayasa).
132
b. Faktor Pendorong Perubahan Budaya Organisasi
Ada banyak faktor yang dapat dikategorikan sebagai pemicu terjadinya
perubahan pada budaya organisasi, diantaranya:
1. Faktor Internal Organisasi
Pemicu perubahan budaya organisasi berasal dari dalam organisasi baik
dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja, diantaranya karena faktor:
b) Kedewasaan Organisasi.
Ditandai oleh fase pertumbuhan organisasi terbagi atas 3
(empat) siklus hidup organisasi, yaitu:
1. Fase Infant (baru tumbuh), pada fase ini budaya organisasi
baru berupa konsep yang belum disosialisasikan kepada
anggota organisasi.
2. Fase Growth, fase pertumbuhan organisasi dan bias jadi
organisasi tumbuh dengan cepat, kreatif, inovatif dan
professional. Pada fase ini budaya organisasi mulai
disosialisasikan dan disepakati bersama.
3. Fase Mature, pada fase ini budaya organisasi yang
disosialisasikan sudah mulai menguat
c) Proses Perbaikan Organisasi.
Perubahan organisasi dilakukan karena organisasi bermaksud
memperbaiki diri dalam rangka membangun keunggulan
bersaing yang lebih baik (continuous learning and
improvement).
d) Penerapan Teknologi Baru yaitu Perkembangan teknologi yang
sangat cepat dan canggih, memaksa organisasi untuk selalu
menyesuaikan diri jika tidak ingin tertinggal.
e) Pola Kepemimpinan Baru dimana Pemimpin adalah elemen
kunci yang sangat berpengaruh besar dalam perubahan budaya
suatu organisasi, karena pemimpin memiliki otoritas dan
133
pengaruh besar untuk menyadarkan dan memaksa budaya
organisasi kepada seluruh anggota organisasi
134
perubahan kepemimpinan, Perubahan ini terdiri atas 6 fase, yaitu:
Pertama, mempertanyakan kemampuan dan kebijakan pimpinan
sebagai penyabab krisis yang terjadi pada organisasi. Kedua, terjadinya
pemecahan pola simbol. keyakinan dan struktur baku yang sedang
berlaku. Ketiga, munculnya kepemimpinan haru yang 56 memiliki asumsi
sendiri untuk menyelesaikan krisis.
3. Model Siklus Hidup Organisasi (Schein)
135
5. Model Komposit (Lewin, Bayer, Trice dan Isabella)
Penekanan perubahan budaya organisasi terjadi pada mikroproses, di
mana prosesnya berlangsung secara bertahap. Tahap pertama, proses
unfreezing yaitu tahap di mana adanya kesadaran perlunya perubahan
budaya organisasi akibat perubahan yang terjadi pada organisasi. Tahap
kedua, tahapan perubahan itu sendiri di mana perubahan yang terjadi
pada organisasi memaksa dilakukannya perubahan terhadap budaya
organisasinya, pada tahap ini biasanya sudah mulai terbentu budaya
organisasi baru.
136
sesuatu dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Mulai
mendapatkan umpan balik yaitu keberhasilan atau kegagalan.
6. Search for meaning yaitu Memahami arti dari keberhasilan atau
kegagalan yang didapat dari proses sebelumnya. Selanjutnya model
dan teori-teori baru diciptakan berdasarkan representasi hasil umpan
balik.
7. Integration yaitu Mempraktekan kemampuan dan perilaku yang baru
berdasarkan model dan teori yang baru diciptakan.
137
keterlibatan dokter, penghargaan dan pengakuan, keterlibatan staf dan
pemberdayaan, pengingat dan penyegaran.
Salah satu pilar yaitu akuntabilitas. Akuntabilitas diperlukan untuk
meningkatkan keunggulan layanan kesehatan di rumah sakit dan puskesmas.
Para dokter, perawat dan tenaga lainnya merupakan sumber daya manusia
bidang kesehatan yang harus dikelola dengan baik untuk mewujudkan
pelayanan kesehatan yang dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat
sebagai pengguna layanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dapat
memberikan kepuasan kepada masyarakat, memerlukan suatu standar yang
tinggi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masayarakat, dan seluruh
dokter, perawat, dan tenaga lainnya harus memiliki tanggung jawab dalam
mematuhi standar pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan,
Pelayanan kesehatan adalah industri di mana kepuasan karyawan
terkait erat dengan kepuasan pasien. Pusat Medis yang merupakan RS dan
gedung administrasi, mendukung budaya yang menekankan kerja tim untuk
melayani pasien dengan sebaik-baiknya, sehingga akan meningkatkan
keselamatan. Sebagian besar perusahaan yang berhubungan dengan
kesehatan memandang hubungan pasien sebagai salah satu alasan utama
untuk membangun budaya internal yang kuat. Seringkali, budaya
perusahaan yang positif mengarah pada kepuasan kerja. Saat petugas
kesehatan merasa puas, mereka cenderung melakukan pekerjaan yang lebih
baik, & lebih banyak berinvestasi dalam pekerjaan mereka. Di banyak bidang
perawatan kesehatan, seperti keperawatan, tingkat turnover sangat tinggi.
Ini artinya perawat yang tidak puas cenderung pergi, mencari pekerjaan di
tempat lain. Hal ini bisa sangat mengganggu kelangsungan perawatan
pasien, serta berdampak negatif pada pekerja lain.
138
G. Tolak Ukur Budaya Organisasi Dalam Yang Baik Dalam Peningkatan Mutu
Dan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Tolak ukur yang dipakai untuk menilai dibandingkan dengan baik
buruknya keadaan pelayanan kesehatan dalam suatu negara ialah dari Angka
Kematian Ibu (AKI) (1). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World
Health Organzation (WHO), kematian ibu adalah kematian seorang wanita
sewaktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab
apapun terlepas oleh tuanya kehamilan dan tindakan yang diperbolehkan
mengakhiri kehamilan. Angka kematian maternal didasarkan dari jumlah
kematian maternal diperhitungkan terhadap 1000/10.000 kelahiran hidup.
kecuali di beberapa Negara bahkan 100.000 kelahiran hidup. Saat ini AKI
masih menjadi masalah di Indonesia, dan masih cukup tinggi dibandingkan
dengan Negara ASEAN lainya
Pengukuran budaya organisasi memberikan manfaat utama antara
lain anggota organisasi menjadi sadar akan budaya organisasi saat ini dan
budaya organisasi yang diinginkan sehingga dapat menjadi momentum
untuk melakukan perubahan, resistensi terhadap perubahan dapat
diantisipasi, menjadi dasar untuk rencana perubahan yang sistematis dan
bertahap. Penilaian OCAI akan menjadi langkah intervensi awal untuk
memungkinkan perubahan. Mendiskusikan hasil OCAI. melakukan dialog dan
peningkatan kesadaran adalah hal yang sangat penting. Ini akan mengawali
proses mental yang dibutuhkan untuk membawa perubahan yang
berkesinambungan. Keinginan baik akan diwujudkan menjadi perilaku dan
perubahan yang nyata.
Adapun tolak ukur budaya organisasi yang dilakukan oleh Puskesmas
dalam pelayanan kesehatan yaitu :
1. Budaya disiplin yaitu:
a. Adanya jam masuk kerja dan jam pulang yang sudah di tetapkan
bersama masuk mulai jam 08.00 Wib dan jam pulang jam 15.00 Wib.
139
b. Pakaian seragam yang sudah di tetapkan oleh Pemerintah Daerah
sesuai hari masuk kerja: hari senin dan selasa baju khaki, hari rabu baju
Putih Hitam, hari Kamis baju batik, hari jumat baju olah raga.
c. Setiap hari senin ada apel bersama.
d. Adanya sangsi jika terdapat pelanggaran disiplin baik secara lisan
maupun tertulis.
e. Adanya Penilian kinerja pegawai setiap 6 bulan sekali.
2. Budaya Ramah Tamah.
a. Ada budaya 3S (senyum sapa dan salam) ketika menerima pasien, baik
pasien rawat inap maupun rawat jalan.
b. Dilakukannya Orientasi kerja pada karyawan yang baru
3.Budaya kerja
a. Adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan sebuah
tindakan.
b. Adanya pedoman Manual Mutu dalam menjaga standarisasi mutu
pelayanan di Puskesmas Menjalin.
c. Adanya Tim Audit internal yang melakukan evaluasi terhadap Mutu
Pelayanan di Puskesmas Menjalin yang dilakukan 6 bulan sekali.
4.Budaya Kreatif:
a. Adanya inovasi-inovasi dari berbagai program.
b. Program promkes dengan inovasi keluarga dan sekolah ber PHBS,
Program Gizi dengan inovasi bayi lulus ASI eksklusif, Program KIA
dengan Kelas ibu Hamil dan menyusui, program kesling dengan inovasi
Desa ODF, dsbnya.
5.Budaya kekeluargaan dan kebersamaan
a. Adanya lokakarya mini Lintas Sektor yang di adakan 3 kali dalam
setahun dan Lintas Program yang diadakan setiap bulan.
140
Dengan Budaya Organisasi diatas sudah menjadi tolak ukur keberhasilan
Puskesmas Menjalin dalam melakukan tugas sehari-hari baik di lintas sektor
maupun lintas program.
141
PROJECT BASED LEARNING (MODUL 7)
142
MODUL 8
MEKANISME PENGAWASAN DAN PENGUKURAN KUALITAS
PELAYANAN KESEHATAN
143
evaluasi oleh manajer untuk menemukan apakah pelaksanaan kegiatan
sudah konsisten dengan rencana dan apakah tujuan organisasi sudah
tercapai.
Selain itu menurut Yohanes Yahya (2006), pengawasan didefinisikan
sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan
manajemen dapat tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat
kegiatan-kegiatan sesuai yang di rencanakan.
1. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan pada dasarnya mencangkup empat unsur, yaitu :
a) Penetapan standar pelaksanaan
b) Penentuan ukuran-ukuran pelaksanaan
c) Pengukuran pelaksanaan nyata dan membandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan
d) Pengembalian tindakan koreksi yang diperlukan bila pelaksanaan
menyimpan dari standar.
2. Unsur Pokok Pengawasan
Menurut M. Guy (2002), terdapat lima unsur pengawasan. Kelima
unsur pengawasan tersebut yaitu:
144
Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan pengawasan yaitu,
M. Guy (2002):
1) Integritas dan nilai-nilai etis
2) Komitmen terhadap kompetensi
3) Partisipasi dewan direksi dan komite audit
4) Gaya operasi dan filosofi manajemen
5) Struktur organisasi
6) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
7) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia dan aplikasinya
b. Penilaian resiko (Risk Assessment)
Penilaian resiko adalah identifikasi , analisis dan manajemen resiko
entitas harus memperhatikan keadaan serta kejadian internal dan
eksternal yang dapat sangat mempengaruhi kemampuannya dalam
mencatat, memproses dan melaporkan data keuangan yang
konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan ,
contoh-contoh resiko seperti itu adalah sistem informasi yang baru
atau diperbaiki, teknologi baru dan operasi luar negri yang baru.
c. Informasi dan komunikasi (Information and Communication)
Sistim Informasi Pelaporan Keuangan, yang mencakup sistim
akuntansi, terdiri dari metode dan catatan yang ditetapkan untuk
mengidentifikasi, menyatukan, menganalisis, mengklarifikasi,
mencatat dan melaporkan transaksi entitas ( kejadian dan kondisi )
serta untuk mempertahankan akuntabilitas atas aktiva dan
kewajiban yang berkaitan
d. Aktivitas Pengawasan (Control Activities)
Aktivitas pengawasan merupakan kebijakan dan prosedur yang
diciptakan untuk mencapai tujuan perusahaan selain dari sistim
akuntansi dan unsur-unsur lingkungan pengawasan.
Pada dasarnya aktivitas pengawasan adalah:
145
1) Prosedur otorisasi yang seharusnya dan jelas
2) Pembagian tugas yang jelas
3) Perancangan dan penggunaan dokumen yang seharusnya
4) Pengamanan yang cukup atas akses penggunaan aktiva dan
catatannya
5) Pengecekan pekerjaan secara independent atas jumlah yang
dicatat
e. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan merupakan kebijakan dan prosedur yang dibuat
untuk membantu menjamin bahwa arahan manajemen telah
dijalankan dengan tepat dan benar. Ada banyak pemantauan
potensial yang bias digunakan oleh perusahaan. Salah satunya
adalah pemantauan akuntansi yang dirancang untuk memberikan
jaminan yang masuk akal bahwa tujuan aktivitas pengawasan
telah dipenuhi sebagaimana mestinya. Suatu prosedur dirancang
untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan yang rutin terjadi. Oleh
karana itu, dalam suatu perusahaan diperlukan suatu
Sistem yang dapat menangani kegiatan yang terjadi, salah satunya
adalah penganganan dalam akuntansi. Sistem akuntansi yang
efektif dan efisien harus mempertimbangkan pembuatan metode
dan catatan transaksi yang akan:
1) Mengidentifikasi dan mencatat seluruh transaksi yang sah
2) Menggambarkan transaksi yang tepat waktu dan terperinci
3) Mengukur nilai transaksi yang tepat waktu dan terperinci
4) Menentukan periode terjadinya transaksi pada periode
semestinya
5) Menyajikan dengan semestinya dalam laporan keuangan
146
D. Standarisasi Alat Ukur Kualitas Pelayanan Kesehatan
147
Jadi yang dimaksud dengan kualitas pelayanan kesehatan adalah
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam
menimbulkan rasa puas pada pada diri setiap pasien/ pelanggan. Makin
sempurna kepuasaan tersebut, makin baik pula kualitas pelayanan
kesehatan (Satrianegara, 2009).
Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected
service ( jasa yang diharapkan) dan perceived service ( jasa yang diterima),
apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai dengan yang
diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan,
sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan,
maka kualitas jasa akan dipersepsikan buruk atau tidak memuaskan,
dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan
penyedia jasa dalam memenuhi harapan pemakainya secara konsisten.
Persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan dipengaruhi oleh harapan
terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh komunikasi
dari mulut ke mulut (Word of Mouth), kebutuhan pasien, pengalaman masa
lalu (Past Experince) dan pengaruh komunikasi eksternal. Dalam
kenyataanya pelayanan yang diterima/dirasakan pasien dengan harapan
pasien akan mempengaruhi persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan
(Zeithmal, 1990) dalam Puspita (2009).
1. Tujuan pelayanan
148
menerus. Sementara itu, yang dimaksud dengan pelayanan publik
adalah pelayanan yang diberikan oleh negara dan perusahaan milik
Negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
dalam rangka menciptakan kesejahteraan umum. Untuk itu, pemberi
pelayanan dalam hal ini pemerintah perlu menyadari akan tugas dan
fungsinya sebagai abdi negara yang mana sangat berperan penting
dalam memberikan pelayanan yang baik dan optimal kepada
masyarakat (publik).
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan
rumah sakit telah menjadi masalah mendasar yang dihadapi sebagian
besar rumah sakit diberbagai negara. Tuntutan ini menjadi dasar
pengembangan organisasi kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan
diberbagai negara melalui pelaksanaan desentralisasi. Kompleksitas
masalah kualitas pelayanan rumah sakit tidak saja terkait dengan
keterbatasan sumber daya dan lingkungan, tetapi juga bersumber dari
perbedaan persepsi diantara pemakaian jasa pelayanan, petugas
kesehatan dan pemerintah.
149
b. Tersediannya sarana dan prasarana yang baik
c. Bertanggung jawab kepada setiap pelanggan sejak awal hingga
selesai
d. Mampu melayani secara cepat dan tepat
e. Mampu berkomunikasi
f. Memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik
Meskipun upaya untuk memenuhi kebutuhan bidang kesehatan
melekat pada setiap warga negara, namun mengingat karakteristik
barang/jasa kesehatan tidak dapat diusahakan/ diproduksi sendiri
secara langsung oleh masing-masing warga negara, melainkan harus
ada pihak lain yang secara khusus memproduksi dan menyediakannya,
maka penyediaan barang/jasa bidang kesehatan mutlak memerlukan
keterlibatan pemerintah untuk:
1) Menjamin tersedianya barang/jasa kesehatan yang dapat diperoleh
warga negara yang memerlukan sesuai dengan kebutuhannya;
2) Menyediakan barang/jasa kesehatan bagi warga negara yang tidak
mampu memenuhi kebutuhannya di bidang kesehatan.
Mengingat kebutuhan warga negara terhadap barang/jasa
kesehatan sangat vital dan dengan karakteristik barang/jasa kesehatan
yang unik dan kompleks, maka peranan pemerintah di bidang
kesehatan harus distandarisasi agar warga negara dapat memenuhi
kebutuhannya di bidang kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
pasal 1 ayat (2), Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan yang
selanjutnya disebut SPM Kesehatan merupakan ketentuan mengenai
Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan
Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.
150
Standar Teknis SPM bidang kesehatan adalah ketentuan standar jumlah
dan kualitas barang dan/atau jasa, personal/sumber daya manusia
kesehatan dan petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar dari
masing-masing jenis dan mutu pelayanan dasar SPM Bidang Kesehatan.
Konsep SPM berubah dari Kinerja Program Kementerian menjadi
Kinerja Pemda yang memiliki konsekuensi reward dan punishment,
sehingga Pemda diharapkan untuk memastikan tersedianya sumber
daya (sarana, prasarana, alat, tenaga dan uang/biaya) yang cukup agar
proses penerapan SPM berjalan adekuat. SPM merupakan ketentuan
mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan
pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara
minimal. Setiap warga negara sesuai dengan kodratnya berkewajiban
untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan memanfaatkan
seluruh potensi manusiawi yang dimilikinya. Sebaliknya Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban menjamin agar setiap
warga negara dapat menggunakan haknya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya tanpa hambatan atau halangan dari pihak manapun. SPM
merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk
rakyatnya, maka target SPM harus 100% setiap tahunnya. Untuk itu
dalam penetapan indikator SPM, Kementerian/ Lembaga Pemerintahan
Non Kementerian agar melakukan pentahapan pada jenis pelayanan,
mutu pelayanan dan/atau sasaran/lokus tertentu. SPM merupakan salah
satu program strategis nasional. Pada Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Kepala Daerah yang
tidak melaksanakan program strategis nasional akan dikenai sanksi
yaitu sanksi administratif, diberhentikan sementara selama 3 (tiga)
bulan, sampai dengan diberhentikan sebagai kepala daerah.
Selain itu, Berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor 4 tahun
2019 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan. Standar
151
pelayanan minimal bidang kesehatan yang disingkat dengan SPM
bidang kesehatan merupakan acuan bagi pemerintah daerah
kabupaten/kota dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal. Standar pelayanan minimal
(SPM) pemerintah wajib memberikan pelayanan kepada publik .
Pelayanan dasar merupakan pelayanan public untuk memenuhi
kebutuhan dasar warga Negara. Standar pelayanan minimal kesehatan
yaitu SPM kesehatan daerah provinsi dan SPM kesehatan daerah
kabupaten/kota.
Adapun SPM kesehatan Provinsi yaitu :
a. pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan
akibat bencana dan berpotensi bencana provinsi
b. pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar
biasa diprovinsi.
Sedangkan SPM kesehatan di Kabupaten/ kota sebagai berikut :
a. Pelayanan kesehatan ibu hamil
b. Pelayanan kesehatan ibu bersalin,
c. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir,
d. Pelayanan kesehatan pada balita,
e. Pelayanan kesehatan usia pendidikan dasar,
f. Pelayanan kesehatan usia produktif ,
g. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut,
h. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi, diabetes milliatus,
i. Pelayana kesehatatan orang dengan gangguan jiwa (odgj)berat,
j. Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis,
k. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang
melemahkan daya tahan tubuh Manusia (Human
Immunodeficiency Virus = HIV)
152
Kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai
aspek, yaitu sistem pelayanan, sumber daya manusia pemberi
pelayanan, strategi dan pelanggan. Sistem pelayanan publik yang baik
akan menghasilkan kualitas pelayanan yang baik pula. Suatu sistem
yang baik akan memberikan prosedur pelayanan yang terstandar dan
memberikan mekanisme control didalam dirinya sehingga segala
bentuk penyimpangan yang terjadi akan mudah diketahui.
153
4) Memberikan informasi kepada konsumen tentang kapan
pelayanan yang dijanjikan akan direalisasikan.
c. Daya tanggap (responsiveness)
Yaitu keinginan dan kesigapan dari para karyawan untuk membantu
pelanggan dalam memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya,
meliputi:
1) Memberikan pelayanan secara cepat dan tepat
2) Kerelaan untuk membantu dan menolong konsumen
3) Penanganan keluhan pelanggan
4) Siap dan tanggap untuk menangani respon permintaan
konsumen
d. Jaminan (assurance)
Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan, dan sifat
petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan
terhadap kriteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa
merasa terbebas dari risiko. Berdasarkan riset dimensi ini meliputi
faktor:
1) Keramahan (coutesy), adalah meliputi kesopanan, perhatian,
dan sikap petugas pelayanan kesehatan.
2) kompetensi (competence), artinya ketrampilan dan
pengetahuan yang dimiliki oleh petugas pelayanan kesehatan
dalam melakukan pelayanan.
3) Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, dan
prestasi.
4) Keamanan (security), yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
kemampuan petugas untuk memberikan rasa aman pada pasien
e. Empati (empathy)
154
Yaitu perhatian yang tulus dan bersifat pribadi yang diberikan
kepada para pelanggan dengan berupaya untuk memahami
keinginan pelanggan, meliputi:
1) Kemudahan kepada konsumen untuk menghubungi
perusahaan
2) Memberikan perhatian individu kepada konsumen
3) Karyawan yang mengerti keinginan dan kebutuhan konsumen
serta selalu mendengarkan saran dan keluhan dari pelanggan.
155
pelayanan. Ketika mengukur kepuasan pasien banyak informasi
penting yang akan didapat, dan dijadikan tolak ukur untuk
kegiatan peningkatan kualitas pelayanan.
c. Pengukuran akan memberikan umpan balik ke dalam sistem dan
membantu dalam merancang ulang sistem. Berdasarkan
informasi yang didapat, sistem manajemen harus berupaya
mengambil langkah-langkah perbaikan pada bagian yang
bermasalah, dimana hal tersebut secara langsung memiliki efek
positif pada kesehatan pasien, atau dalam jangka panjang
meningkatkan tingkat kepuasan pasien.
d. Upaya untuk mengatasi kepuasan pasien berguna juga dalam
memperkirakan kinerja staf lembaga pelayanan. Pada saat yang
sama data kepuasan pasien dapat berguna untuk menilai sikap
dan perilaku staf dalam mengambil intervensi korektif.
e. Keunggulan Komparatif yaitu pengukuran kepuasan pasien
sebagai alat evaluasi kinerja staf.
156
Adapun bentuk pelaksanaan pengawasan dilakukan dengan tiga cara :
a. Pengawasan Langsung berupa :
Peninjauan pribadi adalah mengawasi dengan jalan meninjau secara
pribadi sehingga dapat dilihat sendiri pelaksanaan pekerjaan, hal ini
menjadikan kontak langsung diantara yang mengawasi dengan yang
diawasi.
b. Pengawasan melalui laporan lisan adalah dengan mengumpulkan
fakta-fakta melalui laporan lisan yang diberikan. Wawancara yang
ditujukan kepada orangorang yang diawasi dapat memberikan
gambaran akan hal-hal yang akan diketahui.
c. Pengawasan tidak langsung berupa :
Laporan tertulis adalah merupakan suatu pertanggung jawaban si
pekerja mengenai kegiatan/pekerjaan yang dilaksanakan.
Menurut Soewarno Handayaningrat (2000:150) adapun syarat-syarat
dari pengawasan antara lain ;
1. Menentukan standar pengawasan baik dan dapat dilaksanakan
2. Menghindarkan adanya tekanan, paksaan yang menyebabkan
penyimpangan dari tujuan pengawasan itu sendiri
3. Melakukan koreksi rencana yang dapat digunakan untuk mengadakan
perbaikan serta penyempurnaan rencana yang akan dating.
Menurut SP Siagian (2008:113) sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan pengawasan adalah ;
Bahwa melalui pengawasan pelaksanaan tugas-tugas yang telah
ditentukan berjalan sungguh-sungguh sesuai dengan pola yang telah
digariskan dalam rencana
Bahwa struktur serta hirarki organisasi sesuai dengan pola yang telah
ditentukan dalam rencana
Bahwa seseorang sungguh – sungguh ditempatkan sesuai dengan
bakat, keahlian dan pendidikan serta pengalamannya dan bahwa usaha
157
pengembangan keterampilan bawahan dilaksanakan secara berencana,
kontinu dan sistematis
Bahwa penggunaan alat-alat diusahakan agar sehemat mungkin
Bahwa sistem dan prosedur kerja tidak menyimpang dari garis-garis
kebijakan yang telah tercermin dalam rencana
Bahwa pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan yang objektif dan rasional dan tidak atas
dasar personal likes and dislikes
Bahwa tidak terdapat penyimpangan atau penyelewengan dalam
penggunaan kekuasaan, kedudukan da terutama keuangan
Menurut T. Hani Handoko (2003:361) ada beberapa tipe dasar
pengawasan yaitu ;
a. Pengawasan pendahuluan
Pengawasan pendahuluan sering disebut steering controls, dirancang
untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-
penyimpangan dari standard atau tujuan dan memungkinkan koreksi
dibuat sebelum tahapan kegiatan diselesaikan. Jadi pendekatan
pengawasan ini lebih aktif dan agresif dengan mendeteksi masalah-
masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu
masalah terjadi.
b. Pengawasan concurrent atau pengawasan yang dilakukan bersamaan
dengan pelaksanaan kegiatan
Pengawasan ini dilakukan selama sesuatu kegiatan berlangsung. Tipe
pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu harus
dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan atau menjadi
semacam peralatan “double check” yang lebih menjamin ketepatan
suatu kegiatan.
c. Pengawasan umpan balik (feedback control)
158
Pengawasan umpan balik juga dikenal past action controls, mengukur
hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab
penyimpangan dari rencana atau standard ditentukan dan penemuan-
penemuan diterapkan untuk kegiatankegiatan serupa dimasa yang
akan dating. Pengawasan ini bersifat histories, pengukuran dilakukan
setelah kegiatan terjadi.
Lebih lanjut Situmorang dan Juhir (1998:31) menambahkan
bahwa pengawasan atasan langsung dilakukan melalui unsur-unsur
berikut ini :
1. Penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan pembagian
tugas dan fungsi serta uraiannya yang jelas pula.
2. Perincian kebijakan pelaksanaan yang dituangkan secara tertulis
yang dapat menjadi pegangan dalam pelaksanaannya oleh
bawahan yang menerima pelimpahan wewenang dari atasan.
3. Rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus
dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar kegiatan tersebut dan
hubungan kerja antar berbagai kegiatan beserta sasaran yang
harus dicapainya.
4. Prosedur kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang jelas
dari atasan kepada bawahan.
5. Pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang merupakan alat
bagi atasan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan bagi
pengambilan keputusan dan penyusunan pertanggungjawaban
baik mengenai pengelolaan keuangan.
6. Pembinaan personil yang terus menerus agar para pelaksana
menjadi unsur yang mampu melaksanakan dengan baik tugas yang
menjadi tanggung jawabnya dan tidak melakukan tindakan yang
bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugasnya.
159
Menurut William Newman dalam T. Hani Handoko (2003:367)
terdapat lima langkah prosedur penetapan sistem pengawasan yakni:
1. Merumuskan hasil yang diinginkan, manajer harus merumuskan
hasil yang akan dicapai sejelas mungkin. Tujuan yang dinyatakan
secara umum atau kurang jelas seperti pengurangan biaya over
head atau meningkatkan pelayanan pelanggan., perlu dirumuskan
lebih jelas seperti pengurangan biaya over head dengan 12% atau
menyelesaikan setiap keluhan konsumen dalam waktu tiga hari.
Disamping itu hasil yang diinginkan harus dihubungan dengan
individu yang bertanggung jawab atas pencapaiannya.
2. Menetapkan petunjuk. Tujuan pengawasan sebelum dan selama
kegiatan dilaksanakan adalah agar manajer dapat mengatasi dan
memperbaiki adanya penyimpangan sebelum kegiatan
diselesaikan. Tugas penting menejer adalah merancang program
pengawasan untuk menemukan sejumlah indfikator yang
terpercaya sebagai petunjuk apabila tindaka koreksi perlu diambil.
Terdapat beerapa perkiraan apa hasil yang diinginkan tercapai atau
tidak menurut Newman ;
a) Pengukuran masukan, perubahan dalam masukan pokok akan
mengisyaratkan manajer untuk merubah ataumengambil
tindakan koreksi.
b) Hasil-hasil pada tahap permulaan, bila hasil dari tahap
permulaan lebih baik atau jelek daripada yang diperkirakan
maka perlu dilakukan penilaian kembali. Penjualan awal yang
menggembirakan akan merupakan indikasi yang sangat
berguna bagi keberhasilan di waktu yang akan datang.
c) Gejala-gejala, Ini adalah kondisi yang tampaknya berhubungan
dengan hasil akhir, tetapi tidak secara langsung
mempengaruhinya.
160
d) Perubahan dalam kondisi yang diasumsikan. Perkiraan mula-
mula didasarkan atas asumsi-asumsi dengan kondisi normal.
Perubahan yang tidak diharapkan seperti pengembangan
produk baru oleh pesaing atau kekurangan bahan akan
menunjukan perlunya penilaian kembali taktik dan tujuan
perusahaan.
3. Menetapkan standar petunjuk dan hasil akhir. Penetapan standar
untuk petunjuk dan hasil akhir adalah bagian penting prancangan
proses pengawasan Tanpa penetapa standar manajer mungkin
memberikan perhatian yang lebih terhadap penyimpangan kecil
atau tidak bereaksi terhadap penyimpangan besar.
4. Menetapkan jaringan informasi dan umpan balik. Langkah
keempat dalam perancangan suatu siklus pengawasan adalah
menetapkan sarana untuk pengumpulan informasi petunjuk dan
perbandingan penunjuk terhadap standar. Jaringan kerja
komunikasi dianggap baik apabila aliran tidak hanya ke atas tetapi
juga ke bawah kepadasiapa yang harus mengambil tindaka koreksi.
Disamping itu jaringan juga harus efisien untuk menyediakan
informasi balik yang relevan kepada personalia kunci yang
memerlukan.
5. Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi. Langkah
terakhir adalah pembandingan petunjuk dengan standar,
penentuan apakah tindakan koreksi perlu diambil dan kemudian
pengambilan tindakan.
Menurut T. Hani Handoko (2003:363) Untuk mempermudah
dalam pelaksanaan realisasi tujuan, maka harus melalui fase
pelaksanaan. Proses pengawasan biasanya paling sedikit ada lima
tahap yakni ;
a. Menetapkan standar pelaksanaan,
161
b. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan,
c. Pengukuran pelaksanaan kegiatan,
d. Pembandingan dengan standar evaluasi,
e. Pengambilan tindakan koreksi bila perlu.
162
Monitoring lebih menekankan pada pemantauan proses
pelaksanaan. Monitoring juga lebih ditekankan untuk tujuan supervisi.
Proses dasar dalam monitoring ini meliputi tiga tahap yaitu: (1)
menetapkan standar pelaksanaan; (2) pengukuran pelaksanaan; (3)
menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar
dan rencana. Menurut Dunn (1981), monitoring mempunya empat
fungsi, yaitu (Dunn, 2003):
163
berhubungan dengan hasil informasi tentang nilai serta memberikan
gambaran tentang manfaat suatu kebijakan. Istilah evaluasi ini
berdekatan dengan penafsiran, pemberian angka dan penilaian.
Evaluasi dapat menjawab pertanyaan "Apa pebedaan yang dibuat.
Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah program itu mencapai
sasaran yang diharapkan atau tidak, evaluasi lebih menekankan pada
aspek hasil yang dicapai (output). Evaluasi baru bisa dilakukan jika
program itu telah berjalan dalam suatu periode, sesuai dengan
tahapan rancangan dan jenis program yang dibuat dan dilaksanakan,
misalnya disekolah, untuk satu caturwulan atau enam bulan atau
satu tahun pelajaran (Dunn, 2003).
164
tentang ouput menyangkut hasil dan dampak dari program kegiatan.
Secara lebih terperinci monitoring bertujuan untuk (Soewardi, 1994):
165
k. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar
pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan dan
pemborosan-pemborosan.
166
c. Monitoring harus memberi manfaat baik terhadap organisasi
maupun terhadap pengguna produk atau layanan.
d. Monitoring harus dapat memotifasi staf dan sumber daya lainnya
untuk berprestasi.
e. Monitoring harus berorientasi pada peraturan yang berlaku.
f. Monitoring harus obyektif.
g. Monitoring harus berorientasi pada tujuan program.
167
kepada pemangku kepentingan. Dengan demikian manfaat dari monev
adalah (Hariwung. 1989):
168
program-program yang sudah dilakukan (Dunn, 2003). Persiapan
dilaksanakan dengan mengidentifikasi hal-hal :
169
monev metode pengumpulan data yang digunakan adalah survei,
observasi, dokumentasi, wawancara, dan isian singkat (angket terbuka)
(Moerdiyanto, 2011).
a. Survei
Metode survei adalah cara pengumpulan data dimana responden
menjawab pertanyaan (kuesioner) yang telah disusun sebelumnya,
dengan menggunakan alat yang berupa daftar pertanyaan atau
kuesioner. Dengan metode ini dapat dikumpulkan data yang banyak
dalam relatif cepat.
b. Observasi
Pengamatan atau observasi adalah teknik pengumpulan data
dimana peneliti mengumpulkan data dengan mengamati secara
langsung pada kejadian atau proses di lapangan. Jenis informasi
yang diperoleh dapat berupa karakteristik benda, proses interaksi
benda, atau perilaku manusia baik interaksinya dengan benda/alat
maupun interaksinya dengan manusia lain.
c. Wawancara
Wawancara (interview) merupakan proses untuk mem perleh data
dalam suatu penelitian dengan mengadakan tanya jawab antara
peneliti dengan responden dengan bertatapmuka langsung.
Wawancara terjadi jika ada interaksi antara pewa wancara dengan
responden. Keberhasilan pelaksanaan wawancara ini tergantung
pada proses interaksi yang terjadi,Unsur yang menentukan proses
interaksi ini adalah wawasan dan pengertian (insight) yang dimiliki
oleh pewawancara. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
terjadinya interaksi antara pewawancara dan responden adalah
situasi wawancara dan isi pertanyaan yang ditanyakan. Isi
pertanyaan yang dita nyakan merupakan factor yang dapat
mempengaruhi situasi wawancara, juga dapat berpengaruh pada
170
kenyamanan pewawancara dan responden. Terkait dengan hal ini,
diper lukan suatu keterampilan yang dapat menciptakan situasi yang
kondusif agar dapat menggugah responden untuk mengung kapkan
keadaan yang sebenarnya, sebagai data yang diinginkan dalam
penelitian.
d. Dokumentasi
Dalam suatu penelitian, kadang-kadang peneliti tidak perlu
melaksanakan pengumpulan/penjaringan data secara langsung dari
responden. Untuk suatu tujuan penelitian tertentu, peneliti
mengenakan data sekunder. Data sekunder ini merupakan data
yang telah ada, atau data yang telah dikumpulkan oleh peneliti lain
ataupun hal-hal yang telah dilakukan oleh orang lain. Cara
mengumpulkan data semacam ini merupakan cara pengumpulan
data dengan dokumentasi.
Data-data sekunder yang terkait dengan penelitian ini disebut
dengan dokumen. Dokumen-dokumen ini biasanya dikumpulkan
oleh lembaga lembaga yang terkait. Misalnya untuk penelitian yang
terkait dengan pendidikan, seorang peneliti akan mengetahui
perkembangan kemampuan matematika siswa SMP antar tahu
danat menghubunui Dinas Pendidikan. Kelebihan metode ini,
peneliti tidak langsung berhubungan dengan responden. Cara ini
akan menghemat waktu dan biaya yang diperlukan untuk penelitian.
Kekurangan metode ini, peneliti hanya dapat memperoleh data
yang telah ada dan terbatas pada apa yang telah dikumpulkan.
Kadang kadang untuk dapat memperoleh datanya terhambat oleh
sistem birokrasi (Moerdiyanto, 2011).
6. Jenis Monitoring dan Evaluasi
171
a. Aspek masukan (input) proyek antara lain mencakup: tenaga
manusia, dana, bahan, peralatan, jam kerja, data, kebijakan,
manajemen dsb. yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan
proyek
b. Aspek proses /aktivitas yaitu aspek dari proyek yang
mencerminkan suatu proses kegiatan, seperti penelitian,
pelatihan, proses produksi, pemberian bantuan dan sebagainya.
c. Aspek keluaran (output), yaitu aspek proyek yang mencakup
hasil dari proses yang terutama berkaitan dengan kuantitas
(jumlah).
172
c. Evaluasi sumatif, yaitu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai
secara keseluruhan dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan.
Waktu pelaksanaan pada saat akhir program sesuai dengan
jangka waktu program dilaksanakan. Untuk program yang
memiliki jangka waktu enam bulan, maka evaluasi sumatif
dilaksanakan menjelang akhir bulan keenam Untuk evaluasi yang
menilai dampak program, dapat dilaksanakan setelah program
berakhir dan diperhitungkan dampaknya sudah terlihat nyata.
Evaluasi sumatit, dilakukan pada akhir program, bertujuan Untuk
mengetahui keberhasilan program yang telah dilaksanakan,
memberikan pertanggung-jawaban atas tugasnya, memberikan
rekomendasi untuk melanjutkan atau menghentikan program
pada tahun berikutnya. Evaluasi akan dapat menjawab
pertanyaan:
a. Sejauh mana tujuan program tercapai?
b. Perubahan apa yang terjadi setelah program selesai?
c. Apakah program telah dapat menyelesaikan masalah?
d. Perubahan perilaku apa yang dapat ditampilkan. dilihat dan
dirasakan setelah selesai mengikuti pelatihan?
173
mutu yang jelas. Namun menyusun indikator yang tepat tidaklah mudah.
Kita perlu mempelajari pengalaman berbagai institusi yang telah berhasil
menyusun indikator mutu pelayanan kesehatan yang kemudian dapat
digunakan secara efektif mengukur mutu dan meningkatkan mutu.
Salah satu pengalaman tersebut dapat dipelajari dari program
Performance Assessment Tool for Quality Improvement in Hospital
(PATH) dengan langkah-langkah sebagai berikut (WHO, 2006):
174
Kepentingan tersebut dapat diperjelas dengan adanya kebijakan
nasional ataupun internasional (seperti WHO Health for All
Framework). Indikator klinis harus berfokus pada kejadian yang
memiliki angka prevalensi tinggi (high prevalence rate) dan
memiliki beban berat (high burden).
b. berpotensi untuk dapat digunakan (dan disalahgunakan) dan
hasilnya dapat ditindaklanjuti: rumah sakit harus dapat
menindaklanjuti permasalahan yang muncul dari indikator yang
ada. Dengan demikian, rumah sakit harus memiliki tanggung
jawab, kontrol substansial, dan kemampuan untuk
mengimplementasikan strategi untuk peningkatan kinerja.
175
d. contruct validity: bukti empiris menunjukkan bahwa pengukuran
ini berhubungan dengan pengukuran kinerja yang lainnya
e. beban untuk pengumpulan data: ini termasuk juga pertimbangan
ketersediaan data, biaya, ketepatan waktu sehingga didapatkan
data yang berkualitas, dan derajat kemudahan untuk
pengumpulan data. Indikator (misalnya kejadian sentinel) tidak
harus dieksklusi hanya karena data yang dibutuhkan tidak akurat
atau sering hilang. Justru adanya pengukuran ini dapat
dipergunakan sebagai kesempatan untuk mengidentifikasi dan
menanggapi kebutuhan akan pendidikan dan peningkatan untuk
menunjang sistem informasi yang efektif. Demikian pula untuk
indikator yang berdasarkan data yang dikumpulkan secara
manual tidak harus dieksklusi karena malah dapat menjadi sarana
latihan dan belajar bagi staf dan meningkatkan kualitas
pengumpulan data.
176
a. Klarifikasi pernyataan hasil – Indikator kinerja yang baik diawali
dengan pernyataan hasil yang baik yang dapat dipahami dan
disetujui oleh semua orang.
b. Susun daftar kemungkinan indikator yang ada – Biasanya
terdapat beberapa macam indikator untuk suatu outcome yang
diinginkan, tetapi beberapa lebih tepat dan lebih bermanfaat
daripada yang lainnya. Dalam pemilihan indiator, jangan terlalu
cepat menentukan pilihan pada indikator yang muncul pertama
dalam pikiran karena nyaman atau dirasa lebih jelas. Lebih baik
disusun daftar alternatif yang ada, kemudian dinilai dengan suatu
kriteria.
c. Lakukan penilaian pada setiap indikator yang memungkinkan –
Dalam pemilihan ini dapat digunakan tujuh kriteria berikut untuk
menilai ketepatan dan manfaat dari masing-masing indikator.
Ketika menilai dan membandingkan masing-masing indikator
yang ada, sangat baik apabila digunakan matriks dengan tujuh
kriteria tersebut pada satu baris atas dan kandidat indikator yang
ada didaftar ke bawah. Dengan skoring sederhana, seperti
dengan angka 1-5, nilai masing-masing indikator terhadap masing-
masing kriteria tersebut. Peringkat ini akan membantu dalam
proses pemilihan. Bagaimanapun, proses ini dapat diterapkan
secara fleksibel karena tidak semua tujuh kriteria tersebut sama-
sama pentingnya.
d. Pilih indikator kinerja yang terbaik – Langkah selanjutnya ialah
dengan mempersempit daftar indikator tersebut menjadi daftar
indikator final yang akan digunakan untuk menilai kinerja. Dalam
hal ini juga harus diperhatikan untuk selektif dalam menetapkan
indikator, karena dalam setiap pengumpulan dan analisis data
selalu dibutuhkan biaya. Pembatasan jumlah indikator yang
177
digunakan untuk suatu tujuan tertentu harus dilakukan (dua atau
tiga indikator saja untuk suatu tujuan yang serupa). Pilih hanya
indikator yang mewakili dimensi dasar dan penting dari tujuan
yang ingin dicapai.
178
MODUL 9
UNSUR, FAKTOR, ELEMEN DAN HARAPAN DALAM MENINGKATKAN
KEPUASAN PELANGGAN
179
pelayanan dan nilai. Kunci untuk menghasilkan kesetian pelanggan
adalah memberikan nilai pelanggan yang tinggi.
b. Menurut Djaslim Saladin (2003:9), pengertian Kepuasan pelanggan
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari
perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk
dan harapan-harapannya.
c. Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2007), kepuasan konsumen
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja
yang diharapkan.
d. Menurut Tjiptono (2012:301), kepuasan konsumen merupakan situasi
yang ditunjukkan oleh konsumen ketika mereka menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginannya sesuai dengan yang diharapkan serta
terpenuhi secara baik.
Maka secara singkat arti kepuasan pelanggan adalah suatu hal yang
dicari atau dibutuhkan konsumen untuk memenuhi kebutuhan yang
dibutuhkan seperti suatu barang atau jasa. Mempunyai produk atau jasa
yang terbaik, berkualitas merupakan incaran pelanggan.
Karena semakin baik kualitas produk atau jasa ini akan berperan penting
untuk menarik konsumen yang berpeluang berkemungkinan besar
pelanggan akan percaya dengan membutuhkan perusahaan (Loyalitas).
Oleh sebab itu, kepuasan pelanggan hingga saat ini telah menjadi
bagian integral dalam visi, misi, tujuan, positioning statement, dan berbagai
hal lainnya dalam sebuah perusahaan yang dibahas secara lengkap pada
buku Kepuasan Pelanggan, Konsep, Pengukuran, dan Strategi
180
B. Unsur Dasar dalam Meningkatkan Kepuasan Pelanggan
Setiap perusahaan tentu ingin memberikan pelayanan terbaik untuk
pelanggannya. Namun demikian, ada beberapa unsur dasar yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan itu sendiri. Apabila unsur dasar
tersebut dapat dipenuhi dengan baik, maka loyalitas pelanggan pun
tercipta sehingga pendapatan bisnis pun meningkat. Bahkan di tengah
persaingan bisnis yang kian ketat, perusahaan Anda tetap mampu bertahan
dan unggul karena pelanggan merasa mendapatkan pelayanan yang
diinginkan.
1. Mutu produk
Hal terpenting yang wajib diperhatikan setiap perusahaan untuk
menciptakan kepuasan pelanggan adalah mutu dari produk yang
digunakan. Untuk itu, pastikan Anda selalu memilih dan menggunakan
produk berkualitas, sehingga pelanggan merasa puas dan tidak ragu
untuk kembali membeli produk yang Anda tawarkan. Pengaruh mutu
produk ini juga bisa menjadi salah satu strategi pemasaran terbaik,
sebab sering dijumpai pelanggan akan merekomendasikan produk
Anda kepada keluarga ataupun teman-temannya.
2. Kualitas pelayanan
Faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan juga bisa datang dari
kualitas layanan yang diberikan oleh Anda dan seluruh karyawan yang
ada. Hal ini sangat penting terutama bagi Anda yang bergerak di bidang
jasa. Pasalnya, persepsi pelanggan terhadap bisnis sedikit banyak akan
dipengaruhi oleh kualitas pelayanan itu sendiri. Dengan demikian,
pastikan Anda selalu memberikan kualitas pelayanan terbaik, termasuk
setelah transaksi jual-beli diselesaikan.
3. Penetapan harga
Sebelum memutuskan pembelian suatu produk, pelanggan tentu akan
melakukan perbandingan harga produk yang sama dari beberapa
181
merek. Artinya, penetapan harga juga berpengaruh pada kepuasaan
pelanggan. Jadi, sebaiknya selalu lakukan riset pasar sebelum Anda
menetapkan harga untuk produk barang/jasa yang akan dijual. Jika
memungkinkan, berikan harga yang relatif terjangkau, dengan kualitas
yang baik sehingga pelanggan tidak merasa dikecewakan.
4. Pengalaman belanja yang menyenangkan
Customer experience atau pengalaman belanja pelanggan juga
berpengaruh lho terhadap kepuasannya. Pengalaman ini berbanding
lurus dengan kemudahan selama proses pembelian. Artinya, proses
belanja yang mudah, cepat, dan fleksibel sangat diminati oleh
pelanggan. Fasilitas bebas biaya tambahan, gratis ongkos kirim, dan
pilihan metode pembayaran yang beragam, pun mampu menjadi
faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
5. Testimoni orang lain
Pengalaman orang lain akan mempengaruhi minat dan persepsi
pelanggan baru Anda. Faktor inilah yang nantinya akan menentukan
pengalaman belanja yang ia dapatkan. Hal ini dikarenakan pelanggan
akan langsung membandingkan testimoni orang lain dengan
pengalaman yang didapatkan sendiri. Apabila ia juga menerima
pengalaman baik sama seperti orang lain, maka ia juga akan merasa
puas dan selalu memilih produk Anda di antara pesaing-pesaing
lainnya.
6. Strategi pemasaran
Satu lagi faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan saat
membeli produk yang Anda tawarkan, yaitu strategi pemasaran. Tanpa
disadari strategi Anda dalam membuat iklan dan promosi juga
berpengaruh pada ekspektasi pelanggan. Ketika Anda berlebihan
dalam mempromosikan keunggulan produk dan layanan, tanpa disertai
dengan keadaan faktual yang demikian, maka pelanggan justru akan
182
merasa kecewa karena apa yang didapatkan tidak sesuai dengan apa
yang mereka lihat dan percayai dari penawaran Anda.
Kedua pakar dari Washington State University menemukan kesamaan
dalam hal tiga komponen utama :
Ada 5 prinsip utama yang harus diikuti agar pelanggan sangat puas
(delight customer) atau setidaknya memenuhi harapan mereka yaitu :
183
1. Memahami pelanggan.
Pelanggan adalah orang yang keinginannya harus dikelola. Memahami
pelanggan adalah langkah pertama yang paling penting. Setelah itu
memahami kebutuhannya.
2. Jelaskan semua layanan kesehatan kepada pelanggan
Pelanggan / pasien yang datang ke rumah sakit / puskesmas / klinik
pasti akan mempercayai jasa pelayanan yang ditawarkan.
Presentasikan semua layanan Kesehatan dengan jelas dan jelas kepada
mereka. Jangan sampai mereka pulang dengan informasi yang tidak
lengkap atau bahkan salah.
3. Ciptakan Kesan Positif
Kesan positif yang tersimpan di benak pelanggan akan selalu dikenang.
Hal-hal sederhana bisa dilakukan, seperti senyum/sapa ramah, tetap
bersih, siap mendengarkan dan membantu dengan tulus dan cepat.
Dengan itu, Mereka akan memberitahu orang-orang terdekat tentang
pelayanan yang ada di rumah sakit tersebut sehingga terciptalah WOM
(Word of Mouth) yang baik. Di sisi lain, jika mereka mendapat kesan
negatif - jangan pernah berharap mereka kembali siap untuk
mendengar berita negatif. Oleh karena itu, ciptakan kesan positif di
semua titik layanan pelanggan. . Jangan pernah menggunakan kata-
kata negatif karena itu menciptakan citra negatif perusahaan rumah
sakit. Jangan pernah menyalahkan mereka, apalagi membuat mereka
marah.
4. Hormati pelanggan Anda ini sehingga mereka merasa aman dan
diperhatikan.
5. Pertahankan apa yang sudah baik dan terus tingkatkan Jika pelanggan
puas dengan pelayanan , maka perusahaan rumah sakit memiliki
tanggung jawab untuk mempertahankannya. Standarisasikan sesuatu
184
yang sudah baik dan lakukan perbaikan terus-menerus untuk
membuatnya lebih baik lagi.
185
harapan pasien. Rumah sakit dengan kualitas yang sama tetapi lebih
murah memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pasien.
5. Biaya
Untuk mendapatkan produk atau layanan, pasien yang tidak perlu
membayar biaya tambahan atau membuang waktu untuk mendapatkan
layanan cenderung puas dengan layanan ini.
1. Kinerja ( performance )
Pendapat pasien tentang karakteristik kinerja pelayanan dasar yang
diterima sangat mempengaruhi kepuasan yang dirasakan. Contoh
kecepatan, kemudahan, dan cara perawat memberikan pelayanan
medis, khususnya asuhan keperawatan dengan waktu pemulihan yang
relatif cepat, kemudahan pemenuhan kebutuhan pasien , dan
kenyamanan yang ditawarkan dan memperhatikan kebersihan,
perlengkapan dan kebersihan peralatan rumah sakit.
2. Keandalan ( reliability )
Sejauh mana kemungkinan kecil mengalami ketidakpuasan atau
ketidaksesuaian dengan harapan layanan yang diberikan. Hal ini
dipengaruhi oleh kualifikasi perawat dan berpengalaman dalam
memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit.
3. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification )
Sejauh mana karakteristik pelayanan sesuai dengan standar - standar
yang ditentukan. Misalnya: standar keselamatan dan emisi terpenuhi
seperti peralatan medis.
4. Daya tahan ( Durability ), yang mengacu pada umur produk.
Inii mencakup umur teknis dan ekonomis penggunaan peralatan rumah
sakit, misalnya: peralatan bedah, alat ransportasi, dll.
186
5. Service ability ( Kemampuan pelayanan )
Meliputi kecepatan, kompetensi dan penanganan keluhan yang
memuaskan . Pelayanan perawat memberikan penanganan yang cepat
dan kompetensi tinggi dalam menangani keluhan pasien setiap saat.
6. Estetika
Estetika daya tarik rumah sakit adalah apa yang dapat ditangkap oleh
indra . Misalnya: keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang
lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, perabotan kamar,
kenyamanan ruang tunggu, taman yang asri dan sejuk, dll.
7. Ekualitas yang dipersepsikan ( Perceived quality )
Citra dan reputasi Rumah Sakit serta akuntabilitas rumah sakit. Dan
kesan pasien terhadap rumah sakit.
187
dalam pemberian/penyediaan jasa pelayanan (dokter, perawat, petugas
administrasi, petugas kebersihan, dsb), berperan juga sebagai internal
supplier. Adapun pelanggan eksternal (external costumer), mengacu pada
pihak yang menerima pelayanan dan atau menyediakan income/revenue
(pasien).
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Lama perawatan
4. Sumber biaya
5. Diagnosis penyakit
6. Pekerjaan
7. Pendapatan
8. Pendidikan
9. Suku bangsa
10. Tempat tinggal
11. Kelas perawatan
12. Status perkawinan
13. Agama
14. Preferensi
Dalam pengelolaan kepuasan pelanggan, ada beberapa upaya penting
untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, yaitu pengkajian, perencanaan,
implementasi dan evaluasi program.
1. Pengkajian
188
Tahap ini merupakan masa dimana institusi/manajemen mengumpulkan
informasiinformasi yang dibutuhkan untuk perencanaan program
peningkatan kepuasan pelanggan.
a) Pengkajian tentang harapan pelanggan
Karena harapan setiap pelanggan berbeda-beda, maka
manajemen harus memahami betul apa yang diharapkan oleh
para pelanggannya. Bila setiap pelanggan disamaratakan,
dilayani dengan cara yang sama, atau diberi produk yang sama
maka akan sangat mungkin ada pelanggan merasa tidak puas,
karena harapan mereka berbeda.
b) Melakukan analisis indeks kepuasan pelanggan
Selain mengetahui harapan para pelanggan, hal penting lain yang
perlu dilakukan manajemen adalah melakukan analisis
tingkat/indeks kepuasan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan
manajemen dengan memberi pelanggan kuisioner yang berisi
sejumlah pernyataan harapan dan pengalaman pelanggan
tentang suatu jenis produk/ pelayanan. Kuisioner ini dibuat
dengan berdasarkan hasil inventarisasi harapanharapan
pelanggan tentang suatu hal.
c) Menentukan hal-hal yang perlu di pertahankan,diperbaiki,
prioritas, rendah maupun area yang sudah terpenuhi secara
berlebihan
2. Penyusunan rencana/program
Perencanaaan merupakan kegiatan pengkajian terhadap masa depan
institusi, pengalokasian sumber daya, dan suatu upaya membangun
suatu standar kerja institusi. Terkait dengan hal itu, penyusunan rencana
upaya peningkatan kepuasan pada dasarnya adalah menyusun standar
kinerja dan kerangka evaluasinya serta membuat pengalokasian sumber
daya sebagai upaya peningkatan kualitas kerja karyawan dan institusi
189
secara keseluruhan, sehingga produk yang dihasilkan (barang/jasa)
institusi mampu memenuhi kebutuhan/harapan pelanggan. Atau dapat
juga dikatakan bahwa rencana upaya peningkatan kepuasan pelanggan
pada intinya adalah upaya mengenali harapan pelanggan dan kemudian
menyusun rencana untuk memenuhi harapan pelanggan tersebut.
Dalam tahap ini manajemen harus memahami betul bahwa ada dua
jenis harapan pelanggan, harapan yang dapat dikendalikan (controlled
expectation) dan harapan yang tidak dapat dikendalikan (uncontrolled
expectation). Untuk menyikapi harapan yang tidak bis dikendalikan,
menajemen mau tidak mau harus selalu ”mengejar” harapan pelanggan,
bila harapan pelanggan meningkat, mau tidak mau kualitas
pelayanan/produk yang dihasilkan institusi juga harus naik. Namun untuk
harapan yang dapat dikendalikan, manajemen harus mengendalikannya
dengan cara tidak over promise baik dalam berpromosi maupun dalam
menjual produk, janjikan yang memang bisa dipenuhi saja.
190
jadwal, alokasi sumber daya yang dibutuhkan, dan termasuk di
dalamnya penanggung jawab setiap kegiatan.
f) Melakukan sosialisasi dengan pihak terkait Tahap selanjutnya setelah
rencana tersusun adalah sosialisasi. Kegiatan ini ditujukan untuk
mencapai kesepemahaman antarsemua pihak yang terlibat dalam
perencanaan. Selain itu, kegiatan ini juga untuk memastikan kesiapan
semua pihak untuk melaksanakan setiap program/kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan rencana upaya peningkatan kepuasan pelanggan ini
dijalankan sesuai dengan rencana, jadwal, dan standar yang telah
disepakati bersama selama tahap perencanaan. Manajemen dalam masa
ini berperan sebagai pelaksana sekaligus menjalankan peran monitoring
keberlangsungan program-program/kegiatan yang telah direncanakan.
4. Evaluasi program yang dilakukan
Tahap terakhir dari upaya peningkatan kepuasan pelanggan adalah
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan termasuk hasil/dampak
setelah program peningkatan kepuasan ini dijalankan. Dengan kata lain
ada eveluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi
proses dijalankan untuk menjamin setiap rencana berjlan sesuai dengan
yang seharusnya. Adapun evaluasi hasil dilakukan untuk melihat apakah
program yang telah dijalankan mampu mencapai tujuan yang telah
dirancangkan.
191
SDM atau tenaga kesehatan di Puskesmas berperan sebagai pelaksana
pelayanan kesehatan. Dalam peran tersebut diharapkan agar tugas pokok
dan fungsi (tupoksi) tenaga kesehatan sesuai dengan pendidikan dan
keterampilan yang mereka miliki.
192
kesehatan yang di dasarkan pada kejelasan pelayanan, konsistensi,
menjalin komunikasi yang baik, terjaganya komitmen dalam pelayanan,
(Atmadjati, 2018: 11), apabila dilakukan oleh petugas sesuai prosedur,
mengedepankan konsistensi dalam pelayanan, menjalin komunikasi
dengan baik antara petugas dan pasien, serta menjaga komitmen akan
mempengaruhi kepuasan pasien.
193
PROJECT BASED LEARNING (MODUL 9)
1. Apakah ada acara meningkatkan kepuasan pasien? Dan jika memang ada
bagaimana peran nakes untuk meningkatkan kepuasan pasien!
2. Faktor-faktor apa sajakah yang termasuk dalam tolak ukur kepuasan
pasien!
3. Kapankah suatu pelayanan kesehatan dapat dikatakan berkualitas dalam
meningkatkan kepuasan pasiennya!
4. Bagaimana penetapan harga mempengaruhi peningkatan kepuasan
pelanggan!
5. Bagaimana strategi pemasaran mempengaruhi peningkatan kepuasan
pelanggan!
194
MODUL 10
EVALUASI PELAYANAN KESEHATAN
A. Pengertian Evaluasi
Evaluasi ini adalah adanya suatu upaya untuk bersikap eklektik dalam
penggunaan pendekatan positivisme maupun fenomenologi yang oleh
Patton (1980) disebut paradigm of choice. Walaupun usaha ini tidak
melahirkan model dalam pengertian terbatas tetapi memberikan alternatif
baru dalam melakukan evaluasi.
Evaluasi adalah suatu alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui dan mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-
aturan yang sudah ditentukan. Dari hasil evaluasi biasanya diperoleh
tentang atribut atau sifat-sifat yang terdapat pada individu atau objek yang
bersangkutan. Selain menggunakan tes, data juga dapat dihimpun dengan
menggunakan angket, observasi, dan wawancara atau bentuk instrumen
lainnya yang sesuai (Nurhasan, 2001:3).
Sedangkan menurut Brinkerhoff dalam Sawitri (2007:13) evaluasi
adalah penyelidikan (proses pengumpulan informasi) yang sistematis dari
berbagai aspek pengembangan program professional dan pelatihan untuk
195
mengevaluasi kegunaan dan kemanfaatannya. Evaluasi adalah proses yang
digunakan untuk menilai.
Hal senada dikemukakan oleh Djaali, Mulyono, dan Ramly (2000:3)
mendefinisikan evaluasi dapat diartikan sebagai proses menilai sesuatu
berdasarkan kriteria atau standar objektif yang dievaluasi. Evaluasi sebagai
kegiatan investigasi yang sistematis tentang kebenaran atau keberhasilan
suatu tujuan.
Evaluasi program adalah aktivitas investigasi yang sistematis tentang
sesuatu yang berharga dan bernilai dari suatu objek Pendapat lain (Denzin
and Lincoln, 2000:83) mengatakan bahwa evaluasi program berorientasi
sekitar perhatian dari penentu kebijakan dari penyandang dana secara
karakteristik memasukkan pertanyaan penyebab tentang program mana
yang telah mencapai tujuan yang diinginkan. Keputusan-keputusan yang
diambil dijadikan sebagai indikator-indikator penilaian kinerja atau
assessment performance pada setiap tahapan evaluasi dalam tiga kategori
yaitu rendah, moderat, dan tinggi.
Berangkat dari pengertian di atas maka evaluasi program merupakan
suatu proses. Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian tujuan
sedangkan secara implisit evaluasi harus membandingkan apa yang telah
dicapai dari program dengan apa yang seharusnya dicapai berdasarkan
standar yang telah ditetapkan. Dalam konteks pelaksanaan program,
kriteria yang dimaksud adalah kriteria keberhasilan pelaksanaan dan hal
yang dinilai adalah hasil atau prosesnya itu sendiri dalam rangka
pengambilan keputusan. Evaluasi dapat digunakan untuk memeriksa
tingkat keberhasilan program berkaitan dengan lingkungan program
dengan suatu ”judgement” apakah program diteruskan, ditunda,
ditingkatkan, dikembangkan, diterima, atau ditolak.
196
B. Prinsip Evaluasi
Prinsip Evaluasi pelayanan kesehatan kerja:
1. Unsur masukan
Memperhatikan unsur unsur yang terdapat di dalam pelayanan
kesehatan:
a. Tenaga pelaksana
b. Sarana dan prasarana
c. Pendanaan
d. Metode yang digunakan
2. Unsur proses
Memperhatikan perencanaan program yang dibuat dan dibandingkan
dengan pelaksanaan kegiatan program yang dilaksanakan.
3. Unsur keluaran
Perhatikan indikator yang akan digunakan dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan kerja, seperti misalnya:
a. Penanganan kecelakaan kerja: Accident Rate, Accident severity
rate, Total lost time
b. Penyakit Akibat Kerja/Penyakit Akibat Hubungan Kerja: Incidance
rate, Prevalence rate
c. Surveilens K3: - jumlah paparan zat - action level - incidence
penyakit - causal effect
4. Unsur umpan balik
memperhatikan bahwa pelaksanaan umpan balik berlangsung baik
atau tidak, apa ada laporan tertulis dan sebagainya.
C. Manfaat Evaluasi
Manfaat dari monitoring dan evaluasi program kesehatan juga bisa
memberikan data yang akurat yang dapat digunakan sebagai dasar Analisa
untuk perbaikan pelaksanaan program. Contoh monitoring sendiri dalam
197
program kesehatan dapat dilihat dengan cara memonitor setiap
perkembangan yang terjadi pada seseorang yang sedang menjalani
program kesehatan. Kegiatan monitoring berfokus pada pengawasan,
serta mendapatkan informasi yang bersifat regular berdasarkan indicator
tertentu. Monitoring yang baik, bisa berguna unntuk memastikan program
yang dijalankan ini tetap berada pada jalurnya, serta kegiatan ini juga bisa
menjadi sarana untuk pengelola program kesehatan untuk mengetahui
hambatan apa saja yang terjadi dan dialami oleh yang menjalankan
program, sehingga hambatan-hambatan tersebut bisa diselesaikan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan bersama.
198
D. Tujuan Evaluasi
199
karakteristik atau ciri evaluasi yakni: a. relevan, b. adekuasi, c. kemajuan, d.
efisiensi, e. efektivitas, dan f. dampak.
Ruang lingkup evaluasi menurut pendapat para ahli sangat bervariasi
tergantung dari sudut pandangnya masing-masing. Pendapat tersebut
dapat dibedakan menurut:
a. Deniston, mengemukakan 4 jenis hal hal yang dapat dievaluasi atau
dinilai suatu program kesehatan yakni : kelayakan, program,
kecukupan program, efektivitas program, dan efisiensi program.
b. George James, mengemukakan juga ada 4 hal hal yang dapat dinilai dari
suatu program kesehatan yakni : upaya program, penampilan program,
ketetapan penampilan dan efisiensi program.
c. Milton R. Roemer, mengemukakan ada 6 jenis hal yang dapat dinilai
yakni : status pelayanan kesehatan yang dihasilkan, kualitas pelayanan
kesehatan yang diselenggarakkan, kuantitas pelayanan kesehatan
yang dihasilkan, sikap masyarakat terhadap program, SDM yang
tersedia dan Biaya yang digunakan.
d. Blum, mengemukakan 5 jenis hal yang dapat dievaluasi yaitu :
pelaksanaan program, pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan ,
efektivitas program, efisiensi program dan keberhasilan yang dicapai
oleh program.
200
PROJECT BASED LEARNING (MODUL 10)
201
MODUL 11
STRATEGI PEMASARAN PELAYANAN KESEHATAN
202
melakukan kegiatan pemasaran, manajer terlebih dahulu harus memahami
perilaku dari calon konsumen yang dituju.
Menurut prinsip syariah, kegiatan pemasaran harus dilandasi semangat
beribadah kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, berusaha semaksimal
mungkin untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk kepentingan
golongan apalagi kepentingan sendiri. Komunikasi pemasaran melalui
media digital atau biasa disebut digital marketing merupakan suatu usaha
dalam memberi informasi dan mempromosikan sebuah merek barang atau
jasa dengan menggunakan media digital yang dapat menjangkau banyak
konsumen di berbagai tempat secara cepat, pribadi, dan relevan. Dengan
melakukan komunikasi pemasaran digital, perusahaan dapat lebih dengan
mudah mendistribusikan dan memberikan informasi terbaru (Press
Release), baik itu dalam bentuk pemberitaan (teks), foto, dan berita.
Pemasaran adalah sistem dari strategi pemasaran dan strategi bauran
pemasaran. Dapat dikatakan bahwa strategi pemasaran memiliki tempat
khusus dalam ilmu marketing, akan tetapi tetap menjadi elemen kesatuan
bagi strategi bauran pemasaran secara menyeluruh. Strategi pemasaran
dapat diawali dengan bagaimana suatu organisasi bisnismempersiapkan
bauran pemasaran yang terdiri dari produk, jasa, dan harga, serta dapat
memanfaatkan media promosi yang terdiri dari promosi penjualan,
periklanan, gugus wiraniaga, citra terhadap masyarakat, surat langsung
dan pemasaran jarak jauh (telemarketing) dalam menjangkau saluran
distribusi dan sampai pada konsumen akhir, yang diilustrasikan pada
gambar berikut:
203
Gambar 2. Strategi Pemasaran
Asumsi dari konsep pemasaran ialah kunci dalam mencapai tujuan dari
perusahaan terdapat pada penentuan kebutuhan dan keinginan dari
sasaran pasar dan sejauh mana memberikan kepuasan yang lebih efektif
dan efisien dari perusahaan lainnya. Konsep pemasaran dinyatakan dalam
berbagai macam pemahaman, yaitu berikut ini :
204
penjualan memang selalu diperlukan, namun tujuan dari memasarkan yaitu
meningkatkan jumlah penjualan. Pemasaran menyasar keingintahuan dan
memahami kebutuhan konsumen dengan baik, agar produk atau jasa yang
ditawarkan sesuai dan dapat memberi kepuasan kepada penggunanya.
205
physical evidence dan process design erat kaitannya dengan perbedaan
karakteristik produk.
a. Produk
Pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia adalah dengan adanya
produk barang dan atau jasa. Produk harus dibentuk dengan baik
karena memiliki konsep yang cukup
sulit. Berdasarkan metode klasifikasi, ada berbagai jenis produk yang
dapat ditemukan di pasar konsumen dan industri sehingga menjadi
harapan untuk menemukan hubungan antara strategi pemasaran yang
sesuai dengan masing-masing jenis produk.
Produk merupakan pemahaman subjektif yang berasal dari produsen
mengenai sesuatu yang dapat ditawarkan sebagai suatu upaya
pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan dengan memenuhi
206
kebutuhan dan atau keinginan konsumen sesuai dengan kompetensi
yang dimiliki, daya beli, serta kapasitas organisasi, Tjiptono (2001).
b. Tempat
Tempat menjadi cerminan dari aktivitas perusahaan yang
menghasilkan produk tersedia untuk target atau sasaran konsumen
yang dituju. Permasalahan mengenai
penetapan saluran distribusi menjadi suatu hal yang penting, karena
apabila terjadi kesalahan dalam pemilihan saluran distribusi tersebut
maka akan terjadi keterlambatan bahkan mampu menghentikan upaya
penyaluran barang dan atau jasa dari pihak produksen ke konsumen.
c. Harga
Menurut Haryanto (2013) mengemukakan bahwa dari terdapat dua
sudut pandang untuk mendefinisikan harga. Dari sudut pandang
pemasaran, harga adalah satuan moneter atau ukuran lain (barang dan
jasa lainnya) yang dapat di tukar untuk memperoleh hak penggunaan
suatu barang atau jasa (kepemilikan). Harga merupakan nilai suatu
barang atau jasa yang dinyatkan dalam satuan uang. Harga adalah
sebuah variabel yang bisa di kendalikan serta sebagai penentu
penerimaan suatu produk oleh konsumen.
Salah satu pengambilan keputusan pemasaran yang penting adalah
strategi penetapan harga. Bagaimana perusahaan mampu
menawarkan harga produk sesuai sasaran pasarnya, sehingga
konsumen ingin membeli produk tersebut dengan kondisi finansial
yang mendukung pula. Rangkuti (2002) mengemukakan bahwa
penetapan harga akan berhubungan langsung dengan pendapatan
yang diperoleh perusahaan. Selain itu, ini juga dapat memengaruhi
persepsi terkait kualitas, penilaian konsumen, keputusan pembelian
207
konsumen, dan citra produk terhadap layanan jasa yang telah mereka
terima.
d. Promosi
Salah satu unsur dalam bauran pemasaran (marketing mix), promosi
juga merupakan hal penting dalam pengenalan produk perusahaan
kepada konsumen. Kegiatan promosi ini merupakan media komunikasi
antara perusahaan dengan masyarakat untuk mengenalkan produk
jasa pada konsumen sekaligus membangun kerjasama dalam jangka
panjang dengen menerapkan prinsip saling menguntungkan semua
pihak (Mudijana, 2004).
Menurut Lupiyoadi, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan
dalam promosi, yaitu :
1. Identifikasi terlebih dahulu target audience-nya, hal ini
berhubungan dengan segmentasi pasar.
2. Tentukan tujuan promosi, apakah untuk menginformasikan,
mempengaruhi, atau untuk mengingatkan.
3. Pengembangan pesan yang disampaikan, hal ini berhubungan
dengan isi pesan (what to say), struktur pesan (how to say
logically), gaya pesan (creating a strong presence), dan sumber
pesan (who should develop it).
4. Pemilihan bauran komunikasi, apakah itu personal communication
atau non-personal communication
e. Orang/People
Payne (2001) menyatakan bahwa, ”pentingnya orang dalam
pemasaran jasa mengarah pada minat yang lebih besar dalam
pemasaran internal”. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memberi
motivasi, menarik, pemberian pelatihan serta meningkatkan kualitas
208
karyawan melalui pengembangan pekerjaan untuk memuaskan segala
kebutuhan individu.
Ada konsep pemasaran terintegrasi, seluruh karyawan di setiap bagian
memainkan peranan pemasaran. Dalam menentukan keberhasilan
kegiatan pemasaran, karyawan menjadi faktor penting yang perlu
diperhatikan untuk diberi motivasi, pelatihan agar memberi kinerja
terbaik.
f. Proses
Dalam bauran pemasaran (marketing mix) jasa, proses menjadi faktor
utama yang dapat memberikan pengaruh pada keputusan konsumen
untuk membeli barang atau jasa (Hurriyati, 2005). Lupiyoadi (2011)
mengemukakan, “proses merupakan gabungan semua aktivitas,
umumnya terdiri dari prosedur, jadwal pekerjaan, aktivitas dan hal-hal
rutin, dimana jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen”.
Sedangkan menurut Yazid (2003), bahwa “proses adalah semua
prosedur aktual, mekanisme dan aliran aktivitas dengan mana jasa
disampaikan yang merupakan sistem penyajian atau operasi jasa”.
g. Bukti Fisik
Bukti fisik menurut definisi Yazid (2003)merupakan dimana konsumen
dan perusahaan saling berinteraksi dan dimana jasa disampaikan, serta
setiap komponen yang tangible memberi fasilitas komunikasi atau
penampilan jasa tersebut. Oleh karena jasa itu intangible, sehingga sulit
untuk di evaluasi, maka bukti fisik dapat memberi tanda seperti kualitas
jasa. Seluruh bukti fisik jasa.
Mencakup segala hal yang sifatnya tangible misalnya kartu bisnis,
peralatan, brosur, dan format laporan. Pada beberapa kasus, bukti
memiliki cakupan fasilitas fisik atas jasa yang ditawarkan, contohnya
209
kantor cabang bank. Sedangkan pada kasus lain, misalnya jasa
telekomunikasi fasilitas fisik mungkin tidak cukup relevan.
210
D. Harapan Dan Kenyataan Dari Manajemen Pemasaran Pelayanan
Kesehatan
Menurut Olson dan Dover dikutip oleh Tjiptono harapan pelanggan
merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu
produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk
tersebut (Tjiptono, 2000).
Menurut Zeithaml dikutip oleh Tjiptono harapan merupakan perkiraan
atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya. Harapan
adalah keyakinan, kepercayaan individual sebelumnya mengenai apa yang
seharusnya terjadi pada situasi tertentu (Tjiptono, 1997). Kinerja adalah
karakteristik operasi pokok dari produk inti. misalnya: kecepatan,
kemudahan dan kenyamanan (Tjiptono, 2000).
Pemantauan dan evaluasi kepuasan pelanggan dengan pelayanan
kesehatan adalah masukan penting untuk meningkatkan kualitas
kesehatansistem dan perubahan dalam sistem serta memberikan umpan
balik untuk profesional perawatan kesehatan dan pembuat kebijakan
(Bara, et al, 2002). Ukuran kepuasan konsumen dengan pelayanan
kesehatan dapat memberikan penilaian penting dari kualitas pelayanan
kesehatantidak cukup ditangkap oleh statistik pelayanan kesehatan lain
seperti throughput yang sabar, waktu tunggu, kali konsultasidan
kedekatan (Sitzia & Wood, 1997).
Bahkan, telah disarankan pasien sebuah nilai kepuasan 67 adalah hasil
kualitas utama dalam dirinya sendiri (Derose, et al. 2001). Sejauh mana
pengguna pelayanan kesehatan puasdengan penyedia lokal mereka
mungkin menjadi faktor kunci yang mendukung perilaku kesehatan dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan mereka (Rankin, Hughes, House, &
Aitken, 2002). Hal ini dipertimbangkan bahwa tepat waktu, dapat diakses,
intervensi kesehatan yang tepat, berkelanjutan danpelayanan kesehatan
211
yang efektif merupakan komponen penting dari kualitas kesehatan
(Campbell, Roland, & Buetow, 2001).
212
2) Establish responsible thought leadership.
Dalam pemasaran organisasi pelayanan kesehatan, harus ada
tanggung jawab atas pesan persuasif, maksud kreatif, dan informasi
yang disajikan. Konten harus disebarluaskan melalui saluran yang
paling selaras. Baik itu blog, pos media sosial, atau lainnya secara
komprehensif. Pertimbangkan media mana yang akan mendorong
keterlibatan optimal dengan audiens yang menjadi target.
3) Empower creativity.
Kreativitas merupakan landasan dari setiap upaya pemasaran.
Tetapi, dalam pemasaran organisasi pelayanan kesehatan kreativitas
melekat dengan tanggung jawab. Sebelum membuat ide pemasaran,
pemasar organisasi pelayanan kesehatan harus memahami secara
luas cakupan pesan yang akan disampaikan. Kreativitas merupakan
hal yang penting, tetapi yang harus digunakan hanya setelah tujuan
dan strategi yang terukur ditentukan.
4) Demonstrate value.
Ketika organisasi melakukan penghematan dan membuat
keputusan keuangan yang menantang, pemasaran layanan
kesehatan menjadi inti keberhasilan misi organisasi. Ketika anggaran
pemasaran pelayanan kesehatan dipotong, ada risiko bahwa itu akan
berdampak pada misi yang lebih besar. Manajemen pemasaran
organiasi pelayanan kesehatan harus bekerja keras untuk
mempertahankan anggaran setiap saat, terus mengomunikasikan
tujuan mereka dan menunjukkan nilainya untuk melayani pasar
dengan lebih baik. Sehingga, dalam mengelola pemasaran layanan
kesehatan perlu menggunakan metrik yang mengkomunikasikan
dengan jelas nilai proyek termasuk proyeksi ROI dan metrik lainnya.
213
5) Exercise your social voice with purpose.
Media sosial adalah alat yang penting dalam pemasaran
layanan kesehatan. Publikasi dalam media sosial harus akurat, terkini,
dan mencerminkan misi organisasi. Serta dapat meningkatkan posisi
pasar dan menciptakan tingkat keterlibatan baru dengan
memberikan informasi terbaik pada waktu yang tepat kepada
audiens target.
6) Understand patient engagement.
Ini merupakan inti dari apa yang dilakukan. Luangkan waktu
untuk berinteraksi dengan pasien dan keluarga yang menjadi target
pemasaran. Pemahaman yang benar dan mendalam dari audiens akan
membantu dalam menyusun pemasaran yang berhasil
menginformasikan, mendidik, dan memotivasi pasien dalam
mengambil tindakan.
7) Understand your leadership role.
Baik dalam sistem organisasi pelayanan kesehatan besar
maupun praktik kecil, pemasar mengambil peran kepemimpinan. Hal
ini nantinya berpengaruh pada pengambilan tindakan. Pemasaran
pelayanan kesehatan memuat tanggung jawab yang mendalam,
terkait pada tujuan dan akuntabilitas. Namun konsistensi misi
organisasi dan komunikasi dengan audiens dapat membantu
menciptakan pemasaran yang bertahan lama dan berpotensi
mengubah kelangsungan hidup organisasi.
214
menyeleksi. Menyeleksi disini berarti marketer harus memiliki
keberaniannya pada beberapa bagian saja (segmen) dan meninggalkan
bagian lainnya.
1. Responsif untuk
Pasar sasaran harus responsif terhadap produk dan program:
pemasaran yang dikembangkan. Contoh: Majalah Matra semua
ditujukan untuk pria, bahkan menurut survei yang responsif tidak
hanya pria tetapi juga sejumlah wanita kelas menengah.
2. Potensi penjualan
Semakin besar pasar sasaran, semakin besar nilainya. Besarnya pasar
tidak hanya dari populasi, tetapi juga daya beli dan keinginan pasar
untuk memiliki produk tersebut.
3. Pertumbuhan memadai
4. Jangkauan media
215
PROJECT BASED LEARNING (MODUL 11)
216
MODUL 12
PERSAINGAN PELAYANAN KESEHATAN DI ERA GLOBALISASI
217
konsumen juga semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan timbulnya suatu
persaingan di dalam industry perumahsakitan. Di mana selain
mengoptimalkan kualitas pelayanan, rumah sakit juga dituntut untuk
meningkatkan kualitas, daya saing, dan penawarannya kepada masyarakat.
218
spesialis yang akan bekerja di rumah sakit. Kedua, sarana dan tenaga
kesehatan yang bersifat umum. Pada tahap ini, sarana kesehatan asing yang
masuk adalah pelayanan kesehatan primer, sedangkan tenaga tenaga
kesehatan asing yang akan masuk adalah dokter umum yang akan bekerja
di sarana pelayanan kesehatan primer.
Berikut pendekatan analisis terkait persaingan dalam pelayanan kesehatan:
1. UU No. 5 Tahun 1999, tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
a. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
b. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu
atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi
dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.
2. UU No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen
a. Sejak 20 April 1999, UU Perlindungan Konsumen yang diatur dalam
UU no 8 Tahun 1999 atau Undang Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK) mulai sah diberlakukan. Undang-undang ini mengatur
secara rinci tentang pemberian perlindungan kepada konsumen
dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen.
Cakupan hukum yang berlaku mengenai hak dan kewajiban
konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, dan cara-cara
mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban tersebut.
b. Meski sudah lama hadir dalam dua dekade terakhir, UU
Perlindungan Konsumen ini belum banyak disadari oleh para
konsumen itu sendiri. Banyak konsumen yang menganggap undang-
undang ini benar-benar dibutuhkan pada saat dirinya tersangkut
219
kasus pidana atau perdata saja. Padahal, jika konsumen (termasuk
juga kita) mau lebih tahu mengenai UU Perlindungan Konsumen,
masyarakat jadi lebih tahu tentang seluk-beluk masalah konsumen
yang diperlakukan tidak adil dan bagaimana cara untuk
memperjuangkan haknya.
3. UU No. 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran
a. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya
kesehatan ( pasal 1 no.01)
b. Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran
di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik (Pasal 36 ), dsb
4. UU No. 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan
martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil, dan makmur;
b. bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh
rakyat Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 2005, tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
a. Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah
instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada
prinsip efisiensi dan produktivitas.
220
b. BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam
pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
6. UU No. 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit
a. Bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi,
dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya;
7. Keputusan Menteri Kesehatan No. Hk.03.01/Menkes/146/2010, tentang
Harga Obat Generik
8. Five Forces Of Competition (Michael Porter, 1980)
a. Porter five forces analysis adalah suatu kerangka kerja untuk
menganalisis industri dan mengembangkan strategi bisnis yang
dikembangkan oleh Michael Porter dari Sekolah Bisnis Universitas
Harvard pada tahun 1979. Menurutnya, ada lima kekuatan yang
menentukan intensitas persaingan dalam suatu industri, yaitu
ancaman produk pengganti, ancaman pesaing, ancaman
pendatang baru, daya tawar pemasok, dan daya tawar konsumen.
Analisis ini biasanya dilakukan dengan kombinasi analisis SWOT.
221
B. Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Kebutuhan Industri Pelayanan
Kesehatan
Sebagai negara yang
mempunyai jumlah penduduk yang
besar, kesehatan adalah salah satu
unsur utama dalam setiap kehidupan
seseorang, karena kesehatan
seseorang sangat menunjang Gambar 2 Industri Pelayanan Kesehatan
222
Kehadiran Negara bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
setiap warga negara. Negara berkewajiban melaksanakan fungsinya
menyediakan kebutuhan hidup yang berkaitan dengan hidup
masyarakatnya. Salah satu contoh kebutuhan publik yang mendasar
adalah kesehatan. Hak atas kesehatan merupakan salah satu hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan
untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia. Tingkat kesehatan
merupakan salah satu indikator pengukuran tingkat kesejahteraan dan
kemakmuran suatu negara. Negara yang tingkat kesejahteraannya
tinggi akan memiliki tingkat kesehatan masyarakat yang baik pula,
begitu pula sebaliknya. Kesehatan sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa.
Dengan demikian pemerintah mempunyai tanggung jawab mengenai
masalah kesehatan masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh oleh
pemerintah untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada di
masyarakat yakni dengan mengeluarkan kebijakan mengenai pelayanan
kesehatan bagi masyarakat.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 menegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap peserta berhak
memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan
kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitative. Tanggung jawab pemerintah dimkasud
adalah dalam hal sebagai berikut:
a. Merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat.
223
b. Ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik
maupun sosial bagi asyarakat untuk mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
c. Ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan
merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
d. Ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
e. Memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam
segala bentuk upaya kesehatan.
f. Ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman,
efisien, dan terjangkau.
g. Pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan
sosial nasional bagi upaya kesehatan perorangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka melaksanakan tanggung jawab tersebut,
pemerintah melakukannya berdasarkan asas perikemanusian,
keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak
dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-
norma agama.
2. Upaya pemerintah tidak membebani kemampuan finansial masyarakat
Penyelanggaraan jaminan sosial merupakan kewajiban negara
yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan salah
satu perwujudan tanggung jawab negara dalam rangka menjamin
kesejahteraan rakyatnya. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang dimulai sejak tahun 2014 telah memberikan banyak
manfaat bagi masyarakat Indonesia. Akses kepada pelayanan
224
kesehatan menjadi lebih mudah dengan tidak membebani kemampuan
finansial masyarakat sebagaimana yang diharapkan dalam Universal
Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan semesta.
Penyelenggaraan UHC di Indonesia dilakukan dengan pembagian
kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah dan BPJS
Kesehatan. Dalam hal ini, penyelenggaraan JKN sebagai pembiayaan
kesehatan dilakukan terpusat oleh BPJS Kesehatan, sementara Daerah
berperan dalam menyelenggarakan layanan kesehatan bagi peserta
JKN. Dari pembagian kewenangan ini, maka hubungan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah hanya terbatas pada
kewenangan yang dirinci dalam UU Pemerintah Daerah dan tidak turut
serta dalam penyelenggaraan pembiayaan kesehatan oleh JKN. Peran
Pemerintahan Daerah dalam JKN terbatas dalam hal untuk memastikan
kepesertaan penduduk di wilayahnya dengan memberikan bantuan
iuran yang berasal dari APBD. Dalam kaitannya dengan risiko finansial
JKN, Pemerintahan Daerah berkontribusi dalam bentuk pemotongan
penerimaan pajak rokok yang menjadi hak daerah untuk disetorkan
langsung kepada BPJS Kesehatan melalui mekanisme sebagaimana
yang diatur oleh Menteri Keuangan.
Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah biasanya
mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan sendiri adalah sebuah
konsensus atau kesepakatan para pengambil keputusan dengan tujuan
untuk menanggulangi masalah atau untuk pencapaian suatu tujuan
dengan nilai-nilai tertentu yang membawa kesejahteraan untuk
masyarakat. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kebijakan
adalah pedoman untuk bertindak. Kebijakan bisa bersifat sangat
sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus.
Menurut Walt (1994), Kebijakan kesehatan dapat di definiskan
sebagai upaya dan tindakan pengambilan keputusan yang meliputi
225
aspek teknis medis dan pelayanan kesehatan dan keterlibatan
pelaku/actor baik dalam lingkup individu, kelompok atau institusi dan
pemerintah, swasta. Kebijakan kesehatan merupakan hal yang sangat
penting dan fundamental, karena sektor kesehatan merupakan bagian
dari ekonomi. Bisa kita analogikan sektor kesehatan ibarat spons yang
mengabsorbsi banyak anggaran belanja negara untuk membayar
sumber daya kesehatan.
World health organization (WHO) membedakan peran negara
dan pemerintah sebagai pelaksana di bidang kesehatan yaitu sebagai
pengarah (stewardship atau oversight), regulator, dan sebagai objek
regulasi. WHO menetapkan delapan elemen yang harus tercakup dan
menentukan kualitas dari sebuah kebijakan kesehatan, yaitu :
a. Pendekatan holistik, kesehatan sebaiknya didefinisikan sebagai
sesuatu yang dinamis dan lengkap dari dimensi fisik, mental, sosial,
dan spritual.
b. Partisipatori, melalui partisipasi masyarakat dapat dibangun
collective action (aksi bersama masyarakat) yang akan menjadi
kekuatan pendorong dalam pengimplementasian kebijakan dan
penyelesaian masalah.
c. Kebijakan publik yang sehat, yaitu setiap kebijakan harus diarahkan
untuk mendukung terciptanya pembangunan kesehatan yang
kondusif dan berorientasi kepada masyarakat.
d. Ekuitas, yaitu harus terdapat distribusi yang merata dari layanan
kesehatan. Ini berarti negara wajib menjamin pelayanan kesehatan
setiap warga negara tanpa memandang status ekonomi maupun
status sosialnya.
e. Efisiensi, yaitu layanan kesehatan harus berorientasi proaktif
dengan mengoptimalkan biaya dan teknologi.\
226
f. Kualitas, artinya pemerintah harus menyediakan pelayanan
kesehatan yang berkualitas bagi seluruh warga negara. Di samping
itu, dalam menghadapi persaingan pasar bebas dan menekan
pengaruh globalisasi dalam sektor kesehatan, pemerintah perlu
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan setara dengan
pelayanan kesehatan bertaraf internasional.
g. Pemberdayaan masyarakat, terutama pada daerah terpencil, dan
perbatasan untuk mengoptimalkan kapasitas sumber daya yang
dimiliki.
h. Self-reliant, kebijakan kesehatan yang ditetapkan sebisa mungkin
dapat memenuhi keyakinan dan kepercayaan masyarakat akan
kapasitas kesehatan di wilayah sendiri.
Menurut Gormley (1999) menyampaikan tujuan kebijakan
kesehatan yaitu untuk menyediakan arah atau pola pencegahan,
pelayanan yang terfokus pada pemeliharaan kesehatan, pengobatan
penyakit dan perlindungan terhadap kaum rentan. Kebijakan
kesehatan harus selalu berpihak kepada hal-hal yang dianggap penting
dalam suatu institusi dan masyarakat, bertujuan untuk jangka panjang
serta menyediakan rekomendasi yang praktis dalam situasi penting.
Contoh kebijakan, yaitu sebagai berikut:
a. Undang-undang
b. Peraturan pemerintah
c. Keppres
d. Kepmen
e. Perda
f. Keputusan Bupati
g. Keputusan Direktur
Setiap kebijakan yang dicontohkan bersifat mengikat dan wajib
dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Kebijakan kesehatan merupakan
227
tindakan yang mempunyai efek terhadap institusi, organisasi pelayanan dan
pendanaan dari sistem pelayanan kesehatan. Kebijakan palayanan
kesehatan meliputi:
1. Public goods
Berupa barang atau jasa yang pedanaanya berasal dari
pemerintah, yang bersumber dari pajak dan kelompok masyarakat.
Layanan public goods digunakan untuk kepentingan bersama dan
dimiliki bersama. Keberadaanya memiliki pengaruh terhadap
masyarakat.
2. Privat goods
Berupa barang atau jasa swasta yang pedanaanya berasal dari
perseorangan. Digunakan untuk kepentingan sendiri dan dimiliki
perseorangan, tidak bisa dimiliki sembarangan orang, terdapat
persaingan dan eksternalitas rendah.
3. Merit goods
Karakteristik memerlukan biaya tambahan tidak dapat digunakan
sembarangan orang ada persaingan dan eksternalitas tinggi contohnya
cuci darah, pelayanan kehamilan, pelayanan kespro dan pengobatan
PMS. Indonesia termasuk negara berkembang sangat rentan terhadap
berbagai macam penyakit. Hal ini tersebab karena kondisi riil masyarakat
Indonesia yang miskin dan memiliki standart hidup (gizi) rendah.
Kemiskinan (gizi buruk) menjadi kandungan yang siap setiap saat
melahirkan penyakit. Karena itu tidak mengejutkan kalau penyakit-
penyakit menyerang masyarakat meningkat jumlahnya setiap tahun
seiring meningkatkan jumlah angka kemiskinan.
Isu strategis dan strategi kebijakan kesehatan di Indonesia, yaitu:
a. Isu strategis
1) Pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
bermutu belum optimal
228
2) Sistem perencanaan dan penganggaran departemen kesehatan
belum optimal
3) Standar dan pedoman pelaksanaan pembangunan kesehatan masih
kurang memadai
4) Dukungan departemen kesehatan untuk melaksanakan
pembangunan kesehatan masih terbatas
b. Strategi kesehatan di Indonesia
1) Mewujudkan komitmen pembangunan kesehatan
2) Meningkatkan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan
3) Membina sistem kesehatan dan sistem hukum di bidang kesehatan
4) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
5) Melaksanakan jejaring pembangunan kesehatan.
Landasan hukum kebijakan pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a. UU Nomor 40/2004 Pasal 22 berisi manfaat komprehensif : Promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative.
b. UU Nomor 40/2004 Pasal 24 mengenai BPJS berkewajiban
mengembangkan system pelayanan kesehatan, system mutu dan
system pembayaran yang efisien dan efektif.
c. Perpres 12/2013 Pasal 20 ayat 1 : menetapkan produk : pelayanan
kesehatan perorangan (pro,otf, preventif, kuratif dan rehabilitative),
obat dan bahan medis habis pakai.
d. Perpres 12/2013 Pasal 36
Ayat 1 : Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas
kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS.
Ayat 2: Fasilitas kesehatan pemerintah dan pemerintah daerah yang
memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan BPJS.
Ayat 3 : Fasilitas kesehatan swasta yang memenuhi persyaratan dapat
bekerjasama dengan BPJS.
229
Ayat 4 : BPJS kesehatan dengan fasilitas membuat perjanjian tertulis
sebagai landasan kerjasama
Ayat 5 : Persyaratan sebagai fasilitas kesehatan mengacu pada
peraturan Menteri Kesehatan yang berlaku.
e. Perpres 12/2013 Pasal 42
Ayat 1 : Pelayanan kepada peserta jaminan kesehtan harus
memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi kepada aspek keamanan
peserta, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan peserta
serta efisiensi biaya.
Ayat 2 : Penerapan system kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan
dilakukan secara menyeluruh, meliputi standar pemenuhan fasilitas
kesehtan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai
dengan standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap iuran
kesehatan peserta.
Ayat 3 : Ketentuan mengenai penerapan system kendali mutu diatur
oleh ketetapan BPJS
f. Perpres 12/2013 Pasal 43
Ayat 1 : Dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya menteri
bertanggung jawab untuk HTA, pertimbangan klinis dan manfaat
jaminan kesehatan, perhitungan standar tariff, monev jaminan
kesehatan
Ayat 2 : Dalam melaksanakan Monev, menteri berkoordinasi dengan
Dewan Jaminan Sosial Nasional
g. Perpres 12/2013 Pasal 44 : ketentuan tentang pasal 43 diatur dengan
Peraturan Menteri
230
C. Kebutuhan Konsumen Terhadap Pelayanan Kesehatan Dalam Negeri
231
Dalam bidang kesehatan,
hal yang paling diprelukan
masyarakat adalah pelayanan
kesehatan. Menurut Prof. Dr.
Soekidjo Notoatmojo
Pelayanan kesehatan adalah
Gambar 4 Konsumen Pelayanan Kesehatan sub sistem pelayanan
(Sumber : gambarkartunkece.blogspot.com)
kesehatan yang tujuan
utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif
(peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Menurut Levey dan
Loomba (1973) Pelayanan Kesehatan Adalah upaya yang diselenggarakan
sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan peroorangan, keluarga, kelompok, atau
masyarakat.
Jadi pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan
yang tujuan utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan
kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan
rehabilitasi (pemulihan) kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau
masyarakat, lingkungan. Yang dimagsud sub sistem disini adalah sub sistem
dalam pelayanan kesehatan adalah input , proses, output, dampak, umpan
balik. Input adalah sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk
berfungsinya sistem Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk
mengubah masukan sehingga mengasilkan sesuatu (keluaran) yang
direncanakan. Output adalah halhal yang dihasilkan oleh proses . Dampak
adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu
lamanya. Umpan balik adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai
masukan untuk sistem tersebut. Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang
mempengaruhi sistem tersebut.
232
Contoh : Di dalam pelayanan kesehatan Puskesmas, input adalah dokter,
perawat, obat-obatan. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan puskesmas,
Outputnya adalah pasien sembuh/tidak sembuh, dampaknya meningkatnya
status kesehatan masyarakat, dan umpan baliknya, keluhan-keluhan pasien
terhadaf pelayanan, serta lingkungannya adalah masyarakat dan instansi-
instansi diluar puskemas tersebut.
Tujuan Pelayanan Kesehatan :
1. Promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan) Hal ini diperlukan
misalnya dalam peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan.
2. Preventif (pencegahan terhadap orang yang berisiko terhadap
penyakit) Terdiri dari :
a. Preventif primer. Terdiri dari program pendidikan, seperti
imunisasi,penyediaan nutrisi yang baik, dan kesegaran fisik.
b. Preventive sekunder Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap
dini untuk membatasi kecacatan dengan cara mengindari akibat
yang timbul dari perkembangan penyakit tersebut.
c. Preventif tersier Pembuatan diagnose ditunjukan untuk
melaksanakan tindakan rehabilitasi, pembuatan diagnose dan
pengobatan.
3. Kuratif (penyembuhan penyakit)
4. Rehabilitasi (pemulihan) Usaha pemulihan seseorang untuk mencapai
fungsi normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau
mental.
233
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder) Diperlukan untuk
kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang sudah
tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Contoh :
Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga ( tersier) Diperlukan untuk
kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani
oleh pelayanan kesehatan sekunder. Contohnya: Rumah Sakit tipe A
dan Rumah sakit tipe B.
234
kebutuhan yang tidak dirasakan. Meski tidak semuanya, kebutuhan yang
dirasakan diterjemahkan sebagai permintaan. Sebagian besar kebutuhan
yang tidak dirasakan dapat menjadi kebutuhan yang dirasakan. Sebaliknya
dapat terjadi permintaan yang sebenarnya tidak dibutuhkan, dan petugas
kesehatan harus mengurangi kategori permintaan yang tidak dibutuhkan .
Cara masyarakat memenuhi kebutuhannya tidak selalu sesuai dengan
langkah memenuhi kebutuhannya. Masyarakat menempatkan pengobatan
anak waktu sakit pada tingkat prioritas tinggi atau sangat dibutuhkan, tetapi
mutu gizi, sanitasi lingkungan dan imunisasi yang justru dapat menjamin
kesehatan anak tidak dianggap sebagai felt needs utama.
Faktor yang mempengaruhi masyarakat memanfaatkan pelayanan
kesehatan tergantung pada pengetahuan apa yang ditawarkan dalam
pelayanan, bagaimana, kapan, oleh siapa dan dengan biaya berapa
pelayanan kesehatan dapat diperoleh. Jadi pemanfaatan pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh permintaan, sikap dan pengalaman mereka.
Permintaan akan pemeriksaan dan pengobatan sangat tergantung pada
konsep masyarakat tentang proses penyakit, berat dan prognosisnya.
Penyelenggara pelayanan kesehatan harus memahami konsep-konsep
masyarakat tentang kesehatan dan penyakit yang dapat termasuk kategori
sindroma yang dapat diterima secara ilmiah maupun sindroma tanpa
ekuivalen dalam arti ilmiah. Informasi ini dapat diperoleh dari uraian
seseorang tentang gejala penyakitnya atau diskusi dengan penyedia
pelayanan, sehingga diperoleh pemahaman tentang permintaan dan
kebutuhan pelayanan kesehatan yang dirasakan masyarakat.
Sifat penyakit yang tidak terduga (uncertainly) dan setiap orang tidak
dapat meramalkan kapan akan sakit, dimana, seberapa parah dan pelayanan
kesehatan apa yang dibutuhkan. Ciri pelayanan kesehatan yang asymmetry
of information menjadikan konsumen tidak mempunyai informasi yang
lengkap tentang penyakitnya dan produk pelayanan kesehatan yang
235
dibutuhkan. Mudah terjadi supply induce demand yang menjadikan
konsumen harus menurut kata penyedia pelayanan dan harus membayar
pula.
Konsumen pelayanan kesehatan ada dalam posisi yang sangat lemah
oleh karena umumnya tidak tahu banyak tentang apa yang dibutuhkannya.
Konsekuensi dari keadaan ini adalah bahwa demand terhadap pelayanan
kesehatan sebagian besar bukan keputusan individu yang bersangkutan.
Memang orang memutuskan dimana berobat, akan tetapi selanjutnya untuk
memutuskan jenis pemeriksaan dan jenis pengobatan, pihak penyedia
pelayananlah yang menentukan.
236
MODUL 13
A. Pendahuluan
Saat ini, transformasi pelayanan kesehatan di Indonesia sudah berubah
drastis. Pada zaman dulu, ketika kita mendengar kata pelayanan sistem
kesehatan, banyak orang akan berpikir tentang proses yang cukup rumit.
Akan tetapi, ketika era digital masuk ke bidang pelayanan kesehatan di
Indonesia dengan cepat, hal tersebut akan mempengaruhi cara berpikir
dan berperilaku mengikuti perubahan digital yang terjadi.
Transformasi pelayanan dari yang tradisional ke digital juga memiliki
dampak pada dunia kesehatan, dimana inovasi sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan kualitas, keadilan, dan akses dari pelayanan kesehatan.
Banyak orang yang mencoba mengembangkan inovasi tersebut, dimulai
dari aplikasi yang dibuat oleh anak bangsa dengan tujuan meningkatkan
pelayanan kesehatan, Kementrian Kesehatan yang memiliki program e-
health sebagai bentuk upaya Indonesia berpartisipasi dalam gerakan WHO
yaitu Sustainable Development Goal Program.
237
Di Indonesia, teknologi di bidang kesehatan digital mulai berkembang
di era 90-an dengan diperkenalkannya istilah telemedika (telemedicine).
Yaitu, praktik pelayanan kesehatan dengan menggunakan perangkat
komunikasi audio, visual, dan data untuk kepentingan konsultasi, diagnosis,
perawatan, serta pengobatan. Memasuki era milenium, teknologi
kesehatan di Indonesia terlihat semakin berkembang dengan munculnya
rekam medis dan peresepan elektronik. Situs informasi kesehatan juga
semakin menjamur dan dilengkapi dengan fitur konsultasi daring dengan
dokter secara real-time dan apotik daring. Pasien pun semakin mudah
dalam mendapatkan informasi kesehatan melalui media sosial yang
populer digunakan.
Dalam satu dekade terakhir ini, dunia kesehatan mengalami perubahan
atau disrupsi yang cukup besar. Perkembangan teknologi di bidang
kesehatan ini akan mempermudah pasien dalam mendapatkan layanan
kesehatan. Untuk itu dalam materi kali ini kita akan membahas mengenai
perbandingan pelayanan kesehatan di Indonesia dan Negara-negara
berkembang di era digital.
238
daring. Jika sebelumnya pasien kesulitan mendapatkan informasi riwayat
kunjungan di fasilitas kesehatan, tapi saat ini sebagai contoh, peserta
program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) bisa mengakses informasi ini
melalui aplikasi mobile JKN. Teknologi digital yang semakin maju sudah
dimanfaatkan oleh fasilitas kesehatan untuk meningkatkan efektivitas,
efisiensi, serta peningkatan mutu pelayanan. Sistem komputasi dari BPJS
Kesehatan memungkinkan fasilitas kesehatan tingkat pertama merujuk
pasien ke tingkat lanjut secara daring. Beberapa rumah sakit telah
menerapkan sistem pendukung keputusan elektronik yang terpadu dalam
suatu rekam medis elektronik untuk membantu dokter dalam membuat
keputusan terapi secara lebih tepat sesuai pedoman klinis melalui
peresepan elektronik.
1. Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang telah
menghadapi beberapa perubahan dan tantangan strategis yang
mendasar. Tujuan bangsa Indonesia tertuang dalam pembukaan UUD
1945 yang diselenggarakan melalui pembangunan nasional termasuk
pembangunan kesehatan. Dalam mendukung terlaksananya
pembangunan kesehatan memerlukan dukungan dari Sistem
Pelayanan Kesehatan yang kuat. SKN dijadikan sebuah acuan dalam
pendekatan pelayanan kesehatan primer. Hal ini merupakan sebuah
pendekatan yang tepat untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang diformulasikan sebagai visi Indonesia Sehat (Adisasmito Wiku,
2009).
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan pengelolaan
kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen Bangsa
Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
239
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan, maka pengelolaan
kesehatan dilaksanakan melalui subsistem kesehatan yang terbagi ke
dalam beberapa bagian, yaitu upaya kesehatan, penelitian dan
pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya
manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan,
manajemen, informasi dan regulasi kesehatan, pemberdayaan
masyarakat (Peraturan Presiden Republik Indonesia, 2012).
Sistem pelayanan kesehatan suatu negara sangat dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan kesehatan yang ditetapkan oleh penentu
kebijakan baik pemerintah atau swasta. Kebijakan kesehatan itu sendiri
dipengaruhi oleh segitiga kebijakan yakni konteks (faktor ekonomi,
sosial budaya, politik), konten/isi, proses pengambilan kebijakan dan
aktor yang berperan (policy elites) (Buse, Kent, et all, 2005). Sedang
SKN Indonesia memiliki 3 landasan meliputi landasan idiil yaitu
Pancasila, landasan konstitusional yaitu UUD Negara RI khususnya
pasal 28 dan 34, dan landasan operasional yaitu UU Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (Peraturan Presiden Republik Indonesia,
2012).
World Health Report 2000 yang berjudul Health System : Improving
Performance menetapkan tujuan normative sistem pelayanan
kesehatan, yakni (Siswanto, 2010):
a. Peningkatan status kesehatan (goodness of health)
b. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan (responsiveness)
c. Peningkatan keadilan dalam pembiayaan kesehatan (fairness of
health financing)
Universal Coverage (cakupan semesta) merupakan suatu sistem
kesehatan yang bertujuan untuk masyarakat dalam mendapatkan
akses pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan
masyarakat serta dengan biaya yang terjakau oleh masyarakat, antara
240
lain pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative
(Siswanto, 2010). Cakupan semesta terbagi atas dua elemen yakni
akses pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu dan perlindungan
risiko finansial (WHO, 2005). Sedangkan cakupan semesta terkait
sistem pembiayaan terbagi atas 3 kategori, yakni pembayaran tunggal
(single payer), pembayaran ganda (two-tier, dual health care system),
dan sistem mandat asuransi (Murti Bhisma, 2011).
Diera Digital ini, Sistem Pelayanan Kesehatan di Indonesia untuk
sekarang sudah menuju ke arah yang lebih baik, meskipun masih
banyak terdapat banyak macam kendala. Hal ini dapat dilihat dari
terdapatnya peningkatan status kesehatan masyarakat. Akan tetapi,
meskipun terjadi peningkatan status kesehatan masyarakat, namun
masih diperlukan upaya percepatan pencapaian indikator kesehatan
dalam rangka mengejar ketertinggalan dari negara lain, sehingga
pelayanan kesehatan di Indonesia masih perlu terus dilakukan evaluasi
dan perbaikan.
Akses pelayanan kesehatan yang adil menggunakan prinsip
keadilan vertikal. Prinsip keadilan vertikal menegaskan, kontribusi
warga dalam pembiayaan kesehatan ditentukan berdasarkan
kemampuan membayar (ability to pay), bukan berdasarkan kondisi
kesehatan/ kesakitan seorang. Dengan keadilan vertikal, orang
berpendapatan lebih rendah membayar biaya yang lebih rendah
daripada orang berpendapatan lebih tinggi untuk pelayanan kesehatan
dengan kualitas yang sama. Dengan kata lain, biaya tidak boleh menjadi
hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
(needed care, necessary care) (Murti Bhisma, 2011).
241
2. Malaysia
Malaysia negara berpenduduk terbanyak ke 43 dan negara dengan
daratan terluas ke-66 di dunia dengan jumlah penduduk kira-kira 27 juta
dan luas wilayah melebihi 320.000 km2 . Berbeda dengan Indonesia
yang melaksanakan jaminan kesehatan semesta pada tahun 2014 dan
baru akan merampungkan total populasi pada tahun 2019, negara
tetangga Malaysia justru sudah melaksanakannya sejak tahun 1990an
(Idris Haerawati, 2017). Namun adanya beberapa isu krusial melibatkan
kenaikan biaya, keberlanjutan jangka panjang, kenaikan pajak, efisiensi
dan harapan masyarakat akan kualitas pelayanan yang lebih tinggi,
Malaysia merubah sistem kesehatannya dari layanan kesehatan yang
sebelumnya didominasi pemerintah, saat ini justru lebih besar
melibatkan sektor swasta (Chongsuvivatwong, Virasakdi, et all, 2011).
Malaysia juga mengembangkan kesehatan sebagai daya tarik
wisatawan berkunjung ke negaranya. Jarak yang tidak jauh dari
Indonesia yang memiliki 240 juta penduduk, membuat Malaysia
meningkatkan kualitas rumah sakitnya. Salah satu penghargaan
Malaysia adalah memenangkan Medical Travel Destination of The Year
2015 di International Medical Travel Journal (IMTJ). Tidak heran jika
Malaysia terutama Kuala Lumpur dan Penang jadi negara tujuan utama
untuk berlibur sekaligus menjaga kesehatan (medical check up)
(Futuready, 2016). Malaysia sistem pembiayaan kesehatannya lebih
maju dibandingkan dengan Indonesia, karena Malaysia merupakan
negara persemakmuran Inggris. Pada tahun 1951 malaysia mewajibkan
tabungan wajib bagi pegawai yang nantinya dapat digunakan sebagai
tabungan dihari tua. Sedangkan warga yang tidak diwajibkan akan
difasilitasi oleh sebuah lembaga yakni EPF (Employee Provident Fund).
Lembaga SOSCO (Social Security Organization) menjamin warga yang
242
mendapat kecelakaan kerja atau pensiunan cacat (Purwoko Bambang,
2014).
Sistem pembiayaan kesehatan yang ada di Malaysia terdiri dari
kesehatan publik dan kesehatan privat. Sumber dana untuk kesehatan
publik berasal dari pajak masyarakat kepada pemerintah federal,
anggaran pendapatan negara, serta lembaga SOSCO dan EPF, yang
mana dana yang ada tersebut disalurkan untuk program keehatan
preventif dan promotif.pemerintah Malaysia menetapkan Universal
Coverage untuk program kesehatan kuratif dan rehabilitative, yang
mana semua masyarakat dijamin pelayanan kesehatannya
denganmembayar iuran sebesar 1 RM untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dari dokter umum, sedangkan untuk pelayanan dari dokter
spesialis sebesar 5 RM. Akan tetapi sistem pembiayaan kesehatan di
Malaysia ini tidak termasuk dalam kategori penyakit berat yang
membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi (Jaafar, Safurah Noh, et
all, 2013).
Pemerintah malaysia membebaskan pajak untuk alat kesehatan
dan obat-obatan, yang berdampak pada biaya operasional di Malaysia
yang menjadi murah. Pemerintah Malaysia membatasi praktik dokter
yang hanya satu tempat, sehingga dokter harus memilih akan praktik
di pelayanan kesehatan milik pemerintah atau milik swasta. Selain itu,
dengan adanya feed back atau pemasukan dari dokter yang tinggi,
tentu akan mempengaruhi kualitas pelayanan. Untuk mengklaim
pembiayaan kesehatan, rumah sakit pemerintah melihat besarnya
pengeluaran yang terjadi di tahun sebelumnya dan kemudian rumah
sakit tersebut baru bias untuk mengajukan anggaran kepada
Kementerian Kesehatan / Ministry of Health (MoH).
243
3. Thailand
Thailand memulai sistem jaminan kesehatan di negaranya sejak
tahun 1990an yang saat itu baru mencakup 16% dari populasi (pegawai
negeri dan pekerja formal), pada tahun 2002, sudah mencakup seluruh
penduduk (National Health Security) yang diperkirakan sudah
mencakup 75% dari seluruh penduduk. 23 Semenjak tahun 2002
tersebut Thailand telah mencapai Universal Health Coverage sebagai
sistem kesehatan di negaranya. Sedangkan pada tahun 2009,
penduduk Indonesia sebanyak 30,1% untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan masih mengeluarkan uang secara out of pocket.
Thailand dalam mencapai sistem kesehatan universal health
coverage, hampir setegah decade mengalami evolusi sejarah yang
cukup panjang, evolusi tersebut dimulai dari sitem pembiayaan secara
out of pocket sampai bertahap mencapai sistem pembiayaan di muka.
Thailand telah menguji dan memperkenalkan berbagai sistem
pembiayaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. (Indrayathi PA,
2016) Thailand dalam mencapai sistem kesehatan UHC, masyarakatnya
sebanyak 99% dilindungi dengan 3 skema, yaitu Universal Health
Coverage (cakupan semesta 75%), Social Health Insurance for formal
private sector (skema asuransi kesehatan untuk pegawai swasta 20%),
dan Civil Servant Medical Benefit Scheme (skema asuransi kesehatan
untuk PNS 5%). Strategi pembiayaan yang baik sangat dibutuhkan
untuk mendukung skema tersebut. Thailand membuat salah satu
strategi, yakni menghilangkan kendala keuangan, yang mana strategi
tersebut mempunyai resiko yang besar untuk memperluas skema UHC
bagi masyarakat yang belum memiliki asuransi kesehatan, agar dapat
dengan sukarela menggabungkan kartu asuransi dengan kartu
identitas lain (LIC) (Indrayathi PA, 2016).
244
Sistem pelayanan rujukan merupakan sistem pelayanan kesehatan
yang diterapkan oleh Thailand. Sistem tersebut dimulai dari primary
care unit sebanyak ≤ 8000 PCU, rumah sakit distrik atau biasa disebut
rumah sakit sekunder dan tersier sebanyak 800 unit di level provinsi
maupun rumah sakit pendidikan. Sedangkan rumah sakit promotif dan
preventif yakni merupakan PCU yang mana PCU ini harus mempunyai
standard layanan minimum yang harus ditetapkan secara nasional.
Pengembangan infrastruktur dibutuhkan dalam implementasi sistem
UHC. Selain itu dalam pengimplementasian ini juga dibutuhkan SDM
yang berkualitas serta bersedia bekerja sepenuh hati, yang mana SDM
tersebut memerlukan motivasi dan passion dalam memberikan
pelayanan semaksimal mungkin pada masyarakat. Thailand
mempunyai health center, yang mana SDM berkualitas tersebut
diletakkan di perdesaan. SDM tersebut merupakan tenaga kesehtan
maupun non kesehatan yang akan dilatih dalam memberikan
pelayanan yang baik bagi masyarakat (Indrayathi PA, 2016).
Pemerintah Thailand juga memberikan kesempatan bagi kader-
kader tenaga kesehatan untuk membuka lowongan tenaga kesehatan
yang akan mengabdi di perdesaan. Selain itu, pemerintah juga
memberikan putra daerah kesempatan untuk menyekolahkan mereka
di fakultas kesehatan yang mana kedepannya putra daerah tersebut
akan ditempatkan di daerah asalnya sebagai tenaga kesehatan dan
akan diberikan dukungan seperti insentif yang memadai. pemerintah
Thailand juga mempersiapkan kader-kader tenaga kesehatan dengan
membuka lowongan tenaga kesehatan untuk bekerja di pedesaan dan
menyekolahkan putra daerah di fakultas-fakultas kesehatan. Nantinya,
putra daerah ini diminta untuk mengabdi sebagai tenaga kesehatan di
daerah asalnya dan pemerintah menyediakan insentif yang memadai
sebagai bentuk dukungan (Indrayathi PA, 2016).
245
Jumlah dokter di Thailand sudah sangat banyak dibandingkan
dengan Indonesia. Sementara persentase tenaga kesehatan (bidan,
perawat) Indonesia jauh lebih banyak dari Thailand. Terdapat 20 bidan
di Indonesia per 100.000 penduduk, sementara di Thailand hanya 1
bidan per 100.000 penduduknya. Dapat diasumsikan bahwa Indonesia
masih memprioritaskan pelayanan di tingkat pertama untuk
menjangkau masyarakat di daerahdaerah, sedangkan Thailand sudah
tidak mempunyai masalah akses layanan tingkat pertama, sehingga
lebih memprioritaskan di layanan tingkat lanjut (penyediaan layanan
rumah sakit dan dokter). (Indrayathi PA, 2016)
Keberhasilan Thailand dengan mutu pelayanan rumah sakitnya
dapat dilihat juga dari salah satu Rumah Sakit Internasional di Bangkok
“Bumrungrad International Hospital” menjadi salah satu tujuan wisata
kesehatan. Mengusung tema serupa dengan hotel bintang 5, RS ini
mendesain interiornya bernuansa modern tanpa ada aroma obat yang
menyengat. Perawat dan para dokter dilatih dengan prosedur
internasional, dengan perawatan yang menggunakan peralatan sangat
canggih. Terutama pusat-pusat medis dengan spesialisasi sebagai
berikut, kardiologi (jantung), onkologi (kanker), neurologi (sistem
saraf) / neonatal (bayi), GI (penyakit pencernaan), ortopedi (tulang,
otot, ligamen), hingga optometry (mata). (Futuready, 2016).
246
teknologi, asing transfer teknologi berdampak pada 3 macam proses
sosial yang berbeda satu sama lain:
a. transfer inovasi teknologi (Transfer of Technology),
b. mengoperasikan teknologi (Operation Technology),
c. mengonsumsi teknologi (Consuming Technology). Transfer
teknologi diharapkan menginduksi kemampuan produksi
teknologi semacam serta memelihara (maintenance) teknologi
secara domestik.
Di bidang kesehatan kedokteran uji coba dapat dimulai dari
tingkatan laboratorium, percobaan pada hewan, uji klinis terbatas, uji
klinis kendali acak, dan pemanfaatan di masyarakat luas. Bilamana
dalam proses trial dan error dijumpai kegagalan kita harus maju terus
pantang mundur walaupun perbaikannya memerlukan beberapa tahun
tentu saja dengan resiko menghabiskan sumberdaya keuangan dan
sumber-sumber lain yang lebih banyak. Kita harus siap menghadapi
kegagalan dan siap belajar dari kegagalan tanpa mengambil resiko
kegagalan kita tidak akan pernah menemukan yang lebih baik untuk
membuat produk, proses dan material yang lebih bermanfaat bagi
upaya peningkatan derajat bangsa kita.
247
dimanfaatkan dengan sumbersumber masyarakat atau negara dapat
menyediakan.
Hambatan-hambatan terhadap teknologi kesehatan tepat guna
menurut Malkin, 2008, (1) penyebaran teknologi kesehatan tidak jelas
organisasinya, (2) Produksi alat kesehatan lokal masih sedikit
jumlahnya, (3) pengguna kurang familiar dengan peralatan yang baru,
kurangnya pelatihan untuk menggunakan alat-alat baru. Untuk
menentukan apakah teknologi tersebut memenuhi syarat atau tidak
Centers for Medical care and medical Services (CMS) menetapkan
kriteria sebagai berikut (Clyde et al 2008):
a. teknologi memberikan pilihan terapi bagi populasi pasien yang
tidak merespon atau tidak memenuhi syarat dengan terapi yang
tersedia saat ini.
b. teknologi memberikan kemampuannya untuk mendiagnosis
kondisi pasien yang sebelumnya tidak terdeteksi dengan metode
yang tersedia saat ini atau mampu mendiagnose kondisi medis
pasien lebih dini. Harus ada bukti juga bahwa penggunaan alat
tersebut mempengaruhi manajemen pasien.
c. penggunaan teknologi baru secara bermakna memperbaiki hasil
(outcome klinis) bagi pasien jika dibandingkan dengan teknologi
yang tersedia saat ini. Hasil atau outcome yang sering dievaluasi
dalam penelitian alat-alat medis adalah tentang kemampuannya,
menurunkan angka mortalitas, komplikasi yang terkait dengan
pemakaian alat, menurunkan jumlah lama hari rawat di rumah sakit
(length of stay), dapat mempercepat proses penyembuhan
penyakit, mengurangi waktu pemulihan.
Masih banyak kendala pengembangan teknologi kesehatan di
negara berkembang, oleh karena itu pilihan yang rasional adalah
248
teknologi kesehatan tepat guna dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. mengenali kebutuhan teknologi di masyarakat dengan melakukan
riset pasar di rumah sakit pemerintah maupun swasta dan sektor-
sektor upaya pelayanan kesehatan yang lain untuk memperoleh
gambaran yang nyata tentang teknologi kesehatan apa saja yang
diperlukan saat ini.
b. pemahaman dan perumusan masalah teknologi dengan membuat
perencanaanperancanaan dan mengembangkan desainnya.
c. mengupayakan pemecahan masalah. Dalam upaya pemecahan
masalah dibuat suatu model atau prototip. Model adalah citra
bayangan mengenai kenyataan yang tergantung dari obyek atau
proses yang digambarkan serta tujuan penggunaannya.
d. perencanaan dan evaluasi alternatif-alternatif
e. memilih alternatif yang sesuai dengan kebutuhan
f. membuat produk atau proses teknologi diikuti dengan difusi dan
distribusinya. Dalam megembangkan rancang bangun atau desain
perlu kolaborasi diantara lembaga-lembaga riset, universitas, grup-
grup di universitas, fakultas kedokteran, pemerintah (Departemen
Kesehatan) dan kalangan pengusaha atau industri.
Beberapa contoh teknologi tepat guna, diantaranya
1. Resusitator untuk bayi
2. Foto Terapi
3. Alat Pirau (shunt device) untuk terapi pasien hidrosefalus
4. Radiografi digital
249
1. Untuk bisnis:
a. Meningkatkan pengelolaan kesehatan
Teknologi digital dapat membantu administrasi di rumah sakit
seperti mengurangi antrian yang panjang dan proses registrasi
pasien
b. Mengurangi jumlah rujukan
Hal ini dapat secara langsung maupun tidak langsung akan
mengurangi jumlah rujukan dan mengurangi kebutuhan pasien
untuk dipindahkan
c. Alokasi dana
Pelaksanaan pelayanan kesehatan terutama yang bersifat
promotif dan preventif dilakukan diluar dari fasilitas kesehatan.
Kedua hal tersebut akan membantu mengurangi penggunaan
fasilitas kesehatan, sehingga dana yang tersedia dapat digunakan
untuk sarana, prasarana, dan kualitas.
2. Untuk pelanggan:
a. Memudahkan pertukaran informasi
Pertukaran informasi kesehatan antara pasien dan tenaga medis
melalui kegunaan teknologi elektronik akan meningkatkan
pelayanan kesehatan dan kesehatan pasien.
b. Dapat diakses dengan mudah
Pasien akan lebih mudah mengakses informasi kesehatan, akses
penghubung dengan dokter atau ahli, dan pengobatan pasien
yang dapat dilakukan dimana saja. Tidak ada ketentuan waktu dan
tempat antara pasien dan profesional kesehatan dalam
berkonsultasi.
250
c. Hemat biaya
Pelanggan dapat melakukan konsultasi dengan ahli kesehatan
untuk mengetahui diagnosis penyakit, jadi pelanggan tidak perlu
pergi ke rumah sakit ataupun klinik.
d. Efisien
Lebih hemat waktu karena tidak perlu antre atau melakukan
prosedur administrasi di rumah sakit hanya untuk konsultasi.
Lantaran beberapa manfaat yang didapatkan pelanggan, mereka
bisa mengharapkan pelayanan yang terbaik untuk kesehatan mereka.
Jadi, Indonesian Healthcare memberikan pelayanan terbaik untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan, terutama untuk strategi digital
untuk meningkatkan pengalaman pengguna seperti:
a. Pengalaman pengguna
Sebagai pelanggan, mereka lebih memilih proses yang tidak rumit
atau proses yang mudah untuk diterapkan. Pengguna akan merasa
nyaman apabila mobile development yang dilakukan
menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan.
b. Konten untuk meningkatkan kepercayaan
Membuat informasi kesehatan harus berasal dari ahli yang
memiliki kredibilitas dibidangnya.
c. Keamanan data
Menjaga data pasien untuk menghindari terjadi penyalahgunaan
data pribadi untuk kepentingan perusahaan sehingga keamanan
data ini menjadi faktor penting pada proses mobile development.
Jadi, penyedia kesehatan lebih baik bekerja bersama dengan
institusi kesehatan untuk mendapatkan kepercayaan pelanggan
Pelayanan kesehatan secara digital akan berkembang dengan
cepat. Pelaksanaan tren dan mengembangkan sebuah inovasi baru
yang relevan dengan bisnis anda akan menjadi kunci membuat
251
bisnis anda bertahan di era digital dan lebih didepan dari
kompetitor lain.
252
DAFTAR PUSTAKA
253
BAB II KAJIAN PUSTAKA PERILAKU KEPEMIMPINAN. (n.d.). http://repo.iain-
tulungagung.ac.id/7131/5/BAB%20II.pdf.
Bourantas, D and Papakadis. V. 1996. Greek Management: Diagnosis and
Prognosis, International Studies of Management and Organizations,
(Autumn), 26,3, 13-22.
DepKes RI. 1997. Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit Di
Indonesia. Revisi 1, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
DepKes RI. 2006. Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit Di
Indonesia. Revisi 1I, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
dkk, S. 2013. Kepemimpinan. Surabaya:
https://www.scribd.com/doc/283836075/Kepemimpinan-Akk-Kel-7.
Dr. La Ode Kamalia, M. Kes. Juni 2021. Buku Perencanaan Dan Evaluasi Kesehatan.
254
https://vennynevia.wordpress.com/2015/05/21/mutu-pelayanan-
puskesmas/
Hariyadi, Sepri; Sudiro, Sudiro; Mawarni, Atik. 2013. Analisis Proses Perubahan
Budaya Organisasi Di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan Bali. Phd
Thesis. Universitas Diponegoro.
Intipesan. 2019. Lima Kepemimpinan Konteks yang Efektif dalam
Pengembangan Organisasi. Jakarta: https://www.intipesan.com/lima-
kepemimpinan-konteks-yang-efektif-dalam-pengembangan-organisasi/.
Iriviranty, Afrisya. 2018. "Analisis Budaya Organisasi dan Budaya Keselamatan
Pasien Sebagai Langkah Pengembangan Keselamatan Pasien di RSIA
Budi Kemuliaan Tahun 2014." Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia
1.3 (2018).
Joseph Grano. 2017. Healthcare Marketing: Impacting Lives And Building
Engagement
255
Kongstvedt, Peter R. 1989.Pokok-pokok Pengelolaan Usaha Pelayanan
Kesehatan. Aspen:
Lubis, Ade Fatma. 2009. Ekonomi Kesehatan. Medan: USUpress
Laksono, A. D., dkk 2016. Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia. Depok
: PT. Kanisius
Megatsari, H., dkk. 2018. Perspektif Masyarakat Tentang Akses Pelayanan
Kesehatan Community Perspective About Health Services Access, 21(4),
247-253.
Maidin, Alimin. 2004. Dasar-Dasar Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK).
Makassar
Makalah Perencanaan Program Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Problem
Solv Cycle
256
Putri, R. N. 2019. Perbandingan Sistem Kesehatan di Negara Berkembang dan
Negara Maju. Jurnal Ilmiah, 19(1), 139-146.
Perry, A. G & Potter, P.A. 2001. Fundamental Of Nursing. St. Louis : Mosby.
Pohan I. 2002. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran
ECG.
PSC : Kepuasan Pelanggan muwafikcenter. 2014. Diakses pada 9 November
2022, dari website: http://muwafikcenter.lecture.ub.ac.id/2014/05/psc-
kepuasan-
pelanggan/#:~:text=Kepuasan%20pelanggan%20dibangun%20atas%20da
sar,)%2C%20empathy%20(empati).
Qasim, Ahmad Fachry. 2020. Analisis Manajemen Produksi Dalam
Pengembangan Usaha Pada Nk Putra Catering Kota Tasikmalaya.
Sarjana Thesis, Universitas Siliwangi
Rahman, Akil Muh. 2020. Buku Pemasaran Jasa Rumah Sakit. Alauddin University
Press Http://ebooks.uin-alauddin.ac.id
257
Sebastian, Ivan. 2021. Jenis-jenis Pelayanan Kesehatan yang Ada di Indonesia.
Jurnal Tenaga Kesehatan, Homecare.
Sukowati, Supratman. 2012. Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat Dalam
Mengubah Perilaku Masyarakat Menuju Hidup Bersih dan Sehat,
ejournal. Badan Penelitian dan Pembangunan Kesehatan. Jakarta Pusat.
Soedjono. 2005. "Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Organisasi dan
Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Umum di Surabaya." Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan.
Soesanto, Herry. 2019. "Akuntabilitas Dalam Budaya Organisasi Pada Fasiltas
Pelayanan Kesehatan Di Kabupaten Kepulauan Anambas." Jurnal Ilmiah
Wahana Bhakti Praja 9.2: 184-196.
Sutanto, Aftoni, 2002. "Peran Budaya Organisasional Untuk Meningkatkan
Kepuasan Kerja dan Kinerja karyawan". Benefit Vol.6 No.2.
Sodexo. 2019. 6 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan
https://www.sodexo.co.id/faktor-kepuasan-pelanggan/ diakses pada 31
Juli 2019
258
Waruwu, M. A. 2021. Ragam Konsep dan Teori Kepemimpinan dalam Organisasi.
https://www.qubisa.com/article/konsep-kepemimpinan.
Wijono Dj. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Teori, Strategi dan
Aplikasi Volume 1. Surabaya: A
Wiludjeng S. 2007. Pengantar manajemen. Yogyakarta: Garaha Ilmu.
259