Anda di halaman 1dari 202

KATA PENGANTAR

Semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat


maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah.
Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik,
lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pula pelayanan kesehatan. Dengan
semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas mutu pelayanan tadi maka
fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara
bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta
memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat.

Dalam rangka pemantapan peningkatan mutu dan pelayanan tersebut, maka


disusunlah Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah
Sakit Bunda Palembang yang menjadi bagian dari Rencana Strategis Rumah
Sakit Bunda Palembang Tahun 2017 – 2022.

Dalam Pedoman ini diuraikan dengan detail tentang prinsip upaya


peningkatan mutu dan keselamatan pasien, dimulai dari pembuatan
rangcangan mutu (perencanaan), penentuan indikator, bagaimana
pelaksanaannya, monitoring, sampai dengan tahap evaluasi dan diharapkan
dapat menjadi acuan bagi pemilik dan pengelola seluruh unit/bagian/bidang di
Rumah Sakit Bunda Palembang.

Semoga Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien ini dapat


menjadi pegangan untuk semua unit kerja terkait di Rumah Sakit dan
bermanfaat sesuai dengan tujuannya.

Palembang, 08 Januari 2018

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KEP-DIR PT. TENTANG PENETAPAN PEDOMAN PMKP


KEP
DIR RS. TENTANG PEMBERLAKUAN PEDOMAN PMKP

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

BAB II LATAR BELAKANG................................................................... 4

BAB III TUJUAN..................................................................................... 8

BAB IV PENGERTIAN............................................................................ 9
A. KESELAMATAN PASIEN...................................................... 9
B. IKP......................................................................................... 13
C. BUDAYA KESELAMATAN PASIEN...................................... 21
D. RISK MANAJEMEN............................................................... 28
E. MUTU PELAYANAN PASIEN................................................ 41
F. CLINICAL PATHWAY............................................................ 42
G. INDIKATOR........................................................................... 43

BAB V KEBIJAKAN............................................................................... 52

BAB VI PENGORGANISASIAN.............................................................. 53
A. STRUKTUR ORGANISASI................................................... 55
B. HUBUNGAN KOORDINASI BIDANG MUTU....................... 66

BAB VII KEGIATAN................................................................................. 74


A. PERENCANAAN, PELAKSANAAN, PENGAWASAN &
PELAPORAN PROGRAM PMKP...................................................74
B. PENGELOLAAN KEGIATAN PMKP...............................................77
C. PEMILIHAN, PENGUMPULAN, ANALISIS & VALIDASI
INDIKATOR MUTU.........................................................................80
D. PELAPORAN DAN ANALISIS INSIDEN.........................................87
E. MEMPERTAHANKAN PENCAPAIAN............................................88
F. MANAJEMEN RISIKO....................................................................89
G. MANAJEMEN KONTRAK...............................................................93
H. PENDIDIKAN&PELATIHAN/DIKLAT PMKP .................................94
I. EVALUASI KINERJA STAF MEDIS DAN STAF LAINNYA............97
J. BUDAYA KESELAMATAN RUMAH SAKIT ...................................97
K. PERTEMUAN / RAPAT...................................................................99
L. PENYAMPAIAN INFORMASI.........................................................99

BAB VIII METODE...........................................................................................101

BAB IX PENCATATAN DAN PELAPORAN..................................................106

BAB X EVALUASI DAN TINDAK LANJUT...................................................114

BAB XI PENUTUP.........................................................................................115

DAFTAR REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN

Semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat


maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah.
Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik,
lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pula pelayanan kesehatan. Dengan
semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas mutu pelayanan tadi maka
fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara
bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta
memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat.

Sementara itu terkait dengan keselamatan (safety), ini telah menjadi isu global
termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan
keselamatan di rumah sakit sebagaimana tercantum dalam PNKP-RS;
Kemenkes Edisi III Tahun 20151, yaitu :
- Keselamatan pasien (Patient Safety );
- Keselamatan pekerja atau petugas kesehatan
- Keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa
berdampak
terhadap keselamatan pasien dan petugas;
- Keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak
terhadap
pencemaran lingkungan;
- Keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan
kelangsungan hidup
rumah sakit.

Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan memenuhi
lima dimensi mutu yang utama yaitu: tangibles, reliability, responsiveness,
assurance, and empathy. Disadari ataupun tidak, penampilan (tangibles) dari
rumah sakit merupakan point pertama yang dilihat ketika pasien pertama kali
mengetahui keberadaannya. Kesesuaian janji (reliability), pelayanan yang
tepat (responsiveness), dan jaminan pelayanan (assurance) merupakan
masalah yang sangat peka dan sering menimbulkan konflik. Dalam proses
pelayanan ini faktor perhatian (empathy) terhadap pasien tidak dapat
dilalaikan oleh pihak rumah sakit.
Selain hal di atas pengukuran mutu juga perlu memperhatikan dimensi mutu
dari WHO yakni effective, efficient, accessible, accepted (patient care), equity
dan safe.
Ditinjau dari aspek praktis, pelayanan prima memiliki beberapa kriteria
sebagai berikut :
1. Masalah kesederhanaan pelayanan.
Pada umumnya pasien rumah sakit hanya tahu bahwa ketika ia
mengalami kesakitan dan datang ke rumah sakit, dia menginginkan
pelayanan yang sesegera mungkin sehingga dia bisa segera terlepas dari
kesakitannya.
2. Kejelasan dan kepastian pelayanan.
Hal ini meliputi kejelasan akan proses alur kerja dalam pelayanan,
pencatatan kegiatan pelayanan, tata cara pengolahan biaya atau tarif, dan
konsistensi informasi.
3. Bagaimana keamanan dan kenyamanan pelayanan yang diberikan oleh
rumah sakit. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa pasien
yang datang ke rumah sakit selain membawa beban kesakitan fisik
maupun psikis, juga membawa beban kesakitan sosial. Keamanan dan
kenyamanan ini terkait dengan bagaimana fasilitas yang terdapat di rumah
sakit tersebut perlu diperhatikan. Peralatan yang ada harus memenuhi
standar, ruang tunggu yang nyaman, pelayanan yang yang sesuai dengan
standar, dan penampilan baik tenaga medis, paramedis, maupun non
paramedis yang simpatik.
4. Bagaimana rumah sakit itu memberikan keterbukaan informasi kepada
pasien. Baik informasi mengenai instrumen pelayanan yang ada di rumah
sakit tersebut, maupun mengenai hal-hal yang terkait dengan pelayanan
per individual.
5. Aspek praktis adalah masalah kuantitas.
Untuk menilai pelayanan yang diberikan sudah berkualitas atau belum,
seringkali ditinjau dari jumlah kunjungan, penggunaan peralatan modern,
respons pasien, frekuensi keluhan tentang pelayanan, dan pendapatan
rumah sakit. Penilaian kuantitatif memiliki andil dalam menentukan apakah
rumah sakit tersebut telah melaksanakan pelayanan yang berkualitas dan
prima.
Salah satu strategi yang paling tepat untuk mengimbangi hal tersebut adalah
melalui pendekatan mutu pelayanan yang harus dilaksanakan secara
terpadu, berkelanjutan dan menyeluruh sehingga stake holder maupun
masyarakat yang membutuhkan terpenuhi harapannya.
Tentunya hal ini penting mengingat semakin menjamurnya rumah sakit di
Indonesia serta semakin tingginya tuntutan masyarakat akan fasilitas
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, mau tidak mau membuat Rumah
Sakit harus berupaya survive di tengah persaingan yang semakin ketat
sekaligus memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Hal ini selaras dengan VISI
Rumah Sakit Bunda Palembang, yakni “menjadikan Rumah Sakit Bunda
PALEMBANG sebagai rumah sakit yang tumbuh sehat dan terkemuka di
wilayah cakupannya dengan unggulan pelayanan kesehatan ibu dan anak
dan mampu bersaing di era globalisasi”.
Serta sesuai dengan Misi dan Motto Rumah Sakit Bunda Palembang, yakni :
MISI
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan bermutu
2. Meningkatkan kualitas pengembangan SDM yang professional
3. Meningkatkan dan mengembangkan kualitas saranan dan prasarana
rumah sakit

MOTTO
“Kepuasan anda adalah kebanggaan kami”.
BAB II
LATAR BELAKANG

Rumah sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam
kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat
kompleks, terdapat ratusan macam obat, ratusan test, ratusan prosedur,
banyak terdapat alat dan teknologi. Bermacam profesi dan non profesi yang
memberikan pelayanan pasien selama 24 jam secara terus-menerus, dimana
keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan
baik dapat terjadi Kejadian Tidak Diharapkan KTD/Adverse evenst (Depkes,
2015)

Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan isu global dan nasional bagi
rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar
dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu WHO
(2004). Keselamatan pasien di rumah sakit kemudian menjadi isu penting
karena banyaknya kasus medical error yang terjadi di berbagai negara. Setiap
tahun di Amerika hampir 100.000 pasien yang dirawat di rumah sakit
meninggal akibat medical error, selain itu penelitian juga membuktikan bahwa
kematian akibat cidera medis 50% diantaranya sebenarnya dapat dicegah.
Institut of Mediciene (IOM) Amerika Serikat tahun (2000) menerbitkan laporan
“To Err is Human”, Building to Safer Health System”. Laporan ini
mengemukakan penelitian di Utah, Colorado serta New York. Di rumah sakit
Utah dan Colorado ditemukan Adverse Events (AEs) atau Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) sebesar 2,9% dimana 6,6% diantaranya meninggal.
Sedangkan di New York ditemukan 3,7% KTD dengan angka kematian
13,6%. Lebih lanjut, angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di
Amerika Serikat berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 jiwa sampai
98.000 jiwa per tahun. Angka kematian akibat AEs di Amerika tersebut jauh
melebihi angka kematian karena kecelakaan motor (43.458 orang), kanker
payudara (42.297 orang) dan AIDS (16.516 orang). Selain itu publikasi WHO
tahun 2004 menyatakan KTD dengan rentang 3,2% - 16,6% pada rumah sakit
di berbagai Negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark dan Australia.

Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World


Alliance for Patient Safety , program bersama dengan berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. Sejak berlakunya UU No.
8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen dan UU No. 29 tentang Praktik Kedokteran,
munculah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter dan Rumah Sakit. Rumah
sakit dan profesi medis kini jadi tudingan bila terjadi kasus dugaan malpraktik.
Hasil survei yang dilakukan PERSI pada 381 rumah sakit di Indonesia
menunjukkan, 80 persen rumah sakit tidak memiliki sistem pelaporan
kecelakaan dan 87 persen belum memiliki program keselamatan pasien.
Dalam kurun 1999 - 2004, tercatat 126 gugatan karena penderita/keluarga
tidak puas dengan pelayanan kesehatan yang diterima, terutama yang
mengakibatkan komplikasi penyakit, kecacatan, dan kematian.

Untuk dapat menangkal semua hal yang tidak diinginkan, maka diperlukan
suatu sistem yang mengatur tentang keselamatan pasien di rumah sakit.
Sistem keselamatan Pasien Rumah Sakit di Indonesia salah satunya dimulai
dengan dikeluarkan Keputusan Menteri Nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah
untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari
medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini
diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang
berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stake holder rumah
sakit untuk lebih memperhatikan keselamatan pasien di rumah sakit.
Sehingga PERSI mengambil inisiatif membentuk KKPRS Tahun 2005.

Namun hal ini tetap dirasa belum dapat menurunkan angka insiden
keselamatan pasien sesuai dengan yang diharapkan, hal ini dilihat dari
Laporan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) di Indonesia
pada bulan Januari-April 2011, menemukan bahwa adanya pelaporan kasus
KTD (14,41%) dan Kejadian Nyaris Cidera (KNC) sebesar (18,53%) yang
disebabkan karena proses atau prosedur klinik (9,26%), medikasi (9,26%) dan
pasien jatuh (5,15%). Di Indonesia, tingkat KTD dalam laporan insiden
keselamatan pasien sejak September 2006 hingga April 2011 kejadian KTD
sebanyak 457. Sehingga Pada Tahun 2012 untuk melaksanakan ketentuan
pada pasal 43 UU Nomor 44/2009 tentang RS dan ketentuan Pasal 3
Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, Menteri Kesehatan membentuk KKPRS dengan SK Menkes RI No. 251
Tahun 2012.
KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien bagi staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit. Ketentuan
ini kemudian disempurnakan kembali dengan diterbitkannya PNKP-RS pada
Tahun 2015 dan Permenkes RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit yang merupakan revisi Permenkes 1691 tahun 2011
yang berisikan pedoman penerapan keselamatan pasien di rumah sakit. Di
dalamnya dinyatakan bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja
di rumah sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada Kebijakan
Nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Maka berdasarkan pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa


Patient Safety (keselamatan pasien) belum sepenuhnya menjadi budaya yang
harus diperhatikan oleh rumah sakit di Indonesia, padahal di dalam Undang -
Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 sudah dengan jelas dinyatakan
bahwa rumah sakit saat ini harus mengutamakan keselamatan pasien di atas
kepentingan yang lain sehingga sudah seharusnya rumah sakit berkewajiban
menerapkan budaya keselamatan pasien. Hal tersebut dikarenakan budaya
mengandung dua komponen yaitu nilai dan keyakinan, dimana nilai mengacu
pada sesuatu yang diyakini oleh anggota organisasi untuk mengetahui apa
yang benar dan apa yang salah, sedangkan keyakinan mengacu pada sikap
tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam organisasi. Dengan
adanya nilai dan keyakinan yang berkaitan dengan keselamatan pasien yang
ditanamkan pada setiap anggota organisasi, maka setiap anggota akan
mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dalam penerapan keselamatan
pasien. Dengan demikian, perilaku tersebut pada akhirnya menjadi suatu
budaya yang tertanam dalam setiap anggota organisasi berupa perilaku
budaya keselamatan pasien.

Budaya keselamatan pasien membantu organisasi mengembangkan clinical


governance, organisasi dapat lebih menyadari kesalahan yang telah terjadi,
menganalisis dan mencegah bahaya atau kesalahan yang akan terjadi,
mengurangi komplikasi pasien, kesalahan berulang serta sumber daya yang
diperlukan untuk mengatasi keluhan dan tuntutan. Tidak ada lagi alasan bagi
setiap rumah sakit untuk tidak menerapkan budaya keselamatan pasien
karena bukan hanya kerugian secara materi yang didapat tetapi juga
ancaman terhadap hilangnya nyawa pasien.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam PNKP-RS Tahun 2015 bahwa tujuan
dari dibentuknya sistem keselamatan pasien yakni untuk :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya angka insiden keselamatan pasien di rumah sakit.
4. Terlaksananya program - program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
BAB III
TUJUAN

A. TUJUAN UMUM
Meningkatkan pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien melalui
upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit secara efektif dan efisien
agar tercapai derajat kesehatan yang optimal, sehingga tercapainya
kepuasan, harapan dan kebutuhan pasien terhadap pelayanan Rumah
Sakit Hermina Palembang

B. TUJUAN KHUSUS
1. Terlaksananya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit secara
berkelanjutan dan berkesinambungan melalui pengurangan risiko
keselamatan pasien.
2. Terselenggaranya pelayanan sesuai dengan pedoman praktek terkini,
standar pelayanan klinis, standar profesi yang dilakukan secara
konsisten sehingga berfungsi mengendalikan mutu dan biaya.
3. Tercapainya profesionalisme dalam mutu pelayanan.
4. Tersusunnya sistem monitoring dan evaluasi pelayanan rumah sakit
melalui indikator mutu area klinis, indikator mutu area manajemen dan
indikator sasaran keselamatan pasien.
5. Tercapainya Indiktor Mutu Unit Kerja dan Indikator Mutu Rumah Sakit
Hermina Palembang.
6. Tercapainya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit Hermina
Palembang.
7. Tercapainya Target Kinerja RS dan Target Program PMKP Rumah
Sakit Bunda Palembang di Tahun 2018, sehingga RS Hermina
Palembang dapat terus tumbuh, sehat dan berumur panjang (businees
yang sehat)
BAB IV
PENGERTIAN

A. KESELAMATAN PASIEN
1. Definisi Keselamatan Pasien
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(Permenkes RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien).
Tujuan dari sistem keselamatan pasien rumah sakit, adalah :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat.
3. Menurunnya angka insiden keselamatan pasien di rumah sakit.
4. Terlaksananya program - program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

2. Program Keselamatan Pasien


Penyelenggaraan keselamatan pasien sebagaimana tertuang
dalam Permenkes RI Nomor 11 Tahun 2017 pasal 5 ayat (2)
dilakukan melalui pembentukan sistem pelayanan yang
menerapkan :
a. Standar Keselamatan Pasien.
b. Sasaran Keselamatan Pasien.
c. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien.

3. Standar Keselamatan Pasien


Standar keselamatan pasien rumah sakit di Indonesia disusun
mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commission on Accreditation of Health
Oranization, Illinois, USA tahun 2002 yang disesuaikan dengan
situasi dan kondisi perumahsakitan di
Indonesia. Standar keselamatan pasien wajib diterapkan di rumah
sakit dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan instrument
akreditasi rumah sakit.
Dalam Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(2015), disebutkan bahwa terdapat 7 Standar Keselamatan Pasien,
yang terdiri dari yaitu :
a. Standar I : Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
b. Standar II : Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
c. Standar III : Keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan
dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
d. Standar IV : Penggunaan metode - metode penangkatan kinerja
untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien Rumah sakit harus mendesain proses baru
atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisa
secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan
pasien.
e. Standar V : Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien
1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi
melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan
atau mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan.
3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit
serta meningkatkan keselamatan pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya
dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan
pasien.
f. Standar VI : Mendidik staf tentang keselamatan pasien
1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan
jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara
kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin
dalam pelayanan pasien.
g. Standar VII : Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk
mencapai keselamatan pasien
1) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang
hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedianya mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
(Depkes, 2015).

4. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit


Sasaran Keselamatan Pasien RS merupakan syarat mutlak yang
wajib diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran mengacu
pada Nine Life - Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient
Safety (2007) dan dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong
perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran lebih
menyoroti bagian - bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus
berbasis bukti
dan keahlian atas permasalahan tersebut. Berikut Enam Sasaran
Keselamatan Pasien (Depkes, 2015) :
1) Sasaran Keselamatan Pasien 1 : Ketepatan identifikasi pasien
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
memperbaiki /
meningkatkan ketelitian indentifikasi pasien.
2) Sasaran Keselamatan Pasien 2 : Peningkatan komunikasi yang
efektif Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi
pelayanan.
3) Sasaran Keselamatan Pasien 3 : Peningkatan keamanan obat
yang perlu diwaspadai
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat – obatan yang perlu diwaspadai (high alert).
4) Sasaran Keselamatan Pasien 4: Kepastian tepat-lokasi, tepat-
prosedur, tepat-pasien operasi
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memastikan
tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi.
5) Sasaran Keselamatan Pasien 5: Pengurangan risiko infeksi
terkait pelayanan pasien
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi
risiko infeksi yang terkait pelayanan pasien.
6) Sasaran Keselamatan Pasien 6 : Pengurangan risiko pasien
jatuh Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
mengurangi risiko pasien dari cidera karena jatuh.
(Depkes, 2015).

5. Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit


Dalam menerapkan standar keselamatan pasien maka rumah sakit
harus melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (Depkes, 2015) sebagai berikut:
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka
dan adil.
2) Pimpin dan dukung staf rs
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang
penerapan
program keselamatan pasien di rumah sakit anda.
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta
lakukan
identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
4) Kembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf anda agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS).
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara - cara komunikasi yang terbuka dengan
pasien.
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
Dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

B. INSIDEN KESELAMATAN PASIEN


1. Definisi Insiden Keselamatan Pasien
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi
yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm
(penyakit, cidera, cacat, kematian, dan lain – lain) yang tidak
seharusnya terjadi (Depkes, 2015).

2. Jenis Insiden
Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi :
a) Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, namun belum terjadi
insiden.
b) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah terjadinya insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien.
Suatu Insiden yang tidak menyebabkan cedera pada pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dapat
terjadi karena “keberuntungan” (misal pasien terima suatu obat
kontra indikasi tetap itidak timbul reaksi obat), karena
“pencegahan” (suatu obat
dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau
“peringanan” (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya)
Kejadian yang tergolong KNC dan harus dilaporkan adalah:
1) Kesalahan pemberian obat
2) Kesalahan expertise kesalahan laboratorium
c) Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar
ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
Kejadian KTC harus dilaporkan adalah semua kejadian yang
terjadi di rumah sakit.
d) Kejadian Tidak diharapkan (KTD) adalah insiden yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak
(omission) bukan karena underlying disease atau kondisi pasien
Analisis kejadian tidak diharapkan dilakukan terhadap hal – hal
berikut:
1) Semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi, jika
terjadi sesuai definisi yang ditetapkan rumah sakit
2) Semua kejadian serius akibat efek samping obat (adverse
drug event), jika terjadi sesuai definisi yang ditetapkan
rumah sakit
3) Semua kesalahan pengobatan (medication error) yang
signifikan, jika terjadi sesuai dengan definisi rumah sakit
4) Semua perbedaan besar (discrepancy) antara diagnosa
pra operasi dan diagnosis paska operasi
5) Efek samping atau pola efek samping selama sedasi
moderat atau mendalam dan pemakaian anastesi.
6) Kejadian lain, seperti infeksi yang berkaitan dengan
pelayanan kesehatan atau wabah penyakit menular
e) Kejadian sentinel adalah merupakan suatu kejadian tidak
diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kematian, cidera
permanen, atau cidera berat yang temporer dan membutuhkan
intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun
psikis yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau
keadaan pasien
Kejadian sentinel meliputi :
1) Kematian tidak terduga termasuk, dan tidak terbatas hanya :
n Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit pasien atau kondisi pasien (contoh : kematian
setelah infeksi pascaoperasi atau emboli paru – paru)
n Kematian bayi aterm
n Bunuh diri
2) Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait dengan
penyakit pasien atau kondisi pasien
3) Operasi salah tempat, salah prosedur, salah pasien
4) Terjangkitnya penyakit kronik atau penyakit fatal akibat
transfusi darah atau produk darah
5) Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi
yang dikirim ke rumah bukan rumah orang tuanya
6) Perkosaan, kekejaman di tempat kerja, seperti penyerangan
(berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara
permanen), atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien,
anggota staf, dokter, siswa latihan, serta pengunjung atau
vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan rumah
sakit
Penting untuk diperhatikan bahwa istilah kejadian sentinel tidak
selalu mengarah kepada kekeliruan (error) dan kesalahan
(mistake) maupun memberi kesan pertanggungjawaban legal
(liability) tertentu.

3. Penanganan Insiden
Setiap fasilitas kesehatan harus melakukan penanganan insiden
keselamatan pasien yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien. Penanganan
insiden di fasilitas kesehatan dilakukan melalui pembentukan Tim
Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan kesehatan sebagai pelaksana kegiatan
penanganan insiden
Dalam melakukan penanganan insiden dilakukan kegiatan berupa
pelaporan, verifikasi, investigasi, dan analisa penyebab insiden
tanpa
menyalahkan, menghukum dan mempermalukan seseorang
(PERMENKES Nomor 11 Tahun 2017).
a. Pelaporan Insiden keselamatan Pasien
Pelaporan Insiden keselamatan Pasien yang selanjutnya disebut
dengan pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk
mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien,
analisis dan solusi untuk pembelajaran.
Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di
dalam rumah sakit untuk peduli akan bahaya / potensi bahaya
yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting
digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya error
sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi
selanjutnya. Pelaporan insiden penting karena pelaporan akan
menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian
yang sama terulang kembali. Hal ini dapat dimulai dengan
menetapkan sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi :
a) regulasi,
b) alur pelaporan,
c) formulir pelaporan
d) prosedur pelaporan insiden
e) Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah
terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
f) siapa saja yang membuat laporan
g) batas waktu pelaporan

Laporan insiden dibuat oleh siapa saja atau semua staf rumah
sakit yang pertama menemukan kejadian dan semua staf yang
terlibat dalam kejadian. Untuk dapat membuat laporan
insiden,maka karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem
pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan manfaat
laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan
insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang
digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa
laporan.
Rumah sakit juga mengintergariskan pelaporan kejadian dan
pengukuran mtu agar solusi serta perbaikan dapat dilakukan
terintegrasi.

b. Alur Pelaporan Insiden


1) Alur Pelaporan Insiden Ke Tim/ Komite Keselamatan Pasien
di
RS (Internal) :
a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/ KTD) di rumah sakit,
wajib segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk
mengurangi dampak / akibat yang tidak diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya
dengan mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam
kerja / shift kepada atasan langsung (paling lambat 2 x
24 jam)
c. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan
kepada atasan langsung pelapor (atasan
langsung/pimpinan unit kerja)
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan
melakukan grading risiko terhadap insiden yang
dilaporkan.
e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan
analisa yang akan dilakukan sebagai berikut :
Grade Biru : Investigasi sederhana oleh atasan
langsung, waktu maksimal 1
minggu

Grade Hijau : Investigasi sederhana oleh atasan


langsung, waktu maksimal 1
minggu

Grade Kuning : Investigasi komprehensif / RCA oleh


Tim KP di RS, waktu maksimal
45 hari

Grade Merah : Investigasi komprehensif / RCA


oleh Tim KP di RS, waktu
maksimal 45 hari
f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana,
laporan hasil investigasi dan laporan insiden dilaporkan
Tim Keselamatan Pasien di RS.
g. Tim KPRS akan menganalisa kembali hasil investigasi
dan laporan insiden untuk menentukan apakah perlu
dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan
regrading.
h. Untuk Grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan
melakukan analisis akar masalah / Root Cause Analysis
(RCA)
i. Setelah melakukan RCA, Tim/ Komite Keselamatan
Pasien di
RS akan membuat laporan dan rekomendasi untuk
perbaikan serta “pembelajaran” berupa : petunjuk /”safety
alert” untuk mencegah kejadian yang sama terulang
kembali.
j. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan
kepada Direksi.
k. Rekomendasi untuk “perbaikan dan pembelajaran”
diberikan umpan balik kepada unit kerja terkait serta
sosialisasi kepada seluruh unit di rumah sakit.
l. Unit Kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan
kerjanya masing- masing.
m. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Tim KPRS.
Pelaporan insiden keselamatan pasien dilaporkan kepada
representasi pemilik/ pemilik minimal setiap 6 bulan sekali,
dan bila ada kejadian sentinel dilaporkan langsung setiap
kejadian dan dilaporkan kembali setelah dilakukan RCA
maksimal 45 hari dari kejadian.

2) Alur Pelaporan Insiden ke Komite Kelamatan Pasien Rumah


Sakit (Eksternal) :
Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah /
RCA yang terjadi pada pasien dan telah mendapatkan
rekomendasi dan solusi oleh Tim Kelamatan Pasien di RS
(Internal) / Pimpinan RS dilaporkan dengan cara melakukan
entry data (e-reporting) dikirim ke KNKP melalui website
www.buk.depkes.go.id dengan menggunakan user name
dan password untuk menjamin kerahasian sumber informasi
(Depkes, 2015).
c. Metode Analisis Akar Masalah
Metode analisis akar masalah menyasar untuk mengidentifikasi
akar masalahnya (tidak hanya sekedar simptom) dan
memperbaikinya, jadi masalah akan dipersiapkan secara
menyeluruh dan tidak akan terjadi lagi.
Ada Beberapa Metode Analisis Akar Masalah, antara lain :
1) Analisis 5-Whys atau Why-why
Dengan bertanya 'kenapa? ' berulang kali, maka dapat
mengupas lapisan di atas lapisan masalah untuk mencapai
garis bawah (dan temukan akar penyebabnya). Dengan
mengidentifikasi penyebab masalah secepat mungkin, kita
dapat menangani penyebab sebenarnya dari masalah,
bukan hanya sekedar simptom.
Teknik 5 Whys ini sangat baik untuk digunakan
menyelesaikan masalah-masalah sederhana sampai
masalah dengan tingkat kerumitan yang medium.
Sedangkan untuk masalah-masalah yang lebih kritis atau
kompleks, sumber penyebabnya dapat terdiri dari beberapa
dapat menggunakan Ishikawa Diagram atau Fish Bone
Diagram.
2) Fishbone Diagram
Fishbone diagram akan mengidentifikasi berbagai sebab
potensial dari satu efek atau masalah, dan menganalisis
masalah tersebut melalui sesi brainstorming. Masalah akan
dipecah menjadi sejumlah kategori yang berkaitan,
mencakup manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan,
dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai sebab-sebab
yang perlu diuraikan melalui sesi brainstorming.
Berikut 6 sumber penyebab timbulnya masalah di suatu
perusahaan / rumah sakit :
· Man (Tenaga Kerja) : hal ini berkaitan dengan
kekurangan pengetahuan dan keterampilan dari sumber
daya manusia
· Mesin/peralatan : tidak adanya sistem perawatan
preventif terhadap mesin, kesesuaian mesin dengan
spesifikasi, mesin tidak dikalibrasi, dan beberapa hal
lainnya
· Metode Kerja : berkaitan dengan prosedur dan metode
kerja yang tidak benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak
transaparan, tidak cocok, dan lain sebagainya
· Material : ketiadaan spesifikasi kualitas bahan baku yang
digunakan
· Tempat&Lingkungan Kerja : tidak memerhatikan
kebersihan, lingkungan kerja tidak kondusif, kurangnya
lampu penerangan, ventilasi yang buruk, bising, dan lain
sebagainya
· Motivasi : sikap kerja yang benar dan professional, misal
sulit bekerja sama

3) RCA
a. Definisi RCA
Analisa akar masalah (Root Cause Analysis / RCA)
adalah sebuah alat kerja yang sangat berguna untuk
mencari akar masalah dari suatu insiden yang telah
terjadi.
Root Cause Analysis (RCA) adalah sebuah pendekatan
terstruktur untuk mengidentifikasi berbagai faktor
diantaranya alam, situasi dan kondisi, lokasi, manusia,
waktu terjadinya masalah dari kejadian-kejadian di masa
lalu untuk mengidentifikasi penyebab masalah yang bisa
diperbaiki untuk mencegah masalah yang sama terjadi
kembali. RCA juga berguna untuk mengidentifikasi
pelajaran yang dapat dipetik untuk mencegah kerugian
kembali terjadi dalam proses.

b. Prinsip Pelaksanaan RCA


n Focus pada problem solving
n Focus pada systems & process, bukan pada individu
n Fair, teliti dan effisien

c. Penggunaan RCA
RCA digunakan jika :
n Bila ada kejadian sentinel
n Bila hasil matrix grading, band risiko -nya berwarna
merah
4) Failure Mode & Effect Analysis (FMEA) dan Hospital
Failure Mode & Effect Analysis HFMEA
n Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah
pendekatan sistematik yang menerapkan suatu metode
pentabelan untuk membantu proses pemikiran yang
digunakan oleh engineers untuk mengidentifikasi mode
kegagalan potensial dan efeknya. FMEA merupakan
teknik evaluasi tingkat keandalan dari sebuah sistem
untuk menentukan efek dari kegagalan dari sistem
tersebut. Kegagalan digolongkan berdasarkan dampak
yang diberikan
n FMEA atau Failure Mode and Effect Analysis adalah salah
satu tool lean yang merupakan metode sistematik untuk
mengidentifikasi dan mencegah terjadinya masalah dalam
aktifitas (produksi atau pelayanan).
n HFMEA, merupakan program penilaian yang berfungsi
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki langkah -
langkah dalam proses di rumah sakit yang akan
menunjang keselamatan dan kepuasan pasien secara
klinis.
n HFMEA, merupakan Pendekatan sistematis untuk
mengidentifikasi dan mencegah masalah dalam produk
dan proses pelayanan pasien / pengobatan sebelum
terjadi.

C. BUDAYA KESELAMATAN PASIEN


1. Pengertian
Budaya keselamatan pasien terfokus pada nilai, kepercadan
asumsi staf
terhadap iklim organisasi (pelayanan kesehatan) dalam
peningkatan
program keselamatan pasien (The Health Foundation, 2013).

Budaya keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap,


persepsi, kompetensi, dan pola perilaku dari individu dan kelompok
dalam sebuah organisasi (pelayanan kesehatan) yang menentukan
komitmen, gaya dan kemahiran dalam manajemen keselamatan
pasien. Organisasi (pelayanan kesehatan) yang memiliki budaya
keselamatan pasien yang cenderung
positif dapat dilihat dari komunikasi saling percaya (mutual trust)
antar komponen, dengan persepsi yang sama tentang pentingnya
keselamatan, dan dengan keyakinan akan besarnya manfaat
tindakan pencegahan (Agency for Healthcare Research and
Quality, 2004)

Budaya keselamatan di rumah sakit adalah sebuah lingkungan


yang kolaboratif karena staf klinis memperlakukan satu sama lain
secara hormat dengan melibatkan serta memberdayakan pasien
dan keluarga. Pimpinan mendorong staf klinis pemberi asuhan
bekerja sama dalam asuhan berfokus pada pasien (KARS, 2017)

Menurut Bird (2005) dalam Hamdani (2007)9 manfaat budaya


keselamatan pasien antara lain:
1. Organisasi lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi atau
jika kesalahan telah terjadi.
2. Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari
kesalahan yang terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian
sama yang berulang kembali dan keparahan dari keselamatan
pasien.
3. Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk
mencegah error
dan melaporkan jika ada kesalahan.
4. Berkurangnya perawat yang merasa tertekan, bersalah, malu
karena kesalahan yang telah diperbuat.
5. Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang mengalami
insiden umumnya akan mengalami perpanjangan hari perawatan
dan pengobatan yang diberikan lebih dari pengobatan yang
seharusnya diterima pasien.
6. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan
penambahan terapi.
7. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan dalam menangani
keluhan pasien.

2. Komponen Budaya Keselamatan


Menurut Reason (1997) terdapat 4 komponen pembentuk budaya
keselamatan,
yaitu:
1. Informed culture
Budaya dimana pihak yang mengatur dan mengoperasikan sistem
memiliki pengetahuan terkini tentang faktor-faktor yang
menjelaskan keselamatan dalam suatu sistem.
2. Reporting culture
Budaya dimana anggota di dalamnya siap untuk melaporkan
kesalahan atau near miss. Pada budaya ini organisasi dapat
belajar dari pengalaman sebelumnya. Konsekuensinya makin baik
reporting culture maka laporan kejadian akan semakin meningkat.
3. Just culture
Budaya membawa atmofer trust sehingga anggota bersedia dan
memiliki motivasi untuk memberikan data dan informasi serta
sensitif terhadap perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat
diterima. Termasuk di dalamnya lingkungan non punitive (no
blame culture) bila staf melakukan kesalahan. Penting bagi setiap
level di organisasi untuk bersikap jujur dan terbuka.
4. Learning culture
Budaya dimana setiap anggota mampu dan bersedia untuk
menggali pengetahuan dari pengalaman dan data yang diperoleh
serta kesediaan untuk mengimplementasikan perubahan dan
perbaikan yang berkesinambungan (continous improvement).
Learning culture merupakan budaya belajar dari insiden dan near
miss.
Pada tahun 2004 Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ)
suatu komite untuk kualitas kesehatan di Amerika meluncurkan Hospital
Survey on Patient Safety Culture (HSPSC) merupakan sebuah survei bagi
seluruh staf rumah sakit yang didesain untuk membantu rumah sakit menilai
budaya keselamatan pasien di institusinya. Sejak saat itu 100 rumah sakit
di Amerika telah mengimplementasi survei ini (AHRQ, 2004). Survei
Hospital Survey On Patient Safety Culture mengukur budaya keselamatan
pasien dari segi perspektif staf rumah sakit. Survei ini dapat mengukur
budaya keselamatan pasien untuk seluruh staf rumah sakit dari
housekeeping, bagian keamanan, sampai perawat dan dokter.
3. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien
AHRQ menilai budaya keselamatan pasien dengan melakukan
pengukuran
pada 12 dimensi budaya keselamatan pasien, yakni :
1. Harapan dan tindakan manajer dalam mempromosikan
keselamatan pasien
Tindakan supervisor/manajer dalam mempromosikan
keselamatan pasien meliputi memberikan penghargaan kepada
staf, mendengarkan saran dari staf dan tindakan manajer dalam
menghadapi masalah keselamatan pasien. Dimensi ini
menunjukan sejauh mana pihak pimpinan rumah sakit
mempromosikan serta mendukung tindakan keselamatan
pasien.
2. Kerja sama dalam satu unit
Kekompakkan dalam unit saling mendukung, bekerja sama,
saling menghormati, dan saling tolong-menolong.Kerjasama tim
merupakan suatu kelompok kecil orang dengan keterampilan
yang saling melengkapi yang berkomitmen pada tujuan
bersama, sasaran-sasaran kinerja dan pendekatan yang
mereka jadikan tanggung jawab bersama. Dimensi ini
menunjukan sejauhmana anggota suatu divisi rumah sakit
kompak dan bekerjasama dalam satu tim.
3. Pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan
Pegawai rumah sakit bersedia melakukan pembelajaran dan
melakukan perbaikan terhadap peningkatan upaya keselamatan
pasien. Dimensi ini menunjukan sejauhmana anggota di rumah
sakit mau dan bersedia belajar secara terus menerus demi
peningkatan kinerja melalui peniadaan insiden keselamatan
pasien.
4. Keterbukaan dalam komunikasi
Pegawai bebas menyampaikan pendapat bila melihat hal yang
dapat secara negatif mempengaruhi pasien dan bebas bertanya
kepada orang yang jabatanya lebih tinggi. Dimensi ini
menunjukan sejauhmana keterbukaan antar anggota dan
pimpinan.
5. Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan
Pegawai diberitahu tentang kesalahan yang telah terjadi,
diberikan
unpan balik tentang perubahan yang telah dilakukan, dan ada
diskusi
mengenai cara mencegah kesalahan. Dimensi ini menunjukan
sejauhmana umpan balik diberikan oleh para pimpinan.
6. Respon tidak menghukum terhadap kesalahan
Pegawai merasa tidak dipojokkan oleh kesalahan yang mereka
lakukan. Dimensi ini menunjukan sejauhmana pengakuan akan
suatu kesalahan tidak ditanggapi dengan hukuman.
7. Staffing
Rumah sakit menyediakan staf yang sesuai (kualitas dan kuantitas)
dengan kebutuhan rumah sakit. Dimensi ini menunjukan
sejauhmana ketersediaan SDM yang kompeten dan
pengelolaannya dilakukan secara efektif.
8. Dukungan menejemen terhadap keselamatan pasien
Manajemen membuat suasana kerja yang mendukung keselamatan
pasien dan menunjukan bahwa keselamatan pasien adalah
prioritas utama. Dimensi ini menunjukan sejauhmana manajemen
memberikan dukungan terhadap penciptaan budaya keselamatan.
9. Kerja sama antar unit
Unit - unit yang ada bekerja sama dan saling berkoordinasi dalam
memberikan pelayanan terbaik kepada pasien. Dimensi ini
menunjukan sejauhmana kekompakan dan kerjasama antar unit
atau bagian.
10. Handoffs dan transisi
Pergantian shift dan perpindahan pasien berjalan lancar. Informasi
penting tentang perawatan pasien disampaikan ketika ada
penggantian shift dan perpindahan unit. Dimensi ini menunjukan
sejauhmana kelancaran pergantian shift kerja.
11. Persepsi keseluruhan terhadap keselamatan pasien
Pengetahuan dan pemahaman petugas tentang keselamatan
pasien yang
berlaku di rumah sakit (sistem dan prosedur yang diterapkan).
Dimensi ini menunjukan sejauhmana petugas memahami
tentang
keselamatan pasien yang diterapkan di rumah sakit.
12. Frekuensi pelaporan kejadian
Tingkat keseringan petugas dalam melaporkan kejadian kesalahan,
potensi membahayakan bagi pasien, dan kejadian kesalahan yang
dapat membahayakan pasien.
Berikut tipe-tipe kesalahan yang dilaporkan:
a. Kesalahan yang ditemukan dan diperbaiki sebelum
mempengaruhi pasien
b. Kesalahan yang tidak berpontensi merugikan pasien
c. Kesalahan dimana pasien tidak dirugikan walaupun
seharusnya memiliki potensi untuk merugikan pasien

4. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Budaya Keselamatan


Pasien
Menurut Geller dalam Chooper (2000), tentang Total Safety
Culture, menyebutkan bahwa ada tiga kelompok faktor yang dapat
mempengaruhi budaya keselamatan pasien, yaitu sebagai berikut ::

a. Faktor personal yaitu cenderung dari orang/ manusia yang


bekerja dalam suatu organisasi rumah sakit. Faktor personal ini
terdiri dari:
1) Pengetahuan
2) Sikap
3) Motivasi
4) Kompetensi
5) Kepribadian

b. Faktor perilaku organisasi yaitu kondisi lingkungan kerja yang


diukur dari segi organisasi pelayanan kesehatan secara umum.
Faktor perilaku organisasi yaitu:
1) Kepemimpinan
2) Kewaspadaan Situasi
3) Komunikasi
4) Kerja Tim
5) Stress
6) Kelelahan
7) Kepemimpinan Tim
8) Pengambilan Keputusan
c. Faktor lingkungan merupakan pendukung proses pelayanan
dalam organisasi kesehatan, yang terdiri dari:
1) Perlengkapan
2) Peralatan
3) Mesin
4) Kebersihan
5) Teknik
6) Standar Prosedur Operasional

5. Survei/Pengukuran Budaya Keselamatan


Survei budaya keselamatan berguna untuk mengukur kondisi
organisasi yang dapat mengurangi KTD dan kecelakaan dirumah
sakit. Survey yang digunakan di RS menggunakan Intrumen berupa
kuesioner HSPSC dari AHRQ yang dapat digunakan :

1. Meningkatkan kesadaran staf rumah sakit mengenai keselamatan


2. Mendiagnosa dan menilai keadaan budaya keselamatan saat itu
3. Mengidentifikasi kekuatan/kelebihan suatu area/unit untuk
pengembangan program keselamatan
4. Menguji perubahan trend budaya keselamatan sepanjang waktu
5. Mengevaluasi dampak budaya dari inisiatif dan intervensi
keselamatan
6. Mengadakan perbandingan baik internal maupun eksternal

6. Manfaat Penilaian Budaya Keselamatan


Adapun manfaat dari penilaian budaya keselamatan dirumah sakit
menurut Nieva (2003) dalam Hamdani (2007) adalah:
1) Mendiagnosis dan meningkatkan kepedulian terhadap
keselamatan pasien.
Penilaian budaya keselamatan pasien dapat digunakan untuk
mengidentifikasi area - area di rumah sakit yang perlu
perbaikan. Selain itu dengan menilai budaya keselamatan akan
meningkatkan kepedulian sehingga memudahkan promosi dan
program promosi keselamatan pasien.
2) Evaluasi program dan melihat perubahan budaya keselamatan
secara periodik.
Hasil penilaian yang baik dapat dipakai sebagai bukti keefektifan
program keselamatan ataupun intervensi yang dilakukan
(edukasi staf, kebijakan, dan prosedur lain - lain).
3) Melakukan benchmarking baik internal maupun eksternal
Penilaian budaya keselamatan ini bisa dipakai untuk menilai area
/ departemen dalam rumah sakit sehingga bisa dilihat perbedaan
dari setiap unit yang ada. Perbandingan eksternal dengan
organisasi lain dimungkinkan bila instrumen dan metode yang
dipakai sama, sehingga bisa dilihat perbedaan satu rumah sakit
dengan rumah sakit lainnya.
4) Sebagai pemenuhan standar dan peraturan yang berlaku.

C. RISK MANAJEMEN
1. Pengertian Risiko
n Risiko adalah peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang
dapat berpengaruh negatif terhadap perusahaan. Pengaruhnya
dapat berdampak terhadap kondisi sumber daya (human and
capital), produk dan jasa, atau Pelanggan, dan dapat juga
berdampak eksternal terhadap masyarakat, pasar atau lingkungan.
n Risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai
dampak pada pencapaian tujuan (AS/NZS 4360:2004).
n Risiko adalah efek dari ketidakpastian tujuan (ISO 31000:2009).

2. Jenis dan Kategori Risiko di Rumah Sakit


1) Jenis Risiko di Rumah Sakit:
a. Risiko klinis adalah semua issue yang dapat berdampak
terhadap pencapaian pelayanan pasien yang bermutu tinggi,
aman dan efektif.
b. Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang
dapat berdampak terhadap tercapainya tugas pokok dan
kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi.
2) Kategori yang risiko yang dapat berdampak pada rumah sakit,
antara lain :
a. Strategis (terkait dengan tujuan organisasi)
Risiko Srategis adalah sebuah risiko dimana strategi
rumah sakit menjadi kurang efektif dan rumah sakit
berusaha keras untuk mencapai goal sebagai sebuah
hasil. Itu dapat disebabkan karena perubahan teknologi,
pesaing kuat baru yang memasuki pasar, perubahan
dalam permintaan pelanggan, peningkatan harga bahan
baku, atau perubahan skala besar lainnya. Kegagalan untuk
mengadaptasi sebuah risiko strategik membawa kepada
kebangkrutan.

b. Operasional (rencana pengembangan untuk mencapai tujuan


organisasi)
- Risiko operasional mengacu pada sebuah kegagalan yang
tidak diharapkan dalam operasi harian rumah sakit. Itu
dapat saja berupa kegagalan teknis, seperti server yang
sudah usang, atau itu dapat juga disebabkan oleh orang
atau proses bisnis internal. Dalam beberapa kasus, risiko
operasional dapat juga muncul dari kejadian di luar kendali
anda, seperti bencana alam, atau pemutusan daya, atau
masalah dengan website host. Apapun yang mengganggu
operasi utama perusahaan dikategorikan dalam risiko
operasional.
- Risiko operasional memiliki dampak yang besar pada rumah
sakit. Bukan hanya terdapat biaya perbaikan masalah,
namun kerugian pemasukan dan merusak reputasi anda.
c. Keuangan
Kategori risiko finansial mengacu secara khusus pada arus
masuk dan keluar uang dalam bisnis anda, dan kemungkinan
akan kerugian finansial.
d. Kepatuhan (kepatuhan terhadap hukum dan peraturan)
- Hukum berganti sepanjang waktu, dan selalu ada risiko bahwa
anda akan menghadapi regulasi tambahan di masa mendatang.
Dan saat bisnis berkembang, mungkin akan mendapatkan rumah
sakit harus mematuhi aturan baru yang tidak pernah anda
terapkan sebelumnya.
- Dalam kasus ekstrim, sebuah risiko kepatuhan dapat juga
berdampak pada masa depan bisnis rumah sakit, akan
menjadi risiko strategik juga.
e. Reputasi (image yang dirasakan masyarakat)
- Jika reputasi rumah sakit rusak, maka kerugian dalam waktu
cepat dapat dirasakan, seperti pasien yang mulai ragu
menggunakan jasa pelayanan rumah sakit.
- Disamping itu ada efek lainnya juga, yakni Pekerja akan
menurun moralnya bahkan memutuskan untuk pergi.
Kesulitan mencari pengganti yang bagus juga dapat terjadi,
dimana calon kandidat sudah mendengar reputasi jelek anda
dan tidak ingin bergabung dengan usaha anda.
- Pemasok/rekanan mungkin mulai menawarkan management
rumah sakit kondisi yang kurang menyenangkan.

3) Ruang lingkup manajemen risiko rumah sakit, antara lain meliputi :


a. Pasien
Risiko terkait pasien dilaksanakan di dalam Program
Keselamatan
Pasien RS.
Risiko - risiko yang terkait dengan pasien antara lain :
n Akibat melakukan Pelayanan medis yang kurang tepat atau
salah
n Akibat pelepasan rahasia pasien oleh RS atau Staf
n Akibat kurangnya perlindungan keamanan (misal bayi
diculik) penelantaran dan kekerasan terhadap pasien
n Akibat kurangnya pemberitahuan risiko kepada pasien
n Akibat pemberian pengobatan yang diskriminatif
n Akibat Triase yang tidak tepat dan transfer pasien dari ER
n Tidak dimintanya informed consent tindakan/penelitian klinis
pasien yang tidak tepat

Dan Proses – Proses berisiko yang dapat terjadi pada pasien,


antara lain meliputi :
n Manajemen pengobatan
n Risiko jatuh
n Pengendalian infeksi
n Gizi
n Risiko peralatan
n Risiko sebagai akibat kondisi yang sudah lama berlangsung

Termasuk juga untuk pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko


tinggi. Asuhan bagi pasien risiko tinggi dan pemberian
pelayanan risiko tinggi diberikan berdasarkan atas panduan
praktek klinik dan peraturan perundang – undangan. Dalam
hal ini pimpinan rumah sakit bertanggung jawab sesuai
dengan populasi pasien untuk :
- Identifikasi pasien yang digolongkan risiko tinggi
Antara lain dapat meliputi : Pasien emergency, Pasien
dengan penyakit menular, Pasien koma, Pasien dengan
alat bantuan hidup dasar, Pasien immune-supppresed,
Pasien dialisis, Pasien dengan restraint, Pasien dengan
risiko bunuh diri, Populasi pasien rentan : lansia, anak –
anak, dan pasien berisiko tindak kekerasan atau
ditelantarkan, dan Pasien risiko tinggi lainnya.
- Identifikasi pelayanan yang digolongkan sebagai risiko
tinggi Antara lain dapat meliputi : Pelayanan pasien
dengan penyakit menular, Pelayanan pasien yang
menerima dialysis, dan Pelayanan risiko tinggi lainnya.
- Melalui proses kolaborasi menetapkan regulasi asuhan
- Melatih staf untuk melaksanakan regulasi.

b. Staf Medis
Risiko terkait tenaga medis/ tenaga kesehatan (Medical
staff-related risks) dilaksanakan dalam Program Komite
Medik RS Risiko – Risiko yang terkait dengan tenaga
medis antara lain :
n Kredential terhadap staf medis yang tidak tepat
n Tindakan medis yang tidak sesuai kompetensi dan prosedur
n Manajemen pasien yang tidak tepat
n Training staf yang tidak adekuat
n Tuduhan malpraktik

c. Tenaga Kesehatan tenaga kesehatan dan tenaga lainnya


yang berkerja di rumah sakit
Risiko terkait karyawan (Employee-related risks) dilaksanakan
dalam Program K3 RS.
Risiko – Risiko yang terkait dengan tenaga kesehatan dan
tenaga lainnya yang berkerja di rumah sakit antara lain :
n Risiko keselamatan dan kecelakaan kerja
n Risiko akibat lingkungan kerja yang tidak/kurang
aman/risiko tinggi tertular penyakit
n Kredential terhadap staf tenaga keperawatan dan tenaga
medis lainnya yang tidak tepat
n Tindakan keperawatan, kebidanan dan tindakan medis
lainnya yang tidak sesuai kompetensi dan prosedur

d. Fasilitas
Risiko – Risiko yang terkait dengan fasilitas, antara lain :
1) Keselamatan dan Keamanan
a. Keselamatan - suatu tingkatan keadaan tertentu di
mana gedung, halaman/ ground dan peralatan rumah
sakit tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi
pasien, staf dan pengunjung.
b. Keamanan-proteksi dari kehilangan, perusakan dan
kerusakan, atau akses serta penggunaan oleh mereka
yang tidak berwenang.
2) Bahan berbahaya
Penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan
radioaktif dan bahan berbahaya lainnya harus
dikendalikan dan limbah-bahan berbahaya dibuang secara
aman.
3) Manajemen emergensi
Tanggapan terhadap wabah, bencana dan keadaan
emergensi direncanakan dan efektif
4) Pengamanan kebakaran
Properti dan penghuninya dilindungi dari kebakaran dan
asap.
5) Peralatan medis
Peralatan dipilih, dipelihara dan digunakan sedemikian
rupa
untuk mengurangi risiko.
6) Sistem utilitas
Listrik, air dan sistem pendukung lainnya dipelihara
untuk
meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian.

e. Lingkungan rumah sakit


Risiko – Risiko yang terkait dengan lingkungan rumah sakit,
antara
lain :
1) Masalah infeksi nosokomial yg terkait dengan kesehatan
lingkungan rumah sakit dan keselamatan petugas, pasien,
pengunjung, & masyarakat sekitar
2) Faktor-faktor pendukung terjadinya infeksi nosokomial
yang meliputi konstruksi bangunan dan ruangan, tata
laksana penyediaan air, pengelolaan makanan dan
minuman, pengendalian serangga, tikus, dan binatang
pengganggu lain, pengelolaan limbah, pengamanan
radiasi, dan laundry
3) Risiko / hazard yang disebabkan oleh kejadian alam dan
lingkungan yang tidak aman, seperti banjir, kebakaran ,
dll.

f. Bisnis rumah sakit


Risiko – Risiko yang terkait dengan bisnis rumah sakit, antara
lain :
n Risiko Strategis
n Risiko Operasional
n Risiko Keuangan
n Risiko Kepatuhan
n Risiko Reputasi
3. Faktor - Faktor yang Berpengaruh Dalam Terjadinya Risiko Di
Rumah Sakit
Faktor - faktor yang berpengaruh dalam terjadinya risiko di rumah
sakit dijabarkan dalam tabel 11

Tabel 11
Faktor - Faktor yang Berpengaruh Dalam Terjadinya Risiko
Di Rumah Sakit
FAKTOR KOMPONEN YANG BERPERAN
Organisasi dan • Sumber dan keterbatasan
Manajemen • keuangan
• Struktur organisasi
• Safety culture
Lingkungan • Kualifikasi staf dan tingkat keahlian
• Beban kerja dan pola shift
• Desain, ketersediaan dan
pemeliharaan
• Dukungan administrasi dan
Individu dan staf manajerial verbal
• Komunikasi
• Komunikasi tulisan
• Supervisi dan pemanduan
• Struktur tim
Penugasan • Desain penugasan dan
kejelasan struktur
• Ketersediaan dan pemanfaatan
• Ketersediaan dan akurasi hasil
Karakteristik • Kondisi (keparahan dan kegawat
daruratan)
• Bahasa dan komunikasi
• Faktor sosial dan personal
Faktor-faktor tersebut berperan penting dalam menentukan
kemajuan dan kualitas rumah sakit.

4. Pengertian Manajemen Risiko


Untuk dapat menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi,
diperlukan sebuah proses yang dinamakan sebagai manajemen
risiko . Adapun beberapa definisi manajemen risiko dari
berbagai literatur yang didapat, antara lain :
· Manajemen Risiko adalah suatu proses mengidentifikasi,
mengukur risiko, serta membentuk strategi untuk
mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia di rumah
sakit.
· Manajemen Risiko adalah suatu kegiatan untuk
mengantisipasi, mengurangi, mencegah terulangnya
kejadian pada pelanggan internal dan eksternal dengan
identifikasi, analisis, evaluasi,
pengelolaan dan monitoring risiko.
· Manajemen Risiko adalah budaya, proses dan struktur yang
diarahkan untuk mewujudkan peluang peluang sambil
mengelola efek yang tidak diharapkan. (AS/NZS 4360:2004)
· Manajemen Risiko merupakan kegiatan terkoordinasi untuk
mengarahkan dan mengendalikan organisasi berkaitan
dengan risiko. (ISO 31000:2009)
· Manajemen Risiko merupakan proses formal dimana faktor-
faktor risiko secara sistematis diidentifikasi, diukur, dan dicari.

Dalam praktek, manajemen risiko terintegrasi berarti:


· Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan sistem yang
sama untuk mengelola semua fungsi-fungsi manajemen
risikonya, seperti patient safety, kesehatan dan keselamatan
kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik, litigasi karyawan,
serta risiko keuangan dan lingkungan.
· Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan,
modernisasi dan clinical governance, manajemen risiko
menjadi komponen kunci untuk setiap desain proyek
tersebut.
· Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan
risiko dan keselamatan, contoh: “data reaktif' seperti insiden
patient safety, tuntutan litigasi klinis, keluhan, dan insiden
kesehatan dan keselamatan kerja, “data proaktif' seperti hasil
dari penilaian risiko; menggunakan pendekatan yang
konsisten untuk pelatihan, manajemen, analisis dan
investigasi dari semua risiko yang potensial dan kejadian
aktual.
· Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan
semua penilaian risiko dari semua jenis risiko di rumah sakit
pada setiap level.
· Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko
dan risk register.
· Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian
risiko dan insiden untuk menyusun kegiatan mendatang dan
perencanaan strategis.
5. Prasyarat Utama Manajemen Risiko
Terdapat empat prasyarat utama manajemen risiko, yaitu:
1) Kebijakan Manajemen Risiko
Rumah sakit harus dapat mendefinisikan dan membuktikan
kebenaran dari kebijakan manajemen risikonya, termasuk
tujuannya untuk apa,dan komitmennya. Kebijakan manjemen
risiko harus relevan dengan konteks strategi dan tujuan
organisasi, objektif dan sesuai dengan sifat dasar bisnis
(organisasi) tersebut. Manejemen akan memastikan bahwa
kebijakan tersebut dapat dimengerti, dapat
diimplementasikan di setiap tingkatan organisasi.
2) Perencanaan Dan Pengelolaan Hasil
a. Komitmen Manajemen
b. Tanggung jawab dan kewenangan
c. Sumber Daya Manusia
3) Implementasi Program
Sejumlah langkah perlu dilakukan agar implementasi sistem
manajemen risiko dapat berjalan secara efektif pada sebuah
organisasi. Langkah-langkah yang akan dilakukan tergantung
pada filosofi, budaya dan struktur dari organisasi.
4) Tinjauan Manajemen
Tinjauan sistem manajemen risiko pada tahap yang spesifik,
harus dapat memastikan kesesuaian kegiatan manajemen
risiko yang sedang dilakukan dengan standar yang
digunakan dan dengan tahap-tahap berikutnya.

6. Komponen Manajemen Risiko


Rumah sakit perlu melakukan pendekatan proaktif untuk
manajemen risiko. Salah satunya adalah dengan program
manajemen risiko formal yang komponen – komponen
pentingnya meliputi :
1) Identifikasi Risiko
2) Prioritas Risiko
3) Pelaporan Risiko
4) Manajemen Risiko
5) Investigasi kejadian yang tidak diharapkan (KTD)
6) Manajemen terkait tuntunan (klaim)

7. Elemen Utama Proses Manajemen Risiko


Dalam pelaksanaannya, ada beberapa tahapan dalam
manajemen risiko.
Elemen utama dari proses manajemen risiko, seperti yang
terlihat pada bagan 2.1., meliputi:
1) Penetapan tujuan; Menetapkan strategi, kebijakan
organisasi dan
ruang lingkup manajemen risiko yang akan dilakukan.
2) Identifkasi risiko; Mengidentifikasi apa, mengapa dan
bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko
untuk analisis lebih lanjut.
3) Analisis risiko; Dilakukan dengan menentukan tingkatan
probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian
ditentukan tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan
kedua variabel tersebut (probabilitas X konsekuensi).
4) Evaluasi risiko; Membandingkan tingkat risiko yang ada
dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang
ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas
manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka
risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima
dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa
harus melakukan pengendalian.
5) Pengendalian risiko; Melakukan penurunan derajat
probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan
menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan
transfer risiko,dan lain-lain.
6) Monitor dan Review; Monitor dan review terhadap hasil
sistem manajemen risiko yang dilakukan serta
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
7) Komunikasi dan konsultasi; Komunikasi dan konsultasi
dengan pengambil keputusan internal dan eksternal untuk
tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.
Bagan 1
Proses Manajemen Risiko

PROSES MANAJEMEN RISIKO

TEGAKKAN KONTEKS

IDENTIFIKASI RISIKO

K O M U N IK A S I DAN K O N S U LTA S I

A S E S M E N R IS IK O

MONITOR DAN REVIEW


ANALISA RISIKO

EVALUASIRISIKO

KELOLARISIKO

RISK REGISTER

8. Metode Analisis Risiko Di Rumah Sakit


Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis risiko di
rumah
sakit adalah :
1. Risk Matrix Grading
Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan
konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan
tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan kedua
variabel tersebut (probabilitas X konsekuensi)
2. RCA (Root Case Analysis)
Suatu proses investigasi yang sistematik dimana faktor –
faktor yang berkontribusi dalam suatu insiden di
identifikasi dengan merekontruksi kronologis kejadian
hingga menemukan akar penyebabnya dan penjelasannya
yang dilakukan secara mendetail.
3. FMEA (Failure Mode Effects and Analysis)
Suatu pendekatan sistematis yang bertujuan untuk
mengidentifikasi masalah dan mencegah permasalahan
sebelum terjadi.
4. HVA (Hazard Vulnerability Analysis)
Suatu identifikasi bahaya dan efek langsung dan tidak
langsung bahaya tersebut terhadap rumah sakit. Bahaya
sebenarnya dianalisis dalam konteks populasi be untuk
menentukan kerentanan terhadap setiap bahaya tertentu.
5. ICRA (Infection Control Risk Asesment)
Proses pengurangan risiko dari infeksi melalui tahapan
perencanaan fasilitas, desain, renovasi, dan pemeliharaan
fasilitas melaui pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi,
dan lingkungan untuk mengantisipasi dampak potensial.

9. Teknik Penanganan Risiko


Risk Response Planning adalah proses yang dilakukan untuk
meminimisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai pada batas
yang dapat diterima.
Teknik yang diterapkan untuk menangani risiko secara umum
yaitu :
1) Menghindari risiko - Untuk menghindari risiko, tidak
melakukan aktivitas yang dapat mendatangkan risiko,
tetapi dengan cara merubah rencana proyek untuk
menghilangkan risiko.
2) Reduksi risiko (mitigasi) - Disini dilakukan tindakan untuk
mengurangi peluang terjadinya risiko, dengan jalan
diantaranya adalah memilih orang yang kompeten dalam
tim proyek, membuat desain yang maksimal untuk
menghindari terjadinya redesain.
3) Menerima risiko - Disini dilakukan bila risiko yang
diterima kecil, atau sudah tidak ada cara lain lagi untuk
menangani risiko.
4) Transfer risiko - Hal ini dilakukan dengan mengalihkan
risiko kepada pihak lain. Contoh : asuransi untuk risiko
kebakaran.
Tabel 12
Tingkat risiko beserta tanggapan risiko dan tindakan yang dilakukan

Tingkat Risiko Tanggapan Risiko Tindakan


Risiko Rendah Risiko diterima Monitor & Review
Risiko Moderat Risiko tidak diterima Mitigasi
Risiko Tinggi Risiko tidak diterima Hindari
(Sumber : Sonhadji, 2011)

10. Tujuan Penerapan Manajemen Risiko Di Rumah


Sakit Tujuan diterapkannya manajemen risiko di
rumah sakit :
1) Tujuan Umum : Memberikan pelayanan yang aman,
bermutu dan menurunkan risiko yang terdapat di rumah
sakit.
2) Tujuan Khusus :
a. Menurunkan angka insiden keselamatan pasien, angka
insiden hospital safety sebagai bentuk pencegahan
cedera pasien, pengunjung, dokter provider dan
karyawan rumah sakit.
b. Proteksi terhadap aset finansial rumah sakit.
c. Proteksi terhadap aset reputasi rumah sakit.
d. Menurunkan angka infeksi.

11. Manfaat Penerapan Manajemen Risiko Di Rumah


Sakit Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk
rumah sakit :
1) Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan
sifat risiko terhadap pasien dapat dinilai dengan tepat.
2) Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di
area risiko yang lain.
3) Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan
investigasi untuk semua risiko.
4) Membantu RS dalam memenuhi standar-standar terkait,
serta kebutuhan clinical governance.
5) Membantu perencanaan rumah sakit menghadapi
ketidakpastian, penanganan dampak dari kejadian yang
tidak diharapkan, dan meningkatkan keyakinan pasien dan
masyarakat.
D. MUTU PELAYANAN KESEHATAN
1. Definisi Mutu
n Mutu bersifat persepsi dan dipahami berbeda oleh orang yang
berbeda namun berimplikasi pada superioritas sesuatu hal.
n Mutu adalah tingkat kesempurnaan/ kegiatan tanpa salah dalam
melakukan pekerjaan baik produk atau jasa.
n Mutu adalah expertise atau keahlian dan keterikatan
(commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan.
2. Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan
n Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik
profesi (Azrul Azwar, 1996).
n Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan
melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses.
Pelanggan meliputi, pasien, keluarga, dan lainnya yang datang
untuk pelayanan dokter, karyawan (Mary R. Zimmerman).
n Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang sesuai standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang
tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien,
dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai
norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat
konsumen (Wijono, 1999).
n Dimensi Mutu ~ Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit
harus berkualitas dan memenuhi lima dimensi mutu yang utama
yaitu: tangibles, reliability, responsiveness, assurance, and
empathy.

3. Definisi Peningkatan Mutu


n Peningkatan mutu adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang
komprehensif dan integratif yang menyangkut input, proses dan
output secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan
menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-
masalah yang terungkapkan sehingga mutu pelayanan
kesehatan diharapkan akan lebih baik dan keselamatan pasien
terjamin.
n Upaya peningkatan mutu adalah pendekatan terhadap proses
pembelajaran dan proses perbaikan yang terus menerus dari
proses penyediaan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan
pasien dan pihak - pihak yang berkepentingan lainnya.
n Peningkatan mutu & keselamatan pasien adalah upaya
peningkatkan mutu secara keseluruhan, dengan terus
menerus mengurangi risiko terhadap pasien dan staf baik
dalam proses klinis maupun lingkungan fisik

E. CLINICAL PATHWAY
Clinical Pathway (CP) merupakan suatu konsep perencanaan pelayanan
terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang
berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu
tertentu selama di rumah sakit.

Pimpinan medis bersama-sama dengan Komite Medis dan Kelompok


Staf Medis memilih dan menetapkan 5 (lima) panduan praktik klinis, alur
klinis (clinical pathway), dan/atau protocol klinis, dan/atau prosedur,
dan/atau standing order yang dipergunakan untuk pengukuran mutu
prioritas rumah sakit dengan mengacu pada panduan praktik klinis dan
alur klinis yang sudah diterapkan oleh kelompok staf medis di unit-unit
pelayanan

Panduan praktik klinis-alur klinis dan/atau protocol klinis dan atau


prosedur dan/atau standing order sebagai panduan standarisasi proses
asuhan klinis yang dimonitor oleh Komite Medik dengan tujuan sebagai
berikut:
1) Melakukan standarisasi proses asuhan klinis.
2) Mengurangi risiko dalam proses asuhan terutama yang berkaitan
asuhan kritis.
3) Memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam
memberikan asuhan klinis tepat waktu dan efektif.
4) Memanfaatkan indikator prioritas sebagai indikator dalam penilaian
kepatuhan penerapan alur klinis di area yang akan diperbaiki di
tingkat rumah sakit.
5) Secara konsisten menggunakan praktik berbasis bukti (evidence
based practices) dalam memberikan asuhan bermutu tinggi.

Dilakukan standarisasi proses asuhan klinis pada prioritas pengukuran


mutu di rumah sakit yang akan dievaluasi selain ditetapkan indikator
mutu rumah sakit. Evaluasi dilakukan melalui audit medis dan atau audit
klinis untuk menilai efektivitas penerapan panduan praktek klinis dan
alur klinis yang menjadi prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis
sehingga dapat dibuktikan bahwa penggunaan panduan praktek klinis
dan alur klinis telah mengurangi variasi proses dan hasil.

F. INDIKATOR
Indikator adalah suatu cara untuk menilai penampilan kerja suatu
kegiatan
dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang
digunakan
untuk memulai suatu perubahan.
1. Indikator yang ideal
Indikator yang ideal mempunyai 4 kriteria yaitu:
a. Sahih (Valid), yaitu benar-benar dapat dipakai untuk mengukur
aspek yang akan dinilai
b. Dapat dipercaya (Realible), yaitu mampu menunjukkan hasil
yang benar pada penilaian yang dilakukan secara berulang kali,
artinya komponen indikatornya tetap
c. Sensitif, yaitu peka untuk digunakan sebagai bahan pengukuran
d. Spesifik, yaitu mampu memberikan gambaran perubahan
ukuran yang jelas pada suatu jenis kegiatan tertentu.
Selain hal di atas pengukuran mutu juga perlu memperhatikan
dimensi mutu dari WHO yakni :
a. Effective
b. Efficient
c. Accessible
d. Accepted (patient care)
e. Equity
f. Safe

Dalam menyusun dan menetapkan indikator kinerja rumah sakit


ditempuh dengan cara menginventarisasi data apa saja yang tersedia
di rumah sakit yang dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi indikator
mutu. Indikator untuk mengukur kinerja rumah sakit juga mengadop
indikator mutu pelayanan rumah sakit. Kemudian disusun definisi
operasional dari setiap indikator, setiap indikator dibicarakan dengan
bidang/bagian/unit kerja.

2. Cara Penggunaan Indikator Kinerja Rumah Sakit


Indikator kinerja rumah sakit dilaksanakan secara swa-nilai (self
assesment). Penilaian dilaksanakan setiap hari yang dikompilasi
secara bulanan. Hasil penilaian ini dijadikan sebagai bahan rapat
bulanan peningkatan mutu oleh Direksi rumah sakit dan Komite
Medis. Bagi kalangan medis, hasilnya dapat digunakan untuk menilai
pelaksanaan tindakan medik di beberapa
bagian/instalasi/departemen. Setiap analisis yang dilakukan dapat
digunakan untuk menjawab pertanyaan “apakah kebutuhan dari
bagian/instalasi/departemen ruangan/pelayanan telah dipenuhi?”
sehingga mutu pelayanan dapat terjamin.

3. Cara Pandang Area Indikator


National Health Service (NHS) mengusulkan 4 area yang perlu
disepakati
untuk dijadikan indikator kinerja rumah sakit yaitu :
a. Clinical effectiveness and outcomes;
b. Efficiency;
c. Patient/carer experience; and
d. Capacity & capability.

4. Indikator Yang Dipilih


Sehubungan dengan sumber daya terbatas yang dimiliki rumah sakit,
maka tidak mungkin RS dapat mengumpulkan data untuk menilai
semua hal yang diinginkan, maka dipilih proses dan hasil (outcome)
praktek klinik dan
manajemen yang harus dinilai (diukur) dengan mengacu pada misi
rumah sakit, kebutuhan pasien dan jenis pelayanan.

Penilaian difokuskan pada proses yang berimplikasi risiko tinggi,


diberikan dalam volume besar atau cenderung menimbulkan
masalah.
Rumah sakit memilih dan menetapkan prioritas pengukuran mutu
pelayanan klinis yang akan dievaluasi dan indikator – indikator (IAK,
IAM, ISKP) berdasarkan atas prioritas tersebut
Direktur rumah sakit bersama-sama dengan pelayanan dan
manajemen memilih dan menetapkan pengukuran mutu pelayanan
klinis yang prioritas untuk dilakukan evaluasi.
Pengukuran mutu prioritas tersebut dilakukan menggunakan
indikator-indikator mutu sebagai berikut :
1) Indikator mutu area klinis (IAK) yaitu indikator mutu yang
bersumber dari area pelayanan.
2) Indikator mutu area manajemen (IAM) yaitu indikator mutu yang
bersumber dari area manajemen.
3) Indikator mutu Sasaran Keselamatan Pasien yaitu indikator mutu
yang mengukur kepatuhan staf dalam penerapan sasaran
keselamatan pasien dan budaya keselamatan.

Setiap indikator dibuat profilnya atau gambaran singkatnya tentang


indikator tersebut, meliputi :
1) Judul indikator
2) Definisi operasional
3) Tujuan dan dimensi mutu
4) Dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator
5) Numerator, denominator, dan formula pengukuran
6) Metodologi pengumpulan data
7) Cakupan data
8) Frekuensi pengumpulan data
9) Frekuensi analisis data
10) Metodologi analisis data
11) Sumber data
12) Penanggung jawab pengumpul data
13) Publikasi data

Indikator mutu yang sudah dipilih bila sudah tercapai terus menerus
selama setahun dan sudah tidak ada yang perlu diperbaiki lagi
diganti dengan indikator mutu baru.

.
5. Kriteria Yang Digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat
menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan
antara mutu baik dan mutu tidak baik.

6. Standar Yang Digunakan


Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber.
b. Benchmarking dengan rumah sakit yang setara.
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan.

7. Indikator Kinerja Rumah Sakit yang Berhubungan Dengan Mutu


a. Indikator Area Klinis
1. Assesment pasien.
2. Pelayanan radiologi dan pencitraan diagnostik.
3. Pelayanan laboratorium.
4. Prosedur operasi.
5. Penggunaan antibiotika dan obat lainnya.
6. Kesalahan obat dan nyaris cedera.
7. Penggunaan anestesi dan sedasi.
8. Penggunaan darah dan produk darah.
9. Ketersediaan, isi dan penggunaan catatan tentang pasien.
10. Pencegahan dan pengendalian, pengawasan serta
pelaporan infeksi.
b. Indikator Area Manajemen
1. Pengadaan suplai serta obat penting yang dibutuhkan
secara rutin.
2. Pelaporan kegiatan seperti yang diatur undang - undang
dan peraturan.
3. Manajemen risiko.
4. Manajemen penggunaan sumber daya.
5. Harapan dan kepuasan pasien atau keluarga pasien.
6. Harapan dan kepuasan staf.
7. Demografi dan diagnosis klinis pasien.
8. Manajemen keuangan.
9. Pencegahan dan pengendalian peristiwa yang
membahayakan keselamatan pasien, keluarga pasien dan
staf.

c. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien :


1. Pemantauan ketepatan identifikasi pasien.
2. Pemantauan peningkatan komunikasi yang efektif.
3. Pemantauan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
4. Pemantauan menghindari salah sisi, salah pasien dan salah
prosedur pembedahan.
5. Pemantauan pencegahan infeksi nosokomial.
6. Pemantauan pencegahan risiko jatuh.

8. Indikator Mutu Yang Berhubungan Dengan Standar Pelayanan


Minimal Rumah Sakit (KEPMENKES 129/MENKES/SK/II/2008)
Indikator mutu di unit pelayanan/unit kerja dipergunakan untuk menilai
mutu unit layanan/kerja. Bidang Mutu dan Akreditasi rumah sakit
melakukan koordinasi dan mengorganisasi pemilihan indikator mutu
unit kerja tersebut, sehingga indikator yang dipilih tersebut valid,
reliable, sensitive, dan spesifik, serta memperhatikan dimensi mutu
(effective, efficient, accessible, accepted, equity & safe)

Pimpinan di unit kerja terlibat langsung dalam pemilihan dan


penetapan yang ingin di ukur di unit kerja. Indikator mutu unit kerja
dapat menggunakan indikator yang tercantum dalam standar
pelayanan minimal. Indikator mutu di
unit pelayanan dapat meliputi indikator area klinis, indikator mutu area
manajemen, indikator mutu penerapan sasaran keselamatan pasien,
dan indikator mutu unit kerja (non-pelayanan), minimal indikator area
manajemen. Dalam pemilihan dan pengawasan penilaian secara
spesifik terhadap unit pelayanan, Kepala Unit/Kepala Instalasi/Kepala
Pelayanan harus memperhatikan hal berikut :
1) Penilaian rumah sakit secara menyeluruh dan perbaikan proses
yang
ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit yang terkait secara spesifik
dengan unit kerja/unit pelayanan mereka (prioritas pengukuran
mutu pelayanan klinis di rumah sakit, indikator mutu yang
dipergunakan untuk mengukur mutu di prioritas pengukuran mutu
rumah sakit, sumber data pasti dari unit, dan menjadi indikator mutu
unit)
2) Penilaian yang terkait dengan prioritas di unit kerja/unit pelayanan
secara spesifik untuk mengurangi variasi, meningkatkan
keselamatan dan untuk tindakan/tata laksana berisiko tinggi,
meningkatkan kepuasan pasien, dan meningkatkan efesiensi (fokus
mengukur hal – ha yang ingin diperbaiki)
3) Penilaian spesifik di unit pelayanan ini juga diharapkan dapat
dipergunakan untuk melakukan evaluasi praktik professional
berkelanjutan dari para professional pemberi asuha/PPA
(melakukan koordinasi dengan komite medis bila evaluasi
penerapan panduan praktek klinis dan evaluasi kinerja dokter
menggunakan indikator mutu).
Tabel 13.
Indikator Mutu Standar Pelayanan Minimal RS
3. Kamar Persentase Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi
Bersalin Pasien
Persentase Komunikasi Efektif Perawat dengan
Persentase Kepatuhan Cuci Tangan Perawat
Persentase Penerapan Manajemen Risiko Jatuh
Presentase kelengkapan dan kesesuaian
pengisian formulir asesment awal kebidanan
Persentase ibu hamil dengan Pre Eklampsi
Pencapaian lahiran rata - rata per hari
presentase Ketepatan pelaporan pasien safety
4. Kamar Persentase pengisian asesmen medis perioperatif
Operasi Ketepatan waktu operasi sesuai jadwal (elektif)
Persentase Pengisian Formulir Pemantauan
Persentase pengisian formulir persetujuan
Persentase pengisian formulir persetujuan
tindakan anastesi yang lengkap dan sesuai (SIA)
Angka ketidaksesuaian diagnosa pre dan post
Persentase Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi
Persentase komunikasi Efektif Perawat/Bidan
Persentase temuan obat high alert tidak berlabel
Persentase Kepatuhan cuci tangan petugas ( 6
Persentase pengisian formulir keselamatan
Ketepatan waktu operasi (cito)
Pencapaian tindakan / operasi per hari
presentase Ketepatan pelaporan pasien safety
5 KBBL Persentase Pengisian Formulir Assesemen Awal
Rawat Inap Pasien yang lengkap oleh Perawat
Persentase Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi
Persentase Komunikasi Efektif Perawat dengan
Persentase Kepatuhan Cuci Tangan Perawat
Persentase Penerapan Manajemen Risiko Jatuh
Persentase ketidaktepatan waktu visite pasien
Pencapaian ASI Eksklusif saat di kamar bayi
Pencapaian jumlah bayi per hari (bed:25) (KBBL)
Laporan angka kejadian pasien kbbl / perina yang
pindah ke NICU
presentase Ketepatan pelaporan pasien safety
6. Perawatan Persentase kelengkapan asesmen awal medis
Perina, ICU Persentase Pengisian formulir CPPT yang
Dan NICU lengkap dan sesuai
Persentase Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi
Persentase Komunikasi Efektif Perawat dengan
Persentase Kepatuhan Cuci Tangan Perawat
Persentase Penerapan Manajemen Risiko Jatuh
Persentase Pelaksanaan Evaluasi Clinical
Pathway
Angka Kejadian Pasien Jatuh
Persentase kepatuhan penggunaan obat Fornas
oleh DPJP utnuk pasien JKN
presentase Ketepatan pelaporan pasien safety
Kepatuhan penggunaan antibiotik sesuai pola
Persentase keberhasilan bayi hidup dengan
Pencapaian Pasien Intensif (NICU, HCU, ICU,
Pencapaian jumlah bayi per hari (bed:10) (Perina)
7. Perawatan
Anak Persentase kelengkapan asesmen awal medis
pada pasien dengan diagnosa CKD di ruang RWI
Persentase Pengisian formulir CPPT yang
Persentase Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi
Persentase Komunikasi Efektif Perawat dengan
Persentase Kepatuhan Cuci Tangan Perawat
Persentase Penerapan Manajemen Risiko Jatuh
Persentase ketidaktepatan waktu visite pasien
Persentase Pelaksanaan Evaluasi Clinical
Angka Kejadian Pasien Jatuh
Persentase kepatuhan penggunaan obat Fornas
Pencapaian BOR kamar perawatan / hari (sesuai
presentase Ketepatan pelaporan pasien safety
Persentase penerapan manajemen nyeri pada
8. Perawatan Persentase kelengkapan asesmen awal medis
Obsgyn Persentase Pengisian formulir CPPT yang
lengkap
PersentasedanPelaksanaan
sesuai Ketepatan Identifikasi
Persentase Komunikasi Efektif Perawat dengan
Persentase Kepatuhan Cuci Tangan Perawat
Persentase Penerapan Manajemen Risiko
Persentase ketidaktepatan waktu visite pasien
Persentase Pelaksanaan Evaluasi Clinical
Pathway
Angka Kejadian Pasien Jatuh
Persentase kepatuhan penggunaan obat
Fornas oleh DPJP utnuk pasien JKN
Pencapaian BOR kamar perawatan / hari
presentase Ketepatan pelaporan pasien safety
Persentase penerapan manajemen nyeri pada
9. Perawatan Persentase kelengkapan asesmen awal medis
Umum Persentase Pengisian formulir CPPT yang
lengkap danPelaksanaan
Persentase sesuai Ketepatan Identifikasi
Persentase Komunikasi Efektif Perawat dengan
Persentase Kepatuhan Cuci Tangan Perawat
Persentase Penerapan Manajemen Risiko
Persentase ketidaktepatan waktu visite pasien
Persentase Pelaksanaan Evaluasi Clinical
Pathway
Angka Kejadian Pasien Jatuh
Persentase kepatuhan penggunaan obat
Fornas oleh DPJP utnuk pasien JKN
Pencapaian BOR kamar perawatan / hari
presentase Ketepatan pelaporan pasien safety
Persentase penerapan manajemen nyeri pada
10. Laboratorium Angka kejadian salah input hasil lab
Kepatuhan identifikasi
Kepatuhan cuci tangan 5 moment dan 6
Respontime pelaporan nilai kritis
Angka kejadian kesalahan dalam proses
Persentase pengisian indikasi medis pada
ketepatan waktu pelaporan insiden pasien
Angka kejadian ketidaktersediaan darah untuk
11. Radiologi Presentase kepatuhan 6 langkah cuci tangan
Presentase kepatuhan identifikasi
Presentase kecepatan pembacaan dan
experetise hasil pemeriksaan FOTO RO
presentase kepatuhan pengisian indikasi medis
pada formulir pemeriksaan penunjang
Utilisasi CT Scan
12. Farmasi Persentase jumlah resep RWJ yang dapat dikaji
Persentase jumlah resep RWI yang dapat dikaji
oleh Apoteker
Persentase jumlah pasien baru yang divisite
Persentase obat formularium RS yang dibeli di
Persentase nilai persediaan obat / sediaan
Persentase nilai persediaan obat/ sediaan
farmasi di Instalasi Farmasi
Persentase nilai deadstock obat/ sediaan
farmasi terhadap persediaan
Angka kejadian ketidaktersediaan obat di
Persentase kepatuhan penggunaan e-
Persentase Kepatuhan Cuci Tangan Petugas
Persentase Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi
Pasien
presentase kepatuhan pengelolaan obat
Presentase kecepatan pelayanan resep (obat
Persentase Ketepatan pelaporan pasien safety
13. Fisiotherapi Kepatuhan cuci tangan
Kepatuhan identifikasi
Edukasi pasien stroke
Persentase drop out pasien KTK
pelaporan pasien safety
14. Medical record Kepatuhan Cuci Tangan
Persentase kejadian keterlambatan pengiriman
Persentase Pengisian Formulir Resume Medis
pelaporan pasien safety
15. Front Office Kepatuhan cuci tangan 5 moment dan 6
Persentase kepatuhan identifikasi
Angka kesalahan informasi
Angka kesalahan input pada
Persentase komplain pasien yang tidak dapat
Presentase ketepatan pelaporan pasien safety
Respon time terhadap komplain
Kelengkapan dan kesesuaian pengisian formulir
22. Marketing Persentase kepatuhan cuci tangan petugas (6
langkah cuci tangan dan 5 momen)
HD dokter
23. Gizi Kepatuhan cuci tangan
Kepatuhan identifikasi
Persentase keTIDAKpatuhan petugas
Persentase kepatuhan pengisian suhu kulkas
Persentase kepatuhan pengisian kelembapan
Pelaporan kejadian pasien safety
18 Kasir Persentase kepatuhan cuci tangan petugas (6
Angka kesalahan input pada transaksi rawat
Angka keterlambatan pelayanan kasir pada
Persentase kepatuhan cuci tangan petugas (6
Angka Komplain pelanggan terhadap
19 Laundry Kepatuhan cuci tangan
Persentase keTIDAKpatuhan petugas
Presentase kejadian linen yang dikembalikan
20 CSSU Persentase kepatuhan cuci tangan petugas
Kelengkapan catatan dekontaminasi
Persentase indikator internal (sterigade) yang
21 Medical Record Kepatuhan Cuci Tangan
Persentase kejadian keterlambatan pengiriman
Persentase Pengisian Formulir Resume Medis
pelaporan pasien safety
22 IPSRS Persentase kepatuhan cuci tangan petugas (6
Angka keterlambatan perbaikan alat umum
Persentase pemeliharaan alat umum / AC
Persentase alarm kebakaran yang tidak
Angka komplain terhadap ketersediaan air
BAB V
KEBIJAKAN

A. KEBIJAKAN RS HERMINA PALEMBANG TENTANG PMKP


1. Keputusan Direktur PT. Medikaloka Palembang Nomor 839A/KEP-
DIR/MA/XI/2017 tentang Kebijakan Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Hermina Palembang.
2. Keputusan Direktur Rumah Sakit Hermina Palembang Nomor
840A/KEP-DIR/RSHPLB/XI/2018 tentang Kebijakan Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Hermina Palembang.
3. Keputusan Direktur PT. Medikaloka Palembang Nomor 841A/KEP-
DIR/MA/XI/2017 tentang Pedoman Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Hermina Palembang.
4. Keputusan Direktur Rumah Sakit Hermina Palembang Nomor
842A/KEP-DIR/RSHPLB/XI/2017 tentang Pedoman Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Hermina Palembang.
BAB VI
PENGORGANISASIAN

A. STRUKTUR ORGANISASI
Memperhatikan bahwa mutu dan keselamatan pasien merupakan hal
yang sangat penting, maka diperlukan adanya suatu bagian yang dapat
mengkoordinir dan mengelola secara intens terkait program mutu dan
keselamatan pasien di Rumah Sakit Hermina Palembang.

Bagan 3
Struktur Organisasi Rumah Sakit Hermina Palembang

Bidang Mutu dan Akreditasi adalah jajaran stuktural di bawah Direktur


serta bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit Hermina
Palembang, yang bertugas agar tujuan pengawasan mutu di rumah sakit
berjalan dengan baik.

Direktur dalam hal ini dibantu oleh seorang manajer, yakni manager mutu
dan akreditasi yang membantu tugasnya dalam pengelolaan seluruh
mutu pelayanan dan akreditasi yang dilaksanakan di rumah sakit yang
juga mencakup akreditasi
rumah sakit dan mutu rumah sakit. Bidang Mutu dan Akreditasi terdiri dari
Manajer Mutu dan Akreditasi, Urusan Mutu & Risiko dan Urusan
Akreditasi, yang akan bekerja sama dengan semua unit kerja di rumah
sakit. Dalam pelaksanaan kegiatan mutu unit kerja/bidang/bagian, Bidang
Mutu mendapatkan laporan dari PJ. Mutu Unit. PJ. Mutu Unir / Para
Champion bertugas mengumpulkan data di unit kerjanya masing –
masing.

STRUKTUR ORGANISASI BIDANG MUTU DAN AKREDITASI

RS HERMINA PALEMBANG

Bagan 3 Stuktur Organisasi Bidang Mutu Dan Akreditasi

DIREKTUR
RS HERMINA PALEMBANG

BIDANG
MUTU & AKREDITASI
(MANAGER)

URUSAN MUTU & IIRISIKO URUSAN AKREDITASI

. PJ. MUJUI
UNIT
1. Uraian Tugas Direktur

1 NAMA JABATAN : Direktur


2 JENIS DAN KEDUDUKANJABATAN
a. Jenis Jabatan : Struktural
b. Atasan Langsung : Direktur PT. Medikaloka PALEMBANG
c. Bawahan Langsung : 1 Wakil Direktur Medis
2 Wakil Direktur Umum
3 Komite Medis
4 Komite Keperawatan
5 Satuan Pengawas Internal (SPI)
6 TI RS
7 Sekretaris RS
8 Manajer Mutu dan Akreditasi
9 Manajer Marketing
10 Manajer Pelayanan JKN
3 HUBUNGAN KERJA
a. Internal : Semua Bidang dan Bagian
b. Eksternal : 1. Dinas Kesehatan & Dinas terkait
mutu
pelayanan RS
2. Organisasi Profesi
3. Perusahaan
4 TUGAS POKOK : Mengelola dan mengendalikan
kegiatan yang terkait pelayanan di
5 TANGGUNG JAWAB : 1. Bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan, pengawasan dan
pengelolaan RS
2. Bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan program peningkatan
6 URAIAN TUGAS mutu dan
: A. Sebagai keselamatan
Pimpinan pasien
Rumah di RS
Sakit :
1 Memelihara tata tertib,
disiplin dan
tegaknya peraturan di lingkungan
RS Hermina Tangkubanprahu.
2 Mengendalikan semua usaha,
pekerjaan
dan kegiatan secara berhasil
guna dan berdaya guna demi
terselenggaranya
fungsi-fungsi rumah sakit secara
optimal.
3 Memperhatikan, memelihara dan
mengawasi kelancarandukungan
logistik dan administrasi untuk
pelaksanaan tugas rumah
sakit dan
karyawannya.
4 Memperhatikan dan memelihara
kesejahteraan karyawan.

B. Sebagai Pembina Fungsi Rumah


Sakit :
1. Menyelenggarakan, membina
dan
kebijakan Direksi PT. Medikaloka
Malang dalam program kerja
Rumah Sakit.
3. Merumuskan dan menetapkan
kebijakan
serta mengendalikan program
kegiatan rutin, program
peningkatan mutu dan program
pengembangan dari masing-
Sakit.
4. Merencanakan, mengawasi
dan
mengendalikan rekruitmen dan
5. pembinaan SDM Rumah
Merencanakan, Sakit.
mengawasi
dan
mengendalikan kebutuhan sarana,
prasarana dandan
6. Mengawasi fasilitas Rumah
mengendalikan
terlaksananya sistem dan
prosedur kerja dalam rangka
7. kegiatan
Mengawasiperumahsakitan.
dan mengendalikan
pelaksanaanteknis danadministrasi
pelayanan di semua bidang atau
bagian Sakit.
Rumah
8. Direktur RS Umum Hermina
PALEMBANG diangkatdengansurat
keputusan dari dan bertanggung jawab
langsung kepada Direktur PT.
Medikaloka PALEMBANG.
7 WEWENANG : 1. Memberikan masukan/usulan
Direksi PT. MedikalokaPasteur
untuk
2. Memberikan masukan/usulan
Direksi kepada
PT. MedikalokaPasteur
untuk
pengembangan
3. Menginstruksikan peningkatan mutu
Ketua Komite Medik
untuk melakukan proses kredensial staf
medis.
4. Melakukan pembinaan terhadap
bawahannya.
5. Menilai prestasi kerja wakil direktur
umum
8 PERSYARATAN JABATAN dan wakil direktur medis.
1. Pendidikan : dr/drg + S2 Manajemen
2. Pendidikan Non : 1. Diklat Manajemen RS
Formal 2. Diklat pengelolahan mutu dan
3. Masa Kerja risiko
: 5 Tahun
4. Pengalaman : Pernah menjabat sebagai Wakil
Jabatan Direktur/Direktur RS lain
5. Persyaratan Lain : Telah memenuhi kompetensi sebagai
Direktur
2. Uraian Jabatan Manager Mutu dan Akreditasi
1 NAMA JABATAN : Manajer Mutu dan Akreditasi
2 JENIS DAN KEDUDUKANJABATAN
a. Jenis Jabatan : Struktural
b. Atasan Langsung : Direktur RS Hermina PALEMBANG
c. Bawahan Langsung : 1. Kepala Urusan Mutu
2. Kepala Urusan Akreditasi
3 HUBUNGAN KERJA
a. Internal : 1. Direktur Rumah Sakit
2. Wakil Direktur Medis & Wakil
Direktur Umum
3. Sekretaris RS
4. TI RS
5. Komite Medik
6. Komite Keperawatan
7. Manajer Bidang/Bagian
8. Kaur/Kaints/Kapel/Kaperu
9. PJ. Mutu Unit
10. Tim KPRS
11. Tim PPI
12. Tim K3RS
13. Tim PKRS
14. Tim Anti Fraud
15. Tim Regulasi
16. Tim Komite Etik RS
b. Eksternal : 1. Dinas Kesehatan dan
Dinas/Instansi
terkait
2. Komite Akreditasi Rumah Sakit
3. KNKP
4. Tim/Komite PMKP di RS
4 TUGAS POKOK : Membantu Direktur Wilayah
dalampengelolaan
perumahsakitan dalam pengendalian
mutu
(klinis & manajemen) dan
pengawasan
5 TANGGUNG JAWAB kegiatan
: 1. Akreditasi di RS koordinasi
Terlaksana Hermina
program
pengendalian mutu (Klinis
dan
Manajemen) dan kegiatan
peningkatan mutu rumah sakit
2. Terlaksana koordinasi kegiatan
program manajemen risiko (klinis
dan manajemen)
3. Terlaksanaprogramakreditasi(Pokja
Bidang Medis, Keperawatan dan
Manajemen) dan pengawasan
kegiatan akreditasi sampai selesai
survei
4. Pembinaansumber daya manusia,
fasilitas, material dan
6 URAIAN TUGAS : 1. Mengerakan sistem prosedur
penyusunan program
PMKP rumah sakit.
2. Melakukan monitoring dan memandu
penerapan program PMKP di unit
kerja
3. Membantu dan melakukan koordinasi
dengan pimpinan unit pelayanan
dalam memilih prioritas perbaikan,
pengukuran mutu/indikator mutu,
dan menindaklanjuti hasil capaian
indikator.
4. Melakukan koordinasi dan
pengorganisasian pemilihan
prioritas program di tingkat unit
kerja serta menggabungkan
menjadi prioritas rumah sakit
secara keseluruhan. Prioritas
program rumah sakit ini harus
terkoordinasi dengan baik dalam
pelaksanaannya.
5. Menentukan profil indikator mutu,
metode analisis dan validasi data
dari data indikator mutu yang
dikumpulkan dari seluruh unit kerja
di rumah sakit.
6. Menyusun formulir untuk
mengumpulkan data, menentukan
jenis data, serta bagaimana alur
data dan pelaporan dilaksanakan.
7. Menjalin komunikasi yang baik
dengan semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait
pelaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien
8. Membuat perencanaan pengelolaan
kegiatan pendidikan dan pelatihan
PMKP dan melakukan koordinasi
kegiatan pendidikan dan pelatihan
PMKP
9. Mengkomunikasikan masalah
masalah mutu secara rutin kepada
staf
10. Menyusun regulasi terkait dengan
pengawasan dan penerapan
program PMKP
11. Merencanakan dan mengawasi
kebutuhan tenaga, sarana,
prasarana dan fasilitas Bidang
Mutu dan Akreditasi.
12. Melaksanakan pengawasan
pengelolaan dan pengendalian
mutu meliputi kegiatan survei,
analisa dan evaluasi mutu serta
pengendalian risiko meliputi
identifikasi, analisa, penanganan
risiko, implementasi dan
monitoring.
13.
Mengkoordinasikan rencana dan
pelaksanaan kegiatan akreditasi meliputi kesiapan dokumen dan
implementasi, bimbingan serta survei akreditasi.
14. Menyelenggarakan dan melaksanakan kegiatan administrasi
Bidang Mutu dan Akreditasi.

15. Membuat dan menyusun program kegiatan dan anggaran serta


rencana kerja
Bidang Mutu dan Akreditasi.
16. Mengawasi dan
mengendalikan
terlaksananya
Mutu SPO dan kebijakan
dan Akreditasi.
17. Melakukan analisa
bersama – sama
dengan Pimpinan Unit
Bidang/Bagian Kerja dan
terkait serta
melakukan evaluasi dan menyusun
PMKPlaporankepada
Program Direktur RS Umum
Hermina PALEMBANG.
18. Melakukan validasi data
indikator mutu area klinis sesuai
dengan yang ditetapkan dalam
19.kebijakan pengelolaan
MelakukanPMKP. analisa,
evaluasi dan
menyusun laporan kinerja Bidang
Mutu dan
Direksi RSAkreditasi sebagai
Hermina PALEMBANG.
20. Melakukan analisis data,
feedback data dan laporan
evaluasi kontrak yang telah
Instalasi.
7 WEWENANG : 1. Mengambil keputusan dalam
mengendalikan program dan
kegiatan di bidang mutu &
2. Menilai kinerja Kepala Urusan
(bawahan
langsung) dan memberi
persetujuan
& akreditasi.
3. Memberikan masukan/usulan
Direktur kepada
RS untukPengembangan
Program PMKP
4. Memberikan masukan/usulan
Direktur kepada
RS untukPengembangan
Program Manajemen Risiko RS.
5. Memberikan masukan/usulan
Direktur RS untuk pengembangan kepadadi
Bidang Mutu & Akreditasi.
6. Memberikan masukan/usulan
Kepala Unit/Kepala Instalasikepada
atas
evaluasi kontrak yang telah
8 PERSYARATAN JABATAN diberikan.
a. Pendidikan Formal : Dokter Umum/Dokter
b. Pendidikan Non : Kesehatan
Formal 1. Diklat/Workshop PMKP
2. Diklat/Workshop Manajemen Risiko
c. Masa Kerja : 3. Diklat Manajemen Data dan
Statistik
d. Pengalaman Jabatan : 4. Diklat Manajer
4 Tahun di RS Hermina
e. Persyaratan Lain : Pernah menjabat sebagai Manajer
atau kepala ruangan
1. Memenuhi kompetensi sebagai
Mutu & Akreditasi Manajer
2. Mampu Mengaplikasikan Ms. Excel
3. Uraian Jabatan Urusan Mutu & Risiko
1 NAMA JABATAN : Urusan Mutu & Risiko
JENIS DAN
2 KEDUDUKAN
JABATAN :
a. Jenis Jabatan : Fungsional
b. Atasan Langsung : Manajer Mutu & Akreditasi
c. Bawahan Langsung : -
d. Bawahan Tidak : PJ. Mutu Unit
Langsung
HUBUNGAN KERJA
3. a. Internal : 1. Manajer Mutu dan Akreditasi
2. Kepala Instalasi, Bidang
Pelayanan
Medis
3. Kepala Perawatan, Bidang
Keperawatan
4. Kepala Instalasi, Bidang
Penunjang
Medis
5. Kepala Urusan, Bagian
Marketing,
Personalia, Keuangan
dan Rumah
Tangga
b. Eksternal : 1. Dinas Kesehatandan
Dinas/Instansi
terkait
4 TUGAS POKOK : Melaksanakan kegiatan program
pengendalian mutu klinis dan mutu
manajemen termasuk pengelolaan
5 TANGGUNG JAWAB : 1. Terlaksana koordinasi kegiatan
program
pengendalian mutu (klinis dan
manajemen) dan kegiatan
peningkatan mutu RS
2. Terlaksana koordinasi kegiatan
program
manajemenrisiko (klinis dan
manajemen)
3. Terlaksananya komunikasi yang
efektif terkait masalah – masalah
mutu secara rutin kepada semua
di Rumah Sakit
4. Terlaksananya pengumpulan data
dan
6 URAIAN TUGAS pengelolaan dataunitdan menjaga
: 1. Membantu dalam
penyusunan
program PMKP di unit kerja.
2. Melakukan monitoring/survey
rutin
terkait penerapan program PMKP
di Unit Kerja dan Program
Manajemen Risiko di Unit Kerja.
perbaikan, pengukuran mutu/indikator
mutu, dan turut memberikan
saran
tindaklanjuti atas hasil capaian
4. Melakukan koordinasi dengan
pimpinan
unit pelayanan dalammelakukan
pemilihan risiko unit yang ada di
unit kerja. manager Mutu dan
5. Membantu
Akreditasi dalam koordinasi
pemilihan prioritas program di
6. tingkat unit kerja menyusun profil
Membantudalam
indikator mutu unit, metode
analisis, dan validasi data dari
data indicator mutu yang
dikumpulkan dari seluruh unit
kerja di rumah
7. Membantu sakit. formulir
menyusun
untuk
mengumpulkan
8. Menjalin data yang baik
komunikasi
dengan
semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait
9. pelaksanaan program mutu
Melakukan koordinasi dan
kegiatan
pendidikan dan pelatihan PMKP
yang telah disusun oleh Manager
Akreditasi
Mutu & dengan Urusan Diklat
RSMengkomunikasikan masalah –
10.
masalah
mutu secara rutin kepadasemua
pimpinan
Unit Kerja. di unit kerja dan PJ.
11. Melaksanakan pengelolaan
dan
pengendalian risiko meliputi
identifikasi, analisa, penanganan
12. resiko, implementasidan
Menyelenggarakan dan
melaksanakan kegiatan
administrasi urusantelusur/
13. Melakukan mutu.
supervisi sistem
manajemenpengolahan
14. Melakukan data mutu didataUnithasil
survey.
15. Melakukan verifikasi data
indikator
mutu RS sesuai dengan yang
16. ditetapkan dalamdatakebijakan
Melakukan validasi indikator
mutu
area klinis sesuai dengan yang
ditetapkan dalam kebijakan
PMKP.
7. WEWENANG : Melaksanakan kegiatan program
pengendalian mutu klinis dan mutu
manajemen termasuk pengelolaan
risiko di RS
8. PERSYARATAN
JABATAN : D3 Perumahsakitan
a. Pendidikan Formal : 1. Diklat PMKP
b. Pendidikan Non 2. Diklat Manajemen Risiko
Formal
3. Diklat Manajemen Data dan
c. Masa Kerja 4. Diklat Komunikasi Efektif
d. Pengalaman Jabatan : 2 Tahun di RS Hermina
e. Persyaratan Lain : Pernah menjabat staf/pelaksana Mutu
: 1. Memenuhi kompetensi sebagai
Penanggung Jawab
Urusan Ms. Excel
2. Mampu Mengaplikasikan

4. Uraian Jabatan Urusan Akreditasi


1. NAMA JABATAN : Urusan Akreditasi
2. JENIS DAN
KEDUDUKAN
JABATAN :
a. Jenis Jabatan : Fungsional
b. Atasan Langsung : Manajer Mutu & Akreditasi
c. Bawahan Langsung : -
3. HUBUNGAN KERJA
a. Internal : 1. Manajer Mutu dan Akreditasi
2. Kepala Instalasi, Bidang Pelayanan
Medis
3. Kepala Perawatan, Bidang
Keperawatan
4. Kepala Instalasi, Bidang Penunjang
Medis
b. Eksternal : 1. Dinas Kesehatan dan Dinas/Instansi
terkait
4. TUGAS POKOK : Melaksanakan program dan mengawasi
kegiatan Akreditasi RS meliputi kesiapan
dokumen dan implementasi, bimbingan
5. TANGGUNG JAWAB : 1. Terlaksananyaprogram akreditasi
untuk
BAB Medis, Keperawatan dan
Manajemen serta pengelolaan
kegiatan akreditasi sampai selesai
survei.
2. Pemberdayaansumberdayamanusia,
6. URAIAN TUGAS : 1. Mengkoordinasikan program
pengelolaan akreditasi (BAB Medis,
Keperawatan dan Manajemen)
dengan pimpinan unit dan pokja di
rumah sakit.
2. Melakukan koordinasi
dengan Tim
Akreditasi RS dan KARS terkait jadwal
bimbingan serta survei akreditasi di rumah sakit.
3. Melaksanakan koordinasi
kegiatan
akreditasi denganUnit/Bagian/Bidang
kelompok kerja akreditasi dan
bidang/bagian dalam pengelolaan
kegiatan akreditasi.
4. Menyelenggarakan dan
melaksanakan
RS.
6. Menjadwalkan dan memfasilitasi
kegiatan
telaah & sosialisasi SPO yang
7. Membuat
dilakukanupdate
oleh data
Bidang/Bagian/Unit
base SPO yang
RS. ada di
8. Menyelenggarakan dan
melaksanakan
kegiatan administrasi
9. Memfasilitasi urusan mutu.
kegiatan self
assessment yang
dilakukan oleh koordinator dan pokja
serta unit terkait.
10. Membuat laporan kegiatan self
7. WEWENANG assessment
: 1. Terlaksananya program akreditasiuntuk
BAB medis, Keperawatan dan
Manajemen serta pengelolaan
kegiatan akreditasi sampai selesai
2. survei.
Pemberdayaan sumber daya
manusia,
fasilitas,Akreditasi
Urusan material dan sistem prosedur
8. PERSYARATAN
JABATAN
a. Pendidikan Formal : D3 Perumahsakitan
b. Pendidikan Non : 1. Diklat PMKP
Formal 2. Diklat Manajemen Risiko
3. Diklat Manajemen Data dan Statistik
4. Diklat Komunikasi Efektif
c. Masa Kerja : 1 Tahun di RS Hermina
d. Pengalaman : Pernah menjabat staf/pelaksana Mutu
Jabatan
e. Persyaratan Lain : 1. Memenuhi kompetensi sebagai
Penanggung
Jawab Urusan
2. Mampu Mengaplikasikan Ms. Excel

5. Uraian Jabatan PJ. Mutu Unit


1. NAMA JABATAN : Urusan Akreditasi
2. JENIS DAN
KEDUDUKAN
JABATAN :
a. Jenis Jabatan : Fungsional
b. Atasan Langsung : Kepala Instalasi / Kepala Urusan
c. Atasan Tidak : Urusan Mutu & Risiko
Langsung
d. Bawahan : -
3. HUBUNGAN KERJA
a. Internal : 1. Manager Mutu dan Akreditasi
2. Kepala Instalasi/Kepala Urusan
3. Kepala Perawatan Ruangan
4. Urusan Mutu dan Risiko
5. Tim PPI
6. Tim KPRS
b. Eksternal : -
4. TUGAS POKOK : Melaksanakan program dan mengawasi
kegiatan Akreditasi RS meliputi kesiapan
dokumen dan implementasi, bimbingan
serta survei akreditasi
5. TANGGUNG JAWAB : 1. Terlaksananya program PMKP di Unit
Kerja
2. Terlaksananya pengumpulan,
6. URAIAN TUGAS : 1. Melaksanakan program mutu pelaporan,
dan
melakukan
monitoring dan survey terhadap
pelaksanaan
Pimpinan programdi mutu
langsung Unitbersama
Kerja
(Kaints/Kaur).
2. Berkoordinasi dengan pimpinan unit
(atasan
langsung) sebagai Penanggung
jawab utama pelaksanaan
3. Berkoordinasi dengan PJ.program
Urusan
Risiko terkait pelaksanaan program Mutumutu
dan
Unit Kerja. di
4. Melakukan pengarsipan notulen dan
informasi tertulis tentang Mutu, serta
laporan Mutu Unit/SMP Unit untuk
Indicator
disimpan di unit kerjanya.
5. Melakukan pengumpulan data
indikator mutu
di Unit Kerja yang masuk ke dalam
6.laporan indikator
Melakukan mutu unitdata
penginputan kerja.
secara
harian
via google sheet dengan
menggunakan
password penginputan
7. Memastikan masing –data masing
pada
setiap
8. Melakukan
sheet telah printout Laporan
terisi lengkap danEksekutif
benar.
Unit/Indikator Mutu Unit beserta SMP
analisa dari indikator yang tidak
tercapai yang telah dibuat oleh
Pimpinan
9. di Unitlaporan
Memberikan Kerja. indikator mutu
Urusan Mutu dan Risiko yang kepada
telah
diverifikasi oleh Atasan Langsung,
Bidang/Bagian dan Wakil Direktur Manager
setiap tanggal 5 di bulan berjalan.
7. WEWENANG : 1. Mengkoordinasikan kegiatan
pengumpulan
2. Memberikan masukan/usulan kepada
atasan
langsung terkait kegiatan
8. PERSYARATAN peningkatan mutu dan keselamatan
JABATAN
a. Pendidikan Formal : D3 Kesehatan
b. Pendidikan Non : 1. Diklat PMKP
Formal 2. Diklat Manajemen Data dan Statistik
3. Diklat PPI
c. Masa Kerja : 1 Tahun di RS Hermina
d. Pengalaman : 1. Pernah menjadi PJ. di Unit Kerja
Jabatan
e. Persyaratan Lain : 2.Menjalani Sumpah untuk menjaga rahasia
medis
6. Uraian Tugas PJ. Mutu Unit

1. NAMA JABATAN : Urusan Akreditasi


2. JENIS DAN
KEDUDUKAN
JABATAN :
e. Jenis Jabatan : Fungsional
f. Atasan Langsung : Kepala Instalasi / Kepala Urusan
g. Atasan Tidak : Urusan Mutu & Risiko
Langsung
h. Bawahan : -
3. Langsung
HUBUNGAN KERJA
a. Internal : 1. Manager Mutu dan Akreditasi
2. Kepala Instalasi/Kepala Urusan
3. Kepala Perawatan Ruangan
4. Urusan Mutu dan Risiko
5. Tim PPI
6. Tim KPRS
b. Eksternal : -
4. TUGAS POKOK : Melaksanakan program dan mengawasi
kegiatan Akreditasi RS meliputi kesiapan
dokumen dan implementasi, bimbingan
5. TANGGUNG JAWAB : 1. Terlaksananya program PMKPdi Unit
Kerja
2. Terlaksananya pengumpulan,
pelaporan,
6. URAIAN TUGAS : pengdokumentasian datamutu
1. Melaksanakanprogram Mutu Unit
dan
melakukan monitoring dan survey
terhadap pelaksanaan program mutu
bersama – sama dengan Pimpinan
langsung di Unit Kerja (Kaints/Kaur).
2. Berkoordinasi dengan pimpinan unit
(atasan langsung) sebagai
Penanggung jawab utama
pelaksanaan program mutu di Unit
kerja.
3. Berkoordinasi dengan Urusan Mutu
dan Risiko terkait pelaksanaan
program mutu di Unit Kerja.
4. Melakukanpengarsipan notulen dan
informasi tertulis tentangMutu, serta
laporan Indicator Mutu Unit/SMP
Unit untuk disimpan di unit kerjanya.
5. Melakukan pengumpulan data
indikator
mutu di Unit Kerja yang masuk ke
dalam laporan indikator mutu unit
kerja.
6. Melakukan penginputan data secara
harian via google sheet dengan
menggunakan password masing –
masing instalasi/unit kerja.
7. Memastikan penginputan data pada
setiap sheet telah terisi lengkap dan
benar.
8. Melakukan printout Laporan
Eksekutif SMP Unit/Indikator Mutu
diverifikasi oleh Atasan Langsung,
Manager Bidang/Bagian dan Wakil
Direktur setiap tanggal 5 di bulan
7. WEWENANG : 1. berjalan.
Mengkoordinasikan kegiatan
pengumpulan
2. Memberikan masukan/usulan kepada
atasan
langsung terkait kegiatan peningkatan
8. PERSYARATAN mutu dan keselamatan pasien.
JABATAN
f. Pendidikan Formal : D3 Kesehatan
g. Pendidikan Non : 1. Diklat PMKP
Formal 2. Diklat Manajemen Data dan Statistik
h. Masa Kerja : 3. Diklat PPI
i. Pengalaman : 1 Tahun di RS Hermina
j. Persyaratan Lain : 1. Pernah menjadi PJ. di Unit Kerja
2. Menjalani Sumpah untuk menjaga
rahasia
medis

B. HUBUNGAN KOORDINASI BIDANG MUTU DAN AKREDITASI DENGAN


BAGIAN/BIDANG/UNIT LAIN

Bagan 4 . Hubungan Koordinasi Bidang Mutu dan Akreditasi


Keterangan
Komite Medik
Bidang Mutu dan Akreditasi menyiapkan data penilaian kinerja
DPJP/Staf Medis yang terkait aspek penilaiannya berkaitan dengan
indikator mutu RS, antara lain :
- Data ketidaklengkapan Pengisian BRM
- Data keterlambatan DPJP dalam melakukan visite di RWI
- Data keterlambatan DPJP dalam memenuhi jadwal praktek di
RWJ
- Data kejadian Insiden keselamatan pasien yang terkait dengan
DPJP
- Data Pelaporan dugaan pelanggaran/dilema etik
a. Bidang Mutu dan Akreditasi berkoordinasi dengan Komite Medik
membuat rencana pelatihan/diklat :
- Manajemen Data, Analisa Data, Diklat PMKP untuk Tim Komite
Medik dan KSM
- Diklat Tata Cara pengisian clinical pathway, pembuatan RCA, serta
Management Risiko Medis dan handling complain jika terjadi
kasus gugatan hukum yang terkait dengan aspek medis bagi staf
medis.

2. KOMITE KEPERAWATAN
a. Bidang Mutu berkoordinasi dengan Staf Mutu Komite Keperawatan
memantau :
- Kepatuhan kelengkapan pengisian BRM terkait pengisian asuhan
keperawatan dan formulir lainnya yang harus diisi oleh tenaga
keperawatan.
- Kepatuhan pelaksanaan ISKP di lapangan.
- Tindaklanjut terkait pelanggaran disiplin SPO khususnya ISKP.
b. Bidang Mutu dan Akreditasi menyiapkan data penilaian kinerja Staf
Keperawatan yang terkait aspek penilaiannya berkaitan dengan
indikator mutu RS, antara lain :
- Data ketidaklengkapan Pengisian BRM
- Data kejadian Insiden keselamatan pasien yang terkait
dengan
Keperawatan
- Data Pelaporan dugaan pelanggaran/dilema etik
b. Bidang Mutu berkoordinasi dengan Komite Keperawatan membuat
rencana pelatihan/diklat sebagai tindaklanjut pemenuhan / peningkatan
kompetensi staf keperawatan terkait Mutu dan Keselamatan Pasien.

3. SEKRETARIS RS
n Bidang Mutu berkoordinasi dengan sekretaris rumah sakit dalam
hal penjadwalan rapat, khususnya jika ada jadwal rapat di luar
jadwal rutin yang dipimpin langsung oleh Direktur / Direksi RS.
n Bidang mutu berkoordinasi dengan sekretaris rumah sakit dalam
melakukan penjadwalan kegiatan SA Dokumen Akreditasi setiap
6 bulan yang dipimpin oleh Direktur RS, Koordinator Pokja,
dengan Fasilitator bidang mutu.
n Bidang Mutu berkoordinasi dengan sekretaris rumah sakit dalam
hal pengelolaan dokumen penting di RS (PKS, Perijinan, dan
Regulasi lainnya). Update data base dokumen penting di RS
(PKS, Perijinan dan Regulasi lainnya) ditembuskan setiap bulan
ke bidang mutu .
n Evaluasi perpanjangan dari Instalasi/Bidang/Bagian yang
diajukan kepada sekretaris untuk di tandatangan direktur
diberikan terlebih dahulu ke bagian mutu untuk dilakukan
analisa, feedback data dan rekomendasi perpanjangan sesuai
pemenuhan aspek mutu yang tertera pada PKS.

4. IT RS
n Bidang mutu berkoordinasi dengan IT RS dalam hal pengajuan
penambahan fasilitas dan aplikasi/fitur terkait kebutuhan
pengolahan data.
n Bidang mutu berkoordinasi dengan IT RS dalam hal penginputan
dokumen Akreditasi ke dalam sistem SISMADAK.
n Bidang Mutu berkoordinasi dengan IT RS terkait pengajuan PDSA,
lean management untuk meningkatkan mutu dan kinerja yang
membutuhkan support IT.
n Bidang mutu berkoordinasi dengan IT RS dan Kaints Farmasi guna
memastikan tidak terjadi error system e-press terutama di hari padat
kunjungan.
n Bidang mutu berkoordinasi dengan IT RS dalam hal tatalaksana
penyelenggaraan diklat bagi karyawan di rumah sakit, khususnya
staf mutu dan PJ. Mutu yang terkait dengan support system di RS.
5. TIM ANTI FRAUD
n Manager mutu merupakan anggota dari Tim Anti Fraud.
n Tim Anti Fraud melakukan pembahasan jika diduga adanya
penginputan claim BPJS dan tatalaksana pasien BPJS yang tidak
sesuai dengan regulasi yang berlaku, khususnya yang terkait
dengan penerapan kepatuhan clinical pathway.

6. TIM PKRS
n Bidang Mutu berkoordinasi dengan dengan Tim PKRS dalam
mempublikasikan hasil pencapaian indicator mutu di lingkungan
rumah sakit.

7. TIM REGULASI
n Manager mutu merupakan anggota dari Tim Regulasi RS.
n Tim Regulasi melakukan koreksi pada setiap Kebijakan dan SPO
baru yang diajukan dari unit sebelum diajukan ke Direktur untuk
kemudian disosialisasikan oleh unit terkait.
n Tim Regulasi melakukan telaah setiap SPO baru yang diajukan dari
unit sebelum diajukan ke Direktur untuk kemudian disosialisasikan
oleh unit terkait.
n Tim Regulasi RS berkoordinasi dengan SPI secara berkala
melakukan pemantauan ketersediaan regulasi di setiap unit kerja.
n Tim regulasi RS berkoordinasi dengan semua pimpinan di unit
kerja dalam hal update data base regulasi yang ada di Unit Kerja.
n Tim Regulasi melakukan riview dan evaluasi regulasi yang ada
secara berkala, untuk kemudian diajukan penetapan ulang atau
revisi oleh Direktur RS berdasarkan hasil telaah Tim Regulasi.
n Tim Regulasi melakukan riview dan evaluasi visi dan misi RS,
untuk kemudian diajukan penetapan ulang atau revisi oleh Direktur
RS berdasarkan hasil telaah tim Regulasi.
n Kebijakan yang telah ditetapkan, berkas asli disimpan di Sekretaris
rumah sakit, sedangkan SPO berkas asli disimpan di Bidang Mutu
RS. Kebijakan
dan SPO yang telah disosialisasikan didokumentasikan di Sekretaris
Tim Regulasi.

8. TIM PPI
n Bidang Mutu dan Ketua Tim PPI adalah orang yang berbeda.
n Laporan bulanan hasil surveilains dari Tim PPI ditembuskan ke
Bidang Mutu, termasuk hasil pemantauan dan evaluasi kejadian
HAIS di rumah sakit.
n Hasil surveilains dibahas bersama – sama dalam suatu rapat
integrasi pertriwulan antara Bidang Mutu dan Tim PPI.
n Bidang Mutu bekerja sama dengan Tim PPI menyusun indikator
rumah sakit terkait Program PPI yang diintegrasikan ke dalam
indikator mutu RS.
n Bidang Mutu bekerja sama dengan Tim PPI menyusun risiko
HAIS yang diintegrasikan ke dalam Risk Register RS serta
Program Mutu & keselamatan Pasien Rumah Sakit.
n Bidang Mutu bersama - sama dengan Tim PPI melakukan
monitoring indikator rumah sakit terkait Program PPI yang
terintegrasi ke dalam indikator mutu RS.
n Bidang Mutu bersama - sama dengan Tim PPI melakukan
pengintegrasian data PPI dan data mutu yang akan
dipublikasikan ke eksternal/ SISMADAK.

10. TIM KPRS


n Manager Mutu merupakan sekretaris Tim KPRS.
n Tim KPRS melakukan ronde patient safety terintegrasi bersama
dengan Tim K3RS, Tim PPI, Tim ABRT, Manager Bidang/Bagian
lainnya minimal setiap triwulan sebagai bentuk dukungan
manajemen terhadap pelaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien di rumah sakit. Data ronde kemudian di
himpun oleh Bidang Mutu dan Akreditasi untuk diolah menjadi
laporan.
n Laporan kejadian insiden keselamatan pasien di unit kerja
diberikan kepada Sekretaris Tim KPRS
n Setiap kejadian insiden baru dilakukan pembahasan kasus dan
simulasi guna mencegah terjadinya kasus berulang dikarenakan
ketidaktahuan petugas (budaya pembelajaran).
n Tim KPRS untuk menyusun indikator tentang pengukuran budaya
keselamatan pasien.
n Tim KPRS melakukan pengukuran budaya keselamatan pasien di
rumah sakit yang hasilnya diintegrasikan dengan pengukuran
budaya keselamatan rumah sakit.

10. TIM K3RS


n Tim K3RS melakukan pemantauan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja Karyawan
n Laporan Kejadian ketidakamanan fasilitas dan alat yang
mengakibatkan cidera atau risiko lainnya terhadap karyawan,
dokter dan pengunjung diterima oleh tim K3RS dan dibahas
bersama – sama dalam suatu rapat integrasi pertriwulan antara
Bidang Mutu dan Akreditasi, Tim K3RS dan Tim MFK.
n Bidang Mutu dan Akreditasi bekerjasama dengan tim K3RS untuk
menyusun program mutu tentang management risiko dan evaluasi
program secara berkesinambungan. Laporan pelaksanaan
vaksinasi dan MCU karyawan ditembuskan ke bidang mutu untuk
turut dipantau kepatuhan pelaksanaannya secara periodik.
n Bidang Mutu dan Tim K3RS menyusun indikator tentang
pengukuran budaya keselamatan & kesehatan kerja karyawan
n Tim K3RS melakukan pengukuran budaya keselamatan karyawan
di rumah sakit yang hasilnya diserahkan ke Bidang Mutu untuk
kemudian diintegrasikan dengan pengukuran budaya
keselamatan rumah sakit.

11. TIM KOMITE ETIK RS


n Manager mutu merupakan anggota dari Tim Komite Etik RS
n Tim Komite Etik melakukan pemantauan terhadap penerapan etik
karyawan dalam bekerja, baik etik sesama
pekerja/atasan/bawahan, etik antara dokter dan karyawan/pasien,
etik antara karyawan dengan dokter/pasien.
n Laporan pelaporan kejadian pelanggaran etik diberikan ke
Sekretaris Tim Komite Etik, jika kejadian etik berkaitan dengan
profesi maka diteruskan ke bagian profesi terkait selain ke Bidang
Mutu.
n Bidang mutu dan Tim Komite Etik menyusun indikator tentang
pengukuran penerapan etik di RS.
n Tim Komite Etik melakukan pengukuran penerapan etik di RS.di
rumah sakit yang hasilnya diserahkan ke Bidang Mutu untuk
kemudian diintegrasikan dengan pengukuran budaya keselamatan
rumah sakit

12. BIDANG/BAGIAN/UNIT KERJA/UNIT PELAYANAN LAINNYA DI


RUMAH SAKIT
n Bidang Mutu dan Akreditasi bersama – sama dengan Bidang
Pelayanan Medis, Bidang Penunjang Medis, Bidang
Keperawatan, Bagian Personalia, Bagian Marketing, Bagian
Keuangan, Bagian Penunjang Umum dan Bagian JKN, Kepala
Urusan, Kepala Pelayanan dan Kepala Instalasi membahas
usulan indikator mutu Unit kerja dan membahas pemilihan
Indikator Mutu RS yang akan ditetapkan.
n Bidang Mutu dan Akreditasi bersama – sama dengan
Bidang/Bagian/Unit Kerja menyusun Program Diklat sebagai
upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
n Bidang Mutu dan Akreditasi memfasilitasi kebutuhan pertemuan,
kebutuhan penyusunan worksheet dan profil indikator mutu yang
diajukan dari Bidang/Bagian/Unit kerja yang ada di Rumah Sakit.
n Bidang mutu berkoordinasi dengan Bidang/Bagian/Unit kerja di
rumah sakit dalam melaksanakan pengelolaan dan pengendalian
mutu meliputi kegiatan survei, analisa dan evaluasi mutu serta
pengendalian risiko meliputi identifikasi, analisa, penanganan
risiko, implementasi dan monitoring.
n Bidang mutu berkoordinasi dengan semua Bidang/Bagian/Unit
Kerja guna memantau kepatuhan Laporan Pencapaian Indikator
Mutu Bidang/ Bagian/unit kerja setiap bulan.
n Bidang Mutu dan akreditasi melakukan supervise proses
pengelolaan mutu di unit kerja, melakukan pembahasan hasil
temuan dan memberikan usulan rekomendasi perbaikan.
n Laporan Pencapaian Indikator Mutu dibahas bersama – sama
dalam rapat Staf per bulan, dan secara detail dibahas per triwulan
dalam rapat Mutu RS.
n Bidang Mutu dan Akreditasi bersama – sama dengan
Bidang/Bagian/Unit Kerja di RS melakukan pemantauan terhadap
Pelaksanaan dan Pencapaian indikator mutu RS.
n Bidang Mutu mengkomunikasikan kepada Bidang/Bagian/Unit
Kerja kegiatan program akreditasi (Pokja Bidang Medis,
Keperawatan dan Manajemen) dan pengawasan kegiatan
akreditasi sampai selesai survei.
n Bidang Mutu mengkomunikasikan hasil temuan survey kepada
Bidang/Bagian/Unit Kerja perkali kegiatan survey dilakukan untuk
dapat ditindaklanjuti.
n Bidang mutu berkoordinasi dengan Bidang/Bagian/Unit kerja di
rumah sakit dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi
terhadap penerapan budaya keselamatan rumah sakit.
n Bidang Mutu bersama – sama dengan Bidang Pelayanan Medis,
Bidang Penunjang Medis, Bidang Keperawatan, Bagian
Personalia, Bagian Marketing, Bagian Keuangan, Bagian
Penunjang Umum dan Bagian JKN membahas pencapaian
penerapan budaya keselamatan rumah sakit dalam rapat staf
setiap bulan yang dipimpin oleh Direktur.
BAB VII
KEGIATAN

Desain Sistem Mutu dan Keselamatan Pasien adalah kegiatan yang harus
dilakukan berkaitan dengan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

A. PERENCANAAN, PELAKSANAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN


PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
1. Direktur rumah sakit, para pimpinan klinis dan pimpinan manajerial
secara bersama – sama menyusun, merencanakan,
mengembangkan, serta melaksanakan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien
2. Representasi pemilik memiliki kewenangan dan tanggung jawab
untuk memberikan persetujuan, dan pengawasan agar rumah sakit
mempunyai kepemimpinan yang jelas, dijalankan secara efesien,
serta memberikan pelayanan kesehatan dan aman serta
menindaklanjuti laporan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
3. Direktur rumah sakit bertanggung jawab untuk memulai dan
menyediakan dukungan berkelanjutan dalam hal komiten rumah sakit
terhadap mutu
4. Direktur rumah sakit mengembangkan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien serta mengajukan persetujuan program
kepada representasi pemilik dan melalui misi rumah sakit serta
dukungan pemilik rumah sakit membentuk suatu budaya mutu di
rumah sakit
5. Representasi pemilik bertanggung jawab dan mempunyai
kewenangan menyetujui program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
6. Direktur rumah sakit memilih pendekatan yang digunakan oleh rumah
sakit untuk mengukur, menilai, serta meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien. Pengukuran mutu dilakukan menggunakan
indikator mutu di tingkat rumah sakit dan di tingkat uni pelayanan
yang merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
7. Direktur rumah sakit menetapkan bagaimana program peningkatan
mutu dan
keselamatan pasien diarahkan dan diatur setiap harinya
8. Direktur rumah sakit menetapkan organisasi yang mengelola dan
melaksanakan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
9. Direktur rumah sakit memastikan bahwa program tersebut
mempunyai
sumber daya termasuk sumber daya tenaga yang cukup agar
berjalan efektif
10. Direktur rumah sakit menetapkan suatu struktur dan proses untuk
memantau dan melakukan koordinasi menyeluruh terhadap program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Koordinasi ini
mendukung pendekatan sistem untuk pemantauan kualitas dan
aktivitas perbaikan sehingga mengurangi duplikasi upaya
peningkatan mutu
11. Direktur rumah sakit bertanggung jawab memberikan laporan
pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
kepada pemilik atau representasi pemilik sesuai dengan regulasi
rumah sakit sebagai berikut :
a) Setiap tugas bulan yang meliputi capaian dan analisis indikator
mutu area klinis, area manajemen, sasaran keselamatan pasien,
capaian implementasi panduan praktek klinis dan alur klinis serta
penerapan sasaran keselamatan pasien
b) Setiap 6 (enam) bulan direktur rumah sakit melaporkan penerapan
keselamatan pasien kepada representasi pemilik, antara lain
mencakup :
1.Jumlah dan jenis kejadian tidak diharapkan/ insiden
keselamatan pasien serta analisis akar masalahnya;
2.Apakah pasien dan keluarga telah mendapatkan informasi
tentang kejadian tersebut;
3.Tindakan yang telah diambil untuk meningkatkan keselamatan
pasien sebagai respon terhadap kejadian tersebut;
4.Apakah tindakan perbaikan tersebut dipertahankan
Khusus untuk kejadian sentinel, Direktur rumah sakit wajib
melaporkan kejadian kepada pemilik dan representasi pemilik
paling lambat 2 x 24 jam setelah kejadian dan melaporkan ulang
hasil analisis akar masalah setelah 45 hari
12. Representasi pemilik mengkaji dan merespon laporan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, khususnya terkait
dengan capaian indikator yang masih rendah
13. Direktur rumah sakit menetapkan komunikasi dan informasi terkait
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara berkala
kepada staf merupakan hal yang penting. Alur komunikasi mutu
dilakukan melalui jalur yang efektif, seperti bulletin, poster,
pertemuan staf dan proses sumber daya manusia. Informasi yang
diberikan antara lain berupa program yang baru
saja selesai, perkembangan dalam pencapaian sasaran keselamatan
pasien, hasil analisis kejadian sentinel atau kejadian tidak diinginkan
lainnya, ataupun penelitian terkini maupun program benchmark
14. Direktur menetapkan regulasi peningkatan mutu dan keselamatan
pasien yang berbentuk pedoman peningkatan mutu dan keselamatan
pasien dan prosedur – prosedur lainnya, antara lain berisi sebagai
berikut :
a. Penetapan organisasi yang mempunyai tugas mengarahkan,
mengatur serta mengkoordinasi pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien;
b. Peran direktur rumah sakit dan para pimpinan dalam
merencanakan dan mengembangkan program peningkatan mutu
serta keselamatan pasien;
c. Peran direktur rumah sakit dan para pimpinan dalam pemilihan
indikator mutu tingkat rumah sakit (indikator mutu area klinis,
indikator mutu area manajemen dan sasaran keselamatan pasien)
serta keterlibatannya dalam menindaklanjuti capaian indikator
mutu yang rendah; dan para pimpinan dalam memilih area
prioritas sebagai fokus area untuk perbaikan;
d. Monitoring pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, siapa saja yang melakukan monitoring,
kapan dilakukan dan bagaimana melakukan monitoringnya.;
e. Proses pengumpulan data, analisis, feedback, dan pemberian
informasi kepada staf
f. Bagaimana alur pelaporan pelaksanaan pengukuran mutu rumah
sakit, mulai dari unit sampai kepada pemilik rumah sakit
g. Bantuan teknologi/sistem informasi rumah sakit yang akan
diterapkan untuk pengumpulan dan analisis data mutu,
keselamatan pasien, dan survailance infeksi
15. Direktur rumah sakit bertanggung jawab dalam menetapkan prioritas
pengukuran dan perbaikan di seluruh rumah sakit. Prioritas ini
meliputi upaya pengukuran dan perbaikan yang mempengaruhi atau
mencerminkan aktivitas yang terdapat di berbagai unit pelayanan
16. Direktur rumah sakit berfokus pada upaya pengukuran dan perbaikan
berhubungan dengan kepatuhan penuh terhadap sasaran
keselamatan pasien
17. Direktur Rumah Sakit dengan para pimpinan dan bidang mutu rumah
sakit tetap merancang upaya peningkatan mutu pelayanan prioritas
rumah sakit,
dengan memperhatikan beberapa hal :
a. Misi Rumah Sakit
b. Data – data dari permasalahan yang ada, misalnya komplain
pasien, capaian indikator mutu yang masih rendah, terdapat
kejadian yang tidak diharapkan
c. Terdapat sistem serta proses yang memperlihatkan variasi paling
banyak, misalnya pelayanan pasien stroke yang dilakukan oleh
lebih satu dokter spesialis saraf dan memperlihatkan proses
pelayanan yang masih bervariasi atau belum terstandarisasi
sehingga hasil pelayanannya juga bervariasi
d. Dampak dari perbaikan, misalnya penilaian efesiensi suatu proses
klinis yang kompleks pada pelayanan stroke, pelayanan jantung
dan lainnya, dan/atau identifikasi pengurangan biaya dan sumber
daya yang digunakan dengan permaikan suatu proses. Penilaian
dampak dari perbaikan tersebut akan menunjang pemahaman
tentang biaya relatif yang dikeluarkan demi investasi mutu dari
sumber daya manusia, finansial dan keuntungan lain dari
investasi tersebut. Sehingga diperlukan program (tool) sederhana
untuk menghitung sumber daya yang digunakan pada proses
yang lama dan proses yang baru
e. Dampak pada perbaikan sistem sehingga efek perbaikan dapat
terjadi diseluruh rumah sakit, misalnya sistem manajemen obat di
rumah sakit 18. Direktur rumah sakit mendukung program PPRA
untuk mengantisipasi dampak merugikan yang menurunkan mutu dan
meningkatkan risiko pelayanan kesehatan khususnya biaya dan
keselamatan pasien

B. PENGELOLAAN KEGIATAN PENINGKATAN MUTU DAN


KESELAMATAN PASIEN
1. Direktur Rumah Sakit Hermina Palembang menetapkan organisasi
yang mengelola kegiatan PMKP, yakni Bidang Mutu dan Akreditasi
sesuai dengan peraturan perundang – undangan
Uraian Tugas Bidang Mutu dan Akreditasi
a) Menjadi motor penggerak penyusunan program PMKP rumah
sakit.
b) Melakukan monitoring dan memandu penerapan program PMKP
di unit kerja.
c) Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit
pelayanan dalam memilih prioritas perbaikan, pengukuran
mutu/indikator mutu, dan menindaklanjuti hasil capaian indikator.
d) Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas
program di tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi
priorotas rumah sakit secara keseluruhan. Prioritas program
rumah sakit dikoordinasikan dengan baik dalam pelaksanaannya.
e) Menentukan profil indikator mutu unit, metode analisis, dan
validasi data dari data indikator mutu yang dikumpulkan dari
seluruh unit kerja di rumah sakit
f) Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis
data, serta bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan.
g) Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait pelaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien.
h) Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan
PMKP.
i) Mengkomunikasikan masalah – masalah mutu secara rutin
kepada semua staf.
j) Menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan
program PMKP.
2. Direktur Rumah sakit menetapkan PJ. Mutu Unit
PJ. Mutu Unit adalah bagian dari SDM di Unit kerja yang ditunjuk
dan
diangkat oleh Direktur untuk membantu Pimpinan Unit Kerja
dalam
mengelola mutu di Unit Kerja sebagai bagian dari tugasnya.
Uraian Tugas PJ. Mutu Unit :
a) Melaksanakan program mutu dan melakukan monitoring dan
survey terhadap pelaksanaan program mutu bersama – sama
dengan Pimpinan langsung di Unit Kerja (Kaints/Kaperu/Kaur).
b) Berkoordinasi dengan pimpinan unit (atasan langsung) sebagai
PJ. langsung pelaksanaan program mutu di Unit kerja.
c) Berkoordinasi dengan Bidang Mutu dan Akreditasi terkait
pelaksanaan program mutu di Unit Kerja.
d) Melakukan pengarsipan notulen dan informasi tertulis tentang
Mutu, serta laporan Indicator Mutu Unit/SMP Unit untuk
disimpan di unit
kerjanya.
e) Melakukan pengumpulan data indikator mutu di Unit Kerja yang
masuk ke dalam laporan indikator mutu unit kerja.
f) Melakukan penginputan data secara harian via google sheet
dengan menggunakan password masing – masing instalasi/unit
kerja.
g) Memastikan penginputan data pada setiap sheet telah terisi
lengkap dan benar.
h) Melakukan printout Laporan Eksekutif SMP Unit beserta analisa
dari indikator yang tidak tercapai yang telah dibuat oleh Pimpinan
di Unit Kerja.
i) Memberikan laporan indikator mutu kepada Staf Bidang Mutu
dan Akreditasi yang telah diverifikasi oleh Atasan Langsung,
Manager Bidang/Bagian dan Wakil Direktur setiap tanggal 5 di
bulan berjalan.
3. Personil di Bidang Mutu dan Akreditasi dan PJ. Mutu Unit yang
mengelola mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit diberikan
pelatihan yang terkait dengan uraian tugasnya.
4. Direktur rumah sakit memastikan bahwa Bidang Mutu dan Akreditasi
sebagai pengelola kegiatan Mutu di RS telah melaksanakan kegiatan
sesuai dengan uraian tugasnya.
5. Direktur rumah sakit menetapkam pedoman PMKP yang sesuai
dengan referensi terkini yang dipergunakan untuk meningkatkan mutu
asuhan klinis dan proses kegiatan manajemen lebih baik.
Penyusunan Pedoman PMKP dibuat dengan memperhatikan :
- Literatur ilmiah dan informasi lainnya yang dapat dipergunakan
untuk mendukung asuhan praktek terkini, misalnya PNPK dan
internasional clinical guidelines
- Literatur ilmiah dan informasi lainnya yang dapat dipergunakan
untuk mendukung terselenggaranya manajemen yang baik
- Informasi lainnya sesuai dengan kebutuhan rumah sakit, misalnya
data indikator mutu di tingkat nasional dan internasional.
- Peraturan perundangan – undangan terkait dengan mutu dan
keselamatan pasien di rumah sakit termasuk pedoman – pedoman
yang dikeluarkan pemerintah.
6. Direktur rumah sakit menetapkan regulasi sistem manajemen data
program PMKP dan menyediakan teknologi serta dukungan lainnya
untuk mendukung sistem manajemen data pengukuran mutu
terintergrasi sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.
Direktur rumah sakit menyediakan bantuan teknologi berupa fasilitas
Komputer, laptop, jaringan internet dan aplikasi/sistem manajemen
mutu untuk mendukung sistem manajemen data pengukuran mutu
terintergrasi sesuai dengan perkembangan teknologi informasi
7. Direktur rumah sakit bersama-sama dengan Wakil DIirektur dan para
manager di rumah sakit merumuskan program pelatihan PMKP untuk
pimpinan rumah sakit serta seluruh staf yang terlibat dalam
pengumpulan, analisis dan validasi data yang diberikan oleh
narasumber yang kompeten.
a. Direktur rumah sakit menunjuk dan mengangkat narasumber
program diklat PMKP yang kompeten, ditetapkan dengan SK
Dir tentang Tim Pengajar PMKP
b. Seluruh personil yang terlibat dalam pengelolaan data mutu dan
keselamatan pasien dijadwalkan dan dipastikan mengikuti
program diklat yang telah dibuat.

3. PEMILIHAN, PENGUMPULAN, ANALISIS DAN VALIDASI


INDIKATOR MUTU
A. Indikator Mutu RS
1. Direktur rumah sakit menetapkan Bidang Mutu dan Akreditasi terlibat
proses pemilihan prioritas pengukuran pelayanan klinis yang akan
dievaluasi serta melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan
pengukuran di seluruh unit rumah sakit.
2. Sehubungan dengan sumber daya terbatas yang dimiliki rumah sakit,
maka tidak mungkin RS dapat mengumpulkan data untuk menilai
semua hal yang diinginkan, maka dipilih proses dan hasil (outcome)
praktek klinik dan manajemen yang harus dinilai (diukur) dengan
mengacu pada misi rumah sakit, kebutuhan pasien dan jenis
pelayanan.
3. Penilaian difokuskan pada proses yang berimplikasi risiko tinggi,
diberikan dalam volume besar atau cenderung menimbulkan
masalah.
4. Direktur rumah sakit bersama-sama dengan manager jajaran medis
dan manager jajaran umum/manajemen memilih dan menetapkan
pengukuran mutu pelayanan klinis yang prioritas untuk dilakukan
evaluasi.
1) Pengukuran mutu prioritas tersebut dilakukan menggunakan
indikator-indikator mutu sebagai berikut :
a) Indikator mutu area klinis (IAK) yaitu indikator mutu yang
bersumber dari area pelayanan.
b) Indikator mutu area manajemen (IAM) yaitu indikator mutu
yang bersumber dari area manajemen.
c) Indikator mutu Sasaran Keselamatan Pasien yaitu indikator
mutu yang mengukur kepatuhan staf dalam penerapan
sasaran keselamatan pasien dan budaya keselamatan.
2) Setiap indikator dibuat profilnya atau gambaran singkatnya tentang
indikator tersebut oleh Bidang Mutu dan Akreditasi, meliputi :
a) Judul indikator
b) Definisi operasional
c) Tujuan dan dimensi mutu
d) Dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator
e) Numerator, denominator, dan formula pengukuran
f) Metodologi pengumpulan data
g) Cakupan data
h) Frekuensi pengumpulan data
i) Frekuensi analisis data
j) Metodologi analisis data
k) Sumber data
l) Penanggung jawab pengumpul data
m) Publikasi data
3) Indikator mutu yang sudah dipilih bila sudah tercapai terus
menerus selama setahun dan sudah tidak ada yang perlu
diperbaiki lagi diganti dengan indikator mutu baru, dilakukan
pengkajiannya oleh Manager Mutu dan Akreditasi dan diusulkan
penggantian indikatornya pada Rapat Mutu Akhir Tahun.
b. PPK dan Clinical Pathway
1. Pimpinan medis bersama-sama dengan komite medis dan Kelompok
Staf Medis memilih dan menetapkan 5 (lima) panduan praktik klinis,
alur klinis (clinical pathway), dan/atau protocol klinis, dan/atau
prosedur, dan/atau standing order yang dipergunakan untuk
pengukuran mutu prioritas rumah sakit dengan mengacu pada
panduan praktik klinis dan alur klinis yang sudah diterapkan oleh
kelompok staf medis di unit-unit pelayanan.
2. Tujuan dari standarisasi proses asuhan klinis yang dimonitor oleh
Komite Medik adalah sebagai berikut:
a) Melakukan standarisasi proses asuhan klinis.
b) Mengurangi risiko dalam proses asuhan terutama yang berkaitan
asuhan kritis.
c) Memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam
memberikan asuhan klinis tepat waktu dan efektif.
d) Memanfaatkan indikator prioritas sebagai indikator dalam
penilaian kepatuhan penerapan alur klinis di area yang akan
diperbaiki di tingkat rumah sakit.
e) Secara konsisten menggunakan praktik berbasis bukti (evidence
based practices) dalam memberikan asuhan bermutu tinggi.
3. Penerapan panduan praktik klinis-clinical pathway dipilih oleh tiap-tiap
kelompok staf medis di unit-unit pelayanan di tempat DPJP
memberikan asuhan.
4. Dilakukan standarisasi proses asuhan klinis pada prioritas pengukuran
mutu di rumah sakit yang akan dievaluasi selain ditetapkan indikator
mutu rumah sakit.
5. Evaluasi dan audit medis dilakukan setiap Triwulan oleh Komite Medik
bersama – sama dengan Tim Clinical Pathway, difasilitasi oleh
Manager Pelayanan Medis dan MPP.

c. Indikator Mutu Unit


1. Direktur rumah sakit dan manager mutu, bersama – sama dengan
para manager dan pimpinan unit kerja memilih dan menetapkan
indikator mutu yang dipergunakan untuk mengukur mutu unit kerja.
2. Bidang Mutu dan Akreditasi rumah sakit melakukan koordinasi dan
mengorganisasi pemilihan indikator mutu unit kerja, sehingga
indikator yang dipilih tersebut valid, reliable, sensitive, dan spesifik,
serta memperhatikan dimensi mutu (effective, efficient, accessible,
accepted, equity & safe).
3. Pimpinan di unit kerja harus terlibat langsung dalam pemilihan dan
penetapan yang ingin di ukur di unit kerja. Indikator mutu unit kerja
dapat menggunakan indikator yang tercantum dalam standar
pelayanan minimal. Indikator mutu di unit pelayanan dapat meliputi
indikator area klinis, indikator mutu area manajemen, indikator mutu
penerapan sasaran keselamatan pasien, dan indikator mutu unit
kerja (non-pelayanan), minimal indikator area manajemen.
4. Dalam pemilihan dan pengawasan penilaian secara spesifik terhadap
unit pelayanan, Kepala Unit/Kepala Instalasi/Kepala Pelayanan harus
memperhatikan hal berikut :
a) Penilaian rumah sakit secara menyeluruh dan perbaikan proses
yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit yang terkait secara
spesifik dengan unit kerja/unit pelayanan mereka (prioritas
pengukuran mutu pelayanan klinis di rumah sakit, indikator mutu
yang dipergunakan untuk mengukur mutu di prioritas pengukuran
mutu rumah sakit, sumber data pasti dari unit, dan menjadi
indikator mutu unit)
b) Penilaian yang terkait dengan prioritas di unit kerja/unit
pelayanan secara spesifik untuk mengurangi variasi,
meningkatkan keselamatan dan untuk tindakan/tata laksana
berisiko tinggi, meningkatkan kepuasan pasien, dan
meningkatkan efesiensi (fokus mengukur hal – ha yang ingin
diperbaiki)
c) Penilaian spesifik di unit pelayanan ini juga diharapkan dapat
dipergunakan untuk melakukan evaluasi praktik professional
berkelanjutan dari para professional pemberi asuha/PPA
(melakukan koordinasi dengan komite medis bila evaluasi
penerapan panduan praktek klinis dan evaluasi kinerja dokter
menggunakan indikator mutu).

d. Sistem Manajemen Data


1. Bidang Mutu dan Akreditasi melakukan pengumpulan data
dan
informasi untuk mendukung asuhan pasien, manajemen rumah sakit,
pengkajian praktek professional, serta program mutu dan
keselamatan pasien.
2. Sistem manajemen data meliputi pengumpulan, pelaporan,
analisis, feedback, dan publikasi. Adapun data yang wajib
dimasukan ke dalam sistem manajemen data, yakni data
indikator mutu unit dan indikator mutu rumah sakit, data IKP, data
HAIS-PPI, data hasil monitoring staf klinis terkait dengan Clinical
Pathway, data Laporan Kecelakaan Kerja dan data hasil
pengkuran budaya keselamatan.
3. Direktur Rumah Sakit menetapkan 12 data indikator mutu
KEMENKES akan dibandingkan dengan rumah sakit lain atau
menggunakan database eksternal (SISMADAK).
4. Menjamin keamanan dan kerahasiaan data dalam berkontribusi
dengan database eksternal.

e. Analisis Data
Analisis data dilakukan agar dapat menyediakan informasi yang
berguna
untuk mengindentifikasi kebutuhan pasien
Kegiatan Pokok :
1. Data digabungkan, dianalisis, dan diubah menjadi informasi yang
berguna untuk mencapai simpulan dan membuat keputusan.
2. Data dianalisis oleh Manager mutu dengan melibatkan Para
Pimpinan Klinis dan Pimpinan Manajemen, Komite Medis dan
Komite Keperawatan.
3. Dalam menganalisis data, personil Bidang Mutu dan Akreditasi
harus memahami manajemen informasi, mempunyai
keterampilan dalam pengumpulan data, dan mengetahui cara
menggunakan alat statistik sederhana dilibatkan. Begitupula
dengan pimpinan lainnya yang terlibat dalam proses analisis
data.
4. Hasil dari analisis data dilaporkan kepada Direktur dan diberikan
kembali feedbcaknya kepada pimpinan yang bertanggung jawab
akan proses atau hasil yang diukur dan mampu menindaklanjuti
untuk memperbaiki / meningkatkan proses klinis serta manajerial.
5. Data dibandingkan sesuai dengan tujuan analisis data.
Perbandingan tersebut membantu rumah sakit dalam memahami
perubahan dan
penyebab perubahan yang tidak diinginkan serta
membantu
memfokuskan upaya perbaikan.
Data dibandingkan dalam empat hal :
1) Dengan rumah sakit tersebut sendiri dari waktu ke waktu,
misalnya dari bulan ke bulan atau dari tahun ke tahun.
2) Dengan rumah sakit sejenis seperti melalui database
referensi.
3) Dengan standar-standar seperti yang ditentukan oleh badan
akreditasi atau organisasi professional ataupun standar-
standar yang ditentukan oleh Undang-Undang atau
peraturan.
4) Dengan praktik-Praktik Yang Diinginkan Yang Dalam
Literature Digolongkan sebagai best practice (praktik
terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik) atau
practice guidelines (panduan praktik klinis).
6. Manager Mutu & Akreditasi menyusun regulasi analisis data,
meliputi penggunaan statistic dalam melakukan analisis data dan
mengajukan kepada Direktur Rumah Sakit.
7. Analisis data dilakukan bulan, dan setiap triwulan dengan
menggunakan metode PDSA (jika tidak tercapai sekurang -
kurangnya 3x pengukuran) disertakan grafik untuk
menggambarkan pencapainnya.
8. Data yang dianalisis adalah semua data yang terkai dengan
pencapaian program PMKP yang menjadi prioritas untuk diukur
dan berdampak terhadap peningkatan mutu serta efisiensi biaya
pertahun
9. Bidang Mutu dan Akreditasi dengan manager pelayanan medis
melakukan koordinasi dengan Komite Medik terkait dengan audit
medis, bagian keuangan rumah sakit, dan teknologi informasi
rumah sakit khususnya untuk billing system sehingga dapat
diketahui telah terjadi kendali biaya.
10. Direktur rumah sakit mengukur keberhasilan program PMKP
prioritas melalui :
a)Pengukuran capaian-capaian indikator area klinis dan area
manajemen
b)Pengukuran kepatuhan penerapan sasaran keselamatan
pasien
c)Pengukuran kepatuhan pelaksanaan PPK-CP sehingga
mengurangi variasi dalam pemberian pelayanan
d) Pengukuran penggunaan sumber daya termasuk biaya yang
dipergunakan untuk perbaikan di program prioritas rumah
sakit tersebut
11. Sehingga melalui pengukuran-pengukuran tersebut di atas dapat
diketahui dampak perbaikan di rumah sakit secara keseluruhan
termasuk efisiensi penggunaan sumber daya.

f. Validasi Data
1.Direktur Rumah sakit menetapkan regulasi validasi data indikator
area klinis yang baru atau mengalami perubahan dan data yang
akan dipublikasikan dan melakukan perbaikan berdasarkan hasil
validasi data
2.Validasi dilakukan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan
baik dan valid. Validasi data dilakukan setiap triwulan, dengan
penanggung jawab adalah Manager Mutu & Akreditasi.
3.Regulasi validasi data yang ditetapkan rumah sakit meliputi :
a) Merupakan pengukuran area klinis baru
b) Bila ada perubahan sistem pencatatan pasien dari manual ke
elektronik sehingga sumber data berubah
c) Bila data dipublikasi ke masyarakat baik melalui website rumah
sakit atau media lain
d) Bila ada perubahan pengukuran
e) Bila ada perubahan data pengukuran tanpa diketahui sebabnya
f) Bila ada perubahan subjek data seperti perubahan umur rata-
rata pasien, protocol riset diubah, panduan praktik klinis baru
diberlakukan, serta terdapat teknologi dan metodologi
pengobatan baru
g) Proses validasi data mencakup berikut, namun tidak terbatas
sebagai berikut:
h) Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat
dalam proses pengumpulan data sebelumnya (data asli)
i) Menggunakan sampel tercatat, kasus, dan data lainnya yang
sahih secara statistic. Sampel 100% hanya dibutuhkan jika
jumlah pencatatan, kasus, atau data lainnya sangat kecil
jumlahnya
j) Membandingkan data asli dengan data yang dikunpulkan ulang
k) Menghitung keakuratan dengan membagi jumlah elemen data
yang ditemukan dengan total jumlah data elemen dikalikan
dengan 100. Tingkat akurasi 90% adalah patokan yang baik
- Jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama
dengan catatan alasannya (misalnya data tidak jelas
definisinya) dan dilakukan tindakan koreksinya
- Koleksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi
dilakukan untuk memastikan tindakan menghasilkan
tingkat akurasi yang diharapkan.
4. Proses validasi data yang akan dipublikasi di website atau media
lainnya agar diatur tersendiri dan dapat menjamin kerahasiaan
pasien serta keakuratan data.
5. Proses validasi data mencakup, namun tidak terbatas pada butir 2
diatas, oleh karena itu dalam melakukan validasi data maka rumah
sakit dapat menggunakan cara/proses lain sesuai dengan refensi
ilmiah terkini.
6. Proses validasi data yang akan dipublikasi diajukan oleh Manager
Mutu kepada Direktur Rumah sakit, dan harus dipastikan dapat
menjamin kerahasiaan pasien serta keakuratan data.

4. PELAPORAN DAN ANALISIS INSIDEN KESELAMATAN PASIEN


1. Direktur rumah sakit menetapkan sistem pelaporan insiden
keselamatan pasien baik internal maupun eksternal sesuai dengan
peraturan perundang – undangan yang berlaku dan mengintegrasikan
pelaporan kejadian dan pengukuran mutu agar solusi serta perbaikan
yang dilakukan menjadi terintegrasi
Sistem pelaporan insiden antara lain meliputi :
a. Regulasi
b. Alur pelaporan
c. Formulir pelaporan
d. Prosedur pelaporan
e. Insiden yang harus dilaporkan, yaitu kejadian yang sudah
terjadi, potensial terjadi, ataupun yang nyaris terjadi
f. Siapa saja yang membuat laporan
g. Batas waktu pelaporan
2. Direktur rumah sakit menetapkan regulasi jenis kejadian sentinel, serta
melaporkan dan melakukan analisis akar masalah /root cause
analysis Kegiatan Pokok :
- Rumah sakit menetapkan regulasi terkait jenis kejadian sentinel
- Setiap ada kejadian sentinel yang terjadi di rumah sakit wajib
langsung dilaporkan kepada representasi pemilik.
- Semua kejadian sentinel dilakukan analisis akar masalah (RCA
= root cause analysis).
- Analisis dan rekomendasi tindaklanjut RCA selesai dalam waktu
45 hari. Hasil RCA dilaporkan kembali kepada representasi
pemilik.
3. Direktur rumah sakit menetapkan regulasi jenis Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD), serta melakukan analisis data KTD dan mengambil
tindaklanjutnya
4. Direktur rumah sakit menetapkan regulasi jenis Kejadian Nyaris Cedera
/KNC dan Kejadian Tidak Cedera/KTC serta melakukan analisis data
KNC dan KTC
5. Direktur rumah sakit menetapkan regulasi pengukuran budaya
keselamatan pasien dan melakukan pengukuran tentang penerapan
budaya keselamatan pasien di rumah sakit

5. PENCAPAIAN DAN MEMPERTAHANKAN PERBAIKAN


Para Manager / Pimpinan di Unit Kerja melakukan rencana perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pasien atas capaian hasil mutu dengan
menggunakan metode PDSA

6. MANAJEMEN RISIKO
1. Direktur rumah sakit bersama – sama dengan Manager Mutu dan
Para Manager lainnya menyusun program penatalaksanaan
manajemen risiko, membuat strategi untuk mengurangi risiko dan
melakukan FMEA setahun sekali pada proses yang berisiko tinggi
dan diprioritaskan
2. Tata laksana manajemen risiko yang dilakukan di Rumah Sakit
Hermina Palembang dengan mengatur :
1) Identifikasi Risiko
- Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal dan
mendeskripsikan risiko. Proses identifikasi di rumah sakit
melalui pendekatan proaktif dan reaktif.
- Proses identifikasi proaktif melalui kegiatan yang dilakukan
dengan cara proaktif mencari risiko yang berdampak nyata bagi
rumah sakit. Metode yang dilakukan adalah:
· Ronde Keselamatan Pasien
· Brainstorming
· Survey HAIS
· Pembahasan kasus potensial masalah melalui Rapat KSM
dan pembahasan kasus sulit.
· Audit medis
- Proses identifikasi risiko reaktif merupakan kegiatan identifikasi
yang dilakukan setelah risiko muncul dalam bentuk insiden
keselamatan pasien. Metoda yang biasa digunakan melalui
pelaporan insiden keselamatan pasien.
2) Analisa Risiko
- Analisa risiko adalah proses untuk memahami sifat risiko dan
menentukan peringkat risiko. Setelah dilakukan identifikasi,
risiko dianalisa dengan cara menilai seberapa sering peluang
risiko tersebut muncul, serta berat ringannya dampak yang
ditimbulkan. Analisa risiko yang dilakukan dengan menentukan
tingkat atau prioritas dari risiko yang mungkin terjadi serta
dampaknya terhadap proses dan kualitas pelayanan rumah
sakit melalui penghitungan risk priority number (RPN).
- Metode analisa risiko dalam proses asesmen risiko adalah Root
Cause Analysis (RCA) dan Healthcare Failure Mode Effect
Analysis (HFMEA).
Risk Priority Number = Severity x Probability x Detection
RPN merupakan alat untuk menetapkan prioritas penanganan
risiko, nilai RPN semakin tinggi maka prioritas penanganan
semakin tinggi dan utama.
3) Evaluasi Risiko
- Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil
analisa risiko dengan kriteria risiko untuk menentukan apakah
risiko dan/atau besarnya dapat diterima atau ditoleransi.
- Evaluasi risiko di RS Hermina PALEMBANG saat ini
menggunakan metode: prioritize the risk.
4) Pengelolaan Risiko
- Hasil dari analisa dan evaluasi risiko menghasilkan suatu
rekomendasi bagaimana penanganan dampak risiko terhadap
pelayanan kesehatan rumah sakit tersebut dapat dihindari atau
diturunkan.
5) Pengawasan (Monitor) dan Tinjauan (Review)
- Pengawasan dan tinjauan memang merupakan kegiatan yang
umum dilakukan oleh RS Hermina PALEMBANG. Dalam
melakukan pengawasan dan tinjauan diperlukan suatu alat
bantu yang dinamis dan efektif untuk mendata risiko dan
dampak dari risiko tersebut dan cara penanganannya. Alat
bantu yang akan digunakan adalah Risk Register (Daftar
Risiko).

Keterangan :
Root Cause Analysis / RCA
Adalah sebuah alat kerja yang sangat berguna untuk mencari akar
masalah dari suatu insiden yang telah terjadi.
Pendekatan RCA yang diterapkan di Rumah Sakit Hermina
PALEMBANG menggunakan RCA systems-based, yakni pendekatan
gabungan yang merangkul pendekatan-pendekatan RCA yang lain
(satefy-based, production-based, process-based, failure-based),
dengan konsep-konsep yang diadaptasi dari berbagai sudut pandang,
seperti change management, risk management dan systems analysis.
Prinsipnya, yaitu menelaah sedalam-dalamnya hingga ditemukan akar
dari suatu masalah yang terjadi. RCA dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai tools, seperti analisa 5 Whys, Fishbone
(Ishikawa) diagram, diagram sebab-akibat, Pareto Chart, dan
sebagainya.

FMEA
Failure Mode and Effect Analysis adalah salah satu tool lean yang
merupakan
metode sistematik untuk mengidentifikasi dan mencegah terjadinya
masalah
dalam aktifitas (produksi atau pelayanan).
Aktifitas utama dalam melakukan FMEA di rumah sakit antara lain:
· Analisa Failure Mode – failure mode adalah
subproses yang melalui berbagai cara dapat gagal memberikan
hasil yang diharapkan.
· Analisa masalah (hazard analysis) – adalah proses
mengumpulkan dan mengevaluasi informasi mengenai masalah
yang berkaitan dengan proses yang dipilih (area yang menjadi
fokus FMEA). Tujuannya adalah untuk memperoleh daftar
masalah / kesalahan yang signifikan, yang paling sering
menyebabkan cedera atau sakit.
· Menetapkan kontrol yang efektif – yaitu menentukan langkah
pencegahan (barrier) untuk menghilangkan atau mengurangi
secara signifikan semua kemungkinan terjadinya masalah atau
problem dalam aktifitas sehari-hari.

Tahapan FMEA:
1. Identifikasi mode-mode kegagalan potensial selama proses /
failure mode.
2. Identifikasi akibat kegagalan yang dialami pelanggan / failure
mode.
3. Tentukan nilai “severity”
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa risiko yaitu
menghitung seberapa besar dampak/intensitas kejadian
mempengaruhi output proses.
4. Identifikasi penyebab-penyebab dari kegagalan / causes.
5. Tentukan nilai “occurance”.
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut
akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa
penggunaan produk. Occurrence menunjukkan nilai keseringan
suatu masalah yang terjadi karena potential cause.
6. Identifikasi pengendalian proses “detection” dan “prevention” /
current process control.
7. Tentukan nilai “detection”
Detection merupakan alat control yang digunakan untuk
mendeteksi potential cause. Identifikasi metode-metode yang
diterapkan untuk mencegah atau mendeteksi penyebab dari
mode kegagalan.
8. Hitung nilai RPN untuk menentukan prioritas tindakan yang
harus diambil.
9. Tentukan “action” yang harus diambil.
10. Hitung nilai “occurance”, “detection” dan “RPN” yang baru RPN
=SXOXD
RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects
(Severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan
kegagalan yang berhubungan dengan effects (Occurrence), dan
kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada
pelanggan (Detection). RPN dapat ditunjukkan dengan
persamaan sebagai berikut : RPN = S X O X D
Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan risiko yang
serius, sebagai petunjuk ke arah tindakan perbaikan.

HVA
(Hazard Vulnerability Analysis) adalah suatu identifikasi bahaya
dan efek langsung dan tidak langsung bahaya tersebut terhadap
rumah sakit. Bahaya sebenarnya dianalisis dalam konteks
populasi berisiko untuk menentukan kerentanan terhadap setiap
bahaya tertentu.
Monev dilakukan oleh Tim K3RS yang berkoordinasi dengan
Bidang Mutu RS.

ICRA
(Infection Control Risk Asesment) adalah proses pengurangan
risiko dari infeksi melalui tahapan perencanaan fasilitas,
desain, renovasi, dan pemeliharaan fasilitas melaui
pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan
untuk mengantisipasi dampak potensial. Monitoring dan
evaluasi (monev) dilakukan oleh Tim PPI yang berkoordinasi
dengan Bidang Mutu RS.
7. MANAJEMEN KONTRAK
1. Guna memastikan bahwa pelayanan dapat memenuhi kebutuhan
pasien, maka direktur rumah sakit menetapkan manajemen
kontrak/perjanjian kerjasama dengan pihak rekanan/vendor
2. Para pimpinan bidang/bagian/unit kerja/unit pelayanan di RS
menerima laporan mutu dari penyedia kontrak yang kemudian
ditindaklanjuti dan memastikan bahwa laporan – laporan tersebut
diintergrasikan ke dalam proses penilaian mutu rumah sakit
3. Direktur Rumah Sakit menetapkan :
a. Para Pimpinan Klinis (Wadir Medis, Manager Bidang Pelayanan
Medis, Manager Penunjang Medis, Manager Keperawatan,
Kepala Instalasi/Kepala Pelayanan) yang mempunyai tanggung
jawab untuk memilih/menseleksi, mengkaji/review, serta
memantau kontrak
b. Para Pimpinan Manajemen (Wadir Umum, Manager Bagian
Penunjang Umum, Manager Personalia, Manager Keuangan,
kepala Urusan) yang mempunyai tanggung jawab untuk
memilih/menseleksi, mengkaji/review, serta memantau kontrak
manajemen.
4. Kontrak dan perjanjian dievaluasi oleh Para Pimpinan Klinis dan Para
Pimpinan Manajemen sebagai bagian dari program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien.
5. Pelayanan yang disediakan berdasarkan atas perjanjian dan kontrak
lainnya
dicantumkan indikator mutu yang terintegrasi didalam pasal kontrak
yang dapat dipergunakan untuk mengukur mutu pelayanan yang
disediakan atas kontrak tersebut.
6. Data indikator mutu kontrak wajib dilakukan :
a. Monitoring dan evaluasi berkala dan harus dikumpulkan serta
dilaporkan ke Bidang Mutu Rumah Sakit, setiap triwulan
menggunakan format evaluasi kontrak yang telah ditetapkan.
b. Evaluasi perpanjangan kontrak untuk setiap kontrak yang akan
mendekati masa habis kontrak wajib dan akan dilakukan
perpanjangan/pemutusan kontrak harus dikumpulkan serta
dilaporkan ke Bidang Mutu Rumah Sakit, minimal 3 bulan
sebelum masa kontrak habis menggunakan format evaluasi
kontrak yang telah ditetapkan
7. Bidang Mutu melakukan analisisi data, feed back data dan laporan
rekomendasi kepada Direktur berdasarkan hasil evaluasi yang
diberikan dari Para Pimpinan PJ. Kontrak Medis/Manajemen.
8. Direktur rumah sakit menetapkan pelayanan yang diberikan oleh
dokter praktek mandiri dari luar rumah sakit saat ini hanya untuk
Pelayanan Hemodialisa.
9. Mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter praktek mandiri dipantau
sebagai bagian dari program peningkatan mutu rumah sakit, dengan
penanggung jawab utama adalah manager pelayanan medis.
10. Segala pengadaan dan penggunaan sumber daya harus
mempertimbangkan mutu dan keselamatan.

8. PENDIDIKAN & PELATIHAN /DIKLAT PMKP


1. Bidang Mutu membuat Pengajuan Usulan Diklat PMKP Tahun 2018,
dengan mempertimbangkan :
- Pencapaian Diklat yang belum tercapai sesuai sasaran, terutama
target pencapaian <80%.
- Hasil temuan masalah di lapangan yang terkait dengan Pengelolaan
Program PMKP baik di RS masalah di Unit Kerja.
- Diklat PMKP yang wajib dilakukan review secara berkala
- Penggunaan metode/media baru dalam melakukan
pengisian/penginputan data yang terkait dengan indikator mutu
Unit dan RS.

2. Membuat TOR Diklat Program pelatihan/ Diklat Peningkatan Mutu


dan
Keselamatan Pasien (PMKP) diberikan dalam 4 kelompok yaitu :
a. Tingkat Karyawan Baru
 Materi yang diberikan berupa :
ü Diklat Dasar : Materi pengenalan dasar tentang PMKP
yang berisi Peningkatan Mutu, Indikator Mutu, Patient
Safety , dan Budaya Keselamatan.
ü Materi tentang Akreditasi RS.
n Penyelenggaraan diklat dilakukan di RS (Internal)
dengan fasilitator Urusan Diklat dengan Pengajar adalah
Tim Pengajar PMKP yang ditetapkan oleh SK. Direktur
RS Hermina PALEMBANG.
n Jumlah peserta yang mengikuti diklat disesuaikan
dengan jumlah karyawan pada proses rekrutmen, dan
masuk ke dalam program diklat ORKA (Orientasi
Karyawan Baru), yang WAJIB diikuti oleh semua
karyawan baru.

b. Tingkat Staf RS, Pimpinan Unit dan Manager


n Diklat Lanjutan : Materi yang diberikan berupa materi
lanjutan tentang PMKP, yakni
ü Risk Management : Grading Risiko dan Pengendalian
Risiko
ü Indikator Mutu Unit & Patient Safety Unit ~ materi
disesuaikan dengan Indikator Mutu Unit Kerja &
Patient Safety Unit yang diberikan diklat, Alur
Pelaporan IKP dan Cara Membuat Laporan IKP.
ü Pembuatan RCA
ü Pembuatan FMEA
ü Pembuatan Analisa dan PDSA
ü Pengisian & Evaluasi Clinical Pathway
ü Manajemen Data Pengukuran Mutu Terintegrasi :
Pengumpulan, Pelaporan, Analis, Validasi, dan
Publikasi indikator mutu.
ü Akreditasi lanjutan ~ Cara melakukan SA per BAB
Kelompok Kerja dan cara penginputan dokumen di
Sismadak.
n Penyelenggaraan diklat dilakukan di RS (Internal) dan
luar RS (Eksternal) yang diadakan dari KARS atau
Departemen Diklat Hermina Hospital Group, fasilitator
dan pengelolaan tetap dilakukan oleh Urusan Diklat.
Untuk diklat yang diselenggarakan secara internal tetap
diberikan oleh Tim
Pengajar PMKP yang ditetapkan oleh SK. Direktur RS
Hermina PALEMBANG.
n Untuk diklat eksternal, minimal dikirim 1 orang setiap
gelombang, dilakukan secara bertahap.
n Kriteria peserta diklat, yakni Direksi, Manager, Komite
Medis, Komite Keperawatan, Kepala Instalasi, Kepala
Urusan, dan Kepala Perawatan Ruangan, Kepala
Pelayanan serta MPP.

c. Tingkat Khusus Bidang Mutu & Akreditasi dan PJ. Mutu


Unit
n Materi yang diberikan berupa materi diklat lanjutan
PMKP dengan ditambahkan Tata Cara Survey,
Pengumpulan data dan Program Excel/SPSS (Statistik
lanjutan)
n Penyelenggaraan diklat dilakukan di RS (Internal) dan
luar RS (Eksternal), fasilitator dan pengelolaan tetap
dilakukan oleh Urusan Diklat. Untuk diklat yang
diselenggarakan secara internal tetap diberikan oleh Tim
Pengajar PMKP yang ditetapkan oleh SK. Direktur RS
Hermina PALEMBANG.
n Untuk diklat eksternal, minimal dikirim 1 orang setiap
gelombang, dilakukan secara bertahap.
n Kriteria peserta diklat, yakni Manager Mutu, Staf Mutu,
dan PJ. Mutu Unit.

d. Tingkat Pimpinan/Direksi
n Materi yang diberikan berupa materi diklat lanjutan
tentang PMKP yakni ditambahkan dengan Workshop
PMKP, Management Strategic Mutu, Balance Score
Card.
n Penyelenggaraan diklat dilakukan di RS (Internal) dan
luar RS (Eksternal) yang diadakan dari KARS, fasilitator
dan pengelolaan tetap dilakukan oleh Urusan Diklat.
n Untuk diklat eksternal, minimal dikirim 1 orang setiap
gelombang, dilakukan secara bertahap.
n Kriteria peserta diklat, yakni Direksi (Direktur, Wakil
Direktur Medis dan Wakil Direktur Umum)
11. EVALUASI KINERJA STAF MEDIS DAN STAF LAINNYA
1. Direktur Rumah sakit menetapkan proses yang seragam untuk
melaksanakan evaluasi mutu dan keselamatan asuhan pasien yang
diberikan oleh setiap anggota dan staf medis
2. Monitoring dan evaluasi berkelanjutan dari staf medis memuat (3) tiga
area umum, yakni perilaku, pengembangan professional dan kinerja
klinis Evaluasi perilaku dilaksanakan secara kolaboratif anatar
subkomite etik dan disiplin, manajer Personalia/HRD, manajer
pelayanan dan kepala unit kerja untuk
3. Direktur rumah sakit menetapkan penilaian kinerja untuk
mengevaluasi mutu praktik professional berkelanjutan, etik dan
disiplin staf medis
4. Direktur rumah sakit menetapkan monitoring dan evaluasi mutu
praktik professional berkelanjutan, etik dan disiplin staf medis untuk
peningkatan mutu dan keselamatan pasien
5. Direktur rumah sakit menetapkan bahwa evaluasi kinerja individu
berdasarkan atas partisipasinya dalam kegiatan peningkatan mutu
rumah sakit.

12. BUDAYA KESELAMATAN


1. Direktur rumah sakit menciptakan dan mendukung budaya
keselamatan di seluruh area rumah sakit sesuai dengan peraturan
perundang – undangan
2. Direktur rumah sakit melaksanakan, melakukan monitoring dan
mengambil tindakan untuk memperbaiki program budaya
keselamatan di seluruh area rumah sakit
3. Direktur rumah sakit menetapkan pengaturan sistem menjaga
kerahasiaan, sederhana dan mudah diakses oleh pihak yang
mempunyai kewenangan untuk melaporkan masalah yang terkait
dengan budaya keselamatan dalam rumah sakit secara tepat waktu
4. Manager Mutu sebagai motor penggerak kegiatan PMKP, ditugaskan
untuk mengelola kegiatan pengukuran budaya keselamatan pasien di
rumah sakit mulai bulan Januari 2017.
5. Survei Pengukuran Budaya Keselamatan yang digunakan di Rumah
Sakit Hermina PALEMBANG menggunakan metode kuantitatif yang
menggunakan
instrumen berupa kuesioner. Instrumen ini sebagian besar melihat
budaya dari prespektif staf di rumah sakit (AHRQ, 2004). Survey
yang dikembangkan oleh Agency for Healthcare Research and
Quality (AHRQ) adalah Hospital Survey on Patient Safety Culture
(HSPSC) merupakan sebuah survei bagi seluruh staf rumah sakit
yang didesain untuk membantu rumah sakit menilai budaya
keselamatan pasien di institusinya. Survei Hospital Survey On
Patient Safety Culture mengukur budaya keselamatan dari segi
perspektif staf rumah sakit. Survei ini dapat mengukur budaya
keselamatan untuk seluruh staf rumah sakit dari housekeeping,
bagian keamanan, sampai dokter dan perawat.
AHRQ menilai budaya keselamatan dipengaruhi oleh 3 aspek yang
dibagi ke dalam 12 dimensi, yakni (AHRQ, 2004)5 :
a. Tingkat unit, terdiri atas dimensi:
1. Supervisor/manager action promoting safety
2. Organizational learning–perbaikan berkelanjutan
3. Kerja sama dalam unit di rumah sakit
4. Komunikasi terbuka
5. Umpan balik dan komunikasi mengenai kesalahan
6. Respon tidak mempersalahkan terhadap kesalahan
(respon non-punitive)
7. Staffing
b. Tingkat rumah sakit, terdiri atas dimensi:
1. Dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan
pasien,
2. Kerja sama antar unit di rumah sakit,
3. Handsoff/perpindahan dan transisi pasien.
c. Keluaran, terdiri atas dimensi:
1. Persepsi keseluruhan staf di rumah sakit terkait
keselamatan pasien
2. Frekuensi pelaporan kejadian

Mengacu pada Kebijakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien


Rumah Sakit Hermina PALEMBANG Tahun 2018 maka Pengukuran
Budaya Keselamatan di RS akan dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
1. Rapat Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien di RS akan
dilaksanakan pada Minggu Ke-4 Bulan Desember 2017 bersamaan
dengan Rapat Mutu Tahun 2017 serta sosialiasi pencapaian
Indikator Mutu Rumah Sakit Tahun 2017 dan pemilihan indikator
mutu tahun 2018.
2. Pada saat rapat akan di sosialisasikan tentang Budaya
Keselamatan di Rumah Sakit dan usulan jenis instrumen kuesioner
yang akan digunakan untuk melakukan pengukuran budaya
keselamatan pasien di Rumah Sakit Hermina PALEMBANG,
berdasarkan hasil review literature jurnal tentang budaya
keselamatan pasien yang sudah dilakukan sebelumnya oleh
Manager Mutu dan Akreditasi RS, yakni kuesioner HSPSC yang
dikeluarkan oleh AHRQ Tahun 1994 yang mengukur budaya
keselamatan di rumah sakit menggunakan 12 dimensi keselamatan
pasien rumah sakit.
3. Menyusun Panduan Pengukuran Budaya Keselamatan di RS yang
menjelaskan lebih detail tentang pengukuran budaya keselamatan.
Jika sudah disetujui dalam pembahasan Rapat Mutu Tahun 2017,
maka survey dilakukan 2x dalam 1 tahun dengan Penanggung
jawab utama adalah Bidang Mutu & Akreditasi.

13. PERTEMUAN/RAPAT
1. Rapat dilakukan secara terjadwal, baik bulanan, triwulan maupun
pertahun.
2. Jadwal rapat yang telah dibuat diberikan kepada sekretaris untuk
dimasukan ke dalam jadwal rapat dalam 1 tahun.
3. Rapat mutu dipimpin oleh direktur RS.
4. Jenis rapat : Rapat Mutu RS, Rapat Koordinasi dengan Tim KPRS,
Tim PPI, Tim K3RS, Tim Clinical Pathway, Komite Medis, Komite
Keperawatan dan Rapat Koordinasi dengan Bidang/Bagian di
Rumah Sakit, Rapat Bidang Mutu & Akreditasi, Rapat PJ. Mutu.

14. PENYAMPAIAN INFORMASI


1. Komunikasi dan informasi terkait program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien secara berkala kepada staf merupakan hal
yang penting. Alur komunikasi mutu dilakukan melalui jalur yang
efektif,
seperti : poster, notulen, pertemuan staf (rapat). Informasi yang
diberikan antara lain berupa program yang baru saja selesai,
perkembangan dalam pencapaian sasaran keselamatan pasien,
hasil analisis kejadian sentinel atau kejadian tidak diinginkan
lainnya, ataupun penelitian terkini maupun program benchmark.
2. Perbaikan/Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang
telah dilakukan diinformasikan kepada seluruh karyawan dan DPJP
melalui :
a. Morning Meeting
b. Rapat Staf
c. Rapat Koordinasi.
d. Rapat Mutu
e. Rapat Komite Medik
f. Surat menyurat yang mudah dibaca karyawan dan staf medis
g. Majalah dinding yang dipublikasikan di tempat yang mudah
dibaca oleh karyawan, maupun dokter provider.
BAB VIII
METODE

Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian


kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan
yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah Sakit Hermina
Palembang.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action”
(P-DC-A). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai “Siklus Shewart”, karena
pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart, yang perkembangannya,
metodologi analisis PD-C-A lebih sering disebut “Siklus Deming”. Konsep ini
melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa
berhenti.

Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk


proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa
berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di
seluruh bagian organisasi. Ada 6 langkah dalam PDCA.
Peningkatan

Standar Pemecahan masalah


dan peningkatan
Gambar 1.Siklus
A P dan Proses Peningkatan PDCA

C D
Dalam gambar tersebut, pengidentifikasianmasalah yang akan
dipecahkan dan pencarian Standar sebab-sebabnya serta
Pemecahan masalah
penetuan A P tindakankoreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta.
C dan peningkatan
D untukmenghindarkan adanya unsur subyektivitas dan
Hal ini dimaksudkan
pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan
dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus
menetapkan standar pelayanan.

Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan


berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement
under P-D-C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar di bawah.

Plan Do Check Act ion

Follow-up

Corrective
Action
Improvement

Gambar 2 Relationship Between Control and Improvement


Under P-D-C-A Cycle

Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika


sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan
dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam Gambar 7;
· 6. Mengambil · 1. MenentukanTujuan dan
tindakan sasaran
yang tepat · 2. Menetapkan Metode
untuk Mencapai tujuan

ACT PLAN

CHECK
DO
· 3. Menyelenggara kan
· 5.Memeriksa akibat Pendidikan dan
latihan
pelaksanaan
· 4. Melaksanakan
pekerjaan
24

Gambar 3. Enam Langkah PDCA


Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 7di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan
yang ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh
Direktur Rumah Sakit. Penetapan sasaran didasarkan pada data
pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua
karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai
oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan
berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk
mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk
semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang
akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja
yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar
kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program
pelatihan para karyawan untuk memahami standar kerja dan
program yang ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan → Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang
dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi
yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu, keterampilan dan
pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk
mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan
karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan → Check
Manajer atau atasan langsung perlu memeriksa apakah pekerjaan
dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar
kerja, tidak berarti
pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada
karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar
dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang
bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode
(standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik
oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari
pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari
penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat → Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk
menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan,
maka penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk
mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi
penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting
dalam pengendalian kualitas pelayanan.

Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem


yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai
kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua
karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua
karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan
kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan
yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara
berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam
sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran
yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk
mencapai sasaran tersebut.

Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan


mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-
sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam
kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas
pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap
output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan
menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin
dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas
dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan
proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik
antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung
jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari
kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
BAB IX
PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. PENCATATAN
1. Laporan Indikator Mutu Rumah Sakit dan Indikator Mutu Unit
- Pencatatan data indikator mutu dilakukan pada e- worksheet
menggunakan
sistem manajemen data dengan menggunakan google sheet.
- Penginputan data dilakukan secara harian oleh para PJ. Mutu Unit.

2. Laporan Kejadian IKP


- Pencatatan kejadian IKP dilakukan pada e-worksheet
menggunakan sistem manajemen data dengan menggunakan
google sheet.
- Di masing – masing Unit Kerja memiliki data rekapan
menggunakan Buku Patient Safety.
- Penginputan data pada google sheet dilakukan sesuai dengan
tanggal terjadinya insiden di unit kerja oleh para PJ. Mutu Unit.
Sedangkan untuk berkas pendukung laporan tetap
menggunakan formulir IKP internal yang wajib diisi dan
dilengkapi oleh unit dimana terjadinya insiden dan unit yang
menjadi penyebab terjadinya insiden.

3. Laporan Kejadian Kecelakaan Kerja


- Pencatatan kejadian Kecelakaan Kerja dilakukan pada e-
worksheet menggunakan sistem manajemen data dengan
menggunakan google sheet.
- Di masing – masing Unit Kerja memiliki data rekapan
menggunakan Buku Hopsital Safety
- Penginputan data pada google sheet dilakukan sesuai dengan
tanggal terjadinya kecelakaan di unit kerja oleh para PJ. Mutu
Unit. Sedangkan untuk berkas pendukung laporan tetap
menggunakan formulir Kejadian Hospital N-Safety internal yang
wajib diisi dan dilengkapi oleh unit dimana terjadinya insiden dan
unit yang menjadi penyebab terjadinya insiden.
4. Laporan Kejadian Dugaan Pelanggaran Etik
- Pencatatan kejadian Kecelakaan Kerja dilakukan mengunakan
formulir
yang diisi secara manual.

5. Laporan Pengukuran Budaya Keselamatan dan


Laporan
Pengukuran Penerapan Etik Kerja
- Pengisian menggunakan kuesioner
- Penginputan data dilakukan dalam Ms. Excel dan ditampilkan
dalam
grafik batang.
- Waktu pengukuran Budaya keselamatan pasien dilakukan 2x
dalam
setahun pada TW I dan TW III

6. Laporan Pencapaian Evaluasi Penerapan Clinical Pathway


- Penginputan jumlah Clinical Pathway yang dibuat dilakukan langsung
pada e- worksheet menggunakan sistem manajemen data dengan
menggunakan google sheet.
- Sedangkan untuk berkas pendukung laporan tetap menggunakan
formulir Clinical Pathway yang wajib diisi dan dilengkapi oleh semua
PPA.
- Perekapan data dilakukan secara triwulan oleh case manager
selaku Tim dari Clincal Patway.

B. PELAPORAN
1. LAPORAN BULANAN INDIKATOR MUTU RUMAH SAKIT
a. Data dari Instalasi / Unit dikumpulkan setiap bulan oleh
Penanggung Jawab /PJ. Mutu di Unit Kerja.
b. Data diverifikasi oleh Kepala Instalasi /Kepala Urusan
kemudian diberikan kepada Manager dan Wakil Direktur
terkait untuk diverifikasi dan disetujui.
c. Data yang telah dilakukan verifikasi dan divalidasi disusun
dalam bentuk laporan bulanan Indikator Mutu oleh staf mutu.
d. Laporan bulanan indikator mutu diberikan kepada manager
mutu untuk dilakukan verifikasi ulang untuk kemudian
diberikan kepada direktur rumah sakit untuk disetujui.
e. Direktur RS memberikan feed back atas laporan tersebut
kepada Manager Mutu untuk kemudian diberikan kepada
Instalasi/Unit/Urusan terkait untuk ditindaklanjuti.

2. LAPORAN TRIWULAN INDIKATOR MUTU RUMAH SAKIT


a. Data dari Instalasi / Unit dikumpulkan setiap triwulan oleh
Penanggung Jawab /PJ. Mutu di Unit Kerja.
b. Data diverifikasi oleh Kepala Instalasi /Kepala Urusan
kemudian dibuat analisa dan rencana tindaklanjut pada
indikator yang tidak tercapai.
c. Data yang telah dianalisa diberikan kepada Manager dan
Wakil Direktur terkait untuk diverifikasi dan disetujui.
d. Data yang telah dilakukan verifikasi dan validasi disusun
dalam bentuk laporan Triwulan oleh staf mutu.
e. Laporan Triwulan indikator mutu diberikan kepada manager
mutu untuk dilakukan verifikasi ulang, serta memberikan
rekomendasi persetujuan atas analisa yang rencana
tindaklanjut yang telah dibuat untuk kemudian diberikan
kepada Direktur Rumah Sakit.
f. Direktur RS melakukan penelaahan terhadap rekomendasi
tindaklanjut yang diajukan, jika disetujui maka laporan
pencapaian indikator Mutu Rumah Sakit diberikan kepada
Direktur PT. Medilakoka Palembang
g. Direktur PT. Medilakoka Palembang memberikan feed back
atas laporan tersebut kepada Direktur Rumah sakit untuk
kemudian diberikan kepada Instalasi/Unit/Urusan terkait untuk
ditindaklanjuti.

3. LAPORAN IKP (INSIDEN KESELAMATAN PASIEN)


1. Alur Pelaporan Insiden Ke Tim Keselamatan Pasien di RS (Internal)
:
a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/ KTD) di rumah sakit, wajib
segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi
dampak / akibat yang tidak diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya
dengan mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam
kerja / shift kepada atasan langsung (paling lambat 2 x 24
jam); disertakan
formulir kronologis yang telah diisi sebelumnya (1x24 jam)
untuk membantu memetakan kejadian.
c. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada
atasn langsung pelapor (atasan langsung sesuai dengan
keputusan manajemen : Kaints / Kaperu /Kaur dan Manager
Terkait)
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan
grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan.
e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan
analisa yang akan dilakukan sebagai berikut :
Grade Biru : Investigasi sederhana oleh atasan
langsung, waktu maksimal 1 minggu

Grade Hijau : Investigasi sederhana oleh atasan


langsung, waktu maksimal 1 minggu

Grade Kuning : Investigasi komprehensif / RCA oleh


Tim KP di RS, waktu maksimal 45
hari

Grade Merah : Investigasi komprehensif / RCA oleh


Tim KP di RS, waktu maksimal 45
hari

f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan


hasil investigasi dan laporan insiden dilaporkan Tim
Keselamatan Pasien di RS.

g. Tim KPRS akan menganalisa kembali hasil investigasi dan


laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan
investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan regrading
pada grading dengan grade biru/hijau.
h. Untuk Grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan
analisis akar masalah / Root Cause Analysis (RCA)
i. Setelah melakukan RCA, Tim Keselamatan Pasien di RS
akan membuat laporan dan rekomendasi untuk perbaikan
serta “pembelajaran” berupa : petunjuk /”safety alert” untuk
mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
j. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan
kepada Direktur RS.
k. Rekomendasi untuk “perbaikan dan pembelajaran” diberikan
umpan balik kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada
seluruh unit di rumah sakit.
l. Unit Kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan
kerjanya masing- masing.
m.Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Tim KPRS.
n. Pelaporan insiden keselamatan pasien dilaporkan kepada
representasi pemilik dan pemilik minimal setiap 6 bulan
sekali, dan bila ada kejadian sentinel dilaporkan langsung
setiap kejadian dan dilaporkan kembali setelah dilakukan
RCA maksimal 45 hari dari kejadian.

2. Alur Pelaporan Insiden ke KPPRS – Komite Kelamatan Pasien


Rumah Sakit (Eksternal) :
Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah /
RCA yang terjadi pada pasien dan telah mendapatkan
rekomendasi dan solusi oleh Tim Kelamatan Pasien di RS
(Internal) / Pimpinan RS dilaporkan dengan cara melakukan
entry data (e-reporting) dikirim ke KKPRS melalui website
www.buk.depkes.go.id dengan menggunakan user name dan
password untuk menjamin kerahasian sumber informasi
(Depkes, 2015).

4. LAPORAN KEJADIAN KECELAKAAN AKIBAT


KETIDAKAMANAN FASILITAS DAN SARANA DI RS
(HOSPITAL N-SAFETY)
Alur Pelaporan Insiden Ke Tim K3RS
a. Apabila terjadi suatu kecelakaan pada staf dan
pengunjung di rumah sakit, wajib segera ditindaklanjuti
(dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak / akibat
yang tidak diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya
dengan mengisi Formulir Laporan Hospital N-Safety pada
akhir jam kerja / shift kepada atasan langsung (paling
lambat 2 x 24 jam).
c. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada
atasan langsung pelapor (atasan langsung sesuai dengan
keputusan manajemen : Kaints / Kaperu /Kaur dan
Manager Terkait)
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan
grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan.
e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan
analisa yang akan dilakukan (sama dengan kejadian IKP)
f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan
hasil investigasi dan laporan insiden dilaporkan Tim K3RS.
g. Tim K3RS akan menganalisa kembali hasil investigasi
dan laporan insiden untuk kemudian dibuat laporan dan
rekomendasi untuk perbaikan serta “pembelajaran”
berupa : petunjuk /”safety alert” untuk mencegah kejadian
yang sama terulang kembali.
h. Rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direktur
RS.
i. Rekomendasi untuk “perbaikan dan pembelajaran”
diberikan umpan balik kepada unit kerja terkait serta
sosialisasi kepada seluruh unit di rumah sakit.
j. Unit Kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan
kerjanya masing- masing.
k. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Tim K3RS.

5. LAPORAN KEJADIAN DUGAAN PELANGGARAN ETIK


Alur Pelaporan Kejadian Dugaan Pelanggaran Etik Ke Tim Komite
Etik
a. Apabila terjadi suatu dugaan pelanggaran etik, maka
atasan di unit kerja wajib segera menindaklanjuti awal
untuk mengurangi dampak / akibat yang tidak diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan Kejadian
Dugaan Pelanggaran Etik dengan mengisi Formulir
Laporan Pelanggaran Etik pada akhir jam kerja / shift
kepada atasan langsung (paling lambat 1 x 24 jam).
c. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada
atasan langsung pelapor (atasan langsung sesuai dengan
keputusan
manajemen : Kaints / Kaperu /Kaur dan Manager Terkait)
d. Laporan dugaan kejadian Pelanggaran etik kemudian
diserahkan dan dilaporkan ke Tim Komite Etik RS.
e. Tim Komite Etik melakukan analisa untuk kemudian
dibuat laporan dan rekomendasi kemudian dilaporkan
kepada Direktur RS. Untuk kemudian ditindaklanjuti oleh
Bidang/Bagian sesuai arahan Direktur.
f. Rekomendasi diberikan umpan balik kepada unit kerja
terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di rumah sakit.

6. LAPORAN PENGUKURAN BUDAYA KESELAMATAN


a. Laporan yang telah diinput langsung dan dibuat
analisanya oleh masing – masing Tim sesuai jenis
pengukuran yang telah ditentukan di atas. Untuk
kemudian dibuat rekomendasi tindaklanjutnya oleh
Manager Mutu dan Akreditasi.
b. Laporan yang sudah disertakan analisa dan rekomendasi
tindaklanjut diberikan kepada Direktur untuk disetujui.
c. Feed back dari Direktur Rumah sakit disosialisasikan
kembali oleh manager mutu di forum pertemuan morning
meeting, rapat Mutu RS dan Rapat Staf dan Rapat
Koordinasi.

7. LAPORAN PENCAPAIAN EVALUASI PENERAPAN CLINICAL


PATHWAY
a. Laporan yang telah direkap oleh case manager/MPP dan
Manager Yanmed, kemudian diberikan kepada Komite
Medis.
b. Komite Medis membuat dibuat analisa dan rekomendasi
tindaklanjutnya.
c. Laporan yang sudah disertakan analisa dan rekomendasi
tindaklanjut diberikan kepada Direktur untuk disetujui.
d. Feed back dari Direktur Rumah sakit disosialisasikan kembali
oleh manager yanmed dan Ketua Komite Medik di forum
pertemuan lunch meeting, pertemuan KSM dan Komite
Medik.
e. Jika terbukti terjadi penyimpangan tata laksana clinical
pathway dari DPJP, maka dapat dijadikan penilaian kinerja
DPJP sebagai bahan penilaian OPPE.
BAB X
EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

A. EVALUASI
Hasil evaluasi dilakukan dan dilaporkan secara :
1 Evaluasi harian, yaitu melalui sensus harian, briefing dan kegiatan
morning meeting dilaporkan oleh Kaur/kaints/Kaperu/Manager.
2 Evaluasi bulanan, yaitu melalui laporan bulanan, dan pembahasan
dalam rapat, dimana resume rapat selalu ditanda tangani oleh Direktur
selaku pimpinan Rapat dan Penanggung Jawab utama Program PMKP
RS.
3 Evaluasi triwulan, yaitu melalui laporan bulanan, dan pembahasan
dalam rapat, dimana resume rapat selalu ditanda tangani oleh Direktur
selaku pimpinan Rapat dan Penanggung Jawab utama Program PMKP
di RS dan dilaporkan ke Direktur PT. Medikaloka PALEMBANG. Untuk
kemudian ditindaklanjuti kembali berdasarkan feed back yang didapat
dari Direktur PT. Medikaloka Palembang
4 Evaluasi tahunan, yaitu laporan evaluasi secara global yang dipakai
untuk merumuskan strategi apa yang akan ditempuh untuk tahun
berikutnya. Dirumuskan secara bersama - sama oleh Direksi RS, Para
Manager Bidang/Bagian di RS dalam pembahasan rapat kerja akhir
tahun. Kemudian disusun oleh Manager Mutu & Direktur RS menjadi
program PMKP RS. Program PMKP yang telah disusun diajukan ke
Direktur PT. Medikaloka Palembang untuk disetujui terlebih dahulu
sebelum diberlakukan untuk dijalankan di RS Hermina Palembang.

B. TINDAK LANJUT
1 Tindaklanjut dilakukan sesuai dengan rekomendasi tindaklanjut yang
telah disetujui baik oleh Direktur RS Hermina Palembang dan Direktur
PT. Mediloka Palembang.
2 Setiap akhir tahun Direktur bersama Wakil Direktur dan Manager
Bidang/Bagian di Rumah Sakit mengevaluasi apakah program
dimasing-masing masih harus dilakukan pemantauan, peningkatan
mutu atau dijadikan kegiatan rutin Bagian/Bidang, sehingga mutu
pelayanan di Rumah Sakit Hermina Palembang dapat terus
berkembang sesuai dengan pengembangan pelayanan di rumah sakit.
BAB XI
PENUTUPAN

Demikianlah pedoman Peningkatan Mutu dan Keelamatan Pasien Rumah Sakit


Hermina Palembang disusun, untuk dapat dipergunakan bagi semua unit kerja
dalam memantau pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
secara berkelanjutan dan berkesinambungan guna tercapainya peningkatan
mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Hermina Palembang

Pedoman ini berlaku untuk tiga tahun , jika dipandang perlu dapat dilakukan
perbaikan . Hasil analisis dijadikan sebagai bahan untuk pemberian
rekomendasi kepada masing-masing bagian /bidang/unit kerja dan seluruh Tim
terkait di Rumah Sakit Hermina Palembang

Ditetapkan di Palembang
Pada tanggal 16 November 2017
DIREKTUR

dr. Hj. Eva Minerva, M.Kes


DAFTAR REFERENSI

1 Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran
2 Undang – undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3 Undang – Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4 Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
5 Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan
6 Peraturan Presiden RI NO 77 thn 2015 Tentang Pedoman
Organisasi RS
7 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269 Tahun 2008
tentang Rekam Medis
8 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit
9 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 82 thn 2013 tentang
Sistem Informasi Manajemen RS
10 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
11 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 79 thn 2014 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit
12 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 91 thn 2015 tentang
Standar Transfusi Pelayanan Darah
13 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 24 Thn 2016 tentang
Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit
14 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja
15 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 66 tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
16 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
17 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien
18 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang
Akreditasi Rumah Sakit
19 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman
Survey Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan
Pelayanan Publik
20 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 772 Tahun 2002 tentang
Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws)
21 Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
22 Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21 Tahun 2014
Tentang Registrasi Dokter Dan Dokter Gigi Peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis Dan Dokter Gigi Spesialis
23 Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI Nomor HK.02.03/I/2630/2016 tentang Pedoman
Teknis Penilaian Indikator Kinerja Individu (IKI) Direktur Utama
Rumah Sakit/Khusus dan Kepala Balai di Lingkungan
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI Tahun 2016
24 Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety , Kemenkes RI Edisi 2015
25 Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
(Patient Safety Incident Report), KKPRS 2015
26 Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit,
Depkes, 1994
27 Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit,
WHO-Depkes, 2001
28 Indikator Kinerja Rumah Sakit, Depkes, 2005
29 Kamus Indikator Kinerja Badan Layanan Umum Unit Pelaksana
Teknis Vertikal Ditjen Pelayanan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI Tahun 2016
30 KKI, Komunikasi efektif dokter pasien; 2006
31 KKI, Manual Rekam Medis; 2006
32 KARS; SNARS Edisi 1 Tahun 2017; Jakarta
33 WHO. (2009), Human Factor In Patient Safety: Reviews on
Topics and Tool, Geneva.
34 WHO Global Patient Safety-Medication Without Harm; 2017
35 NHS. How to produce and evaluate an integrated care pathway
(ICP); 2010
36 KARS. Pedoman Penyusunan PPK & CP dalam asuhan
terintegrasi sesuai KARS 2012; Tahun 2015
37 Panduan Praktik Klinis Obstertri & Ginekologi; Tahun 2015
38 Kegawatdaruratan Neurologi; Tahun 2009
39 Panduan Pelayanan Medik –PAPDI; Tahun 2007
40 Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam -PPK. Cetakan
ke 3; Tahun 2016
41 Panduan Clinical Pathway; PAPDI; Tahun 2015
42 Acuan Alur Penanganan Klinis (Clinical Pathway) dan
Pedoman PPK1-PPK2-PPK3 - Dokter Spesialis Bedah
Indonesia; Tahun 2014
43 AHRQ. (2004), Hospital Survey on Patient Safety Culture :
User’s
Guide.http://www.ahrq.gov/professionals/qualitypatientsafety/p
atientsaf etyculture/hospital/resources/hospscanform.pdf.
didownload tanggal 13 Nopember 2017.
44 Institute of Medicine. (1999), To Err is Human : Building a Safer
Health System, USA.
45 Budiharjo, A. (2008), Pentingnya Safety Culture di Rumah
Sakit-Upaya Menimalkan Adverse Events, Jurnal Manajemen
Bisnis. Vol.1 no.1 pp 53-70
46 Cahyono, J.B. Suharjo B, (2008), Membangun Budaya
Keselamatan Pasien Dalam Praktik Kedokteran, Yogyakarta :
Kanisius.
47 Idris, Haerawati (2017), Dimensi Budaya Keselamatan Pasien,
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Vol. 8, no.1.
48 IL, Kanan, Rini Anggraeni dan Alimin Maidin (2015), Budaya
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Islam Faisal.
49 Iskandar H., Halimi Maksum dan Nafisah (2014), Faktor
Penyebab Penurunan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen
no. 1.
50 Mulyana, Aina (2016), Pengertian Persepsi, Syarat Proses dan
Faktor yang Mempengaruhi Persepsi, Pendidikan
kewarganegaraan [artikel], ainamulyana.blogspot.com/2016/01/
didownload tanggal 13 November.

Anda mungkin juga menyukai